MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 189-194
189
PENGARUH PENYUNTIKAN DOSIS MINIMAL DEPOT MEDROKSIPROGESTERON ASETAT (DMPA) TERHADAP BERAT BADAN DAN KIMIA DARAH TIKUS JANTAN GALUR SPRAGUE-DAWLEY Yurnadi*), Dwi Anita Suryandari, dan Nukman Moeloek Departemen Biologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta 10430, Indonesia *)
E-mail:
[email protected]
Abstrak Pria merupakan fokus baru untuk program keluarga berencana (KB). Sampai sekarang, KB pria yang mantap adalah kondom dan vasektomi. Namun, penggunaannya sebagai alat kontrasepsi menimbulkan keluhan psikologis dan bersifat permanen. Kontrasepsi hormonal lain adalah depot medroksiprogesteron asetat (DMPA). Pemberian dosis minimal DMPA efektif menurunkan konsentrasi dan viabilitas spermatozoa serta sekresi testosteron testis. Namun, belum diketahui apakah dosis minimal DMPA tersebut berpengaruh terhadap berat badan dan kimia darah. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan mengetahui pengaruh dosis minimal DMPA terhadap berat badan dan kimia darah dengan menggunakan tikus jantan (Rattus norvegicus L.) galur Sprague-Dawley sebagai model. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), unequal size sample, perlakuan kastrasi dan pemberian berbagai dosis DMPA (1,25 mg, 0,625 mg, 0,313 mg). Penyuntikan DMPA dilakukan secara intramuskuler pada minggu ke-0 dan ke12. Analisis normalitas dan homogenitas data dilakukan sebelum uji analysis of variance (ANOVA). Data tidak normal dan tidak homogen diuji dengan statistik non-parametrik Kruskal-Wallis. Penelitian ini menunjukkan bahwa penyuntikan DMPA pada berbagai dosis minimal tidak berpengaruh terhadap berat badan (p>0,05) dan kimia darah seperti eritrosit, hemoglobin, hematokrit, HDL, LDL, kolesterol total, SGOT, SGPT dan trigliserida (p>0,05). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyuntikan dosis minimal DMPA tidak mempengaruhi berat badan dan kimia darah tikus percobaan.
Abstract Effect of Injection Minimal Dosages of Depot Medroxyprogesterone acetate (DMPA) to Body Weight and Blood Chemistry Male Rat Strain Sprague-Dawley. Many family planning program focus more on men. Until now, vasectomy has been the commonly used method for male contraception. However, this method creates inconvenience such as irreversibility and psychological problems. One of the alternatives contraception is the combination of depot medroxyprogesterone acetate (DMPA) and androgen. The minimum dosage of DMPA could suppress testosterone level that leads to reduced spermatogenesis and sperm viability. Nevertheless, until now it is not known whether minimum dosages of DMPA have an effect to body weight and blood chemistry. Therefore, this research aimed at determinate the effect of minimal dosages of DMPA to body mass and blood chemistry using male rats (Rattus norvegicus L.) strain Sprague-Dawley as model. This research using completely randomized design, unequal size sample, castration treatments and several doses DMPA (1.25, 0.625, and 0.313 milligram). Injecting of DMPA conducted intramuscularly on week 0 and week 12. Normality/homogeneity Data normality were analyzed before ANOVA test. Then, abnormal data were tested using Kruskal-Wallis test. The result shows that injection of DMPA in various doses do not have an effect on body weight and blood chemistry such as erytrocytes, haemoglobin, hematocrite, HDL, LDL, total cholesterol, SGOT, SGPT and triglyseride) (p>0,05). Furthermore, it is concluded that that no effect of minimal dosages of DMPA to body mass and blood chemistry of rat. Keywords: blood chemistry, body mass, DMPA, minimal dosages
mengatasi hal tersebut, pemerintah Indonesia mencanangkan program keluarga berencana (KB) bagi pasangan suami isteri (pasutri) usia subur. Selama ini yang banyak terlibat dalam KB adalah pihak wanita,
1. Pendahuluan Pada tahun 2020-2025, jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 285 juta jiwa. Untuk
189
190
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 189-194
