MAKALAH IDEOLOGI dan MAHASISWA BARU Tugas Ujian Akhir Semester (UAS) Sociological Academic Skill
Disusun oleh: Ahmad Fauzi NIM: 125120100111001
JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAN dan ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013
Abstrak Ideologi merupakan suatu konstruksi abstrak yang berada di otak manusia, namun ia benar-benar nyata dalam mempengaruhi pola dan perubahanperubahan kehidupan manusia. Tidak ada “perubahan” yang luput dari pengaruhnya. Karena, jika kita telah dikonstruksi sebagai subjek darinya, maka secara tidak sadar potensi kita untuk melakukan perubahan akan diarahkan dan digiring oleh konstruksi –ideologi—tersebut, dan di sini, apa yang sebenarnya menjadi visi dan misi yang dibawa diri sendiri terkadang dikesampingkan, individu menjadi alat gerak ideologi. Individu akan tidak sadar bahwa apa yang ia lakukan sebenarnya berdasarkan kepentingan dan ide yang dgibawa ideologi semata. Sebagian besar perilaku pada dasarnya bukanlah kehendak fikiran asli individuf.Refleksi individu terhadap realitas sangat dipengaruhi oleh gambaran buatan pengalamannya. Dalam konteks kehidupan di lingkunagn kampus dan ragam fenomena sosialnya, bagi mahasiswa baru, pertama-tama mereka akan merasa dirinya adalah sesuatu yang asing. Mereka akan berada pada lingkungan yang mereka rasakan mengharuskannya untuk masuk pada suatu komunitas tertentu, memiliki konsep pengetahuan tertentu, dan melakukan sesuatu dengan tujuan tertentu. Namun selanjutnya, bisa jadi dan sangat mungkin jadi, mereka akan merasa benar-benar memiliki konsep berfikir yang baru mereka terima. Mereka akan menjadi bagian komunitas pemilik ideologi tertentu. Sadar atau tidak sadar, sesuai kehendaknya ataupun tidak sesuai. Di sini, yang penulis sebut sebagai komunitas adalah semacam sekumpulan individu yang mempunyai kemapanan konsep ideologi, yang konsep tersebut dimiliki dan dipahami, dan akan di regenerasikan kepada anggota baru untuk mempertahankan dan melanjutkan konsep pemikiran (ideologi) yang mereka bawa, tentunya juga seperangkat konsekuensi dari konsep ideologi tersebut.
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb. Bismillahirrohmanirrohim. Puji Syukur penulis sampaikan kepada Tuhan YME. atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan makalah karya tulis ilmiah tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Sociological Academic Skill tentang “Ideologi dan Mahasiswa Baru” ini dengan baik. Sholawat serta salam tak lupa terhaturkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa
manusia kepada sejarah baru peradaban manusia yang dipenuhi cahaya Islam, yang penuh dengan tatapan masa depan yang gemilang. Insyaa Allah. Makalah berjudul “Ideologi dan Mahasiswa Baru” ini berisi uraian singkat namun mendasar mengenai fenomena menarik yang terjadi di kala individu mulai memasuki jenjang baru dalam kehidupan akademiknya, yaitu memasuki lingkungan Perguruan Tinggi.Yang diharapkan mampu membantu memahamkan kita, khususnya penulis mengenai fenomena tersebut.Dan selanjutnya menemukan solusi dari prmasalahan yang sitmukan. Tentunya masih banyak kekurangan penulis dalam menguraikan setiap detail permasalahan, yang masing-masing sebenarnya sangat perlu untuk dapat di muat dalam makalah ini. Sehingga dalam beberapa uraian banyak hal yang terlihat tidak adanya kesesuaian.Maka dari itu semuanya, penulis sangat berharap nantinya ada kesempatan untuk memperbaiki karya tulis ilmiah ini dan agar lebih baik dalam membuat karya tulis ilmiah selanjutnya.Dalam hal ini, tentunya penulis membutuhkan dukungan dari semuanya.Selanjutnya penulis ucapkan selamat membaca, mengorelsi dan belajar. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Malang , Desember 2012
Penulis
Daftar Isi Halaman judul Abstrak…………………………………………………………………………………..i Kata Pengantar ………....…………………………………………...……………….…ii Daftar Isi……………………………………………………………………….…….….iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………… 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………… BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Ideologi………………………………………………………………… 2.2 Pengertian Mahasiswa Baru…………………………………………… 2.3 Hubungan Ideologi dan Mahasiswa Baru………………………………………… 2.4 Konsep atau Teori. ……………………………………………………… 2.5 Analisa Data…………………………………………………………….. