MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN (MKEK) Referensi: Pedoman Organisasi Dan Tata Laksana Kerja Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
a.
Pengertian Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) ialah badan otonom Ikatan Dokter Indonesa (IDI) yang bertanggung jawab mengkoordinasi kegiatan internal organisasi dalam pengembangan kebijakan, pembinaan pelaksanaan dan pengawasan penerapan etika kedokteran, yang dibentuk secara khusus di tingkat Pusat, Wilayah dan Cabang untuk menjalankan tugas kemahkamahan profesi, pembinaan etika profesi dan atau tugas kelembagaan dan ad hoc lainnya dalam tingkatannya masing-masing.
b.
Kewenangan MKEK Yurisdiksi MKEK adalah kewenangan MKEK untuk meneliti, menyidangkan pengaduan dan menjatuhkan sanksi etik bagi dokter yang diadukan sesuai dengan lokasi/tempat terjadinya kasus atau wilayah terdekat terjadinya kasus.
c.
Pembentukan MKEK 1. MKEK dibentuk pada tingkat pusat yang disebut MKEK Pusat, pada tingkat provinsi yang disebut sebagai MKEK Wilayah, dan pada tingkat kabupaten/kota yang disebut sebagai MKEK Cabang. 2. Pembentukan MKEK Pusat dan MKEK Wilayah adalah wajib sedangkan pembentukan MKEK Cabang adalah sesuai kebutuhan. 3. Pembentukan MKEK Wilayah hanya dibenarkan jika di provinsi tersebut telah terbentuk pengurus IDI Wilayah dan pembentukan MKEK cabang hanya dibenarkan jika di kabupaten/kota tersebut telah terbentuk pengurus IDI Cabang. 4. Usulan pembentukan MKEK Wilayah dilakukan oleh Pengurus Wilayah setempat secara tertulis setelah mendapat analisis dan persetujuan MKEK Pusat untuk kemudian dilaporkan kepada Pengurus Besar IDI. 5. Apabila di suatu provinsi belum terbentuk MKEK Wilayah, MKEK Pusat berwenang menunjuk MKEK Wilayah terdekat untuk menjalankan tugas dan fungsi MKEK di provinsi tersebut. 6. Usulan pembentukan MKEK Cabang dilakukan oleh Pengurus IDI Cabang secara tertulis setelah mendapat analisis dan persetujuan MKEK Wilayah Provinsi setempat dan atau oleh MKEK Pusat untuk dilaporkan kepada Pengurus IDI Wilayah setempat. 7. Pertimbangan pembentukan MKEK Cabang sebagaimana dimaksud dalam ayat 6 diatas, adalah adanya alasan rasional potensi kekerapan penyimpangan perilaku (professional misconduct) atau dugaan kelalaian medik anggota dalam pengabdian profesi, banyaknya turis atau warga negara asing yang tinggal di kabupaten/ kota tersebut, tingkat kesadaran hukum masyarakat setempat, mobilitas penduduk, kesulitan geografis untuk mencapai ibukota provinsi dan ketersediaan kemampuan sumber daya pengurusnya serta hal-hal lain yang akan ditetapkan oleh MKEK Pusat.
8. Apabila di suatu kabupaten/kota belum terbentuk MKEK Cabang, MKEK Wilayah setempat atau MKEK Pusat berwenang menunjuk MKEK Cabang terdekat untuk menjalankan tugas dan fungsi MKEK di kabupaten/kota tersebut. 9. Pembentukan MKEK setiap tingkatan langsung terdiri atas divisi kemahkamahan dan divisi pembinaan etika profesi. d. Pemilihan Ketua MKEK 1. Pemilihan Ketua MKEK Pusat dilakukan oleh sidang seluruh MKEK Wilayah dalam Muktamar IDI, pemilihan Ketua MKEK Wilayah dilakukan oleh peserta Musyawarah Wilayah, dan pemilihan Ketua MKEK Cabang dilakukan oleh Rapat Anggota Cabang. 2. MKEK Pusat bertanggung jawab kepada Muktamar IDI, MKEK Wilayah bertanggung jawab kepada Musyawarah Wilayah IDI Wilayah dan MKEK Cabang bertanggung jawab kepada Rapat Anggota Cabang. 3. Ketua terpilih MKEK Pusat, MKEK Wilayah dan MKEK Cabang memiliki kewenangan menyusun personalia anggota masing-masing sesuai tingkatannya. 4. Anggota sebagaimana dimaksud di atas ditentukan kualifikasinya untuk divisi kemahkamahan profesi atau divisi pembinaan etika profesi yang jumlah dan komposisinya sesuai dengan keperluan. e. Untuk menjamin otonominya, MKEK berhak : 1. 2.
3. 4. 5.
6.
7.
