Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
MANFAAT STANDINGHAYLAGE RUMPUT KUME HASIL FERMENTASI MENGGUNAKAN GULA LONTAR DAN FESES AYAM TERHADAP PERTUMBUHAN TERNAK KAMBING LOKAL (The Advantages of Kume Grass Standinghaylage Fermented Using Palm Sugar and Chicken Feces on Growth of Local Goat) NATHAN G.F. KATIPANA dan ERNA HARTATI Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana, Jl. Adisucipto, Kupang
ABSTRACT The research was conducted to study the effect of feeding fermented standinghaylage on growth of local goat. Twenty local goats one year old with average body weight of 10 ± 1.5 kg were used in this experiment. The treatment in this experiment were kume grass standinghay (RO), RO + palm sugar 3% (R1), R1 + local chickens feces 15% (R2), R1 + local chicken feces 30% (R3), and R1 + local chickens feces 45% (R4) from weight of kume grass standinghay. The diets were offered 8 – 10 a day. Parameters measured were nutrient intake and digestibility, daily gain, feed efficiency and income over feed cost. The experiment was done based on completely randomized design with 5 treatment and 4 replication. Each replication used one goat. Statistical analysis indicates that effect of treatment is significant (P < 0.05) on nutrient intake and digestibility, morover it is highly significant (P < 0.01) on daily gain, feed efficiency and income over feed cost. All variables measured increased significantly as the level of chicken faces increased. However, there is no significant difference among the R3 and R4 treatments. Based on the result it is found that fermentet kume grass standinghay using 3% palm sugar and 30% chickens feces of standinghay performs the best result. Key Words: Standinghaylage, Kume Grass, Palm Sugar, Chickens Feces and Fermented ABSTRAK Penelitian ini telah dilakukan dengan tujuan untuk mempelajari pengaruh standinghaylage hasil fermentasi anaerob selama 30 hari, dengan memanfaatkan gula lontar sumber karbohidrat dan feses ayam sumber nitrogen terhadap pertumbuhan ternak kambing lokal. Penelitian ini menggunakan 20 ekor ternak kambing lokal berumur satu tahun dengan bobot badan 10 ± 1,5 kg. Perlakuan yang diberikan adalah standinghay rumput kume sebagai control (RO), RO + gula lontar 3% (R1), R1 + feses ayam kampung 15% (R2), R1 + feses ayam kampung 30% (R3) dan R1 + feses ayam kampung 45% (R4) dari berat standinghay rumput kume. Ransum diberikan 8 – 10 kali per hari. Peubah yang diamati adalah konsumsi dan kecernaan zat-zat gizi, pertambahan bobot badan, efisiensi penggunaan makanan dan income over feed cost. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Tiap ulangan terdiri atas satu ekor ternak kambing lokal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap konsumsi dan kecernaan zat-zat makanan, tetapi berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap pertambahan bobot badan, efisiensi penggunaan makanan dan income over feed cost. Semua parameter yang diukur meningkat sesuai dengan peningkatan level feses ayam tetapi antara level feses ayam 30% (R3) dan 45% (R4) tidak berbeda nyata. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengolahan standinghay rumput kume menggunakan tekhnologi fermentasi anaerob selama 30 hari dengan memanfaatkan gula lontar 3% dan feses ayam 30% dari berat standinghay adalah yang terbaik. KataKunci: Standinghaylage, Rumput Kume, Gula Lontar, Feses Ayam dan Fermentasi
PENDAHULUAN Kabupaten Kupang adalah salah satu Kabupaten dari 14 daerah kabupaten yang
506
berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Produksi ternak, khususnya ternak ruminansia di daerah ini berfluktuasi mengikuti musim. Pada musim hujan di saat produksi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