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan 3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebutan mahasiswa sebagai agent of change, agent of social control, dan irone stock, dipandang sangat potensial jika digunakan sebagai semacam alat untuk mencapai cita-cita yang besar. Oleh karena itu, para produser ideologi mengincar keberadaan mahasiswa sebagai pembawa ideologi dan sekaligus sebagai motor pergerakan untuk meraih cita-cita produser dan ideologinya tersebut. Dan untuk mendapatkan keadaan di atas, sejak berstatus mahasiswa baru, para produser sudah menyiapkan "dagangannya", karena memang pada status itulah akan lebih mudah sebuah bangunan ideologi ditanamkan pada fikiran mahasiswa, yang pada posisi itu mereka sedang mencari keberadaan diri mereka di tengah-tengah lingkungan yang baru. Dan sebagian mereka, dengan keluguan dan kadang terlalu awam, akan menerima dengan begitu saja yang baru, yang menarik. Atau diantara mereka, yang memang benar-benar paham mengenai apa yang sebenarnya mereka cari dalam lingkungan baru ini, mampu bersikap kritis dan selektif terhadap tawaran-tawaran ini. Inilah mereka yang akan dengan cepat mempunyai posisi, tidak terombang-ambing oleh konsep-konsep yang beragam, dan kebanyakan saling bertentangan. Pada intinya, mahasiswa baru menghadapi pilihan yang akan menentukan “bentuk” dirinya, dan bagaimana ia memilih, dipengaruhi banyak hal, di antaranya yang dapat disebutkan adalah lingkungan asal, teman sepergaulan di kampus, kuat tidaknya keyakinan yang dimilikinya, dan juga seberapa pintar produser ideologi itu sendiri. Oleh mahasiswa, ideologi kadang disikapi sebagai hantu yg menyeramkan, dan yang lain menilai ideologi merupakan tujuan yang dipertaruhkan. Ketika ideologi mantap di posisinya, maka tidak ada kekuatan lain yg mampu menandinginya. Ketika ia lemah, maka mengancam kestabilan kehidupan, eksistensi, harapan, dan ambisi. Ia berada pada tempat yang istimewa dalam otak manusia. Ketika individu atau komunitas mantap pada ideloginya, maka ditaruhnya dalam nyawanya. Keberadaan, keaslian nilai, dan keunggulannya dipertahankan dan diturunkan pada generasi di bawahnya, dalam hal ini terkadang
segala cara bisa dihalalkan. Ketika ideologi bertentagan dengan prinsip, ia akan ditentang habis-habisan 1.3 Rumusan Masalah Merujuk kepada hal di atas, yang penulis sebut sebagai fenomena yang menarik, sekiranya akan lebih menarik jika penulis mampu melakukan pendekatan untuk menggambarkannya dengan lebih mendetail. Dan oleh sebab itu, berikut penulis sajikan beberapa rumusan masalah: 1. Apa yang dimaksud idologi?; 2. Bagaimana dampak ideoligi terhadap mahasiswa baru?; 3. Bagaimana ideologi ditanamkan pada mahasiswa?; 4. Bagaimana mahasiswa bersikap pada ideologi yang baru?
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Ideologi Ideologi
adalah
kumpulan
ide
atau
gagasan
(Wikipedia,
http://id.m.wikipedia.org/wiki/ideologi, akses 31 Desember 2012). Ideologi juga bisa diartikan sebagai seperangkat konstruksi, sistem
,dan tata nilai dari berbagai
kesepakatan-kesepakatan, yang harus ditaati dalam sebuah kelompok sosial. Ideologi adalah motivasi bagi pergerakan sosial yang memberikan pembenaran dan mendorong suatu tindakan, ideologi melegitimasi suatu tindakan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi dapat diartikan sebagai berikut: 1. Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup; 2. Cara berpikir seseorang atau suatu golongan; 3. Paham, teori, dan tujuan yg merupakan satu program sosial politik; 4. Sistem kepercayaan yg menerangkan dan membenarkan suatu tatanan politik yg ada atau yang dicita-citakan dan memberikan strategi berupa prosedur, rancangan, instruksi, serta program untuk mencapainya; 5. Himpunan nilai, ide, norma, kepercayaan, dan keyakinan yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang yang menjadi dasar dalam menentukan sikap terhadap kejadian dan problem politik yang dihadapinya dan yang menentukan tingkah laku politik. Dari uraian di atas, sekilas kita akan memperoleh pengertian, bahwa ideologi tidaklah sama dengan sebuah ide atau suatu pendapat dan ideologi bukanlah milik perseorangan saja, melainkan sebagai panduan dan milik bersama. Dan juga, ideologi bersifat rangkaian, yaitu rangkaian ide yang satu sama lainnya secara logis memiliki keterkaitan. Ideologi dipandang lebih menyeluruh daripada ide. Ketika ide dikonotasikan dihasilkan dan dimiliki oleh individu, maka ideologi terbentuk melalui proses yang panjang sebagai hasil interaksi dan pemahaman-pemahaman bersama, kemudian terbentuk dan dimiliki oleh sekelompok manusia tersebut sebagai motivasi, merupakan cita-cita itu sendiri, dan haluan untuk sampai pada cita-cita. Ideologi bersifat menyeluruh, artinya ideologi merupakan suatu kriteria yang memenuhi syarat
menyeluruh dan luas, ideology sebagai patokan berfikir, bertindak, dan dasar pengambilan keputusan yang diyakini sebagai yang benar. 2.2 Pengertian Mahasiswa Baru Umumnya mahasiswa baru adalah berusia 18-26 tahun, yang perkembangan psikologisnya digolongkan ke dalam perkembangan remaja lanjut atau dewasa muda, mahasiswa baru adalah sebutan bagi mahasiswa yang baru lulus dari SMA (sekolah menengah atas) dan akan memasuki jenjang baru dalam kehidupan akademiknya. Tidak hanya jenjang yang baru, tetapi juga lingkungan hidup, pola pergaulan, dan bagaimana selanjutnya
mereka
akan
melaksanakna
pendidikannya.