Sekretariatnya terpisah dari sekretariat lembaga internal IDI lainnya namun dibawah koordinasi IDI yang setingkat. Mendapat dana tersendiri yang diambil dari alokasi minimal 15% (lima belas persen) dari iuran setiap anggota IDI yang setingkat; dalam hal dana tersebut belum/tidak mencukupi, Divisi Pembinaan Etika Profesi MKEK dibawah koordinasi IDI yang setingkat dapat mencari dana sepanjang sesuai dengan ketentuan dan tata cara etika yang berlaku. Memiliki tata cara administratif surat menyurat tersendiri sesuai dengan ketentuan dan yurisdiksi yang berlaku. Menjaga dan merahasiakan semua berkas kasus yang diadukan, dilaporkan, disidangkan dan diputuskannya selama maksimal 5 (lima) tahun sejak tanggal diadukannya. Melaporkan putusan yang dibuat oleh divisi kemahkamahannya ke IDI setingkat untuk dilaksanakan sesuai yurisdiksinya atau dalam hal IDI setingkat tidak mengaturnya secara khusus, melaksanakan putusan tersebut oleh divisi pembina etika profesi dengan mengkoordinasikannya dengan IDI setingkat dan atau BHP2A setingkat. Mengkoordinasikan IDI dan atau BHP2A yang setingkat sesuai yurisdiksinya untuk memberikan pemulihan hak-hak profesi terhadap dokter yang tidak terbukti melakukan pelanggaran etik atau telah selesai menjalani sanksi etik sebagaimana putusan divisi kemahkamahan MKEK yang telah dilaksanakan oleh divisi pembina etika profesi MKEK. Apabila IDI dan atau BHP2A yang setingkat tidak memberikan keterangan pemulihan hak-hak profesi dalam waktu 7 (tujuh) hari sebagaimana dimaksud ayat f di atas, Ketua MKEK yang setingkat otomatis menerbitkan surat keterangan tersebut.
f. Susunan MKEK 1. Susunan pengurus MKEK sekurang-kurangnya terdiri dari seorang Ketua merangkap anggota, seorang Ketua Divisi Kemahkamahan merangkap anggota, seorang Ketua Divisi Pembinaan Etika Profesi merangkap anggota, seorang Sekretaris merangkap anggota dan beberapa anggota lainnya. 2. Komposisi pengurus MKEK terdiri atas dokter dengan latar belakang keahlian atau spesialisasi atau keseminatan yang berbeda-beda ditinjau dari segi pengabdian profesi maupun pengalaman praktik. 3. Jumlah pengurus divisi kemahkamahan harus sama atau mendekati seimbang dengan jumlah pengurus divisi pembina etika profesi. 4. Apabila salah seorang pengurus MKEK meninggal dunia, mengundurkan diri atau karena sesuatu hal diberhentikan sebagai pengurus MKEK, maka penggantiannya dilakukan oleh Ketua MKEK. 5. Pemberhentian sebagai pengurus MKEK dilakukan hanya apabila yang bersangkutan dinilai telah tidak sesuai lagi dengan syarat-syarat sebagai pengurus MKEK. 6. Selain pengurus, untuk kepentingan tertentu, dapat diangkat pengurus sementara MKEK. 7. Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pengangkatan dan pemberhentian pengurus, komposisi dan jumlah pengurus, serta ketentuan pengurus sementara akan ditentukan melalui Keputusan Ketua MKEK Pusat. g. Masa Jabatan MKEK 1. Periode masa jabatan pengurus MKEK sama dengan masa jabatan Pengurus IDI yang setingkat. 2. Jabatan pengurus MKEK berlaku sejak saat ditetapkannya Ketua MKEK oleh forum yang berwenang khusus untuk itu dalam IDI yang setingkat hingga saat terpilihnya Ketua MKEK penggantinya. 3. Batasan masa jabatan Ketua MKEK dalam tingkatan manapun maksimal adalah dua kali berturut-turut dan setelah satu periode masa jabatan tidak menduduki jabatan Ketua MKEK, dapat dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya, tanpa memperhitungkan jabatan sebelumnya. h. Wewenang Umum MKEK Wewenang kelembagaan MKEK IDI yang setingkat sesuai yurisdiksi masing-masing adalah sebagai berikut : 1. Secara umum menyampaikan pertimbangan pelaksanaan etika kedokteran dan usul secara lisan dan atau tertulis, diminta atau tidak diminta kepada pengurus IDI yang setingkat. 2. Melakukan koordinasi internal setiap permasalahan tentang bioetika dan etika kedokteran dengan seluruh jajaran dan perangkat IDI. 3. Dalam koordinasi dengan IDI yang setingkat melakukan kerjasama atau membentuk jejaring dengan pelbagai lembaga sejenis dari organisasi profesi lainnya, di dalam negeri maupun di luar negeri dalam tingkatannya masingmasing yang dipandang berdampak baik pada pelaksanaan dan penegakan etika kedokteran. 4. Menyelesaikan konflik etikolegal perbedaan kepentingan pelayanan kesehatan antar perangkat dan jajaran IDI termasuk namun tidak terbatas pada pengurus
5.
