MANAJEMEN PRODUKSI IKAN TERI NASI DI CV. SUMBER REJEKI INDRAMAYU
SEFITIANA WULAN SARI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Produksi Ikan Teri Nasi di CV. Sumber Rejeki Indramayu adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Sefitiana Wulan Sari C44080085
ABSTRAK SEFITIANA WULAN SARI, C44080085. Manajemen Produksi Ikan Teri Nasi di CV. Sumber Rejeki Indramayu. Dibimbing oleh TRI WIJI NURANI dan RETNO MUNINGGAR. Indramayu merupakan daerah penghasil ikan teri nasi yang cukup besar di Jawa Barat. Ikan teri nasi memiliki nilai jual yang tinggi karena merupakan ikan ekspor, sehingga banyak bermunculan perusahaan pengolahan ikan teri di Kabupaten Indramayu, salah satunya adalah CV. Sumber Rejeki. Tujuan dari penelitian ini untuk membandingkan praktis dan teoritis manajemen usaha ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki yang meliputi: 1) manajemen bahan baku; 2) manajemen produksi ikan teri nasi mulai dari tahap pengolahan sampai dengan tahap pemasaran; dan 3) manajemen mutu produk ikan teri nasi kering. Metode yang digunakan untuk antara lain adalah analisis teknis dan deskriptif, analisis klasifikasi pola produksi, serta analisis mutu menggunkaan peta kendali p. Teknik pengumpulan data menggunakan snowball sampling dengan cara pengamatan dan wawancara terhadap sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen bahan baku di CV. Sumber Rejeki belum baik karena kurangnya pengawasan terhadap bahan baku. Perbedaan harga ikan teri nasi antara nelayan dan bakul Rp 1.000 hingga RP 2.000. Proses pengolahan ikan teri nasi pada umumnya terdiri dari dua proses yang akan terbagi menjadi proses-proses yang lebih rinci, sedangkan dalam pemasaran produk ekspor, CV. Sumber Rejeki bekerja sama dengan perusahaan pengekspor. Produk chirimen adalah produk ikan teri nasi ekspor yang memiliki standar mutu tersendiri, berdasarkan analisis mutu, maka mutu produk ikan teri nasi CV. Sumber Rejeki berada pada batas luar kendali (tidak terkontrol). Penjualan produk CV. Sumber Rejeki pada tahun 2011 adalah 80% (222.525 kg) merupakan produk domestik dan 20% (55.072 kg) produk ekspor. Kata kunci: bahan baku, produksi, teri nasi, Indramayu.
ABSTRACT SEFITIANA WULAN SARI, C44080085. Management of Anchovy Production at CV. Sumber Rejeki Indramayu. Superviced by TRI WIJI NURANI and RETNO MUNINGGAR. Indramayu is the big anchovy producer in West Java. Anchovy has high selling price fish export, so it caused a lot of processing anchovy companies springing up in Indramayu, one of the company is CV. Sumber Rejeki. So the purposes of this research is to compare practical and theoretical management business of anchovy in CV. Sumber Rejeki, which includes: 1) find out the management of the anchovy raw material; 2) review management production of anchovies start from processing until marketing; and 3) assessing quality management anchovy’s dry products. The methods which used are technical and descriptive analysis, analysis of the classification of production pattern, and quality control analysis using quality control p chart. Collecting data used techniques snowball sampling by observations and an interview with samples. The result showed that the management of raw materials in CV. Sumber Rejeki has not been good for lack of control on raw material. The difference in price anchovy between fishermen and the suppliers is Rp 1.000 up to Rp 2.000. Processing anchovy in general are consisting of two processes that will be divided into the processes that more detail, meanwhile in the marketing export products, CV. Sumber Rejeki cooperate with exporting company. Chirimen product is having quality standard, based on quality analysis, quality of anchovies product by CV. Sumber Rejeki is uncontrolled. They sale 80% (222.525 kg) domestic products and 20% (55.072 kg) export products. Key words: raw material, production, anchovy, Indramayu.
© Hak Cipta IPB, Tahun 2012 Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
MANAJEMEN PRODUKSI IKAN TERI NASI DI CV. SUMBER REJEKI INDRAMAYU
SEFITIANA WULAN SARI
C44080085
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Judul Penelitian : Manajemen Produksi Ikan Teri Nasi di CV. Sumber Rejeki Indramayu Nama
: Sefitiana Wulan Sari
NRP
: C44080085
Program Studi
: Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui Komisi Pembimbing Ketua,
Anggota,
Dr.Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si. NIP 19650624 198903 2 002
Retno Muninggar, S.Pi., ME NIP 19780718 200501 2 002
Diketahui Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP 19621233 198703 1 001
Tanggal sidang : 16 Juli 2012
Tanggal lulus :
PRAKATA Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Indramayu pada bulan Maret hingga April 2012 ini adalah Manajemen Produksi Ikan Teri Nasi di CV. Sumber Rejeki Indramayu. Penelitian ini diharapkan dapat mewujudkan manajemen terpadu produksi ikan teri nasi yang efektif dan efisien. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1) Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si. sebagai ketua pembimbing dan Retno Muninggar, S.Pi, ME sebagai anggota pembimbing yang telah membantu dan memberikan arahan; 2) H. Ikhwan, pemiliki CV. Sumber Rejeki Indramayu; 3) Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji dan komisi pendidikan Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si yang telah memberikan saran; 4) Orangtua saya (H. Carmin Iswahyudi dan Hj. Ena’ah) atas cinta, kasih sayang, doa dan dukungan kepada penulis; 5) Adik-adik (Vicianty Meista Sari dan Tyalintika Angelinrizki Sari) serta Abang (Noviandi Herlingga) atas semangat, dukungan dan doa untuk penulis; 6) Sahabat, teman dan PSP 45 atas dukungan dan kebersamaannya; 7) Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Bogor, Juli 2012 Sefitiana Wulan Sari
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 5 September 1989 dari pasangan H. Carmin Iswahyudi dan Hj. Ena’ah.
Penulis merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 11, Bandung pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN dan terdaftar menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap. Selama berkuliah, penulis menjadi staf divisi PMB (Pengembangan Minat dan Bakat) di HIMAFARIN pada periode 2010-2011.
Penulis melakukan
penelitan dan menyusun skripsi dengan judul “Manajemen Produksi Ikan Teri Nasi di CV. Sumber Rejeki Indramayu” untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Penulis melakukan ujian akhir sarjana pada tanggal 16 Juli 2012.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL....................................................................................................
vi
DAFTAR GAMABAR............................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ viii 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang................................................................................................
1
1.2 Tujuan Penelitian............................................................................................
3
1.3 Manfaat Penelitian..........................................................................................
3
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teri Nasi.........................................................................................................
4
2.1.1 Morfologi dan klasifikasi ikan teri........................................................ 2.1.2 Tingkah laku dan makanan ikan teri..................................................... 2.1.3 Habitat dan penyebaran ikan teri…………………………………….. 2.1.4 Produksi penangkapan………………………………………………..
4 6 7 7
2.2 Deskripsi Produk............................................................................................
8
2.2.1 Produk ikan teri nasi segar.................................................................... 2.2.2 Produk ikan teri nasi kering..................................................................
8 8
2.3 Manajemen Produksi......................................................................................
9
2.3.1 Proses produksi...................................................................................... 11 2.3.2 Strategi produksi.................................................................................... 12 2.3.3 Proses produksi ikan teri nasi kering..................................................... 13 2.4 Aspek Teknologi Penangkapan......................................................................
14
2.4.1 Kapal penangkapan teri......................................................................... 14 2.4.2 Alat penangkapan teri............................................................................ 15 2.4.3 Nelayan.................................................................................................. 16 2.5 Teknologi Penangkapan dan Pengolahan....................................................... 16 2.5.1 Penanganan (Handling)......................................................................... 16 2.5.2 Pengolahan ........................................................................................... 17 2.6 Pengawetan dan Penggaraman....................................................................... 18 2.6.1 Penggaraman......................................................................................... 18 2.6.2 Pengeringan .......................................................................................... 20 2.7 Mutu .............................................................................................................. 21 2.8 Pemasaran....................................................................................................... 22 2.9 Produksi Teri di Kabupaten Indramayu......................................................... 22
3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian........................................................................ 24 3.2 Peralatan......................................................................................................... 24 3.3 Metode Pengambilan Data............................................................................. 24 3.4 Metode Analisis Data..................................................................................... 26 3.5.1 Analisis deskriptif................................................................................. 3.5.2 Analisis teknis........................................................................................ 3.5.2 Analsis klasifikasi pola produksi........................................................... 3.5.3 Analisis mutu.........................................................................................
26 26 26 27
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Perusahaaan.......................................................................... 30 4.1.1 Sejarah perusahaan................................................................................ 30 4.1.2 Lokasi.................................................................................................... 30 4.1.3 Fasilitas dan sarana perusahaan............................................................. 31 4.2 Manajemen Bahan Baku................................................................................ 38 4.2.1 Pengadaan bahan baku.......................................................................... 38 4.2.2 Manajemen penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu....... 41 4.3 Manajemen Produksi...................................................................................... 48 4.3.1 Proses timbang 1................................................................................... 4.3.2 Receiving............................................................................................... 4.3.3 Proses 1................................................................................................. 4.3.4 Proses 2................................................................................................. 4.3.5 Penyimpanan.........................................................................................
50 51 51 56 60
4.4 Manajemen Mutu........................................................................................... 61 4.4.1 Sumber bahan baku.............................................................................. 62 4.4.2 Penanganan bahan baku....................................................................... 63 4.5 Manajemen Pemasaran................................................................................... 68 4.6 Pembahasan.................................................................................................... 71 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan.................................................................................................... 77 5.2 Saran.............................................................................................................. 78 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
79
LAMPIRAN.............................................................................................................
83
v
DAFTAR TABEL Halaman 1 Volume ekspor ikan teri Indonesia tahun 2006-2010...…….……...………… ..
2
2 Kandungan gizi teri segar dan olahan ………………………………………. ...
9
3 Data produksi teri di Kabupaten Indramayu selama periode tahun 2007 – 2011.........................................................................................................
23
4 Contoh tabel untuk pencatatan peta kendali p……………………………….. .. 29 5 Data produksi ikan teri di ppi dadap tahun 2007-2011……………………. ...... 31 6 Jenis dan jumlah alat tangkap di Kabupaten Indramayu tahun 2008............... ... 40 7 Standar mutu produk teri nasi chirimen…………………………………… ..... . 65 8 Data produksi teri nasi cv. sumber rejeki tahun2011 yang digunakan untuk perhitungan analisis peta kendali p……………………………….. . …… 67 9 Data realisasi penjualan ikan teri nasi asin (domestik) dan ikan teri nasi kering (ekspor) CV. Sumber Rejeki, tahun 2011 ………….…………………. . 71
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Ikan teri nasi…..………………………………………………………………
5
2
Sistem proses produksi ……………………………………………………… .
9
3
Bentuk dan bagian-bagian pada alat tangkap payang ………….................... ... 16
4
Blong wadah ikan teri nasi ……………………………………………………
5
Boks fiber tempat ikan teri nasi ………………….…………………………… 33
6
Irig tempat ikan teri nasi ……………………………………………………… 33
7
Timbangan duduk dan timbangan gantung ikan teri nasi…………………… .. 34
8
Bak pencucian ikan teri nasi………………………………………………… .. 34
9
Kerangka penirisan ikan teri nasi……………………………………………. .. 35
33
10 Bak perebusan ikan teri nasi rebus……………..……. ........ ………………….. 35 11 Sanoko tempat menjemur ikan teri nasi ……………………………………... . 36 12 Rak penjemuran ikan teri nasi ……………………………………………...... . 36 13 Cold storage penyimpanan ikan teri nasi………………………………...........
36
14 Alat yang digunakan mendistribusikan ikan teri nasi ………………………. .. 37 15 Tempat penyimpanan irig wadah ikan teri nasi……………………………….
37
16 Distribusi pemasaran ikan teri nasi berdasarkan mutu………………………... 41 17 Jumlah total produksi teri nasi (catch) tahun 2007–2011 di Kabupaten Indramayu …………… ..................................................................................... 47 18 Pola musim penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu .................... 47 19 Diagram alir proses pengolahan produk teri nasi kering chirimen dan produk teri nasi asin di CV. Sumber Rejeki………….………………….......... 61 20 Pemisahan ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki berdasarkan mutu…………… 63 21 Peta kendali p mutu produk ikan teri nasi CV. Sumber Rejeki, Indramayu yang dibuat berdasarkan data yang ditunjukan pada Tabel 8…………… ........ 66 22 Rantai pemasaran ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu…………………..... 69 23 Diagram pemasaran produk chirimen di CV. Sumber Rejeki………………… 70
vii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Peta lokasi penelitian……….....………………………..................................... 83
2
Layout di unit pengolahan CV. Sumber Rejeki Indramayu…………………… 84
3
Gambar kapal payang dan mesin yang digunkaan nelayan teri nasi di Kabupaten Indramayu..………………………...…………………………….... 85
4
Desain alat tangkap payang teri di Kabupaten Indramayu................................. 86
5
Perhitungan konsumsi solar pada payang teri..………………………………… 87
6
Gambar kondisi ikan teri nasi sesaat setelah didaratkan.................................... 88
7
Proses pengolahan ikan teri nasi......................................................................... 89
viii
1
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai sumberdaya perikanan laut yang cukup besar. Produksi sumber daya ikan di laut Indonesia merurut KKP (2010), meningkat rata-rata 2,87% per tahun, yaitu dari 3.807.191 ton pada tahun 2000 menjadi 5.039.446 ton pada tahun 2010. Salah satu produksi perikanan laut yang meningkat cukup tajam adalah ikan teri, dalam periode 2000-2010 peningkatannya hingga sekitar 11,89% (KKP, 2010). Perikanan, seperti halnya sektor ekonomi yang lain, merupakan salah satu aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa (Fauzi 2006). Salah satu produksi perikanan tersebut adalah ikan teri. Ikan teri ini telah banyak memberikan kontribusi bagi perekonomian masyarakat perikanan tangkap, karena selain cukup mudah dalam operasi penangkapannya, dalam pengolahan dan penjualannya pun cukup mudah serta harga penjualannya yang cukup tinggi. Tinggi atau rendahnya harga ikan teri ini bergantung dari cara pengolahannya untuk menjaga mutu. Teri merupakan salah satu komoditas yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Ikan teri adalah salah satu produk perikanan pelagis yang mempunyai nilai ekonomis penting untuk konsumsi domestik atau ekspor. Selain lezat, teri juga mengandung nilai gizi yang tinggi dengan kandungan protein dan kalsium yang relatif besar.
Namun, sifatnya yang mudah rusak
(perishable commodity) karena ukuran tubuh ikan teri yang kecil menuntut untuk ditangani dengan baik agar harga jual ikan teri tersebut tinggi.
Proses
pembusukan pada ikan tidak mungkin dihindari, tetapi hanya bisa dihambat. Salah satu caranya adalah dengan menekan pertumbuhan mikroba-mikroba pembusuk yang dapat dilakukan dengan membuat kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhannya. Proses pengeringan ikan teri asin akan mengurangi kadar air dalam tubuh ikan dan menjadi faktor penghambat pertumbuhan mikroba.
Menurut Huss (1994),
pengasinan adalah suatu proses pengolahan ikan dengan cara memberikan garam, sehingga mempunyai kandungan garam sangat tinggi yang kemudian dikeringkan.
Pengolahan ikan teri nasi asin ini dengan cara penggaraman atau yang biasa
2
disebut pengasinan. Cara tersebut merupakan cara dalam pengolahan ikan teri nasi asin yang dipasarkan di pasar lokal atau dalam negeri.
Cara lain untuk mencegah turunnya mutu ikan teri nasi tersebut dengan mengolah ikan teri nasi menjadi produk ikan teri nasi kering atau yang biasa disebut ikan teri nasi chirimen, yang dipasarkan ke luar negeri (ekspor). Produk chirimen membutuhkan penanganan dan pengolahan yang khusus agar mutu produk chirimen tetap terjaga. Oleh karena itu, dibutuhkan manajemen dalam mengolah ikan teri nasi, sehingga harga jualnya tetap tinggi. Pemenuhan terhadap standar mutu internasional yang stabil akan meningkatkan kepercayaan luar negeri terhadap mutu suatu produk yang pada akhirnya mampu memberikan sumbangan bagi devisa negara, karena teri merupakan salah satu komoditas ekspor andalan Indonesia (Wahyuni 1999). Ikan teri dari Indonesia telah banyak diekspor ke beberapa negara, seperti Jepang, Cina, Hongkong, Taiwan, Filipina, Malaysia, Singapura dan juga Amerika. Menurut KKP (2010), volume ekspor ikan teri Indonesia tiap tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2007-2008 kenaikannya mencapai 88,85%. Tahun 2009 nilai volume ekspor ikan teri Indonesia sebesar 8.477.445 US$ sedangkan pada tahun 2010 12.136.288 US$. Tabel 1 Volume ekspor ikan teri Indonesia tahun 2006-2010 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Produksi (Kg) 3.512.670 3.731.355 7.046.722 1.367.371 2.318.288
Sumber: KKP (2010)
Ikan teri nasi merupakan sumber daya neritik, karena penyebarannya terutama adalah di perairan dekat pantai. Sedangkan menurut Dahuri (2003) vide Supriyadi (2008), ikan teri nasi (Stolephorus comerrsonii) adalah sumber daya ikan pelagis kecil yang memiliki arti ekonomis penting bagi perikanan Indonesia selain ikan layang (Decapterus spp.), selar (Selaroides spp.), japuh (Dussumieria spp.), tembang (Sardinella fimbriata), lemuru (Sardinella longiceps), dan kembung (Rastrelliger spp.). Sumber daya ikan termasuk kedalam kelompok
3
sumber daya alam yang dapat diperbarui (renewable resources) yang regenerasinya tergantung pada kelangsungan proses biologi (reproduksi). Perairan Kabupaten Indramayu merupakan perairan yang subur dan memiliki potensi sumber daya perikanan yang cukup besar. Salah satu sumber daya perikanan yang ada di perairan ini adalah ikan teri nasi. Perairan Kabupaten Indramayu merupakan tempat penangkapan ikan teri nasi yang cukup besar di Jawa Barat, dengan nilai produksi hasil tangkapan ikan teri Rp. 111.065.842 (KKP, 2010). Salah satu perusahaan pengolah teri nasi adalah CV. Sumber Rejeki. Perusahaan yang berlokasi di Kabupaten Indramayu ini memiliki kualitas produksi yang cukup diperhitungkan diantara perusahaan yang sama di Kabupaten Indramayu. CV. Sumber Rejeki memproduksi ikan teri nasi untuk tujuan ekspor yang biasa disebut ikan teri nasi (chirimen) dan juga ikan teri nasi untuk tujuan lokal seperti ikan teri nasi asin. Penelitian dikhususkan untuk membandingkan praktis dan teoritis usaha ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki. 1.2 Tujuan Penelitian Membandingkan praktis dan teoritis manajemen usaha ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki yang meliputi: 1) manajemen bahan baku (ikan teri nasi) di CV. Sumber Rejeki 2) manajemen produksi ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki Indramayu mulai dari tahap pengolahan sampai dengan tahap pemasaran; dan 3) manajemen mutu produk ikan teri nasi kering. 1.3 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan membuka wawasan untuk mahasiswa mengenai kegiatan manajemen terpadu produksi ikan teri nasi kering pada suatu daerah. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi Kabupaten Indramayu umumnya dan CV. Sumber Rejeki khususnya dalam upaya peningkatan produktivitas, sehingga produksi dapat dilakukan lebih efektif.
4
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teri Nasi Ikan teri nasi merupakan ikan ekonomis penting jenis pelagis kecil yang sudah lama dikenal masyarakat Indonesia. Sedikitnya terdapat sembilan jenis ikan teri yang tersebar di seluruh perairan Indonesia (Nontji 2005). Salah satu jenis ikan teri adalah teri nasi (Stolephorus commerrsoni) (Saanin 1984). Teri banyak ditangkap karena mempunyai arti penting sebagai bahan makanan yang dapat dimanfaatkan baik sebagai ikan segar maupun ikan kering (Nontji 2005). Ikan teri nasi merupakan sumber protein dan kalsium yang penting bagi rakyat Indonesia. Kandungan gizi teri segar per 100 gram meliputi energi 77 Kkal; protein l6 gr; lemak 1.0 gr; kalsium 500 mg; fosfor 500 mg; besi 1.0 mg; Vitamin A RE 47; dan Vit B 0.05 mg (Enoch 1973 vide Syaifudin et al. 2008). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa kandungan tertinggi dari ikan teri nasi adalah protein, yaitu dalam 100 gram ikan teri terdapat 16 gram protein. Jumlah protein dalam ikan teri nasi dapat menggantikan jumlah protein yang terkandung dalam telur, susu dan beberapa daging hewani, dalam hal ini dengan mengacu pada jumlah perbandingan tiap bahan yang sama. Selain dikonsumsi, manfaat lainnya adalah sebagai umpan hidup untuk menangkap ikan cakalang di Indonesia pada perikanan huhate.
Hal tersebut
menggambarkan betapa pentingnya ikan teri nasi bagi perikanan Indonesia. Oleh karena itu, maka informasi biologi, seperti morfologi, tingkah laku, habitat dan penyebaran ikan teri nasi sangat diperlukan sebagai landasan bagi upaya penangkapannya. 2.1.1
Morfologi dan klasifikasi ikan teri Klasifikasi lengkap ikan teri nasi menurut Saanin (1984) adalah sebagai
berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Subkelas
: Teleostei
5
Ordo
: Malacopterygii
Famili
: Clopeidae
Subfamili Genus Spesies
: Engraulidae : Stolephorus : Stolephorus commersonii
Sumber : http://fishbase.org/Photos/PicturesSummary.php 2011
Gambar 1 Ikan teri nasi Ikan teri dikenal juga sebagai anchovy, umumnya berukuran kecil antara 6-9 cm, tetapi ada juga yang berukuran besar misalnya Stolephorus commersonnii dan Stolephorus indicus yang panjangnya dapat mencapai 17,5 cm.
