PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Demi Allah, Dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan, penulis menyatakan bahwa skripsi dengan judul:
MAKNA LAFADZ IDRIB PADA QS, An-NISA AYAT 34 PERSPEKTIF ULAMA KABUPATEN MALANG
Benar-benar merupakan karya ilmiah yang disusun sendiri, bukan duplikat atau memindah data milik orang lain. Jika dikemudian hari terbukti disusun orang lain, ada penjiplakan, duplikasi, atau memindah data orang lain, baik secara keseluruhan atau sebagian, maka skripisi dan gelar sarjana yang diperoleh karenanya, batal demi hukum.
Malang, 6 Februari, 2014 Penulis,
1
2
PERSEMBAHAN Karya ini kupersembahkan untuk Orang-orang tercinta dan yang paling berjasa dalam arti hidupku serta Yang telah memberikan perubahan dalam setiap langkahku. 1. Teruntuk kedua orang tuaku; Ayahanda Sudo’I dan Ibunda Cicik Larasati. Dengan kasih sayang, ketulusan cinta dan doanya yang tiada berbalas telah membekaliku untuk mengarungi samudera kehidupan ini. 2. Adindaku Muhammad Nazril Qamarullah Latuf yang selalu memberikan canda tawa dan kasih sayang . 3. Keluarga besar tercintaku yang turut serta memberikan do’a dan motivasi dalam perjuangan ini, menjadikan hidupku begitu indah dan bermakna. 4. Kepada semua guru-guruku yang selalu memberikan asupan pendidikan, ilmu pengetahuan, arahan serta bimbingannya, semoga menjadi ilmu yang manfaat dan barokah. 5. Kekasih pujaan hatiku Maria Ira Ratnasari yang telah memberikan binaan cinta dan kasih sayangnya serta selalu setia, semoga nanti kita bisa membina keluarga yang bahagia dalam bingkai sakinah, mawaddah, warahmah. 6. Kawan-kawan sejatiku Fakultas Sari’ah angkatan 2009, terima kasih telah membuatku merasa termotivasi dan percaya diri dalam membangun semangat juang.
Kupersembahkan Tulisan yang sederhana ini kepada kalian semua, doaku; “Semoga Allah SWT memberikan perubahan kepada kita untuk meraih apa yang selama ini kita cita-citakan sehingga menjadi orang yang berguna dan bahagia di dunia maupun di akhirat” Amin Ya Robbal Alamin.
3
MOTTO
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Baqarah 02: 35)
4
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada beliau yang menjadi suri tauladan manusia, rahmat semesta alam Nabi Muhammad SAW beserta para keluarganya, para sahabatnya, serta pengikutnya yang istiqomah hingga akhir zaman. Tiada kata yang layak kita haturkan selain mengucap syukur kepada Allah SWT atas segala kesempatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Makna Lafadz Idrib Pada Qs. An-Nisa Ayat 34 Perspektif Ulama Kabupaten malan dapat diselesaikan dengan curahan kasih sayang-Nya, kedamaian dan ketenangan jiwa. Dengan segala daya dan upaya serta bantuan, bimbingan maupun pengarahan dan hasil diskusi dari pelbagai pihak dalam proses penulisan skripsi
5
ini, maka dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo MS.i, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang., 2. Dr. Roibin , M.Hi., selaku Dekan Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 3. Dr. Sudirman Hasan, MA., selaku Ketua Jurusan Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah, Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. 4. Dr. Hj. Mufidah Ch, M.Ag, selaku dosen pembimbing penulis. Syukron katsiron penulis haturkan atas waktu yang telah beliau limpahkan untuk bimbingan, arahan, serta motivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga beliau beserta seluruh keluarga besar, khususnya Ibu dan Bapak, selalu mendapatkan rahmat dan hidayah Allah SWT. Serta dimudahkan, diberi keikhlasan dan kesabaran dalam menjalani kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat. 5. Dr. Roibin., selaku dosen wali penulis selama menempuh kuliah di Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Terima kasih penulis haturkan kepada beliau yang telah memberikan bimbingan, saran, serta motivasi selama menempuh perkuliahan. 6. Segenap dosen Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang yang telah menyampaikan pengajaran, mendidik, membimbing, serta mengamalkan ilmunya dengan ikhlas. Semoga Allah SWT memberikan pahala-Nya yang sepadan kepada beliau semua. 7. Staf Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, penulis mengucapkan terima kasih atas partisipasinya dalam menyelesaikan skripsi ini.
6
Semoga apa yang telah saya peroleh selama kuliah di Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang ini, dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya bagi saya pribadi. Penulis sebagai manusia biasa yang tak pernah luput dari salah dan dosa, menyadari bahwasanya skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharap kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Malang, 6 februari 2014 Penulis,
Muhammad LukmanH. NIM 09210060
DAFTAR TRANSLITERASI
A. Umum
7
Transliterasi yang dimaksud di sini adalah pemindahalihan dari bahasa Arab ke dalam tulisan Indonesia (Latin), bukan terjemahan bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Konsonan ا
Tidak ditambahkan
ض
dl
ب
b
ط
th
ت
t
ظ
dh
ث
ts
ع
ج
j
غ
gh
ح
h
ف
f
خ
kh
ق
q
د
d
ك
k
ذ
dz
ل
l
ر
r
م
m
ز
z
ن
n
س
s
و
w
ش
sy
ه
h
ص
sh
ي
y
‘(koma menghadap ke atas)
B. Vokal, pandang dan Diftong Setiap penulisan Arab dalam bentuk tulisan Latin vokal fathah ditulis dengan “a”, kasrah dengan “i”, dlommah dengan “u”, sedangkan bacaan panjang masing-masing ditulis dengan cara berikut: Vokal (a) panjang = â misalnya ﻗﺎلmenjadi qâla
8
Vokal (i) panjang= î misalnya ﻗﯿﻞmenjadi qîla Vokal (u) panjang= û misalnya دونmenjadi dûna Khusus bacaan ya’nisbat, maka tidak boleh digantikan dengan “î”, melainkan tetap ditulis dengan “iy” agar dapat menggambarkan ya’ nisbat di akhirnya. Begitu juga untuk suara diftong, wawu dan ya’ setelah fathah ditulis dengan “aw”dan “ay” seperti contoh berikut: Diftong (aw) = وmisalnya ﻗﻮلmenjadi qawlun Diftong (ay) = يmisalnya ﺧﯿﺮmenjadi khayrun C. Ta’ marbûthah ()ة Ta’ marbûthah ditransliterasikan dengan “t” jika berada di tengahtengah kalimat, tetapi apabila Ta’ marbûthah tersebut berada di akhir kalimat, maka ditransliterasikan dengan menggunakan “h” misalnya: ﻟﻠﻤﺪرﺳﺔ اﻟﺮﺳﺎﻟﺔ menjadi al-risalat li al-mudarrisah.
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL….................................................................................i
9
HALAMAN JUDUL………………………………..……………..……........ii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI....................................iii HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................v HALAMAN MOTTO………….......................................................................v KATA PENGANTAR......................................................................................vi PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................ix DAFTAR ISI…….............................................................................................xi ABSTRAK INGGRIS .....................................................................................xii ABSTRAK ARAB…………………………………………………………....xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.....................................................................................1 B. Rumusan Masalah ...............................................................................6 C. Batasan Masalah...................................................................................6 D. Tujuan Penelitian ...............................................................................6 F. Sistematika Pembahasan.......................................................................8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA……………………………………….. …...…..9 A. Penelitian terdahulu ………………………..………..........................9
B. Kajian Teori ……...……………………..…………..........................13 1.
Nusyuz Istri terhadap Suami …………………….……..13 a. Pengertian Nusyuz Terhadap Suami……………....…13 b. Cara Penyelesaian Nusyuz……………………….…..14
2. Makna Lafadz Idrib Menurut Ulama Tafsir………………….18 a. Ulama Salafi………………………………………….18 b. Ulama Moderen……………………………………....21
10
c.Ulama Kontemporer………………………………..….25
BAB III . METODE PENELITIAN…………………………………………....35 A.Jenis Penelitian ……............................................................................36 B.Pendekatan Penelitian….……………...…...........................................37 C.Lokasi Penelitian….…………….…………………………………….39 D.Sumber Data…..……………………………………………………....40 1.Data Primer………….…………………………………………40 2.Data Skunder…………….……………………………………..41 E.Metode Pengumpulan Data ....................................................................42 1. Metode Wawancara……………………………………………43 F.Metode Pengolahan Data .......................................................................43 G. Metode Analisis Data ...........................................................................45
BAB IV. HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN……………………………..48 A. Gambaran Umum Obyek Penelitian.....................................................48 1. Lokasi penelitian ………………...............................................48 2. Kondisi Wilayah Penelitian ……………………………….…49 B. Paparan Dan Analisis Data....................................................................55 1. Profil informan ..........................................................................55 C. Pembahasan……………………………………………………...…....56 1. Makna Lafadz idrib menurut Ulama Kabupaten Malang ….....56 2. Solusi Tepat Dalam Mengatasi Perselisihan Rumah Tangga....60 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………..98 A. Kesimpulan...........................................................................................98
11
B. Saran......................................................................................................99
12
BAB 1 PENDAHULUAN 1) Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah salah satu tahap paling penting dalam kehidupan setiap muslim, karena hanya melalui perkawinan seseorang bisa dinilai sah untuk memasuki kehidupan rumah tangga. Di samping itu perkawinan juga merupakan langkah awal dalam membangun stabilitas sosial dalam masyarakat. Ketika suatu pasangan mengikrarkan dirinya untuk sanggup menempuh kehidupan rumah tangga maka keduanya telah memasuki tahap kehidupan yang baru. Membangun mahligai rumah tangga berarti menyatukan dua watak yang berbeda, bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani masing-masing, bersama-sama mentaati perintah agama, dan bermasyarakat serta bernegara dengan baik.1
Untuk mencapai tahap perkawinan tidak hanya dibutuhkan kematangan fisik saja, namun yang tidak kalah penting adalah kesiapan mental terutama komitmen dalam
1
M. Fauzil Adhim, Kupinang Engkau Dengan Hamdalah (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999), 129.
13
mengemban tanggung jawab serta kewajiban sebagai suami atau istri nantinya. Dengan demikian tampak bahwa konsekuensi yang akan ditanggung oleh seseorang terlihat begitu besar jika melakukan keteledoran dalam rumah tangganya. Sebaliknya, jika hubungan perkawinan berjalan dengan harmonis, maka effective side effect seperti tolong menolong akan didapat.2
Islam memberikan perhatian yang sangat besar dalam persoalan rumah
tangga,
terutama
berkenaan
dengan
rasa
keadilan
dan
penghormatan terhadap hak serta kewajiban suami-istri yang terbina dalam struktur keluarga. Islam menyatakan bahwa baik laki-laki maupun perempuan setara derajatnya dihadapan Allah SWT. Hanya satu yang menjadi pembeda di antara keduanya, yaitu kadar ketakwaan kepada Allah SWT.3
Islam
memerintahkan
masing-masing
suami
istri
untuk
memperlakukan pasangannya dengan baik dan penuh dengan kelembutan . Islam menyeru para suami untuk melaksanakan hal tersebut dengan pertimbangan bahwa ia adalah pemimpin dan pemilik wewenang untuk menceraikan istri dengan wasiat yang indah dibawah ini.4
2
Fauzil , Adhim, 154. Syeh Hafizh Ali Syuaisi’,”Tuhfatul Urusy wa Bahjatu an-Nufus”, diterjemahkan oleh Abdul Rosyad 4 Syaikh Mahmud al-Mashiri,” Perkawinan Idaman”, diterjemahkan Iman Firdaus Lc, Q, Dpl.(Cet. I ; Jakarta: Qisthi Press,2011) 264 3
14
“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS. An-Nisa:19).
Namun demikian kenyataan seringkali menunjukkan bahwa hubungan suami istri tidak selalu harmonis. Kadang-kadang suatu pasangan gagal dalam menyelamatkan biduk rumah tangganya karena menghadapi masalah yang dianggap berada di luar kemampuannya. Kadang-kadang wanita mengabaikan hak Suaminya atau kurang maksimal dalam melakukan kewajibannya terhadap rumah dan anak-anaknya.5 Hal seperti ini seringkali muncul karena ketidaksanggupan dari salah satu pihak, bisa suami atau istri, untuk melaksanakan kewajiban masing-masing. Apabila ketidaksanggupan itu datang dari salah satu pihak saja, yakni dari pihak suami atau istri, maka hal tersebut termanifestasi dalam sebuah perilaku yang disebut dengan nusyuz.6 Perilaku nusyuz merupakan persoalan awal dalam rumah tangga sebelum menjalar kepada persoalan berikutnya yang lebih parah, yaitu masalah syiqaq. Pada permasalahan nusyuz, sikap mengacuhkan pasangan baru terjadi pada salah satu pihak suami atau istri..7
5
Mahmud, al-Mashiri, 265 Shaleh bin Ghanim as-Sadlan, “Nusyuz” diterjemahkan oleh Abu Hudaifah Yahya, Nusyuz Petaka Rumah Tangga (Jakarta: Nurul Qalb, 2008), 30 7 Ghanim, as-Sadlan, 30 6
15
Dalam QS An_nisa ayat 34 ada tiga tahap dalam penyelesaian nusyuz . Yang berbunyi :
Tahap Yang harus dilakukan dalam penyelesaian yang pertama yaitu َ“ ﻓَﻌﻈُﻮ ھُﻦMaka Nasehatilah Mereka” nasehatilah mereka apa saja yang Allah wajibkan kepada mereka berupa pergaulan yang baik kepada suami, dan pengakuan akan kedudukannya terhadap Istri. Sebagaimana Nabi SAW bersabda.:
ﻟَﻮْأُﻣِﺮْتُ أَﺣَﺪً أَنْ ﯾَﺴْﺠُﺪَ ﻟِﺄَﺣَﺪٍ ﻟِﺎَﻣَﺮْتُ اﻟْﻤَﺮْأَةَ أَنْ ﺗَﺴﺠُﺪَ ﻟِﺰَوْﺟِﮭَﺎ
“Jika aku dibolehkan memerintahkan untuk sujud kepada yang lain patilah aku perintahkan istri untuk sujud kepada suaminya.
16
Pengobatan yang tahap kedua yaitu :
“……… Dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka…..” Menurut Imam Al-Qurtubi ini pendapat yang bagus, karena apabila suami berpaling dari ranjang istrinya (tidak menggaulinya), maka jika si istri itu mencintai suaminya, hal itu akan membuat dia susah sehingga dia akan kembali untuk berbaikan. Dan jika ia membencinya maka akan muncul pertentangan dari istri, hingga bahwa akan Nampak penentangan dating dari pihak istri. Adapun batas memisahkan diri dari istri itu menurut ulama adalah satu bulan,8 sebagaimana yang dilakukan Nabi SAW ketika Nabi bercerita rahasia kepada Hafshah lalu ia menyebarkannya kepada Aisyah lalu keduanya berdemonstrasi kepada biliau. Dan tidak sampai pada waktu empat bulan yang Allah jadikan sebagai batas orang yang melakukan Li’an . Pengobatan Yang tahap terakhir adalah “dan pukullah
mereka.” Allah memerintahkan agar memulainya dengan Nasehat dahulu kemudian pisah ranjang, bila belum berhasil maka pukullah, karena itulah yang dapat memperbaikinya dan yang dapat mendorongnya untuk
8
Syaikh Imam Al Qurtubi, Al Jami’ li Ahkaam Al Qur’an: “Tafsir Al-Qurtubi”, diterjemahkan oleh Ahmad Rijali Kadir, (Cet. I; Jakarta:Pustaka Azzam, 2008), 401
17
memenuhi hak suaminya.9 Sedangkan pukulan disini adalah pukulan pendidikan bukan pukulan yang menyakitkan, tidak mematahkan tulang dan tidak menyebabkan luka seperi meninju dan yang semisalnya, karena tujuannya untuk memperbaiki bukan untuk yang lain. Atas dasar Latar Belakang tersbut peneliti ingin mengetahui lebih dalam tentang Makana Lafadz “IDRIB” Dalam Surat An-Nisa Ayat 34 Perspektif Ulama Kabupaten Malang.
2) Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : 1.
Bagaimanakah Makna Lafadz Idrib Menurut Ulama Kabupaten Malang?
2.
Bagaimanakah solusi jika terjadi perselisihan antara suami istri perspektif ulama Kabupaten Malang ?
3) Tujuan Penelitian Sehubungan dengan permasalahan yang diungkapkan oleh penulis didalam latar belakang, maka tujuan dalam penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui makna lafadz Idriba dalam Qs. An-Nisa Ayat 34 Perspektif Ulama Kabupaten Malang .
9
Imam Al Qurtubi, 401
18
2.
Untuk mendeskripsikan Solusi penyelesaian dalam perselisihan suami istri yang terdapat Dalam Surat An-Nisa Ayat 34 Perspektif Ulama Kabupaten Malang .
4). Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Teoritis a. Dapat menambah wawasan atau pengetahuan tentang Makna Lafadz Idrib yang terdapat Dalam Surat An-Nisa Ayat 34 Perspektif Ulama Kabupaten Malang. b. Dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan oleh penulis dapat memberikan kontribusi pengetahuan atau teori bagi Fakultas Syari’ah Jurusan alAhwal alSyakhsiyyah. c. Sebagai bahan pustaka atau referensi bagi penelitian selanjutnya.
2. Praktis a. Dapat dijadikan bahan acuan atau rujukan bagi siapa saja yang Sedang Mengalami
Nusyuz
dan
Ingin
Mengetahui
Batasan
Dalam
Penyelesaiannya.
b. Sebagai sumber pengetahuan untuk memecahkan permasalahan dalam sebuah rumah tangga ketika terjadi pertentangan atau pertengkaran yang disebabkan oleh Istri Sedang Nusyuz Terhadap Suaminya.
19
5. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan
adalah rangkaian urutan yang terdiri dari
beberapa uraian mengenai suatu pembahasan dalam karangan ilmiah atau penelitian. Berkaitan dengan penelitian ini, secara keseluruhan dalam pembahasannya terdiri dari lima bab:
BAB I : Memberikan pengetahuan umum tentang arah penelitian yang akan dilakukan. Pada bab ini, memuat tentang latar belakang masalah, definisi operasional, rumusan masalah, batasan masalah, penelitian terdahulu, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II: Bagian ini menjelaskan tentang Penjelasan Lafadz Idrib pada Qs An-Nisa 34 ( latar belakang sosial,
latar belakang Turunnya Lafadz
Tersebut , macam- macam nya Makna dari Lafadz Idrib);
BAB III : Bagian ini berisikan metode penelitian. Untuk mencapai hasil yang sempurna, penulis akan menjelaskan tentang metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini, dimana metode penelitian tersebut terdiri dari lokasi penelitian, jenis penelitian, pendekatan penelitian, sumbe data, metode pengumpulan data, serta metode pengolahan dan teknik analisa data.
BAB IV :merupakan uraian tentang paparan data yang diperoleh dari lapangan dan analisa data dari penelitian dengan menggunakan alat analisa
20
atau kajian teori yang telah ditulis dalam bab II. Selain itu penjelasan atau uaraian yang ditulis dalam bab ini, juga sebagai usaha untuk menemukan jawaban atas masalah atau pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah.
BAB V : sebagai penutup yang merupakan rangkaian akhir dari sebuah penelitian. Pada bab ini, terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan dimaksudkan sebagai hasil akhir dari sebuah penelitian. Hal ini penting sekali sebagai penegasan terhadap hasil penelitian yang tercantum dalam bab IV. Sedangkan saran merupakan harapan penulis kepada semua pihak yang kompeten atau ahli dalam masalah ini.