6. 7.
8.
9. 10.
11.
maupun anggota perhimpunan dokter spesialis dan perhimpunan dokter seminat atau seokupasi, khususnya yang berpotensi menjadi sengketa medik, dengan cara meneliti, memeriksa, menyidangkan dan memutuskan perkaranya. MKEK Pusat membuat fatwa, pedoman pelaksanaan etika dan peraturan kelembagaan lainnya dalam pengabdian profesi untuk meneguhkan keluhuran profesi, penyempurnaan Kede Etik Kedokteran Indonesia dan atau meredam potensi konflik etikolegal antar sejawat dokter, antara dokter dengan tenaga kesehatan lainnya atau mencegah sengketa medik. Melakukan koordinasi penanganan kasus sengketa medik dengan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia tingkatannya sesuai ketentuan yang berlaku. MKEK Pusat atas permintaan MKEK Wilayah/Cabang mengukuhkan kepengurusan MKEK Wilayah/Cabang sedangkan MKEK Wilayah atas permintaan MKEK Cabang dapat mengukuhkan kepengurusan MKEK Cabang yang telah ditetapkan IDI yang setingkat. MKEK Pusat melakukan pengumpulan semua data dan informasi tentang pengaduan etika, konflik etikolegal dan atau sengketa medik yang diperoleh dan diselesaikan oleh segenap lembaga di jajaran dan perangkat IDI yang setingkat dan data dari MKEK Wilayah, sedangkan MKEK Wilayah dari segenap lembaga di jajaran dan perangkat IDI yang setingkat dan data dari MKEK Cabang. MKEK Pusat membentuk komite khusus etika dan mengatur administratif kelembagaan etika di seluruh perangkat dan jajaran IDI. MKEK Pusat membuat pengaturan, pengelompokan dan tatacara persidangan kemahkamahan MKEK sesuai dengan perkembangan masyarakat, keorganisasian IDI, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta bioetika internasional. Melakukan kewenangan lain dalam pembinaan etika kedokteran yang ditetapkan kemudian oleh PB IDI bersama MKEK Pusat.
i. Kewajiban MKEK 1. MKEK wajib ikut mempertahankan hubungan dokter – pasien sebagai hubungan kepercayaan. 2. MKEK Pusat mempertanggungjawabkan kinerja dari pro- gram kerjanya kepada Muktamar, MKEK Wilayah kepada Musyawarah Wilayah IDI dan MKEK Cabang ke musyawarah Anggota Cabang IDI setempat 3. MKEK Pusat dalam batas kemampuannya wajib meningkatkan kapasitas pengetahuan, sikap dan ketrampilan pengurus MKEK Wilayah dan Cabang yang memerlukannya. 4. Membantu penyelenggaraan uji kompetensi khusus bidang etika kedokteran oleh perangkat dan jajaran IDI yang setingkat ataupun uji kompetensi oleh institusi pendidikan kedokteran, kedokteran gigi dan kesehatan masyarakat serta institusi pelayanan medik lain yang memerlukannya. 5. Apabila diminta oleh IDI yang setingkat, memberikan rekomendasi dan penilaian etika dalam rangka akreditasi bagi para dokter yang ingin melakukan praktik kedokteran, pengabdian profesi atau untuk kepentingan lainnya sesuai yurisdiksinya. 6. Sesuai yurisdiksinya, membantu IDI yang setingkat dalam menyelesaikan dan menyidangkan kasus status keanggotaan organisasi profesi seorang dokter.
j. Syarat-syarat Anggota Pengurus MKEK Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai anggota MKEK adalah dokter yang : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berjiwa Pancasila Berkepribadian kuat dan berkredibilitas profesi. Dapat diterima oleh banyak pihak. Peka dan responsif terhadap perkembangan masyarakat, lingkungan, nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan serta HAM. Berwibawa, bersih, jujur, bijaksana, sabar, dan terbuka. Berpengalaman di perangkat dan jajaran organisasi IDI yang setingkat selama minimal 1 periode kepengurusan. Tidak pernah memperoleh sanksi pidana untuk perkara yang ancaman hukumannya 5 (lima) tahun atau lebih dan sanksi disiplin berat akibat penyimpangan perilaku profesional. Khusus untuk Divisi Kemahkamahan berpengetahuan minimal di bidang etikolegal atau berpengalaman dalam ihwal pendidikan, penelitian atau layanan konsultasi etika profesi.
