Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Pidato Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Profesor Arwin Sabar PERUBAHAN IKLIM, KONVERSI LAHAN DAN ANCAMAN BANJIR & KEKERINGAN DI KAWASAN TERBANGUN
27 FEBRUARI 2009 Balai Pertemuan Ilmiah ITB Hak Cipta pada penulis
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
1
Judul : Pidato Ilmiah Guru Besar Institut Teknologi Bandung PERUBAHAN IKLIM ,KONVERSI LAHAN DAN ANCAMAN BANJIR & KEKERINGAN DI KAWASAN TERBANGUN
Hak Cipta dilindungi undang-undang Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memperbanyak salinan, merekam atau menggunakan sistem penyimpanan lainnya tanpa izin tertulis dari penulis.
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hal mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu ,dipidana dengan pidana penjara paling lama 7(tujuh ) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00( lima miliar rupiah) 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan ,memamerkan ,mengedarkan , atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan /atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00( lima ratus juta rupiah)
Hak Cipta ada pada penulis Data catalog dalam terbitan
Prof. Arwin Sabar PERUBAHAN IKLIM , KONVERSI LAHAN DAN ANCAMAN BANJIR & KEKERINGAN DI KAWASAN TERBANGUN
Bandung : Majelis Guru Besar ITB,2009 Ii +14 h, 17,5 x 25 cm ISBN..... Pendidikan Tinggi 1. Arwin Percetakan cv. Senatama Wikarya ,Jalan Sadang sari 17 Bandung 40134 Telp. (022) 7072727285,08112286615; E-mail :
[email protected]
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Maha Kuasa karena atas rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan naskah
pidato ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya
disampaikan kepada Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menyampaikan pidato ilmiah ini pada sidang pleno Majelis Guru Besar. Tulisan ini akan membahas tentang pengaruh iklim, konversi lahan, dan ancaman banjir dan kekeringan di kawasan terbangun Nusantara : Ikhwal Bandung dan Jakarta. Tulisan ini diuraikan 5( lima ) bagian : Bagian 1. Pendahuluan : menguraikan permasahan banjir dan kekeringan di kawasan terbangun historikal banjir Jakarta yang ada kaitannya dengan laju
pemintaan air
SPAM perkotaan, eksploitasi air tanah serta penurunan muka tanah, rencana pemberdayaan pesisir pantai dan ancaman keberlanjutan sistim drainase perkotaan di kawasan terbangun. Bagian 2. Hidrologi lingkungan : suatu tinjauan menyelaraskan pengendalian sumber daya air yang dapat diperbaharui melalui siklus hidrologi; pentingnya indikator konversi lahan untuk konservasi air , drainase lingkunan , perihal keandalan SPAM perkotaan & pedoman alokasi air sungai untuk Irigasi dan domestik serta pengembangan waduk multiguna ( Sumber air baku, PLTA dan Banjir ) Bagian 3. Ikhwal Ancaman Banjir di Kawasan Hilir Terbangun : meninjau degradasi rezim hidrologi di DAS Ciliwung Hulu-Bopuncur; pengaruh iklim dan konversi lahan terhadap komponen utama hidrologi (P,Q); tendensi hujan dan debit air , ekstrimitas debit air, dan laju konversi lahan di kawasan Bopuncur. Selanjutnya bagian terakhir adalah meneliti secara akademis sensibilitas rambatan gelombang banjir memanfaatkan kondisi bidang batas banjir Ciliwung Jakarta 2007 serta sensibilitas pengaruh reklamasi berturut-turut 1,5 dan 3 km terhadap