sedangkan keikutsertaan pria sebagai akseptor KB masih sedikit [1]. Kontrasepsi pria yang tersedia saat ini sangat sedikit jika dibandingkan dengan alat kontrasepsi wanita. Sampai pertengahan abad ke-20, metode kontrasepsi pria digunakan oleh 30% pasangan di dunia, diantaranya adalah kondom, vasektomi, koitus interuptus dan abstinensi seks [2]. Menurut Turner et al.[3], program KB sudah menjadi tanggungjawab bersama dengan kebanyakan metode membutuhkan keterlibatan pria (suami). Salah satu metode kontrasepsi pria adalah dengan cara pemberian hormon. Sasaran utama kontrasepsi pria jenis ini adalah pengendalian spermatogenesis melalui poros hipotalamus-hipofisis-testis. Kontrasepsi hormonal yang dapat menekan produksi spermatozoa, antara lain analog gonadotropin releasing hormone (GnRH), hormon-hormon steroid seperti androgen, progestin, dan estrogen [4]. Depot medroksiprogesteron asetat (DMPA) merupakan salah satu regimen kontrasepsi progestin yang sering digunakan dan bekerja jangka panjang. DMPA merupakan analog sintetik dari hormon progesteron steroid alami yang dapat menekan sekresi gonadotropin hipofisis yang menghambat produksi follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH), sehingga digunakan sebagai kontrasepsi hormonal pada wanita. DMPA aktif bekerja secara biologis dan farmakologis setelah pemberian melalui oral dan parenteral. Secara umum, DMPA berpengaruh terhadap jaringan dan/atau organ sistem reproduksi beserta fungsinya. DMPA juga mempengaruhi kerja beberapa enzim seperti enzim metabolisasi obat di dalam hati dan β-glukoronidase yang terdapat di dalam ginjal. DMPA tergolong obat yang aman karena kadar toksisitasnya sangat rendah [5]. Dari berbagai penelitian diketahui dosis efektif DMPA dalam menekan produksi hormon FSH dan LH pada pria dan wanita adalah dosis 150 miligram (mg) dan dosis ini dapat bertahan di dalam tubuh selama tiga bulan [6]. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yurnadi et al. [7], dari berbagai dosis minimal DMPA (1,25 mg, 0,62 mg, dan 0,31 mg) didapatkan dosis minimal DMPA yang dapat menurunkan konsentrasi dan viabilitas spermatozoa, serta kadar hormon testosteron pada tikus galur Sprague-Dawley adalah dosis 1,25 mg, dan dosis ini setara dengan 150 mg pada dosis manusia. Seiring dengan tujuan untuk perluasan penggunaan kontrasepsi hormonal pada pria sehat dalam periode jangka panjang, banyak hal yang perlu dipertimbangkan termasuk tingkat kemanjuran dan keamanannya serta pengaruhnya secara klinik dan metabolik. Sejumlah penelitian yang menggunakan kombinasi regimen kontrasepsi hormonal pria dengan progestin
menghasilkan 12-28% reduksi terhadap kadar kolesterol high-density lipoprotein (HDL). HDL diketahui berperan dalam melawan aterosklerosis melalui mekanisme antioksidan dan anti-inflamasi serta mengeliminasi kolesterol dari lesi aterosklerotik. Namun demikian, menurut Matthiesson et al. [8], uji klinik kontrasepsi hormonal sejauh ini memiliki durasi jangka pendek, sedangkan patogenesis dari penyakit koroner membutuhkan waktu jangka panjang. Menurut Matthiesson cit Meriggiola et al. [8], bahwa terjadi penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan sel darah merah dengan menggunakan cryproterone acetate (CPA). Hal ini mungkin dikarenakan efek antiandrogenik CPA terhadap sumsum tulang. Selanjutnya, Mishell [6] menyebutkan bahwa dari lima studi cross sectional yang membandingkan kelompok pemberian DMPA dan kontrol diketahui bahwa terjadi pertambahan berat badan pada sukarelawan yang diberi DMPA. Sejumlah penelitian longitudinal telah mengindikasikan bahwa pengguna DMPA memiliki rata-rata pertambahan berat badan antara 1,5 sampai 4 kilogram (kg) pada tahun pertama dan terus bertambah pada tahun berikutnya. Akan tetapi, penelitian ini tidak menggunakan kelompok kontrol sebagai pembanding, jadi pertambahan berat badan bisa juga disebakan oleh faktor lain selain penggunaan DMPA. Dari beberapa penelitian di atas diketahui bahwa DMPA merupakan kontrasepsi hormonal progestin yang dapat menekan spermatogenesis sekaligus menyebabkan penurunan libido dan potensi seks. Namun, belum diketahui apakah penyuntikan dosis minimal DMPA bersifat aman untuk digunakan sebagai salah satu metode kontrasepsi hormonal pria. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian dosis minimal DMPA terhadap berat badan dan kimia darah dengan menggunakan tikus sebagai hewan model. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh DMPA terhadap berat badan dan kimia darah tikus jantan (Ratus norvegicus L.) galur Sprague-Dawley. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi kepada masyarakat tentang tingkat keamanan penggunaan DMPA sebagai kontrasepsi hormonal.