Mengutip
Harahap
(http://haluankepri.com/opini-/17761-urgensi-pengenalan-kampus-bagi-mahasiswabaru.html, akses 30 Desember 2012), mahasiswa baru adalah individu yang sedang berproses menuju kematangan pribadi. Maka dari sini dapat disimpulkan, bahwa kesiapan mereka ketika memasuki dunia perguruan tinggi umumnya masih lemah, apalagi jika mereka berasal dari lingkungan pedesaan, yang umumnya corak kehidupan sosial tidak begitu beragam, mereka akan benar-benar berhadapan dengan hal-hal baru yang sangat mendasar dalam kehidupan sosial. Maka dari itu, akan sangat jelas bahwa, lingkungan asal mahasiswa sangat berpengaruh dalam interpretasinya di lingkungan kampus. Selain faktor tersebut di atas, banyak sekali yang menjadi penting bagi mahasiswa baru, mereka memerlukan bimbingan awal untuk mengawali pengertian tentang bagaimana dan seperti apa lingkungan kampus. Dengan demikian, meskipun sederhana, mereka sudah mempunyai ”tempat berdiri” untuk sekedar melihat dan menilai seperti apa sosok diri yang menjadi cita-cita, yang ia harapkan “menjadi”. Karena, mereka akan melihat berbagai tampilan-tampilan yang ditawarkan pada mereka. 2.3 Hubungan Ideologi dan Mahasiswa Baru Kampus merupakan tempat berbagai macam ideologi berkumpul dan bercampur aduk. Mulai dari ideologi keagamaan sampai ideologi sekuler.Mahasiswa baru merupakan sasaran empuk yang sangat mudah dirasuki oleh ideologi-ideologi tersebut karena pemikiran mereka yang cenderung jernih dan lugu terutama keberadaan mahasiswa baru
yang masih dalam tahap penyesuaian, pencarian posisi, dan jati dirinya di lingkungan baru.Oleh karena potensi besar yang dimiliki mahasiswa dan terbukanya mahasiswa terhadap ideologi, seakan mereka menjadi rebutan para produser ideologi. Mereka berlomba-lomba menunjukan ideologinya sebagai ideology yang paling benar, meskipun sebenarnya ada beberapa ideologi yang disebut "aliran keras", mereka berusaha menyampaikan ideologi dengan wujud yang paling sederhanan dan dengan berbagai cara, agar pada perkenalan awal, mahasiswa baru dapat menerimanya. Maka jika semakin suatu komunitas mampu menampilkan ideologinya dengan menarik maka semakin mudah pula mahasiswa baru menerimanya. Mahasiswa dan ideologi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.Sejarah mencatat bahwa ideologi dan mahasiswa mampu melakukan hal besar, seperti yang tertulis dalam sejarah, mahasiswa yang idealis mampu mengubah sejarah.Ideologi adalah prinsip, adalah keyakinan yang mengarahkan perilaku mahasiswa.Ideologi dijadikan pijakan untuk mereka berbuat, bertindak demi kepentingan tertentu, namun dalam hal ini, mereka sebenarnya hanya sebagai perwakilan saja. Mereka membawa kepentingan komunitas, yang sudah terinternalisasi menjadi sebagai milik dirinya, kepentingan komunitas akan juga menjadi kepentingannya. 2.4 Konsep atau Teori Dalam uraian-uraian mengenai ideologi dan secara tersirat permasalahannya ketika disinggungkan dengan posisi mahasiswa baru, kita akan sampai pada kesimpulan, bahwa ideologi adalah wujud abstrak yang keberadaannya sangat mempengaruhi perubahan pola perilaku dan mengancam “keperawanan” ideologi asal mahasiswa baru, dan penularannya—terkadang—memerlukan saat yang tepat. Ideologi bagi suatu kelompok adalah sebagai pembawa cita-cita dan merupakan cita-cita itu sendiri. Kaitan dalam pembahasan tentang ideologi, Louis Althuser mengajukan dua teori. Teori yang pertama mengatakan bahwa ideologi itu adalah representasi dari hubungan imajiner antara individu dengan kondisi eksistensi nyatanya. Yang direpresentasikan disitu bukan relasi riil yang memandu eksistensi individual, tetapi relasi imajiner antara individu dengan suatu keadaan dimana mereka hidup di dalamnya. Dapat disimpulkan, bahwa sistem kepercayaan dan sistem berfikir sangat dipengaruhi
