DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL
BALAI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN JAWA DAN MADURA
Manual SELEKSI POHON PLUS
Sumedang, Desember 2006
DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL
BALAI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN JAWA DAN MADURA Jl. Raya Tanjungsari Km.22, Sumedang,Jawa Barat. Tlp. (022) 7911343, 7912525
MANUAL SELEKSI POHON PLUS
Sumedang, Desember 2006
Buku Manual Seleksi Pohon Plus ini diterbitkan oleh: Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura Jl. Raya Tanjungsari Km 22 Sumedang TELP. 022 7911343, 7912525 Jawa Barat Editor : 1 Ir. Harijoko, Sp. MM. 2. Ir. Sumarjo, MSi. 3. Ir. Iman Budiman 4. Eman Suherman,S Hut. 5.Tocin Sampul dan tata letak(layout) : Agung Suwondo. Desember 2006 Buku ini diterbitkan untuk umum dan tidak untuk diperdagangkan
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
KATA PENGANTAR Manual Seleksi Pohon Plus ini disusun untuk memberikan pengetahuan bagaimana cara melakukan kegiatan seleksi pohon superior baik pada tingkat populasi dasar maupun populasi breeding, baik di hutan tanaman seumur maupun hutan alam campura. Harapannya adalah dapat membimbing dalam upaya memilih dengan tepat pohon-pohon yang akan dijadikan pohon induk benih, untuk kepentingan perbaikan kualitas genetik. Ruang lingkup manual pemeliharaan tegakan benih ini berisi informasi tentang: (a) tujuan dan manfaat kegiatan seleksi, (b) Macam-macam metode seleksi pohon, serta (c) Metode seleksi pohon plus di hutan tanaman dan hutan alam. Mudah-mudahan dengan melakukan seleksi pohon induk dengan benar dapat meningkatkan kulaitas tegakan hutan dimasa yang akan datang. Selain itu dapat menjaga, memelihara dan melestarikan material genetik untuk kepentingan pemuliaan pohon di masa yang akan datang. Benih berkualitas akan dihasilkan dari pohon-pohon induk yang berkualitas memalui kegiatan seleksi yang tepat.
Sumedang, Desember 2006 Kepala Balai BPTH Jawa dan Madura
Ir. Harijoko SP, MM NIP. 080 056 541
Manual Seleksi Pohon Plus
ii
i
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
DAFTAR ISI Teks
Halaman
KATA PENGANTAR .-------------------------------------------------------
i
DAFTAR ISI ----------------------------------------------------------------- i i i PENDAHULUAN -----------------------------------------------------------
1
Latar Belakang -------------------------------------------------------
1
Tujuan------------------------------------------------------------------
2
Manfaat ----------------------------------------------------------------
3
Ruang Lingkup ------------------------------------------------------
3
Pengertian beberapa istilah penting -------------------------------
4
METODE SELEKSI -------------------------------------------------------
7
Metode seleksi untuk satu sifat --------------------------------------
7
Metode seleksi sifat ganda ------------------------------------------
9
SELEKSI POHON PLUS -------------------------------------------------- 11 Metode seleksi pohon plus ------------------------------------------ 11 Seleksi di hutan tanaman -------------------------------------------- 12 Seleksi di hutan alam ------------------------------------------------- 19 DAFTAR PUSTAKA ------------------------------------------------------- 33
Manual Seleksi Pohon Plus
ii
iii
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
DAFTAR TABEL No
Teks
Halaman
Tabel 1 Tally sheet pengukuran pohon plus ----------------------------- 17 Tabel 2 Register hasil penilaian Pohon Plus dengan metode pohon pembanding--------------------------------------- 19 Tabel 3. Tally sheet hasil pengukuran sifat calon pohon plus ------------ 28 Tabel 4. Register hasil penilaian Pohon Plus ------------------------------ 29
DAFTAR GAMBAR No
Teks
Halaman
Gambar 1.Perubahan nilai rata-rata akibat pengaruh seleksi-------------
3
Gambar 2.Performa pohon plus dan pohon pembanding ----------------- 16 Gambar 3. Penandaan dan pengamanan pohon plus ---------------------- 16 Gambar 4. Metode seleksi dengan Sistem garis regresi ------------------- 21 Gambar 5. Sketsa kelurusan batang pohon -------------------------------- 25
iv
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
PENDAHULUAN Latar Belakang Pemuliaan pohon ( tree improvement) merupakan aplikasi pengetahuan variasi genetik dalam suatu jenis pohon hutan, untuk menghasilkan kualitas pohon yang lebih baik. Pemuliaan pohon merupakan penerapan azas-azas genetika pada penanaman hutan untuk memperoleh pohon yang memiliki sifat/karakter/fenotip dan hasil yang lebih tinggi nilainya. Tree improvement berbeda dengan istilah forest genetic ataupun forest tree breeding . Forest genetics adalah kegiatan-kegiatan yang terbatas pada studi genetika pohon hutan. Forest tree breeding merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu produk khusus seperti pohon dengan sifat kayu tertentu (tahan hama, batang lurus). Sedangkan tree improvement merupakan kegiatan untuk meningkatkan produktivitas hutan (kuantitas dan qualitas) dengan mengendalikan asal-usul pohon, dipadukan dengan kegiatan pengelolaan hutan (silvikultur). Pada umumnya tujuan dari pemuliaan pohon adalah untuk: 1. Memuliakan secara progresif populasi dasar (base population) dan populasi pemuliaan (breeding population). 2. Memperbanyak material yang dimuliakan untuk membuat populasi produksi (production population) yang unggul 3. Memelihara dan menjaga variabilitas dan ukuran populasi pada populasi dasar dan populasi pemuliaan 4. Membangun dan memelihara populasi dasar genetik yang luas untuk kegiatan pemuliaan pada generasi berikutnya. 5. Meningkatkan nilai heritabilitas dan perolehan genetik dari karakter yang diinginkan. Keberhasilan dari peningkatan genetik (genetic gain) dan nilai heritabilitas dipengaruhi oleh adanya keragaman (varisi). Variasi terjadi akibat adanya pengaruh genotipe, lingkungan dan interaksi genotip dan lingkungan. Terdapat beberapa tingkatan variasi yaitu variasi provenans, variasi tapak dalam provenans, variasi antar tegakan, variasi antar individu, dan variasi Manual Seleksi Pohon Plus
ii
1
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
di dalam individu. Adapun sumber-sumber variasi di alam antara lain: mutasi, seleksi alam, migrasi, genetic drift, dan mating system. Pada level populasi breeding, pemilihan karakter unggul dipengruhi oleh pemgaturan variasi yang mungkin terjadi pada suatu individu. Salah satu kunci keberhasilannya adalah kegiatan seleksi yang tepat. Seleksi dapat dilakukan pada taraf populasi dasar, atau pada taraf populasi pemuliaan (breeding population). Pada taraf pouolasi dasar misalnya kegiatan seleksi pohon induk (superior tree) untuk tujuan uji keturunan atau pembangunan kebun benih. Pada taraf poplasi pemuliaan misalnya seleksi famili dan seleksi individu. Agar dapat menentukan seleksi dengan benar maka diperlukan pemahaman metode-metode dalam seleksi. Macam-macam metode seleksi yang lazim dilakukan adalah : seleksi masa (mass selction), seleksi banyak sifat/karakter (multy traits selection), seleksi dini (early selestion), seleksi keturunan (predigree selection), seleksi langsung (recurent selection), dan seleksi tidak langsung (indirect selection). Tujuan Tujuan dari kegiatan seleksi adalah sebagai berikut: a. Untuk memodifikasi nilai rata-rata (directional selection) Nilai rata-rata (µ) suatu sifat dari suatu populasi akan meningkat (bergerak ke arah kanan) setelah dilakukan seleksi dengan cara mepertahankan individu yang memiliki sifat yang baik dan membuang individu yang memiliki sifat buruk. (Gambar 1). b. Untuk mengurangi variabilitas (stabilizing selection). Dengan dilakukan seleksi terhadap suatu populasi maka ukuran variasi (σ) akan semakin sempit (σ1> σ2> σ3), (Gambar 1). c. Untuk memperpanjang kisarannya pada satu arah (seleksi terarah).
