1
MAKALAH TUGAS AKHIR ANALISA PEMILIHAN ALTERNATIF ALAT PANCANG (STUDI KASUS PROYEK APARTEMEN GUNAWANGSA) BAB I PENDAHULUAN 1.1.
LATAR BELAKANG Proyek Apartemen Gunawangsa merupakan suatu proyek konstruksi pembangunan gedung tinggi yang terletak dilokasi yang padat penduduk. Proyek ini menggunakan tiang pancang sebagai pondasinya. Untuk mengerjakan pekerjaan pondasi pada proyek yang menggunakan tiang pancang sebagai pondasinya tentunya diperlukan suatu alat yang disebut alat pancang. Menurut Warsowiwoho (1986) alternatif alat pancang dibedakan menjadi delapan jenis alternatif yaitu: Drop Hammer, Single Acting Steam Hammer, Double Acting Steam Hammer, Differential Acting Steam Hammer, Diesel Hammer, Vibratory, Hidraulic Hammer, dan Hydraulic Pile Driving. Pemilihan alternatif alat pancang pada suatu proyek konstruksi membutuhkan suatu analisa. Karena pada dasarnya setiap jenis alternatif alat pancang mempunyai karakteristik yang berbeda. Terutama jika kondisi proyek berada pada lokasi yang padat penduduk seperti pada Proyek Apartemen Gunawangsa dimana harus dipertimbangkan berbagai faktor agar pekerjaan pemancangan tidak merugikan lingkungan sekitarnya dan juga merugikan pihak pemilik dan yang mengerjakan proyek tersebut. Kesalahan dalam pemilihan alternatif alat pancang dapat menyebabkan kerugian dalam hal Biaya, Waktu dan Lingkungan sekitarnya. Pemilihan alternatif alat pancang pada suatu proyek dipengaruhi oleh berbagai kriteria. Menurut Justason (2000), untuk memilih jenis alat pancang ada enam kriteria yang harus diperhatikan antara lain: Pengoperasian alat (Operational Criteria), Kemudahan dalam mengontrol alat (Controllability), Kemampuan alat untuk diperiksa proses penggunaannya (Verifiability), Biaya Pemancangan (Cost), dan Dampak alat terhadap lingkungan
(Environmental concerns). Sedangkan menurut Barber (1978), pemilihan alternatif dipengaruhi oleh tujuh kriteria sebagai berikut: Tipe tiang pancang, Jenis Tanah, Dampak alat pancang terhadap lingkungan, Kecepatan pemancangan, Kondisi site pemancangan, Ketersediaan alat pancang, dan Biaya Sewa alat pancang. alternatif alat pancang Pemilihan merupakan masalah multi kriteria yang meliputi faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif. Sehingga untuk melakukan pemilihan alternatif diperlukan suatu metode yang bisa menyertakan keduanya dalam pengukuran. Salah satu metode yang bisa digunakan dalam pemilihan alternatif alat pancang adalah dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dimana metode ini bisa menyertakan ukuran-ukuran kualitatif dan kuantitatif. AHP adalah metode pengambilan keputusan yang dikembangkan untuk pemberian prioritas beberapa alternatif ketika beberapa kriteria harus dipertimbangkan, serta mengijinkan pengambil keputusan untuk menyusun masalah yang kompleks kedalam suatu bentuk hierarki atau serangkaian level yang terintegrasi. Dari latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengetahui prioritas faktorfaktor yang mempengaruhi pemilihan alternatif serta mengetahui alternatif apa yang paling tepat pada Proyek Apartemen Gunawangsa 1.2. PERMASALAHAN Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah yang dibahas pada Tugas Akhir ini antara lain: 1.Apa saja kriteria-kriteria pada pemilihan alternatif alat pancang. 2.Apa saja alternatif alat pancang yang dapat digunakan pada Proyek Apartemen Gunawangsa. 3.Alternatif alat pancang apa yang paling tepat pada Proyek Apartemen Gunawangsa. 1.3. LINGKUP PEMBAHASAN Secara garis besar ruang lingkup permasalahan yang dibahas pada Tugas Akhir ini dibatasi pada: 1.Objek yang dijadikan objek penelitian adalah Proyek Apartemen Gunawangsa.
2
2.Analisa pemilihan alternatif alat pancang pada Tugas Akhir ini tidak membahas tentang teknis pelaksanaan masing-masing alternatif. 3.Penilaiaan Skala perbandingan pada kuesioner AHP pada Tugas Akhir ini berdasarkan presepsi responden dengan panduan yang telah disediakan. 1.4. TUJUAN PENULISAN Adapun tujuan dari penelitian atau penyusunan Tugas Akhir ini adalah: 1.Menentukan kriteria-kriteria yang mempengaruhi analisa pemilihan alternatif alat pancang. 2.Menentukan alternatif-alternatif alat pancang yang dapat digunakan pada Proyek Apartemen Gunawangsa. 3.Menentukan alternatif alat pancang yang paling tepat digunakan pada Proyek Apartemen Gunawangsa dengan analisa Metode AHP. 1.5. SISTEMATIKA PENULISAN Agar pembahasan Tugas Akhir ini lebih jelas dan terarah, maka penulisannya dibagi menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Membahas latar belakang, permasalahan, batasan masalah, tujuan dari Tugas Akhir yang akan disusun, serta sistematika pembahasan Tugas Akhir. Bab II: Tinjauan Pustaka Berisi tentang teori mengenai Alat Pancang, dan teori mengenai pengambilan keputusan dan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Bab III: Metodologi Berisi tentang macam-macam data yang digunakan dan cara pengumpulan data. Selain itu juga berisi tentang uraian kegiatan dan bagan alir urutan kegiatan. Bab IV: Pengumpulan data dan Analisa Data Berisi tentang penyusunan hierarki pengambilan keputusan, pengolahan data menggunakan AHP dan kajian hasil dari perhitungan (Proses AHP). Bab V: Kesimpulan dan Saran Berisi tentang kesimpulan dan hasil pengumpulan dan analisa data serta saran untuk pengembangan maupun perbaikan dari Tugas Akhir ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PANCANG 2.1.1 Jenis-jenis alat pancang secara umum Alat pancang adalah alat yang berfungsi untuk memberikan energi yang diperlukan untuk memancangkan pondasi (Nursin, 1995). Menurut Warsowiwoho (1986), Alat pancang ini dibedakan dari jenis dan ukurannya yaitu 1. Drop hammer 2. Single acting steam hammer 3. Double acting steam hammer 4. Differential acting steam hammer 5. Diesel hammer 6. Vibratory 7. Hydraulic hammer 8. Hydraulic pile driving
2.1.1.1 Drop hammer Menurut Nursin (1995), yang dimaksud dengan Drop hammer adalah alat pancang yang terdiri dari dari palu baja yang berat dan digerakkan oleh kabel baja. Hammer diangkat dengan kabel dan dilepaskan dari dan keatas kepala pondasi. Gerakan Hammer bebas dari atas kebawah, sehingga terjadi gesekan kecil pada pengarah palu. Drop Hammer dibuat dalam standar ukuran yang bervariasi antara 500 lb sampai 300 lb. dan tinggi jatuh bervariasi antara 5 ft sampai 20 ft. jika energi yang diperlukan besar diperlukan Hammer dengan berat yang lebih besar dengan tinggi jatuh yang kecil dibandingkan dengan Hammer ringan dengan tinggi jatuh yang besar. 2.1.1.2 Single acting steam hammer Single acting steam hammer adalah sebuah palu atau disebut juga Ram yang dijatuhkan secara bebas (Nursin, 1995). Ram diangkat dengan uap atau kompresor udara. Gerakan Ram diatur oleh piston yang bergerak turun naik dengan tekanan uap atau udara yang diatur melalui katup. Piston dihubungkan dengan sebatang pipa yang digunakan sebagai tempat bergantung Ram. Jika uap dimasukkan kedalam tabung tempat piston berada, maka piston akan bergerak keatas. Sesudah piston berada pada puncak tabung, maka katup akan
3
jatuh bebas kebawah dan memukul kepala pondasi. 2.1.1.3 Double acting steam hammer Jatuhnya Ram pada Double acting steam hammer sama dengan cara jatuhnya Ram pada Single acting stream hammer. Ram pada Single acting steam hammer dijatuhkan oleh piston dengan tabung uap. Sedangkan Ram pada Double acting steam hammer dijatuhkan oleh tekanan uap dan udara. Dengan kata lain bahwa uap memberi tekanan dua kali lebih besar kepada piston, baik saat mengangkat maupun saat jatuh. Jika gerakan piston lebih cepat maka gerakan turun naik Ram akan lebih sering, disamping energi pukulan semakin besar. Untuk besaran energi yang sama yang dihasilkan oleh Ram jumlah pukulan per menit, kira-kira dua kali jumlah pukulan pada Single acting steam hammer. 2.1.1.4 Differential acting steam hammer Differential acting steam hammer adalah sebuah modifikasi dari Double acting steam hammer (Nursin, 1995). Yaitu memodifikasi tekanan uap yang digunakan untuk mengangkat dan untuk mempercepat jatuh dan turunnya Ram. Ram dioperasikan dengan dua piston yaitu piston kecil dan piston besar. Piston besar beroperasi dalam silinder atas, dan piston kecil beroperasi pada piston bawah, Ram diangkat dengan perbedaaan tekanan gaya gerak pada kedua piston. 2.1.1.5 Hydraulic hammer Hydraulic hammer tidak jauh berbeda dengan Double acting hammer dan Differential hammer. Hydraulic hammer beroperasi dengan menggunakan fluida hidrolik, tidak seperti Hammer lain yang menggunakan uap atau kompresor udara yang masih konvensional. 2.1.1.6 Diesel hammer Pemancangan pondasi dengan Diesel hammer adalah pemancangan dengan Ram yang bergerak sendiri dengan mesin diesel tanpa diperlukan sumber daya dari luar seperti kompresor dan boiler (Nursin, 1995). Hammer ini sederhana dan mudah bergerak dari satu lokasi kelokasi lain. Sebuah unit Diesel hammer terdiri atas vertical silinder, sebuah Piston atau Ram, sebuah anvil, tangki minyak, dan pelumas. Pompa solar, Injector, dan Pelumas mekanik.
2.1.1.7 Vibratori Nursin (1995) menyatakan bahwa pemancangan pondasi dengan Vibratory sangat efektif yaitu berkecepatan tinggi dan ekonomis, efektif khusus pada pemancangan tanah non kohesif jenuh air, daripada pemancangan dipasir yang kering . tanah yang sejenis , tanah keras yang sangant kohesif. Pemancangan dengan vibratory dilengkapi dengan poros horizontal untuk memberikan beban eksentris. Poros berputar sepasang dengan dorongan langsung pada kecepatan yang bervariasi sampai mencapai 1000 rpm (rotasi permenit). Tenaga yang dihasilkan dengan berat rotasi membuat getaran yang digunakan untuk memancang tiang masuk kedalam tanah. Pengaruh tanah, khususnya tanah jenuh air, mengurangi gesekan pada kulit antara tanah dan pondasi. Kombinsi berat dari pondasi dan perlengkapan pemancangan yang ditempatkan diatas pondasi akan mempercepat pemancangan pondasi. 2.1.1.8 Hydraulic pile driving Hydraulic pile driving adalah alat yang menggunakan tekanan statik yang tinggi untuk memancang tiang dalam dengan perlahan dan tanpa mengeluarkan suara (Nursin, 1995). Mekanisme kerja alat ini adalah dengan memindahkan atau menarik tiang pancang, menjepitnya agar tegak, dan memberikan tekanan pada tiang tersebut sampai mencapai tanah keras. Hydraulic pile driving juga dapat memancang tiang lingkaran dan tiang baja H hanya dengan mengganti sistem penjepitan sesuai jenis tiang. 2.1.2 Pemilihan Alat Pancang Menurut Justason (2000), untuk memilih jenis alat pancang ada enam kriteria yang harus diperhatikan: 1.Pengoperasian alat (Operational Criteria) Kriteria ini mencakup keamanan penggunaan alat, kesanggupan alat untuk melakukan pekerjaan pemancangan dengan baik, kemudahan penggunaan alat, dan tingkat kesulitan daerah operasi dimana alat tersebut akan dipakai. 2.Kemudahan dalam (Controllability)
mengontrol
alat
4
Yaitu mencakup seberapa mudahkah dampak pemakaian dari alat tersebut dapat dikontrol 3.Kemampuan alat untuk diperiksa proses penggunaannya (Verifiability) Yaitu mencakup apakah ada suatu cara untuk menjamin bahwa alat sedang bekerja sesuai dengan apa yang dikehendaki. 4.Biaya Pemancangan (Cost) Yaitu mencakup apakah alat bekerja sesuai dengan waktu yang ditentukan dan pada biaya yang sesuai. 5.
Dampak alat terhadap (Environmental concerns).