21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Seperti umumnya dalam
penelitian , maka dalam penelitian ini pun
dianggap perlu untuk mengemukakan beberapa penelitian lain yang telah dilakukan sebelumnya di daerah lain yang juga berkaitan dengan tradisi, sekalipun bentuk dan tata caranya berbeda. Akan tetapi penelitian sejenis di daerah yang
22
menjadi lokasi penelitian ini memang belum pernah dilakukan sehingga memungkinkan untuk diadakan penelitian ini. Sebelum penulis meneliti tentang masalah ini, persoalan ini juga pernah diteliti oleh Shofa Qonita dengan judul Perlindungan Terhadap Istri Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam Dan UU No 23 Tahun 2004.” dalam
10
Hasil dari penelitian tersebut adalah kekerasan yang terjadi
masyarakat juga karena pemahaman yang salah terhadap suatu ayat
ataupun hadits
seperti yang terdapat
Wadzrubuuhunna sering dijadikan
dalam surat Al-Nisa’ ayat 34, yaitu :
alsan atau landasan
untuk melakukan
kekerasan terhadap istri. Masih dalam ayat yang sama lafadz qawwamun, yang berarti suami berkewajiban mengayomi, memberi perhatian, dan melakukan pergaulan yang baik terhadap istri atau pada sebagian masyarakat justru dimaknai sebagai kekuasaan untuk melakukan kesewenang-wenangan terhadap istri. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shofa Qonita, yaitu bahwa upaya untuk menanggulangi masalah perlindungan kekerasan dalam rumah tangga prespektif hukum Islam dan Undang-undang No. 23 Tahun 2004 dilihat dari jenis hukumnya.
Sedangkan untuk penelitian yang kedua , yaitu oleh Nora Hidayatin dengan judul “Respon Mahasiswa Fakultas Syari’ah UIN Malang Terhadap
10
Shofa Qonita, “Perlindungan Terhadap Istri Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam Dan UU No 23 Tahun 2004.”, Skripsi Tahun 2005
23
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Gender”.11Hasil dari penelitian yang didapatkan adalah mahasiswa dan mahasiswi fakultas syari’ah memiliki pemahaman yang positif terhadap kekerasan dalam rumah tangga, secara keseluruhan 100%. Dari mahasiswa mengetahui 76% melalui media massa, 8% dari teman, 4% melihat sendiri. Sedangkan mahasiswi 4% lewat teman, 68% dari media massa, 12% dari dosen, 4% melihat sendiri, 8% dari keluarga dan 4% dari tetangga. Secara keseluruhan mereka mengetahui tentang persoalan kekerasan dalam rumah tangga karena saat ini persoalan kekerasan dalam rumah tangga telah menjadi persoalan publik. Sedangkan bentuk-bentuk kekerasan yang paling banyak diketahui oleh mereka adalah kekerasan fisik. Pada umumnya, mahasiswa merespon positif dengan ditetapkannya Undang-undang No. 23 Tahun 2004 karena hal itu merupakan langkah tepat untuk meminimalisir kekerasan dalam rumah tangga. Karena adanya Undang-undang No. 23 Tahun 2004 diharapkan akan menciptakan hubungan hubungan keluarga yang harmonis.
Jadi secara mendalam persoalan yang lebih dominan antara keduanya dalam merespon KDRT adalah mereka menganggap bahwa persoalan KDRT tidak hanya menjadi tanggungjawab dari kelompok, jenis kelamin tertentu misalnya perempuan, akan tetapi KDRT adalah menjadi tanggung jawab bersama. Penelitian yang Ketiga
telah diteliti oleh Azizah dengan judul
“Pemahaman Isteri Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Dilakukan Suami (Studi di Kel. Arjosari Blimbing Kota Malang)” dalam skripsi ini
11
Nora Hidayatin,“Respon Mahasiswa Fakultas Syari’ah UIN Malang Terhadap Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Gender”, Skripsi Tahun 2005
24
menjelaskan tentang pemahaman istri, bentuk-bentuk kekerasan dan dampak psikologis serta sosiologis korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami di Kelurahan Arjosari Kecamatan Blimbing Kotamadya Malang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Pertama, untuk menjelaskan pemahaman istri korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami di Kelurahan Arjosari Kecamatan Blimbing Kotamadya Malang. Kedua, untuk memahami bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami di Kelurahan Arjosari Kecamatan Blimbing Kotamadya Malang. Ketiga, unuk memahami dampak psikologis dan sosiologis yang di alami oleh istri yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suami di Kelurahan Arjosari Kecamatan Blimbing Kotamadya Malang. 12
Dalam hal ini, peneliti membedakan diantara dua dalam penelitian di atas. Peneliti, mengupas mengenai pemahaman para Ulama atau Kyai di Masyarakat kabupaten Malang tentang KDRT yang dilakukan suami. Karena selama ini banyak terjadi tindak kekerasan di berbagai Jawa Timur khususnya di daerah Kabupaten Malang dan selalu yang menjadi korban adalah istri. Peneliti untuk mencoba meneliti lebih dalam mengenai pemahaman Para Ulama Atau Para Kyai yang ada disekitar Kabupaten Malang Tentang Makna Lafadz Wadribuhunna Dalam Qs An-Nisa Ayat 34, yang kaitannya tentang Pencegehan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
12
Azizah, “Pemahaman Isteri Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Dilakukan Suami” Skripsi UIN Malang, Tahun 2007.
25
B. Kajian Teori 1. Nusyuz Istri Terhadap Suami. a. Pengertian Nusyuz Istri Terhadap Suami
Nusyuz secara etimologis berarti tempat yang tinggi. Adapun secara terminologis maknanya pembangkangan seorang wanita terhadap suaminya dalam hal-hal yang diwajibkan Allah untuk ditaatinya. Seakan wanita itu merasa paling tinggi, bahkan lebih tinggi dari suaminya.13 Menurut Slamet Abidin dan H. Amnuddin Nusyuz berarti durhaka.14 Maksudnya seorang istri melakukan perbuatan yang menentang suami tanpa alas an yang dapat diterima oleh syara’. Dia tidak menaati suaminya atau menolak diajak ketempat tidurnya.
Ibnu Qudamah berkata, ”Makna Nusyuz adalah mendurhakai suami dari kewajiban untuk taat kepadanya. Berasal dari kata Nasyaz, yang berarti naik atau berada diatas. Seakan-akan istri Nusyuz naik, memposisikan diri diatas suami dan enggan untuk melaksanakan keawajiban dari Allah untuk taat kepadaNya. 15
13
Syaikh Mahmud Al-Masri, “ Az-zawaj al-islami as-Sai’d”, diterjemahkan oleh Iman Firdaus, Perkawinan Idaman, (Cet I ; Jakarta: QISTHI PRESS, 2011), h. 359 14
15
Tihami, Sohari Syahrani, Fikih Munakahat , (Jakarta; Rajawali Press, 2009), h. 185
Muhammad Bin Ibrahim Al-Hamid, “ Min Akhta’ Az-Zaujat”, diterjemahkan oleh Muhammad Muhtadi Lc, Dosa-Dosa Suami Istri Yang meresahkan Hati, (Cet I ; Solo: Kiswah, 2011), h. 54.
26
Muhammad Utsman al-Khusyt. Memaknai Nusyuz Istri dengan, istri yang tidak mau berdandan, membangkang suami diatas ranjang, keluar rumah tanpa izin suami, dan meninggalkan kewajiban keagamaan.16 Imam Muhammad Abduh dan sekelompok ahli Fiqih bahwa Nusyuz mencakup seluruh kemaksiatan yang menyebabkan suami minnggat atau menolak.17 Sedangakan Menurut Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim Nusyuz berasal dari kata ”nasyz” yang berarti tempat yang tinggi. Sedangkan dari segi istilah, Nusyuz adalah pembangkangan istri terhadap suaminya dalam hal-hal yang diwajibkan Allah untuk mentaatinya, seolah-olah yang meninggikan diri dan merasa lebih tinggi daripada suaminya. 18
b. Cara Penyelesaian Nusyuz. Al-Quranul Karim telah membimbing kita menuju langkah-langkah yang selayaknya dilalui oleh laki laki untuk memperbaiki kehidupan keluarga, saat angin penentangan bertiup keras dan istri mulai membangkang dan menentang, Al-Quran telah mensyariatkan Dalam Qs.An- Nisa Ayat 34 sebagai berikut.
16
, Muhammad Utsman al-Khusyt, Membangun Harmonisme Keluarga , (Jakarta; Qisthi Press, 2007, h. 105 17 Muhammad Utsman al-Khusyt,h. 105 18 Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, “ Shahih Fiqh As-sunnah Wa Adillatuhu wa Tau”, diterjemahkan oleh Iman Fhih Madzahib Al Aimmah, diteterjemahkan oleh Khairul Amru Harahap, Faisal Saleh, Perkawinan Idaman, (Cet I ; Jakarta: Pustaka Azam , 2007), h. 350
27
Artinya wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. Tahapan-Tahapan dalam penyelesaiannya sebagai berikut: a)
() Terlebih Dahulu Memberi Nasehat kepada istri.
Yaitu memberi nasehat dengan cara mengingatkannya kepada Allah, kewajiban kepada suami, dan hak-hak suami yang wajib dilaksanakan dan menjauhkan pandangannya dari perbuatan dosa dan perilaku durhaka, Yaitu agar bersikap baik kepada suami dan mengakui kedudukannya yang lebih tinggi dari pada istri, iangatkanlah dia akan kematian, alam lubur, hari akhir dan hari perhitungan. Disamping itu, istri mesti diingatkan bahwa ia akan kehilangan Hak mendapatkan, nafkah, pakaian, dan ia akan ditinggalkan di tempat tidur sendirian jika ia tetap durhaka kepada suaminya. Diharapkan dengan nasehat itu istri terbuka hatinya untuk meminta Maaf atau bertobat atas apa yang telah dilakukannya tanpa sebab.
19
Suami yang baik akan dapat menentukan dan
memilih kata-kata dan sikap yang layak untuk mengajari istri. Kadang-kadang ada istri yang tinggi hati, sombong. Karena hidupnya biasa senang dengan orang tuanya lalu dipandang enteng suaminya. Maka suami hendaklah mengajarinya dan menyadarkannya. Karena apabila seseorang telah bersuami, apabila bercerai 19
Sayyid Sabiq, “ Fiqhus Sunnah ”, diterjemahkan oleh Nor Hasanudin Lc, Fikiqih Sunnah, (Cet I ; Jakarta: Pena Pundi Aksara Press, 2006), h. 96.
28
dengan suaminya, jika ia pulang kembali kepada tanggungan ibu bapak, tidak lagi akan seperti masih sewaktu dia masih gadis. Dan Si suami dalam memberi pengajaran itu tidak boleh bosan. Karena mendirikan dan menegakkan ketrentaman sebuah rumah tangga kadang-kadang meminta waktu berpuluh tahun.20 Si suami hendaklah menunjukkan pimpinan yang tegas dan bijaksana.
b) ( ) Pisah Ranjang. Jauhilah mereka pada waktu tidur agar mereka bisa taat lagi kepada suaminya.
Takut-Takutilah
mereka
dengan
mengabaikan
atau
tidak
menggaulinya. Siapa tahu mereka tidak sanggup menahannya. Suami boleh meninggalkan sesuka hatinya dan bagaimanapun kondisinya, sesuai dengan kondisi si istri. Yang penting hukuman tersebut mengandung efek jera bagi istri agar ia tidak melakukan Nusyuz lagi. 21
Ini pendapat yang bagus, karena suami apabila berpaling dari ranjang istrinya (tidak menggaulinya), maka jika si istri mencintai suaminya, hal itu akan membuat Dia susah sehingga Dia akan kembali untuk berbaikan. 22 Ada zaman-zamannya bagi seorang perempuan adalah satu hukuman yang menghibakan Hati, kalu sisuami menunnjukkan marah dengan memisahkan tidur. Memang kalau pergaulan telah berpuluh tahun, “hukuman” pisah tempat tidur tidak begitu besar artinnya, sebab sudah biasa juga suami istri yang telah banyak 20
Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h.62. Syaikh Mahmud Al-Masri, “ Az-zawaj al-islami as-Sai’d”, diterjemahkan oleh Iman Firdaus, Perkawinan Idaman, (Cet I ; Jakarta: QISTHI PRESS, 2011), h. 362 22 Imam Al Qurtubi, h. 399 21
29
anak dan bercucu, sebab telah tua-tua berpisah tempat tidur. Tetapi diwaktu masih muda memisah tempat tidur karena menunnjukan hati tidak senang, adalah pukulan yang agak keras bagi seorang istri.23 Masa isolasi istri ini tidak boleh dilakukan lebih dari empat bulan, yaitu masa yang ditetapkan Allah sebagai alas an untuk para pelaku ila’. Dalam hal ini suami
juga
harus
berniat
untuk
menghukumnya,
memperingatkannya
dan
memperbaikinya, bukan untuk balas dendam atau membahayakan dirinya.
c)
() Dipukul dengan pukulan yang tidak membahayakan.
Apabila istri tetap enggan berhenti dengan nasehat dan menjauhi ranjang, maka ia harus mendidiknya dengan pukulan yang tidak menyakitkan, pukulan yang lembut halus dan mendidik, bukan pukulan yang merusak sehingga setan yang menipunya dengan pembangkangan dan penentangan keluar dari kepalanya. Tentu cara yang ketiga ini hanya dilakukan kepada perempuan yang memang sudah patut dipukul.Ada kaum perempuan terpelajar, yang mengukur seluruh perempuan dengan dirinya sendiri, menyanggah keras dengan kebolehan seperti ini terhadap kaum ibu yang lemah, Dia agaknya tidak sadar bahwa memang ada perempuan yang memang pukul yang hanya dapat memperbaiki kedurhakaannya.24 Dalam memumukul, hendaklah suami menjauhi muka dan bagian – bagian anggota tubuh yang membahyakan karena tujuan memukul adalah untu member pelajaran bukannya membinasakan ( menciderai).25
23
Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h.61 Hamka h. 63 25 Sayyid Sabiq, “ Fiqhus Sunnah ”, diterjemahkan oleh Nor Hasanudin Lc, Fikiqih Sunnah, (Cet I ; Jakarta: Pena Pundi Aksara Press, 2006), h. 96. 24
30
2. Makna Lafdz Idhrib Menurut Para ulama Tafsir. a. Masa Salaf Definisi Salaf (ُ)اﻟﺴﱠﻠَﻒ Menurut bahasa (etimologi), Salaf ( ُ ) اَﻟﺴﱠﻠَﻒartinya yang terdahulu (nenek moyang), yang lebih tua dan lebih utama.[1] Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan (ُ )اﻟﺮﱠﺟُﻞِ ﺳَﻠَﻒsalaf seseorang, maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya.26 Menurut istilah (terminologi), kata Salaf berarti generasi pertama dan terbaik dari ummat (Islam) ini, yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun (generasi/masa) pertama yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ُاﻟﱠﺬِﯾْﻦَ ﺛُﻢﱠ ﯾَﻠُﻮْﻧَﮭُﻢْ اﻟﱠﺬِﯾْﻦَ ﺛُﻢﱠ ﻗَﺮْﻧِﻲْ اﻟﻨﱠﺎسِ ﺧَﯿْﺮ
ْﯾَﻠُﻮْﻧَﮭُﻢ. “Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para Sahabat), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut Tabi’in. Penafsiran terhadap Al-Quran pada dasarnya merupakan otoritas Nabi SAW karena hanya nabi-lah yang memahami apa yang dimaksudkan oleh wahyu.27 Akan tetapi, karena Nabi SAW tidak menjelaskan seluruh ayat dalam Al-Quran, maka setelah Nabi SAW meninggal, para sahabat memhami Al-Quran dengan cara bertanya pada para sahabat yang
26
terkenal sebagai Ahli Tafsir.
http://almanhaj.or.id/content/3428/slash/0/definisi-salaf-definisi-ahlus-sunnah-wal-jamaah/. Diakses tanggal 3 Februari 2014 Pukul 16.35. 27 MF. Zenrif , Sintesis Paradigma Studi Al- Quran , (Malang; UIN Malang Press, 2008), h. 47
31
Artinya pada masa sahabt sudah ada penafsiran Al-Quran sekalipun masih bersifat riwayat, yakni belum dikodifikasi atau ditulis dalam sebuah kitab tafsir.28 Setelah paruh abad ke-2 Hijriyah, Ulama membukukan Tafsir Al-Quran sebagai bagian dari atau menjadi bab dalam kitab kitab hadis. Cara pembukuan seperti ini berjalan selama satu abad kurang lebih lamanya hingga pada sekitar dasawarsa terakhir abad ke 3-Hijriyah atau Dasawarsa pertama pada abad ke-4 Hijriyah.Corak penafsirannya masih berpegang teguh pada cara penafsiran bi al riwayah
seperti yang telah dikembangkan sebelumnya29. Hanya Saja sudah
tampak adanya upaya penafsiran Al-Quran dengan menggunakan analisis kebahasaan yang bersifat leksiografis. Yakni pembahasan berdasarkan analisis tata bahasa Arab(I’rab) atau belakangan sering disebut dengan pendekatan atau metode analisis struktural. Corak tafsir bil al ma’tsur ini masih terus mendominasi model tafsir yang berkembang hingga paruh pertama abad ke-4 Hijriyah. Pada paruh kedua abad ini corak tafsir bil al a’yi mulai bermunculan ke permukaan. Semua corak penafsiran yang berkembang pada masa ini menggunakan metode Tahlily, Yakni penafsiran ayat-ayat Al-Quran sesuai dengan urutan mushaf (Utsmaniy). Metode ini berjalan berabad –abad lamanya.30 Diantara para mufassir Kelompok Ini Adalah Imam Athabariy, Imam Al-Syaukaniy, Imam Ibnu Katsir.
28
Fauzan Zenrif, h. 48 Fauzan Zenrif, h. 48 30 Fauzan Zenrif, h. 49 29
32
a) Imam Athabariy Dalam Kitab Tafsir At Thabari. Maknanya dari memukul adalah. “Wahai para suami, nasehatilah istri kalian tentang perbuatan nusyuz mereka. Jika mereka menolak untuk kembali kepada kewajiban mereka, maka ikatlah mereka dengan tali. Dirumah mereka, dan pukullah meeka agar mereka kembali kepada kewajiban mereka, yaitu taat kepada Allah dalam kewajiban mereka terkait dengan hak kalian”. Sifat pukulan yang diperbolehkan Allah kepada suami adalah pukulan yang tidak melukai, tidak keras, dan jangan pukulan yang membuat tulangnya patah apalagi pukulan yang sampai membuatnya cacat.31 b) Dr. Abdullah bin Muhammad Bin Abdurahman bin Ishaq Alu Syaikh. Dalam Kitab Tafsir Jalalain. Makna dari Lafadz Dharab tersebut yaitu jika nasehat dan pemisahan tempat tidur tidak menggetarkannya, maka kalian boleh memukul nya dengan tidak melukai.