oleh kondisi abstrak yang berada diantara individu yang kondisi abstrak tersebut dapat dipahami oleh individu. Ideology dibentuk dengan mendasarkan bentuk abstrak kondisi imajiner yang ada. Yang kedua mengatakan bahwa representasi gagasan yang membentuk ideologi itu tidak hanya mempunyai eksistensi spiritual, tetapi juga eksisten material. Jadi bisa dikatakan bahwa aparatus ideologis negara adalah realisasi dari ideologi tertentu.Ideologi selalu eksis dalam wujud aparatus.Eksistensi tersebut bersifat material (Althusser, http://ressay.wordpress.com/2008/08/14/sekilas-tentang-althusser/, akses 30 Desember 2012). 2.5 Analisa Data Di lingkungan kehidupan kampus, ideology akan sangat erat keberadaannya dengan keberadaan organisasi atau komunitas. Sebab, keberadaan ideologi adalah juga karena keberadaan organisasi atau komunitas tersebut.Di dalam kehidupan kampus, kita mengenal dua jenis organisasi, yang pertama adalah Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus (OMEK) dan Organisasi Mahasiswa Intra Kampus (OMIK).Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus adalah organisasi yang bergerak diluar wilayah kampus dan biasanya mempunyai jaringan berskala nasional, dan di kampus terdapat beberapa OMEK, yang OMEK-OMEK tersebut mempunyai ideologi masing-masing yang unik. Organisasi Intra Kampus adalah organisasi yang bergerak di wilayah internal kampus, organisasinya pun juga tidak seberagam OMEK. Ideologi yang di anut biasanya merujuk pada kepentingan pihak internal kampus. Permasalahannya kemudiamn adalah Organisasi Ekstra Kampus menggunakan Organisasi Intra Kampus sebagai semacam organ untuk
kepentingan Organisasi Ekstra Kampus, dan hal ini mengakibatkan
Organisasi Intra Kampus tidak dapat menjalankan perannya secara ideal di dalam kampus. Konflik ini merupakan salah satu akibat dari tekanan tuntutan dan kepentingan ideologi Organisasi Ekstra Kampus.Apalagi jika kepentingan Organisasi Ekstra Kampus diboncengi oleh kepentingan politik.Seorang aktifis organisasi ekstra kampus akan sulit terlepas dari keterlibatan dengan kepentingan-kepentingan “dari luar”. Menurut Huda (2010:33), tidak sedikit aktivis secara personal ataupun organisasi secara kolektif terpengaruh oleh para senior ataupun “bapak ideoliginya”. Kita tentu mengetahui bahwa beberapa Organisasi Ekstra Kampus adalah sub ideology organisasi masa tertentu. Misalnya PMII merupakan sub ideology dari Nahdlatul ‘Ulama (NU), KAMMI
berafiliasi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan sub ideology dari Muhammadiyah, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang mempunyai afiliasi kuat dengan tokoh-tokoh nasionalis ataupun partai politik nasionalis saperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ini menunjukan, bahwa klaim independen oleh aktivis OMEK kadang tidak lebih hanyalah jargon semata. Aktifitas aktivis dan atau Organisasi Ektra inipun akan tidak terlepas dari kegiatan politis dan kegiatan yang membawa kepentingan organisasi masa tersebut. Bukan hanya itu, Organisasi Ekstra Kampus memanfaatkan Organisasi Intra Kampus sebagai jembatan untuk menyebarkan Ideologi yang mereka anut sebagai upaya untuk mencari dan mengikat anggota. Selain itu, Organisasi Ekstra Kampus sangat mengikat anggotanya dan terkadang menuntut anggotanya menyampingkan kepentingan akademik dan urusan-urusan lain untuk urusan-urusan organisasi.Termasuk bila anggotanya juga merupakan pengurus Organisasi Intra Kampus, kepentitingan Organisasi Intra Kampus bukan menjadi prioritas lagi.Dan hal ini sangat berpengaruh pada kinerja Organisasi Intra Kampus. Lebih lanjut akan berakibat pada terdegradasinya idelogi Organisasi Intra Kampus serta terabaikannya kewajiban untuk memperjuangkan kepentingan Internal Kampus. Karena hal-hal di atas, akan lebih menarik ketika membahas Organisasi Ekstra Kampus (OMEK), karena justru aktivis dari OMEK ini yang pengaruhnya mendominasi struktur Organisasi Intra Kampus. Namun kita akan melihat adanya sikap di antara mahasiswa terhadap OMEK yang sangat kentara, dari akibat adanya unsur keterlibatan dengan organisasi masa tertentu dan kegiatan politis OMEK di kampus. OMEK yang dapat dikatakan organisasi ilegal kampus, mempunyai corak ideologi yang unik dan khas. Sebagian mahasiswa mengenalnya sebagai organisasi kader dan sebagian lagi menganggap beberapa OMEK ini mempunyai