lingkungan
Yaitu mencakup apakah alat tersebut menghasilkan kebisingan, getaran dan emisi 6.kemampuan optimum alat terhadap jumlah yang dipancang (Optimization) Yaitu mencakup seberapa banyak pondasi yang bisa dipancang oleh alat pancang tersebut. Sedangkan menurut Barber (1978) bahwa kriteria dalam menentukan jenis alat pancang adalah sebagai berikut: 1.Tipe tiang pancang Yaitu mencakup tipe dari pondasi tiang pancang yang akan dipancang 2.Jenis Tanah Yaitu mencakup bagaimana jenis tanah dilokasi tempat pemancangan akan dilaksanakan 3.Dampak alat pancang terhadap lingkungan Yaitu mencakup bagaimana dampak alat tersebut terhadap lingkungan sekitarnya 4.Kecepatan pemancangan Yaitu mencakup bagaimana kecepatan pemancangan alat tersebut 5.Kondisi site pemancangan Yaitu mencakup bagaimana kondisi site dimana pemancangan akan dilakukan 6.Ketersediaan alat pancang Yaitu apakah jenis alat pancang yang sesuai dekat ditempat atau lokasi dimana pemancangan akan dilakukan
7.Biaya Sewa alat pancang Yaitu mencakup berapa biaya sewa alat tersebut. 2.2 PENGAMBILAN KEPUTUSAN 2.2.1 Defenisi Keputusan Hasan (2002) mendefenisikan keputusan sebagai suatu pemecahan masalah yang merupakan suatu hukum situasi yang dilakukan melalui pemilihan suatu Alternatif. Defenisi tersebut merupakan kesimpulan dari beberapa pengertian keputusan, yaitu: a. Menurut Ralp C. Davis Keputusan merupakan hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. Suatu keputusan merupakan jawaban yang pasti terhadap suatu pertanyaan dan keputusan tersebut berupa tindakan terhadap pelaksanaan yang menyimpang dari rencana semula. b. Menurut Marry Follet Yang dimaksud dengan keputusan adalah suatu hukum situasi, dimana semua fakta dapat diperoleh tidak sama dengan mentaati perintah dan wewenang yang hanya perlu dijalankan tetapi juga merupakan wewenang dari hukum situasi. c. Menutur James A.F Stoner Keputusan adalah pemilihan dari beberapa Alternatif. Defenisi ini dapat diartikan sebagai berikut: 1)Terdapat pilihan dasar logika atau suatu pertimbangan 2)Terdapat beberapa alternatif yang harus dipilih, yaitu suatu pilihan yang terbaik. 3)Terdapat tujuan yang ingin dicapai, dan keputusan yang diambil lebih dekat dengan tujuan tersebut. d. Menurut Prof. Dr. Atmosudirjo, SH Keputusan adalah suatu akhir dari proses pemikiran tentang masalah atau problem guna menjawab pertanyaan apa yang harus diperbuat guna mengatasi masalah tersebut dengan menjatuhkan pilihan terhadap suatu Alternatif. 2.2.2 Pengertian dan Dasar Pengambilan Keputusan Sedangkan yang dimaksud dengan pengambilan keputusan menurut Suryadi (2000) adalah suatu proses pemilihan Alternatif terbaik dari beberapa Alternatif secara sistematis untuk digunakan sebagai suatu cara pemecahan masalah. Sedangkan menurut Anderson (1997), pengambilan keputusan merupakan istilah
5
yang umum dihubungkan dengan langkahlangkah pemecahan masalah, yaitu: 1. Mengidentifikasi dan mendefenisikan masalah. 2. Menentukan Alternatif penyelesaiaan masalah 3. Menentukan Kriteria yang akan digunakan 4. Mengevaluasi berbagai Alternatif 5. Memilih Alternatif Menurut Soeharto (1990), pengambilan keputusan yang dilakukan dalam memilih dan menentukan langkah merupakan: 1. Sarana komunikasi bagi pihak penyelenggara proyek 2. Dasar pengaturan alokasi sumber daya 3. Mendorong para perencana dan pelaksana untuk menyadari waktu yang sangat berharga. 4. Pegangan atau tolak ukur fungsi pengendalian. Sedangkan tujuannya yaitu: 1. Tujuan bersifat tunggal Tujuan ini hanya menyangkut satu masalah, artinya apabila sudah diputuskan berarti tidak ada kaitannya dengan masalah lain. 2. Tujuan bersifat berganda Hal ini terjadi apabila keputusan yang dihasilkan menyangkut beberapa masalah. 2.2.3 Model Pengambilan Keputusan Permasalahan pengambilan keputusan umumnya terkait dengan sistem yang luas dan kompleks. Kemampuan dalam proses pengambilan keputusan dalam mengcover suatu sistem relatif terbatas, sehingga diperlukan suatu penyederhanaan agar permasalahan dapat dipahami dan dianalisa lebih mudah. Hal ini dilakukan melalui abstraksi realitas atau penghampiran kenyataan yang biasa disebut model. Menurut Mangkusubroto (1997), penyusunan model keputusan adalah suatu cara untuk menggambarkan hubunganhubungan logis yang mendasari persoalan keputusan ke dalam suatu model matematis yang mencerminkan hubungan yang terjadi antar faktor-faktor yang ada. Pembuatan model pengambilan keputusan merupakan suatu proses untuk menggambarkan persoalan yang sedang dihadapi dalam bentuk formal maupun matematis. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: 1. Membatasi permasalahaan
2. Mengidentifikasi alternatif (merupakan tahapan yang paling kreatif dari analisis keputusan) 3. Menetapkan hasil dari alternatif yang didapat 4. Menentukan variabel-variabel sistem, variabel ini terdiri dari variabel keputusan dan variabel status. 5. Membuat model struktural berupa penentuan hubungan antar variabel 6. Menentukan nilai Keuntungan yang diperoleh dari penyusunan model ini, yaitu: a.Bentuk sistem menjadi lebih ekonomis dan memudahkan dalam melakukan modifikasi terhadap sistem. b.Memungkinkan untuk mengkaji dan melakukan percobaan dalam berbagai kondisi dengan biaya lebih murah, aman dan cepat. Dalam kehidupan sehari–hari maupun organisasi seringkali pengambilan keputusan didasarkan pada intuisi semata, dimana terdapat kekurangan dari hasil yang didapat yaitu adanya rasionalisasi keputusan yang dibuat dan kemungkinan apakah keputusan yang sesuai dan konsisten dengan pilihanpilihan, informasi dan preferensi yang mereka miliki (mangkusubroto, 1987). Untuk menanggulangi kekurangan tersebut maka dikembangkan suatu sistematika yang dikenal dengan analisa keputusan yang merupakan gabungan dari teori keputusan dan metodologi pencarian sistem. Hal ini dilengkapi oleh Hasan (2000) yang mendukung teori George R. Terry, yang menyebutkan bahwa pengambilan keputusan didasarkan pada hal: a.Intuisi Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi atau perasaan memiliki sifat subyektif, sehingga akan mudah terpengaruh. b.Pengalaman Pengambilan keputusan semacam ini akan bermanfaat bagi pengetahuan praktis. c.Fakta Ini akan menghasilkan keputusan yang sehat, solid dan baik d.Wewenang Hal ini biasa dilakukan oleh pemimpin atau orang yang mempunyai kedudukan yang tinggi. e.Rasional
6
Keputusan yang nantinya dihasilkan akan bersifat obyektif, logis, lebih terbuka, serta konsisten dengan tujuan untuk memaksimalkan hasil. 2.2.4 Cara Pengambilan Keputusan Untuk menyelesaikan masalah pengambilan keputusan multikriteria, Jaiswal (1997) telah memberikan mengenai teknikteknik yang digunakan untuk menganalisa masalah pengambilan keputusan multikriteria, diantaranya adalah dengan cara Delphy Method, Decision Matrix Approach, Forced Decision Matrix Approach, dan Analytical Hierarchy Process (AHP). 1.Delphi Method Metode ini memiliki karakteristik antara lain yaitu anonim, memiliki iterasi dengan umpan balik, dan mengevaluasi tanggapan secara statistik. Jaiswal (1997) menjelaskan pula bahwa metode dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut: Pertama, memberikan pertanyaan yang tidak terstruktur kepada responden sehingga terdapat berbagai macam jawaban yang berbeda yang dijawab oleh responden. Kedua, memberikan pertanyaan yang terstruktur berdasarkan tanggapan responden pada pertanyaan yang pertama. Kemudian yang ketiga, memberikan pertanyaan dimana responden ditanya ulang mengenai argumentasi dan tanggapannya. Keempat, mengulang pertanyaan pada langkah yang ketiga. Median dari langkah yang digunakan pada langkah yang keempat merupakan pilihan yang digunakan. 2.Decision Matrix Approach Jaiswal (1997) memberikan suatu contoh pemakaian metode ini dalam memilih suatu kontraktor. Berikut adalah contoh perhitungan menggunakan metode ini : Table 2.1 Decision Matrikx Approach pada pemilihan Kontraktor Rating of Contactor 10- Point Weig Scalae Criterion ht Contrac Contrac Contrac tor 1 tor 2 tor 3 Contrac Value
10
9
6
5
Lead Time
7
8
9
6
Competen ce
6
7
8
9
Dependab ility Weight Sum
8
6
7
8
236
227
210
1
2
3
Rangking Sumber : Jaiswal (1997:210)
Metode ini memiliki kelemahan yaitu: a.Terjadi kemungkinan pemilihan subjektif b.Dalam memberikan bobot tidak ada metode sains 3.Forced Decision Matriks Approach Metode ini merupakan variasi dari metode Decision Matriks Approach, nilai yang digunakan hanya dalam bentuk 0 dan 1. Penilaian dilakukan dengan cara membuat matriks perbandingan berpasangan dengan mengisikan angka 1 pada pembanding yang dianggap lebih penting dan 0 untuk pembanding yang dianggap kurang penting untuk setiap kriteria. Bobot diperoleh dengan menghitung jumlah nilai penilaian dibagi dengan banyaknya pembanding. Perhitungan ini dilakukan untuk setiap alternatif maupun kriteria yanga ada. Alternatif dengan nilai total dari perkalian antar bobot alternatif dan bobot kriteria yang paling tinggi pada setiap alternatif merupakan pilihan yang terbaik. 4.Analytical hierarchy Process(AHP) Metode ini dilakukan dengan perhitungan seperti pada Forced Decision Matrix Approach, akan tetapi penilaiannya didasarkan atas skala perbandingan berpasangan. Selain itu pada metode ini terdapat uji konsistensi untuk menguji validitas dari penilaian para pengambil keputusan. Untuk mengetahui lebih jelasnya, penjelasan tentang metode ini dapat dilihat pada subbab 2.2. Sedangkan Erwanto (2001) membuat ringkasan dari teori-teori pengambilan keputusan multikriteria, sebagai berikut: 1.Menggunakan metode matriks. Antara lain yaitu dengan: a)The simple Multi Atribute Rating Technique (SMART) Metode ini dimulai dengan menyusun model hierarki keputusan dengan gambaran kriteria maupun subkriteria yang disusun bertingkat. Fungsi nilai dan metode rating digunakan untuk mengevaluasi dan menilai bobot. Akan tetapi pada metode ini tidak terdapat uji validitas dari hasil penilaiaan yang telah dilakukan. b)Analytical Hierarchy Process (AHP)
7
Metode ini dimulai dengan menyusun model hierarki keputusan dengan gambaran kriteria maupun subkriteria yang disusun bertingkat, Untuk memperoleh nilai bobot digunakan perbandingan berpasangan. 2.Menggunakan metode out-rangking Salah satunya yaitu PROMETHEE (Preference Rangking Organization Method for Enrichment Evaluation). Metode ini menggunakan simple multi criteria table, dimana skala yang ada ditentukan tanpa batasan sehingga dapat dilakukan secara visual. 3.Menggunakan metode Pugh Metode ini dilakukan dengan memberikan penilaian kriteria dengan nilai yang tidak terbatas baik positif maupun negatif untuk setiap alternatif berdasarkan semua kriteria yang ada. Untuk menentukan alternatif dengan bobot terbesar maka perlu dilakukan penjumlahan dari hasil penilaiaan responden, dan nilai total tertinggi merupakan alternatif terbaik untuk dipilih. 2.3 PROSES ANALISA HIERARKI Analitycal Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an. Metode ini merupakan merupakan salah satu model pengambilan keputusan multikriteria yang dapat membantu kerangka berpikir manusia dimana faktor logika, pengalaman pengetahuan, emosi dan rasa dioptimasikan ke dalam suatu proses sistematis. Pada dasarnya, AHP merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur kedalam kelompok-kelompoknya, dengan mengatur kelompok tersebut kedalam suatu hierarki, kemudian memasukkan nilai numerik sebagai pengganti presepsi manusia dalam melakukan perbandingan relatif. Dengan suatu sintesa maka akan dapat ditentukan elemen mana yang mempunyai prioritas terringgi. 2.3.1 Analytical Hierarchy Process (AHP) sebagai Pengambil Keputusan Menurut Badiru (1995), AHP merupakan suatu pendekatan praktis untuk memecahkan masalah keputusan kompleks yang meliputi perbandingan alternatif. AHP juga memungkinkan pengambil keputusan menyajikan hubungan hierarki antar aktor, atribut, karakteristik atau alternatif dalam lingkungan pengambilan keputusan.
Dengan ciri ciri khusus hierarki yang dimilikinya, masalah kompleks yang tidak terstruktur dipecah dalam kelompok kelompoknya. 2.3.1.1 Manfaat Analytical Hierarchy Process (AHP) Manfaat dari penggunaan Analytical Hierarchy Process (AHP) antara lain yaitu: a.Memadukan intuisi pemikiran, perasaan dan pengindraan dalam menganalisa pengambilan keputusan b.Memperhitungkan konsistensi dan penilaiaan yang telah dilakukan dalam membandingkan faktor-faktor untuk menilai validitas keputusan. c.Kemudahan pengukuran dalam elemen d.Memungkinkan perencanaan ke depan Salah satu manfaat yang membedakan dengan model pengambilan keputusan lainnya adalah ada syarat konsistensi mutlak. Hal ini didasarkan karena pengambilan keputusan yang dilakukan manusia sebagian didasarkan logika dan sebagian didasarkan juga pada intuisi. 2.3.1.2 Kelebihan Analytical Hierarchy Processs (AHP) Kelebihan metode ini menurut badiru (1995) adalah: a.Struktur yang berhierarki merupakan konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai pada subkriteria paling dalam. b.Menghitung validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. c.Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambil keputusan. 2.3.1.3 kelemahan Analytical Hierarchy Process (AHP) Meskipun mempunyai kelebihan, namun metode AHP juga mempunyai kelemahan, antara lain: 1.Orang yang dilibatkan adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan ataupun banyak pengalaman yang berhubungan dengan hal yang akan dipilih dengan menggunakan metode AHP 2.Untuk melakukan perbaikan keputusan, harus dimulai dari tahap awal. 2.3.2 Prinsip Dasar Analytical hierarchy Process (AHP) Menutut Saaty (1993), prinsip dasar dalam proses penyusunan model hierarki analitik dalam AHP, meliputi:
8
2.3.2.1 Problem Decomposition (Penyusunan Hierarki Masalah) Dalam penyusunan hierarki ini perlu dilakukan perincian atau pemecahan dari persoalan yang utuh menjadi beberapa unsur komponen yang kemudian dari komponen tersebut dibentuk suatu hierarki. Pemecahan unsur ini dilakukan sampai unsur tersebut sudah tidak dapat dipecah lagi sehingga didapat beberapa tingkat suatu persoalan. Penyusunan hierarki merupakan langkah penting dalam model analisa hierarki. Adapun langkah-langkah penyusunan hierarki adalah sebagai berikut ini: a.Identifikasi tujuan keseluruhan dan subtujuan b.Mencari kriteria untuk memperoleh subtujuan dari tujuan keseluruhan c.Menyusun subkriteria dari masing masing kriteria, dimana setiap kriteria dan subkriteria harus spesifik dan menunjukkan tingkat nilai dari parameter atau intensitas verbal. d.Menentukan pelaku yang terlibat e.Kebijakan dari pelaku f.Penentuan alternatif sebagai output tujuan yang akan ditentukan prioritasnya 2.3.2.2 Comparative judgement (Penilaian Perbandingan Berpasangan) Prinsip ini dilakukan dengan membuat penilaian perbandingan berpasangan tentang kepentingan relatif dari dua elemen pada suatu tingkat hierarki tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya dan memberikan bobot numerik berdasarkan perbandingan tersebut. Hasil penelitian ini disajikan dalam matriks yang disebut pairwise comparison. 2.3.2.3 Synthesis of Priority ( Penentuan Prioritas) Sintesa adalah tahap untuk mendapatkan bobot bagi setiap elemen hierarki dan elemen alternatif. Karena matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat untuk mendapatkan global priority, maka sintesis harus dilakukan pada setiap local priority. Prosedur pelaksanaan sintesis berbeda dengan bentuk hierarki. Sedangkan pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting. 2.3.2.4 Logical Consistency (konsistensi Logis) Konsistensi berarti dua makna atau obyek yang serupa. Konsistensi data didapat dari
rasio konsistensi (CR) yang merupakan hasil bagi antara indeks konsistensi (CI) dan indeks random (RI). 2.3.3 Langkah dan Prosedur AHP Buchara (2000) menjelaskan bahwa secara umum, langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menggunakan AHP untuk memecahkan suatu masalah adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi permasalahan dan menentukan tujuan Bila AHP digunakan untuk memilih alternatif atau menyusun prioritas alternatif, maka tahap ini dilakukan pengembangan alternatif. 2. Menyusun masalah kedalam suatu struktur hierarki sehingga permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terukur. 3. Menyusun prioritas dari tiap elemen masalah pada setiap hierarki, Prioritas ini dihasilkan dari suatu matriks perbandingan berpasangan antar seluruh elemen pada tingkat hierarki yang sama. 4. Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hierarki. 2.3.3.1 Penyusunan Hierarki Alat utama dari model Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah hierarki dari masalah yang akan diselesaikan. Secara garis besar, aplikasi dari model Analytical Hierarchy Process (AHP) dilakukan dalam dua tahap, yaitu penyusunan hierarki dan evaluasi hierarki. Hierarki dibuat dengan menggunakan diagram pohon (tree diagram) sebagaimana ada pada gambar berikut:
Gambar 2.1. Diagram hierarki Analytical Hierarchy Process (AHP)
Ginting (2002) menjelaskan bahwa dalam model Analytical Hierarchy Process (AHP) terdapat dua bentuk hierarki, yaitu:
9
1. Hierarki linier atau searah, dimana elemen paling penting berada pada tingkat paling atas. 2. Hierarki non-linier, mempunyai hubungan lebih dari searah dan tidak dapat diketahui secara pasti elemen penting dan elemen tidak penting. Secara umum pula, hierarki dapat dibedakan menjadi ; 1.Hierarki struktural Yaitu suatu hierarki yang menguraikan masalah-masalahnya menjadi bagianbagian menurut ciri dan besaran tertentu, seperti bentuk, ukuran dan warna. 2.Hierarki Fungsional Yaitu suatu hierarki yang menguraikan masalahnya sesuai bagian-bagian yang sesuai dengan hubungan satu dengan yang lain. Sedangkan apabila dilihat dari jenis hubungannya, maka hierarki dapat dibedakan menjadi: 1. Hierarki sempurna, dimana semua elemen pada sebuah tingkat berhubungan dengan setiap elemen pada tingkat diatasnya. 2. Hierarki tidak sempurna, dimana tidak semua elemen pada suatu tingkat berhubungan dengan elemen pada tingkat diatasnya. Untuk menjabarkan tujuan dari hierarki tersebut, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut: 1. Pada saat penjabaran tujuan kedalam subtujuan, harus diperhatikan apakah setiap aspek dari tujuan yang lebih tinggi tercakup dalam subtujuan tersebut. 2. Meskipun hal tesebut dipenuhi, perlu dihindari terjadinya pembagian yang terlampau banyak, baik dalam arah horisontal maupun vertikal. 2.3.3.2 Skala perbandingan Penetapan skala kuantitatif menurut Saaty (1993) untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadapat elemen lain dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 2.2 Skala Perbandingan Intensitas Keterangan Penjelasan Kepentingan 1
Kerdua elemen sama pentingnya
Dua elemen yang mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap tujuan 3
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya
Pengalaman dan penilaiaan sedikit menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya
5
Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya
Pengalaman dan penilaiaan sangat kuat menyokong satu elemen lainnya
7
Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya
Satu elemen yang kuat menyokong satu elemen disbanding elemen lainnya
9
Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
Bukti yang mendukung satu elemen terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
Nilai nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
2,4,6,8
Kebalikan
Jika untuk aktivisa I mendapatkan satu angka dibandingkan dengan aktivitas j maka j mempunyai nilai kebalikannya dibandingkan dengan nilai i
Sumber : Saaty (1993: 85-86)
2.3.3.3 Keputusan Kelompok Masumamah (2003) menyebutkan bahwa untuk mendapatkan satu hasil akhir dari sekian banyak responden yang menjawab, maka dapat diselesaikan dengan ; 1.Konsensus, yaitu dimana si pembuat model dan pemimpin diskusi harus mempunyai kekuatan untuk memaksa pihak pengambil keputusan untk dating
10
disebuah ruangan guna mengisi nilai perbandingan dalam suatu model. 2.Membiarkan hasil pengisian setiap responden secara terpisah, dan menganggap hasil penilaian setiap responden merupakan satu penilaian yang berdiri sendiri. 3. Dengan mencari rata-rata penilaian dari semua responden Asumsi 1 : peran responden sama, maka : a1 + a2 + ......... an = aw ...........................(1) Dimana : ai = Penilaian responden ke-i aw = Penilaian gabungan n = Banyaknya responden Asumsi 2 : peran setiap responden berbeda tergantung bobot tertentu, maka: = Dimana :
...................... (2)
w1 = bobot responden ke-i
Sedangkan untuk AHP, Saaty (1993) telah menjelaskan bahwa AHP dapat dilakukan pada pengambilan keputusan dalam suatu kelompok, hal ini akan memperoleh hasil yang lebih baik karena terdapat adanya saling tukar saran dan ide, serta wawasan. Akan tetapi pertemuan kelompok itu juga dapat menimbulkan masalah apabila terjadi perdebatan. Dalam suatu kelompok yang besar, proses penetapan prioritas lebih mudah ditangani dengan membagi para anggota menjadi subkelompok yang lebih kecil dan terspesialisasi, yang masing masing menangani suatu masalah dengan bidang tertentu dimana anggotanya mempunyai keahlian khusus. Apabila subkelompok ini digabungkan, maka nilai setiap matriks harus diperdebatkan dan diperbaiki. Akan tetapi perdebatan dapat ditiadakan dan pendapat perseorangan diambil melaui kuisioner yang nanti dijabarkan. Nilai akhir yang diperoleh dari rata-rata geometric, yaitu dapat dirumuskan sebagai berikut: , dimana n merupakan jumlah orang yang memberikan penilaian, sedangkan x merupakan nilai skala perbandingan berpasangan setiap orang (saaty : 1993). Atau dapat ditulis dengan : = .................(3)
Dimana :
= Penilaian responden ke-i = Penilaian Gabungan
n = Banyaknya responden Rumus rata-rata geomatriks mempunyai kelebihan yaitu cocok untuk bilangan rasional atau perbandingan yang mampu mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau yang terlalu kecil. 2.3.3.4 Proses Perhitungan AHP a.Matriks Perbandingan Berpasangan Saaty (1993) menjelaskan bahwa elemenelemen pada setiap baris dari matriks persegi merupakan hasil perbandingan berpasangan. Setiap matriks pairwise comparison dicari eigenvectornya untuk mendapat local priority. Skala perbandingan berpasangan didasarkan pada nilai-nilai fundamental AHP dengan pembobotan dari nilai 1 untuk sama penting, sampai dengan 9 untuk sangat penting sekali. Dari susunan matriks perbandingan berpasangan dihasilkan sejumlah prioritas, yang merupakan pengaruh relatif sejumlah elemen pada elemen di dalam tingkat yang ada diatasnya. Dalam subsistem operasi terdapt n elemen operasi yaitu elemen-elemen operasi A1, A2, A3 ...... An, maka hasil perbandingan secara berpasangan elemen operasi tersebut akan membentuk suatu matriks perbandingan (Saaty, 1993). Perbandingan berpasangan dimulai dari tingkat hierarki yang paling tinggi, dimana suatu kriteria digunakan sebagi dasar pembuatan perbandingan. Adapun bentuk matriks perbandingan berpasangan dapat dilihat pada gambar berikut: A1
A2
......