Ikan ini
umumnya menghuni perairan dekat pantai dan estuaria, hidup bergerombol (Hutomo et al. 1987). Ikan teri nasi memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga dapat dibedakan dari marga-marga anggota Engraulinae. Ciri-ciri tersebut yaitu, memiliki sirip ekor (caudal) cagak dan tidak bersambung dengan sirip dubur (anal) serta duri abdominal hanya terdapat antara sirip pektoral dan ventral yang berjumlah tidak lebih dari 7 buah, umumnya tidak berwarna atau kemerahmerahan. Ikan teri mempunyai bentuk tubuh bulat memanjang (fusiform) dan termampat samping (compressed) dengan sisik-sisik berukuran kecil dan tipis serta mudah lepas, bagian samping tubuhnya terdapat garis putih keperakan seperti selempang yang memanjang dari kepala sampai ekor. Tulang atas rahang memanjang mencapai celah insang. Sirip dorsal umumnya tanpa duri pradorsal, sebagian atau seluruhnya terletak di belakang anus pendek dengan jari-jari lemah sekitar 16-23 buah (Hutomo et al. 1987).
6
Teri nasi sangat mudah dibedakan dengan jenis teri lainnya, karena warnanya putih transparan dan ukurannya lebih kecil. Sedangkan teri, warnanya putih transparan, ukurannya jauh lebih besar dari teri nasi, warna abdomen keperakan (silvery colour), kepala lebih pendek dibandingkan teri merah, dengan selempang lateral relatif lebih kecil. Ikan teri merah mempunyai ukuran lebih besar dari teri nasi, kepala lebih pendek dibandingkan teri putih, warna daging agak kemerahan, selempang perak lateral lebih tebal, bagian abdomen berwarna keperakan. Pemberian nama teri hitam oleh nelayan dan pengepul adalah karena warnanya yang relatif lebih kotor dibandingkan teri merah dan teri putih. Dalam hasil tangkapan, ikan teri hitam mudah diidentifikasi dari warna daging yang lebih kotor dibanding teri merah, kepala panjang menyerupai teri merah, serta ukurannya yang lebih besar dibanding teri nasi (Setyohadi et al. 2001). Supriyadi (2008) menyatakan bahwa, nama ilmiah (Scientific name) untuk jenis ikan teri nasi (berdasarkan cirri morfologis, dan morfometri) masih belum diidentifikasi tuntas. Hal ini disebabkan oleh kecilnya ukuran ikan, sampel sangat mudah rusak, serta petunjuk dari identifikasi belum pernah disinggung ciri yang sesuai dengan ikan tersebut (Setyohadi et al. 2001). Tumulyadi et al. (2000) mengidentifikasi ikan teri nasi sebagai Stolephorus devisi. Sedangkan menurut Nontji (2005) larva ikan teri yang masih kecil dan transparan biasa disebut sebagai ikan teri nasi. 2.1.2 Tingkah laku dan makanan ikan teri Ikan teri jenis Stolephorus indicus dan Stolephorus commersonii memiliki tubuh yang berukuran relatif lebih besar daripada jenis lainnya ini memiliki sifat lebih soliter, karenanya tertangkap nelayan dalam jumlah kecil. Meski demikian, ikan teri jenis lainnya hidup dalam gerombolan, terutama jenis yang berukuran kecil, yang terdiri dari ratusan sampai ribuan ekor. Ikan teri yang berkelompok (schooling) memiliki respon yang positif terhadap cahaya, namun ikan teri memiliki kepekaan yang tinggi terhadap reaksi yang berupa gerakan yang berasal dari luar (Hutumo et al. 1987). Delsman (1931) vide Hutomo (1987) mengatakan bahwa, jenis-jenis Stolephorus berkelamin terpisah, ada yang jantan dan ada yang betina. Ikan teri di Laut Jawa memijah pada malam hari dan pada malam hari berikutnya menetas
7
dan keluar larvanya. Puncak-puncak pemijahan Stolephorus ini ternyata bersamaan dengan perubahan musim, dari musim barat laut ke musim tenggara antara bulan April dan Mei dan sebaliknya antara Desember ke Januari (Dalzell & Wankowski 1980 vide Hutomo et al. 1987). Harndenberg (1934) vide Hutomo et al. (1987) menyatakan bahwa makanan ikan teri umumnya terdiri dari organisme pelagik, meskipun komposisinya berbeda untuk masing-masing spesies. Jenis-jenis yang berukuran kecil seperti Stolephorus devisi dan Stolephorus heterolobus terutama memangsa krustae kecil seperti Copepoda. 2.1.3 Habitat dan penyebaran ikan teri Ikan teri bersifat pelagik dan menghuni perairan pesisir dan estuaria, tetapi beberapa jenis dapat hidup pada salinitas rendah antara 10-15% (Hardenberg 1934 vide Hutomo et al. 1987). Berdasarkan sifatnya, ikan teri hidup bergerombol, walau ada beberapa diantara jenis teri tersebut hidup lebih soliter. Ikan teri sering melakukan migrasi, sehingga ikan teri memiliki daerah penyebaran yang dipengaruhi oleh perubahan musim pada daerah tertentu. Pola musim ikan teri itu sendiri terjadi secara periodik setiap tahunnya (Hutomo et al. 1987). Ikan teri mempunyai daerah penyebaran yang luas di daerah Indo-Pasifik bahkan sampai ke daerah Tahiti dan Madagaskar (Nontji 2005). Penyebaran ikan teri di Indonesia di wilayah antara 95oBT - 140oBT dan 10oLU - 10oLS, dengan kata lain mencakup hampir di seluruh wilayah Indonesia (DJPT, 1987 vide Mayrita 2010). 2.1.4 Produksi penangkapan Dirjen Perikanan (1986) vide Hutomo et al. (1987) melaporkan bahwa produksi ikan teri (Stolephorus spp) di perairan Indonesia sebanyak 109.299 ton dengan nilai Rp 33.130.934.000. Wilayah perairan Indonesia terbagi atas sebelas wilayah perairan dari bagian Barat Sumatera hingga Maluku/Irian.
Wilayah
Selatan Sulawesi dan perairan Utara Jawa merupakan wilayah yang menghasilkan produksi ikan teri paling banyak, yaitu masing-masing 25.791 ton atau 23,58% dan 21.252 ton atau 19,44%.
8
Wilayah Selatan Sulawesi meliputi perairan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, sedangkan wilayah periaran Utara Jawa meliputi perairan DKI Jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah dan juga Jawa Timur. Wilayah perairan Jawa Timur memiliki jumlah produksi ikan teri lebih banyak dari pada wilayah perairan lain di perairan Utara Jawa, yakni 172.921 ton (KKP, 2010). 2.2 Deskripsi Produk 2.2.1
Produk ikan teri nasi segar Produk
ikan
yang
dipasarkan
bentuknya
sangat
bervariasi.
Keanekaragaman tersebut akan semakin bervariasi seiring dengan permintaan pasar. Ikan segar merupakan salah satu contoh jenis produk yang banyak diminati konsumen. Ikan segar memiliki pengertian sebagai ikan yang baru saja ditangkap, belum mengalami pengawetan, atau yang sudah diawetkan hanya dengan pendingin (Ilyas 1983 vide Syafitri 2007). Suhu penyimpanan terbaik untuk ikan segar adalah -1 oC, sedangkan untuk titik beku berkisar antara -1,1 oC sampai -2,2 oC. Sedangkan untuk ikan teri nasi, penyimpanannya menggunakan bantuan garam dan es, tidak ada yang dibekukan untuk mengawetkannya karena ikan teri nasi merupakan ikan yang mudah rusak. 2.2.2
Produk ikan teri nasi kering Ikan teri merupakan sumber nutrisi yang penting bagi masyarakat
Indonesia. Menurut Opstvedt (1988) vide Sedjati (2006), pada umumnya ikan teri mengandung protein sekitar 16%, namun proses penggaraman pada pengolahan ikan secara tradisional mengakibatkan hilangnya protein ikan yang mencapai 5%, tergantung pada kadar garam dan lama penggaraman. Ikan teri dapat diolah menjadi berbagai macam produk, seperti ikan teri asin, teri tawar dan teri lempeng. Teri nasi di Kabupaten Indramayu diolah menjadi teri nasi asin dan teri nasi kering chirimen. Untuk memproduksi ikan teri nasi asin dan teri nasi chirimen ini cukup berbeda, karena teri nasi chirimen tidak menggunakan garam atau hanya sedikit saja menggunakan garam dalam proses pembuatannya pembuatannya.
sedangkan
teri
nasi
asin
menggunakan
garam
dalam
9
Tabel 2 Kandungan gizi teri segar dan olahan Kandungan Gizi Segar Energi (Kkal) Protein (gram) Lemak (gram) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin A (RE) Vitamin B (RE) Air (%)
77 16 1 500 500 1 47 0.05 80
Jenis Olahan Kering Tawar Kering Asin 331 193 68.7 42 4.2 1.5 2381 2000 1500 300 23.4 2.5 62 0.1 0.01 16.7 40
Sumber: Enoch 1973 vide Syaifudin et al. 2008
2.3 Manajemen Produksi Secara umum, definisi sistem produksi menurut Buffa dan Sarin (1996) adalah sebagai alat yang digunakan untuk mengubah masukan sumber daya guna menciptakan barang dan jasa yang berguna sebagai keluaran. masukan-konversi-keluaran
merupakan
cara
yang
Rangkaian
berguna
untuk
mengkonseptualisasikan sistem produksi, dimulai dengan unit terkecil yang dinamakan operasi. Sistem produksi memiliki tiga komponen utama, yaitu masukan (input), keluaran (output) dan proses (process), atau Dessler (2004) vide Sule dan Saefullah (2008) menyebutkan sebagai proses konversi (conversion process). Ketiga komponen ini dapat dilihat dalam Gambar 2. Konversi
Masukan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Bahan baku Tenaga kerja Informasi pasar Kebutuhan konsumen Kebutuhan pemilik perusahaan Modal Mesin
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Transportasi Prosedur Teknologi Sistem produksi Proses produksi Pengelolaan mesin Monitoring pegawai
Keluaran Keluaran Langsung 1. Barang 2. Jasa Keluaran Tidak Langsung 1. Upah/gaji 2. Dampak lingkungan 3. Dampak sosial
Sumber: Sule dan Saefullah (2008)
Gambar 2 Sistem proses produksi Berdasarkan Gambar 2 di atas, komponen pertama dari sistem proses produksi adalah faktor masukan atau input. Masukan berupa bahan baku, tenaga
10
kerja, modal, maupun informasi yang dibutuhkan untuk proses produksi. Keseluruhan bahan baku tersebut kemudian dikelola melalui sebuah proses konversi untuk menghasilkan sebuah keluaran yang diharapkan. Proses konversi biasa berupa sistem produksi yang digunakan, monitoring pegawai, maupun teknologi transportasi yang digunakan dalam rangkaian proses produksi yang dilakukan. Adapun keluaran dari proses konversi dapat berupa keluaran langsung, yaitu berupa barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen maupun keluaran tidak langsung yang dapat berupa pembayaran gaji atau upah kepada tenaga kerja, limbah produksi yang memberikan dampak lingkungan, dan lain-lain (Sule & Saefullah 2008). Dessler (2004) vide Sule dan Saefullah (2008) mengatakan, terdapat empat elemen mendasar dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan desain sistem produksi. Keempat persyaratan tersebut menyangkut: (1) lokasi kegiatan produksi; (2) tipe proses produksi yang akan dijalankan; (3) rancangan rumah produksi; (4) rancangan sistem produksi yang akan dijalankan. Dengan demikian, sistem produksi tidak hanya menyangkut bagaimana masukan (input) diubah menjadi keluaran (output), akan tetapi dimulai dari penentuan lokasi hingga desain sistem produksi yang akan dijalankan. Manajemen produksi dan operasi merupakan usaha-usaha pengelolaan secara optimal penggunaan sumberdaya (atau sering disebut faktor-faktor produksi), tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, bahan mentah dan sebagainyadalam proses transformasi bahan mentah dan tenaga kerja menjadi berbagai produk atau jasa. Manajemen produksi sangat berkaitan dengan quality, cost dan delivery karena konsep ini dapat mejadi tolak ukur dari keberhasilan manajemen produksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Quality produk yang dihasilkan harus baik dan memenuhi standard pasaran, sehingga bahan baku yang digunakan harus berkualitas tinggi (baik) dan cara penanganan yang baik pula. Cost adalah biaya yang harus perusahaan keluarkan untuk memproduksi produk, baik itu biaya bahan baku, mesin, dan karyawan, sehingga perusahaan dapat menentukan berapa harga dari produk tersebut. Delivery adalah pemasaran atau penjualan produk, seberapa lancar dan jauh produk dipasarkan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa manajemen pengelolaan produksi adalah bagaimana cara produsen
11
menghasilkan produk (output) dalam jumlah, kualitas, harga, waktu dan permintaan sesuai konsumen (pasar) dengan input yang dimiliki. 2.3.1
Proses produksi Menurut Assauri (1998), proses produksi dibedakan menjadi dua jenis
yaitu proses produksi yang bersifat terus menerus (continuous) dan proses produksi yang bersifat terputus (intermittent).
Assauri (1998) menyatakan
karakteristik proses produksi kontinu, yaitu: 1) Produk yang dihasilkan biasanya dalam jumlah yang besar dengan variasi sangat sedikit dan sudah distandarisasi; 2) Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan peralatan berdasarkan urutan pengerjaan dari produk yang dihasilkan; 3) Mesin-mesin yang dipakai bersifat khusus untuk menghasilkan produk tersebut; 4) Oleh karena mesin-mesin bersifat khusus dan biasanya semi otomatis maka pengaruh individu operator terhadap produk yang dihasilkan kecil; 5) Apabila salah satu peralatan rusak atau terhenti, maka seluruh proses produksi akan terhenti; 6) Oleh karena mesin-mesin yang digunakan bersifat khusus dan variasi produknya kecil, maka job strukturnya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya tidak banyak; 7) Persediaan bahan baku dalam proses lebih rendah dibandingkan dengan proses produksi terputus; 8) Oleh karena mesin-mesin yang digunakan bersifat khusus maka dibutuhkan ahli pemeliharaan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang banyak; 9) Biasanya bahan-bahan dipisahkan dengan peralatan handling yang tetap (fixed path equipment) yang menggunakan tenaga mesin seperti ban berjalan (conveyor). Karakteristik proses produksi terputus (intermittent) menurut Assauri (1998) ialah sebagai berikut: 1) Biasanya produk dihasilkan dalam jumlah kecil dengan variasi yang sangat besar dan didasarkan atas pesanan;
12
2) Proses seperti ini biasanya menggunakan sistem atau cara penyusunan peralatan yang berdasarkan fungsi dalam proses produksi dimana peralatan yang sama dikelompokkan pada tempat yang sama; 3) Mesin-mesin yang dipakai dalam proses produksi ini yaitu mesin-mesin yang bersifat umum yang dapat digunakan untuk menghasilkan bermacam-macam produk dengan variasi yang hampir sama, dikenal dengan nama general purpose machines; 4) Oleh karena mesin-mesin bersifat umum dan biasanya otomatis maka pengaruh individual operator terhadap produk yang dihasilkan sangat besar; 5) Proses produksi tidak akan mudah terhenti walaupun terjadi kerusakan atau terhentinya salah satu mesin atau peralatan; 6) Oleh karena mesin-mesin bersifat umum dan variasi produknya besar, maka terdapat pekerjaan yang bermacam-macam, sehingga pengawasannya lebih sulit; 7) Persediaan bahan baku biasanya tinggi; 8) Biasanya bahan-bahan dipindahkan dengan peralatan handling yang bersifat fleksibel (varied path equipment) dengan menggunakan tenaga manusia seperti kereta dorong (forklift); 9) Dalam proses seperti ini sering dilakukan pemindahan bahan yang bolakbalik, sehingga perlu adanya ruang gerak yang besar dan ruang bahan-bahan dalam proses (work in process). 2.3.2
Strategi produksi Strategi
adalah
proses
pengambilan
keputusan
oleh
manajemen
perusahaan di dalam menentukan arah yang harus ditempuh perusahaan sehubung dengan lingkungannya (Ogawa 1986 vide Syafitri 2007). Strategi perusahaan dapat mempengaruhi aktivitas produksi itu sendiri.
Ada tiga jenis strategi
produksi, yaitu spesialisasi, diversifikasi, dan intergrasi. Spesialisasi terdiri atas diferensiasi produk dan pengurangan biaya.
Diferensisasi produk cenderung
meningkatkan spesialisasi dalam produk dan segmen pasar.
Sementara,
mereduksi biaya adalah pembentukan sikap mental perusahaan yang efektif untuk bertahan di dalam persaingan harga. Strategi diversifikasi terdiri dari tiga bentuk, yaitu berkaitan dengan teknologi yang ada, berkaitan dengan pasar yang telah ada
13
dan yang terakhir tidak berkaitan dengan teknologi maupun pasar yang ada. Integrasi itu sendiri berarti memperkenalkan inovasi teknologi mutakhir yang sangat berharga demi menaikkan daya saing perusahaan, apakah manajemen memutuskan dengan spesialisasi atau diversifikasi. Spesialisasi, diversifikasi, dan integrasi berhubungan satu dengan lainnya. Spesialisasi memerlukan adanya diversifikasi. Diversifikasi menghasilkan daya hanya bila pada masing-masing bidang dilakukan spesialisasi.
Integrasi
mendorong spesialisasi dan diversifikasi. 2.3.3
Proses produksi ikan teri nasi kering Proses pembuatan ikan teri nasi kering (chirimen) adalah dengan proses
pengeringan, dimulai dari ikan teri nasi hasil tangkapan nelayan payang teri didaratkan. Selanjutnya proses pengolahan diawali dengan pembersihan teri nasi yang diterima dari para nelayan. Ikan teri nasi yang sudah membusuk sebaiknya tidak ikut diolah.
Setelah pemilihan selesai, kemudian ikan teri nasi dicuci
dengan air dingin untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang tercampur dengan ikan, menghilangkan darah dan lendir. Isi perut dan insang ikan teri yang dicuci tidak perlu dibuang. Teri nasi dibersihkan dengan air bersih yang kemudian direbus dalam air mendidih dengan kadar garam 5-6% atau tidak menggunakan garam sama sekali pada suhu 1000-1030C.
Garam yang digunakan untuk
pembuatan ikan teri nasi kering (chirimen) berbeda dengan garam dalam pembuatan ikan teri nasi asin untuk pasar lokal.
Teri tersebut kemudian
dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari secara langsung. Teri tawar yang terbentuk ini perlu dijaga dari kontaminasi jamur jika tidak sempurna keringnya, karena hal ini bisa membuat warna ikan teri tidak bersih (kecoklatan) (Hutomo et al. 1987).
Selanjutnya, teri-teri yang kering
dilakukan proses sorting, yaitu pemisahan teri dari kotoran dan jenis ikan lain yang ikut tersaring dalam jaring nelayan. Langkah selanjutnya adalah proses pemisahan teri berdasarkan ukuran panjangnya (sizing).
Baru kemudian teri
tersebut melewati tahapan finishing yang kemudian dikemas dan siap didistribusikan. Terdapat dua jenis produk olahan ikan teri nasi, yaitu teri nasi kering asin mentah dan teri kering asin dengan perebusan, sedangkan berdasarkan proses
14
penggaramannya, dibagi menjadi teri nasi kering asin dan teri nasi kering tawar (chirimen). Produk yang akan diekspor biasanya memiliki kadar garam lebih rendah dibandingkan dengan kadar garam produk untuk pasar lokal, bahkan ikan teri nasi tujuan ekspor terkadang tidak menggunakan garam sama sekali. 2.4
Aspek Teknologi Penangkapan Dalam suatu proses penangkapan, keberhasilan sangat ditentukan oleh unit
penangkapan ikan yang ada. Unit penangkapan ikan terdiri dari alat tangkap yang digunakan, kapal/perahu penangkap, serta nelayan yang mengoperasikannya. Teknologi penangkapan ikan yang diterapkan pada unit penangkapan sangat mempengaruhi kinerja unit penangkapan ikan, sehingga mempengaruhi efektivitas kegiatan operasi penangkapan ikan. 2.4.1
Kapal perikanan Kapal perikanan adalah kapal yang digunakan dalam usaha perikanan
untuk aktivitas penangkapan, aktivitas penelitian, inspeksi atau pengawasan. Pada kapal perikanan dilakukan kerja menangkap, menyimpan dan mengangkut ikan (Nomura & Yamazaki 1977 vide Karyadi 2006). Kapal yang digunakan pada pengoperasian payang di berbagai daerah di Indonesia memiliki dimensi yang berbeda-beda.
Selain itu, mesin yang dipakai serta jumlah nelayan yang
mengoperasikan juga berbeda. Adriani (1995) vide Saptaji (2005) menjelaskan bahwa dengan bertambahnya kekuatan mesin akan mempercepat kapal menuju fishing ground, mempercepat waktu untuk kembali ke fishing ground, mempercepat waktu kembali ke fishing base, mempercepat kapal dalam melakukan pelingkaran gerombolan ikan pada saat operasi penangkapan ikan sehingga operasi penangkapan ikan menjadi lebih efisien. Kapal yang digunakan alat tangkap payang teri adalah perahu motor atau perahu berlayar (Subani & Barus 1989). Namun biasanya nelayan menggunakan perahu motor tempel dengan ukuran panjang kapal berkisar antara 14-17 meter. Tenaga penggerak yang digunakan adalah outboard engine. Kapal yang umum digunakan pada pengoperasian payang adalah kapal tradisional (perahu), dengan menggunakan motor tempel atau
outboard engine.
Perahu ini memiliki
15
konstruksi khusus, yaitu memiliki tiang pengamat yang disebut kakapa (Monintja 1991 vide Karyadi 2006). 2.4.2
Alat penangkapan teri Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan teri sangat beragam,
alat tangkap yang digunakan tergantung pada iklim, letak geografis, dan topografi perairan. Alat tangkap yang banyak digunakan adalah bagan, jaring pantai (beach seine), pukat kantong (danish seine) dan jermal (Hutomo et al. 1987). Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Indramayu adalah payang teri yang termasuk ke dalam jenis pukat kantong.
