Karikatur: Nico
Edisi XVIII/2013
Manajemen Kinerja Sektor Publik dari Masa ke Masa Performance Management Journey Karapan Sapi and the Public Sector Reform Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
1
Editorial
Menuju Kemenkeu Kelas Dunia
Edisi XVIII/2013
Redaksi Diterbitkan Oleh: Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Pelindung Menteri Keuangan Pengarah Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Penanggung Jawab Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Redaktur Supendi, Herry Siswanto, Yeti Wulandari, Eka Saputra, Herry Hernawan, Rachmad Arijanto, Moch. Asep Kurniawan Penyunting/Editor Agus Dwiatmoko, Puspita Idowati Rajagukguk, Susmianti , Misnilawaty Sidabutar, Arie Fikri, Azharuddin, Eman Adhi Patra KontributorTetap Manajer Kinerja Organisasi, Manajer Kinerja Pegawai Desain Grafis & Fotografer Wardah Adina, Bagus Wijaya, I Made Edi Juliana, Loka Yoga Hapsara Pencetakan dan Distribusi Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Alamat Redaksi: Gedung Djuanda I Lt. 5 Jl Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710 Kotak Pos 21 Telp. 021 3449230 pst 6139 Fax. 021 3517020 Website: www.kemenkeu.go.id Email:
[email protected];
[email protected]
Redaksi menerima tulisan/artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1,5 maksimal 3 halaman. Tulisan artikel dapat dikirim ke email redaksi. Setiap tulisan yang masuk menjadi milik redaksi. Redaksi berhak mengubah/mengedit setiap tulisan yang dimuat.
OKTOBER adalah bulan yang sangat berarti bagi Kemenkeu. Di bulan ini, tepatnya tanggal 30 pada 67 tahun yang lalu, merupakan hari pertama lahirnya Oeang Republik Indonesia. Buletin yang sedang anda baca pun selalu terbit di setiap bulan Oktober, selain setiap Januari, April dan Juli. Tak terasa, sejak tahun 2009, buletin ini telah menginjak ke edisi XVIII. Banyak hal terkait kinerja yang sudah kami angkat baik dalam tulisan maupun foto, baik liputan di sekitar lapangan banteng maupun liputan aktivitas dan kinerja kantor di luar Jakarta, bahkan di luar Pulau Jawa. Dalam edisi ini, kami mengangkat tulisan perjalanan penerapan pengelolaan kinerja berbasis balanced scorecard dari masa ke masa, sejak kepemimpinan Sri Mulyani Indrawati, Agus D.W. Martowardojo, sampai Menteri Keuangan saat ini, M. Chatib Basri. Para pimpinan tertinggi di kementerian kita ini, sejak pertengahan tahun 2008, selalu berkomitmen memimpin rapat pembahasan capaian kinerja triwulanan tingkat Kemenkeu-Wide dan Kemenkeu-One. Tidak jarang rapat kinerja ini bahkan berlangsung dari pagi sampai tengah malam. Ini menunjukkan bahwa para pimpinan tertinggi kita memiliki kepedulian yang luar biasa untuk mendorong Kemenkeu menjadi organisasi yang berkelas, berkinerja tinggi, menjadi leading organisation. Kami juga mengangkat cerita mengenai orang-orang yang sangat menonjol kinerjanya, para mantan pengelola kinerja di unitnya masing-masing, yang bisa menginspirasi kita semua, sehingga saat ini dipercaya untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Mereka adalah Puspita Wulandari, Sekretaris Komite Pengawas Perpajakan yang pernah menjabat Manajer Kinerja di Direktorat Jenderal Pajak; Harry Mulya, Kepala Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara yang pernah menjabat Manajer Kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; serta Dedy Syarief Usman, Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan yang pernah menjabat sebagai Manajer Kinerja Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Keikhlasan dalam bekerja menjadi modal utama kita dalam mendukung kinerja. Reformasi yang telah kita lakukan perlu terus dijaga dan ditingkatkan kualitasnya. Dalam rangka mewujudkan organisasi yang lebih efisien, efektif dan berkinerja tinggi agar menjadi kementerian kelas dunia, saat ini Kementerian Keuangan sedang melakukan upaya transformasi kelembagaan yang dibantu oleh konsultan kelas dunia, PT McKinsey Indonesia. Ada tiga tahap proses transformasi kelembagaan, yaitu tahap diagnostik, tahap desain, dan tahap implementasi. Saat ini transformasi kelembagaan memasuki tahap desain dan diharapkan awal Desember 2013 sudah terbentuk cetak biru transformasi kelembagaan yang akan diimplementasikan mulai Januari 2014.Tentunya kita, sebagai pegawai Kemenkeu, tidak bisa tinggal diam menunggu hasil yang dilakukan konsultan. Kita harus berperan aktif agar cetak biru yang akan dihasilkan benar-benar mencerminkan halhal yang harus dilakukan dan prioritas agar Kemenkeu dapat mencapai visi dan misinya. Impian untuk menjadikan kementerian berkelas dunia bukanlah hal yang mustahil jika kita memiliki komitmen yang sama untuk mewujudkannya. [Supendi]
2
Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
Laporan Utama
Foto: Edi Juliana
Seiring perkembangan zaman, tuntutan stakeholder terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) semakin meningkat. Beberapa dari kita mungkin pernah merasakan masa ketika PNS yang seharusnya melayani justru berperan seperti raja. Berbagai urusan dengan PNS yang seharusnya mudah justru rumit dan bertele-tele. Dalam perkembangannya, masyarakat tidak lagi cukup puas dengan kinerja PNS yang demikian. Masyarakat membutuhkan kinerja yang dapat dirasakan dan terjamin transparansinya.
Manajemen Kinerja Sektor Publik dari Masa ke Masa
TUNTUTAN internal dalam memenuhi harapan stakeholder juga semakin meningkat. Dalam suatu unit organisasi, pasti kita temui berbagai variasi kualitas kinerja antar pegawai mulai baik hingga buruk. Lalu, keresahan muncul di antara pegawai karena tidak ada perbedaan penghargaan bagi pegawai yang berkinerja baik dengan yang berkinerja buruk. Istilah PGPS, yang semula singkatan dari “Peraturan Gaji Pokok PNS” kemudian diubah menjadi jargon “Pintar Goblok Penghasilan Sama”. Keresahan tersebut dapat menimbulkan demotivasi bagi pegawai yang berkinerja tinggi. Perkembangan sistem manajemen kinerja juga berkembang untuk menjawab tuntutan tersebut. Penilaian kinerja PNS dimulai dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 16 tahun 1950 tentang Daftar Pernyataan Kecakapan Untuk Pegawai Negeri. Dua tahun kemudian, aturan penilaian kinerja ini dibaharui dengan diterbitkannya PP nomor 10 Tahun 1952. Sistem penilaian kinerja yang dimuat dalam PP ini cukup sederhana. Atasan menilai kecakapan pegawai di Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
3
Laporan Utama
bawahannya sesuai skala yang ditentukan. Ukuran yang digunakan tidak detail dan sangat tergantung pada subjektivitas atasan. Peraturan tersebut kemudian dicabut dengan diterbitkannya PP nomor 10 tahun 1979. Hasil penilaian pelaksanaan pekerjaan PNS tersebut dituangkan dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan yang akrab dikenal dengan DP3. Unsur yang dinilai dijabarkan menjadi lebih detail yaitu kesetiaan, prestasi kerja, tanggungjawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa, kepemimpinan. Penilaian kinerja dengan menggunakan DP3 lebih banyak didasarkan pada pandangan subjektif pejabat penilai yaitu atasan langsung pegawai tersebut. Penilaian kinerja berdasarkan PP 10 ini bersifat normatif dan tidak memiliki standar penilaian atau target yang jelas. Tidak ada hubungan antara kinerja pegawai dengan kinerja organisasi. Akibatnya tentu sudah dapat dibayangkan, sistem penilaian yang dijalankan tidak berfungsi untuk memonitor dan mengevaluasi kinerja, atau bahkan berakhir sebagai formalitas belaka. Selama tiga puluh tiga tahun, PP 10 digunakan sebagai dasar penilaian kinerja pegawai. Aturan tersebut tidak pernah dievaluasi dan disempurnakan dalam jangka waktu yang sangat panjang. Semangat PP ini dalam memberikan bahan-bahan pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan PNS semakin meredup. Masih rendahnya kultur untuk menilai kinerja pegawai secara objektif turut memperparah sistem penilain kinerja pegawai. Evaluasi atas implementasi PP 10 menyatakan bahwa aturan ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan hukum. Maka, terbitlah aturan baru yaitu PP Nomor 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS. PP ini bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang dititikberatkan pada prestasi kerja. Perbedaan utama atas aturan penilaian kinerja berdasarkan PP yang baru ini adalah penambahan unsur penilaian
4
Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
Pegawai dinyatakan berkinerja lebih baik atau tidak dibuktikan dengan ukuran yang lebih kuantitiatif dan terukur. sasaran kerja pegawai. Sasaran kerja pegawai terdiri atas penilaian tugas jabatan, tugas tambahan dan kreativitas pegawai. Terobosan terbaru dalam aturan ini adalah penilaian tugas jabatan dengan didasarkan pada target yang ditetapkan pada awal tahun atas pekerjaan sepanjang tahun tersebut. Target tersebut dilihat dari segi kuantitas, kualitas, waktu dan biaya (jika ada). Sisi lain yang dinilai adalah perilaku kerja pegawai. Unsur ini dinilai berdasarkan subjektivitas atasan. PP 46 sangat berbeda dengan PP 10 yang lahir sebelumnya. Subjektivitas atasan dalam menilai diminimalisasi. Penghargaan bagi pegawai yang seringkali hanya didasarkan pada perasaan “like” atau “dislike” menjadi lebih berdasar yaitu prestasi pegawai. Pegawai dinyatakan berkinerja lebih baik atau tidak dibuktikan dengan ukuran yang lebih kuantitiatif dan terukur. Pengaturan baru ini tentu menjadi semangat baru dalam penataan kinerja pegawai, yang akan dimulai pada tahun 2014. Langkah baru ini patut kita apresiasi. Sedangkan para pembuat kebijakan patut senantiasa mengevaluasi diri. Ada beberapa area yang masih perlu ditingkatkan dalam pengaturan penilaian kinerja pegawai. Bila dicermati, ukuran yang digunakan pada PP 46 lebih banyak mengukur pelaksanaan aktivitas dibandingkan output aktivitas tersebut. Hal ini dikhawatirkan dapat mengalihkan fokus pegawai dari output atau outcome yang seharusnya diraih menjadi hanya proses melakukan suatu pekerjaan. Implemen-