2
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
Populasi awal σ1
µ1
µ2
µ2
σ2
seleksi 1
σ3
seleksi 2, dst
µ3
µ3
µ4
Gambar 1. Perubahan nilai rata-rata akibat pengaruh seleksi
Manfaat Manfaat dari kegiatan seleksi adalah dapat meningkatkan kualitas tegakan dan meningkatkan perolehan genetik (genetic gain) dari suatu populasi pemuliaan. Kegiatan seleksi juga akan memperbaiki sifat genetik individu pohon apda sumber benih serta meningkatkan nilai jual (added value) dari pohon itu sndiri.
Ruang lingkup Ruang lingkup manual seleksi pohon ini berisi informasi tentang: a. Tujuan dan manfaat kegiatan seleksi pohon b. Metode umum seleksi pohon c. Metode seleksi untuk satu sifat d. Metode seleksi untuk sifat ganda e. Metode seleksi pohon plus
Manual Seleksi Pohon Plus
3
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
Pengertian beberapa istilah penting
a. Pohon plus adalah sebuah pohon yang diseleksi untuk digunakan dalam pembangunan kebun benih atau kebun pangkas. Pohon plus memiliki fenotipa yang unggul untuk karakter pertumbuhan, bentuk, kualitas kayu atau karakter lainnya yang diinginkan. b. Fenotipa adalah karakter pohon seperti yang terlihat secara morfologis, merupakan produk interaksi gen dengan lingkungannya. c. Genotipa adalah komposisi pewarisan individu, dengan atau tanpa ekspresi fenotipa dari suatu atau beberapa sifat. Genotipa terutama ditentukan dari penampakan keturunan atau kerabatnya. d. Populasi dasar adalah populasi pepohonan tempat dipilihnya pohon yang akan ditangkar untuk kegiatan seleksi pada generasi berikutnya. Populasi dasar dapat berupa hutan alam atau populasi uji genetik. e. Populasi pemuliaan adalah bagian kumpulan individu dari populasi dasar yang diseleksi berdasarkan kualitas yang diinginkan untuk dijadikan tetua bagi penangkaran generasi berikutnya. Populasi ini mengantar suatu spesies dari suatu generasi ke generasi berikutnya. f. Populasi produksi adalah populasi yang ditujukan untuk menghasilkan benih atau bahan vegetatif untuk kegiatan operasional reboisasi. Merupakan populasi yang terdiri dari beberapa individu (2030) terpilih dari populasi pemuliaan yang dipergunakan untuk menghasilkan benih atau propagul vegetatif untuk pembuatan tanaman komersial. g. Perolehan genetic (genetic gain) adalah peningkatan rata-rata dari keturunan terhadap rata-rata induk. Perolehan dicapai melalui seleksi terhadap generasi induknya; besarnya peningkatan tersebut tergantung pada intensitas seleksi, keragaman induk, dan heritabilitas. h. Heritabilitas adalah tingkatan dimana suatu sifat lebih dipengaruhi oleh keturunan daripada pengaruh lingkungan. Heritabilitas secara 4
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
sempit (Nerrow-heritability) merupakan fraksi dari total variasi yang disebabkan oleh pengaruh gen aditif, berupa perbandingan antara ragam fenotipa aditif dengan ragam fenotipa. Heretabilitas secara luas (broad heratability) sangat tepat digunakan pada jenis yang dikembangkan secara vegetatif, karena menyertakan efek non aditif. i. Famili adalah individu-individu yang dihasilkan secara seksual dari pohon tunggal j. Damparan genetik (genetic drift) adalah Perubahan secara acak frekuensi alel dalam suatu populasi dari satu generasi ke generasi berikutnya yang disebabkan ukuran populasi yang kecil. k. Karakter/sifat adalah suatu perbedaa yang nyata dan tidak berubahubah yang diperlihatkan oleh individu-individu dalam suatu kelompok dan memungkinkan untuk dideskripsikan seperti: ukuran tinggi dan diameter, kelurusan, bentuk dan penampilan. Sifat yang dimiliki satu individu ditentukan oleh susunan genetik dari individu tersebut serta lingkungannnya. Seleksi didasarkan pada berbagai sifat yang diinginkan. Untuk jenis-jenis penghasil kayu adalah pertumbuhan yang cepat dan kelurusannya, sedangkan sifat yang tidak dinginkan adalah bengkok, percsbgan rendah dan ktidaktahanan terhadap hama. l. Pophon plus (plus tree or superior tree) adalah sutu pohon yang meiliki penampakan lebih baik dari rata-rata dan terlihat dengan jelas. Pohon plus merupakan individu pohon yang sangat bagus dengan sifatsifat yang diinginkan seperti bentuk batang lurus, tumbuh cepat, diameter besar, batang silindris tidak mengerucut, tajuk sempit, percabangan kecil dengan sudut mendatar, tahan hama dan penyakit. m. Pohon pembanding adalah pohon yang memiliki kualitas baik , tumbeuh dekat pohon plus, seumur dan dijadikan sebagai pembanding dari pohon plus. n. Pohon kandidat adalah pohon yang telah diseleksi kualitasnya berdasarkan feotipa tetapi belum diuji.
