Semnas “Mengurai Akar Kekerasan Massa di Indonesia”
MARAKNYA PERILAKU AGRESIF DI TINJAU DARI SEGI PSIKOLOGI
Oleh: Alexander Angga Harmawan Mahasiswa Fakultas Psikologi - Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAK Artikel ini bertujuan untuk membahas tentang akar dari perilaku agresi yang sekarang ini sering terjadi dalam masyarakat kita. Perilaku agresi itu sendiri dapat disebabkan oleh adanya frustasi dalam diri individu maupun kelompok. Seperti halnya yang sering terjadi pada masyarakat kita ini. Sepertinya perilaku agresi seperti sudah mendarah daging dan turun temurun dalam diri masyarakat ini. Terlebih di dorong dengan tuntutan jaman. Bahkan perilaku kekerasan tersebut di lakukan oleh berbagai pihak dan berbagai lapisan. Lebih mengherankan lagi bahwa pelajar saat ini banyak menjadi pelaku agresi. Padahal mereka adalah kaum intelektual yang seharusnya dapat menempatkan diri dalam tatanan masyarakat ini. Lalu apakah ini pribadi bangsa kita sekarang ini yang syarat dengan unsur kekerasan. Kata kunci : Kekerasan, Frustasi PENDAHULUAN Pemberitaan kekerasan dalam kehidupan sehari – hari sering kita lihat dalam tayangan mass media, baik media elektronik maupun pada media cetak. Bahkan pemberitaan tersebut seakan – akan sudah menjadi menu utama bagi media, yang mengartikan bahwa setiap hari pada kehidupan masyarakat kita ini terjadi tindakan kekerasan. Bahkan tindakan tersebut dilakukan oleh berbagai kalangan masyarakat. Mulai dari pelajar tingkat SMP hingga Mahasiswa. Bentuk kekerasan yang di lakukanpun juga beragam, ada yang masih dalam taraf kekerasan verbal, kekerasan fisik bahkan sampai tindakan anarkis. Seperti beberapa contoh di bawah ini : Pada tayangan berita liputan 6 dimana dua kelompok pelajar sekolah menengah pertama terlibat tawuran di jalan raya mataram Raya, Jakarta Timur, Senin 23 pebruari 2009 (Liputan 6.com).Para pelajar SMP melakukan tindakan tawuran di jalan raya menggunakan senjata seperti ikat pinggang dengan gesper besi, batu, gear yang di ikat dengan tali bahkan sampai dengan pisau. Diduga tawuran dua kelompok pelajar ini karena soal sepele yaitu saling ejek. Di lain hal mereka tidak mempedulikan kenyamanan para pengendara yang sedang melintas serta masyarakat sekitar. Herannya lagi mereka seakan juga tidak peduli dengan kedatangan polisi dan satuan pamong praja. Padahal kita semua tahu tugas sebagai seorang pelajar adalah menuntut ilmu dan mengamalkan ilmunya terhadap sikap dan perilaku pada kehidupan sehari – hari. Tindakan kekerasan itupun juga sering terjadi pada masyarakat bahkan sampai anggota dewan. Sebagai contoh pada dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Banyumas yang terlibat perkelahian saat berlangsung rapat panitia 95
khusus III, Selasa (2/3) dimana caci maki antara kedua anggota DPRD tersebut berlanjut hingga rapat yang membahas pasar modern itu berakhir http://bataviase.co.id ). Padahal kita tahu bahwa anggota dewan baik dari perangkat daerah hingga perangkat negara merupakan wakil rakyat yang seharusnya memberikan contoh positif bagi masyarakatnya. Saat ini tindakan kekerasan pada masyarakat menjadi tindakan yang sudah mengarah ke tindakan yang anarkis dengan merusak bahkan membakar. Sebagai contoh setelah geger dengan tindakan anarkis warga Cikeusik Pandeglang Banten terkait dengan jemaah Ahmadiyah, terjadi pula kerusuhan yang kembali terjadi di Temanggung Jawa Tengah dimana sejumlah masyarakat merusak gereja dan dua mobil polisi bahkan sejumlah sepeda motor juga di bakar ( http://nasional.vivanews.com ). Dari beberapa contoh di atas, maka perlu dikaji penyebab peristiwa terjadi. PEMBAHASAN Menurut teori insting kematian ( thanatos) yang di gagas oleh Sigmund Freud pada dasarnya dari