MEDIA BERKALA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
www.kppu.go.id
EDISI 10 n 2008
editorial
MEDIA BERKALA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
T
ujuh tahun berlalu sejak Komisi Pengawas Persaingan Usaha berdiri, ternyata publik belum cukup menyadari banyak hal yang telah dilakukan KPPU. Meskipun tak kurang upaya KPPU dalam menginternalisasikan Undangundang Nomor 5 Tahun 1999 melalui aktivitas sosialisasi dan publikasi, persaingan usaha bukan konsep sederhana yang dapat dengan mudah diterima masyarakat. Tidak mengejutkan bila banyak pihak yang masih saja meragukan kiprah KPPU, bahkan meragukan arti penting persaingan usaha bagi kepentingan publik. Tidak berbeda halnya dengan penegakan hukum persaingan usaha. Proses ini tidak sekedar memperhatikan aspek hukum saja, namun juga melibatkan analisis ekonomi sejak proses penentuan sebuah perkara, pemeriksaan, pembuktian, hingga penyusunan putusan. Dampak ekonomi yang dirasakan oleh konsumen akhir sebagai stakeholder utama KPPU merupakan hal yang menjadi pertimbangan utama dalam setiap aktivitas penegakan hukum persaingan Indonesia oleh KPPU. Pembuktian berupa analisis inilah yang kemudian membuka peluang bagi diperdebatkannya putusan KPPU, bahkan sejak proses penanganan perkara dilaksanakan. Pelemparan wacana ke media yang memperdebatkan analisis ekonomi yang digunakan KPPU dalam menangani perkara ini dilakukan oleh banyak pihak yang merasa kepentingannya akan terpengaruh oleh putusan KPPU. Tidak jarang media juga memuat berita yang masih berupa isu sehingga dapat mengarahkan opini publik pada satu pandangan tertentu, seperti munculnya dugaan keberpihakan KPPU pada kepentingan-kepentingan tertentu. Hal inilah yang terjadi pada kasus kepemilikan silang (cross ownership) pada saham perusahaan jasa telepon seluler oleh Temasek Holdings. Mengherankan bahwa setelah tujuh tahun KPPU menjalankan amanat dengan independensi yang ditegaskan dalam UU Nomor 5 Tahun 1999, masih saja ada pihak-pihak yang meragukan independensi KPPU, atau menggunakan isu independensi untuk melemahkan kredibilitas KPPU di mata publik. Meskipun keraguan akan independensi KPPU dapat dipatahkan begitu putusan mengenai kasus tersebut dikeluarkan, namun belajar dari apa yang terjadi, kiranya perlu bagi KPPU untuk meninjau ulang strategi penegakan hukumnya. Dengan mulai bangkitnya dunia usaha di Indonesia, KPPU harus siap untuk lebih sering menangani perkara-perkara besar yang banyak terkait dengan kepentingan publik seperti kasus kepemilikan silang pada perusahaan jasa telepon seluler tersebut. Di sisi lain, masih begitu banyak permasalahan persaingan usaha yang justru diakibatkan oleh kebijakan pemerintah yang tidak pro persaingan. Untuk itu KPPU harus semakin menguatkan upaya advokasi persaingan usaha, utamanya kepada pemerintah. Di samping itu, sebagai bagian dari strategi pencitraan lembaga, KPPU tidak perlu malu-malu lagi dalam menampilkan dirinya di media. Sebagaimana terjadi pada putusan-putusan KPPU yang dikuatkan di tingkat Mahkamah Agung, pada saat publik menarik manfaat dari putusan KPPU, keberpihakan KPPU pada mereka sebagai stakeholder utamanya terbukti dengan sendirinya. Pemimpin Redaksi
Edisi 10 2008
Dewan Pakar
DR. Syamsul Maarif, SH, LLM DR. Ir. Tresna P. Soemardi, SE, MM Ir. H. Mohammad Iqbal Erwin Syahril, SH Ir. H. Tadjuddin Noersaid Ir. M. Nawir Messi, MSc DR. Anna Maria Tri Anggraini, SH, MH DR. Ir. Benny Pasaribu, M.Ec Didik Ahmadi, AK, M.Com Yoyo Arifardhani, SH, MM, LLM DR. Ir. H. Ahmad Ramadhan Siregar, MS IR. Dedie S. Martadisastra, SE, MM DR. Sukarmi, SH, MH
Penanggung Jawab/ Pemimpin Umum DR. Syamsul Maarif
Pemimpin Redaksi Ahmad Junaidi, SH, MH, LLM
Redaktur Pelaksana Budi Firmansyah Amarullah
Penyunting/Editor Andi Zubaida Assaf
Sekretariat Redaksi Retno Wiranti, Ika Sarastri, Santy Evita Irianti, Fintri Hapsari Reporter Deswin Nur, Andi Zubaida Assaf, Farid F. Nasution, Sholihatun Kiptiyah, Ahmad Kaylani
Fotografer Retno Wiranti Pengarah Artistik Budi Firmansyah Amarullah
Desain cover : Gatot M Sutejo Foto : www.suaramerdeka.com
KOMPETISI merupakan majalah yang diterbitkan oleh KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA Alamat Redaksi: Gedung KPPU, Jalan Ir. H. Juanda No. 36 JAKARTA PUSAT 10120 Telp. 021-3507015, 3507043 Fax. 021-3507008 E-mail:
[email protected] Website: www.kppu.go.id
daftar isi tajuk utama 4
TEMASEK
Menuai Sanksi Persaingan Usaha
aktifitas 17 Cerdas Menyikapi Tuntutan Persaingan Sehat Pada Sektor Jasa Konstruksi Menumbuhkan pemahaman mengenai persaingan sehat bukanlah suatu pekerjaan yang sederhana. Apalagi jika iklim usaha sehat tersebut ingin diwujudkan pada salah satu sektor strategis, yaitu sektor jasa konstruksi di Indonesia.
18 Pentingnya Persaingan Sehat dalam Industri Buku Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menerima kunjungan Bambang Sudibyo, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) pada hari Jumat tanggal 9 Februari 2007. Mendiknas beserta jajarannya, yaitu Sekjen Depdiknas, Dodi Nandika beserta staf, bermaksud menggali referensi prinsip-prinsip hukum persaingan usaha di Indonesia, sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
20 Sisi Strategis Jasa Pos dalam Perspektif Persaingan Sehat Seiring dengan maraknya pertumbuhan jasa kurir swasta untuk layanan pos, maka kinerja sektor pos dan logistik semakin menjadi sorotan. Industri jasa pos merupakan sektor strategis dan berperan dalam perekonomian, namun saat ini timbul polemik dalam perkembangan sektor jasa pos dengan terbitnya Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika No. 01/SE/M/ KOMINFO/1/2007 tentang Pengiriman Surat (SE Menkominfo).
regulasi 21 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mengeluarkan keputusan hukum yang cukup menyita perhatian publik. Pada 19 November 2007 lalu, majelis komisi memvonis Temasek Holdings, perusahaan investasi milik Singapura, bersalah dalam kasus bisnis jasa telepon seluler di Indonesia.
hukum 8 Peranan Analisis Ekonomi dalam Pembuktian Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha Suatu tindakan dianggap melanggar hukum jika terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa tindakan tersebut memang benar telah dilakukan. Dengan demikian proses pembuktian memainkan peranan penting dalam dunia hukum, tak terkecuali hukum persaingan usaha.
kebijakan 9 Advokasi Persaingan Usaha ‘Senjata’ Kedua KPPU dalam Menegakkan Hukum dan Kebijakan Persaingan di Indonesia Sepak terjang KPPU dalam menegakkan hukum persaingan boleh dibilang telah terasa jika dibandingkan dengan masa tujuh tahun ketika berdirinya lembaga persaingan usaha independen tersebut. Peranan tersebut dapat dirasakan seiring meningkatnya jumlah dan kualitas penanganan laporan dan perkara yang ditangani.
opini 12 Menakar Independensi KPPU
Peraturan Komisi No. 2 Tahun 2008
Kewenangan Sekretariat Komisi Dalam Penanganan Perkara internasional 22 KPPU-OECD Workshop on Merger Review
Protes dan keberatan seakan menjadi menu wajib bagi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Hampir selalu, begitu palu dalam sidang kasus persaingan usaha diketok, pihak yang dinyatakan bersalah pun protes. Vonis bukan penanda kerja selesai. KPPU harus mengempos tenaga lagi untuk mengawal proses banding dari pihak bersalah. Itu sudah menjadi pola tetap.
kolom 14 Kerangka Regulasi Persaingan Usaha di Sektor Telekomunikasi Akhir-akhir ini masyarakat disuguhi oleh banyaknya berita persaingan usaha di sektor telekomunikasi. Diantaranya adalah putusan KPPU tanggal 19 November 2007 terkait tindakan anti persaingan yang difasilitasi oleh kepemilikan silang oleh Temasek di industri seluler. Hampir berurutan, KPPU juga tengah memeriksa dugaan kartel SMS yang dilakukan oleh operator seluler. Sementara dalam layananan Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) Telkom bersikukuh menolak pembukaan kode akses yang memungkinkan terjadinya persaingan yang lebih sengit di sektor telekomunikasi.
Dalam rangka mengembangkan kemampuan para staf dan fungsi advokasi, KPPU telah melakukan berbagai kegiatan. Di penghujung tahun 2007 KPPU dan OECD (Organization for Economic Cooperation Development) telah bekerjasama mengadakan Workshop on Merger Review dan Workshop on Merger Regulation.
aktifitas KPD 24 - Surabaya - Medan - Balikpapan - Batam - Makassar Edisi 10 2008
www.daylife.com
tajuk utama
TEMASEK
Temasek Tower.
Menuai Sanksi Persaingan Usaha oleh: Retno Wiranti*
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mengeluarkan keputusan hukum yang cukup menyita perhatian publik. Pada 19 November 2007 lalu, majelis komisi memvonis Temasek Holdings, perusahaan investasi milik Singapura, bersalah dalam kasus bisnis jasa telepon seluler di Indonesia.
Edisi 10 2008
T
emasek yang kini mengelola dana investasi US$108 miliar (sekitar Rp 1000 triliun) itu dinyatakan memiliki kepemilikan silang pada dua perusahan jasa seluler Indonesia yakni Telkomsel dan Indosat. Sesuai fakta dan bukti yang dikumpulkan sidang majelis, kepemilikan silang itu dimulai sejak akhir tahun 2002. Saat itu, Singapore Technologies Telemedia yang 100 persen sahamnya dikuasai Temasek, memenangkan divestasi Indosat dan menguasai 42 persen saham. Temasek juga telah menguasai 35 persen saham Tekomsel yang merupakan operator seluler terbesar di Indonesia. Penguasaan Telkomsel melalui anak perusahaan Temasek yang lain yakni Singapore Telecommunication Ltd (Singtel) dan SingTel Mobile. Dengan penguasaan saham Telkomsel dan Indosat secara tidak langsung itu, Temasek telah menguasai pasar seluler Indonesia.
tajuk utama
Kepemilikan silang tersebut melanggar Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pasal 27 (a) undang-undang itu menegaskan bahwa pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar yang bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut
mengakibatkan dua hal. Pertama, satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Hal selanjutnya, dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Majelis komisi menemukan fakta bahwa pangsa pasar Telkomsel dan Indosat secara bersama-sama terus mengalami peningkatan sejak terjadinya struktur kepemilikan silang oleh Temasek tersebut. Dalam kurun waktu
2003-2006, pangsa pasar kedua operator itu rata-rata 89,61 persen. Kemampuan pengendalian Temasek terhadap dua operator itu mengakibatkan perlambatan perkembangan Indosat, sehingga tidak efektif dalam bersaing dengan Telkomsel. Akibat lebih lanjut, pasar industri seluler di Indonesia tidak kompetitif. Perlambatan perkembangan Indosat ditandai dengan pertumbuhan BTS yang secara relatif menurun dibanding dengan operator lain baik Telkomsel atau XL.
