Bandung Arry Sanjoyo, dkk.
MATEMATIKA BISNIS DAN MANAJEMEN JILID 3 SMK
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-undang
MATEMATIKA BISNIS DAN MANAJEMEN JILID 3 Untuk SMK Penulis
Ilustrasi Cover Ukuran Buku SAN m
: Tim : 17,6 x 25 cm
SANJOYO, Bandung Arry Matematika Bisnis dan Manajemen Jilid 3 untuk SMK /oleh Bandung Arry, Sri Suprapti, Nur Asyiah, Dian Winda S ---- Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008. viii. 212 hlm Daftar Pustaka : A1-A2 Glosarium : B1-B6 ISBN : 978-602-8320-73-3
Diterbitkan oleh
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2009 Diperbanyak oleh:
CV. ARYA DUTA
Jl. Revolusi No. 29 Villa Pertiwi Sukamaju Depok Telp. (021) 8761630, 87906446 Fax. (021) 8757836 email:
[email protected] ii
KATA SAMBUTAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT., berkat rahmat dan karunia Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, telah melaksanakan kegiatan penulisan buku kejuruan sebagai bentuk dari kegiatan pembelian hak cipta buku teks pelajaran kejuruan bagi siswa SMK. Karena buku-buku pelajaran kejuruan sangat sulit didapatkan di pasaran. Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan Standar Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk SMK dan telah dinyatakan memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 45 Tahun 2008 tanggal 15 Agustus 2008. Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh penulis yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada Departemen Pendidikan Nasional, sehingga dapat digunakan secara luas oleh pendidik dan peserta didik SMK. Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Departemen Pendidikan Nasional tersebut, kami tayangkan lewat internet agar dapat diunduh (download), digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat. Namun untuk penggandaan yang bersifat komersial harga penjualan harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan ditayangkan soft copy ini diharapkan akan lebih memudahkan bagi masyarakat khususnya para pendidik dan peserta didik SMK di seluruh Indonesia maupun sekolah Indonesia yang berada di luar negeri untuk mengakses dan memanfaatkannya sebagai salah satu sumber belajar. Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini. Kepada para peserta didik kami ucapkan selamat belajar dan semoga dapat memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa buku ini masih perlu ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan.
Jakarta, 17 Agustus 2008 Direktur Pembinaan SMK
iii
iv
KATA PENGANTAR Matematika merupakan suatu alat untuk berkomunikasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan matematika kita dapat mengungkapkan gejala-gejala alam, sosial, dan teknik dengan suatu ungkapan rumusan matematika yang tidak memuat makna ganda. Bahkan dengan berbantuan matematika kita dapat menyelesaikan permasalahan sosial, ekonomi, manajemen, dan teknik dengan penyelesaian yang akurat dan optimal. Fakta menunjukkan bahwa beberapa pemenang nobel untuk bidang ekonomi atau teknik berasal dari matematikawan. Oleh karena itu, mempelajari dan menguasai matematika dari usia sekolah dasar maupun lanjut merupakan suatu kebutuhan. Buku ini disusun dengan memperhatikan konsep berfikir matematis dan selalu mengaitkannya dalam kehidupan sehari-hari, khususnya pada permasalahan ekonomi, bisnis, dan manajemen. Pada setiap konsep kecil yang dituangkan dalam suatu sub-bab selalu dikaitkan dengan permasalahan sehari-hari. Juga pada setiap bab diawali dengan kalimat motivasi, pembuka dan perangsang bagi pembaca untuk mengerti dari awal, kira-kira akan dipakai seperti apa dan dimana. Belajar matematika tidak cukup hanya dengan mengerti konsep saja. Harus disertai dengan banyak latihan olah pikir serupa dengan contoh-contoh yang diberikan. Untuk itu, pada setiap akhir sub bab diberikan banyak soal-soal sebagai latihan dalam menguasai konsep dan meningkatkan ketrampilan olah pikir dan penyelesaian permasalahan. Buku Matematika SMK Bisnis dan Manajemen ini terdiri dari 11 bab. Bab awal memuat materi dasar dalam matematika, yang akan dipakai untuk materi lain yang ada pada bab sesudahnya. Setiap bab berisi tentang topik kajian matematika yang disajikan lewat orientasi/ilustrasi, teori, beberapa contoh soal mulai dari yang mudah ke soal yang sulit. Sebelum mengerjakan latihan soalsoal pada setiap subbab, didahului dengan rangkuman, dengan tujuan siswa dapat mengingat hal-hal penting dari subbab yang telah dipelajari.
v
Dengan bekal matematika untuk SMK Bisnis dan Manajemen ini, diharapkan lulusan SMK mempunyai bekal yang cukup dalam berfikir secara logis dan sistematis dengan selalu berpijak pada kaidah-kaidah keilmuan matematika dalam menghadapi problema-problema pada dunia kerja. Penulis sangat menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran untuk perbaikan sangat diharapkan oleh penulis. Suatu penghargaan yang setinggi-tingginya disampaikan kepada semua pihak yang telah mendukung dan memberikan fasilitas dalam penyusunan buku ini. Terutama kepada beliaubeliau yang dengan ikhlas mengarahkan, mengoreksi, memberikan masukan terhadap isi buku ini. Sekali lagi kami menyampaikan perhargaan yang sangat tinggi dan terima kasih yang sedalam-dalamnya. Penulis.
Penulis
vi
DAFTAR ISI Kata Sambutan ................................................................................ Kata Pengantar ............................................................................... Daftar Isi ...........................................................................................
iii v vii
8. 8.1 8.2 8.2.1 8.2.2 8.2.3 8.2.4 8.3 8.3.1 8.3.2 8.3.3 8.3.4 8.3.5 8.3.6 8.4 8.4.1 8.4.2 8.4.3 8.4.4 8.5 8.5.1 8.5.2 8.5.3 8.5.4 8.6
Geometri Bidang ................................................................ Sudut ................................................................................... Keliling Bangun Datar ........................................................ Persegi Dan Persegi Panjang ............................................... Jajaran Genjang, Layang – Layang Dan Trapesium .............. Segitiga ................................................................................ Lingkaran ............................................................................. Luas Bangun Datar ............................................................. Persegi Dan Persegi Panjang ............................................... Segitiga ................................................................................ Jajaran Genjang ................................................................... Layang-Layang .................................................................... Trapesium ............................................................................ Lingkaran ............................................................................. Transformasi Geometri ...................................................... Translasi .............................................................................. Rotasi ................................................................................... Refleksi (pencerminan) ........................................................ Dilatasi ................................................................................. Komposisi Transformasi .................................................. Komposisi Translasi ............................................................ Komposisi Rotasi .................................................................. Komposisi Refleksi (pencerminan) ....................................... Komposisi Lebih Dari Dua Transformasi ............................. Penerapan Geometri Bidang .............................................
405 406 416 417 418 419 426 428 428 429 430 431 433 434 437 437 442 446 450 454 455 455 456 458 461
9. 9.1 9.2 9.2.1 9.2.2 9.3 9.3.1 9.3.2 9.3.3 9.4 9.4.1 9.4.2 9.4.3 9.4.4 9.4.5
Peluang ............................................................................... Pengertian Dasar ............................................................... Kaidah Pencacahan ........................................................... Kaidah Perkalian .................................................................. Kaidah Penjumlahan ............................................................ Permutasi Dan Kombinasi ................................................. Notasi Faktorial .................................................................... Permutasi ............................................................................. Kombinasi ............................................................................ Peluang Suatu Kejadian .................................................... Peluang Komplemen Suatu Kejadian .................................. Peluang Gabungan Dua Kejadian ........................................ Peluang Gabungan Dua Kejadian Saling Lepas ................... Peluang Bersyarat Dan Kejadian Saling Bebas .................... Frekuensi Harapan Suatu Kejadian ......................................
465 466 469 469 473 475 475 476 487 497 502 503 505 506 514
vii
viii
10. 10.1 10.1.1 10.1.2 10.1.3 10.2 10.2.1 10.2.2 10.2.3 10.3 10.3.1 10.3.2
Statistika ............................................................................. Pengertian Dasar ................................................................ Pengertian Statistika ............................................................ Pengertian Populasi Dan Sampel ......................................... Macam-macam Data ............................................................ Penyajian Data ................................................................... Penyajian Data Dalam Bentuk Tabel .................................... Penyajian Data Dalam Bentuk Diagram ............................... Penyajian Data Dalam Bentuk Grafik .................................... Ukuran Statistika Bagi Data ............................................... Ukuran Pemusatan ............................................................... Ukuran Penyebaran .............................................................
519 519 520 520 521 524 524 530 535 539 539 547
11. 11.1 11.2 11.3 11.4 11.5 11.6 11.7
Matematika Keuangan ....................................................... Bunga Tunggal Dan Bunga Majemuk ............................... Diskonto .............................................................................. Bunga Majemuk .................................................................. Nilai Tunai, Nilai Akhir, Dan Valuta .................................. Rente (rentetan Modal) ...................................................... Anuitas ................................................................................ Metode Saldo Menurun .....................................................
565 565 575 577 581 586 597 609
Daftar Pustaka ................................................................................. Indeks ..............................................................................................
A1 B1
Bab
8 GEOMETRI BIDANG ada bab ini akan dibahas bentuk-bentuk bidang dalam ruang
P
dimensi dua atau yang disebut dengan bidang datar, seperti persegi, persegi panjang, jajaran genjang, layang-layang, trapesium dan lingkaran. Disamping itu juga dibahas tentang
keliling serta luasan dari bidang tersebut, yang penerapannya erat kaitannya dengan kegiatan ekonomi (bisnis dan manajemen), terutama yang menyangkut luasan dari bidang. Selain itu, untuk mendukung pembahasan, juga dikenalkan dua besaran sudut yaitu derajat dan radian serta hubungan antara kedua satuan ukuran ini. Bidang matematika yang mencakup bahasan tentan kaitan titik, garis, bangun, dan sejenisnya dinamakan geometri. Ada berbagai macam geometri, namun yang dibahas disini adalah geometri Euclid dan lebih khusus lagi adalah geometri bidang.
Bab 8: Geometri Bidang
405
8.1 S udut Sebelum kita membicarakan tentang sudut, terlebih dahulu kita perhatikan tentang titik (point) dan garis (lines). Titik dan garis merupakan sesuatu yang tidak didefinisikan dalam geometri Euclid. Dengan adanya titik dan garis, dibuat juga beberapa aksioma dan definisi yang membentuk suatu sistem aksioma. Garis disini dimaksudkan adalah garis lurus. Beberapa aksioma yang kita pakai sebagai landasan pembahasan bab ini adalah: -
Hanya ada satu garis lurus yang melalui dua titik.
-
Dua garis lurus hanya berpotongan di satu titik.
-
Melalui suatu titik diluar suatu garis lurus, hanya ada satu garis lurus yang sejajar dengan garis tersebut.
Pembahasan berikutnya selalu berpijak pada kaidah di atas. Misalkan kita menggambar dua garis lurus OX dan OP yang berpotongan di titik O, seperti terlihat pada Gambar 8.1.1. Garis lurus OX dan OP membentuk sudut di titik O, yang dinamakan sudut O dan dilambangkan dengan ∠XOP atau dapat juga ditulis ∠POX, sedangkan garis OX dan garis OP dinamakan sisi sudut dari sudut XOP.
Gambar 8.1.1 Garis OX dan garis OP membentuk ∠ XOP
406
Bab 8: Geometri Bidang
Sering kali, suatu sudut dibentuk dari memutar garis dari posisi awal OX menuju posisi akhir OP, dengan titik O sebagai pusat perputaran. Garis OX disebut sisi awal sudut dan garis OP disebut sisi akhir sudut. Untuk mengukur ∠ XOP digunakan aturan berlawanan dengan arah jarum jam yang putar kanan. Sudut bernilai positip jika arah putar ke kiri dan bernilai negatif jika arah putar ke kanan. Seperti sudut pada Gambar 8.1.2 (a) dan (c) adalah sudut positif, sedang sudut pada Gambar 8.1.2 (b) adalah sudut negatif.
Gambar 8.1.2 Sudut positif dan sudut negatif Ada dua ukuran sudut yaitu derajat dan radian. Lihat Gambar 8.1.2 (a), jika kita memutar garis OP dari sisi awal OX ke arah kiri dengan pusat putaran O sebanyak satu kali putaran (sisi akhir OP berimpit kembali dengan sisi awal OX), maka sudut XOP yang terbentuk besarnya adalah 360𝑜 . Ukuran satu derajat (o) adalah suatu ukuran sudut pusat lingkaran yang diperoleh dari membagi keliling busur lingkaran dengan 360. Sebagai ilustrasi lihat Gambar 8.1.3.
Bab 8: Geometri Bidang
407
Gambar 8.1.3 Ukuran sudut dalam derajat Beberapa ukuran beberapa sudut istimewa disajikan berikut ini. 1. Jika kita memutar garis OP dari sisi awal OX ke arah kiri dengan pusat putaran O sebanyak setengah putaran (sisi akhir OP membentuk garis lurus dengan sisi awal OX), maka sudut XOP yang terbentuk besarnya adalah 180𝑜 . Seperti yang terlihat pada Gambar 8.1.4 (a). 2. Jika kita memutar garis OP dari sisi awal OX ke arah kiri dengan pusat putaran O sebanyak seperempat putaran (sisi akhir OP membentuk garis tegak lurus dengan sisi awal OX), maka sudut XOP yang terbentuk besarnya adalah 90𝑜 . Seperti yang terlihat pada Gambar 8.1.4 (b). 3. Jika kita memutar garis OP dari sisi awal OX ke arah kiri dengan pusat putaran O sebanyak seperdelapan putaran, maka sudut XOP yang terbentuk besarnya adalah 45𝑜 . Seperti yang terlihat pada Gambar 8.1.4 (c).
408
Bab 8: Geometri Bidang
Gambar 8.1.4 Ukuran sudut dalam derajat 4. Jika kita memutar garis OP dari sisi awal OX ke arah kanan dengan pusat putaran O sebanyak seperdelapan putaran, maka sudut XOP yang terbentuk besarnya adalah −45𝑜 . Seperti yang terlihat pada Gambar 8.1.4 (f). Ukuran sudut yang kurang dari 90𝑜 , dinamakan sudut lancip. Ukuran sudut sama dengan 900 dinamakan sudut siku-siku. Dua garis yang berpotongan dan membentuk sudut 90 0 dikatakan saling tegak lurus. Ukuran sudut lebih dari 900 dinamakan sudut tumpul. Ada ukuran sudut yang lebih kecil dari derajat, yaitu menit dan detik, dengan 1 drajat (0) = 60 menit („) dan 1 menit („) = 60 detik (“).
Bab 8: Geometri Bidang
409
Radian dan Hubungannya dengan Derajat Dua macam satuan yang biasa digunakan untuk menentukan ukuran sudut yaitu radian dan derajad. Apabila kita menggunakan ukuran derajat, sudut yang dibentuk oleh satu putaran garis/sisi berukuran 3600. Dalam ukuran radian, sudut yang dibentuk oleh satu putaran garis besarnya adalah 2π radian. Misal kita buat sebuah lingkaran dengan pusat O dan jari-jari r seperti terlihat pada Gambar 8.1.5.
Gambar 8.1.5 Ukuran sudut radian Misal XP sebuah busur pada lingkaran yang panjangnya sama dengan jari-jari lingkaran r. Besar sudut pusat XOP yang menghadap busur XP adalah satu radian. Keliling lingkaran sama dengan 2 r (nilai
3,14 ) dan besar sudut satu putaran adalah 2 radian. Besar sudut pusat lingkaran dengan satu putaran adalah 3600. Jadi diperoleh
2 radian 360 0 atau 1 radian 180 0
410
Bab 8: Geometri Bidang
Persamaan tersebut adalah persamaan dasar antara radian dan derajat. Oleh karena itu :
1 radian
10
180
180 0
57 017 '45 "
radian 0,01745 radian
CONTOH 8.1.1 Berapa besar sudut dalam radian jika diketahui besar sudut dalam derajat adalah 450 ? Jawab. Karena 10 Maka
180
450 45
radian 0,01745 radian ,
180
radian
4
radian 0,78525 radian
CONTOH 8.1.2 Berapa besar sudut dalam derajat jika diketahui dalam besar sudut dalam radian adalah 1,25 radian ? Penyelesaian: Karena 1 radian
Bab 8: Geometri Bidang
180 0
57 017 '45 " ,
411
Maka
1,25 radian 1,25
180 0
71 0 37 '11 "
CONTOH 8.1.3 Nyatakan besar sudut
2 dalam derajat ! 3
Penyelesaian: Karena 1 radian 180 0 , maka
2 2 1800 1200 3 3
CONTOH 8.1.4 Nyatakan besar sudut 5400 dalam bentuk radian Penyelesaian: 0 Karena 1 radian 180 ,
0 maka 540
540 0 radian 3 radian 180 0
Sudut – sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis 1. Perhatikan gambar perpotongan dua garis pada Gambar 8.1.6. Jika dua garis berpotongan, maka jumlahkan sudut – sudut yang bersebelahan adalah 180o, atau 𝛼 + 𝛽 = 180𝑜 .
412
Bab 8: Geometri Bidang
Gambar 8.1.6 Jumlahan sudut yang bersebelahan
2. Perhatikan gambar perpotongan dua garis pada Gambar 8.1.7. Jika dua garis berpotongan, maka sudut – sudut yang bertolak belakang adalah sama, atau 𝛼 = 𝛼′ dan 𝛽 = 𝛽′
Gambar 8.1.7 Sudut yang bertolak belakang
3. Perhatikan gambar perpotongan satu garis dengan dua garis yang sejajar pada Gambar 8.1.8. Jika sebuah garis memotong sepasang garis yang paralel sebagaimana pada Gambar 8.1.8, maka: -
𝜙1 , 𝜃1 , 𝛼2 , 𝛽2 merupakan sudut – sudut dalam (interior)
-
𝜙2 , 𝜃2 , 𝛼1 , 𝛽1 merupakan sudut – sudut luar (exterior)
-
Sudut-sudut yang berseberangan adalah sama, atau 𝜃1 = 𝛼2 , dan 𝜙1 = 𝛽2 .
-
Sudut-sudut yang bersesuaian adalah sama, atau
Bab 8: Geometri Bidang
413
𝛼1 = 𝛼2 , 𝛽1 = 𝛽2 , 𝜙1 = 𝜙2 , dan 𝜃1 = 𝜃2 .
Gambar 8.1.8 Sudut – sudut dalam, luar, bersesuaian, dan berseberangan.
CONTOH 8.1.5 Tentukan besar sudut 𝛼, 𝛽, dan 𝛾 pada gambar berikut ini.
Penyelesaian: -
Karena sudut 𝛼 bertolak belakang dengan sudut 30o, maka 𝛼 = 30𝑜 .
-
Karena sudut 𝛽 beseberangan dengan sudut 30o, maka 𝛽 + 30𝑜 = 180𝑜 , atau 𝛽 = 180𝑜 − 30𝑜 = 150𝑜
-
414
Karena sudut 𝛾 bertolak belakang dengan sudut 𝛽, maka 𝛾 = 𝛽 = 150𝑜 .
Bab 8: Geometri Bidang
RANGKUMAN Untuk mengukur besarnya sudut digunakan aturan berlawanan dengan arah jarum jam yang putar kanan. Sudut bernilai positip jika arah putar sudut ke kiri dan bernilai negatif jika arah putar sudut ke kanan. Besar sudut dinyatakan dalam derajat (o) atau radian. Hubungan
1 radian
antara
180
0
radian
dan
derajat
adalah
57 017 '45 "
Jika dua garis berpotongan, maka: -
jumlahan sudut – sudut yang bersebelahan adalah 180 o , atau 𝛼 + 𝛽 = 180𝑜 . sudut – sudut yang bertolak belakang adalah sama.
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 88--11 1. Konversikan besaran sudut dalam derajat ke dalam radian a. 320 45‟
c. 480 15‟ 30”
b. 1280 21‟ 35”
d. 4500 45‟ 45”
2. Konversikan besaran sudut dalam radian ke dalam derajat a. 6,28 radian
c. 9 radian
b. 0,314 radian
d. 11 radian
3. Ubahlah ke dalam satuan radian
Bab 8: Geometri Bidang
415
a. 7200
c. 3150
b. 4500
d. 4050
4. Ubahlah ke dalam satuan derajat a.
5 6
c.
11 4
b.
3 4
d.
7 3
5. Ubahlah ke dalam satuan radian a. - 900
b. -60o
c. - 300
d. -1800
6. Tentukan besar sudut A, B, dan C pada gambar berikut ini, jika besarnya sudut D adalah
a. 400 c.
/6 radian
b. 60o d. /10 radian
8.2 Keliling Bangun Datar Keliling suatu bangun datar yang tertutup merupakan jumlah panjang sisi-sisinya. Juga dikatakan bahwa keliling suatu bangun datar adalah jarak yang ditempuh bila suatu bangun dikitari melalui sisinya dan sampai kembali ke tempat semula.
416
Bab 8: Geometri Bidang
8.2.1 Persegi dan Persegi Panjang Bangun datar yang berbentuk persegi panjang adalah bangun datar segi empat dengan sudut siku disetiap sudutnya, dan mempunyai ukuran panjang dan lebar. Sedangkan persegi adalah keadaan khusus dari persegi panjang yaitu ukuran panjang dan lebar adalah sama. Seperti terlihat pada Gambar 8.2.1.
Gambar 8.2.1 Bangun persegi panjang dan persegi
Keliling dari persegi adalah jarak yang ditempuh jika mengitari sisisisinya dan kembali pada titik awal. Untuk persegi panjang, kelilingnya (K) adalah dua kali panjang (p) ditambah dua kali lebar (l) dan dinyatakan dengan : 𝐾 = 2𝑝 + 2𝑙 = 2(𝑝 + 𝑙) Untuk persegi, karena panjang sisi-sisiya sama (s) maka keliling persegi dinyatakan dengan : 𝐾 = 2𝑠 + 2𝑠 = 4𝑠 Jumlahan semua sudut dalam persegi panjang atau persegiemat adalah 360o.
Bab 8: Geometri Bidang
417
CONTOH 8.2.1 Hitung keliling persegi panjang dengan panjang 20 satuan dan lebar 15 satuan ! Penyelesaian: Keliling persegi panjang tersebut adalah: 𝐾 = 2 𝑝 + 𝑙 = 2 20 + 15 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 = 70 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛
CONTOH 8.2.2 Hitung keliling persegi dengan panjang sisi-sisinya 20 satuan !
Penyelesaian: Keliling persegi tersebut adalah: 𝐾 = 4𝑠 = 4 × 20 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛 = 80 𝑠𝑎𝑡𝑢𝑎𝑛
8.2.2 Jajaran Genjang, Layang – Layang dan Trapesium Bentuk-bentuk segi empat yang lain adalah: Jajaran genjang, Layanglayang dan Trapesium. Jajaran genjang mempunyai dua pasang sisi yang saling sejajar, layang-layang dua pasang sisinya sama panjang sedangkan trapesium hanya memiliki sepasang sisi yang sejajar. Bentuk bangun datar ini diperlihatkan pada Gambar 8.2.2.
418
Bab 8: Geometri Bidang
Gambar 8.2.3 Bangun datar Jajaran Genjang, Layang-Layang dan Trapesium Keliling dari bangun segi empat ini dengan menghitung jarak yang ditempuh, jika mengitari bangun segi empat ini dan kembali ke titik asal. Dengan demikian keliling untuk masing masing bangun segi empat ini adalah : Jajaran genjang : K 2 p l Layang-layang : K 2 p l Trapesium
: K k l mn
8.2.3 Segitiga Segitiga (triangle) dibentuk dari tiga titik (yang tidak segaris) yang dihubungkan dengan tiga segmen garis yang melalui tiga titik tersebut. Gambar 8.2.3 merupakan gambar bentuk umum segitiga. Titik – titik dalam segitiga tersebut adalah A, B, dan C. Karena itu, segitiganya dinamakan segitiga ABC atau ditulis dengan ∆ ABC. Segmen garis yang menghubungkan titik-titik tersebut dinamakan sisi dari segitiga.
Bab 8: Geometri Bidang
419
Pada titik A ada ∠BAC atau singkatnya ∠A, besarnya ∠A adalah α. Sisi segitiga yang berada didepan ∠A adalah segmen garis BC dengan panjang a. Pada titik B ada ∠𝐴BC atau singkatnya ∠B, besarnya ∠B adalah β. Sisi segitiga yang berada didepan ∠B adalah segmen garis AC dengan panjang b. Pada titik C ada ∠BCA atau singkatnya ∠C, besarnya ∠C adalah γ. Sisi segitiga yang berada didepan ∠C adalah segmen garis AB dengan panjang c.
Gambar 8.2.3 Segitiga ABC Jika pada Gambar 8.2.3 segmen garis AB dianggap sebagai alas segitiga ABC, maka tinggi dari segitiga ABC adalah t. Keliling segitiga (K) adalah jumlahan dari ketiga sisinya dan tulis sebagai berikut. 𝐾 =𝑎+𝑏+𝑐
Sifat sudut dalam segitiga Dalam segitiga ABC pada Gambar 8.2.3, jumlahan sudut – sudut dalam segitiga adalah 180o atau ditulis
420
Bab 8: Geometri Bidang
𝛼 + 𝛽 + 𝛾 = 180𝑜 Hal ini dapat diperlihatkan berikut ini. Pandang segitiga ABC seperti tampak dibawah ini. Garis BE sejajar dengan garis AC. -
Karena bersesuaian, besarnya ∠CAB sama dengan ∠DBE.
-
Karena berseberangan, besarnya ∠ACB sama dengan ∠CBE. Diperoleh ∠𝐴BC + ∠CBE + ∠DBE = 180o ⇒ 𝛽 + 𝛾 + 𝛼 = 180𝑜
Jenis segitiga Ada tiga jenis segitiga, yaitu: Segitiga siku-siku adalah suatu segitiga dengan salah satu sudutnya siku-siku (90o atau π/2), seperti tampak pada gambar dibawah ini.
Jika dipunyai segitiga siku-siku seperti tampak pada gambar di atas, maka:
Bab 8: Geometri Bidang
421
i.
𝛼 + 𝛽 = 90𝑜
ii.
berlaku hukum pythagoras, 𝑎2 + 𝑏 2 = 𝑐 2
iii.
didefinisikan beberapa fungsi trigonometri: -
sin 𝛼 =
𝑎 𝑐
-
cos 𝛼 =
𝑏 𝑐
-
tan 𝛼 =
𝑎 𝑏
=
sin 𝛼 cos 𝛼
Dari definisi tentang fungsi trigonometri di atas, berikut ini dibuat tabel nilai sin 𝛼, cos 𝛼, dan tg 𝛼 untuk sudut-sudut α yang istimewa. Definisi fungsi trigonometri ini, akan dipakai pada akhir bab. 𝛼 sin 𝛼
0o 0
30o 1 2
cos 𝛼
1
tan 𝛼
0
3 2 3 3
45o
60o
2 2 2 2 1
3 2 1 2 3
90o 1 0
-30o 1 − 2
-45o
-60o
-90o 2 3 −1 − − 2 2 1 0 3 2 2 2 2 −1 3 − 3 − 3
Segitiga sama kaki (isosceles triangle) adalah suatu segitiga dengan dua sisinya sama panjang, seperti tampak pada gambar dibawah ini.
422
Bab 8: Geometri Bidang
Jika dipunyai segitiga sama kaki seperti tampak pada gambar di atas, maka: i.
a = b,
ii.
𝛼 = 𝛽,
iii.
garis ketinggian segitiga CD memotong segmen garis alas AB di tengah-tengah, atau panjang AD = panjang DB,
iv.
keliling segitiga 𝐾 = 2𝑎 + 𝑐
v.
tinggi t dapat ditentukan sebagai berikut. 𝑡=
𝑎2 −
𝑐 2
2
Segitiga sama sisi ketiga sisinya sama panjang
Jika dipunyai segitiga sama kaki seperti tampak pada gambar di atas, maka: i.
a=b=c
ii.
𝛼 = 𝛽 = 𝛾 = 60𝑜
iii.
garis ketinggian segitiga CD memotong segmen garis alas AB di tengah-tengah, atau panjang AD = panjang DB.
iv.
keliling segitiga 𝐾 = 3𝑎
vi.
tinggi t dapat ditentukan sebagai berikut.
Bab 8: Geometri Bidang
423
𝑡=
𝑎2 −
𝑎 2
2
=
𝑎 3 2
CONTOH 8.2.3 Misal dipunyai segitiga seperti tampak pada gambar berikut ini.
Tentukan besarnya sudut α !
Penyelesaian: Jumlahan sudut – sudut dalam segitiga adalah 180o, atau 𝛼 + 𝛽 + 𝛾 = 180𝑜 ⇒ 𝛼 + 53𝑜 + 25𝑜 = 180𝑜 ⇒ 𝛼 = 180𝑜 − 53𝑜 − 25𝑜 = 102𝑜
CONTOH 8.2.4 Suatu segitiga ABC dengan panjang sisi masing – masing adalah a = 45 cm, b = 37 cm, dan c = 57 cm. Tentukan keliling segitiga tersebut !
424
Bab 8: Geometri Bidang
Peny elesaian: Keliling segitiga adalah 𝐾 = 𝑎 + 𝑏 + 𝑐 = 45𝑐𝑚 + 37𝑐𝑚 + 57𝑐𝑚 = 139𝑐𝑚
CONTOH 8.2.5 Suatu penggaris berbentuk segitiga siku-siku dengan panjang sisi-sisi yang diketahui seperti tampak pada gambar berikut ini.
Tentukan keliling dari penggaris tersebut !
Penyelesaian: Sisi miring (hypotenuse) belum diketahui, dapat dicari dengan menggunakan rumus pythagoras. 𝑐=
𝑎2 + 𝑏 2 =
42 + 32 = 25 = 5
Jadi keliling dari penggaris tersebut adalah 𝐾 = 4𝑐𝑚 + 3𝑐𝑚 + 5𝑐𝑚 = 12𝑐𝑚
Bab 8: Geometri Bidang
425
8.2.4 Lingkaran Bentuk-bentuk benda yang berupa lingkaran sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perhatikan bentuk roda kendaraan, jam tangan yang bulat, medali, uang logam merupakan contoh benda-benda yang berbentuk lingkaran. Bentuk lingkaran diperoleh dengan menentukan tempat kedudukan atau himpunan semua titik-titik yang berjarak tetap terhadap sebuah titik (Gambar 8.2.4). Titik tetap (xo,yo) tersebut dikatakan pusat lingkaran dan jarak r
tersebut dikatakan jari-jari
lingkaran.
Gambar 8.2.4 Lingkaran
Keliling sebuah lingkaran sama dengan dua kali dikalikan dengan jari-jarinya, atau ditulis :
K 2 r
426
Bab 8: Geometri Bidang
RANGKUMAN
Keliling suatu bangun datar yang tertutup merupakan jumlah panjang sisi-sisinya, dapat juga dikatakan bahwa keliling suatu bangun datar adalah jarak yang ditempuh bila suatu bangun dikitari sampai kembali ke tempat semula.
Keliling untuk persegi panjang : K 2 p 2l 2 p l
Keliling Persegi
: K 2s 2s 4s
Keliling Jajaran genjang
: K 2 p l
Keliling Segitiga
: K abc
Keliling Layang-layang
: K 2 p l
Keliling Trapesium
: K k l mn
Keliling Lingkaran
: K 2 r
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 88--22 1. Tentukan keliling dari bangun datar dibawah ini: a. Persegi Panjang dengan panjang = 6 cm, lebar = 3 cm b. Persegi dengan sisi = 4 cm c. Jajajaran genjang panjang = 12 cm, lebar = 8 cm d. Lingkaran dengan jari-jari = 5 cm 2. Sebuah jendela berbentuk persegi panjang dengan panjang = 2,4 m dan lebar 1,8 m. Diatas jendela diberi lengkungan setengah lingkaran. a. Tentukan keliling jendela b. Jika harga bahan Rp
42.500,-/m dan ongkos pembuatan
jendela Rp 55.000,-. Tentukan harga jendela tersebut.