32
Ibnu Abbas dan Ulama – Ulama Lain berkata : “ Yaitu Pukulan
yang tidak melukai. “Al-Hasan al-Basiri berkata “Yaitu Pukulan yang tidak meninggalkan bekas. “para Fuqaha berkata : “ Yaitu tidak melukai anggota badan dan tidak meninggalkan bekas sedikitpun. “Ali bin Abi Talhah mengatakan dari Ibnu Abbas : “Yaitu: Memisahkan dari tempat tidur jika ia terima. Jika tidak Allah mengizinkanmu Untuk memukulnya, dengan pukulan yang tidak menciderai dan
31
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Quran : “Tafsir Ath-Thabari”, diterjemahkan oleh Akhmad Afandi, (Cet. I; Jakarta:Pustaka Azzam, 2008), 916 32 Dr. Abdullah bin Muhammad Bin Abdurahman bin Ishaq Alu Syaikh., “ Lubabut Tafsiir Min Ibni Katsiir”, diterjemahkan oleh M.Abdul Ghoffar E.M, Tafsir Ibnu Katsir jilid 2 (Cet IV ; Jakarta: Pustaka Imam ASY-SYAFI’I,2006) h. 300
33
yang melukai tulang, jika ia terima. Dan jika tidak Juga, maka Allah menghalalkanmu untuk mendapatkan tebusan darinya.33 c) Imam As-Syaukani Dalam Kitab Tafsir Fath Qadr Bahwa sistem yang terdapat dalam Al-Quran merupakan hal yang halal bagi si suami untuk memukul istri dengan pukulan yang tidak parah dan pukulan yang tidak melukai pada saat Nusyuz tersebut dikhawatirkan terjadi.34 Hal itu diungkapkan bahwa agar si istri benar benar meninggalkan perbuatan Nusyuznya ketika proses pengabaian atau memisahkannya dari tempat tidur tidak mempengaruhinya untuk meninggalkan perbuatan Nusyuznya tersebut. Tetapi jika dengan pengabaian sudah cukup atau istri meninggalkan perbuatan nusyuznya, maka si suami harus menahan diri dari tindakan untuk memukul istri.
b.
Masa Modern
Pada periode berikutnya, umat Islam semakin majemuk, terutama setelah tersebarnya Islam di luar tanah Arab. Kondisi ini membawa konsekuensi logis terhadap perkembangan ilmu tafsir. Akibatnya, para pakar tafsir ikut mengantisipasinya dengan menyajikan penafsiran ayat al-Qur’an yang sesuai dengan perkembangan zaman dan kehidupan umat yang semakin beragam, dari sinilah lahir istilah tafsir modern.35
33
Dr. Abdullah, Abdurahman bin Ishaq, h. 300 أي ﺿﺮﺑﺎ ﻏﯿﺮ ﻣﺒﺮح وﻇﺎھﺮ اﻟﻨﻈﻢ اﻟﻘﺮآﻧﻲ أﻧﮫ ﯾﺠﻮز ﻟﻠﺰوج أن ﯾﻔﻌﻞ ﺟﻤﯿﻊ ھﺬه اﻷﻣﻮر ﻋﻨﺪ ﻣﺨﺎﻓﺔ اﻟﻨﺸﻮز 35 Rosihan Anwar, Samudera al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hlm. 259. 34
34
Salah satu yang mendorong lahirnya tafsir modern adalah semakin melebar, meluas, dan mendalamnya perkembangan aneka ilmu, dan semakin kompleksnya persoalan yang memerlukan bimbingan al-Qur’an. Disisi lain, kesibukan dan kesempatan waktu yang tersedia bagi peminat tuntuan itu semakin menuntut gerak cepat untuk meraih informasi dan bimbingan. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut di atas, ulama tafsir pada abad modern menawarkan tafsir al-Qur’an dengan metode baru, yang disebut dengan metode Maudhu’i (tematik). Metode yang pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam Al-Quran. 36Ada dua tata cara kerja dalam metode tafsir mawdhui : Pertama, dengan cara menghimpun seluruh ayat-ayat AlQuran yang berbicara tentang satu masalah (Tema) tertentu serta mengarah kepada satu tujuan yang sama, sekalipun turunnya berbeda dan tersebar dalam berbagai Surat Al-Quran. Kedua penafsiran yang didasarkan pada surat AlQura’an. Al-Farmawi mengemukakan tujuh langkah yang mesti dilakukan apabila seseorang ingin menggunakan metode Mawdhu’I . Langkah langkah dimaksud dapat disebutkan secara ringkas :37 Memilih menetapkan masalah al-Quran yang akan dikaji secara Mawdhu’I a) Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan ayat Makiyah dan Madaniyah. 36 37
M Al Fatih Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir , (Sleman; TERAS, 2005), h. 47 Surya dilaga, h. 47.
35
b) Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya, disertai pengetahuan mengenai latar belakang Turunnya Ayat atau Sabab An-nuzul. c) Mengetahu hubungan (Munasabah) ayat-ayat tersebut dalam masing-masing surahnya. d) Menyusun tema bahasan dalam kerangka yang pas, utuh, sempurna dan sistematis. e) Melengkapi uraian dan pembahasan dengan hadis bila dipandang perlu, sehingga pembahasan semakin sempurna dan jelas. f) Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat mengandung pengertian serupa, mengompromikan pengertian dengan yang amm dan khash.
Antara yang mutlaq dan muqayyad, mensingkronkan
ayat-ayat yang lahirnya terkesan kontradiktif, menjelaskan ayat yang Nasikh dan Mansukh, sehingga ayat-ayat tersebut bertemu dalam satu muara tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna yang kurang tepat.
38
Diantara Mufassir kelompok ini adalah, Tafsir al-Manar Muhammad Rasyid Ridha, Ahmad Musthafa bin Muhammad bin Abdul Mun’im al-Maraghi dalam Tafsir Al Maraghi, Sayyid Qutb.
38
Surya dilaga, h. 48.
36
1) Sayyid Qutb Dalam Tafsir Fi Zhilalil Quran. Sejalan dengan maksud dan tujuan semua tindakan di muka maka pemukulan yang dilakukan ini bukanlah untuk menyakiti, menyiksa dan memuaskan diri. Pemukulan ini tidak boleh dilakukan dengan maksud untuk menghinakan dan merendahkan. Juga tidak boleh dilakukan dengan keras dan kasar untuk menundukkannya kepada kehidupan yang tidak disukainya. Pemukulan ynag dilakukan haruslah dalam rangka mendidik, yang harus disertai dengan rasa kasih saying seorang pendidik, sebagaimana yang dilakukan seorang ayah terhadap anak-anaknya dan yang dilakukan oleh guru terhadap muridnya.39 Sudah dimaklumi bahwa semua tindakan ini tidak boleh dilakukan kalu kedua belah pihak ini berada dalam kondisi harmonis dalam mengendalikan organisasi rumah tangga yang amat sensitive ini. Tindakan itu hanya boleh dilakukan untuk menghadapi ancaman kerusakan dan keretakan. Karena itu, tindakan itu tidak boleh dilakukan kecuali kalau terjadi penyimpangan yang hanya dapat diselesaikan dengan cara tersebut.
2) Al-Qurtubi Syaikh Imam. Dalam Tafsir Al-Qurtubi. Allah memerintahkan agar memulainya dengan Nasehat dahulu kemudian pisah ranjang, bila belum berhasil maka pukullah, karena itulah yang dapat memperbaikinya dan yang dapat mendorongnya untuk memenuhi hak suaminya.40
39
Quthb Sayyid, Tafsir Fizhilalil Qura’an : “Tafsir di Bawah Naungan Qura’an”, diterjemahkan oleh, As’ad Yasin , Abdul Aziz Salam Basyarahil., Muchotob Hamzah (Cet. 4; Jakarta:Pustaka Gema Insani, 2008), h. 359 40 Imam Al Qurtubi, 401
37
Sedangkan pukulan disini adalah pukulan pendidikan bukan pukulan yang menyakitkan, tidak mematahkan tulang dan tidak menyebabkan luka seperi meninju dan yang semisalnya, karena tujuannya untuk memperbaiki bukan untuk yang lain. 3) Ahmad Musthafa Al-Maraghi. Dalam Kitab Tafsir Al-Maraghi. Suami boleh memukul istrinya, asalkan pukulan itu tidak menyakiti atau melukainya, seperti memukul dengan tangan atau tongkat kecil.41
c. Masa Kontemporer. Perkembangan Tafsir Kontemporer tidak dapat begitu saja dilepaskan dengan perkembangannya di masa modern. Paradigma Tafsir Kontemporer dapat diartikan sebagai sebuah model atau cara pandang, totalitas premis-premis dan metodologis yang dipergunakan dalam penafsiran
Al-Quran di era kekinian.
Meskipun
memiliki
masing-masing
paradigma
Tafsir
keunikan
dan
karakteristiknya sendiri-sendiri, Namun ada beberapa karakteristik-karakteristik yang menonjol dalam Paradigma Tafsir Konteporer. 42 a) Memposisikan Al-Qura’n Sebagai kitab petunjuk. Sebagian besar dari kitab-kitab tafsir klasik hanya berkutat pada penngertian kata-kata atau kedudukannya dari segi I’rab dan pembahasan lain menyangkut segi-segi teknis kebahsaan yang dikandung oleh redaksi 41
Ahmad Mustofa Al-Maraghi : “Tafsir Al-Maraghi”, diterjemahkan oleh, Bahrun Abu Bakar, Lc, Drs Hery Noer Aly (Cet. 1; Semarang: Cv.Toha Putra, 1986), h. 45 42 Dr. Abdul Mustaqim , “Epistimologi Tafsir Kontemporer” (Yogyakarta: LKis, 2010). h.59
38
Ayat-Ayat Al-Quran. Oleh karena itu kebanyakan kitab-kitab tafsir tersebut cenderung menjadi semacam latihan
praktis di bidang
kebahasaan, bukan kitab Tafsir dalam arti kitab yang ingin menyingkap kandungan nilai dan ajaran Al-Quran.43
b) Bernuansa Hermeneutis Jika pada era klasik lebih menekankan pada praktik esegetik yang cenderung linier-atomistic dalam menafsirkan Al-Quran, serta menjadikan kitab suci tersebut sebagai subjek maka tidak demikian pada era modern dan kontemporer. Paradigma Tafsir kontemporer cenderung bernuansa hermeneutic
dan
lebih
menekankan
pada
aspek
epistimologis-
metodologis. Kajian seperti ini diharapkan dapat menghasilkan pembacaan yang produktif atas AlQur-’an atau pembacaan idiologis-tendensius. 44 c) Kontekstual dan Berorientasi pada Spirit Al-Quran. Salah satu karakteristik tafsir Al-Quran di era kontemporer adalah sifatnya yang kontekstual dan berorientasi pada semangat Al-Quran. Hal itu dilakukan dengan cara mengembangkan dan bahkan tidak segan-segan mengganti metode dan paradigma penafsiran lama.45 Jika metode penafsiran Al-Qur’an
yang digunakan para mufasir klasik-tradisional
adalah metode analitik yang bersifat atomistic dan parsial maka tidak halnya demikian dengan para mufassir kontemporer yang menggunakan 43
Abdul Mustaqim, h. 59 Abdul Mustaqim, h. 61 45 Abdul Mustaqim, h. 63 44
39
metode Tematik Mawdhui. Tidak hanya itu mereka juga menggunakan pendekatan interdispliner dengan memanfaatkan perangkat keilmuan modern, seperti filsafat bahasa, semantik, semiotik, antropologi, sosiologi dan sains. 46
d) Ilmiah, Kritis dan non Sektarian. Krakteristik lain dari tafsir di era kontemporer aadalah sifatnya yang ilmiah, kritis dan non-sektarian. Dikatakan ilmiah karena produk Tafsirnya dapat diuji kebenarannya berdasarkan konsistensi metodologi yang dipakai oleh mufassir dan siap menerima kritik dari komunitas akademik.47 Dikatakan kritis dan non sektarian karena umumnya para mufassir kontemporer tidak terjebak pada kungkungan madzab. Mereka justru mencoba bersifat kritis terhadap pendapat pendapat ulama klasik maupun kontemporer yang sudah dianggap tidak kompatibel dengan era sekarang. Inilah salah satu penerapan dari digunakannya metode Hermeneutis dalam memahami teks Al-Qura’an maupun teks-teks lainnya.48 Diantara Mufassir kelompok ini adalah Buku Al-Quran menurut perempuan oleh Aminah Wadud, M. Quraish Sihab. Dalam Tafsir Al Misbah, Prof Dr. Hamka dalam Tafsir Al-Azhar. 1) Aminah Wadud. Dalam Buku Al-Quran Menurut Perempuan. 46
Abdul Mustaqim, h. 63 Abdul Mustaqim, h. 65 48 Abdul Mustaqim, h. 65 47
40
Namun tidak bias diabaikan bahwa pada QS An-Nisa Ayat 34 memang menyebutkan dengan kata dharaba ( memukul). Menurut Lisan Al’arab dan Lane’s Lexicon, dharaba tidak mesti menyatakan kekuatan atau kekerasan. Kata ini digunakan dalam Al-Quran, misalnya, dalam ungkapan, “dharaba Allah matsalan….’ (Allah memberikan atau menetapakan sebagai contoh….’). Kata ini juga digunakan untuk seseorang pergi, atau ‘Mulai mengadakan” perjalanan. Namun kata ini sangat berbeda dengan bentuk keduanya, bentuk intensif – dharaba : memukul berulang- ulang atau dengan keras. Dipandang dari segi kekerasan yang berlebihan terhadap wanita yang ditunjukkan dalam biografi oleh sahabat dalam kebiassan yang dikecam oleh Al-Quran (seperti pembunuhan bayi perempuan), maka ayat ini harus diartikan sebagai larangan tindak kekerasan tanpa kendali terhadap wanita. Jadi ini bukan izin, melainkan larangan keras terhadap kebiasaan yang ada. Al-Qura’an tidak pernah memerintahkan seorang wanita untuk menaati suaminya. Al-Quran tidak pernah menyatakan bahwa ketaatan kepada suami merupakan cirri-ciri wanita yang baik’, juga bukan prasyarat bagi wanita untuk memasuki komunitas islam, namun demikian dalam perkawinan, bentuk penundukan, wanita benar-benar mematuhi suami mereka, bahwasanya mereka percaya bahwa seorang suami yang secara materi menafkahi keluarganya, termasuk istrinya patut dipatuhi. Bahkan dalam kasus seperti itu, norma pada masa turunnya wahyu, tidak ada korelasi bahwa seorang suami harus memukul istrinya supaya patuh. Interpretasi seperti itu tidak berpeluangn untuk berkembang secara universal, dan bertentangan dengan esensi Al-Quran dan Sunah Nabi.
41
Interpretasi demikian merupakan kesalahan berat dalam memahami Al-Quran untuk membenarkan kurangnya pengendalian diri sebagai laki-laki. 2) M. Quraish Sihab. Dalam Tafsir Al Misbah. Jika seorang wanita nusyuz atau tidak menaati perintah suami, maka untuk mengatasinya, dilakukan 3 hal, pertama memberikan nasihat, jika tidak mendapat respon dari isteri yang nusyuz, dilakukan langkah kedua yaitu menghindari hubungan seks, jika dengan langkah kedua ini isteri tetap nusyuz, dilakukan langkah ketiga yaitu memukulnya, akan tetapi pemukulan ini harus di lakukan dengan tidak meninggalkan bekas atau mencederai fisik seperti tulang yang patah/retak, luka sebab pemukulan tersebut. Bahasa, ketika menggunakan dalam arti memukul, tidak selalu dipahami dalam arti menyakiti atau melakukan suatu tindakan keras dan kasar. Orang yang berjalan kaki atau musafir dinamai oleh bahasa dan oleh Al-Quran yadhribuna fil ardh, Yang secara harfiah berarti memukul bumi. Karena itu perintah diatas dipahami oleh ulama berdasrkan penjelasan Rasulullah, bahwa yang dimaksut dengan memukul adalah memukul yang tidak menyakitkan. 49
3) Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar Cara yang Ketiga ini hanya dilakukan kepada perempuan yang memang sudah patut dipukul. Atau dalam kondisi yang sudah sangat terpaksa. Laki-laki yang suka memukul istrinya, seakan-akan dipandangnya istrinya itu sebagai
49
M. Quraish Shihab, “Tafsir Al Misbah”, (Lentera Hati), h. 410
42
budak atau hamba sahaya, padahal istri bukan budak, bukan barang benda, tetapi istri itu manusia dan teman hidup.50 Sudah terang bahwa hanya perempuan yang sangat keras kepala yang sampai akan kena pukul, dan hanya laki-laki yang kasar budi yang mempermudah memukul atau lancang tangan. Pendeknya peraturan Tuhan itulah yang baik, Ada keizinan memukul kalau sudah sangat perlu, tetapi orang baik-baik berbudi tinggi, akan berupaya supaya memukul dapat dielakkan.51 Jika sangat terpaksa memukul, maka pukullah tetapi jangan yang menyebabkan istri menderita, jangan sampai melukai, jangan sampai membuat istri patah tulang, jangan berkesan, dan jauhi memukul muka karena mukalah kumpulan dari segala kecantikan. Dan hendaklah berpisah pisah pukulan itu jangan hanya disatu tempat , supaya jangan menyakitkan benar. Dari beberapa pendapat Ulama yang telah di paparkan secara jelas diatas, maka dapat diambil Kesimpulannya sesuai dengan Tabel berikut: Kategori Ulama
Karakteristik
Nama Ulama
Klasik
Metode penafsiran AlQuran yang digunakan pada masa klasik adalah Metode analitik yang bersifat atomistik dan parsial.
1. Imam Athabariy 2. Dr. Abdullah bin Muhammad Bin Abdurahman bin Ishaq Alu Syaikh. 3. Imam AsSyaukani
Ulama tafsir
1.Sayyid
Modern 50 51
Pemikiran Terhadab Lafadz Idrib 1. Memaknai secara tekstual. Dengan member batasan sifat pukulannya dengan pukulan yang tidak Parah. 2. Membolehkan memukul istri dengan pukulan yang tidak melukai. 3. Membolehkan memukul apabila dengan cara pemisahan tidak membuat si istri jera. 1. Membolehkan memukul
Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h.61-62. Prof.Dr.Hamka,h. 62
43
Kontemporer
pada abad modern Menggunakan tafsir alQur’an dengan metode baru, yang disebut dengan metode Maudhu’i (tematik). Metode yang pembahasanny a berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam Al-Quran. Paradigma Tafsir Kontemporer dapat diartikan sebagai sebuah model atau cara pandang, totalitas premis-premis dan metodologis yang dipergunakan dalam penafsiran AlQuran di era kekinian. Dan cenderung bernuansa hermeneutik dan lebih menekankan pada aspek epistimologismetodologis .
Qutb 2. Ahmad Musthafa AlMaraghi 3. Al-Qurtubi Syaikh Imam.
tetapi tujuannya bukan untuk mnyakiti dan tidak boleh dilakukan dengan maksud untuk menghinakan dan merendahkan Istri. 2. Boleh mememukul istri aslkan tidak dengan benda yang keras.
3. Pukulan yang mendidikan bukan pukulan yang menyakitkan, tidak mematahkan tulang dan tidak menyebabkan luka seperi meninju dan yang semisalnya 1. Aminah 1.Memaknai sebagai Wadud larangan tindak kekerasan 2. M. Quraish tanpa kendali terhadap Sihab wanita. Jadi ini bukan izin, 3. Hamka melainkan larangan keras terhadap kebiasaan yang ada. 2.Memaknai Dengan pukulan yang tidak keras dan mnyakitkan.
3. Memaknai dengan pukulan yang jangan menyebabkan istri menderita, jangan sampai melukai, jangan sampai membuat istri patah tulang, jangan berkesan, dan jauhi memukul muka karena mukalah kumpulan dari segala kecantikan. Dan hendaklah berpisah pisah pukulan itu jangan hanya disatu tempat , supaya jangan menyakitkan benar
44
BAB III METODE PENELITIAN Secara umum, penelitian diartikan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data yang dilakukan secara sistematis dan logis untuk mencapai tujuantujuan tertentu. Pengumpulan dan analisi data mengunakan metode-metode ilmiah, baik yang bersifat kuantitatif ataupun kualitatif, ekspremental atau noneksprimental, interaktif atau non intraktif. Metode-metode tersebut telah dikembangkan secara intensif, melalui uji coba sehingga telah memiliki prosedur yang baku. Metode penelitian adakalanya juga disebut “metodologi penelitian” (sebenarnya kurang tepat tetapi banyak digunakan), dalam makna yang lebih luas bisa berarti “disen” atau rancangan penelitian. Rancangan ini berisi rumusan tentang objek atau subjek yang akan diteliti, teknik-teknik pengumpulan data, prosedur pengumpulan dan analisis data berkenaan dengan fokus masalah tertentu.52
Pada dasarnya metode penelitian merupakan suatu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu53. Hal demikian Penelitian berangkat dari suatu permasalahan yang bertujuan sistem kedisiplinan ilmu, yang pada
umumnya
tujuan
penelitin
bersifat
penemuan,
pembuktian
dan
pengembangan. Sehingga permasalahan yang digunakan dapat menpunyai kecocokan dengan metode penelitian.