Payang termasuk alat yang
memiliki produktivitas tinggi, dikenal hampir di seluruh perairan laut Indonesia. Deskripsi payang menurut Subani dan Barus (1989) adalah besar mata mulai dari ujung kantong sampai ujung kaki berbeda-beda, bervariasi mulai dari 1 cm atau kurang dari 40 cm. Berbeda dengan trawl dasar yang memiliki tali ris atas yang lebih pendek daripada tali ris bawah, payang memiliki tali ris bawah yang lebih pendek. Tali ris bawah yang lebih pendek dari pada tali ris atas dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan ikan lolos ke arah bawah, karena payang dioperasikan pada lapisan permukaan air (water surface) dengan tujuan untuk menangkap jenis-jenis ikan pelagis yang membentuk kelompok (schooling) (Ayodhyoa 1981). Penangkapan ikan teri menggunakan payang dilakukan dengan cara mengganti bagian kantong (cod end) dari alat tersebut dengan ukuran mata jaring (mesh size) yang lebih kecil, yaitu menggunakan jaring kasa yang disebut waring agar ikan-ikan yang berukuran kecil dapat tertangkap. Waring yang digunakan pada payang mempunyai beberapa ukuran mata jaring yang kecil. Waring yang digunakan payang mempunyai mesh size terkecil (relatif rapat) yaitu 2 mm (Tumulyadi et al. 2000). Menurut Monintja (1991) vide Irnawati (2004), jaring pada payang terdiri atas kantong, dua buah sayap, dua tali ris, tali selambar, serta pelampung dan pemberat. Kantong merupakan satu kesatuan yang berbentuk kerucut terpancung, semakin ke arah ujung kantong jumlah mata jaring semakin berkurang dan ukuran mata jaringnya semakin kecil. Ikan hasil tangkapan akan terkumpul di bagian kantong ini.
Semakin kecil ukuran mata jaring, maka akan semakin kecil
16
kemungkinan ikan meloloskan diri.
Bentuk dan bagian-bagian alat tangkap
payang dapat dilihat pada Gambar 3. Tali Ris
Badan
Sayap
Kantong
Sumber : http://auxis.tripod.com/fishing.htm
Gambar 3 Bentuk dan bagian-bagian pada alat tangkap payang 2.4.3 Nelayan Jumlah nelayan yang mengoperasikan alat tangkap payang adalah 7-8 orang untuk payang kecil dan 16 orang untuk payang berukuran besar (Subani & Barus 1989). Masing-masing nelayan tersebut memiliki tugas, antara lain adalah kapten kapal (nahkoda), ABK, juru masak, dan lain-lain. 2.5
Teknologi Penanganan dan Pengolahan Teknologi penanganan dan pengolahan ikan merupakan tindak lanjut setelah
proses penangkapan. Fase ini sangat diperlukan untuk menjaga kualitas ikan agar tetap baik. Kualitas yang baik akan memberikan nilai jual yang tinggi. Teknologi pengolahan ikan dibagi menjadi pengolahan sebelum pendaratan dan pengolahan setelah pendaratan. 2.5.1 Penanganan (Handling) Penanganan (handling) adalah pengolahan diantara selang waktu sebelum pendaratan ikan dan sesaat setelah diadakan pengangkatan dari perairan, sampai pada saat ikan didaratkan di tempat pendaratan.
Penanganan ini bisa hanya
dengan menempatkan ikan pada palka dengan perbandingan ikan dengan es dalam palka yang tepat, dengan menggunakan teknologi pendingin pada palka atau dengan menggunakan garam sebagai pengganti es.
17
2.5.2 Pengolahan Proses pengolahan merupakan proses yang akan menghasilkan banyak produk dengan macam dan variasi. Proses pengolahan dilakukan sebagai suatu usaha untuk memanfaatkan ikan agar dapat digunakan semaksimal mungkin sebagai bahan pangan.
Ikan yang baru ditangkap dapat dipertahankan
kesegarannya untuk jangka waktu yang cukup lama, dapat diolah maupun diawetkan dalam berbagai bentuk bahan pangan. Pada dasarnya usaha-usaha tersebut pada mulanya hanya dengan memanfaatkan proses-proses alami saja yang dikerjakan secara tradisional, tetapi karena perkembangan ilmu dan teknologi, maka berkembang pula pembuatan alat-alat mekanis yang dapat menunjang dan mempercepat proses, memperbanyak produk akhir sekaligus memperbaiki mutunya. Faktor-faktor alami yang banyak dimanfaatkan adalah panasnya sinar matahari. Kandungan air dapat dikurangi, sehingga ikan menjadi kering dan awet dengan memanaskan ikan pada sinar matahari tersebut. Menurut Hadiwiyoto (1993), prinsip pengolahan dan pengawetan ikan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi empat golongan besar, yaitu: 1) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan memanfaatkan faktor-faktor fisikawi. Pada metode ini yang banyak dikerjakan adalah pemanfaatan suhu tinggi ataupun suhu rendah. Metode ini misalnya proses-proses pengeringan, pengasapan, sterilisasi (pengalengan), pendinginan, pembekuan, termasuk pula proses radiasi dan pengeringan beku. 2) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan menggunakan bahan-bahan pengawet. Tujuan penggunaan bahan pengawet antara lain: (1) Menghambat pertumbuhan mikroba. (2) Menghambat proses enzimatik. (3) Memberikan sifat fisikawi dan organoleptik (sensorik) yang khas yang dapat memberikan nilai estetika yang tinggi. Yang tergolong pada metode pengolahan dan pengawetan ini misalnya proses-proses penggaraman, pengasaman dan penggunaan bahan-bahan pengawet atau tambahan.
18
3) Pengolahan dan pengawetan ikan dengan metoda gabungan kedua metoda tersebut di atas.
Metode ini banyak dikerjakan untuk mencegah resiko
kerusakan lebih besar pada bahan, meningkatkan faktor keamanan dan kesehatan, peningkatkan tingkat penerimaan (aseptabilitas) produk dengan tidak mengurangi mutu hasil akhir. 4) Pengolahan yang bersifat merubah sifat bahan menjadi produk semi akhir (setengah jadi) atau produk akhir. Metode ini banyak dikerjakan misalnya pada pembuatan tepung ikan (penggilingan), pengolahan minyak ikan, pengolahan kecap ikan, pengolahan terasi dan sosis ikan. 2.6
Pengawetan dan Penggaraman Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua
proses, yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan.
Hasil akhir dari
pengawetan dengan proses penggaraman adalah ikan asin. Meskipun memiliki nilai gizi yang tinggi, ikan asin sering dianggap sebagai makanan masyarakat golongan rendah. 2.6.1
Penggaraman Menurut Afrianto dan Liviawaty (1994), secara garis besar selama proses
penggaraman terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan keluarnya cairan dari tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi. Cairan ini dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam memasuki tubuh ikan.
Semakin lama kecepatan proses pertukaran garam dan cairan tersebut
semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di luar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan.
Ketika sudah terjadi
keseimbangan antara konsentrasi garam di luar dan di dalam tubuh ikan, maka pertukaran garam dan cairan tersebut akan terhenti sama sekali. Pada saat itulah terjadi pengentalan cairan tubuh yang masih tersisa dan penggumpalan protein (denaturasi) serta pengerutan sel-sel tubuh ikan, sehingga sifat dagingnya berubah. Garam dapur (NaCl) adalah yang paling umum dan paling bayak digunakan untuk mengawetkan hasil perikanan daripada jenis-jenis bahan
19
pengawet atau tambahan lainnya. Menurut Moeljanto (1976) vide Sedjati (2006), garam dapur diketahui merupakan bahan pengawet paling tua yang digunakan sepanjang sejarah.
Garam dapur mempunyai daya pengawet tinggi karena
beberapa hal, antara lain: 1) Garam dapur dapat menyebabkan berkurangnya jumlah air dalam daging ikan, sehingga kadar air dan aktifitas airnya menjadi rendah. 2) Garam dapur dapat menyebabkab protein daging dan protein mikroba terdenaturasi. 3) Garam dapur dapat menyebabkan sel-sel mikroba menjadi lisis karena perubahan tekanan osmosis. 4) Ion klorida yang ada pada garam dapur mempunyai daya toksisitas yang tinggi pada mikroba, dapat memblokir sistem respirasinya. Pada pengolahan ikan asin dan pemindangan, pemakaian garam dapur menjadi sangat penting. Kadar garam yang digunakan berkisar antara 10-40% (tergantung metoda yang digunakan). Pada penggaraman basah, yaitu dengan menggunakan larutan, cukup dengan menggunakan kadar garam 10-15%, sedangkan pada penggaraman kering digunakan jumlah garam yang lebih banyak. Ikan yang telah mengalami proses penggaraman, sesuai dengan prinsip yang berlaku, akan mempunyai daya simpan yang tinggi karena garam dapat berfungsi menghambat atau menghentikan sama sekali reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat di dalam tubuh ikan. Garam menyerap cairan tubuh ikan, sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan bahkan akhirnya mematikan bakteri. Masing-masing organisme mempunyai toleransi yang berbeda terhadap osmosis dan larutan garam. Ragi dan cendawan lebih toleran dari pada sebagian besar bakteri, sehingga ragi dan cendawan lebih sering ditemukan tumbuh di atas makanan yang mempunyai kadar garam yang tinggi, seperti ikan asin (Winarno & Fardiaz 1973) vide Sedjati (2006). Penggaraman ikan dapat dilakukan dengan berbagai cara (Afrianto & Liviawaty, 1994), yaitu: 1) Penggaraman kering (dry salting) Penggaraman kering dapat digunakan baik untuk ikan yang berukuran besar maupun kecil.
Ikan disusun dalam wadah atau tempat kedap air dan
20
digarami dengan garam kristal.
Ikan disusun berlapis-lapis berselang-seling
dengan garam. Lapisan garam akan menyerap keluar cairan di dalam tubuh ikan, sehingga kristal garam berubah menjadi larutan garam yang dapat merendam seluruh lapisan ikan. 2) Penggaraman basah (wet salting) Proses penggaraman dengan sistem ini menggunakan larutan garam sebagai media untuk merendam ikan. Larutan garam akan mengisap cairan tubuh ikan, sehingga konsentrasinya menurun dan ion-ion garam akan segera masuk ke dalam tubuh ikan. 3) Penggaraman kombinasi (kench salting) Penggaraman ikan dilakukan dengan garam kering dan ditumpuk dalam wadah yang tidak kedap air, sehingga larutan yang terbentuk tidak tertampung. Untuk mencegah supaya ikan tidak dikerumuni lalat, hendaknya seluruh permukaan ikan ditutup dengan lapisan garam.
Penggaraman ini merupakan
penggaraman yang banyak dilakukan orang, jika menginginkan ikan asin berkadar garam tinggi. 4) Penggaraman diikuti proses perebusan Ikan pindang merupakan salah satu contoh ikan yang mengalami proses penggaraman yang diikuti dengan perebusan. Proses pembusukan ikan dicegah dengan cara merebusnya dalam larutan jenuh. 2.6.2 Pengeringan Pengeringan
adalah
suatu
metode
untuk
mengeluarkan
atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas.
Biasanya kandungam air bahan
tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya (Winarno et al. 1980 vide Tutianvia 2006). Beberapa kendala yang berpengaruh diantaranya adalah suhu dan kelembaban udara lingkungan, kecepatan aliran udara pengering, besarnya presentase kandungan air yang ingin dijangkau, efisiensi mesin pengering dan kapasitas pengeringannya (Suharto 1991 vide Tutianvia 2006). Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dengan volume menjadi lebih kecil, sehingga mempermudah dan menghemat ruang dalam
21
distribusi. Berat bahan juga menjadi berkurang. Sedangkan kerugiannya adalah sifat bahan asal dapat berubah, baik fisik maupun kimia (Winarno & Jennie 1984 vide Tutianvia 2006). Pengeringan ikan terjadi karena adanya perbedaan tekanan antar udara pengering dengan permukaan ikan dan antara permukaan ikan dengan bagian di dalamnya.
Ikan segar kira-kira mengandung air sebanyak 80%, dan melalui
proses pengeringan kandungan air tersebut diturunkan hingga 35%–45%. Peristiwa yang terjadi selama pengeringan meliputi dua proses, yaitu proses perpindahan panas berupa proses penguapan air dari dalam bahan atau proses perubahan massa uap air dari permukaan bahan ke udara (Earle 1969 vide Tutianvia 2006). Cara-cara pengeringan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu pengeringan (drying) dengan mengurangi kadar air menggunakan pengering alami (natural drying) dengan bantuan sinar matahari dan pengeringan menggunakan pengering buatan (artificial drying) atau pengering mekanis (mechanical drying) dengan alat mekanis (Murniyati & Sunarman 2000 vide Nugroho 2005). 2.7
Mutu Menurut Goetsch dan Davis (1994) mutu (quality) merupakan suatu
kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Gasperz (1992) menyatakan bahwa, konsep mutu lebih berkaitan dengan evaluasi subjektif dari konsumen, yaitu bahwa konsumen yang menilai sejauh mana tingkat mutu suatu produk yang dikonsumsi. Berdasarkan rumusan dari organiasasi pengendalian mutu Eropa (EOQC = the European organization for quality control) mutu didefinisikan sebagai totalitas keistimewaan dan karakteristik suatu produk atau jasa yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan atau kepuasan tertentu (Gasperz 1992). Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan yang membuat produk dan jasa yang digunakan memenuhi harapan-harapan pelanggan. Konsep mutu berorientasi pada keputusan total pelanggan (Feigenbaum 1992). Mutu suatu produk adalah penting dalam suatu perdagangan internasional untuk menghadapi pasar bebas. Industri-industri di Indonesia harus meningkatkan mutu
22
produk yang dihasilkannya karena hanya mutu terbaik yang diinginkan oleh konsumen dan mampu bersaing diperdagangan internasional (Irna 2001). 2.8
Pemasaran Menurut Kotler dan Amstrong (2001), pemasaran merupakan suatu proses
sosial dan manajerial yang membuat individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan, lewat penciptaan dan pertukaran timbal balik produk dan nilai dengan orang lain. Konsep yang melandasi pemasaran adalah kebutuhan, keinginan dan permintaan manusia. Kebutuhan adalah suatu pernyataan dari perasaan kurang. Keinginan adalah kebutuhan manusia yang dibentuk oleh budaya dan kepribadian seseorang, sedangkan permintaan adalah keinginan manusia yang didukung oleh daya beli (Kotler & Amstrong 2001). Batasan pemasaran mempunyai arti yang luas, mencakup berbagai konsep seperti penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (target market) dan pemberian kepuasan yang diinginkan kepada pelanggan secara lebih efektif dan efisien dari pada yang dilakukan pesaing. Perencanaan strategi (strategic planning) adalah proses mengembangkan dan memelihara strategi yang tepat antara tujuan dan kemampuan organisasi dengan peluang pemasaran yang berubah (Kotler 1997). Perencanaan strategi meliputi pendefinisian misi perusahaan secara jelas, penetapan tujuan pendukung, perancangan portofolio bisnis yang baik, serta pengkoordinasian strategi fungsional (Kotler & Amstrong 2001).
Strategi pemasaran terdiri dari prinsip-
prinsip dasar yang mendasari manajemen pemasaran untuk mencapai tujuan bisnis dan pemasarannya dalam pasar sasaran. Strategi pemasaran mengandung keputusan dasar tentang pengeluaran pemasaran, bauran pemasaran dan alokasi pemasaran, yang menurut Kotler (1997) merupakan campuran dari variable-variabel pemasaran yaitu produk, harga, distribusi dan promosi, yang dapat dikendalikan dan digunakan perusahaan untuk mengejar tingkat penjualan yang diinginkan dalam pasar sasaran. 2.9
Produksi Teri di Kabupaten Indramayu Menurut data yang tercatat di KKP (2010), Jawa Barat merupakan
penghasil teri terbanyak kedua di perairan Utara Jawa yaitu sebesar 111.066 ton
23
setelah Jawa Timur (172.921 ton). Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh dinas Kabupaten Indramayu selama periode tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Tabel 3 Data produksi teri di Kabupaten Indramayu periode tahun 2007–2011 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Total Produks Teri (Ton) 1.044,50 1.315,80 1.211,30 1.494,40 1.347,50
Sumber: Dinas Perikanan dan Ilmu Kelautan Kabupaten Indramayu 2011
Menurut BI (2005), produksi tangkapan ikan teri di Indramayu yang tercatat di 14 PPI di Kabupaten Indramayu pada tahun 2002 tercatat sebesar 1.823,9 ton dengan nilai Rp. 11.282 Milyar. Ikan teri nasi chirimen di Indramayu harganya berkisar antara Rp 30.000 sampai Rp 35.000 per kilogram pada tingkat pengusaha. Sementara itu, di Kabupaten Cirebon, harga ikan teri nasi berbeda dengan daerah lainnya.
Ikan teri nasi di Kabupaten Cirebon pada tingkat
pengusaha dijual seharga Rp 10.000 sampai Rp 14.000 per kilogram, sedangkan untuk ikan teri besar seharga Rp 8.000. Perbedaan harga jual yang begitu besar dengan daerah lainnya kemungkinan besar disebabkan cara pengolahan ikan teri yang berbeda dengan daerah lainnya. Pengasinan ikan teri nasi di daerah tersebut dilakukan dengan pengasinan tanpa perebusan, atau yang dikenal dengan nama pengasinan ikan teri mentah. Harga ikan teri nasi basah yang menjadi bahan baku utama untuk pengasinan ikan teri nasi ini juga bervariasi di masing-masing daerah. Harga teri nasi di Cirebon berkisar dari Rp 6.000 - Rp 8.500, sedangkan di Indramayu, harga beli ikan teri nasi basah antara Rp 11.000 - Rp 13.000.
24
3 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian
3.1
Pelaksanaan penelitian lapang dilakukan di CV Sumber Rejeki, Desa Dadap, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan pada bulan Maret-April tahun 2012. Peralatan
3.2
Alat digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Unit penangkapan payang teri; 2) Kuisioner; 3) Alat tulis; 4) Kamera; 5) Meteran; dan 6) Timbangan. 3.3
Metode Pengambilan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan cara pengambilan data secara langsung di CV Sumber Rejeki.
Misalnya, melalui wawancara langsung dengan pemilik perusahaan,
supervisor, bagian produksi, pihak pemasok (nelayan payang teri dan bakul), pihak dari perusahaan pengekspor, serta pihak Pangkalan Pendaratan Ikan Dadap. Pengumpulan sampel menggunakan teknik snowball sampling, yaitu teknik sampling yang semula berjumlah kecil kemudian responden mengajak temannya untuk dijadikan sampel, sehingga menjadi seperti snowball. Data primer dikumpulkan meliputi: 1) Unit Penangkapan; (1) Kapal (ukuran kapal, kapasitas tangki solar, dan jenis kapal); (2) Alat tangkap (jenis alat tangkap, ukuran, konstruksi bagian alat, dan bahan); (3) Perlengkapan kapal, alat bantu penangkapan, alat bantu navigasi; dan (4) Mesin (merk mesin dan kecepatan kapal).
25
2) Data berkaitan dengan teknik dan metode operasi meliputi cara operasi dan bagaimana operasi dilakukan; 3) Data berkaitan dengan lokasi asal ikan teri nasi ditangkap; 4) Data berkaitan dengan jumlah ikan teri nasi yang disuplay ke perusahaan pengolahan ikan teri nasi kering; (1) Jumlah ikan teri nasi yang didaratkan; (2) Jumlah ikan teri nasi yang disuplay nelayan (supplier) ke pabrik pengolahan; dan (3) Harga ikan teri nasi yang dijual ke perusahaan pengolahan ikan teri nasi kering. 5) Data berkaitan dengan proses pengolahan ikan teri nasi segar menjadi ikan teri nasi kering; (1) Proses penimbangan; (2) Proses pencucian; (3) Proses pentirisan; (4) Proses perebusan; (5) Proses penganginan; (6) Proses pengeringan; (7) Proses penimbangan; (8) Proses pengemasan; (9) Proses penyimpanan; dan (10) Garam yang digunakan (asal garam, jenis garam, dan jumlah garam yang digunakan). 6) Data berkaitan dengan mutu ikan teri nasi; (1) Strandar kualitas mutu ikan teri nasi ekspor; (2) Penanganan produksi ikan teri nasi ekspor; (3) Penanganan produksi ikan teri nasi lokal (reject); dan (4) Jumlah ikan teri nasi kering yang di pasarkan (pasar dalan negeri dan luar negeri). 7) Data tentang pemasaran meliputi; (1) Lokasi pemasaran; (2) Jumlah yang dipasarkan; dan
26
(3) Harga yang berlaku. 8) Data sekunder yang dikumpulkan meliputi; (1) Volume dan nilai produksi teri Kabupaten Indramayu; (2) Jumlah nelayan Kabupaten Indramayu; (3) Jumlah kapal yang beroperasi; (4) Keadaan umum Kabupaten Indramayu (letak geografi, topografi, luas wilayah, keadaan iklim, musim dan curah hujan). 9) Data-data lain yang menunjang. 3.4 Metode Analisis Data 3.4.1
Analisi deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui proses pengadaan bahan
baku ikan teri nasi yang dilakukan oleh perusahaan CV. Sumber Rejeki. Pengadaan bahan baku oleh perusahaan merupakan cara untuk mengetahui manajemen bahan baku yang dilakukan perusahaan CV. Sumber Rejeki. Bagaimana cara perusahaan mendapatkan bahan baku ikan teri nasi dan upaya yang dilakukan perusahaan untuk selalu bisa mendapatkan suplay bahan baku. 3.4.2
Analisis teknis Analisis teknis dilakukan dengan melihat faktor teknis dari unit
penangkapan ikan teri nasi yang digunakan. Analisis teknis meliputi metode pengoperasian alat tangkap, analisis unit penangkapan teri dan analisis efisiensi dari unit penangkapan. Kriteria yang digunakan dalam analisis efisiensi adalah hemat energi dan biaya, produksi dan produktivitas unit penangkapan. Analisis terknis dilakukan guna mengetahui manajemen penangkapan bahan baku (ikan teri nasi) oleh nelayan di Kabupaten Indramayu, yang akan menjawab tujuan manajemen bahan baku. 3.4.3
Analisis klasifikasi pola produksi Analisis
klasifikasi
pola produksi
dilakukan untuk
menganalisis
manajemen dan proses produksi. Analisis ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan wawancara langsung dengan bagian produksi pada saat penelitian. Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui kesesuaian manajemen produksi
27
terhadap pola produksi. Analisis ini meliputi proses produksi ikan teri nasi kering hingga pemasarannya. Analisis pemasaran dilakukan untuk melihat pasar dan peluang pemasaran dari hasil tangkapan yang didaratkan maupun ikan teri yang telah mengalami pengolahan.
