MAKNA SIMBOL TOKOH UTAMA DALAM NOVEL BIOLA TAK BERDAWAI KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA (Tinjauan Semiotik) Rini Wirasty B. FKIP UMMY SOLOK
[email protected] ABSTRACT Novel Biola tak Berdawai also talked about the phenomena that occur in the community. Therefore, the purpose of this study describes the meaning of the symbol of the main character (God) in the novel Biola Tak Berdawai Seno Gumira Ajidarma through reviews Semiotics. This study was descriptive, with qualitative methods, as well as using a semiotic approach. Clearly the object of this research is the novel Biola Tak Berdawai Seno Gumira Ajidarma. There are three stages of data collection, data analysis stage, and the stage presentation of data. The data found in the form of the symbols of the main character in the novel Biola Tak Berdawai. So that at the stage of data analysis to be examined was a special symbol of the main character (God). Stage presentation of data descriptively. Based on the research symbolizing the main character (God) in the novel Biola Tak Berdawai in general there are five, namely 1) symbolizing figure god like Sukasrana in the world of puppetry, because the character of Lord in this novel contrary to the deities commonly known to the public or to the gods in the world of puppetry , even more like a god figure Sukasrana the puppet story; 2) The figures symbolizing the god like a caterpillar, chrysalis and butterfly; 3) figure god symbolized as clams; 4) The god figure termed as dolls, (children's toys); 5) figure god likened without a stringed violin, because he was not able to express what is felt by the body. The fifth symbol implies about the values of life, and give motivations were very meaningful. Keywords: meanings, symbols, semiotics, novel ABSTRAK Novel Biola Tak Berdawai juga berbicara tentang fenomena yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini menjelaskan arti dari simbol karakter utama (Tuhan) dalam novel Biola Tak Berdawai Seno Gumira Ajidarma melalui ulasan Semiotika. Penelitian ini adalah deskriptif, dengan metode kualitatif, serta menggunakan pendekatan semiotik. Jelas objek penelitian ini adalah novel Biola Tak Berdawai Seno Gumira Ajidarma. Ada tiga tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan presentasi tahap data. Data yang ditemukan dalam bentuk simbol dari tokoh utama dalam novel Biola Tak Berdawai. Sehingga pada tahap analisis data yang akan diperiksa adalah simbol khusus dari karakter utama (Allah). presentasi tahap data secara deskriptif. Berdasarkan penelitian yang melambangkan karakter utama (Tuhan) dalam novel Biola Tak Berdawai secara umum ada lima, yaitu 1) melambangkan sosok dewa seperti Sukasrana di dunia pedalangan, karena karakter Tuhan bertentangan novel ini untuk para dewa umum dikenal masyarakat atau para dewa di dunia pedalangan, bahkan lebih seperti sosok dewa Sukasrana cerita wayang; 2) Angka-angka yang melambangkan dewa seperti ulat, kepompong dan kupu-kupu; 3) tokoh dewa dilambangkan sebagai kerang; 4) Sosok dewa disebut sebagai boneka, (mainan anak-anak); 5) Angka dewa disamakan tanpa biola senar, karena ia tidak mampu mengungkapkan apa yang dirasakan oleh tubuh. Simbol 107
108 kelima menyiratkan tentang nilai-nilai kehidupan, dan memberikan motivasi yang sangat berarti. Kata kunci: makna, simbol, semiotik, novel
Gumira Ajidarma. Kisah yang terdapat
PENDAHULUAN Perenungan
terhadap
hakikat
dalam
novel
ini
sering
terjadi
di
kehidupan dengan berbagai permasalahan
lingkungan masyarakat, yaitu bercerita
yang ada dan penuh kesadaran serta
tentang banyaknya bayi-bayi yang dibuang
penghayatan
oleh orang tuanya, baik yang cacat maupun
kemudian
terhadap diungkapkan
permasalahan, kembali
oleh
bayi hasil hubungan gelap (bayi yang tidak
pengarang melalui cerita rekaan sesuai
diinginkan). Fenomena tersebut sering
dengan pandangannya. Dengan demikian,
diberitakan pada media-media masa.