Manual Seleksi Pohon Plus
5
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
o. Pohon elite adalah pohon yang telah melalui uji yang sesuai dan terbukti mempunyai keunggulan atau pohon yang cocok untuk lingkungan tertentu dan program penangkaran. p. Silang dalam (inbreeding) adalah produksi keturunan yang relatif homozigot melalui perkawinan organisme berkerabat dekat, umunya dilakukan sendiri.
6
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
METODE SELEKSI Yang terpenting dalam melakukan seleksi adalah harus diketahui dulu tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan seleksi serta sifat atau karakter apa yang paling penting dan paling berpengaruh. Misalnya kalau tujuan seleksi adalah memperoleh individu pohon yang baik untuk kayu pertukangan, maka parameter kualitas kayu menjadi paling penting. Siafat/karakter penting yang mempengaruhi kualitas kayu antara lain, BJ tinggi, serat lurus, kuat, awet, dan sebagainya. Sifat ini bisa didekati dari karakter morfologis (fenotipa) seperti kesehatan, kelurusan batang, kesilindrisan, percabangan, tinggi, diameter dan sebagainya. Karakter fenotipa itulah yang akan dijadikan parameter yang akan diukur dan dinilai dalam kegiatan seleksi.
Penetuan teknik seleksi tergantung kepada: (1) karakteristik spesies, (2) sejarah dari spesies yang bersangkutan, (3) kondisi dari hutan yang ada, (4) variabilitas dan pola pewarisan sifat dan (5) tujuan dari program pemuliaan. Terdapat beberapa metode seleksi tergantung pada ketersediaan informasi.
Metode seleksi untuk satu sifat
Seleksi individu (seleksi massa) Seleksi individu disebut juga seleksi massa, biasanya dipergunakan pada permulaan program pemuliaan pohon. Tipe seleksi ini mendasarkan pemilihan individu pohon hanya pada fenotipanya tanpa memperhatikan informasi tentang performa pohon induk, keturunan atau kerabatnya. Seleksi individu paling bermanfaat untuk sifat-sifat dengan heritabilitas yang tinggi, dimana fenotipa merupakan cerminan yang baik dari genotipa. Seleksi tipe ini lebih cocok digunakan pada tegakan alam atau tanaman
Manual Manual Pengujian Seleksi Pohon Benih Tanaman Plus Hutan
ii
7
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
yang identitasnya atau asal-usulnya tidak diketahui. Sekesi ini lebih cocok untuk digunakan dalam penjarangan seleksi pada sumber benih dengan kelas Tegakan Benih Teridentfikasi (TBI) atau Tegakan Benih Terseleksi (TBS) serta Areal Produksi Benih (APB).
Seleksi famili Seleksi famili digunakan untuk memilih famili dengan mendasarkan kepada nilai rerata sifat fenotipanya. Pada seleksi famili, seleksi indiviu di dalam famili tidak dilakukan. Nilai rerata famili dihitung dari nilai individu yang menyusun famili tersebut. Seleksi tipe ini berguna bagi sifat-sifat yang memiliki nilai heratabilitas rendah, artinya bahwa sifat fenotipa tidak mencerminkan genotipanya.
Pada kondisi efek lingkungan pada suatu sifat cukup besar tetapi efeknya berbeda dari suatu individu ke individu yang lain, maka biasanya nilai heritabilitasnya menjadi rendah. Dengan merata-rata aggota dari famili, maka efek ligkungan cenderung saling meniadakan. Rerata famili akan menjadikan taksiran yang baik untuk menilai sifat genetik rata-rata, apabila rata-rata famili didasarkan pada jumlah individu yang besar, serta varians lingkungannya cenderung kecil. Oleh karena itu , seleksi famili berguna untuk sifat-sifat dengan nilai heritabilitas rendah.
Seleksi di dalam famili Metode seleksi ini merupakan metode seleksi yang memberikan kemungkinan inbreeding paling rendah di antara metode seleksi lainnya. Individu dipilih atas dasar deviasinya dari rerata famili. Metode ini paling berguna bila efek lingkungan pada sifat besar tetapi merata di antara anggota famili. Seleksi individu dengan deviasi yang besar dari rerata familinya memiliki efekefek familial non genetik karena seleksi dilakukan di antara individu yang efek familialnya sama.
8
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
Seleksi famili dan di dalam famili Seleksi ini bertujuan untuk memilih famili terbaik dan individu terbaik pada famili terbaik. Biasanya selesi tipe ini digunakan pada program-program pemuliaan tahap lanjut. Metode seleksi ini akan cocok untuk sifat yang memiliki nilai heritabilitas rendah. Pelaksanaan seleksi dilakukan secara bertahap dari seleksi famili kemudian dilanjutnkan dengan seleksi individu, bisa juga sebaliknya.
Metode seleksi sifat ganda
Pada umunya program pemulian pohon ditujukan untuk pemuliaan beberapa sifat pada waktu yang berbarengan. Kondisi ini memerlukan informasi pada beberapa karakteristik yang akan dilibatkan dalam proses seleksi. Terdapat tiga sistem yang telah dikembangkan untuk seleksi sifat ganda, yaitu:
Indeks seleksi Metode ini mengkombinasikan informasi dari semua sifat ke dalam suatu indeks. Dengan demikian memungkinkan kita memberikan skortotal pada setiap individu. Disamping informasi genetik, pertimbangan ekonomi harus dimasukan pada setiap sifat di dalam menyusun indeks.
Independent culling level Metode ini memberikan nilai minimum untuk setiap sifat. Individu harus memenuhi kriteria minimum ini bila mereka akan dipertahankan.