Edisi 10 2008
tajuk utama Tabel Perbandingan Pendapatan Operator Seluler Tahun
2001 2002 Periode CrossOwnership: 2003-2006
2003 2004 2005 2006 Rata-rata 2003-2006
Gabungan Pendapatan Usaha (dalam milyar)
Pendapatan Usaha XL (dalam milyar)
Pangsa Pasar XL
76.34% 83.58%
6,688 10,845
2,073.03 2,130.41
23.66% 16.42%
88.09% 89.74% 90.97% 89.64%
16,264 22,107 29,778 38,373
2,198.06 2,528.48 2,956.38 4,437.17
11.91% 10.26% 9.03% 10.36%
89.61%
Dampak negatif dari kepemilikan silang itu juga berlanjut sampai tataran konsumen. Struktur kepemilikan silang Temasek, menyebabkan price-leadership dalam industri telekomunikasi di Indonesia. Telkomsel sebagai pemimpin pasar kemudian menetapkan harga jasa telekomunikasi seluler secara eksesif. Konsekuensinya, operator menikmati eksesif profit dan konsumen mengalami kerugian (consumer loss). Menurut perhitungan majelis komisi, kerugian yang dialami oleh konsumen layanan telekomunikasi seluler di Indonesia sejak tahun 2003 sampai dengan 2006 berkisar antara Rp 14,76498 triliun sampai Rp 30,80872 triliun. Dalam hal ini, giliran Telkomsel yang divonis bersalah. Majelis menyatakan Telkomsel melanggar pasal 17 Undangundang 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli. Pasal itu berisi larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau per saingan usaha tidak sehat. Masih merujuk pasal itu, pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa dengan tiga kategori. Pertama, barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya. Kedua, mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama. Ketiga, satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50 persen pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
www.mobiletren.com
Pangsa Pasar Telkomsel dan Indosat Secara Bersama-Sama
Edisi 10 2008
tajuk utama Berdasar fakta dan bukti-bukti tersebut, majelis komisi pun menjatuhkan sanksi kepada Temasek juga Telkomsel. Temasek dihukum untuk melepas seluruh kepemilikan sahamnya di salah satu perusahaan apakah Telkomsel atau Indosat dalam waktu paling lama dua tahun terhitung sejak putusan. Seiring dengan sanksi itu, Temasek juga diharuskan memutuskan perusahaan yang akan dilepas kepemilikan sahamnya serta melepaskan hak suara dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada salah satu perusahaan yang akan dilepas. Sanksi ini berlaku sampai dengan dilepasnya saham secara keseluruhan. Pelepasan kepemilikan saham dilakukan dengan dua syarat: untuk masingmasing pembeli dibatasi maksimal lima persen dari total saham yang dilepas dan pembeli tidak boleh terasosiasi dengan Temasek maupun pembeli lain dalam bentuk apa pun. Selain sanksi pemutusan kepemilikan silang tersebut. Temasek juga didenda sebesar Rp 25 miliar yang harus disetor ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha. Nilai denda yang sama juga dikenakan ke Telkomsel. Selain denda, majelis komisi juga memerintahkan Telkomsel untuk menghentikan praktek pengenaan tarif tinggi dan menurunkan tarif layanan selular sekurang-kurangnya sebesar 15 persen dari tarif yang berlaku. Dalam pemeriksaan dan penyusunan putusan terhadap kasus bisnis jasa telepon seluler itu, KPPU bertindak dengan prinsip independensi, yaitu tidak memihak pihak
Dok. KOMPETISI
Sanksi untuk Temasek dan Telkomsel
Audiens pembacaan putusan Temasek.
manapun. Peran KPPU adalah sebagai pengemban amanat pengawasan terhadap pelaksanaan UU 5/1999 dengan tujuan mewujudkan kepastian berusaha yang sama bagi setiap pelaku usaha dan menjamin persaingan usaha yang sehat dan efektif.
Perkembangan Perkara Atas sanksi yang dijatuhkan KPPU ke pada Temasek dan Telkomsel, kedua pihak tersebut memberikan respon berupa peng ajuan keberatan. Kelompok usaha Temasek mengajukan keberatannya melalui Peng adilan Negeri Jakarta Pusat dan Telkomsel mengajukan keberatannya melalui Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan. Menanggapi keberatan tersebut, KPPU mengajukan permohonan penggabungan perkara kepada Ketua Mahkamah Agung melalui surat No. 11/K/I/2008 tanggal 9 Januari 2008. Setelah permohonan penggabungan perkara diterima, Mahakamah Agung me netapkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai pihak yang akan menangani perkara keberatan tersebut. Sidang keberatan pertama digelar pada tanggal 13 Februari 2008 di PN Jakpus dan dihadiri oleh seluruh pemohon keberatan serta KPPU. Pada kesempatan tersebut, KPPU menyerahkan seluruh berkas perkara dan kemudian majelis hakim menyampaikan bahwa terdapat gugatan intervensi terhadap perkara. Pada sidang keberatan kedua yang dihadiri oleh seluruh pihak yang berperkara, disampaikan tanggapan terhadap para pe mohon intervensi dan agenda Putusan Sela yang akan dilaksanakan pada tanggal 18 Februari 2008. Selanjutnya melalui Putusan Sela, Majelis Hakim menyatakan menolak permohonan intervensi dari para pemohon intervensi. Putusan ini amat positif dan menunjukkan komitmen kepastian hukum Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. p
Retno Wiranti Dok. KOMPETISI
Staf Subdirektorat Publikasi Direktorat Komunikasi KPPU
Majelis Komisi perkara Temasek. Edisi 10 2008
hukum Peranan Analisis Ekonomi Dalam Pembuktian Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha Oleh : Farid F. Nasution *)
Suatu tindakan dianggap melanggar hukum jika terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa tindakan tersebut memang benar telah dilakukan. Dengan demikian proses pembuktian memainkan peranan penting dalam dunia hukum, tak terkecuali hukum persaingan usaha.
S
ebagai cabang dari ilmu hukum, pembuktian dalam hukum persaingan usaha juga menganut asas yang berlaku secara umum, yaitu asas minimal dua alat bukti. Suatu tindakan dapat dikatakan terbukti jika didukung oleh dua alat bukti yang memiliki persesuaian satu sama lain. Pasal 42 UU No 5 Tahun 1999 menjelaskan alat bukti dalam pemeriksaan KPPU adalah: 1. Keterangan saksi 2. Keterangan ahli 3. Surat dan atau dokumen 4. Petunjuk 5. Keterangan pelaku usaha
Direct Evidence vs Circumstancial Evidence Hukum persaingan usaha merupakan perkawinan antara ilmu hukum dan ilmu ekonomi. Oleh karena itu, selain menerapkan prinsip-prinsip hukum pada umumnya, hukum persaingan juga banyak menggunakan teoriteori ekonomi dalam aplikasinya. Ditinjau dari kategorisasi alat bukti di atas, maka analisis ekonomi termasuk ke dalam kategori petunjuk. Hal ini sejalan dengan best practices mengenai hukum persaingan usaha yang mengenal direct evidence dan circumstancial evidence yang keduanya memberikan petunjuk atas peristiwa yang terjadi pada pasar. Dalam direct evidence, alat bukti yang dikumpulkan harus mendukung atau tidak mendukung adanya suatu peristiwa atau kegiatan yang telah dilakukan. Sedangkan circumstancial evidence, adalah alat-alat bukti yang tidak terkait secara langsung dengan peristiwa atau tindakan yang dimaksud, namun berdasarkan konsitensi
Edisi 10 2008
indikasi-indikasi yang ada, dapat secara meyakinkan disimpulkan bahwa peristiwa atau tindakan yang dimaksud telah terjadi (inference). Sebagai contoh, dapat dilihat pada tabel berikut perbedaan direct evidence dan circumstancial evidence terhadap eksistensi market power: Eksistensi Market Power Direct Evidence
Circumstancial Evidence
Pengukuran elastisitas permintaan
Pangsa pasar yang tinggi secara terus menerus dalam pasar bersangkutan
Exclusion yang tidak berdasarkan efisiensi
Keuntungan yang tinggi atau rasio harga terhadap biaya
Sumber Andrew I Gavil, William E. Kovacic, dan Jonathan B. Baker, Antitrust Law in Perspective: Cases, Concepts, and Problems in Competition Policy, Thompson West, Washington DC, 2002, hal. 462
Aplikasi Analisis Ekonomi Dalam Pembuktian oleh KPPU
Analisis ekonomi baik berupa direct evidence maupun circumstancial evidence memainkan peranan utama dalam proses pembuktian hukum persaingan usaha, walaupun UU No 5 Tahun 1999 tidak secara eksplisit menyatakan hal ini. Pendekatan rule of reason dalam hukum persaingan usaha mau tidak mau mendasarkan penilaiannya atas analisis ekonomi terhadap dampak yang ditimbulkan oleh sutau perilaku pada pasar. Utamanya dalam hal ini adalah kerugian yang diderita oleh konsumen yang merupakan subjek terpenting yang hendak dilindungi oleh hukum persaingan usaha. Putusan KPPU mengenai kepemilikan silang Temasek, sebagai contoh, banyak menggunakan analisis ekonomi dalam pertimbangan hukumnya, antara lain, H i r s c h m a n H e r fi n d a h l I n d e x u n t u k mengukur derajat konsentrasi pada pasar telekomunikasi seluler, analisis ParkerRoller model untuk mengukur derajat persaingan pada pasar telekomunikasi seluler, perbandingan (Earning Before Tax, Interest, Depreciation, and Amortization) EBITDA Margin dan Return on Capital Employed (ROCE) untuk mengukur tingkat keuntungan,
serta berbagai metode untuk mengukur kerugian konsumen. Disamping analisis tersebut, Majelis mendasarkan pertimbangan hukumnya pada berbagai analisis ekonomi lainnya yang seluruhnya termuat dalam putusan tersebut. Keseluruhan hasil analisis ekonomi tersebut dipergunakan oleh Majelis sebagai bahan pertimbangan hukum dalam menilai ada tidaknya pelanggaran hukum persaingan. Pembuktian hukum persaingan usaha tanpa menggunakan alat bantu analisis ekonomi akan menemui kesulitan dalam menghasilkan rasio di balik sebuah keputusan (ratio decidendi) yang tepat. Ilmu ekonomi dan ilmu hukum harus berjalan beriringan dan membentuk konvergensi guna mencapai satu kesimpulan yang rasional dan pada gilirannya, efektif dalam menuju kondisi persaingan yang dicita-citakan oleh hukum persaingan usaha. p
Farid F. Nasution Kasubdit Pemberkasan Direktorat Penegakan Hukum KPPU
kebijakan
Advokasi Persaingan Usaha
‘Senjata’ Kedua KPPU dalam Menegakkan Hukum dan Kebijakan Persaingan di Indonesia Oleh : Deswin Nur *)
Sepak terjang KPPU dalam menegakkan hukum persaingan boleh dibilang telah terasa jika dibandingkan dengan masa tujuh tahun ketika berdirinya lembaga persaingan usaha independen tersebut. Peranan tersebut dapat dirasakan seiring meningkatnya jumlah dan kualitas penanganan laporan dan perkara yang ditangani.
Dok. KOMPETISI
S
ecara total KPPU telah menangani lebih dari 600 laporan dan 100 kasus persaingan usaha. Walaupun sebagian besar kasus yang ditangani masih berkisar dalam lingkup persekongkolan dalam tender, namun prestasi KPPU tersebut patut diancungi jempol. Two thumbs up! Kalau boleh menggunakan istilah kritikus film. Sebenarnya penegakan UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat hanyalah salah satu ‘senjata’ KPPU dalam menegakkan hukum persaingan di Indonesia. Sebagai komunitas persaingan, kita memahami bahwa penegakan hukum persaingan semata tidaklah cukup untuk menciptakan iklim usaha yang sehat di Indonesia. Penegakan hukum persaingan lebih bersifat menimbulkan efek jera bagi pelaku usaha agar melakukan kegiatan bisnisnya secara jujur. Para pembuat Edisi 10 2008
Dok. KOMPETISI
kebijakan
UU No. 5/1999 sepertinya memahami dengan jelas bahwa dibutuhkan kekuatan tambahan bagi KPPU dalam memberikan perubahan yang fundamental bagi terciptanya persaingan usaha yang sehat, yaitu melalui pengembangan kebijakan persaingan. Upaya pengembangan kebijakan per saingan dalam komunitas persaingan usaha internasional dikenal dengan sebutan advokasi persaingan usaha (competition advocacy), yang secara singkat dapat didefinisikan sebagai upaya lembaga persaingan dalam penciptaan persaingan usaha yang sehat di luar mekanisme penegakan hukum. Frase ‘di luar penegakan hukum’ ini perlu mendapatkan tekanan lebih dalam untuk
Diagram dan pie chart Saran Pertimbangan.