akan tercipta suatu karya sastra yang merupakan
reaksi
realitas
kalanya ditampilkan secara rinci seperti
kehidupan yang ada. Corak kehidupan
kenyataan sesungguhnya. Memberi kesan
yang diangkat sebagai bahan penciptaan
bahwa dunia novel adalah dunia nyata
karya sastra berupa kebudayaan, adat
yang disamarkan melalui nama-nama baik
istiadat, pandangan hidup, ataupun perilaku
tokoh, maupun tempat peristiwa. Hal ini
masyarakat dalam berinteraksi dengan
menyebabkan pembaca menjadi tertarik
lingkungan, interaksi dengan diri sendiri,
untuk menafsirkan makna dari nama-nama
serta interaksi dengan Tuhan. Dalam karya
tokoh, nama tempat, serta peristiwa yang
sastra yang akan diteliti pun juga bercerita
ada pada novel. Selain ditampilkan secara
tentang
rinci seperti kenyataan sesungguhnya,
fenomena
terhadap
Penggambaran cerita novel ada
yang
terjadi
di
lingkungan masyarakat. Salah satunya karya sastra yaitu novel Biola Tak Berdawai karya Seno
Bahastra, Oktober 2016, Volume XXXVI, Nomor 1
adakalanya penciptaan karya sastra itu dipengaruhi terdahulu.
oleh
karya
sastra
yang
109 Karya gambaran
sastra
masyarakat.
Teeuw
(dalam
Pradopo, 2003:223) juga mengungkapkan
seseorang, yang sering kali menghadirkan
bahwa karya sastra tidak lahir dalam situasi
kehidupan yang diwarnai oleh sikap latar
kekosongan budaya. Ini berarti bahwa
belakang dan keyakinan pengarang. Novel
karya sastra sesungguhnya merupakan
sebagai salah satu produk sastra memegang
konvensi masyarakat.
penting
hasil
budaya
rekaan
peranan
kehidupan
merupakan
dalam
memberikan
Melalui
karyanya,
pengarang
pandangan untuk menyikapi hidup secara
tidak lagi berbicara tentang keindahan
artistik imajinatif. Karya sastramerupakan
semata,
karya yang imajinatif dan fiktif. Artinya
permasalahan
kelahiran karya sastra tidak hanya sebagai
manusia. Dengan begitu sastra akan lebih
gambaran dari peristiwa yang terjadi di
bermakna.
lingkungan pengarang, tetapi sudah diolah
mengungkapkan tentang masalah manusia
dan
imajinasi,
dan kemanusiaan, tentang makna hidup
kreativitas pengarang sehingga memiliki
dan perjuangannya, kasih sayang dan
nilai seni. Karya sastra diciptakan oleh
kebencian, nafsu dan segala yang dialami
pengarang untuk dipahami dan dinikmati
manusia. Dengan cipta sastra, sehingga
oleh pembaca pada khususnya dan oleh
pengarang dapat menampilkan nilai-nilai
masyarakat pada umumnya.
yang lebih tinggi dan lebih agung. Mampu
dipadukan
Hal-hal
dengan
yangdiungkap
oleh
pengarang lahir dari pandangan hidup dan daya
imajinasi,
tentu
mengandung
tetapi
juga
dan
Sebuah
permasalahan-
penderitaan
cipta
umat
sastra
menafsirkan tentang makna hidup dan hakikat hidup (Esten 1990:8). Unsur-unsur yang membangun
keterkaitan yang kuat dengan kehidupan.
sebuah novel secara garis besar dapat
Oleh karena itu, karya sastra tidak dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu unsur
terlepas dari konteks sejarah dan sosial
intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Makna Simbol Tokoh Utama Dalam Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma
110 a. Unsur Intrinsik
2. Petanda (signified, signifie) atau
b. Unsur Ekstrinsik
yang di tandai (artinya atau
Luxemburg, dkk (1992:44), menyatakan bahwa
Semiotik
Yunani
bahasa
Berkaitan dengan hubungan antara
“Semion” yang berarti tanda.
tanda dan acuannya, ada tiga hubungan
Semiotik berarti
berasal
dari
maknanya).
ilmu tentang tanda.
yang mungkin ada. (1) Hubungan antara
Menurut Hoed (Nurgiantoro, 2007:40)
tanda
Semiotik adalah ilmu atau metode analisis
hubungan kemiripan, tanda itu disebut
untuk mengkaji tanda. Tanda adalah
ikon. (2) Hubungan ini dapat timbul karena
sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain,
ada kedekatan eksistensi, tanda itu disebut
dapat
indeks. (3) Akhirnya, hubungan itu dapat
berupa
pengalaman,
pikiran,
perasaan, gagasan. Semiotik sistem,
acuannya
dapat
berupa
pula merupakan hubungan yang sudah mempelajari
sistem-
konvensi-konvensi
yang
memungkinkan
dan
tanda-tanda
tersebut
mempunyai arti. Pendekatan Semiotik
terbentuk secara konvensional, tanda itu adalah
simbol
(Sudjiman,
1992:8-9).