Seleksi tendem Pemuliaan untuk satu sifat pada suatu waktu sampai tingkat perbaikan yang diinginkan dicapai. Sesudah peningkatan yang dikehendaki dicapai pada Manual Manual Pengujian Seleksi Pohon Benih Tanaman Plus Hutan
ii
9
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
sifat yang pertama dan biasanya yang paling penting, seleksi dan pemuliaan kemudian dilakukan pada sifat yang lain.
10
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
SELEKSI POHON PLUS Pohon plus (plus tree, superior tree) memiliki performa pertumbuhan yang lebih baik, diatas pertumbuhan rata-rata.,dalam hal laju pertumbuhan, bentuk, kualitas kayu dan sifat lainnya yang penting. Seleksi pohon plus bisa dilakukan di hutan alam maupun di hutan tanaman, dengan menggunakan metode seleksi yang tepat. Pemilihan metode seleksi yang tepat etrgantung kepada beberapa faktor, yatu: karakteristik spesies, sejarahnya, kondisi hutan saat ini, variasi dan pola pewarisan sifat dan tujuan dari pemuliaan pohon.
Metode seleksi pohon plus
Teknik seleksi pohon plus yang akan digunakan dalam program pemuliaan pohon tergantung pada jenis dan tujuan penggunaaannya. Sifat/karakter yang dibutuhkan untuk tujuan kayu pertukangan akan berbeda dengan tujuan bahan baku kertas (pulp and paper). Beberapa teknik yang sering digunakan dalam pemilihan pohon plus adalah sebagai berikut: 1. Metode okuler Metode ini merupakan metode yang paling sederhana. Pemilihan pohon plus tanpa didasarkan kepada pengukuran atau penilaian suatu sifat/karakter, tetapi hanya berdasarkan penampakan (performa) dari pohon itu. Jika pohon tersebut terlihat sehat, lurus dan bagus secara kasat mata maka akan dipilih sebagai calon pohon plus. Metode ini bisa deipakai dengan pertimbangan bahwa nilai heritabilitas sifat yang diseleksi sangat rendah, sehingga kemajuan seleksi hanya akan efisien melalui uji keturunan. Bisa juga diterapkan apabila nilai heritabilitasnya sangat tinggi, sehingga fenotipa mencerminkan genotipa.
Manual Seleksi Pohon Plus
11
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
2. Metode pohon pembanding Metode ini menggunakan pohon pembanding sebagai dasar penentuan calon pohon plus. Biasanya yang dijadikan pohon pembanding adalah pohon yang termasuk kualitas bagus, sejenis dan seumur dengan calon pohon plus yang akan dinilai. Metode pohon pembanding akan efisien pada tegakan seumur dibandingkan dengan tegakan tidak seumur atau tegakan campuran. Metode ini sering dipergunakan dengan kombinasi skor untuk sifat kualitatif. 3. Metode sistem garis dasar (base line system) Metode ini didsarkan pada variable bergantung dan bebas, misalnya tinggi dan umur pada 10-20 pohon dominan atau kodominan pada suatu tegakan; kemudian garis regresi dibuat. Calon pohon plus bila melampaui nilai rata-rata atau terletak di atas garis regresi akan ditetapkan sebagai pohon plus. Metode ini akan cocok digunakan pada tegakan tidak seumur dan tegakan campur. 4. Metode Standar absolut Suatu sifat, misalnya diameter atau tinggi, dibandingkan dengan tabel volume pada bonita tertentu pada daerah tertentu. Pohon plus harus melampaui nilai standar yang ditentukan. Pohon plus juga harus memenuhi sifat kualitatif yang lain, seperti untuk batang, percabangan dan sebagainya.
Seleksi dari hutan tanaman
Seleksi individu akan lebih baik dilakukan pada tegakan seumur atau hutan monokultur dengan metode pohon pembanding. Sejauh ini metode seleksi individu pohon merupakan yang paling banyak dipakai.
Terdapat beberapa keuntungan melakukan seksi individu pohon di hutan seumur (even-aged) dibandingkan dengan yang tidak seumur (unevenaged) 12
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
atau hutan campuran (mixed stand). Pertama pemulia (breeder) dapat yakin bahwa umur tidak berbeda jauh diantara pohon-pohon tersebut, dan oleh karena itu tidak ada pengaruh umur terhadap perbedaan pertumbuhan, bentuk , ketahanan penyakit dan sebagainya. Kedua, pohon-pohon tumbuh dalam keadaan kompetisi yang sama pada umur yang sama, mudah menentukan pohon pembanding untuk menentukan pohon mana yang kan dipilih sebagai calon pohon plus. Di hutan tanaman seumur tidak ada perbedaan umur, sedangkan dihutan alam biasanya terdapat perbedaan umur pohon. Perbedaan umur ini menyebabkan perbedaan dalam kompetisi yang pada akhirnya akan menyababkan perbedaan yang besar dalam volume tegakan. Pada suatu kasus, pebedaan satu sampai dua tahun pohon pinus menyebabkan perbedaan pertumbuhan, dimana pohon yang umurnya muda tidak bisa mencapai level yang dominan. Pada kondisi kompetisi yang seimbang maka heritabilitas akan meningkat. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam seleksi individu pohon, yang umumnya dipakai pada generasi pertama program pemuliaan pohon. 1. Pencarian difokuskan terhadap tegakan yang memiliki pertumbuhan diatas rata-rata, kemampuan pruningnya tinggi, lurus, sudut percabangan dan karater lainnya yang lebih baik dari tegakan pada umumnya. Pencarian pada populasi tegkan yang pertumbuhannya baik lebih efisien dalam menemukan calon pohon plus. Pohon yang tumbuh dominan lebih dari yang lainnya salah satu ciri yang dapat dipilih sebagai calon pohon plus. 2. Tegakan yang memiliki calon pohon plus harus memiliki kesamaan lokasi tempat tumbuh, karena perbedaan tempat tumbuh (site) akan mempengaruhi fenotipa. 3. Ketika seleksi dilakukan pada hutan tanaman, informasi kesesuaian sumber benihnya harus diketahui, untuk pertimbangan pembangunan sumber benih yang baru. Manual Seleksi Pohon Plus
13
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