10
Edisi 10 2008
dapat memahami pengertian tersebut, karena frase tersebut memaparkan definisi yang tidak terbatas dalam hal advokasi persaingan usaha. Di Indonesia, advokasi persaingan usaha dilakukan melalui dua pendekatan yaitu, pemberian saran dan pertimbangan serta kegiatan sosialisasi. Khusus pada tulisan ini, sorotan khusus akan diberikan pada pemberian saran dan pertimbangan. Sebagaimana kita ketahui, KPPU, melalui pasal 35 ayat f telah diberi amanat untuk memberikan saran dan pertimbangan terkait kebijakan pemerintah yang berpotensi menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Biasanya pemberian saran dan pertimbangan tersebut
dilakukan secara tertulis kepada pembuat kebijakan. Berdasarkan data yang dihimpun redaksi, hingga saat ini (dalam kurun waktu tujuh tahun) KPPU telah menyampaikan lebih dari 40 saran dan pertimbangan kepada pemerintah. Saran dan pertimbangan yang diberikan cukup bervariasi dan mencakup berbagai kebijakan instansi pemerintah, baik tingkat pusat maupun tingkat daerah. Advokasi juga dilakukan pada beragam industri, mulai dari industri keuangan dan perbankan, farmasi, transportasi, hingga komoditas pertanian. Perkembangan jumlah dan variasi industri yang menjadi subyek pemberian saran dan pertimbangan tersebut dapat kita perhatikan pada bagan di bawah ini:
Saran dan pertimbangan KPPU merupakan salah satu upaya yang diyakini memberikan manfaat bagi terciptanya iklim usaha yang sehat, sehingga memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat atau konsumen. Secara garis besar, saran dan pertimbangan KPPU telah memberikan beberapa manfaat berikut: 1. Tersedianya harga barang/jasa yang wajar dengan kualitas terbaik Hal tersebut telah dibuktikan oleh beberapa saran dan pertimbangan KPPU, khususnya pada industri penerbangan di mana KPPU memberikan advokasi kepada pemerintah untuk mencabut kewenangan asosiasi pengusaha penerbangan dalam menetapkan tarif yang sebenarnya merupakan kewenangan penuh pemerintah. Saran dan pertimbangan atas industri tersebut juga dilanjutkan dengan serangkaian pendapat KPPU atas penetapan tarif referensi, tarif batas bawah, dan penetapan biaya surcharge. 2. Tersedianya pilihan Hal tersebut dapat terlihat dari salah satu saran dan pertimbangan KPPU atas kebijakan Menteri Keuangan yang menghambat peluang pensiunan pegawai negeri dalam memperoleh pinjaman selain dari salah satu bank tertentu. Dengan saran pencabutan kebijakan tersebut, para pensiunan tersebut dapat memperoleh pilihan lain dalam memperoleh pinjaman bagi kepentingannya. Berbagai saran terkait pembukaan pilihan tersebut juga terjadi di beberapa industri lain seperti pencetakan surat berharga, pembukaan pasar asuransi tenaga kerja, pembukaan jalur distribusi garam, dan sebagainya. 3. Terfasilitasinya inovasi Persaingan usaha yang sehat pasti akan menciptakan berbagai upaya pelaku bisnis dalam menciptakan inovasi atas produk perusahaannya agar mampu bersaing secara efektif dan efisien. Upaya mendorong inovasi tersebut sangat jelas tercermin dalam setiap saran dan pertimbangan KPPU atas industri telekomunikasi nasional, mulai dari penerapan modern licensing, pengembangan telepon berbasis internet, dan sebagainya. 4. Tersedianya kepastian hukum Saran dan pertimbangan KPPU juga dapat memberikan kepastian hukum dalam berusaha bagi investor di Indonesia. Hal tersebut diwujudkan melalui dukungan KPPU pada beberapa kebijakan pemerintah yang sejalan dengan prinsipprinsip persaingan usaha sehat, antara lain pada kebijakan kepemilikan tunggal
www.tabalong.go.id
kebijakan
Petani di tengah hamparan sawah.
dalam industri perbankan yang menurut KPPU dapat mencegah terjadinya jabatan rangkap (interlocking directorate) yang berpotensi menciptakan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Para pakar persaingan usaha internasional seringkali berpendapat bahwa “the biggest challenges in competition law and policy enforcement is the Government”, tantangan terbesar penegakan hukum dan kebijakan persaingan usaha adalah pemerintah. Begitu juga halnya dengan perjuangan KPPU dalam menegakkan advokasi per saingan usaha yang tidak selalu mulus seiring belum terinternalisasinya kebijakan persaingan kepada pembuat kebijakan yang menimbulkan resistensi instansi pemerintah tersebut dalam mengadopsi saran dan pertimbangan KPPU. Sebagaimana data di miliki, tanggapan pemerintah atas saran dan pertimbangan cukup beragam. Mulai dari ditanggapi dan diadopsi secara penuh, tidak ditanggapi namun dilakukan perubahan kebijakan, hingga pada sama sekali tidak memperoleh tanggapan ataupun perubahan kebijakan. Berdasarkan data tersebut, masih patut disyukuri bahwa sebagian besar (51%) saran dan pertimbangan KPPU masih diadopsi dalam bentuk pembatalan atau penyesuaian kebijakan, walaupun hal tersebut tidak disampaikan secara tertulis kepada KPPU. Masih cukup besarnya persentase saran dan pertimbangan yang tidak ditanggapi tersebut menunjukkan bahwa advokasi persaingan usaha belum terlaksana secara optimal dan KPPU perlu secara intensif
melakukan pendekatan dan harmonisasi dalam kebijakan pemerintah serta sosialisasi yang lebih terarah. Hal tersebut juga terkait dengan sifat saran dan pertimbangan yang tidak mengikat pihak yang diberi saran. Dalam praktek internasional, memang saran dan pertimbangan tidak bersifat mengikat, namun diperkuat dalam bentuk suatu pernyataan (statement) tertulis yang disampaikan dan dipertanggungjawabkan secara terbuka kepada publik. Namun demikian, perubahan bentuk saran dan pertimbangan tidak secara pasti menjamin diikutinya saran tersebut karena peningkatan kesadaran (awareness) tidak dapat dilakukan sendiri oleh KPPU dan masih membutuhkan dukungan berbagai pihak, antara lain masyarakat dan pemerintah. Adanya dukungan berbagai stakeholder akan sangat membantu proses tersebut, sehingga KPPU dapat bekerja efektif dan optimal dalam memanfaatkan kedua ‘senjata’ yang dimilikinya untuk menegakkan dan menciptakan iklim persaingan usaha sehat di Indonesia. p
Deswin Nur Kasubdit Kerjasama Kelembagaan Direktorat Komunikasi KPPU
Edisi 10 2008
11
opini
Menakar Independensi KPPU Oleh : Yanuar Luqman, MSi *)
Protes dan keberatan seakan menjadi menu wajib bagi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Hampir selalu, begitu palu dalam sidang kasus persaingan usaha diketok, pihak yang dinyatakan bersalah pun protes. Vonis bukan penanda kerja selesai. KPPU harus mengempos tenaga lagi untuk mengawal proses banding dari pihak bersalah. Itu sudah menjadi pola tetap.
D
emikian juga saat KPPU memutus perkara yang cukup seksi belum lama ini, yakni kasus monopoli Temasek dalam jasa telepon seluler di Indonesia, pertengahan November lalu. Pola itu kembali terulang, Temasek banding, dan sampai saat ini babak selanjutnya terus bergulir. Namun kali ini ada bumbu-bumbu lain: KPPU juga menuai gugatan atas independensinya! Bumbu yang sebenarnya juga pernah dijumpai dalam perkara-perkara lain itu cukup intensif. Pesan pendek provokatif beredar, berisi tuduhan-tuduhan bahwa
12
Edisi 10 n 2008 10
keputusan KPPU menghukum perusahaan investasi Singapura itu sarat kepentingan politik. Entah siapa sponsor provokasi itu, apakah pihak bersalah yakni Temasek dan kawan-kawan, atau pihak lain yang memiliki kepedulian dan mencoba mengkritisi. Namun yang jelas, sejumlah pihak pun tak menyia-nyiakan momentum adanya sentimen negatif terhadap KPPU tersebut. Kadar independensi watchdog persaingan usaha di Indonesia itu pun dipersoalkan, diungkit-ungkit. KPPU dituduh tebang pilih, telah disusupi beberapa figur titipan
partai politik tertentu yang dikhawatirkan mengganggu independensi, rekruitmen politis, dan sebagainya. Gugatan-gugatan itu menarik. Bisa jadi sekedar luapan protes dari pihak yang bersalah dalam bentuk yang ekstrem, tapi bisa juga merupakan kritik yang konstruktif. Sebab itu, terlepas bagaimana menatapnya, gugatan independensi KPPU layak dicermati untuk introspeksi dan perbaikan. Untuk itu, KPPU harus menjawab sebuah pertanyaan sederhana dengan jujur: seberapa jauh independensi KPPU selama ini?
Siap Tempur Jika dilihat dari aspek struktur kelembagaannya, kebebasan KPPU sebenarnya cukup terjamin. Sebagai lembaga independen yang dibentuk 7 Juni 2000 lalu, KPPU berjalan pada titian yang jelas dan tegas. Komisi dengan 11 anggota itu bertugas mengawasi pelaksanaan
opini Undang-undang 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Rantai vertikalnya menyambung pada dua lembaga tinggi negara. Bertanggung jawab langsung kepada Presiden, hasil kerjanya dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. KPPU berfungsi menyusun peraturan pelaksanaan dan memeriksa berbagai pihak yang diduga melanggar UU No.5/1999 tersebut serta memberi putusan mengikat dan menjatuhkan sanksi terhadap para pelanggarnya. Undang-undang anti monopoli itu sendiri sudah sangat rinci. Dengan demikian, keputusan KPPU mengawasi praktek persaingan usaha mencakup pilihan kasus yang akan diperkarakan atau keputusan vonis sebenarnya sangat terukur. KPPU tentu tak berani melanggar undang-undang terkait, sama saja menggali lubang kuburnya sendiri. Namun asumsi bahwa KPPU telah independen hanya dengan melihat posisi hukumnya saja tentu sangat lemah. Masalahnya, di negeri ini aturan saja kadang tak cukup. Teori tak seindah kenyataan, hitungan di atas kertas kerap meleset. Boleh sistem di sekeliling KPPU dapat menjamin independensinya, tapi dengan posisi seaman sekarang gangguan pelanggaran akan selalu ada baik dari internal KPPU sendiri maupun pihak luar. Dalam satu diskusi, Ketua KPPU Muhamad Iqbal mengakui, selama ini KPPU telah mengalami berbagai intervensi, baik dalam bentuk institusi maupun keputusan. Itu terutama dialami untuk kasus dengan magnitude besar. Iqbal menantang, satusatunya cara mengukur independensi KPPU adalah dengan melihat kualitas keputusan yang dihasilkan.
yang berupa denda pun cukup membuat ciut nyali pelaku usaha yang berniat menjalankan monopoli. Yang paling dekat, Temasek didenda Rp 25 miliar belum sanksi ikutan lainnya. Satu paket dengan keputusan itu, Telkomsel juga mendapat denda dengan nilai yang sama dan sanksi penurunan tarif. Sanksi yang dijatuhkan KPPU memang bervariasi tergantung kadar kesalahan pelaku dalam melanggar prinsip persaingan sehat. Besaran denda bisa dari Rp 10 juta sampai miliaran. Sanksi lain yang juga cukup berat dan sering dijatuhkan adalah larangan mengikuti tender pengadaan beberapa periode selanjutnya. Ragam sanksi itu dijumpai pada penyelesaian kasus di beberapa tempat. Sekedar menyebut beberapa contoh: Tender Pengadaan Komponen Lampu di Suku Dinas Penerangan Jalan Umum dan Sarana Jaringan Utilitas Kotamadya Jakarta Selatan (Juli 2007), Tender Pengadaan LCD Di Biro Administrasi Wilayah Sekretariat Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2006 (November 2007), Tender Pekerjaan Non Distructing Testing Inspection Services di Total E & P Indonesie, Kalimantan Timur (Maret 2007), dan Tender Pekerjaan Pengerukan Alur Pelayaran Pelabuhan Belawan Tahun 2006 (September 2007).