tasinya pada seorang pejabat dapat memunculkan ukuran seperti jumlah rapat, jumlah surat yang ditandatangani atau ukuran lainnya yang kurang mencerminkan output atau outcome yang harusnya dicapai organisasi. Kementerian Keuangan sendiri telah menerapkan suatu sistem manajemen kinerja yang lebih berfokus pada output/ outcome sejak tahun 2008 hingga saat ini. Setiap pegawai pasti pernah bersentuhan dengan istilah Kontrak Kinerja, Indikator Kinerja Utama, target dan lain-lain. Sebagai organisasi yang sangat besar, kita berharap bahwa pekerjaan seluruh pegawai sama-sama berkontribusi untuk mencapai tujuan organisasi. Inilah yang ingin kita capai melalui sistem manajemen kinerja berbasis Balanced Scorecard. Adanya tools baru dalam penilaian kinerja seharusnya menjadi semangat bagi seluruh PNS. Ini menjadi cara baru untuk mengelola kinerja pegawai. Kita tidak boleh berpuas diri dengan hidup dalam comfort zone sebagai PNS yang katanya “hidup terjamin hingga usia tua”. Setiap PNS harus memberi sumbangsihnya bagi masyarakat, karena dia dinamakan pelayan publik, bukan “pemakan gaji buta”. Bagaimana kita melakukannya? Tentu dengan berkinerja baik. Bagaimana kita membuktikannya? Tentu, dengan ukuran yang jelas. Handphone keluaran terbaru dengan fitur yang luar biasa lengkap, bisa hanya berfungsi layaknya handphone yang pertama kali diciptakan. Batu dapat digeser dengan pengungkit sederhana, tetapi bisa juga dipindahkan dengan traktor pengeruk tanah. Hal ini tergantung penggunanya bukan? Jika, saat ini sudah ada alat manajemen kinerja yang digunakan, khususnya di Kemenkeu, mari kita optimalkan pemanfaatannya untuk menunjukkan kinerja yang lebih baik. Alat manajemen kinerja sebaik apapun tidak akan ada gunanya untuk mencapai tujuan organisasi jika salah dalam implementasinya, karena kita adalah the man behind the gun. [Misnilawaty Sidabutar]
Laporan Khusus
Performance Management Journey Stadion Gelora Delta Sidoarjo bergemuruh pada Minggu malam, 22 September 2013, ketika Tim Nasional Indonesia U-19 di bawah asuhan Indra Sjafri berhasil meraih gelar juara Piala AFF U-19. Tendangan penalti Ilham Udin Armaiyn membawa kemenangan bagi Indonesia. Prestasi membanggakan ini tidak didapatkan hanya dalam satu malam. Mereka berjuang selama bertahuntahun hingga menjadi pemain yang andal. Tidak cukup sampai disitu, kekompakan permainan tim, strategi yang tepat dan gemblengan dari seorang coach sangat menentukan kemenangan. SENADA dengan itu, solidnya kekuatan 11 unit eselon I sebagai pemain utama Tim Kemenkeu merupakan modal keberhasilan tercapainya tujuan. Namun, solidnya tim dan pencapaian tujuan tidak didapatkan dalam waktu singkat. Tahun ini, tepatnya tanggal 30 Oktober, Kemenkeu genap berusia 67 tahun. Usia 67 tahun se-
harusnya menunjukkan sangat matangnya organisasi. Kematangan tersebut diwujudkan dengan semakin seriusnya pelaksanaan manajemen kinerja, selaras dengan permintaan stakeholder akan peningkatan kualitas pelayanan sektor publik. Critical point manajemen kinerja dimulai dengan bergaungnya reformasi birokrasi
dan penunjukan Kemenkeu sebagai unit pertama yang melaksanakan program reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi Kemenkeu dilaksanakan melalui program penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, serta peningkatan disiplin dan manajemen sumber daya manusia. Namun sejalan dengan pemberian remu-
Ilustrasi: Edi Juliana Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
5
Laporan Khusus
nerasi, para stakeholder Kemenkeu menuntut bukti peningkatan kinerja, baik kinerja organisasi maupun kinerja tiap pegawai. Menindaklanjuti permintaan itu, Kemenkeu menggunakan sistem pengukuran kinerja berbasis Balanced Scorecard (BSC) untuk mengukur seberapa baik kualitas pelayanan. BSC Kemenkeu terdiri atas peta strategi yang berisi sasaran-sasaran strategis yang memiliki hubungan sebab akibat dan IKU beserta target capaiannya. Pada awal pengembangannya, peta strategi Kemenkeu terdiri atas lima peta yang menggambarkan tema Pendapatan Negara, Belanja Negara, Pembiayaan APBN, Kekayaan Negara, serta Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Namun, dikarenakan terlalu banyak dan rumitnya monitoring atas IKU dari lima peta tersebut maka dilakukan penyempurnaan menjadi satu peta strategi yang terdiri atas 4 perspektif yaitu stakeholder, customer, internal process, dan learning and growth. Empat tahun sejak gaung BSC dikumandangkan, yaitu di tahun 2011, pencapaian Kemenkeu yang patut diacungi jempol adalah cascading BSC keseluruh pegawai hingga level pelaksana yang berjumlah lebih dari 60.000 orang. Masingmasing pegawai memiliki kontrak kinerja, suatu dokumen kesepakatan kinerja dan target antara atasan dan bawahan yang harus dicapai pada akhir tahun kontrak. Dokumen ini juga merupakan wujud transparansi kinerja pegawai Kemenkeu kepada publik. Dengan ditetapkannya kontrak kinerja bagi setiap pegawai, maka pegawai memahami betul kontribusi kinerja terhadap keberhasilan pencapaian sasaran organisasi. Di tahun yang sama, tim manajemen kinerja berjibaku membuat suatu aturan main dalam pengelolaan kinerja, hingga ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Aturan ini mulai diimplementasikan pada awal tahun 2012. Selain itu, lompatan luar biasa lainnya dari Kemenkeu di tahun 2012 adalah penggunaan aplikasi e-performance
6
Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
yang dikembangkan secara in-house. Aplikasi ini merupakan kelengkapan dari implementasi KMK tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan. Strategy Focused Organization (SFO) survey juga dilakukan pada tahun 2012 untuk mengetahui level implementasi prinsip-prinsip SFO baik pada Kemenkeu maupun tiap unit eselon I serta hal-hal yang mempengaruhinya. Berdasarkan hasil survei, implementasi lima prinsip SFO pada Kemenkeu termasuk dalam kategori yang baik. Reviu kontrak kinerja dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan SFO survey. Reviu kontrak kinerja dilaksanakan secara menyeluruh, tidak terbatas pada kontrak kinerja tetapi juga terhadap dokumen atau informasi pendukungnya, seperti renstra,
Sehebat apapun design sistem manajemen kinerja itu, apabila tanpa ada komitmen dan dukungan dari para pimpinan dan seluruh pegawai tidak akan memberikan manfaat yang optimal. uraian jabatan, tugas dan fungsi, kontrak kinerja tahun sebelumnya, manual IKU, serta matriks cascading dan alignment. Penyempurnaan manajemen kinerja Kemenkeu terus menerus dilakukan, terlihat dari dilakukannya revisi KMK tentang pengelolaan kinerja di tahun 2013. Lingkup revisi antara lain perubahan terkait kontrak kinerja dan bobotnya, konsep cascading, parameter IKU, dan integrasi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2011 dan Perka BKN Nomor 1 Tahun 2013 tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS. Diharapkan revisi KMK ini segera ditetapkan oleh Menteri Keuangan sehingga dapat mulai diimplementasikan di awal tahun 2014. Agar aturan ini benar-benar terinternalisasi bagi para pengelola kinerja, maka dilakukan capacity building bagi Sub Manajer Ki-
nerja Organisasi dan Mitra Manajer Kinerja Organisasi. Sehingga, selain meningkatkan capacity tentang pengelolaan kinerja, masukan untuk perbaikan KMK juga didapatkan dari peserta capacity building. Salah satu prestasi yang cukup membanggakan adalah Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2012 memperoleh nilai A. Instansi lain yang memperoleh nilai A adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pengawas Keuangan (BPK). Hal ini berarti Kemenkeu merupakan satu-satunya Kementerian yang memperoleh nilai LAKIP dengan kategori A. Sejak tahun 2010, BSC telah terintegrasi dalam penyusunan LAKIP mulai dari kontrak kinerja sampai laporan capaian kinerja. Penyusunan LAKIP menjadi lebih mudah dan cepat dengan menggunakan BSC, karena BSC mempunyai sistem dengan siklus pengelolaan kinerja yang jelas. Tetapi, apakah hanya dengan design sistem manajemen kinerja yang baik cukup membuat kita berhasil mencapai tujuan? Sehebat apapun design sistem manajemen kinerja itu, apabila tanpa ada komitmen dan dukungan dari para pimpinan dan seluruh pegawai tidak akan memberikan manfaat yang optimal. Sama seperti sepakbola, mengandalkan strategi permainan saja tidak cukup. Kualitas para pemain yang ditempa selama bertahun-tahun menentukan kualitas permainan dan berakhir dengan kemenangan. Tepat di hari ulang tahun Kemenkeu yang ke-67 ini, apa kado yang kita berikan? Kinerja terbaik dari pegawai seperti saya dan Anda merupakan kado teristimewa. Jangan hanya kita meminta balasan dari apa yang telah kita kerjakan tetapi lebih dari itu adalah apa yang bisa kita berikan kepada Kementerian tercinta ini. Mengutip ungkapan John F. Kennedy, “Ask not what your country can do for you; ask what you can do for your country”, maka kita juga musti demikian, jangan tanyakan apa yang Kemenkeu berikan kepadamu tetapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada Kemenkeu. Dirgahayu Kementerian Keuangan!!! [Puspita Idowati Rajagukguk]
Lensa Peristiwa
Foto: Edi Juliana
Foto: Edi Juliana
Rapat Pimpinan Kinerja
Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
7
Profil
Sinergi
Pola Pikir, Pola Pandang, dan Pola Kerja
Foto: Edi Juliana
nyum menyambut kedatangan tim buletin kinerja di ruang kerjanya yang tertata apik. Dengan penuh semangat, ibu dari tiga putri, yang saat itu mengenakan busana batik coklat, berbagi pengalaman dan tips sebagai pengelola kinerja serta memberikan motivasi untuk para pegawai.