k. Hubungan Kerja MKEK 1. MKEK Pusat membina MKEK Wilayah/Cabang dalam aspek kelembagaan dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia anggotanya. 2. MKEK Cabang dalam pelaksanaan tugas kemahkamahan dan pembinaan etika profesi dapat merujuk dan berkonsultasi ke MKEK Wilayah dan MKEK Wilayah dalam pelaksanaan tugas kemahkamahan dan pembinaan etika profesi dapat merujuk dan berkonsultasi ke MKEK Pusat. 3. Dalam keadaan tertentu rujukan sebagaimana ayat (2) dapat dalam bentuk pelimpahan wewenang penanganan tugas kemahkamahan. 4. Hubungan kerja antara MKEK dengan Pengurus IDI yang tidak setingkat dilakukan melalui Pengurus IDI yang setingkat. 5. MKEK dapat langsung berhubungan koordinatif secara kelembagaan dan penanganan perkara kasus dengan lembaga atau majelis etika lain atau majelis disiplin kedokteran atau penegak hukum sesuai dengan tingkatan dan yurisdiksinya, termasuk melakukan tugas dan kewenangan kemahkamahan bersama-sama jika terdapat hubungan erat antara dokter teradu dengan pihak teradu dari profesi atau kelembagaan tersebut. 6. Ketentuan lebih lanjut tentang kemahkamahan bersama sebagaimana ayat (5) di atas ditentukan oleh rapat MKEK yang dipimpin oleh Ketua MKEK.
MAJELIS KEHORMATAN DISIPLIN KEDOKTERAN INDONESIA (MKDKI) Referensi: Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No. 15/KKI/PER/VIII/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi
a. Pengertian Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam bahasa Inggris Indonesian Medical Disciplinary Board adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sanksi. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia di tingkat Provinsi atau MKDKI-P adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dokter dan dokter gigi dalam penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi di wilayah provinsi dan menetapkan sanksi. b. Fungsi, Tugas dan Kewenangan 1. Fungsi MKDKI dan MKDKI-P adalah untuk penegakan disiplin kedokteran dan kedokteran gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran. 2. Penegakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penegakan aturan-aturan dan/atau penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh dokter dan dokter gigi. 3. Tugas MKDKI : a. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan b. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter gigi. 4. Dalam melaksanakan tugas MKDKI mempunyai wewenang : 1. Menerima pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi 2. Menetapkan jenis pengaduan pelanggaran disiplin atau pelanggaran etika atau bukan keduanya 3. Memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi 4. Memutuskan ada tidaknya pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi 5. Menentukan sanksi terhadap pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi 6. Melaksanakan keputusan MKDKI 7. Menyusun tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi 8. Menyusun buku pedoman MKDKI dan MKDKI-P 9. Membina, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas MKDKI-P 10. Membuat dan memberikan pertimbangan usulan pembentukan MKDKI-P kepada Konsil Kedokteran Indonesia 11. Mengadakan sosialisasi, penyuluhan, dan diseminasi tentang MKDKI dan dan MKDKI-P mencatat dan mendokumentasikan pengaduan, proses pemeriksaan, dan keputusan MKDKI. 5. Dalam melaksanakan tugas MKDKI-P mempunyai wewenang :
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Menerima pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi di tingkat provinsi Menetapkan jenis pengaduan pelanggaran disiplin atau pelanggaran etika atau bukan keduanya Memeriksa pengaduan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi di tingkat provinsi Meminta keterangan saksi ahli jika diperlukan Memutuskan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi di tingkat provinsi Menentukan sanksi terhadap pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi di tingkat provinsi melaksanakan keputusan MKDKI-P Melaksanakan keputusan MKDKI-P.
c. Kedudukan, Status dan Pembentukan Kedudukan 1. MKDKI berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia 2. MKDKI-P berkedudukan di ibu kota propinsi Status 1. MKDKI dan MKDKI-P bertanggung jawab secara administratif kepada Konsil Kedokteran Indonesia. 2. MKDKI dan MKDKI-P merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran Indonesia. 3. MKDKI dan MKDKI-P dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen. 4. Yang dimaksud dengan independen adalah menjalankan tugasnya tidak terpengaruh oleh siapapun atau lembaga lainnya. Pembentukan 1. Anggota MKDKI ditetapkan oleh Menteri atas usul Organisasi Profesi. 2. Masa bakti keanggotaan MKDKI adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. 3. MKDKI-P dibentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia atas usul MKDKI. 4. Pembentukan MKDKI-P oleh Konsil Kedokteran Indonesia melalui ketetapan Konsil Kedokteran Indonesia. 5. Pembentukan MKDKI-P mempertimbangkan sebagai berikut : a) luas wilayah provinsi; dan/atau b) jumlah dokter dan dokter gigi di wilayah provinsi; dan/atau c) memperhatikan pengaduan yang masuk pada wilayah provinsi; dan/atau d) jarak provinsi dengan ibu kota negara Republik Indonesia. 6. Pertimbangan pembentukan MKDKI-P di usulkan MKDKI ke Konsil Kedokteran Indonesia. d. Organisasi 1. Pimpinan MKDKI terdiri atas seorang ketua, seorang wakil ketua, dan seorang sekretaris. 2. Pimpinan MKDKI dipilih dan ditetapkan rapat pleno anggota dan ditetapkan oleh Ketua Konsil Kedokteran Indonesia 3. Keanggotaan MKDKI terdiri atas 3 (tiga) orang dokter dan 3 (tiga) orang dokter gigi dari orgnisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum. 4. Untuk dapat diangkat sebagai anggota MKDKI yang bersangkutan harus dipenuhi syarat sebagai berikut:
a) b) c) d) e) f) g) h)
warga negara Republik Indonesia; sehat jasmani dan rohani; bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia; berkelakuan baik; berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat diangkat; bagi dokter atau dokter gigi, pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi; bagi sarjana hukum, pernah melakukan praktik di bidang hukum paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki pengetahuan di bidang hukum kesehatan; dan cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang baik.