Bab 8: Geometri Bidang
427
3. Sebuah pagar berbentuk seperti gambar di bawah ini, bagian atas pagar diberi hiasan segi tiga sama sisi.
0,5 m 3m
5m
Jika harga bahan Rp 35.000,-/m, ongkos pembuatan Rp 225.000,tentukan harga pagar. 4. Sebuah taman berbentuk persegi panjang dengan panjang 15 m dan lebar 10 m, keliling taman diberi pagar seperti pada soal 3. Berapa beaya yang dibutukhan untuk memberi pagar taman tersebut.
8.3 Luas Bangun Datar 8.3.1 Persegi dan Persegi Panjang Bangun datar yang berbentuk persegi panjang adalah bangun datar segi empat dengan sudut siku disetiap sudutnya, dimana mempunyai ukuran panjang dan lebar. Sedangkan persegi adalah keadaan khusus dari persegi panjang yaitu ukuran panjang dan lebar adalah sama. Seperti terlihat pada Gambar 8.1.2. Luas dari persegi panjang adalah banyaknya besaran turunan yang dapat menutupi permukaan persegi panjang. Kalau panjang dari persegi panjang adalah p satuan dan lebar
428
Bab 8: Geometri Bidang
dari persegi panjang adalah l satuan, maka luas persegi panjang tersebut adalah:
L pl Sedangkan luas dari persegi adalah sisi (s) dikalikan dengan sisi (s) dan dinyatakan dengan:
L s s s2
CONTOH 8.3.1 Tentukan luas dari persegi panjang dengan panjang 8 cm & lebar 4 cm Penyelesaian:
L p l 8 cm 4 cm 32 cm 2
CONTOH 8.3.2 Tentukan luas dari persegi dengan panjang sisi 4 m Jawab
L s s 4 m 4 m 16 m 2
8.3.2 Segitiga Perhatikan Gambar 8.3.1. Terlihat pada gambar bahwa Luas segi tiga ABC sama dengan ½ luas persegi panjang ADCF ditambah ½ luas persegi panjang DBFC maka luas segi tiga ABC sama dengan ½ luas persegi panjang ADCE dan DBFC. Sehingga luas segitiga dapat dirumuskan sebagai berikut :
Bab 8: Geometri Bidang
429
Gambar 8.3.1 Segi tiga siku-siku
L
1 ( AB) (CD) 2
Jika panjang alas (AB) segi tiga ABC adalah a dan Panjang dari garis tinggi CD adalah t, maka luas segitiga ABC dapat ditulis:
L
1 a t 2
CONTOH 8.3.3 Tentukan luas segitiga yang panjang alasnya 8 cm dan tinggi 4 cm Jawab
L 1 a t 1 8 cm 4 cm 16 cm 2 2 2
8.3.3 Jajaran Genjang Untuk mendapatkan luas jajaran genjang perhatikan Gambar 8.3.2. Buat garis tinggi dari sepasang sisi yang sejajar. Potong bentuk segitiga BFD (sebelah kanan), kemudian geser ke sebelah kiri sampai
430
Bab 8: Geometri Bidang
menempel diatas segitiga AEC, akan membentuk bangun menjadi persegi panjang. Misalkan panjang alas jajaran genjang diketahui a dan tingginya t.
Gambar 8.3.2 Jajaran genjang dan persegi panjang yang dibentuk dari potongan segitiga dari jajaran genjang. Jadi luas jajajaran genjang dinyatakan dengan:
L at CONTOH 8.3.4 Tentukan luas jajaran genjang yang panjang alas 8 cm dan tinggi 4 cm. Penyelesaian:
L a t 8 cm 4 cm 32 cm 2
8.3.4 Layang-Layang Luas layang-layang dicari dengan membuat garis diagonal-diagonalnya, kemudian memotong salah satu diagonalnya. Dari potongan ini terdapat dua segitiga yang panjang alas sama dengan diagonal dan tinggi dari
Bab 8: Geometri Bidang
431
kedua segitiga sama dengan panjang diagonal yang lain seperti terlihat pada Gambar 8.3.3.
Gambar 8.3.3 Layang-layang dipotong menjadi dua segitiga 1 2
Luas segitiga BCD (potongan atas) adalah 𝐿△𝐵𝐶𝐷 = 𝑙 × 𝑝2 1 2
Luas segitiga ABC (potongan bawah) adalah 𝐿△𝐴𝐵𝐶 = 𝑙 × 𝑝1 Luas layang-layang: 1
1
1
1
2
2
2
2
𝐿△𝐵𝐶𝐷 + 𝐿△𝐴𝐵𝐶 = 𝑙 × 𝑝2 + 𝑙 × 𝑝1 = 𝑙 𝑝1 + 𝑝2 = 𝑙 × 𝑝 Jadi luas layang-layang: 1 2
𝐿𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔 −𝑙𝑎𝑦𝑎 𝑛𝑔 = 𝑙 × 𝑝
CONTOH 8.3.5 Tentukan luas layang-layang yang panjang diagonalnya 10 cm dan tinggi 6 cm.
432
Bab 8: Geometri Bidang
Penyelesaian: 1 2
1 2
𝐿𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔 −𝑙𝑎𝑦𝑎𝑛𝑔 = 𝑙 × 𝑝 = 6 × 10 = 30 cm2.
8.3.5 Trapesium Perhatikan Gambar 8.3.4. Penghitungan luas trapesium dengan membuat dua garis tinggi dari alas trapesium, bidang dipotong mengikuti garis tinggi, dengan demikian ada dua bidang datar berbentuk segitiga dan satu berbentuk persegi panjang.
Gambar 8.3.4 Trapesium dan Tiga Potongan Luas trapesium adalah jumlahan dari L1 + L2 + L1, dengan
L1 =
1 c t 2
L2 = b t
L3 =
Bab 8: Geometri Bidang
1 d t 2
433
1 1 c t + b t + d t 2 2
Ltrap =
1 1 = t c b d 2 2 1 1 = t c b d c d , panjang a c b d 2 2 1 = t a c d , panjang c d a b 2
Ltrap =
1 t a b 2
CONTOH 8.3.6 Tentukan luas trapesium dengan tinggi 4 cm, alas 6 cm dan 5 cm. Jawab
Ltrap =
1 1 t a b = 4 6 5 22 cm 2 2 2
8.3.6 Lingkaran Bentuk-bentuk benda yang berupa lingkaran sering anda jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Perhatikan bentuk roda kendaraan, jam tangan yang bulat, medali, uang logam merupakan contoh benda-benda yang berbentuk lingkaran. Bentuk Lingkaran diperoleh dengan menentukan tempat kedudukan atau himpunan semua titik-titik yang berjarak tetap terhadap sebuah titik (Gambar 8.2.4). Titik tetap (xo,yo) tersebut
434
Bab 8: Geometri Bidang
dikatakan Pusat lingkaran dan jarak r
tersebut dikatakan jari-jari
lingkaran.
Gambar 8.3.5 Lingkaran Luas sebuah lingkaran sama dengan dikalikan dengan kuadrat jarijarinya, atau ditulis :
L r2 CONTOH 8.3.7 Tentukan luas lingkaran dengan jari-jari 4 cm. Jawab
L r 2 4 16 cm 2 2
RANGKUMAN
Luas dari bidang datar adalah banyaknya besaran turunan yang dapat menutupi permukaan bidang datar tersebut.
Luas untuk persegi panjang
: L pl
Luas Persegi
: L s s s2
Bab 8: Geometri Bidang
435
Luas Jajaran genjang
: L at
Luas Layang-layang
: L 1 d1 d 2
Luas Trapesium
: Ltrap =
Luas Lingkaran
2 : L r
2
1 t a b 2
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 88--22 1. Tentukan luas dari bangun datar dibawah ini: a. Persegi dengan sisi 3 cm b. Persegi panjang dengan panjang 5 cm, lebar 2 cm c. Segi tiga dengan alas 8 cm dan tinggi 7 cm d. Lingkaran dengan jari-jari 6 cm
2. Tentukan luas tanah pada gambar dibawah ini
3. Paving dengan ukuran 4 x 8 cm digunakan untuk menutup halaman sekolah yang berukuran 8 x 10 m a. Berapa banyak paving yang dibutuhkan b. Jika harga paving Rp 2.500,-/buah berapa harga paving seluruhnya.
436
Bab 8: Geometri Bidang
c. Ongkos pemasangan paving Rp 25.000,-/m2 Berapa beaya yang dibutuhkan d. Agar lebih bagus digunakan paving merah sebanyak 12 m2 dengan harga Rp 2750,-/buah, berapa harga paving seluruhnya 4. Sebuah teras dari cor berbentuk persegi panjang dan diatasnya diberi setengah lingkaran seperti gambar dibawah, dengan ketebalan 5 cm tiap meter persegi membutuhkan semen 6 kg, harga semen yang berisi 50 kg Rp 48.000,a. Berapa luas teras b. Berapa kg semen yang dibutuhkan c. Berapa biaya untuk membeli semen
8.4
T ransformasi Geometri
Transformasi geometri adalah pemindahan obyek bidang datar dari tempat asal ketempat yang lain. Terdapat empat bentuk transformasi geometri yaitu: Translasi (pergeseran) Rotasi (putaran) Refleksi (pencerminan) Dilatasi (Perbesaran atau perkecilan)
8.4.1 Translasi Translasi atau pergeseran adalah bentuk transformasi untuk memindahkan suatu obyek pada bidang datar dengan jarak dan arah tertentu.
Bab 8: Geometri Bidang
437
Panjang jarak dan arah pada translasi dinyatakan oleh vektor AB atau
a
pasangan berurutan . b
Suatu translasi dari R 2 (ruang dimensi dua) ke R 2 didefinisikan oleh pemetaan:
T : R2 R2
a
Titik P x, y ditranslasikan oleh T b artinya titik P x, y dipetakan ke titik P ' x ' , y ' sehingga berlaku hubungan:
x ' x a y ' y b
Hubungan ini mengandung pengertian: 1. Jika a 0 maka arah pergeseran kekanan dan jika a 0 arah pergeseran kekiri. 2. Jika b 0 maka arah pergeseran keatas dan jika b 0 arah pergeseran kebawah. Secara geometri diperlihatkan pada Gambar 8.5.1.
438
Bab 8: Geometri Bidang
Gambar 8.5.1 Translasi Titik P x, y ke P ' x ' , y ' CONTOH 8.4.1
2
Tentukan bayangan titik P2,5 dan Q 3,1 oleh translasi T 3 Jawab Untuk titik P: P2,5 P ' 2 2, 5 3 P ' 4, 2 Untuk titik Q: Q 3,1 Q ' 3 2,1 3 P ' 1, 4
CONTOH 8.4.2 2 Tentukan hasil translasi dari persamaan parabola y x oleh translasi
1 T , Gambarkan grafik sebelum dan sesudah translasi. 3 Penyelesaian: Persamaan translasi adalah:
Bab 8: Geometri Bidang
439
x ' x 1 x x '1 y ' y 3 y y '3 Substitusikan persamaan translasi ke persamaan parabola didapat:
y x2
y '3 x '1
2
y ' x ' 2 x '1 3 2
y ' x' 2 x ' 4 2
Grafik parabola asal dan hasil translasi diperlihatkan pada gambar 8.5.2
y
y ' x' 2 x '4 2
y x2
y x 2 2 x 1 -1
x
Gambar 8.5.2 Grafik Parabola dan hasil Translasi 2 Pertama kita gambarkan grafik y x , grafik ini digeser ke-kiri sejauh
satu satuan (gambar garis putus-putus), kemudian dilanjutkan digeser ke-atas sejauh tiga satuan (gambar garis tebal).
440
Bab 8: Geometri Bidang
CONTOH 8.4.3
a
Bayangan titik a 2b, a b oleh translasi adalah titik 8,1 b Tentukan bayangan titik 2b, a 1 oleh translasi yang sama.
Jawab. Bentuk translasi sebagai berikut:
a 2b a 8 a b b 1 a 2b a 8 2a 2b 8 …….. …….. (1) a b b 1
a 2b 1 …………….. (2)
Dari persamaan (1) dan (2) didapat a 3 dan b 1 , Oleh krena itu titik 2b, a 1 = 2, 4 . Bayangan titik 2, 4 oleh translasi
3 adalah: 1
x 2 3 1 y 4 1 3
a 3
Jadi, bayangan titik 2, 4 oleh tranlasi = adalah 1, 3 1 b
Bab 8: Geometri Bidang
441
8.4.2 Rotasi Rotasi adalah bentuk transformasi geometri untuk memindahkan obyek dengan cara pemutaran. Untuk melakukan rotasi diperlukan titik pusat, besar sudut dan arah sudut rotasi. Arah putaran sudut positif berlawanan dengan jarum jam, sebaliknya untuk arah sudut yang negatif putaran searah dengan jarum jam. Gambar 8.5.3 memperlihatkan bangun segitiga dirotasikan dengan pusat titik O 0, 0 , sudut putar sebesar searah jarum jam.
O
Gambar 8.5.3 Segitiga dirotasi pusat O sebesar searah jarum jam Misalkan titik P x, y diputar dengan titik pusat O 0, 0 dengan sudut putar sebesar berlawanan arah jarum jam, untuk mendapatkan titik hasil rotasi yaitu titik P ' x ' , y ' perhatikan Gambar 8.5.4.
y
P ' x ' , y '
y'
r
y
O
P x, y
x'
r
x
x
Gambar 8.5.4 Rotasi titik P x, y ke P ' x ' , y '
442
Bab 8: Geometri Bidang
OP = OP‟ = r, XOP , POP'
x r cos , y r sin
x ' r cos r cos cos sin sin r cos cos r sin sin x cos y sin
y ' r sin r sin cos cos sin r sin cos r cos sin y cos x sin x sin y cos Jadi,
x ' x cos y sin y ' x sin y cos
Dalam bentuk matriks persamaan diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:
x ' cos y ' sin cos sin
Bentuk matriks
Bab 8: Geometri Bidang
sin x cos y sin disebut matriks rotasi RO, . cos
443
CONTOH 8.4.4 Diberikan titik-titik A2, 4 , B 3, 5 dan C 0, 3 diputar dengan sudut seperempat putaran berlawanan arah jarum jam, pusat sumbu sumbu putar O. Tentukan bayangannya !. Jawab. Persamaan rotasi dengan 900 dengan pusat sumbu O adalah:
x ' cos90 0 sin 90 0 2 3 0 0 cos90 0 4 5 3 y ' sin 90 0 1 2 3 0 1 0 4 5 3 4 5 3 2 3 0 Jadi,
A ' 4, 2 ,
B ' 5, 3 dan C ' 3, 0
Sekarang kita bahas jika titik pusat putar bukan O 0, 0 , misal P a, b . Penyelesaian masalah ini sama dengan mentranslasikan O 0, 0 ke titik P a, b , sehingga didapat persamaan:
x 'a x a cos y b sin y 'b x a sin y b cos atau dalam bentuk matriks:
x 'a cos y 'b sin
444
sin x a cos y b
Bab 8: Geometri Bidang
CONTOH 8.4.5 Tentukan bayangan dari persamaan parabola y x 2 diputar dengan sudut putar sebesar 90 0 berlawanan arah jarum jam, titik pusat 2, 0 Jawab. Pusat rotasi 2, 0 , besar sudut putar 90 0 berlawanan arah jarum jam, persamaan rotasi:
x '2 x 2 cos 90 0 y 0sin 90 0 y '0 x 2sin 90 0 y 0 cos 90 0
x ' 2 x 2 0 y 1 y ' 0 x 21 y 0
x' 2 y y ' x 2
y 2 x' x y '2
Substitusikan ke persamaan parabola
y x 2 didapat persamaan
bayangan:
2 x ' y '22 atau
x ' y ' 4 y '2 2
2 Jadi bayangan dari persamaan parabola y x yang diputar dengan
sudut putar sebesar 90 0 berlawanan arah jarum jam, titik pusat 2, 0
2
adalah x y 4 y 2 .
Bab 8: Geometri Bidang
445
8.4.3 Refleksi (Pencerminan) Refleksi (pencerminan) adalah bentuk transformasi geometri yang memindahkan obyek menjadi bayangan seperti di depan cermin. Misal suatu segitiga dicerminkan terhadap garis l, seperti pada Gambar 8.5.5.
l B A
C
B' A'
C'
Gambar 8.5.5 Segitiga ABC dicerminkan terhadap l
Pencerminan titik terhadap sumbu cermin, jarak titik asal ke sumbu cermin sama dengan jarak titik bayangan ke sumbu cermin. Pada koordinat Kartesius, titik P x, y dicerminkan terhadap sumbu x dan sumbu y hasil dari pencerminan diperlihatkan pada Gambar 8.5.6.
y P " x, y
P x, y
x P ' x, y
Gambar 8.5.6 Pencerminan P x, y terhadap sumbu koordinat
446
Bab 8: Geometri Bidang
Titik P x, y dicerminkan terhadap sumbu x menghasikan P ' x, y , bentuk persamaan hasil pencerminan ini adalah:
x ' x x ' 1x 0 y y ' y y ' 0 x 1 y Dinyatakan dalam bentuk persamaan matriks:
x ' 1 0 x y ' 0 1 y 1 0 disebut matriks pencerminan terhadap sumbu x. 0 1
Matriks
Dengan cara yang sama dapat dicari bentuk-bentuk matriks pencerminan pada sumbu-sumbu cermin yang lain, untuk memudahkan mempelajari pencerminan bentuk-bentuk matriks pencerminan ditulis dalam tabel 8.5.1 Tabel 8.5.1 Matriks Transformasi Pencerminan Transformasi Pencerminan terhadap sumbu x Pencerminan terhadap sumbu y Pencerminan terhadap Pusat sumbu O 0, 0 Pencerminan terhadap garis y x Pencerminan terhadap garis y x
Bab 8: Geometri Bidang
Bentuk Matriks
Pemetaan
1 0 0 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0
x, y x, y x, y x, y
x, y x, y x, y y , x x, y y, x
447
Selanjutnya, pengembangan pencerminan dengan mengganti sumbu cerminnya. Hasil pencerminan terhadap beberapa sumbu cermin adalah sebagai berikut: Sumbu cermin garis x h
P x, y hasil pencerminan (bayangan) adalah: P ' 2h x, y Sumbu cermin garis y k
P x, y hasil pencerminan (bayangan) adalah: P ' x, 2k y Sumbu cermin garis y mx , bentuk matriks pencerminan:
M y mx
1 1 m 2 m 2 1 2m
2m m 2 1
CONTOH 8.4.6 Diberikan titik-titik A2, 4 , B 3, 5 dan C 0, 3 . Tentukan bayangannya jika jika dicerminkan terhadap garis y x Jawab.
0 1 1 0
Matriks pencerminan terhadap garis y x adalah:
Persamaan matriks untuk titik-titik A2, 4 , B 3, 5 dan C 0, 3
x ' = y '
0 1 2 3 0 = 1 0 4 5 3
4 5 3 2 3 0
Jadi hasil pencerminan didapat: A ' 4, 2 , B5, 3 dan C 3, 0
448
Bab 8: Geometri Bidang
CONTOH 8.4.7 Tentukan bayangan titik
3, 7
jika dicerminkan terhadap garis
2x y 3 0 Jawab. Ubah persamaan garis 2 x y 3 0 menjadi y 2 x 3 .
0
Garis y 2 x 3 diperoleh dari garis y 2 x ditranslasi oleh T 3 Bayangan
3, 7
dapat dicari dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
0
1. Translasikan titik 3, 7 dengan T diperoleh: 3, 4 3 2. Tentukan matriks pencerminan garis y 2 x
M y 2x
1 1 2 2 2 2 1 2.2
3. Cerminkan titik
2.2 1 3 4 = 2 2 1 5 4 3
3, 4
terhadap garis
y 2 x dengan
menggunakan matriks pada 2. diperoleh:
x 1 3 4 3 = = y 5 4 3 4
5 x, y 5, 0 0 0
4. Translasikan titik 5, 0 dengan T diperoleh 5, 3 3 Jadi hasil refleksi 3, 7 terhadap garis 2 x y 3 0 adalah: 5, 3
Bab 8: Geometri Bidang
449
8.4.4 Dilatsi Dilatasi adalah bentuk transformasi geometri yang memperbesar atau memperkecil obyek tanpa mengubah bentuk obyek tersebut. Untuk melakukan dilatasi diperlukan pusat dilatasi dan faktor pengali atau skala. Jika skala > 1 maka bentuk obyek diperbesar, sebaliknya jika skal < 1 maka obyek diperkecil. Perhatikan Gambar 8.5.7, suatu titik P x, y dilakukan dilatasi dengan pusat O 0, 0 dengan skala a.
P " x" , y"
y y"
P x, y
y P ' x ' , y ' y'
O
x'
x
x"
x
Gambar 8.5.7 Dilatasi titik P x, y
a 1menghasikan P ' x' , y ' , a 1 menghasikan P" x" , y" Persamaan dilatasi dengan pusat O 0, 0 dan k skala dinyatakan dalam bentuk:
x ' k x y ' k y Persamaan matriksnya adalah:
450
Bab 8: Geometri Bidang
x ' = y '
k 0 x 0 k y
k 0 disebut matriks dilatasi DO, k 0 k
Matriks
Untuk dilatasi dengan pusat Pa, b dengan skala k dan ditulis
DP, k bentuk persamaannya adalah: x ' a k x a y ' b k y b Persamaan dalam bentuk matriks adalah:
x ' = y '
a k 0 x a + b 0 k y b
CONTOH 8.4.8 Tentukan bayangan titik 6, 8 oleh dilatasi: a.
DO, 2
b.
1 D O , 2
Jawab a. Titik
6, 8
dilatasi DO, 2 , gunakan persaman matriks
dilatasi didapat:
x ' = y '
2 0 6 = 0 2 8
12 16
Jadi, hasil dilatasi 12 ,16
Bab 8: Geometri Bidang
451
b. Titik
6, 8
1 dilatasi D O , , gunakan persaman matriks 2
dilatasi didapat:
x ' = y '
1 2 0
0 6 = 1 8 2
3 4
Jadi, hasil dilatasi 3, 4 CONTOH 8.4.9 Tentukan bayangan dari persegi ABCD dengan titik sudut A2, 2 ,
B 2, 2 , C 2, 2 dan D2, 2 jika dilakukan dilatasi dengan pusat titik C dengan skala 2 Jawab. Bentuk dilatasi adalah: DC , 2 Persamaan matriks dilatasi untuk titik-titik: A2, 2 ,
B 2, 2 ,
C 2, 2 dan D2, 2 adalah:
x ' = y '
2 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 + 2 0 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 + 2
=
2 0 4 0 0 4 0 2 4 4 0 0
6 2 2 6 6 6 2 2
=
Titik-titik hasil dilatasi:
A ' 6, 6 , B ' 2, 6 , C ' 2, 2 dan
D ' 6, 2 .
452
Bab 8: Geometri Bidang
RANGKUMAN
Transformasi geometri adalah pemindahan obyek bidang datar dari tempat asal ketempat yang lain
Terdapat empat bentuk transformasi geometri yaitu : Translasi (pergeseran), Rotasi (putaran), Refleksi (pencerminan) dan Dilatasi (Perbesaran atau perkecilan).
Translasi atau pergeseran adalah bentuk transformasi untuk memindah-kan suatu obyek pada bidang datar dengan jarak dan arah tertentu.
Rotasi
adalah
bentuk
transformasi
geometri
untuk
memindahkan obyek dengan cara pemutaran. Untuk melakukan rotasi diperlukan titik pusat, besar sudut dan arah sudut rotasi.
Refleksi (pencerminan) adalah bentuk transformasi geometri yang memindahkan obyek menjadi bayangan seperti di depan cermin.
Dilatasi
adalah
bentuk
transformasi
geometri
yang
memperbesar atau memperkecil obyek tanpa mengubah bentuk obyek tersebut. Untuk melakukan dilatasi diperlukan pusat dilatasi dan faktor pengali atau skala.
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 88--55 1. Diberikan koordinat titik segi tiga (0,0), (2,0) dan (2,3). Tentukan koordinat titik segi tiga jika dikenakan transformasi:
1
a. Translasi: T 4
Bab 8: Geometri Bidang
453
3
b. Translasi: T 2 c. Rotasi titik pusat O dengan 600 d. Rotasi titik pusat O dengan 2400 e. Refleksi (pencerminan) terhadap titik O, sumbu x dan sumbu y f.
Refleksi (pencerminan) terhadap garis y = x , y = -x dan x = 2
g. Dilatasi dengan titik pusat O dan faktor skala: 3 dan 1/2 2. Titik A(2,-4) dengan translasi
m T menjadi A‟(-1,2). n
Tentukan m dan n 3. Diberikan persamaan parabola y x 2 1 , tentukan persamaan yang sesuai dan sket grafik jika ditransformasikan dengan:
1
a. Translasi: T 1 b. Rotasi titik pusat O dengan 900 c. Rotasi titik pusat P(0,1) dengan 1800 d. Refleksi (pencerminan) terhadap titik O, sumbu x dan sumbu y 4. Tentukan matriks refleksi terhadap garis x = h dan y = k
8.5 K omposisi T ransformasi
Kita dapat melakukan beberapa transformasi, misal pertama suatu obyek ditranslasi dengan T1 kemudian dilanjutkan translasi yang kedua dengan T 2 yang dinyatakan dengan
T2 T1 x, y ,
bentuk ini
dinamakan komposisi dua translasi. Bentuk komposisi transformasi
454
Bab 8: Geometri Bidang
yang lain dengan menggabungkan bentuk-bentuk transformasi yang telah dipelajari pada subbab 8.5.
8.5.1 Komposisi Translasi
a
c
Misal diberikan translasi T1 dan T2 , komposisi dua b d translasi T1 dan T 2 dinyatakan:
a c a c + = b d b d
T2 T1 =
c a c a + = d b d b
T1 T2 =
Karena jumlah bilangan bersifat komutatif, maka:
T2 T1 = T1 T2 Catatan
T2 T1 artinya obyek ditranslasi oleh T1 dilanjutkan dengan T2 T1 T2 artinya obyek ditranslasi oleh T2 dilanjutkan dengan T1
Walaupun memberi hasil yang sama tetapi penekanan pada urutan pengerjaan translasi.
8.5.2 Komposisi Rotasi Misalkan titik P x, y dilakukan rotasi oleh R1 O, 1 kemudian dilanjutkan dengan R1 O, 2 , komposisi rotasi dari R1 dilanjutkan dengan R 2 dinyatakan:
Bab 8: Geometri Bidang
455
cos1 sin 1 sin 1 cos1
R2 R1 x, y =
cos1 cos 2 sin 1 sin 2 sin 1 cos 2 cos1 sin 2
=
cos 2 sin 2
sin 2 x cos 2 y
cos1 sin 2 sin 1 cos 2 x sin 1 sin 2 cos1 cos 2 y
cos1 2 sin 1 2 x sin 1 2 cos1 2 y
=
Jadi, merotasikan suatu obyek menggunakan komposisi rotasi berarti merotasikan obyek tersebut dengan jumlah sudut masing-masing rotasi. Secara geometri diperlihatkan pada gambar 8.6.1
P" P'
2
1 P O Gambar 8.6.1 Komposisi Rotasi Titik P dirotasikan pusat O besar sudut 1 didapat P ' dilanjutkan rotasi pusat O besar sudut 2 didapat P " atau dapat dilakukan dengan pusat O dengan besar sudut rotasi 1 + 2 .
456
Bab 8: Geometri Bidang
8.5.3 Komposisi Refleksi (Pencerminan) Misalkan titik P x, y dilakukan refleksi terhadap garis
xk
kemudian dilanjutkan dengan x h , komposisi refleksi dari M 1 dilanjutkan dengan M 2 dinyatakan:
M 2 M 1 x, y =
M 2 M 1 x, y
= M 2 2k x, y = 2h 2k x , y = 2h k x, y Secara geometri hasil dari komposisi M 2 M 1 x, y terhadap garis
x k dilanjutkan dengan x h diperlihatkan pada gambar 8.6.2.
y P x, y P' 2k x, y
P" 2h k x, y
x xk
xh
Gambar 8.6.2 Komposisi Refleksi terhadap dua garis sejajar
Bagaimana jika titik P x, y direfleksikan terhadap sumbu koordinat, untuk itu perhatikan gambar 8.6.3 dibawah ini. Titik
P x, y
direfleksikan terhadap sumbu y menghasilkan P' x, y dilanjutkan terhadap sumbu x menghasilkan P" x, y . Bagaimana jika P x, y direfleksikan terhadap sumbu x dilanjutkan sumbu y, dicoba sendiri sebagai latihan.
Bab 8: Geometri Bidang
457
y P ' x, y
P x, y
x P" x, y
Gambar 8.6.3 Refleksi terhadap sumbu y dilanjutkan sumbu x
8.5.4 Komposisi Lebih Dari Dua Transformasi Setelah kita mengerti komposisi dua transformasi, untuk mempelajari komposisi lebih dari dua transformasi sangatlah mudah. Hal penting untuk diingat adalah operasi transformasi mana yang lebih dahulu dikerjakan dan bentuk serta operasi dari matriks transformasi. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh dibawah ini. CONTOH 8.5.1
1
Titik P2, 3 ditranslasikan terhadap T , dilanjutkan rotasi 1 dengan titik pusat O dengan 900 , selanjutnya direfleksikan terhadap sumbu x. Jawab Urutan dan hasil transformasi adalah:
458
Bab 8: Geometri Bidang
1 M sumbu x RO, 900 T 2,3 = 1
1
= M sumbu x RO, 900 T 2,3 2
M
=
sumbu x
1 2 RO, 900 2 3 1 5
5
= M sumbu x RO , 900
0 1 1 1 0 5
= M sumbu x
= M sumbu x 1 1 0 5 0 1 1
=
5 1
=
Jadi titik P2, 3 hasil dari tiga transformasi berurutan: 5,1
RANGKUMAN
Komposisi Transformasi geometri adalah menggabungkan dua atau lebih bentuk-bentuk transformasi.
Bab 8: Geometri Bidang
459
Komposisi translasi dinotasikan T2 T1 , artinya obyek ditranslasi oleh T1 dilanjutkan dengan T 2 dan berlaku
T2 T1 = T1 T2 .
Misalkan titik P x, y dilakukan rotasi oleh R1 O, 1 kemudian dilanjutkan dengan R1 O, 2 , maka disebut dengan komposisi rotasi dari R1 dilanjutkan dengan R 2 , ditulis R2 R1
Misalkan titik P x, y dilakukan refleksi terhadap garis
x k kemudian dilanjutkan dengan x h , komposisi refleksi dari M 1 dilanjutkan dengan M 2 dinyatakan
M 2 M 1 SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 88--66 1. Carilah nilai p dan q dalam masing-masing persamaan berikut ini a.
3 p 1 4 q 6
b.
p 4 1 3 q 4
c.
p 1 2 p 2 q 3 q
2. Carilah peta dari titik dan transformasi yang ditentukan dibawah ini a. Titik (2, - 4) oleh pencerminan berturutan terhadap garis
x 3 kemudian terhadap garis x 7
460
Bab 8: Geometri Bidang
b. Titik (-3, 2) oleh pencerminan berturutan terhadap garis
y 1 kemudian terhadap garis y 5 c. Jika (5, 1) (1, 1) oleh pencerminan berturutan terhadap
x 4 , kemudian x h , carilah h 3. Misalkan refleksi terhadap sumbu x adalah X dan refleksi terhdapa garis y x adalah M a. Berilah transformasi tunggal yang ekuivalen dengan M X , dan tulislah peta dari P a, b b. Tulislah matriks A dan yang berkaitan dengan X dan M, dan periksa apakah BA merupakan matriks yang berkaitan dengan
MX c. Periksa apakah AB BA 4. Carilah matriks yang berkaitan dengan pencerminan terhadap sumbu y dilanjutkan dengan setengah putaran terhadap pusat. Periksa hasilnya secara geometri.