hijauan pakan khususnya rumput kume, (Sorghum Plumosum Beav.var. Timorense) berlimpah terjadi peningkatan bobot badan. Sebaliknya pada musim kemarau ketersediaan rumput kume berlimpah tetapi dalam bentuk standinghay. Dalam kondisi standinghay, kualitasnya jelek, ditandai dengan kandungan protein kasar 1,83 %. Neutral detergen fiber (NDF) 89% (GHUNU, 2003), nilai kecernaan bahan kering 42 % (JELANTIK, 2001) dan sifat keambaan yang tinggi (HARTATI dan KATIPANA, 2006). Standinghay rumput Kume yang dikonsumsi ternak ruminansia selama musim kemarau tidak mencukupi kebutuhan ternak akan zat-zat gizi sehingga terjadi penyusutan bobot badan. Penyusutan bobot badan dapat mencapai 20% dari bobot badan sapi pada musim hujan (WIRDAHAYATI et al., 1997) dan 40 g/ekor/hari pada ternak kambing (GINTING, 2003). Untuk mencegah penyusutan bobot badan maka standinghay rumput kume perlu diberi sentuhan tekhnologi yang tepat, yaitu tekhnologi fermentasi anaerob (IBRAHIM, 1983) dengan penambahan zat–zat sumber karbohidrat dan sumber nitrogen untuk mempercepat proses fermentasi. Sumber karbohidrat yang banyak terdapat di NTT adalah gula lontar dan sumber nitrogen yang selama ini terbuang adalah feses ayam kampung. HARTATI dan KATIPANA (2006) menemukan adanya peningkatan kualitas standinghay rumput kume yang difermentasi menjadi standinghaylage dengan memanfaatkan Feses ayam kampung (0, 15, 30, 45 %)
gula lontar sebagai sumber karbohidrat dan feses ayam kampung sebagai sumber nitrogen. Peningkatan kualitas standinghay rumput kume yang terjadi masih perlu dicobakan pada ternak untuk melihat manfaat biologis dan ekonominya. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk melihat manfaat standinghaylage rumput kume hasil fermentasi menggunakan gula lontar sumber karbohidrat dan feses ayam sumber nitrogen terhadap konsumsi dan kecernaan zat-zat gizi, pertumbuhan dan income over feed cost. MATERI DAN METODE Penelitian ini menggunakan 20 ekor kambing lokal, berumur satu tahun dengan rataan bobot badan awal 10 ± 1,5 kg, ditempatkan dalam kandang individu yang dilengkapi dengan tempat makan dan minum. Lima macam perlakuan yaitu standinghay rumput kume (R0), R0 + 3% gula lontar (R1), R1 + 15% feses ayam (R2), R1 + 30% feses ayam (R3) dan R1 + 45% feses ayam (R4) dari berat kering standinghay rumput kume, dicobakan selama dua bulan dalam penelitian ini. Garis besar pembuatan standinghaylage disajikan pada Gambar 1. Pakan diberikan sebanyak 3 % dari bobot badan kambing dan pemberiannya dilakukan 8 – 10 kali perhari dan air minum disediakan setiap saat. Nilai gizi pakan perlakuan hasil analisis Lab Almira – Kupang disajikan pada Tabel 1. Standinghay rumput kume
Pencincangan 2 – 5 cm
Gula Lontar (3 %)
Pencampuran
Masukan dalam kantung plastik (10 kg)
Fermentasi anaerob 30 hari
Standinghaylage (pH ± 3 – 4)
Gambar 1. Garis besar prosedur pembuatan Standinghaylage rumput Kume
507
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 1. Nilai gizi Standinghay dan Standinghaylage hasil fermentasi menggunakan gula lontar dan feses ayam Jenis zat gizi Bahan Kering, % % Bahan kering Protein Lemak Serat Kasar BETN Abu Ca P Energi, Kkal/kg Dinding sel (%) DF ADF Selulosa Hemiselulosa
Perlakuan level feses ayam
Standinghay rumput Kume (R0)
0% (R1)
15% (R2)
30% (R3)
45% (R4)
89,84
66,67
66,29
66,34
66,87
2,56 1,47 38,75 44,82 12,40 0,38 0,16 4041
5,18 1,66 34,47 45,92 12,77 0,64 0,52 4060
7,72 1,87 32,22 46,34 11,85 9,84 0,55 4038
9,75 1,92 28,43 50,21 9,69 1,22 0,57 4155
10,86 1,87 27,97 49,45 9,85 1,29 0,72 4186