cita-cita politis di kampus dengan
membawa nama agama tertentu. Penilaian ini tak lepas dari pengetahuan mahasiswa itu sendiri, entah nilai yang ia berikan objektif atau tidak, apalagi sebagai mahasiswa baru. Mereka melihatnya identik dengan kegiatan-kegiatan yang diluar kepentingan akademis, anarkis, suka demo, dan lain-lain. Dalam beberapa fakultas di Universutas Brawijaya terdapat wacana yang memang terlihat disengaja, bahwa fakultasnya anti OMEK, mahasiswa baru tidak boleh terlibat dalam aktifitas OMEK. Informasi ini
penulis dapat dari salah satu mahasiswa baru salah satu fakultas tersebut. Yang mendapat (semacam) doktrin dari kakak seniornya. Bagi mahasiswa baru informasiinformsi semacam ini sangat mudah diterima, dan dengan cepat pengetahuannya berlanjut pada bentuk nyatanya berupa sikap anti sebagai manifestasi pengetahiannya. Yang sebenarnya juga belum begitu paham tentang OMEK itu sendiri. Karena seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa mahasiswa baru masih dalam tahapan mencari posisi dan sikapnya di lingkungan baru. Ini sebenarnya hanyalah masalah kondisi pro atau kontra saja, dan kondisi tersebut memang sengaja diciptakan, yang didorong oleh kepentingan-kepentingan individu atau kelompok tertentu, yang pada intinya dapat dikatakan, bahwa dalam saat seperni ini, siapa yang dapat lebih berpengaruh diantara yang lain, dialah yang akan memegang kendali. Terjadi Semacam perebutan. Hal inilah sekiranya seperti yang diungkapkan Althusser di atas bahwa ideology tidak hanya berhenti pada kepercayaan yang sifatnya abstrak, ideology akan membentukan wujudnya kepada individu atau kelompok dalam sikap (material). Di sini mahasiswa sebagai—seperti yang disebut Althusser—aparatus dari ideology, yang akan menjadi alat bagi ideologi tersebut. Individu yang memperoleh sistem berfikir baru, dapat meninggalkan kepercayaan lamanya tentang berbagai hal sosial dan dapat merubah perilakunya sesuai tuntutan dan nilai-nilai dari ideology tersebut. Melihat keberadaan ideology dan adanya “tuntutan” dari lingkungan, dan posisi sebagai mahasiswa baru, mereka mempunyai sikap yang beragam dalam menyikapi keberadaan ideologi ini, diantara mereka menyatakan ketakutannya pada pengaruh ideologi baru, ada yang mengambil sikap terbuka kepada ideologi baru dan menganggapnya sebagai sesuatu yang harus dimilik dan dipelajari, atau bahkan diantara mereka bersikap acuh atas idieologi, karena ia merasa mapan dengan sistem pikiran yang telah ia “miliki”, mereka mengatakan tidak tertarik merubah pemikirannya. Untuk menyebarkan ideology dan mencari anggota, dua jenis organisasi tersebut mempunyai konsepnya sendiri, yang dipengaruhi oleh status organisasi tersebut dan atau wacana yang berkembang dikalangan mahasiswa tentang organisasi tersebut. Dalam hal ini organisasi intra tidak mempunyai ciri yang khas, umumnya organisasi ini mempunyai cara yang sama, selain kerena organisasi ini mempunyai status resmi dari pihak kampus, organisasi intra kampus mempunyai ”brand” yang kuat dikalangan
mahasiswa, mahasiswa menganggap organisasi intra lebih bergengsi daripada organisasi ekstra, sehingga dalam mencari anggota tidak perlu repot-repot. Untuk merekrut anggotanya, terdapat istilah “open recruitment”, yaitu semacam momen pembukaan pendaftaran bagi mahasiswa yang berminat menjadi anggota organisasi tersebut. Dan biasanya yang berminat untuk menjadi anggota lebih banyak daripada jumlah anggota yang diperlukan organisasi itu sendiri.Untuk menyiasatinya, ada acara seleksi kelayakan calon anggota untuk menjadi anggota organisasi intra tersebut. Dan konsep yang digunakan organisasi ekstra kampus cukup unik, hal ini karena disesuaikan dengan nilai, wacana, dan jenis ideologinya. Di kalangan mahasiswa terdapat wacana tentang OMEK yang beraliran keras, agamis, sekuler, liberal, dan sebagainya. Maka dari itu, setiap OMEK mempunyai cara-cara yang