An
A1
A11
A12
......
A1n
A2
A21
A22
......
A2n
......
......
......
......
......
An
An1
......
......
Ann
Matriks Anxn diatas merupakan matriks resiprokal dan diasumsikan terdapat n elemen yaitu W1, W2 ......Wn yang akan dimulai secara perbandingan nilai (judgement) perbandingan secara berpasanga antara (Wi, Wj) dapat dipresentasikan seperti matriks tersebut.
11
................................(4) Dalam hal ini, matriks perbandingan adalah matriks A dengan unsur-unsurnya adalah a dengan i, j = 1, 2, .....,, n. Unsur unsur matriks tersebut diperoleh dengan membandingkan satu elemen operasi terhadap elemen operasi lainnya untuk tingkat hierarki yang sama misalnya a11 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1 dengan elemen operasi sendiri, sehingga dengan sendirinya nilai unsur a11 adalah sama dengan 1. Dengan cara yang sama maka diperoleh semua unsur diagonal matriks perbandingan sama dengan 1. Nilai unsur a12 adalah perbandingan kepentingan elemen operasi A1 terhadap elemen A2. Besarnya nilai a12 adalah 1/ a12 yang menyatakan tingkat intensitas kepentingan elemen operasi A2 terhadap elemen operasi A1. Berikut ini adalah contoh tabel berpasangan. Pembuat keputusan
Kriteria
Kriteria
Kriteria
Kriteria
A
B
C
D
Kriteria A
1
Kriteria B Kriteria C Kriteria D
¼ 1
4 1/4
1
7
8
4
1/7
1
1/8
1 1/5
5 1
b.Perhitungan bobot elemen Perhitungan bobot elemen dilakukan dengan menggunakan suatu matriks. Bila faktor pembobotan elemen-elemen operasi A1, A2,.....An tersebut dinyatakan sebagai vector W dengan = ( W1, W2, ....., Wn ) maka nilai intensitas kepentingan elemen operasi A1 terhadap A2 yaitu W1/W2 yang sama dengan a12, sehingga matriks perbandingan dapat pula dinyatakan sebagai berikut : A1
A2
.....
An
A1
W1/W1
W1/W1
.....
W1/Wn
A2
W2/W1
.....
.....
W2/Wn
.....
.....
.....
.....
.....
An
Wn/W1
Wn/W2
.....
Wn/Wn
Nilai-nilai Wi/Wj dengan i,j = 1, 2,...., n dijajagi dengan partisipan orang-orang yang berkompeten dalam permasalahan yang dianalisis. c.Nilai Eigen dan Vektor Eigen Menurut Ginting (2002), salah satu arti kata eigen dalam bahasa jerman berarti asli (proper). Sehingga nilai eigen dinamakan juga nilai asli (proper value), nilai karakteristik atau juga biasa disebut dengan akar laten. Eigenvector (bobot) diperoleh dengan cara membagi jumlah matriks kolom dengan jumlah kumulatif elemen pada matriks kolom. Nilai Eigenvector merupakan bobot prioritas masing masing elemen atau kriteria yang telah ditetapkan. Defenisi ; Jika A adalah suatu matriks n x n, maka sebuah vektor yang tidak nol x di dalam R dinamakan vector eigen dari A jika Ax adalah kelipatan skalar dari x : yakni Ax = αx untuk suatu skalar α. Perkalian antara matriks pairwise dengan eigenvector akan menghasilkan matriks kolom baru. Eigenvalue merupakan hasil bagi antara jumlah elemen yang bersesuaian dengan matriks kolom baru dengan eigenvector. Eigenvector maksimum adalah rata –rata dari elemen-elemen pada matriks eigenvalue. Perhitungan eigenvector dengan mengalikan elemen-elemen pada tiap baris dan mengalikan dengan akar n, dimana n adalah jumlah elemen. Kemudian dilakukan normalisasi untuk menyatukan jumlah kolom yang diperoleh, dengan membagi setiap nilai dengan total nilai. Pembuat keputusan bisa menentukan tidak hanya urutan rangking prioritas setiap tahap perhitungannya tertapi juga berasaran prioritasnya. Matriks perbandingan preferensi tersebut diolah dengan melakukan perhitungan pada tiap baris tersebut dengan menggunakan rumus : .......... (5) (Saaty, 1993) Perhitungan ini oleh Saaty (1993), dilanjutkan dengan memasukkan nilai Wi pada matriks hasil perhitungan tersebut ke rumus: .................................................... (6)
12
maka matriks yang diperoleh tersebut merupakan eigenvektor yang merupakan bobot kriteria. Nilai eigen terbesar (λmaks) diperoleh dari rumus : .....................................(7) Sehingga secara umum, penentuan prioritas per kriteria pembanding untuk mengetahui tingkat kepentingan dilakukan dengan membandingkan bobot wj terhadap maka dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut: Prioritas per kriteria =
............(8)
Dan untuk menentukan prioritas umum maka hasil dari prioritas perkriteria pada wi dijumlahkan dan dibagi dengan banyaknya data perbandingan. Sehingga diperoleh .....................................(9) Selanjutnya, untuk menentukan vektor eigen (λ) yaitu dengan membagi jumlah bobot wi dengan nilai prioritas umum per pembanding. ...............................(10)
Nilai jumlah maksimum eigen value ditentukan dengan cara membagi jumlah eigen vector ( ) untuk setiap kriteria dengan banyaknya kriteria yaitu: .................................(11) d.Perhitungan Konsistensi Koesoema (2004) menjelaskan bahwa matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan cardinal dan ordinal sebagai berikut: 1. Hubungan cardinal : aij.ajk = aik 2. Hubungan ordinal : Ai > Aj, Aji > Ak maka : Ai > Ak Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut: 1. dengan melihat preferensi multiplikatif 2. dengan melihat preperensi transitif
Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini dapat terjadi karena ketidak konsistenan dalam preferensi seseorang. Contoh konsistensi matriks sebagai berikut: i A
j
k
i
1
4
2
j
1/4
1
1/2
k
1/2
2
1
Matrisks A diatas konsisten karena ; aij.ajk = aik 4. ½ = 2 aik.akj = aij 2.2 =2 ajk.aki = aji ½. ½ = ¼ Dalam teori matriks diketahui bahwa kesalahan kecil pada koefisien akan menyebabkan penyimpangan kecil pula pada eigenvalue. Dengan mengombinasikan apa yang telah diuraikan sebelumnya, jika diagonal utama matriks A bernilai satu dan jika konsisten, maka penyimpangan kecil dari aij akan tetap menunjukkan eigenvalue terbesar, λmaks nilainya akan mendekati nol. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dalam indekns konsistensi yang didapat dari rumus : ........................................(12) Dimana :
(Saaty, 1993)
= eigenvalue maksimum = ukuran matriks Indeks konsistensi (CI), matriks random dengan skala penelitian 1 sampai dengan 9, beserta kebalikannya sebagai indeks random (RI). Berdasarkan perhitungan Saaty dengan 500 sampel, jika judgement numerik diambil secara acak dari skala 1/9, 1/8,.....1,2,.....,9 akan diperoleh rata rata konsistensi untuk matriks dengan ukuran berbeda.
13 Tabel 2.3. Nilai indeks Random Sumber : Saaty (1993 : 96) Ukuran
1,2
3
4
5
6
7
8
9
10
indeks
0,0
0,58
0,9
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefenisikan sebagi rasio konsistensi (CR). Untuk model AHP matriks perbandingan dapat diterima jika nilai rasio konsistensinya tidak lebih dari 0,1 atau sama dengan 0,1. ..................................(13) (Saaty, 1993) BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian Studi Kasus dimana penelitian diawali dengan menemukan dan menetapkan Kriteria-kriteria untuk memilih Alternatif Alat Pancang. Penentuan Kriteria dilakukan dengan melakukan wawancara dengan Project Manager Perusahaan-perusahaan Kontraktor yang bergerak dibidang pemancangan. Kemudian dilakukan seleksi terhadap Alternatif-alternatif yang dapat digunakan pada Proyek Apartemen Gunawangsa dengan melakukan wawancara dengan Project Manager Konsultan pengawas dan Project Manager Kontraktor Pemancangan pada Proyek Apartemen Gunawangsa. Kemudian setelah Kriteria dan Alternatif didapatkan, kemudian dilakukan kuisioner untuk memperbandingkan Alternatif dan Kriteria untuk mendapatkan Kriteria apa yang paling mempengaruhi penentuan Alternatif Alat Pancang dan Alternatif Alat Pancang apa yang paling tepat pada Proyek Apartemen Gunawangsa. Metode yang digunakan untuk melakukan penentuan prioritas Kriteria dan pemilihan Alternatif adalah metode Analytical Hierarkhi Process (AHP). 3.2 Variabel Penelitian Adapun Variabel Penelitian pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1.Kriteria
Kriteria pemilihan Alternatif Alat Pancang pada Tugas Akhir ini merupakan KriteriaKriteria yang didapatkan dari hasil wawancara dengan Project Manager perusahaanperusahaan yang bergerak dibidang pemancangan berdasarkan Kriteria awal yang didapatkan dari studi pustaka. Kriteria-Kriteria pemilihan Alternatif pada Proyek Apartemen Gunawangsa adalah: 1.Kriteria Lingkungan Kriteria ini berkaitan dengan dampak alat terhadap lingkungan sekitarnya, seperti besarnya getaran yang dihasilkan, tingkat kebisingan yang dihasilkan alat dan tingkat polusi udara yang dihasilkan alat. Kriteria ini juga mencakup tentang tingkat kepadatan pemukiman penduduk, dimana lokasi pemancangan akan dilakukan. 2.Kriteria Biaya Kriteria ini berkaitan dengan besarnya biaya dalam penggunaan suatu jenis alat tertentu, mulai dari mobilisasi alat sampai dengan biaya pemancangan tiang pancang. 3.Kriteria Daya Dukung Tiang Kriteria ini berkaitan dengan besarnya daya dukung yang dibutuhkan tiang sehingga dapat digunakan alat yang sesuai untuk mencapai Daya Dukung tersebut. 4.Kriteria Pengoperasian Alat Kriteria ini berkaitan dengan kemudahan dalam mengontrol penggunaan alat, resiko penggunaan alat, kemudahan dalam mobilisasi dan pengoperasian alat, kemudahan alat untuk diperbaiki ketika mengalami masalah teknis, dan kemampuan alat untuk menghadapi medan yang berat. 2.Alternatif Alat Pancang Alternatif Alat Pancang pada Tugas Akhir ini adalah Alternatif yang didapatkan dari hasil seleksi Alternatif-alternatif yang didapat dari studi pustaka, dimana seleksi Alternatif dilakukan dengan melakukan wawancara dengan Pengambil keputusan penentuan jenis Alternatif Alat Pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa, yaitu Project Manager Konsultan Pengawas dan Project Manager Kontraktor Pemancangan pada Proyek Apartemen Gunawangsa. Adapun Alternatif Alat Pancang yang dapat dipilih pada Proyek Apartemen Gunawangsa adalah: 1.Differential acting steam hammer
14
Differential acting steam hammer adalah sebuah modifikasi dari Double acting steam hammer. Yaitu memodifikasi tekanan uap yang digunakan untuk mengangkat dan untuk mempercepat jatuh dan turunnya ram. Ram dioperasikan dengan dua piston yaitu piston kecil dan piston besar. Piston besar beroperasi dalam silinder atas, dan piston kecil beroperasi pada piston bawah, Ram diangkat dengan perbedaaan tekanan gaya gerak pada kedua piston. 2.Hydraulic hammer Hydraulic hammer tidak jauh berbeda dengan Double acting hammer dan differential hammer. Hydraulic hammer beroperasi dengan menggunakan fluida hidrolik, tidak seperti Hammer lain yang menggunakan uap atau kompresor udara yang masih konvensional. 3.Diesel hammer Pemancangan pondasi Diesel hammer adalah pemancangan dengan ram yang bergerak sendiri dengan mesin diesel tanpa diperlukan sumber daya dari luar seperti kompresor dan boiler. 4. Hydraulic pile driving Hydraulic pile driving adalah alat yang menggunakan tekanan statik yang tinggi untuk memancang tiang dalam dengan perlahan dan tanpa mengeluarkan suara. Mekanisme kerja alat ini adalah dengan memindahkan atau menarik tiang pancang, menjepitnya agar tegak, dan memberikan tekanan pada tiang tersebut sampai mencapai tanah keras. 3.3 Cara Pengukuran Variabel Adapun metode yang digunakan dalam memilih alternatif alat pancang pada objek penelitian adalah dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Konsep metode AHP adalah mengubah nilai kualitatif menjadi nilai kuantitatif. Sehingga keputusankeputusan yang diambil bisa lebih objektif. Disamping bersifat multi kriteria, AHP juga didasarkan pada suatu proses yang terstruktur dan logis. Pemilihan atau penyusunan prioritas dilakukan dengan suatu prosedur yang logis dan terstruktur. Kegiatan tersebut dilakukan oleh ahli-ahli yang representatif berkaitan dengan Alternatifalternatif yang akan disusun prioritasnya. Pemilihan Alternatif Alat Pancang dilakukan dengan mengubah presepsi pengambil keputusan kedalam bentuk numerik yaitu dengan cara membuat suatu skala
perbandingan kualitatif. Skala Perbandingan untuk menyelesaikan matriks perbandingan berpasangan pada Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: Penetapan skala kuantitatif menurut Saaty (1993) untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadapat elemen lain: Tabel 3.1 Skala Perbandingan Intensitas Kepentingan 1
Keterangan
Penjelasan
Kerdua elemen sama pentingnya
Dua elemen yang mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tujuan Pengalaman dan penilaiaan sedikit menyokong satu elemen dibanding elemen lainnya Pengalaman dan penilaiaan sangat kuat menyokong satu elemen lainnya
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya
5
Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
7
9
2,4,6,8
Kebalikan
Satu elemen yang kuat menyokong satu elemen disbanding elemen lainnya
Bukti yang mendukung satu elemen terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan Nilai nilai Nilai ini antara dua diberikan bila nilai ada dua pertimbangan kompromi yang diantara dua berdekatan pilihan Jika untuk aktivisa I mendapatkan satu angka dibandingkan dengan aktivitas j maka j mempunyai nilai kebalikannya dibandingkan dengan nilai i
Sumber : Saaty (1993: 85-86)
15
3.4 Pengumpulan data 1.Wawancara Adapun bentuk wawancara yang dilakukan pada Tugas Akhir ini adalah: a.Wawancara untuk menentukan Kriteriakriteria yang mempengaruhi pemilihan jenis Alternatif Alat Pancang. Wawancara dilakukan kepada responden yaitu Project Manager perusahaan-perusahaan yang bergerak dibidang pemancangan. b.Wawancara untuk menentukan Alternatifalternatif yang digunakan pada proyek Apartemen Gunwangsa.Wawancara dilakukan kepada responden yaitu pihak pengambil keputusan Alternatif alat pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa yaitu Project Manager Konsultan Pengawas Proyek Apartemen Gunawangsa dan Project Manager Kontraktor Pemancangan Proyek Apartemen Gunawangsa. 2.Kuisioner Adapun kuisioner yang dilakukan adalah: a.Kuisioner untuk penentuan prioritas Kriteria pada Apartemen Gunawangsa. Responden pada kuesioner ini adalah Pihak pengambil keputusan Alternatif alat pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa, yaitu Project Manager Konsultan Pengawas Proyek Apartemen Gunawangsa dan Project Manager Kontraktor Pemancangan Proyek Apartemen Gunawangsa. b.Kuisioner untuk penentuan Alternatif yang paling tepat pada Apartemen Gunawangsa. Responden pada kuisioner ini adalah Pihak pengambil keputusan Alternatif Alat Pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa, yaitu Project Manager Konsultan Pengawas dan Project Manager Kontraktor Pemancangan Proyek Apartemen Gunawangsa 3.Studi Pustaka Studi pustaka merupakan metode yang digunakan untuk mencari teori-teori, konsepkonsep, generalisasi-generalisi yang dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang dilakukan. 3.5. Populasi, Sampel dan Teknik pengambilan sampel Populasi merupakan objek atau subjek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian (Riduwan, 2004).