Hantam Kanan Kiri
Nah, melihat sederet catatan positif KPPU sejauh ini belum cukup. Pekerjaan rumah selanjutnya adalah menakar independensi ke depannya. Jika menoleh surut sejarah beberapa tahun ke belakang, KPPU bisa dikatakan lahir dalam kondisi nasional yang kurang mendukung untuk bersemainya iklim persaingan sehat. Undang-undang anti monopoli yang menjadi dasar lahirnya KPPU disusun pada dua masa krisis yakni krisis politik hukum dan krisis moneter, pada kurun waktu 1997-1998. Saat itu arus konflik dunia usaha Indonesia sangat kuat. Praktek persaingan usaha yang tidak sehat dianggap jamak. Belum lagi perselingkuhan kekuasaan
Sekarang coba kita tengok keputusankeputusan KPPU. Beberapa keputusan terakhir di tahun ini memang cukup meyakinkan. Keputusan-keputusan itu menjadi semacam kabar baik untuk pendamba iklim persaingan sehat di Indonesia. Bagaimana tidak, dalam mengadili kasus persaingan, KPPU terkesan hantam kanan kiri tak pandang bulu. ‘Korban-korban’ KPPU tak hanya perusahaan-perusahaan skala global yang bisnisnya menggurita dengan asset triliunan seperti Temasek atau Carrefour. Badan usaha milik negara, bahkan perusahaan rekanan pemerintah daerah pun tak luput dari intaiannya. Sanksi
dan dunia usaha yang marak. Dari situasi demikian lahir banyak tekanan atau godaan atas independensi KPPU. Banyak pihak yang ingin menggunakan wasit persaingan itu sebagai alat memperlancar usahanya. Setelah tujuh tahun berjalan, kini KPPU bukannya melenggang bebas tanpa rintangan. Intervensi dan godaan yang berpotensi mengikis independensinya tak memudar, justru makin kaya dengan jurusjurus dalam bentuk lain. Hal yang sama pun sebenarnya dialami juga oleh komisi serupa di negara-negara lain. Kini tinggal KPPU yang menentukan kemudinya, apakah akan tetap konsisten menjadi wasit yang independen, atau merelakan menjadi alat kelompok tertentu dengan menggadaikan indepensinya. Jika pilihannya adalah tetap konsisten, langkah ke depannya sudah jelas. Babat segala macam bentuk praktek-praktek persaingan tak sehat di negeri ini. Pertimbangan dalam memproses suatu laporan kasus pun harus dikemukakan dengan transparan dan rasional sesuai aturan yang digunakan. Paparkan terus secara terbuka ikhwal keputusan-keputusannya sekaligus untuk efek jera. Pada intinya jadikan persaingan bisnis di Indonesia menjadi sebuah pertandingan yang fair dan enak ditonton serta dijalani. Langkah-langkah sederhana yang sepertinya mudah ketika diucapkan itu saja cukup untuk menghindari tergadainya independensi menjadi lembaga tak berarti. Memang berat dalam pelaksanaan, tapi jika konsistensi sikap dan tindakan berjalan seiring, dukungan akan datang dengan sendirinya. Selamat bekerja! p
Edisi 10 n 2008 2008 Edisi
13
kolom
Oleh : Elpi Nazmuzzaman *)
Akhir-akhir ini masyarakat disuguhi oleh banyaknya berita persaingan usaha di sektor telekomunikasi. Diantaranya adalah putusan KPPU tanggal 19 November 2007 terkait tindakan anti persaingan yang difasilitasi oleh kepemilikan silang oleh Temasek di industri seluler. Hampir berurutan, KPPU juga tengah memeriksa dugaan kartel SMS yang dilakukan oleh operator seluler. Sementara dalam layananan Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) Telkom bersikukuh menolak pembukaan kode akses yang memungkinkan terjadinya persaingan yang lebih sengit di sektor telekomunikasi.
14
Edisi 10 2008
Clipart Gallery
S
aat ini sektor telekomunikasi Indonesia memiliki dua institusi pengawas yang melakukan supervisi dan meregulasi kegiatan di sektor tersebut yaitu BRTI dan KPPU yang berwenang di bidang persaingan usaha. Sebagaimana di negara-negara yang memiliki lembaga pengawas persaingan dan pengawas khusus sektor (sector specific regulator), diperlukan kesepahaman tentang pembagian peran yang saling menunjang di antara keduanya. Ketiadaan kerangka pengertian yang sama, alih-alih menjadikan suatu sinergi, malah dapat saling mengkoreksi kebijakan yang pada akhirnya justru tidak memberikan efek manfaat yang optimal bagi masyarakat. Tulisan berikut ini mencoba memberikan gambaran ringkas tentang perkembangan peran regulator di sektor telekomunikasi serta kesalingsinggungan antara hukum persaingan yang bersifat general dengan regulasi telekomunikasi yang lebih spesifik yang biasa diterapkan di berbagai negara.
Peran Pemerintah di Sektor Telekomunikasi Kemunculan industri telekomunikasi semakin hari semakin menegaskan bahwa komunikasi bukan lagi sekedar aktivitas warga negara biasa, namun menjadi suatu hak yang wajib difasilitasi oleh negara. Bentuk penyediaan tersebut pada awalnya dilakukan secara monopoli. Terdapat empat alasan yang melandasinya yaitu:
besarnya investasi sehingga hanya satu pelaku usaha yang dapat menyediakan jasa telekomunikasi dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan bila disediakan oleh dua pelaku usaha atau lebih. Alasan kedua adalah adanya network externalities sehingga perlu disediakan secara monopoli. Network externalities adalah meningkatnya nilai manfaat jaringan seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna, sehingga jaringan yang terdiri dari beberapa jaringan kecil yang tidak saling terhubung kurang nilai manfaatnya. Alasan ketiga adalah diperlukannya subsidi silang antar layanan yang disediakan. Subsidi silang ini menjamin pengguna jasa telekomunikasi dasar tertentu untuk dapat berkomunikasi dengan harga yang terjangkau, misalnya, koneksi lokal lebih murah dibanding SLJJ dan SLI. Yang keempat adalah alasan kedaulatan, keamanan, atau perlindungan terhadap bidang strategis bagi negara sehingga penyediaannya perlu dijaga oleh pemerintah. Berdasarkan argumentasi-argumentasi tersebut, beberapa negara menjustifikasi bahwa hanya pemegang hak monopoli ekslusif atas sektor telekomunikasi yang dapat beroperasi. Namun demikian, bila pemegang hak tersebut dibiarkan secara bebas mengeksploitasi kekuatan pasarnya (market power) maka dampak negatif akan timbul. Misalnya, konsumen harus membayar harga yang tinggi, kualitas barang dan jasa yang buruk, volume terbatas serta hilangnya insentif pelaku usaha untuk melakukan inovasi dan beroperasi secara efisien.
kolom Atas dasar upaya mengendalikan volume, kualitas, dan harga yang menjamin kesejahteraan masyarakat serta untuk mendorong efisiensi dan inovasi, pemerintah di banyak negara mencoba mengimbangi hak ekslusif monopoli tersebut dengan melakukan kontrol atas sektor telekomunikasi. Kontrol tersebut sering diwujudkan dalam bentuk kepemilikan pemerintah secara langsung pada perusahaan yang memiliki hak ekslusif atau dengan menunjuk kementerian bidang terkait menjadi perwakilannya. Dengan demikian pemerintah berperan melalui dua kewenangan sekaligus yaitu sebagai pemilik dan regulator. Dengan berjalannya waktu, kontrol pemerintah di sektor telekomunikasi berevolusi menjadi empat bentuk kontrol. Bentuk yang pertama adalah dengan menjadikan pemerintah sebagai penyedia jasa telekomunikasi secara langsung. Bentuk kedua, pemerintah mengurangi kepemilikannya di perusahaan tersebut dan memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk bersama-sama memiliki saham, di mana perusahaan tersebut masih menjadi pemegang hak monopoli. Bentuk ketiga, pemerintah membuka persaingan dengan mengurangi hak monopoli atau menghilangkannya sehingga terdapat lebih dari satu pelaku usaha di sektor telekomunikasi, namun dalam hal ini, pemerintah tetap memiliki sebagian saham pada perusahaan. Pada bentuk ketiga tersebut, pemerintah mulai memperkuat perannya sebagai regulator dan mengurangi peran sebagai operator. Bentuk keempat, pemerintah menghilangkan seluruh kepemilikannya dan membiarkan swasta yang menjadi pelaku usaha di pasar telekomunikasi. Pada bentuk ini, pemerintah telah berfungsi sebagai regulator sejati. Dalam perkembangan selama dua dekade terakhir, pemberian hak monopoli dalam penyediaan jasa telekomunikasi sebagaimana bentuk satu dan dua di atas mulai banyak dipertanyakan. Seiring dengan semakin banyaknya bukti empiris yang menunjukkan bahwa perusahaan pemerintah dan perusahaan yang tidak memiliki tekanan persaingan sering tidak beroperasi secara efisien. Di sisi lain, pengalaman menunjukan bahwa tekanan persaingan dapat membantu mengimbangi tekanan politik yang kerap muncul dalam perusahaan pemegang hak ekslusif monopoli.
Hukum Persaingan dan Regulasi Spesifik Telekomunikasi Upaya membuka persaingan usaha di bidang telekomunikasi tidak lantas menghilangkan peran pengaturan pemerintah serta peran pengaturan pasar. Penciptaaan keterbukaan pasar hanya menjadi salah satu elemen penting dan tetap diperlukan pengaturan pasar sebagai elemen lainnya agar mekanisme transaksi dapat mewujudkan kesejahteraan konsumen. Oleh karena itu pada bentuk kontrol ketiga dan keempat, selain pemerintah yang memegang fungsi kendali, diperlukan juga pengawasan dari lembaga persaingan usaha. Sebagai industri yang bergeser dari kondisi monopoli, terdapat banyak hal yang memerlukan intervensi pemerintah agar kompetisi dapat berjalan di industri telekomunikasi, di antaranya adalah: 1. Menjamin kompetisi diperkenalkan secara efektif dengan menghilangkan berbagai hambatan masuk pada berbagai segmen jasa telekomunikasi, misalnya, dengan kewajiban untuk pemisahan kepemilikan silang (cross-ownership) secara vertikal. 2. Menjamin interkoneksi yang adil di antara operator, baik antar pemain dominan maupun dengan pelaku usaha baru. 3. Menjamin prinsip anti diskriminasi, terutama pada masalah penggunaan sumber daya terbatas, misalnya spektrum, nomor telepon dll. 4. Menjamin kemudahan pelanggan untuk berganti operator, sehingga menciptakan level playing field yang setara antar operator dan meminimalisasi switching cost yang timbul.
5. Pada pasar yang telah berada pada kondisi kompetitif, diperlukan jaminan agar persaingan sehat tetap terjaga, di antaranya dengan mengatur agar tidak terjadi merger, akuisisi, ataupun cross ownership secara horizontal. Bentuk-bentuk pengaturan pada beberapa negara biasanya mengandalkan dua buah regulasi, yaitu hukum persaingan usaha dan regulasi spesifik telekomunikasi. Hukum persaingan lazimnya akan mengatur
Edisi 10 2008
15
kolom 3 tiga kelompok besar isu, isu pertama adalah pengaturan untuk mencegah kolusi ataupun perjanjian anti persaingan antar operator. Isu kedua adalah pengaturan kekuatan pasar yang dimiliki oleh pelaku usaha, di mana pengaturan tersebut bertujuan mencegah penyalahgunaan kekuatan pasar atau posisi dominan pelaku usaha terhadap pesaing, konsumen, dan supplier. Misalnya, refusal to deal terhadap supplier atau buyer, dan menetapkan harga secara berlebihan (predatory pricing). Isu ketiga adalah pengaturan untuk mencegah merger, akuisisi dan kepemilikan silang yang berpotensi mengurangi persaingan usaha.
Pengaturan yang khusus di bidang telekomunikasi secara umum berisi tiga kelompok substansi. Substansi pertama mencakup hal-hal yang mendorong dan menjaga kondisi kompetisi, yaitu terdiri atas: 1. Mengindetifikasi segmen jasa telekomunikasi yang dapat dimasuki oleh pelaku usaha baru. 2. Menetapkan proses bagaimana pelaku usaha dapat memasuki industri telekomunikasi. 3. Menentukan prosedur, teknik, dan syarat penetapan tarif intekoneksi sehingga seluruh pencari interkoneksi dapat memperoleh akses secara adil.
4. Menentukan persyaratan terkait dengan alokasi nomor telepon dan number portability. 5. Menentukan prosedur alokasi frekuensi. 6. Mencegah terjadinya transfer sumber daya publik. Pengaturan kedua berkaitan dengan pencegahan upaya penyalahgunaan market power yang dimiliki oleh pelaku usaha, baik terhadap pesaing maupun terhadap konsumen. Misalnya, pengaturan tarif interkoneksi, penentuan tarif dan kualitas layanan bagi pengguna pada pasar yang belum kompetitif. Terakhir adalah pengaturan ketiga yang mencakup substansi yang mewajibkan pemenuhan layanan publik, misalnya wilayah minimum pelayanan. Dari pembagian kelompok isu regulasi di atas, terlihat beberapa isu yang menjadi domain utama hukum persaingan dan regulasi spesifik telekomunikasi. Kesalingsinggungan antar kedua regulasi tersebut pada hakekatnya bertujuan untuk mengarahkan industri telekomunikasi agar dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Upaya-upaya KPPU maupun BRTI dalam mengomunikasikan kerjasama dan kewenangan keduanya telah berada pada jalur yang tepat untuk menciptakan arah kinerja yang sinergis. p Referensi: 1. Geradin, Damien & Michel Kerf; Controlling Market Power in Telecommunications: Antitrust vs SectorSpecific Regulation 2. Pedoman Pengawasan Persaingan Usaha di Sektor Telekomunikasi (Draft 14 agustus 2007); www.brti. or.id/content.php?mod=download&fid=104
Elpi Nazmuzzaman
Gatot M Sutejo
Kepala Subdirektorat Regulasi Direktorat Kebijakan Persaingan KPPU
Tower telekomunikasi.
16
Edisi 10 2008
aktifitas Cerdas Menyikapi Tuntutan Persaingan Sehat Pada Sektor Jasa Konstruksi
Seminar pengadaan barang dan jasa.