Analisis pemasaran dapat dijelaskan secara deskriptif, dengan
mengamati dan melakukan wawancara terhadap semua pelaku sistem yang terkait dalam subsistem pemasaran yaitu diantaranya supplier dalam hal ini adalah nelayan, pengusaha pembuatan teri nasi olahan dan perusahaan pengekspor ikan teri nasi kering chirimen. 3.4.4 Analisis mutu Analisis mutu dilakukan untuk mengetahui kualitas atau mutu ikan hasil tangkapan. Analisis ini dilakukan pada bagian pengolahan ikan teri nasi yang akan berpengaruh terhadap pemasaran ikan teri nasi. Mutu perancangan adalah mutu yang direncanakan untuk menentukan spesifikasi produk. Mutu pembuatan produk adalah tingkat sejauh mana produk yang dibuat memenuhi atau sesuai dengan spesifikasi produk. Mutu pemasaran atau pelayanan berkaitan dengan tingkat sejauh mana dalam menggunakan produk itu memenuhi ketentuanketentuan dasar tentang pemasaran atau pemeliharaan dan pelayanan. Analisis mutu produk ikan teri nasi dapat dianalisis dengan menganalisis data yang diperoleh dari perusahaan. Data tersebut mengenai presentase ikan teri nasi olahan yang memenuhi kualitas ekspor dan tidak memenuhi kualitas ekspor dianalisis untuk mengetahui apakah proses berada dalam kendali atau di luar kendali dengan menggunakan peta kendali p. Jenis peta kendali dalam penelitian ini menggunakan peta kendali p. Peta kendali p digunakan untuk hal-hal yang berhubungan dengan proporsi dari produk ikan teri nasi olahan yang tidak memenuhi kualitas ekspor. Fungsi dibuatnya proporsi, yaitu untuk mengetahui banyaknya produksi ikan teri nasi yang tidak memenuhi kualitas ekspor dari total banyaknya ikan teri nasi olahan yang masuk atau diperiksa. Proporsi ikan teri nasi olahan yang tidak memenuhi kualitas ekspor didefinisikan sebagai rasio banyaknya ikan teri nasi olahan dalam contoh yang tidak memenuhi syarat spesifikasi mutu.
28
Data diperoleh dari data historis produksi perusahaan CV Sumber Rejeki selama 12 bulan.
Kriteria yang digunakan adalah teri nasi yang memenuhi
standar ekspor (kualitas baik) dengan teri nasi yang tidak memenuhi standar ekspor. Langkah-langkah yang digunakan dalam pembuatan peta kendali p, yaitu sebagai berikut: 1) Memilih karakeristik mutu ikan teri nasi yang akan diteliti, dimana karakteristik ikan teri nasi yang berkualitas baik adalah ikan teri nasi yang merupakan produk ekspor, yaitu chirimen. 2) Mengumpulkan data jumlah total produksi ikan teri nasi yang diproduksi CV. Sumber Rejeki, yang diteliti dari data historis produksi perusahaan CV. Sumber Rejeki selama 12 bulan, selama tahun 2011 (m=12). 3) Data yang diperikasa untuk dijadikan sampel (n) adalah data total produksi setiap bulan pada tahun 2011, dari sampel akan dibagi menjadi subgrup sampel (pn) yang diambil dari total produksi. Subgrup yang digunakan adalah data produk ikan teri nasi asin untuk pasar dalam negeri. 4) Menghitung proporsi produk ikan teri nasi asin untuk pasar dalam negeri yang terdapat pada setiap sampel dan memasukan ke dalam lembar data, maka digunakan rumus sebagai berikut:
5) Menentukan
batas-batas
kendali
percobaan
untuk
setiap
percobaan
berdasarkan rata-rata bagian yang ditolak diamati. Batas-batas tersebut adalah garis tengah (GT), batas kendali atas (BA) dan batas kendali bawah (BB) dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ̅
√̅ (
̅ ̅
̅) ̅
√̅ (
̅)
6) Mencatat data yang diperoleh, seperti pada tabel seperti berikut:
29
Tabel 4 Contoh tabel untuk pencatatan peta kendali p Bulan
Jumlah Produksi n (Kg)
Jumlah produk domestik pn (Kg)
p (% domestik)
% BA
% BB
% GT
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Rata-rata
7) Buat bagan peta kendali p dengan memasukkan data observasi kedalamnya. Perhatikan apakah proses tersebut berada dalam kendali atau diluar kendali. Jika % cacat berada diluar batas peta kendali, maka diputuskan melakukan tindakan korektif terhadap proses produksi karena telah berada di luar pengendalian.
30
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Umum Perusahaan 4.1.1
Sejarah perusahaan CV. Sumber Rejeki berdiri sejak tahun 1982 di Dadap, Indramayu.
Perusahaan ini pertama kali didirikan oleh Bapak H. Ikhwan, yang juga berperan sebagai pemilik tunggal perusahaan pengolahan ikan teri nasi.
Semula
perusahaan ini bergerak dalam bidang pengolahan ikan teri nasi asin untuk pasar dalam negeri. Namun, seiring banyaknya permintaan akan produk chirimen untuk pasar luar negeri, maka CV. Sumber Rejeki memulai untuk memproduksi chirimen. Perusahaan CV. Sumber Rejeki juga memproduksi jenis produk lain, yaitu cumi asin dan udang rebon. Perusahaan ini merupakan perusahaan terbesar dalam pengolahan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu, baik itu dalam hal pengolahan ikan teri nasi untuk pasar lokal maupun internasional. Saat ini CV. Sumber Rejeki memiliki beberapa cabang yang juga memproduksi produk yang sama, diantaranya adalah di Ciasem, Banyuwangi dan Prigi. Masing-masing anak perusahaan tersebut dikelola oleh keluarga dan orang kepercayaan Bapak H. Ikhwan. Masing-masing unit pengolahan ikan memiliki kemampuan berproduksi yang berbeda-beda. Unit pengolahan Dadap di Indramayu, yang juga merupakan unit pengolahan utama, memiliki kapasitas produksi dari pengadaan bahan baku hingga produk chirimen lulus sortir dan sizing. Sedangkan unit pengolahan di Ciasem, Prigi, dan Banyuwangi memiliki kemampuan produksi yang lebih kecil, yaitu pengadaan bahan baku sampai proses penjemuran atau pengeringan. Selanjutnya, produk ikan teri nasi hasil olahan dari unit pengolahan Ciasem akan dikirim ke unit pengolahan Dadap, untuk melewati proses selanjutnya. Sedangkan produk ikan teri nasi hasil olahan unit pengolahan Prigi dan Banyuwangi akan langsung dipasarkan. 4.1.2 Lokasi CV. Sumber Rejeki terletak di Desa Dadap, Kecamatan Juntinyat, Kabupaten Indramayu. Perusahaan ini memiliki dua tempat pengolahan, yaitu
31
tempat pengolahan utama dan tempat pengolahan pembantu. Areal tanah tempat pengolahan utama cukup luas. Areal ini dibagi menjadi dua, yaitu areal pabrik untuk pengolahan ikan teri nasi basah (raw material) menjadi ikan teri nasi kering (chirimen) dan areal untuk penjemuran. Areal untuk proses sortir dan pemisahan ukuran serta pengemasan produk chirimen lulus sortir dan sizing berada pada unit pengolahan pembantu. Pemilihan lokasi CV. Sumber Rejeki yang berada di dekat PPI Dadap merupakan pertimbangan yang tepat, karena dekat dengan bahan baku, sehingga perusahaan CV. Sumber Rejeki dapat meminimalkan biaya purchasing. Pemilihan lokasi perusahaan dekat dengan PPI Dadap juga dikarenakan produksi ikan teri terbesar di Kabupaten Indramayu berasal dari PPI tersebut, seperti pada Tabel 5. Lokasi unit pengolahan juga berdekatan dengan daerah pemukiman penduduk, sehingga tenaga kerja mudah didapatkan, karena perusahaan ini masih bersifat semi tradisional yang membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak. Lokasi unit pengolahan juga berdekatan dengan jalur transportasi, sehingga memudahkan proses distribusi produk. Tabel 5 Data produksi ikan teri di PPI Dadap tahun 2007-2011 Tahun
Jumlah Produksi Ikan Teri (Ton)
2007 2008 2009 2010 2011
785.590 189.199 18.954 68.530 36.697
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu,2011
Data produksi ikan teri nasi mengalami penurunan pada tahun 2009 dikarenakan pada tahun 2009 terjadi pencemaran lingkungan di daerah penangkapan ikan teri nasi, yaitu bocornya pipa unit pengilangan minyak Balongan. Sedangkan pada tahun 2011 terjadi penurunan produksi ikan teri nasi dikarenakan faktor cuaca dan banyaknya alat tangkap payang pada tahun 2009, yaitu 501 unit. 4.1.3
Fasilitas dan sarana perusahaan Lahan yang dimiliki oleh CV. Sumber Rejeki terletak pada ketinggian 3 m
32
di atas permukaan air laut dengan curah hujan rata-rata per bulannya adalah 200,08 mm dan rata-rata hari hujan per bulannya 3,25 hari. Lahan tersebut merupakan daerah pantai sehingga proses produksi yang harus dilaksanakan CV. Sumber Rejeki menjadi lebih mudah. Pada lahan unit pengolahan utama tersebut terdapat bangunan yang digunakan untuk ruangan cold storage, garasi mobil, kantor, tempat penimbangan, bak pencucian, bak perebusan, tempat penyimpanan keranjang dan sanoko, tempat penyimpanan garam, tempat penimbangan produk dan packing serta terdapat ruang istirahat, WC dan mushola untuk karyawan. Tempat penjemuran ikan juga terdapat di sana, tempat penjemuran ini berada di dekat pantai. Sedangkan pada lahan unit pengolahan pembantu terdapat ruangan sortasi dan sizing, selain itu terdapat pula tempat penjemuran. Fasilitas yang dimiliki unit pengolahan pembantu antara lain adalah meja, keranjang besar, dan keranjang kecil yang biasa digunakan untuk proses sortir dan sizing. Satu unit blower juga terdapat di sana. Layout lahan unit utama pengolahan dan pembantu terdapat pada Lampiran 2. CV. Sumber Rejeki memiliki fasilitas yang cukup baik jika dibandingkan dengan perusahaan pengolahan ikan teri nasi lain yang berada di Kabupaten Indramayu. Namun, jika untuk dibandingkan dengan perusahaan pengolahan ikan teri nasi seperti PT. KML (Kelola Mina Laut) dan PT. MPI (Madura Prima Interna) memang masih cukup jauh bersaing. Berikut adalah rician dan penjelasan fasilitas yang dimiliki CV. Sumber Rejeki: 1) Blong Peralatan ini terbuat dari plastik dan berbentuk selinder.
Blong
mempunyai kapasitas untuk menampung bahan baku (ikan teri nasi) 80-100 kg. Blong berfungsi sebagai tempat atau wadah untuk menyimpan ikan teri nasi basah setelah di tempat pengadaan bahan baku dan membawanya ke unit pengolahan.
33
Gambar 4 Blong wadah ikan teri nasi 2) Boks fiber Boks fiber ini berfungsi untuk wadah ikan teri nasi ketika direndam. Proses perendaman ini merupakan pengganti dari proses pencucian. Hal ini hanya berlaku untuk ikan teri nasi tujuan pemasaran lokal.
Gambar 5 Boks fiber tempat ikan teri nasi 3) Irig/keranjang Ada dua macam irig yang digunakan dalam proses pengolahan, yaitu irig kecil dan irig besar.
Irig digunakan dalam proses penimbangan, pencucian,
penirisan hingga perebusan. Irig tersebut merupakan wadah seperti keranjang yang terbuat dari plastik. Irig untuk proses penimbangan memiliki kapasitas hingga 35 kg, sedangkan irig kecil untuk proses pencucian, penirisan dan perebusan memiliki kapasitas 2 kg saja.
Gambar 6 Irig tempat ikan teri nasi
34
4) Alat timbang Alat timbang yang digunakan selama proses pengolahan ikan teri nasi ini terdiri dari dua macam jenis timbangan, yaitu timbangan gantung dan timbangan duduk. Timbangan gantung digunakan untuk mengukur berat ikan teri nasi hasil tangkapan nelayan pada proses timbang 1 dan proses timbang 2. Timbangan ini memiliki kemampuan ukur hingga 100 kg. Sedangkan timbangan duduk memiliki kemampuan maksimal untuk mengukur berat hingga 60 kg. Timbangan jenis ini digunakan dalam proses penimbangan produk olahan ikan teri nasi.
Gambar 7 Timbangan duduk dan timbangan gantung ikan teri nasi 5) Bak pencucian Bak pencucian digunakan untuk tempat mencuci bahan baku.
Bak
pencucian ini terbuat dari semen, batu bata dan porselen. Setiap bak pencucian memiliki saluran pemasukan dan pembuangan air. CV. Sumber Rejeki memiliki 5 buah bak pencucian.
Gambar 8 Bak pencucian ikan teri nasi
35
6) Kerangka penirisan Kerangka penirisan ini berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan irig kecil pada saat setelah pencucian dan setelah perebusan. Perangkat ini terbuat dari kayu dan bambu.
Gambar 9 Kerangka penirisan ikan teri nasi rebus 7) Bak perebusan CV. Sumber Rejeki memiliki dua buah bak perebusan ikan.
Bak
perebusan ini berfungsi sebagai tempat merebus ikan. Bak ini terbuat dari bahan semen dan batu bata. Bak perebusan ini dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pembuangan air.
Selain itu terdapat kayu-kayu yang berfungsi sebagai
pembatas agar irig-irig tersebut tidak hanyut ketika dalam proses perebusan. Gambar bak perebusan dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Bak perebusan ikan teri nasi 8) Sanoko Sanoko digunakan sebagai tempat meletakkan ikan pada saat penjemuran. Alat ini berupa wadah seperti tempayan hanya saja terbuat dari bingkai kayu berbentuk persegi panjang dengan alas waring. Di atas wadah tersebut ikan teri nasi diratakan agar menyebar rata sehingga ikan teri nasi tidak bergerombol dan cepat kering. Kapasitas sanoko ini adalah 1-2 kg.
36
Gambar 11 Sanoko tempat menjemur ikan teri nasi 9) Rak Penjemuran Rak penjemuran ini berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan sanoko pada saat penjemuran ikan teri nasi.
Perangkat ini terbuat dari bambu.
Ketinggian rak-rak penjemuran ini adalah satu meter dari permukaan tanah.
Gambar 12 Rak penjemuran ikan teri nasi 10) Cold Storage Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk menyimpan bahan selama proses produksi serta untuk menyimpan produk akhir yang telah dikemas. CV. Sumber Rejeki hanya memiliki satu unit cold storage, namun cold storage yang dimiliki CV. Sumber Rejeki merupakan yang terbaik dan terbesar yang ada di Kabupatern Indramayu untuk cold storage ikan teri nasi.
Gambar 13 Cold storage penyimpanan ikan teri nasi
37
11) Blower Alat ini digunakan dalam proses penganginan ikan yaitu dengan cara menghembuskan angin pada ikan. Hal tersebut bertujuan untuk membersihkan ikan teri dari debu-debu ikan yang hancur.
Blower juga berfungsi untuk
memisahkan ikan teri nasi berdasarkan ukuran ikan. 12) Sarana Transportasi Sarana transportasi yang digunakan untuk pengangkutan bahan baku ikan teri nasi dari daerah pengadaan ke unit pengolahan menggunakan torca (motor beca). Torca adalah alat transportasi beca yang tidak lagi menggunakan tenaga manusia untuk menggerakkannya melainkan dengan menggunakan mesin motor. Sedangkan sarana transportasi untuk pemasaran produk ikan teri nasi domestik menggunakan mobil bak terbuka. Mobil boks berpendingin digunakan untuk pemasaran produk ikan teri nasi ekspor. Mobil ini merupakan mobil dari perusahaan pengekspor, yang akan datang untuk mengambil produk di unit pengolahan CV. Sumber Rejeki.
Gambar 14 Alat yang digunakan mendistribusikan ikan teri nasi 13) Sarana penunjang produksi lainnya Sarana penunjang produksi ikan teri nasi kering terdiri dari tempat penyimpanan garam, tempat penyimpanan sanoko, tempat penyimpanan irig, dan kardus untuk kemasan ikan teri nasi kering.
Gambar 15 penyimpanan irig wadah ikan teri nasi
38
4.2 Manajemen Bahan Baku Manajemen bahan baku dibutuhkan dalam suatu perusahaan untuk memperkirakan kebutuhan akan bahan baku, sehingga proses produksi akan terus berjalan.
Manajemen bahan baku sangat berkaitan dengan proses pengadaan
bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan dan manajemen penangkapan bahan baku yang dilakukan oleh nelayan. 4.2.1
Pengadaan bahan baku Pengadaan bahan baku pada CV. Sumber Rejeki didapatkan dari pemasok
yang berada di sekitar perusahaan, biasanya dari nelayan atau bakul yang melakukan pembongkaran di PPI Dadap. Bahan baku yang digunakan yaitu ikan teri nasi (Stolephorus comerrsonii). Untuk mendapatkan bahan baku tersebut, perusahaan melakukan kerjasama dengan nelayan yang menangkap ikan teri nasi secara langsung maupun melalui bakul (supplier). Supplier (bakul) merupakan koordinator dari para nelayan. Kerjasama yang dilakukan ini bersifat terikat, sehingga nelayan atau supplier harus menjual ikan teri nasi hasil tangkapannya kepada perusahaan. Kerjasama ini tercipta dikarenakan perusahaan yang membutuhkan ikan teri nasi dan nelayan yang membutuhkan pinjaman uang saat tidak melaut. Selain itu, CV. Sumber Rejeki juga memberikan pinjaman modal kepada nelayan atau supplier seperti pembelian kapal/perahu, alat penangkapan ikan, mesin dan peralatan lainnya. Namun, hal itu tidak menutup kemungkinan bagi CV. Sumber Rejeki untuk mendapatkan bahan baku dari pemasok lain, hal ini terjadi apabila pemasok tidak dapat mencukupi permintaan yang diinginkan CV. Sumber Rejeki. Pemasok tersebut berasal dari PPI Glayem, PPI Tegal Agung, PPI Lembangan, PPP Eretan Kulon, PPP Eretan Wetan, dan PPI Karangsong, yang semuanya berada di Kabupaten Indramayu.
Perusahaan juga terkadang
mendapatkan pasokan bahan baku ikan teri nasi dari luar Kabupaten Indramayu, seperti dari Ciasem (Subang), Cirebon, Brebes, Tegal bahkan dari Muncar, Jawa Timur ketika ikan teri nasi di sekitar Indramayu tidak ada. Hal tersebut dilakukan agar perusahaan terus berproduksi dan tidak tutup. Ikan teri nasi yang berasal dari luar Indramayu ini berdampak pada harga jual produk teri nasi, baik itu ikan teri nasi asin atau chirimen yang lebih mahal
39
dikarenakan adanya penambahan biaya pada pengadaan bahan baku.
Jumlah
bahan baku yang diperoleh dari wilayah-wilayah pengadaan tersebut berbedabeda.
Perbedaan ini dipengaruhi oleh banyaknya ikan yang ditangkap oleh
nelayan. Namun, jika perusahaan tidak mendapatkan bahan baku ikan teri nasi darimanapun, perusahaan tidak akan memproduksi dan akan tutup sementara hingga bahan baku diperoleh kembali. Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan, bakul akan mengawasi turunnya ikan teri nasi hasil tangkapan hingga hasil tangkapan tersebut dibawa ke perusahaan pengolahan chirimen atau pasar. Pengawasan turunnya ikan teri nasi itu dilakukan agar tidak ada penjualan ikan teri nasi illegal. Namun, bagi nelayan yang langsung bekerjasama dengan perusahaan tanpa bakul, mereka terkadang melakukan penjualan ikan teri nasi nasi hasil tangkapannya secara illegal ke pembeli lain dengan harga yang tinggi, terutama pada saat musim paceklik. Terjadinya penjualan illegal tersebut dikarena tidak ada pengawasan dari pihak perusahaan untuk mengawasi proses turunnya hasil tangkapan di pelabuhan. Harga ikan teri nasi yang dibeli perusahaan secara langsung dari nelayan per kilogram adalah Rp 16.000 sedangkan jika perusahaan membelinya melalui bakul (supplier) maka harganya Rp 17.000. Terdapat perbedaan harga pembelian ikan teri nasi dari nelayan dan bakul sebesar Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per kilogram. Harga tersebut merupakan harga saat ikan teri nasi sulit didapatkan (musim barat), namun jika sedang musim puncak harga tersebut berubah menjadi sangat murah, biasanya Rp 10.000 hingga Rp 11.000 per kilogram bahkan pernah mencapai harga Rp 8.000 per kilogram. Perbedaaan harga Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per kilogram antara ikan teri nasi yang berasal dari nelayan dan bakul merupakan harga yang tidak seberapa bagi perusahaan, karena ikan teri nasi yang didapatkan dari bakul (yang memiliki nelayan sendiri) bermutu lebih baik daripada ikan teri nasi yang didapatkan dari nelayan yang tidak bekerjasama dengan bakul. Bahan baku didapatkan dari unit penangkapan payang teri (gemplo) yang melakukan bongkar muat di PPI Dadap, Juntinyat, Indramayu. Menurut data yang didapat dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu 2007, jumlah
40
payang teri di PPI Dadap tercantum pada Tabel 6. Kapal payang teri yang digunakan berukuran 7 m hingga 9 m dengan mesin 16–24 PK. Kapal tersebut tidak menjual semua hasil tangkapan ikan teri nasi ke CV. Sumber Rejeki. Tabel 6 Jenis dan jumlah alat tangkap PPI Dadap tahun 2007-2011 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Alat Tangkap Payang (unit) 207 207 501 421 421
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu 2011
Jumlah alat tangkap payang pada tahun 2009 meningkat karena pada tahun 2008 pemilik payang di PPI Dadap mendapat banyak keuntungan dari jumlah hasil tangkapan ikan teri nasi yang banyak, 189.199 ton. Tahun 2010 jumlah alat tangkap payang menurun dikarenakan jumlah hasil tangkapan ikan teri nasi yang menurun ketika tahun 2009. Penurunan hasil tangkapan pada tahun 2009 selain cuaca buruk, juga dikarenakan jumlah payang teri yang banyak pada 2009, sehingga pemilik payang mengalami kerugian. Maka, pada tahun 2010 banyak pemilik payang yang menjual alat tangkap payang mereka. Kapal payang teri pada umumnya melakukan trip one day fishing setiap harinya tergantung cuaca dan musim, sehingga ikan teri hasil tangkapannya masih dalam keadaan segar. Maka dalam menangani hasil tangkapan nelayan hanya menggunakan es balok atau es curah.