dalam diri manusia sudah memiliki naluri untuk bertindak agresif. Sifat agresi tersebut mungkin diarahkan pada diri sendiri maupun orang lain. Agresi itu sendiri tidak dapat di hilangkan karena sudah menjadi sifat alamiah dari manusia itu sendiri. Sifat agresi itu sudah tertanam secara alamiah dalam naluri manusia, namun tidak selamanya bersifat negatif, sebagai contoh sifat agresif yang disalurkan pada bidang olah raga. Untuk meluapkan tenaganya, seseorang melampiaskanya pada bidang bidang yang lebih bermanfaat seperti olah raga. Dengan olah raga tenaga kita tersalurkan, kita tidak melakukan perbuatan agresi yang merugikan namun malah membuat badan kita menjadi sehat. Agresif itu sendiri merupakan tindakan yang dilakukan untuk melukai atau menyakiti orang lain baik secara verbal maupun tindakan. Kita tahu bahwa situasi masyarakat sekarang ini lebih kompetetif, dimana kebutuhan hidup semakin tinggi dan membuat manusia harus melakukan survival untuk mempertahankan hidup. Jika seseorang tidak tahan dengan tekanan maka orang tersebut dapat mengalami frustasi sehingga dia tidak dapat survive dalam menghadapi hidup. Frustasi itu terjadi karena terhambatnya atau dicegahnya upaya mencapai tujuan. Sumber frustrasipun beragam, misalnya hambatan ekonomi yang mempengaruhi kebutuhan setiap orang. Sebagai contoh pada orang miskin yang hidup berhimpitan di pinggir kota yang kumuh dan padat sangat mungkin mengalami frustasi. Mereka tidak mendapat pekerjaan yang layak, sulit mendapatkan rumah yang layak huni, dan tinggal di lingkungan yang kurang aman bagi anak mereka. Padahal kita tahu dalam tatanan masyarakat terdapat sistem nilai nilai tertentu yang kita hargai, seperti kecantikan, kesehatan, kedudukan, kepandaian, keadilan atau kekuasaan. Jika sistem nilai tersebut tidak tercapai maka dapat memotivasi seseorang untuk melakukan kekerasan. Mereka akan merusak, melukai, bahkan membunuh orang. Itu semua dianggap sebagai realisasi diri dalam suatu nilai, sehingga kekerasan dapat di anggap sebagai realisasi diri. Jika setiap orang dapat mencapai aspek nilai – nilai tersebut maka akan meninggikan tingkat ego mereka. Namun jika seseorang tidak dapat mencapai nilai tersebut maka akan terjadi penyempitan ego, dimana penyempitan ego tersebut menyebabkan panik dan itu semua menyebabkan seseorang kurang nyaman. Jika 96
rasa panik itu muncul dan sistem nilai mengalami krisis maka akan muncul rasa ketidakpastian karena dia tidak dapat memenuhi harapan – harapannya. Jika harapan harapan tersebut tidak segera tercapai maka dapat menimbulkan frustasi dimana terhambatnya upaya untuk mencapai tujuan. Dampak dari frustasi itu sendiri akan menjadikan konflik yang dapat melahirkan kecemasan. Kecemasan itu merupakan fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi yang adaptif yang sesuai. Dengan kecemasan inilah biasanya mendorong orang untuk melakukan defense mekanime yang berfungsi untuk mempertahankan diri melawan tekanan dari luar. Sebagai realisasinya untuk mempertahankan diri maka kerap sekali muncul perilaku agresi. Sedangkan untuk lari dari ketidak pastian tersebut dapat memotivasi kekerasan massa. Kaum miskin yang tinggal di pinggir kehilangan tempat dalam masyarakatnya sehingga muncul perasaan bahwa mereka tidak bermakna. Untuk mendapatkan kepastian itu mereka saling memprofokasi individu satu sama lain menjadi massa yang dapat melakukan kekerasan secara massa untuk mendapatkan pengakuan nilai tersebut dan mendapatkan kepastian. Mereka beranggapan bahwa siapa yang tidak termasuk dalam mereka berarti melawan mereka dan karena ketidak pastian yang sangat besar itulah yang membuat tindakan kekerasan merupakan hal yang benar bagi mereka. Tidak dapat dipungkiri pula