SOSOK wanita yang selalu tampil modis dan energik ini, sudah tidak asing lagi di kalangan pengelola kinerja Kementerian Keuangan (Kemenkeu), khususnya di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Kiprahnya sebagai manajer kinerja pada salah satu unit eselon I dengan jumlah pegawai terbanyak di Kemenkeu dimulai sejak ia menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Transformasi Organisasi, Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) DJP. Wanita lulusan program Doctor of Business Administration (DBA) dari Swinburne University of Technology, Melbourne, Australia tahun 2007 ini,
8
Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
merupakan salah satu manajer kinerja yang sudah banyak mewarnai pengembangan dan implementasi pengelolaan kinerja di Kemenkeu. Integritas dan profesionalismenya dalam mengemban tugas sebagai manajer kinerja DJP, membuat wanita berkaca mata ini dipercaya oleh pimpinan untuk menduduki jabatan sebagai tenaga pengkaji bidang SDM DJP. Dia adalah Puspita Wulandari, yang akrab disapa ‘Puspita’ oleh para pengelola kinerja Kemenkeu, dan saat ini diamanahkan menjabat sebagai Sekretaris Komite Pengawas Perpajakan. Kesan ramah, ceria, dan murah se-
Implementasi Sistem Manajemen Kinerja berbasis BSC dan Manfaatnya “Dengan adanya BSC, pengukuran kinerja menjadi lebih terstruktur, sehingga mudah dievaluasi,” paparnya tegas. Menurutnya, implementasi manajemen kinerja dimulai dengan tahap perencanaan yang baik. Melalui perencanaan, organisasi menentukan tujuan (goals) yang ingin dicapai, meliputi visi, misi, dan sejumlah sasaran untuk mencapai visi dan misi. Setelah tujuan dirumuskan, langkah selanjutnya adalah menentukan ukuran-ukuran yang akan digunakan sebagai indikator pencapaian tujuan tersebut. Di sini peran BSC dalam menerjemahkan tujuan yang masih bersifat normatif dan kualitatif ke dalam ukuranukuran yang definitif dan kuantitatif. Proses manajemen kinerja tidak berhenti disitu, monitoring dan evaluasi menjadi bagian yang tidak kalah penting. Melalui tahapan monitoring dan evaluasi dapat dilihat sejauh mana kualitas perencanaan yang telah disusun, misalnya dalam hal akurasi penetapan target. Dimungkinkan target yang ditetapkan terlalu rendah sehingga mudah dicapai, atau terlalu optimis sehingga pada akhirnya tidak tercapai. Berdasarkan pengalamannya mengelola kinerja di DJP, peran tim kerja yang solid
menjadi sangat penting . Dengan jumlah pegawai DJP sekitar 31.000 orang, hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi pengelola kinerja. “Butuh waktu ekstra untuk mengkoordinasikan pengelolaan kinerja kepada seluruh pegawai mulai dari proses penyusunan kontrak kinerja sampai dengan monitoring dan evaluasi triwulanan”, ungkapnya. Namun, dengan dibentuknya tim perencanaan dan monitoring Renstra, terbukti sangat efektif dalam membantu proses koordinasi. Tim ini terdiri dari 31 Kepala Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi di seluruh Indonesia dan Liaison Officer (LO) Renstra setingkat eselon III di Kantor Pusat, yang dikoordinasikan oleh Kepala Seksi Perencanaan Strategis (Kasi Renstra). Kasi Renstra memiliki peran tidak hanya sebagai koordinator, tetapi juga berfungsi sebagai helpdesk dan konsultan.
Tantangan dalam Pengelolaan Kinerja Baginya, selama komunikasi tetap terjalin dengan baik, segala permasalahan akan mudah diatasi. Rentang kendali di DJP yang begitu besar, mengakibatkan perlunya koordinasi dan komunikasi yang lebih intensif dengan para pengelola kinerja di daerah. “Setiap masukan dan saran dari mereka harus dapat diakomodasi dengan baik”, jelasnya lebih lanjut. Sebagai pengelola kinerja, fungsi edukasi dan internalisasi menurutnya menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan. BSC tergolong ilmu baru dan belum begitu familiar bagi pegawai sehingga perlu disosialisasikan. “Mulai dari membangun kesadaran (awareness), dan ketika pegawai mulai menyadari pentingnya BSC, maka akan muncul keinginan (desire) untuk menggali ilmu tersebut lebih dalam. Setelah dipahami, baru kemudian dapat dilaksanakan (action). Setelah berhasil diimplementasikan, maka langkah selanjutnya adalah membakukan ke dalam sistem (enforcement)” jelasnya dengan semangat. Menurutnya, pilar-pilar inilah yang harus diperhatikan para pengelola kinerja. Tantangan lainnya adalah bagaimana pengelola kinerja dapat memberikan saran dan masukan dalam penentuan strategi
Foto: Edi Juliana
Profil
“Hindari untuk menunda permasalahan. Jika terdapat masalah, jangan sampai ada hidden information agar bisa menghasilkan keputusan yang clear.”
dan Indikator Kinerja Utama (IKU). Menurutnya, kebanyakan organisasi cenderung merumuskan ukuran-ukuran yang bersifat rutin, bukan hal yang strategis. Sulitnya menentukan IKU “exact” bagi suatu organisasi juga menjadi tantangan tersendiri. Selain itu, proses alignment baik vertikal (cascading) maupun horizontal juga menjadi tantangan yang tidak kalah penting. Baginya, menurunkan dan merumuskan IKU yang tepat pada level pelaksana membutuhkan keterampilan khusus. “horizontal alignment juga seringkali terabaikan”, ungkapnya. Menurutnya, perlu upaya riil untuk mewujudkan proses alignment tersebut baik dari sisi aturan maupun upaya lainnya. “A real decision is measured by the fact that you have taken new action. If there,s no action, you haven’t truly decided,” ungkapnya lebih lanjut seraya mengutip pernyataan Tony Robbins.
Nilai Tambah Pengelola Kinerja Pengelola kinerja memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan dengan
fungsi lainnya. Pengelola kinerja dapat mengetahui apa yang sedang terjadi dalam organisasi, karena adanya kemudahan akses tehadap tiga hal penting yaitu data, informasi dan knowledge. Dengan bekal tersebut, diharapkan ketika pegawai tersebut tidak lagi mengelola kinerja, dia akan mampu menjadi ahli strategi di unit organisasinya. Namun demikian, wanita berzodiak scorpio ini menegaskan bahwa dukungan pimpinan sangatlah penting. Sebagai pengelola kinerja, seringkali dihadapkan dengan persepsi bahwa pimpinan seakan tidak peduli dengan pengelolaan kinerja yang sedang berjalan. “Di sinilah, dituntut kepekaan dari pengelola kinerja untuk dapat memahami kesibukan dan prioritas dari pimpinan” ungkapnya. Selain itu, dirinya mengharapkan pentingnya dibangun productive communication antara pengelola kinerja dengan pimpinan organisasi. Terkait komunikasi, mantan akuntan ini mengutip pernyataan John A. Piece yaitu “communication is not only the essence of being human, but also a vital property of life”. Harapannya, setiap informasi dapat terkomunikasikan apa adanya sesuai kebutuhan.