52
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 5 53 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R&D. (Bandung: Peneribit Alfabeta, 2010), h. 2
45
1. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian Empiris atau Lapangan. Adapun pengertian dari penelitian empiris merupakan penelitian yang pada awalnya adalah data sekunder,, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian tehadap data primer dilapangan, atau terhadap masyarakat
54
Penelitian Hukum
empiris juga menggunakan data sekunder sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan dengan data primer atau data lapangan. Akibat dari jenis datanya (data sekunder dan data primer), maka alat pengumpul datanya terdiri dari studi dokumen; pengamatan (observasi), dan wawancara (Interview).55
Pada penelitian hukuum empiris atau sosiologis selalu diawali dengan studi dokumen, sedangkan pengamatan (observasi) digunakan pada penelitian yang hendak mencatat atau mendeskripsikan prilaku (hukum) masyarakat. Wawancara (interview) digunakan pada penelitian yang mengetahui misalnya; persepsi, kepercayaan, motivasi, informasi, yang sangat pribadi sifatnya. Penetapan sampling harus dilakukan, terutama jika hendak meneliti perilaku (Hukum) warga masyarakat dan pengelolaan datanya dapat dilakukan baik secara kualitatif atau kuantitatif.
54
Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press,2006), 52 Amiruddin, SH,. M.Hum. H. Zainal Asikin, S.H, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta; Raja GrafindoPersada), h. 134 55
46
Akhirnya, kegunaan penelitian hukum empiris adalah untuk mengetahui bagaimana hukum itu dilaksanakan termasuk proses penegakan hukum (law enforcement) Karena penelitian jenis ini dapat mengungkapkan permasalahanpermasalahan yang ada dibalik pelaksanaan dan penegakan hukum. Disamping itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam penyusunan suatu peraturan perundang-undangan.56 Penelitian Hukum
Empiris mempunyai dua tujuan yang pertama,
menggambarkan dan mengungkap, dan kedua, menggambarkan dan menjelaskan. Kebanyakan penelitian Empiris memberikan penjelasan mengenai peristiwa dengan mencari makna yang sesungguhnya menurut persepsi partisipan. Maka dengan hal ini peneliti bisa mengungkap fakta yang sesungguhnya, berhubungan dengan Makna Lafadz Idrib
Menurut Ulama Kabupaten Malang, dan dapat
mengetahui cara penyelesaian perselisihan dalam kehidupan rumah tangga menurut Ulama Kabupaten Malang.
2. Pendekatan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.
Pendekatan Kualitatif
adalah sustu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.57 Beberapa deskripsi digunakan untuk menemukan prinsip-prinsip dan penjelasan yang mengarah kepada penyimpulan. 56
Amirudin,Asikin, 135 Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung; Rosda, 2005), 60 57
47
Penelitian kualitatif bersifat induktif; peneliti membiarkan permasalahanpermasalahan muncul dari data atau dibiarkan terbuka untuk interpretasi. Data dihimpun dengan pengamatan yang seksama, mencakup deskripsi dalam konteks yang mendetail disertai catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam, serta hasil analisis dokumen dan catatan-catatan.
Penelitian Kualitatif memeliki dua tujuan utama, yaitu pertama, Menggambarkan dan mengungkap, dan yang kedua menggambarkan dan menjelaskan. Kebanyakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan eksplanatori. Beberapa penelitian memberikan deskripsi tentang situasi yang kompleks, dan arah bagi penelitian selanjutnya. Penelitian memberikan eksplanasi (kejelasan) tentang hubungan antara peristiwa dengan makna terutama menurut persepsi partisipan. 58
Pada pendekatan penelitian kualitatif ini, peneliti menggunakan metode kualitatif interaktif. Metode Kualitatif Interaktif merupakan studi yang mendalam menggunakan teknik pengumpulan data langsung dari orang dalam lingkungan alamiahnya. Peneliti mnginterpretasikan bagaimana orang mencari makna daripadanya. Dengan pendekatan kualitatif tersebut, peneliti dapat mendeskripsikan data dari hasil pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan di Desa Wonokerto Kecamatan Bantur Kabupaten Malang dan Desa Penarukan Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang. Yaiitu yang berhubungan dengan permasalahan dalam hal 58
Sukmadinata, Penelitian Pendidikan, h. 60.
48
cara melakukan penyelesaian perselisihan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga dan untuk mengetahui makna Lafdaz Idrib Menurut pendapat dari para Ulama di Kabupaten Malang.
3.
Lokasi Penelitian. Cara terbaik yang perlu ditempuh dalam penentuan penelitian ialah dengan
jalan mempertimbangkan teori substansi yaitu pergilah dan jajahilah lapangan untuk melihat apakah terdapat kesesuaian dengan kenyataan yang berada di lapangan.59 Lokasi penenelitian yang dilakukan oleh peneliti merupakan di desa Wonokerto , kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Dan Di Desa Penarukan Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang
Adapun alasan pengambilan lokasi tersebut, dikeranakan di Desa Wonokerto
ditemukan Ulama Yang dikategorikan sebagai Ulama Salafi,
sedangkan di desa Penarukan Kecamtan Kepanjen ditemukan Ulama yang dikategorikan sebagai Ulama Modern dan Ulama Kontemporer. Maka dengan hal ini peneliti bisa mengungkap fakta yang sesungguhnya, berhubungan dengan permasalahan dalam hal cara melakukan penyelesaian perselisihan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga
dan untuk mengetahui makna Lafdaz Idrib.
Menurut pendapat dari para Ulama di Kabupaten Malang.
4. Sumber dan Jenis Data 59
Lexy J. Moleong, “Metodologi Penelitian Kualitatif” (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002). h.86
49
Sumber data adalah sesuatu yang sangat penting dalam suatu penelitian. Yang dimaksud dengan sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah katakata, dan tidakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lailain.:60
a)
Data primer ini diperoleh dengan menggunakan metode wawacara
dengan sumber pertama tanpa perantara. Dalam hal ini peneliti mewawancarai Dua Tipologi Ulama yaitu; Ulama Salafi. Dan Ulama modern; yang terdiri dari Mubaligh dan Akademisi. Yaitu yang dilakukan dengan Bapak
Toriqul Huda, Bapak Khosim, Bapak Naim, Beliau
sebagai Ulama Salaf di Pesantren Nurul Iman Kecamatan Bantur Kabupaten Malang,
Desa Wonokerto
agar mendapatkan pendapat
tentang makna Lafadz Idhrib Menurut Ulama Salaf.
Selanjutnya
Wawancara dengan Bapak Jakfar Sodik, Bapak Karnoto, dan Bapak Munir. Beliau sebagai Pengisi Jamaah pengajian rutin Al- Iklas di Kelurahan Penarukan Kecamatan Kepanjen, agar mendapatkan pendapat tentang Makna Lafadz Idhrib Menurut Ulama Moderen. Selanjutnya Wawancara dengan Bapak Hasan , Ibu Dewi Masruroh, Arbain Nurdin
dan Bapak
. Beliau sebagai Tenaga Pengajar di Sekolah Tinggi
Agama Islam Ibnu Sina Kepanjen dan Muballigh di Desa Penarukan Kecamatan Kepanjen. agar mendapatkan pendapat tentang Makna Lafadz Idhrib Menurut Ulama Kontemporer.
60
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002),157
50
b) Sumber data sekunder atau data tangan ke dua adalah: data yang diperolah oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang sudah tersedia.61 Data sekunder Adalah data yang mendukung adanya data utama. Data sekunder dirumuskan untuk menunjang validitas dan realibilitas data primer.62 Data skunder dapat juga diperoleh melalui literatur atau bukubuku yang berkaitan dengan pokok pembahasan, di antaranya yaitu Perkawinan Idaman , Syaikh Mahmud Al-Misri, fiqih Sunnah, oleh Sayyid Sabiq, dan buku-buku lain yang berkaitan dengan Nusyuz Dan makna Lafadz Idhrib yang terdapat dalam Qs An-Nisa Ayat 34. . 5. Metode Pengumpulan Data Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.
63
Jenis wawancara
yang digunakan dalam penelitian ini adalah semi terstruktur. Pada awalnya interviwer menanyakan beberapa pertanyaan yang sudah terstruktur, kemudian satu persatu diperdalam dalam mengorek keterangan lebih jauh.64
61
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 91. Tim Dosen Fakultas Syari’ah UIN Malang, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Malang: 2011), h. 29 63 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002),h. 186 64 Suharsimi Arikunto, prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006) h. 227. 62
51
Jenis wawancara semi terstruktur ini peneliti gunakan agar dalam proses wawancara peneliti tidak kebingungan dalam berdialog. Juga berfungsi untuk memperoleh jawaban yang lebih luas dari informasi yang diberikan informan. Dalam wawancara ini, peneliti telah menentukan beberapa informan, Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara langsung dengan tiga Tipologi Ulama Tersebut, Yaitu dengan, Bapak Hasan, Bapak Naim, Bapak Khosim, Sebagai Ulama yang bertipologi Salafi.
Bapak Jakfar Sodik, Bapak Toriq, Bapak Munir, sebagai
Ulama yang bertipologi Modern. Bapak Karnoto, Ibu Dewi Masruroh, Bapak Musoli Hakim, sebagai ulama yang bertipologi Kontemporer. hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan informasi yang sangat inti dari pandangan dan jawaban para Ulama tentang makna Lafadz Dharaba yang terdapat dalam surat An-Nisa Ayat 34.Serta pendapat tentang cara mengatasi atau menyelesaikan perselisihan dalam kehidupan rumah Tangga. Adapun jenis data yang diperoleh pada saat wawancara adalah data-data primer yang berupa hasil wawancara secara langsung terhadap informan penelitian.
6. Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode Pengolahan data pada dasarnya tergantung pada jenis datanya, upaya yang dilakukan bekerja yang diperoleh dari sumber data primer, sumber data sekunder, pendapatan dari dengan data, pengorganisasian data, memilahmilahnya menjadi satuan dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari dan menemukan pola, apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan orang lain. Setelah data dikumpulkan dari lapangan dengan
52
lengkap, maka tahap berikutnya adalah pengolahan dan menganalisis data.65 Metode Pengelolahan data dalam penelitian ini sebagai berikut: a)
Edit (Editing)
Sebelum diolah data yang telah diperoleh perlu di edit terlebih dahulu. Dengan kata lain data atau keterangan yang dikumpulkan yang perlu dibaca sekali lagi dan diperbaiki jika masih terdapat hal-hal yang salah atau yang masih meragukan66.
b)
Klasifikasi (Clasifiying)
Klasifikasi dokumentasi
adalah
diklarifikasi
klasifikasi berdasarkan
(pengelompokan), katagori
data
tertentu67.
hasil Proses
pengelompokan data yang diperlukan. Seluruh data yang berasal dari wawancara dan dokumentasi dibaca. c)
Verifikasi (Verifiyeng)
Adalah suatu tindakan untuk mencari kebenaran tentang data-data yang diperoleh, sehingga pada nantinya dapat meyakinkan kepada pembaca tentang kebenaranya penelitian tersebut68 d)
Konklusi (Concluding)
Langkah terakhir adalah kongklusi atau menarik kesimpulan, dalam 65
artian
cara
penganalisa
data-data
secara
prehensif
serta
Bambang Sunggono, Motode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h. 125 Moh. Nazir,PH.D, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), h. 358 67 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 104-105 68 Nana Sudjana dan Ahwal Kusuma, Proposal Penelitian: Di Perguruan Tinggi, (Bandung: Sinar Baru Aldasindo, 2000), h. 85 66
53
menghubungkan makna data yang diperoleh peneliti. Penyimpulkan datadata harus dilakukan secara cermat dengan mengecek kembali data-data yang telah diperoleh69. Khususnya tentang Makna Lafadz Idrib menurut pandangan Ulama Kabupaten Malang. 7. Metode Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan kerja seperti yang disarankan oleh data.
70
Dari rumusan
tersebut diatas dapatlah kita menarik bahwa analisis data bermaksud pertamatama mengorganisasikan data. Data yang terkumpul banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan dan tanggapan peneliti, gambar,foto,dokumen, berupa laporan beografi artikel dan sebagainya. Pekerjaan analisis data dalam hal ini ialah mengatur,
mengurutkan,
mengelompokkan,
memberikan
kode,
dan
mengkategorisasikannya. Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut bertujuan untuk menemukan tema dan hipotesis kerja yang pada akhirnya diangkat menjadi teori subtantif.
Adapun metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif yakni metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang akan diamati. sehingga dapat menggambarkan keadaan atau status fenomena
69
Nana Sudjana dan Awalkusumah, Proposal Penelitian di Perguruan Tinggi: Panduan bagi Tenaga Pengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo,2000), h. 89 70
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002),h. 280-281
54
mengenai Makna Lafadz Idhrib yang terdapat Pada Qs. An-Nisa Ayat 32 Menurut Ulama Kabupaten Malang.
55
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Lokasi Penelitian a. Lokasi penelitian Lokasi yang diteliti oleh peneliti yaitu di Keluruhan Penarukan Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang
dan di desa Wonokerto
Kecamatan Bantur Kabupaten Malang. Oleh kerena itu untuk lebih mengetahui kondisi dan keadaan lokasi penelitian dalam mewujudkan adanya kesesuaian realitas sosial dengan data yang ada, maka perlu untuk dideskripsikan mengenai profil lokasi penelitian berdasarkan data. Profil Kelurahan Penarukan, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang.
1. Kondisi Wilayah Penelitian a) Batas wilayah
56
Tabel 2.1 batas wilayah lokasi penelitian Batas
Kelurahan
Kecamatan
Sebelah utara
Kelurahan Ardirejo
Kepanjen
Sebelah selatan
Desa Kedung Pedaringan
Kepanjen
Sebelah timur
Desa Dieng
Gondanglegi
Sebelah barat
Kelurahan Kepanjen
Kepanjen
Sumber data statistik Kelurahan Penarukan Sumber data statistik Kelurahan Penarukan b) Luas wilayah menurut penggunaan Luas wilayah kelurahan Penarukan menurut penggunaannya adalah 24,2 Ha. Sektor perumahan yang mendominasi di kelurahan tersebut. Hal ini peneliti mendapatkan data dari Kantor Kelurahan Penarukan. 2. Kondisi Masyarakat a) Jumlah penduduk Berdasarkan data Tahun 2013, jumlah penduduk kelurahan penarukan, kecamatan kepanjen , Kabupaten Malang
tercatat
sebesar 5295 jiwa, yang terdiri dari 2535 jiwa penduduk laki-laki dan 2760
jiwa penduduk perempuan, dengan jumlah kepala
keluarga 1238 KK. Distribusi penduduk dan tingkat kepadatan adalah sebagaimana tabel berikut :
57
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Kelurahan Penarukan Jumlah laki-laki
2.535 jiwa
Jumlah perempuan
2.760 jiwa
Jumlah total
5295 jiwa
Jumlah kepala keluarga
1238 KK
b) Etnis Semua etnis masyarakat Kelurahan penarukan adalah Jawa. Sehingga bahasa keseharian yang digunakan adalah bahasa Jawa. c) Agama atau aliran kepercayaan Agama yang dianut oleh penduduk kelurahan penarukan kecamatan kepanjen kabupaten malang antara lain Islam, Katolik, Kristen. Komposisi penduduk kelurahan penarukan menurut agama pada tahun 2013 adalah sebagai berikut : agama Islam. 5200 jiwa, Katolik 46 jiwa, 49 Kristen jiwa. Tabel 2.3 Keagamaan Dan Kepercayaan Masyarakat Kelurahan Penarukan NO Agama 1. Islam 2. Kristen 3. Katholik Jumlah
Laki-laki 2.300 24 19 2343
Perempuan 2.899 26 27 2952
Sarana ibadah umat beragama di Kabupaten Malang terdiri dari masjid 3 buah, langgar/mushola 15 buah.
58
Tabel 2.4 Sarana Pribadatan Masyarakat Penarukan NO Jenis Prasarana Jumlah (Buah) 1. Jumlah Masjid 3 2. Jumlah Langgar/Surau/Mushola 15 3. Jumlah Wihara Jumlah 18 Sumber Data Statistik Kelurahan Penarukan Melihat dari segi keagamaan masyarakat Kelurahan Penarukan, mayoritas berpegang teguh pada agama Islam. Masyarakat tak jarang mengadakan kegiatan keagamaan secara rutin berupa pengajian muslimin dan muslimat, tahlil, dan sebagainya. d) Pendidikan Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Penarukan, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, terhitung sejak belum masuk pendidikan, pendidikan TK hingga sarjana S2. Adapun dengan adanya pendidikan yang dimiliki setiap orang dapat mempengaruhi terhadap pola pikirnya, salah satunya ialah dalam kehidupan bermasyarakat. Selain gelar sarjana yang disandang oleh sebagian penduduk tersebut, juga terdapat beberapa orang yang memiliki keterbelakangan mental. Namun, keadaan ini tidak menjadi persoalan. Sehingga mereka tetap berusaha mengenyam bangku pendidikan, sebagaimana yang dilaksanakan pada SLB (Sekolah Luar Biasa). Hal ini menggambarkan bahwasanya tingkat intelektual masyarakat tersebut bagus dan masih peduli terhadap
59
bidang pendidikan, Kondisi pendidikan di desa Penarukan berdasarkan beberapa indikator menunjukkan perkembangan yang baik.
Profil Desa Wonokerto Kecamatan Bantur Kabupaten Malang 1) Kondisi Wilayah Penelitian a) Batas wilayah
Tabel 2.5 batas wilayah lokasi penelitian Batas
Kelurahan
Kecamatan
Sebelah utara
Dsa Ngempit
Bantur
Sebelah selatan
Desa Gumukmas
Bantur
Sebelah timur
Desa Rejoyoso
Bantur
Sebelah barat
Desa Karangsari
Bantur
Sumber data statistik Desa Wonokerto
Sumber data statistik Kelurahan Penarukan b)
Luas wilayah menurut penggunaan Luas wilayah kelurahan Penarukan menurut penggunaannya
adalah 28,2 Ha. Sektor persawahan
yang mendominasi di desa
tersebut. Hal ini peneliti mendapatkan data dari Kantor Wonokerto.