3 4 memberikan transformasi 3
5. Perlihatkan bahwa matriks 4
yang sama dengan dilatasi O , 5 dilanjutkan dengan rotasi sebesar suatu sudut lancip terhadap pusat, dimana tan transformasi-transformasi
dalam
komposisi
3 . Apakah 4
tersebut
bersifat
komutatif ?.
8.6 P enerapan Geometri Bidang Penerapan dalam kehidupan sehari-hari perlu diperhatikan kondisi yang ada di Lapangan, penghitungan yang eksak harus dibulatkan keatas.
Bab 8: Geometri Bidang
461
Contoh pada pemasangan keramik untuk lantai rumah kurang 3 buah, kita tidak bisa membeli keramik hanya 3 buah tetapi harus satu dos, demikian juga dalam perhitungan yang lain. CONTOH 8.6.1 Perhatikan denah rumah dibawah ini ukuran dalam m, lantai rumah akan dipasang keramik yang berukuran 30 x 30 cm. Satu dos berisi 10 buah keramik, harga satu dos keramik Rp 42.000,-. Ongkos pemasangan Rp 25.000,- per m2 . Tentukan Beaya yang dibutuhkan !.
10
4 2
Jawab
3
3
2 2 Luas lantai adalah: 10 10 m 2 4 m 92 m 2
2 2 1 dos keramik luasnya adalah: 30 30 cm 10 9000 cm
Kebutuhan keramik:
92 m 2 102,222 dos, dibulatkan 103 dos. 0,9 m 2
Beaya yang dibutuhkan: 1. Pembelian keramik: 103 x Rp 42.000,- = R. 4.326.000,2. Ongkos Pemasangan: 92 x Rp 25.000,- = Rp 2.300.000,Total beaya yang dibutuhkan
462
= Rp 6.626.000,-
Bab 8: Geometri Bidang
CONTOH 8.6.2 Sebuah taman yang berukuran 15 m x 10 m diberi pagar yang berbentuk seperti gambar dibawah ini. Bahan pagar dibuat dari besi dengan harga Rp 27.000,-/m. Tentukan harga bahan yang dibutuhkan.
0,5 m 3m
5m
Panjang besi Vertikal (warna biru) = 3 m x 10
= 30 m
Horisontal (warna merah muda) = 5 m x 2 = 10 m Segitiga = 3 x 0,5 m x 9
= 13,5 m
Lingkaran = 9 x 2 x 3,14 x 0,5 m
= 28, 26 m
Jumlah
= 81,76 m
Ukuran pagar taman = 15 m x 10 m Bahan yang dibutuhkan untuk panjang taman: 3 x 81,76 m = 245,28 m Bahan yang dibutuhkan untuk lebar taman Total bahan yang dibutuhkan
: 2 x 81,76 m = 163,52 m = 408,8 m
Harga bahan Rp 27.000,Harga bahan seluruhnya adalah: Rp 27.000,- × 408,8 m = Rp 11.037.600,-
Bab 8: Geometri Bidang
463
RANGKUMAN Banyak permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diselesaikan dengan menerapkan geometri bidang.
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 88--77 1. Tepi-tepi jalan pada gambar dibawah ini dibangun trotoar terbuat dari paving berukuran 10 cm × 4 cm, harga paving Rp 60.000,-/m2, ongkos pemasangan Rp 24.000,-/m2. Tentukan total beaya yang dibutuhkan 1 km Trotoar
3m
0,8 km Trotoar
3m
1 km
2. Anggaran yang tersedia untuk pembangunan jaringan pipa air sebesar Rp 50.000.000,-, pipa yang digunakan berukuran 1 dim dengan panjang 6 m, harga satu lonjor pipa Rp 42.000,-, harga sambungan pipa Rp 5.000,-/buah. Ongkos pemasangan pipa setiap 10 lonjor Rp 45.000,-. Berapa m panjang pipa air yang terpasang. 3. Dinding sebuah hotel dengan luas 15.600 m2 dilakukan pengecatan, 1 galon cat berisi 5 kg cukup digunakan untuk mengecat 15 m 2 . Berapa galon cat yang dibutuhkan. 4. Lantai sebuah lobi hotel berukuran 10 m x 8 m akan dipasang keramik berukuran 40 cm x 40 cm, 1 dos keramik berisi 6 keramik, berapa dos keramik yang dibutuhkan.
464
Bab 8: Geometri Bidang
Bab
9 PELUANG
H
itung peluang mula-mula dikenal pada abad ke-17 yang bermula dari permainan sebuah dadu yang dilempar. Peluang (kemungkinan, probability) dari permukaan
dadu yang tampak ketika dilempar,
diamati dan dihitung,
perhitungan sejenis ini berkembang cukup pesat menjadi teori peluang yang banyak pemakaiannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam berpergian kita sering mempertanyakan apakah terjadi hujan hari ini. Dalam berdagang kita selalu berfikir tentang kemungkinan untuk mengambil keuntungan. Masih banyak contoh lagi yang berkaitan dengan peluang.
Bab 9: Peluang
465
Dalam bab ini siswa akan belajar tentang kaidah pencacahan, permutasi, kombinasi, peluang kejadian, dan pemakaiannya dalam menyelesaikan permasalahan. 9.1 Pengertian Dasar Ruang Sampel adalah himpunan semua kemungkinan hasil dari suatu percobaan, biasanya dilambangkan dengan S. Kejadian adalah suatu himpunan bagian dari ruang sampel. Kejadian dapat terdiri dari satu titik sampel yang disebut kejadian sederhana, sedangkan kejadian yang terdiri dari lebih dari titik sampel disebut kejadian majemuk. Jadi kejadian majemuk merupakan gabungan dari beberapa kejadian sederhana. Ruang nol adalah himpunan bagian ruang sampel yang tidak memuat anggota. Elemen / anggota dari ruang sampel dinamakan titik sampel. Gambar 9.1.1 merupakan diagram ruang sampel 𝑆 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓, 𝑔} yang terdiri dari titik sampel a, b, c, d, e, f, dan g. Kejadian 𝐴 = {𝑎 , 𝑏, 𝑐}, kejadian 𝐵 = {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}, kejadian 𝐶 = {𝑐, 𝑑, 𝑓}, dan 𝐷 = {𝑒} merupakan kejadian bagian dari ruang sampel S.
Gambar 9.1.1 Ruang Sampel 𝑆 = 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓, 𝑔 .
466
Bab 9: Peluang
Irisan dua kejadian A dan B, dinotasikan dengan 𝐴 ∩ 𝐵, adalah kejadian yang memuat semua titik sampel yang ada di A dan juga ada di B. Dua kejadian A dan B dikatakan kejadian saling terpisah (saling asing) apabila dua kejadian tersebut tidak memiliki unsur persekutuan, atau 𝐴 ∩ 𝐵 =
= ∅. Untuk ruang sampel pada Gambar 9.1.1,
𝐴 ∩ 𝐵 = {𝑏, 𝑐}, 𝐴 ∩ 𝐶 = 𝑐 , 𝐴 ∩ 𝐷 = ∅, 𝐵 ∩ 𝐶 = {𝑐, 𝑑}, 𝐵 ∩ 𝐷 = {𝑒}, dan 𝐶 ∩ 𝐷 = ∅. Kejadian A dan D dikatakan saling terpisah. Gabungan dua kejadian A dan B, dinotasikan dengan 𝐴 ∪ 𝐵, adalah kejadian yang memuat semua titik sampel yang ada di A atau B. Untuk ruang sampel pada Gambar 9.1.1, 𝐴 ∪ 𝐵 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}, 𝐴 ∪ 𝐶 = 𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑓 , 𝐴 ∪ 𝐷 = {𝑎, 𝑏, 𝑐, 𝑒}, 𝐵 ∪ 𝐶 = {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓}, 𝐵 ∪ 𝐷 = {𝑏, 𝑐, 𝑑, 𝑒}, dan 𝐶 ∪ 𝐷 = {𝑐, 𝑑, 𝑒, 𝑓}. Komplemen suatu kejadian A, dinotasikan dengan 𝐴′, adalah himpunan semua titik sampel di S yang bukan anggota A. Untuk ruang sampel pada Gambar 9.1.1, 𝐴′ = {𝑑, 𝑒, 𝑓, 𝑔} dan 𝐵′ = {𝑎, 𝑓, 𝑔}.
CONTOH 9.1.1 Pada percobaan pelemparan sebuah dadu, kemungkinan hasil percobaannya adalah: jika ditinjau dari angka yang muncul maka ruang sampelnya adalah 𝑆 = {1, 2, 3, 4, 5, 6} Elemen 1, 2, 3, 4, 5, atau 6 merupakan titik sampel. jika ditinjau dari keadaan angkanya maka ruang sampelnya adalah
Bab 9: Peluang
467
𝑆 = {𝑔𝑒𝑛𝑎𝑝, 𝑔𝑎𝑠𝑎𝑙} Elemen genap atau gasal merupakan titik sampel. CONTOH 9.1.2 Pada percobaan pengambilan sebuah kartu bridge, kemungkinan hasil percobaannya adalah Jika ditinjau dari jenis kartu maka ruang sampelnya adalah S = {♠, ♣, ♥, ♦} Jika ditinjau dari warna kartu maka ruang sampelnya adalah 𝑆 = {𝑀𝑒𝑟𝑎, 𝐻𝑖𝑡𝑎𝑚} CONTOH 9.1.3 Percobaan pelemparan 2 buah mata dadu, ruang sampel-nya adalah S = {(1,1), (1,2), (1,3), (1,4), (1,5), (1,6), (2,1), (2,2), (2,3), (2,4), (2,5), (2,6), (3,1), (3,2), (3,3), (3,4), (3,5), (3,6), (4,1), (4,2), (4,3), (4,4), (4,5), (4,6), (5,1), (5,2), (5,3), (5,4), (5,5), (5,6), (6,1), (6,2), (6,3), (6,4), (6,5), (6,6)} Jika A adalah kejadian munculnya dadu dengan jumlah mata dadu sama dengan 1 maka A = { }, kejadian mustahil. Jika B adalah kejadian munculnya dadu dengan jumlah mata dadu sama dengan 7 maka B = {(1,6), (2,5), (3,4), (4,3), (5,2), (6,1)}. Jika C adalah kejadian munculnya dadu dengan jumlah mata dadu sama dengan 11 maka C = {(5,6), (6,5)}. Jika D adalah kejadian munculnya mata dadu pertama adalah 5 maka D = {(5,1), (5,2), (5,3), (5,4), (5,5), (5,6)}. Irisan kejadian A dan B adalah 𝐴 ∩ 𝐵 = { }. Irisan kejadian B dan C adalah 𝐵 ∩ 𝐶 = { }.
468
Bab 9: Peluang
Irisan kejadian C dan D adalah 𝐶 ∩ 𝐷 = { (5,6)}. Gabungan kejadian A dan B adalah 𝐴∪𝐵 =
1,6 , 2,5 , 3,4 , 4,3 , 5,2 , 5,1
= 𝐵.
Gabungan kejadian B dan C adalah 𝐵 ∪ 𝐶 = {(1,6), (2,5), (3,4), (4,3), (5,2), (5,1), (5,6), (6,5)}. Gabungan kejadian C dan D adalah 𝐶∪𝐷 =
5,6 , 6,5 , 5,1 , 5,2 , 5,3 , 5,4 , 5,5 .
9.2 Kaidah Pencacahan Untuk menentukan jumlah titik sampel yang ada dalam ruang sampel diperlukan prinsip dasar menghitung, diantaranya kaidah penjumlahan, kaidah perkalian, permutasi dan kombinasi. Dalam
menghitung
banyaknya elemen ruang sampel dikenal dua prinsip penghitungan dasar (basic counting principles), yaitu: Kaidah Perkalian (Rule of Product) dan Kaidah Penjumlahan (Rule of Sum).
9.2.1 Kaidah Perkalian Sebelum menuju ke kaidah perkalian kita awali dengan pengamatan percobaan sederhana. Sebuah diagram pohon dapat digunakan dalam perhitungan ruang sampel. Misalnya pada percobaan 2 kali pelemparan sebuah mata uang. Himpunan hasil yang mungkin dapat diperoleh oleh seluruh garis yang ditunjukkan dalam diagram pohon berikut.
Bab 9: Peluang
469
Gambar 9.2.1 Diagram pohon untuk dua kali lemparan mata uang Dalam setiap percobaan ada 2 kemungkinan hasil angka (A) atau gambar (G). Percobaan dengan 2 kali pelemparan mata uang didapat hasil sebanyak 22 = 4 buah titik sampel. Jadi ruang sampel S = {GG, GA, AG, AA}. CONTOH 9.2.1 Jika dari kota A menuju kota B ada 3 jalan yaitu jalur p, q, atau r sedangkan dari kota B ke kota C ada 2 jalan yaitu jalur a atau b maka dari kota A ke kota C dapat ditempuh melalui 3 x 2 jalur yang berbeda, yaitu: 𝑆 =
𝑝, 𝑎 , 𝑝, 𝑏 , 𝑞, 𝑎 , 𝑞, 𝑏 , 𝑟, 𝑎 , 𝑟, 𝑏 .
Selanjutnya akan kita pelajari suatu kaidah yang berkaitan dengan percobaan seperti contoh di atas. Dalam melakukan dua percobaan, kaidah perkalian mengatakan bahwa:
470
Bab 9: Peluang
Jika satu percobaan memiliki m hasil yang mungkin dan percobaan yang lain memiliki n hasil yang mungkin, maka jika dua percobaan tersebut dilakukan bersamaan memiliki mn hasil yang mungkin. Secara umum, dikatakan bahwa: Misalkan r percobaan dapat dilakukan. Jika percobaan ke-i memiliki ni hasil yang mung-kin, 1 i r, maka jika semua percobaan itu dilakukan bersamaan memiliki n1, n2, n3, ..., nr hasil yang mungkin. CONTOH 9.2.2 Sebuah komite yang terdiri atas 2 orang masing-masing mewakili siswa kelas 1 dan kelas 2 akan dipilih. Jika calon dari kelas 1 ada 6 orang dan calon dari kelas 2 ada 4 orang, maka ada 6 × 4 = 24 komite berbeda yang dapat dipilih. CONTOH 9.2.3 Bila sepasang dadu dilemparkan sekali, berapa banyak titik sampel dalam ruang sampelnya ? Penyelesaian : Jika sepasang dadu dilemparkan satu kali maka dadu pertama akan muncul 6 cara sedangkan dadu kedua .akan muncul 6 cara juga Dengan demikian, sepasang dadu tersebut dapat terjadi dalam 6 × 6 = 36 cara.
Bab 9: Peluang
471
CONTOH 9.2.4 Sebuah dadu dan sebuah uang logam dilempar secara bersamaan, hasil yang mungkin adalah:
untuk dadu; jika hasil dari lemparan mata dadu adalah 1, 2, 3, 4, 5, 6, maka ada 6 hasil yang mungkin,
untuk uang logam; jika hasil lemparan uang logam ada gambar dan angka, maka ada 2 hasil yang mungkin.
Sehingga dengan kaidah perkalian diperoleh banyaknya elemen dari ruang sampel ada 6 × 2 = 12 hasil yang mungkin. CONTOH 9.2.5 Diketahui empat angka 1, 3, 4, 9 tentukan banyaknya bilangan yang dapat dibuat dari angka tersebut yang terdiri dari a. 2 angka / digit. b. 2 angka tetapi tidak boleh ada angka yang sama. Penyelesaian : a. Untuk mempermudah sediakan dua kotak yang akan diisi jumlah kemungkinan tiap kotak, yaitu kotak pertama untuk letak angka puluhan dan kotak kedua untuk angka satuan.
Gambar 9.2.2 Menyusun dua angka pada deretan dua kotak
472
Bab 9: Peluang
Kotak pertama ada 4 kemungkinan angka. Kotak kedua ada 4 kemungkinan, karena angka yang muncul di kotak pertama boleh muncul di kotak kedua. Jadi banyaknya bilangan yang dimaksud adalah 4 × 4 = 1 6.
b. Dengan cara yang sama dengan penyelesaian soal a, tetapi karena tidak boleh sama angkanya maka kalau angka puluhan sudah muncul kemungkinan angka satuannya berkurang satu dan jumlah kemungkinannya adalah 4 × 3 = 12.
9.2.2 Kaidah Penjumlahan Dalam melakukan dua percobaan, kaidah penjumlahan mengatakan bahwa: jika satu percobaan memiliki m hasil yang mungkin dan percobaan yang lain memiliki n hasil yang mungkin, maka ada m+n hasil yang mungkin jika tepat satu percobaan dilakukan. Secara umum, dikatakan bahwa: Misalkan r percobaan dapat dilakukan. Jika percobaan ke-i memiliki ni hasil yang mungkin, maka ada n1+n2+n3+…+nr hasil yang mungkin jika tepat satu percobaan dilakukan. CONTOH 9.2.6 Sebuah bola diambil dari sebuah mangkuk yang berisi 4 bola merah dan dari sebuah kaleng yang berisi 6 bola putih yang masing-masing bernomor. Hasil yang mungkin adalah: untuk mangkuk ada 4 hasil dan
Bab 9: Peluang
473
untuk kaleng ada 6 hasil. Sehingga dengan kaidah penjumlahan, hasil yang mungkin ada 4 + 6 = 10. CONTOH 9.2.7 Sebuah program komputer memiliki input yang valid berupa sederetan huruf saja atau angka saja yang disebut string. String ini hanya terdiri dari 4 huruf atau angka, atau panjang string adalah 4. Berapa banyak input untuk program tersebut yang mungkin? Penyelesaian:
Jika huruf atau angka dalam sebuah string boleh sama, maka: String huruf ada sebanyak : 26×26×26×26 = (26)4 = 456.976. String angka ada sebanyak: 10×10×10×10 = (10)4 = 10.000. Sehingga dengan kaidah penjumlahan, banyaknya string input adalah 456.976 + 10.000 = 466.976
Jika huruf atau angka dalam sebuah string tidak boleh sama, maka: String huruf ada sebanyak : 26×25×24×23 = 358.800. String angka ada sebanyak: 10×9×8×7 = 5.840. Sehingga dengan kaidah penjumlahan, banyaknya string adalah 358.800 + 5.840 = 364.640.
474
Bab 9: Peluang
9.3 Permutasi dan Kombinasi Dalam pembahasan permutasi dan kombinasi, kita awali dengan suatu ekspresi yang sering dipakai dalam matematika, yaitu faktorial.
9.3.1 Notasi Faktorial Hasil kali dari bilangan-bilangan bulat positif dari 1 sampai dengan n, yaitu 1×2×3×4 · … × (n-2) × (n-1) ×n sering digunakan dalam matematika. Dan selanjutnya buat definisi sebagai berikut. DEFINISI 9.3.1 Untuk sembarang bilangan bulat 𝑛 0, n faktorial yang ditulis n!, didefinisikan sebagai: 𝑛! = 𝑛 × (𝑛 − 1) × (𝑛 − 2) × … × 3 × 2 × 1 dan didefinisikan 0!=1. Dari definisi n!, didapat persamaan berikut ini. 𝑛! = 𝑛 × (𝑛 − 1) × (𝑛 − 2) × … × 3 × 2 × 1 𝑛! = 𝑛 × 𝑛 − 1 ! 𝑛=
𝑛! 𝑛−1 !
CONTOH 9.3.1 4! = 4×3×2×1 = 24. 6! = 6.5! = 6×5×4×3×2×1 = 720.
Bab 9: Peluang
475
Notasi faktorial ini akan sering digunakan dalam pembahasan tentang permutasi dan kombinasi yang akan dibahas berikut ini.
9.3.2 Permutasi Permutasi Tanpa Pengulangan Permutasi berkaitan dengan pengaturan suatu susunan yang dibentuk oleh keseluruhan
atau sebagian dari sekumpulan objek tanpa ada
pengulangan. Susunan pada permutasi memperhatikan urutannya. CONTOH 9.3.2 Untuk mengatur 3 huruf A, B dan C secara berurutan, didapat hasil yang mungkin adalah : ABC, ACB, BAC, BCA, CAB, dan CBA. Masing-masing urutan ini dinamakan permutasi dari 3 obyek berbeda yaitu: A, B dan C. Jadi banyaknya permutasi dari 3 obyek berbeda ada 6. Misal, diberikan n obyek berbeda. Banyaknya permutasi n obyek tersebut dapat dihitung sebagai berikut: - untuk mengisi posisi urutan pertama ada
n cara berbeda,
- untuk mengisi posisi urutan kedua ada
n-1 cara berbeda,
- untuk mengisi posisi urutan ketiga ada
n-2 cara berbeda,
.................................................. - untuk mengisi posisi urutan ke-r ada
n-(r-1) cara berbeda,
..................................................
476
Bab 9: Peluang
- untuk mengisi posisi urutan ke-n ada n-(n-1)=1 cara berbeda. Sehingga dengan kaidah perkalian diperoleh banyaknya permutasi adalah n×(n-1) ×(n-2) ×(n-3) × … × 3×2×1 = n! DEFINISI 9.3.2 Suatu pengaturan susunan/urutan r objek tanpa pengulangan yang dibentuk dari n objek berbeda, dengan 𝑛 ≥ 𝑟, dinamakan permutasi r objek dari n objek. Banyaknya permutasi ini disimbulkan dengan 𝑛 𝑃𝑟 . Jika r=n maka banyaknya permutasi n objek yang berbeda adalah 𝑛 𝑃𝑛
= 𝑛!. Lihat penjelasan sebelum definisi dan definisi dari
permutasi. CONTOH 9.3.3 Jika di suatu kantor ada 3 orang yang akan menduduki jabatan Kepala, Sekretaris, dan Bendahara, maka ada berapa cara dapat dibuat susunan jabtan tersebut. Penyelesaian : Ada 3 orang yang akan disusun urutan masing-masing sebagai Kepala, Sekretaris, dan Bendahara. Jadi ada 3 objek diambil 3 untuk dibuat
Bab 9: Peluang
477
suatu urutan jabatan. Oleh karena itu, susunan yang dapat dibuat ada sebanyak 3𝑃3 = 3! = 6. TEOREMA 9.3.1 Banyaknya permutasi r obyek yang diambil dari n obyek berbeda adalah 𝑛 𝑃𝑟
=
𝑛! 𝑛−𝑟 !
Bukti: Setiap permutasi r obyek memuat r posisi berurutan. Untuk mengisi posisi pertama sampai posisi ke-r secara berurutan dapat dilakukan dengan : n, n-1, n-2, n-3, …, n-(r-1) cara. Sehingga untuk mengisi r posisi urutan sekaligus adalah: (n)(n-1)(n-2)(n-3)…(n-(r-1)) =
=
𝑛 𝑛 − 1 𝑛 − 2 ⋯ 𝑛 − 𝑟 − 1 𝑛 − 𝑟 𝑛 − 𝑟 − 1 ⋯3 ∙ 2∙ 1 𝑛 − 𝑟 𝑛 − 𝑟 − 1 ⋯3 ∙2 ∙ 1 =
𝑛! cara. 𝑛−𝑟 !
CONTOH 9.3.4 Dua kupon diambil dari 5 kupon untuk menentukan hadiah pertama dan kedua. Hitung banyaknya titik sampel dalam ruang sampelnya.
478
Bab 9: Peluang
Penyelesaian : Misal 1,2,3,4,5 menyatakan nomor kupon. Akan diambil dua nomor berbeda yang tidak boleh kembar untuk disusun / dimasukkan ke dalam sederetan kotak XY. Nomor yang ada pada kotak X adalah nomor yang mendapatkan hadiah pertama, sedangkan yang ada dalam kotak Y adalah nomor yang mendapatkan hadiah ke dua. Karena itu, permasalahan ini sama dengan permutasi 2 objek dari 5 buah objek yang berbeda. Sehingga banyak titik sampel adalah 5𝑃2
=
5! 5×4×3×2×1 = = 5 × 4 = 20. 5−2 ! 3×2×1
CONTOH 9.3.5 Seorang sekretaris ingin menyusun 6 buah buku laporan semesteran dan 3 buah buku laporan tahunan dalam satu rak berjajar. Setiap jenis buku laporan harus berdekatan. Berapa banyak cara sekretaris tersebut menyusun buku?. Penyelesaian : Disini dipunyai dua kelompok buku laporan, yaitu buku laporan semesteran dan buku laporan tahunan. Pengaturan dua jenis buku laporan ini ada sebanyak
2𝑃2
=
2! 2−2 !
=2
cara. Oleh karena setiap jenis buku laporan harus berdekatan, pengaturan pada setiap jenis buku laporan dilakukan sebagai berikut:
Jenis buku laporan semesteran: ada 6 buah buku laporan semesteran yang berbeda dan akan ditata berderetan.
Bab 9: Peluang
479
Permasalahan ini sama dengan mengambil 6 buah objek dari 6 objek yang berbeda. Sehingga banyaknya pengaturan buku laporan semesteran ada sebanyak 6𝑃6 =
6! 6−6 !
= 720.
Jenis buku laporan tahunan: ada 3 buah buku laporan tahunan yang berbeda dan akan ditata berderetan. Permasalahan ini sama dengan mengambil 3 buah objek dari 3 objek yang berbeda. Sehingga banyaknya pengaturan buku laporan tahunan ada sebanyak 3𝑃3 =
3! 3−3 !
= 6.
Karena ini merupakan tiga buah kejadian yang terjadi secara bersamaan, berlaku kaidah perkalian. Oleh karena itu, banyaknya pengaturan buku laporan tersebut ada sebanyak 2×720×6 = 8.640 cara. CONTOH 9.3.6 Profesor Amir memiliki koleksi buku yang terdiri atas: 5 buku Matematika, 4 buku Statistika, 3 buku Fisika dan 2 buku Kimia, diatur berjajar dalam sebuah rak buku sehingga buku yang memiliki subyek sama berkumpul. Tentukan ada berapa pola pengaturan yang mungkin?. Penyelesaian: Silahkan dicoba untuk melakukan penghitungan sendiri. Cara menghitung mirip dengan pada contoh sebelum ini.
Permutasi dengan Pengulangan Permutasi dengan pengulangan merupakan permutasi r objek dari n buah objek yang tidak harus berbeda. Beda dengan sebelumnya yang n
480
Bab 9: Peluang
buah objeknya berbeda. Sebelum menghitung banyaknya permutasi dengan pengulangan ini, terlebih dahulu kita lihat contoh berikut ini. CONTOH 9.3.7 Tentukan ada berapa cara untuk menyusun berjajar huruf-huruf yang terdapat dalam sebuah kata “PEPPER”! Penyelesaian: Jika 3 huruf P dan 2 huruf E dapat dibedakan, maka ada sebanyak 6𝑃6
= 6! cara berbeda yang mungkin.
Akan tetapi, jika 3 huruf P tidak dapat dibedakan, maka 3! susunan yang dibentuk dari 3 huruf P diwakili/dihitung satu saja. Sehingga banyaknya susunan yang ada harus dibagi 3!, akibat 3 huruf P yang kembar. Secara sama, jika 2 huruf E tidak dapat dibedakan, maka 2! susunan yang dibentuk dari 2 huruf E diwakili/dihitung satu saja. Sehingga banyaknya susunan yang ada harus dibagi lagi dengan 2!, akibat 2 huruf E yang kembar. Jadi banyaknya cara menyusun menyusun huruf-huruf tersebut ada sebanyak 6! 6×5×4×3×2×1 = = 60 3! 2! 3 × 2 × 1 (2 × 1)
Bab 9: Peluang
481
Secara umum, kasus seperti contoh di atas membawa kita kepada teorema berikut ini. Pada buku ini, teorema tersebut tidak disertai dengan bukti. TEOREMA 9.3.2 Banyaknya permutasi dari n objek yang terdiri dari n1 objek sama, n2 objek sama, …, nr objek sama, dengan n1+ n2+ n3 + … + nr
n, adalah
𝑛! 𝑛1 ! × 𝑛2 ! × 𝑛3 ! × … × 𝑛𝑟 ! CONTOH 9.3.8 Sebanyak 9 bola yang terdiri dari 4 bola berwarna merah, 3 bola berwarna kuning, dan 2 bola berwarna biru. Semua bola dimasukkan kedalam sebuah tabung kaca dan membentuk deretan bola memanjang dalam tabung kaca. Tentukan ada berapa pola warna deretan bola yang mungkin!. Penyelesaian: Sebagai ilustrasi, salah satu bentuk susunan bola tersebut adalah
Karena 4 bola merah, 3 bola kuning, dan 2 bola biru tak dapat dibedakan, maka ada sebanyak 9! 9×8×7×6×5×4×3×2×1 = = 1.260 4! × 3! × 2! 4 × 3 × 2 × 1 3 × 2 × 1 (2 × 1)
482
Bab 9: Peluang
pola warna susunan bola. CONTOH 9.3.9 Berapa banyak susunan yang berbeda bila ingin membuat serangkaian lampu hias untuk pohon natal dari 3 lampu merah, 4 lampu kuning, dan 2 lampu biru. Penyelesaian : Permasalahan ini identik dengan menyusun sederetan 9 buah objek, dengan 3 buah objek sama, 4 buah objek lainnya lagi sama, dan 2 buah objek lainnya lagi sama. Oleh karena itu, banyaknya susunan lampu hias pada pohon tersebut ada sebanyak 9! 9×8×7×6×5×4×3×2×1 = = 1.260. 4! × 3! × 2! 4 × 3 × 2 × 1 3 × 2 × 1 (2 × 1) CONTOH 9.3.10 Berapa banyak cara 7 orang dapat menginap dalam 1 kamar tripel dan 2 kamar doubel?. Penyelesaian : Untuk mempermudah penyelesaian, dimisalkan: -
T menyatakan kamar tripel (memuat 3 orang).
-
D1 menyatakan kamar doubel yang pertama (memuat 2 orang).
-
D2 menyatakan kamar doubel yang kedua (memuat 2 orang).
-
Bab 9: Peluang
Ketujuh orang tersebut diberi nama A, B, C, D, E, F, dan G.
483
Suatu kondisi: i.
Orang A, B, dan C berada dikamar T.
ii.
Orang D dan E berada di kamar D1.
iii.
Orang F dan G berada di kamar D2.
Dapat diidentikkan dengan: i.
Membagi 3 buah objek T ke orang A, B, dan C.
ii.
Membagi dua buah objek D1 ke orang D dan E.
iii.
Membagi dua buah objek D2 ke orang F dan G.
Oleh karena itu, permasalahan tersebut identik juga dengan menyusun 7 buah objek yang terdiri dari 3 objek sama, 2 objek lainnya sama, dan 2 objek lainnya lagi sama. Sehingga banyaknya susunan 7 orang tersebut menginap ada 7! = 7 × 6 × 5 = 210 3! × 2! × 2!
Permutasi Siklik Permutasi siklik berkaitan dengan penyusunan sederetan objek yang melingkar. Sebagai gambaran adalah susunan duduk dari beberapa orang pada meja bundar. Permutasi ini juga dikenal dengan permutasi melingkar. Sebagai ilustrasi, misal ada tiga orang A, B, dan C akan didudukan dalam meja bundar seperti Gambar 9.3.1.