Berikut uraian ke tiga aspek tersebut. a. Indeks
merupakan usaha untuk menganalisis karya
Indeks adalah hubungan kausal
sastra. Konvensi apa yang memungkinkan
(sebab
akibat)
antara
karya sastra mempunyai makna (Pradopo,
petandanya (Pradopo, 2003:120). Dalam
2003:123).
penelitian
sastra
penanda
dengan
dan
pendekatan
Pada pengertian tanda mempunyai
Semiotik, tanda indekslah yang paling
dua aspek yaitu:
banyak dicari yaitu berupa tanda-tanda
1. Penanda (signifier), (signifiant)
yang menunjukan hubungan sebab akibat
atau
yang menandai
(bentuk
tanda).
Bahastra, Oktober 2016, Volume XXXVI, Nomor 1
(dalam mengenai
pengertian indeksitas
luas).
Persoalan
suatu
teks
111 menyangkut masalah lain seperti masalah
sebuah peta geografis dan sebuah potret
fiksi dan non-fiksi, antara realita fiktif dan
adalah ikon (Sujiman dan Zoest, 1992:9).
realita sejarah. Contoh indeks adalah “ada
c. Simbol
asap menandakan ada api", selain itu tiang
Simbol
adalah
tanda
yang
petunjuk jalan penunjuk jalan dan sebuah
menunjukkan tidak ada hubungan alamiah
penunjuk angin juga termasuk indeks
Teori
(Sujiman dan Zoest, 1992:9).
petandanya (Pradopo, 2003:120). Ikon dan
b. Ikon
indeks mempunyai peranan penting dalam
Ikon
Pierce
antara
penanda
dan
adalah
tanda
yang
semiotik, namun bukan berarti simbol tidak
adanya
hubungan
yang
memegang peranan penting dalam teks
dan
sastra. Sastra adalah interpretasi suatu
petandanya, hubungan itu adalah hubungan
simbol, karena sastra adalah salah satu
kesamaan
bentuk
menunjukkan bersifat
alamiah
atau
antara
penanda
kemiripan
(Pradopo,
seni
kreatif
manusia
2003:120). Jadi, ikon adalah tanda yang
kehidupannya
menunjukkan
yang
bahasa sebagai mediumnya. Kata-kata dan
memiliki kesamaan dengan arti yang
unsur-unsur kebahasaan pada umumnya
ditunjuk. Menurut Peirce dari ketiga jenis
merupakan simbol (Sujiman dan Zoest,
tanda Semiotik (ikon, indeks dan simbol),
1992:9).
adanya
hubungan
tanda ikonlah yang paling utama. Hal ini
Tanda
dengan
dan
yang
berupa
mencakup
realitanya mempunyai kemungkinan untuk
mengkonvensi di masyarakat. Antara tanda
dianggap
objek
dengan objek tidak memiliki hubungan
kongkret maupun suatu abstraks. Jadi ikon
kemiripan ataupun kedekatan, melainkan
lebih kepada gambar atau foto. Contohnya
terbentuk karena kesepakatan. Misalnya,
tanda,
baik
anggukan
kepala
hal
yang
yang
simbol
disebabkan karena semua diperlihatkan
sebagai
berbagai
menggunakan
telah
menandakan
Makna Simbol Tokoh Utama Dalam Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma
112 persetujuan dan tanda-tanda kebahasaan
secara kretif dan dinamis. Keterpahaman
adalah simbol (Sujiman dan Zoest 1992:9).
akan
Simbol
merupakan
tanda
yang
simbol-simbol
memudahkan
tersebut
penafsiran
akan dalam
paling canggih. Dengan adanya simbol-
menemukan makna sebuah simbol (bahasa)
simbol seseorang dapat berfikir, bernalar,
dalam novel.
dan dapat merasakan sesuatu. Salah satu
Pada
simbol
yang
kearbiternya
paling adalah
bahasa
Indonesia
simbol
populer
karena
umumnya disamakan dengan lambang.