2. Metode Penelitian Bahan dan alat penelitian. Tikus jantan dewasa galur Sprague-Dawley umur 2 bulan, sehat dengan berat badan 200-250 g) dan fertil, DMPA (depogeston 50 mg), aether, EDTA, kit kimia darah, kandang tikus, akuabides, air minum ad libitum, es serut, pakan tikus, timbangan, tabung falkon 15 mililiter (ml), spuit therumo syringe 1 dan 5 ml, holder tikus, 1 set alat bedah, rak tabung, kapas, dan alat tulis.
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 189-194
Rancangan percobaan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan unequal size sample, 4 perlakuan terdiri atas kontrol (K=tikus kastrasi), perlakuan DMPA I (D I=1,25 mg DMPA), perlakuan DMPA II (D II = 0,625 mg DMPA), dan perlakuan DMPA III (D III = 0,313 mg DMPA) dengan jumlah total ulangan 31 ekor tikus [9]. Desain rancangan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Perlakuan hewan percobaan. Tikus percobaan diaklimatisasi di kandang hewan selama 30 hari, diberi makan dan minuman standar. Setelah diaklimatisasi, sebagian tikus dikastrasi (dikebiri) dengan cara membedah dan memotong vas deferen testis tikus dan kemudian tikus dipulihkan sampai sembuh (untuk perlakuan kastrasi), sedangkan untuk tikus yang lain tetap diaklimatisasi sebelum disuntik dengan DMPA. Sebelum dimulai penyuntikan DMPA, tikus ditimbang dan dilabel sebagai penanda agar tidak salah dalam memberikan perlakuan DMPA. Penimbangan berat badan tikus dilakukan setiap minggu sampai minggu ke18. Cara dan dosis perlakuan. Tikus disuntik dengan DMPA sesuai dengan dosis perlakuan (D I = 1,25 mg DMPA), perlakuan DMPA II (D II = 0,625 mg DMPA), dan perlakuan III (D III = 0,313 mg DMPA). Penyuntikan dilakukan pada paha kanan atau kiri tikus yang dilakukan 2 kali, penyuntikan pertama dilakukan pada minggu ke-0 dan penyuntikan ke-dua dilakukan pada minggu ke-12. Tujuan dilakukan 2 kali penyuntikan 2 kali adalah agar DMPA efektif dalam menekan sekresi hormon gonadotropin (hormon FSH dan LH). Kemudian, tikus tetap dipelihara dan dirawat sampai minggu ke-18 untuk di preparasi atau dibedah. Pengambilan data. Setelah 6 minggu pasca penyuntikan DMPA ke-2, tikus dibius dengan ether dan dipreparasi untuk pengambilan data. Pengambilan darah dilakukan dengan menggunakan spuit terumo syringe 5 ml pada vena jugularis. Darah yang didapatkan kemudian digunakan untuk pemeriksaan kimia darah. Adapun parameter yang diamati pada kimia darah Tabel 1. Rancangan Percobaan
Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tikus Kastrasi √ √ √ √ √ √ √ √
Tikus Disuntik DMPA DMPA I DMPA II DMPA III (1,25 mg) (0,625 mg) (0,313 mg) √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
191
adalah eritrosit, hemoglobin, hematokrit, kolesterol total, HDL, low density lipoprotein (LDL), serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT), serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT), dan trigliserida. Analisis statistik. Sampel setiap parameter dievaluasi dengan menggunakan dua analisis statistik. Pertama, uji normalitas Saphiro dan Wilk dan uji homogenitas varians Barlett. Kedua, uji ANalysis Of Variance (ANOVA) jika data yang berdistribusi normal dan homogen. Jika terdapat perbedaan bermakna dilanjutkan dengan uji beda rata-rata. Data yang tidak berdistribusi normal dan homogen ditransformasi (x=√y). Jika setelah dianalisis kembali ternyata tetap tidak normal dan homogen, maka dilakukan uji statistik non-parametrik Kruskal-Wallis [10,11].