Populasi dalam penelitian ini adalah: 1.Untuk penetapan kriteria dalam pemilihan Alternatif Alat Pancang, maka populasi yang terlibat adalah enam Project Manager Perusahaan kontraktor pancang di Surabaya. 2.Untuk penentuan Alternatif yang digunakan pada Proyek Apartemen Gunawangasa, maka populasi yang terlibat adalah Project Manager Konsultan Pengawas Apartement Gunawangsa dan Project Manager Kontraktor Pemancangan Proyek Apartemen Gunawangsa. 3.Untuk penentuan jenis Alternatif yang paling tepat pada proyek Pembangunan Apartemen Gunawangsa, maka populasi yang terlibat adalah pihak pengambil keputusan penentuan Alternatif pada Apartemen Gunawangsa yaitu Project Manager Konsultan Pengawas, dan Project Manager Kontraktor Pancang pada Apartemen Gunawangsa. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel pertimbangan (purposive sampling), yaitu suatu teknik penentuan sampel jika peneliti mempunyai pertimbanganpertimbangan tertentu didalam pengambilan sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu (Riduawan, 2004), dimana pada Tugas Akhir ini ditentukan oleh Project Manager Konsultan Pengawas, dan Project Manager Kontraktor Pancang pada Apartemen Gunawangsa. 3.6. Analisa Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Dimana langkah langkahnya adalah sebagai berikut 1.Menyusun struktur hirarki masalah Alat utama dari model Analitycal hierarchy process (AHP) adalah hierarkhi dari masalah yang diselesaikan. Pada Tugas Akhir ini akan disusun kedalam 3 level hierarki yaitu level 0 adalah tujuan, level 1 merupakan kriteria dan level 2 merupakan Alternatif. 2.Membuat matriks perbandingan berpasangan 3.Menghitung bobot/prioritas dari masing-masing variabel Langkah-langkahnya: a.Membuat perbandingan berpasangan dari masing-masing kriteria b.Hasil penilaian responden kemudian
16
dirata-rata menggunaka geometric mean/rata-rata geometri. Hal ini hanya dilakukan karena AHP memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan. c.Hasil dari setiap perbandingan berpasangan ditampilkan dalam sebuah matrik perbandingan berpasangan (pairwise comparison). d.Bagi masing-masing elemen pada kolom tertentu dengan nilai jumlah kolom tersebut e.Hasil tersebut kemudian dinormalisasi untuk mendapatkan vector eigen matriks dengan merata-ratakan jumlah baris. f.Menghitung Rasio konsistensi dengan langkah sebagai berikut: a.Kalikan nilai matriks perbandingan awal dengan bobot b.Kalikan jumlah baris dengan bobot c.Menghitung λmaks dengan menjumlahkan hasil perkalian dibagi dengan n. d.Menghitung Indeks konsistensi Dalam persoalan pengambilan keputusan, penting untuk mengetahui konsistensi dari sebuah persepsi. Adapun indikator dari konsistensi dapat diukur melalui CI yang dirumuskan : CI = (λmaks – n) / (n – 1) ...... (III.3) Dengan CI = indeks konsistensi Λmaks = eigenvalue maksimum n = orde matriks e.Menghitung Rasio Konsistensi AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi yang dirumuskan : CR = CI / RI ………. (III.4) 4.Menghitung bobot/prioritas masing-masing variabel.
dari
5.Setelah mengetahui bobot dari masingmasing variabel. Nilai keseluruhan dari masing-masing variabel yaitu jumlah keseluruhan dari perkalian bobot . 3.6.1 Tahapan Penyelesaian Tugas Akhir Tugas Akhir ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.Menentukan latar belakang permasalahan dalam penyelesaian Tugas Akhir. 2.Merumuskan permasalahan Tugas Akhir 3.Melakukan studi literatur. Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan Kriteria-kriteria yang mempengaruhi pemilihan Alternatif menurut studi kepustakaan dan untuk mendapatkan Alternatif-alternatif yang ada menurut studi kepustakaaan. 4.Mengumpulkan data-data yang digunakan untuk menetapkan kriteria pemilihan dan Alternatif yang digunakan . Dimana data-data tersebut adalah berupa hasil data hasil wawancara dengan project Manager pada Perusahaan-perusahaan kontraktor Pemancangan di Surabaya yaitu untuk menentukan kriteria, dan data berupa hasil wawancara dengan Project Manager Konsultan Pengawas dan Project Manager Kontraktor Pemancangan pada Proyek Apartemen Gunawangsa untuk menentukan Alternatif yang dapat digunakan pada Proyek Apartemen Gunawangsa. 5.Melakukan analisa data hasil wawancara. 6.Menetapkan kriteria-kriteria dan Alternatif-alternatif yang digunakan pada pemilihan Alternatif Alat Pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa 7.Membuat model hierarki antar atribut. 8.Pembuatan kuisioner untuk penetapan bobot/prioritas kepentingan dari kriteria dan alternatif. 9.Penyebaran kuisioner. 10.Melakukan Perhitungan analisis hierarki. 11.Membuat kajian hasil perhitungan.
17
Bagan alir Tugas Akhir ini secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut: Latar Belakang
Perumusan masalah
Studi Literatur
Pengumpulan data 1.Wawancara untuk penentuan Kriteria-kriteria unruk pemilihan Alternatif. 2. Wawancara untuk penentuan Alternatif-alternatif yang dapat digunakan pada Proyek Apartemen Gunawangsa
Analisa Data
Penetapan Kriteria dan Alternatif yang digunakan
Pembuatan Model Hierarki
Kuisioner penetapan bobot /prioritas kepentingan dari masing masing kriteria dan Alternatif
Perhitungan Proses Analisa Hierarki
Kesimpulan
Gambar 3.1 Bagan Alir Tugas Akhir
BAB IV PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Data Proyek 4.1.1 Data Umum Proyek Data proyek pembangunan Apartemen Gunawangsa Owner : PT.Guna wangsa Investindo Kontraktor Pemancangan : PT. Teno Indonesia Kontraktor Utama : PT. Waskita Karya Konsultan Pengawas : CV. Manajemen Konstruksi Utama Data Teknis bangunan Jumlah Lantai Tinggi bangunan
: 25 Lantai : 3 meter
4.1.2 Identifikasi Faktor Pengambil Keputusan Identifikasi Pengambil keputusan Pemilihan Alternatif Alat Pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa didapat dengan melakukan wawancara dengan Project Coordinator Owner, karena hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan proyek ini adalah sepenuhnya merupakan tanggung jawab Project Coordinator Owner. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, maka pihak Pengambil keputusan dalam penentuan Alternatif Alat Pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa adalah Project Manager Konsultan Pengawas dan Project Manager Kontraktor Pemancangan pada Proyek Apartemen Gunawangsa dimana keduanya mempunyai bobot yang sama dalam menentukan jenis Alternatif. Masing-masing pengambil keputusan tersebut mempunyai nilai bobot yang sama yaitu 50% dalam menentukan Pemilihan Alternatif pada Proyek Apartemen Gunawangsa. 4.2. Deskripsi Lokasi Proyek Proyek Apartemen Gunawangsa merupakan proyek konstruksi yang berada dilokasi yang padat pemukiman penduduk dan instansi-instansi pemerintahan, adapun lokasi pembangunan Proyek Apartemen Gunawangsa adalah sebagai berikut disebelah Timur Proyek adalah perumahan PT. Perusahaan Listrik Nasional (PLN), sebelah barat merupakan Perpustakaan Propinsi, Sebelah Utara merupakan pemukiman warga Menur Pumpungan, dan sebelah Selatan merupakan perumahan Tompolika.
18
4.3 Identifikasi Kriteria Pemilihan Alternatif Alat Pancang Identifikasi faktor ini dilakukan dengan metode wawancara. Dari hasil wawancara yang dilakukan kepada Project Manager enam Kontraktor Pemancangan yang ada di Surabaya, maka didapatkan Kriteria-Kriteria yang mempengaruhi pemilihan Alternatif Alat Pancang yaitu sebagai berikut: 1. Kriteria Lingkungan Kriteria ini berkaitan dengan dampak alat terhadap lingkungan sekitarnya, seperti besarnya getaran yang dihasilkan, tingkat kebisingan yang dihasilkan alat dan tingkat polusi udara yang dihasilkan alat. Kriteria ini juga mencakup tentang tingkat kepadatan pemukiman penduduk, dimana lokasi pemancangan akan dilakukan. 2. Kriteria Biaya Kriteria ini berkaitan dengan besarnya biaya dalam penggunaan suatu jenis alat tertentu, mulai dari mobilisasi alat sampai dengan biaya pemancangan tiang pancang. 3. Kriteria Daya Dukung Tiang Kriteria ini berkaitan dengan besarnya daya dukung yang dibutuhkan tiang sehingga dapat digunakan alat yang sesuai untuk mencapai daya dukung tersebut. 4. Kriteria Pengoperasian Alat Kriteria ini berkaitan dengan kemudahan dalam mengontrol penggunaan alat, resiko penggunaan alat, kemudahan dalam mobilisasi dan pengoperasian alat, kemudahan alat untuk diperbaiki ketika mengalami masalah teknis, dan kemampuan alat untuk menghadapi medan yang berat. 4.4. Identifikasi Alternatif Alat Pancang Identifikasi faktor ini dilakukan dengan metode Wawancara terhadap pihak-pihak yang mempunyai kewenangan dalam menentukan Alternatif Alat Pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa, yaitu Project Manager Konsultan Pengawas dan Project Manager Kontraktor Pemancangan pada Proyek Apartemen Gunawangsa. Dari Hasil Wawancara yang dilakukan maka Alternatif Alat Pancang yang memungkinkan digunakan pada Proyek Apartemen Gunawangsa adalah sebagai berikut: 1.Differential acting steam hammer Differential acting steam hammer adalah sebuah modifikasi dari Double acting steam hammer. Yaitu memodifikasi tekanan uap
yang digunakan untuk mengangkat dan untuk mempercepat jatuh dan turunnya ram. Ram dioperasikan dengan dua piston yaitu piston kecil dan piston besar. Piston besar beroperasi dalam silinder atas, dan piston kecil beroperasi pada piston bawah, Ram diangkat dengan perbedaaan tekanan gaya gerak pada kedua piston. 2.Hydraulic hammer Hydraulic hammer tidak jauh berbeda dengan Double acting hammer dan Differential hammer. Hydraulic hammer beroperasi dengan menggunakan fluida hidrolik, tidak seperti hammer lain yang menggunakan uap atau kompresor udara yang masih konvensional. 3.Diesel hammer Pemancangan pondasi Diesel hammer adalah pemancangan dengan ram yang bergerak sendiri dengan mesin diesel tanpa diperlukan sumber daya dari luar seperti kompresor dan boiler. 4.Hydraulic pile driving Hydraulic pile driving adalah alat yang menggunakan tekanan statik yang tinggi untuk memancang tiang dalam dengan perlahan dan tanpa mengeluarkan suara. Mekanisme kerja alat ini adalah dengan memindahkan atau menarik tiang pancang, menjepitnya agar tegak, dan memberikan tekanan pada tiang tersebut sampai mencapai tanah keras. 4.5. Struktur Hierarki Struktur hierarki pada Tugas Akhir ini dibuat berdasarkan hasil identifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi Pemilihan Alternatif Alat Pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa. Berikut ini adalah model hierarki keputusan pada Tugas Akhir ini: Alternatif yang Digunakan
Level 0
Level 1
Level 2
Faktor Lingkung an
Faktor Biaya
Faktor Pengopera sian Alat
Faktor Daya Dukung Tiang
Differentia l acting steam hammer
Hydraulic hammer
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
19 Gambar 4.1. Skema Hierarki Penentuan Alternatif Alat Pancang Pada Proyek Apartemen Gunawangsa.
Skema Hierarki diatas menunjukkan bahwa pada level 0 menunjukkan tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan Alternatif Alat Pancang pada proyek Apartemen Gunawangsa. Kemudian pada level merupakan kriteria-kriteria yang 1 mempengaruhi pemilihan Alternatif dimana kriteria ini didapat dari hasil wawancara dengan enam perusahaan yang bergerak dalam bidang pemancangan. Pada level 2 merupakan alternatif-alternatif yang dapat digunakan pada Proyek Apartemen Gunawangsa yang didapat melalui wawancara dengan pihak pengambil keputusan pada penentuan Alternatif Alat Pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa yaitu Project Manager Konsultan Pengawas pada Proyek Apartemen Gunawangsa dan Project Manager Kontraktor Pemancangan pada Proyek Apartemen Gunawangsa. 4.6 Kuisioner 4.6.1 Responden Kuisioner Responden kuisioner disini adalah pihakpihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada pemilihan Alternatif alat Pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa antara lain: 1. Pada penentuan Kriteria, respondennya adalah Project Manager Enam Kontraktor Pemancangan di Surabaya. 2. Pada Penentuan Alternatif, respondennya adalah Project Manager Kontraktor Pemancangan pada Proyek Apartemen Gunawangsa dan Project Manager Konsultan Pengawas pada Proyek Apartemen Gunawangsa. 3. Pada Penentuan Prioritas Kriteria dan Penentuan Alternatif yang terbaik pada Proyek Apartemen Gunawangsa, respondennya adalah Project Manager Kontraktor Pemancangan dan Project Manager Konsultan Pengawas pada Proyek Apartemen Gunawangsa. 4.6.2. Pengisian Kuisioner Pertanyaan yang ditanyakan pada kuisioner ini terdiri dari: 1. Pertanyaan pendahuluan untuk mengetahui Kriteria-Kriteria yang mempengaruhi pemilihan Alternatif Alat Pancang dimana dapat dilihat pada lampiran 1. 2. Pertanyaan pendahuluan untuk mengetahui Alternatif-Alternatif alat pancang
memungkinkan dipilih untuk digunakan pada Proyek Apartemen Gunawangsa dapat dilihat pada lampiran 2. 3. Kuisioner Perbandingan Berpasangan untuk mengetahui penilaiaan responden terhadap prioritas Kriteria dan untuk memilih Alternatif Alat Pancang Terbaik pada Proyek Apartemen Gunawangsa dapat dilihat pada lampiran 3. 4.6.3. Penyebaran Kuisioner Penyebaran Kuisioner pada penyelesaian Tugas Akhir ini dilakukan sebanyak dua kali. 4.7 Penentuan Nilai Skala Perbandingan pada Matriks Penilaian Perbandingan Berpasangan. Nilai skala perbandingan yang ada pada Tugas Akhir ini antara lain yaitu: 1. Nilai Skala Perbandingan Faktor Kriteria Nilai ini adalah nilai skala perbandingan yang dipilih oleh Project Manager Kontraktor Pemancangan dan Project Manager Konsultan Pengawas pada Proyek Apartemen Gunawangsa berdasarkan pada Kuisioner Perbandingan Berpasangan Pada Penentuan Prioritas Kriteria yang dapat dilihat pada Lampiran 3. 2. Nilai Skala Perbandingan Faktor Alternatif Alat Pancang Nilai ini adalah nilai skala perbandingan yang dipilih oleh Project Manager Kontraktor Pemancangan dan Project Manager Konsultan Pengawas pada Proyek Apartemen Gunawangsa untuk menentukan Alternatif yang terbaik berdasarkan kriteria yang ada. Skala Perbandingan Faktor Alternatif Alat Pancang dapat dilihat pada Kuisioner Perbandingan Berpasangan Pada Penentuan Alternatif yang dapat dilihat pada Lampiran 3. 4.8 Perhitungan AHP Proses perhitungan yang dilakukan pada Tugas Akhir ini antara lain yaitu: 4.8.1 Perhitungan Bobot Elemen atau Prioritas Faktor Kriteria dan Uji Konsistensinya. A. Perhitungan Bobot Elemen dan Prioritas Faktor Kriteria dan Uji Konsistensinya Berdasarkan Penilaian Project Manager Konsultan Pengawas.
20
Berdasarkan hasil pertanyaan 1 pada kuisioner (lampiran 3), maka nilai-nilai yang dipilih oleh Project Manager Konsultan Pengawas dapat diolah menjadi matriks perbandingan berpasangan sebagai berikut: Tabel 4.1 Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria Pemilihan Alternatif Alat Pancang Berdasarkan Penilaian Konsultan Pengawas Kriteria Konsultan Pengawas
Faktor Daya Dukung Tiang
Faktor Lingkungan
Faktor Biaya
Faktor Pengoperasian Alat
1
1
5
7
1
1
7
9
Faktor Biaya
1/5
1/7
1
3
Faktor Pengoperasian Alat
1/7
1/9
1/3
1
Faktor Daya Dukung Tiang Faktor Lingkungan
Sedangkan untuk memperoleh bobot Prioritas Kriteria, perhitungan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.Menjumlahkan nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan. Tabel 4.2 Jumlah Nilai Skala Perbandingan Faktor Daya Dukung Tiang
Faktor Lingkungan
Faktor Biaya
Faktor Pengoperasian Alat
1
1
5
7
1
1
7
9
Faktor Biaya
1/5
1/7
1
3
Faktor Pengoperasian Alat
1/7
1/9
1/3
1
Jumlah
2.3
2.3
13.3
20.0
Faktor Daya Dukung Tiang Faktor Lingkungan
berdasarkan
penilaian
Kriteria Konsultan Pengawas Faktor Daya Dukung Tiang Faktor Lingkungan Faktor Biaya Faktor Pengoperasi an Alat
Bobot
Faktor Daya Dukung Tiang
Faktor Lingkung an
Faktor Biaya
Faktor Pengoperasian Alat
Jumlah
0.4268
0.4437
0.375 0
0.3500
1.5955
0.3988
0.4268
0.4437
0.4500
1.8455
0.4613
0.0854
0.0634
0.1500
0.3737
0.0934
0.0610
0.0493
0.0500
0.1853
0.0463
0.525 0 0.075 0 0.025 0
(W1)
1
Uji konsistensi Perhitungan uji konsistensi matriks nilai perbandingan berpasangan Penentuan Prioitas Faktor Kriteria. Perhitungan ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ini : 1.Mengalikan bobot yang diperoleh dengan nilai-nilai perbandingan berpasangan yang diperoleh. 2.Menjumlahkan hasil kali dari langkah ke-1 tersebut pada setiap elemen pembanding. Tabel 4.4 Jumlah Bobot Kriteria
Kriteria Konsultan Pengawas
Tabel 4.3 Bobot Kriteria Konsultan Pengawas
2.Normalisasi Hal ini dilakukan dengan membagi setiap nilai perbandingan berpasangan dengan total nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan yang dilakukan pada langkah ke- 1. 3.Menjumlahkan Hasil normalisasi setiap elemen pembanding sehingga diperoleh jumlah bobot tiap elemen pembanding. 4.Membagi jumlah bobot tiap elemen pembanding dengan banyaknya elemen pembanding. 5.Mengecek nilai bobot yang diperoleh dengan menjumlahkan nilai bobot yang diperoleh, dimana hasil yang didapat harus sama atau mendekati angka 1.