484
Bab 9: Peluang
(a)
(b)
(c)
Gambar 9.3.1 Permutasi siklik tiga objek Susunan pengaturan duduk pada Gambar 9.3.1 (a) dianggap sama dengan susunan pada Gambar 9.3.1 (b) dan Gambar 9.3.1 (c). Karena pada ketiga gambar tersebut, orang yang berada sebelah kiri A adalah C, dan disebelah kanan A adalah B. Atau orang yang berada pada sebelah kiri dan kanan „kita‟ adalah sama pada susunan gambar tersebut. Sehingga tiga buah susunan semacam ini dianggap satu. Jika ilustrasi di atas dikembangkan untuk n buah objek yang disusun dalam deretan melingkar, maka akan ada n susunan yang sama dan harus dihitung sekali, dengan kata lain harus dibagi dengan n. Hal ini akan membawa kita pada teorema berikut ini. Bukti teorema tidak disertakan dalam buku ini. TEOREMA 9.3.3 Banyaknya permutasi siklik dari n objek yang disusun dalam bentuk deretan melingkar adalah 𝑛 𝑃𝑛
𝑛
Bab 9: Peluang
=
𝑛! = 𝑛−1 ! 𝑛
485
CONTOH 9.3.11 Tentukan banyaknya menempatkan 5 orang duduk melingkar pada meja bundar dengan 5 kursi. Penyelesaian: Ini adalah permasalahan permutasi siklis dengan 5 objek, sehingga banyaknya cara menempatkan 5 orang duduk melingkar adalah 5 − 1 ! = 4! = 24. CONTOH 9.3.12 Jika kita mempunyai 7 permata dan ingin ditempatkan pada gelang, maka ada berapa kemungkinan gelang yang dapat dibuat. Penyelesaian: Banyak cara menempatkan permata adalah 7 − 1 ! = 6! = 720. CONTOH 9.3.13 Pada suatu pertemuan keluarga, ada 5 pasang suami-istri yang akan duduk pada meja makan yang melingkar dengan 10 kursi. Berapa susunan duduk pada pertemuan makan tersebut
jika setiap pasang
suami istri selalu berdampingan. Penyelesaian: Anggaplah sepasang suami istri adalah sebuah objek, karena selalu berdampingan. Oleh karena itu, banyaknya susunan duduk untuk 5
486
Bab 9: Peluang
objek melingkar adalah 5 − 1 ! = 24. Akan tetapi, dari setiap pasang suami istri cara duduknya dapat ditukar, dan ini masih menjamin suami-istri duduk berdampingan. Sehingga banyaknya cara duduk pada pertemuan makan keluarga tersebut adalah 24×2×2×2×2×2 = 768.
9.3.3 Kombinasi Didalam permutasi urutan dari suatu susunan diperhatikan, misal susunan ABC dan BCA dianggap berbeda. Didalam kombinasi dua susunan tersebut dipandang sama. Sebagai gambaran, tim bola voli terdiri dari Anton, Budi, Cecep, Dede, Erik, dan Fery. Karena ini merupakan tim bola voli maka urutannya dibalik dianggap sama, atau dengan kata lain urutan tidak diperhatikan. Suatu kombinasi r unsur yang diambil dari n unsur yang berlainan adalah suatu pilihan dari r unsur tanpa memperhatikan urutannya ( r ≤ n). DEFINISI 9.3.3 Suatu pengaturan susunan r objek yang dibentuk dari n objek berbeda tanpa memperhatikan urutan, dengan 𝑛 ≥ 𝑟, dinamakan kombinasi r objek dari n objek. Banyaknya kombinasi ini disimbulkan dengan 𝑛 𝐶𝑟 atau
𝑛 . 𝑟
CONTOH 9.3.14 Tentukan kombinasi 3 huruf yang diambil dari 4 huruf A, B, C, dan D.
Bab 9: Peluang
487
Penyelesaian: Kombinasi tersebut adalah: ABC, ABD, ACD, dan BCD. Banyaknya kombinasi ada 4. Pada contoh di atas, susunan ABC, ACB, BAC, BCA, CAB, dan CBA dianggap sama atau dihitung satu. Sehingga kalau dalam permutasi dihitung 3!, namun didalam kombinasi susunannya dianggap sama dan dihitung satu. Oleh karena itu, banyaknya kombinasi sama dengan banyaknya permutasi dibagi dengan r! = 3!. Hal tersebut di atas, akan membawa kepada teorema berikut ini. TEOREMA 9.3.4 Untuk sembarang bilangan bulat positip n dan bilangan tak negatip r, dengan r n, banyaknya kombinasi r obyek yang diambil dari n obyek berbeda adalah 𝑛 𝐶𝑟
=
𝑛! 𝑛 = 𝑟 𝑛 − 𝑟 ! ∙ 𝑟!
Bukti: Jika urutan dalam r elemen diperhatikan, maka ada nPr hasil berbeda. Karena kombinasi tidak memperhatikan urutan, maka seluruh permutasi r elemen tertentu dalam himpunan n elemen yaitu sebanyak r! pola diwakili salah satu saja. Jadi banyaknya kombinasi adalah
𝑛 𝐶𝑟
488
=
𝑛 𝑃𝑟
𝑟!
=
𝑛! . 𝑛 − 𝑟 ! × 𝑟!
Bab 9: Peluang
CONTOH 9.3.15 Sebuah tim bola voli inti diseleksi dari sebanyak 10 kandidat anggota. Berapakah banyaknya konfigurasi tim inti yang mungkin?. Penyelesaian: Karena dalam tim tidak dikenal urutan, masalah ini identik dengan masalah menghitung kombinasi 6 obyek yang diambil dari 10 obyek berbeda. Jadi ada sebanyak 10 𝐶6
=
10! = 210 10 − 6 ! × 6!
konfigurasi tim inti. CONTOH 9.3.16 Club Catur “ Harapan “ akan mengirimkan 2 orang pemain catur dari 10 pemain caturnya dalam suatu turnamen catur nasional. Berapa banyak kemungkinan susunan 2 orang pemain catur yang dikirim tersebut. Penyelesaian : Masalah pemilihan 2 pemain catur termasuk dalam masalah kombinasi, karena tanpa memperhatikan urutan anggotanya. Sehingga untuk soal ini adalah kombinasi 2 dari 10 orang, atau 10 𝐶2
Bab 9: Peluang
=
10! = 45 . 10 − 2 ! × 2!
489
CONTOH 9.3.17 Empat tim bulu tangkis ganda disusun dari sejumlah 8 pemain. Tentukan banyaknya konfigurasi yang mungkin, jika setiap pemain hanya bermain pada satu tim?. Penyelesaian: - Untuk memilih tim pertama ada sebanyak 8𝐶2 =
8! 8−2 !×2!
- Untuk memilih tim kedua ada
6𝐶2
=
6! 6−2 !×2!
= 15.
- Untuk memilih tim ketiga ada
4𝐶2
=
4! 4−2 !×2!
= 6.
- Untuk memilih tim keempat ada
2𝐶2
=
2! 2−2 !×2!
= 28.
= 1.
Jadi dengan kaidah perkalian banyaknya konfigurasi adalah 8𝐶2
× 6𝐶2 × 4𝐶2 × 2𝐶2 = 28 × 15 × 6 × 1 =2.520 .
CONTOH 9.3.18 Diketahui klub Tenis yang terdiri 15 putra dan 10 putri a. tentukan banyak kemungkinan pengiriman delegasi yang terdiri dari 5 orang. b. tentukan banyaknya kemungkinan pengiriman delegasi terdiri dari 3 putra dan 2 putri. Penyelesaian :
490
Bab 9: Peluang
a. Masalah pemilihan delegasi termasuk dalam masalah kombinasi. Karena tanpa memperhatikan urutan anggotanya, sehingga untuk soal ini identik dengan kombinasi 5 dari 25 orang, yaitu 25 𝐶5
25! = 53.130 25 − 5 ! × 5!
=
b. Dalam hal ada dua pemilihan putra dan putri, untuk pemilihan putra adalah masalah kombinasi 3 unsur dari 15, yaitu 15 𝐶3
=
15! = 455 15 − 3 ! × 3!
Sedangkan untuk pemilihan putri adalah kombinasi 2 unsur dari 10 unsur, yaitu 10 𝐶2
=
10! = 45 10 − 2 ! × 2!
Banyaknya kombinasi total adalah merupakan hasil kali antara keduanya, yaitu (455)(45) = 20.475
Bab 9: Peluang
491
RANGKUMAN
Kaidah perkalian Misalkan r percobaan dapat dilakukan. Jika percobaan ke-i memiliki ni hasil yang mung-kin, 1 i r, maka jika semua percobaan itu dilakukan bersamaan memiliki n1, n2, n3, ..., nr hasil yang mungkin.
Kaidah Penjumlahan Misalkan r percobaan dapat dilakukan. Jika percobaan ke-i memiliki ni hasil yang mungkin, maka ada n1+n2+n3+…+nr hasil yang mungkin jika tepat satu percobaan dilakukan.
Untuk sembarang bilangan bulat 𝑛 0, n faktorial yang ditulis n!, didefinisikan sebagai: 𝑛! = 𝑛 × (𝑛 − 1) × (𝑛 − 2) × … × 3 × 2 × 1 Didefinisikan 0!=1
Pengaturan susunan r objek tanpa pengulangan yang dibentuk dari n objek berbeda, dengan 𝑛 ≥ 𝑟, dinamakan permutasi r objek dari n objek. Banyaknya permutasi ini disimbulkan dengan 𝑛 𝑃𝑟 Banyaknya permutasi siklik dari n objek yang disusun dalam bentuk deretan melingkar adalah 𝑛 𝑃𝑛
𝑛! = 𝑛−1 ! 𝑛 𝑛 Pengaturan susunan r objek yang dibentuk dari n objek berbeda tanpa memperhatikan urutan, dengan 𝑛 ≥ 𝑟, dinamakan kombinasi r objek dari n objek. =
Banyaknya kombinasi ini disimbulkan dengan 𝑛 𝐶𝑟 atau
492
𝑛 𝑟
Bab 9: Peluang
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 99--33 Kerjakanlah soal-soal latihan dibawah ini. A. Hitunglah ekspresi: a. 7!
c. 6𝑃3
b. 5×4!
d. 6𝐶3
B. Hitunglah ekspresi: a.
4𝑃1
+ 6𝑃2
c. 8𝐶2 + 8𝑃2
b.
4𝑃1
× 6𝑃2
d. 8𝐶2 × 5𝑃2
C. Diketahui angka 1, 3, 5, 7, 9. Tentukan: a. Banyak bilangan terdiri dari 2 angka yang dapat dibuat dari angka tersebut. b. Banyak bilangan terdiri dari 2 angka yang dapat dibuat dari angka tersebut tetapi tidak mempunyai angka yang sama. D. Diketahui angka 0, 1, 2, 4, 5, 6, 8. Tentukan: a. Banyak bilangan terdiri dari 3 angka yang dapat dibuat dari angka tersebut. b. Banyak bilangan terdiri dari 3 angka yang dapat dibuat dari angka tersebut tetapi tidak mempunyai angka yang sama. c. Banyak bilangan terdiri dari 3 angka yang dapat dibuat dari angka tersebut tetapi bernilai ganjil. d. Banyak bilangan terdiri dari 3 angka yang dapat dibuat dari angka tersebut yang habis dibagi 5.
Bab 9: Peluang
493
E. Diketahui ada 5 baju berbeda, 4 celana panjang berbeda dan 3 dasi berbeda. Tentukan banyak kombinasi dalam memakai baju, celana dan dasi. F. Didalam suatu ruangan terdapat 10 kursi. 6 pemuda dan 4 pemudi akan duduk di dalam ruangan tersebut. Tentukan banyaknya posisi duduk, jika a. duduknya sembarang. b. pemuda dan pemudi duduknya selang-seling. G. Diketahui ada 4 buku yang berbeda dalam bahasa Jepang, 5 buku berbeda dalam bahasa Inggris dan 3 buku berbeda dalam bahasa Indonesia. a. Tentukan banyak kemungkinan dalam mengambil tiga buku dari bahasa yang semuanya berbeda jika urutan bahasa menjadi tidak penting. b. Tentukan banyak kemungkinan dalam mengambil tiga buku dari bahasa yang sama jika urutan bahasa menjadi tidak penting. c. Tentukan banyak kemungkinan dalam mengambil tiga buku yang terdiri dari dua bahasa jika urutan bahasa menjadi tidak penting. H. Berapa banyak kemungkinan susunan pengurus OSIS yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara dapat dibentuk, jika ada 50 calon pengurus OSIS. I.
Diketahui 12 bendera yang terdiri dari bendera Indonesia, bendera Amerika dan bendara Jepang. Bendera yang berasal dari Negara
494
Bab 9: Peluang
yang sama tidak dapat dibedakan. Jika diambil 12 bendera tentukan banyak urutan yang dapat muncul dari pengambilan bendera jika : a. bendera Indonesia ada 5, bendera Amerika ada 4 dan bendera Jepang ada 3. b. bendera Indonesia ada 3, bendera Amerika ada 3 dan bendera Jepang ada 6. J. Di Republik BBM, DPR terdiri dari 2 Partai yaitu Partai Bulan dan Partai Matahari. Salah satu anggota komite terdiri 7 orang Partai Bulan dan 5 orang Partai Matahari. Akan dibuat satu delegasi yang diambil dari komite. Tentukan banyak cara menyusun a. delegasi yang terdiri dari 4 orang. b. delegasi terdiri dari 4 orang dengan satu orang dari partai Bulan. c. delegasi terdiri dari 5 orang, dengan ketua dari partai Bulan dan anggota seimbang antara kedua partai. K. Berapa jumlah 3 tempat pariwisata yang dapat dipilih dari 9 tempat yang ditawarkan. L. Tentukan banyaknya pembagi (factor) dari bilangan 10.000 M. Sebuah bola diambil sebuah mangkuk yang berisi 4 bola merah dan sebuah kaleng yang berisi 6 bola putih yang masing-masing bernomor, maka berapa banyak hasil yang mungkin? N. Sebuah program komputer memiliki valid input berupa string huruf saja atau string angka saja dengan panjang 4. Berapa banyak valid input program tersebut yang mungkin?.
Bab 9: Peluang
495
O. Sebanyak 6 orang akan membeli tiket tanda masuk sebuah pertunjukkan secara bersa-maan. Jika hanya tersedia sebuah loket pembelian tiket, maka berapa konfigurasi antrian yang mungkin dapat terjadi. P. Tentukan ada berapa cara untuk menyusun berjajar huruf-huruf yang terdapat dalam sebuah kata “MEMILIKI”! Q. Ada berapa cara untuk memilih seorang pemenang pertama, seorang pemenang kedua dan seorang pemenang ketiga dari sebuah kontes yang diikuti oleh 100 kontestan? R. Sebuah kata kunci (keyword) terdiri atas 6 huruf kecil. Tentukan ada berapa kata kunci berbeda yang mungkin?. S. Sebuah tim bola volley inti diseleksi dari sebanyak 10 kandidat anggota. Berapakah banyaknya konfigurasi tim inti yang mungkin?. T. Empat tim bulu tangkis ganda disusun dari sejumlah 8 pemain. Tentukan banyaknya konfigurasi yang mungkin, jika setiap pemain hanya bermain pada satu tim? U. Sebanyak 50 orang turis manca negara ingin mengunjungi sebuah pulau dengan menggunakan jalur udara. Jika hanya tersedia sebuah pesawat dengan kapasitas 10 penumpang yang menuju pulau tersebut, ada berapa formasi penerbangan para turis tersebut?. V. Ada berapa banyak plat nomor kendaraan berbeda dapat dibuat, jika setiap pelat memuat sebuah barisan 2 huruf diikuti dengan 4 angka dan diikuti dengan 2 huruf?.
496
Bab 9: Peluang
W. Tentukan banyaknya solusi berupa bilangan bulat tak negatip berbeda yang mungkin untuk persamaan: x1 + x2 = 3 ?. X. Tentukan banyaknya solusi berupa bilangan bulat tak negatip berbeda yang mungkin untuk persamaan: 𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 = 13 ?.
9.4
Peluang Suatu Kejadian
Untuk percobaan pelemparan mata dadu, didapat ruang sampel 𝑆 = 1, 2, 3, 4, 5, 6 . Seperti yang telah dipaparkan pada awal Bab 9. Kita dapat beranggapan bahwa setiap mata dadu mempunyai peluang 1 6
kemunculan yang sama. Sehingga peluang setiap mata dadu adalah . 1 6 1 . 6
Jika peluang mata dadu 1 dinotasikan dengan P(1), maka 𝑃 1 = . Secara sama, 𝑃 1 = 𝑃 2 = 𝑃 3 = 𝑃 4 = 𝑃 4 = 𝑃 5 = 𝑃 6 =
Dalam sebuah percobaan, semua kejadian sederhana dalam ruang sampel dianggap mempunyai peluang (kemungkinan) sama untuk muncul (equally likely). Ruang sampel yang demikian dinamakan ruang sampel berpeluang sama. Jika 𝑆 = {𝑠1 , 𝑠2 , … , 𝑠𝑁 } merupakan ruang sampel berpeluang sama dengan N titik sampel, maka peluang dari kejadian sederhana 𝐴 = 𝑠𝑖 , 𝑖 = 1, 2, . . , 𝑁, dinotasikan dengan 𝑃(𝑠𝑖 ) dan didefinisikan sebagai 𝑃 𝑠𝑖 =
Bab 9: Peluang
1 𝑁
497
Selanjutnya untuk kejadian 𝐴 = {𝑠1 , 𝑠2 , … , 𝑠𝑘 } dengan k ≤ N, peluang suatu kejadian A adalah jumlah semua peluang titik sampel dalam A, atau dituliskan sebagai 𝑃 𝐴 = 𝑃 𝑠1 + 𝑃 𝑠1 + ⋯ + 𝑃 𝑠𝑘
(9.4.1)
atau 𝑃 𝐴 =
|𝐴| |𝑆|
=
𝑘 𝑁
.
(9.4.2)
Dengan |A| adalah banyaknya titik sampel / elemen di A, dan |S| adalah banyaknya titik sampel di S. Nilai dari P(A) berkisar mulai dari 0 hingga 1, atau 0 ≤ 𝑃(𝐴) ≤ 1. Jika P(A) = 0 maka kejadian A tidak mungkin terjadi. Sedangkan jika P(A) = 1 maka kejadian A pasti terjadi. CONTOH 9.4.1 Misalkan kita melakukan percobaan pelemparan satu mata dadu. d. Jika A adalah kejadian muncul sisi bertanda 2, maka tentukan peluang dari kejadian A. e. Jika B adalah kejadian muncul sisi bertanda genap, maka tentukan peluang dari kejadian B. Penyelesaian: Dalam percobaan pelemparan mata dadu, ruang sampelnya adalah 𝑆 = 1, 2, 3, 4, 5, 6 . 1. Muncul satu sisi (bertanda apa saja) dalam percobaan pelemparan dadu merupakan kejadian sederhana. Diasumsikan bahwa dadu
498
Bab 9: Peluang
mempunyai enam sisi yang serupa, setiap kejadian sederhana A 1 6
mempunyai peluang sama, yaitu 𝑃 𝐴 = , atau
𝑃 1 =𝑃 2 =𝑃 3 =𝑃 4 =𝑃 5 =𝑃 6 =
1 . 6
2. Kejadian 𝐵 = 2, 4, 6 atau B mempunyai tiga anggota, sehingga peluangnya adalah 𝑃 𝐵 =𝑃 2 +𝑃 4 +𝑃 6 =
1 1 1 1 + + = . 6 6 6 2
CONTOH 9.4.2 Misal dalam suatu tas Farhan berisi 6 pensil dan 3 pulpen. Kemudian Farhan mengambil satu objek (bisa pensil atau pulpen) secara acak (tanpa memilih). a. Tentukan peluang mengambil pensil b. Tentukan peluang mengambil pulpen Penyelesaian : Ruang sampel dari pengambilan satu objek adalah S = {P, P, P, P, P, P, L, L, L}, anggota S adalah 9. Dengan P menyatakan objek pensil yang terambil dan L menyatakan objek pulpen yang terambil. a. Misal A merupakan kejadian mengambil pensil, banyaknya anggota A adalah 6, jadi peluang kejadian A adalah
Bab 9: Peluang
499
𝑃 𝐴 =
𝑘 6 2 = = 𝑁 9 3
b. Misal B merupakan kejadian mengambil pulpen, banyaknya anggota B adalah 3, jadi peluang kejadian B adalah 𝑃 𝐵 =
𝑘 3 1 = = 𝑁 9 3
CONTOH 9.4.3 Irfan mempunyai 6 bola putih dan 3 bola merah. Kemudian Irfan mengambil dua bola secara acak (tanpa memilih). a. Tentukan peluang mengambil semuanya bola putih. b. Tentukan peluang mengambil semuanya bola merah. c. Tentukan peluang mengambil satu bola merah dan satu bola putih. Penyelesaian : Dua bola yang terambil tidak diperhatikan urutannya. Oleh karena itu, permasalahan ini termasuk permasalahan kombinasi. Ruang sampel S adalah himpulan cara Irfan mengambil 2 bola dari 9 bola. Banyaknya anggota S (banyaknya titik sampel di S) adalah 𝑆 = 9𝐶2 =
9! = 36. (9 − 2)! 2!
a. Misal A merupakan kejadian Irfan mengambil dua bola putih. Banyaknya anggota A adalah
500
Bab 9: Peluang
𝐴 = 6𝐶2 =
6! = 15 . (6 − 2)! 2!
Jadi peluang dari Irfan mengambil dua bola putih adalah 𝑃 𝐴 =
|𝐴| 15 5 = = . |𝑆| 36 12
b. Misal B merupakan kejadian Irfan mengambil dua bola merah. Banyaknya anggota B adalah 𝐵 = 3𝐶2 =
3! =3. (3 − 2)! 2!
Jadi peluang dari Irfan mengambil dua bola merah adalah 𝑃 𝐵 =
|𝐵| 3 1 = = . |𝑆| 36 12
c. Kejadian mengambil satu bola putih dan satu bola merah dianggap sama dengan kejadian mengambil satu bola merah dan satu bola putih. Misal C merupakan kejadian Irfan mengambil satu bola putih dan satu bola merah. Banyaknya anggota C adalah banyaknya kejadian Irfan mengambil satu bola putih dikalikan banyaknya Irfan mengambil satu bola putih. Ingat kembali kaidah perkalian pada subbab 9.2.1. Jadi banyaknya anggota C adalah 𝐶 = 6𝐶1 × 3𝐶1 =
Bab 9: Peluang
6! 3! × = 6 × 3 = 18 . (6 − 1)! 1! (3 − 1)! 1!
501
Jadi peluang dari Irfan mengambil satu bola putih dan satu bola merah adalah 𝑃 𝐶 =
|𝐶| 18 1 = = . |𝑆| 36 2
9.4.1 Peluang Komplemen Suatu Kejadian Misal dipunyai ruang sampel S, kejadian A bagian dari S, dan 𝐴′ adalah komplemen dari A. Lihat Gambar 9.4.1.
Gambar 9.4.1 Ruang Sampel S dan Kejadian A. Jika A dan 𝐴′ dua kejadian yang satu merupakan komplemen lainnya, maka 𝑃 𝐴 + 𝑃 𝐴′ = 1
(9.4.3)
Untuk memperjelas rumusan diatas, kita lihat contoh berikut. CONTOH 9.4.4 Tentukan peluang mengambil satu kartu dari kartu brigde standard memperoleh bukan As. Penyelesaian : Misal A merupakan kejadian mengambil satu kartu dan memperoleh kartus As. Peluang memperoleh satu kartu As adalah 𝑃 𝐴 =
4 , 52
karena
banyaknya titik sampel di A ada 4 dan banyaknya kartu ada 52.
502
Bab 9: Peluang
Dengan demikian peluang mengambil satu kartu dan memperoleh bukan As adalah 𝑃 𝐴′ = 1 − 𝑃 𝐴 = 1 −
4 48 = 52 52
9.4.2 Peluang Gabungan Dua Kejadian Misal dipunyai ruang sampel S, kejadian A dan kejadian B bagian dari S. Lihat Gambar 9.4.2.
Gambar 9.4.2 Kejadian A dan B bagian dari Ruang Sampel S. Jika A dan B adalah dua kejadian bagian dari S, maka peluang kejadian 𝐴 ∪ 𝐵 adalah 𝑃 𝐴 ∪ 𝐵 = 𝑃 𝐴 + 𝑃 𝐵 − 𝑃(𝐴 ∩ 𝐵)
(9.4.4)
Untuk memperjelas rumusan diatas, kita lihat contoh berikut. CONTOH 9.4.5 Pada percobaan pelemparan dua buah dadu setimbang. Kejadian A adalah kejadian jumlah mata dadu yang muncul adalah 8. Kejadian B adalah kejadian mata dadu kedua yang muncul adalah 5. Tentukan peluang kejadian jumlah mata dadu yang muncul sama dengan 8 atau mata dadu kedua yang muncul adalah 5.
Bab 9: Peluang
503
Penyelesaian : Pada pelemparan dua buah dadu setimbang, banyaknya ruang sample adalah |S| = 36. Misal pasangan angka mata dadu pertama dan angka mata dadu kedua dinyatakan sebagai (x, y). Ruang sampel S adalah 𝑆=
𝑥, 𝑦 𝑥 dan 𝑦 bernilai 1, 2, 3, 4, 5, atau 6}
Untuk kejadian A: - A = {(2, 6), (3, 5), (4, 4), (5, 3), (6, 2)} - Peluang kejadian A adalah 𝑃 𝐴 =
|𝐴| 5 = |𝑆| 36
Untuk kejadian B: - B = {(1, 5), (2, 5), (3, 5), (4, 5), (5, 5), (6, 5)} - Peluang kejadian B adalah 𝑃 𝐵 =
|𝐵| 6 1 = = |𝑆| 36 6
Interseksi kejadian A dan B: - 𝐴∩𝐵 =
3, 5
- Peluang interseksi kejadian A dan B adalah 𝑃 𝐴∩𝐵 =
|𝐴 ∩ 𝐵| 1 = |𝑆| 36
Jadi peluang kejadian jumlah mata dadu yang muncul sama dengan 8 atau mata dadu kedua yang muncul 5 𝑃 𝐴∪𝐵
504
adalah
= 𝑃 𝐴 + 𝑃 𝐵 − 𝑃(𝐴 ∩ 𝐵) =
5 1 1 + − 36 6 36
=
10 36
Bab 9: Peluang
9.4.3 Peluang Gabungan Dua Kejadian Saling Lepas Misal dipunyai ruang sampel S, kejadian A dan kejadian B saling lepas merupakan bagian dari S. Lihat Gambar 9.4.3.
Gambar 9.4.3 Kejadian A dan B Saling Lepas. Kejadian A dan B adalah dua kejadian bagian dari S yang saling lepas. Atau, 𝐴 ∩ 𝐵 = ∅. Jika 𝐴 ∩ 𝐵 = ∅ kita subsitusikan ke persamaan (9.4.4) maka didapat peluang kejadian 𝐴 ∪ 𝐵 seperti persamaan (9.4.5). 𝑃 𝐴∪𝐵 =𝑃 𝐴 +𝑃 𝐵
(9.4.5)
Untuk memperjelas rumusan diatas, kita lihat contoh berikut. CONTOH 9.4.6 Pada percobaan pelemparan dua buah dadu setimbang. Kejadian A adalah kejadian jumlah angka mata dadu pertama dan kedua yang muncul adalah 3. Kejadian B adalah kejadian jumlah angka mata dadu pertama dan kedua yang muncul adalah 8. Tentukan peluang kejadian jumlah angka mata dadu pertma dan kedua yang muncul adalah sama dengan 3 atau 8. Penyelesaian : Pada pelemparan dua buah dadu setimbang, banyaknya ruang sample adalah |S| = 36.
Bab 9: Peluang
505
Untuk kejadian A: - A = {(1, 2), (2, 1)} - Peluang kejadian A adalah 𝑃 𝐴 =
|𝐴| 2 1 = = |𝑆| 36 18
Untuk kejadian B: - B = {(2, 6), (3, 5), (4, 4), (5, 3), (6, 2) } - Peluang kejadian B adalah 𝑃 𝐵 =
|𝐵| 5 = |𝑆| 36
Interseksi kejadian A dan B: - 𝐴 ∩ 𝐵 = ∅, kejadian A dan B saling lepas.
Jadi peluang kejadian jumlah mata dadu yang muncul sama dengan 3 atau 8 adalah 𝑃 𝐴∪𝐵
=𝑃 𝐴 +𝑃 𝐵 =
9.4.4
1 5 7 + = 18 36 36
Peluang Bersyarat dan Kejadian Saling Bebas
Sebelumnya kita membahas peluang bersyarat ini, terlebih dahulu kita lihat suatu kasus permasalahan peluang. Peluang dari kejadian orang mengidap penyakit paru-paru adalah kecil. Akan tetapi, jika kita berikan syarat bahwa orang yang perokok berat, maka peluang kejadian orang tersebut mengidap penyakit paru-paru menjadi lebih besar. Peluang dengan ada suatu syarat seperti yang digambarkan di atas dinamakan peluang bersyarat.
506
Bab 9: Peluang
Sebelum menuju pada suatu rumusan peluang bersyarat, kita lihat contoh berikut ini.
CONTOH 9.4.7 Perhatikan percobaan pelemparan dadu. Ruang sampel dari percobaan pelemparan dadu adalah 𝑆 = 1, 2, 3, 4, 5, 6 Mari kita lihat beberapa kejadian yang terkait dengan pelemparan dau ini.
Misal A merupakan kejadian angka mata dadu yang muncul adalah ganjil, diperoleh: - 𝐴 = 1, 3, 5 3 6
- Peluang A adalah 𝑃 𝐴 = =
1 2
Misal B merupakan kejadian angka mata dadu yang muncul adalah lebih besar dari 2, diperoleh: - B = 3, 4, 5, 6 4 6
- Peluang B adalah 𝑃 𝐵 = =
2 3
Selanjutnya, kita ingin menghitung peluang munculnya angka mata dadu ganjil dengan syarat angka yang muncul adalah lebih besar dari 2. - Angka mata dadu ganjil dan lebih besar dari 2, pasti merupakan titik sampel yang ada di B. Jika kejadian B ini kita anggap sebagai ruang sampel (bukan lagi S), maka ruang
Bab 9: Peluang
507
sampel yang demikian ini dinamakan ruang sampel tereduksi. - Suatu kejadian munculnya angka mata dadu ganjil dan lebih besar dari 2 adalah 𝐴 ∩ 𝐵 = 3, 5 𝑃 𝐴∩𝐵 =
|𝐴∩𝐵| |𝑆|
2 6
dan peluangnya
1 3
= = .
- Muncul dua dari empat titik sampel di ruang sampel 2 4
tereduksi B. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa adalah peluang bersyarat munculnya angka mata dadu ganjil jika diketahui angka mata dadu yang muncul lebih besar dari 2. Atau dikatakan sebagai peluang kejadian A dengan syarat kejadian B, dan diberi notasi 𝑃 𝐴 𝐵 =
|𝐴∩𝐵| |𝐵|
2 4
= .
Lihat Gambar 9.4.4.
Gambar 9.4.4 Ruang Sampel Tereduksi Hasil pengamatan di atas, akan membawa kita pada definisi peluang bersyarat berikut ini. DEFINISI 9.4.1 Misal kejadian A dan B
bagian dari ruang sampel S. Peluang
kejadian A dengan syarat B dinotasikan dengan 𝑃 𝐴 𝐵
dan
didefinisikan sebagai 𝑃 𝐴𝐵 =
|𝐴 ∩ 𝐵| |𝐵|
dengan |𝐵| ≠ 0.