4. Pada tegakan tua (akhir daur), upaya pencarian pohon jangan lebih dari 10-15 tahun dari pohon-pohon muda atau jangan lebih tua dari daur tebangnya. Sebagai contoh untuk jenis pinus, minimal pada umur 1012 tahun bisa diseleksi untuk memilih calon pohon plus, sedangkan pada eucalyptus untuk rotasi yang sangat pendek adalah pada umur 3 tahun. 5. Seleksi dilakukan pada tegakan yang komposisinya rendah. Perbedaan laju pertumbuhan diantara spesies dapat menyulitkan seleksi melalui perbedaan kompetisi jika tegakan terdiri fari dua atau lebih spesies. 6. Hindari pemilihan pohon pada tingkat tiang atau yang memiliki tajuk kurang sempurna (sempit). Jika tajuk terkena kebakaran maka biarkan dulu tajuknya berkembang sebelum dilakukan seleksi. 7. Tidak ada batasan luas minimum untuk daerah pencarian (seleksi) calon pohon plus, yang terpenting cukup tegakan yang berpenampakan bagus serta tersedia pembandingnya. 8. Lebih baik hanya satu pohon yang dipilih untuk mencegah kemungkinan pengambilan pohon yang berkerabat dekat (inbreeding). 9. Jangan memilih pohon yang tumbuh sendirian (soliter) karena peluang terjadinya inbreeding sangat tinggi. 10. Meskipun calon pohon plus memiliki karater berbunga banyak, namun karakter tersebut tidak dijadikan penekanan utama. Pohon bisa berbunga kurang banyak apabila kurang cahaya matahari tetapi akan berbunga lebat jika ditanam di areal terbuka yang cukup cahaya matahari. 11. Dalam memutuskan calon pohon plus yang akan diterima harus melihat pohon-pohon secara keseluruhan melalui pengamtan yang lebih detail. Dalam hal ini diperlukan tenaga-tenaga penilai (grader) yang berpengalaman. 12. Metode pohon pembanding, jika mungkin harus digunakan untuk memilih pohon plus. Metode ini lebih efisien dalam pemilihan calon pohon plus karena telah memperhitungkan pengaruh lingkungan. 14
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
Metode pohon pembandig paling cocok digunakan untuk melakukan seleksi pohon plus di hutan tanaman. Pada prinsipnya metode ini membandingkan sifat-sifat yang akan dinilai antara pohon pembanding (comparison tree) dengan calon pohon plus (candidat tree). Prosedur pemilihan pohon plus dengan metode pohon pembanding adalah sebagai berikut: 1. Lakukan pengamatan (quick tour) terhadap tegakan pada suatu areal yang dikehendaki. Tegakan yang akan diseleksi dari hutan tanaman hrus berumur minimal setengah daur. 2. Pilih 6 pohon urutan terbaik dilihat dari penampakannya, antara lain tinggi, lurus, dan sehat. Pohon yang terbaik akan dijadikan sebagai calon pohon plus, sedangkan lima pohon lainnya dijadikan sebagai pohon pembanding. Syarat pohon pembanding adalah harus memiliki kualitas pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dengan calon pohon plus. Pohon pembanding harus memiliki tajuk yang dominan atau kodominan (Gambar 2). Kemudian ukur parameternya yang akan dinilai dari masing-masing pohon. (Contoh tally sheet North Carolina State-Industry Tree Improvement, dapat dilihat pada Tabel 1). 3. Lakukan pembobotan nilai (scoring) terhadap sifat yang telah dinilai pada Tabel 1. Lalu buatkan register untuk kesuluruhan pohon plus. (contoh pada Tabel 2). 4. Tandai calon pohon plus dengan di cat dan diberi nomor urut pohon serta keterangan lain antara lain umur pohon itu sendiri. Bila memungkinkan pohon plus tersebut dipagar biar aman (Gambar 3).
Manual Seleksi Pohon Plus
15
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
Pohon plus
Pohon pembanding
Gambar 2. Performa pohon plus dan pohon pembanding
5. Kemudian buatkan peta lokasinya atau minimal sketsa lokasi, dengan mencatat tanda-tanda batas alam, batas administratif pemerintahan dan sebagainya. 6. Amati dan catat kondisi tapak (site) lokasi pohon plus tersebut, antara lain: ketinggian tempat, ordinat, curah hujan, jenis tanah, dan lainnya.
Gambar 3. Penandaan dan pengamanan pohon plus
16
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
Tabel 1. Tally sheet pengukuran pohon plus
Jenis : J Lokasi : Penilai : Data calon pohon plus Sifat yang dinilai
Data aktual
Tinggi (m) Volume (m 3) Tajuk Kelurusan Kemampuan Pruning alami Diameter cabang Sudut percabangan Total skor
No. phon plus : Umur : Tgl penilaian : Data pohon pembanding Skor
No. phn
T (m)
D (cm)
V (m3)
Total Rerata
Penentuan skor adalah dengan cara membandingkan nilai hasil ukur (data aktual) dengan nilai rata-rata pohon pembanding, sebagai berikut: 1. Tinggi, Jika hasil perbandingan tinggi calon pohon plus dengan pohon pembanding adalah sebagai berikut : < 10%
diberi skor 0
10-11%
diberi skor 1
12-13%
diberi skor 2
14-15%
diberi skor 3
16-17%
diberi skor 4
18-19%
diberi skor 5
20% diberi skor 6 > 20%
diberi skor 7
Manual Seleksi Pohon Plus
17
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
2. Volume Skor diberikan setiap kenaikan 10% dari hasil perbandingan volume calon pohon plus dengan volume pohon pembanding 3. Tajuk Dinilai secara subjektif, skor minimal 0 dan skor maksimal 5, tergantung dari penampakan tajuk calon pohon plus diabandingkan dengan pohon pembanding. 4. Kelurusan Dinilai secara subjektif , skornya natara 0-5, tidak dibandingkan dengan pohon pembanding. 5. Pruning alami, Dibandingkan dengan pohon pembandingnya jika sama diberi nilai 1 jika lebih baik diberi skor 2 atau 3 tergantung penilaian. 6. Diameter cabang Dibandingkan dengan pohon pembanding, jika sama diberi skor 0, jika lebih kecil diberi skor 1 atau 2 tergantung penilaian. 7. Sudut percabangan Dibandingkan dengan pohon pembanding, jika sama diberi nilai 0, jika lebih besar (lebih datar) diberi skor 1 atau 2 tergantung penilaian.
18
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
Tabel 2. Register hasil penilaian Pohon Plus dengan metode pohon pembanding
Jenis:...................... No. Pp
Lokasi
Skor pohon pembanding T D V
Skor Pohon plus T
V
P
KLB
PA
DC
SC
Total
Keterangan: PP (pohon plus), T (tinggi total), D (diameter), V (volume) , P (betuk tajuk), KLB (kelurusan batang), PA (pruning alami), DB (diameter batang), DC (diameter batang).