Faktor Daya Dukung Tiang
Faktor Lingkungan
Faktor Biaya
Faktor Pengoperasian Alat
0.3989
0.4614
0.0934
0.0463
0.3989
0.4614
0.4672
0.3242
1.6517
0.3989
0.4614
0.6541
0.4169
1.9312
Faktor Biaya
0.0798
0.0659
0.0934
0.1390
0.3781
Faktor Pengoperasian Alat
0.0570
0.0513
0.0311
0.0463
0.1857
Konsultan Pengawas
Faktor Daya Dukung Tiang Faktor Lingkungan
3. Membagi jumlah bobot dengan bobot (Wi) sehingga diperoleh eigenvector Tabel 4.5 Eigenvector Jumlah Bobot
Bobot
Eigenvector
1.6517
0.3989
4.1408
1.9312
0.4614
4.1857
0.3781
0.0934
4.0463
0.1857
0.0463
4.0094 16.3823
4. Menghitung eigenvalue (λmaks) Hal ini dilakukan dengan membagi eigenvector dengan banyaknya elemen pembanding.
Jumlah
21
maks
16.3823 4
= 4. 1
5. Menghitung indeks konsistensi (CI) CI
CI
maks n n 1 4.1 4 = 0.032 4 1
Faktor Daya Dukung Tiang Faktor Lingkungan
Maka dari perhitungan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penilaiaan yang diberikan oleh responden konsisten, yaitu nilai rasio konsistensi (CR) lebih kecil dari 0,1 B. Perhitungan Bobot Elemen dan Prioritas Faktor Kriteria dan Uji Konsistensinya Berdasarkan Penilaian Project Manager Kontraktor Pemancangan. Berdasarkan hasil pertanyaan 1 pada kuisioner (lampiran 3), maka nilai-nilai yang dipilih oleh Project Manager Kontraktor Pemancangan dapat diolah menjadi matriks perbandingan berpasangan sebagai berikut: Tabel 4.6. Matriks Perbandingan Berpasangan Kriteria Pemilihan Alternatif Alat Pancang Berdasarkan Penilaian Kontraktor Pemancangan Kriteria Faktor Daya Dukung Tiang
Faktor Lingkungan
Faktor Biaya
Faktor Pengoperasi an Alat
1
2
7
9
½
1
5
7
Faktor Biaya
1/7
1/5
1
3
Faktor Pengoperasian Alat
1/9
1/7
1/3
1
Faktor Daya Dukung Tiang Faktor Lingkungan
Kriteria Kontraktor Pemancangan
6. Menghitung nilai rasio konsistensi (CR) CI CR 0.1 RI Untuk banyaknya pembanding = 4 maka nilai RI = 0.9 (Tabel 2.3) 0.032 CR 0.032......................OK 0.9
Kontraktor Pemancangan
Tabel 4.7 Jumlah Nilai Skala Perbandingan
Sedangkan untuk memperoleh bobot Prioritas Kriteria, perhitungan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.Menjumlahkan nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan.
Faktor Daya Dukung Tiang
Faktor Lingkungan
Faktor Biaya
Faktor Pengoperasian Alat
1
2
7
9
1/2
1
5
7
Faktor Biaya
1/7
1/5
1
3
Faktor Pengoperasian Alat
1/9
1/7
1/3
1
Jumlah
1.8
3.3
13.3
20.0
2. Normalisasi Hal ini dilakukan dengan membagi setiap nilai perbandingan berpasangan dengan total nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan yang dilakukan pada langkah ke- 1 3.Menjumlahkan hasil normalisasi setiap elemen pembanding sehingga diperoleh jumlah bobot tiap elemen pembanding. 4.Membagi jumlah bobot tiap elemen pembanding dengan banyaknya elemen pembanding. 5.Mengecek nilai bobot yang diperoleh dengan menjumlahkan nilai bobot yang diperoleh, dimana hasil yang didapat harus sama atau mendekati angka 1. Tabel 4.8 Bobot Kriteria Kontraktor Pemancangan
berdasarkan
penilaian
Kriteria Kontraktor Pemancangan Faktor Daya Dukung Tiang Faktor Lingkungan Faktor Biaya Faktor Pengoperasia n Alat
Faktor Daya Dukung Tiang
Faktor Lingkun gan
0.5701
Bobot
Faktor Biaya
Faktor Pengoper asian Alat
Jumlah
0.5983
0.5250
0.4500
2.1434
0.53585
0.2851
0.2991
0.3750
0.3500
1.3092
0.3273
0.0814
0.0598
0.0750
0.1500
0.3663
0.0915
0.0633
0.0427
0.0250
0.0500
0.1811
0.0452
(W1)
1
Uji konsistensi Perhitungan uji konsistensi matriks nilai perbandingan berpasangan Penentuan Prioritas Faktor Kriteria. Perhitungan ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ini : 1.Mengalikan bobot yang diperoleh dengan nilai-nilai perbandingan berpasangan yang diperoleh. 2.Menjumlahkan hasil kali dari langkah ke-1 tersebut pada setiap elemen pembanding.
22
A. Perhitungan Bobot Elemen atau Prioritas Faktor Alternatif berdasarkan penilaiaan Project Manager Konsultan Pengawas.
Tabel 4.9 Jumlah Bobot Kriteria Faktor Daya Dukun g Tiang
Faktor Lingkunga n
Faktor Biaya
Faktor Pengoperasia n Alat
0.5358
0.3273
0.091 5
0.0452
0.5359
0.6546
0.641 0
0.4074
2.2389
0.2679
0.3273
0.3169
1.3700
Faktor Biaya
0.0766
0.0655
0.1358
0.3694
Faktor Pengoperasia n Alat
0.0598 5
0.0468
0.0453
0.1821
Kontraktor Pemancangan
Faktor Daya Dukung Tiang Faktor Lingkungan
0.457 8 0.091 6 0.030 5
Jumlah
3. Membagi jumlah bobot dengan bobot (Wi) sehingga diperoleh eigenvector Tabel 4.10 Eigenvector Jumlah Bobot
Bobot
Eigenvector
2.2389
0.5358
4.1781
1.3700
0.3273
4.1856
0.3694
0.0915
4.0340
0.1821
0.4527
4. Menghitung eigenvalue (λmaks) Hal ini dilakukan dengan membagi eigenvector dengan banyaknya elemen pembanding. 16.42 4
= 4.105
5. Menghitung indeks konsistensi (CI) CI
CI
Berdasarkan hasil pertanyaan 2 pada kuisioner (lampiran 3) untuk penentuan bobot Alternatif menurut kriteria Daya Dukung, maka nilai-nilai yang dipilih oleh Project Manager Konsultan Pengawas dapat diolah menjadi matriks perbandingan berpasangan sebagai berikut: Tabel 4.11 Matriks Perbandingan Berpasangan Alternatif Alat Pancang Berdasarkan Kriteria Daya Dukung Menurut Penilaian Project Manager Konsultan Pengawas Kriteria Daya Dukung Tiang
4.0222 16.4200
maks
1. Penentuan Bobot Elemen dan Prioritas Faktor Alternatif Berdasarkan Kriteria Daya Dukung Tiang.
maks n n 1 4.105 4 = 0.035 4 1
6. Menghitung nilai rasio konsistensi (CR) CI CR 0.1 RI Untuk banyaknya pembanding = 4 maka nilai RI = 0.9 (Tabel 2.3) 0.035 CR 0.0389......................OK 0.9 Maka dari perhitungan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penilaiaan yang diberikan oleh responden konsisten, yaitu nilai rasio konsistensi (CR) lebih kecil dari 0,1 4.8.2. Perhitungan Bobot Elemen atau Prioritas Faktor Alternatif Untuk masing-masing Kriteria
Differential acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving
Differen tial acting steam hammer
Hydraulic hammer
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
1
2
5
7
½
1
5
7
1/5
1/7
1
4
1/7
1/7
1/4
1
Sedangkan untuk memperoleh bobot prioritas kriteria, perhitungan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.Menjumlahkan nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan. Tabel 4.12 Jumlah Nilai Skala Perbandingan Daya Dukung Tiang Differential acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving Jumlah
Kriteria Differential acting steam hammer
Hydraulic hammer
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
1
2
5
7
½
1
5
7
1/5
1/5
1
3
1/7
1/7
¼
1
1.8
3.3
11.3
19.0
2. Normalisasi Hal ini dilakukan dengan membagi setiap nilai perbandingan berpasangan dengan total nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan yang dilakukan pada langkah ke- 1
23
3.Menjumlahkan hasil normalisasi setiap elemen pembanding sehingga diperoleh jumlah bobot tiap elemen pembanding. 4.Membagi jumlah bobot tiap elemen pembanding dengan banyaknya elemen pembanding. 5.Mengecek nilai bobot yang diperoleh dengan menjumlahkan nilai bobot yang diperoleh, dimana hasil yang didapat harus sama atau mendekati angka 1. Tabel 4.13 Bobot Alternatif berdasarkan Kriteria Daya Dukung menurut penilaian Project Manager Konsultan Pengawas Kriteria
Bobot
Differ ential acting steam hamm er
Hydraul ic hammer
Diesel hamm er
Hydraul ic pile driving
Jumlah
Differenti al acting steam hammer
0.542 6
0.5983
0.444 4
0.3684
1.9538
0.4884
Hydraulic hammer
0.271 3
0.2991
0.444 4
0.3684
1.3833
0.3458
Diesel hammer Hydraulic pile driving
0.108 5
0.0598
0.088 9
0.2105
0.4678
0.1169
0.0.07 75
0.0427
0.022 2
0.0526
0.1951
0.0487
Daya Dukung Tiang
1
Tabel 4.14 Jumlah Bobot
Differential acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving
Kriteria Differential acting steam hammer
Hydraulic hammer
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
0.4884
0.3458
0.1169
0.0487
0.4884
0.6917
0.5847
0.3414
0.2442
0.3458
0.5847
0.3414
0.0977
0.0692
0.1169
0.1915
0.0698
0.0494
0.0292
0.0488
Jumlah Bobot
Bobot
Eigenvector
2.1063
0.4884
4.3121
1.5162
0.3458
4.3842
0.4789
0.1169
4.0952
0.1972
0.0487
Jumlah
2.1063 1.5162 0.4789 0.1972
3.Membagi jumlah bobot dengan bobot (Wi) sehingga diperoleh eigenvector
4.0427 16.8344
4.Menghitung eigenvalue (λmaks) Hal ini dilakukan dengan membagi eigenvector dengan banyaknya elemen pembanding. maks
16.8344 4
= 4. 2
5. Menghitung indeks konsistensi (CI)
(W1)
Uji konsistensi Perhitungan uji konsistensi matriks nilai perbandingan berpasangan penentuan prioritas Faktor Kriteria. Perhitungan ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ini : 1.Mengalikan bobot yang diperoleh dengan nilai-nilai perbandingan berpasangan yang diperoleh. 2.Menjumlahkan hasil kali dari langkah ke-1 tersebut pada setiap elemen pembanding.
Daya Dukung Tiang
Tabel 4.15 Eigenvector
CI
CI
maks n n 1 4.2 4 = 0.07 4 1
6. Menghitung nilai rasio konsistensi (CR) CI CR 0.1 RI Untuk banyaknya pembanding = 4 maka nilai RI = 0.9 (Tabel 2.2) 0.07 CR 0.0773......................OK 0.9 Maka dari perhitungan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penilaiaan yang diberikan oleh responden konsisten, yaitu nilai rasio konsistensi (CR) lebih kecil dari 0,1 2.Penentuan Bobot Elemen dan Prioritas Faktor Alternatif Berdasarkan Kriteria Lingkungan. Berdasarkan hasil pertanyaan 2 pada kuisioner (lampiran 3) untuk penentuan bobot Alternatif menurut kriteria Lingkungan, maka nilai-nilai yang dipilih oleh Project Manager Konsultan Pengawas dapat diolah menjadi matriks perbandingan berpasangan sebagai berikut: Tabel 4.16 Matriks Perbandingan Berpasangan Alternatif Alat Pancang Berdasarkan Kriteria Lingkungan Menurut Penilaian Project Manager Konsultan Pengawas Kriteria Lingkungan
Differential acting steam hammer Hydraulic hammer
Differenti al acting steam hammer
Hydraulic hammer
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
1
1/5
2
1/7
5
1
5
1/3
24
Diesel hammer
½
1/5
7
Hydraulic pile driving
3
1
1/9
9
1
Sedangkan untuk memperoleh bobot Prioritas Kriteria, perhitungan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.Menjumlahkan nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan. Tabel 4.17 Jumlah Nilai Skala Perbandingan Kriteria Lingkungan
Jumlah
Tabel 4.19 Jumlah Bobot
Differential acting steam hammer
Hydraulic hammer
1
1/5
2
1/7
5
1
5
1/3
½
1/5
1
1/9
7
3
9
1
13.5
4.4
17.0
1.6
Differential acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
Kriteria Lingkungan
Differential acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving
2. Normalisasi Hal ini dilakukan dengan membagi setiap nilai perbandingan berpasangan dengan total nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan yang dilakukan pada langkah ke- 1 3.Menjumlahkan hasil normalisasi setiap elemen pembanding sehingga diperoleh jumlah bobot tiap elemen pembanding. 4.Membagi jumlah bobot tiap elemen pembanding dengan banyaknya elemen pembanding. 5.Mengecek nilai bobot yang diperoleh dengan menjumlahkan nilai bobot yang diperoleh, dimana hasil yang didapat harus sama atau mendekati angka 1. Tabel 4.18 Bobot Alternatif berdasarkan Kriteria Lingkungan menurut penilaian Project Manager Konsultan Pengawas Kriteria Lingkun gan
Different ial acting steam hammer Hydrauli c hammer Diesel hammer Hydrauli c pile driving
Uji konsistensi Perhitungan uji konsistensi matriks nilai perbandingan berpasangan Penentuan Prioritas Faktor Kriteria. Perhitungan ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ini : 1.Mengalikan bobot yang diperoleh dengan nilai-nilai perbandingan berpasangan yang diperoleh. 2.Menjumlahkan hasil kali dari langkah ke-1 tersebut pada setiap elemen pembanding.
Differential acting steam hammer
Hydraulic hammer
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
0.0817
0.2754
0.0528
0.5899
0.0818
0.0551
0.1057
0.0843
0.4090
0.2754
0.2641
0.1966
0.0409
0.0551
0.0528
0.0655
0.5726
0.8263
0.4755
0.5899
Jumlah Bobot
Bobot
Eigenvector
0.3268
0.0817
3.9956
1.1452
0.2754
4.1577
0.2144
0.0528
4.0576
2.4643
0.5899
Jumlah
0.0741
0.0455
0.1176
0.0900
0.3272
0.0818
0.3704
0.2273
0.2941
0.2100
1.1018
0.2754
0.0370
0.0455
0.0588
0.0700
0.2113
0.0528
0.5185
0.6818
0.5294
0.6300
2.3597
0.5899 1
0.4643
4.1771
4. Menghitung eigenvalue (λmaks) Hal ini dilakukan dengan membagi eigenvector dengan banyaknya elemen pembanding. maks
16.3881 = 4. 1 4
5. Menghitung indeks konsistensi (CI)
CI
Hydraul ic pile driving
0.2144
16.3881
(W1)
Diesel hammer
1.1452
Tabel 4.20 Eigenvector
CI
Hydraul ic hammer
0.3268
3.Membagi jumlah bobot dengan bobot (Wi) sehingga diperoleh eigenvector
Bobot
Differen tial acting steam hammer
Jumlah
maks n n 1 4.1 4 = 0.032 4 1
6. Menghitung nilai rasio konsistensi (CR) CI CR 0.1 RI Untuk banyaknya pembanding = 4 maka nilai RI = 0.9 (Tabel 2.3) 0.032 CR 0.0359......................OK 0.9
25
Maka dari perhitungan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penilaiaan yang diberikan oleh responden konsisten, yaitu nilai rasio konsistensi (CR) lebih kecil dari 0,1 3.Penentuan Bobot Elemen dan Prioritas Faktor Alternatif Berdasarkan Kriteria Biaya. Berdasarkan hasil pertanyaan 2 pada kuisioner (lampiran 3) untuk penentuan bobot Alternatif menurut kriteria Biaya, maka nilainilai yang dipilih oleh Project Manager Konsultan Pengawas dapat diolah menjadi matriks perbandingan berpasangan sebagai berikut: Tabel 4.21 Matriks Perbandingan Berpasangan Alternatif Alat Pancang Berdasarkan Kriteria Biaya menurut penilaian Project Manager Konsultan Pengawas Kriteria Biaya
Differential acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving
Hydraulic hammer
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
1
3
3
7
1/3
1
2
7
1/3
1/2
1
7
1/7
1/7
1/7
1
Tabel 4.22 Jumlah Nilai Skala Perbandingan Kriteria
Differential acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving Jumlah
Tabel 4.23 Bobot Alternatif berdasarkan Kriteria Biaya menurut penilaian Project Manager Konsultan Pengawas Kriteria Biaya
Differential acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving
Bobot
Differen tial acting steam hammer
Hydraul ic hammer
Diesel hammer
Hydraul ic pile driving
Jumlah
0.5526
0.6462
0.4884
0.3182
2.0053
0.5013
0.1842
0.2154
0.3256
0.3182
1.0434
0.2608
0.1842
0.1077
0.1628
0.3182
0.7729
0.1932
0.0789
0.0308
0.0233
0.0455
0.1784
0.0446
(W1)
1
Differenti al acting steam hammer
Sedangkan untuk memperoleh bobot Prioritas Kriteria, perhitungan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.Menjumlahkan nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan.