Penggunaan es balok atau es curah
bertujuan untuk menjaga mutu bahan baku. Ikan teri nasi yang telah tertangkap disimpan di dalam wadah berupa strerofoam, ember atau blong. Kemudian diberi es balok atau es curah. Biasanya nelayan menggunakan es balok yang kemudian dihancurkan sedikit kasar. Namun, penggunaan es dalam penanganan ikan teri tidak dapat menjamin ikan teri tetap segar dan bermutu baik, kadang kala ada pula ikan teri nasi yang sudah dalam keadaan rusak (badan hancur). Perusahaan masih tetap membeli ikan teri nasi yang bermutu kurang baik tersebut dan biasanya diproses untuk pasar lokal, sedangkan untuk pasar ekspor biasanya ikan teri yang bermutu baik, yakni warna putih transparan, ukuran rata dan badan utuh. Hanya 20% dari ikan teri nasi yang bermutu baik, sehingga dapat diproduksi oleh CV. Sumber Rejeki
41
untuk dijadikan produk chirimen, sedangkan 80% lainnya masih bermutu kurang baik dan diolah menjadi produk ikan teri nasi asin. Ikan Teri Nasi Segar Pegolahan Ikan Teri Nasi
Mutu Kurang Baik (Badan tidak utuh)
Mutu Baik (Badan utuh)
Ikan Teri Asin Kering
Chirimen
Gambar 16 Pemisahan ikan teri nasi berdasarkan mutu 4.2.2
Manajemen penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu Manajemen penangkapan ikan teri nasi dapat diketahui dengan
menggunakan analisis teknis. Deskripsi teknis unit penangkapan, metode dalam pengoperasian alat tangkap dan efisiensi teknis dari unit penangkapan teri nasi yang ada di Kabupaten Indramayu. Efisiensi teknis dilakukan untuk mengetahui konsumsi
bahan
bakar
tenaga
penggerak,
produksi
dan
produksivitas
penangkapan yang ada di Kabupaten Indramayu. 1) Unit Penangkapan Unit penangkapan ikan terdiri dari kapal/perahu yang digunakan dalam proses penangkapan ikan, alat tangkap yang digunakan dalam proses penangkapan ikan dan nelayan yang melakukan proses penangkapan ikan.
Berikut adalah
uraian tentang unit penangkapan dalam manajemen penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu. (1) Kapal/Perahu Kapal yang digunakan oleh nelayan Indramayu untuk menangkap ikan teri nasi adalah kapal motor tempel. Kapal motor tempel yang digunakan biasanya memiliki panjang (L) 7–9 m; lebar (B) 2,5–3,5 m; dan dalam (D) 1,5– 2,5 m. Kapal tersebut terbuat dari kayu jati dengan umur teknis kapal rata-rata 15 tahun.
42
Tenaga penggerak kapal berupa mesin tempel dengan kekuatan 16–24 PK dengan umur teknis mesin rata-rata 5 tahun. Umur teknis kapal dan mesin tergantung dari perawatan dan pemakaian dari masing-masing nelayan.
Perawatan dan perbaikan biasanya dilakukan
nelayan 6 bulan atau 1 tahun. Perawatan tersebut dengan cara membersihkan bagian kapal dari teritip dan mengecat ulang kapal, sedangkan mesin setiap 4 bulan sekali diganti olinya atau hanya ditambahkan saja olinya jika kurang. Servis mesin hanya dilakukan ketika rusak saja. Gambar mesin dapat dilihat di Lampiran 3. Kapal ini tidak dilengkapi dengan palka ikan. Untuk menyimpan hasil tangkapan menggunakan blong, yaitu semacam drum yang terbuat dari plastik. Kapal dilengkapi dengan tiang-tiang penyanggah tiang horizontal dan dua buah tiang tegak terbuat dari bambu sebagai penyangga tiang horizontal. Tiang-tiang tersebut digunakan untuk membuat rumah-rumahan dari terpal jika turun hujan. (2) Alat Tangkap Nelayan di Kabupaten Indramayu menangkap ikan teri nasi dengan menggunakan alat tangkap payang teri. Alat tangkap payang teri terbagi dari tiga bagian, yaitu sayap, badan dan kantong. Konstruksi dan ukuran alat tangkap payang di Kabupaten Indramayu disesuaikan dengan jenis kapal yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan teri nasi. Payang teri terbuat dari bahan jaring PE (polyethylene) multifilament yang dijurai pada bagian badan dan sayap sedangkan pada bagian kantong menggunakan bahan waring. Waring adalah semacam bahan jaring yang terbuat dari PE, namun telah dimodifikasi sedemikian rupa oleh pabrik, sehingga memiliki mesh size yang sangat kecil. Desain payang teri nasi ini terbagai atas dua bagian, yaitu bagian atas (upper) dan bagian bawah (lower). Tali ris bawah lebih pendek dari pada tali ris atas, sehingga sayap bagian atas (upper) lebih panjang dibandingkan dengan bagian bawah (lower). Tujuan tali ris bawah lebih pendek dari pada tali ris atas adalah untuk menghindari ikan teri lolos ke arah vertikal. Panjang sayap upper keseluruhan adalah 98 meter, sedangkan panjang sayap lower adalah 95 meter.
Bagian sayap yang lebih
menjorok ke dalam memiliki ukuran mata jaring sebesar 4 cm dengan ukuran
43
sayap lebih panjang 3 meter dari pada sayap yang ada di bagian bawah (lower) dengan jumlah mata ke arah panjang sebanyak 75 mata. Ukuran mata jaring bagian atas akan semakin mengecil dari bagian sayap sampai kantong. Bagian sayap terdiri dari sayap kanan dan sayap kiri memiliki dua bagian yang sama panjang dengan struktur terbagi menjadi 3 bagian, yaitu sayap depan, sayap tengah dan sayap belakang. Sayap bagian depan memiliki ukuran mata jaring yang lebih besar dari pada mata jaring sayap bagian tengah, sayap bagian tengah memiliki mata jaring yang lebih besar dari pada mata jaring sayap bagian belakang (ukuran ◊ sayap depan > ukuran ◊ sayap tengah > ukuran ◊ sayap belakang). Ukuran mata jaring sayap depan adalah 40 cm dengan jumlah mata ke panjang sebanyak 125 mata dan panjang 50 meter. Sayap bagian tengah memiliki ukuran mata jaring 20 cm dengan jumlah mata ke panjang sebanyak 150 mata dengan panjang 30 meter. Sedangkan sayap bagian belakang memiliki ukuran mata jaring masing-masing adalah 5 cm dan 4 cm dengan jumlah mata ke panjang masing-masing 300 mata dan 75 mata. Panjang total sayap bagian belakang adalah 18 meter. Sayap bagian depan dan tengah memiliki ukuran yang sama antara bagian lower dan upper. Ukuran mata jaring pada bagian lower adalah 5 cm dengan jumlah mata ke arah panjang sebanyak 300 mata dan panjang totalnya adalah 15 meter. Hal yang membedakan antara bagian lower dan upper adalah pada bagian sayap. Bagian sayap lower lebih pendek daripada bagian sayap upper, sehingga bagian badan lower berukuran lebih panjang dibandingkan dengan badan upper. Desain badan bagian bawah (lower) memiliki ukuran dan dimensi yang relatif sama dengan bagian atas (upper). Panjang total badan lower adalah 9 meter, yang terdiri dari dua bagian yaitu bagian depan dan bagian belakang. Mata jaring depan berukuran 4 cm dengan banyak mata ke arah vertikal 175 mata dan panjang 7 meter. Ukuran jaring badan lower bagian belakang adalah 0,7 cm dengan banyak mata secara vertikal 280 mata dan panjang 2 meter. Bagian badan untuk desain upper terdiri atas 2 jenis ukuran mata jaring yaitu ukuran 4 cm dan 0,7 cm dengan panjang keseluruhan mencapai 6 meter.
Mata jaring 4 cm
memiliki jumlah mata ke arah panjang sebanyak 100 mata dengan panjang 4
44
meter dan mata jaring 0,7 cm memiliki jumlah mata ke arah panjang sebanyak 280 mata dengan panjang 2 meter. Bagian kantong (code end) terbuat dari bahan waring dan memiliki dua warna, yaitu hijau tua pada bagian depan dan hijau muda pada bagian belakang (ujung). Bagian kantong berwarna hijau tua memiliki panjang 4,5 meter dan waring berwarna hijau muda memiliki panjang 3,5 meter. Panjang keseluruhan desain kantong adalah 8 meter dengan lebar 7 meter. Desain kantong memiliki ukuran dan warna yang sama untuk upper dan lower. Ukuran mata jaring pada bagian kantong sangat kecil yaitu 0,1 cm atau 10 mm. Payang teri memiliki 4 buah pelampung yang terbuat dari bahan gabus bekas atau dirigen bekas. Jumlah pemberat yang digunakan sebanyak 14–19 buah dengan berat kurang lebih 1–2 kg untuk masing-masing pemberat. Pemberat yang digunakan terbuat dari botol oli bekas yang diisi semen. Desain alat tangkap payang teri dapat dilihat pada Lampiran 4. (3) Nelayan Nelayan di Kabupaten Indramayu terbagi menjadi dua, yaitu nelayan juragan dan nelayan pandega. Nelayan di Kabupaten Indramayu sebagian besar merupakan nelayan penuh dan hanya sebagian kecil saja yang nelayan sambil utama yang pekerjaan sampingannya adalah menjadi buruh pabrik dan buruh tani. Jumlah nelayan dalam setiap pengoperasian alat tangkap payang teri biasanya antara 5–10 orang. Pembagian kerja masing-masing nelayan adalah 1 orang sebagai juru mudi (nahkoda), 1 orang sebagai pencari ikan teri, 1 orang bertugas membersihkan kapal setelah selesai operasi, dan 1 orang yang membetulkan alat tangkap yang rusak serta sisanya adalah sebagai ABK yang membantu dalam mengoperasikan alat tangkap payang teri. Namun, pada saat pengoperasian alat tangkap terutama ketika pengangkatan jaring (hauling), semua nelayan ikut melakukan penarikan alat tangkap payang teri, kecuali juru mudi. Pendapatan nelayan berasal dari hasil tangkapan yang ditentukan berdasarkan sistem bagi hasil. Penjualan hasil tangkapan akan langsung dibagi menjadi dua, yaitu pemilik kapal dan ABK. Hasil pembagian ABK akan dibagi lagi dengan jumlah ABK yang ikut melaut secara merata. Sedangkan bagian
45
pemilik kapal, hasil yang peroleh akan dikurangi dengan biaya melaut. Biaya melaut tersebut diantaranya adalah biaya bahan bakar, es, dan ransum. 2) Metode operasi penangkapan ikan Pengoperasian alat tangkap payang teri di Kabupaten Indramayu dilakukan pada pagi hingga siang hari. Nelayan berangkat dari fishing base sekitar jam 04.00 dan kembali ke pelabuhan sekitar pukul 12.00 atau 14.00. Nelayan payang teri di Kabupaten Indramayu melakukan usaha penangkapan setiap hari pada musim barat, kecuali pada cuaca buruk, upaya penangkapannya menurun. Sedangkan pada musim timur, usaha penangkapannya 3-4 hari dalam seminggu. Jumlah penurunan jaring (setting) pada saat musim teri dalam satu kali trip penangkapan sebanyak lebih kurang 12-20 kali dan 3-7 kali saat musim paceklik. Rata-rata waktu yang digunakan dalam satu kali setting adalah 6-10 menit dan lama waktu pada saat hauling (proses pengangkatan jaring) adalah 8-15 menit. Jarak waktu dari satu setting ke setting berikutnya adalah sekitar 10-45 menit, hal ini dikarenakan nelayan memerlukan waktu untuk menentukan daerah tangkapan atau yang dikenal dengan istilah hunting. Selain itu, jeda waktu dari satu setting ke setting berikutnya biasa dimanfaatkan nelayan untuk memulihkan tenaga untuk hauling berikutnya. Tahap pengoperasian payang teri terdiri atas hunting, setting dan hauling. Hunting adalah tahap mencari ikan, biasanya dilakukan oleh nelayan sambil berdiri mengawasi ke arah permukaan laut.
Nelayan dapat mengetahui
keberadaan gerombolan ikan teri ditandai dengan adanya buih-buih berwarna putih di permukaan laut. Segera mungkin akan dilakukan setting setelah nelayan menemukan
gerombolan
ikan.
Setting
dilakukan
dengan
cara
nelayan
melemparkan pelampung terlebih dahulu kemudian menurunkan salah satu sisi jaring dan pemberat secara perlahan. Kemudian kapal terus bergerak membentuk lingkaran hingga alat tangkap payang teri tersebut dapat melingkari gerombolan ikan teri. Tahap selanjutnya adalah hauling, pada tahap ini kapal akan berhenti dan mesin akan dimatikan. Selajutnya jaring payang teri ditarik ke kapal. Penarikan jaring dimulai dasi sisi sebelah kiri lambung kapal dengan cara menarik tali selambar secara cepat dan dan bersama-sama oleh semua nelayan, kecuali
46
nahkoda/juru mudi. Setelah bagian selambar dan badan diangkat, selanjutnya adalah bagian kantong yang terbuat dari waring, yang merupakan bagian paling terakhir diangkat ke kapal. Teri nasi hasil tangkapan tersebut dimasukan ke dalam blong yang telah diberi es. 3) Efisiensi teknis Efisiensi teknis memiliki hubungan dengan efisiensi dari unit penangkapan ikan. Kriteria yang digunakan dalam rangka penilaian efisiensi teknis meliputi: (a) Hemat biaya dan energi Jumlah penggunaan bahan bakar dalam satu kali trip dapat dijadikan penilaian untuk mengatakan suatu unit penangkapan hemat biaya dan energi atau tidak. Hal tersebut dikarenakan bahan bakar dibutuhkan untuk mengoperasikan suatu unit payang teri. Biasanya alat tangkap payang teri membutuhkan solar sebanyak 20 liter dan oli mesin sebanyak 2–5 liter untuk 3 bulannya. Jumlah bahan bakar ini tergantung pada jarak yang ditempuh untuk menuju fishing ground serta lamanya proses hunting. Pengoperasian alat tangkap payang teri rata-rata setiap harinya adalah 10 jam untuk satu kali trip. Mesin kapal dinyalakan rata-rata dalam waktu 7 jam untuk satu kali trip pada waktu menuju fishing ground, hunting, setting dan kembali ke fishing base, sedangkan selebihnya mesin kapal dimatikan. Berdasarkan hal tersebut dapat dihitung konsumsi bahan bakar untuk satu kali trip penangkapan ikan teri dengan menggunakan payang teri. Mesin membutuhkan 32,29 liter, sedangkan biasanya nelayan hanya menggunakan 20 liter solar per trip. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan bakar solar cukup hemat. Namun, itu tergantung pada jarak dari fishing base ke fishing ground. (b) Meningkatkan produksi dan produktivitas Berdasarkan wawancara dengan nelayan, diketahui produksi yang hasilkan oleh nelayan payang teri per trip operasi adalah sekitar 100 kg pada saat musim puncak, 40 kg pada musim sedang dan 20 kg pada saat musim paceklik. Jumlah produksi yang dihasilkan perkekuatan mesin kapal (PK) untuk payang teri pada musim puncak, sedang dan paceklik masing-masing adalah 5 kg; 2 kg; dan 1 kg.
47
Produksi ini merupakan produksi rata-rata yang diperoleh nelayan di Kebupaten
Hasil tangkapan (catch) dalam Kg
Indramayu. 1.600.000 1.400.000 1.200.000 1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000 2007
2008
2009 Tahun
2010
2011
Gambar 17 Jumlah total produksi teri nasi (catch) tahun 2007 – 2011 di Kabupaten Indramayu Berdasarkan Gambar 17 dapat dilihat bahwa produksi tertinggi terjadi pada tahun 2010 dengan nilai produksi
1.494.400 kg per tahun dan produksi
terendah terjadi pada tahun 2007 dengan nilai produksi 1.044.500 kg per tahun. Produktivitas pada tahun 2010 adalah 7.547,475 kg per trip, sedangkan nilai produktivitas pada tahun 2007 adalah 5.275,253 kg per trip. Secara keseluruhan rata-rata produksi teri nasi Kabupaten Indramayu pada tahun 2007-2011 adalah sebesar 1.282.700 kg per tahun dengan nilai produktivitas rata-rata 1.295,657 kg per trip. Berdasarkan Gambar 17 juga dapat dilihat bahwa produksi penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Hal tersebut berhubungan dengan pola musim penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu. Seperti wilayah Indonesia lainnya, iklim di pesisir Jawa Barat bagian utara dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan dua musim yaitu musim barat dan musim timur (Dishidros 2000 vide Supriyadi 2008). Berikut adalah pola musim penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu: Puncak
Barat
Sedang
Peralihan
Paceklik
Timur Des Jan
Feb Mar
Apr
Mei Jun
Jul
Agu Sept Okt
Nov
Gambar 18 Pola musim penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu
48
Musim puncak terjadi antara bulan Desember hingga Maret, namun Maret akhir sudah merupakan musim peralihan hingga Mei. Musim paceklik terjadi pada bulan Juni hingga Agustus, sedangkan September hingga November merupakan musim peralihan dari musim paceklik ke musim puncak, pada bulan ini ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu sudah mulai banyak hal tersebut dapat dilihat dari jumlah produksi ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki yang meningkat pada bulan-bulan tersebut. Sedangkan pada musim puncak, jumlah ikan teri nasi yang banyak di perairan Kabupaten Indramayu, namun upaya penangkapannya kurang. Kapasitas produksi pengolahan ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki sekitar 2,5 ton per hari dan sekitar 900 ton per tahun, sedangkan di Desa Dadap terdapat sekitar 2 perusahaan pengolahan ikan teri nasi serupa. Namun dari 3 perusahaan pengolah ikan teri nasi di Desa Dadap, hanya 2 diantaranya yang mengekspor produk olahan ikan teri nasi, dan kapasitas produksi ikan teri nasi di perusahaan selain CV. Sumber Rejeki lebih sedikit. Begitu juga dengan kapasitas produksi pengolahan produk chirimen yang tidak sebanyak CV. Sumber Rejeki. Jumlah armada yang semakin bertambah setiap tahunnya dan terpusatnya daerah penangkapan di fishing ground 2-3 mil dan peningkatan upaya penangkapan yang terus menerus merupakan penyebab penurunan ikan yang dikeluhkan nelayan. Upaya penangkapan atau jumlah armada yang ada harus diefektifkan, dimana sedapat mungkin upaya yang dilakukan tidak melebihi kondisi pengusahaan maksimum.
Mengurangi upaya penangkapan dapat
menurunkan biaya operasional total dan secara tidak langsung dapat memberikan kesempatan kepada sumberdaya ikan teri nasi yang ada untuk melakukan pemulihan sumberdaya (berproduksi). Penurunan upaya dapat dilakukan dengan tidak melebihi upaya optimum akan dapat meningkatkan produktivitas penangkapan pada tahun-tahun berikutnya secara bertahap. Kontrol upaya penangkapan harus dilakukan agar produktivitas penangkapan tetap stabil dan mengalami peningkatan. 4.3 Manajemen Produksi Produksi merupakan aktivitas dalam mengolah bahan mentah menjadi bahan jadi ataupun bahan setengah jadi. Produksi yang dilakukan pada CV.
49
Sumber Rejeki adalah mengolah bahan mentah, yaitu ikan teri nasi basah (raw material) menjadi bahan setengah jadi yaitu ikan teri nasi kering, baik ikan teri nasi asin ataupun chirimen. Selain produk ikan teri nasi asin dan chirimen, perusahaan juga memproduksi produk lain, antara lain yaitu udang rebon dan cumi-cumi asin. Perusahaan tidak setiap hari mendapatkan stok ikan teri nasi ketika sedang musim paceklik, tergantung dari hasil tangkapan nelayan, sehingga ketika musim teri nasi paceklik perusahaan jarang melakukan produksi, apalagi untuk produksi chirimen ekspor. Hal ini berkaitan dengan biaya produksi yang mahal. Proses produksi dapat dibedakan menjadi dua jenis (Assauri 1998), yaitu yang bersifat terputus (intermittent) dan proses produksi yang bersifat terus menerus (continuous). Ikan teri nasi asin merupakan produk olahan ikan teri nasi yang diasinkan dengan menggunakan garam. Produk ini merupakan produk yang paling banyak diproduksi oleh CV. Sumber Rejeki. Produk ini adalah produk yang dipasarkan untuk tujuan lokal (dalam negeri). Chirimen merupakan produk olahan ikan teri nasi yang diolah dengan cara yang hampir sama dengan produk ikan teri nasi asin, hanya saja ada beberapa perbedaan dalam pengolahannya. Diantara perbedaan tersebut adalah pada perbedaan penggunaan garam dalam proses perebusan ikan teri nasi tersebut. Chirimen yang diproduksi memiliki dua jenis olahan, yaitu chirimen BS (belum sortir dan sizing) dan chirimen sudah lulus sortir dan sizing. Sedangkan produk udang rebon dan cumi-cumi asin adalah produk tambahan jika perusahaan mendapatkan bahan bakunya. Produksi udang rebon dan cumi-cumi asin ini tidaklah sebanyak produksi ikan teri nasi asin dan chirimen karena CV. Sumber Rejeki memang hanya fokus untuk produksi kedua produk tersebut. Proses produksi yang dilakukan oleh CV. Sumber Rejeki dalam pengolahan produk chirimen lulus sortir dan sizing merupakan proses produksi semi modern, karena dalam beberapa prosesnya sudah menggunakan mesin sebagai alat bantunya. Sedangkan untuk produk chirimen BS, ikan teri nasi asin, udang rebon atau cumi-cumi asin masih bersifat tradisional. Namun bila ditinjau dari segi manajerial perusahaan, perusahaan ini belum menerapkan sistem
50
manajerial dan struktur organisasi yang baik. Kendali untuk semua kegiatan dan pemecahan masalah langsung diambil alih oleh pemilik perusahaan.
