Mata Fariz R.M. Berkaca-Kaca Written by Administrator Thursday, 20 January 2011 11:39
Pengantar: Pada 25 Desember 2010, Fariz R.M. bernyanyi dalam Ibadah Natal GKI MaulanaYusuf bersama Qasidah Ar-Rahman, yang dilanjutkan dengan sapaan Natal oleh Ulil Abshar Abdalla. Jauh melampaui sebagian kaum Muslimin yang masih enggan dan ragu berucap “Selamat Natal”, Fariz mantap akan keputusannya. Namun, sebagian teologiman Kristen justru mengecam acara tersebut.
5 Januari 2011, Fariz R.M. berhari jadi yang ke-52. Bersama Wiendy Widasari, Diani Sitompul, si kecil Sophia, dan Sahat, saya datang berucap selamat. Oneng menyambut dengan wajah riang, Fariz menyusul 10 menit kemudian. Kue hari jadi ‘Fariz 52: Mengalir Lebih Deras’ yang kami pesan dari rumah kue Hansel & Gretel tersaji di meja. Ditemani Sophia, putri Diani, Fariz meniup lilin, memotong kue, menyuapi sang istri dan memberi kecupan tipis di bibir. Saat mencicipi kue double chocolate, Fariz terbelalak: “Luar biasa enak!” serunya.
Fariz kemudian makan mie panjang umur yang dibawa Diani. Sahat menghajar 1 dari 7 bungkus nasi Padang rumah makan Sederhana yang dibawanya. Sebuah perayaan hari jadi yang bersahaja namun hangat. Seusai makan, kami berkongkow seru, termasuk membincang komentar beberapa teologiman di facebook soal Ibadah Natal di GKI Maulana Yusuf, 25 Desember 2010. Berikut, petikannya:
“Saya mengenal Yesus sejak lahir, berdoa kepadaNya, dan rajin mengikuti Komuni. Itu kebiasaan indah yang menghias masa kecil. Ketika Mami kemudian menjadi mualaf, saya pun ikut dengannya. Saya seorang Muslimin yang tidak terlalu taat, jarang sholat, namun berusaha mati-matian menghargai kemanusiaan.”
“Saya hidup di negara yang menetapkan ‘Bhineka Tunggal Ika’ sebagai semboyan yang menghidupi masyarakatnya. Ketika kemudian menjadi musikawan, nilai-nilai itu muncul di setiap karya musik yang saya persembahkan. Tentu saja saya menolak untuk dikotak-kotakkan
1/7
Mata Fariz R.M. Berkaca-Kaca Written by Administrator Thursday, 20 January 2011 11:39
ke dalam warna musik tertentu, parpol tertentu, bahkan agama tertentu. Saya milik semua golongan. Itu cara yang saya pilih untuk bersetia kepada Republik tercinta ini.”
“Ketika menerima undangan dari GKI Maulana Yusuf untuk bernyanyi di dalam Ibadah Natal tanggal 25 Desember 2010, Oneng sempat sedikit kuatir. Saya menenangkannya dengan berkata: ‘Jika ini undangan dari Tuhan, semua akan dimudahkan. Saya bertanya kepada Sahat, lagu apa yang harus saya nyanyikan. Sobat saya yang ‘setengah dewa’ itu menjawab cepat: ‘M ari Pulihkan Dunia’ , dan ‘ Aku Mau Bilang Padamu’ . Namun, yang bikin saya kaget, Pendeta Albertus Patty meminta agar ‘Mari Pulihkan Dunia’ dinyanyikan bersama jemaat di dalam Ibadah. Itu membuat saya bertanya kepada diri sendiri: ‘siapakah saya yang Muslimin ini hingga mendapat kehormatan memandu umat Kristen menyanyikan lagu pujian kepada Tuhannya?’”
“Saya lalu terkenang kembali ke masa kecil, ketika rajin pergi ke gereja bersama mami. Ada rasa haru yang menyeruak. Gambar di layar kenangan itu berpindah cepat ke rentang waktu ketika saya berada di dalam penjara akibat sebuah kebodohan yang luar biasa. Saat itu, Ravenska dan Ravenski bercerita tentang Suster-Suster di sekolah Tarakanita yang sering bertanya mengenai keadaan saya di penjara Cipinang. “Ayah,” kata Venska, “Beberapa Suster menyalakan lilin setiap pagi dan menaikkan Novena untuk kebebasan Ayah.” Doa-doa mereka mewujud. Saya dibebaskan dari segala tuntutan. Malam pertama kembali berada di rumah, saya merenung dan bertanya: ‘Ya Allah, kapan saya bisa membalas kebaikan orang-orang Kristen itu?’”