Tips Bagi Pengelola Kinerja Terdapat tiga hal yang menurutnya perlu dibentuk dalam bekerja yaitu pola pikir (menyelesaikan sesuatu masalah dengan pertimbangan matang), pola pandang (memahami sesuatu dari apa yang dilihat dan dirasakan), dan pola kerja (bekerja optimal untuk mencapai tujuan). “Ketiganya perlu sinergi sehingga diperoleh hasil kerja yang optimal”. tegasnya lebih lanjut. Selain itu, juga ditekankan pentingnya respon dan penyelesaian segera terhadap suatu permasalahan. “Hindari untuk menunda permasalahan. Jika terdapat masalah, jangan sampai ada hidden information agar bisa menghasilkan keputusan yang clear”, pesannya mengakhiri wawancara. Baginya, apapun jabatan yang diamanahkan kepadanya, tetap harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. [Azharuddin] Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
9
Profil
Serve Your Country!!
Tantangan yang dihadapi Penunjukannya sebagai Manajer Kinerja DJKN bersamaan dengan dimulainya penerapan BSC di Kemenkeu. Pada tahap awal ini, Manajer Kinerja turut memegang 10
Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
Foto: Edi Juliana
ADANYA paradigma baru dalam pengelolaan kekayaan negara, menuntut peran strategis Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sebagai asset manager untuk melakukan penataan dan pengelolaan kekayaan negara yang lebih tertib, akuntabel, dan transparan guna meningkatkan kepercayaan dari stakeholder. Hal tersebut perlu didukung oleh kinerja DJKN yang excellent dan harus dicapai oleh seluruh jajaran di DJKN. Pengelolaan kinerja yang optimal menjadi salah satu faktor utama pendorong pencapaian cita-cita tersebut. Membahas pengelolaan kinerja di DJKN, tentunya tidak terlepas dari figur yang satu ini. Dengan posisinya sebagai Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana (Ortala) Sekretariat DJKN pada tahun 2007 s.d. 2011, pria berdarah Sunda yang selalu terkesan tenang dan low profile ini, mulai mengembangkan dan mengimplementasikan pengelolaan kinerja di DJKN bersama dengan pengelola kinerja unit eselon I lainnya di Kementerian Keuangan. Dia adalah Drs. Dedi Syarif Usman, M.A, atau akrab disapa Kang Dedi, dan saat ini dipercaya pimpinan Kementerian Keuangan untuk menjabat sebagai Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan (KND). Banyak kiprah yang sudah diberikannya dalam implementasi BSC Kementerian Keuangan sejak mulai dicanangkan sampai dengan diterapkan ke seluruh pegawai Kementerian Keuangan. Tim Buletin Kinerja akan mengupas lebih dalam sosok pria kelahiran Bandung 48 tahun silam ini baik pengalamannya maupun pandangannya terhadap implementasi BSC Kementerian Keuangan. peranan penting dalam keberhasilan implementasi awal BSC di Kemenkeu. Menjadi seorang Manajer Kinerja tidaklah mudah karena butuh kesabaran yang tinggi. “Di satu sisi selalu dikejar deadline dari Pushaka, sementara di pihak lain ha-
rus mengakomodasi semua masukan dari berbagai direktorat yang menginginkan semua pekerjaan dapat dimasukkan dalam scorecard pak Dirjen”, ujarnya mengenang pengalamannya saat itu. Untuk mensiasati hal tersebut, lulus-
Profil
an S2-University of Colorado, Denver-USA ini memiliki beberapa tips. Salah satunya adalah tidak pernah patah arang untuk memberikan challenge kepada unit teknis untuk memilih IKU yang sifatnya output/ outcome dan memasang target yang menantang. “Apa saja yang dilakukan Pushaka dan unit eselon I lain yang saya nilai baik, saya tiru dan terapkan di DJKN”, ujarnya lagi dengan nada serius. Hal lain yang dilakukan oleh kang Dedi adalah selalu menampilkan capaian kinerja DJKN di setiap kunjungan kerja Pak Dirjen ke daerah sekaligus pemberian apresiasi dari pak dirjen kepada unit yang memiliki kinerja yang baik. Semuanya itu bertujuan untuk meningkatkan awareness implementasi BSC di kantor vertikal. Sebagai Manajer Kinerja seringkali ia dianggap terlalu optimis. Saat ditanya mengenai target sertipikasi BMN yang merupakan usulannya saat menjadi Manajer Kinerja, kang Dedi dengan tenang menjawab: “Saat menjadi Manajer Kinerja, saya memandang sertipikasi merupakan kondisi ideal yang harus dicapai DJKN. Namun, ketika saya menjadi Direktur BMN yang bertanggungjawab atas BMN tersebut, saya menyadari bahwa target sertipikasi sangatlah berat. Meskipun demikian, saya tetap yakin jika saat itu tidak ada challenges untuk menargetkan sertipikasi, belum tentu hari ini ada Ke-
lingi kegiatan utama terkait IKU dengan kegiatan lain, misalnya pending matters, sehingga diharapkan tidak membosankan. “Kita usahakan agar pekerjaan tetap dapat terlaksana, dan tidak membosankan dengan selingan-selingan pada agenda pembahasan IKU”, ujar pria yang hobbinya travelling ini.
Manfaat Implementasi BSC Bekal pengalamannya sebagai Manajer Kinerja memudahkan baginya untuk secara cepat memahami tugas, fungsi dan target apa saja yang harus dicapai organisasi saat ia ditunjuk sebagai pimpinan unit teknis di Kantor Pusat DJKN. “Dengan membaca peta strategi, saya sudah bisa menangkap apa saja yang harus kita kerjakan dalam satu tahun, tidak perlu membaca dokumen lain yang halamannya sangat tebal, asalkan kita paham scorecard kita sendiri. Sedangkan mengenai pelaksanaannya, saya percaya teman-teman lebih menguasai daripada saya”, ujarnya. Layaknya dua sisi mata uang, BSC membawa manfaat bagi pimpinan, namun di sisi lain implementasi BSC juga sangat tergantung pada komitmen pimpinan. Demikian halnya dengan implementasi BSC di DJKN, sebenarnya sangat tergantung pada awareness pegawainya dan motivasi dari para pimpinannya yang terus menerus melakukan monitoring
Seseorang yang memilih pekerjaan sebagai PNS, tidak berorientasi pada keuntungan yang akan dia dapatkan, tetapi justru dirinya dan apa yang dikerjakannya ditujukan untuk membawa manfaat bagi negara.
menterian/ Lembaga yang ikhlas menyerahkan asetnya ke DJKN”. Terkait pengalamannya sebagai manajer kinerja, ia juga memiliki trik untuk mengatasi perasaan bosan yang sering dialaminya saat itu, yaitu dengan menye-
secara periodik dan menggunakan BSC sebagai feedback pelaksanaan tugas. “BSC itu hanya metode, yang penting adalah awareness, ownership dan pemahaman atas strategi organisasi oleh pegawai itu sendiri”, lanjutnya.
Harapannya terhadap pengelolaan kinerja Kemenkeu ke depan adalah adanya integrasi antara manajemen kinerja dan manajemen risiko, karena keduanya merupakan sistem yang saling mendukung dalam mengoptimalkan pencapaian tujuan organisasi. “Mitigasi risiko itu seharusnya bisa dipresentasikan bersama dengan monitoring capaian kinerja. Selama ini belum ada mekanisme yang pas untuk mereviu apakah mitigasi yang kita lakukan sudah efektif atau belum. Dengan menggabungkan mitigasi risiko dan IKU, kita bisa menyusun mitigasi risiko yang lebih baik dalam mencapai sasaran organisasi karena mitigasi dihubungkan dengan pencapaian IKU”, tambahnya lebih lanjut.