3. Hasil dan Pembahasan Berat Badan (Sebelum dan Selama Perlakuan). Hasil penghitungan berat badan setelah uji normalitas menunjukkan bahwa data berat badan tikus sebelum dan selama perlakuan (Tabel 2) berdistribusi normal (p>0,05). Hasil uji repeated ANOVA diketahui bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh bermakna terhadap berat badan tikus selama penelitian (p> 0,05). Penghitungan data berat badan sebelum perlakuan DMPA dan selama 4 bulan perlakuan dapat diketahui bahwa penyuntikan DMPA pada berbagai dosis selama 18 minggu tidak mempengaruhi berat badan. Berdasarkan hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa berat badan tidak memperlihatkan perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara kelompok kontrol (kastrasi) dengan perlakuan DMPA. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo [12] berat badan tikus dewasa (umur 40-60 hari) rata-rata 200-250 gram, tetapi bervariasi bergantung pada galur. Berat badan tikus jantan yang sudah tua dapat mencapai 500 gram. Kimia Darah (Eritrosit, hemoglobin, hematokrit, kolesterol total, HDL, LDL, SGOT, SGPT, dan trigliserida). Hasil penghitungan data jumlah eritrosit setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data eritrosit (Tabel 3) berdistribusi normal (p>0,05) dan bervarians homogen (p<0,05). Hasil uji ANOVA diketahui bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh bermakna terhadap jumlah eritrosit (p>0,05). Hasil penghitungan jumlah hemoglobin setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data hemoglobin (Tabel 3) tidak berdistribusi normal (p<0,05) dan tidak bervarians homogen (p>0,05). Selanjutnya data jumlah hemoglobin ditransformasikan dengan X=√y. Dari uji normalitas
192
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 189-194
Tabel 2. Rata-rata Berat Badan Sebeleum, selama dan sesudah perlakuan (Gram)
Bulan Perlakuan Sebelum Perlakuan Bulan I Perlakuan Bulan II Perlakuan Bulan III Pelakuan Bulan IV Perlakuan Bulan V (Sesudah Perlakuan)
Kontrol 192,25 170,13 170,50 178,00 179,88 178,13
Kelompok Perlakuan DMPA I DMPA II 188,11 177,50 181,11 161,50 188,67 177,17 196,11 185,50 193,11 186,33 185,67 193,50
DMPA III 191,50 171,38 194,50 213,13 212,00 206,25
Tabel 3. Rata-rata Indikator Kimia Darah pada Minggu ke-18
KIMIA DARAH Eritrosit (juta/m m3) Hemoglobin (mg/dL) Hematokrit (%) Kolesterol Total (mg/dL) High Density Lipoprotein (mg/dL) Low Density Lipoprotein (mg/dL) SGOT (U/I) SGPT (U/I) Trigliserida (mg/dL)
Kontrol 4,99 9,56 25,54 50,63 15,13 21,10 135,04 56,06 72,01
terhadap data yang telah ditransformasi menunjukkan bahwa data tersebut tetap berdistribusi tidak normal (p<0,05). Untuk itu perlu dilakukan uji nonparametrik Kruskal-Wallis. Dari uji Kruskal-Wallis didapatkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh bermakna terhadap hemoglobin (p>0,05). Penghitungan nilai hematokrit setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data nilai hematokrit (Tabel 3) tidak berdistribusi normal (p<0,05) dan tidak bervarians homogen (p>0,05). Selanjutnya data nilai hematokrit ditransformasi dengan X=√y. Uji normalitas terhadap data nilai hematokrit yang telah ditransformasi menunjukkan bahwa data tersebut tetap berdistribusi tidak normal (p<0,05). Untuk itu perlu dilakukan uji nonparametrik Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis didapatkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh bermakna terhadap hematokrit (p>0,05). Hasil penghitungan kolesterol total setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data kolesterol total (Tabel 3) tidak berdistribusi normal (p<0,05) dan tidak bervarians homogen (p>0,05). Selanjutnya data kolesterol total ditransformasi dengan X=√y. Uji normalitas terhadap data kolesterol total yang telah ditransformasi menunjukkan bahwa data tersebut berdistribusi tidak normal (p<0,05). Untuk itu perlu dilakukan uji nonparametrik Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis didapatkan bahwa perlakuan yang
Kelompok Perlakuan DMPA I DMPA II 5,37 5,36 9,74 10,07 26,18 27,63 49,46 54,04 16,73 16,93 18,95 19,51 138,95 138,95 60,22 66,64 68,87 87,98
DMPA III 5,44 10,36 28,18 57,19 20,06 19,04 133,94 60,74 90,47
diberikan tidak memberikan pengaruh terhadap kolesterol total (p>0,05).