“Semua kenangan itu memantapkan hati untuk memenuhi undangan GKI Maulana Yusuf. Sedikit pun tak ada lagi keraguan. Sehari sebelum berangkat ke Bandung, saya berkunjung ke rumah Mami dan terkejut ketika mendapati dia sedang membaca buku ‘Dari Sebuah Guci’. ‘Berhari-hari Mami tak bisa lepas dari buku ini, indah sekali,’ ucapnya. Mami mengaku sudah baca buku tersebut 2 kali, dari awal hingga akhir. ‘Ini yang ketiga kali,’ katanya. Kepada Mami saya ceritakan rencana kepergian ke Bandung esok dan bernyanyi di dalam Ibadah Natal. ‘Pergilah,’ ucap Mami sambil mengecup pipi saya, ‘Tidak semua orang seberuntung kamu.’”
“Saya memutuskan untuk menyanyikan ‘Aku Mau Bilang Padamu’ tidak seperti versi yang
2/7
Mata Fariz R.M. Berkaca-Kaca Written by Administrator Thursday, 20 January 2011 11:39
saya nyanyikan dalam CD ‘Dari Sebuah Guci’. Syairnya sederhana, tapi sangat menggetarkan dan karenanya perlu disampaikan dengan cara yang juga sederhana: bernyanyi sambil memainkan piano tunggal. Semua hentak perkusi saya hilangkan. Keindahan syairnya harus sampai ke umat yang mendengar.”
“Tanggal 25 Desember itu saya bangun pagi dan menyiapkan diri dengan utuh: tidak cuma pita suara tapi juga hati, karena hanya dengan bersikap jujur sebuah pesan bisa mendarat dengan baik. Keluar dari kamar hotel, saya dan Oneng bersua dengan Sahat dan Muna dan langsung menyampaikan ‘Selamat Natal’. Kami berdua berangkat ke gereja, jauh mendahului Muna dan Sahat yang bahkan pada saat itu belum mandi. Ya, saya sangat bersemangat menyongsong pengalaman spiritual yang sebentar lagi saya masuki.”
“Di dalam gereja, saya memeriksa keyboard dan sequencer, memastikan semua sudah terhubung dengan baik. Segala sesuatu nampaknya berjalan lancar. Saat itulah sebuah suara menyelinap keluar sanubari: ‘Tuhan-lah yang mengundang saya datang ke rumahNya pagi ini.’ Saya ingat betul, dada saya berdebur lembut saat itu.”
“Ibadah dimulai. Saya duduk bersama Oneng dan Muna. Aneh, saya sama sekali tidak merasa canggung dengan suasana yang tercipta. Saya dan Oneng duduk dan berdiri sesuai dengan ajakan yang tertulis dalam tata ibadah. Ketika mendengar umat bernyanyi, saya terpana oleh keindahan musikal yang tersaji.”
“Dan, tibalah giliran saya maju ke depan. Bohong, jika saya katakan dada saya tidak berdebar. Pertama, ini kali pertama saya bernyanyi di pagi hari, beberapa menit sebelum jam 8. Kedua, ini kali pertama juga saya bernyanyi di tengah-tengah orang Kristen di dalam ibadahnya. Sebab, jangankan di dalam gereja, di dalam mesjid pun saya belum pernah bernyanyi.”