bahasa,
karena
Dalam
sastra,
sistem
simbol
yang
berfungsi sebagai sarana berfikir serta
terpenting adalah bahasa. Leach (dalam
merupakan prestasi kemanusiaan yang
Ratna, 2011:115) menyatakan bahwa suatu
amat besar dan bersifat arbiter berkenaan
gejala disebut simbol tergantung dari
dengan tanda (Nurgiyantoro, 2007:42).
penggunanya. Tanda dalam sastra sangat
Sujiman dan Zoest (1992:11) mengatakan
banyak. Simbol dapat dianalisis melalui
bahwa soal-soal yang berkaitan dengan
suku kata, kata, kalimat,alinea, bab, bahkan
stuktur agumentatif suatu teks sastra (suatu
juga melalui tanda baca dan huruf,
afgument, menurut istilah Peirce, adalah
sebagaimana ditemukan dalam analisis
interpretant suatu simbol) perlu diteliti
gaya bahasa. Simbol ditandai oleh dua ciri
secara mendalam.
yaitu, a) antara penanda dan petanda tidak
Bahasa merupakan penanda yang
ada hubungan intrinsik sebelumnya; b)
bersifat arbiter. Novel sebagai karya sastra
termasuk ke dalam konteks kultural yang
yang
sebagai
sama (Ratna, 2011:116). Sistem simbol
mediumnya akan kaya dengan simbol-
juga dapat dianalisis dengan memanfaatkan
simbol yang terdapat di dalamnya. Untuk
fokalisasi (Zoest dalam Ratna, 2011:116).
menggunakan
bahasa
menentukan makna pada simbol yang bersifat arbiter tersebut penafsiran dituntut
Bahastra, Oktober 2016, Volume XXXVI, Nomor 1
METODOLOGI PENELITIAN
113 Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sehingga datanya berbentuk deskriptif yang berupa kata-kata tertulis
metode
kualitatif,
serta
menggunakan
pendekatan Semiotik. Pada
novel
BTB,
Seno
(bahasa tulis). Jadi pada karya sastra
menceritakan kisah para tokoh dengan
(novel) yang akan peneliti teliti khusus
menggunakan simbol-simbol, khususnya
membahas simbol melalui kajian Semiotik,
pada tokoh utama (Dewa) seperti berikut
karena karya sastra menggunakan bahasa
ini. Pertama, Seno menyimbolkan tokoh
sebagai mediumnya akan kaya dengan
Dewa seperti tokoh Sukasrana dalam dunia
simbol-simbol yang terdapat di dalamnya.
pewayangan. Kedua, Seno menyimbolkan
Dan dalam sastra sistem simbol yang
tokoh Dewa seperti ulat, kepompong dan
terpenting adalah bahasa.
kupu-kupu. Ketiga¸ Seno menyimbolkan
Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Ismawati penelitian
2011:10), kualitatif
mendefinisikan sebagai
prosedur
penelitian yang data berbentuk deskriptif, yaitu berupa kata-kata tertulis atau lisan
tokoh Dewa ibarat kerang di laut. Keempat Seno menyimbolkan tokoh Dewa bagaikan boneka. Kelima Seno menyimbolkan tokoh Dewa bagaikan biola tanpa dawai. PEMBAHASAN
dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati, pendekatan ini diarahkan pada latar individu ,secara utuh, jadi tidak boleh mengisolasikan, individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, akan tetapi perlu memandangnya sebagai suatu bagian
dari
keutuhan.
Berdasarkan
pendapat para ahli di atas, maka jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan
Berdasarkan hasil analisis, maka dalam penelitian ini dapat ditemukan beberapa simbol, serta mengandung makna tersendiri. Khususnya simbol-simbol yang ada pada tokoh utama (Dewa). Berikut ini pembahasannya. 1. Tokoh Dewa disimbolkan Seperti Sukasrana
Makna Simbol Tokoh Utama Dalam Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma
114 Kolaborasi antara cerita novel BTB
diancam
dengan
panah
sakti,
ketika
dengan kisah pewayangan memunculkan
Sukasrana menolak untuk pergi dari tempat
penyimbolan tokoh utama dengan salah
tersebut, tanpa sengaja panah itu terlepas
satu tokoh pewayangan “penyimbolan
dan
tokoh Dewa seperti Sukasrana”. Antara
Ditinjau dari kesamaan kisah ke dua tokoh
kedua
beberapa
di atas, tokoh Dewa jauh lebih beruntung
kesamaan, antara lain kesamaan bentuk
dari pada tokoh Sukasrana, karena Dewa
fisik, seperti cacat, cebol, lemah sehingga
dibuang ke panti asuhan, dan di sana ia
selalu bergantung kepada orang lain.