88,98 66,16 40,28 22,82
81,76 62,12 34,19 19,64
75,38 58,55 30,01 16,83
69,29 55,85 27,29 13,64
68,75 54,77 26,31 13,98
Parameter konsumsi dan kecernaan zat–zat gizi diukur berdasarkan petunjuk BANERJEE (1982) dalam KATIPANA (2004), pertambahan bobot badan, efisiensi penggunaan makanan dan income over feed cost diukur berdasarkan petunjuk AKMAL (1994). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Data dianalisis sisik ragam sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan dan beda antar perlakuan diuji beda nyata terkecil (BNT) berdasarkan petunjuk HANAFIAH (1991). HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan kecernaan zat-zat gizi Konsumsi dan kecernaan zat-zat gizi dari kambing lokal selama penelitian disajikan pada Tabel 2. Data pada Tabel 2 memperlihatkan kecernaan zat–zat gizi nyata (P < 0,05) meningkat sampai dengan perlakuan R3 (level feses ayam 30%) sedangkan perlakuan R4 (level feses ayam 45%) tidak berbeda nyata dengan perlakuan R3. Peningkatan kecernaan menurut AKMAL (1994) terjadi karena adanya pemutusan ikatan karbohidrat struktural (serat
508
kasar, selulosa, hemiselulosa, dan NDF), ditandai dengan berkurangnya kandungan karbohidrat struktural, khususnya selulosa dan hemiselulosa mneyebabkan berkurangnya sifat karbohidrat struktural tersebut seperti yang disajikan pada Tabel 1. Pemutusan ikatan keambaan (ALMATSIER, 2001) menyebabkan konsumsi makanan khususnya konsumsi bahan kering meningkat. Konsumsi bahan kering nyata (P < 0,05) meningkat sampai perlakuan R3 sedangkan untuk perlakuan R4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan R3. Konsumsi protein dan energi juga mengikuti pola konsumsi bahan kering sedangkan konsumsi karbohidrat struktural untuk semua perlakuan relatif tidak berbeda nyata. Peningkatan konsumsi bahan kering diikuti dengan peningkatan konsumsi protein dan energi, karena adanya peningkatan kadar protein dan energi pakan sesuai dengan peningkatan level feses ayam. Sebaliknya peningkatan konsumsi bahan kering tidak diikuti dengan peningkatan konsumsi karbohidrat struktural. Makin tinggi perlakuan level feses ayam, kandungan karbohidrat struktural makin berkurang (Tabel 1) sehingga konsumsi serat untuk semua perlakuan tidak berbeda nyata.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 2. Konsumsi dan kecernaan zat–zat gizi pada kambing lokal yang mengkonsumsikan Standinghay dan Standinghaylage rumput Kume hasil fermentasi menggunakan gula lontar dan feses ayam Peubah Konsumsi, g/ekor/hari Bahan Kering Protein Serat kasar Selulosa Hemiselulosa NDF Konsumsi energi, kkal Kecernaan, % Bahan kering Protein Serat kasar Selulosa Hemiselulosa NDF
Jenis perlakuan level feces ayam
Standinghay rumput Kume (R0)
0% (R1)
15% (R2)
30% (R3)
45% (R4)
321,66a 8,24a 124,64a 129,56a 73,40a 286,56a 1229,83a
356,6b 18,45b 122,80a 121,80a 69,97a 291,28a 1446,42b
395,55c 30,53c 127,12a 118,69a 66,56a 298,13a 1597,03c
479,83d 46,78d 136,42a 130,95a 65,45a 332,47a 1993,70d
476,35d 51,73d 133,97a 125,38a 66,59a 327,49a 1994,80d
53,41a 55,93a 43,59a 42,68a 44,65a 54,28a
63,36b 58,77 64,68b b 53,63b 55,16b 62,13b
69,41c 70,57c 66,92c 61,91c 62,73c 70,15c
76,14d 77,85d 73,64d 69,22d 72,11d 78,89d
76,22d 77,89d 73,44d 69,54d 71,85d 78,27d
Huruf a, b, c dan d pada baris yang sama, berbeda nyata pada taraf 5%