unik. Juga karena tidak semua OMEK mempunyai nilai yang bagus di mata mahasiswa. Di antaranya dengan cara menyebarkan selembaran semacam brosur yang berisi pikiran-pikiran organisasi yang menggambarkan sedikit banyak corak ideologinya. Juga gambaran nilai perjuangan ideology organisasi tersebut. Selebaran-selebaran ini akan banyak kita temui di masjid kampus atau musholla-musholla fakultas. Tapi tidak sedikit juga anggota organisasi tersebut memberikan secara langsung selebaran kepada ”target”. Pada umumnya, ideology yang dimilki OMEK melekat lebih erat pada fikrian anggotanya daripada ideology OMIK. Hal ini terlihat pada perjuangan yang dilakukan oleh anggota OMEK dalam “berdakwah”, mereka tanpa pamrih dan tidak terikat oleh ruang dan waktu, dimanapun dan saat apapun, mereka membawa dan mempraktekkan ideologinya. Karena kebanyakan ideology yang dimilki OMEK bukan hanya sebagai system berfikir, cara bertindak, dan seperangkat gambaran hak dan kewajiban, tetapi juga merupakan nilai-nilai ajaran, yaitu tentang sesuatu yang “seharusnya” ada dan terjadi, senior bagi mereka bukan hanya yang “lebih dulu”, tetapi juga sebagai guru, motivasi, inspirasi, dan teladan bagi perjuangan mereka. Berbeda lagi dengan OMIK, yang terikat dengan ikatan formal kampus, hal ini menyebabkan beberapa anggotanya melakukan tugas sesuai dengan yang menjadi tanggung jawab tertulis, sesuai dengan proporsinya. Senior bagi mereka hanyalah “senior” yang harus ditaati perintah dan larangannya. Jenis konsep selanjutnya adalah dengan melakukan pendekatan pendekatan personal. Dengan cara ini akan timbul perasaan sungkan oleh “target” kepada
“produser” ideology. Yang sering “terbuka” terlihat di tempat-tempat yang nyaman untuk “curhat”, mereka melakukan pndekatan-pendekatan pribadi dengan melakukan sharing permasalahan pribadi atau tukar pendapat. Yang di antaranya diselipkan muatan nilai-nilai ideolgi, yang dijelaskan sebagai solusi atau penjelasan-penjelasan yang disesuaikan dengan nilai perjuangan ideoliogi organisasi tersebut (Samsul, 2009:46). Dengan cara ini, terkadang para “pendakwah” tidak menunjukkan maksud dan tujuannya, ia akan menunggu dalam proses, sehingga pada saatnya yang tepat nanti, yaitu ketika “target” sudah merasa sungkan untuk menghindar, maka “pendakwah” akan menunjukkan dirinya beserta maksud dan tujuannya. Sehingga “target” tersebut akan mau menerima dan membenarkan ideology yang dibawa “pendakwah” tersebut. Sepeti organisasi intra, beberapa OMEK juga menggunakan konsep “open recruitment” untuk merekrut anggotanya. Omek yang menggunakan konsep ini adalah OMEK yang sudah dikenal di kalangan mahasiswa dan ideologinya tidak begitu ”nyleneh”. Beda antar konsep open recruitment-nya organisasi intra adalah dalam organisasi ekstra tidak ada batasan jumlah anggota yang akan direkrut secara tertulis dan tentunya di organisasi ekstra tidak ada calon anggota yang tidak diterima menjadi anggota karena tidak memenuhi “kriteria” tertentu, karena pada dasarnya tujuan dari organisasi ekstra adalah mencari sebanyak mungkin anggota untuk menjadi tempat ditanamkannya ideology, dan pastinya dengan harapan kepada setiap anggota dapat dijadikan energi perjuangan untuk meraih cita-cita organisasi tersebut. Tetapi dalam organisasi ekstra, secara tersirat akan ada semacam “seleksi alam” terhadap anggota. Maksudnya adalah, anggota yang tidak nyaman atau merasa tida cocok dengan ideology dan pola “perilaku” organisasi akan dengan sendirinya mengundurkan diri. Artinya, sebenarnya tidak ada ikatan formal secara yang tertulis mengikat anggota. Keanggotaannya bersifat “suka rela”. Akan tetapi pada beberapa OMEK tidaklah demikian. Beberapa OMEK sangat mengikatkan talinya kepada setiap anggota. Seseorang yang sudah resmi menjadi anggota akan dipersulit untuk keluar dari keanggotaan. Maka setiap anggota yang akan melepaskan diri atau keluar dari organisasi tersebut akan sulit, bahkan dapat tidak mungkin. Yang mempunyai cirri seperti ini adalah organisasi ekstra yang beraliran agamis yang kental. Ideology organisasi benar-benar ditanamkan pada setiap anggotanya. Ketika ideology sudah dipahami dan diperoleh anggota, maka anggota tersebut akan benar-benar diikat oleh