Bangga sebagai Pegawai Kemenkeu Dalam kesempatan yang sama, kang Dedi juga berbagi cerita mengenai kesannya sebagai pegawai Kemenkeu. Ia sangat bangga dapat meniti karir sebagai PNS khususnya di Kemenkeu. “Meskipun merupakan unit publik, Kemenkeu tidak berbeda dengan perusahaan-perusahaan multinasional, kita punya BSC, juga punya manajemen resiko, dan lainnya”, ujarnya bangga. “Selain dapat mengabdi kepada negara, ide dan pendapat dapat disalurkan secara lebih terbuka”, tambahnya. Sambil mencontoh adegan dalam film-film asing ia terkesan dengan ungkapan “jika seorang pegawai negeri ditanya apa pekerjaannya, dia tidak mengatakan “I am civil servant”, tetapi “ I serve my country”, sekali lagi sambil tersenyum. Ungkapan ini memiliki makna sangat mendalam, karena seseorang yang memilih pekerjaan sebagai PNS, tidak berorientasi pada keuntungan yang akan dia dapatkan, tetapi justru dirinya dan apa yang dikerjakannya ditujukan untuk membawa manfaat bagi negara. Dalam menjalankan tugasnya ia berpegang pada prinsip Integritas, Komitmen dan Ketulusan. “Kerja saja yang baik, kemudian biarlah pimpinan yang menilai”, begitu nasihat pendeknya. [Eman Adhi Patra] Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
11
Profil
Strive
KILAS balik pengelolaan kinerja Kementerian Keuangan membawa kita pada salah satu pioner implementasi pengelolaan kinerja berbasis balanced scorecard (BSC) Kemenkeu dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Bapak Harry Mulya. Pak Harry, panggilan akrab Kepala Kantor Wilayah DJBC Sumatera Utara ini pernah menjabat sebagai Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana Sekretariat DJBC tahun 2008 sampai tahun 2011. Kala itu pria kelahiran Pangkal Pinang tahun 1962 ini juga menjabat sebagai Manajer Kinerja Organisasi (MKO) DJBC. Menurutnya tantangan terberat saat menjabat sebagai MKO DJBC adalah ketika mengkoordinasikan penyusunan Kontrak Kinerja seluruh pejabat eselon II di lingkungan DJBC. Saat itu hampir seluruh pejabat eselon II belum memahami secara mendalam mengenai penyusunan Kontrak Kinerja berbasis BSC. Lain dulu lain sekarang, perubahan begitu dinamis. Kalau dulu sebagai MKO Harry bertugas untuk mengkoordinasikan penyusunan Kontrak Kinerja beserta target Indikator Kinerja Utama (IKU) pejabat eselon II, saat ini Harry sebagai salah satu pimpinan unit eselon II bertugas untuk mengharmonisasikan IKU yang dibebankan agar target yang dibebankan dapat tercapai. Sebagai salah satu pioner implementasi BSC di Kemenkeu, Bapak dua anak ini layak dibilang sebagai Duta BSC. Bagaimana tidak, hingga saat inipun beliau masih konsisten menerapkan BSC agar tetap menjadi salah satu tools dalam pengelolaan kinerja. Serta selalu menularkan demam IKU pada setiap unit yang dipimpinnya. Lulusan Teknik Elektro tahun 1987 dan peraih Magister Sains Ilmu Sosial tahun 2005 ini merasakan manfaat BSC begitu besar. “Besar sekali manfaatnya. Pada setiap pelaporan bulanan kita bisa melakukan pembahasan capaian IKU. Misalnya kalau ada target IKU yang tidak tercapai kita bisa membuat action plan dan menangani masalah dengan lebih fokus”, papar Harry dengan santun. Di samping itu, evaluasi capaian IKU yang dilakukan tiap bulan bisa meningkatkan awareness baik ditatanan pelaksana maupun pimpinan. Para pimpinan menjadi lebih memperhatikan manual IKU, mempelajari dan mengevaluasi target dan capaian IKU. Sehingga pegawai tidak apatis terhadap BSC/IKU.
12
Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
Foto: Edi Juliana
For the Best
Siapa yang tidak bangga terhadap perolehan prestasi yang diperoleh Harry saat ini. Prestasi yang diperolehnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tidak semua pejabat dapat menduduki posisi yang diperolehnya dengan mudah. Sepanjang ada tekad yang kuat, mau dan menjaga integritas, maka jalan akan tersedia.
Menata kehidupan dari level bawah Layaknya ulat, sebelum menetas menjadi kupu-kupu yang berparas cantik dan bisa terbang bebas, Suami dari Indriyanthi ini memulai karir sebagai pelaksana pada tahun 1991. Gaji sebagai pelaksana harus dicukupkan untuk menghidupi istri dan dua anak kesayangan Annisa Nadhira dan Afif Artakusuma. Hidup di lingkungan Bea dan Cukai kala itu tidak dapat menggoyahkan prinsip Harry yaitu tidak menginginkan yang aneh-aneh. “Menurut saya kita itu tidak usah neko-neko. Ada uang seribu ya kira pakai yang seribu itu, jangan mikir lima ribu”, ungkapnya. Harry menjelaskan, bahwa kehidupannya dimulai dari rumah kontrakan. Jumlah aset rumah yang dimiliki saat ini adalah saksi sejarah kemampuan finansial yang perlahan tapi pasti peningkatannya. “Saya punya sejarah rumah dari tipe 21, 36, dan 54. Untuk tipe 54 sudah saya jual untuk tambahan membeli yang sekarang agak lebih besar. Dulu hanya mampu membeli rumah 21 ya saya kredit rumah yang segitu”, penjelasannya dengan penuh rasa bangga. Penggemar lagu When You Say Nothing At All ini awalnya sering disepelekan keluarga. “Sering diledekin sama keluarga, kerja di tempat uang kok kere banget”, kenangnya. “Kala itu saudara-saudara sudah mampu membeli kendaraan, rumah, dan hidup dengan mewahnya, sementara saya masih di rumah petak”, tambah Harry.
Profil
Strive for the best,
lakukan yang terbaik dengan hati, walaupun kelihatannya kita tidak mendapatkan apaapa dari yang telah kita lakukan.
Membentuk mental dari Kota Ambon Salah satu hal yang paling ditakuti pegawai DJBC adalah terkait mutasi. Tidak jarang pegawai akan menjadi demotivasi bahkan terpuruk ketika dimutasi ketempat yang tidak sesuai dengan keinginannya. Namun perpindahan pegawai ini dapat juga membawa kebahagiaan tersendiri bagi pegawai jika dijalani dengan penuh rasa syukur. Toh mutasi bagaikan malam hari, keadaan yang tidak bisa dihindari oleh pegawai instansi vertikal seperti di DJBC. “Saya itu penempatan pertama paling jauh dibandingkan teman-teman seangkatan, yaitu di Ambon. Yang namanya Ambon saja saya tidak tau persisnya dimana”, tutur Harry. Pengalaman mutasi yang terbilang jauh ini merupakan bekal buat Harry. Sehingga mutasi-mutasi berikutnya tidak lagi menjadi beban. Menurutnya Kota Ambon memang bagus untuk melatih dan membentuk mental. Layaknya pegawai DJBC pada umumnya, perjalanan karir Harry dilalui dengan memijakkan kaki di Kota Ambon, Bandung, Ambon, Jakarta, Medan, Jakarta, Aceh, dan saat ini kem-
bali ke Medan. Mengenang masa mutasi, beliau menceritakan bagaimana beliau memotivasi bawahannya yang kala itu sedang depresi karena dimutasi ke Nangroe Aceh Darussalam, yang saat itu masih konflik, sering terjadi penembakan misterius dan gempa bumi. Para pegawai yang dipimpinnya kala itu merasa gelisah dan takut. Namun Harry mencoba untuk meyakinkan bawahannya agar tidak cemas. Harry memberikan kiat-kiat agar terhindar dari masalah, yaitu jangan suka ketempat-tempat gelap dan sepi. Karena penembakan kerap terjadi di tempat-tempat seperti itu. Perjalanan hidup dan karir yang diawali dengan penuh perjuangan. Namun seiring berjalannya waktu, kerja keras dan tekad Harry membuahkan hasil. Dengan tetap menjaga integritas, profesionalisme dan memegang teguh prinsip, saat ini Harry sudah berubah menjadi sosok kupu-kupu nan cantik yang bisa bebas terbang sesuai keinginannya. Strive for the best, lakukan yang terbaik dengan hati, walaupun kelihatannya kita tidak mendapatkan apa-apa dari yang telah kita lakukan dengan baik tersebut. Seusai berbagi pengalaman tentang perjalanan karir yang dicapainya hingga kini, Harry memberikan pesan yang sangat berharga, seyogyanya manusia itu tetap mengikuti perkembangan jaman, mengikuti isu-isu baru. “Jadi kita harus terpacu, penasaran, dan terus berupaya untuk mengerti terhadap isuisu yang baru. Jangan resisten terhadap perubahan, sehingga kita tidak mengubur diri kita di liang kubur yang kita gali sendiri”, ungkapnya. “Jangan bangga dengan masa lalu, ikuti trend perubahan dinamika ke depan. Terus berjuang untuk kebaikan”. [I Made Edi Juliana] Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
13
Profil
Ikhlas dan Tuntas
PENGGALAN puisi yang sangat menyentuh di atas merupakan salah satu karya seorang mantan pengelola kinerja organisasi di Direktorat Jenderal Anggaran. Di tengah kesibukaannya, tim redaksi buletin kinerja sangat beruntung diberi kesempatan untuk berbincang-bincang dan berbagi pengalaman dengan pria yang salah satu hobinya membuat puisi ini. Beliau adalah Satya Susanto, yang sekarang menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Harmonisasi Penganggaran Remunerasi di Direktorat Harmonisasi Peraturan Penganggaran, Direktorat Jenderal Anggaran. Masuk ke dalam ruangan beliau, tim disuguhi pemandangan ruangan yang dipenuhi dengan berbagai buku yang tertata rapi dalam lemari yang ada disamping meja kerjanya. Buku tentang