Konsumsi dan kecernaan zat-zat gizi akibat perlakuan R4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan R3, karena jumlah karbohidrat untuk kedua perlakuan tersebut relatif sama yakni dari standinghay rumput kume dan dari gula lontar 3% sedangkan nitrogen dari feses ayam untuk perlakuan R4 lebih banyak dari perlakuan R3. Disamping itu mikroorganisme dari feses ayam untuk perlakuan R4 lebih banyak dari perlakuan R3. Oleh karena itu karbohidrat kedua perlakuan sama tetapi nitrogen dan mikroorganisme lebih banyak pada perlakuan R4 menyebabkan karbohidrat pada perlakuan R4 cepat habis sehingga aktivitas mikroorganisme pencerna serat menj0adi terbatas. Akibatnya jumlah bahan kering, protein dan serat yang dicerna pada perlakuan R4 relatif sama dengan perlakuan R3 dan selanjutnya konsumsi zat-zat gizi akibat perlakuan R4 juga relatif sama dengan perlakuan R3. Pertumbuhan ternak Pertumbuhan ternak dilihat dari pertambahan bobot badan harian dan efisiensi penggunaan makanan (EPM). Menurut
MAYNARD et al. (1979) pertumbuhan diukur berdasarkan pertambahan bobot badan serta menurut DAAS dan CHARYA (1970) pertumbuhan mempunyai nilai ekonomi yang penting dalam penampilan produksi ternak. Data pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan makanan akibat perlakuan yang diberikan disajikan pada Tabel 3. Pertambahan bobot badan sangat nyata (P < 0,01) meningkat sampai perlakuan R3, sedangkan perlakuan R4 tidak berbeda nyata dengan perlakuan R3. Nampak bahwa pertambahan bobot badan ada kaitannya dengan konsumsi dan kecernaan zat-zat gizi, khususnya bahan kering, protein dan energi. Menurut HAFEZ dan DYER (1969); DAAS dan CHARYA (1970); serta ALLEN dan KINKEY (1980) suplai zat-zat gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan ternak. Pertambahan bobot badan akibat perlakuan R3 relatif sama dengan perlakuan R4 karena konsumsi dan kecernaan untuk kedua perlakuan tersebut relatif sama sehingga suplai zat-zat gizi bagi pertumbuhannya juga relatif sama menyebabkan pertambahan bobot badan yang relatif sama.
509
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 3. Pertambahan bobot badan dan efisiensi penggunaan makanan (EPM) pada kambing lokal yang mengkonsumsi Standinghay dan Standinghaylage rumput Kume hasil fermentasi menggunakan gula lontar dan feses ayam Parameter
Perlakuan level feses ayam
Standinghay rumput Kume R0
0% (R1)
15% (R3)
30% ( R3)
45% (R4)
Uji statistik
22,50a
50,56b
73,93c
108,71d
107,92d
P < 0,01
0,07a
0,14b
0,19c
0,23d
0,23d
P < 0,01
Pertambahan bobot badan, g/ekor/hari Efisiensi penggunaan makanan
Efisiensi pengunaan makanan (EPM) dihitung berdasarkan ratio pertambahan bobot badan dengan konsumsi bahan kering. Makin tinggi nilai EPM makin baik pertumbuhan ternak tersebut. Nilai EPM yang disajikan pada Tabel 2 memperlihatkan peningkatan nilai EPM sesuai dengan peningkatan level feses ayam, dan sangat nyata (P < 0,01) berbeda diantara perlakuan kecuali perlakuan R3 relatif sama dengan perlakuan R4. Perbedaan nilai EPM, menurut MUKTIANI (1984) terjadi karena perbedaan konsumsi zat–zat gizi, khususnya konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot badan. Oleh karena konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot badan akibat perlakuan R3
relatif sama dengan perlakuan R4 maka nilai EPM nya relatif sama. Income Over Feed Cost Income Over Feed Cost (IOFC) menggambarkan pendapatan usaha peternakan dibandingkan dengan biaya ransum. Nilai ini dihitung berdasarkan pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan daging kambing dikurangi biaya ransum selama penelitian atau berdasarkan biaya harian. Nilai IOFC akibat perlakuan level feses ayam yang disajikan pada Tabel 4, memperlihatkan adanya peningkatan
Tabel 4. Nilai Income Over Feed Cost (IOFC) pada kambing lokal yang mengkonsumsi Standinghay dan Standinghaylage rumput Kume hasil fermentasi menggunakan gula lontar dan feses ayam
Items Konsumsi, g/ekor/hari Standinghay rumput Kume