Biaya
3.Menjumlahkan hasil normalisasi setiap elemen pembanding sehingga diperoleh jumlah bobot tiap elemen pembanding. 4.Membagi jumlah bobot tiap elemen pembanding dengan banyaknya elemen pembanding. 5.Mengecek nilai bobot yang diperoleh dengan menjumlahkan nilai bobot yang diperoleh, dimana hasil yang didapat harus sama atau mendekati angka 1.
Differential acting steam hammer
Hydraulic hammer
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
1
3
3
7
1/3
1
2
7
1/3
1/2
1
7
1/7
1/7
1/7
1
1.8
4.6
6.1
22.0
2. Normalisasi Hal ini dilakukan dengan membagi setiap nilai perbandingan berpasangan dengan total nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan yang dilakukan pada langkah ke- 1
Uji konsistensi Perhitungan uji konsistensi matriks nilai perbandingan berpasangan penentuan prioritas Faktor Kriteria. Perhitungan ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ini : 1.Mengalikan bobot yang diperoleh dengan nilai-nilai perbandingan berpasangan yang diperoleh. 2.Menjumlahkan hasil kali dari langkah ke-1 tersebut pada setiap elemen pembanding. Tabel 4.24 Jumlah Bobot
Kriteria Biaya
Differential acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving
Differential acting steam hammer
Hydraulic hammer
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
0.5013
0.2608
0.1932
0.0446
0.5013
0.7825
0.5797
0.3122
2.1758
0.1671
0.2608
0.3864
0.3122
1.1266
0.1671
0.1304
0.1932
0.3122
0.8030
0.0716
0.0373
0.0276
0.0446
0.1811
Jumlah
3.Membagi jumlah bobot dengan bobot (Wi) sehingga diperoleh eigenvector Tabel 4.25 Eigenvector Jumlah Bobot
Bobot
Eigenvector
2.1758
0.5013
4.3399
1.1266
0.2608
4.3192
0.8030
0.1932
4.1558
0.1811
0.0446
4.0597 16.8748
26
4.Menghitung eigenvalue (λmaks) Hal ini dilakukan dengan membagi eigenvector dengan banyaknya elemen pembanding. maks
16.8748 4
= 4. 2
CI
maks n n 1 4.2 4 = 0.073 4 1
Maka dari perhitungan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penilaiaan yang diberikan oleh responden konsisten, yaitu nilai rasio konsistensi (CR) lebih kecil dari 0,1 4.Penentuan Bobot Elemen dan Prioritas Faktor Alternatif Berdasarkan Kriteria Faktor Pengoperasian Alat. Berdasarkan hasil pertanyaan 2 pada kuisioner (lampiran 3) untuk penentuan bobot Alternatif menurut Faktor Pengoperasian Alat, maka nilai-nilai yang dipilih oleh Project Manager Konsultan Pengawas dapat diolah menjadi matriks perbandingan berpasangan sebagai berikut: Tabel 4.26 Matriks Perbandingan Berpasangan Alternatif Alat Pancang Berdasarkan Kriteria Pengoperasian Alat menurut penilaian Project Manager Konsultan Pengawas Kriteria Differential acting steam hammer
Hydraulic hammer
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
1
1/3
1/5
1/3
3
1
1/2
1/3
Diesel hammer
5
2
1
3
Hydraulic pile driving
3
3
1/3
1
Differential acting steam hammer Hydraulic hammer
Kriteria Differential acting steam hammer
Hydraulic hammer
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
1
1/3
1/5
1/3
Differential acting steam hammer Hydraulic hammer
6. Menghitung nilai rasio konsistensi (CR) CI CR 0.1 RI Untuk banyaknya pembanding = 4 maka nilai RI = 0.9 (Tabel 2.3) 0.032 CR 0.081......................OK 0.9
Faktor Pengoperasian Alat
Tabel 4.27 Jumlah Nilai Skala Perbandingan Faktor Pengoperasian Alat
5. Menghitung indeks konsistensi (CI) CI
1.Menjumlahkan nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan.
Sedangkan untuk memperoleh bobot Prioritas Kriteria, perhitungan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
3
1
1/2
1/3
Diesel hammer
5
2
1
3
Hydraulic pile driving
3
3
1/3
1
Jumlah
12.0
6.3
2.0
4.7
2. Normalisasi Hal ini dilakukan dengan membagi setiap nilai perbandingan berpasangan dengan total nilai perbandingan berpasangan untuk setiap pihak pengambil keputusan yang dilakukan pada langkah ke- 1 3.Menjumlahkan hasil normalisasi setiap elemen pembanding sehingga diperoleh jumlah bobot tiap elemen pembanding. 4.Membagi jumlah bobot tiap elemen pembanding dengan banyaknya elemen pembanding. 5.Mengecek nilai bobot yang diperoleh dengan menjumlahkan nilai bobot yang diperoleh, dimana hasil yang didapat harus sama atau mendekati angka 1. Tabel 4.28 Bobot Alternatif berdasarkan Kriteria Pengoperasian Alat menurut penilaian Project Manager Konsultan Pengawas Faktor Pengoperasian Alat Differential acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving
Kriteria
Bobot
Differenti al acting steam hammer
Hydraulic hammer
Diesel hammer
Hydraul ic pile driving
Jumlah
0.0833
0.0526
0.0984
0.0714
0.3058
0.0764
0.2500
0.1579
0.2459
0.0714
0.7252
0.1813
0.4167
0.3158
0.4918
0.6429
1.8671
0.4667
0.2500
0.4737
0.1639
0.2143
1.1019
0.2754
(W1)
1
Uji konsistensi Perhitungan uji konsistensi matriks nilai perbandingan berpasangan penentuan prioritas Faktor Kriteria. Perhitungan ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut ini : 1.Mengalikan bobot yang diperoleh dengan nilai-nilai perbandingan berpasangan yang diperoleh. 2.Menjumlahkan hasil kali dari langkah ke-1 tersebut pada setiap elemen pembanding.
27
Tabel 4.29 Jumlah Bobot Kriteria Faktor Pengoperasian Alat
Differential acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving
Differential acting steam hammer
Hydraulic hammer
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
0.0764
0.1813
0.4667
0.2754
0.0764
0.0604
0.0934
0.0918
0.2293
0.1813
0.2334
0.0918
0.3822
0.3626
0.4668
0.8264
0.2293
0.5439
0.1556
0.2755
Jumlah
0.3221 0.7358 2.0380 1.2043
3.Membagi jumlah bobot dengan bobot (Wi) sehingga diperoleh eigenvector Tabel 4.30 Eigenvector Jumlah Bobot
Bobot
Eigenvector
0.3221
0.0764
4.2132
0.7358
0.1813
4.0585
2.0380
0.4667
4.3661
1.2043
0.2754
4.3717
1.Penentuan Bobot Elemen dan Prioritas Faktor Alternatif Berdasarkan Kriteria Daya Dukung Tiang. Berdasarkan Perhitungan Bobot Elemen Faktor Alternatif Berdasarkan Kriteria Daya Dukung Tiang (Lampiran 3) maka didapatkan bobot masing-masing Alternatif berdasarkan Penilaiaan Kontraktor Pemancangan seperti pada Tabel 4.33 berikut. Tabel 4.31 Bobot Alternatif berdasarkan Kriteria Daya Dukung menurut penilaian Project Manager Kontraktor Pemancangan. Daya Dukung Tiang Differential acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving
Kriteria Differenti al acting steam hammer
Hydraulic hammer
0.0769
Bobot
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
Jumlah
0.0714
0.4000
0.0926
0.2809
0.0702
0.1538
0.1429
0.2400
0.1296
0.6663
0.1665
0.2308
0.0714
0.1200
0.1296
0.5518
0.1379
0.5385
0.7143
0.6000
0.6481
2.5009
0.6252
17.0096
4. Menghitung eigenvalue (λmaks) Hal ini dilakukan dengan membagi eigenvector dengan banyaknya elemen pembanding. maks
17.0096 4
= 4.3
5. Menghitung indeks konsistensi (CI) CI
CI
maks n n 1 4.1 4 = 0.08 4 1
6. Menghitung nilai rasio konsistensi (CR) CI CR 0.1 RI Untuk banyaknya pembanding = 4 maka nilai RI = 0.9 (Tabel 2.3) 0.08 CR 0.0935......................OK 0.9 Maka dari perhitungan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa penilaiaan yang diberikan oleh responden konsisten, yaitu nilai rasio konsistensi (CR) lebih kecil dari 0,1 B. Perhitungan Bobot Elemen atau Prioritas Faktor Alternatif berdasarkan penilaiaan Project Manager Kontraktor Pemancangan.
(W1)
1
2.Penentuan Bobot Elemen dan Prioritas Faktor Alternatif Berdasarkan Kriteria Lingkungan. Berdasarkan Perhitungan Bobot Elemen Faktor Alternatif Berdasarkan Kriteria Lingkungan (Lampiran 3) maka didapatkan bobot masing-masing Alternatif berdasarkan Penilaiaan Kontraktor Pemancangan seperti pada Tabel 4.33 berikut. Tabel 4.32 Bobot Alternatif berdasarkan Kriteria Lingkungan menurut penilaian Project Manager Kontraktor Pemancangan Kriteria Lingkungan
Differential acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving
Bobot
Differenti al acting steam hammer
Hydraulic hammer
Diesel hammer
Hydraulic pile driving
Jumlah
0.0750
0.0455
0.1875
0.0882
0.3962
0.0990
0.3750
0.2273
0.3125
0.2059
1.1207
0.2801
0.0250
0.0455
0.0625
0.0882
0.2212
0.0553
0.5250
0.6818
0.4375
0.6176
2.2620
0.5654
(W1)
1
3.Penentuan Bobot Elemen dan Prioritas Faktor Alternatif Berdasarkan Kriteria Biaya. Berdasarkan Perhitungan Bobot Elemen Faktor Alternatif Berdasarkan Kriteria Biaya (Lampiran 3) maka didapatkan bobot masingmasing Alternatif berdasarkan Penilaiaan Kontraktor Pemancangan seperti pada Tabel 4.33 berikut.
28 Tabel 4.33 Bobot Alternatif berdasarkan Kriteria Biaya menurut penilaian Project Manager Kontraktor Pemancangan Kriteria Biaya
Differentia l acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving
Differen tial acting steam hammer
Hydraul ic hammer
Diesel hammer
0.5000
0.6462
0.1667
Bobot Hydraul ic pile driving
Jumlah
0.3889
0.2857
1.8208
0.4551
0.2154
0.3889
0.3333
1.1043
0.2500
0.1077
0.1944
0.3333
0.0833
0.0308
0.0278
0.0476
Kontraktor Pemancangan(a)
Faktor Daya Dukung Tiang Faktor Lingkungan
Konsultan Pengawas(b)
Nilai Bobot Kriteria Kontraktor Konsultan Pemancangan* Pengawas** [0.5] [0.5]
Jumlah Bobot Kriteria ***
0.3989
0.2679
0.1994
0.4674
0.3273
0.4614
0.1637
0.2307
0.3943
Faktor Biaya
0.0916
0.0934
0.0458
0.0467
0.0925
0.0453
0.0463
0.0226
0.0232
0.0458
0.2760
Faktor Pengoperasian Alat
0.8855
0.2213
Keterangan :
0.1895
0.0473
4.Penentuan Bobot Elemen dan Prioritas Faktor Alternatif Berdasarkan Kriteria Faktor Pengoperasian Alat. Berdasarkan Perhitungan Bobot Elemen Faktor Alternatif Berdasarkan Kriteria Pengoperasian Alat (Lampiran 3) maka didapatkan bobot masing-masing Alternatif berdasarkan Penilaiaan Kontraktor Pemancangan seperti pada Tabel 4.33 berikut. Tabel 4.34 Bobot Alternatif berdasarkan Kriteria Pengoperasian Alat menurut penilaian Project Manager Kontraktor Pemancangan Kriteria
Differenti al acting steam hammer Hydraulic hammer Diesel hammer Hydraulic pile driving
Hasil Perhitungan
Kriteria
0.5359
(W1)
1
Faktor Pengoper asian Alat
Tabel 4.35 Bobot masing-masing Kriteria Pemilihan Alternatif Alat Pancang
Bobot
Differen tial acting steam hammer
Hydraul ic hammer
Diesel hammer
Hydraul ic pile driving
Jumlah
0.1364
0.0735
0.1786
0.2143
0.6028
0.1506
0.4091
0.2206
0.1786
0.3571
1.1654
0.2913
0.4091
0.6618
0.5357
0.3571
1.9637
0.4909
0.0455
0.0441
0.1071
0.0714
0.2681
0.0670
(W1)
1
4.8.3 Perhitungan Nilai Total Bobot Kriteria dan Alternatif Alat Pancang A.Nilai Bobot Kriteria Pemilihan Alternatif Alat Pancang Bobot masing-masing Kriteria dapat diperoleh dengan mengalikan nilai yang diperoleh pada bobot kriteria oeh masingmasing pengambil keputusan pada Subbab 4.8.1 dengan bobot pengambil keputusan yaitu 0.5 sehingga diperoleh bobot akhir seperti pada tabel berikut
1.0000
1. Kolom * diperoleh dari perhitungan (a) dikalikan dengan bobot Kontraktor Pemancangan yaitu sebesar 0.5, nilai ini didapat karena Kontraktor Pemancangan dan Konsultan Pengawas Mempunyai bobot yang sama yaitu setengah dalam memilih Alternatif alat Pancang . 2. Kolom ** diperoleh dari perhitungan (b) dikalikan dengan bobot Konsultan Pengawas yaitu karena Kontraktor Pemancangan dan Konsultan Pengawas Mempunyai bobot yang sama yaitu setengah dalam memilih Alternatif alat Pancang. 3. Kolom *** diperoleh dari penjumlahan * dan **
B.Nilai Bobot Alternatif Alat Pancang 1.Nilai Bobot Alternatif berdasarkan penilaian Project Manager Konsultan Pengawas Nilai Bobot pada masing-masing Alternatif Alat Pancang berdasarkan penilaian Project Manager Konsultan Pengawas diperoleh dengan mengalikan bobot kriteria pemilihan Alternatif Alat Pancang pada Subbab 4.8.1 dengan bobot pengambil Keputusan yaitu sebesar 0.5 dikalikan dengan bobot Alternatif Alat pancang berdasarkan penilaian Project Manager Konsultan Pengawas pada subbab 4.8.2 sehingga diperoleh bobot akhir seperti pada tabel berikut: Tabel 4.36 Perhitungan Nilai Total Bobot Alternatif Alat Pancang
berdasarkan
penilaiian
Project
Manager Konsultan Pengawas
Kriteria Faktor Daya Dukung Tiang(0.3989) Faktor Lingkungan(0.4614) Faktor Biaya(0.09344) Faktor Pengoperasian Alat(0.0463)
Alternatif
Alternatif