TATA PERGAULAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG Referensi: Bagian Etik FK Unila
KETENTUAN UMUM 1.
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang selanjutnya disingkat FK Unila adalah lembaga/unit kerja di bawah Kemendiknas RI yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran di Provinsi Lampung dan berlokasi di Bandar Lampung. 2. Warga FK Unila terdiri atas dosen, tenaga pendukung pendidikan, dan mahasiswa FK Unila. 3. Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di Unila setelah lulus seleksi masuk. 4. Mahasiswa FK Unila adalah mahasiswa tahap sarjana kedokteran dan mahasiswa tahap profesi. 5. Tata pergaulan warga FK Unila adalah pedoman yang menyangkut etiket dan etika yang harus dilaksanakan dan mengikat seluruh warga FK Unila. 6. Etiket/sopan santun/tata krama adalah tata hubungan antar manusia yang aturannya hanya dilakukan di depan orang lain dan menurut kesepakatan antar manusia dalam suatu komunitas. 7. Etika adalah suatu sistem nilai-nilai/norma-norma dan prinsip-prinsip moral/susila/akhlak atau aturan fundamental yang terpadu secara teratur dengan hukum-hukum moral yang bersifat universal, sangat penting, rasional, dan objektif, menyangkut kepentingan orang lain untuk mencapai masyarakat yang berbudaya dan hidup bahagia. 8. Norma adalah aturan, pola, atau model yang sesuai dengan suatu tipe atau standar yang dianggap biasa dalam suatu masyarakat, baik yang menyangkut etiket maupun yang menyangkut etika. 9. Kode etik adalah prinsip-prinsip moral yang mengatur standar tingkah laku anggota profesi, yaitu kumpulan orang-orang dalam satu bidang keahlian yang tersusun secara sistematis dan menyeluruh. 10. Pelanggaran adalah setiap tindakan/tingkah laku yang bertentangan dan atau menyimpang dari tata tertib ini. 11. Sanksi adalah teguran dan atau hukuman lisan atau tertulis yang diberikan kepada mahasiswa FK Unila terbukti melakukan pelanggaran.
ETIKA DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG a. Etika Umum bagi Warga FK Unila 1. Bermoral, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Berwawasan dan setia kepada Pancasila dan UUD 1945
3. Menegakkan kehormatan, menjaga persatuan bangsa dan kesatuan wilayah, serta membela bangsa dan negara. 4. Menjunjung tinggi kebudayaan nasional dan puncak-puncak kebudayaan daerah, serta nilai-nilai moral bangsa. 5. Melaksanakan kewajiban sebagai warga negara. 6. Menegakkan kewibawaan, kehormatan, dan nama baik FK Unila. 7. Mengutamakan kepentingan FK Unila dan masyarakat pada umumnya di atas kepentingan pribadi dan golongan. 8. Menghormati hak setiap warga FK Unila. 9. Menjaga persatuan dan kesatuan warga FK Unila. 10. Menghargai perbedaan pendapat di antara semua warga FK Unila dalam wacana demokrasi. 11. Mengutamakan pendekatan musyawarah/mufakat dan dialog dalam mengatasi masalah, sehingga terhindar dari terjadinya friksi/konflik frontal antar warga FK Unila. 12. Menghindarkan diri dari perbuatan tercela, di antaranya korupsi, kolusi, nepotisme; fitnah; provokasi; pelecehan seksual/asusila. 13. Menghindarkan diri dari perbuatan yang bernuansa sukuisme, ras, dan agama sehingga tidak terjadi pengkotak-kotakan di antara warga Unila. b. Etika Khusus bagi Warga FK Unila 1. Mengikuti proses pembelajaran sesuai peraturan FK Unila dengan menjunjung tinggi norma dan etika akademik. 2. Berdisiplin, bersikap jujur, dan bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran di FK Unila. 3. Menjalankan ibadah sesuai dengan agama yang dianutnya dan menghormati pelaksanaan ibadah peserta didik lain. 4. Menghormati dosen dan tenaga kependidikan serta tidak merendahkan atau melakukan penghinaan kepada sesame warga Unila antara lain dengan mengucapkan kata – kata yang tidak senonoh, berkata – kata dengan menggunakan nada tinggi. 5. Memelihara kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni sosial. 6. Mencintai keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara, serta menyayangi sesama mahasiswa. 7. Mencintai dan melestarikan lingkungan. 8. Menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, keamanan, ketertiban, dan keindahan di kampus Unila dengan antara lain memarkir kendaraan di tempat parker, menggunakan knalpot yang tidak membisingkan, mengendarai kendaraan dengan kecepatan rendah (kecepatan maksimal 30 – 40 km/jam), tidak melakukan coret – mencoret, tidak merusak tanaman, dan tidak membuang sampah sembarangan. 9. Menanggung biaya pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, kecuali yang dibebaskan dari kewajiban. 10. Menjaga kewibawaan dan nama baik FK Unila. 11. Mematuhi semua peraturan yang berlaku di FK Unila. 12. Menghargai dan memajukan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. 13. Menjunjung tinggi kebudayaan nasional. 14. Belajar tekun, disiplin, bekerja keras, dan bersemangat. 15. Menghargai waktu, antara lain dengan menepati waktu.