14
Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
Foto: Edi Juliana
“Jadilah angin yang meniupkan kesejukan,Tanpa ada yang tahu bagaimana rupanya, Jadilah angin yang menghembuskan kedamaian,Tanpa pamrih kerja penuh keikhlasan, Tuhanmu tidak pernah lupa akan janjiNya, Tuhanmu tidak akan pernah lalai atas catatan-Nya, Berlindung kepada-Nya, Seperti angin yang ikhlas kerja mengharap ridha-Nya”
manajemen SDM, Reformasi Birokrasi, dan kebijakan publik merupakan tema favorit pria yang hobi membaca ini. Satya Susanto, nama yang sudah tidak asing lagi diantara para pengelola reformasi birokrasi di Kementerian/Lembaga khususnya terkait kinerja. Kiprahnya dibidang pengelolaan kinerja sudah tidak diragukan lagi. “Pada tahun 2008, Kementerian Keuangan mulai membangun manajemen kinerja berbasis balanced scorecard (BSC). Para pimpinan unit eselon I dikumpulkan oleh Ibu Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan saat itu) untuk menyusun peta strategi Kementerian Keuangan yang kita kenal dengan Depkeu-Wide yang terdiri dari lima tema dengan didampingi konsultan. Selanjutnya, dibentuk Tim Pengelola Kinerja yang dimotori oleh Pushaka untuk melakukan
cascading dengan dibantu teman-teman dari perwakilan masing-masing unit eselon I. Saya waktu itu adalah salah satu wakil dari DJA”, ujarnya saat ditanyakan mengenai pengalamannya menjadi pengelola kinerja di DJA. Berbicara tantangan, yang dirasa paling berat menurut beliau adalah karena dalam tim itu semuanya baru belajar BSC, dan baru pertama kali digunakan untuk mengukur kinerja instansi pemerintah. Apalagi Kaplan dan Norton, penemu BSC sebenarnya mengkonstruksikan tools ini untuk sektor private. Jadi, untuk dapat digunakan di sektor Public, perlu dilakukan adjusment disana-sini. Tentu ini hal yang tidak mudah. Tantangan yang lain ujarnya, adalah masalah budaya. Merubah budaya dari “tidak pernah diukur kinerjanya” men-
Profil
jadi “diukur kinerjanya”, bukan hal yang mudah. Orang tidak nyaman diukur, sehingga akan cenderung membuat indikator dan target kinerja yang mudah dicapai. “Untuk menghadapi hal tersebut, pengelola kinerja harus sedikit “bandel” agar indikator dan target kinerja yang dibuat lebih menantang. Namun Berkat komitmen pimpinan dan kerjasama tim, semua bisa teratasi dan bisa berjalan dengan baik. Bahkan sekarang proses cascading-nya sudah sampai pada level individu” ujar pria kelahiran Ngawi ini sambil mengingat masa-masa saat masih menjadi pengelola kinerja organisasi sampai tahun 2010. Pria yang telah menyelesaikan strata dua Magister Kebijakan Publik Universitas Indonesia ini menyatakan “Sebenarnya tugas saya saat ini pun masih tidak jauh-jauh dari manajemen kinerja juga. Bahkan Sub Manajer Kinerja Organisasi (SMKO) dan Sub Manajer Kinerja Perilaku (SMKP) di unit eselon II tempat saya bertugas, adalah pejabat eselon IV di lingkungan Subdirektorat yang saya pimpin. Jadi, meskipun tidak langsung menangani manajemen kinerja lagi, tetap melakukan coaching terhadap SMKO dan SMKP yang kebetulan merupakan bawahan saya.” Ketika ditanyakan mengenai tantangan yang dihadapi dalam mengawal pelaksanaan Reformasi Birokrasi Nasional terutama dari sisi pemberian tunjangan kinerja, pria berkacamata ini menjelaskan, “menumbuhkan kesadaran dikalangan para aparatur negara, bahwa Reformasi Birokrasi tujuannya bukan untuk sekadar mendapatkan tunjangan kinerja itu tidak gampang. Karena kalau kita berbicara Reformasi Birokrasi, maka didalamnya ada dua sisi yang harus mengalami perubahan, yaitu Hardside Change dan Softside Change. Hardside Change bisa kita lihat dengan dokumen-dokumen yang harus dihasilkan dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi seperti SOP, Analisis Beban Kerja, Penataan Organisasi, Road Map Reformasi Birokrasi, dan sebagainya. Softside Change lebih kepada membangkitkan kesadaran
individu perlunya merubah paradigma, mindset dan cultureset-nya. Seorang PNS harus mampu merubah cara pandangnya terhadap tugas yang menjadi tanggung jawabnya secara benar. Cara pandang yang benar akan menumbuhkan cinta pada pekerjaan. Dan cinta pasti akan memunculkan passion. Jika semua PNS mampu bekerja dengan cinta dan passion, maka mewujudkan PNS yang kerja jujur, kerja tuntas, kerja cerdas, dan kerja ikhlas sangatlah mudah.” Ucapnya berapi-api penuh semangat. Ketika ditanyakan pandangannya terhadap pelaksanaan Reformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan, pria ini menjelaskan “di Kementerian Keuangan, Hardside Change dan Softside Change telah terkelola dengan baik dan juga telah memiliki manajemen pengukurannya. Hardside Change-nya telah dilengkapi dengan manajemen kinerja berbasis BSC. Di Softside Change-nya, Kementerian Keuangan telah memiliki lima values yaitu Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan, dan Kesempurnaan. Ini pun juga telah memiliki manajemen pengukurannya yaitu yang kita kenal dengan Penilaian Perilaku 360 derajat. Namun demikian, hal yang penting yang harus kita lakukan saat ini adalah menjaga energi kita untuk terus konsisten menjalankan sistem ini, dan tidak cepat berpuas diri, sehingga kualitas dari penerapan sistem ini bisa terus menerus ditingkatkan,” ujarnya sambil mempersilahkan kami meminum secangkir teh manis hangat. “Ada satu hal yang Kementerian Keuangan belum sampai kesana dalam pelaksanaan manajemen kinerjanya, yaitu, bagaimana mengukur kinerja individu sampai dengan aspek penganggarannya. Seseorang atau suatu unit organisasi, bisa saja mencapai IKU berikut target kinerjanya. Tapi untuk mencapai IKU beserta target kinerjanya itu, apakah sudah efisien dari aspek anggarannya apa belum, saat ini belum bisa kita ukur”, tambahnya. Untuk itu, ia berpesan agar Tim Pengelola Kinerja Kementerian Keuangan, Forum Reformasi Birokrasi Kementerian
Keuangan, perlu berkolaborasi lebih intens dengan DJA, karena saat ini DJA juga terus mengembangkan pelaksanaan sistem anggaran berbasis kinerja sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 17 Tahun 2013 tentang Keuangan Negara.
Inspirasi kehidupan Sebagai penutup wawancara dengan Satya Susanto, beliau menyampaikan falsafah hidupnya yang dapat menjadi inspirasi kita semua. “Mati adalah kepastian, dewasa adalah pilihan. Pilihlah dewasa daripada kekanak-kanakan, karena kedewasaan akan menghantarkan kebahagiaan pada alam keabadian. Kedewasaan itu salah satunya dewasa dalam memandang rezqi Tuhan. Ketika kita dilahirkan, Tuhan dengan hak prerogatifNya telah menetapkan pagu anggaran kehidupan yang dikorelasikan dengan kematian. Apabila kita melakukan pencairan atas pagu anggaran itu terus menerus, maka pada saat pagu anggaran kita telah nihil, saat itu kematian datang memanggil. Janganlah lupa bahwa pagu anggaran adalah batas atas yang tidak dapat dilampaui. Jadi, meski seseorang mencari rizqi, halal – haram tak peduli, itu semua tidak akan menambah pagu anggaran kita sendiri. Seperti air yang dituangkan ke dalam gelas, maka gelas itu adalah pagu kita dan air adalah rezqinya. Jika terus menerus air diisikan pada gelas itu, saat melewati pagu (kapasitas gelas), air itu akan tumpah. Artinya, sesungguhnya rezqi itu bukan punya kita. Tapi punya orang lain yang dititipkan Tuhan melalui tangan kita. Kalau rezqi yang dititipkan ke kita adalah rezqi dokter, maka Tuhan akan membuat sakit kita atau salah satu anggota keluarga kita. Jika Tuhan menitipkan rezqi seorang Pencopet, maka Tuhan akan menskenariokan kisah hidup kita yang kecopetan. Begitu seterusnya. Jadi dewasalah dalam memandang rezqi agar kita bisa bekerja jujur, bekerja cerdas, ikhlas, dan bekerja tuntas. Dan percayalah, Tuhan pasti akan menuntaskan kebutuhan hidup kita”. [Susmianti] Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
15
Foto: Edi Juliana
Potret
Pemeriksaan Kepabeanan di Bandara Internasional Kualanamu, Sumatera Utara.
Kanwil DJBC Sumatera Utara
Prestasi Di Tengah Keterbatasan Setelah pada edisi sebelumnya menyoroti potret kantor di ujung timur Indonesia, kini redaksi membawa kita untuk mengunjungi salah satu kantor perwakilan Kementerian Keuangan yang berlokasi di bagian barat Indonesia, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Kanwil DJBC) Sumatera Utara.
KANWIL DJBC Sumatera Utara terdiri dari 7 Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai, yaitu KPPBC Tipe Madya Pabean Belawan, KPPBC Tipe Madya Pabean B Medan, KPPBC Tipe Madya Pabean C Teluk Nibung, KPPBC Tipe B Pangkalan Susu, KPPBC Tipe B Pematang Siantar, KPPBC Tipe B Sibolga, dan KPPBC Tipe B Kuala Tanjung. Ada yang menarik yang bisa disoroti dari Kanwil DJBC Sumatera Utara, pertama terkait beroperasinya bandara baru di Kualanamu dan kedua terkait terbatasnya prasarana di pelabuhan Belawan.