508
Bab 9: Peluang
Dari definisi di atas juga dapat diturunkan bentuk rumusan sebagai berikut. 𝑃 𝐴𝐵 =
|𝐴 ∩ 𝐵| |𝐵|
|𝐴 ∩ 𝐵| |𝑆| ⇒ 𝑃 𝐴𝐵 = |𝐵| |𝑆| ⇒𝑃 𝐴𝐵 =
𝑃(𝐴 ∩ 𝐵) 𝑃(𝐵)
Atau 𝑃 𝐴 ∩ 𝐵 = 𝑃 𝐴|𝐵 × 𝑃(𝐵).
(9.4.6)
Persamaan (9.4.6) ini dinamakan aturan hasil kali. Jika 𝐴′ merupakan komplemen dari A, maka peluang kejadian 𝐴′ dengan syarat B adalah 𝑃 𝐴′ 𝐵 = 1 − 𝑃(𝐴|𝐵)
(9.4.7)
Dua kejadian dikatakan saling bebas jika dua kejadian tersebut tidak saling mempengaruhi. Jadi kejadian A dan kejadian B dikatakan saling bebas jika diberikan syarat kejadian B, maka tidak mempengaruhi kejadian A atau sebaliknya. Dengan kata lain P(A|B) = P(A) atau P(B|A) = P(B) . Jika dimasukkan ke dalam persamaan (9.4.6), maka diperoleh 𝑃 𝐴 ∩ 𝐵 = 𝑃 𝐴 × 𝑃(𝐵)
(9.4.8)
Jika berlaku 𝑃 𝐴 ∩ 𝐵 = 𝑃 𝐴 × 𝑃(𝐵), maka kejadian A dan kejadian B merupakan dua kejadian saling bebas.
Bab 9: Peluang
509
CONTOH 9.4.8 Sebuah kaleng berisi 2 bola merah dan 2 bola biru. Dilakukan pengambilan 2 bola secara berurutan, tanpa pengembalian. Tentukan peluang terpilihnya bola merah pada pengambilan yang kedua, jika diketahui bola pertama yang terambil adalah biru. Penyelesaian: Misal A kejadian terpilihnya bola merah pada pengambilan kedua. Kejadian B adalah kejadian terpilihnya bola biru pada pengambilan pertama.
Gambar 9.4.5 Pengambilan Dua Bola Berurutan Untuk mempermudah, kita beri nama bola merah dengan m1 dan m2. Bola biru kita beri nama b1 dan b2.
Kejadian terpilihnya bola pertama biru, kejadian B. -
Anggaplah B sebagai ruang sampel tereduksi.
-
𝐵 = {𝑏1 𝑏2 , 𝑏1 𝑚1 , 𝑏1 𝑚2 , 𝑏2 𝑏1 , 𝑏2 𝑚1 , 𝑏2 𝑚2 }
-
510
𝐵 =6
Bab 9: Peluang
Kejadian terpilihnya bola kedua merah dalam ruang sampel tereduksi B adalah kejadian 𝐴 ∩ 𝐵. -
𝐴 ∩ 𝐵 = { 𝑏1 𝑚1 , 𝑏1 𝑚2 , 𝑏2 𝑚1 , 𝑏2 𝑚2 } 𝐴∩𝐵 =4
Peluang terpilihnya bola merah pada pengambilan kedua, jika pengambilan bola pertama terpilih putih adalah 𝑃 𝐴𝐵 =
|𝐴 ∩ 𝐵| 4 2 = = |𝐵| 6 3
CONTOH 9.4.9 Manajemen suatu kompleks pertokoan telepon genggam mencatat bahwa 60% pembeli adalah wanita dan sisanya adalah pembeli pria. Sebanyak 80% pembeli wanita membayar dengan cara angsuran. Pembeli pria yang membayar dengan cara angsuran hanya 20%. Jika seorang pembeli dipilih secara acak, maka tentukan peluang terpilihnya: a. Seorang wanita yang membeli telepon genggam dengan cara angsuran. b. Seorang pria yang membeli telepon genggam dengan cara angsuran. Penyelesaian: Ruang sampel S adalah pembelian telepon genggam di pertokoan. Misal: - Kejadian W adalah kejadian wanita membeli telepon genggam, P(W) = 0,6.
Bab 9: Peluang
511
- Kejadian L adalah kejadian pria membeli telepon genggam, P(L) = 0,4. - Kejadian A adalah kejadian seorang membeli telepon genggam dengan cara angsuran. P(A|W) = 0,8 dan P(A|L) = 0,2. Berdasarkan aturan hasil kali, diperoleh: a. Peluang terpilihnya seorang wanita membeli telepon genggam dengan cara angsuran adalah 𝑃 𝑊 ∩ 𝐴 = 𝑃 𝐴|𝑊 × 𝑃(𝑊) 𝑃 𝑊 ∩ 𝐴 = 0,8 × 0,6 = 0,48 b. Peluang terpilihnya seorang pria membeli telepon genggam dengan cara angsuran adalah 𝑃 𝐿 ∩ 𝐴 = 𝑃 𝐴|𝐿 × 𝑃(𝐿) 𝑃 𝐿 ∩ 𝐴 = 0,2 × 0,4 = 0,08 Untuk memahami dua kejadian saling bebas, perhatikan contoh berikut ini. CONTOH 9.4.10 Sebuah uang logam dan sebuah dadu dilemparkan bersama-sama. Berapa peluang munculnya sisi angka pada uang logam dan peluang munculnya angka pada mata dadu adalah ganjil ?. Penyelesaian : Ruang sampel dari percobaan ini adalah
512
Bab 9: Peluang
𝑆 = { 𝑎, 1 , 𝑎, 2 , 𝑎, 3 , 𝑎, 4 , 𝑎, 5 , 𝑎, 6 , 𝑔, 1 , 𝑔, 2 , 𝑔, 3 , 𝑔, 4 , 𝑔, 5 , 𝑔, 6 } Dengan titik sampel (x, y) adalah -
pelemparan uang logam muncul x, nilai dapat a (angka) atau g (gambar)
-
pelemparan dadu muncul angka y, nilai y dapat 1, 2, 3, 4, 5, atau 6.
Peluang masing – masing kejadian adalah
Kejadian A adalah kejadian munculnya sisi angka pada uang logam -𝐴=
𝑎, 1 , 𝑎, 2 , 𝑎, 3 , 𝑎, 4 , 𝑎, 5 , 𝑎, 6 . 1 2
-𝑃 𝐴 = .
Kejadian B adalah kejadian munculnya angka pada mata dadu adalah ganjil. -𝐵 =
𝑎, 1 , 𝑎, 3 , 𝑎, 5 , 𝑔, 1 , 𝑔, 3 , 𝑔, 5 3 6
1 2
-𝑃 𝐵 = = .
Kejadian 𝐴 ∩ 𝐵 merupakan kejadian munculnya sisi angka pada uang logam dan angka ganjil pada mata dadu. - 𝐴 ∩ 𝐵 = {(𝑎, 1), (𝑎, 2), (𝑎, 3)} -𝑃 𝐴∩𝐵 =
3 12
=
1 4
Terlihat bahwa berlaku 𝑃 𝐴 ×𝑃 𝐵 =
1 1 1 × = =𝑃 𝐴∩𝐵 2 2 4
Oleh karena itu, dikatakan bahwa kejadian A dan B saling bebas.
Bab 9: Peluang
513
9.4.5 Frekuensi Harapan Suatu Kejadian Perhatikan kasus berikut ini : Sebuah dadu dilempar sebanyak 12 kali Tentukan berapa kali kemungkinan muncul mata dadu 2 ?. Untuk menjawab permasalahan diatas, kita dapat melakukan kegiatan dengan cara sebuah dadu kita lempar 12 kali, kemudian kita catat banyaknya mata dadu 2 yang muncul. Kita ulang lagi dengan melempar dadu sebanyak 12 kali dan kita catat banyaknya mata dadu 2 yang muncul. Kegiatan tersebut kita lakukan beberapa kali. Dari
hasil
catatan akan terlihat banyaknya muncul mata dadu 2, misal 2 kali. Peluang munculnya mata dadu 2 pada pelemparan sebuah dadu adalah 1 . 6
Jika dadu dilempar sebanyak 12 kali, maka diharapkan mendapatkan
mata dadu 2 sebanyak
1 6
× 12 kali = 2 kali. Harapan munculnya mata
dadu 2 sebanyak 2 kali tersebut dinamakan frekuensi harapan. Frekuensi harapan munculnya kejadian A dengan n kali percobaan adalah 𝑃(𝐴) × 𝑛 CONTOH 9.4.11 Sebuah uang logam dilempar sebanyak 40 kali. Tentukan frekuensi harapan munculnya sisi gambar pada uang logam tersebut. Penyelesaian : Misal A merupakan kejadian munculnya sisi gambar, 𝐴 = {𝐺}.
514
Bab 9: Peluang
1
Peluang kejadian A adalah 𝑃 𝐴 = . 2
Jadi frekuensi harapan munculnya sisi gambar pada uang logam adalah 1 2
× 40 = 20 kali.
RANGKUMAN
Peluang suatu kejadian Untuk kejadian 𝐴 = {𝑠1 , 𝑠2 , … , 𝑠𝑘 } dengan k ≤ N, peluang suatu kejadian A adalah jumlah semua peluang titik sampel dalam A. Ditulis sebagai 𝑃 𝐴 = 𝑃 𝑠1 + 𝑃 𝑠1 + ⋯ + 𝑃 𝑠𝑘 atau 𝑃 𝐴 =
|𝐴| |𝑆|
=
𝑘 𝑁
Peluang komplemen kejadian
Jika A dan 𝐴′ dua kejadian yang satu merupakan komplemen lainnya, maka 𝑃 𝐴 + 𝑃 𝐴′ = 1. Jika A dan B adalah dua kejadian bagian dari S, maka peluang kejadian 𝐴 ∪ 𝐵 adalah 𝑃 𝐴 ∪ 𝐵 = 𝑃 𝐴 + 𝑃 𝐵 − 𝑃(𝐴 ∩ 𝐵)
Kejadian A dan B bagian dari ruang sampel S. Peluang kejadian A dengan syarat B adalah |𝐴 ∩ 𝐵| 𝑃 𝐴𝐵 = |𝐵| dengan |𝐵| ≠ 0
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 99--44 Kerjakan soal-soal latihan dibawah ini.
Bab 9: Peluang
515
1. Sebuah dadu dilemparkan. Tentukan peluang a. Muncul mata dadu 4. b
Muncul mata dadu genap.
c. Muncul mata dadu ganjil. d. Muncul mata dadu genap atau ganjil. 1. Sebuah dadu dan sebuah uang logam dilempar bersamasama.Tentukan peluang a.
Muncul mata uang angka dan angka dadu 3.
b. Muncul mata uang gambar dan angka dadu genap. c. Muncul angka dadu ganjil. d. Muncul mata uang angka dan angka dadu lebih dari 2. 2. Dari satu kantong terdiri dari 6 bola merah, 4 bola hitam dan 3 bola hijau diambil satu bola. Tentukan peluang bola yang terambil berwarna a. Merah atau hitam. b. Merah atau hitam atau hijau. c. Bukan hitam. d. Bukan hitam atau bukan merah. 3. Jika sebuah huruf diambil dari kata MATEMATIKA. Tentukan peluang yang terambil a. Huruf M b. Huruf vocal c. Huruf konsonan d Bukan huruf vocal 4. Satu kelompok terdiri dari 12 putera dan 4 puteri. Jika tiga orang diambil dari kelompok tersebut, berapa peluang bahwa ketiganya adalah putera.
516
Bab 9: Peluang
5. Farhan mempunyai bola 8 bola merah dan 10 bola biru. Kemudian Farhan mengambil dua bola secara acak. Tentukan peluang bola yang terambil a. Semuanya merah b. Semuanya biru c. Satu bola merah dan satu bola biru 6. Budi mempunyai bola 8 bola merah, 10 bola biru dan 6 bola putih .Kemudian Budi mengambil tiga bola secara acak. Tentukan peluang yang terambil a. Tiga bola tersebut berwarna sama b. Dua bola merah dan 1 bola putih c. Satu bola merah dan 2 bola biru d. Paling sedikit 1 bola putih e. Tiga bola tersebut berlainan warna 7. Dua buah dadu dilempar bersama – sama.Tentukan peluang munculnya a. Jumlah mata dadu 5 atau 10 b. Jumlah mata dadu 10 atau mata dadu pertama adalah 6 a. Mata dadu pertama ganjil atau mata dadu kedua genap 8. Pada permainan bridge, 4 pemain masing-masing memegang 13 kartu dari 52 kartu yang ada. Tentukan peluang seorang pemain tertentu kartunya terdiri dari 7 diamond, 2 club, 3 heart dan 1 spade. 9. Tiga buah dadu dilempar bersama – sama. Tentukan peluang munculnya a. Jumlah mata dadu 12 b. Jumlah mata dadu 10 atau 15
Bab 9: Peluang
517
10. Tentukan peluang bahwa sebuah bilangan puluhan adalah kelipatan 3 11. Peluang tim sepak bola SMK Nusantara untuk memenangkan suatu pertandingan sepak bola adalah 0,6. Jika tim tersebut akan bermain dalam 50 kali pertandingan, Berapa kali tim sepakbola tersebut akan menang ? 12. Peluang tim basket SMK Tunas Harapan untuk memenangkan suatu pertandingan basket adalah 0,8. Jika tim tersebut akan bermain dalam 30 kali pertandingan, Berapa kali tim basket tersebut akan kalah ? 13. Dua buah dadu dilempar bersama - sama sebanyak 288 kali. Tentukan frekuensi harapan a. Munculnya jumlah mata dadu 10. b. Munculnya jumlah mata dadu 5 atau 12. c. Munculnya mata dadu pertama 3 dan mata dadu kedua genap. d. Munculnya jumlah mata dadu selain 8.
518
Bab 9: Peluang
Bab
10 STATISTIKA Dalam kehidupan sering dijumpai informasi yang berupa kumpulan data dalam bentuk angka atau sajian data dalam bentuk grafik. Informasi ini disebut statistik. Pada bab ini dibahas tentang pengertian statistik, statistika, bentuk penyajian data serta bagaimana cara menghitung ukuran pusat.
10.1 Pengertian Dasar Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dipisahkan dari statistik. Seorang manajer yang berpacu dengan waktu akan enggan membaca laporan hasil survei atau evaluasi yang panjang. Laporan yang disajikan secara sederhana dan lengkap sangat diperlukan oleh seorang manajer. Bentuk laporan yang dimaksud adalah statistik. Contoh lain, dengan keterbatasan waktu berbagai informasi dalam
Bab 10: Statistik
519
bentuk tulisan pada majalah dan koran masyarakat enggan membaca, untuk itu perlu informasi yang lengkap dan mudah dimengerti. Informasi ini disajikan dalam bentuk grafik atau tabel yang merupakan bagian dari statistik. Dari dua contoh diatas betapa pentingnya statistik bagi kehidupan sehari-hari.
10.1.1 Pengertian Statistika Istilah statistik berasal dari bahasa Yunani status yang artinya state atau negara. Pada awalnya istilah statistik diartikan sebagai kumpulan informasi tentang negara dan banyaknya penduduk. Saat ini yang diamaksud statistik ialah data yang berbentuk daftar, tabel, grafik atau bentuk penyajian lain. Statistika adalah pengetahuan yang terkait dengan
metode
pengumpulam
informasi,
pengolahan,
analisis,
penarikan kesimpulan dan pembuatan keputusan. Jadi statistik merupakan hasil dari statistika. Kegiatan statistika yang terkait dengan penggunaan data untuk peramalan atau penarik kesimpulan dikenal dengan
statistika
induktif,
sedangkan
yang
terkait
dengan
pengumpulan, penyajian dan perhitungan disebut dengan statistika deskriptif.
10.1.2 Pengertian Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan obyek yang menjadi perhatian atau obyek dari semua pengukuran yang mungkin dibuat untuk suatu permasalahan tertentu. Sedangkan sampel adalah himpunan bagian dari populasi atau sebagian obyek dari pengukuran yang terpilih dari suatu populasi. Selanjutnya pengambilan data populasi jarang dilakukan karena beaya
520
Bab 10: Statistik
yang terlalu tinggi. Dengan demikian pengambilan data hanya sebagian saja yaitu berupa sampel data. CONTOH 10.1.1 Untuk mempelajari golongan darah siswa SMK “Harapan Bunda”, didata golongan darah siswa sebanyak 100 orang dari total semua siswa sebanyak 2000 siswa. 2000 siswa adalah populasi, sedangkan 100 siswa yang terpilih adalah sampel.
10.1.3 Macam-macam Data Setiap informasi yang tercatat, apakah dari hasil mencacah, mengukur atau mengklasifikasi disebut sebagai pengamatan atau data. Jadi data adalah keterangan / informasi yang dijaring dalam bentuk angka (data kuantitatif) atau lambang (data kualitatif) dari pengamatan yang dilakukan seseorang. Data kuantitatif dapat diperoleh dengan mengukur (data kontinu) atau dengan mencacah (data diskrit).
CONTOH 10.1.2 Jumlah buku milik mahasiswa, jumlah SMK yang ada di Propinsi tertentu merupakan data diskrit. Dilihat dari sumbernya dapat diklasifikasikan menjadi 1.
Data intern, yaitu catatan intern perusahaan yang dibutuhkan oleh perusahaan itu sendiri
2.
Bab 10: Statistik
Data ekstern, yaitu data yang diperoleh dari luar perusahaan.
521
CONTOH 10.1.3 Contoh data intern adalah catatan akademik di sekolah tertentu yang diperlukan oleh sekolah tersebut. Jika untuk keperluan tertentu sekolah membutuhkan data dari luar sekolah maka data tersebut termasuk data ekstern. Dilihat dari penerbitnya data dapat diklasifikasikan 1.
Data primer, yaitu data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh organisasi yang menerbitkan
2.
Data sekunder, yaitu data yang diterbitkan oleh organisasi yang bukan pengolahnya.
Data dapat dikumpulkan dengan beberapa cara, diantaranya dengan : a. Wawancara, adalah tanya jawab secara langsung dengan sumber data atau orang-orang yang dianggap mampu memberikan data yang diperlukan. b. Kuisioner,
adalah
tehnik
pengumpulan
data
dengan
memberikan serangkaian pertanyaan yang dikirim per pos atau langsung pada responden untuk diisi. c. Pengamatan (Observasi), adalah teknik pengambilan data dengan mengamati baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek. d. Test & skala obyektif adalah serangkaian test maupun skala yang obyektif, meliputi test kecerdasan dan bakat, test prestasi atau test kepribadian.
522
Bab 10: Statistik
Berdasarkan skala data, data dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Nominal, membedakan benda / peristiwa satu dengan yang lain berdasarkan jenis / predikat, misal : Laki-laki – perempuan, desa – kota. 2. Ordinal, membedakan benda / peristiwa satu dengan yang lain berdasarkan jumlah relatif beberapa karakteristik tertentu yang dimiliki masing-masing benda / peristiwa, misal : pemenang lomba 1, 2, 3. 3. Interval, apabila benda atau peristiwa yang kita selidiki dapat dibedakan antara yang satu dengan yang lain kemudian diurutkan. Perbedaan peristiwa yang satu dengan yang lain tidak mempunyai arti, tidak harus ada nol mutlak, misal: derajat C = derajat F. 4. Rasio, rasio antara masing-masing pengukuran mempunyai arti, ada nilai nol mutlak, misal : Tinggi.
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 1100--11 1. Jelaskan dengan singkat pengertian dari statistik dan statistika 2. Jelaskan pengertian statistik deskriptif dan statistik induktif 3. Jelaskan pengertian populasi dan sample sertai contoh 4. Apa yang dimaksud dengan data primer dan data sekunder, berikan contoh 5. Berikan contoh data dari hasil: a. Wawancara b. Kuisioner c. Observasi
Bab 10: Statistik
523
10.2 Penyajian Data Pada umumnya
untuk memudahkan dalam interpretasi data, data
berukuran besar disajikan dalam bentuk tabel, diagram, dan grafik.
10.2.1 Penyajian Data Dalam Bentuk Tabel Penyajian data dalam bentuk tabel dapat berupa tabel statistik atau tabel distribusi frekuensi.
Tabel Statistik
Tabel statistik disajikan dalam baris dan kolom. Bentuk umum tabel statistik adalah sebagai tersebut dalam Gambar 10.2.1 Judul Tabel
Judul kolom Judul baris
Judul kolom
Sel
Judul kolom
Judul kolom
Sel
Keterangan Sumber data Gambar 10.2.1 Bentuk Umum Tabel Statistik
524
Bab 10: Statistik
Judul tabel ditulis dibagian paling atas dan dimulai dari sisi paling kiri dengan huruf kapital, Judul tabel memuat apa, macam, klasifikasi, dimana, kapan dan satuan data yang digunakan secara singkat. Judul kolom dan judul baris ditulis dengan singkat. Sel adalah tempat nilainilai data. Keterangan diisi jika ada yang mau dijelaskan dari tabel yang belum tercantum dalam tabel dan sumber data menjelaskan asal data.
CONTOH 10.2.1 Table 10.2.1
Jumlah pengunjung masing-masing anjungan tempat wisata “Mekar Sari” tahun 2004-2007 berdasarkan jenis pengunjung.
Tahun
Anjungan Alfa
Anjungan Beta
Anjungan Gama
Dewasa
Anakanak
Dewasa
Anakanak
Dewasa
Anakanak
46250
37550
85050
25250
35250
75750
2005
47750
38900
84550
15550
25275
78900
2006
48890
45500
75550
19850
30850
78760
2007
48900
45450
89550
12500
25950
85575
Jumlah
191790
167400
334700
73150
117325
318985
2004
Sumber : data diambil dari loket yang terjual pada masing-masing anjungan
Bab 10: Statistik
525
Tabel Distribusi Frekuensi
Tabel distribusi frekuensi terdiri tabel distribusi frekuensi data tunggal dan tabel distribusi frekuensi data kelompok. Tabel distribusi data tunggal adalah suatu tabel distribusi frekuensi yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat diketahui frekuensi setiap satuan data (datum).
CONTOH 10.2.2 Percobaan melempar sebuah kubus berangka (alat untuk permainan ular tangga) sebanyak 30 kali menghasilkan permukaan yang muncul sebagai berikut : 2 6 3 3 5 6 4 2 4 3 5 3 2 1 4 1 6 5 3 4 4 6 4 3 2 5 1 1 3 2 Data tersebut dapat disusun dalam distribusi frekuensi tunggal seperti terlihat dalam Tabel 10.2.2 Tabel 10.2.2 Permukaan yang muncul Angka (Xi)
Tally (turus)
Frekwensi (fi)
1
4
2
5
3
7
4
6
5
4
6
4
Jumlah
526
f
i
30
Bab 10: Statistik
Tabel distribusi frekuensi data kelompok adalah suatu bentuk penyusunan yang teratur mengenai suatu rangkaian data dengan menggolongkan besar dan kecilnya angka-angka yang bervariasi kedalam kelas-kelas tertentu. Yang harus diperhatikan dalam membuat tabel distribusi data kelompok adalah bahwa tidak ada satu angkapun dari data yang tidak dapat dimasukkan kedalam kelas tertentu dan tidak terdapat keragu-raguan dalam memasukkan angka-angka kedalam kelas-kelas yang sesuai. Sehingga yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : a. Penentuan range berdasarkan pembulatan kebawah untuk angka terendah dan pembulatan keatas untuk angka tertinggi b. Hindari penggunaan batas kelas secara berulang c. Batas kelas hendaknya dinyatakan dalam bilangan bulat, bila tidak mungkin penggunaan jumlah desimal harus sesuai dengan kebutuhan saja.
Untuk membuat distribusi frekuensi data berkelompok dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut : 1. Menentukan jumlah kelas, jika menggunakan pendekatan HA Sturges maka K = 1 + 3,322 log n dimana K adalah jumlah kelas dan n adalah jumlah data. 2. Menentukan lebar interval / panjang interval (p) p = range / K dimana Range = nilai datum tertinggi – nilai datum terendah
Bab 10: Statistik
527
3. Membuat tabel distribusi frekuensi, biasanya secara lengkap terdiri dari 9 kolom, dimana kolom 1: Nomor kelas, kolom 2: interval kelas/limit kelas, Pada interval kelas terdapat batas bawah kelas dan batas atas kelas. Batas bawah kelas adalah nilai ujung bawah suatu kelas sedangkan batas atas kelas adalah nilai ujung atas suatu kelas. kolom 3: tepi kelas tepi bawah = batas bawah – 0,5 tepi atas = batas atas + 0, 5 kolom 4: titik tengah kelas (mi), titik tengah kelas adalah suatu nilai yang dapat dianggap mewakili kelas tersebut dan rumusnya mi =
1 ( batas atas + batas bawah ) 2
kolom 5: tabulasi / tally, kolom 6: frekuensi (fi), kolom 7: frekuensi kumulatif frekuensi kumulatif kelas ke –i ( fkomi ) adalah jumlah frekuensi dari kelas pertama sampai kelas ke -i kolom 8: distribusi relatif
528
Bab 10: Statistik
distributif relatif kelas ke – i (dreli) adalah proporsi data yang berada pada kelas ke –i sehingga dreli =
frekuensi kelaske i banyaknya semua datum
fi
f
i
kolom 9: distribusi relatif komulatif distribusi relatif komulatif kelas ke-i (drkomi) adalah jumlah distributive relative dari kelas pertama sampai kelas ke -i 4. Memasukkan angka-angka ke dalam kelas-kelas yang sesuai, kemudian menghitung frekuensinya. Proses memasukkan angkaangka dilakukan dengan tally sheet, buat perlimaan.
CONTOH 10.2.3 Skor hasil tes IQ dari 50 siswa SMK “Tunas Baru” tercatat sebagai berikut : 80 111 122
94 119 125
104 86 112
88
123 110
113
93
96 118 127 129
92 127 103
127 104 117
88 100 117 85
89
89 128 103 115
95
89 110 116 103
88 123 121
87
92 119
84 127
97
89 125 118
Jumlah kelasnya adalah K = 1 + 3,322 log 50 = 6,643978354 7 Range = jangkauan = 129 – 80 = 49 Lebar interval kelas = 49 / 6,643978354 = 7,375099283 8
Bab 10: Statistik
529
Dari hasil perhitungan ini selanjutnya dibuat, Tabel lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10.2.3. berikut ini : Tabel 10.2.3 . Hasil test IQ siswa SMK “ Tunas Baru” No
Interval
Tepi Kls
mi
Tally
fi
fkomi
dreli
drko mi
1
80-87
79,5-87,5
83,5
5
5
0,10
0,10
2
88-95
87,5-95,5
91,5
12
17
0,24
0,34
3
96-103
95,5-103,5
99,5
6
23
0,12
0,46
4
104-111
103,5-111,5
107,5
5
28
0,10
0,56
5
112-119
111,5-119,5
115,5
10
38
0,20
0,76
10
48
0,20
0,96
2
50
0,04
1,00
6
120-127
119,5-127,5
123,5
7
128-135
127,5-135,5
131,5
Sumber : SMK “Tunas Baru” tahun 2007
10.2.2 Penyajian Data Dalam Bentuk Diagram Penyajian data dalam bentuk diagram dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya, diagram garis, diagram kotak / diagram batang, diagram lingkaran, piktogram.
530
Bab 10: Statistik
Diagram Garis
Diagram Garis adalah suatu diagram berupa garis yang biasa dipakai untuk menyajikan data yang diperoleh dari waktu ke waktu secara teratur dalam jangka waktu tertentu. CONTOH 10.2.4 Dari hasil survey siswa SMK yang membawa sepeda motor didapatkan hasil seperti pada Tabel 10.2.4
Tabel 10.2.4. Jumlah Siswa SMK yang Membawa Sepeda Motor Tahun
Jumlah Siswa
2002
40
2003
25
2004
35
2005
40
2006
110
2007
125
Cara menggambar diagram garis dari tabel 10.2.4 seperti menggambar koordinat kartesius dengan sumbu datar menyatakan tahun dan sumbu tegak menyatakan jumlah. Selanjutnya gambar posisi titik yang ada pada tabel dan hubungkan titik tersebut dengan garis lurus.
Bab 10: Statistik
531
Diagram garis dari Tabel 10.2.4 ditunjukkan Gambar 10.2.2. Jumlah Siswa SMK yang Membawa Sepada Motor Tahun 2002-2007
120
jumlah
100 80 60 40 20 2002
2003
2004
2005
2006
2007
tahun
Gambar 10.2.2 Contoh Diagram Garis
Diagram Batang
Diagram Batang adalah suatu diagram yang terdiri dari batang-batang, dimana tinggi batang merupakan frekwensi atau nilai dari data. CONTOH 10.2.5 Untuk menggambar diagram batang tabel 10.2.4 buat sumbu datar yang menyatakan tahun dan sumbu tegak menyatakan jumlah. Buat persegi panjang dengan tinggi dari persegi panjang menyatakan banyaknya siswa yang membawa sepeda motor. Diagram batang dari Tabel 10.2.4 ditunjukkan Gambar 10.2.3
532
Bab 10: Statistik
Jumlah Siswa SMK yang Membawa Sepeda Motor Tahun 2002-2007
140 120
Count
100 80 60 40 20 0
2002
2003
2004
2005
2006
2007
tahun
Gambar 10.2.3. Contoh Diagram Batang
Diagram Lingkar
Diagram Lingkaran adalah suatu diagram berupa lingkaran, dimana daerah lingkaran menggambarkan data seluruhnya, sedangkan bagian dari data digambarkan dengan juring atau sektor.
CONTOH 10.2.6 Membuat diagram lingkaran dari tabel 10.2.4 dengan cara membagi luas lingkaran dalam juring – juring lingkaran sesuai dengan jumlah data tiap tahunnya. Untuk data tahun 2002 dengan jumlah 40, maka luas juring ditentukan oleh sudut sebesar : (40/375) x 360 0.
Diagram batang dari tabel 10.2.4 ditunjukkan gambar 10.2.4
Bab 10: Statistik
533
Jumlah Siswa yang Membawa Sepeda Motor Tahun 2002-2007 C ategory 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Gambar 10.2.4. Contoh Diagram Lingkaran
Piktogram
Piktogram adalah suatu diagram yang disajikan dalam bentuk lambanglambang sesuai dengan objek yang diteliti. CONTOH 10.2.7 Dari catatan Dinas Pendidikan Kodya “Selayang”, jumlah siswa diempat SMK dapat dilihat pada Tabel 10.2.5. dan penyajian piktogramnya dapat dilihat pada Gambar 10.2.5.
Tabel 10.2.5. Jumlah Siswa SMK di Kodya “Selayang”
534
SMK
Mawar
Melati
Tulip
Anggrek
Jumlah Siswa
500
850
600
1250
Bab 10: Statistik
Sekolah
Jumlah Siswa
SMK Mawar
500
SMK Melati
850
SMK Tulip
600
SMK Anggrek
1250
Keterangan : sama dengan 50 sama dengan 100 Gambar 10.2.5. Contoh Piktogram
10.2.3 Penyajian Data Dalam Bentuk Grafik Penyajian data dalam bentuk grafik dapat dilakukan dengan membuat Histogram atau dengan membuat Poligon.
Histogram
Histogram adalah sebuah bentuk diagram batang tetapi lebar batangnya merupakan lebar interval kelas sedangkan yang membatasi masingmasing batang adalah tepi kelas, sehingga masing-masing batang berimpit satu sama yang lainnya. Lihat contoh 10.2.8 dan gambar 10.2.6
Bab 10: Statistik
535
Poligon
Jika ujung masing-masing batang dari histogram, pada posisi titik tengah dihubungkan dengan sebuah garis, garis tersebut disebut sebagai polygon frekuensi. Jika polygon frekuensi didekati dengan sebuah kurva mulus, maka kurva tadi disebut sebagai kurva frekuensi yang diratakan, tetapi jika penghalusan dilakukan pada polygon komulatif, maka kurvanya disebut sebagai ogive. Lihat gambar 10.2.7 CONTOH 10.2.8 Dari tabel 10.2.3 Hasil test IQ siswa SMK Tunas Baru maka histogramnya dapat dilihat dalam Gambar 10.2.6. dan polygon frekuensinya dapat dilihat pada Gambar 10.2.7.