Desa
60
3. Kondisi Masyarakat c) Jumlah penduduk Berdasarkan data Tahun 2013, Desa wonokerto Kecamatan Bantur , Kabupaten Malang tercatat sebesar 5994 jiwa, yang terdiri dari 2990 jiwa penduduk laki-laki dan 3004 jiwa penduduk perempuan, dengan jumlah kepala keluarga 1318 KK. Distribusi penduduk dan tingkat kepadatan adalah sebagaimana tabel berikut :
Tabel 2.6 Jumlah Penduduk Desa Wonokerto Jumlah laki-laki
2.990 jiwa
Jumlah perempuan
3004 jiwa
Jumlah total
5994 jiwa
Jumlah kepala keluarga
1318 KK
d) Etnis Etnis masyarakat Desa Wonokerto Madura
adalah
Jawa dan
Sehingga bahasa keseharian yang digunakan adalah
bahasa Jawa dan Bahasa Madura.
e) Agama atau aliran kepercayaan
61
Agama yang dianut oleh penduduk Desa Wonokerto kecamatan Bantur kabupaten Malang adalah Semuanya Islam tanpa terkecuali. Sarana ibadah umat beragama di Desa Wonokerto Kabupaten Malang terdiri dari masjid 2 buah, langgar/mushola 20 buah. Tabel 2.7 Sarana Pribadatan Masyarakat Penarukan NO Jenis Prasarana 1. Jumlah Masjid 2 Jumlah Langgar/Surau/Mushola Jumlah Sumber Data Statistik Desa Wonokerto
Jumlah (Buah) 2 20 22
Melihat dari segi keagamaan masyarakat Desa Wonokerto, yang seluruh penduduknya berpegang teguh pada agama Islam. Masyarakat tak jarang mengadakan kegiatan keagamaan secara rutin berupa pengajian muslimin dan muslimat, tahlil, dan sebagainya.
f) Pendidikan Masayarakat
Desa
Wonokerto
Kecamatan
Bantur
Kabupaten Malang sangat minin minatnya untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya dikarenakan penduduk Desaesa Wonokerto mempunyai pemikiran bahwa pendidikan tinggi belum
62
tentu menjamin dapat pekerjaan yang mapan. Dengan adanya pemikiran seperti itu maka masrakat desa wonokerto kecamatan Bantur Mayoritas Hanya lulusan SMP sederajat dan SD sederajat. Mayoritas mata pencaharian Masarakat Desa wonokerto adalah sebagai petani dan pedagang.
B. Paparan Dan Analisis Data Dalam paparan dan analisis data ini mencakup Makna Lafadz Idrib dalam Qs An-Nisa Ayat 34 yang diteliti di Desa Wonokerto Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang
Dan Di Kelurahan Penarukan Kecamatan Kepanjen
Kabupaten Malang.
Profil informan
No 1
2
3
4
5
Nama Informan
Keterangan
Ust Toriqul Usia 45 Tahun Beliau seorang Hafizdul AlQuran. Sebagai Ulama Salafi Desa Wonokerto Kecamatan Bantur, beliau juga Huda sebagai pengajar TPQ yang dimiliki di desa wonokerto di samping rumahnya. Usia 50 tahun beliau Sebagai Ulama Salafi di masayarakat desa Ust. Naim wonokerto kecamatan Bantur kabupaten Malang. Dan sebagai Ust Pesantren Salaf Nurul Iman Desa Wonokerto Kecamatan Bantur. Ust Khosim Beliau Usia 55 Tahun, belia alumni podok pesantren Nurul Iman Karangsari Bantur Malang. Sebagai Ulama Salafi Desa Wonokerto Kecamatan Bantur. Ust Jakfar Beliau dahulu alumni Pondok Pesatren Tambak Beras Jombang, Mulai dari Tsanawiyah Sampai Tingkat Perguruan Tinggi. Sodik Sebagai Ulama Modern dan sebagai pengisi pengajian keleling di mushola-mushola Kelurahan Penarukan Kecamatan Kepanjen. Ust. Munir Usia 50 tahun, beliau alumni Pondok pesantren Al amin Madura, dan alumni iain Sunan Ampel Surabaya, Sebagai
63
6
7 8
9
Ulama Modern dan sebagai pengajar di Sma Islam Kecamatan Kepanjen. Sebagai Ulama Modern di lingkungan masyarakat kelurahan Ust. Penarukan dan Pengisi Jamaah pengajian rutin Al- Iklas Karnoto Kepanjen . Ust. Hasan Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu Sina Kepanjen . Mahfudz Ust. Arbain Usia 45 tahun, beliau alumni Pondok pesantren Al-Amin Madura, Dan alumni Iain Suanan Ampel Surabaya. Sebagai Nurdin. Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu Sina Kepanjen. Ustzd. Dewi Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu Sina Kepanjen. masrurah
1. Makna Lafadz Idrib menurut Ulama Kabupaten Malang. Apabila istri tetap enggan berhenti dengan nasehat dan menjauhi ranjang, maka ia harus mendidiknya dengan pukulan yang tidak menyakitkan, pukulan yang lembut halus dan mendidik, bukan pukulan yang merusak sehingga setan yang menipunya dengan pembangkangan dan penentangan keluar dari kepalanya. Tentu cara yang ini hanya dilakukan kepada perempuan yang memang sudah patut dipukul.Ada kaum perempuan terpelajar, yang mengukur seluruh perempuan dengan dirinya sendiri, menyanggah keras dengan kebolehan seperti ini terhadap kaum ibu yang lemah, Dia agaknya tidak sadar bahwa memang ada perempuan yang memang pukul yang hanya dapat memperbaiki kedurhakaannya71. a) Sebagai Ulama Salafi Desa Wonokerto Kecamatan Bantur Ust Toriqul Huda mengatakan:
71
Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h.63
64
Menurut pendapat saya Makna Dari lafadz Wadhribuhunna tersebut adalah “Memukul” suami boleh memukul istrinya asalkan jika tahapan-tahapan sebelumnya sudah dilaksanakan dengan baik dan benar, dikarenakan istri sudah sangat keterlaluan dan disisi lain istri masih menjadi tanggung jawab suami . Kerana terdapat orang yang sifatnya kesadarannya tumbuh ketika menggunakan cara kekerasan72.
b) Sebagai Ulama Salafi
Pesantren Nurul Iman
Desa Wonokerto
Kecamatan Bantur Beliau Ust. Naim, mengatakan: Menurt saya Makna dari lafadz idrib tersebut adalah “Memukul” suami diperbolehkan untuk memukul dengan pukulan yang niatnya untuk memberikan pendidikan kepada istri dan dalam memukul tersebut memukul pada anggota tubuh yang tidak membahayakan , guna menyadarkan istrinya tersebut agar taat kembali kepada kewajibannya sebagai mana seorang istri yang telah disyariatkan dalam agama.73 c)
Sebagai Ulama Salafi Desa Wonokerto Kecamatan Bantur Kabupaten Malang , Ust Khosim Mengatakan: Menurut saya makna dari lafadz Idrib tersebut adalah “Memukul”, Dikarenakan menurut saya suami boleh memukul istri jika si istri memang benar benar keterlaluan atas perbuatan nusyuznya kepda suaminya, di sisi lain istri masih menjadi tanggung jawab suami .Jadi si suami wajib mendidiknya sekalipun dengan jalan kekerasan. Menurut saya diperbolehkannya suami memukul karena islam mngajarkan ketegasan kepada uamatnya. 74
a) Sebagai Ulama Modern dan sebagai pengisi pengajian keleling di mushola-mushola Kelurahan Penarukan
Kecamatan Kepanjen
Ust
Jakfar Sodik mengatakan: Menurut Saya makna dari Lafadz Idrib tersebut adalah Pukulan dengan perkataan bukan pukulan dengan tangan atau dengan cara kekerasan. Pukulan dengan perkataan , yang kiranya perkataan 72 73
74
Toriq , Wawancara, Malang, Tanggal 05 september 2013 Naim , Wawancara, Malang, Tanggal 07 september 2013 Khosim, Wawancara, Malang,Tanggal 10 September 2013.
65
tersebut dapat membuat si istri sadar dan berubah menjadi lebih baik. Dikarenakan perkataan itu bisa menembus segala sesuatu yang keras sekalipun itu batu.75
b) Ulama Modern dan sebagai pengajar
di Sma Islam
Kecamatan
Kepanjen Kabupaten Malang Ust Munir mengatakan: Menurut saya makna dari lafadz Idrib tersebut adalah “Memukul”, si suami boleh memukul istri dengan pukulan yang tidak menciderai, meninggalkan bekas sedikitpun dan tidak keras sama sekali dan memukulny aharus pada bagian yang kiranya tidak membahayakan istri, alasan di perbolehkannya memukul karena segala pola prilaku istri menjadi tanggung jawab suami. 76
c) Sebagai Ulama Modern di lingkungan masyarakat kelurahan Penarukan dan Pengisi Jamaah pengajian rutin Al- Iklas Kepanjen Ust Karnoto mengatakan: Menurut saya makna dari Lafadz Idrib tersebut adalah, Suami boleh memukul dengan pukulan yang tidak membahayakan dan pukulan yang niatnya bukan untuk melukai dan mencelakai si istri, dan pukulan tersebut harus dilakukan dengan pelan tanpa mengeluarkan suara sebagaimana layaknya orang memukul, bagian itu adalah mulai pusar sampai kebawah. 77
a)
Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu Sina Kepanjen Ust Hasan Mahfud mengatakan: Menurut pendapat saya makna dari lafadz Idrib tersebut adalah Sarana bagi suami untuk menyadarkan istri tanpa ada rasa dendam dan efek jera, walaupun keadaanya darurat tidak diperbolehkan dan dibenarkan untuk memukul, karena memukul akan mengakibatkan dan menumbulkan rasa dendam dan dengan memukul tersebut tidak akan menyelesaikan permaslahan yang sedang terjadi dalam kehidupan
75
Ja’far , Wawancara, Malang, Tanggal 13 september 2013. Munir, Wawancara, Malang, Tanggal 15 september 2013. 77 Karnoto, Wawancara, Malang, Tanggal 17 september 2013. 76
66
rumah tangga.Disamping memukul itu tidak akan menyelesaikan masalah, memukul hanya akan menimbulkan kecemburuan sosial antara suami istri karena dapat dipastikan terdapat pihak yang merasa menang dan terdapat pihak yang merasa dikalahkan dengan pemukulan tersebut.78 b) Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu Sina
Kepanjen
Kabupaten Malang,
Ust
Arbain
Nurdin
mengatakan: Menurut Saya Makna Dari Lafadz Idrib tersebut adalah Sebuah cara suami untuk menyadarkan si istri tanpa menggunakan cara kekerasan dan tidak menimbulkan rasa sakit hati istri. Maka yang harus dilakukan oleh suami adalah memberi pencerahan dengan ilmu pengetahuan, dan harus saling intropeksi antara pihak suami dan istri agar bisa mengambil jalan tengah untuk menyelesaikan permasalahn yang terjadi yang pada akhirnya menimbulkan dan menuju kedamaian kehidupan berumah tangga tanpa ada pihak yang merasa menang dan kalah diantara suami istri tersebut79.
c)
Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu Sina Kepanjen Ustz Dewi Masruroh mengatakan: Menurut saya makna dari lafadz Idrib tersebut adalah cara atau alat yang dipergunakan suami untuk menyadarkan istri tanpa timbul rasa dendam dan efek jera pada akhirnya nanti , Sedarurat atau sebahaya apapun keaadannya suami tidak dibenarkan untuk melakukan perbuatan kekerasan atau memukul, karena memukul hanya akan mengakibatkan dan menumbulkan rasa dendam Maka yang harus dilakukan oleh suami adalah memberi pencerahan dengan ilmu pengetahuan, dan harus saling intropeksi antara pihak suami istri dan saling mngenyampingkan sifat watak keras dan rasa keegoisannya masing masing agar menemukan jalan tengah atau menemukan cara yang terbaik untuk menyelesai perselisihan dan permasalahan tersebut dengan kondisi pikiran yang dingin dan tanpa menggunakan cara kekerasan sedikitpun80.
78 79
80
Hasan , Wawancara, Malang, Tanggal 20 september 2013. Arbain , Wawancara, Malang, Tanggal 23 september 2013.
Dewi , Wawancara, Malang, Tanggal 24 september 2013.
67
2. Solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan dan perselisihan yang terjadi dalam kehidupan keluarga. a) Sebagai Ulama Salafi Desa Wonokerto Kecamatan Bantur Kabupaten Malang Ust Toriqul Huda mengatakan: Menurut saya solusi yang tepat untuk mengatasi perselisihan dalam kehidupan rumah tangga adalah si suami harus benar-benar menjadi contoh yang baik bagi istri maupun anak. Karena secara tidak langsung perbuatan suami yang baik tersebut akan dicontoh oleh istri dan anak anaknya. Jadi kuncinya selesai tidaknya suatu permasalahan dalam keluarga tergantung pada suaminya. 81 b) Sebagai Ulama Salafi Kecamatan Bantur
Pesantren Nurul Iman Kabupaten Malang Beliau
Desa Wonokerto Ust. Naim,
mengatakan: Menurut saya solusi yang tepat untuk mnyelesaikan perselisihan dan permaslahan rumah tangga adalah, suami sebagai kepala keluarga harus benar-benar bisa membawa keluarganya menuju yang lebih baik dengan cara menasehati kepada istrinya dan memberikan contoh yang baik kepada istri, karena perbuatan suami yang bagai manapun akan dicontoh oleh istrinya. Jika suami bisa memberi contoh yang baik maka istri akan menjadi baik juga, dan permasalahan dan perselisihan tersebut tidak akan terjadi kembali. 82
c)
Sebagai Ulama Salafi Desa Wonokerto Kecamatan Bantur, Ust Khosim Mengatakan: Menurut saya solusi yang tepat untuk mengatasi perselisihan dan permasalahan keluarga adalah suami sebagai kepala keluarga harus bisa menjadi suri tauladan yang baik bagi istrinya, karena segala perbuatan atau tindak laku suami akan ditirukan atau akan dicontoh oleh istri, untuk itu suami benar benar dituntut untuk bisa menjadi contoh yang baik bagi istrinya83.
81
Toriq , Wawancara, Malang, Tanggal 05 september 2013. Naim , Wawancara, Malang, Tanggal 07 september 2013. 83 Khosim, Wawancara, Malang,Tanggal 10 September 2013. 82
68
a) Sebagai Ulama Modern dan sebagai pengisi pengajian keleling di mushola-mushola Kelurahan Penarukan
Kecamatan Kepanjen
Ust
Jakfar Sodik mengatakan: Menurut saya solusi yang tepat untuk mengatasi pemaslahan yang terjadi dalam kehidupan keluarga adalah: pihak suami istri agar mencari momen yang tepat dan indah untuk selanjutnya diajak bicara membahas apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan rumah tangga tersebu dengan mendatangkan juru damai dari kedua belah pihak,dengan ini suami istri saling intropeksi diri masing – masing supaya saling menyadari semua kesalahannya masing masing, dan setelah menyadarinya maka perdamaian tersebut akan timbul dengan sendirinya84.
b) Ulama Modern dan sebagai pengajar
di Sma Islam
Kecamatan
Kepanjen Ust Munir mengatakan: Menurut saya solusi yang tepat untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi pada kehidupan rumah tangga adalah agar pihak suami istri saling membicarakan secara terang terangan apa sebenarnya yang sebenarnya terjadi, dikarenakan penyebab terjadinya perselisihan terebut bukan tidak munkin dari istri saja tapi bisa saja datang dari pihak suami.Dengan dilakukannya hal ini permasalahan tersebut akan terselesaiakan secara sendirinya dan jika ini selalu dilakukan, maka permaslahan serta perselisihan yank terjadi dalam keluarga tidak akan terjadi kembali.85
c) Sebagai Ulama Modern di lingkungan masyarakat kelurahan Penarukan Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang dan Pengisi
Jamaah
pengajian rutin Al- Iklas Kepanjen Ust Karnoto mengatakan: Menurut saya sulusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang terjadi dalam keluarga adalah; Permaslahan yang timbul dan sekiranya sudah memasuki puncaknya hendaknya dimusyawarahkan dengan kepala yang benar benar dingin, dengan dibantu dengan mendatangkan juru damai dari kedua belah pihak, agar supaya uneguneg yang ada dalam hati suami dan hati istri dapat tersampaikan 84 85
Ja’far , Wawancara, Malang, Tanggal 13 september 2013. Munir, Wawancara, Malang, Tanggal 15 september 2013.
69
dengan baik sehingga saling mngetahui keinginan masing masing, dengan ini secara langsung akan menyelesaikan permaslahan tersebut, dan jika hal ini dilakukan secara terus menerus maka permaslahan tidak akan timbul kembali dalam kehidupan keluarga.86
a) Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu Sina Kepanjen Kabupaten Malang
Ust Hasan Mahfud mengatakan:
Menurut saya solusi yanng tepat untuk menyelesaikan perselisihan dan permasalahan dalam kehidupan rumah tangga adalah: Suami supaya memberikan pencerhan atau ilmu pengetahuan tentang hak dan kewajiban suami istri dan suami istri tersebut agar bisa saling menerima kekurangan masing masing dan supaya mehilangkan sifat egois nya baik suami maupun istri agar perdamaian itu dapat tercipta tanpa menggunakan proses kekerasan sedikitpun.87
b) Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu Sina Kepanjen Kabupaten Malang Ust Arbain Nurdin
mengatakan:
Menurut saya solusi yang tepat untuk menyelesaikan permaslahan serta perselisihan dalam keluarga adalah: Dengan Mendatangkan Juru damai dari kedua belah pihak, pihak suami dan istri, agar ihak suami istri tersebut bisa saling menerima kekurangan dan kelebihan dari pasangannya, dikarenakan jika saling menerima dan saling mngertia antara suami dan istri permaslahan yang terjadi akan luluh dan akan segera terselesaiakan dengan sendirinya, karena pemicu terjadinya permasalahan tersebut adalah pasangan suami istri itu sendiri.88 c) Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu Sina Kepanjen
Kabupaten Malang
Ustz Dewi Masruroh
mengatakan: Menurut saya solusi nya adalah Agar Mendatangkan Juru damai dari kedua belah pihak, dan nantinya pihak suami maupun istri supaya saling intropeksi dirinya masing-masing, dan tidak hanya bisa saling menyalahkan antara satu dengan yang lainnya, dikarenakan 86
Karnoto, Wawancara, Malang, Tanggal 17 september 2013. Hasan , Wawancara, Malang, Tanggal 20 september 2013. 88 Arbain , Wawancara, Malang, Tanggal 23 september 2013. 87
70
permasalahan yang sedang mendera dalam keluarga tersebut adalah pasangan suami istri itu sendiri.89
3. Analisis Data. 1) Makna Lafadz Idrib Pada Qs An-Nisa ayat 34 Menurut Ulama Kabupaten Malang. a.
Ulama Salafi. Ust Toriqul Huda sebagai ulama salafi mengatakan boleh memukul
dengan pukulan fisik, dikarenakan alasan mereka jika sudah memasuki tahap yang terakhir yaitu tahap pemukulan kondisi si istri memang tingkat kedurhakaannya terhadap suami sudah keterlaluan dan alasan yang lain, si istri tersebut masih menjadi tanggung jawab suami, maka menurut mereka cara yang ampuh dan mujarab untuk mengobati tersebut adalah dengan cara dipukul. Tetapi pukulan ini diniatkan hanya untuk mendidik si istri, bukan pukulan yang bersifat balas dendam atau yang lainnya, dan bukan pukulan yang keras yang sampai membuatnya luka dan membuatnya cacat. .
Pendapat Ust Toriqul Huda sebagai ulama salaf ini senada dengan pendapat Ulama Tafsir Klasik Yaitu Imam AthThabari yang berbunyi : , “Wahai para suami, nasehatilah istri kalian tentang perbuatan nusyuz mereka. Jika mereka menolak untuk kembali kepada kewajiban mereka, maka ikatlah mereka dengan tali. Dirumah mereka, dan pukullah mereka 89
Dewi , Wawancara, Malang, Tanggal 24 september 2013.