16
Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
Baru, Jangan Dikira Lalai Dipindahkannya Bandara dari Polonia ke Kualanamu masih menyisakan banyak “PR” bagi KPPBC Tipe Madya Pabean B Medan. Ruang kerja yang disediakan pihak Angkasa Pura selaku operator bandara ternyata belum mencukupi kebutuhan Bea dan Cukai. “Abang tengoklah sendiri fasilitas yang diberikan, ruangan saja kita jadi satu, P2 (Pelayanan dan Penindakan), Pabean, bahkan dapur juga disitu. Idealnya P2 punya ruang tahanan barang untuk menyimpan sementara barang yang ditahan bea
Potret
Foto: Edi Juliana
Baru beroperasinya Bandara Kualanamu mungkin dianggap celah bagi para sindikat untuk melakukan penyelundupan. Namun pegawai selalu siap siaga. Kesigapan dan insting pegawai dalam melakukan pengawasan patut diapresiasi.
cukai”, keluh salah satu pegawai yang sedang bertugas saat itu di Kualanamu. “Kita mesti tahan bantinglah, itung-itung kemping”, tambahnya lantang. Di sisi lain fasilitas x-ray yang dipakai untuk memonitor arus barang dari 35 jadwal kedatangan internasional dirasakan kurang. “x-ray ini nanti akan diganti baru, lihat saja, kita bersihin juga tidak bisa bersih sangat kontras dengan badara yang kinclong”, tambah pegawai lainnya sambil melakukan pemantauan pada layar x-ray. Dari sisi lain keberadaan Bandara Kualanamu yang lokasinya lumayan jauh dari kebanyakan tempat tinggal pegawai, masih menjadi kendala tersendiri. Menyikapi hal ini Kepala Kanwil DJBC Sumatera Utara, ditemui di kantornya mengaku sering mengumpulkan dan memotivasi pegawainya. “Jangan mengeluh dengan kondisi ini, Bapak dan Ibu sebagai pioner berdirinya Bandara Kualanamu harus bangga. Banyak hal nanti bisa diceritakan kepada anak cucu. Bapak dan Ibu ikut membangun Bandara Kualanamu. Bapak Ibulah yang akan dikenang”, Harry menceritakan kembali apa yang telah disampaikan kepada bawahannya. Baru beroperasinya Bandara Kualanamu mungkin dianggap celah bagi para sindikat untuk melakukan penyelundupan. Namun pegawai selalu siap siaga. Kesigapan dan insting pegawai dalam melakukan pengawasan patut diapresiasi.
Berselang dua hari setelah beroperasinya Bandara Kualanamu, tanggal 30 Juli p2013 petugas pengawasan kedatangan internasional berhasil melakukan penangkapan 10,35 Kg sabu-sabu. Penangkapan ini adalah penangkapan terbesar di tahun 2013. “Untuk yang 10,35 Kg, mereka mengira kita lengah, padahal kita sudah siap. Saya bilang dari awal pengawasan harus sudah siap”, Jelas Harry. Keberhasilan ini tidak membuat para pegawai terlena dengan kemenangan. Setiap hari pegawai dengan sigap dan telaten memperhatikan gelagat penumpang yang datang, melakukan pemeriksaan terhadap barang melalui x-ray, dan melakukan pemeriksaan mendalam terhadap barang atau orang yang dicurigai dengan ion scan. Para pegawai menyadari betul bahwa modus-modus penyeludupan narkoba jaringan international ke wilayah, Indonesia terus berubah. Disamping kemampuan/insting pegawai yang terus perlu ditingkatkan, dukungan peralatan dan ruangan yang lebih memadai diharapkan segera dapat direalisasikan di Kualanamu. Dengan begitu pengawasan akan dapat dilakukan lebih optimal.
Introspeksi Diri Paradigma PNS lama biasanya dihubungkan dengan pegawai yang malas. Namun saat ini PNS Kemenkeu sangat jauh dengan hal itu. Kesibukan di dalam kantor, di depan komputer merupakan pemandangan biasa. Di beberapa lokasi PNS Kemenkeu mau bekerja dengan penuh semangat dan ikhlas di bawah terik matahari dan dengan resiko kecelakaan yang tinggi. Potret seperti ini merupakan pemandangan yang biasa ditemukan ketika pegawai KPPBC Tipe Madya Pabean Belawan melakukan pemeriksaan terhadap barang yang masuk dan dikategorikan sebagai jalur merah. Jalur merah merupakan proses pelayanan dan pengawasan pengeluaran Barang Impor dengan dilakukan pemeriksaan fisik, dan dilakukan penelitian dokumen sebelum penerbitan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). Rata-rata pegawai yang bertugas sebagai pengawas Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
17
Potret
memiliki kulit hitam karena terbakar sinar matahari. Keluhan utama yang disampaikan pegawai adalah lokasi pemeriksaan yang beratapkan langit. Kalau cuaca lagi hujan, tak ayal pemeriksaan batal dilaksanakan, dan harus menunggu sampai hujan reda. “Disini pelindungnya gak ada, kalau panas kita masih bisa tahan, tapi kalau hujan kan barang harus diselamatkan”, cerita salah seorang pegawai yang sedang melakukan pemeriksaan barang. Kondisi terik tidak menghalangi para pegawai untuk berkinerja. Perasaan bangga menjadi PNS yang berkinerja membuat pegawai tetap semangat dan dengan teliti melakukan pemeriksaan terhadap barang yang dikategorikan jalur merah. Selesai melakukan pemeriksaan, mereka langsung membuat laporan pada tumpukan countainer yang disulap menjadi kantor. Tempat yang lumayan nyaman, dengan suhu yang sejuk, begitu kontras dengan kondisi luar ruangan. Ketika terbatasnya prasarana ini dikonfirmasi kepada Kepala KPPBC Tipe Madya Pabean Belawan, Widhi Hartono melihatnya dari perspektif yang berbeda. “Itu semuanya sebenarnya balik lagi ke kitanya. Sepanjang kita lagi-lagi konsisten seperti itu terus. Dalam kondisi apapun, maka Pelindo akan menjadikan standar. Misalnya Kemenkeu minta jarak pemeriksaan antar countainer adalah dua meter, maka harusnya kita konsisten hanya melakukan pemeriksaan
Di beberapa lokasi PNS Kemenkeu mau bekerja dengan penuh semangat dan ikhlas di bawah terik matahari dan dengan resiko kecelakaan yang tinggi.
jika ada jarak tersebut dua meter. Yang jadi penyakit adalah ketika suatu saat hanya disisakan jarak antar countainer satu meter kita tetap mau memeriksa. Bagi Pelindo, mau kok mereka satu meter”, jelas Widhi. “Lagi-lagi kita juga yang harus instrospeksi. Pelindo sudah menyiapkan prasarana seperti helm dan rompi, namun pegawai enggan memakainya. Sebenarnya SOP sudah ada, tinggal kita mau nggak untuk konsisten melaksanakannya”, tambah Widhi. Sebagai seorang pegawai, berkinerja tinggi adalah tuntutan organisasi, keselamatan dan kesehatan adalah tuntutan keluarga. Ketika dua belah pihak saling bekerja sama, harus ada kata sepakat diantara mereka. Kesepakatan ini harus dilaksanakan dengan konsisten oleh kedua belah pihak terkait demi tercapainya tujuan yang diharapkan. [I Made Edi Juliana]
Foto: Edi Juliana
Pemeriksaan Kepabeanan di Pelabuhan Belawan, Sumatera utara
18
Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
Selingan Ketawa Yuk
Pelajaran Manajemen Korupsi KEJADIAN perampokan di bank di negara tetangga. Perampok berteriak ke semua orang di bank, “Jangan bergerak! Uang ini semua milik Negara. Hidup Anda adalah milik Anda!” Semua orang di Bank tiarap. Hal ini disebut “Mind changing concept Merubah cara berfikir”. Ada nasabah yang sexy mencoba merayu perampok, tetapi malah membuat perampok marah, “Yang sopan Mbak..!! Kami ini perampok bank bukan pemerkosa!”. Hal ini disebut “being professional - bertindak professional”. Fokus hanya pada pekerjaan sesuai prosedur yang diberikan. Setelah selesai merampok bank, “Bang, sekarang kita hitung hasil rampokan kita.” Perampok tua menjawab, “Dasar bodoh. Uang yang kita rampok banyak, repot menghitungnya. Kita tunggu saja berita TV, pasti ada berita mengenai jumlah uang yang kita rampok.” Hal ini disebut “experience - pengalaman”.
the tide - mengikuti arus”. Mengubah situasi yang sulit menjadi keuntungan pribadi. Kemudian Kepala Cabangnya berkata, “Alangkah indahnya jika terjadi perampokan tiap bulan.” Hal ini disebut “Kill boredom menghilangkan kebosanan”. Kebahagian pribadi jauh lebih penting dari pekerjaan anda. Keesokan harinya, berita di TV melaporkan uang Rp. 100 Miliar dirampok dari bank. Perampok menghitung uang hasil rampokan dan perampok sangat murka, “Kita susah payah merampok cuma dapat Rp. 20 Miliar, orang-orang bank tanpa usaha malah dapat Rp. 80 Miliar!” Kriminal itu jahat dan Manajemen KORUPTOR memang lebih jahat JADINYA! [Sumber: ketawa.com, Ilustrasi: hukum.kompasiana.com]
Sementara di bank yang dirampok, si Manajer bank berkata kepada Kepala Cabangnya untuk segera lapor ke Polisi. Tapi Kepala Cabang berkata, “Tunggu dulu, kita ambil dulu untuk kita bagi dua. Nanti totalnya kita laporkan sebagai uang yang dirampok.” Hal ini disebut “Swim with
Kuis
“Cerita Di Balik Gambar” Buatlah cerita pendek terkait dengan gambar karikatur yang terdapat pada cover Buletin Kinerja Edisi XVIII. Ketentuan tulisan adalah: • Bahasa Indonesia • Jenis huruf Arial, ukuran 11 • Ukuran kertas A4, spasi 1,5, margin semua sisi 1 inchi • Jumlah kata maksimal 300 kata Tulisan yang dikirimkan menjadi hak Buletin Kinerja dan dapat diedit sesuai kebutuhan penerbit. Bagi 5 (lima) orang pemenang tulisan terpilih akan diberikan bingkisan menarik. Bagi 1 (satu) orang pemenang tulisan terbaik akan dimuat dalam Buletin Kinerja Edisi XIX.