disayangi oleh seorang ibu yang sangat
Tokoh Dewa dan tokoh Sukasrana (dalam
baik (Renjani), ia ialah pemilik panti
kisah pewayangan) juga memiliki nasib
asuhan tersebut.
tokoh
ini
memiliki
yang sama, mereka dibuang oleh orang tuanya
karena
cacat
yang
dianggap
memalukan keluarga.
menyebabkan
Sukasrana
tewas.
A1 Jika dilihat dari pemberian nama pada tokoh “nama Dewa” dalam Novel BTB seperti menceritakan bahwa
Tokoh Sukasrana (dalam dunia
antara Dewa pada novel dengan dewa pada
pewayangan) dibuang oleh orang tuanya ke
kenyataan
hutan, kemudian ia ditolong Sumantri
namun jika ditelusuri lebih detail masih
(kakaknya). Akan tetapi rasa kasihan
ada hubungan yang saling berkaitan . Pada
Sumantri
berbuah
dunia pewayangan dewa ialah nama yang
pemanfaatan kesaktian Sukasrana untuk
diagungkan serta makhluk halus dan gaib.
memindahkan
Dansecara
tersebut
taman
hanya
Sriwedari
dari
sangat
umum
bertolak
Dewa
belakang,
sering
kali
Suralaya ke tempat bersemayamnya para
dijadikan sebagai sembahan bagi berbagai
dewa.
Setelah
Sumantri,
itu
karena
memalukannya,
Sukasrana
diusir
keyakinan (bentuk, sifat dan kekuasaan
dianggap
akan
dewa beragam), dikaitkan dengan tokoh
Sukasrana
Dewa dalam novel BTB, tokoh Dewa
sehingga
Bahastra, Oktober 2016, Volume XXXVI, Nomor 1
115 memiliki cacat yang beragam (jiwanya
Tokoh
Dewa
mampu
bertahan
jiwa manusia namun tubuhnya bukan
hidup lebih lama dibanding dengan bayi-
seperti tubuh manusia seutuhnya”gaib”).
bayi cacat lainnya hingga umur delapan
ditempatkan dalam dunia pewayangan
tahun, yang biasanya tidak dialami oleh
tokoh Dewa lebih mirip dengan tokoh
penderita tunadaksa. Tokoh Dewa juga
Sukasrana.
lebih beruntung dari pada bayi-bayi cacat
Penyimbolan tokoh Dewa seperti
yang dibuang ke tong sampah, ke pinggir
tokoh Sukasrana pada cerita pewayangan
kali, dan bahkan ditinggalkan begitu saja.
jika ditinjau melalui kajian Semiotik
Begitu yang terjadi pada Sukasrana yang
mengisahkan
memiliki kesaktian, untuk memindahkan
makna.
Pertama
bahwa
fenomena-fenomena orang tua membuang
taman, dibalik cacat yang ia miliki.
anak (anak cacat, atau pun anak yang tidak
2. Tokoh Dewa disimbolkan Seperti
diinginkan) sudah terjadi dari semenjak
Ulat, Kepompong, dan Kupu-Kupu
zaman dahulu sampai saat sekarang ini.
Perubahan
dari
ulat
menjadi
Fenomena tersebut tidak hanya terjadi
kepompong dan akhirnya menjadi kupu-
dalam cerita novel BTB dan pada kisah
kupu.
pewayangan. Akan tetapi juga terjadi pada
penyimbolan di atas melambangkan bahwa
realita sosial sekarang ini seperti yang
dalam kehidupan nyata, seseorang harus
diberitakan
masa.
berusaha untuk melakukan perubahan.
Kedua penyimbolan tokoh di atas juga
Meskipun perubahan itu sedikit demi
bercerita tentang sebuah keistimewaan
sedikit (lamban), karena pada suatu ketika
yang diberikan tuhan kepada makhluk
apa yang di usahakan tersebut akan
yang ia kehendaki. Seperti kisah yang
menjadi sesuatu yang lebih baik. Begitu
dialami oleh
juga dengan tokoh Dewa pada novel BTB.