Seleksi di hutan alam
Seleksi dengan metode pohon pembanding tidak cocok dipakai pada seleksi di hutan tidak seumur atau hutan campuran. Hal ini karena beberapa alasan, yaitu (1) pohon-pohonnya tidak seumur, (2) sebaran pohon sangat berpencar sehingga sulit mencari pohon pembanding, (3) Banyaknya anakan yang tumbuh secara alami, bisa jadi pohon yang tumbuh berdekatan Manual Seleksi Pohon Plus
19
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
dengan calon pohon plus, memiliki kesamaan genotipa, dan (4) tegakan terdiri dari campuran berbagai jenis.
Pada umunya pertumbuhan jenis daun lebar pada hutan campuran jarang yang tumbuh mengelompok pada areal yang spesifik, tetapi tersebar acak. Penyebaran yang terlalu luas menyebabkan perbedaan lingkungan yang sangat tinggi. Sehubungan dengan itu, pemilihan pohon pembanding agak sulit dilakukan di hutan campuran/tidak seumur. Kurva pertumbuhan dalam hubungannya dengan umur sangat bervariasi, sehingga sulit membandingkan karakteristiek pertumbuhan antar pohon pada tegakan campuran. Bentuk batang seringkali berbeda secara significant dengan adanya perbedaan umur pohon.
Sistem seleksi regresi Metode yang umum dipakai dalam menilai kualitas pohon pada tegakan campuran/tak seumur adalah sistem regresi. Regresi ini menunjukkan hubungan antara karaker yang dinilai dengan umur pohonnya. Berdasrkan metode regresi, karakter kualitas sringkali ditentukan berdasarkan karakter fenotopa dari calon pohon plus itu sendiri, tanpa pohon pembanding. Sitem seleksi regresi dibuat dari hasil pengukuran karakter pertumbuhan dari sejumlah sampel pohon, antara lain adalah karakter volume. Kurva regresi volume atau tinggi pohon dapat di buat dari data sampel sebanyak lebih kurang 50 sampel.
Pilih 50 pohon secara acak yang memiliki penampakan bagus dari karakter keleurusan batang, bentuk tajuk dan kesehatannya. Kemudian ukur tinggi total, diameter dbh, tinggi bebas cabang (tbc). Kemudian buat garis regresi dari data tersebut misalnya hubungan data tinggi total dengan kelas umur pohon. Sumbu Y diploting untuk karakteristik yang dinilai (misalnya tinggi atau volume) dan sumbu X untuk umur pohon. (Gambar 4). Misalkan calon
20
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
pohon plus A jatuh di atas garis regresi, maka pohon A bisa dipilih sebagai pohon plus. Jika jatuh di bawah garis regresi (titik C) maka pohon tersebut termasuk pohon inferior, sehingga ditolak dari phon plus. Metode ini kesulitan untuk dipakai pada jenis yang tidak memiliki lingkaran tahun yang jelas karena sulit memastikan umurnya.
B
Volume
A
C
Umur pohon Gambar 4. Metode seleksi dengan Sistem garis regresi
Sistem pohon induk (the mother tree system) Sistem ini membutuhkan waktu yang sangat lama, karena pohon induk yang dipilih harus melalui serangkaian uji yang cukup lama minimal setengah daur. Langkah pertama adalah memperoleh benih dari pohon induk benih meskipun tidak sebagus pohon plus pada sistem pohon pembanding atau sistem regresi. Kemudian mengujinya dalam program uji keturunan (progeny test). Tahap dua adalah memperbanyak secara vegetatif atau generatif untuk membangun kebun benih dari individu yang terbaik atau famili terbaik pada uji keturunan sebelumnya. Mengingat waktunya lama, maka sistem ini hanya cocok bagi kebutuhan benih yang tidak mendesak.
Manual Manual Pengujian Seleksi Pohon Benih Tanaman Plus Hutan
ii
21
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
Sistem mutu secara subjektif (the subjective grading system) Beberapa orang yang familiar dengan suatu jenis merasa bahwa pekerjaan seleksi dapat dikerjakan hanya oleh penilai (grader) yang memiliki pemahaman tentang pohon yang baik (berkualitas). Syaratnya penilai harus mengetahui betul jenis yang akan dinilainya. Metode ini seringkali dipakai untuk jenis kayu daun lebar, namun keberhasilannya tergantung kepada pengalaman penilainya dalam memilih pohon yang baik.
Sistem ini telah banyak dikembangkan agar lebih bersifat objektif dalam penilaian, yaitu dengan memberikan skor (nilai) pada beberapa sifat yang bisa diukur dengan suatu alat. Nilai-nilai tersebut dikuantifikasikan menjadi nilai ordinal kemudian diberikan bobot nilai (point). Dua prinsip penting dalam pemberian mutu suatu sifat adalah (1) sifat-sifat yang akan dievaluasi sebagai dasar pemilihan pohon superior diprioritaskan pada sifat yang mempunyai kontribusi besar terhadap perbaikan kualitas kayu dan pertumbuhan pohon, (2) sifat tersebut dianggap mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi, sehingga layak dikembangkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas tegakan buatan. Penggunaan sistem ini akan mendapatkan hasil perolehan genetik maksimal jika sifat yang akan dimuliakan dikendalikan secara kuat oleh faktor genetik.
Sistem skor (scoring system) Sistem skor adalah sistem penilaian calon pohon plus dengan cara memberikan bobot nilai pada sifat-sifat penting yang dinilai. Sistem ini merupakan modifikasi dari sistem okuler dan sistem mutu (grading system). Suatu calon pohon plus dinilai secara pengamatan visual kemudian diberikan bobot penilaian pada setiap sifat yang dinilainya. Sifat yang kan dinilai diukur dengan menggunakan alat ukur, sehingga penilai (grader) yang berbeda dapat juga melakukannya dengan metode yang sama. Dengan demikian penilaian lebih terukur dan bersifat objektif karena alat ukurnya sama. 22
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
Sistem skor ini ada yang menggunakan pohon pembanding ada yang tidak. Sistem skor dengan pohon pembanding lebih cocok digunakan pada kegiatan seleksi pohon plus di hutan tanaman, sedangkan di hutan alam adalah lebih cocok dengan sistem skor tanpa pohon pembanding. Sifatsifat yang dinilai adalah sifat yang mempengaruhi kualitas kayu dan banyak dikendalikan oleh genotipa, serta memberikan nilai tambah (nilai ekonomi) yang cukup tinggi. Untuk kayu pertukangan sifat-sifat itu antara lain: volume batang, diameter batang, tinggi pohon, batang bebas cabang, kelurusan batang, cabang permanen, kesilindrisan batang, permukaan batang dan cacat kayu/batang. Volume batang termasuk karakter kuantitatif, merupakan karakteristik utama dalam setiap program pemuliaan karena secara langsung berperan terhadap peningkatan produktifitas hutan sehingga sangat menguntungkan.