P
erbedaan pemahaman adalah hal pertama yang harus dicermati. Perbedaan tersebut membuat upaya mewujudkan tertib usaha jasa konstruksi dan pemberdayaan jasa konstruksi nasional yang berkelanjutan menuntut sikap cerdas dari setiap pihak terkait. Selain itu, perlu iklim yang kondusif untuk mendorong terlaksananya pengembangan kemampuan, peningkatan produktivitas dan daya saing, serta penumbuhkembangan kemitraan yang sinergis guna mewujudkan pemberdayaan jasa konstruksi yang maksimal. Berkaitan dengan upaya tersebut, KPPU diundang untuk menjadi narasumber pada kegiatan seminar Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) bersama dengan Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia (BPKSDM) pada tanggal 21 Agustus - 28 November 2007 di daerah-daerah di seluruh Indonesia, seperti Banjarmasin, Bali, Palu, Yogyakarta dan Medan. Dalam seminar tersebut narasumber dari KPPU memaparkan hasil kajian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang memperlihatkan bahwa dalam industri jasa konstruksi pelaku usaha
berpotensi untuk melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang No.5 Tahun 1999 (UU No.5/1999) dalam bentuk persekongkolan tender, kartel, pemboikotan, serta terciptanya entry barrier melalui proses sertifikasi dan keanggotaan asosiasi. Sementara, sampai saat ini masih terdapat kontroversi hadirnya Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) sebagai satu-satunya lembaga jasa konstruksi yang diakui oleh UU No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi (UUJK). Mengenai berdirinya LPJK, argumen yang dibangun adalah bahwa LPJK ditujukan untuk berperan sebagai perangkat lembaga yang penting dalam kelembagaan jasa konstruksi yang nantinya memiliki peran strategis dalam menciptakan kondisi yang kondusif. LPJK yang didefinisikan sebagai wadah kegiatan masyarakat jasa konstruksi dalam menyiapkan berbagai perangkat peraturan maupun kelembagaan sesuai UUJK. Dalam organisasi tersebut, juga terdapat Majelis Pertimbangan yang memangku peran strategis dalam mendorong pencapaian tugas-tugas yang diembankan kepada LPJK. Terkait dengan permasalahan perilaku
pelaku usaha pada industri jasa konstruksi, maka KPPU telah mencatat adanya aduan mengenai entry barrier tersebut. Tidak hanya itu, kontroversi yang berkepanjangan mempermasalahkan kehadiran dan peran LPJK juga terjadi, terutama terkait dengan sertifikasi badan usaha dan kompetensi. Salah satu tujuan kebijakan jasa konstruksi adalah untuk membangun profesionalisme dan kompetensi di sektor jasa konstruksi. Komitmen tersebut sesungguhnya selaras dengan UU No 5/1999 yang dipahami oleh mereka dengan menyerahkan tugas sertifikasi tersebut kepada LPJK. Hanya saja, dari kajian KPPU teridentifikasi bahwa salah satu penyebab terjadinya kontroversi terhadap peran LPJK adalah munculnya dominasi dari unsur pelaku usaha dalam LPJK. Lebih jauh, ternyata unsur pelaku usaha dalam LPJK berpotensi mendistorsi pengaturan industri jasa konstruksi dengan perilaku berikut: - Euforia reformasi menciptakan suasana lebih aktifnya peran masyarakat sehingga mengurangi dominasi Pemerintah. Ini berarti, dalam jasa konstruksi terjadi pergeseran peran yang lebih besar ke sisi pelaku usaha. - Selanjutnya, PP No 28/2000 yang merupakan turunan UUJK, sekali lagi juga telah memberi ruang yang sangat menonjol kepada peran pelaku usaha.
www.breaktaker.com
Dok. KOMPETISI
Menumbuhkan pemahaman mengenai persaingan sehat bukanlah suatu pekerjaan yang sederhana. Apalagi jika iklim usaha sehat tersebut ingin diwujudkan pada salah satu sektor strategis, yaitu sektor jasa konstruksi di Indonesia.
Edisi 10 2008
17
aktifitas - Terdapat pemahaman bahwa dalam melakukan sertifikasi kompetensi dan badan usaha, LPJK lebih identik dengan kumpulan pelaku usaha dari pada sebagai sebuah lembaga independen yang berdiri di atas semua pelaku usaha. Paparan fakta-fakta tersebut menggiring LPJK untuk membekali anggotanya dengan pemahaman menyeluruh mengenai UU No.5/1999. Di samping itu, mereka juga menuai tuntutan lain yaitu perlunya meningkatkan mutu dan daya saing pelaku jasa konstruksi, tidak hanya untuk menghadapi tantangan ke depan, namun juga untuk mempersiapkan diri mengisi peluang yang ada. Dengan demikian, UU No.5/1999 sebagai rujukan utama dalam menciptakan persaingan sehat di sektor jasa konstruksi harus dipahami dengan baik oleh pelaku usaha di sektor ini. Mencermati permasalahan tersebut, maka Badan Pembinaan Konstruksi dan Sumber Daya Manusia Departemen Pekerjaan Umum (BPKSDM) mengambil langkah cerdas dengan menggandeng KPPU dalam kegiatan pembekalan untuk memilih anggota yang akan duduk dalam Dewan Pengurus LPJK untuk tingkat daerah Periode 2007 – 2011. Kegiatan tersebut diselenggarakan dengan tujuan agar pelaksanaan Tugas dan Fungsi LPJK sesuai dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan para calon tersebut memahami UU No.5/1999. Sejumlah isu persaingan sehat di sektor jasa konstruksi menjadi materi utama yang didalami oleh peserta pembekalan tersebut.
Sebagai catatan, berikut disampaikan isu-isu yang kerap dibahas, yaitu: 1. Tentang pelaksanaan tender Prinsip-prinsip dasar pengadaan barang/jasa pemerintah sesuai Keppres No. 80 Tahun 2003 adalah efisien, efektif, adil dan non diskriminatif, terbuka dan bersaing secara sehat, transparan dan akuntabel. Di sisi lain, terdapat pasal dalam UU No.5/1999 yang terkait dengan tender yaitu pasal 22. Berdasarkan penjelasan Pasal 22 UU No. 5/1999, maka tender didefinisikan sebagai tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau untuk menyediakan jasa. Sedangkan, persekongkolan dalam tender adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk memenangkan peserta tender tertentu dan dapat dibedakan menjadi persekongkolan horizontal, persekongkolan vertikal, dan gabungan persekongkolan vertikal dan horizontal. Pada pelaksanaan tender untuk pengadaan barang/jasa pemerintah, dasar hukum yang harus digunakan adalah Keppres No. 80/2003. Selanjutnya, jika terdapat persyaratan khusus mengenai spesifikasi teknis yang mengarah ke merek tertentu atau persyaratan sertifikasi (ISO), maka hal tersebut harus dirujuk kembali dalam ketentuan pengadaan barang/jasa. Wewenang KPPU dalam kegiatan tender adalah pada saat pemenang tender telah ditentukan, dengan cara ditelusuri melalui prosedur yang berlaku, apakah kegiatan tender tersebut melanggar UU No.5/1999.
Pentingnya Persaingan Sehat dalam Industri Buku Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menerima kunjungan Bambang Sudibyo, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) pada hari Jumat tanggal 9 Februari 2007. Mendiknas beserta jajarannya, yaitu Sekjen Depdiknas, Dodi Nandika beserta staf, bermaksud menggali referensi prinsip-prinsip hukum persaingan usaha di Indonesia, sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
P
ada kesempatan tersebut Mendiknas melontarkan permasalahan pengadaan buku teks pelajaran yang telah diatur dengan pemberlakuan Peraturan Mendiknas (Permendiknas) No. 5 Tahun 2005 dan diikuti dengan Permendiknas No. 11 Tahun 2005 tentang Buku Teks Pelajaran. Disampaikan 18
Edisi 10 2008
pula bahwa peserta didik dan sekolah memiliki banyak pilihan buku yang sesuai dengan basis kompetensi sekolah. Namun, sebagaimana disampaikan oleh Mendiknas kepada Ketua KPPU, Mohammad Iqbal, kebijakan tersebut masih berujung pada kontroversi dalam implementasinya. Semula,
2. Tentang bagaimana suatu kasus dijadikan perkara di KPPU Kasus-kasus persaingan usaha ditangani oleh KPPU dapat berasal dari laporan atau inisiatif KPPU. Laporan adalah materi yang disampaikan oleh pihak lain dan dilaporkan ke KPPU, sedangkan inisiatif berasal dari hasil penelitian Sekretariat KPPU berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil kajian maupun monitoring pelaku usaha. Keduanya dapat dijadikan dasar sebagai pemeriksaan pendahuluan setelah melalui tahap Penelitian dan Klarifikasi Laporan, Pemberkasan dan Gelar Laporan sesuai ketentuan dalam Peraturan Komisi No. 1/2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU. 3. Tentang penanganan kasus-kasus persaingan di daerah Kasus-kasus persaingan di daerah ditangani melalui mekanisme pelaporan atau monitoring atas dugaan pelanggaran UU No. 5/1999 sesuai ketentuan yang berlaku. Beberapa kasus yang terjadi di daerah yang merupakan wilayah kerja Kantor Perwakilan Daerah (KPD) KPPU dapat disampaikan ke KPD. Pada prinsipnya, KPD didirikan dengan tujuan membantu Pemerintah Daerah di dalam pembinaan dan pengawasan terhadap prilaku pelaku usaha di daerah. Selain itu, KPD juga menjadi strategic partner bagi Pemerintah Daerah di dalam menciptakan suasana regulasi yang kondusif terhadap persaingan usaha. p Andi Zubaida Assaf
Dok. KOMPETISI
aktifitas
Audiensi dengan Mendiknas.
Gatot M Sutejo
kebijakan tersebut dikeluarkan sebagai upaya menangani masalah pengadaan buku yang sering dikeluhkan masyarakat. Permendiknas No. 11 Tahun 2005 menegaskan bahwa guru, tenaga kependidikan atau komite sekolah tidak dibenarkan melakukan penjualan buku kepada peserta didik. Esensinya adalah pemerintah ingin agar toko-toko buku dan pasar buku loak menjadi hidup kembali, penulisan buku lebih kompetitif, dan terdapat perbaikan struktur pasar buku, sehingga potensi industri perbukuan dapat meningkat dan menghidupkan usaha kecil dan menengah. Hanya saja dalam implementasinya, Permendiknas tersebut ditentang oleh
sejumlah penerbit yang selama ini telah menikmati kondisi pasar buku sebelumnya. Di sisi lain, pemerintah masih dituding melakukan praktek monopoli dengan ikut menentukan buku mana yang akan dipakai oleh sekolah dengan mengeluarkan daftar sejumlah buku yang telah ditetapkan oleh Menteri. Ketua KPPU menyambut baik kedatangan Mendiknas yang memberikan gambaran secara jelas mengenai industri buku saat ini. KPPU kembali menegaskan bahwa setiap kebijakan pemerintah tentu harus dicermati dengan mengadopsi nilai-nilai persaingan usaha yang sehat sesuai dengan UU No.5/1999. Setelah mendengarkan keterangan dari Mendiknas tersebut, KPPU akan mengkaji permasalahan tersebut secara komprehensif. Kajian KPPU akan dijadikan bahan untuk menyampaikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah. Selanjutnya, Ketua KPPU juga menilai bahwa kunjungan kali ini merupakan salah satu bentuk meningkatnya keterlibatan pe merintah dalam menumbuhkan budaya persaingan sehat, dan juga merupakan dukungan pemerintah terhadap tugas dan wewenang lembaga KPPU. Kunjungan Mendiknas tersebut juga telah menjadi salah satu masukan berguna bagi rumusan saran pertimbangan yang disusun KPPU untuk menanggapi Kebijakan Perbukuan Nasional. Dalam saran pertimbangan yang disampaikan melalui surat kepada Presiden RI tanggal 30 Agustus 2007, KPPU mengidentifikasi
permasalahan kebijakan perbukuan nasional meliputi terdistorsinya sistem ideal yang diinginkan pemerintah, kurang efektif dan lemahnya implementasi kebijakan tersebut dan terdapat potensi persaingan usaha tidak sehat dalam bentuk kartel penerbit yang justru banyak difasilitasi pejabat Pemerintah. Analisis permasalahan yang dituangkan dalam kajian KPPU terhadap sejumlah potensi permasalahan di atas menghasilkan saran pertimbangan sebagai berikut: 1. Apabila Pemerintah ingin mempertahankan bentuk pengaturan saat ini, maka Pemerintah harus memperkuat kebijakan tersebut dengan: a. Mengembangkan program-program turunan dari kebijakan yang telah dibuat saat ini, antara lain dengan: mengembangkan peraturan teknis dari kebijakan yang telah ada dan mengembangkan toko buku sebagai ujung tombak industri buku. b. Menegakan sanksi bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan yang telah ditetapkan, terutama ditujukan kepada pejabat dan pelaksana pendidikan nasional yang mendistorsi sistem melalui kewenangannya. 2. Terkait kebijakan harga buku nasional, mengingat potensi oligopoli dalam industri buku sangat besar, maka untuk menghindari terjadinya eksploitasi konsumen, Pemerintah disarankan untuk menetapkan batas atas harga buku. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan terhadap potensi eksploitasi siswa oleh pelaku usaha. Di sisi lain, kebijakan tersebut memberi ruang persaingan yang seluas-luasnya sehingga upaya efisiensi pelaku usaha tetap terjadi. 3. Memperhatikan nilai strategis perbukuan dalam pendidikan nasional dan lemahnya implementasi kebijakan saat ini, disarankan agar pengaturan perbukuan menggunakan peraturan perundangan yang lebih tinggi yang mengikat setiap warga negara yang menjadi obyeknya. Diusulkan bahwa bentuk pengaturan yang tepat adalah dalam bentuk UndangUndang. Pada akhirnya, saran pertimbangan KPPU tersebut juga ditujukan agar pada akhirnya Pemerintah dapat menyiapkan Rancangan Undang-Undang Perbukuan Nasional. Dengan demikian tumbuhnya budaya persaingan sehat akan berujung pada efektifitas penegakan hukum persaingan usaha yang membawa manfaat bagi masyarakat luas. p Andi Zubaida Assaf Edisi 10 2008
19
aktifitas Sisi Strategis Jasa Pos dalam Perspektif Persaingan Sehat
Dok. KOMPETISI
Seiring dengan maraknya pertumbuhan jasa kurir swasta untuk layanan pos, maka kinerja sektor pos dan logistik semakin menjadi sorotan. Industri jasa pos merupakan sektor strategis dan berperan dalam perekonomian, namun saat ini timbul polemik dalam perkembangan sektor jasa pos dengan terbitnya Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika No. 01/SE/M/KOMINFO/1/2007 tentang Pengiriman Surat (SE Menkominfo).