Differential Acting Steam Hammer
Hydraulic Hammer
Diesel Hammer
Hydraulic Pile Driving
Differential Acting Steam Hammer
Hydraulic Hammer
Diesel Hammer
Hydraulic Pile Driving
0.4884
0.3458
0.1169
0.0488
0.0974
0.0690
0.0233
0.0097
0.0818
0.2754
0.0528
0.5899
0.0189
0.0635
0.0122
0.1361
0.5013
0.2608
0.1932
0.0446
0.0234
0.0122
0.0090
0.0021
0.0764
0.1813
0.4668
0.2755
0.0018
0.0042
0.0108
0.0064
0.1415
0.1489
0.0553
0.1543
29
2.Nilai Bobot Alternatif berdasarkan penilaian Project Manager Kontraktor Pemancangan Nilai Bobot pada masing-masing Alternatif Alat Pancang berdasarkan penilaian Project Manager Kontraktor Pemancangan diperoleh dengan mengalikan bobot kriteria pemilihan Alternatif Alat Pancang pada Subbab 4.8.1 dengan bobot pengambil Keputusan yaitu sebesar 0.5 dikalikan dengan bobot Alternatif Alat pancang berdasarkan penilaian Project Manager Kontraktor Pemancangan pada subbab 4.8.2 sehingga diperoleh bobot akhir seperti pada tabel berikut:
Dari Tabel 4.51 maka dapat diketahui Prioritas Kriteria dari yang tertinggi sampai terendah adalah sebagai berikut : Faktor Daya Dukung Tiang, Faktor Lingkungan, Faktor Biaya, dan yang paling rendah adalah Faktor Pengoperasian Alat. Dimana nilai urutan prosentase sebagai berikut : Daya Dukung Tiang (46,74 %), Faktor Lingkungan (39,43%) ,Faktor Biaya (9.25%), dan yang paling rendah adalah Faktor Pengoperasian Alat (4.58%). Sehingga dapat digambarkan diagram lingkaran sebagai berikut:
dengan
Tabel 4.37 Perhitungan Nilai Total Bobot Alternatif Alat Pancang berdasarkan penilaiian Project Manager Kontraktor Pemancangan KONTRAKTOR PEMANCANGAN Kriteria Faktor Daya Dukung Tiang(0.5359) Faktor Lingkungan (0.3273) Faktor Biaya(0.09157) Faktor Pengoperasian Alat(0.0453)
Hasil Perhitungan Sub Bab 4.8.2
Nilai Bobot Total
Alternatif
Differential Acting Steam Hammer
Hydraulic Hammer
Diesel Hammer
0.0702
0.1666
0.0990
0.2802
0.4552 0.1507
Alternatif
Hydraulic Pile Driving
Differential Acting Steam Hammer
Hydraulic Hammer
Diesel Hammer
Hydraulic Pile Driving
0.1380
0.6252
0.0188
0.0446
0.0370
0.1675
0.0553
0.5655
0.0162
0.0458
0.0090
0.0925
0.2761
0.2214
0.0474
0.0208
0.0126
0.0101
0.0022
0.2913
0.4909
0.0670
0.0034
0.0066
0.0111
0.0015
0.0593
0.1097
0.0673
0.2637
3. Nilai bobot akhir masing-masing Alternatif Nilai bobot akhir masing-masing Alternatif diperoleh dengan menjumlahkan total nilai bobot Alternatif menurut Project Manager Konsultan pengawas dan Project Manager Kontraktor Pemancangan. Sehingga diperoleh hasil seperti pada tabel berikut : Tabel 4.38 Perhitungan Nilai Total Bobot Alternatif Alat Pancang ALTERNATIF PENGAMBIL KEPUTUSAN
Differential Acting Steam Hammer
Hydraulic Hammer
Diesel Hammer
Hydraulic Pile Driving
0.1415
0.1489
0.0553
0.1543
Kontraktor Pemancangan**
0.0593
0.1097
0.0673
0.2637
JUMLAH
0.2008
0.2586
0.1226
0.4180
Konsultan Pengawas*
Gambar 4.2 Diagram Lingkaran Bobot Prioritas Kriteria Pemilihan Alternatif Alat Pancang
4.9.2 Nilai Prioritas Alternatif Alat Pancang Dari Tabel 4.54 dapat diketahui Prioritas Alternatif Alat Pancang dari urutan tertinggi sampai yang terendah adalah sebagai berikut: Hydraulic Pile Driving, Hydraulic Hammer, Differential Acting Steam Hammer, dan yang paling rendah adalah Diesel Hammer dengan nilai urutan prosentase sebagai berikut: Hydraulic Pile Driving (41.8%), Hydraulic Hammer (25.86%), Differential Acting Steam Hammer (20,08%) dan yang paling rendah adalah Diesel Hammer(12,26%). Sehingga dapat digambarkan dengan diagram lingkaran sebagai berikut:
Keterangan : * Diperoleh dari tabel 4.52 ** Diperoleh dari tabel 4.53
4.9 Evaluasi Hasil Perhitungan 4.9.1 Nilai Prioritas Kriteria Alternatif Alat Pancang
Pemilihan
Gambar
4.3
Diagram Lingkaran Bobot Prioritas Alternatif Alat Pancang Pada Proyek Apartemen Gunawangsa
12/27/2011 12:42:33 AM
30
Page 1 of 1
Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Alternatif Alat Pancang > Konsultan Pengawas (L: .500)
45.7% Hydraulic Pile Driving
66.4% Lingkungan
4.9.3 Hasil Analisa2.8% Perhitungan Pengoperasian Alat Berdasarkan Analisa yang telah dilakukan 25.1% Daya Dukung Tiang maka didapatkan kesimpulan bahwa Alternatif Alat Pancang yang paling sesuai pada Proyek Pembangunan Apartemen Gunawangsa Adalah Hydraulic Pile Driving dengan bobot Presentase sebesar 41,8 % yang hal ini sesuai 0 .1 dilapangan. .2 .3 .4 .5 .6 .7 dengan kenyataannya 5.7% Biaya
25.9% Hydraulic Hammer 17.4% Diffrential Acting Hammer 11.0% Diesel Hammer
.8
.9
1
0
.1
.2
.3
.4
.5
Gambar 4.5 Nilai Bobot akibat penambahan bobot terhadap bobot Kriteria lingkungan Objectives Names sebesar 20%
.6
4.10 Analisa Sensitivitas Analisa sensitivitas untuk Lingkungandilakukan Lingkungan mengetahui perubahan pemilihan Biaya nilai bobot Biaya Kemudian Analisa sensitivitas dilakukan pada masing-masing Alternatif apabila terjadi Alat dengan melakukan Pengurangan bobot pada Pengoperasia Pengoperasian perubahan bobotDaya pada Dukung masing-masing Daya kriteria Dukung Tiang kriteria lingkungan sebesar 20%, seperti pada yang mempengaruhi pemilihannya. gambarNames 4.6 berikut. Hal ini bertujuan untuk Alternatives 12/27/2011 12:38:12 AM untuk mengetahui bobot Alternatif apabila Hydraulic Pi masing-masing Hydraulic Pile Driving 1.Analisa Sensivitas Terhadap terjadi pengurangan nilai for bobot lingkungan Dynamic Sensitivity nodes below: Goal: Alte Hydraulic Ha Hydraulic Hammer Kriteria Konsultan Pengawas (L: .500 sebesar 20%. Diffrential terhadap Diffrential Acting Hammer Analisa Sensitivitas kriteria Hamme Diesel Hammer dilakukan untuk Diesel mengetahui perubahan nilai 26.6% Lingkungan 34.1% Hydraulic Pile 12.5% Biaya 27.0% Hydraulic Ha bobot pada masing-masing Alternatif apabila 6.2% Pengoperasian Alat 25.9% Diffrential Ac terjadi perubahan pada nilai bobot kriteria. 54.7% Daya Dukung Tiang
a. Sensitivitas Terhadap Kriteria Lingkungan 12/27/2011 12:42:33 AM Analisa sensitivitas dilakukan dengan Dynamic Sensitivity nodes below: Goal: Alternatif melakukan penambahan bobotfor pada kriteria Konsultan Pengawas (L: .500) lingkungan sebesar 20%, seperti pada gambar 4.4 berikut.
13.0% Diesel Hamm
Page 1 of 1
Alat Pancang >
66.4% Lingkungan
45.7% Hydraulic Pile 0 .1 .2 Driving .3 .4
5.7% Biaya
jimmy_criptoy 25.9% Hydraulic Hammer
.5
.6
.7
.8
.9
1
0
2.8% Pengoperasian Alat
Gambar 4.6 Pengurangan bobot 20% terhadap bobot kriteria Lingkungan 17.4% Diffrential Acting Hammer Objectives
25.1% Daya Dukung Tiang
11.0% Diesel Hammer
.1
Names
Lingkungan Lingkungan Sehingga dari pengurangan
bobot sebesar 1 of 1 Biaya Biaya 20% terhadap bobot lingkungan Page didapatkan Pengoperasia Pengoperasian Alat > Alternatif, yang Alat ditunjukkan pada Dynamic Sensitivity for nodes bobot below: Goal: Alternatif Pancang Konsultan Pengawas (L: .500) gambar 4.7 sebagai berikut: Daya Dukung Daya Dukung Tiang
12/27/2011 12:38:12 AM
26.6% Lingkungan
0
.1
.2
.3
.4 .5Biaya.6 12.5%
.8
.9
1
0
.1
.2 Hydraulic .3 Hammer.4 27.0%
Hydraulic Pi
Gambar 4.4 Penambahan bobot 20% terhadap bobot 6.2% Pengoperasian Alat kriteria Lingkungan 54.7% Daya Dukung Tiang
Sehingga dari penambahan bobot sebesar Lingkungan Lingkungan 20%Biaya terhadap bobot Biaya lingkungan didapatkan bobot Alternatif, yang ditunjukkanAlat pada Pengoperasia Pengoperasian gambar 4.5 sebagai berikut: Daya Dukung Daya Dukung Tiang .1
.2
.3
.4
.5
.6
.7
.5
.6
Hydraulic Pile Driving
25.9% Diffrential Acting Hammer
Hydraulic Ha
Hydraulic Hammer
Diffrential
Diffrential Acting Hammer
Diesel Hamme
Diesel Hammer
13.0% Diesel Hammer
Objectives Names
0
Alternatives Names
34.1% Hydraulic Pile Driving
.7
.8
.9
1
0
.1
.2
.3
.4
.5
.6
Alternatives Names Gambar 4.7 Nilai Bobot akibat pengurangan Hydraulic Pi
Objectives Names
Hydraulic Pile Driving
Hydraulic Ha
Lingkungan Lingkungan Hydraulic Hammer
Diffrential
Biaya BiayaHammer Diffrential Acting
bobot terhadap Bobot Kriteria lingkungan sebesar 20%
b. Sensitivitas Terhadap Kriteria Biaya Analisa sensitivitas dilakukan dengan Pengoperasian Alat Diesel Hamme Pengoperasia Diesel Hammer jimmy_criptoy Daya Dukung Daya Dukung Tiangmelakukan penambahan bobot pada kriteria Alternatives Names Hydraulic Pi
Hydraulic Pile Driving
Hydraulic Ha
Hydraulic Hammer
Diffrential
Diffrential Acting Hammer
Diesel Hamme
Diesel Hammer
.2
12/27/2011 12:12:58 AM
31
Page 1 of 1
12/29/2011 1:50:34 PM below: Goal: Alternatif Alat Pancang > Dynamic Sensitivity for nodes
Page 1 of 1
Konsultan Pengawas (L: .500) Biaya sebesar 20%, seperti pada gambar 4.8 maka didapatkan bobot alternatif seperti yang Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Alternatif Alat Pancang > Konsultan Pengawaspada (L: .500) berikut. ditunjukkan gambar 4.11 berikut. 40.9% Lingkungan
38.3% Hydraulic Pile Driving
20.0% Biaya
26.2% Hydraulic Hammer 34.7% Hydraulic Pile Driving
33.2% Lingkungan
4.0% Pengoperasian Alat35.2% Biaya
23.0% Diffrential Acting Hammer 25.7% Hydraulic Hammer
3.2% Pengoperasian Alat 35.1% Daya Dukung Tiang
26.0% Diffrential Acting Hammer 12.5% Diesel Hammer
28.5% Daya Dukung Tiang
0
.1
.2
.3
.4
0
.5
.1
.6
.7
.2
.3
.8
.4
13.6% Diesel Hammer
.9
1
.5
.6
0
Gambar 4.8 Penambahan bobot 20% terhadap bobot kriteria Biaya Objectives
.7
.1
.8
.2
.9
1
.3
0
.1
.4
.5
.2
.6
.3
.4
.5
Gambar 4.11 Nilai bobot Alternatif apabila Kriteria Biaya diprioritaskan Names Objectives Names
.6
1 of 1 Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan Sehingga dari penambahan bobotPage sebesar c. Sensitivitas Terhadap Kriteria Daya Dukung Biaya Biaya Biaya Biaya terhadap Biaya didapatkan bobot tivity for nodes20% below: Goal:bobot Alternatif Alat Pancang > Tiang 12/27/2011 12:15:16 AM KonsultanAlternatif, Pengawas (L: ditunjukkan .500) Pengoperasia Pengoperasian Alat Pengoperasia Pengoperasian Alat yang pada gambar 4.9 Analisa sensitivitas dilakukan dengan DayaDukung Dukung Tiang Daya Dukung Tiang sebagai berikut: Daya Dukung Daya Dynamic Sensitivity for pada nodes below: Goal: Altern melakukan penambahan bobot kriteria 38.3% Hydraulic Pile Driving Konsultan Pengawas (L: .500 Alternatives Names Daya Dukung Tiang sebesar 20%, seperti pada Alternatives Names 26.2% Hydraulic Hammer gambar 4.12 berikut. Hydraulic Pi Hydraulic Pile Driving
M
at
23.0% Diffrential Acting Hammer
Hydraulic Pi
.5
Hydraulic Pile Driving
31.3% Lingkungan
35.5% Hydraulic Pile
Hydraulic Ha
Hydraulic Hammer
6.1% Biaya
27.4% Hydraulic Ham
Diffrential
Diffrential Acting Hammer
3.0% Pengoperasian Alat
25.2% Diffrential Actin
Diesel Hamme
Diesel Hammer
59.5% Daya Dukung Tiang
11.9% Diesel Hammer
ang
Hydraulic Ha
12.5% Diesel Hammer
.6
.7
.8
.9
1
0
Hydraulic Hammer
Diffrential
Diffrential Acting Hammer
Diesel Hamme
.1
.2
.3
.4
Diesel Hammer
.5
.6
Gambar 4.9 Nilai Bobot akibat penambahan Objectives Namesbobot sebesar 20% terhadap Bobot kriteria Biaya 0
ingkungan
.1
.2
.3
.4
.5
.6
.7
.8
.9
1
0
.1
Gambar 4.12 Penambahan bobot 20% terhadap Analisa Sensitivitas juga dilakukan dengan iaya bobot kriteria Daya Dukung Tiang menambah bobot biaya hingga melebihi bobot jimmy_criptoy Objectives Names engoperasian Alat kriteria yang lain seperti12:15:16 yang AM ditunjukkan 12/27/2011 Page 1 of 1 aya Dukung Tiang jimmy_criptoy Sehingga dari penambahan Lingkungan Lingkunganbobot sebesar pada gambar 4.10 berikut, Analisa sensitivitas 20% Biaya terhadap bobotBiaya Daya Dukung Tiang Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Alternatif Alat Pancang > Alternatives Names untuk ini bertujuan mengetahui bagaimana Konsultan Pengawas (L: .500) 12/29/2011 1:50:34 PM Pageyang 1 of 1ditunjukkan didapatkan bobot Alternatif, pilihan Alternatif apabila Kriteria Biaya Pengoperasia Pengoperasian Alat Hydraulic Pile Driving pada gambar 4.13 sebagai berikut: Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Alternatif Alat Pancang > menjadi Prioritas utama dalam pemilihan Daya Dukung Daya Dukung Tiang Hydraulic Hammer 31.3% Lingkungan 35.5% Hydraulic Pile Driving Konsultan Pengawas (L: .500) Alternatif.