Maka
perusahaan ini masih tergolong bersifat tradisional, karena dapat dilihat dari sistem manajerial dan kendali dari pemecahan masalah yang langsung bersumber pada pemilik perusahaan. Secara garis besar, proses produksi yang berlangsung di CV. Sumber Rejeki dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu proses I dan proses II. Proses I dimulai dari mulai proses timbang 2 di unit pengolahan sampai proses penjemuran. Sedangkan proses II diawali dengan proses sortasi sampai pengepakan. Proses produksi yang dilakukan oleh CV. Sumber Rejeki meliputi proses-proses yang ditunjukan untuk mengubah bahan mentah yaitu ikan teri nasi basah (raw material) menjadi ikan teri nasi kering (dried small fish) yang digunakan untuk kebutuhan komersial. Diagram alir proses produski dapat dilihat pada Gambar 19 dan Lampiran 6. Namun, sebelum dilakukan proses I dan proses II, ikan teri nasi yang diterima oleh CV. Sumber Rejeki, akan melewati beberapa proses. 4.3.1 Proses timbang I Proses timbang dilakukan di daerah-daerah pengadaan bahan baku. Proses timbang I hanya dilakukan untuk lokasi penangkapan yang letaknya berjauhan dengan unit pengolahan. Proses timbang ini menggunakan timbangan gantung. Bahan baku ikan teri nasi basah yang telah ditangkap oleh para nelayan ditimbang terlebih dahulu di pos timbang. Bahan baku yang sudah ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam blong dan diberi es. Bahan baku yang ditimbang tersebut dicatat mengenai berat, harga dan nama supplier-nya. Pencatatan ini dilakukan oleh supervisor bagian pengadaan dan supplier dalam bentuk nota. Nota juga diberikan kepada nelayan sebagai tanda pembayaran terhadap bahan baku yang telah dijualnya. Untuk pembayaran ikan teri nasi yang dijual ke CV. Sumber Rejeki, para supplier mendapat bayaran dari perusahaan sebesar Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per kilogram.
51
4.3.2
Receiving Pembuatan produk chirimen melalui serangkaian proses, diawali dengan
penerimaan bahan baku dari pemasok. Ketika musim puncak, perusahaan dapat menerima ikan teri nasi lebih dari 200 kg setiap harinya dari pemasok sekitar perusahaan, dalam hal ini adalah ikan teri yang berasal dari PPI Dadap. Namun terkadang ada pemasok dari pelabuhan lain yang menjual ikan teri nasi ke perusahaan. Ikan teri nasi yang diterima umumnya masih dalam kondisi segar, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan adanya ikan teri nasi yang bermutu rendah seperti badan ikan teri yang sudah tidak utuh. Perusahaan memisahkan ikan teri bermutu tinggi dan yang bermutu rendah secara keseluruhan dari masingmasing nelayan, karena tenaga kerja (penyortir) CV. Sumber Rejeki sudah terbiasa dapat mengetahui mutu ikan teri nasi yang diterima. Dalam hal harga, perusahaan tidak membedakan antara ikan teri nasi yang bermutu tinggi dengan ikan teri nasi bermutu rendah. Nelayan membawa ikan teri nasi ke perusahaan dengan menggunakan boks styrofo-foam, ember atau blong.
Kemudian ikan teri dipindahkan ke
keranjang dan ditimbang. Selanjutnya perusahaan membayar tunai ikan teri nasi tersebut. Boks styrofo-foam memiliki kapasitas 30-35 kg bahan baku ikan teri nasi. Ember memiliki kapasitas 5-10 kg ikan teri nasi, sedangkan blong memiliki kapasitas 80-100 kg bahan baku ikan teri nasi. 4.3.3 Proses I Produk ikan teri nasi asin dan teri nasi chirimen, baik itu cihirimen BS atau chirimen lulus sortir dan sizing akan melewati tahap ini. Namun terdapat perbedaan perlakuan untuk ketiga produk tersebut.
Berikut akan dipaparkan
proses kegiatan yang termasuk dalam proses I. 1) Proses timbang 2 Proses ini bertujuan untuk mengukur penyusutan berat bahan baku dan mengetahui kualitas bahan baku selama perjalanan dari daerah pengadaan sampai
52
ke unit pengolahan. Sehingga pada proses pengolahan selanjutnya bahan baku dapat diberi perlakuan yang tepat. Proses penimbangan dan alat yang digunakan pada proses timbang 2 sama dengan proses timbang 1. Proses timbang 2 terjadi di unit pengolahan. Selain untuk mengecek penyusutan berat bahan baku dan kualitas mutu dari proses timbang 1, proses timbang juga digunakan untuk mengetahui berat bahan baku ikan teri nasi dari nelayan atau supplier yang melakukan penangkapan dekat dengan unit penangkapan. 2) Pencucian bahan baku Ikan teri yang masih diletakkan dalam keranjang tersebut dicuci dengan menggunakan
air
bersih
dan
mengalir.
Hal
tersebut
bertujuan
untuk
membersihkan ikan teri nasi yang akan diolah bersih dari kotoran atau benda asing yang melekat pada tubuh ikan. Pencucian ini dilakukan di bak pencucian. Bak pencucian ini terbuat dari bahan semen, batu bata, dan porselen. Setiap bak pencucian memiliki saluran pemasukan dan pembuangan air. Tahap awal proses pencucian yaitu ikan teri nasi basah dipindahkan ke dalam irig kecil (sejenis keranjang terbuat dari plastik). Kapasitas irig kecil ini memiliki kapasitas lebih kurang 2 kg. Proses pemindahan ini dilakukan oleh satu orang. Irig kecil yang telah berisi bahan baku tersebut kemudian direndam ke dalam bak pencucian yang telah diisi air ledeng (PAM). Perlakuan dalam proses pencucian ini dengan cara mengaduk ikan perlahan-lahan saat direndam dalam proses pencucian ini dengan menggunakan tangan yang telah dilapisi dengan sarung tangan plastik (untuk proses perlakuan ikan teri nasi tujuan ekspor, sedangkan untuk ikan teri nasi tujuan lokal tidak menggunakan sarung tangan).
Setelah dicuci di bak pertama, ikan teri nasi
kemudian dipindahkan ke bak cuci kedua. Kemudian dicuci di bak ketiga dengan pelakuan yang sama seperti pada perlakuan pencucian di bak pertama. Untuk ikan teri nasi tujuan ekspor pencucian dilakukan hingga tiga kali. Sedangkan untuk ikan teri nasi tujuan lokal hanya diberi air saja untuk merendam ikan teri nasi sesaat sebelum direbus. Ikan teri nasi tersebut direndam pada boks fiber.
53
3) Proses penirisan Bahan baku yang telah dicuci dan masih dalam irig tersebut akan dibiarkan beberapa saat hingga tiris. Proses penirisan ini dilakukan dengan tujuan untuk menurunkan air yang merupakan sisa-sisa air pencucian. Penggunakan irig untuk meletakkan ikan teri nasi adalah untuk memudahkan air mengalir saat pencucian dan penirisan. Proses penirisan ini dilakukan dengan meletakkan irig pada kerangka penirisan dan dibiarkan beberapa saat. Tenaga kerja yang bertugas melakukan pekerjaan ini adalah orang yang sama dengan yang bertugas melakukan pencucian bahan baku ikan teri nasi. 4)
Proses perebusan Tahap selanjutnya adalah proses pemasakan ikan teri nasi, dengan cara
direbus dalam air garam yang mendidih, yaitu pada suhu 1000 – 1030C. Lamanya proses pemasakan ini bergantung pada ukuran ikan, untuk ikan teri nasi cukup dalam waktu 1–2 menit saja, sedangkan untuk ikan teri besar proses pamasakan biasa dalam waktu 7–10 menit. Sebelum tahap ini dilakukan, maka perlu persiapan. Persiapan-persiapan tersebut meliputi pengisian air bejana perebusan dan menyalakan kompor. Air untuk mengisi bejana ini menggunakan air PAM. Saat menjelang air mendidih garam dimasukkan ke dalam bejana yang telah terisi 200 liter air. Setelah air mendidih dan garam telah larut maka proses perebusan mulai dilakukan. Proses perebusan yang disertai penggaraman ini bertujuan untuk mengurangi kadar air, membunuh mikroorganisme dan meningkatkan citrarasa ikan. Garam yang digunakan dalam proses pemasakan ikan teri nasi tujuan ekspor (chirimen) adalah 10 kg. Hal tersebut dikarenakan permintaan dari negara tujuan yang menginginkan ikan teri nasi tersebut memiliki tingkat kadar garam yang rendah. Biasanya kadar garamnya berkisar 3-6%. Sedangkan untuk ikan teri nasi tujuan lokal, air yang digunakan untuk merebus adalah sebanyak 200 liter air, sedangkan garam yang digunakan adalah 50–60 kg. Hal tersebut dikarenakan kebiasaan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat di Pulau Jawa yang menyukai makanan asin, sehingga ikan teri nasi diolah menjadi produk teri nasi asin dengan kadar garam 30-40%.
54
CV. Sumber Rejeki memiliki dua buah bejana perebusan, dimana masingmasing bejana ini dapat merebus 8 irig sekaligus. Pengadukan akan dilakukan tiga kali selama proses perebusan ini, yaitu pada awal perebusan, pertengahan dan pada akhir perebusan. Pengadukan ini bertujuan agar tingkat kematangan ikan merata. Ciri-ciri ikan yang matang adalah ikan akan mengambang saat direbus dan ikan tidak berlendir. Jika ikan yang direbus memiliki ciri-ciri tersebut maka sudah dapat dipastikan ikan tersebut telah matang dan proses perebusan akan segera dihentikan. Garam yang digunakan untuk pembuatan chirimen adalah garam dengan grade A yang memiliki warna putih tanpa kotoran, karena jika garam yang digunakan kotor, maka akan berpengaruh terhadap warna produk chirimen. Garam yang biasa digunakan untuk pembuatan chirimen biasa dipasok dari daerah Losarang di Kabupaten Indramayu. Namun, jika pemasokan garam dari Losarang kurang, maka perusahaan akan membeli garam di Cirebon yang biasanya garam tersebut adalah garam impor yang berasal dari India dengan harga yang cukup mahal dibandingkan garam grade A dari Losarang, yaitu Rp 1.100 per kg. Sedangkan garam impor grade A yang berasal dari India dibeli dari Cirebon hanya dengan Rp 1.400 per kg. Selain memasok garam grade A, perusahaan juga membeli garam biasa tanpa grade yang digunakan untuk perebusan ikan teri nasi tujuan pasar lokal. Garam ini dibeli dengan harga Rp 700 hingga Rp 800 per kg.
Perusahaan
membeli garam tersebut dari Losarang atau Cirebon. Kualitas garam dan air untuk merebus merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam proses perebusan.
Oleh karena itu CV. Sumber Rejeki
memperhatikan betul kualitas garam yang dipakai dan air yang digunakan untuk proses perebusan. CV. Sumber Rejeki juga memiliki standar kapan air untuk proses perebusan diganti dan ditambahkan garam kembali. 5) Proses penganginan ikan Proses penganginan ikan ini bertujuan untuk menurunkan air rebusan dan untuk menurunkan suhu ikan.
Setelah ikan direbus dan matang, ikan akan
ditiriskan hingga air rebusan yang terbawa berkurang, hingga setengah kering.
55
Selanjutnya ikan teri tersebut akan disebarkan secara merata dengan menggunakan ayakan yang berdiameter lubang 1,5 cm di sanoko. Sanoko adalah wadah seperti tempayan hanya saja terbuat dari bingkai kayu berbentuk persegi panjang dengan alas waring. Di atas wadah tersebut ikan teri nasi diratakan agar menyebar rata, sehingga ikan teri nasi tidak bergerombol dan cepat kering. Kemudian sanoko tersebut akan dijemur dengan cara disusun dan dianginkan hingga tidak terlalu panas dan uap panasnya hilang. Apabila cuaca bagus dan ada sinar matahari, maka ikan akan langsung dijemur. Namun jika cuaca buruk atau mendung, maka ikan akan dimasukkan ke dalam cold storage untuk mencegah terjadinya penurunan mutu. 6) Proses penjemuran Proses penjemuran (pengeringan) ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam ikan, memperpanjang daya simpan ikan dan memenuhi permintaan konsumen. Kekeringan untuk ikan teri nasi pasar ekspor (chirimen) dan pasar lokal berbeda, dikarekan kadar garam yang terkandung di dalamnya berbeda. Kadar garam ikan teri nasi untuk tujuan pasar lokal yang tinggi dapat menghambat bakteri tumbuh sehingga ikan teri nasi hanya dijemur sampai setengah kering. Sedangkan chirimen yang memiliki kadar garam rendah, sehingga rasanya hampir tawar membutuhkan waktu pengeringan yang sedikit lebih lama hingga teri nasi benar-benar kering. Proses pengeringan ini dilakukan secara tradisional, yaitu dengan bantuan sinar matahari dan dilakukan bila cuaca bagus. Ikan-ikan yang dijemur berasal dari proses penganginan ikan atau ikan-ikan yang disimpan dalam cold storage karena setelah proses penganginan cuaca tidak mendukung untuk melakukan penjemuran. Ikan teri nasi dijemur di atas rak penjemur. Waktu penjemuran ini sekitar 1 hari (± 8 jam). Pada proses ini dilakukan pembalikan ikan teri yang bertujuan untuk meratakan tingkat kekeringan ikan. Pembalikan dilakukan 2-3 kali. Pembalikan pertama dilakukan dengan bantuan sanoko yang lain.
Ikan yang ada akan
dipindahkan ke sanoko yang baru dengan cara dibalik, kemudian diratakan dengan tangan agar tidak menggumpal. Sedangkan pembalikan kedua dilakukan
56
dengan cara mengumpulkan ikan ditengah-tengah sanoko yang kemudian akan disebar lagi secara merata dengan menggunakan tangan. Ikan teri akan dijemur hingga kadar air yang terkandung pada ikan teri nasi untuk tujuan ekspor (chirimen) mencapai 20-33%. Hal tersebut merupakan standar baku produk untuk tujuan ekspor. Namun apabila ikan teri nasi belum kering dan cuaca tidak bagus, maka ikan akan dipindahkan ke sanoko timbun yang kemudian akan disimpan ke dalam cold storage. 4.3.4
Proses 2 Kegiatan yang termasuk proses 2 ini diantaranya adalah proses sortasi
(sorting), proses sizing, proses penimbangan dan proses pengemasan (packing). Perlakuan pada setiap alur kegiatan ini akan berbeda untuk tiap-tiap produk yang diproduksi CV. Sumber Rejeki. Produk ikan teri nasi asin untuk tujuan pasar dalam negeri dan produk chirimen BS tidak akan melewati tahap proses kegiatan sortasi dan sizing. Produk-produk tersebut akan langsung ditimbang dan dikemas untuk kemudian dipasarkan atau disimpan dalam cold storage. Sedangkan produk chirimen lulus sortir dan sizing akan melewati tahap sortir dan sizing yang kemudian akan ditimbang dan dikemas. Berikut adalah uraiannya: 1) Proses sortasi Sorting atau proses sortasi merupakan tahap setelah ikan teri nasi kering. Tahap ini merupakan proses yang hanya dilakukan pada produk chirimen dengan permintaan lulus sortir dan sizing. Sedangkan untuk ikan teri nasi asin tujuan dalam negeri serta produk chirimen BS tidak dilakukan sortasi dan pemisahan ukuran (sizing), melainkan langsung ditimbang dan dikemas untuk segera dipasarkan. Proses sorting ini merupakan proses dimana chirimen dipisahkan dari kotoran dan ikan lain yang masih tercampur. Selain itu, dalam proses ini chirimen yang badannya sudah tidak utuh (patah) akan dipisahkan dengan ikan teri nasi yang badannya masih utuh (tidak patah). Hal tersebut karena pasar ekspor tidak menerima ikan teri nasi kering chirimen dengan kondisi tersebut. Ikan teri nasi kering (chirimen) harus memiliki 95% kadar chirimen bersih.
57
Proses ini dilakukan setelah ikan kering (setelah proses penjemuran). Sortasi dilakukan dalam sebuah ruangan tersendiri yang dilengkapi dengan sara penunjangnya, seperti meja, kursi, dan alat tampi. Proses ini dilakukukan secara manual dengan mengunakan jari tangan untuk memilah ikan teri yang berbadan utuh dan yang patah. Sedangkan untuk memisahkan ikan teri nasi yang sudah hancur menjadi bubuk dan yang tidak, pekerja akan menampi produk tersebut. Produk ikan teri chirimen untuk tujuan ekspor memiliki cirri-ciri ikan bersih, utuh (tidak patah) dan warnanya putih cerah. Untuk menunggu proses selanjutnya (sizing), produk ikan yang bermutu ekspor tersebut disimpan dalam basket kering dan bersih. 2) Proses sizing Proses sizing adalah proses dimana chirimen dikelompokkan berdasarkan ukurannya. Proses sizing ini menggunakan alat atau mesin sizing yang memungkinkan adanya produksi massal (banyak) dan memudahkan pekerjaan. Selain itu, dengan digunakannya mesin sizing ini, ukuran untuk chirimen akan seragam. Setelah chirimen melewati proses sortasi, maka selanjutnya adalah proses pemisahan chirimen berdasarkan ukurannya. Sizing yang dilakukan perusahaan masih konvensional, karena peralatan yang digunakan perusahaan ini adalah mesin sizing yang hanya berupa blower.
Blower yang pada prinsipnya
memisahkan teri berdasarkan berat dan ringannya massa teri (weight grader). Hal tersebut mengasumsikan, bahwa berat teri akan merepresentasikan panjang sesuai size yang ditentukan.
Semakin ringan teri yang terkena blower maka akan
semakin jauh letak jatuhnya yang kemudian dikategorikan pada ukuran tertentu. Begitu pula sebaliknya, semakin berat teri maka lokasi jatuhnya akan semakin dekat dengan blower. Pada mesin sizing terdapat lima laci, laci pertama untuk ukuran medium, laci kedua untuk ukuran small, laci ketiga untuk ukuran short and small, laci keempat dan kelima untuk sisa debu atau kotoran pada ikan teri nasi. Petak laci pada mesin sizing terbuat dari triplek. Berdasarkan keterangan dari pihak perusahaan, bila ditinjau dari segi keakuratan, pemisahan tersebut masih berkisar 75-80%. Tidak menutup kemungkinan teri-teri tersebut akan tetap tercampur dalam size yang berbeda,
58
terhalang jaring pada alat eksisting ataupun masih tercampurnya barang lain (komponen non teri) seperti kawat. Ini menyebabkan adanya tambahan waktu untuk pemisahan secara manual untuk teri yang berada pada jaring. Adanya penambahan waktu juga dikarenakan harus dilakukannya proses sizing dengan beberapa kali siklus atau perputaran proses. Dilakukannya proses sizing berulang untuk benar-benar memastikan bahwa teri nasi dalam kondisi yang bersih, sehingga terkadang perusahaan melakukan proses sizing secara manual seperti sortasi, dengan menggunakan tenaga manusia untuk memilah ikan teri nasi berdasarkan ukurannya. Perusahaan masih belum banyak memproduksi produk chirimen lulus sortir dan pemisahan ukuran, sehingga penggunaan mesim blower masih kurang dan lebih banyak bergantung pada pemisahan ukuran yang dilakukan oleh tenaga manusia.
Kurangnya perusahaan dalam memproduksi produk chirimen lulus
sortir dan pemisahan ukuran ini dikarenakan perusahaan pengekspor lebih sering memesan produk chirimen BS, karena harganya yang jauh lebih murah. Perusahaan pegekspor akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar walau proses sortasi dan sizing akan dilakukan di perusahaan pengolahan miliknya, karena mesin pemisah ukuran yang dimiliki perusahaan pengekspor sudah modern. Standar ukuran chirimen ini terbagi menjadi 4 kategori, yaitu size SS, S, M, dan L. Namun, hal tersebut tidak menutup kemungkinan konsumen (pasar) internasional menginginkan ukuran MS, yaitu ukuran dengan komposisi 65% ukuran M dan 35% ukuran S. Ukuran (size) SS adalah berkisar antara 0,5-1 cm. Ukuran S berada diantara 1-2 cm. Ukuran 2-3 cm merupakan ukuran untuk M dan size L memiliki kisaran ukuran lebih dari 3 cm. 3) Proses penimbangan Produk ikan teri yang diproduksi CV. Sumber Rejeki akan ditimbang sebelum dikemas. Baik itu produk ikan teri nasi asin, chirimen BS ataupun chirimen lulus sortir dan sizing. Produk tersebut akan ditimbang sesuai dengan ukuran yang tertera pada kemasan. Biasanya 15 kg per kemasannya.
59
4) Proses pengemasan Chirimen yang seukuran akan dikemas dalam suatu kardus sembari ditimbang di atas timbangan. Setelah beratnya sesuai dengan yang tertera dalam kardus, maka kardus yang berisi chirimen tersebut akan ditutup dengan kertas koran dan kardus akan diselotip. Proses pengemasan ini bertujuan untuk melidungi produk dari pengaruh luar yang dapat menyebabkan kerusakan produk, serta untuk mempermudah dalam proses distribusi. Proses dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga manusia. Pengemasan produk disesuaikan dengan ukuran produk. Dalam satu kemasan hanya terdapat satu jenis ukuran untuk produk chirimen, kecuali untuk produk chirimen BS dan ikan teri nasi asin, karena ukuran produk bukanlah standar untuk pemasaran, sehingga ukuran produk masih tercampur. Kemasan yang digunakan adalah kardus. Kardus yang digunakan adalah kardus bekas kemasan makanan lain yang akan dilapisi koran. Peggunaan koran masih belum baik dan tidak sesuai dengan standar kesehatan, namun penggunaan koran dan kardus bekas ini hanya dilakukan pada produk ikan teri nasi asin untuk pasar dalam negeri saja, sedangkan untuk produk chirimen penggunaan kardus sudah cukup baik dengan adanya kardus yang diberikan oleh perusahaan pengekspor. Namun sesampainya di perusahaan pengekspor, kemasan kardus tersebut akan diganti dengan kemasan papan kertas dengan tipe double wall (lapisan bergelombang dinding ganda). Proses pengemasan yang dilakukan di perusahaan pengekspor akan dimulai dengan pengecekan kualitas ikan teri nasi kering (chirimen) apakah layak untuk dikemas atau tidak. Jika produk layak untuk dikemas, maka produk akan langsung dikemas. Sedangkan jika produk tidak layak kemas, maka produk akan dikembalikan ke bagian produksi untuk dilakukan proses ulang. Layak kemas atau tidaknya produk chirimen ini bergantung pada ukuran ikan, kepatahan, kekeringan dan warna ikan. Setelah melewati proses pengecekan, chirimen tersebut akan dikemas. Cara pengemasan ini pertama-tama dengan melapisi papan kertas dengan plastik. Papan kertas ini memiliki kapasitas berat bersih 5 kilogram.