Forum Jurnalis mengenai SE Menkominfo.
K
UNICEF
omisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencermati bahwa SE Menkominfo tersebut bersifat melemahkan persaingan (lessening competition) pada bisnis pos dan logistik, sehingga KPPU kembali menyampaikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah untuk menanggapi SE Menkominfo tersebut. Saran dan pertimbangan tersebut disampaikan pada tanggal 25 Mei 2007 melalui surat KPPU kepada Presiden RI No. 163/K/V/2007 dan merupakan hasil analisis tim KPPU terhadap perkembangan persaingan sektor jasa pos.
20
Edisi 10 2008
Oleh karena itu, KPPU mengadakan forum jurnalis pada tanggal 6 Juni 2007 di Ruang Audiovisual Gedung KPPU. Dalam forum jurnalis tersebut KPPU menyampaikan bahwa terbitnya SE Menkominfo dapat menghambat iklim usaha dan persaingan dalam jasa pelayanan pos. Substansi SE Menkominfo yang bersifat diskriminatif terhadap pelaku usaha tertentu, menghambat pelaku usaha lain untuk melakukan kegiatan usaha dalam pasar (entry barrier) serta membatasi pilihan konsumen pengguna jasa pos, terutama konsumen perusahaan non individu. Sementara, selama ini sektor jasa pos telah tumbuh begitu dinamis dengan keterlibatan sejumlah pelaku usaha yang memiliki kemampuan untuk memberikan layanan dengan kualitas dan harga yang beragam, terlebih lagi sektor jasa pos telah menjadi sarana bekerja ribuan tenaga kerja Indonesia. Secara lebih mendalam, analisis dari perspektif persaingan juga menunjukkan
dengan adanya SE Menkominfo tersebut terjadi situasi yang tidak kondusif baik terhadap PT. Pos Indonesia, maupun pelaku usaha jasa kurir swasta dan konsumen. Dampaknya terhadap PT. Pos Indonesia dalam jangka pendek adalah peningkatan kinerja dalam situasi memanfaatkan hak monopolinya. Sedangkan dalam jangka panjang, PT. Pos Indonesia akan memiliki daya saing yang rendah karena berkembang dalam situasi monopoli. Pada akhirnya, dalam kondisi tersebut, pertumbuhan industri pos dan logistik di Indonesia akan terhambat. Menyikapi hal tersebut, maka solusi untuk meningkatkan kinerja PT Pos Indonesia bukanlah melalui kebijakan pemerintah yang cenderung bertentangan dengan prinsipprinsip persaingan usaha yang sehat. Tentunya pemerintah dapat menerapkan kebijakan lain sebagai upaya perbaikan pengelolaan sektor jasa pos Indonesia yang mendukung persaingan dan tidak bertentangan dengan upaya perubahan pengelolaan sebagaimana tertuang dalam RUU Perposan. S e l a n j u t n y a , u n t u k m e n d o ro n g terjadinya perbaikan kinerja sektor jasa pos keseluruhan, sekaligus mengatasi terbitnya SE Menkominfo tersebut, maka KPPU berharap agar selama proses pembahasan draf RUU Perposan, pemerintah dapat meninjau kembali SE Menkominfo dimaksud agar tetap berjalan dalam prinsip persaingan usaha yang sehat. Selain itu dalam saran dan pertimbangan KPPU juga disampaikan perlunya program revitalisasi PT. Pos Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan produktifitas perusahaan tersebut. Dengan demikian, pemerintah juga diharapkan mempercepat proses pembahasan amandemen UU No.6/1984 tentang Pos, sehingga kinerja sektor pos dan logistik secara keseluruhan dapat lebih ditingkatkan secara optimal dalam iklim usaha yang sehat dan kondusif. p
Andi Zubaida Assaf Kasubdit Advokasi Direktorat Komunikasi KPPU
regulasi Peraturan Komisi No. 2 Tahun 2008 Tentang Kewenangan Sekretariat Komisi Dalam Penanganan Perkara BAB I KETENTUAN UMUM
(12) Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran yang tidak bersedia memenuhi panggilan untuk memberikan keterangan dan/atau data.
Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan : (1) Ahli adalah orang yang memiliki keahlian di bidang terkait dengan dugaan pelanggaran dan memberikan keterangan guna kepentingan pemeriksaan. (2) Komisi adalah Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 5 Tahun 1999. (3) Pelanggaran adalah perjanjian dan/atau kegiatan dan/atau penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. (4) Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa untuk mendapatkan data dan informasi di lokasi atau tempat tertentu terkait dengan dugaan pelanggaran. (5) Pemeriksaan Pendahuluan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa Pendahuluan terhadap laporan dugaan pelanggaran untuk menyimpulkan perlu atau tidak perlu dilakukan Pemeriksaan Lanjutan.
BAB II KEWENANGAN SEKRETARIAT KOMISI Pasal 2
Pasal 4 (1) Sekretariat Komisi berwenang melakukan penanganan perkara dugaan pelanggaran terhadap Undang-undang yang meliputi: a. Penanganan perkara persekongkolan tender yang nilai tendernya tidak melebihi Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); b. Penanganan perkara dugaan pelanggaran lainnya atas persetujuan atau keputusan Rapat Komisi. (2) Perkara dugaan pelanggaran lainnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, berdasarkan pertimbangan: a. perkara dugaan pelanggaran tersebut telah terdapat bukti yang cukup dalam proses pra pemeriksaan; atau b. telah diperoleh pengakuan Terlapor dalam proses pra pemeriksaan; atau c. perkara dugaan pelanggaran tersebut telah dilakukan berulang kali oleh Terlapor; atau d. perkara dugaan pelanggaran tersebut tidak berdampak luas di masyarakat; Pasal 3
(6) Pemeriksaan Lanjutan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa Lanjutan terhadap adanya dugaan pelanggaran untuk menyimpulkan ada atau tidak adanya bukti pelanggaran. (7) Pra Pemeriksaan adalah penanganan pelaporan, monitoring pelaku usaha dan pemberkasan (8) Rapat Komisi adalah pertemuan yang dihadiri oleh Pimpinan Komisi dan sejumlah Anggota Komisi yang memenuhi kuorum. (9) Saksi adalah setiap orang atau pihak yang mengetahui terjadinya pelanggaran dan memberikan keterangan guna kepentingan pemeriksaan. (10) Sekretariat Komisi adalah unit administrasi dan teknis operasional yang membantu Komisi dalam rangka pelaksanaan tugasnya. (11) Terlapor adalah Pelaku Usaha dan/atau pihak lain yang diduga melakukan pelanggaran.
BAB III TIM PEMERIKSA
(1) Kewenangan Sekretariat Komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), terbatas pada penanganan perkara dalam tahap Pemeriksaan Pendahuluan dan Pemeriksaan Lanjutan; (2) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk kewenangan untuk : a. melakukan penyelidikan dan/atau pemeriksaan; b. memanggil, menghadirkan dan meminta keterangan Terlapor, Saksi, Ahli dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang; c. meminta keterangan dari Instansi Pemerintah; d. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan; e. menerima pernyataan kesediaan Terlapor untuk mengakhiri perjanjian dan/atau kegiatan yang diduga melanggar dan merekomendasikan Komisi untuk tidak melakukan Pemeriksaan Lanjutan secara bersyarat; f. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan Terlapor, Saksi, Ahli dan
(1) Berdasarkan Penetapan Pemeriksaan Pendahuluan, Sekretariat Komisi melakukan Pemeriksaan Pendahuluan terhadap Laporan Dugaan Pelanggaran; (2) Pemeriksaan Pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Tim Pemeriksa Pendahuluan yang terdiri dari Staf Sekretariat Komisi. Pasal 5 (1) Berdasarkan Penetapan Pemeriksaan Lanjutan, Sekretariat Komisi melakukan Pemeriksaan Lanjutan; (2) Pemeriksaan Lanjutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Tim Pemeriksa Lanjutan yang terdiri dari Staf Sekretariat Komisi.
BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 6 Terhadap semua perkara yang ada sebelum peraturan ini ditetapkan, sejauh mungkin diberlakukan peraturan ini; BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 7 (1) Kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Komisi ini, ketentuan yang terkait dengan penanganan perkara di KPPU tetap mengacu pada Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU; (2) Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Edisi 10 2008
21
internasional
Para pembicara Workshop on Merger Review.
KPPU-OECD Workshop on Merger Review Oleh : Bayu Seta Aji *)
Dalam rangka mengembangkan kemampuan para staf dan fungsi advokasi, KPPU telah melakukan berbagai kegiatan. Di penghujung tahun 2007 KPPU dan OECD (Organization for Economic Cooperation Development) telah bekerjasama mengadakan Workshop on Merger Review dan Workshop on Merger Regulation.
K
egiatan ini diadakan pada tanggal 27-30 November 2007 di Hotel Alila dan Le Meridien. Dalam workshop tersebut diundang tiga pembicara yaitu Arnold Celnicker (OECD’s Consultant), Osamu Igarashi (Senior Officer Japan Fair Trade Commission), dan Karin Lunning (Senior Officer Swedish Competition Authority). Workshop on Merger Review yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman para staf KPPU terhadap regulasi dan dampak merger tersebut diadakan selama tiga hari di hotel Alila. Pada hari pertama, 22
Edisi 10 2008
disampaikan materi dari pembicara yang sangat penting untuk dikuasai para staf dalam menangani merger. Materi-materi pada hari ini bersubstansi ekonomi, seperti pemahaman mengenai merger law and economics, unilateral and coordinated effects, and entry, market definition and concentration, investigative tools & plan, efficiencies, failing firm and other defenses. Selain itu para peserta juga belajar mengenai cara melakukan wawancara yang efektif dalam memperoleh informasi yang dibutuhkan saat menangani kasus merger.
Informasi yang dibutuhkan dari sebuah merger dapat berasal dari pihak-pihak yang melakukan merger, konsumen, pesaing, supplier, distributor, ahli ekonomi, asosiasi, dan bahkan lembaga pemerintah. Sedangkan untuk mendapatkan informasi tersebut dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti wawancara (baik bertatap muka maupun tidak), mempelajari dokumen-dokumen yang diberikan oleh pihak yang melakukan merger maupun dokumen-dokumen lainya, menjaring opini masyarakat dan lainnya. Namun pada pelatihan kali ini peserta diajak untuk melakukan wawancara. Pada hari kedua, seluruh peserta melakukan simulasi wawancara dengan pihak-pihak yang dapat memberikan informasi di dalam merger yaitu konsumen, pesaing dan pihak yang akan melakukan merger. Kemudian pada hari terakhir workshop, dilakukan penarikan
internasional
Para Peserta workshop.