71
agar mereka kembali kepada kewajiban mereka, yaitu taat kepada Allah dalam kewajiban mereka terkait dengan hak kalian”. Sifat pukulan yang diperbolehkan Allah kepada suami adalah pukulan yang tidak melukai, tidak keras, dan jangan pukulan yang membuat tulangnya patah apalagi pukulan yang sampai membuatnya cacat.90
Sedangkan pendapat Ust Naim sebagai ulama’ salafi dalam memaknai lafadz Idrib ini beliau mengatakan boleh memukul dengan tangan dan pukulan tersebut harus diniatkan hanya untuk membri pendidikan kepada istri, agar si istri akan jera dengan segala kedurhakannya terhadap suami. Hal senada juga dikatakan oleh ulama Tafsir salaf yaitu Imam As-Syaukani dalam Tafsir Al-Qadr yang berbunyi : Bahwa sistem yang terdapat dalam Al-Quran merupakan hal yang halal bagi si suami untuk memukul istri dengan pukulan yang tidak parah dan pukulan yang tidak melukai pada saat Nusyuz tersebut dikhawatirkan terjadi.91
Hal itu diungkapkan bahwa agar si istri benar benar
meninggalkan perbuatan Nusyuznya ketika proses pengabaian atau memisahkannya dari tempat tidur tidak mempengaruhinya untuk meninggalkan perbuatan Nusyuznya tersebut. Ust. Khosim Sebagai ulama salafi berpendapat n bahwa makna dari Lafdz Idrib itu adalah Memukul. Menurut beliau si suami diperbolehkan
90
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Quran : “Tafsir Ath-Thabari”, diterjemahkan oleh Akhmad Afandi, (Cet. I; Jakarta:Pustaka Azzam, 2008), 916 91
أي ﺿﺮﺑﺎ ﻏﯿﺮ ﻣﺒﺮح وﻇﺎھﺮ اﻟﻨﻈﻢ اﻟﻘﺮآﻧﻲ أﻧﮫ ﯾﺠﻮز ﻟﻠﺰوج أن ﯾﻔﻌﻞ ﺟﻤﯿﻊ ھﺬه اﻷﻣﻮر ﻋﻨﺪ ﻣﺨﺎﻓﺔ اﻟﻨﺸﻮز
72
memukul dengan tangan agar si istri kembali taat kepada suami dan kembali melaksanakan segala kewajibannya terhadap suami. Alasan diperbolehkannya memukul karena suami masih mempunyai pertanggung jawaban penuh terhadap istrinya. Pendapat Ust Khosim tersebut senada dengan pendapat ulama tafsir Salafi yaitu Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh dalam kitab Tafsir jalalain. Yang berbunyi : Makna dari Lafadz Dharab tersebut yaitu jika nasehat dan pemisahan tempat tidur tidak menggetarkannya, maka kalian boleh memukul nya . 92 b. Ulama Modern. Ust Jakfar sodik dalam memaknai lafadz idrib yang ada pada Qs Annisa ayat 34 sudahlah sangat modern yaitu beliau Mengatakan bahwa itu merupakan perintah memukul, yaitu memukul dengan perkataan bukan dengan tangan atau dengan cara kekerasan, pukulan dengan perkataan yang kiranya perkataan tersebut dapat membuat istri berubah atau istri kembali taat kepada suaminya. Karena perkataan dapat menembus segala sesuatu yang tidak dapat ditembus oleh batu sekalipun. Pendapat dari Ust jakfar sodiq tersebut sama dengan pendapat dari Ulama Tafsir Modern Yaiitu Ahmad Mustofa Al-Marghi beliau mengatakan
bahwa
Allah
mengingatkan
para
hambaNya
akan
kekuasaannya-Nya atas mereka, agar mereka takut kepada-Nya didalam 92
Dr. Abdullah bin Muhammad Bin Abdurahman bin Ishaq Alu Syaikh., “ Lubabut Tafsiir Min Ibni Katsiir”, diterjemahkan oleh M.Abdul Ghoffar E.M, Tafsir Ibnu Katsir jilid 2 (Cet IV ; Jakarta: Pustaka Imam ASY-SYAFI’I,2006) h. 300
73
memperlakukan kaum wanita. Sekan-akan Dia berfirman kepada mereka, sesungguhnya kekuasan-Nya atas kalian melebihi kekuasaan kalian atas istri; maka jika kalian berbuat aniaya terhadap mereka, Dia akan menyiksa kalian; dan jika kalian memaafkan kesalahan - kesalahan mereka, niscaya dia akan memaafkan kesalahan kesalahan kalian.93 Tidak diragukan lagi, lelaki yang memperbudak wanita akan melahirkan budak bagi orang lain, karena mereka terdidik dengan kzhaliman dan tidak mempunyai kehormatan, sifat-sifat baik dan belas kasihan. Juga akan melahirkan budak wanita dan juga akan melhirkan orang-orang seperti dia; terdidik sebagai budak yang hina dan tidak mempunyai kemulyaan. Sungguh tak ubahnya mereka seperti sekumpulan seorang kambing, dihalau setiap pengembala dan menyambut setiap teriakan. 94
Ust. Munir mengungkapkan pendapatnya tentang makna lafadz idrib pada Qs An-Nisa Ayat 34, yaitu
makna dari lafadz Idrib yang
terdapat dalam Qs-An-Nisa ayat 34 tersebut adalah “Memukul”, menurut Ust munir suami diperbolehkan untuk memukul istri asalkan sifat dari pukulannya tersebut yaitu dengan pukulan yang tidak menciderai, meninggalkan bekas sedikitpun dan tidak keras sama sekali dan memukulnya tersebut
harus
pada
bagian
yang kiranya tidak
membahayakan istri, menurut beliau bagian yang tidak membahayakan 93
Ahmad Mustofa Al-Maraghi : “Tafsir Al-Maraghi”, diterjemahkan oleh, Bahrun Abu Bakar, Lc, Drs Hery Noer Aly (Cet. 1; Semarang: Cv.Toha Putra, 1986), h. 48. 94 Musthafa, Marghi. h. 48
74
tersebut adalah bagian pusar kebawah, alasan di perbolehkannya memukul karena segala pola prilaku istri menjadi tanggung jawab suami. Hal senada juga di ungkapkan oleh ulama Tafsir Modern Yaitu Sayyid Qutub, beliau mngatakan bahwa, Sejalan dengan maksud dan tujuan semua tindakan di muka maka pemukulan yang dilakukan ini bukanlah untuk menyakiti, menyiksa dan memuaskan diri. Sudah dimaklumi bahwa semua tindakan ini tidak boleh dilakukan kaluu kedua belah pihak ini berada dalam kondisi harmonis dalam mengendalikan organisasi rumah tangga yang amat sensitive ini. Tindakan itu hanya boleh dilakukan untuk menghadapi ancaman kerusakan dan keretakan. Karena itu, tindakan itu tidak boleh dilakukan kecuali kalau terjadi penyimpangan yang hanya dapat diselesaikan dengan cara tersebut.95 Kesimpulan pendapat dari Ust Munir memaknai lafadz idrib adalah suami diperbolehkan memukul istri, tetapi hanya dengan niatan untuk mendidik, bukan dengan niatan yang lainnya, seperti niatan merendahkan atau melecehkan. Dan tindakan pemukulan ini hanya boleh dilakukan untuk menghadapi adanya ancaman atau adanya tanda-tanda akan terjadinya keretakan dalam rumah tangga, dan tindakan pemukulan ini boleh dilakukan jika tindakan dari penyimpangan istri terhadap suaminya bisa diselesaikan hanya dengan jalan memukul.
95
Quthb Sayyid, Tafsir Fizhilalil Qura’an : “Tafsir di Bawah Naungan Qura’an”, diterjemahkan oleh, As’ad Yasin , Abdul Aziz Salam Basyarahil., Muchotob Hamzah (Cet. 4; Jakarta:Pustaka Gema Insani, 2008), h. 359
75
Ust. Karnoto memaparkan pendapatnya dalam memaknai makna lafadz Idrib yaitu menurut beliau adalah, Suami diperbolehkan untuk memukul istri asalkan sifat dari pukulan tersebut yaitu pukulan yang tidak membahayakan dan pukulan yang niatnya bukan untuk melukai dan mencelakai si istri, dan pukulan tersebut harus dilakukan dengan pelan tanpa mengeluarkan suara sebagaimana layaknya orang memukul, dan bagian yang diperbolehkan untuk dipukul menurut beliau adalah mulai pusar sampai kebawah. Ust. Karnoto memberikan alasan atas diperbolehkannya memukul tersebut dikarenakan kondisinya sudah darurat dan sudah kepepet. Dan alasan yang lainnya diperbolehkannya memukul adalah dikarenakan menurut Ust Karnoto memang ada sifat dari beberapa manusia di muka bumi ini jika mereka melakukan kesalahan baru sadar atau baru sembuh dari kesalahannya dengan cara kekerasan atau dengan cara
dipukul
dengan tangan.
Pendapat sama juga dipaparkan oleh ulama Tafsirr Modern Yaitu Sayyid Qutb Dalam kitab tafsir fi zahlil Quran , Yang berbunyi: Memang adakalanya terdapat orang-orang wanita yang tidak mau menjadikan lakilaki yang dicintainya itu sebagai pemimpin dan direlakannya menjadi suaminya kecuali jika lelaki itu dapat menguasai dirinya secara fisik. Meskipun ini tidak menjadi tabiat semua wanita, namun wanita yang demikian itu memang ada. Wanita dengan model demikian inilah yang
76
memerlukan pemecahan tahap akhir ini, supaya dia dapat kembali lurus dan menjaga keutuhan organisasi rumah tangganya dalam kedamaian dan ketrentaman. 96 Kesimpulan pendapat dari Ust Karnoto tentang makna Lafadz idrib adalah. Suami boleh memukul istri, jika sudah kepepet, dan asalkan dalm pemukulannya tersebut
bukan dengan niatan mencelakai atau dengan
niatan merendahkannya, dan jika si istri akan benar-benar sadar setelah dilakukannya tahapan pemukulan ini. Dikarenakan terdapat beberapa wanita yang baru sadar dari semua kesalahan-kesalahan yang telah dilakukannya itu jika telah dipukul atau dengan cara suami
bisa
mengendalikan nya dengan cara fisik atau cara kekerasan. c.
Ulama Kontemporer Ust Hasan Mahfudz memaparkan pendapatnya tentang makna
Lafadz Idrib pada Qs An-Nisa Ayat 34. Menurut beliau makna dari lafadz Idrib
tersebut adalah Merupakan
sarana bagi pihak suami untuk
menyadarkan istri yang sedang durhaka atau sedang tidak melaksanakan segala kewajibannya terhadap suami tanpa ada rasa dendam dan efek jera, walaupun dan bagaimanapun keadaanya tidak diperbolehkan dan dibenarkan untuk melakukan pemukulan terhadap istri , karena dengan memukul akan mengakibatkan dan menumbulkan rasa dendam dan dengan memukul tersebut tidak akan menyelesaikan permaslahan yang sedang terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Disamping memukul itu tidak 96
Quthb Sayyid, h. 359
77
akan menyelesaikan masalah, memukul hanya akan menimbulkan kecemburuan sosial antara suami istri karena dapat dipastikan terdapat pihak yang merasa menang dan terdapat pihak yang merasa dikalahkan dengan pemukulan tersebut. Pendapat senada juga di uraikan oleh Ulama Tafsir Kontemporer Yaitu Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbahnya. Menurut Beliau Kata Wadribuhunna yang diterjemahkan dengan pukullah mereka terambil dari kata Dharaba . Yang mempunyai banyak arti. Bahasa dalam menggunakan arti memukul tidak selalu dipahami dalam arti menyakiti atau melakukan suatu tindakan keras dan kasar. Orang yang berjalan kaki atau musafir dinamai oleh bahasa dan Oleh Al-Quran Yadhribuhunna fil ardh, yaitu secara harfiah berarti memukul bumi . Karena itu perintah diatas dipahami oleh ulama berdasarkan penjelasan Rasulullah SAW, bahwa yang dimaksud dengan memukul adalah pukulan yang tidak menyakitkan. Sementara para ulama memahami perintah menempuh langkah untuk menasehati dan memisah ranjang ditujukan kepada suami, sedangkan langkah yang terkhir yaitu langkah memukul –ditujukan kepada penguasa. Memang tidak jarang ditemukan dua pihak yang diperintahkan dalam satu ayat. Yaitu dalam Surat Al-Baqarah Ayat 229, Yang berbunyi.
78
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. Atas dasar ini, Ulama besar Atha berpendapat bahwa suami tidak boleh memukul istrinya, paling tinggi hanya boleh memarahinya. Ibnu Al –‘Arabi mengomentari pendapat Atha’ itu dengan berkata, “Pendapatnya itu berdasarkan adanya kecaman Nabi Saw kepada suami yang memukul istrinya, Seperti Sabda Rasulullah SAW Orang yang terhormat tidak akan memukul istrinya. Sejumlah ulama sependapat dengan Atha dan menolak atau memahami secara metafora hadis hadis yang diperbolehkan memukul istrinya. Kesimpulan dari pendapat Ust Hasan Mahfudz adalah, dalam makana lafadz idrib ini bukan perintah pihak suami untuk memukul istri, tetapi itu merupakan sarana atau alat yang dipergunakan suami untuk menyadarkan pihak istri yang sedang durhaka, tanpa menimpulkan efek jera dan tanpa menimbulkan rasa dendam dikemudian harinya setelah dilakukannya proses teresebut. Jadi menurut pendapat dari Ust. Hasan
79
Mahfudz Walapun dan bagaimanapun serta serumit apapun kondisinya tetap tidah diperbolehkan untuk melakukan pemukulan terhadap istri. Ust Arbain Nurdin dalam memaparkan pendapatnya nya tentang makna lafadz idrib pada Qs An-nisa ayat 34 beliau memaknai Lafadz tersebut dengan Sebuah cara suami untuk menyadarkan si istri tanpa menggunakan cara kekerasan dan tidak menimbulkan rasa sakit hati istri. Maka yang harus dilakukan oleh suami adalah memberi pencerahan dengan ilmu pengetahuan, dan harus saling intropeksi antara pihak suami dan istri agar bisa mengambil jalan tengah untuk menyelesaikan permasalahn yang terjadi yang pada akhirnya menimbulkan dan menuju kedamaian kehidupan berumah tangga tanpa ada
pihak yang merasa
menang dan kalah diantara suami istri tersebut . Pendapat senada juga dipaparkan oleh ulama Tafsir kontemporer yaitu Buya Hamka dalam kitab Tafsirnya yaitu Tafsir Al-Azhar : Beliau mengemukakan pendapatnya bahwa, perempuan yang taat bukanlah semata mata perempuan yang tunduk kepada Tuannya. Taat, adalah perempuan yang tahu akan hak dan kewajibannya, yang menjaga rumah tangga dengan baik dan tahu akan tenggang menenggang dan juga tahu akan harha dirinya. Kepada istri yang sudah semacam itu keadaannya, janganlah mencari-cari masalah. Berlakulah hormat-menghormati dalam kehidupan berumah tangga. Karena kalu istri sudah sedemikian rupa baiknya, lalu laki-laki mencari fasal membuat gaduh, jangan disesalkan kalu si istri melawan. Janganlah suatu masalah yang terjadi pada rumah
80
tangga hanya ditimpahkan saja kepada istri97. Karena meskipun dia perempuan, dia juga manusia yang patut dihormati. Keadaan laki-laki pun sangat cangung kalu wanita itu tidak ada. Kesimpulan dari pendapat Ust Arbain Nurdin tentang , Makna Lafadz idrib yang ada pada Qs An-Nisa ayat 34 ini adalah : Adalah merupakan cara bagi suami untuk menyelesaikan permasalahan dalam keluarga tanpa mengunakan cara kekerasan sedikitpun, dan tanpa meninggalkan efek sakit fisik maupun sakit hati. Dengan cara saling intropeksi diri antara pihak suami istri dengan apa segala kekurangannya, dan jika ada permasalahan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangaa harus diselesaikan bersama-sama tanpa menyalahkan salah satu pihak. Agar permaslahan dapat terselesaikan dengan baik. Ustdz Dewi Masruroh Memaknai Lafadz Idrib Pada QS an-Nisa dengan :Cara atau alat yang dipergunakan suami untuk menyadarkan istri tanpa timbul rasa dendam dan efek jera pada akhirnya nanti , Sedarurat atau sebahaya apapun keaadannya suami tidak dibenarkan untuk melakukan perbuatan kekerasan atau memukul, karena memukul hanya akan mengakibatkan dan menumbulkan rasa dendam,
yang harus
dilakukan yaitu saling intropeksi antara pihak suami istri dan saling mengenyampingkan sifat watak keras dan rasa keegoisannya masing masing agar menemukan jalan tengah atau menemukan cara yang terbaik
97
Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h.65
81
untuk menyelesai perselisihan dan permasalahan tersebut dengan kondisi pikiran yang dingin dan tanpa menggunakan cara kekerasan sedikitpun. Pendapat yang sama juga diungkapkan Oleh Aminah Wadud. Beliau mengatakan bahwa
Jika dipandang dari segi kekerasan yang
berlebihan terhadap wanita yang ditunjukkan dalam biografi para sahabat dan oleh kebiasaan yang dikecam dalam Al-Quran (sepeeti pembunuhan bayi perempuan) maka ayat ini harus diartikan sebagai larangan tindak kekerasan tanpa kendali terhadap wanita . Jadi, ini bukan izin melainkan larangan keras terhadap kebiasaan yang ada. Masalah kekerasan rumah tangga dikalangan muslim dewasa ini tidak bersumber dari ayat Al-Quran ini. Sebagian laki-laki memukul istri mereka
setelah
benar-benar
mengikuti
Anjuran
Al-Quran
untuk
mengembalikan keharmonisan rumah tangga. Tujuan laki-laki seperti itu adalah kehancuran bukan keharmonisan. Tindakan demikian mereka lakukan setelah menemukan fakta bahwa mereka tidak dapat merujuk ke ayat 3;34 untuk membenarkan tindakan mereka. Akhirnya kata Ta’aat dalam ayat ini perlu direnungkan secara kontekstual. Ayat ini berbunyi, “jika mereka ta’aat (tha’aat) kepadamu, jangan kamu mencari jalan untuk menyusahkannya. ‘ Bagi wantia ini merupakan hukuman bersyarat, bukan suatu perintah. Al-Quran tidak pernah memerintahkan seorang wanita suapaya mentaati suaminya. Al-Quran tidak pernah menyatakan bahwa ketaatan kepada suami merupakan cirri cirri wanita yang baik. Seperti dalam Firman Allah SWT dalam QS At-Tahrim Ayat 5 yang berbunyi. :
82
Artinya : jika Nabi menceraikan kamu, boleh Jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan isteri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertaubat, yang mengerjakan ibadat, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan. Namun demikian, dalam perkawinan bentuk penundukan wanita, wanita benar-benar mematuhi suami mereka, biasanya karena mereka percaya bahwa seorang suami yang secara materi menafkahi keluarganya, termasuk istrinya, patut dipatuhi. Bahkan dalam kasus seperti itu, norma pada masa turunnya Wahyu, tidak ada korelasi bahwa jika seorang suami harus memukul istrinya supaya patuh. Interpretasi seperti itu tidak berpeluang untuk berkembang secara universal dan bertentangan dengan esesnsi Al-Quran dan Sunnah Nabi. Interpretasi demikian merupakan kesalahan berat dalam memahami Al-Quran untuk membenarkan kurangnya pengendalian diri sebagian laki-laki. Mengeenai hubungan antara nafkah dan kepatuhan, dapat diamati bahwa ternyata suami yang tidak mau dan tidak mampu memberikan nafkah kepada istrinya pun, meyakini bahwa mereka harus dipatuhi. Sesungguhnya karakteristik dan perkawinan muslim yang tersebar luas ini hanyalah satu contoh dari asosiasi laki-laki sebagai pemimpin alami yang patut dipatuhi. Kepercayaan terhadap keharusan mematuhi suami
ini adalah
peninggalan dari perkawinan bentuk penundukan, dan kepercayaan ini
83
tidak hanya terjadi dalam sejarah muslim. Kepercayaan ini belum bertambah baik, walaupun dewasa ini laki-laki dan wanita mencari partner untuk saling memperbaiki emosi, intelektual, ekonomi, dan sepiritual. Kecocokan mereka didasarkan kepada saling menghormati, bukan pada kepatuhan wanita kepada laki-laki. Keluarga dipandang sebagai unit dukungan bersama dan unit kesopanan sosial, bukan institusi untuk menjadikan wanita sebagai budak bagi laki-laki yang membelinya dengan harga tinggi dan kemudian menjamin kebutuhan materi dan fisiknya saja, tanpa memperhatikan aspek pengembangan manusia yang lebih tinggi. Jika Al-Quran hanya relevan dengan satu jenis perkawinan ini saja, ia akan gagal menghadirkan model yang pas untuk memenuhi berbagai tuntutan dan keperluan yang berubah dari peradaban yang sedang berkembang diseluruh dunia. Karena itu, Nash Alquran memfokuskan pada norma
perkawinan di masa
turunnya wahyu, dan menerapkan
berbagai larangan atas tindakan tertentu suami terhadap istrinya. Dalam konteks yang lebih luas,
Al-Quran mengembangkan satu mekanisme
untuk memecahkan permasalahan melalui musyawarah dan abirtase.. Kesimpulan dari pendapat Ustdz. Dewi Masruroh pendapatnya tenatang makna lafadz idrib pada Qs An-Nisa Ayat 34 adalah Dalam menyelesaikan rumah tangga tidak boleh dengan melalui jalan kekerasan, karena jalan kekerasan tidak akan menyelesaikan permasalahan yang sedang terjadi dalam kehidupan rumah tangga, dalam hal ini suami istri harus saling intropeksi diri dan mengenyampaikan sifat atau watak keras masing-masing agar menemukan jalan tengah yang disepakati bersama
84
antara suami istri, dengan ini permaslahan tersebut akan terselesaikan dengan sendirinya.