timbulnya rasa takut manusia dalam menghadapi kesendirian dan merasa tidak mampu atau tidak nyaman jika menghadapi sesuatu sendirian dalam sebuah tatanan sosial masyarakat juga dapat memicu kekerasan. Seperti kaum tersisih, kaum marginal, pengangguran dan korban ketimpaan sosial merasa bahwa mereka tidak bermakna dan kehilangan tempat dalam masyarakat. Padahal kita semua tahu bahwa diterima oleh orang lain merupakan suatu kebutuhan untuk menjalin hubungan sosial. Kebutuhan untuk di terima ini merupakan elemen yang universal dalam diri manusia, seperti halnya kebutuhan untuk makan dan minum. Jika tatanan masyarakat tersebut tetap kaku dan tidak berubah menjadi lebih baik, tidak menutup kemungkinan menjadikan peluang para kaum marginal tadi untuk berkumpul dan memberontak guna merontokkan tatanan sosial masyarakat tersebut. Dalam hal ini ego memandang bahwa seorang individu yang baru masuk ke dalam sebuah kelompok di anggap sebagai anggota baru dalam kelompok. Namun jika di lihat dari segi kolektivitas, Ego melihat individu tersebut sebagai orang yang sama dengan kelompok tersebut. Sedangkan seseorang untuk dapat diterima ke dalam sebuah kelompok, harus memiliki visi dan misi yang sama dengan kelompok tersebut serta mengesampingkan sifat individu menjadi sifat kelompok. Hal tersebut juga berfungsi dalam suatu massa. Setiap orang tidak mengenal satu sama lain sebagai individu melainkan ikatan kelompok atau massa. Dalam kelompok massa inilah timbul stigma yang akan berkembang dalam benak tiap individu dalam suatu kelompok tersebut sehingga membangun jiwa massa. Dengan membenturkan stigma kelompoknya dengan kelompok lain, manusia tidak lagi menganggap orang lain sebagai “sesama” manusia melainkan sebagai kelompok yang harus di basmi karena mereka di anggap sebagai musuh. Karena adanya perbedaan kecilpun akan di besar - besarkan untuk menghancurkan kelompok lain yang berbeda prinsip dan stigma, sehingga dalam kondisi massa atau ikatan massa, para pelaku kerusuhan tidak merasa membunuh melainkan mereka 97
menganggap yang mereka lakukan itu merupakan kewajiban kelompok untuk mempertahankan kelompok mereka serta meningkatkan status kelompoknya. Mereka juga menganggap bahwa yang mereka aniaya bukanlah sesama manusia, melainkan obyek yang di anggap musuh dan harus di basmi. Dalam pandangan ini memunculkan sistem nilai dimana kelompok lain dianggap sebagai ancaman bagi kelompoknya. Dengan adanya krisis nilai pada tatanan masyarakat akan menciptakan kekosongan pada diri individu serta menimbulkan kekosongan moral. Sebagai gantinya mereka mengisi kekosongan moralnya dengan suara kelompok dalam ikatan massa. Dengan bergabung dengan kelompoknya melakukan tindakan kekerasan bahkan merusak dilakukan sebagai penegasan dari ego dirinya melalui kelompoknya. Selain itu frustasi juga dapat menyebabkan amarah yang dapat meledak menjadi aksi kejahatan dan kekerasan yang dapat berkembang dan menimbulkan perasaan dan pikiran tertentu terlebih pada tindakan yang tidak menyenangkan bagi dirinya. Baru baru ini riset menduga bahwa frustasi menyebabkan kekerasan di sekolah dan kampus. Sejumlah siswa yang melakukan tindak kekerasan pernah menjadi bahan ejekan dari teman - temannya atau menganggap dirinya di permalukan dan di lecehkan oleh orang lain. Banyak orang menanggapi serangan dengan darah dibalas dengan darah sehingga hal tersebut memicu adanya agresi. Seperti contoh perkelahian antar pelajar sekolah menengah pertama tadi yang di awali dengan ejekan dan di akhiri dengan kekerasan bahkan perilaku yang anarkis. Perilaku tersebut sangat mungkin akan berlanjut yang dikarenakan dendam dari kedua pihak sehingga menimbulkan niat untuk balas dendam. Pengalaman negative masa lalu sebagai