muka air banjir di pesisir lama dibandingkan dengan pengaruh naiknya permukaan laut akibat pemanasan global . Bagian 4. Ikhwal Kekeringan di Kawasan Hulu & Waduk Multiguna : tes teoritis keandalan air baku SPAM , pedoman alokasi sumber air sungai untuk irigasi dan domestik , ancaman kekeringan kasus DAS Cikapundung Hulu; penelitian degradasi rezim hidrologi dan pengaruhnya terhadap keandalan air baku SPAM dan PLTA Bengkok serta upaya mengendalikan air Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
fenomena ancaman banjir & kekeringan Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
3
pengembangan waduk multiguna dan pengendalian
konversi lahan di kawasan
konservasi Bagian 5. Penutup dan Harapan , memberikan temuan-temuan dan harapan dalam memgendalikan ancaman banjir & kekeringan. Pidato ini adalah bentuk pertanggungjawaban akademis dan komitmen penulis sebagai seseorang yang menduduki jabatan Guru besar. Buku sederhana ini penulis dedikasikan untuk semua guru yang telah mendidik dan membimbing penulis. Ucapan terima kasih disampaikam kepada alm Prof. Moedomo ; alm Prof.Sosro Winarso ; alm Ir. R. Harjoko ,MSc dan Prof.Sugandar ,Prof. Harsono Taroeprajetka ; Prof. Darmawan H. yang memberikan kepercayaan persetujuan meneruskan Program S3 dan juga terimah kasih disampaikan kepada Prof. Enri Damahuri , Prof. Suprihanto; Prof. Hang Tuah, Prof. Harun Sukarmadidjaja dan Prof. J. Soemirat Slamet atas rekomendasi yang diberikan ke Guru Besar. Akhirnya terima kasih kepada ayah alm. Sabar atas dukungan penuh pendidikan ditanah Jawa dan alm. isteri Marjory Rose Lawalata mendampingi penulis baik duka maupun suka . Yaohowu.
Semoga tulisan ini bermanfaat Bandung , 27 Februari 2009
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Latar Belakang 1.2. Kiriman Air Kawasan Hulu 1.3. Ancaman Keberlanjutan Drainase Perkotaan HIDROLOGI LINGKUNGAN 2 2.1. Pengendalian Sumber Air 2.2. Pembagian Ruang Hidrologi 2.3. Indikantor Konversi lahan. 2.4.Indeks Konservasi 2.5. Drainase Lingkungan 2.6. Sumber Air baku & Pengembangan SPAM Perkotaan 2.6.1. Sumber air baku sungai 2.6.2. Pedoman alokasi air sungai untuk domestik & Irigasi 2.6.3. Pengembangan Waduk Multiguna IKHWAL ANCAMAN BANJIR DI KAWASAN TERBANGUN HILIR 3 3.1. Model Akademik Penelusuran Gelombang Banjir 3.2. Perubahan Bidang Batas DAS Ciliwung Hulu-Bopuncur 3.2.1.Degradasi Fungsi Hidrologis 3.2.2.Pengaruh perubahan Iklim & Konversi lahan terhadap Komponen Hujan & Debit Air 3.2.3.Trend Hujan dan Debit air 3.3.Sensibilitas Penelusuran Gelombang Banjir Pengaruh Sea level Rise dan Reklamasi Pantai. 4
IKHWAL ANCAMAN KEKERINGAN DI KAWASAN HULU & WADUK MULTIGUNA
4.1. Sumber air dan Pedoman alokasi Air sungai untuk Irigasi dan Domestik 4.1.1. Tes –Keandalan Sumber Air baku SPAM 4.1.2. Pedoman Alokasi Air Sungai untuk Irigasi dan Domestik 4.2. Ancaman Kekeringan Sumber Air di DAS Cikapundung. 4.2.1.Degradasi Debit Rencana Air Baku SPAM Dago-Bandung 4.2.2.Penurunan Produksi PLTA Bengkok. 3.3. Sumber air & Pengembangan Waduk Multiguna Pakar Dago 5
PENUTUP DAN HARAPAN
DAFTAR PUSTAKA BIODATA
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
5
PERUBAHAN IKLIM, KONVERSI LAHAN DAN ANCAMAN BANJIR & KEKERINGAN DI KAWASAN TERBANGUN 1. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Kawasan sangat terbangun di P.Jawa seperti Jakarta dan Bandung, sebagai urban