IQ SISWA SMK”TUNAS BARU”
frekuensi
10
5
83,5
99,5
115,5
131,5
IQ
Gambar 10.2.6. Contoh Histogram
536
Bab 10: Statistik
IQ SISWA SMK”TUNAS BARU”
frekuensi
10
5
83,5
99,5
115,5
131,5
IQ
Gambar 10.2.7. Contoh Poligon Frekuensi
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 1100--22 1.
Nilai ujian pelajaran matematika dari 80 siswa SMK Tunas Harapan adalah sebagai berikut :
Bab 10: Statistik
51
75
81
62
65
70
68
40
70
60
65
72
75
81
90
65
68
76
60
35
75
81
71
58
70
60
97
74
42
80
79
53
83
61
78
75
69
80
95
37
80
72
90
71
48
85
80
65
91
73
76
82
78
63
75
72
74
76
76
43
65
76
80
78
85
64
65
50
60
72
85
78
68
74
67
85
65
80
77
58
537
Buatlah tabel distribusi frekuensi data kelompok dari nilai matematika diatas. 2. Dari Hasil survey siswa SMK “ Tunas Harapan “ yang membawa handphone adalah sebagai berikut : Tabel siswa SMK “ Tunas Harapan “ yang membawa handphone Tahun
Jumlah siswa
2000
50
2001
65
2002
70
2003
75
2004
40
2005
80
2006
90
2007
105
Sajikan data diatas dalam diagram garis, diagram batang dan diagram lingkaran. 3. Dari soal no. 1, buatlah histogram dan polygon frekuensi dari nilai ujian pelajaran matematika SMK “ Tunas Harapan “.
538
Bab 10: Statistik
10.3 Ukuran Statistikan Bagi Data Dalam mengumpulkan data, jika objek yang diteliti terlalu banyak atau terlalu luas cakupannya sehingga menjadi cukup besar, maka peneliti seringkali tidak meneliti seluruh objek, melainkan akan menggunakan sebagian saja dari seluruh objek yang diteliti. Keseluruhan yang menjadi perhatian kita / yang kita pelajari disebut sebagai Populasi sedangkan himpunan bagian dari populasi hasil dari pengukuran yang terpilih dari suatu populasi disebut sebagai Sample. Parameter adalah sembarang nilai yang menjelaskan ciri sample-suatu Populasi misalkan ( ,
2
dll), sedangkan Parameter sampel adalah
sembarang nilai yang menjelaskan ciri sample misalkan (
x,s
2
dll).
Untuk menyelidiki segugus data kuantitatif akan sangat membantu bila didefinisikan ukuran-ukuran numerik yang menjelaskan ciri-ciri data yang penting. Ukuran yang menunjukkan pusat segugus data disebut sebagai Ukuran Pemusatan. Ukuran yang menyatakan seberapa jauh pengamatan (data) menyebar dari rata-ratanya disebut sebagai Ukuran Keragaman / Penyebaran. Untuk mengetahui sebaran / distribusi segugus data setangkup atau tidak dipakai Ukuran kemiringan.
10.3.1 Ukuran Pemusatan Ukuran yang menunjukkan pusat segugus data disebut sebagai Ukuran Pemusatan. Ukuran pemusatan yang biasa dipakai mean, median dan modus. Selanjutnya akan ditentukan ukuran pemusatan untuk tiga bentuk data yaitu data tunggal, frekuensi data tunggal dan frekuensi data kelompok.
Bab 10: Statistik
539
Mean/Rata-rata Hitung
Mean atau rata- rata hitung dari suatu data adalah jumlah seluruh datum dibagi dengan banyak datum. Untuk data tunggal
x
x1 x 2 ... x n n
Dimana x adalah mean atau rata- rata hitung dari suatu data xi adalah nilai datum ke i n adalah banyaknya datum
Untuk frekuensi data tunggal
x
f 1 x1 f 2 x 2 ... f k x k 1 k f i xi n n i 1
Dimana x adalah mean atau rata- rata hitung dari suatu data fi adalah frekuensi dari xi xi adalah nilai datum pada kelas ke i k adalah banyaknya kelas n = f1 + f2 + … +fk adalah banyaknya semua datum Untuk frekuensi data kelompok
x
f1 m1 f 2 m2 ... f k mk 1 k f i mi n n i 1
Dimana : x adalah mean atau rata- rata hitung dari suatu data fi adalah frekuensi dari xi
540
Bab 10: Statistik
mi adalah nilai tengah data pada kelas ke i k adalah banyaknya kelas n = f1 + f2 + … +fk adalah banyaknya semua datum
Median
Median dari suatu data yang telah diurutkan datanya dari nilai datum yang terkecil ke nilai datum yang terbesar adalah datum yang membagi suatu data terurut menjadi dua bagian yang sama. Untuk data tunggal Jika banyaknya datum n ganjil maka mediannya adalah nilai datum ke 𝑛 +1 . 2
Jadi Median = 𝑥𝑛 +1 2
Sedangkan jika banyaknya datum n genap maka mediannya adalah rata – rata dari dua nilai datum yang ditengah yaitu Median =
1 𝑥𝑛 + 𝑥𝑛 +1 2 2 2
Untuk Data Kelompok
Median = 𝐿𝑚𝑒𝑑
1 𝑛 − ( 𝑓)𝑚𝑒𝑑 + 2 𝑓𝑚𝑒𝑑
𝑝
dimana Lmed = tepi bawah kelas yang memuat median n = f1 + f2 + … +fk adalah banyaknya semua datum
Bab 10: Statistik
541
f med = jumlah frekuensi sebelum median fmed = frekuensi kelas yang memuat median P = panjang interval
Modus
Modus dari suatu data adalah nilai datum yang paling sering muncul. Untuk Data tunggal Modus dari suatu data adalah nilai datum yang paling sering muncul atau nilai datum yang mempunyai frekuensi terbesar. Untuk Data kelompok 𝑀𝑜 = 𝐿𝑀𝑜 +
∆1 𝑝 ∆1 + ∆2
dimana Mo = modus dari suatu data LMo = tepi bawah kelas modus
1 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sebelumnya 2 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sesudahnya P = panjang interval CONTOH 10.3.1 Tentukan mean, median dan modus dari data tunggal berikut ini : 100,110,105,120,80,90, 105,125,120,135, 120 Penyelesaian :
542
Bab 10: Statistik
Data diatas termasuk data tunggal a.
Mean dari data tersebut adalah
x
100 110 105 120 80 90 105 125 120 135 120 11
= 111,18
b. Untuk menentukan median, kita urutkan terlebih dahulu datumnya dari yang terkecil yaitu 80,90, 100,105,105,110,120,120,120,, 125,135 Karena banyaknya datum ada 11 maka median adalah nilai datum ke
11 1 = 6. Jadi median = 110 2 c. Dari data di atas terlihat bahwa datum yang sering muncul adalah 120 maka modusnya = 120
CONTOH 10.3.2 Tentukan mean, median dan modus dari frekuensi data tunggal nilai matematika SMK Nusantara berikut ini :
Bab 10: Statistik
Nilai ( Xi)
Banyaknya siswa ( fi )
fi Xi
3
2
6
4
3
12
5
10
50
6
6
36
7
7
49
8
8
64
9
4
36
Jumlah
40
253
543
Penyelesaian :
a. Mean x =
fx i
n
i
253 6,325 40
b. Karena banyaknya data 40 maka median Median =
1 ( x n xn ) 1 2 2 2
=
1 ( x 20 x21 ) 2
=
1 (6+6) 2
=6
c. Dari data diatas terlihat bahwa frekuensi terbesar adalah 10 dengan nilai matematika (nilai datum) 5. Jadi modusnya adalah 5
CONTOH 10.3.3 Tentukan mean, median modus dari frekuensi data kelompok hasil test IQ siswa SMK” Tunas Baru berikut ini :
544
Bab 10: Statistik
Tabel 10.2.3 . Hasil test IQ siswa SMK “ Tunas Baru” No
Interval
Tepi Kls
mi
fi
fkomi
1
80-87
79,5-87,5
83,5
5
5
2
88-95
87,5-95,5
91,5
12
17
3
96-103
95,5-103,5
99,5
6
23
4
104-111
103,5-111,5
107,5
5
28
5
112-119
111,5-119,5
115,5
10
38
6
120-127
119,5-127,5
123,5
10
48
7
128-135
127,5-135,5
131,5
2
50
Sumber : SMK “Tunas Baru” tahun 2007 Penyelesaian : a. Mean
x
f1 m1 f 2 m2 ... f k mk 1 k f i mi n n i 1
5. 83,5 12 . 91,5 6 . 99 ,5 5 .107 ,5 10 . 115 ,5 10 . 123 ,5 2 . 131,5 5 12 6 5 10 10 2 5303 50 106 ,06
b. Karena banyaknya data ada 50 maka Median terletak diantara data ke-25 dan ke-26, sehingga berada dalam kelas nomer 4 dimana Lmed = tepi bawah kelas yang memuat median =103,5
Bab 10: Statistik
545
n
= jumlah semua data n =
f
i
=50
f med = jumlah frekuensi sebelum median =23 fmed = frekuensi kelas yang memuat median = 5 P = panjang interval =11,5-103,5 = 8 Jadi
Median = 𝐿𝑚𝑒𝑑
1 𝑛 − ( 𝑓)𝑚𝑒𝑑 + 2 𝑓𝑚𝑒𝑑
𝑝
1 .50 23 8 Median = 103,5 + 2 5 = 106,7
c. Dari tabel terlihat bahwa frekuensi terbesar adalah 12 pada kelas ke 2 maka kelas modus = kelas ke-2 sehingga LMo = tepi bawah kelas modus = 87,5
1 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sebelumnya = 12 -5 = 7
2 = selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sesudahnya = 12 -6 = 6 P = panjang interval = 95,5-87,5 = 8 Jadi 𝑀𝑜 = 𝐿𝑀𝑜 +
546
∆1 𝑝 ∆1 + ∆2
Bab 10: Statistik
𝑀𝑜 = 87,5 +
7 8 7+6
𝑀𝑜 = 87,5 + 4,3077 = 91,8077
10.3.2 Ukuran Penyebaran Ukuran yang menyatakan seberapa jauh pengamatan (data) menyebar dari rata-ratanya disebut sebagai Ukuran Keragaman / Penyebaran.
Jangkauan/Rentang
Untuk data tunggal Jangkauan dari suatu data adalah selisih antara nilai datum terbesar dengan nilai datum terkecil sehingga Jangkauan = nilai datum terbesar – nilai datum terkecil Untuk data kelompok Jangkauan = tepi atas kelas tertinggi – tepi bawah kelas terkecil
Bab 10: Statistik
Jangkauan Semi Antar Kuartil Menentukan Kuartil
547
Kuartil adalah suatu nilai yang membagi sekumpulan data menjadi empat bagian sama banyak. Untuk data tunggal Untuk data tunggal, data diurutkan terlebih dahulu dari nilai datum yang terkecil ke nilai datum yang terbesar
Kuartil I ( Q1 ) = nilai datum yang memisahkan data
1 bagian 4
berada dibawahnya
Kuartil II ( Q2 ) =: nilai datum yang memisahkan data
1 bagian 2
berada dibawahnya
Kuartil III( Q 3 ) =: nilai datum yang memisahkan data
3 bagian 4
berada dibawahnya Dari pengertian diatas,terlihat bahwa kuartil II tidak lain adalah median Untuk data kelompok Nilai kuartil I ( Q1 ), nilai kuartil II ( Q2 ) = median dan nilai kuartil III ( Q 3 ) untuk data kelompok dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
548
Bab 10: Statistik
Qk LQk
k 4 n f Qk f Qk
p , dengan k =1, 2, 3
Dimana Q k = kuartil k0
LQk = tepi bawah kelas yang memuat Q k n = jumlah semua data yaitu n =
f
Qk
f
i
= jumlah frekuensi sebelum kelas Q k
f Qk = frekuensi kelas yang memuat Q k P = panjang interval
Menentukan Jangkauan Semi antar Kuartil Jangkauan Antar Kuartil = Kuartil 3 – Kuartil 1 Jangkauan Semi Antar Kuartil = ½ (Kuartil 3 – Kuartil 1)
Simpangan Rata-rata
Simpangan rata-rata dari suatu data menyatakan ukuran berapa jauh penyebaran nilai–nilai data terhadap nilai rata-rata
Bab 10: Statistik
549
Untuk data tunggal Simpangan rata-rata dari nilai-nilai data tunggal x1, x2, x3,… xn adalah
SR
1 n xi x n i 1
Dimana x = nilai rata-rata dari suatu data
Untuk data kelompok
SR
1 k f i mi x n i 1
dimana n = banyaknya datum k = banyaknya kelas fi = frekuensi kelas ke-i mi = nilai tengah kelas ke i
x = nilai rata-rata dari suatu data
Variasi dan Simpangan Baku
Untuk data tunggal Ragam atau variansi dari nilai-nilai data tunggal x1, x2, x3,… xn adalah
𝑆2
550
1 = 𝑛
𝑛
𝑥𝑖 − 𝑥
2
𝑖=1
Bab 10: Statistik
Sedangkan simpangan bakunya adalah
S var iansi Dimana x = nilai rata-rata dari suatu data Untuk data kelompok 1 𝑆2 = 𝑛
𝑘
𝑓𝑖 𝑚𝑖 − 𝑥
2
𝑖=1
Sedangkan simpangan bakunya adalah
S var iansi dimana n = banyaknya datum k = banyaknya kelas fi = frekuensi kelas ke-i mi = nilai tengah kelas ke i
x = nilai rata-rata dari suatu data
Angka Baku
Angka Baku dari nilai datum x dari suatu data adalah
z
xx S
Dimana x = nilai rata-rata dari suatu data S = simpangan baku dari suatu data
Bab 10: Statistik
551
Koefisien Variasi Sampel
Koefisien variasi sample adalah penyimpangan data relatif yang umumnya disajikan dalam persen. Koefisien variasi sample ( CV ) dari suatu data adalah
CV
S 100 % x
Dimana x = nilai rata-rata dari suatu data S = simpangan baku dari suatu data CONTOH 10.3.4 Dari contoh sebelumnya, Tentukan kuartil 1, kuartil 2, kuartil 3, jangkauan antar kuartil dan jangkaun semi antar kuartil, dari data IQ 50 siswa SMK “Tunas Baru”. Penyelesaian : Data terurut adalah 80
84
85
86
87
88
88
88
89
89
89
89
92
92
93
94
95
96
97
100
103 103 103 104 104 110 110 111 112 113 115 116 117 117 118 118 119 119 121 122 123 123 125 125 127 127 127 127 128 129 Untuk menentukan kuartil 1, kuartil 2 dan kuartil 3 maka kita tentukan terlebih dahulu kuartil 2 yaitu nilai datum yang membagi data menjadi
552
Bab 10: Statistik
2 bagian yang sama. Karena data ada 50 maka kuartil 2 = median adalah rata-rata dari dua nilai datum yang ditengah yaitu
Kuartil 2 = =
1 x25 x26 2
1 ( 104 + 110 ) 2
= 107 Karena dari
1 data ada 25 datum maka kuartil 1 merupakan nilai tengah 2
1 bagian bawah data atau nilai tengah dari semua datum yang 2
berada sebelum kuartil 2 yaitu Kuarti 1 = x13 = 92 Sedangkan kuartil 3 merupakan nilai tengah dari semua datum yang berada setelah kuartil 2 yaitu Kuarti 3 = x 2513 x38 = 119 Jangkauan antar kuartil = kuartil 3 – kuartil 1= 119 – 92 = 27
Jangkauan semi antar kuartil =
Bab 10: Statistik
1 ( kuartil 3 – kuartil 1) = 13,5 2
553
CONTOH 10.3.5 Dari tabel frekuensi data kelompok IQ 50 siswa SMK “Tunas Baru” Tentukan Kuartil 1, kuartil 2, kuartil 3, simpangan rata-rata dan simpangan baku dari data tersebut ] Penyelesaian : Tabel 10.2.3 . Hasil test IQ siswa SMK “ Tunas Baru” No
Interval
Tepi Kls
mi
fi
fkomi
1
80-87
79,5-87,5
83,5
5
5
2
88-95
87,5-95,5
91,5
12
17
3
96-103
95,5-103,5
99,5
6
23
4
104-111
103,5-111,5
107,5
5
28
5
112-119
111,5-119,5
115,5
10
38
6
120-127
119,5-127,5
123,5
10
48
7
128-135
127,5-135,5
131,5
2
50
Sumber : SMK “Tunas Baru” tahun 2007 a. Menentukan kuartil 1 Dari contoh soal 10.3.4, kuartil 1 adalah nilai dantum ke-13 sehingga kelas yang memuat kuartil 1( Q1 ) adalah kelas ke-2 yaitu
LQ1 = tepi bawah kelas yang memuat Q1 = 87,5 n = jumlah semua data yaitu n =
554
f
i
= 50
Bab 10: Statistik
f
= jumlah frekuensi sebelum kelas Q1 = 5
f Q1
= frekuensi kelas yang memuat Q1 = 12
Q1
= panjang interval = 95,5 – 87,5 = 8
P Jadi
1 4 n f Q1 Kuartil 1 = Q1 LQ1 p f Q1 1 4 . 50 5 = 87,5 + 8 12 = 87,5 + 5 = 92,5 b. Menentukan kuartil 2 Dari contoh soal 10.3.4, kuartil 2 adalah rata-rata nilai dantum ke25 dan nilai dantum ke-26 sehingga kelas yang memuat kuartil 2 ( Q2 ) adalah kelas ke-4 yaitu
LQ2 = tepi bawah kelas yang memuat Q2 = 103,5 n
= jumlah semua data yaitu n =
f
Q2
f
i
= 50
= jumlah frekuensi sebelum kelas Q2 = 23
f Q2 = frekuensi kelas yang memuat Q2 = 5 P
= panjang interval = 8
Jadi
Bab 10: Statistik
555
Kuartil 2 = Q2 LQ2
2 4 n f Q2 f Q2
p
2 4 . 50 23 = 103,5 + 8 5 = 103,5 + 3.2 = 106,7 c.
Menentukan kuartil 3 Dari contoh soal 10.3.4, kuartil 3 adalah nilai dantum ke-38 sehingga kelas yang memuat kuartil 1( Q3 ) adalah kelas ke-5 yaitu
LQ3 = tepi bawah kelas yang memuat Q3 = 111,5 n = jumlah semua data yaitu n =
f
Q3
f
i
= 50
= jumlah frekuensi sebelum kelas Q 3 = 28
f Q3 = frekuensi kelas yang memuat Q3 = 10 P = panjang interval = 8 Jadi 3 4 n f Q3 Kuartil 3 = Q L p 3 Q3 f Q3 3 . 50 28 = 111,5 + 4 8 10
556
Bab 10: Statistik
= 111,5 + 7,6 = 119,1
d. Dari contoh 10.3.3, diperoleh mean x = 106,06 sehingga
mi
fi
mi x
f i mi x
83,5
5
22,56
112,8
91,5
12
14,56
174,72
99,5
6
6,56
39,36
107,5
5
1.44
7.2
115,5
10
9,44
94,4
123,5
10
17,44
174,4
131,5
2
25,44
50,88
jumlah
653,76
Jadi simpangan rata- ratanya adalah
SR
=
1 k f i mi x n i 1
1 . 653,76 50
= 13,0752
e. Dari contoh 10.3.3, diperoleh mean x = 106,06 sehingga
Bab 10: Statistik
557
mi
fi
mi x
m x
f i mi x
2
i
2
83,5
5
-22,56
508,9536
2544,768
91,5
12
-14,56
211,9936
2543,9232
99,5
6
-6,56
63,0336
258,2016
107,5
5
1.44
2,0736
10,368
115,5
10
9,44
89,1136
891,136
123,5
10
17,44
304,1536
3041,536
131,5
2
25,44
647,1936
1294,3872
Jumlah
10584,32
Jadi variansi data tersebut adalah
S2
=
1 k f i mi x n i 1
2
1 10584,32 50
= 211,6864 sehingga simpangan bakunya adalah
S var iansi 211,6864 14,54944672
CONTOH 10.3.6 Pada ulangan umum matematika dari 150 siswa SMK, rata-rata nilai adalah 78 dengan simpangan baku 8. Dari hasil evaluasi keaktifan siswa dapat dilihat bahwa waktu belajar mereka rata-rata 15 jam per
558
Bab 10: Statistik
minggu dengan simpangan baku 3 jam per minggu. Mana yang lebih homogin, nilai matematika atau waktu belajar mereka. Jawab Koefisien Variasi (CV) nilai matematika =
S 100 % x
= (8/78) x 100% = 10,25641026 % Koefisien Variasi (CV) waktu belajar = (3/15) x 100% = 20 % Karena CV nilai matematika lebih kecil daripada CV waktu belajar maka nilai matematika lebih homogin dibandingkan waktu belajar mereka.
CONTOH 10.3.7 Pada ulangan umum matematika dari 150 siswa SMK, rata-rata nilai adalah 78 dengan simpangan baku 8. Tetapi nilai ulangan umum Fisika mempunyai rata-rata 73 dengan simpangan baku 7,6. Farhan mendapat nilai 75 pada ulangan matematika dan 71 pada ulangan fisika. Pada ulangan apakah Farhan mendapat nilai lebih baik. Penyelesaian : Angka baku / Nilai standart matematika Farhan adalah
z
Bab 10: Statistik
x x 75 78 0,375 S 8
559
Nilai standart fisika Farhan adalah
z
( 71 73 ) 0,26315789 7,6
Karena nilai standart nilai fisika lebih besar daripada nilai matematika maka nilai fisika Farhan lebih baik dari pada nilai matematikanya.
RANGKUMAN
Statistika adalah pengetahuan yang terkait dengan metode pengumpulam informasi, pengolahan, analisis, penarikan kesimpulan dan pembuatan keputusan.
Populasi adalah keseluruhan obyek yang menjadi perhatian atau obyek dari semua pengukuran yang mungkin dibuat untuk suatu permasalahan tertentu. Sampel adalah himpunan bagian dari populasi atau sebagian obyek dari pengukuran yang terpilih dari suatu populasi.
560
Data adalah keterangan yang dijaring dalam bentuk angka (data kuantitatif) atau lambang (data kualitatif) dari hasil pengamatan.
Data berukuran besar disajikan dalam bentuk tabel, diagram, dan grafik.
Ukuran yang menunjukkan pusat segugus data disebut ukuran pemusatan. Ukuran yang menyatakan seberapa jauh pengamatan (data) menyebar dari rata-ratanya disebut sebagai ukuran penyebaran. Untuk mengetahui sebaran / distribusi segugus data setangkup atau tidak dipakai ukuran kemiringan.
Bab 10: Statistik
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 1100--33 Kerjakan soal-soal berikut 1. Tentukan mean, median, modus, kuartil 1, kuartil 2, kuartil 3, jangkauan semi kuartil, simpangan rata-rata dan simpangan baku dari data berikut ini : a. 35,38,40,30,55,40,40,56,40,44,54, 56,39 b. 101,104,105,80,103,120,135,105,134,135,120,120,101,120 2. SMK “Budi Mulia” mempunyai 19 karyawan. Data umur masingmasing karyawan adalah sebagai berikut : 27, 28, 40, 31, 35, 55, 32, 43, 30, 27, 31, 33, 45, 50, 24, 54, 30, 35, dan 55. Tentukan kuartil 1, kuartil 2, kuartil 3, jangkauan semi kuartil, simpangan rata-rata dan simpangan baku 3. Tentukan mean, median, modus, kuartil 1, kuartil 2, kuartil 3, jangkauan semi kuartil, simpangan rata-rata dan simpangan baku dari data nilai bahasa Inggris SMK” Nusantara” berikut ini :
Bab 10: Statistik
561
Nilai ( Xi)
Banyaknya siswa ( fi )
3
5
4
6
5
10
6
8
7
12
8
7
9
4
Jumlah
52
4. Diberikan hasil tryout 10 siswa peserta olimpade
Siswa
Matematika
B. Inggris
B. Indonesia
1
92
90
90
2
89
91
92
3
90
87
89
4
92
83
87
5
87
93
85
6
90
84
83
7
87
90
82
8
92
85
80
9
90
90
88
10
85
92
86
a. Tentukan rata-rata, median dan modus dari hasil tryout. b. Tentukan simpangan baku hasil tryout.
562
Bab 10: Statistik
c. Mana dari ketiga nilai yang menunjukkan kemampuan siswanya lebih homogin.
5. Dari tabel distribusi frekuensi data kelompok nilai matematika pada soal latihan sub-bab 10.2 no 1, tentukan mean, median, modus kuartil 1, kuartil 2, kuartil 3, jangkauan semi kuartil, simpangan rata-rata dan simpangan baku dari data tersebut
Bab 10: Statistik
563
564
Bab 10: Statistik
Bab
11 MATEMATIKA KEUANGAN 11. Matematika Keuangan
Dalam urusan bisnis dan keuangan tidak akan lepas dari perhitungan matematika. Seorang pengusaha dalam kehidupannya sering harus berurusan dengan bank ataupun pemilik modal untuk menjalankan bisnisnya. Pada saat pinjam di Bank atau ke pemilik Modal perlu menghitung
berapa
keuntungan
atau
kerugian
yang
mungkin
dihadapinya. Untuk itu diperlukan matematika keuangan bagi pengusaha dalam menjalankan bisnisnya.
11.1 Bunga Tunggal dan Bunga Majemuk Dalam keseharian, sering ditemui bahwa seseorang membeli mobil secara angsuran dengan bunga 10% pertahun atau seseorang meminjam uang di bank dengan bunga 2 % per bulan. Jadi kata bunga bukanlah kata asing di telinga masyarakat Indonesia.
Bab 11: Matematika Keuangan
565
∎ Pengertian Bunga Secara umum “bunga” dapat diartikan sebagai jasa yang berbentuk uang yang diberikan oleh seorang peminjam kepada orang yang meminjamkan modal atas persetujuan bersama. Jika seseorang meminjam uang ke bank sebesar M rupiah dengan perjanjian bahwa setelah satu bulan dari waktu peminjaman, harus mengembalikan pinjaman tersebut sebesar ( M B) rupiah, maka orang tersebut telah memberikan jasa terhadap bank sebesar B rupiah selama satu bulan. Jasa sebesar B rupiah disebut dengan bunga, sedangkan M rupiah merupakan besarnya pinjaman yang disebut dengan modal. Jila pinjaman tersebut dihitung prosentase bunga terhadap besarnya modal, diperoleh :
B 100 % M disebut suku bunga. Besar suku bunga berlaku pada lama waktu perjanjian antara peminjam dengan yang diberi pinjaman. Secara umum, pengertian suku bunga dapat dituliskan sebagai berikut : Jika besar modal pinjaman adalah M0 dan besar bunga adalah B, maka besar suku bunga persatuan waktu dituliskan dengan b, didefinisikan sebagai
b
566
B 100 % M0
Bab 11: Matematika Keuangan
Jika besar bunga hanya dihitung dari modal dan pembayaran dilakukan sesuai dengan waktu perjanjian, maka bunga yang berkaitan disebut bunga tunggal. Hubungan antara besar modal, besar suku bunga, dan besar pengembalian dinyatakan dengan :
M M0
p M0 100
atau
p M M 0 1 100 dengan: M menyatakan besarnya pengembalian
M 0 menyatakan besar pinjaman (modal) dan
p menyatakan besar suku bunga dalam %. CONTOH 11.1.1 Diketahui suatu modal sebesar Rp 3.000.000 dengan suku bunga 15% pertahun. Tentukan besarnya bunga tunggal tersebut. a. untuk jangka waktu 8 bulan b. untuk jangka waktu 20 bulan Penyelesaian: Karena besarnya suku bunga pertahun adalah 15%, maka besarnya bunga tunggal pertahun adalah : B=
5 × Rp 3.000.00 = Rp 450.000 100
Sehingga diperoleh:
Bab 11: Matematika Keuangan
567
a. Besarnya bunga tunggal untuk jangka waktu 8 bulan adalah (8/12) x Rp 450.000 = Rp 300.000,b. Besarnya bunga tunggal untuk jangka waktu 20 bulan adalah (20/12) x Rp 450.000 = Rp 750.000,-
CONTOH 11.1.2 Pak Didik meminjam modal di bank sebesar Rp 1.600.000,- yang harus dilunasi dalam jangka waktu satu tahun dengan besar pengembalian 5/4 dari besarnya pinjaman. Tentukan besarnya bunga pertiga bulan. Penyelesaian: Besar pinjaman M 0 Rp 1.600.000 Besarnya pengembalian M (5/4) Rp1.600.000 Rp 2.000.000 Besarnya bunga dalam satu tahun adalah
B M M0 Rp 2.000.000 Rp 1.600.000 Rp 400.000 Besarnya suku bunga pertahun adalah b
400.000 x 100% 25% 1.600.000
Jadi besarnya suku bunga pe rtigabulan adalah
3 x 25% 6,25% 12
CONTOH 11.1.3 Jika suatu modal sebesar Rp 15.000.000,- dibungakan dengan bunga tunggal dengan suku bunga sebesar 1,2% perbulan. Dalam waktu berapa bulan, agar modal tersebut menjadi dua kali dari modal semula? Penyelesaian:
568
Bab 11: Matematika Keuangan
Besar bunga untuk satu bulan adalah
B1
1,2 x Rp 15.000.000 Rp.180.000 100
Besar bunga selama n bulan adalah
B n n Rp180.000 Besar modal setelah n bulan adalah
M n Rp15.000.0 00 B n Rp15.000.0 00 n Rp180.000
Setelah n bulan, modal menjadi dua kali modal semula. Jadi M n 2 Rp15.000.0 00 Rp30.000.0 00 Akibatnya
Rp30.000.0 00 Rp15.000.0 00 n Rp180.000
atau
Rp15.000.0 00 n Rp180.000
Sehingga
n
Rp. 15.000.000 88,33 Rp. 180.000
Jadi waktu yang diperlukan agar modal menjadi dua kali modal semula adalah 88,33 bulan. Didalam bunga tunggal ini dikenal dua jenis bunga tunggal, yaitu: 1. bunga tunggal eksak 2. bunga tunggal biasa. Bunga tunggal eksak adalah bunga tunggal yang dihitung berdasarkan jumlah hari dalam satu tahun secara tepat (satu tahun ada 365 hari),
Bab 11: Matematika Keuangan
569
sedangkan untuk tahun kabisat, yaitu suatu tahun yang habis dibagi empat, satu tahun ada 366 hari.
Bunga tunggal biasa adalah bunga tunggal yang dihitung untuk setiap bulannya terdapat 30 hari (satu tahun ada 360 hari).