Sukasrana.
pada
media-media
tokoh Dewa dan tokoh
Ditinjau
dari
kajian
semiotik
Tokoh Dewa ialah anak tunadaksa yang
Makna Simbol Tokoh Utama Dalam Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma
116 lemah dan tidak mampu berjalan bahkan
dengan seekor kerang. Mulai dari semenjak
tidak mampu melakukan apa pun. Namun
lahir sampai ia berumur delapan tahun
seiring
Dewa
tokoh Dewa masih belum ada perubahan.
mampu memegang tongkat biola milik
Dalam novel BTB Dewa diceritakan bahwa
Bhisma dan ia sanggup berpindah posisi ke
jika tidak dibantu oleh Renjani tokoh Dewa
kamar serta membongkar lemari milik
tidak mampu berjalan, mulutnya akan
ibunya tanpa bantuan orang lain.
terbuka
waktu
berjalan,
tokoh
3. Dewa disimbolkan Seperti Kerang Kerang merupakan binatang laut, yang selalu diam di tempat dan hanya
dan
tertutup
ketika
Renjani
memberinya makanan. Kondisi fisik Dewa juga sangat rapuh, sama seperti kerang. Kerang
memiliki
daging
yang
tergeser oleh ombak di laut (kerang tidak
begitu lunak, Namun kerang mempunyai
bisa berjalan sendiri), namun hanya bisa
cangkang yang keras untuk melindungi
mengangkat dan menutup dindingnya,
dirinya dari serangan musuh. Sama halnya
seperti mulut yang terbuka dan tertutup
dengan tokoh Dewa, seorang tunadaksa
ketika ada makan. Kerang tergeser oleh
yang sangat lemah akan tetapi ia dilindungi
gelombang
meter
dan disayangi oleh seorang ibu yang sangat
pengembara.
tegar (Renjani). Artinya dibalik kelemahan
Setiap kali rumahnya tertutup, ketika
yang dimiliki seseorang akan ada orang
rumahnya terbuka, ia sudah berpindah ke
lain sebagai penguat.
jauhnya,
sampai bagaikan
bekilo-kilo suatu
tempat lain. Dan Kerang pun akan terjatuh jika ia tergeser ke tempat yang tidak datar (kondisi yang rapuh). Penyimbolan
Kerang merupakan binatang yang bisa menghasilkan mutiara, ketika seekor kerang membuka dindingnya, akan ada
di
atas
bercerita
pasir-pasir yang akan masuk ke dalam
bahwa kehidupan yang dialami tokoh
cangkang kerang, di antara pasir-pasir
Dewa pada novel BTB hampir sama
tersebut ada pasir keras, sehingga kerang
Bahastra, Oktober 2016, Volume XXXVI, Nomor 1
117 akan merasa sakit karena geseran pasir kemudian cairan.
kerang Cairan
akan
mengeluarkan
tersebut
yang
lama
Tokoh
Dewa
terlihat
semakin
melemah ketika Renjani sudah meninggal dunia, karena selama ini Renjani adalah
kelamaan akan menjadi sebuah mutiara.
orang
Artinya penyimbolan tokoh Dewa seperti
menyayanginya. Renjani seperti anak-anak
kerang memberi makna bahwa sesuatu
yang
yang
membimbing tokoh Dewa untuk berjalan,
awalnya
di
anggap
kurang
yang
selalu
bermain
boneka
cangkang
akhirnya
Sementara tokoh Dewa ialah bonekanya
membuahkan hasil yang sangat berharga.
yang selalu diam, jika tidak dibimbing
Begitu juga dengan anak-anak cacat yang
maka ia tidak mampu untuk melakukan
sepertinya membawa aib, namun tidak
apapun.
memiliki suatu keistimewaan. Makna
yang
ketika
selalu
dan
pada
Dewa
ia
dan
bermanfaat (pasir yang masuk ke dalam kerang)
menyuapi
menolong
makan.