bermakna
Hasil penghitungan data jumlah high density lipoprotein (HDL) setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data HDL (Tabel 3) berdistribusi normal (p>0,05) dan bervarians homogen (p < 0,05). Hasil uji ANOVA diketahui bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh bermakna terhadap kadar HDL (p> 0,05). Hasil penghitungan kadar low density lipoprotein (LDL) setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data LDL (Tabel 3) tidak berdistribusi normal (p<0,05) dan tidak bervarians homogen (p>0,05). Selanjutnya data LDL ditransformasi dengan X=√y. Uji normalitas terhadap data LDL yang telah ditransformasi menunjukkan bahwa data tersebut tetap berdistribusi tidak normal (p<0,05). Untuk itu perlu dilakukan uji nonparametrik Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis didapatkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh bermakna terhadap LDL (p>0,05). Hasil penghitungan serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data SGOT (Tabel 3) berdistribusi normal (p>0,05) dan bervarians homogen (p<0,05). Hasil uji ANOVA diketahui bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh bermakna terhadap kadar SGOT (p> 0,05).
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 189-194
Penghitungan serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data SGPT (Tabel 3) berdistribusi normal (p>0,05) dan bervarians homogen (p<0,05). Hasil uji ANOVA diketahui bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh bermakna terhadap kadar SGPT (p>0,05) Penghitungan kadar trigliserida setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas varians menunjukkan bahwa data trigliserida (Tabel 3) tidak berdistribusi normal (p<0,05) dan tidak bervarians homogen (p>0,05). Selanjutnya data kadar trigliserida ditransformasi dengan X=√y. Uji normalitas terhadap data kadar trigliserida yang telah ditransformasi menunjukkan bahwa data tersebut tetap berdistribusi tidak normal (p<0,05). Untuk itu perlu dilakukan uji nonparametrik Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis didapatkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh bermakna terhadap trigliserida (p>0,05). Tidak terjadinya penurunan maupun peningkatan berat badan diduga dapat disebabkan oleh dosis DMPA yang diberikan tidak mengganggu proses makan tikus selama perlakuan dan juga dosis DMPA yang diberikan belum dapat mempengaruhi aktivitas dan fungsi enzim yang diperlukan untuk proses sintesis protein pada tingkat sel, sehingga mengakibatkan tidak adanya peningkatan sintesis protein akan berimplikasi terhadap tidak meningkatnya berat badan. Menurut Schotelius dan Schottelius [13], pertumbuhan dan peningkatan berat badan dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal, misalnya makanan dan hormon. Hormon-hormon yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain adalah tiroksin dan androgen (testosteron) yang bekerja untuk meningkatkan sintesis protein; glukokortikoid yang bekerja dalam metabolisme air, karbohidrat, protein, lemak; dan insulin yang bekerja dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak [14]. Mungkin pembentukan dan fungsi faktor-faktor tersebut belum terpicu dengan penyuntikan DMPA selama 18 minggu. Pada penghitungan kimia darah, data yang diperoleh setelah tikus diperlakukan dengan DMPA selama 18 minggu dapat diketahui bahwa penyuntikan DMPA pada berbagai dosis selama 18 minggu tidak mempengaruhi kimia darah seperti eritrosit, HDL, SGOT, SGPT. Dari hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa eritrosit, HDL, LDL, SGOT, SGPT tidak memperlihatkan perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara kelompok kontrol (kastrasi) dengan perlakuan DMPA. Selanjutnya untuk profil kimia darah lainnya seperti hemoglobin, hematokrit, LDL, kolesterol total, dan trigliserida, juga menunjukkan kecenderungan tidak berpengaruh bermakna, dimana setelah dilakukan uji Kruskal-Wallis didapatkan bahwa data tidak memper-
193
lihatkan perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara kelompok kontrol (kastrasi) dengan perlakuan DMPA. Dapat disimpulkan bahwa penyuntikan DMPA pada tikus selama 18 minggu tidak mempengaruhi eritrosit, hemoglobin, hematokrit, HDL, LDL, kolesterol total, SGOT, SGPT dan trigliserida. Dengan tidak berpengaruhnya penyuntikan DMPA terhadap profil kimia darah (eritrosit, hemoglobin, hematokrit, HDL, LDL, kolesterol total, SGOT, SGPT dan trigliserida) dapat dikatakan bahwa DMPA tidak berbahaya atau aman bagi metabolisme tubuh pada dosis yang tepat dan dapat diterima jika sekiranya digunakan sebagai alat kontrasepsi dengan tidak mempunyai efek samping. Menurut Moeloek [15], metode atau alat kontrasepsi yang baik adalah bersifat aman atau tidak mempunyai efek samping, efektif, reversibel, dan dapat diterima masyarakat.