sumber dari kemarahan yang mendorong seseorang untuk melakukan kekerasan. Selama ekspetasi pembalasan membuat seseorang selalu berikir negative maka kemungkinan tindakan kekerasan tersebut akan semakin besar. KESIMPULAN Pada hakikatnya manusia merupakan mahluk sosial dimana mereka saling membutuhkan dan berinteraksi satu sama lain, namun pada proses perkembangannya manusia tidak luput dengan nalurinya untuk bertindak agresif. Pemenuhan kebutuhan hidup meningkat. Jika pada masanya dia dapat bertahan dalam pemenuhan kebutuhannya maka orang tersebut akan tetap bertahan dan dapat mengaktualisasikan dirinya dengan positif. Namun jika seseorag gagal dalam pemenuhan kebutuhan serta keinginanya terhambat dan tidak tercapai maka orang tersebut bisa saja mengalami frustasi. Frustasi inilah yang dapat memicu munculnya emosi, bahkan hal yang kecil dapat di besar besarkan sehingga terjadi pemberontakan atas dirinya. Jika hal tersebut terjadi dalam kelompok massa maka bisa jadi bentuk kekerasan massa seperti merusak, tawuran bahkan tindakan yang mengarah ke tindakan anarkis seperti membakar tidak dapat di hindarkan lagi. Karena semakin besar massa yang ada semakin besar pula kekuatan mereka, dan jika apa yang di inginkan massa tersebut tidak tercapai akan mendorong munculnya frustasi massa yang bisa saja mengarah pada tindakan kekerasan.
98
SARAN Bagi orang tua dalam lingkungan keluarga sangatlah penting memberikan contoh yang positif bagi anak – anaknya. Karena orang tua merupakan figur yang dijadikan model dalam perkembangkan perilaku anak. Dalam memberikan punishment janganlah memunculkan sifat agresif karena bisa jadi akan di tiru anaknya saat dewasa nanti. Apabila anak melakukan kesalahan berilah punishment yang mendidik bagi perkembangan tanggung jawab mereka. Selain itu jangan terlalu menuntut anak sehingga anak tidak memiliki kebebasan untuk mengekspresikan dirinya yang dapat memicu anak mengalami frustasi. Ajarkan pula ketrampilan lain yang tidak di dapatkan di sekolah secara eksklusif, misalnya spiritual skill dan emosional skillnya. Sehingga anak dapat memunculkan perilaku yang seimbang. Bagi dunia pendidikan, mungkin sistem pendidikan kita harus sedikit dirubah. Seharusnya sekolah menjadi sarana utama para pelajar dalam belajar, tidak hanya mengajarkan hard skill namun perlu pula menanamkan soft skill bagi peserta didiknya. Dalam hal ini emosional skill juga harus di ajarkan sehingga bukan hanya faktor intelektuanya saja. Karena jika itu semua tidak seimbang maka akan berdampak negative antara lain remaja tidak memiliki self control untuk menahan sifat agresinya. Bagi aparat penegak hukum, hukum harus segera di tegakkan sehingga dapat menjadi efek jera bagi para pelaku kerusuhan. Jika hukum di Negeri ini lemah maka masyarakat tidak akan percaya lagi dengan kekuatan hukum Negeri ini. Selain itu pengamatan massa bagi para penegak hukum juga perlu sehingga mereka dapat tahu terlebih dahulu dengan kondisi massa sehingga dapat mengantisipasi massa sebelum terjadi tindakan yang anarkis. Selain itu mental penegak hukum juga harus di benahi, jangan mudah tersulut emosi masa yang dapat memecah pertahanan penegak hukum itu sendiri.
DAFTAR RUJUKAN http:/ joenanto.multiply.com/journal/item/36. Diakses pada 28 Juni 2008 Liputan 6.com. diakses pada 24 Pebruari 2009 http://bataviase.co.id. http://nasional.vivanews.com. Diakses pada 8 Pebruari 2011 Wulandari, Dyah Astorini. (2010). Diktat Ajar Psikologi Sosial I. Purwokerto : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Shelley. E . T, Letitia . A . P, dan David. O.S.(2009).Psikologi Sosial Edisi ke Dua Belas.Jakarta: Kencana Perdana Media Group. Alwisol. (2009).Psikologi Kepribadian.Malang:UMM Press. 99
100