Foto-foto: Dok. KOMPETISI
kesimpulan mengenai product market, geographical market, possible effect of merger (price setting, predatory pricing), dan possible effect of entry to the market pada contoh kasus merger tersebut. Di sela-sela workshop ini, yaitu pada tanggal 29 November 2007, para pembicara berkesempatan untuk berdiskusi dengan para Komisioner KPPU dan saling bertukar pengalaman mengenai merger. Diskusi antara Arnie Celnicker, Karin Lunning, Osamu Igarashi dan Komisioner KPPU tersebut membahas mengenai Draft RPP Merger, dan memperbincangkan gambarangambaran peraturan-peraturan merger di negara asal para pembicara. Diskusi ini penting mengingat KPPU sedang berusaha menyempurnakan RPP Merger yang telah diusulkan, selain itu, para pembicara juga memberi berbagai pertimbangan dan masukan yang dibutuhkan oleh KPPU. Masih dalam upayanya mengumpulkan masukan dari berbagai pihak, KPPU bekerja sama dengan OECD menyelenggarakan Workshop on Merger Regulation pada tanggal 30 November 2007 di Hotel Le Meridien yang menghadirkan pembicara dari KPPU, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham), Bank Indonesia (BI), dan OECD. Para stakeholder yang hadir terdiri
dari kalangan pelaku usaha maupun instansi pemerintah. Masukan yang diperoleh KPPU dalam workshop tersebut antara lain, penyederhanaan peraturan merger yang diusulkan KPPU serta adanya sinkronisasi dengan peraturan merger terdahulu (UU No. 5/1999 Pasal 28 dan 19, UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No. 10/1998 tentang Perbankan, UU No. 8/1995 tentang Pasar Modal). Saran lainnya adalah agar KPPU mempertimbangkan kembali besaran threshold dalam RPP Merger-nya karena dinilai terlalu kecil dan agar KPPU melihat best practices peraturan merger dari negaranegara berkembang yang kondisinya lebih sesuai dengan Indonesia. Berkaitan dengan saran tersebut, KPPU menegaskan bahwa untuk saat ini Indonesia merupakan negara ASEAN pertama yang memiliki komisi persaingan usaha dan menyusun peraturan merger dalam konteks persaingan usaha. Oleh karena itu, KPPU masih melihat best practices dari negara-negara maju yang sudah lebih dahulu menerapkan peraturan merger dalam konteks persaingan usaha. p Bayu Seta Aji Staf di Sekretariat Negara
Edisi 10 2008
23
aktifitas KPD KPD MEDAN KPD BATAM
KPD SURABAYA
KPD BALIKPAPAN
KPD MAKASSAR
Aktifitas KPD berisi laporan kegiatan dan temuan-temuan masalah persaingan usaha di lima wilayah kerja Kantor Perwakilan Daerah (KPD) yang berpusat di Medan, Surabaya, Makassar, Balikpapan dan Batam. Informasi yang disajikan dihimpun dari rangkaian kegiatan KPPU di daerah dan laporan rutin Kepala KPD yang menggambarkan pelaksanaan tugas dan wewenang KPPU di berbagai daerah di tanah air.
KPD SURABAYA
M
ulai tahun 2008 ini setiap Kantor Perwakilan Daerah diberi limpahan wewenang untuk melakukan klarifikasi laporan, monitoring pelaku usaha, kajian struktur industri, serta evaluasi kebijakan pemerintah dengan tetap berkoordinasi dengan kantor pusat tentunya. Pelimpahan wewenang ini sangat diperlukan karena luasnya wilayah.
Saat ini di KPD Surabaya menerima duabelas laporan, baik laporan tersebut dikirim langsung ataupun melalui kantor pusat. Dari duabelas laporan tersebut, delapan laporan saat ini dalam proses klarifikasi laporan. Dari delapan laporan yang sedang proses, enam diantara adalah kasus persekongkolan tender dan dua laporan terindikasi monopoli. Banyaknya kasus persekongkolan tender banyak terjadi di wilayah kerja KPD Surabaya dikarenakan pusat industri besar hanya berada di wilayah Surabaya, sedangkan wilayah kerja KPD Surabaya juga meliputi propinsi Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur yang pelaku usahanya lebih banyak bergerak di bidang pengadaan barang/jasa dari pemerintah. 24
Edisi 10 2008
Dok. KOMPETISI
Kegiatan Penegakan Hukum
Selain kegiatan klarifikasi laporan, saat ini KPD Surabaya sedang melakukan monitoring distribusi semen di Jawa Timur. Untuk kegiatan awal, KPD Surabaya berkoordinasi dengan Subdirektorat Monitoring Pelaku Usaha mengadakan public hearing mengenai distribusi semen di Jawa Timur. Kegiatan ini diadakan di Malang dengan mengundang para stakeholder di industri semen di Jawa Timur yang meliputi Principal (pabrik), Distributor, toko pengecer dan pemerintah yang
aktifitas KPD diwakili oleh dinas perindustrian Propinsi Jawa Timur, sedangkan KPPU diwakili oleh Ibu Sukarmi (anggota KPPU) dan Bapak M. Noor Rofiq (Kepala KPD Surabaya). p
Kegiatan Kebijakan Persaingan
Sesuai dengan pelimpahan wewenang yang diberikan untuk melakukan kajian struktur industri unggulan dan evaluasi kebijakan pemerintah daerah di wilayah kerja, KPD Surabaya akan melakukan kajian mengenai industri tembakau dan evaluasi kebijakan pupuk yang saat ini dalam proses pencarian data. Selain melakukan kajian secara mandiri, KPD Surabaya juga membantu proses kajian yang dilakukan oleh Direktorat Kebijakan Persaingan dengan mensuplai data serta memfasilitasi kegiatan diskusi kajian di KPD Surabaya. Kajian yang saat ini sedang dilakukan oleh Direktorat Kebijakan Persaingan yang terjadi di wilayah kerja KPD Surabaya adalah Kajian mengenai Bahan Berbahaya (B2) yang didasari oleh usulan KPD Surabaya, dan evaluasi kebijakan pemerintah mengenai penambangan pasir-batu (sirtu) di Ngoro Jawa Timur. p
usaha yang sama. Advokasi KPD KPPU Medan mendapatkan respon dari DPRD Propinsi Sumut dan akhirnya DPRD Sumut mengirimkan surat kepada Gubernur Sumatera Utara agar Pempropsu memperhatikan saran dan pertimbangan KPPU terkait dengan Penunjukan PD. Aneka Industri dan Jasa. Berbagai Peraturan Daerah (Perda) lainnya pun masih menjadi sorotan dan kajian KPPU terutama yang terkait dengan industri dan perdagangan yang dinilai menimbulkan hambatan bagi dunia usaha persaingan usaha yang sehat, diantaranya adalah Perda-Perda mengenai Retribusi Bestek/Dokumen Lelang dan lain-lain. Oleh karena itu, upaya penegakan hukum persaingan tidak saja membutuhkan institusi yang handal untuk menanganinya, tetapi juga dituntut peran dan partisipasi publik dari para stakeholder KPPU. Penciptaan iklim persaingan yang kondusif dapat dilakukan oleh pemerintah selaku regulator dengan menciptakan peraturan-peraturan yang bersifat ramah terhadap persaingan usaha (competition friendly). Para pelaku usaha juga dituntut untuk terus bersaing secara sehat dan menjauhi cara-cara yang tidak terpuji dalam melakukan kegiatan usahanya. Kesemuanya membutuhkan dukungan positif agar KPPU dapat mewujudkan iklim persaingan sehat di tanah air, khususnya di Sumatera Utara, sehingga kehadiran KPPU dapat dirasakan manfaatnya. p
KPD MEDAN KPD BALIKPAPAN
D
i awal tahun 2008, KPD KPPU Balikpapan sebagai perwakilan KPPU RI yang mempunyai lingkup kerja di seluruh Pulau Kalimantan, telah melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan stakeholders baik itu yang berasal dari pelaku usaha, pemerintah, maupun akademisi. Di bidang penegakan hukum saat ini KPD KPPU Balikpapan tengah melakukan monitoring tender Pengadaan Bahan-Bahan Kimia Untuk Water Treatment Di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Balikpapan (tender bahan kimia) yang berlangsung pada Tahun Anggaran 2007. KPD KPPU Balikpapan juga mengikuti beberapa kegiatan lain yang terkait dengan hubungan antara KPD KPPU Balikpapan dengan beberapa instansi terkait. Salah satunya yaitu pada tanggal 12-14 Februari 2008, atas undangan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Balikpapan, kami melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap Distributor Semen dan Pengecer Semen di Wilayah Kota Balikpapan.
Dok. KOMPETISI
W
ilayah Medan saat ini masih diwarnai dengan maraknya berbagai macam laporan tentang dugaan persekongkolan tender di berbagai instansi pemerintah, antara lain Pengadaan TV Pendidikan Tahun Ajaran 2006 pada Dinas Pendidikan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara yang saat ini tengah dalam Pemeriksaan Lanjutan, Tender Pembangunan Gedung Poltekes Medan dan Pengadaan O2 Analyzer di PT. PLN yang sedang dalam tahap Pemeriksaan Pendahuluan. Sejauh ini tercatat terdapat 29 laporan aktif yang sedang dalam tahap penelitian dan klarifikasi laporan, dan 2 (dua) perkara yang telah diputuskan yaitu perkara Tender Pengerukan Alur Pelabuhan Belawan TA. 2006 (Putusan Nomor: 05/KPPU-L/2007) dan perkara Tender Pembangunan Gedung Pengadilan Negeri Padangsidimpuan TA. 2006 (Putusan KPPU Nomor: 03/KPPU-L/2007). Kedua Putusan KPPU tersebut saat ini sedang dalam tahap Pemeriksaan di Pengadilan Negeri Medan setelah sebelumnya putusan KPPU tersebut diajukan keberatan oleh PT. (Persero) Pelindo I dan PT. (Persero) Pengerukan Indonesia yang keberatan terhadap Putusan Nomor 05/KPPU-L/2006 dan CV. Mentari Jasa Mulia serta Panitia Tender PN Padangsidimpuan untuk Putusan KPPU Nomor: 03/KPPU-L/2006. Upaya hukum keberatan merupakan hak dari pelaku usaha yang dijatuhi hukuman/sanksi oleh KPPU sesuai dengan Pasal 42 ayat (2) UU No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Terkait dengan Putusan KPPU yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijzde) KPPU telah berhasil mengeksekusi Putusan Nomor: 06/KPPU-L/2006 (Tender Renovasi Bangsal RSU Kota Pematang Siantar) Sdr. Hasudungan Nainggolan selaku Terlapor VIII yang dijatuhi hukuman telah membayarkan denda ke Kas Negara melalui Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk Bidang Persaingan Usaha. Hal ini menunjukkan bertambahnya respek para stakeholder terhadap upaya penegakkan hukum persaingan. Dalam hal melakukan advokasi terhadap kebijakan persaingan di daerah, KPPU telah dilibatkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi E dan Komisi B DPRD Sumatera Utara terkait dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 1998 Tentang Penunjukan PD. Aneka Industri dan Jasa untuk melaksanakan pengadaan ATK dan jasa percetakan lainnya dilingkungan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara yang dinilai KPPU menghambat masuknya pelaku usaha lain untuk masuk ke dalam
Edisi 10 2008
25
aktifitas KPD KPD BATAM
M
engawali tahun 2008 sepanjang bulan Januari dan Februari 2008, KPD KPPU Batam telah menjalankan fungsi dan tugas sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dalam rangka menjalankan fungsi Sekretariat KPPU di daerah maka pelaksanaan tugas KPD KPPU Batam mencakup seluruh pelaksanaan tugas Direktorat Penegakan Hukum, Direktorat Kebijakan Persaingan, Direktorat Komunikasi dan Direktorat Administrasi. KPD KPPU Batam telah melaksanakan serangkaian tugas Penegakan Hukum, untuk Penanganan Pelaporan KPD KPPU Batam berkoordinasi dengan Sub Direktorat Penanganan Pelaporan dalam menangani laporan yang masuk. Selama bulan Februari 2008 KPD KPPU Batam menangani sebanyak 7 (tujuh) laporan. Dari kegiatan monitoring pelaku usaha KPD KPPU Batam telah berkoordinasi dengan Sub Direktorat Monitoring Pelaku Usaha untuk melakukan monitoring jasa penyelenggaraan feri Batam-Singapura dan pelaksanaan tender pembangunan unit sekolah baru oleh Dinas Pendidikan Kota Batam. KPD KPPU Batam berkoordinasi dengan Sub Direktorat Penanganan Perkara dalam menangani 5 (lima) perkara yaitu Perkara Nomor 14/KPPUL/2007 Tentang pelanggaran terhadap Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 berkaitan dengan persekongkolan dalam Tender Pekerjaan Multiyears di Kabupaten Siak Propinsi Riau, Perkara Nomor 21/KPPUL/2007 Tentang Tender Pengadaan Pipa PVC dan HDPE oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Satuan Kerja Non Vertikal Tertentu Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum Propinsi Kepulauan Riau, Perkara Nomor 28/KPPU-I/2007 Tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Jasa Pelayanan Taksi di Kota Batam, Perkara Nomor 05/KPPUL/2008 Tentang Persekongkolan Dalam Tender Perluasan Gedung Kantor Pelayanan Pajak Proyek Pengadaan Barang dan Jasa Kantor Pelayanan Pajak Madya Batam Tahun Anggaran 2007 dan Perkara Nomor 06/KPPUL/2008 Tentang Persekongkolan Dalam Tender Pekerjaan Pelebaran Jalan Kolektor Utama Menuju Kawasan Batam Center. Sementara itu laporan yang masih dalam tahap pemberkasan berjumlah sebanyak 3 (tiga) laporan yaitu Laporan Dugaan Pelanggaran Pasal (19) dan Pasal (25) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Pada Usaha Jasa Bongkar Muat Barang di Pelabuhan Umum Kawasan Industri Kabil Kotamadya Batam, Laporan Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Pada Tender Pekerjaan Perbaikan dan Pengembangan Pipa Distribusi PDAM Tirta Siak dan Laporan Dugaan Pelanggaran Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Terkait Dengan Perilaku PT. Adhya Tirta Batam Dalam Mengelola Air Bersih di Kota Batam. Selanjutnya, KPD KPPU Batam melakukan koordinasi dengan