Tulisan tersebut agar dikirimkan paling lambat tanggal 30 November 2013 ke: Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Gedung Djuanda I Lantai 5 Jl.Wahidin Raya No.1 Jakarta Pusat 10710 atau email
[email protected]
Pemenang Kuis Buletin Kinerja Edisi XVII Tahun 2013 1) Herry Indratno (Sekretariat DJPU); 2) Fritz Okta Nehemnya (Pusdiklat Pengembangan SDM BPPK); 3) Bimo Adisaputro (Pusat Kepatuhan Internal DJBC); 4) Affandi Pattangai (Kanwil DJPB Sulawesi Tenggara); 5) Eddy Triono (Kanwil DJP Jawa Tengah I); 6) Mulia Dewi (KPP Pratama Surakarta Jawa Tengah); 7) Arwin Fathurrakhman (KPPN Amlapura Bali); 8) Himawan Triwidodo (Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian DJP); 9) Nur Eko Budiantoro (Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan Setjen); 10) Reza Yandripano (Bagian OTL Inspektorat Jenderal).
Selamat bagi para pemenang!!!
Kami menunggu partisipasi Anda pada Buletin Kinerja edisi berikutnya. Jawaban Kuis Cari Kata Buletin Kinerja Edisi XVII Tahun 2013: KAPLAN, EXACT, STRATEGI, VISI, KONTRAK, TARGET, BSC, SASARAN, NILAI, KINERJA Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
19
Ragam Kinerja
KARAPAN Sapi or Bull-racing Tournament is an annual traditional event originally from Madura, East Java. It was usually held during the weekend within August to September, or ideally before or after the fasting month. Date back to the early begin, Karapan Sapi was ex-
20
Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
isted before 15 Century. The championship started from the district level to the regency level and moving forward to the level of residence. Finally, the final would be held in September or October in the city of Pamekasan to compete for the President Cup.
Looking at the background, bulls were not the type of animals for racing activities. They were not classified as fast runner animals. To some extent, expecting the bulls to race might be similar to expecting bureaucracy to speed up the process of administration or to inno-
Ragam Kinerja
Karapan Sapi and the Public Sector Reform
vate, and the jockey were their leader/ manager. You might become crazy yourselves expecting bureaucracy to change. However, I do hope that this would not always be the case. For “karapan”, problem in making the bulls run could be solved by train-
ing the bulls twice or three times a week, not more than that. The exercise was held around 3pm before dawn. It was said that for food and other maintenance, a pair of healthy and strong bulls would cost IDR 4 million. Moreover, the bulls had to consume some traditional herb and dozens of chicken eggs per days. By the same way, could we expect public servants in the bureaucracy to perform well by providing a good salary, long hours of education and abundant time for training and exercise or even an excessive supervision every day? Remember, they are human with mind and soul; they also have families to be taken care of. Pouring budget to satisfy full of their needs would cost the national budget a lot more than IDR 4 million a week (a monthly pension fund received by the Indonesian retired general who used to serve in the military). Moreover, how much funds should be allocated for public servants that would be enough to make them perform better? Everyone may guess. Consequently, the first important thing in reforming bureaucracy is to touch public servants heart, motivate them and give them trust to develop better system in the current world with its great volatility, uncertainty, complexity and ambiguity. In addition, unleash the bureaucratic laws and regulations that limit them to innovate. Not to mention, there were some
By Adi Budiarso*
secret information. In order to make the bulls running as fast as they could, their tails were tied with nails and added with the chili and ginger. The jockey’s whip was also equipped with nails. It seemed so sadistic here, but that was the game and the culture. The more they got hurt, the more the bulls ran faster and faster. Oh my God, should we use such kind of sadistic ways to make public servants to move faster for reform? As citizens, sometimes we might end up by thinking like the “Karapan” audience. We might want to get good entertainment by expecting public servants to innovate, develop good infrastructures for better development. In fact, we forgot that the “bull” and the “jockey” had been long-suffering for a decent treatment due to the very low salaries, poor education/training and even low-level of honor and dignity. Thus, the public sector system and their people had been easily infected by corruption and dirty politics. Hopefully, there are still some of us who want to strive for the reform and engage in self transformation. May God bless the public servants and the Indonesian bureaucracy reform agenda!
*Pada bulan July 2013, Penulis telah menyelesaikan program Professional Doctorate in Business Administration dari University of Canberra melalui program Australian Leadership Award -AusAID 2009-2013. Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
21
Foto: Edi Juliana
Lensa Peristiwa
22
Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
Foto: Edi Juliana Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
23
I Gusti Agung Ayu Ari Tiastary
Kepala Seksi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan, KPPBC Mataram Capacity building tentang Pengelolaan Kinerja Organisasi (PKO) ini sangat penting, karena para pengelola harus mempunyai wawasan yang luas tentang hal tersebut. Dalam proses pengelolaan kinerja, banyak unsur yang harus diperhatikan. Dimana, pimpinan juga harus memahami secara komprehensif agar pada saat implementasi menjadi tepat apalagi saat menuangkan ke dalam IKU di bea dan cukai. Setelah mengikuti kegiatan ini, saya baru memahami konsep pengelolaan kinerja di Kementerian Keuangan. Karena sejak ditunjuk menjadi Mitra Manajer Kinerja Organisasi (MMKO), baru tahun ini mendapat materi PKO. Berbekal pengetahuan ini, langkah selanjutnya saya akan mensosialisasikan kepada para pegawai dan mereviu kontrak kinerja tahun ini untuk persiapan penyusunan kontrak kinerja tahun 2014. Untuk kedepannya saya berharap agar dalam pelaksanaan capacity building semacam ini diberikan soft competency, dan juga game-game yang lebih banyak lagi agar peserta tidak tegang dalam menerima materi.
Rubiyantara
Kepala Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Tipe B Batam Tujuan penerapan sistem penilaian kinerja adalah untuk dapat mengukur dan mengarahkan pencapaian kinerja seluruh pegawai sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Semenjak Kementerian Keuangan menerapkan metode Balanced Scorecard (BSC), implementasi pengelolaan kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan terus mengalami penyempurnaan. Penyempurnaan ini sejalan dengan perbaikan proses bisnis yang terjadi pada masingmasing unit. Sebagai contoh IKU kami adalah “Dukungan penyediaan kapal patroli” sesuai tugas dan fungsi Pangkalan Sarana Operasi (Pangsarop) yaitu memberikan dukungan kegiatan pengawasan kepabeanan dan cukai. Dengan demikian keberhasilan pencapaian kinerja Pangsarop dalam menjalankan tugasnya telah memiliki alat ukur yang tepat. Dengan masih adanya penyempurnaan pengaturan pengelolaan kinerja di lingkungan Kementerian Keuangan, kegiatan capacity building bagi Pengelola Kinerja sangat perlu dilakukan untuk memberikan update atau refreshing terkait pengelolaan kinerja di Kementerian Keuangan. Dengan demikian para pengelola kinerja dapat lebih fokus dan concern dalam mengawal implementasi BSC di lingkungan Kementerian Keuangan. Dengan adanya capacity building, diharapkan dapat meningkatkan komitmen semua pihak bahwa BSC merupakan alat manajemen yang penting untuk mencapai tujuan Kemenkeu berdasarkan visi dan misi organisasi.
24
Buletin Kinerja - Edisi XVIII/2013
Bayu Arief Bawono, MMKO Kanwil DJP Sulselbartra Kasi Bimbingan dan Konsultasi
Capacity Building Pengelolaan Kinerja yang diselenggarakan oleh Tim Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Pusat (TRBTKP) sangat efektif sehingga membuat saya memiliki pemahaman yang lebih baik dan menyeluruh terhadap pengelolaan kinerja organisasi. Untuk pelaksanaan Capacity Building yang akan datang agar diperba-nyak waktu untuk simulasi perhitungan Capaian Kinerja Pegawai karena sering digunakan oleh Mitra Manajer Kinerja Organisasi dalam pengelolaan kinerja organisasi.