Akan tetapi ibu yang mengasuh
terkandung
pada
tokoh Dewa dalam novel BTB, yang
penyimbolan di atas jika ditinjau dari
selama
kajian
dalam
menyayanginya telah tiada. Ia meninggal
diharapkan
dunia karena mengidap penyakit kanker
semiotik
kehidupan
ialah
seseorang
bahwa
ini
membimbing
dan
mengalami suatu perubahan. Artinya tidak
rahim.
hanya diam di tempat, menunggu takdir,
Renjani ini tidak mengetahui hal tersebut
bergantung kepada orang lain dan bahkan
karena Bhisma putus komunikasi dengan
tanpa arah dan tujuan. Karena hal tersebut
Renjani. Ketika Bhisma kembali ke panti
akan membuat seseorang kurang berarti
asuhan untuk menemui Renjani, sayang
dalam hidupnya.
sekali
4. Penyimbolan Boneka
tokoh Dewa Seperti
Bhisma pria yang mencintai
Renjani
meninggalkannya
telah untuk
pergi selamanya.
Namun Bhisma masih bisa menemui tokoh
Makna Simbol Tokoh Utama Dalam Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma
118 Dewa walaupun dalam kondisi yang sangat
pemanfaatan anak-anak cacat sebagai ajang
mengkhawatirkan. Tokoh Dewa bahkan
untuk
bisa diistilahkan seperti boneka yang
perhatian dari orang-orang tertentu, atau
tergolek.
sebagai bahan olok-olokan seperti yang
Seseorang tidak akan mampu hidup
mencari
nafkah,
dan
mencari
diberitakan pada media-media masa.
tanpa bantuan orang lain, seseorang sangat membutuhkan kasih sayang dari orang lain yang mencintainya, misalnya seorang ibu.
5. Penyimbolan tokoh Dewa Seperti Biola Tanpa Dawai
Tanpa orang-orang terdekat seseorang akan merasa hidupnya seperti boneka permainan yang kurang berarti. Begitu juga dengan kisah yang dialami tokoh Dewa, ia beranggapan bahwa hidupnya tidak berarti lagi setelah kepergian ibunya yang selama ini selalu membimbingnya dengan penuh kasih sayang.
Tokoh Dewa dalam novel BTB ialah
anak
tunadaksa.
Tunadaksa
merupakan kelainan yang meliputi cacat tubuh dan kerusakan pada otak sehingga mempengaruhi mentalnya. Anak tunadaksa memiliki cacat lebih dari satu di antaranya tunawicara, autisme, anak tunadaksa ini memiliki tubuh dan jiwa, akan tetapi ia
Boneka merupakan mainan, yang
tidak
mampu
untuk
dijadikan pajangan atau hiasan. Jika di
(membahasakan)
tinjau dari kajian Semiotik makna yang
tubuhnya dan jiwanya tersebut.
terkandung dalam penyimbolan ini sangat
Biola
apa
mengungkapkan
berbeda
yang
dengan
dirasakan
alat-alat
berkaitan dengan kehidupan masyarakat
musik lainnya. Biola alat musik klasik,
saat ini. Anak-anak cacat kerap kali
biola dimainkan dengan cara digesek, di
dijadikan sebagai alat untuk memperoleh
daratan Eropa biola ini hanya dimainkan
keuntungan tertentu oleh kalangan tertentu
oleh kalangan tertentu, namun jika biola itu
pula. Dapat
tidak dilengkapi dengan dawainya, maka
dilihat bahwa maraknya
Bahastra, Oktober 2016, Volume XXXVI, Nomor 1
119 biola tersebut tidak akan mengeluarkan
seperti
manusia
lainnya
dan
butuh
nada-nada indah. Tanpa dawai dan orang
perlakuan sebagai manusia sesungguhnya.
yang menggesek dawai tersebut tentu biola
Penyimbolan tokoh Dewa seperti
kurang lengkap, karena dawai merupakan
biola tanpa dawai ini, jika ditinjau dari
sumber dari nada-nada indah tersebut. Dan
kajian
tanpa ada orang menggesek dawai biola
tersendiri tentang suatu keajaiban tuhan
tentu
yang diberikan kepada makhluk yang
tidak
akan
berbunyi
dengan
Semiotik
mengisahkan
sendirinya (biola membutuhkan seseorang
dikehendakinya.
untuk menggesek dawainya).