2) Solusi Mengatasi permaslahan dalam keluarga jika sedang terjad dalam rumah tangga menurut ulama kabupaten Malang. a.
Ulama Salafi Dalam memberikan pendapat tentang solusi menyenyelesaikan
maslah dalam keluarga, Ust Toriqul Huda mempunyai pemikiran yang sangatlah modern beliau berpendapat bahwa, si sumai sebagai kepala keluarga harus bisa menjadi contoh yang baik bagi istrinya, dikarenakan secara tidak langsung segala bentuk dari perbuatan si suami tersebut akan ditirukan atau diikuti oleh sang istri, denagn begini si suami benar-benar di tuntut untuk bisa menjadi tauladan yang baik bagi istrinya.
Pendapat
yang sama juga dipaparkan oleh ulama Tafsir
Kontemporer yaitu M Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah, beliau menjelaskan bahwa, kepemimpinan yang dianugerahkan Allah kepada suami tidak boleh mengantarkannya kepada kesewenang-wenangan.98 Sepintas terlihat bahwa tugas kepemimpinan ini merupakan keistimewaan dan derajat atau tingkat yang lebih tinggi dari perempuan. Bahkan ada ayat
98
M. Quraish Shihab, “Tafsir Al Misbah”, (Lentera Hati), h. 408
85
yang menegaskan derajat tersebut. Yaitu dalam Firman Allah SWT pada QS. Al- Baqarah Ayat 228.
Artinya:
Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Derajat itu adalah kelapangan dada suami terhadap istrinya untuk meringankan sebagian kewajiban istri. Walaupun ayat ini disusun dalam redaksi berita, tetapi maksudnya adalah perintah kepada suami untuk memperlakukan istrinya secara terpuji agar suami dapat memperoleh derajat itu. Ketauhilah bahwa yang dimaksud dengan perlakuan baik terhadap istri, bukanlah tidak menggangunya, tetapi bersabar dalam gangguan atau kesalahan serta memperlakukannya dengan kelembutan dan maaf, saat istri menumpahkan emosi dan kemarahan. 99 Keberhasilan perkawinan tidak akan tercapai kecuali jika kedua belah pihak memperhatikan hak pihak lain. Tentu saja hal tersebut banyak, antara lain adalah bahwa suami bagaikan pemerintah atau pengembala, dan
dalam
kedudukannya
seperti
itu,
ia
berkewajiban
untuk
memperhatikan hak dan kepentingan rakyatnya (istrinya). Istri pun berkewajiban untuk mendengar dan mengikutinya. Tetapi disisi lain,
99
Quraish Shihab, h. 409
86
perempuan mempunyai hak terhadap suaminya
untuk mencari yang
terbaik ketika melakukan diskusi.
Dapat disimpulkan bahwa dalam menyelesaikan perselisihan dan permasalahan dalam keluarga tersebut tidak boleh dengan jalan kekerasan sedikitpun kecuali dalam kondisi sangat terpaksa. Pendapat ini senada dengan pentapat ulama Tafsir Kontemporer yaitu Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar yaitu : Seorang suami Supaya bersabar menanggungkan perangai-perangai istrinya. Sebab tiap-tiap perempuan tiap-tiap manusia ada saja kelemahannya. Bahkan engkau sebagai laki-lakipun mempunyai segi kelemahan, yang kesabaran istrimulah yang akan mengekalkan rumah tangga.100 Dengan pendapat ini dapat disumpulkan bahwa jika si suami berbuat baik yaitu yang berupa kesabaran kepada istrinya maka si istri akan ikut pula sabar kepada suminya dan kesabaran si istri tersebut akan membuahkan hasil yaitu rumah tangga yang kekal dan tidak akan terjadi kembali perselisihan tersebut. Dalam memberikan pendapat tentang solusi menyenyelesaikan maslah dalam keluarga, Ust Naim sangatlah modern dalam pemikirannya, beliau mengatakan bahwa
solusi yang tepat untuk menyelesaikan
perselisihan dan permasalahan dalam kehidupan rumah tangga adalah: Suami supaya memberikan pencerahan atau ilmu pengetahuan tentang
100
Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h.64
87
hak dan kewajiban suami istri dan suami istri tersebut agar bisa saling menerima kekurangan masing masing dan supaya mehilangkan sifat egois nya baik suami maupun istri agar perdamaian itu dapat tercipta tanpa menggunakan proses kekerasan sedikitpun. Pendapat yang sama juga di paparkan oleh Ulama Tafsir Modern Yaitu Imam Al-Qurtubi dalam Tafsir Al-Qurtubi, beliau menjelaskan bahwa Dapat dikatakan bahwa laki-laki memiliki kelebihan potensi jiwa dan tabiat yang kuat yang tidak terdapat pada wanita. Hal itu dikarenakan tabiat laki-laki yang mempunyai semngat menggelora dan keras sehingga dalam dirinya terdapat kekuatan dan keteguhan.101 Sedangkan wanita memiliki tabiat yang sejuk dan dingin yang berarti lembut dan lemah, sehingga Allah mengharuskan laki-laki mengurusi mereka berdasarkan hal itu, yang berdasarkan Firman Allah SWT :
……….. Artinya : Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka….
Ayat ini menunjukkan bahwa kewajiban laki-laki mendidik istriistri mereka, sehingga ketika istri itu sudah menjaga hak-hak para suami maka tidak diperbolehkan seorang laki-laki (suami) berlaku buruk
101
Syaikh Imam Al-Qurtubi ,Al Jami’ li Ahkam Al Quran : “Tafsir Al Qurtubi”, diterjemahkan oleh Akhmad Rijali Kadir , (Cet. I; Jakarta:Pustaka Azzam, 2008), 394
88
terhadap istrinya. Kata qawwam adalah bentuk hiperbola, yaitu mengurus sesuatu dan mengaturnya berdasarkan pertimbangan serta menjaga dengan sungguh-sungguh.102 Maka tanggung jawab laki-laki atas wanita berdasarkan definisi ini, yaitu laki-laki bertindak mengatur dan mendidik serta menahan wanita dirumah dan melarangnya menampakkan diri secara terbuka (Mejeng). Wanita harus mentaati dan menerima perintahnya selama
bukan maksiat. Hal itu didasarkan pada keutamaan, nafkah,
intelektual dan kekuatan dalam urusan
jihad
,
harta warisan,
memerintahkan pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Kesimpulan dari pendapat Ust. Naim dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam rumah tangga adalah , Jika terjadi perselisihan dalam kehidupan berumah tangga
Suami sebagai kepala
keluarga supaya memberikan pencerahan atau ilmu pengetahuan tentang hak dan kewajiban suami istri dan suami istri tersebut agar bisa saling menerima kekurangan masing masing dan supaya mehilangkan sifat egois nya baik suami maupun istri agar perdamaian itu dapat tercipta tanpa menggunakan proses kekerasan sedikitpun. Ust Khosim sebagai Ulama Salafi Desa Wonokerto Kecamatan Bantur Kabupaten Malang Beliau mengatakan bahwa solusi yang tepat jika terjadi perselisihan dan permasalahan dalam kehidupan keluarga adalah suami sebagai kepala keluarga harus bisa menjadi suri tauladan yang baik bagi istrinya, karena segala perbuatan atau tindak laku suami
102
Imam Al-Qurtubi, h. 394
89
akan ditirukan atau akan dicontoh oleh istri, untuk itu suami benar benar dituntut untuk bisa menjadi contoh yang baik bagi istrinya103. Ulama’Tafsir Modern Buya Hamka Dalam Tafsir Al Azhar juga mengatakan, Beri mereka petunuk dan pengajaran, tunjuk ajarilah mereka dengan baik, sadarkan mereka akan kesalahannya. Suami yang baik akan dapat mentukan dan memilih kata-kata dan sikap yang layak untuk mengajari istri. Kadang-kadang ada istri yang tinggi hati, sombong karena hidupnya biasa senang dengan orang tuanya lalu dipandang enteng suaminya. Maka suami hendaklah mengajarinya dan menyadarkannya, bahwasaanya setelah bersuami, apapun yang diberikan suami kepada istrinya terimalah dengan baik. 104 Karena apabila seseorang telah bersuami, apabila bercerai dengan suaminya, jika ia pulang kembali kepada tanggungan ibu bapak, tidak akan lagi seperti sewaktu ia masih gadis. Dan beberapa misal yang lain, yang suami memberikan pengajaran itu tidak boleh bosan, tetapi jangan nyinyir. Karena dalam mendirikan dan menegakkan ketrentraman dalam kehidupan berumah tangga kadang-kadang meminta waktu berpuluh tahun. Suami hendaknya menunjukkan pimpinan yang tegas dan bijaksana. Kesimpulan pendapat dari Ust Khosim tentang cara penyelesaian perselisihan dalam kehidupan rumah tangga adalah, Suami agar memberikan pendidikan kepada istrinya tentang hak dan kewajiban suami istri dalam kehidupan rumah tangga, dan suami agar menjadi suri tauladan 103 104
Khosim, Wawancara, Malang,Tanggal 10 September 2013. Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h.60
90
yang baik bagi istrinya dikarenakan suami merupakan kepala keluarga dan segala tindak laku suami secara tidak langsung akan dicontoh oleh sang istri. b. Ulama Modern Ust. Jakfar sodik mengatakan bahwa solusi yang tepat ketika permaslahan dalam rumah tangga terjadi adalah: pihak suami istri agar mencari momen yang tepat dan indah untuk selanjutnya diajak bicara membahas apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan rumah tangga tersebut dengan mendatangkan juru damai dari kedua belah pihak, dengan ini suami istri saling intropeksi diri masing – masing supaya saling menyadari semua kesalahannya masing masing, dan setelah menyadarinya maka perdamaian tersebut akan timbul. Sayyid Qutb
Dalam Kitab Tafsir Fi Zhilalil Quran
Juga
mengatakan Cara yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga adalah dengan cara mendatangkan juru damai dari kedua belah pihak, cara ini harus dilakukan, keduanya bertemu dalam suasana yang tenang, jauh dari subjektivitas, jauh dari perasaan
yang
menyelimuti,
jauh dari kondisi kehidupan
yang
menyelimuti kejernihan hubungan suami istri. Juga bebas dari segala pengaruh yang merusak suasana kehidupan, yang meruwetkan urusan, yang yang karena dekatnya hubungan jiwa suami istri semuanya itu tampak besar dan menutupi semua unsur kebaikan yang lain dalam kehidupan mereka.
91
Dengan penuh keinginan menjaga nama baik keluarga, dengan penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya
yang kecil, dengan
melepaskan segala keinginan mengalahkan dan menyalahkan sebagaimana yang sering terjadi antara kedua suami istri dalam kondisi seperti ini. Dan penuh keinginan dalam kebaikan suami istri dan anak-anaknya serta organisasi rumah tangganya yang terancam runtuh. Kedua hakam berkumpul untuk mencoba melakukan islah (perbaikan-perdamaian) Jika dalam hati suami istri itu masih ada keinginan yang sungguh untuk kebaikan, dan hanya kemarahan saja yang menghalangi keinginan itu, dan di tunjang kemauan yang kuat dari hati kedua hakam , maka Allah akan memberikan kebaikan dan Taufik kepada keduanya. Kesimpulan pendapat dari Ust. Jakfar sodik dalam solusi untuk menyelesaikan perselisihan dalam rumah tangga adalah, pihak suami istri agar mencari momen yang tepat dan indah untuk selanjutnya diajak bicara membahas apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan rumah tangga tersebut dengan mendatangkan juru damai dari kedua belah pihak, dengan ini suami istri saling intropeksi diri masing – masing supaya saling menyadari semua kesalahannya masing masing, dan setelah menyadarinya maka perdamaian tersebut akan timbul. Jika dalam hati suami istri itu masih ada keinginan yang sungguh untuk kebaikan, dan hanya kemarahan saja yang menghalangi keinginan itu, dan di tunjang kemauan yang kuat dari hati kedua hakam , maka Allah akan memberikan kebaikan dan Taufik kepada keduanya.
92
Ust. Munir Memaparkan pendapatnya tentang solusi yang tepat untuk menyelesaikan perselisihan dalam rumah tangga dengan cara, pihak suami istri saling membicarakan secara terang terangan apa sebenarnya yang sebenarnya terjadi, dikarenakan penyebab terjadinya perselisihan terebut bukan tidak munkin dari istri saja tapi bisa saja datang dari pihak suami.Dengan
dilakukannya
hal
ini
permasalahan
tersebut
akan
terselesaiakan secara sendirinya dan jika ini selalu dilakukan, maka permaslahan serta perselisihan yank terjadi dalam keluarga tidak akan terjadi kembali. Aminah Wadud juga mengatakan Soal pemulihan keharmonisan perkawinan Al-Quran lebih mengutamakan kondisi yang harmonis dan menegaskan pentingnya memulihkannya. Dengan kata lain, bukan tindakan disipliner yang harus digunakan untuk mengatasi perselisihan diantara pasangan suami istri. Solusi yang terbaik yang ditawarkan AlQuran dan lebih diutamakan oleh Al-Quran adalah dengan cara dengan cara musyawarah atau Syura,
sebagai metode yang terbaik untuk
memecahkan permaslahan diantara kedua belah pihak. 105 Jelas bahwa Al-Quran bermaksud memecahkan permaslahan dan kembali pada kedamaian dan keharmonisan diantara kedua pasangan itu ketika Al-Quran menyatakan, tidak ada dosa bagi keduanya jika mereka mengadakan kedamaian yang sebenarnya.
Perdamaian itu lebih baik,
sesuai dengan Firman Allah SWT Pada Qs An-Nisa ayat 128 yang berbunyi : 105
Aminah Wadud , “Quran Menurut Prempuan ” (Jakarta : Serambi ilmu Semesta, 2001). h.129
93
Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz] atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Yang menjadi tujuan utama dalam penyelesaian perselisihan dan pertengkaran rumah tangga adalah perdamaian dan mengadakan perbaikan, bukan kekerasan dan kepatuhan yang dipaksakan.
Kesimpulan pendapat dari Ust Munir dalam solusi penyelesaian perselisihan dan permasalahan dalam keluarga adalah: pihak suami istri saling membicarakan secara terang terangan apa sebenarnya yang sebenarnya terjadi, dikarenakan penyebab terjadinya perselisihan terebut bukan tidak munkin dari istri saja tapi bisa saja datang dari pihak suami.Dengan
dilakukannya
hal
ini
permasalahan
tersebut
akan
terselesaiakan secara sendirinya dan jika ini selalu dilakukan, maka permaslahan serta perselisihan yank terjadi dalam keluarga tidak akan terjadi kembali.
94
Ust. Karnoto dalam memapakarkan solusi untuk menyelesaikan permasalahan dan perselisihan dalam kehidupan rumah tangga adalah, Permaslahan yang timbul dan yang sudah tidah bisa diselesaikan atau sudah mencapai puncaknya hendaknya dimusyawarahkan dengan kepala yang benar benar dingin,
dengan dibantu dengan mendatangkan juru
damai dari kedua belah pihak. Agar supaya uneg-uneg yang ada dalam hati suami dan hati istri dapat tersampaikan dengan baik sehingga saling mngetahui keinginan masing masing, dengan ini secara langsung akan menyelesaikan permaslahan yang sedang terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Ahmad Mustahafa Al maraghi juga mengatakan dalam kitab Tafisr Al-maraghi, beliau mngatakan bahwa, Khitha ini bersifat umum, termasuk didalamnya suami istri dan kaum kerabatnya, yang paling utama mengutus hakam adalah mereka. Jika tidak ada, maka kaum muslimin yang mendengar
persoalan
mereka
hendaknya
berusaha
memperbaiki
hubungannya. Pertikaian diantara mereka kadang kadang disebabkan oleh nusyuznya istri, kadang-kadang pula disebabkan oleh kezhaliman suami. Jika hal yang pertama yang terjadi hendaknya suami mengatasinya dengan cara paling ringan diantara cara-cara yang disebutkan dalam ayat-ayat terdahulu. Tetapi jika hal yang kedua yang terjadi, dan dikhawatirkan suami akan terus menerus berlaku zhalim atau sulit menghilangkan nusyuzynya, selanjutnya dikhawatirkan akan terjadi perpecahan antara mereka tanpa menegakkan rukun rumah tangga yang tiga: ketenangan, kecintaan, dan
95
kasih saying, maka kedua suami istri dan kaum kerabat wajib mengutus dua orang hakam yang bermaksud untuk memperbaiki hubungan antara mereka. jika maksud dan tekad mereka benar, maka dengan karunia dan dan kemurahan Allah SWT akan mempersatukan kembali. 106 Dengan ini dapat diketahui, betapa Allah sangat memperhatikan hukum hukum- tatanan keluarga dan rumah tangga. Namun sayang sekali kaum muslimin yang mengamalkan nasehat yang agung ini, sehingga kerusakan, permusuhan, kebencian melanda banyak rumah tangga, lalu menghancurkan akhlak dan adab, selanjutnya kerusakan itu menular dari orang tua kepada anak anaknya.. Kemudian diterangkan, bahwa hukum-hukum itu disyariatkan sesuai dengan hikmah dan kemaslahatan, karena ia berasal dari Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui tentang ihwal para Hambanya. Allah SWT berfirman.