Standinghay rumput Kume R0
Perlakuan level feses ayam 0% (R1)
15% (R2)
30% (R3)
45% (R4)
534,26
596,62
723,29
712,35
290,5
297,2
303,35
310,55
221,22
Uji statistik
358,04
Haylage SHRK Harga bahan pakan, Rp./kg Standinghay rumput Kume
250
Haylage SHRK Biaya, Rp. Standinghay rumput Kume
89,51
Haylage SHRK
155,20
177,32
219,41
PBB, g/ekor/hari
22,50
50,56
73,92
108,71
107,92
Harga daging kambing, Rp./kg
15.000
15.000
15.000
15.000
15.000
Penerimaan dari daging, Rp
337,50
758,40
1108,80
1630,65
IOFC, Rp./PBB
247,99a
603,20a
b
931,48
c
1.411,51
1618,80 1.397,58c
P < 0,01
SHRK = Standinghay rumput Kume Perhitungan harga standinghay rumput Kume, harga pembuatan haylage, dan harga daging kambing dilakukan berdasarkan harga yang berklaku pada waktu penelitian PBB = Pertambahan bobot badan
510
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
nilai IOFC sesuai dengan peningkatan perlakuan level feses ayam. Nilai IOFC akibat perlakuan R3 sangat nyata (P < 0,01) lebih tinggi dari perlakuan R0, R1 dan R2 tetapi relatif sama dengan perlakuan R4, berarti perlakuan level feses ayam 30% (R3) memberikan keuntungan yang lebih baik dari perlakuan lainnya, karena pertambahan bobot badannya relatif lebih tinggi. Walaupun nilai IOFC dari perlakuan R3 terhadap perlakuan R4 tidak berbeda nyata akan tetapi secara ekonomi memberikan arti yang penting bagi usaha peternakan tersebut. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa standing haylage rumput kume hasil fermentasi menggunakan gula lontar 3% dan level feses ayam 30% dari berat standinghay rumput kume memberikan pertumbuhan dan nilai ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga disarankan untuk digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. DAFTAR PUSTAKA AKMAL. 1994. Pemanfaatan Wastelage Jerami Padi Sebagai Bahan Pakan Sapi FH Jantan. Tesis. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. ALLAN, D. and KINKEY. 1980. Planed Beef Production. Granada Publishing Limited., London. ALMAITSIER, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta DAAS, G.S. and R.M.A. CHARYA. 1970. Growth of Bikaneri Sheep. J. Anim. Sci. 31: 1 – 4.
GHUNU, S. 2003. Efek Biokonvensi Rumput Kume Kering dengan Jamur Tiram Putih terhadap Pertumbuhan Ternak Kambing. Laporan Penelitian. Politekhnik Pertanian. HAFEZ, E.S.E. and I.A. DYER. 1969. Animal Growth and Nutrition. Lea and Febiger, Philadelphia. HANAFIA, KEMAS ALI. 1991. Rancangan Percobaan: Teori dan Aplikasi. Rajawali Press, Jakarta. HARTATI, ERNA dan NATHAN, G. F. KATIPANA. 2006. Sifat Fisik, Nilai Gizi dan Kecernaan In Vitro Standinghylage Rumput Kume Hasil Fermentasi Menggunakan Gula Lontar dan Feses Ayam. Laporan penelitian fapet Undana (belum dipublikasi ) IBRAHIM, M.N.M. 1983. Physical, Chemichal, Physico – chemical and Biological Treatment of Crops Residus. An Overline I workshop AFAR., Los Banos JELANTIK, I.G.N. 2001. Improving Bali Cattle Production Through Protein Suplementation. Ph.D Thesis. Dept. of Animal Sci. and Animal Health., The Royal Vet. Univ. Copenhagen. KATIPANA, N.G.F. 2004. Penuntun Praktikum Tekhnik Laboratorium. Bahan Ajar Fapet, Undana. MAYNARD, L.A., K. LOOSLI, H.F. HINTZ and R.G. WARNER. 1979. Animal Nutrition. 7th Ed. Tata McGraw Hill Publishing Company Limited. New Delhi. MUKTIANI, A. 1994. Potensi Azolla Teramoniasi Sebagai Sumber Protein Ternak Ruminansia. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. WIRDAHAYATI, R.B., C. LIEM, A. POHAN, J. NULIK, P.T.H. FERNANDES, ASNAH dan A. BAMUALIM. 1997. Pengkajian Tekhnologi Usaha Pertanian Berbasis Sapi Potong di NTT. Dalam Pertemuan Prarakor Badan Litbang Pertanian II. Manado 3 – 4 Maret 1997.
511