biasanya hanya mampu bertahan hidup
Kisah yang dialami tokoh Dewa
paling
Penderita
makna
lama sampai
tunadaksa
usia dua tahun,
dalam novel BTB sama halnya dengan
namun tokoh Dewa mampu bertahan hidup
biola tanpa dawai, seorang tunadaksa yang
sampai usia delapan tahun. Hal tersebut
memiliki tubuh dan jiwa, akan tetapi ia
merupakan keajaiban untuk tokoh Dewa
tidak mampu untuk membahasakan apa
dan tidak didapat oleh bayi-bayi cacat
yang dirasakan oleh tubuh dan jiwanya,
lainnya, sehingga pada novel BTB tokoh
sehingga tokoh Dewa sangat membutuh
Dewa menjadi anak yang istimewa dalam
orang
dan
kehidupan Renjani. Ibu Renjani adalah
hal.
orang yang selalu membantu tokoh Dewa
Kekurang dan cacat yang dimiliki tokoh
dan segala hal, jika diistilahkan kepada
Dewa menjadikan ia dianggap rendah dan
biola Renjani ialah orang yang menggesek
kurang berarti oleh orang lain,
biola tersebut.
lain
untuk
membimbingnya
membantu
dalam
semua
bahkan
seperti tidak diinginkan kehadirannya.
SIMPULAN
Pada kenyataannya anak tunadaksa ini adalah manusia yang memiliki hak hidup
Berdasarkan
hasil
penelitian
dapat
disimpulkan bahwa dalam novel BTB, ide dan
gagasannya
diungkapkan
melalui
Makna Simbol Tokoh Utama Dalam Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma
120 simbol-simbol yang menarik. Sehingga
guna
memotivasi
seseorang
dalam
menjadi ciri khas tersendiri bagi karya
menjalani hidup agar lebih berarti dan
sastra tersebut. Makna simbol tersebut
tidak menyerah akan takdir yang ada.
tentu tidak mudah untuk ditafsirkan, dalam penelitian ini peneliti memaknai simbolsimbol tersebut, khususnya simbol tokoh utama
(Dewa)
melalui
pendekatan
Semiotik.
DAFTAR PUSTAKA Ajidarma, Seno Gumira. 2004. Biola Tak Berdawai. Jakarta: AKUR
Pada novel BTB karya Seno Gumira Ajidarma
secara
garis
besar
peneliti
menemukan lima simbol tokoh utama (Dewa) sebagai berikut 1) Penyimbolan Dewa seperti Sukasrana; 2) Penyimbolan Dewa seperti perubahan
Ulat menjadi
Kepompong dan akhirnya berubah menjadi Kupu-kupu; 3) Penyimbolan Dewa seperti
Anwar, Dessy. 2001. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Abditama. Atmazaki. 2005. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang: Yayasan Citra Budaya Indonesia. Esten, Mursal. 1990. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa. Luxemburg,
Jan
Van,
dkk.
1992.
Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Kerang; 4) Dewa juga di simbolkan seperti Boneka; 5) Dan Dewa di simbolkan seperti
Gramedia.
Biola tanpa Berdawai.
Moleong, Lexy. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Kelima simbol di atas memiliki makna
Muhardi dan Hasanuddin WS. 1992.
yang saling berkaitan satu sama lainnya.
Prosedur Analisis Fiksi. Padang: IKIP.
Simbol
tersebut
tentang masyarakat
mengandung
kehidupan atau
di
bercerita
makna
lingkungan
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
tentang
fenomena yang terjadi dalam kehidupan,
Bahastra, Oktober 2016, Volume XXXVI, Nomor 1
Pradopo, Rahmat Djoko. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
121 Penerapannya. 2003. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Santosa, Suroso Puji. 2009. Estetika sastra, sastrawan dan Negara. Yogyakatra: Pararaton Publishing. Staf Peneliti Balai Penelitian Bahasa. 1994. Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Masyarakat Poetika Indonesia IKIP Muhammadiyah Yogyakarta. Segers, T Rien. 2000. Evaluasi Teks Sastra. Yogyakarta: Mitra Gama Widya. Semi, M. Atar.1984. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Sudjiman, Panuti dan Aart van Zoest. 1992. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Suhardi. 1994/1995. Arti Dan Makna Tokoh Pewayangan Ramayana Dalam Pembentukan Dan Pembinaan Watak. Jakarta: Intermasa. Teeuw. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan (Penerjemah: Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.
Makna Simbol Tokoh Utama Dalam Novel Biola Tak Berdawai Karya Seno Gumira Ajidarma
122
Bahastra, Oktober 2016, Volume XXXVI, Nomor 1