4. Simpulan Penyuntikan DMPA pada berbagai dosis tidak mempengaruhi berat badan dan kimia darah seperti eritrosit, hemoglobin, hematokrit, HDL, LDL, kolesterol total, SGOT, SGPT dan trigliserida tikus galur SpragueDawley. Informasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai acuan bahwa penyuntikan berbagai dosis minimal DMPA bersifat aman dan tidak berpengaruh terhadap berat badan dan kimia darah tikus sehingga bisa diekstrapolasikan untuk aplikasi ke manusia sebagai bahan kontrasepsi yang bersifat aman.
Ucapan Terima Kasih Peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (P2M) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) sebagai penyandang dana penelitian hibah bersaing yang telah bekerjasama dengan Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia (DRPMUI) sehingga penelitian ini dapat berlangsung dengan lancar.
Daftar Acuan [1] Pusat Informasi Keluarga Sejahtera (PIKAS)– Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Komitmen Program KB Jangka Panjang, Jakarta, 2003. [2] Asmarinah, N. Moeloek. Maj. Kedokt. Indon. 47 (1997) 119. [3] L. Turner, A.J. Conway, M. Jimenez, P.Y. Liu, E. Forbes, et al. J. Clin. Endocrinol. Metab. 88/10 (2003) 4659.
194
MAKARA, SAINS, VOL. 13, NO. 2, NOVEMBER 2009: 189-194
[4] Sutyarso. Disertasi Doktoral, Program Pendidikan Pascasarjana Universitas Indonesia, Indonesia, 1997. [5] Commitee for Veterinary Medical Products. Medroxyprogesterone acetate, The European Agency for The Evaluation of Medicinal Products, Veterinary Medicines Evaluation Unit, London UK, 1996. [6] D.R. Mishell, Contraception: Chapter 29. Reproductive endocrinology, 5th ed, Elsevier Saunders Co. New York, 2004. [7] Yurnadi, Y. Asmida, D.A. Suryandari, N. Moeleok, B. Wahjoedi. Maj. Kedok. Indon. 58/6 (2008) 192. [8] K.L. Matthiesson. R.I. McLachlan. Hum. Reprod. Update. 12/4 (2006) 463. [9] W.Y. Federer, Experimental Design. Theory and application, Macmillan USA, New York, 1963.
[10] R. Meddish, Statistic Handbook For NonStatistician, Mc Graw-Hill Book Company (UK) Limited, London, 1975. [11] R.G.D. Stell, J.H Torrie, Prinsip dan Prosedur Statistika, . Ed 3, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993. [12] J.B. Smith, S. Mangkoewidjojo, Pemeliharaan, pembiakan dan penggunaan hewan percobaan di daerah tropis, Penerbit Universitas Indonesia 1988. [13] B.A. Schotelius, D.D. Schottelius, Textbook of physiology, 17th Ed, CV Mosby Co., St. Louis USA, 1973. [14] W.F. Ganong, Fisiologi Kedokteran. Review of Medical Physiology (Aji Dharma Ed.). Penerbit EGC., Jakarta, 2005. [15] N. Moeloek. Medika 16/2 (1990) 294.