Diffrential Acting Hammer
Diesel Hammer
6.1% Biaya
27.4% Hydraulic Hammer
3.0% Pengoperasian Alat 33.2% Lingkungan 59.5% Daya Dukung Tiang
35.2% Biaya
0
11.9% DieselPi Hammer Hydraulic 25.7% HydraulicHydraulic Hammer
3.2% Pengoperasian Alat
26.0% DiffrentialHydraulic Acting Hammer Ha
28.5% Daya Dukung Tiang
13.6% Diesel Hammer
0
.1
.2
.3
.1
.4
.2
.5
.3
.6
.4
.7
.5
.8
.6
.9
Gambar 4.10 Kriteria Biaya sebagai prioritas
jimmy_criptoy
Lingkungan
Alternatives Names
25.2% Diffrential Acting Hammer 34.7% Hydraulic Pile Driving
.7
1
.8
0
.9
1
Pile Driving
Hydraulic Hammer
Diffrential
Diffrential Acting Hammer
Diesel Hamme
Diesel Hammer
0
.1
.2
.3
.4
.5
.6
Gambar 4.13 Nilai Bobot akibat penambahan bobot terhadap Daya Dukung Tiang .1 .2 Names .3 .4 .5 .6 Objectives sebesar 20%
Lingkungan Objectives Names
Kemudian Analisa sensitivitas dilakukan Sehingga dengan penambahan Biaya Biaya bobot dengan melakukan Pengurangan bobot pada Lingkungan Lingkungan hingga kriteria biaya menjadi prioritas utama Pengoperasia Pengoperasian Alat kriteria Daya Dukung Tiang sebesar 20%, Biaya Biaya Daya Dukung Daya Dukung Tiang Pengoperasia Pengoperasian Alat Alternatives Names Daya Dukung Daya Dukung Tiang Hydraulic Pi
Hydraulic Pile Driving Alternatives Names
Hydraulic Ha Hydraulic Hammer Hydraulic Pi Hydraulic Pile Driving
jimmy_criptoy
.2
32 12/27/2011 12:19:12 AM
Page 1 of 1
Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Alternatif Alat Pancang >
12/31/2011 PM of 1 Konsultandidapatkan Pengawas (L: .500) seperti pada3:05:31 gambar 4.14 berikut, untuk bobot Alternatif, Page yang1 ditunjukkan mengetahui bobot Alternatiffor apabila terjadi pada Alternatif gambar 4.17 Alat sebagai berikut: > Dynamic Sensitivity nodes below: Goal: Pancang 36.8% Lingkungan 39.6% Hydraulic Pile Driving Konsultan Pengawas (L: .500) pengurangan nilai bobot Daya Dukung Tiang 7.2% Biaya 25.0% Hydraulic Hammer sebesar 20%. 24.5% Pengoperasian Alat 19.2% Diffrential Acting Hammer 62.5% Lingkungan
17.9% Diffrential Acting Hammer
31.5% Daya Dukung Tiang
16.3% Diesel Hammer
12.2% Biaya
25.5% Hydraulic Hammer
6.0% Pengoperasian Alat
12.1% Diesel Hammer
19.3% Daya Dukung Tiang
44.5% Hydraulic Pile Driving
0
.1
.2
.3
.4
.5
.6
.7
.8
.9
1
0
.1
.2
.3
.4
.5
.6
Gambar 4.17 Nilai Bobot akibat penambahan bobot terhadap Pengoperasian Objectives Names Alat sebesar 20% 0
.1
.2
.4 .5 .6 .7 Lingkungan
.3
Biaya Pengurangan
.8 .9 1 0 Lingkungan
.1
.2
.3
.4
.5
.6
20%Biaya terhadap
Gambar 4.14 bobot bobot kriteria Daya Dukung Tiang Objectives Names Pengoperasia Pengoperasian Alat
Analisa Sensitivitas juga dilakukan dengan menambah bobot Faktor Pengoperasian Alat Daya Dukung Daya Dukung Tiang hingga melebihi bobot kriteria yang lain Lingkungan Lingkungan Sehingga dari pengurangan bobot sebesar Alternatives Names seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.18 Biaya Biaya 20% terhadap bobot Daya Dukung Tiang Page 1 of 1 berikut, Analisa sensitivitas ini bertujuan Pengoperasia Pengoperasian Alat Hydraulic Pi Hydraulic Pile Driving didapatkan bobot Alternatif, yang ditunjukkan ty for nodes below: Goal: Alternatif Alat Pancang > untuk mengetahui bagaimana pilihan Hydraulic Ha Hydraulic Hammer 12/29/2011 1:56:09 PM Daya Dukung Dayaberikut: Dukung Tiang pada gambar sebagai Konsultan Pengawas (L:4.15 .500) Alternatif apabila Kriteria Faktor Diffrential Diffrential Acting Hammer Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Altern Alternatives Names Pengoperasian Alat menjadi Prioritas utama Konsultan Pengawas (L: .500) Diesel Hamme Diesel Hammer 44.4% Hydraulic Pile Driving dalam pemilihan Alternatif. 25.5% Hydraulic Hammer Diffrential
Diffrential Acting Hammer
17.9% Diffrential Acting Hammer
Hydraulic Ha Hydraulic Hammer 12.1% Diesel Hammer Diesel Hamme Hydraulic Pi
.6
.7
.8
.9
1
0
Objectives
ungan
.1
Diesel Hammer
32.4% Lingkungan
39.5% Hydraulic Pile D
6.3% Biaya
24.3% Hydraulic Hamm
33.5% Pengoperasian Alat
18.0% Diffrential Actin
27.8% Daya Dukung Tiang
18.2% Diesel Hammer
Hydraulic Pile Driving
.2
.3
.4
.5
.6
Gambar 4.15 Nilai Bobot akibat pengurangan Names bobot terhadap Daya Dukung Tiang sebesar 20%
0
.1
.2
.3
.4
.5
.6
.7
.8
.9
1
0
Gambar 4.18 Kriteria Pengoperasian Alat sebagai Objectives prioritas
.1
jimmy_criptoy
Names
Sehingga dengan penambahan bobot Lingkungan Lingkungan d.Sensitivitas Terhadap Kriteria Pengoperasian hingga kriteria Pengoperasian Alat menjadi Biaya Biaya operasian Alat Alat. 12/29/2011 1:56:09 PM 1 of 1 prioritas maka didapatkan bobot alternatif Pengoperasia Pengoperasian Page Alat Dukung Tiang Analisa sensitivitas dilakukan dengan Daya Dukung Daya Dukung Tiang seperti yang ditunjukkan padaPancang gambar >4.19 Dynamic Sensitivity jimmy_criptoy for nodes below: Goal: Alternatif Alat Alternatives Namespenambahan melakukan 12/27/2011 12:19:12 AM bobot pada kriteria Page 1 of 1 Konsultan Pengawas berikut. (L: .500) Alternatives Names Pengoperasian sebesar 20%, seperti pada DynamicAlat Sensitivity for nodes below: Goal: Alternatif Alat Pancang > aulic Pile Driving Konsultan Pengawas (L: .500) Pi gambar 4.16 berikut. Hydraulic Hydraulic Pile Driving aulic Hammer 32.4% Lingkungan 39.5% Hydraulic Pile Driving
ntial Acting Hammer
Hydraulic Ha Hydraulic Hammer 24.3% Hydraulic Hammer
6.3% Biaya
el Hammer
36.8% Lingkungan 33.5% Pengoperasian Alat
39.6% Hydraulic Pile Driving Diffrential Diffrential 18.0% Diffrential Acting Hammer
7.2% Biaya
25.0% Hydraulic Hammer Diesel Hamme 18.2% Diesel HammerDiesel
27.8% Daya Dukung Tiang 24.5% Pengoperasian Alat
19.2% Diffrential Acting Hammer
31.5% Daya Dukung Tiang
0 0
.1
.2
.3
.1 .4
.2 .5
16.3% Diesel Hammer
.3 .6
.4
.5
.7
.8
.6 .9
.7 1
.8
.9
0
.2
.3
.4
.5
.6
Gambar 4.19 Nilai bobot Alternatif apabila Kriteria .2 .3 .4 .5 .6 Pengoperasian diprioritaskan
Grafik Sensitivitas bobot kriteria terhadap bobot Alternatif dapat ditunjukkan pada Gambar 4.20 berikut.
Alternatives Names
Alternatives Names Hydraulic Pile Driving
Hydraulic Pi Hydraulic Hydraulic Pile DrivingHammer Ha Hydraulic Hydraulic HaDiffrential Hydraulic Hammer Diffrential Acting Hammer Diffrential
.1
Names
Sehingga dariPengoperasia penambahan bobot sebesar Pengoperasian Alat Biaya Biaya 20% Pengoperasia terhadap bobot Pengoperasian Alat Daya Dukung Daya Dukung Tiang Pengoperasian Alat
Hydraulic Pi
0
Objectives Names
Lingkungan Biaya Lingkungan Biaya
Daya Dukung Tiang
1 .1
Gambar 4.16 Penambahan bobot 20% terhadap Objectives bobot kriteria Pengoperasian Alat jimmy_criptoy Lingkungan Lingkungan
Daya Dukung
Acting Hammer
Hammer
Diffrential Diesel Hamme Acting DieselHammer Hammer
jimmy_criptoy
.2
12/31/2011 10:49:15 AM
Page 1 of 1
Performance Sensitivity for nodes below: Goal: Alternatif Alat Pancang > Konsultan Pengawas (L: .500) Obj%
Alt%.60
.90 .50
.80 .70
.40
Hydraulic Pile Driving
.60 .50
.30 Hydraulic Hammer
.40
.20 Diffrential Acting Ham
.30 .20
.10
Diesel Hammer
.10 .00 Lingkungan
Biaya
Pengoperasia
Daya Dukung
OVERALL
.00
Gambar 4.20 Analisa Sensitivitas terhadap perubahan bobot Kriteria Objectives Names
4.11 Pembahasan Lingkungan Lingkungan Dari perhitungan yang telah dilakukan, Biaya Biaya maka pembahasan hasil perhitungannya Pengoperasia Pengoperasian Alat adalah sebagai berikut: Daya Dukung Daya Dukung Tiang 1. Berdasarkan hasil perhitungan AHP Alternatives Namesyang ditunjukkan faktor kriteria maka seperti Tabel 4.51, prioritas kriteria dari yang tertinggi Diffrential Diffrential Acting Hammer sampai terendah adalah sebagai berikut : Daya Hydraulic Ha Hydraulic Hammer Dukung Tiang (46,74%), Faktor Lingkungan Diesel Hamme Diesel Hammer (39,43%) ,Faktor Biaya (9.25%), dan yang Hydraulic Pi rendah Hydraulic Pile Driving Faktor Pengoperasian paling adalah Alat (4.58%). Hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa berdasarkan pendapat pengambil keputusan pada Proyek Apartemen Gunawangsa yang ditunjukkan oleh hasil perhitungan AHP berdasarkan isian kuisioner, bahwa kriteria yang paling mempengaruhi pada pemilihan alternatif alat pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa adalah kriteria Daya Dukung Tiang yaitu dengan bobot 46,74 %. Hal jimmy_criptoy ini menunjukkan bahwa dalam memilih alat pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa, hal pertama yang harus dipertimbangkan adalah kesanggupan alat pancang dalam memancang tiang sesuai daya dukung yang dibutuhkan oleh tiang pancang tersebut. Kemudian setelah Kriteria Daya Dukung Tiang, pertimbangan selanjutnya adalah kondisi lingkungan sekitar Proyek dimana bobot pemilihan kriteria ini adalah 39.43%. Kemudian setelah Kriteria Daya Dukung Tiang dan Lingkungan, kemudian pemilihan alternatif dipertimbangkan dari aspek Biaya dan yang terakhir adalah dari aspek Pengoperasian Alat. 2. Pada perhitungan AHP faktor alternatif maka hasil perhitungannya adalah sebagai berikut: Hydraulic Pile Driving (41.8%), Hydraulic Hammer (25.86%), Differential Acting Steam Hammer (20,08%) dan yang paling rendah adalah Diesel Hammer (12,26%). Dari hasil perhitungan tersebut
33
maka berdasarkan pendapat pengambil keputusan pada Proyek Apartemen Gunawangsa yang ditunjukkan oleh hasil perhitungan AHP berdasarkan isian kuisioner, bahwa pengambil keputusan pada Proyek Apartemen Gunawangsa berpendapat bahwa alternatif yang paling tepat pada Proyek Apartemen Gunawangsa adalah Hydraulic Pile Driving. Ini ditunjukkan oleh bobot pemilihan yaitu sebesar 41,8%. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa alternatif yang dapat memenuhi kriteria pemilihan pada Proyek Apartemen Gunawangsa, dimana dua Kriteria yang paling diutamakan adalah kriteria Daya Dukung Tiang dan kriteria Lingkungan, merupakan alternatif Hydraulic Pile Driving. Kemudian alternatif kedua merupakan Hydraulic Hammer dengan bobot sebesar 25.86%. Kemudian setelah itu alternatif Differential Acting Steam Hammer sebesar 20.08% dan yang terakhir adalah kriteria Diesel Hammer sebesar 12.26%. 3. Berdasarkan hasil analisa sensitivitas yang telah dilakukan maka dapat diketahui sebagai berikut: a. Penambahan dan pengurangan bobot terhadap kriteria Lingkungan sebesar 20%, tidak mengubah prioritas alternatif. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun adanya perubahan prioritas terhadap lingkungan, maka tidak mengubah alternatif yang dipilih pada Proyek Apartemen Gunawangsa. b. Pada analisa sensitivitas pada kriteria Biaya, maka dengan penambahan bobot terhadap kriteria Biaya sebesar 20%, maka hal ini tidak mengubah prioritas alternatif. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin memprioritaskan biaya maka alternatif dipilih adalah tetap Hydraulic Pile Driving. Penambahan bobot juga dilakukan dengan menambah bobot kriteria Biaya hingga melebihi bobot kriteria lain seperti pada gambar 4.10. Dari hasil analisa sensitifitas, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.11 maka dengan menambah bobot kriteria Biaya hingga melebihi bobot kriteria lain maka prioritas alternatif tidak berubah. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun dengan memprioritaskan kriteria Biaya, maka alternatif yang terpilih adalah Hydraulic Pile Driving. c. Kemudian dari analisa sensitivitas terhadap kriteria Daya Dukung Tiang dapat diketahui bahwa penambahan dan pengurangan bobot terhadap kriteria Daya Dukung Tiang sebesar
34
20%, tidak mengubah prioritas alternatif. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun adanya perubahan prioritas terhadap Daya Dukung Tiang, maka tidak mengubah alternatif yang dipilih pada Proyek Apartemen Gunawangsa. d. Pada Analisa sensitivitas yang dilakukan pada kriteria Pengoperasian Alat, dimana pada analisa sensitivitas pada kriteria Pengoperasian Alat yang dilakukan diatas, maka dengan penambahan bobot terhadap kriteria Pengoperasian Alat sebesar 20%, maka hal ini tidak mengubah prioritas alternatif. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin memprioritaskan Kriteria Pengoperasian Alat maka alternatif dipilih adalah tetap Hydraulic Pile Driving. Penambahan bobot juga dilakukan dengan menambah bobot kriteria Pengoperasian Alat hingga melebihi bobot kriteria lain seperti pada gambar 4.18. Dari hasil analisa sensitivitas, seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.19 maka dengan menambah bobot kriteria Pengoperasian Alat hingga melebihi bobot kriteria lain maka prioritas alternatif tidak berubah. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun dengan memprioritaskan kriteria Pengoperasian Alat, maka alternatif yang terpilih adalah tetap Hydraulic Pile Driving. BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengumpulan dan analisa data maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1.Model pengambilan keputusan pemilihan alternatif alat pancang pada Proyek Apartemen Gunawangsa pada Tugas Akhir ini dibuat dengan cara Wawancara dan Studi literatur. Dimana tingkat paling atas adalah tujuan dari model keputusan yaitu memilih alternatif alat pancang. Tingkat selanjutnya adalah kriteria-kriteria yang mempengaruhi pemilihan alternatif antara lain: kriteria Daya Dukung Tiang, kriteria Lingkungan, kriteria Biaya dan kriteria Pengoperasian Alat. Dan tingkat paling bawah adalah alternatif alat pancang yang dapat digunakan pada Proyek Apartemen Gunawangsa antara lain: Hydraulic Pile Driving, Hydraulic Hammer, Diesel Hammer, dan Diffrential Acting Steam Hammer.
2.Berdasarkan hasil analisa, urutan prioritas kriteria pemilihan alternatif alat pancang adalah sebagai berikut: kriteria Daya Dukung Tiang (46,74 %), kriteria Lingkungan (39,43%) , kriteria Biaya (9.25%), dan yang paling rendah adalah kriteria Pengoperasian Alat (4.58%). Sedangkan urutan prioritas alternatif alat pancang dari yang paling tinggi ke yang paling rendah adalah Hydraulic Pile Driving (41.8%), Hydraulic Hammer (25.86%), Diffrential Acting Steam Hammer (20,08%) dan yang paling rendah adalah Diesel Hammer (12,26%). 3.Berdasarkan analisa sensitivitas yang telah dilakukan maka penambahan dan pengurangan bobot terhadap bobot kriteria tidak mengubah jenis alternatif yang terpilih yaitu Hydraulic pile driving. 5.2 Saran Dari hasil pelaksanaan Tugas Akhir ini terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk pengembangan lebih lanjut, antara lain yaitu: 1.Untuk lebih mudah dalam hal penerapan metode Analytical Hierarchy Process, skala penilaian sebaiknya dinilai bersamasama oleh pihak pengambil keputusan dalam suatu rapat koordinasi. 2.Metode ini sebaiknya digunakan apabila responden merupakan orang-orang yang ahli dibidangnya sehingga tidak menghasilkan penilaian yang salah. 3.Pengambil keputusan sebaiknya didampingi dan dipandu dalam mengisi penilaian pada kuisioner, untuk menghindari terjadinya kesalahan presepsi pengambil keputusan terhadap kuesioner yang dibuat.
35
DAFTAR PUSTAKA Acmad Soelistianto. 2007 Perbandingan Pengambilan keputusan untuk pemilihan pondasi tiang pada tanah lunak dan keras dengan menggunakan Metode AHP. Surabaya : Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil ITS. Anderson, D. R dkk. 1997. Manajemen Sains – Pendekatan Kuantitatif untuk Pengambilan Keputusan Manajemen. Jilid Pertama, Edisi ke-7. Jakarta : Erlangga Badiru, A. B dan Psimin Pulat. 1995. Comprehensif Project Manajement : Integrating Optimization Models. New Jersey : Manajement principles and Computer Prentice Hall. Barber. 1978. Pile and Fitting Evaluation. Pittsburgh : Associated pile and Fitting Corp Buchara, U. 2000. Analisis Keputusan. Bandung: Departemen Teknik Industri ITB Erwanto, RY. 2001. Pendekatan Keputusan Multikriteria dalam Pemilihan Alternatif Desai Pelayanan pada Pugh Concept Selection ( Tudi kasus : PT (persero) PLN Distribusi Jawa Timur Cabang Surabaya Selatan). Surabaya : Tugas Akhir Teknik Industri – ITS Ginting, R.E 2002 Evaluasi Pemilihan Auxilary Engine pada Minajaya Fishing Vessel dengan Menggunakan Metode AHP (Analytivcal Hierarchy Process). Surabaya : Tugas Akhir Sistem Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh November. Hasan, M.I. 2002 Pokok- pokok Materi Pengambil Keputusan. Jakarta : Ghalia Indonesia Hidayati .2006. Studi Pengambilan keputusan pemilihan lokasi pada pengembangan Hotel Santika dengan metode AHP. Surabaya : Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil ITS. Jaiswal, N. K. 1997. Military Operation Research Quantitative Decision Making. Boston: Kluwer Academic Publishers.
Justason, 2000. Comparison of Diesel dan Hydroulic Hammers for Pile Driving. Bermingham: Bermingham Foundation Solutions. Junaidi. 2005. Prioritas penanganan peningkatan jalan pada ruas-ruas jalan di kabupaten kapuas dengan metode AHP. Surabaya : Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil ITS. Koesoema, E. 2004. Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process dalam pengambilan Keputusan untuk Memilih Sistem Bekisting pada Proyek Pembangunan Gedung Elektronika Negeri Surabaya. Surabaya : Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil ITS. Mangkusubroto, K.1987. Analisa Keputusan Pendekatan Sistem dalam Manajemen Usaha dan Proyek. Bandung : Ganeca Exaxt Bandung. Masumamah. 2003. Aplikasi Analytical Hierarchy Process untuk Pengolahan Wilayah Fisik di Pesisir Kabupaten Gresik Surabaya : Tugas Akhir Jurusan Teknik Kelautan ITS Nursin.1995. Alat Berat. Jakarta : Pusat Pengembangan Pendidikan Politeknik Bandung Retnaningtias, A. 2006. Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process dalam pengambilan Keputusan Pemilihan Jenis Pondasi. Surabaya : Tugas Akhir. Jurusan Teknik Sipil ITS. Saaty, T. L. 1993. Decision Making for Leader: The Analytical Hierarchy Process for Decision in Complex World. Pittburgh : University of Pittburgh. Suryadi, K. dan M. Ali Ramdhani. 2000. Sistem Pendukung Keputusan Suatu Wacana Struktural Idealisasi dan Implementasi Konsep Pengambilan Keputusan. Bandung : Remaja Rosda Karya. Soeharto, I.1990. Manajemen Proyek : (dari Konseptual sampai Operasional). Jakarta : Penerbit Erlangga. Warsowiwoho. BME,Drs.1979. Peralatan Penunjang Pembangunan. Jakarta: Badan Penerbit Pekerjaan Umum.