“Intro mengalun sepanjang 4 bar dan saya lantas terkejut karena keheningan betul-betul menyekap. Demi Allah, saya kepingin menangis ditemani suasana khusyuk seperti itu. Tidak satu pun suara lain terdengar, tidak seperti di konser-konser saya yang riuh dan penuh celoteh. Saya betul-betul di bawa ke Hadirat Allah untuk mengumandangkan pujian kepadaNya. Larik demi larik saya ucapkan. Saya tahu, syair lagu ‘Aku Mau Bilang Padamu’ ditulis Muna Panggabean berdasarkan nyanyian pujian Maria di Injil Lukas. Sambil bernyanyi saya mengenang devosi dan Salam Maria yang dulu kerap saya ucapkan di masa kecil. Saya terkenang kepada Mami, kepada Opa dan Oma. Saya merasa dipersatukan kembali dengan mereka setelah selama ini dicekoki paham-paham yang mengatakan ada tembok pemisah yang
3/7
Mata Fariz R.M. Berkaca-Kaca Written by Administrator Thursday, 20 January 2011 11:39
kokoh antara umat Islam dan umat Kristen. Itu adalah 4 menit terindah dalam hidup saya. 4 menit yang mengatasi semua kepahitan. Dulu, ketika menguburkan anak pertama, saya berkata, “Ya Allah, aku hadapkan wajah anakku ini kepadaMu; tapi beri aku keajaiban agar dapat kembali percaya kepadaMu.” Tak cuma satu, Tuhan kemudian memberi saya sepasang anak kembar! Dan pagi itu, di dalam gedung gereja, Tuhan yang dulu saya tantang, Tuhan yang dulu saya sangkal, berhadapan dengan saya dan menyinari wajah saya dengan kemuliaanNya. Kepada dunia, Cinta mendamba dan mengosongkan diriNya.”
“Saya sangat menikmati khotbah Pendeta Berty. Buat saya, dia adalah imam bagi kemanusiaan yang utuh. Dia mengajar saya untuk tidak merasa terpisah dari sesama umat. Saya berbahagia sekali dan melamun menyampaikan kabar itu kepada Mami di rumahnya. Saya membayangkan berkata begini: ‘Mami tidak perlu gelisah. Di surga, kita akan berjumpa dengan Opa dan Oma karena ternyata mereka juga ada di sana.’”
“Damai kian merasuki hati ketika mendengar tuturan Yanti Kerlip, perempuan berjilbab, pegiat kemanusiaan yang teguh menyapa umat Kristen dengan ucapan: ‘Saudaraku yang seiman, pagi ini kita merayakan hari kelahiran Yesus Kristus.’ It’s ring my bell, bukankah Yesus juga Nabi yang saya puja?”
“Selanjutnya nafas saya menderu menikmati rancaknya para penabuh Ar-Rahman memukul kendang dan rebab dan kemudian betul-betul tercengang ketika jemaat Kristen GKI Maulana Yusuf memberi applause panjang seusai Ar-Rahman mengumandangkan Shalawat Nabi . Inikah Indonesia baru itu? Ulil Abshar Abdalla lalu membantu saya dan segenap umat Islam untuk meyakinkan umat Kristen bahwa kami bukan kaum barbarik yang semena-mena dan mengira punya kuasa untuk mengatur Republik ini sendirian. Saya bersyukur mendapati Islam Indonesia memiliki seorang intelektual secerdas dia. Ah, pagi itu saya ternyata punya sangat banyak alasan untuk bersyukur.”
“Lalu, puncak acara saya masuki dengan mendendangkan lagu ‘Mari Pulihkan Dunia’. Itu memang bukan kali pertama saya bernyanyi dengan orang banyak, tapi pagi itu saya bernyanyi bersama mereka kepada Tuhan. Semua orang bernyanyi sambil bertepuk-tangan: tua-muda,
4/7
Mata Fariz R.M. Berkaca-Kaca Written by Administrator Thursday, 20 January 2011 11:39
besar-kecil di gedung gereja yang penuh sesak. Saya sangat bersukacita. siapa pun pasti larut ke dalam syair yang mudah dicerna, lugas, namun membongkar semua kemapanan.”
reff: Mari pulihkan dunia Dengan sepenuh jiwa Sepenuh hasrat, juga semburat Cahaya berpendar di s’k’ilingmu
Mari getarkan cinta Dengan keringat kerja Mari ucapkan, juga lakukan Hingga kau rebah.