organisasi. Dan seperti yang sudah dijelaskan di atas, anggota tersebut akan dipersulit bahkan dalam beberapa kasus diancam dan diincar jika akan keluar dari keangotaan. Karena anggota tersebut sudah mengetahui “bagian dalam” organisasi, sehingga jika anggota tersebut keluar dari keanggotaan organisasi, dihawatirkan akan mengatakan hal yang “tidak-tidak” tentang organisasi kepada orang atau organisasi lain, sehingga akan mengancam “nama baik” organisasi. Apa lagi jika anggota tersebut keluar dalam keadaan mangkel atau tidak suka dengan anggota yang lain atau dengan organisasi itu sendiri. Gambaran mengenai Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus tersebut akan sedikit menimbulkan “perasaan takut” pada beberapa mahasiswa untuk terlibat di dalamnya, akan tetapi tidak sedikit mahasiswa yang merasa tertantang untuk terlibat dalam kekayaan fenomena sosial tersebut. Hal tersebut dipengaruhi beberapa hal, mulai dari permasalahan internal individu dan pengaruh pengetahuan tentangnya dari luar. Dalam wawancara dengan penulis, I’im yang masih berstatus mahasiswa baru (15 Desember 2012), mengatakan ia tidak ingin terlibat terlalu jauh dengan kegiatan organisasi, terutama yang berlabel OMEK, karena menurutnya, OMEK tidak ada yang melindungi, karena sudah lepas dari tanggung jawab pihak kampus. Selain itu, ia mengatakan ingin mengembalikan niat awal keberangkatannya ke Malang, yaitu untuk kuliah. Karena terlalu banyaknya kegiatan di OMEK, ia takut kalau kuliahnya akan keteteran. Sebenarnya sikapnya ini tidak hanya tuntutan pikirannya sendiri, ia (I’im) juga mengatakan mendapat larangan dari kedua orang tuanya untuk ikut OMEK. Ia dijelaskan mengenai kegiatan OMEK yang identik dengan demo dan anarkis, dan sebagainya. Lebih lanjut, ketika ditanyakan tentang seberapa tahu orang tuanya tentang OMEK, ia mengatakan bahwa sebenarnya juga belum begitu paham tentang OMEK itu sendiri. Yang dijelaskan oleh orang tuanya juga merupakan penjelasan-penjelasan dari orang lain, dan seterusnya. Akan tetapi secara pribadi ia tidak menilai negative semua OMEK. Ada OMEK juga yang baik ideology dan perjuangannya, yang jauh dari keterlibatan dengan aktivitas-aktivitas politik. I’im menceritakan tentang tempat kosnya yang merupakan tempat aktivitas salah satu OMEK, yaitu FOSI (forum studi Islam), tempat kos tersebut disebut “pondokan” yang digunakan sebagai tempat pengajian setiap harinya secara
berkelompok, yang dipimpin oleh senior organisasi tersebut. Dalam setiap satu minggu di pondokan itu akan diadakan forum kajian gabungan dengan mengundang semacam narasumber atau ustadz dan ustadzah. Ia melanjutkan ceritanya tentang “mbak kos” nya yang berubah secara drastis setelah bergabung dengan organisasi tersebut, “mbak kos” yang sebelumnya agak nakal, tidak berjilbab, dan bahkan dulunya adalah anak dance menjadi lebih “islami” dan sering ikut majlis-majlis pengajian. Pada awalnya, “mbak kos”nya itu merasa terpaksa ikut, karena memang tempat kosnya yang menjadi pusat kegiatan oraganisasi tersebut. Tetapi lambat laun, melalui pendekatan-pendekatan personal, “mbak kos” tersebut dengan kesadarannya sendiri menjadi bagian dari organisasi. Yang sangat menarik adalah, ketika kita telah tau suatu nilai sesuatu itu, dan nilai tersebut sebenarnya baik. Namun mengambil sikap tidak tertarik dan justru ingin menghindari. Ini adalah sikap tokoh yang penulis wawancarai tersebut. Setelah I’im mengatakan kebaikan dari OMEK dan pengaruh positifnya, ia mengaku malah ingin pindah tempat kos untuk menghindari aktivitas OMEK tersebut, alasannya tidak tertarik dengan OMEK dan tidak ingin kuliahnya terganggu. Ini adalah salah satu gambaran yang menjelaskan beragamnya penyikapan terhadap OMEK oleh mahasiswa baru. Kadang diantara mereka terlalu berhati-hati, ada pula yang hanya ikut