16. Tidak melanggar etika akademik, seperti plagiarism, menyontek, memalsu nilai, memalsu tanda tangan, memalsu cap, memalsu ijazah dan/atau perbuatan lain yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 17. Selalu berusaha meluruskan dan menasihati warga Unila yang melakukan perbuatan tercela. 18. Tidak melakukan tindakan tidak terpuji yang dapat merusak martabat dan wibawa fakultas. 19. Tidak mengatasnamakan fakultas tanpa mandat atau izin dari dekan dan/atau pejabat yang berwenang. 20. Tidak mengganggu dan menghambat pejabat, dosen, pegawai administrasi, dan mahasiswa lain dalam melaksanakan tugas dan penyelenggaraan kegiatan akademik. 21. Tidak melakukan pemaksaan (tanpa izin, dengan ancaman, atau tindakan kekerasan, dsb) untuk menggunakan fasilitas pendidikan dan fasilitas umum. 22. Tidak memberikan sesuatu kepada dosen dan pegawai administrasi dengan imbalan keuntungan akademik. 23. Tidak merusak dan mencuri fasilitas pendidikan dan fasilitas umum. 24. Tidak mengancam, menganiaya, dan menghilangkan nyawa warga FK Unila dan masyarakat lain. 25. Tidak menghasut dan memprovokasi warga FK Unila dan masyarakat lain untuk melawan hukum. 26. Tidak membawa, memakai, mengedarkan, dan menjual narkoba, dan minuman keras di dalam kampus. 27. Tidak melakukan berbagai bentuk pelanggaran kesusilaan. 28. Tidak melakukan kegiatan permainan dalam bentuk apapun yang dikategorikan sebagai judi. 29. Tidak membawa dan menggunakan senjata tajam, senjata dari bahan kimia, dan senjata api. 30. Tidak menyebarkan paham dan ajaran yang dilarang dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 31. Tidak menginap, kecuali ada izin dari fakultas yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar. ETIKET BAGI WARGA FK UNILA a. Norma Umum 1. Setiap orang di lingkungan Unila wajib mengindahkan sopan santun. 2. Dalam melaksanakan sopa n-santun, prioritas dilakukan berdasarkan 2 (tiga) hal berikut: 1. Yang berusia lebih tua 2. Wanita b. Norma Khusus Norma yang menjadi pegangan mahasiswa Unila adalah sebagai berikut: 1. Mahasiswa harus berpenampilan rapi, bersih dan sopan di lingkungan kampus dan selama kegiatan yang mewakili/mengatasnamakan fakultas. 2. Setiap mahasiswa harus berpakaian sopan dan rapi sesuai dengan normanorma yang berlaku. 3. Jenis dan macam pakaian disesuaikan dengan kegiatan yang sedang dilaksanakan. 4. Aturan berpenampilan bagi mahasiswi, antara lain:
a.
5.
6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13.
14. 15.