1/ Kepada m’reka yang kalah (tertindas dan dilupakan) Tarian kita bersembah Kita kabarkan warta Bahwa surga t’lah sunyi s’bab Tuhan ada di bumi Menari bersama kita ==>reff
2/ Satu tepukan di bahu (sapaan lembut dan mesra) Adalah embun penyembuh Sungguh tak ada kubu Cuma hasrat merindu Tuhan melompat riang Bersama kita berdendang==>reff
“Dan ketika kebaktian usai, saya berdiri di pintu keluar bersama Pendeta Berty, Ulil, Muna, dan Oneng. Rahmat Allah Yang Maha Besar terasa diguyurkan ke wajah. Ada lebih dari 1.000 orang yang menyalami saya dan berkata satu-per-satu: ‘Terima kasih atas lagu-lagunya, Mas, saya merasa diberkati’. Saat itu saya langsung tahu, jika kelak MUI atau FPI mengecam
5/7
Mata Fariz R.M. Berkaca-Kaca Written by Administrator Thursday, 20 January 2011 11:39
keterlibatan saya di dalam Ibadah Natal ini, saya sudah punya jawaban: ‘Menurut kalian, dengan ucapan yang saya terima dari lebih 1.000 umat seperti itu, saya akan diganjar pahala atau kutukan?’”
“Saat itu pula saya teringat akan wejangan Papi, beberapa jam sebelum dia mengembuskan napas terakhir dahulu. ‘Is,ingatlah bahwa kamu seorang khalifah.’ – ‘Saya tahu, Pap’ – ‘Tidak, kamu tidak tahu bahwa kamu adalah seorang khalifah bagi para penggemarmu.’ Saya tersentak, itu beban yang sangat berat. ‘Terima kasih atas lagu-lagunya tadi, Mas Fariz, saya merasa diberkati.’ Masya Allah, wejangan papi menemukan wujudnya pagi itu!” (pada bagian ini mata fariz berkaca-kaca)
“Jadi, kalau para ahli teologi mengecam Ibadah Natal kemarin, itu berarti mereka sama sekali tidak peka kepada kebutuhan umatnya. Mereka membutakan mata bahwa di antara para jemaat ada yang memiliki dilema seperti Mami saya; pasti ada dari antara mereka yang berayah-ibu Islam, atau berkakek-nenek Islam dan selama ini terus dihantui ketakutan tidak bertemu dengan mereka lagi di surga nanti. Ibadah Natal tanggal 25 Desember kemarin telah menyatukan kita semua. Nanti, di surga, suasananya sama seperti di GKI Maulana Yusuf kemarin: orang Kristen, Islam, Hindu, Buddha, Kejawen, Tao, Konghucu, Sinto, berdiam di satu rumah, memuji dan menyembah Allah yang satu. Lebih daripada segalanya, Ibadah Natal GKI Maulana Yusuf kemarin telah menghadirkan prototipe surga kepada kita.”
“Yang terakhir, saya mau bertanya kepada mereka yang mengecam itu: apakah ada dari antara mereka yang pernah diundang langsung oleh Tuhan? Saya, Fariz R.M. sudah pernah dan saya memenuhi undanganNya pada tanggal 25 Desember 2010 di gedung gereja GKI Maulana Yusuf. Di sana saya memuliakan Tuhan yang turun ke bumi dalam rupa cinta.”
“Sepulang dari Bandung saya jadi rajin bersholat. Setiap jam 4 pagi saya bangun dan berjalan kaki ke mesjid. Di sana saya berdoa bagi segenap manusia. Saya berdoa buat Papi, buat Mami, buat Venska dan Venski yang sedang menuntut ilmu di Belanda, buat Opa dan Oma, buat Muna, buat Pendeta Berty, dan buat buku ‘Dari Sebuah Guci. Sekarang, saya mantap. Jika Tuhan sudah menetapkan waktunya, saya siap...”
Catatan: 1. Sampai dengan saat ini Fariz R.M. masih menderita kanker hati; sebagian sudah diangkat, namun sebagian masih berdiam di pankreasnya. Tidak berkembang, katanya sambil tertawa
6/7
Mata Fariz R.M. Berkaca-Kaca Written by Administrator Thursday, 20 January 2011 11:39
lepas. 2.Untuk menikmati nyanyian FarizR.M. dalam Ibadah Natal tersebut, silahkan kunjungi www.d arisebuahguci.com klik kanal KLIP, di sana ada beberapa video file.
(Ditulis oleh: Muna Panggabean, seorang pengamat sastra sekaligus pelaku, esais, dan budayawan. Ibu Rumah Tangga dari 3 puteri dan 2 putera. Sumber: situs kompasiana.com)
7/7