Kemasan ini
merupakan kemasan yang aman dan dapat membuat produk chirimen tahan lama
60
karena kemasan tersebut merupakan kemasan kedap udara. Produk chirimen akan dimasukkan ke dalam plastik sembari ditimbang yang kemudian akan di press hingga tidak ada udara di dalamnya, yang kemudian dikemas dalam kemasan papan kertas. 4.3.5
Penyimpanan Chirimen yang telah dikemas dengan menggunakan kardus akan langsung
dipasarkan jika perusahaan pengekspor memintanya. Namun jika perusahaan pengekspor belum meminta, maka chirimen tersebut akan disimpan di dalam cold storage dengan suhu antaa -10oC hingga -20oC. Begitu pula dengan ikan teri nasi untuk tujuan lokal, akan disimpan di cold storage sebelum akhirnya dipasarkan. Berikut adalah alur produksi ikan teri nasi.
61
Proses I
Proses II A
Row material
Timbang I, timbang II
Jemur
Tidak Sesuai Ya
Tidak Sesuai
Sortasi Ya Tidak
Cuci
Sesuai Ya
Tidak Sesuai
Sizing Ya Tidak
Rebus dan Penggaraman
Sesuai Ya Ikan Teri Rebus
Packing
Penirisan
Finish good
Ikan Teri Rebus (Kering air)
Cold Storage
Tidak Panas
Cold Storage
Ya Jemur
A Gambar 19 Diagram alir proses pengolahan produk teri nasi kering chirimen dan produk teri nasi asin di CV. Sumber Rejeki 4.4 Manajemen Mutu Analisis mutu dilakukan untuk mengetahui kualitas atau mutu ikan teri nasi. Mutu ikan teri nasi dianalisis dengan menganalisa seberapa besar perbandingan antara produksi yang dihasilkan dengan produk ikan teri nasi yang berkualitas baik atau memenuhi standar ekspor. Manajemen mutu terdiri dari sumber bahan baku dan penanganan bahan baku.
62
4.4.1
Sumber bahan baku Bahan baku ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki diperoleh dari nelayan
langsung dan bakul (supplier) yang bekerja sama dengan nelayan. Perusahaan akan menerima semua ikan teri nasi dari nelayan dan bakul. Namun, perusahaan akan memisahkan ikan teri nasi tersebut berdasarkan mutu ikan teri nasi tersebut. Mutu ikan teri nasi yang kurang baik memiliki ciri warna kurang atau tidak putih dan badan hancur. Berdasarkan hasil pemisahan ikan teri nasi berdasarkan mutu yang dilakukan oleh CV. Sumber Rejeki, ikan teri nasi yang diperoleh dari nelayan langsung memiliki mutu lebih rendah dari pada mutu ikan teri nasi yang diperoleh dari supplier (bakul).
Hal tersebut diakibatkan karena sesaat ikan teri nasi
didaratkan di darmaga, nelayan tidak langsung mendistribusikannya ke pabrik pengolahan, melainkan membawanya ke rumah nelayan terlebih dahulu. Sedangkan ikan teri nasi yang diperoleh dari bakul, akan langsung didistribusikan sesaaat setelah didaratkan di darmaga. Selain dikarenakan faktor di atas, mutu ikan teri nasi yang berasal dari bakul lebih baik karena bakul memperhatikan betul mutu ikan teri nasi yang dihasilkan nelayan, dalam hal ini adalah nelayan yang bekerja sama dengan bakul. Bakul sudah sadar akan mutu ikan teri nasi, mutu yang baik dapat dicegah dengan penggunaan es yang lebih banyak. Oleh karena itu, nelayan yang bekerja sama dengan bakul membawa es lebih banyak dibandingkan nelayan biasa, sehingga harag ikan teri nasi dari bakul lebih tinggi daripada harga ikan teri nasi yang didapat dari nelayan. Guna dari pemisahan mutu ikan teri nasi tersebut adalah untuk pemisahan proses pengolahan produk ikan teri nasi. Ikan teri nasi bermutu baik akan diolah untuk menjadi produk chirimen dan ikan teri nasi bermutu kurang baik akan diolah menjadi produk ikan teri nasi asin. Berikut gambar adalah pemisahan mutu berdasarkan tujuan pemasaran ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki:
63
Ikan Teri Nasi Segar Pegolahan Ikan Teri Nasi
Mutu Baik (Badan utuh)
Mutu Kurang Baik (Badan tidak utuh)
Chirimen
Ikan Teri Asin Kering
Pasar Pasar Lokal (Mutu Baik/Kurang Ekspor Baik) (Mutu Baik) Gambar 20 Pemisahan ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki berdasarkan mutu 4.4.2
Penanganan bahan baku Penanganan bahan baku ikan teri terdiri dari penanganan di atas kapal oleh
nelayan, penanganan saat pendaratan dan pendistribusian serta penanganan selama proses pengolahan merupakan penentu mutu ikan teri nasi. Berikut adalah penjelasannya: 1) Penanganan teri nasi di atas kapal Hasil tangkapan ikan teri nasi yang didapat akan ditampung dalam sebuah wadah. Kemudian ikan teri nasi dimasukkan ke dalam blong yang telah diisi es balok atau es curah. Setelah itu, blong akan ditutup rapat-rapat agar tidak terkena sinar matahari, sehingga mutu ikan teri dapat terjaga. 2) Penanganan teri nasi saat pendaratan dan pendistribusian Ikan teri nasi yang didaratkan di tempat pedaratan ikan pada umumnya masih dalam keadaan segar. Ikan teri nasi yang didaratkan disimpan di dalam blong dan diberi es. Ikan teri nasi yang didaratkan akan segera ditimbang di pos timbang 1. Penimbangan tersebut dilakukan oleh supplier (bakul) yang memiliki ikatan kerjasama dengan nelayan.
Sedangkan nelayan yang tidak memiliki ikatan
kerjasama dengan bakul akan langsung menjual ikan teri nasi hasil tangkapannya ke pasar atau pabrik pengolahan.
64
Selanjutnya ikan teri nasi yang telah ditimbang oleh bakul akan dipindahkan ke dalam blong milik bakul yang telah diberi es balok dan kemudian ditutup rapat. Setelah itu hasil tangkapan ikan teri tersebut akan didistribusikan, baik itu ke pasar ataupun ke pabrik pengolahan ikan teri seperti CV. Sumber Rejeki. Pendistribusian tersebut dilakukan dengan menggunakan torca (motor becak) dan juga becak. 3) Penanganan selama pengolahan Ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu biasa diolah menjadi produk ikan teri nasi asin dan produk ikan teri nasi kering (chirimen). Dimana produk ikan teri nasi asin adalah produk yang dipasarkan untuk tujuan dalam negeri, sedangkan produk chirimen adalah merupakan produk untuk tujuan pasar ekspor, terutama Jepang. Produk ikan teri nasi asin masih diolah secara tradisional, sedangkan produk chirimen sudah diolah secara semi modern oleh perusahaan dengan memperhatikan standar dan kualitas ikan teri nasi tersebut. Pada dasarnya baik pengolahan ikan teri nasi asin dan chirimen ini relatif sederhana, tidak memerlukan keahlian khusus.
Hanya saja, terdapat beberapa perlakuan yang
berbeda dan khusus untuk produk chirimen ini.
Perlakuan yang berbeda ini
ditujukan agar standar kualitas produk ini baik dan dapat diterima oleh Negara tujuan ekspor. Perlakuan berbeda ini adalah dengan adanya sentuhan modern yang dilakukan perusahaan untuk menghasilkan produk teri nasi berkualitas baik dengan memperhatikan mutu raw material dalam hal ini adalah ikan teri nasi, mutu produk dan mutu-mutu pendukung kegiatan pengolahan ikan teri nasi kering chirimen.
Selain itu, perlakuan yang berbeda ini juga termasuk diantaranya
adalah dengan dipergunakannya mesin semi modern untuk pemisahan ukuran produk chirimen. Perlakuan yang khusus pada produksi produk chirimen menghasilkan produk yang berkualitas, berikut adalah standar kualitas (mutu) produk chirimen untuk pasar ekspor CV. Sumber Rejeki:
65
Tabel 7 Standar mutu produk teri nasi chirimen No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Parameter Kadar air Kadar garam Bau Warna Kepatahan Benda asing / ikan lain Keseragaman ukuran Timbangan Ukuran: 1) SS 2) S 3) M 4) L
Standar Baku 20 – 33 % Maksimal 6% b/v Tidak berbau Putih transparan 0–2% 2% 80 – 100% 15 kg netto/kardus 0,5 – 1 cm 1 – 2 cm 2 – 3 cm >3 cm
Sumber: Panduan mutu produk chirimen CV. Sumber Rejeki 2011
Menurut data standar mutu produk teri nasi chirimen, diketahui kadar air 20-33%. Kadar air yang rendah tersebut dilakukan dengan tujuan agar chirimen tidak mengalami pembusukan (penguraian oleh bakteri dan jamur), karena chirimen memiliki kadar garam maksimal 6% b/v. Kadar garam chirimen lebih rendah dibandingkan dengan kadar garam produk ikan teri nasi asin untuk pasar lokal, yang mencapai 30-40%. Standar warna chirimen harus putih transparan, karena itu maka CV. Sumber Rejeki menggunakan garam berkualitas agar warna chirimen tetap putih. Ikan teri nasi yang bermutu kurang baik tidak bisa dibuat chirimen, karena warnanya sudah tidak putih transparan dan akan memiliki tingkat kepatahan tinggi. Keseragaman ukuran berkisar antaar 80-100% untuk produk chirimen, kecuali pengekspor meminta permintaan khusus seperti ukuran MS, yaitu ukuran dengan komposisi 65% ukuran M dan 35% ukuran S. Mutu dianalisis dengan menggunakan peta kendali. Untuk menggunakan peta kendali, maka perlu ditentukan kriteria untuk mengevaluasi apa yang harus kita perhatikan sebagai suatu ketidaknormalan (Ishikawa 1986).
Tujuan dari
pembuatan peta kendali adalah untuk menentukan dengan dasar pergerakan titiktitik perubahan apa yang telah terjadi dalam proses produksi. Menurut Ishikawa (1986), jika proses produksi dalam keadaan terkendali, berarti: 1)
Semua titik terletak di dalam batas kendali; dan
66
2)
Pengelompokan titik-titik tidak membentuk bentuk yang khusus.
Kriteria untuk mengetahui ketidaknormalan, yaitu: 1)
Beberapa titik diluar batas kendali atas, atau
2)
Titik membentuk khusus walaupun mereka semua jatuh di dalam batas kendali. 1,200 1,100 1,000
Proporsi (%)
0,900 0,800 0,700 0,600 0,500 0,400 0,300 0,200 0,100 0,000
Bulan % Cacat
GT
BA
BB
Gambar 21 Peta kendali p mutu produk ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki, Indramayu yang dibuat berdasarkan data yang ditunjukan pada Tabel 8
67
Tabel 8 Data produksi teri nasi CV. Sumber Rejeki tahun 2011 yang digunakan untuk perhitungan analisis peta kendali p Bulan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata-rata
Jumlah Produksi n (Kg) 2.847 3.290 10.095 11.145 11.670 10.525 9.060 13.635 43.890 62.700 47.780 50.960 277.597 23.133
̅
0,806405
Q
0,193595
Jumlah produk domestik pn (Kg) 2.097 2.990 9.645 10.058 9.630 8.050 7.380 7.680 34.245 51.345 37.055 42.350 222.525 18.544
P (% domestik) 0,736 0,908 0,955 0,902 0,825 0,764 0,814 0,563 0,78 0,819 0,776 0,831 9,677 9,677
% BA % BB % GT
0,828 0,806 0,807 0,807 0,806 0,807 0,807 0,806 0,806 0,806 0,806 0,806
0,781 0,785 0,794 0,795 0,794 0,793 0,793 0,793 0,8 0,801 0,8 0,801
Berdasarkan Gambar 21 di atas, terlihat bahwa tingkat cacat pada produk ikan teri nasi olahan CV. Sumber Rejeki selalu melewati BA dan BB. Dimana pada bulan Maret, tingkat cacat produk sebesar 0,955% lebih tinggi dari BA. Hal ini menunjukkan kerusakan (cacat) produk sudah berada di luar batas kontrol yang merupakan suatu penyimpangan. Penyimpangan dari tidak terkontrolnya mutu produk olahan ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki disebabkan oleh jumlah produk ikan teri nasi untuk pasar dalam negeri yang diproduksi oleh CV. Sumber Rejeki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah ikan teri nasi ekspor. Tingkat cacat produk pada bulan Agustus sebesar 0,563% lebih rendah dari BB. Dapat disimpulkan bahwa produksi chirimen pada bulan Agustus cukup baik, yaitu sebesar 5.955 kg. Begitu pula tingkat cacat produk pada bulan Juni, September, dan November. Mutu produk sangat berpengaruh terhadap harga penjualan. Semakin baik mutu ikan teri nasi, maka semakin tinggi harga ikan teri nasi tersebut. Harga
0,806 0,806 0,806 0,806 0,806 0,806 0,806 0,806 0,806 0,806 0,806 0,806
68
produk chirimen BS berkisar Rp 85.000 hingga Rp 95.000 per kilogram, sedangkan harga chirimen lulus sortir dan sizing hingga lebih dari Rp 95.000 per kilogram. Harga ikan teri nasi asin untuk pasar lokal berkisar Rp 25.000 hingga Rp 30.000 per kilogram, sedangkan harga produk ikan teri nasi asin untuk pasar luar Indramayu berkiar antara Rp 30.000 hingga Rp 35.000 per kilogram. Perbedaan harga antara ikan teri nasi asin lokal dan luar Indramayu dikarenakan adanya biaya tambahan, yaitu biaya transportasi. Perbedaan harga sangat dipengaruhi juga dengan kondisi cuaca, karena ketika cuaca buruk maka harga ikan teri nasi (raw material) akan mahal dan harga produk olahan ikan teri nasi pun bertambah mahal, begitu pula sebaliknya. Selain itu, kualitas dari produk ikan teri nasi juga sangat berpengaruh kepada harga di pasar, terlebih lagi untuk produk chirimen. Kualitas produk sangat berpengaruh terhadap penawaran dan kesepakatan harga. 4.5 Manajemen Pemasaran Pemasaran merupakan faktor yang penting dalam bidang perikanan kerena sifat dari produk perikanan yang highly perishable atau mudah rusak dan busuk. Pemasaran ikan untuk konsumsi lokal maupun untuk kebutuhan luar daerah dan ekspor
diarahkan
untuk
menunjang
kelangsungan
upaya
peningkatan
kesejahteraan (penghasilan) nelayan dan pengolah ikan. Pemasaran sangat tergantung pada penawaran produk dan permintaan pasar (konsumen) terhadap produk yang dipasarkan. Permintaan produk terjadi mengikuti tingkat konsumsi ikan (kilogram per kapita per tahun), pertambahan jumlah penduduk dan laju peningkatan ekspor. Menurut Nurdjana (2000) vide Wahyudi (2004), bila tingkat konsumsi ikan mencapai 26,5 kg per kapita per tahun maka permintaan produk perikanan dalam negeri mencapai 5,3 juta ton per tahun. Produk ikan teri nasi dipasarkan secara lokal (wilayah Indramayu) dan antar daerah. Daerah pemasaran lain selain Kabupaten Indramayu diantaranya adalah Cirebon, Bandung, Jakarta, Cianjur, dan Karawang.
Pemasarannya
dilakukan dengan noda transportasi mobil bak terbuka colt diesel tanpa adanya pendingin untuk tetap menjaga mutu ikan teri nasi. Hanya dengan ditutup dengan menggunakaan terpal.
69
Produk chirimen merupakan produk teri nasi untuk keperluan ekspor. Negara tujuan ekspor produk ini adalah Jepang. Namun, perusahaan CV Sumber Rejeki tidak melakukannya secara langsung, melainkan melalui perusahaan pengekspor yang merupakan perusahaan produsen chirimen. Diantara perusahaan yang meminta chirimen dari CV Sumber Rejeki untuk diekspor adalah PT. MPI (Madura Prima Interna) dan PT. KML (Kelola Mina Laut). Berikut adalah skema rantai pemasaran teri nasi di Kabupaten Indramayu, dapat dilihat pada Gambar 22. Nelayan
Pedagang Pengecer
Bakul/supplier Perusahaan Pengolahan Teri Nasi
Konsumen lokal dan luar daerah
Pengekspor Konsumen luar negeri
Gambar 22 Rantai pemasaran ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu Proses pemasaran produk chirimen CV. Sumber Rejeki sering mengalami banyak permasalahan. Salah satunya adalah ketidakpastian pasar. CV. Sumber Rejeki masih bergantung pada perusahaan lain untuk melakukan ekspor produknya. Padahal secara kualitas dan fasilitas pengolahan, perusahaan tersebut sudah biasa melakukan ekspor sendiri. Namun, dikarenakan jumlah produksi chirimen yang kurang memadai, maka perusahaan belum berani mengambil langkah ekspor secara mandiri. Produk chirimen dari CV. Sumber Rejeki akan diambil sendiri oleh perusahaan pengekspor dengan menggunakan mobil kontainer berpendingin. Hal tersebut dilakukan agar mutu produk chirimen dapat dipertahankan baik, mengingat jarak antara perusahaan CV. Sumber Rejeki yang jauh dari perusahaan pengekspor yang terdapat di Jawa Timur. Pihak perusahaan pengekspor akan membuka setiap isi kardus produk chirimen untuk melihat apakah ukuran dan kualitasnya baik atau tidak, serta memastikan timbangnya ketika produk chirimen
70
akan dibeli. Setelah produk chirimen hasil produksi CV. Sumber Rejeki memenuhi syarat, maka perusahaan pengekspor akan memberikan nota bukti pembelian yang kemudian akan ditukar dengan uang. Untuk produk chirimen yang dipasarkan ekspor melalui PT. Madura Prima Interna (PT. MPI), produk chirimen BS akan disortir dan dilakukan pemisahan ukuran di pabrik pengolahan pusat PT. MPI. Pabrik pengolahan pusat PT. MPI ini terletak di Desa Kapedi, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Begitu pula dengan pengemasannya dilakukan disana. Selanjutnya, setelah produk siap untuk diekspor, maka produk-produk chirimen tersebut akan dibawa ke Surabaya untuk kemudian diekspor melalui Pelabuhan Niaga Tanjung Perak.
Sedangkan kantor pusat pemasaran PT. MPI sendiri terletak di Kota
Surabaya, Jawa Timur. Produk chirimen yang dibeli oleh PT. Kelola Mina Laut (PT. KML) mendapatkan perlakuan yang sama dengan produk chirimen yang dipasarkan ke PT. MPI. Ketiga proses tersebut dilakukan di Tuban, Jawa Timur.
Setelah
produk siap untuk dipasarkan, maka produk akan dibawa ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Sedangkan untuk urusan perizinan akan diurus oleh kantor pusat pemasaran PT. KML di Sidoarjo, Jawa Timur. CV. Sumber Rejeki
Pabrik Pengolahan Perusahaan Pengekspor
Perusahaan di Luar Negeri (contoh: di Jepang) Perusahaan Pengekspor
Keterangan: : Alir uang : Alir barang : Penjemputan barang : Alir komunikasi Gambar 23 Diagram pemasaran produk chirimen di CV. Sumber Rejeki
71
Tabel 9 Data realisasi penjualan ikan teri nasi asin (domestik) dan ikan teri nasi kering (ekspor) CV. Sumber Rejeki tahun 2011 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
Domestik (Kg) 2.097 2.990 9.645 10.058 9.630 8.050 7.380 7.680 34.245 51.345 37.055 42.350
Ekspor (Kg) 750 300 450 1.087 2.040 2.475 1.680 5.955 9.645 11.355 10.725 8.610
Jumlah (Kg) 2.847 3.290 10.095 11.145 11.670 10.525 9.060 13.635 43.890 62.700 47.780 50.960 277.597
Sumber: Laporan Tahunan CV. Sumber Rejeki 2011
Menurut data realisasi penjualan ikan teri nasi CV. Sumber Rejeki, dapat diketahui bahwa perusahaan CV. Sumber Rejeki lebih banyak memproduksi produk ikan teri nasi asin untuk pasar domestik (dalam negeri) dibandingkan dengan produk chirimen yang dipasarkan ke luar negeri (ekspor).
Proporsi
produk ikan teri nasi asin yang lebih banyak diproduksi CV. Sumber Rejeki, dikarenakan mutu ikan teri nasi yang dihasilkan nelayan Indramayu bermutu kurang baik dan tidak sesuai dengan kriteria ekspor. Nelayan Indramayu masih belum memahami pentingnya menjaga mutu ikan teri nasi dan belum siap untuk melakukan ekspor. Data
produksi
bulan
September
hingga
Desember
lebih
tinggi
dibandingkan bulan lainnya, karena pada bulan tersebut sudah memasuki musim barat. Bulan Januari memiliki jumlah produksi terendah dikarenakan pada bulan tersebut angin musim barat sedang bertiup sangat kencang, sehingga tidak banyak nelayan yang melaut dan mendapatkan ikan teri nasi. 4.6 Pembahasan Menurut Robbins Steven dan Coulter Mary (2005), manajerial memiliki tingkatan yaitu top managers, middle managers, fist-line managers dan nonmanagerial employees. Namun, CV. Sumber Rejeki belum memiliki sistem tingkatan manajerial seperti teori, karena semua pengambilan keputusan
72
dilakukan oleh pemilik perusahaan dan disetiap pos bagian proses tidak diawasi oleh pemimpin, namun dilakukan langsung oleh pemilik. Proses pengadaan bahan baku ikan teri nasi, CV. Sumber Rejeki bekerjasama dengan nelayan secara langsung dan melalui bakul.