Berpakaian yang sopan, yaitu yang dapat diterima masyarakat, khususnya masyarakat FK Unila b. Berpakaian rapi dan bersih c. Tidak memakai celana panjang/jeans d. Tidak memakai pakaian berbahan jeans e. Tidak memakai kaos oblong f. Batas bawah rok 20 cm di bawah lutut g. Rok tidak berbelahan tinggi dan ketat h. Tidak memakai pakaian transparan, ketat, dan pakaian yang tidak menutupi lengan atas, perut, dan pinggang i. Memakai sepatu formal, bukan sepatu sandal atau kets j. Tidak memakai asesoris dan riasan berlebihan k. Tidak menonjolkan kemewahan l. Tidak mengenakan pakaian yang mengesankan ‘seksi’ m. Rambut ditata rapi n. Tidak mengecat rambut o. Sesuai dengan waktu dan kesempatan Aturan berpenampilan bagi mahasiswa, antara lain: 1. Rapi, bersih, dan sopan 2. Tidak memakai pakaian berbahan jeans 3. Tidak memakai kaos oblong 4. Tidak memakai celana pendek 5. Berpotongan rambut yang rapi, tidak gondrong, batas belakang tidak melewati leher baju 6. Tidak mengecat rambut 7. Tidak memelihara kumis dan jenggot secara berlebihan 8. Memakai sepatu formal, bukan sepatu sandal atau kets 9. Tidak memakai anting Pada kegiatan upacara/kegiatan khusus diharuskan mengikuti ketentuan pakaian beserta kelengkapan yang berlaku. Bersikap sopan kepada siapa pun. Berbicara sopan dengan menggunakan Bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan bahasa asing baku. Berperilaku sopan, santun, dan menghormati orang lain, baik kepada pimpinan, dosen, pegawai administrasi, mahasiswa lain, maupun anggota masyarakat lain. Bertegur sapa dengan pimpinan, dosen, pegawai administrasi, mahasiswa lain, maupun warga FK Unila lain. Membiasakan membuat perjanjian terlebih dahulu dengan dosen atau para pemimpin Unila sebelum berkunjung baik ke tempat kerja maupun ke rumah. Mengetuk pintu jika akan memasuki ruang dosen, pemimpin, dan semua ruang kerja orang lain. Meminta izin masuk ruang kuliah kepada dosen jika datang terlambat dan/atau sewaktu meninggalkan ruang kuliah sebelum perkuliahan selesai tanpa mengganggu jalannya perkuliahan. Melakukan unjuk rasa dengan sopan, tertib dan dengan izin atau melalui prosedur yang baku. Tidak membuat gaduh, baik di dalam maupun di luar ruang kuliah.
16. Tidak menghalangi orang lain memasuki ruangan, gedung, atau kompleks kampus dengan bergerombol di depan pintu atau jalan. 17. Tidak merokok di tempat yang siapa pun tidak diperkenankan merokok, antara lain di ruang kelas/lingkungan kampus. 18. Tidak menggunakan telepon selular di dalam kelas. SANKSI 1. 2.
3. 4.
Setiap pelanggaran terhadap Tata Pergaulan Warga Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dapat dikenai sanksi Sanksi yang dikenakan kepada mahasiswa berdasarkan ururtan ringan ke berat adalah sebagai berikut: a. Teguran lisan b. Teguran tulisan c. Penggantirugian d. Hukuman bersyarat e. Dikenakan skorsing tidak boleh mengikuti kuliah selama satu semester f. Dikenakan skorsing tidak boleh mengikuti kuliah selama satu tahun g. Dinyatakan tidak lulus atau pembatalan nilai mata kuliah h. Dinyatakan tidak lulus atau pembatalan nilai mata kuliah 1 (satu) semester i. Penghentian sementara status sebagai mahasiswa j. Pencabutan sebagai mahasiswa secara permanen k. Pembatalan ijazah l. Penundaan kelulusan m. Pembatalan kelulusan Sanksi terdiri atas sanksi administratif dan sanksi akademik. Prosedur penjatuhan sanksi dilakukan sebagai berikut: a. Sanksi berupa teguran lisan dapat langsung disampaikan oleh pihak terkait tanpa melalui proses persidangan dan tanpa pembuatan berita acara pemeriksaan. b. Setiap sanksi selain teguran lisan dibuat berita acara pemeriksaan oleh pihak yang berwenang menjatuhkan sanksi dan dilanjutkan dengan proses persidangan. c. Proses persidangan diikuti pejabat structural terkait, mahasiswa yang melakukan pelanggaran dan saksi bila diperlukan. d. Sebelum diberikan sanksi dalam bentuk keputusan tetap, kepada mahasiswa yang melakukan pelanggaran diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan. e. Setelah mendengar pembelaan, pejabat terkait memutuskan sanksi bagi pelanggar dalam bentuk keputusan tetap. f. Keputusan tetap berisi: 1) Identitas lengkap mahasiswa yang melakukan pelanggaran; 2) Pertimbangan/konsideran secara lengkap mengenai fakta dan alat bukti; 3) Pasal-pasal yang dilanggar; 4) Isi keputusan; 5) Hari, tanggal, nama dan tanda tangan pihak yang menjatuhkan sanksi.
PERATURAN AKADEMIK Referensi: Bagian Etik FK Unila
KECURANGAN AKADEMIK 1.
Yang dianggap kecurangan akademik adalah sebagai berikut: a.
b.
c. d. e. f. g. h. i.