Sesungguhnya hukum-hukum yang disyariatkan bagi kalian ini berasal dari Allah Yang Maha Mengetahui tentang ihwal dan akhlak para hamba-Nya. Dia Maha Mengetahui tentang apa yang terjadi diantara mereka beserta sebab-sebabnya, baik yang tampak maupun yang
106
Ahmad Mustofa Al-Maraghi : “Tafsir Al-Maraghi”, diterjemahkan oleh, Bahrun Abu Bakar, Lc, Drs Hery Noer Aly (Cet. 1; Semarang: Cv.Toha Putra, 1986), h. 49
96
tersembunyi, dan mengetahui cara-cara memperbaiki hubungan antara suami istri. 107 Kesimpulan dari pendapat Ust. Karnoto tentang solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang sedang terjadi dalam rumah tangga adalah : Permaslahan yang timbul dan yang sudah tidah bisa diselesaikan atau sudah mencapai puncaknya hendaknya dimusyawarahkan dengan kepala yang benar benar dingin, dengan dibantu dengan mendatangkan juru damai dari kedua belah pihak. Agar supaya uneg-uneg yang ada dalam hati suami dan hati istri dapat tersampaikan dengan baik sehingga saling mngetahui keinginan masing masing, dengan ini secara langsung akan menyelesaikan permaslahan yang sedang terjadi dalam kehidupan rumah tangga.
c. Ulama Kontemporer Sebagai Ulama Kontemporer dan sebagai tenaga pengajar di STIT Ibnu Sina Kepanjen Ust Hasan Mahfud mengatakan pendapatnya dalam menyelesaikan permaslahan dalam kehidupan rumah tangga adalah : Menurut saya solusi yanng tepat untuk menyelesaikan perselisihan dan permasalahan dalam kehidupan rumah tangga adalah: Suami supaya memberikan pencerhan atau ilmu pengetahuan tentang hak dan kewajiban suami istri dan suami istri tersebut agar bisa saling menerima kekurangan masing masing dan supaya mehilangkan sifat egois nya baik suami
107
Mustofa Al-Maraghi, h. 50
97
maupun istri
agar perdamaian itu dapat tercipta tanpa menggunakan
proses kekerasan sedikitpun. Ulama Tafsir Modern Ahmad Musthafa Maraghi, juga mengatakan Hendaklah para suami memberikan nasehat yang menurut
pandangan
kalian dapat menyentuh hati mereka, sebab diantara kaum wanita ada yang cukup dengan diingatkan akan hukuman dan kemurkaan Allah. Diantara mereka ada yang hatinya tersentuh oleh ancaman dan peringatan akan akibat yang buruk didunia, seperti ditahan untuk mendapatkan beberapa kesenangannya,
seperti
pakaian,
perhiasan
dan
lain
sebagainya.
Sebagaimana sesuai dengan Firman Allah SWT Pada QS. At-Tahrim Ayat 6:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Inilah tindakan yang harus dilakukan oleh suami kepada sang istri yaitu memberi nasehat kepadanya. Inilah tindakan yang harus dilakukan pemimpin dan kepala rumah tangga, yaitu melakukan tindakan pendidikan, yang memang senantiasa dituntut kepadanya dalam semua hal.
98
Nasehat tersebut juga harus mengandung dorongan untuk mendapatkan pahala menjadi wanita solehah yang senantiasa menjaga dirinya, sekaligus mengandung ancaman akan balasan yang akan menimpa wanita yang membangkakng dan durhaka. Kesimpulan Dari Pendapat ust. Hasan Mahfudz tentang solusi penyelesaian dalam rumah tangga adalah; Suami supaya memberikan pencerhan atau ilmu pengetahuan tentang hak dan kewajiban suami istri dan suami istri tersebut agar bisa saling menerima kekurangan masing masing dan supaya mehilangkan sifat egois nya baik suami maupun istri agar perdamaian itu dapat tercipta tanpa menggunakan proses kekerasan sedikitpun. Ust Arbain Nurdin memaparkan dalam pendapatnya tentang solusi dalam menyelesaikan permasalahan dalam rumah tangga yaitu dengan cara : Mendatangkan Juru damai dari kedua belah pihak, pihak suami dan istri, agar ihak suami istri tersebut bisa saling menerima kekurangan dan kelebihan dari pasangannya, dikarenakan jika saling menerima dan saling mngertia antara suami dan istri permaslahan yang terjadi akan luluh dan akan segera terselesaiakan dengan sendirinya, karena pemicu terjadinya permasalahan tersebut adalah pasangan suami istri itu sendiri. Buya Hamka juga memaparkan dalam Kitab Tafsirnya, Tafsir AlAzhar Maka utuslah seorang hakam dari ahli si laki-laki dan seorang hakam dari si ahli perempuan, Hakam yang pokok adalah artinya sama dengan hakim. Hakam ialah penyelidik duduk perkara yang sebenarnya, sehingga mereka dapat mengambil kesimpulan. Kedua hakam tersebut
99
diutus oleh kedua masyarakat kaum muslimin, atau keluarga terdekat kedua belah pihak. Hakam si laki-laki, menyelidiki pendirian si laki-laki, denan seksama, sedangkan hakam si perempuan menyelidiki pendirian si perempuan dengan seksama pula. Setelah lengkap diketahui, mereka bertemu kembali, lalu soal itu dikaji dengan kepala dingin. 108 Kalau si laki-laki yang salah maka istrinya ditarik dari dia,, dan nafkahnya wajib dibayarnya terus. Kalu perempuan yang salah ia dipaksa kerumah laki-lakinya, dan tidak wajib diberi nafkah. Tetapi kalau kedua hakam berpendapat mereka diceraikan saja atau diserumahkan kembali, sedang yang seorang suka, dan yang seorang tidak suka, kemudian mati salah seorang, maka yang suka berkembalian menerima waris dari yang mati, dan yang tidak suka berkembalian tidaklah menerima waris. 109 Bagaimanapun juga, yang jelas bahwa yang menetapkan semua prosedur tersbut adalah Dzat yang menciptakan, Dzat yang paling tahu tentang Makhluk yang diciptakan Nya. Semua perdebatan diluar apa yang di Firmankan oleh Dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Mengenal segala sesuatu, adalah omong kosong belaka. Setiap penolakan dari pilihan sang pencipta dan tidak menerimanya, akan membuat seseorang keluar dari lingkaran keimanan. Kesimpulan pendapat dari Ust. Arbain Nurdin adalah: Agar Pihak suami dan istri yang sedang berselisih mendatangkan Juru damai dari kedua belah pihak, pihak suami dan istri, agar suami istri tersebut bisa 108 109
Prof. Dr. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” (Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981). h. 67 Prof.Dr.Hamka,h. 68
100
saling menerima kekurangan dan kelebihan dari pasangannya, dikarenakan jika saling menerima dan saling mngertia antara suami dan istri permaslahan yang terjadi akan luluh dan akan segera terselesaiakan dengan sendirinya, karena pemicu terjadinya permasalahan tersebut adalah pasangan suami istri itu sendiri. Dan agar pihak suami istri tersebut benarbenar menyerahkan kepada hakam dengan sepenuhnya. Ustdz. Dewi Masruroh, memberikan pendapat tentang solusi penyelesaian yang harus dilakukan ketika perselisihan dalam rumah tangga terjadi adalah: Agar Mendatangkan Juru damai dari kedua belah pihak yang bisa dipercayai, dan nantinya pihak suami maupun istri supaya saling intropeksi dirinya masing-masing, dan tidak
hanya bisa saling
menyalahkan antara satu dengan yang lainnya, dikarenakan permasalahan yang sedang mendera dalam keluarga tersebut adalah pasangan suami istri itu sendiri.
Imam Al-Qurtubi Juga mengatakan ketika perselisihan diantara keduanya semakin ruwet maka dianjurkan mengutus mediator dari kedua belah pihak, menunjukkan bahwa hukum yang berlaku pada keduanya (juru damai) bukan yang berlaku pada suami istri, oleh karena itu dianjurkan kepada kedua belah pihak mengutus mediator dari pihak keluarganya masing-masing. Dan kedua mediator itu haruslah orang yang dipercaya oleh mereka berdua dan mewakili kedua belah pihak tentunya juga disertai dengan ridha kedua suami istri untuk berembuk agar mereka
101
berdua rujuk atau bercerai jika mereka melihat hal itu yang paling terbaik. Hal ini menunjukkan bahwa kedua mediator itu berkedudukan sebagai wakil dari kedua suami istri.110 Dua juru damai itu mesti dari keluarga suami dan istri, karena keduanya lebih memahami keadaan mereka, dan keduanya termasuk orang yang adil, mempunyai pandangan yang bagus dan memahami Fiqh. Jika tidak ada dari pihak keluarganya yang layak untuk itu, maka kirimlah orang yang adil dan mengerti. Keputusan Hukum dari kedua Hakam suadah barang tentu tidak selalu akan disukai saja oleh orang yang diberi hukum. Untuk menghilangkan keraguan Imam As-Syafi’I dan Imam Abu Hanifah memberikan syarat supaya kedua suami istri yang berselisih itu benarbenar menyerahkan kekuasaan mengambil apa saja keputusan kepada kedua hakam itu, dan mereka akan taat menerimanya. Sebab Sayyidina Ali belum mau melepaskan laki laki yang tidak mau menyerah kalau mau diceraikan itu, sebelum dia menyerahkan keputusan
kepada hakam
sepenuhnya. Kesimpulan pendapat Dari Ustdz. Dewi masruroh adalah: gar Mendatangkan Juru damai dari kedua belah pihak yang bisa dipercayai, dan nantinya pihak suami maupun istri supaya saling intropeksi dirinya masing-masing, dan tidak
hanya bisa saling menyalahkan antara satu
dengan yang lainnya, dikarenakan permasalahan yang sedang mendera 110
Syaikh Imam Al-Qurtubi, : “Tafsir Al-Qurtubi”, diterjemahkan oleh, Ahmad Rijali Kadir (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Azam , 2008), h. 408
102
dalam keluarga tersebut adalah pasangan suami istri itu sendiri. Dan agar benar benar-benar menyerahkan semua keputusan kepada pihak juru damai dengan sepenuhnya. N o
Nama Ulama’.
1.
Lafadz Idrib. Ust. Toriqul Memukul Huda. Dengan Tangan.
2.
3.
4.
5.
6.
Ust. Naim.
Ust. Khosim.
Pendapat Beliau Tentang:
Memukul Dengan Tangan.
Memukul Dengan Tangan.
Ust. Jakfar Memukul Sodiq. dengan perkataan atau sindiran. Ust. Munir. Memukul dengan tangan, dan tidak melukai / tidak keras. Ust. Karnoto. Memukul dengan tangan, dan tidak meciderai.
Solusi Penyelesaian. Suami diperintahkan Untuk menjadi Suri Tauladan Istri. Suami diperintahkan untuk memberikan pendidikan kepada istri. Dan diperintahkan Untuk menjadi Tauladan Istri. Suami agar menjadi Tauladan yang baik bagi Istri. Diperintahkan untuk mendatangkan juru damai. Dengan cara musyawarah antara pihak suami istri.
Kategori Ulama.
Salafi.
Salafi .
Salafi.
Moderen.
Moderen.
Mendatangkan . Juru Damai. Modern.
103
7.
8.
9.
Ust. Hasan Mahfudz.
Sarana untuk menyadark an istri tanpa melalui jalan kekerasan. Ust, Arbain Sarana Nurdin. untuk menyadark an istri tanpa melalui jalan kekerasan. Ust. Dewi Sarana Masruroh. untuk menyadark an istri tanpa melalui jalan kekerasan.
Diberi Pendidikan. Dan saling menghilangka n ego masingmasing.
Kontemporer
Mendatang kan Juru Damai. Kontemporer
Mendatangkan Juru Damai. Kontemporer
104
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Makna Lafadz Idrib Menurut Ulama Kabupaten Malang sebagai berikut: Ulama Kabupaten Malang dalam memaknai Lafadz Idrib
ini
dibedakan kedalam dua kategori, Kategori yang pertama yaitu kategori ulama Salafi, Para Ulama salafi memaknai lafadz Idrib
ini dengan
memukul secara tekstual yaitu memukul dengan tangan, dengan syarat tahapan-tahapan sebelumnya telah dilakukan dengan baik, dan dalam melakukan pemukulan tersebut terdapat batasan-batasan tertentu supaya tidak membahayakan istri setelah dilakukannya proses pemukulan tersebut. Kategori yang kedua yaitu ulama Modern dan Kontemporer, Dalam memaknai Lafadz Idrib pada Qs An-Nisa Ayat 34 para ulama Modern dan kontemporer memaknainya dengan pukulan secara
105
kontekstual, yaitu cukup hanya memukulnya dengan kata-kata atau nasehat, karena menurut para ulama Modern dan Kontemporer permaslahan akan menjadi semakin runyam jika dalam proses penyelesaiannya menggunakan jalan kekerasan.
2.
Solusi jika terjadi perselisihan antara suami istri perspektif ulama Kabupaten Malang
terdapat Dua kategori, Yaitu Penyelesaiannya
Menurut Ulama Salafi adalah boleh melakukan pemukulan terhadap istri yang
durhaka,
dikarenakan
proses-proses
sebelum
dilakukannya
pemukulan sudah dilaksanakan dengan baik dan istri masih dalam tanggung jawab si suami. Sedangkan untuk kategori yang kedua yaitu ulama Modern dan Kontemporer. Menurut Mereka solusi yang tepat dalam menyelesaikan perselisihan yang terjadi dalam kehidupan rrumah tangga adalah tanpa menggunakan cara kekerasan sedikitpun, dikarenakan jika menggunakan jalan kekerasan, istri tidak akan menjadi baik dan istri akan mengambil sikap berontak atas dilakukannya proses penyelesaian dengan cara kekerasan tersebut.
B. Saran Sebagai pentup dari pembahasan ini, peneliti mengemukakan dan merekomendasikan saran, sehingga dapat memberikan manfaat khususnya bagi:
106
1. Diharapkan sebelum melakukan pernikahan pihak laki-laki dan perempuan dalam memilih jodoh tidak asal-asalan atau hanya faktor cinta, tetapi
harus di tentukan secara matang matang dan
dipertimbangkan secara matang-matang bagaimana sifat atau karakter calon pasangan yang akan dinikahi nantinya, dengan dilakukannya proses ini secara otomatis perselisihan yang terjadi dalam rumah tangga dapat diminimalisir sekecil mungkin.
2. Bagi suami sebagai rumah tangga untuk menjadi tauladan yang baik dalam keluarganya terutama contoh bagi sang istri, dikarenakan sedikit banyak perilaku suami akan dicontoh oleh sang istri. 3. Bagi peneliti selanjutnya, perlu diteliti lebih lanjut mengenai Makna Lafadz Idrib dalam Qs An-Nisa Ayat 34, dan solusi yang tepat untuk mengatasi perselisihan yang terjadi ddalam kehidupan berumah tangga.
107
DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU Adhim, M. Fauzil. Kupinang Engkau Dengan Hamdalah, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1999, 129. Al-Mashiri, Syaikh Mahmud” Perkawinan Idaman”, diterjemahkan Iman Firdaus Lc, Q, Dpl Cet. I ; Jakarta: Qisthi Press, 2011 Al Qurtubi, Syaikh Imam Al Jami’ li Ahkaam Al Qur’an: “Tafsir Al-Qurtubi”, diterjemahkan oleh Ahmad Rijali Kadir, (Cet. I; Jakarta:Pustaka Azzam, 2008 Tihami, Syahrani Sohari, Fikih Munakahat ,Jakarta; Rajawali Press, 2009. Al Hamid Muhammad Bin Ibrahim, “ Min Akhta’ Az-Zaujat”, diterjemahkan oleh Muhammad Muhtadi Lc, Dosa-Dosa Suami Istri Yang meresahkan Hati, Cet I ; Solo: Kiswah, 2011.
Utsman al-Khusy Muhammad , Membangun Harmonisme Keluarga , (Jakarta; Qisthi Press, 2007. Sayyid Salim Abu Malik, Kamal bin As, “ Shahih Fiqh As-sunnah Wa Adillatuhu wa Tau”, diterjemahkan oleh Iman Fhih Madzahib Al Aimmah, diteterjemahkan oleh Khairul Amru Harahap, Faisal Saleh, Perkawinan Idaman, Cet I ; Jakarta: Pustaka Azam , 2007. Sabiq,Sayyid. “ Fiqhus Sunnah ”, diterjemahkan oleh Nor Hasanudin Lc, Fikiqih Sunnah, Cet I ; Jakarta: Pena Pundi Aksara Press, 2006. Fauzan Zenrif , Muhammad . Sintesis Paradigma Studi Al- Quran , Malang; UIN Malang Press, 2008. Hamka , “Tafsir Al-Azhar juz 5” Jakarta: P.T Metro Pos Jakarta, 1981.
108
Syaikh Mahmud Al-Masri, “ Az-zawaj al-islami as-Sai’d”, diterjemahkan oleh Iman Firdaus, Perkawinan Idaman, Cet I ; Jakarta: QISTHI PRESS, 2011. Abdullah bin Muhammad Bin Abdurahman bin Ishaq Alu Syaikh., “ Lubabut Tafsiir Min Ibni Katsiir”, diterjemahkan oleh M.Abdul Ghoffar E.M, Tafsir Ibnu Katsir jilid 2 Cet IV ; Jakarta: Pustaka Imam ASYSYAFI’I,2006. Anwar, Rosihan. Samudera al-Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2001. Al Fatih Suryadilaga,Muhammad. dkk, Metodologi Ilmu Tafsir , Sleman; TERAS, 2005. Quthb Sayyid, Tafsir Fizhilalil Qura’an : “Tafsir di Bawah Naungan Qura’an”, diterjemahkan oleh, As’ad Yasin , Abdul Aziz Salam Basyarahil., Muchotob Hamzah, Cet. 4; Jakarta:Pustaka Gema Insani, 2008. Al-Maraghi, Ahmad Mustofa : “Tafsir Al-Maraghi”, diterjemahkan oleh, Bahrun Abu Bakar, Lc, Drs Hery Noer Aly, Cet. 1; Semarang: Cv.Toha Putra, 1986. Mustaqim , Abdul. “Epistimologi Tafsir Kontemporer” Yogyakarta: LKis, 2010. Quraish Shihab, Muhammad “Tafsir Al Misbah”, Lentera Hati. Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R&D. Bandung: Peneribit Alfabeta, 2010.
109
Soekanto, Soerjono , Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 2006. Amiruddin, SH,. M.Hum. H. Zainal Asikin, S.H, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta; Raja GrafindoPersada. Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung; Rosda, 2005. J. Moleong, Lexy. “Metodologi Penelitian Kualitatif” Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002. Azwar, Saifuddin. Metode Penelitian Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998. Tim Dosen Fakultas Syari’ah UIN Malang, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Malang: 2011. Arikunto, Suharsimi. prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktek.( Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006) h. 227. Bambang Sunggono, Motode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.
Nazir, Mohammad. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009 Nana Sudjana dan Ahwal Kusuma, Proposal Penelitian: Di Perguruan Tinggi, Bandung: Sinar Baru Aldasindo, 2000. Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Abu Ja’far. Jami’ Al Bayan an Ta’wil Ayi Al Quran : “Tafsir Ath-Thabari”, diterjemahkan oleh Akhmad Afandi, Cet. I; Jakarta:Pustaka Azzam, 2008.
Wadud, Aminah. “Quran Menurut Prempuan ” Jakarta : Serambi ilmu Semesta, 2001.
110
B. SKRIPSI
Qonita, Shofa. “Perlindungan Terhadap Istri Sebagai Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Perspektif Hukum Islam Dan UU No 23 Tahun 2004.”, Skripsi Uin Malang Tahun 2005 Hidayatin, Nora. “Respon Mahasiswa Fakultas Syari’ah UIN Malang Terhadap Kekerasan DalamRumah Tangga Perspektif Gender”, Skripsi UIN Malang, Tahun 2005. Azizah, “Pemahaman Isteri Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Yang Dilakukan Suami” Skripsi UIN Malang, Tahun 2007.
C. WAWANCARA
Toriq , Wawancara, Malang, Tanggal 05 september 2013 Naim , Wawancara, Malang, Tanggal 07 september 2013 Khosim, Wawancara, Malang,Tanggal 10 September 2013. Ja’far , Wawancara, Malang, Tanggal 13 september 2013. Munir, Wawancara, Malang, Tanggal 15 september 2013. Karnoto, Wawancara, Malang, Tanggal 17 september 2013. Hasan , Wawancara, Malang, Tanggal 20 september 2013. Arbain , Wawancara, Malang, Tanggal 23 september 2013.
111