CONTOH 11.1.4 Suatu modal sebesar Rp 72.000.000,- dengan suku bunga 10% pertahun, jika akan dipinjamkan selama 50 hari. Tentukan besarnya bunga tunggal eksak dan bunga tunggal biasa, jika peminjaman dilakukan: a. Pada tahun 2004 b. Pada tahun 2007. Penyelesaian: a. Peminjaman dilakukan pada tahun 2004
Besarnya bunga tunggal biasa adalah :
50 10 x x Rp. 72.000.000 Rp.100.000 360 100 Besarnya bunga tunggal eksak adalah :
50 10 x x Rp. 72.000.000 Rp. 98.360,65 366 100 (Karena 2004 habis dibagi empat, maka banyaknya hari dalam tahun 2004 adalah 366)
570
Bab 11: Matematika Keuangan
b. Peminjaman dilakukan pada tahun 2007 Besarnya bunga tunggal biasa adalah :
50 10 x x Rp. 72.000.000,- Rp.100.000,360 100 Besarnya bunga tunggal eksak adalah :
50 10 x x Rp. 72.000.000 Rp. 98.630.136,99 365 100 Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa besar bunga tunggal biasa tidak tergantung pada tahun waktu peminjaman dilakukan (setiap tahun ada 360 hari). Sedang besar bunga tunggal eksak samgat tergantung pada tahun, dimana waktu peminjaman dilakukan (tahun kabisat atau bukan kabisat). Untuk menentukan banyaknya hari dalam peminjaman, dikenal dua metode perhitungan, yaitu waktu rata-rata dan waktu eksak yang didefinisikan sebagai berikut : Waktu rata-rata adalah waktu yang dihitung berdasarkan banyaknya hari dalam satu bulan terdapat 30 hari. Sedangkan Waktu eksak adalah waktu yang dihitung berdasarkan banyaknya hari dalam satu bulan yang dijalani secara tepat. Menentukan waktu rata-rata Cara menentukan waktu rata-rata adalah: a. Menghitung banyaknya hari pada saat bulan peminjaman, yaitu 30 dikurangi tanggal peminjaman
Bab 11: Matematika Keuangan
571
b. Menghitung banyaknya hari pada bulan-bulan berikutnya dengan menggunakan ketentuan bahwa satu bulan ada 30 hari. c. Menghitung banyaknya hari pada bulan terakhir dari batas tanggal peminjaman. d. Banyaknya hari peminjaman adalah jumlahan dari ketiga langkah di atas. CONTOH 11.1.5 Hitung waktu rata-rata dari tanggal 7 Maret 2004 sampai 22 Pebruari 2007. Penyelesaian: Banyaknya hari pada saat peminjaman adalah 30-7=23 Banyaknya hari pada bulan berikutnya pada tahun yang sama saat peminjaman adalah 9x30=270 Banyaknya hari pada tahun berikutnya setelah tahun peminjaman adalah 2x360=720 Banyaknya hari pada tahun akhir peminjaman adalah 30+22=52 Jadi waktu rata-rata = 23+270+720+52 = 1065 Jadi waktu rata-rata dari tanggal 7 Maret 2004 sampai tanggal 22 Pebruari 2007 adalah 1065 hari.
572
Bab 11: Matematika Keuangan
CONTOH 11.1.6 Hitung waktu rata-rata dari tanggal 17 Agustus 2007 sampai 2 Desember 2007. Penyelesaian: Waktu rata-rata = (30 - 17) + 3(30) + 2 = 13 + 90 + 2 = 123 Jadi waktu rata-rata dari tanggal 17 Agustus 2007 sampai tanggal 2 Desember 2007 adalah 123 hari.
∎ Menentukan waktu eksak Ada dua cara menentukan waktu eksak, yaitu: a. Dengan menggunakan tabel. b. Dengan menghitung banyaknya hari yang dijalani. Dalam buku ini hanya dibahas cara kedua, yaitu menghitung hari pada bulan yang dijalani secara tepat. CONTOH 11.1.7 Hitung waktu eksak dari tanggal 5 Januari 2007 sampai 25 April 2007. Penyelesaian: Waktu eksak = (31 - 5) + (28 + 31) + 25 = 26 + 59 +25 = 110
Bab 11: Matematika Keuangan
573
Jadi waktu eksak dari tanggal 5 Januari 2007 sampai tanggal 25 April 2007 adalah 110 hari.
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 1111--11 1. Budi Utomo mempunyai uang sebesar Rp. 10.000.000,- selanjutnya uang ditabung pada Bank dengan bunga tetap 12%/tahun. Tentukan jumlah uang Budi Utomo setelah di tabung selama 10 bulan. 2. Pak Wira menyarankan Budi Utomo untuk usaha membuka Toko Mracang, usaha tersebut membutuhkan modal Rp. 10.000.000,-. Dari usaha tersebut didapat keuntungan setiap bulan sebesar Rp. 450.000,-. Bagaimana keputusan dari Budi Utomo ? Berapa keuntungan usahanya selama 10 bulan ? Berapa jumlah uangnya selama 10 bulan ? 3. Usaha Toko Mracang membutuhkan 1 orang tenaga kerja, gaji Pegawai tiap bulan sebesar Rp. 350.000,-
Apakah masih
menguntungkan usaha tersebut dibandingkan apabila uangnya ditabung pada Bank ?. 4. Selain
harus
menggaji
Pegawai,
modal
untuk
membeli
perlengkapan Toko sebesar Rp. 3.000.000,- terjadi penyusutan setiap bulan sebesar 1% dimulai pada bulan ke-2. Apakah usaha Toko Mracang masih menguntungkan ? 5. Tabungan pada Bank berdasarkan peraturan pemerintah dikenakan pajak 15% dari bunga, Bandingkan dengan soal no. 4 6. Pemerintah mengeluarkan pinjaman lunak untuk Usaha Kecil dan menengah, Besar pinjaman Rp 20.000.000 dengan bunga
574
Bab 11: Matematika Keuangan
8% per tahun. Dana pinjaman harus dikembalikan setelah digunakan selama 3 tahun. Tentukan berapa besar bunga dengan menggunakan perhitungan a. Bunga tunggal biasa b. Bunga tunggal eksak
11.2 D iskonto Selain bunga tunggal yang telah dibahas, ada juga pinjaman dengan besar bunga tunggal yang dibayarkan pada awal peminjaman modal. Masalah seperti ini disebut dengan diskonto. Besar suku bunganya disebut dengan besar diskonto. CONTOH 11.2.1 Ibu Alif meminjam uang di bank sebesar Rp 10.000.000,- dengan besar diskonto 10% dalam jangka satu tahun. Tentukan besar uang pinjaman saat diterima Ibu Alif. Penyelesaian: Besar diskonto 10% pertahun. Jadi besar bunga dalam satu tahun adalah
10 x Rp.10.000.000,- Rp.1.000.000,100 Besar uang yang diterima Ibu Alif adalah
Rp10.000.000, Rp1.000.000, Rp9.000.000,
Bab 11: Matematika Keuangan
575
CONTOH 11.2.2 Pak Imron menerima pinjaman dari Bank dengan besar diskonto 12,5% pertahun. Jika uang pinjaman pada saat diterima Pak Imron sebesar Rp 14.000.000,-. Tentukan besar pinjaman Pak Imron sebelum dipotong dengan besarnya bunga yang telah ditentukan. Penyelesaian: Misal M = besarnya pinjaman Pak Imron B = besarnya bunga diskonto selama satu tahun maka
B
12,5 1 xM M 100 8
Besar pinjaman Pak Imron = besar uang yang diterima + besarnya bunga
M Rp14.000.000 (1/8)M Akibatnya :
M (1/8)M Rp14.000.000 (7/8)M Rp14.000.000
Jadi besar pinjaman Pak Imron sebelum dipotong besarnya bunga adalah M
8 Rp.14.000.000 Rp.16.000.000 7
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 1111--22 1.
Tentukan diskonto tunggal untuk: a. Rp 3.500.000 selama 60 hari dengan diskonto tunggal 4% perbulan
576
Bab 11: Matematika Keuangan
b. Rp 5.000.000 selama 90 hari dengan diskonto tunggal 3,5% perbulan c. Rp 2.500.000 dari tanggal 5 Maret sampai 10 April diskonto tunggal 6% perbulan 2.
Pak Budi Utomo meminjam uang di Koperasi ”Jaya Makmur” sebesar Rp 10.000.000 dengan bunga diskonto sebesar 8%/tahun. Tentukan besar pinjaman Budi Utomo dalam waktu selama 10 bulan.
3.
Bandingkan soal No. 1 dengan dengan menggunakan aturan bunga tunggal, lebih menguntungkan mana (bunga tunggal atau diskonto)?
4.
Pak Wira meminjam uang sebesar Rp 10.000.000 dan harus dikembalikan selama 2 tahun. Pada saat menerima pinjaman Pak wira hanya menerima Rp 9.200.000. Berapa besar suku bunga diskonto yang harus dibayar Pak Wira dalam per tahun?
5.
Koperasi “Rukun Sentosa” menggunakan aturan pinjaman diskonto. Pak Joko sebagai anggota koperasi ingin meminjam uang selama 1 tahun. Suku bunga koperasi sebesar 1,5% per bulan. Jika Pak Joko menerima uang sebesar Rp 8.000.000, maka berapa besar pinjaman Pak Joko?
11.3 B unga Majemuk Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas mengenai bunga tunggal, dengan cara bunga yang dibayarkan pada akhir periode peminjaman, dan cara diskonto, yaitu pembayaran bunga dilakukan pada awal periode peminjaman.
Bab 11: Matematika Keuangan
577
Pada bagian ini akan dibahas cara pembayaran bunga yang dilakukan pada setiap akhir periode tertentu, dan besar bunga ditambahkan (digabung) dengan modal awal, bunga pada periode berikutnya dihitung dari besar modal yang sudah digabung dengan bunga. Pada periodeperiode berikutnya bunga dihitung analog. Pembayaran bunga semacam ini dinamakan sebagai bunga majemuk. Cara penggabungan bunga dapat dilakukan secara bulanan, kuartalan, triwulanan, semesteran, atau tahunan. Beberapa istilah yang terkait dengan masalah bunga majemuk antara lain adalah frekuensi penggabungan, periode bunga, dan banyaknya periode bunga. Pengertian dari masing-masing istilah tersebut adalah sebagai berikut: a. Frekuensi penggabungan adalah banyaknya penggabungan bunga dengan modal dalam waktu satu tahun. b. Periode bunga adalah lamanya waktu antara dua penggabungan bunga terhadap modal yang berurutan. Hubungan antara modal awal dengan modal setelah n periode yang dibungakan secara majemuk dinyatakan dalam rumus berikut. Jika suatu modal sebesar M dibungakan dengan bunga majemuk dengan suku bunga b p% b untuk setiap periode bunga, maka besar modal setelah n periode adalah Mn dengan rumus :
M n M (1 b) n
578
Bab 11: Matematika Keuangan
CONTOH 11.3.1 Suatu modal sebesar M dipinjamkan dengan bunga majemuk, suku bunga ditetapkan sebesar 12% pertahun. Jika penggabungan bunganya dilakukan triwulan. Tentukan selama 5 tahun a. Periode bunga b. Frekuensi penggabungan c. Besar suku bunga untuk setiap periode d. Banyaknya periode bunga Penyelesaian: a. Karena 1 triwulan = 3 bulan, maka periode bunga adalah 3 bulan. b. Frekuensi penggabungan = 12/3 = 4 c. Besar suku bunga untuk setiap periode adalah b = (12%/4) = 3 % d. Banyaknya periode bunga = 5 x 4 = 20.
CONTOH 11.3.2 Suatu modal sebesar M dibungakan selama 2 tahun dengan bunga majemuk 12% pertahun, dan penggabungan bunga dilakukan perkuartal. Tentukan: a. Periode bunga b. Frekuensi penggabungan c. Besar suku bunga untuk setiap periode d. Banyaknya periode bunga Penyelesaian: a. Karena 1 kuartal = 4 bulan, maka periode bunga adalah 4 bulan.
Bab 11: Matematika Keuangan
579
b. Frekuensi penggabungan = 12/4 = 3 c. Besar suku bunga untuk setiap periode adalah b = (12% )/ 3 = 4% d. Banyaknya periode bunga = 2 x 3 = 6.
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 1111--33 1. Budi Utomo mempunyai uang sebesar Rp. 10.000.000,- selanjutnya uang ditabung pada Bank dengan bunga tetap 8%/tahun. Tentukan jumlah uang Budi Utomo setelah di tabung selama 10 bulan. 2. Berdasarkan PP bunga tabungan dikenakan pajak 15%, selain itu dibebani administrasi Bank Rp. 6.000,-/bulan. Buat berapa uang Budi Utomo bila ditabung selama 10 bulan. 3. Untuk biaya hidup kuliah diluar kota setiap bulan membutuhkan dana Rp. 750.000,- dan lama studi adalah 5 tahun. Jika saat ini bunga tabungan Bank sebesar 9%/th, maka berapa uang yang harus ditabung sehingga tiap bulan tidak perlu memikirkan biaya hidup ?. 4. Pak Wira menyarankan Budi Utomo untuk usaha membuka Toko Mracang. Usaha tersebut membutuhkan modal Rp. 10.000.000,-. Dari usaha tersebut didapat keuntungan setiap bulan Rp. 450.000,-. Bagaimana keputusan dari Budi Utomo ? Berapa keuntungan usahanya selama 10 bulan ? Berapa jumlah uangnya selama 10 bulan ? 5. Usaha Toko Mracang membutuhkan 1 orang tenaga kerja, gaji Pegawai tiap bulan sebesar Rp. 350.000,-
Apakah masih
menguntungkan usaha tersebut dibandingkan apabila uangnya ditabung pada Bank ?.
580
Bab 11: Matematika Keuangan
6. Selain
harus
menggaji
Pegawai,
modal
untuk
membeli
perlengkapan Toko sebesar Rp. 3.000.000,- terjadi penyusutan setiap bulan sebesar 1% dimulai pada bulan ke-2. Apakah usaha Toko Mracang masih menguntungkan ? 7. Berapa jumlah keuntungan yang harus dicapai sehingga investasi untuk membuka usaha lebih menguntungkan, jika usaha dibebani gaji dan ada nilai penyusutan ?. 8. Jika laba tiap bulan naik 10% dari laba sebelumnya (No.2), bandingkan dengan no.5 9. Untuk menambah modal Bank memberi pinjaman lunak sebesar Rp. 20.000.000 dengan bunga 17%/th dengan jangka waktu 5 tahun dengan besar angsuran tetap Berapa angsuran tiap bulan ?. 10. Ada penawaran yang menarik berupa pinjaman dari 4 Bank sebagai berikut: Nama Bank
Besar Pinjaman
Jangka waktu
Besar Angsuran
Bank A
Rp 30,000,000
5 tahun
Rp
837,500
Bank B
Rp 20,000,000
5 tahun
Rp
550,000
Bank C
Rp 24,000,000
4 tahun
Rp
770,000
Bank D
Rp 22,000,000
4 tahun
Rp
687,500
Pinjaman dari Bank mana yang akan dipilih ?
11.4 N ilai Tunai, Nilai Akhir, dan Valuta Dalam dunia perbankan, selain kata tabungan juga dikenal kata deposito, yaitu cara penyimpanan uang di bank dengan ketentuan bahwa penyimpan uang dapat diambil simpanannya pada waktu yang
Bab 11: Matematika Keuangan
581
telah ditentukan, jika diambil pada saat belum jatuh tempo maka dikenai pinalti (denda) sesuai ketentuan yang telah disepakati. Beberapa istilah yang terkait dengan deposito, antara lain adalah: nilai akhir, nilai tunai, dan hari valuta. Pada istilah-istilah tersebut dimaksudkan sebagai berikut. Pada deposito, besarnya uang yang disimpan pertama kali disebut nilai tunai, sedang besarnya uang pada saat pengembalian disebut nilai akhir, dan saat pengambilan disebut valuta.
CONTOH 11.4.1 Sejumlah uang sebesar M didepositokan selama 2 tahun dengan suku bunga majemuk 10% pertahun. Jika pada hari valuta, uang tersebut menjadi Rp12.000.000. Tentukan besar uang yang telah didepositokan. Penyelesaian: Dalam masalah ini, akan dicari nilai tunai, dengan rumus :
M n M (1 b) n atau
M
Mn
1 b n
dengan: n=2
M 2 Rp.12.000. 000 b = 10% = 0,1
582
Bab 11: Matematika Keuangan
M
M2
1 0,1
2
Rp. 12.000.000 , Rp. 9.917.355, 37 1,21
Jadi besar uang yang didepositokan adalah M = Rp 9.917.355,37. CONTOH 11.4.2 Modal sebesar Rp 6.000.000 dibungakan berdasarkan bunga majemuk dengan bunga 5% pertahun. Tentukan besar modal setelah dibungakan selama 3 tahun. Penyelesaian: Dengan rumus :
M n M (1 b) n dimana :
M = Rp 6.000.000 b = 5% = 0,05 n=3
diperoleh
M 3 Rp6.000.00 0 (1 0.05) 3 Rp6.000.00 0 (1.157625) Rp6.945.75 0
Jadi besar modal selama 3 tahun adalah Rp6.945.750,CONTOH 11.4.3 Modal sebesar Rp 10.000.000 dipinjamkan dengan bunga majemuk. Penggabungan bunga dilakukan persemester dan besar bunga adalah 12% pertahun. Tentukan lama modal tersebut dipinjamkan setelah modal menjadi Rp 15.041.000
Bab 11: Matematika Keuangan
583
Penyelesaian: Karena 1 semester = 6 bulan, maka periode bunga adalah 6 bulan. Jadi frekuensi penggabungan = 12/6 = 2 Suku bunga setiap periode adalah 12% : 2 = 6%. Berdasarkan rumus M
Mn
1 b n
, diperoleh :
(1 0.06)n M n /M (1 0.06) n
Rp15.041.000 1.5041 10.000.000
Dengan rumus logaritma, diperoleh n = 7. Jadi lama modal tersebut dipinjamkan adalah 7 semester atau 3,5 tahun. Pada pembahasan di atas, periode bunga adalah bulat. Selanjutnya jika periode bunga berupa pecahan, maka untuk cara mencari nilai akhir adalah sebagai berikut: 1. Tentukan nilai akhir dengan bunga majemuk untuk periode bunga bulat. 2. Tambahkan nilai akhir bunga tunggal untuk periode bunga pecahan.
CONTOH 11.4.4 Modal sebesar Rp 9.000.000 dibungakan berdasarkan bunga majemuk dengan bunga 4% pertahun. Tentukan besar modal setelah dibungakan selama 5 tahun 6 bulan. Penyele saian: Dalam hal ini : M = Rp 9.000.000
584
Bab 11: Matematika Keuangan
b = 4% = 0,04 n = 5,5 (karena 6 bulan sama dengan 0,5 tahun) diperoleh :
1 M 5,5 Rp. 9.000.000 (1,04)5 (0,04)Rp.9.000.000(1,04)5 2 1 Rp. 9.000.000(1,04)5 1 0,04 2 Rp 9.000.000(1,216652902)(1,02) Rp.11.168.873,64 Jadi
besar
modal
setelah
5
tahun
6
bulan
adalah
adalah
M 5,5 Rp. 11.158.873 ,64
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 1111--44 1. Tentukan nilai tunai dari: a. Rp 1.500.000 dalam tempo 10 tahun dan uang berkembang 5%/tahun b. Rp 2.000.000 dalam tempo 8,5 tahun dan uang berkembang 5%/tahun digabung setengah tahunan c. Rp 5.000.000 dalam tempo 6 tahun dan uang berkembang 4,85%/tahun ditambahkan kwartalan d. Rp 4.000.000 dalam tempo 5 tahun 5 bulan dan uang berkembang 6%/tahun digabung setengah tahunan
Bab 11: Matematika Keuangan
585
2. Pada
kelahiran
anaknya
seorang
ayah
menginginkan
menginvestasikan uang akumulasi bunga 3,5% digabungkan setengah tahunan menjadi Rp 6.000.000. Jika anaknya berusia 21 tahun, maka berapakah yang harus diinvestasikan ? 3. Seorang debitur ingin membebaskan hutang dengan membayar: a. Rp 8.000.000 sekarang atau b. Rp 10.000.000 lima tahun dari sekarang Jika uang berkembang 5% digabungkan setengah tahunan, maka berapa yang debitur terima? 4. Hutang Rp 5.000.000 harus dibayar dalam 2 tahun dari hari ini dan yang lain Rp 7.500.000 harus diabayar dalam 6 tahun dari hari ini akan dilunasi dengan pembayaran tunggal 4 tahun dari hari ini. Tentukan besarnya pembayaran tunggal jika uang bertambah 4% majemuk kwartalan. 5. Tentukan waktu persamaan untuk membayar dua hutang Rp 250.000 untuk setiap pembayaran, satu dibayar dalam 6 bulan dan yang lain dalam satu tahun jika uang bertambah 6% digabungkan bulanan.
11.5 R ente (R entetan Modal) Rente dikelompokkan kedalam rente terbatas dan rente kekal. Selanjutnya, akan kita bahas masing – masing rente secara lebih mendalam.
586
Bab 11: Matematika Keuangan
1. Rente Terbatas adalah rente dengan banyaknya angsuran atau penambahan uang oleh pihak bank untuk tabungan maupun produk bank yang lain menggunakan sistem bunga majemuk yaitu setiap akhir periode bunganya langsung menjadi modal yang dibungakan lagi atau dikenal dengan bunga berbunga. Didalam sistem bunga majemuk dikenal istilah rente yaitu rentetan modal yang dibayarkan setiap periode yang tetap. Pembayaran yang menggunakan rente antara lain: 1. Pembayaran barang secara kredit 2. Pembayaran asuransi 3. Tabungan berjangka atau deposito Contoh banyaknya angsuran rente adalah: 12 kali angsuran, 24 kali angsuran, atau k kali angsuran dengan k adalah bilangan asli dan berhingga.
2. Rente Kekal (abadi) adalah rente dengan banyaknya angsuran tidak terbatas, misal k kali angsuran dengan k tak hingga. Berdasarkan waktu pembayarannya rente dibedakan menjadi 2, yaitu : Rente
Pranumerando
adalah suatu rente dengan waktu
pembayarannya dilakukan setiap awal periode, misal tanggal 1 setiap bulan, tanggal 1 Januari setiap tahun. Rente Postnumerando
adalah suatu rente dengan waktu
pembayarannya dilakukan setiap akhir periode, misal tanggal 30 setiap bulan, tanggal 30 Desember setiap tahun.
Bab 11: Matematika Keuangan
587
∎ Rente Pranumerando 1. Penghitungan Nilai Akhir Misalkan dengan modal (M) setiap tahun dalam periode (n) tahun, dengan suku bunga majemuk (i) per tahun. Maka nilai akhir dari angsuran itu dapat dicari dengan cara sebagai berikut. Angsuran dibayar pada awal periode yaitu tanggal 1 Januari dan nilai akhir dihitung pada akhir tahun ke-n yaitu pada tanggal 31 Desember tahun ke-n seperti pada penjelasan berikut. Tahun Pertama
1 Januari
M(1 + i)1
Tahun Kedua
1 Januari
M(1 + i)2
Tahun Ketiga
1 Januari
M(1 + i)3
Tahun ke (n-1)
1 Januari
M(1 + i)n-1
Tahun ke n
1 Januari
M(1 + i)n +
kn
31 Desember
M(1 i)
k
k 0
Jadi Nilai Akhir dari Rente Pranumerando adalah k n
N a M 1 i
k
k 1
k n
N a M 1 i
k
k 1
Atau jika dihitung menggunakan deret, didapat
588
Bab 11: Matematika Keuangan
Na = M(1 + i) + M(1 + i) +…+ M(1 + i)n yang merupakan deret Geometri, dengan a = M(1 + i) dan r = (1 + i)
N M (1 i)
(1 i) n 1 (1 i) - 1
(1 i) n 1 N M (1 i) i CONTOH 11.5.1 Setiap awal tahun disetorkan sejumlah uang ke bank sebanyak Rp.1.000.000,-. Jika besar bunga 4 % pertahun, maka tentukan nilai akhir rente pada tahun ke 3. Penyelesaian: M = Rp.1.000.000,n = 3, dan i = 4 % k n
N a M(1 i) k k 1
3
Rp1.000.00 0 (1 0.04) k k 1
Rp1.000.000 (1.04 1.0816 1.124864) Rp1.000.000 (3.246464) Rp3.246.464
Bab 11: Matematika Keuangan
589
2. Penghitungan Nilai Tunai Misalkan dengan modal (M) setiap tahun dalam periode (n) tahun, dengan suku bunga majemuk (i) per tahun. Maka nilai tunai dari angsuran itu dapat dicari dengan cara sebagai berikut. Angsuran dibayar pada awal periode yaitu tanggal 1 Januari dan nilai tunai dihitung pada akhir tahun ke-n yaitu pada tanggal 1 Januari tahun ke-n seperti pada penjelasan berikut : Tahun Pertama
1 Januari
M
Tahun Kedua
1 Januari
M/ (1 + i)
Tahun Ketiga
1 Januari
M/ (1 + i)2
Tahun ke (n-1)
1 Januari
M/ (1 + i)n-2
Tahun ke n
1 Januari
M/ (1 + i)n-1 +
MM
k n -1
k 1
1 (1 i) k
Jadi Nilai Tunai dari Rente Pranumerando adalah k n -1
Nt M M k 1
M(1
k n -1
1
1 i k 1
1 i k 1
k
)
Atau jika dihitung menggunakan deret, didapat suatu deret geometri dengan a = M, dan r = 1 / (1+i), maka :
590
Bab 11: Matematika Keuangan
1 (1 i) n N t M1 i i CONTOH 11.5.2 Setiap awal tahun disetorkan sejumlah uang ke bank sebanyak Rp 1.000.000. Jika besar bunga 4 % pertahun, maka tentukan nilai tunai rente pada tahun ke 3. Penyelesaian: M = Rp.1.000.000 n=3 i=4%
1 (1 0,04) 3 N t Rp.1.000.000,-1 0,04 0,04 1 - 0,888996358 0,04
= Rp.1.000.000, (1,04) = Rp.1.040.000 (2,775091033) = Rp.2.886.094,67 ∎ Rente Postnumerando 1. Penghitungan Nilai Akhir
Tahun Pertama 31 Desember M(1+i)n-1 Misalkan dengan modal (M) setiap tahun dalam periode (n) tahun, dengan suku bunga majemuk (i) per tahun. Maka nilai akhir N a dari angsuran itu dapat dicari dengan cara sebagai berikut :
Bab 11: Matematika Keuangan
591
Angsuran dibayar pada akhir periode yaitu tanggal 31 Desember dan nilai akhir dihitung pada akhir tahun ke-n yaitu pada tanggal 31 Desember tahun ke-n seperti pada penjelasan berikut : Tahun Kedua
31 Desember
M(1+i)n-2
Tahun Ketiga
31 Desember
M(1+i)n-3
Tahun ke (n-1)
31 Desember
M(1+i)
Tahun ke n
31 Desember
M
+ n -1
M M(1 i) k k 1
Jadi Nilai Akhir dari Rente Pranumerando adalah
n1 k N a M 1 1 i k 1 Atau jika dihitung menggunakan deret geometri, didapat
Na
M 1 i n 1 i
CONTOH 11.5.3 Pada tiap akhir tahun dimasukkan uang sebesar Rp. 4.000.000,- ke bank. Bunga bank 5% pertahun. Pada tahun ke-3, tentukan nilai akhir rente. Penyelesaian: M = Rp.4.000.000,-
592
Bab 11: Matematika Keuangan
n=3 i = 5%
3 N a Rp.4.000.000,-1 1 0,05 = Rp.4.000.000,- ( 2,157625) = Rp.8.630.500,-
2. Penghitungan Nilai Tunai Misalkan dengan modal (M) setiap tahun dalam periode (n) tahun, dengan suku bunga majemuk (i) per tahun. Maka nilai tunai N t dari angsuran itu dapat dicari dengan cara sebagai berikut : Angsuran dibayar pada awal periode yaitu tanggal 1 Januari dan nilai tunai dihitung pada akhir tahun ke-n yaitu pada tanggal 1 Januari tahun ke-n seperti pada penjelasan berikut: Tahun Pertama
1 Januari
Tahun Kedua
1 Januari
Tahun Ketiga
1 Januari
M 1 i M
1 i 2 M
1 i 3
Tahun ke (n-1)
1 Januari
Tahun ke n
1 Januari
Bab 11: Matematika Keuangan
M
1 i n -1 M
1 i n
593
k n
M
1 i k 1
k
Jadi Nilai Tunai dari Rente Postnumerando adalah k n
N t M k 1
1
1 i k
Atau jika dihitung menggunakan deret, didapat :
Nt
M 1 i n i
CONTOH 11.5.4 Pada tiap akhir tahun dimasukkan uang sebesar Rp 4.000.000,- ke bank. Bunga bank 5% pertahun. Pada tahun ke 3, tentukan harga tunai rente ? Penyelesaian: M = Rp.4 000.000,n=3 i = 5% n
N t M k 1
1
1 i k
1 1 1 N 3 Rp.4.000.000,- 2 3 (1 0,05) 1 0,05 (1 0,05) = Rp 4.000.000,- ( 0,952380952++0,907029478+0,863837598) = Rp 4.000.000,-(2,723248029) = Rp 10.982.991,11
594
Bab 11: Matematika Keuangan
∎ Rente Kekal Rente kekal atau rente abadi adalah rente dengan banyaknya angsuran tidak terbatas (n = ~). Maka dari hanya nilai tunainya saja yang dapat dihitung, sedangkan nilai akhirnya tidak dapat dihitung jumlahnya. 1. Rente Kekal Pranumerando Rente kekal pranumerando jika dijabarkan nilai tunai untuk tiap priode merupakan deret geometri tak hingga dengan a = M, dan r =
1 , maka nilai tunai rente pranumerando kekal adalah : 1 i
Nt
M 1 i M M i i
CONTOH 11.5.5 Setiap awal tahun disetorkan sejumlah uang ke bank sebanyak Rp.1.000.000,-. Jika besar bunga 5 % pertahun, maka tentukan harga tunai rente kekal pada tahun ke 3. Penyelesaian: M = Rp 1.000.000 n=3 i=5%
M 1 i i Rp 1.000.000, 1 0,05 0,05
N3
= Rp 21.000.000,-
Bab 11: Matematika Keuangan
595
2. Rente Kekal Postnumerando Sama
dengan
rente
kekal
pranumerando,
rente
kekal
postnumerando nilai tunainya jika dijabarkan akan berbentuk deret geometri tak hingga dengan : a=
M 1 M dan r = 1 i 1 i , sehingga Nt i
CONTOH 11.5.6 Pada tiap akhir tahun dimasukkan uang sebesar Rp. 1.000.000,- ke bank. Bunga bank 5% pertahun. Pada tahun ke 4, tentukan harga tunai rente kekal.
Penyelesaian: M = Rp 1.000.000 n=4 i = 5%
N4
Rp.1.000.0 00, Rp.20.000. 000,0,05
Jadi harga tunai rente kekal adalah Rp. 20.000.000,-.
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 1111--55 1. Setiap awal tahun disetorkan sejumlah uang ke bank sebanyak Rp.1.000.000,-. Jika besar bunga 5 % pertahun, maka tentukan nilai akhir rente pada tahun ke 3.
596
Bab 11: Matematika Keuangan
2. Setiap awal tahun disetorkan sejumlah uang ke bank sebanyak Rp 1.000.000. Jika besar bunga 5 % pertahun, maka tentukan nilai tunai rente pada tahun ke 3. 3. Pada tiap akhir tahun dimasukkan uang sebesar Rp. 4.000.000,ke bank. Bunga bank 4,5% pertahun. Pada tahun ke-3, tentukan nilai akhir rente. 4. Pada tiap akhir tahun dimasukkan uang sebesar Rp. 4.000.000,ke bank. Bunga bank 4,5% pertahun. Pada tahun ke 3, tentukan harga tunai rente ? 5. Setiap awal tahun disetorkan sejumlah uang ke bank sebanyak Rp.1.000.000,-. Jika besar bunga 4,5 % pertahun, maka tentukan harga tunai rente kekal pada tahun ke 3.