arussaja. Wawancara ke dua penulis, dengan seorang mahasiswa FISIP yang mengaku mempunyai pengalaman “tidak menyenangkan” karena aktifitas kaderisasi aktivis salah satu OMEK, Arif (7 Januari 2013), mengatakan bahwa ada aktivis OMEK yang juga merupakan dosennya menngggunakan statusnya sebagai dosen tersebut untuk merekrut anggota dan menyebarkan ideology salah satu OMEK, targetnya tentu saja mahasiswa yang beliau bimbing. Karena penyikapannya terhadap aktivitas aktivis OMEK tersebut yang dirasa kontra dan menunjukan rasa tidak setujunya, ia mengaku mendapat perlakuan yang diskriminatif dalam pergaulan, oleh kawannya di kelas yang memang sudah lebih dulu menjadi “anggota” dosen—tentu saja juga otomatis anggota salah satu OMEK—tersebut dan bahkan juga dosennya sendiri. Dia menceritakan, sejumlah lima temannya yang ia istilahkan sebagai “bergabung” dengan dosennya, dan tentunya juga aktifitas OMEK itu sendiri, memantau aktifitasnya dan juga teman-teman yang lain, yang satu posisi dengannya. Berawal dari sikapnya itulah ia mendapat perlakuan yang
diskriminatif dalam hal akademik oleh dosennya. Yang ia permasalahkan adalah soal pemberian nilai oleh dosennya yang menurutnya sama sekali tidak adil, ada mahasiswa tertentu yang menurutnya mendapatkan perlakuan “istimewa” oleh dosennya. Ia tidak “suka” ketika nilai UTS-nya sangat rendah, sangat tidak rasional ketika nilainya dibandingkan dengan temannya yang sudah menjadi “anggota”, padahal menurutnya ia dan kawannya yang sudah menjadi “anggota” tersebut sama-sama tidak bisa menjawab soal, tetapi ia benar-benar dinilai 0 (nol), sedangkan kawannya tersebut mendapat nilai 8 (delapan). Rasa tidak suka terhadap dosennya tersebut berlanjut kepada penilaiannya terhadap OMEK yang menjadi “background” dosennya, dan juga terhadap sebagaian besar OMEK, yang menurutnya sangatlah rasis dan eksklusif. Namun demikian, tidak sedikit pula mahasiswa yang percaya, bahwa jika kuliah tanpa terlibat sama sekali dengan organisasi dan menjadi mahasiswa yang idealis, kuliah pun tidak akan benar-benar “berhasil”, karena haruslah praktik lapangan seperti bergabung dengan suatu organisasi menjadi prioritas untuk melengkapi dan memperkokoh posisi ilmu, dalam diri. Beberapa kawan mahasiswa baru penulis bisa dikatakan sudah jauh terlibat dalam kegiatan OMEK, memang mereka mempunyai ciri yang khas sebagai wujud konkrit dari ideologi organisasi yang dipunyanya. Mereka terlihat begitu aktif dan sangat bersemangat dalam mengutarakan pendapat-pendapatnya yang kritis dan tajam ketika berdiskusi, dan mempunyai kesan mahasiswa idealis. Mereka juga terlihat aktif “berdakwah” dan memberi penjelasan kepada yang lain mengenai pentingnya mahasiswa baru ikut berperan dalam kegiatan-kegiatan organisasi. Berbeda dengan mahasiswa yang dikenal apatis, bahkan diantaranya cenderung hedonis. Memang semua kawan mahasiswa pandai ketika dalam sebuah forum debat, tetapi yang dapat jelas dibedakan adalah esensi dan substansi yang terkandung dalam kalimat mereka. Atau dapat dibedakan diantaranya mana yang cuma berkata asal-asalan dan mana yang mempunyai dasar dan bobot. Salah satu dosen saya pernah mengatakan, bahwa seharusnya mahasiswa FISIP anti terhadap sikap apatis, bukan malah anti terhadap kegiatan-kegiatan keorganisasian. Karena bidang studi yang memang sangat berkaitan dengan kehidupan sosial, maka seharusnya mahasiswa menjadikan organisasi sebagai tempat praktik teori yang didapat di kelas. Dalam dinamika mahasiswa FISIP, ada wacana berkembang tentang jurusan yang mahasiswanya mempunyai ciri khasnya masing-masing. Seperti mahasiswa
jurusan Sosiologi yang dicirikan bersikap apatis, mahasiswa jurusan Ilmu Politik yang dikenal aktif, dan mahasiswa jurusan Ilmu Pemerintahan dan mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi yang hedonis. Semuanya tersebut adalah wujud konkret dari ideology yang bersifat abstrak, yang terinternalisasi dalam diri mereka.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan
3.2 Saran DAFTAR PUSTAKA