Dok. KOMPETISI
Pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan dalam jangka waktu tiga hari ini diikuti oleh perwakilan dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota Balikpapan, Kamar Dagang dan Industri Kota Balikpapan, Kepolisian Resort Kota Balikpapan, dan KPPU sendiri yang diwakili oleh KPD KPPU Balikpapan. Dari tiga hari pelaksanaan inspeksi mendadak, dapat diambil kesimpulan sementara yaitu menurut para pengecer kenaikan harga semen disebabkan oleh jumlah persediaan yang makin menipis di tingkat distributor, sehingga distributor menaikkan harga jual semen ke pengecer. Tim gabungan sidak semen juga mengharapkan distributor agar terus menjaga ketersediaan semen di Kota Balikpapan sehingga harga semen di Kota Balikpapan dapat terus terjaga, serta dalam rapat evaluasi yang dilaksanakan pada hari ketiga sidak menghasilkan kesepakatan bahwa kelangkaan semen ini disebabkan oleh berbagai macam faktor, yaitu keadaan cuaca yang masih buruk sehingga gelombang laut naik yang mengganggu jalur distribusi semen di seluruh Indonesia, waktu tunggu di pelabuhan yang terus bertambah, dugaan adanya penimbunan semen oleh distributor, dikarenakan pengiriman semen yang terhambat. Untuk mendukungnya terlaksananya tugas dengan baik, maka KPD KPPU Balikpapan merasakan perlunya tambahan pengetahuan khususnya dalam bidang pengadaan barang dan jasa. Selama ini kasus di bidang pengadaan barang dan jasa merupakan kasus yang paling mendominasi di KPD KPPU Balikpapan. Untuk itu pada tanggal 22 Februari 2008, bertempat di Hotel Grand Tiga Mustika, Jl. ARS Muhammad No. 51, Balikpapan, kami mengikuti Sosialisasi Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nomor: 11a Tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi dan Nomor: 12a Tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Perencana Konstruksi dan Jasa Pengawas Konstruksi, yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Daerah Kalimantan Timur. Dari sosialisasi tersebut, diperoleh beberapa informasi yang dapat digunakan oleh KPD KPPU Balikpapan untuk menjalankan tugasnya, seperti: 1. Informasi mengenai sudah tidak ada lagi monopoli pekerjaan yang hanya dipegang oleh satu asosiasi, sehingga pelaku usaha bila ingin mendapatkan Sertifikat badan usaha (SBU) mempunyai pilihan untuk memilih asosiasi mana yang paling sesuai dengan jenis pekerjaannya; 2. Latar belakang dikeluarkannya Peraturan LPJK No: 11a Tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi dan Nomor: 12a Tahun 2008 tentang Registrasi Usaha Jasa Perencana Konstruksi dan Jasa Pengawas Konstruksi adalah untuk mengikuti perkembangan keadaan dan aspirasi para pemangku kepentingan jasa konstruksi, khususnya yang berkaitan dengan perlunya beberapa perubahan ketentuan tentang klasifikasi dan kualifikasi usaha, persyaratan dan tata cara penerbitan Sertifikat Badan Usaha (SBU) dan format SBU; 3. Setelah memaparkan latar belakang, Tim Revisi Peraturan LPJK No. 11a dan 12a Tahun 2008, memberikan penjelasan lengkap lengkap mengenai Peraturan LPJK No. 11a dan 12a Tahun 2008, seperti: Sertifikat Badan Usaha (SBU) merupakan milik LPJK, asosiasi-asosiasi yang ada merupakan perpanjangan tangan dari lembaga, Sebelumnya SBU hanya berlaku untuk 1 tahun, tetapi dengan dikeluarkannya Peraturan LPJK yang baru SBU berlaku untuk 3 tahun, dan LPJK akan menghilangkan kebijakan pembuatan SBU non asosiasi lagi. p
26
Edisi 10 2008
aktifitas KPD
KPD MAKASSAR
K
antor Perwakilan Daerah (KPD) KPPU di Makassar selama tahun 2007 menerima 69 laporan resmi/tembusan sanggahan dari masyarakat, dimana ± 85% diantaranya merupakan laporan resmi/tembusan sanggahan terkait dengan tender. Berikut jumlah penerimaan Laporan resmi/tembusan sanggahan di KPD Makassar selama tahun 2007: No Keterangan Surat Tembusan 1 Surat Tembusan (Non Tender) 2 Surat Tembusan (Tender) Laporan Resmi 1 Laporan Resmi (Non Tender) 2 Laporan Resmi (Tender) Total Surat Masuk
Jumlah 5 38 5 21 69
Salah satu laporan terkait dengan masalah tender adalah laporan yang disampaikan ke KPPU mengenai dugaan pelanggaraan UU No. 5/1999 terkait dengan tender pekerjaan peningkatan jalan Macoppe – Labessi di Kabupaten Soppeng – Sulawesi Selatan Tahun 2006. Laporan yang kemudian meningkat statusnya menjadi Perkara No. 11/ KPPU-L/2007, merupakan perkara tender kedua di Makassar, setelah Perkara Tender Pengadaan Meubelair di LAN Makassar tahun 2006. Sidang Pembacaan Putusan Perkara No. 11/KPPU-L/2007 dilakukan di Gd. Menara Makassar lt. 2 pada tanggal 6 Februari 2008. Sidang Pembacaan Putusan ini merupakan yang pertama kalinya dilakukan di luar KPPU Pusat di Jakarta. Dalam sidang tersebut, Majelis Komisi yang diketuai oleh Dr. A.M. Tri Anggraini, SH., MH., bersama dengan Ir. Didie S. Martadisastra, SE., MM, dan Dr. Ir. A. Ramadhan Siregar, MS. masingmasing sebagai anggota; kemudian memutuskan bahwa PT. Nei Dua Karya Persada (Terlapor I), CV. Hasnur (Terlapor V), dan Panitia Tender (Terlapor VI) terbukti melanggar Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. Majelis Komisi kemudian Menghukum Terlapor I dan Terlapor V untuk tidak mengikuti tender pengadaan barang dan jasa pemerintah di Provinsi Sulawesi Selatan selama 2 (dua) tahun, dan Menghukum Terlapor I untuk membayar denda sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah) yang harus disetorkan ke Kas Negara. p
Pengaruh Pembacaan Putusan terhadap Awareness Publik
Setelah Sidang Pembacaan Putusan, KPD Makassar memfasilitasi Press Conference yang dihadiri oleh wartawan dari media cetak dan elektronik di kota Makassar, antara lain Berita Kota Makassar (BKM), Harian Fajar, Ujungpandang Ekspress, Tribun Timur, Seputar Indonesia (SINDO) Makassar, RRI, Suara Celebes FM (SCFM), MakassarTV, dan Fajar TV. Press Conference terutama membahas tentang latar belakang permasalahan tender yang menjadi fokus KPPU selama ini, dan mengenai beberapa isu persaingan lokal, antara lain tentang tender kertas suara di Pilkada Sulsel, monopoli taksi dan kargo di Bandara Hasanuddin. Berita tentang Pembacaan Putusan ini kemudian dipublikasikan di berbagai media cetak kota Makassar, dan di beberapa saluran televisi lokal dan stasiun radio di Makassar. Publikasi ini menarik minat salah satu saluran televisi lokal, MakassarTV untuk membuat sesi khusus yang membahas tentang keberadaan KPPU. Pihak MakassarTV kemudian meminta kesediaan KPPU untuk mengisi acara talk show Live interaktif di MakassarTV pada sesi “Saudagar” dengan tema KPPU dan Polemik Persaingan Usaha Acara yang dilaksanakan pada tanggal 11 Februari 2008. Hadir sebagai pembicara dalam acara ini adalah Bpk. Erwin Syahril, SH. dan Ibu Sukarmi, SH. MH. (Komisioner KPPU), serta Bpk. Bahar Ngitung (Ketua Kadin kota Makassar). Respons positif juga datang dari Gabungan Kontraktor Indonesia (Gakindo) Cabang Soppeng. Pada tanggal 16 Februari 2008, kami memenuhi undangan Pengurus Cabang Gakindo Kab. Soppeng untuk memberikan kata sambutan pada acara pengukuhan Badan Pengurus Cabang Gakindo Kab. Soppeng. Pada kesempatan tersebut disampaikan tentang eksistensi UU No. 5/1999 dan KPPU, kompetensi KPPU dalam menangani persekongkolan tender yang bersifat horizontal, dan himbauan kepada seluruh stakeholders tender untuk mulai meningkatkan kompetensinya dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat melalui cara-cara berusaha yang sehat dan sesuai dengan ketentuan UU No. 5/1999. Turut hadir dan memberikan kata sambutan dalam acara itu adalah : Ketua DPD Gakindo Sulsel, Kapolres Soppeng, dan Ketua DPRD Soppeng. Pembacaan Putusan di luar Jakarta telah memberikan publikasi positif bagi KPPU. Hal ini terbukti dari respons positif baik dari media maupun pelaku usaha. Adanya pelaksanaan sidang pembacaan putusan dapat menjadi media yang efektif untuk mensosialisasikan UU No. 5/1999 sekaligus menunjukkan eksistensi KPPU kepada publik. p
Dok. KOMPETISI
Sub Direktorat Monitoring Putusan dan Litigasi dalam hal monitoring Putusan Perkara Nomor 19/KPPU-L/2005 tentang Tender Pengadaan Gamma Ray Container Scanner oleh Badan Otorita Batam dan monitoring warung telekomunikasi (wartel) terkait dengan pemblokiran terhadap SLI 001 dan 008 oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom). Sementara Perkara Nomor 27/KPPU-I/2007 Tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam Jasa Pelayanan Taksi di Propinsi Riau sedang dilakukan monitoring perubahan perilaku sesuai dengan Penetapan KPPU Nomor: 84/PEN/KPPU/XII/2007. Dalam pelaksanaan tugas Kebijakan Persaingan, KPD KPPU Batam telah melakukan koordinasi dengan Direktorat Kebijakan Persaingan untuk kegiatan Evaluasi Kebijakan Pemerintah Daerah yang menyangkut industri biji timah di Propinsi Bangka Belitung dan Kajian Sektor Industri Sektor Unggulan dan Infrastruktur Daerah tentang perkebunan kelapa sawit di Propinsi Jambi. Sementara dari pelaksanaan tugas Komunikasi, KPD KPPU Batam telah melakukan upaya-upaya sosialisasi UU No. 5 tahun 1999 dan untuk pelaksanaan tugas administrasi KPD KPPU Batam telah menyelesaikan seluruh pertanggungjawaban administrasi dalam kegiatan operasional kantor. p
Edisi 10 2008
27
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi: a. satu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau b. satu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku. Pasal 5 UU No.5 Tahun 1999
KPPU
KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA Gedung KPPU, Jl. Ir. H. Juanda No. 36 Jakarta Pusat 10120 Telp.: 62-21-3507015, 3507016, 3507043 Faks.: 62-21-3507008 www.kppu.go.id n e-mail :
[email protected]
Kantor Perwakilan Daerah KPPU SURABAYA Bumi Mandiri, Jl. Basuki Rahmat No. 129-137 Surabaya 60271 - JAWA TIMUR Telp.: 62-31-5454146, Faks : 62-31-5454146 e-mail:
[email protected]
MAKASSAR Menara Makassar Lt. 1, Jl. Nusantara No. 1 Makassar - SULAWESI SELATAN Telp.: 62-411-310733, Faks. : 62-411-310733 e-mail:
[email protected]
MEDAN Jl. Ir. H. Juanda No. 9A Medan - SUMATERA UTARA Telp.: 62-61-4148603, Fax. : 62-61-4148603 e-mail:
[email protected]
BATAM Gedung Graha Pena Lt. 3A, Jl. Raya Batam Center Teluk Teriring, Nongsa Batam 29461 - KEPULAUAN RIAU Telp.: 62-778-469433, Faks.: 62-778-469433 e-mail:
[email protected]
BALIKPAPAN Gedung BRI Lantai 8, Jl. Sudirman No. 37 Balikpapan 76112 - KALIMANTAN TIMUR Telp.: 62-542-730373, Faks: 62-542-730773 e-mail:
[email protected]