Ngepek/nyontek, yaitu menyalin tulisan mahasiswa lain dalam ujian, bekerja sama dengan cara berkomunikasi dengan mahasiswa lain dalam ruang ujian, dan membawa informasi terlarang, termasuk alat-alat ekeltronik ke dalam ruang ujian. Plagiarisme, yaitu secara sengaja menyalin tulisan orang lain atau mengutip tulisan orang lain, tanpa cara-cara yang sah dalam dunia akademik, yaitu dengan melakukan perujukan dan dokumentasi (catatan kaki dan/atau biografi). Pemalsuan data penelitian. Personifikasi (perjokian) dalam ujian. Pemalsuan KRS/KHS. Pemalsuan nilai dalam transkrip akademik. Pemalsuan berkas ujian. Pemalsuan paraf/tanda tangan. Tindakan–tindakan yang termasuk plagiarism, antara lain: a. Mengutip tulisan/pendapat orang lain atau tulisannya sendiri tanpa melakukan perujukan dan dokumentasi (catatan kaki dan/atau bilbiografi) yang layak. b. Mengutip tabel dan gambar hasil penelitian orang lain atau dari tulisannya sendiri tanpa mencantumkan sumber kutipan. c. Mereproduksi tulisan orang lain, yaitu menyalin seluruh tulisan orang lain dsan mengakuinya sebagai tulisan si penyalin. d. Dengan sengaja mengirim satu tulisan ke dua jurnal ilmiah. e. Menghilangkan nama penulis lain dari suatu tulisan. f. Mengakui disertasi/tesis/skripsi sebagai karya pribadi mahasiswa atau dosen. g. Menerjemahkan tulisan orang lain dan mengakui hasil terjemahan itu sebagai karya si penerjemah. h. Mengubah tulisan orang lain, baik organisasi maupun fraseologi dan mengakuinya sebagai karya pribadi. i. Meminta orang lain untuk menulis suatu tulisan untuk diakui sebagai karya pribadi. j. Menitip nama, yaitu meminta namanya diikutsertakan sebagai penulis, padahal sumbangannya dalam tulisan tidak ada. k. Plagiarisme menyangkut semua tulisan, baik yang diterbitkan (buku ajar, ensiklopedia, monograf, artikel dalam jurnal) maupun yang tidak diterbitkan (diktat kuliah, makalah untuk pertemuan ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, makalah untuk tugas mata kuliah, laporan penelitian, dan lainlain.
2. Mahasiswa yang melakukan kecurangan akademik dapat diberi sanksi akademik.
SANKSI AKADEMIK 1.
2. 3. 4.
Sanksi akademik dapat berupa salah satu dari hal berikut ini: a. Hukuman bersyarat, berupa ancaman hukuman putus studi jika mahasiswa yang bersangkutan melakukan (lagi) kecurangan akademik dalam kurun waktu tertentu setelah surat keputusan ini diterbitkan. b. Pemberian huruf mutu E untuk mata kuliah yang dicurangi. c. Pemberian huruf mutu E untuk semua mata kuliah dalam satu semester yang bersangkutan dengan terjadinya kecurangan tersebut. d. Pemberian huruf mutu E untuk semua mata kuliah dalam semester yang bersangkutan dan mahasiswa yang bersangkutan tidak diperkenankan mengikuti kegiatan akademik pada satu semester berikutnya. e. Putus studi. f. Kombinasi sanksi a dengan b–d pasal ini. Sanksi akademik yang tercantum pada ayat (1) huruf (c) dan (d) ini diperhitungkan dalam perhitungan masa studi. Sanksi akademik dijatuhkan oleh dekan. Mahasiswa tertuduh berhak melakukan pembelaan dalam sidang pemeriksaan.
TATACARA BERINTERAKSI (dengan dosen, civitas akademik, orang yang lebih tua/senior) Referensi: Pengalaman Pribadi
a. Berinteraksi secara langsung (lisan) • Menggunakan bahasa yang sopan • Bersikap sopan b. Berinteraksi secara tidak langsung (teks) • Mengirim pesan hendaknya pada interval pukul 07.00-20.00 WIB • Menggunakan bahasa yang sopan • Isi pesan tidak bertele-tele • Berikut format mengirim pesan kepada dosen/senior: ü Salam ü Maaf ü Perkenalkan identitas ü Izin (bertanya, mengingatkan, dll) ü Tujuan pesan tersebut ü Terimakasih ü Salam contoh: SMS dosen menanyakan jadwal kuliah: “Assalaamu’alaikum selamat malam dok, maaf mengganggu waktunya, saya A dari angkatan 2016 selaku PJ mata kuliah Ilmu Penyakit Dalam izin bertanya dok, apakah dokter bisa mengisi kuliah pada hari Senin, tanggal 01 agustus 2016 pada pukul 10.20 dok? terima kasih sebelumnya, maaf mengganggu dok. Wassalaamu’alaikum”