Berikut ini adalah beberapa sifat penting dalam sleksi pohon plus di hutan alam, tanpa pohon pembanding. 1. Diameter batang Sifat ini diusahakan untuk tetap diukur untukk memberikan gambaran dimensi pohon terpilih. Pengukuran dapat emnggunakan pita ukur diameter (cm). 2. Tinggi pohon Sifat ini diukur dari pangkal batng sampai ujung titik tumbuh dengan menggunakan hagameter, Kristen meter, atau clinometer. Sifat ini merupakan estimator untuk penilaian sifat-sifat kualitatif yang akan dinilai, seperti misalnya kualitas bentuk batang, batang lepas cabang, tinggi batang bebas cabang dan sebagainya. Calon pohon plus dipilih sebaiknya pohon-pohon yang dominan atau minimal kodominan. 3. Batang bebas cabang Merupakan komponen utama yang berpengaruh terhadap prediksi hasil volume kayu batang. Siafat ini pada beberapa jenis diketahui
Manual Manual Pengujian Seleksi Pohon Benih Tanaman Plus Hutan
ii
23
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
dipengaruhi oleh faktor genetik secara kuat, sehingga pemuliaan selektif akan memperoleh hasil yang positif. Disamping itu sifat ini juga menunjukkan korelasi yang sangat positif dengan bentuk percabangan dan kemampuan pruning alami, sehingga seleksi pada karakter ini secara langsung berpengaruh terhadap kedua sifat yang lain. Pohon dengan bebas cabang yang tinggi biasanya memperlihatkan betuk percabangan yang reguler yang sudutnya cenderung horizontal. Oleh karena itu sering kali sifat ini dianggap merupakan akses langsung pruning almi dari individu yang bersangkutan. Batng bebas cabang diukur mulai dari pangkal sampai posisi cabang pertama. Penilaiannya dibandingkan langsung terhadap tinggi total pohon yang bersangkutan. Skor siaft ini maksimal adalah 30, jika pohon memiliki tinggi bebas cabang >66% terhadap tinggi total. Nilai terendah bagi karakter ini adalah 6 jika tinggi batang bebas cabangnya <35 %.
4. Kelurusan batang Studi kelurusan batang pada gymnospermae memperlihatkan bahwa kontribusi faktor genetik pada sifat kelurusan batang ini sangat kuat sekali. Kualitas batang tidak hanya berpengaruh pada kualitas kayu, tetapi juga berperan penting pada waktu mendeskripsi volume kayu batang. Oleh karena itu wajar jika seleksi biasanya menempatkan sifat ini termasuk ke dalam kelas sifat yang mempunyai nilai dengan bobot yang tinggi. Pemberian bobot nilai yang tinggi pada sifat ini didasari ats pertimbangan bahwa kontribusi seleksi yang diterapkan bernilai ekonomis tinggi, yaitu untuk meningkatkan kualitas dan volume kayu batng secara langsung. Didalam sistem skor ini, nilai maksimum 20 diberikan jika pohon menunjukkan bentuk batang yang lurus sempurna mulai dari pangkal batang sampai ke ujung. Pengukuran selalu dimulai dari pangkal batang 24
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
dan pemberian nilai selanjutnya didasari atas mulai nampak adanya gejala (tanda-tanda) kebengkokan atau batang lebih dari satu (multy stem). Pohon menggarpu dihindari karena dianggap tidak menguntungkan dari sisi pertimbangan jarak tanam dan efisiensi ruang terhadap pertumbuhan tanaman. (Gambar 5) Nilai minimal dari sifat ini adalah 6, yaitu jika batang yang lurus minimal hanya setinggi 33% terhadap tinggi total. Untuk pohon yang mempunyai kelurusan batang kurang 33% dari tinggi total mempunyai nilai o, atau ditolak dari pencalonan.
Gambar 5. Sketsa kelurusan batang pohon
5. Cabang permanen Cabang permanen sering dianggap sebagai cabang-cabang yang tidak akan runtuh selam periode pertumbuhan berikutnya, sehingga berpengaruh terhadap kualitas batan pohon karena cacat mata kayu yang terbentuk. Suatu cabang biasanya dianggap cabang permanen jika ukuran diameternya > 30% diamater batang pada tempat
Manual Manual Pengujian Seleksi Pohon Benih Tanaman Plus Hutan
ii
25
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
kedudukannya. Sama seperti halnya kedua sifat sebelumnya, pengukuran cabang permanen ini dimulai dari pangkal batang sampai tempat kedudukan cabang permanen. Adapun skor untuk sifat ini berkisar antara 1-20. Skor maksimal 20 diberikan untuk sifat ini jika tinggi cabang permanen calon pohon plus adalah > 75% dari tinggi total. Adapun caon pohon plus yang memiliki tinggi cabang permanen < 55% dari tinggi total, diberi skor minimal.
6. Kesilindrisan batang Seperti halnya kelurusan batang, sifat kesilindrisan batang berperan langsung terhadap peningkatan volume kayu batang total, rendeman kayu aktual dan kualitas kayu yang dapat dipergunakan. Penilaian sifat ini hanya dilakukan muali 50 cm dari atas akar banir ke ats dengan kisaran bobot nilai antara 0-10. Pohon-pohon yang silindris diberi nilai maksimal (10). Sementara pohon-pohon yang berbentuk belimbing kayu dengan curahan > 25% diameter tempat kedudukannya dapat diberi nilai minimal (0). Selag penilaian atara kedua nilai ekstrem tersebut dapat dipertimbangkan berdasarkan kondisi yang ada di lapangan.