metropolitan merupakan kota besar yang memiliki tingkat kepadatan penduduk dan mobilitas yang tinggi. Jakarta sebagai pusat pemerintahan di trarnsformasi menjadi kota Jasa, telah mengalami deformasi dari tahun ke tahun khususnya di kawasan pesisir Jakarta memanfaatkan peluang bisnis pemberdayaan pesisir pantai sebagai kawasan terbangun. Perubahan iklim pengaruhnya terhadap komponen Utama hidrologi, naiknya permukaan laut dan upaya reklamasi pantai
telah mengancam semakin sulitnya
pembuangan limpasan air hujan dari daratan kelaut. (Menteri Kimprawil, Kompas 2003) Peningkatanya luas genangan banjir di kawasan pesisir Jakarta tidak lepas dari laju degradasi lahan DAS Ciliwung hulu–Bopuncur menyebabkan debit banjir meningkat. Terjadinya Konversi lahan suksesif, berupa alih fungsi lahan dari hutan, budidaya pertanian, pemukiman pedesaan dan urban metro
mengakibatkan
limpasan air
permukaan semakin tinggi dan debit aliran dasar semakin kecil (fenomena ekstrimitas debit air ) . Pada musim penghujan dimana kurva puncak debit banjir semakin ekstrim dan waktu capaian puncaknya relatif semakin pendek bila diikuti fenomena memoire hujan berurutan 5 hari (Arwin, Kompas 11 Febuari 2002) dan diikuti pasang surut laut maka ancaman banjir semakin besar di daratan landai seperti Banjir Jakarta 2002 dan selanjutnya pemberdayaan lahan pesisir Jakarta sehingga memperluas terjadi degradasi Rezim Hidrologi ancaman banjir semakin meningkat di Jakarta . Hal ini dibuktikan semakin besarnya banjir berturut –turut pada tahun feb 1996, feb. 2002 dan feb 2007 (lihat Gambar 1.1 dan Tabel 1.1).
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
6
2007
2002
Gambar 1.1. Daerah genangan pada peristiwa banjir 2002 dan 2007 Tabel 1.1 Banjir Jakarta tahun 1996-2007
Sumber : Posko banjir Jakarta dan Dartmouth Flood Observatory Laju pemenuhan air minum DKI Jakarta akan tertinggal dibanding dengan permintaan air
( Lihat tabel 1.2. ) sehingga memberi peluang terjadinya eksplotasi air tanah
berlebih akibatnya memperburuk penurunan kontur muka tanah DKI Jakarta ( Lihat Gamb.1.2) Tabel 1.2. Laju kebutuhan Air DKI Jakarta Tahun No.
Uraian
Unit
2007
2010
1
Penduduk
Jiwa
9.060.803
9.364.797
10.453.718
11.669.256
2
Kapasitas IPA Eksisting
Lps
18.075
18.075
18.075
18.075
3
Kapasitas IPA Nyata
Lps
16.231
35.188
36.445
38.289
Kekurangan pelayanan air
Lps
1.844
17.113
18.370
20.214
4
2020
2030
Sumber : PT. Pandu Satria Lestari
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
7
Gambar 1.2. Perbandingan Kontur Penurunan Muka Tanah dan Elevasi Muka Air Tanah (Hutasoit, 2007)
Ilustrasi penagaruh bencana Banjir Jakarta 2002 sempat menggangu jalannya roda perekonomian , antara lain dalam bentuk kemacetan di jalan-jalan (termasuk jalan bebas hambatan /TOL) , rusaknya prasarana wilayah ,terhambatnya pasokan bahan mentah serta padamnya aliran listrik dan jaringan telepon di berbagai lokasi genangan air. Di Jakarta saja , tidak kurang dari 7 ribu satuan sambungan telepon mengalami gangguan serta PLN terpaksa menghentikan pengoperasian PLTU Muara Karang di samping pemadaman pada 1570 gardu listrik di berbagai Lokasi.( Kwie Kian Gie , 2002) Dari overlay peta upaya pemberdayaan lahan dipesisir
pantai utara