Pengadaan
bahan baku melalui kerjasama dengan nelayan memiliki beberapa titik yang menyebabkan mutu ikan teri nasi dari nelayan secara langsung kurang baik dan sering terjadi penjualan ikan teri nasi illegal. Solusi untuk kedua permasalahan tersebut adalah CV. Sumber Rejeki lebih memperhatikan kualitas mutu ditingkat nelayan agar mutu ikan teri nasi yang didapatkan dari nelayan langsung bermutu baik, seperti mutu ikan teri nasi yang didapat dari bakul. Solusi tersebut dapat dilakukan dengan penggunaan es yang lebih banyak daripada yang digunakan biasanya, karena proses pembusukan pada ikan tidak mungkin dihindari, tetapi hanya bisa dihambat dengan menekan pertumbuhan mikroba-mikroba pembusuk yang dapat dilakukan dengan membuat kondisi lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhannya, salah satunya adalah dengan menggunakan es. Permasalahan penjualan illegal dapat diatasi dengan solusi pengawasan pada saat proses pendaratan ikan teri nasi di pelabuhan dan dengan memperhatikan harga jual ikan teri nasi ditingkat nelayan. Proses penangkapan ikan teri nasi menggunakan unit penangkapan payang teri. Payang teri, seperti menurut Subani dan Barus (1989) tentang deskripsi payang, memiliki besar mata mulai dari ujung kantong sampai ujung kaki berbeda-beda, bervariasi mulai dari 1 cm atau kurang dari 40 cm. Begitu pula dengan payang teri yang digunakan nelayan di Kabupaten Indramayu, nelayan menggunakan payang teri yang memiliki ukuran mata jaring yang berbeda dari ujung sayap hingga kantongnya, dengan ukuran mata jaring sayang terbesar adalah 40 cm dan ukuran mata jaring terkecil pada bagian kantong adalah 0,1 cm atau 10 mm. Penilaian hemat biaya dan energi dalam usaha unit penangkapan payang teri dapat dilihat dari penggunaan BBM. Seperti menurut Hermawan (2006) vide Wikaniati (2011), BBM merupakan input produksi perikanan yang merupakan input yang menyita hingga hampir 60% biaya produksi perikanan. Penggunaan BBM pada pengoperasian unit penangkapan payang teri di Kabupaten Indramayu menurut Fyson (1985) adalah 32,29 liter sedangkan
73
nelayan di Kabupaten Indramayu menggunakan 20 liter BBM solar. Namun, hal tersebut juga dipengaruhi oleh jarak dari fishing base ke fishing ground. Berdasarkan pola musim penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu, pada bulan Januari hingga Maret adalah musim barat dan merupakan musim puncak dengan angin umumnya (30-40 %) bertiup dari arah barat laut dengan kecepatan 3 m/det (Dishidros 2000 vide Supriyadi 2008), namun pada periode bulan tersebut produksi penangkapan ikan teri nasi di Kabupaten Indramayu pada tahun 2011 tidak banyak dan kualitas ikan teri nasi pada bulan tersebut kurang baik, hal tersebut dapat dilihat dari data penjualan domestik yang lebih banyak daripada produk ekspor. Namun untuk bulan Januari, berdasarkan data hasil analisis peta kendali p maka mutu ikan pada bulan tersebut cukup baik. Sedangkan pada bulan Agustus, September, Oktober dan November penangkapan ikan teri nasi cukup banyak dan berkualitas baik. Hal tersebut terjadi karena pengaruh cuaca dan gelombang laut. Nelayan banyak yang tidak pergi melaut dikarenakan gelombang laut dan angin yang tinggi pada musim barat, terutama pada bulan Januari hingga Februari. Akibat dari kecepatan angin bertiup dari arah barat laut dengan kecepatan 3 m/det (Dishidros 2000 vide Supriyadi 2008). Kapasitas produksi maksimum CV. Sumber Rejeki perharinya hingga sekitar 2,5 ton. Namun, jumlah tersebut merupakan jumlah dengan kapasitas produksi maksimum, sedangkan pada kenyataannya, CV. Sumber Rejeki tidak dapat memenuhi kapasitas produksinya. Proses produksi ikan teri nasi secara umum meliputi dua proses yang akan dibagi menjadi proses yang lebih rinci. Proses tersebut dimulai dari proses penimbangan di pabrik pengolahan hingga produk sudah dikemas siap kirim. Proses pencucian untuk ikan teri nasi produk domestik tidak memperhatikan standar kesehatan, yaitu mencuci dengan air mengalir. Proses pencucian untuk ikan teri nasi produk domestik hanya direndam dengan air sebelum direbus. Seharusnya ikan teri nasi tersebut dicuci dengan air mengalir. Produk ikan teri nasi akan diawetkan dengan cara penggaraman dengan kadar garam yangberbeda pada kedua produk olahannya, produk ikan teri nasi domestik memiliki kandungan garam sekitar 30-40% sedangkan chirimen ekspor memiliki kandungan garam sekitar 3-6%. Proses penggaraman pada pengolahan ikan secara tradisional akan mengakibatkan hilangnya protein ikan hingga 5%
74
tergantung kadar garam dan lama penggaraman (Opstvedt 1988 vide Heruwati 2002).
Pemanasan ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki terjadi pada pada
perebusan air bersuhu 100-103oC,
sedangkan menurut Heruwati (2002),
pemanasan pada suhu 95-100oC dapat mereduksi kecernaan protein dan asam amino. Sedangkan pengeringan ikan teri nasi harusnya dilakukan pada suhu di bawah 70oC (Raghunath et al 1995 vide Heruwati 2002). Proses produksi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu yang bersifat terputus (intermittent) dan proses produksi yang bersifat terus menerus (continuous) (Assauri 1998). Berdasarkan pemaparan Assauri (1998), maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan CV. Sumber Rejeki termasuk ke dalalam karakteristik proses produksi terputus (intermittent), karena perusahaan tidak setiap hari mendapatkan stok ikan teri nasi ketika sedang musim paceklik, tergantung dari hasil tangkapan nelayan, sehingga ketika musim teri nasi paceklik perusahaan jarang melakukan produksi, apalagi untuk produksi chirimen ekspor. Hal ini berkaitan dengan biaya produksi yang mahal. Ikan teri berukuran kecil dan sangat mudah rusak/membusuk. Itu sebabnya perlu cara untuk mempertahankan daya awet tanpa harus menghilangkan kenikmatan dan unsur keamanannya.
Cara pengawetan dengan penggaraman
yang diikuti dengan pengeringan adalah merupakan usaha yang paling mudah untuk menyelamatkan ikan teri hasil tangkapan nelayan.
Penggunaan garam
sebagai bahan pengawet terutama ditekankan pada kemampuannya untuk menghambat pertumbuhan bakteri (Sedjati et al. 2007). Proses penggaraman tersebut termasuk penggaraman ringan yang belum cukup untuk terjadinya proses osmosis dalam tubuh ikan (Dewi & Plaupi 2008). Sedangkan produk ikan teri nasi asin memiliki kadar garam 30-40%. Kandungan kadar garam yang tinggi dapat memicu timbulnya hipertensi pada beberapa orang (Rinto et al. 2009). Proses sizing yang dilakukan di CV. Sumber Rejeki dengan menggunakan alat blower yang memiliki prinsip memisahkan teri berdasarkan berat dan ringannya massa teri (weight grader). Hal tersebut mengasumsikan, bahwa berat teri akan merepresentasikan panjang sesuai size yang ditentukan. Namun pengklasifikasian dengan cara tersebut dapat dikatakan belum efektif dan efisien bila dikaitkan kembali ke tujuan awal pemisahan adalah berdasarkan panjang teri.
75
Hasil sizing yang bagus, waktu yang dibutuhkan cukup lama yaitu sekitar 4 sampai 5 kali proses sizing (Rachmanda 2010). Berdasarkan hasil analisis peta kendali p, dapat disimpulkan bahwa penyimpangan mutu terjadi akibat dari nelayan Indramayu lebih banyak menghasilkan ikan teri nasi bermutu tidak baik dari pada ikan teri nasi bermutu baik. Mutu ikan teri nasi tidak baik dipengaruhi oleh proses penanganan ikan teri nasi saat di kapal maupun proses penanganan ikan teri nasi sesaat setelah pendaratan dan pendistribusian. Proses penanganan ikan teri nasi saat di kapal yaitu, nelayan hanya menggunakan sedikit es untuk mencegah turunnya mutu ikan teri nasi hasil tangkapan. Selain penggunaan es yang sedikit, menurut nelayan di Kabupaten Indramayu, kondisi perairan dan cuaca juga mempengaruhi mutu ikan, yaitu warna tubuh ikan. Ketika cuaca sedang musim panas atau peralihan musim hujan ke panas, warna tubuh ikan teri menjadi lebih cokelat dibandingkan warna tubuh ikan teri nasi saat musim hujan. Warna tubuh ikan teri nasi mempengaruhi klasifikasi pasar ikan teri nasi. Sedangkan proses penanganan ikan teri nasi sesaat setelah pendaratan dan ketika pendistribusian mempengaruhi berkurangnya mutu ikan teri nasi, ketika nelayan terlalu lama mendiamkan ikan teri nasi di dalam blong setelah pendaratan di darmaga dan lamanya nelayan mendistribusikan ikan teri nasi ke pengolah. Solusi dari permasalahan tersebut adalah penambahan jumlah es yang dipakai nelayan untuk mencegah turunnya mutu ikan teri nasi dan dibedakannya harga jual ikan teri nasi bermutu baik dengan ikan teri nasi bermutu kurang baik. Pemasaran produk ikan teri nasi lokal sudah cukup baik, dengan pendistribusian produk yang tersebar di berbagai daerah dengan kuantitas yang cukup stabil. Namun, pemasaran produk ikan teri nasi ekspor masih terkendala oleh ketersediaan bahan baku yang berkualitas baik, sehingga perusahaan CV. Sumber Rejeki belum bias melakukan pemasaran ekspor secara mandiri dan masih bergantung pada perusahaan pengekspor. Solusi dari permasalahan ini adalah menjaga mutu ikan teri nasi di tingkat nelayan dengan memberikan penyuluhan dan pengawasan mutu.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan
penambahan jumlah es untuk perbekalan melaut, pengawasan oleh pihak perusahaan ketika ikan teri nasi didaratkan di pelabuhan, dan proses
76
pendistribusian ikan teri nasi dari pelabuhan ke perusahaan pengolah dengan waktu cepat. Hal tersebut berada pada tingkat pengadaan bahan baku, karena proses pemasaran dan produksi sangat bergantung pada proses pengadaan bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan yang bekerjasama dengan nelayan secara langsung dan bakul.
77
5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan berdasarkan penelitian yang dilakukan adalah: 1) Manajemen pengadaan bahan baku yang dilakukan CV. Sumber Rejeki sudah cukup baik, hanya perlu lebih ditingkatkan guna mempertahankan jumlah produksi ikan teri nasi yang dilakukan. Hasil analisis teknis menunjukkan bahwa produksi per trip operasi payang teri adalah sekitar 100 kg pada saat musim puncak, 40 kg pada musim sedang dan 20 kg pada saat musim paceklik. Produktivitas penangkapan rata-rata 1.295,657 kg per trip. 2) Manajemen produksi ikan teri nasi di CV. Sumber Rejeki masih bersifat semi tradisional, hal tersebut dapat dilihat dari berlangsungnya proses produksi yang lebih banyak melibatkan sumberdaya manusia dibandingkan dengan mesin. Secara garis besar proses produksi ikan teri nasi yang berlangsung di CV. Sumber Rejeki dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu proses I dan proses II. Proses sizing masih menggunakan sistem pemisahan ukuran sederhana dengan menggunakan blower dengan asumsi berat ikan teri nasi akan mereprentasikan panjang yang sesuai size. Pemasaran produk chirimen CV. Sumber Rejeki dilakukan secara tidak langsung terhadap pembeli (buyer) melainkan melalui perusahaan pengekspor, seperti PT. KML (Kelola Mina Laut), PT. MPI (Madura Prima Interna) dan PT. ICS (Insan Citraprima Sejahtera). 3) Penanganan ikan teri nasi oleh nelayan tradisional perlu ditingkatkan dan diperbaiki, sehingga akan menghasilkan mutu ikan teri nasi yang lebih baik. Begitu pula dalam penanganan pengolahan ikan teri nasi (raw material) menjadi ikan teri nasi kering, mutu harus selalu dijaga. CV. Sumber Rejeki belum memiliki standar mutu yang baik dalam pengolahan tersebut, sehingga perusahaan memproduksi lebih banyak produk ikan teri nasi untuk pasar dalam negeri dibandingkan untuk ekspor, dengan persentasi 80% produk dalam negeri dan 20% produk ekspor. Selain itu, mutu yang tidak baik juga diakibatkan oleh kurang pahamnya nelayan di Kabupaten Indramayu dalam menjaga mutu ikan teri nasi hasil tangkapan. Hasil analisis mutu yang didapat
78
adalah mutu produk teri nasi chirimen (teri nasi ekspor) yang ada di CV. Sumber Rejeki Indramayu ini menunjukkan keadaan masih tidak terkendali, dengan rata-rata produksi ikan teri nasi (chirimen) 18.544 kg per bulan, dan jumlah teri nasi untuk pasar tujuan dalam negeri adalah 23.133 kg per bulan. 5.2 Saran 1) Perlu adanya pencegahan berkurangnya mutu ikan teri nasi ditingkat nelayan maupun perusahaan pengolahan; dan 2) CV. Sumber Rejeki harus memperhatikan harga pembelian ikan teri nasi (raw material) dari nelayan agar nelayan dapat menjaga mutu ikan teri nasi hasil tangkapannya.
79
DAFTAR PUSTAKA Afrianto E dan Liviawaty. 1994. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta (IDN): Kanisius. Assauri S. 1998. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta (IDN): Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor (IDN): Yayasan Dewi Sri. [BI] Bank Indonesia. 2005. Industri Pengasinan Ikan Teri Nasi (Konvensional). Jakarta (IDN): Direktorat Kredit, BPR dan UMKM. Buffa E dan Sarin R. 1996. Manajemen Operai dan Produksi Modern. Jakarta (IDN): Binarupa Aksara. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu. 2011. Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikaan Tahun 2011. Indramayu (IDN): Diskanla. Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Jakarta (IDN): PT. Gramedia Pustaka Utama. Feigenbum A. 1992. Kendali Mutu Terpadu. Jakarta (IDN): Erlangga. Terjemahan dari: Total Quality Control. Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. Farham Surrey England (ENG): Fishing News Books Ltd. Gasperz V. 1992. Analisis Sistem Terapan (Berdasarkan Pendekatan Teknik Industri). Bandung (IDN): Tarsito. Goetsch D dan Davis. 1994. Introduction to Total Quality: Quality, Productivity, Competitiveness. New York (US): International Business Academy. Hadiwiyoto S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid 1. Yogyakarta (IDN): Liberty. Heruwati Endang S. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional: Prospek dan Peluang Pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian. 21(3): 92-99. Huss H. 1994. Assurance of Sea Food Quality, FAO Fisheries Technical Paper. Rome: M-40. Hutomo M, Burhanuddin, Djamali A, Matosejowo S. 1987. Sumberdaya Ikan Teri di Indonesia. Jakarta (IDN): Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Hal 1-79.
80
Irna. 2001. Sistem Pengendalian Mutu Bahan Baku di Perusahaan Udang Beku (Studi Kasus Di PT. Wirontono Cold Storage Jakarta). [Skripsi]. Bogor (IDN): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Irnawati S. 2004. Analisis Bio-Teknis Unit Penangkapan Payang di Perairan Ulak Karang, Sumatera Barat. [Skripsi]. Bogor (IDN): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ishikawa K. 1988. Teknik Pengendalian Mutu. Jakarta (IDN): PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Terjemahan dari: Quality Control. Karyadi. 2006. Perikanan Payang di Pamekasan Madura: Kajian Teknik dan Bionomi Statis. [Skripsi]. Bogor (IDN): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Statistik Ekspor Hasil Perikanan 2010. Jakarta (IDN): Kementerian Kelautan dan Perikanan. [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2010. Statistik Penangkapan Ikan 2010. Jakarta (IDN): Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran (Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Kontrol). Jakarta (IDN): PT. Prenhallindo. Terjemahan dari: Analysis, Plan, Implementation and Control. Kotler P dan Amstrong G. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Edisi Ke-8. Jilid 1. Jakarta (IDN): Erlangga. Terjemahan dari: Marketing Principals. Froese R dan Pauly D, Editors. 2011. FishBase 2011: Concepts, Design and Data Sources [internet]. [diunduh 2011 Desember 27]. Tersedia pada http://fishbase.org/Photos/PicturesSummary.php. Mawardi W dan Purwangka F. 2006. Model Alat Penangkapan Ikan dan Metode Penggunaannya di Indonesia [internet]. [diunduh 2012 Februari 23] http://auxis.tripod.com/fishing.htm. Mayrita 2010. Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Teri di Perairan Teluk Banten. [Skripsi]. Bogor (IDN): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Cetakan keempat. Jakarta (IDN): Djambatan. 367 hal. Nugroho AT. 2005. Pelapisan Khitosan Sebagai Penghambat Kemunduran Mutu Ikan cucut (Carcharhinus sp.) Asin. [Skripsi]. Bogor (IDN): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Rachmanda, 30 December 2010. Manajemen Proses Produksi Ikan Teri Nasi untuk Ekspor [internet]. [diunduh 2012 Juni 18]. Tersedia pada
81
http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2010/12/30/manajemen-prosesproduksi-ikan-teri-nasi-untuk-ekspor/. Rinto, Elmeizi A, dan Utama. 2009. Kajian Keamanan Pangan (Formalin, Garam dan Mikroba) pada Ikan Sepat Asin Produksi Indralaya. Jurnal Pembangunan Manusia. 8(2): 1-10. Robbins Steven dan Coulter Mary. 2005. Management 8th Edition. New York (USA): Prentice Hall, Inc. Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan 1. Bandung (IDN): Bina Cipta. Saptaji T. 2005. Hasil Utama dan Sampingan Unit Penangkapan Payang di Palabuhanratu, Sukabumi. [Skripsi]. Bogor (IDN): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sedjati S. 2006. Pengaruh Konsentrasi Khitosan terhadap Mutu Ikan Teri (Stolephorus Heterolobus) Asin Kering Selama Penyimpanan Suhu Kamar. [Tesis]. Semarang (IDN): Program Pascasarjana Manajemen Sumberdaya Pantai, Universitas Diponegoro. Sedjati S, Agustini Tri W dan Surtini Titi. 2007. Studi Penggunaan Khitosan Sebagai Anti Bakteri pada Ikan Teri (Stelophorus heterobus) Asin Kering Selama Penyimpanan Suhu Kamar. Jurnal Pasir Laut. 2(2): 54-66. Setyohadi D, DO. Sucipto, DGR Wiadnya.. 1998. Dinamika Populasi Ikan Lemuru, Sardinella lemuru di Perairan Selat Bali serta Alternatif Pengelolaannya. Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Hayati. Vol. 10 (1): 13. Siswanto. 2005. Pengatar Manajemen. Jakarta (IDN): Bumi Aksara. Subani W dan HR Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan. Vol. 2 (2): 248. Supriyadi. 2008. Dampak Perikanan Payang terhadap Kelestarian Stok Ikan Teri Nasi (Stolephorus Spp.) di Perairan Kabupaten Cirebon dan Alternatif Pengelolaannya. [Skripsi]. Bogor (IDN): Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Sule E dan Saefullah. 2008. Pengantar Manajemen. Jakarta (IDN): Kencana Prenada Media Grup. Syafitri M. 2007. Manajemen Produksi Ikan Ekspor di PT. Tridaya Eramina Bahari Muara Baru Jakarta. [Skripsi]. Bogor (IDN): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
82
Syaifudin, O Teni, Roisah, S Venty, dan H Asto. 2008. Pemanfaatan Ikan Teri (Stolephorus sp.) yang Kaya Protein dan Kalsium dalam Formulasi Pembuatan Baso. Bogor (IDN): Institut Pertanian Bogor. Tumulyadi A, P Purwanti, dan A Qoid. 2000. Intensifikasi Alat Tangkap Payang Melalui Perbaikan Perbandingan Gaya Apung dan Tenggelam yang Sesuai, di Selat Madura, Kabupaten Pasuruan. Jurnal Ilmu-Ilmu Teknik. 12 (1): 10. Tutianvia A. 2006. Penggunaan Bahan Pemutih Hidrogen Peroksida (H2O2) pada Ikan Teri Nasi (Stelophorus commersonii) Kering Tawar. [Skripsi]. Bogor (IDN): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Wahyudi Y. 2004. Pengembangan Sistem Perikanan Teri Nasi di Kebupaten Tuban, Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor (IDN): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Wahyuni S. 1999. Pengaruh Pengolahan Tradisional terhadap Mutu dan Nilai Gizi Ikan Teri (Stolephorus spp.). [Tesis]. Bogor (IDN): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Wikaniati. 2011. Analisis Kebijakan Pemberian Subsidi Perikanan (Solar) terhadap Kelestarian Sumberdaya Ikan Teri Nasi dan Pendapatan Nelayan Payang Gemplo (Kasus TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan). [Skripsi]. Bogor (IDN): Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor.
83
LAMPIRAN
84
Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian
84
Lampiran 2 Layout di Unit Pengolahan CV. Sumber Rejeki Indramayu. 11 12
14
11 6
10 9 8 13 7
5
4 14 3 2
1 15
16 Keterangan: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Kantor Kamar karyawan Garasi mobil Cold storage Ruang mesin Bak cuci WC Tempat penyimpanan sanoko Tempat penyimpanan irig
10. Tempat timbang 2 11. Bak perebusan 12. Tempat penyimpanan garam 13. Tempat sortir, timbang dan packing 14. Tempat penjemuran 15. Tempat penyimpanan kardus 16. Mushola
85
Lampiran 3 Kapal Payang dan Mesin yang Digunkaan Nelayan Teri Nasi di Kabupaten Indramayu
Gambar 1 Kapal Payang Teri.
Gambar 2 Mesin Dong Feng
86
Lampiran 4 Desain alat tangkap payang teri di Kabupaten Indramayu
87
Lampiran 5 Perhitungan Konsumsi Solar Pada Payang Teri
Menurut Fyson (1985), rumus untuk menghitung konsumsi bahan bakar teri adalah: Diketahui
: Mesin yang digunakan Waktu yang dipergunakan (mesin dihidupkan)
Konsumsi bahan bakar (solar)
= 20 PK = 7 jam
= 0,19 kg × HP × jam = 0,19 kg × 20 PK × 7 jam = 26,6 kg
Volume
= Massa/Berat Jenis = 26,6/0,85 = 32,29 liter
Konsumsi bahan bakar nelayan Kabupaten Indramayu tergolong hemat bahan bakar karena untuk mengoperasikan payang teri biasanya digunakan 20 liter solar per trip. Seharusnya membutuhkan solar sebanyak 32,29 liter. Namun, hal tersebut dipengaruhi oleh jarak dari fish base ke fishing ground.
88
Lampiran 6 Kondisi Ikan Teri Nasi Sesaat Setelah Didaratkan
89
Lampiran 7 Proses Pengolahan Ikan Teri Nasi
Gambar 1 Proses Penimbangan
Gambar 2 Proses Pencucian
Gambar 3 Proses Penirisan
90
Lampiran 7 Lanjutan
Gambar 4 Proses Perebusan
Gambar 5 Proses Penirisan Setelah direbus
Gambar 6 Proses Penganginan
Gambar 7 Proses Penjemuran
91
Lampiran 7 Lanjutan
Gambar 8 Proses Pembalikan
Gambar 9 Proses Penimbangan
Gambar 10 Proses Pengemasan
Gambar 11 Penyimpanan