7. Permukaan batang Dasar penilaian permukaan batang dibedakan menjadi rata, agak rata, kasar, dan benjol-benjol. Permukaan batang dapat mencerminkan kondisi kesehatan batang yang bersangkutan. Beberapa batang menunjukkan adanya tonjola-tonjolan (knob) bekas percabangan epikormik yang merupakan cacat bawaan dan diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Permukaan batang semacam ini seringkali diduga sebagai sisa-sisa percabangan epikormik dan biasanya erat kaitannya dengan kemampuan pruning alami. Dari cacat ini akan terbentuk benjolan-benjolan seperti layaknya bekas cabang yang terlihat membesar dan tentu saja akan berpengaruh terhadap kualitas 26
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
kayunya. Cacat batang semacam ini jika memungkinkan harus dihindarkan atau minimal dikurangi agar tidak berkembang lebih lanjut pada keturunannya nati. Untuk itu perlu dilakukanpendekatan terhadap karakter permukaan batang ini dengan memberikan bobot niai yang cukup proporsional terhadap peranannya pada perbaikan kualitas batang yang direncanakan. Penilaian maksimal untuk sifat ini adalah 10 jika pohon menunjukkan permukaan batang yang rata tanpa cacat. Skor minimal (0) diberikan terhadap pohon-pohon yang pada permukaan batangnya terdapat benjolan, atau tonjolan bekas batang yang tumbuh membesar dengan refrensi yang sangat tinggi.
8. Cacat lain Yang dimaksud cacat disini adalah pohon-pohon yang memperlihatkan gejala atau bekas adanya serangan hama dan penyakit. Walaupun nantinya kandidat pohon superior yang ditunjuk sudah memenuhi kuantifikasi skor standar, tetapi jika gejala cacat ini masih terlihat pada pohon yang bersangkutan terpaksa tidak dapat dipergunakan sebagai pohon superior. Sifat cacat lain ini merupakan dasar penerapan aspek resistensi hama penyakit , agar pohon-pohon yang pernah atau sedang mengalami serangan hama penyakit dapat tidak diperbanyak lebih lanjut.
Sifat sifat tersebut dinilai langsung dilapangan oleh tim penilai (grader). Data hasil pengukuran dituliskan pada tally sheet ( contoh pada Tabel 3). Data tersebut diolah untuk memberikan skor pada setia sifat yang dinilai. Skor minimal ditentukan oleh penilai disesuaikan dengan jumlah populasi penyusunnya dan lokasi penentuan pohon superior. Sebagai contoh skor minimal bisa menggunakan angka 65, namun skor ini bisa berubah tergantung tujuan pemuliaannya. Meningkatnya skor minimal akan Manual Manual Pengujian Seleksi Pohon Benih Tanaman Plus Hutan
ii
27
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
memberi peluang lebih besar bagi peningkatan kualitas genetik pada keturunannya. Tabel 3. Tally sheet hasil pengukuran sifat calon pohon plus
Nama jenis : Lokasi : Penilai : Tgl penilaian: No Sifat yang dinilai 1 2 3 4 5 6 7 8
No. pohon induk:
Data aktual
Hasil perhitungan
Skor
Diameter batang (cm) Tinggi pohon total (m) Batang bebas cabang (m) Kelurusan batang (m) Cabang permanen (m) Permukaan batang Kesilindrisan Cacat Total
Setiap pohon yang sudah terpilih sebagai calon pohon plus diberi tanda dan nomor pohon plus. Kemudian dibuatkan data register dari bebrapa calon pohon plus yang merupakan rekavitulasi dari Tabel 3, hasilnya dicatat pada Tabel 4.
28
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
Tabel 4. Register Hasil Penilaian Pohon Plus
Jenis:...................... No
No. PP
Lokasi
D (cm)
T (m)
BBC
TCP
KLB
Skor PB
KSB
CL
Total
Keterangan: PP (pohon plus), D (diameter), T (tinggi total), BBC (batang bebas cabang), KLB (kelurusan batang), TCP (Tinggi cabang permanen), PB (permukaan batang), KSB (kesilindrisan batang), CL (cacat lain).
Manual Manual Pengujian Seleksi Pohon Benih Tanaman Plus Hutan
ii
29
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
30
ii
Manual Seleksi Pohon Plus
Balai Perbenihan Tanaman Hutan Jawa dan Madura
DAFTAR PUSTAKA Dephut. 2004. Petunjuk Teknis Pembangunan dan Pengelolaan Sumber Benih. Departemen Kehutanan. Direaktorat Jenderal Rebouisasi dan Rehabilitasi Lahan. Jakarta Dephut 2002. Petunjuk Teknis Identifikasi dan Deskripsi Sumber Benih. Departemen Kehutanan. Direaktorat Jenderal Rebouisasi dan Rehabilitasi Lahan. Jakarta Esau, K. 1977. Anatomy of Seed Plants. John Wiley & Sons, New York. Granhof, J. 1991. Seed Orshards. Lecture Note D-8. Danida Forest Seed Centre, Humlebaek, Denmark. Korinobu,S. 1993. A Preliminary Investigation on the Optimum Design og seedling Seed Orchards to Maximize Genetic Gain. FTIP-No. 13. Forest Tree Improvement Project. JICA DGLRSF. Lauridsen, E.B and Olesen, K. 1991. Identification, Establishment and Management of Seed Sources. Lecture Note B-2. Danida Forest Seed Cntre, Humlebaek, Denmark. Perum Perhutani. 2000. Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Areal Produksi Benih. Perum Perhutani Unit II Jawa Tengah. Perum Perhutani. 1995. Pedoman Pembangunan Sumber Benih/Kebun Benih dan Pengelolaan Benih Perum Perhutani. Jakarta Schmidt, L. 1993. Seed Stands: Guidelines on Establishment and Management Practices. Field Manual No. 3 RAS/91/004. UNDP/FAO Regional Project on Tree Breeding & Propagation. Laguna. Sedgley, M. and Griffin, A.R. 1989. Sexuual Reproduction of Tree Crops. Academic Press. New York. Wright, J.W. 1962. Genetics of Forest Tree Improvement. FAO of The United Nations. Italy. Wright, J.W. 1976. Introduction to Forest Genetics. Academic Express, New York. Zobel, B. and Talbert, J. 1986. Applied Forest Tree Improvement. John Wiley & Sons, New York. Manual ManualPengujian Seleksi Benih PohonTanaman Plus Hutan
ii
31
MANUAL SELEKSI POHON PLUS BPTH JAWA DAN MADURA
ISBN 978-979-16185-0-2