11.6 Anuitas Anuitas adalah suatu pembayaran atau penerimaan uang secara periodik dalam jumlah tetap dan dalam jangka waktu yang tetap pula. Jumlah pembayaran anuitas terdiri dari dua bagian, yaitu: - Angsuran pelunasan pinjaman - Pembayaran bunga. ∎ Menentukan Besarnya Anuitas Untuk menentukan besarnya anuitas dapat digunakan rumus :
AM
1 n
1
1 i k 1
k
atau
Bab 11: Matematika Keuangan
597
n 1 i A iM 1 in 1
dengan A = besarnya anuitas M = besarnya pinjaman i = suku bunga n = banyaknya anuitas CONTOH 11.6.1 Suatu pinjaman sebesar Rp 10.000.000,- akan dilunasi dengan 3 angsuran dengan suku bunga 12% pertahun. Tentukan besar anuitasnya. Penyelesaian: M = Rp 10.000.000,i = 12% = 0,12 n=3 a. Diselesaikan dengan Rumus A M
1 n
1 i k 1
anuitas A Rp.10.000.000,-
1
, diperoleh besarnya
k
1 Rp 4.163.48,98. 2.401831267
n 1 i b. Diselesaikan dengan Rumus A iM 1 in 1
Besarnya anuitas adalah
598
Bab 11: Matematika Keuangan
A 0,12 Rp.10.000.000,- Rp 1.200.000
1,12 1,123 1
1,404928 Rp.4.163.48,98 0,404928
∎ Menyusun Rencana Angsuran Untuk mengetahui bahwa perhitungan anuitas sudah benar, sebaiknya disusun rencana angsuran. Pada anuitas terakhir, besar angsuran utang harus nol. CONTOH 11.6.2 Ibu Rini meminjam uang di Bank sebesar Rp 10.000.000,-. Pinjaman harus dilunasi dengan anuitas selama setahun dengan pembayaran tiap tiga bulan. Suku bunga 3% per tiga bulan. Buatlah rencana angsurannya, dan buatkan tabel rencana angsuran itu. Penyelesaian: M = Rp 10.000.000,i = 3% n = 4 (sebab angsuran dilakukan setiap 3 bulan. Jadi n = 12 : 3 = 4) Besar anuitas tiap 3 bulan adalah
AM
1 4
1
(1 0,03) k 1
Rp 10.000.000
1 3,717089840
k
Rp 2.690.270,5 Membuat rencana angsuran:
Bab 11: Matematika Keuangan
599
Karena anuitas terdiri dari besar angsuran dan bunga, maka angsuran ke n, yaitu An, adalah An = A - Bn dengan Bn adalah bunga pada angsuran ke n. Oleh karena itu diperoleh: - Bunga pada akhir tiga bulan pertama B1 = 3% x Rp 10.000.000 =
3 Rp.10.000.000,- Rp. 300.000 100
Angsuran pertama adalah A1 = A - B1 = Rp 2.690.270,5 - Rp 300.000,- = Rp 2.390.270,5 Pinjaman (sisa utang) pada awal tiga bulan kedua adalah M1 = Rp 10.000.000,- - Rp 2.390.270,5 = Rp 7.609.729,5. - Bunga pada akhir tiga bulan kedua
B2
3 Rp.7.609.729,5 Rp.228.291,88 100
Angsuran kedua adalah A2 = A - B2 = Rp 2.690.270,5 - Rp 228.291,88 = Rp 2.461.978,62 Pinjaman (sisa utang) pada awal tiga bulan ketiga adalah M2 = Rp 7.609.729,5 - Rp 2.461.978,62= Rp 5.147.750,88.
- Bunga pada akhir tiga bulan ketiga adalah
B3
3 Rp.5.147.750,88 Rp.154.432,52 100
Angsuran ketiga adalah A3 = A - B3 = Rp 2.690.270,5 - Rp 154.432,52 = Rp 2.535.837,98 Pinjaman (sisa utang) pada awal tiga bulan keempat adalah M3 = Rp 5.147.750,88. - Rp 2.535.837,98 = Rp 2.611.912,9
600
Bab 11: Matematika Keuangan
- Bunga pada akhir tiga bulan keempat adalah
B4
3 Rp.2.611.912,9 Rp.783.573,87 100
A4 = A - B4 = Rp 269.027,05 - Rp 783.573,87 = Rp 2.611.913,13 Pinjaman (sisa utang) pada awal tiga bulan kelima adalah Angsuran keempat adalah M4 = Rp 2.611.912,9- Rp 2.611.913,13= Rp -0,02 = Rp 0
Tabel rencana angsurannya adalah sebagai berikut: Tabel Rencana Angsuran Angsuran ke n
Anuitas Utang ( Rp. )
Suku bunga
Angsuran
3%
Utang
Sisa Utang
1
10.000.000,-
300.000,-
2.390.270,5
7.609.729,5
2
7.609.729,5
228.291,88
2.461.978,62
5.147.750,88
3
5.147.750,88
154.432,52
2.535.837,98
2.611.912,9
4
2.611.912,9
783.573,87
2.611.913,13
0,-
∎ Anuitas dengan Pembulatan Biasanya besar anuitas yang dibayarkan (diterima) berupa pecahan. Untuk mempermudahkan atau menyederhanakan pembayaran, biasanya besar anuitas dibulatkan ke atas atau ke bawah.
Bab 11: Matematika Keuangan
601
Jika besar anuitas dibulatkan ke bawah, maka besarnya pembayaran terakhir adalah besarnya anuitas ditambah kekurangannya, dan jika besar anuitas dibulat kan ke atas, maka besarnya pembayaran terakhir adalah besarnya anuitas dikurangi kelebihan pembayaran.
CONTOH 11.6.3 Pak Abu meminjam uang di Bank sebesar Rp 10.000.000,-. Pinjaman harus dilunasi dengan anuitas selama setahun dengan pembayaran tiap triwulan.Suku bunga 3% per triwulan. Tentukan: a. Besar anuitas dengan pembulatan ribuan ke atas b. Besarnya pembulatan jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke atas c. Tabel rencana angsuran jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke atas d. Angsuran terakhir jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke atas e. Pembayaran terakhir jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke atas f. Besar anuitas dengan pembulatan ribuan ke bawah g. Besarnya pembulatan jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke bawah h. Tabel rencana angsuran jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke bawah i. Angsuran terakhir jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke bawah j. Pembayaran terakhir jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke bawah Penyelesaian: M = Rp 10.000.000 i = 3% n = 4 (sebab angsuran dilakukan setiap triwulan. Jadi n = 12 : 3 = 4) Besar anuitas tiap triwulan adalah
602
Bab 11: Matematika Keuangan
AM
1 n
1
1 i k 1
k
1 1/1,03 1/1,0609 1/1,092727 1/1,12550881 1 Rp.10.000.000, Rp.2.690.270,45 3,71709840 Rp.10.000.000,
Dengan pembulatan ribuan ke atas, diperoleh a. Besar anuitas adalah Rp 2.700.000,b. Besar pembulatan adalah Rp 2.700.000,00 - Rp 2.690.270,45 = Rp 9.729,55 c. Untuk membuat tabel rencana angsuran, terlebih dahulu dihitung rencana angsurannya sebagai berikut. Dengan mengingat
An = A – Bn, dan Bn adalah bunga pada
angsuran ke n, diperoleh: - Bunga pada akhir triwulan pertama, B1 = 3% x Rp 10.000.000,= Rp 300.000, Angsuran pertama adalah A1 = A - B1 = Rp 2.700.000 - Rp 300.000 = Rp 2.400.000,Pinjaman (sisa utang) pada awal triwulan kedua adalah M1 = Rp 10.000.000,00 - Rp 2.400.000,-= Rp 7.600.000,-
- Bunga pada akhir tiga bulan kedua
B2
3 Rp 7..600.000,- Rp.228.000,100
Bab 11: Matematika Keuangan
603
Angsuran kedua adalah A2 = A - B2 = Rp 2.700.000 ,-- Rp.228.000= Rp 2.472.000,Pinjaman (sisa utang) pada awal triwulan ketiga adalah M2 = Rp 7.600.000,- - Rp 2.472.000,-= Rp 5.128.000,-.
- Bunga pada akhir triwulan ketiga adalah B3 = 3% x Rp 5.128.000,-. =
3 Rp. 5.128.000,- Rp.153.840,100
Angsuran ketiga adalah A3 = A - B3 = Rp 2.700.000,- - Rp 153.840,- = Rp 2.546.160,Pinjaman (sisa utang) pada awal triwulan keempat adalah M3 = Rp 5.128.000,-. - Rp 2.546.160,- = Rp 2.581.840,- Bunga pada akhir triwulan keempat adalah B4 = 3% x Rp 2.581.840,-. =
3 Rp. 2.581.840,- Rp. 77.455,2 100
Angsuran keempat adalah A4 = A - B4 = Rp 270.000,- - Rp 77.455,2 = Rp 2.622.544,8 Pinjaman (sisa utang) pada akhir triwulan keempat adalah M4 = Rp 2.581.840,- - Rp 2.622.544,8 = Rp -40.704,8 Dengan adanya pembulatan ribuan ke atas, ada kelebihan angsuran sebesar Rp. 40.704,8. Jadi tabel rencana angsurannya adalah sebagai berikut:
604
Bab 11: Matematika Keuangan
Angsuran
Anuitas Utang ( Rp. )
ke n
Suku bunga 3%
Angsuran
Sisa Utang
Utang
1
10.000.000,-
300.000,-
2.400.000,-
7.600.000,-
2
7.600.000,-
228.000,-
2.472.000,-
5.128.000,-
3
5.128.000,-
153.840,-
2.546.160,-
2.581.840,-
4
2.581.840,-
7.745,52
2.622.544,8
-40.704,8
Angsuran terakhir adalah A4 - Rp 40.704,8 = Rp 2.622.544,8 - Rp 4.070,48 = Rp 2.622.544,8 Pembayaran terakhir adalah Angsuran terakhir + Bunga terakhir = Rp 2.622.544,8+ Rp 77.455,2 = Rp 2700.000,Dengan pembulatan ribuan ke bawah diperoleh: a. Besar anuitas adalah Rp 2.690.000,b. Besar pembulatan adalah Rp 2.690.270,45 - Rp 2.690.000,= Rp 270,45 c. Untuk membuat tabel rencana angsuran, terlebih dahulu dihitung rencana angsurannya sebagai berikut : Dengan mengingat An = A – Bn dimana Bn adalah bunga pada angsuran ke n, diperoleh:
Bab 11: Matematika Keuangan
605
- Bunga pada akhir tiga bulan pertama B1 = 3% x Rp 10.000.000 =
3 Rp.10.000.000 Rp. 300.000 100
Angsuran pertama adalah A1 = A - B1 = Rp 2.690.000 - Rp 300.000 = Rp 2.390.000 Pinjaman (sisa utang) pada awal tiga bulan kedua adalah M1 = Rp 10.000.000 - Rp 2.390.000 = Rp 7.610.000,-
- Bunga pada akhir tiga bulan kedua B2 = 3% x Rp7.610.000,- =
3 Rp. 7,610.000,- Rp. 228.300,100
Angsuran kedua adalah A2 = A - B2 = Rp 2.690.000,- - Rp 228.300,= Rp 2.461.700,Pinjaman (sisa utang) pada awal tiga bulan ketiga adalah M2 = Rp 7.610.000,- - Rp 2.461.700,- = Rp 5.148.300,-. - Bunga pada akhir tiga bulan ketiga adalah B3 = 3% x Rp 5.148.300 =
3 Rp. 5.148.300 Rp.154.444,90 100
Angsuran ketiga adalah A3 = A - B3 = Rp 2.690.000,- - Rp 15.444,90 = Rp 2.535.551,Pinjaman (sisa utang) pada awal tiga bulan keempat adalah M3 = Rp 5.148.300 - Rp 2.535.551 = Rp 2.612.749,-
- Bunga pada akhir tiga bulan keempat adalah
606
Bab 11: Matematika Keuangan
B4 = 3% Rp 2.612.749,- =
3 Rp. 2.612.749,- Rp. 78.382,47 100
Angsuran keempat adalah A4 = A - B4 = Rp 2.690.000 - Rp 78.382,47 = Rp 2.611.617,53 Pinjaman (sisa utang) pada akhir tiga bulan keempat adalah M4 = Rp 2.612.749,-- Rp 2.611.617,53 = Rp 1.131,47.
Jadi table rencana angsurannya adalah sebagai berikut : Angsuran
Anuitas
ke n
Utang ( Rp. )
1
10.000.000,-
300.000,-
2.390.000,-
7.610.000,-
2
7.610.000,-
2288.300,-
2.461.700,-
5.148.300,-
3
5.148.300,-
154.449,-
2.535.551,-
2.612.749,-
4
2.612.479
78.382,47
2.611.617,53
1.131,47
Suku bunga Angsuran 3% Utang
Sisa Utang
Dengan adanya pembulatan ribuan ke bawah, ada kekurangan angsuran sebesar Rp1.131,47. Jadi angsuran terakhir adalah A4 + Rp 1.131,47 = Rp 2.611.617,53 + Rp 1.131.47 = Rp 2.612.749,i.
Pembayaran terakhir adalah angsuran terakhir + bunga terakhir = Rp 2.612.749 + Rp 78.382,47,- = Rp 2.691.131,47
j.
Bab 11: Matematika Keuangan
607
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 1111--66 1. Suatu pinjaman sebesar Rp 10.000.000 akan dilunasi dengan 5 angsuran dengan suku bunga 12% pertahun. Tentukan besar anuitasnya. 2. Ibu Rini meminjam uang di Bank sebesar Rp 10.000.000. Pinjaman harus dilunasi dengan anuitas selama setahun dengan pembayaran tiap empat bulan. Suku bunga 4% per tiga bulan. Buatlah rencana angsurannya, dan buatkan tabel rencana angsuran itu. 3. Pak Abu meminjam uang di Bank sebesar Rp 10.000.000,-. Pinjaman harus dilunasi dengan anuitas selama setahun dengan pembayaran tiap triwulan.Suku bunga 3% per triwulan. Tentukan: a. Besar anuitas dengan pembulatan ribuan ke atas b. Besarnya pembulatan jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke atas c. Tabel rencana angsuran jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke atas d. Angsuran terakhir jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke atas e. Pembayaran terakhir jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke atas f. Besar anuitas dengan pembulatan ribuan ke bawah g. Besarnya pembulatan jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke bawah h. Tabel rencana angsuran jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke bawah
608
Bab 11: Matematika Keuangan
i.
Angsuran terakhir jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke bawah
j. Pembayaran terakhir jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke bawah
11.7 M etode Saldo Menurun Dengan metode garis lurus, besarnya penyusutan setiap tahun dianggap sama, tetapi dalam metode saldo menurun, besar penyusutan mula-mula besar dan semakin lama besar penyusutan penurun sebanding lurus dengan menurunnya nilai buku ativa (harta) tetap. Perhitungan penyusutan dengan metode saldo turun ada dua cara, yaitu: metode angka persen tetap atau metode tarif tetap atas nilai buku, dan metode menurun berganda.
∎ Perhitungan dengan metode angka persen tetap mempunyai rumus
T1- n
S A
Dimana : T = persen penyusutan dari nilai buku S = nilai residu (sisa) aktiva tetap A = nilai perolehan aktiva tetap n = perkiraan umur ekonomi aktiva tetap
Bab 11: Matematika Keuangan
609
CONTOH 11.7.1 Diketahui bahwa biaya perolehan suatu aktiva adalah Rp 10.000.000,-. Taksiran nilai sisa adalah Rp 1.000.000,- dengan umur manfaat 3 tahun. Dengan metode saldo menurun angka persen tetap, a. Persentase penyusutan setiap periode b. Buatkan tabel yang berisikan harga perolehan, penyusutan, akumulasi penyusutan, dan harga buku. Penyelesaian: S = Rp 1.000.000,A = Rp 10.000.000,n=3
a. Persentase penyusutan setiap periode adalah
1-3
T1- n
S = A
1000000 = 1 – 0,4641592396 10000000 = 0,53584076 = 53,6%
b. Penyusutan periode 1 = 53,6% x Rp 10.000.000,- = Rp 5.360.000,Penyusutan periode 2 = 53,6% x Rp 4.460.000,- = Rp2.487.040,Penyusutan periode 3 = 53,6% x Rp 2.152.960,- = Rp 1.153.986,56
610
Bab 11: Matematika Keuangan
Tabelnya adalah sebagai berikut :
Harga Perolehan
Periode/ta hun
Akumulasi Penyusutan (Rp.)
( Rp.)
Nilai Buku
Penyusuta n
1
10.000.000
5.360.000,-
5.360.000,
4.640.000
2
10.000.000
2.487.040,-
7.847.040
2.152.960
3
10.000.000
1.153.986,56
9.001.026,
998.974,-
Pada penyusutan metode saldo menurun berganda, besar persentase penyusutan pertahun ditetapkan sebesar dua kali dari penyusutan garis lurus. CONTOH 11.7.2 Diketahui bahwa biaya perolehan suatu aktiva adalah Rp 10.000.000 Taksiran nilai sisa adalah Rp 1.000.000,- dengan umur manfaat 4 tahun. Dengan metode saldo menurun berganda, a. Persentase penyusutan setiap periode b. Hitunglah penyusutan selama 4 tahun
Penyelesaian: a. Persentase penyusutan setiap periode (setiap tahun) adalah
100% (2) 50 % 4 b. Besar penyusutan tahu ke 1 = 50% x Rp 10.000.000 = Rp 5.000.000
Bab 11: Matematika Keuangan
611
Nilai Buku awal tahun ke 2 = Rp10.000.000 - Rp 5.000.000 = Rp 5.000.000 Besar penyusutan tahu ke 2 = 50% x Rp 5.000.000 = Rp 2.500.000 Nilai Buku awal tahun ke 3 = Rp 5.000.000 - Rp 2.500.000 = Rp 2.500.000,Besar penyusutan tahu ke 3 = 50% x Rp 2.500.000 = Rp 1.250.000
RANGKUMAN
Bunga adalah uang jasa tambahan yang diakibatkan kita meminjam uang. Besarnya pinjaman disebut dengan modal.
Jika besar modal pinjaman adalah M0 dan besar bunga adalah B, maka besar suku bunga persatuan waktu dituliskan dengan b, didefinisikan sebagai
b
612
B 100 % M0
Jika besar bunga hanya dihitung dari modal dan pembayaran dilakukan sesuai dengan waktu perjanjian, maka bunga yang berkaitan disebut bunga tunggal.
Jika besar bunga ditambahkan ke modal pinjaman dan akan ikut dihitung sebagai modal untuk dibungakan lagi, maka bunga yang berkaitan disebut bunga majemuk.
Bab 11: Matematika Keuangan
Pada deposito, besarnya uang yang disimpan pertama kali disebut nilai tunai, sedang besarnya uang pada saat pengembalian disebut nilai akhir, dan saat pengambilan disebut valuta.
Anuitas adalah suatu pembayaran atau penerimaan uang secara periodik dalam jumlah tetap dan dalam jangka waktu yang tetap pula.
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN N 1111--77 1.
Diketahui bahwa biaya perolehan suatu aktiva adalah Rp 12.000.000. Taksiran nilai sisa adalah Rp 1.000.000,- dengan umur manfaat 3 tahun. Dengan metode saldo menurun angka persen tetap, tentukan a.
Persentase penyusutan setiap periode
b.
Buatkan tabel yang berisikan harga perolehan, penyusutan, akumulasi penyusutan, dan harga buku.
2.
Diketahui bahwa biaya perolehan suatu aktiva adalah Rp 10.000.000. Taksiran nilai sisa adalah Rp 1.000.000 dengan umur manfaat 4 tahun. Dengan metode saldo menurun berganda, tentukan: a.
Persentase penyusutan setiap periode
b.
Hitunglah penyusutan selama 4 tahun
Bab 11: Matematika Keuangan
613
SSO OAALL LLAATTIIH HAAN NU ULLAAN NGGAAN N BBAABB 1111 1. Jika terdapat suatu modal sebesar Rp.25.000.000,- dengan suku bunga 15% pertahun tentukan besar bunga tunggal untuk jangka waktu a. 9 bulan b. 20 bulan 2. Ibu Ani meminjam modal sebesar Rp.10.000.000,- jika ibu Ani harus mengembalikan dalam jangka waktu 2 tahun dengan pengembalian sebesar 8/5 dari modal pinjaman. Tentukan besar bunga pertahun 3. jika terdapat modal sebesar Rp.15.000.000,- dibungakan dengan bunga tunggal suku bunga 12% perbulan dalam waktu berapa agar modal menjadi 5/3 dari modal semula. 4. Jika modal sebesar Rp.16.000.000,-dipinjamkan selama 3 bulan dengan suku bunga 12,5% pertahun. Tentukan besar bunga tunggal eksak dan biasa, jika dilakukan pada tahun a. 2007
b. 2008
5. Tentukan waktu rata-rata dan waktu eksak dari tanggal 22 Pebruari 2000 sampai 17 Mei 2007 6. Ali meminjam modal sebesar Rp.100.000.000,-dengan cara diskonto, suku bunga yang disepakati 15% pertahun. Tentukan besar modal pinjaman yang diterima Ali setelah dpotong bunga. 7. Bakri menerima pinjaman setelah dipotong bunga Rp.12.000.000,dengan cara diskonto, suku bunga 16% pertahun. Tentukan besar pinjaman Bakri.
614
Bab 11: Matematika Keuangan
8. Jika suatu modal sebesar M dibungakan selama 5 tahun dengan bunga majemuk sebesar 12% pertahun, dan penggabungan bunga dilakukan perkuartal. Tentukan a. Frekuensi penggabungan b. Banyaknya periode bunga 9. Jika modal sebesar Rp.25.000.000,- dibungakan dengan bunga majemuk, suku bunga1,2% perbulan. Berapa besar modal setelah a. 10 bulan b. 3 tahun 10. Jika modal sebesar 30.000.000,- dibungakan berdasarkan bunga majemuk dengan bunga 8% pertahun. Tentukan besar modal selama 5 tahun 9 bulan. 11. Jika pada awal tahun disetor sejumlah uang ke Bank sebanyak Rp.1.000.000,- besar bunga 6% pertahun, maka tentukan nilai akhir rente pada akhir tahun ke-8 12. Pada tiap akhir tahun dimasukkan uang sebesar Rp.100.000.000,ke bank bunga yang ditawarkan 10% pertahun. Pada tahun ke-6, tentukanharga tunai rente 13. Pak karta meminjam uang di Bank sebesarRp.100.000.000,- dan harus dilunasi dengan anuitas selama 3 tahun dengan pembayaran tiap semester, suku bunga yang ditawarkan adalah 5% persemester. Tentukan a. Besar anuitas dengan pembulatan ribuan ke atas b. Besarnya pembulatan jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke atas c. Tabel rencana angsuran jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke atas d. Angsuran terakhir jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke atas e. Pembayaran terakhir jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke atas
Bab 11: Matematika Keuangan
615
f.
Besar anuitas dengan pembulatan ribuan ke bawah.
g. Besarnya pembulatan jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke bawah. h. Tabel rencana angsuran jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke bawah. i.
Angsuran terakhir jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke bawah.
j.
Pembayaran terakhir jika anuitas dibulatkan ke ribuan ke bawah.
616
Bab 11: Matematika Keuangan
DAFTAR PUSTAKA 1.
Benny Hendarman, Endang Riva‟I, Matematika untuk SMK kelas X, HUP, 2007.
2. Benny Hendarman, Endang Riva‟I, Matematika untuk SMK kelas XI, HUP, 2007. 3. B.K Noormandiri, Endar Sucipto, Matmatika SMU, Penerbit Erlangga, 2004. 4. Edi Suranto, Matematika Bisnis Manajemen, Penerbit Yudistira, 2003. 5. Endang Jaiman, Herwati, Tri Dewilistia, Matematika SMU, Yudhistira, 2004. 6. Jurusan Matematika ITS, Buku Ajar Kalkulus, 2006. 7. Jurusan Matematika FMIPA-ITS Surabaya, Buku Ajar Kalkulus 2, 2007 8. Koko Martono, R. Eryanto, Firmansyah Noor, Matematika dan Kecakapan Hidup untuk SMA kelas X, Ganeca, 2007. 9. Koko Martono, R. Eryanto, Firmansyah Noor, Matematika dan Kecakapan Hidup untuk SMA kelas XI Program IPA, Ganeca, 2007. 10. Koko Martono, R. Eryanto, Firmansyah Noor, Matematika dan Kecakapan Hidup untuk SMA kelas XII Program IPA, Ganeca, 2007. 11. L. Sembiring, R.A. Rivai Wirasasmita, Yogia, Yance Lagu M., Matematika Keuangan, Penerbit M2S Bandung, 2005 12. Maman Abdurahman, Matematika 1 untuk SMK kelas X Bidang Keahlian Bisnis dan Manajemen Program Keahlian Akuntansi, Penerbit Armico Bandung, 2007. 13. Marwanto, dkk, Matematika Interaktif, Yudistira, 2004.
Daftar Pustaka
A1
14. Sembiring, Rama Widya, Olimpiade Matematika SMU, 2004. 15. Srikurnianingsing, Kuntarti, Sulistiono, Matematika SMA dan MA, Penerbit, Erlangga 2003. 16. Stewart, J., Kalkulus, Alih bahasa: I Nyoman Susila, Hendra Gunawan, Penerbit Erlangga, 2003. 17. Wila Adiyanto Sukoco, Loedbi, Matematika Bilingual, 2004. 18. Wono Setyo Budhi, Matematika SMU, PT. Arman Delta Selaras, 2002. 19. Yohanes, Kastolan, Sulasin, Matematika SMU, Yudistira, 2004.
A2
Daftar Pustaka
INDEKS tunggal, 567
A
tunggal biasa, 570 unggal eksak, 569
adjoint, 193, 199 angka baku, 551
C
anuitas, 597, 601 argumentasi, 302
cramer, 210
aturan hasil kali, 509
D B barisan, 360, 361
daerah hasil. See range
aritmatika, 380
daerah kawan. See kodomain
geometri, 391
data, 521
bidang datar, 405
diskrit, 521
biimplikasi, 285, 298
kelompok, 540, 547
bijektif, 319
kontinu, 521
bilangan
kualitatif, 521
asli, 2
kuantitatif, 521
bulat, 3
tunggal, 539, 547
cacah, 2
denominator, 4
irasional, 10
derajad, 410
kompleks, 13
derajat, 405, 407
rasional, 4, 5
deret, 372
real, 11 bunga, 566 majemuk, 578 periode, 578
Indeks
daerah asal. See domain
aritmatika, 384 geometri, 397 desimal, 10 tak terbatas, 7
B1
terbatas, 7
G
determinan, 192, 193, 203, 211, 212 1 x 1, 193
gabungan, 503
nilai, 194
garis, 406
sifat-sifat, 197
garis selidik, 262
tingkat dua, 195
H
tingkat tiga, 196 diagram, 530
himpunan, 315
batang, 532
hipotesa, 303
garis, 531
histogram, 535
lingkaran, 533 dilatasi, 437, 450
I
disjungsi, 281 diskonto, 575
implikasi, 282
domain, 317
ingkaran. See negasi injektif, 319
E
interval, 158 berhingga, 159
equally likely, 497 expansi Laplace. See nilai determinan
tak hingga, 159 terbuka, 159 tertutup, 159
F
invers, 297 fungsi, 331
faktorial, 475
matriks, 186, 188, 199, 208
frekuensi harapan., 514
penjumlahan, 16
frekuensi penggabungan, 578
perkalian, 20
fungsi, 316 fungsi objektif, 215, 234, 246 fungsi obyektif, 238
J jajaran genjang, 418 jangkauan, 549, 552
B2
Indeks
K
lingkaran, 426 jari-jari, 426
kaidah
pusat, 426
penjumlahan, 473 perkalian, 470
logika penghubung, predikat, 272
kalimat
pernyataan, proposisi, 272
terbuka, 273
M
kalimat terbuka, 275 kejadian, 466, 506 majemuk, 466 saling bebas, 506, 509 saling lepas, 505 sederhana, 466
matriks, 175, 176, 180, 184, 194, 203, 206, 447 adjoint, 193 anggota, 176 baris, 177
kodomain, 317 koefisien variasi, 552
bujursangkar, 178 diagonal, 178
kofaktor, 193
identitas, 178
kombinasi, 487 komplemen, 502
kofaktor, 193, 199
komposisi, 454
kolom, 177
konjungsi, 279, 303
nol, 178 segitiga atas, 179
konklusi, 283
segitiga bawah, 178
Kontradiksi, 299 kontraposisi, 297
simetri, 179
konveks, 246
singular, 186 transpose, 183
konvers, 297
ukuran, 176
kuantor eksistensial, 293
mean, 540, 542 median, 541, 542
universal, 293 kuartil, 548, 552, 554
minor, 193 modal, 566
L
model matematika, 234 modus, 542
layang-layang, 418
Indeks
B3
ponens, 305
kuadrat rasional, 99
tollens, 307
kuadrat real, 99 kuadrat sejati, 99
N
kuadrat tak lengkap, 99 linear, 86
negasi, 278, 295 nilai akhir, 582, 592 nilai tunai, 582, 590, 593 numerator, 4
linear dua peubah, 92 linear satu peubah, 87 penyelesaian persamaan kuadrat, 100
O
sistem persamaan linear, 138, 140, 147, 153 sistem persamaan linear dua
operator
peubah, 140
logika, 277
persegi, 417
P
keliling, 417 luas, 429
parameter, 539 sampel, 539 pecahan murni, 5 tak-murni, 5 peluang, 465, 498 bersyarat, 506 permutasi, 477 dengan pengulangan, 480 siklik, 484, 485 Permutasi, 476 pernyataan, 273 primitive, 274 persamaan akar persamaan kuadrat, 121 kuadrat, 98
B4
persegi panjang, 417 keliling, 417 luas, 428 pertidaksamaan, 157, 160, 166 himpunan penyelesaian, 219 kuadrat, 162, 169 kuadrat,
daerah penyelesaian,
162 linear, 160, 215, 216 linear, daerah penyelesaian, 160 linear, dua peubah, 217 pecah rasional, 166 pecah
rasional,
daerah
penyelesaian, 167 sifat-sifat, 158 piktogram, 534
Indeks
pola bilangan, 358 polygon frekuensi, 536
luas, 429 segitiga, 419
populasi, 520
jumlahan sudut dalam, 420
Populasi, 539
keliling, 420
premis, 283
sama kaki, 422
probability, 465
sama sisi, 423
program linear, 215, 234
siku-siku, 421
proposisi, 273, See pernyataan
selang. See interval sigma, 366, 371
R
silogisme, 303 simpangan, 549
radian, 405, 410
sisi sudut, 406
range, 317
sistem
rata- rata, 540
persamaan linear, 206, 208
refleksi, 437, 446
sistem pertidaksamaan linear, 216,
relasi, 315
225
rente
statistika, 520
kekal, 587, 595 postnumerando, 587 pranumerando, 587, 590, 592 terbatas, 587
sudut, 406 lancip, 409 siku-siku, 409 sisi akhir, 407
rotasi, 437, 442
sisi awal, 407
ruang nol, 466 ruang sampel, 466, 497 tereduksi, 508
tumpul, 409 suku bunga, 566 surjektif, 319
S saldo menurun, 609 sampel, 520 Sample., 539 sarrus, 197 segi tiga
Indeks
T tabel distribusi frekuensi, 524, 526 frekuensi, 554 statistik, 524
B5
tabel kebenaran, 289
kemiringan, 539
tautologi, 299
keragaman, 539
tautology, 300
pemusatan, 539
titik, 406
V
titik sampel, 466 trace, 184 transformasi geometri, 437 translasi, 437 trapesium, 418
valuta, 582 variansi, 550
W
luas, 433
waktu eksak, 571
U
waktu rata-rata, 571
ukuran
B6
Indeks