Jakarta,didapatkan penambahan daratan di kawasan Kecamatan Penjaringan bertambah 390,24 km2 dengan lebar 1-1,5 km kearah laut (Gambar 1.3 ). Naiknya muka laut ratarata dipengaruhi perubahan iklim akibat fenomena pemanasan global yang memberikan dampak cukup serius bagi iklim dunia. Salah satu dari dampak pemanasan global adalah mencairnya lempeng es di Antartika, Greenland dan gletser di benua. Pencairan es ini menyebabkan kenaikan muka laut. Peningkatan muka laut (sea level rise/SLR) di Teluk Jakarta diketahui sebesar 0,575 cm/th seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.4.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
8
Kamal muara
Citra IKONOS 2003
Indah Kapuk
Kec. Penjaringan
Sunda Kelapa
PLTU
Pluit
Ancol Kec. Pademangan Kec. Tanjung Priok Sunter Kec. Koja
Garis pantai 1991 Garis pantai 2003
REKLAMASI : Luas : 390,24 km2; lebar :1-1,5 km
Gambar 1.3.Kondisi Garis Pantai 1991 dan 2003 Kec Penyaringan Citra satelit (Endang Sri Pujilestari, 2008)
Gambar 1.4. Sea level rise (SLR) Teluk Jakarta
Apabila muka laut terus bertambah ,
permukaan tanah terus menurun(akibat
eksploitasi air tanah ) dan reklamasi pantai
mengakibatkan kawasan pesisir lama
Jakarta rentan terhadap ancaman banjir di musim hujan dan rob pada musim kemarau.
1.2.
Kiriman air Kawasan Hulu .
Laju perkembangan lahan terbangun di DKI Jakarta dan sekitarnya begitu pesat( 1972 -2005) memperlihatkan tekanan perluasan ke arah barat(Tangerang) , Timur(Bekasi) dan selatan ( Bopuncur ) membentuk Megapolitan Jakarta dapat diperlihatkan pada Gambar 1.5.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
9
Konversi lahan di Kawasan hulu berupa prambahan hutan menjadi lahan budidaya (lihat Gambar 1.6)
lahan budidaya maka akan
menimbulkan ancaman
banjir & kekeringan
terjadi
ekstrimitas debit
di kawasan hilirnya.
air
Dengan
menggunakan pendekatan Hidrologi statistik , perambahan fungsi hutan dan konversi lahan bududaya menjadi lahan terbangun dapat dianalisa . Sebagai input data hidrologi adalah arsip data hujan(P) dan debit.(Q) dan out put degradasi lahan dinyatakan dengan Koefisien limpasan ( C) & aliran dasar sungai ( b) sedangkan perubahan konversi lahan menggunakan citra satelit .
1983
1992
1972
2005
2000
Gamb 1.5. Laju Konversi Lahan di DKI JKT & sekitarnya (1972-2005)
DEFORESTASI •Meningkatnya Limpasan Permukaan. Daya serap air berkurang. •Terjadi Ekstrimitas Debit. Menipisnya Top Soil sehingga mengurangi kesuburan tanah (Erosi lahan) •Terjadinya Sedimentasi di badan air dan akumulasi sedimen di waduk. • Penurunan Kualitas Air (terutama kekeruhan) • perubahan Iklim mikro Frekwensi kejadian hujan kecil semakin kecil
Gambar 1.6 : Degradasi Lahan Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
10
Degradasi fungsi hidrologis lahan di daerah tanggapan air ditandai debit ekstrim ratarata berubah & simpangan baku () membesar mengakibatkan degradasi debit rencana banjir dan kering .Selain itu , Konversi lahan mempengaruhi iklim lokal (naik suhu lokal) sehingga frekwensi kejadian hujan kecil semakin berkurang. Selanjutnya upaya penanggulangan fenomena ekstrimitas debit air di badan air dengan
Waduk
Multiguna ikhwal DAS Cikanpundung Hulu-Bandung dan pengendalian ancaman banjir dan kekeringan di DAS Hulu dengan implementasi indikantor konversi lahan dengan indeks konservasi (Keppres 114 tahun 1999)
1.3.
Ancaman Keberlanjutan Drainase perkotaan Laju perkembangan DKI Jakarta menuju Megapolitan Jakarta (lihat Gambar
1.5) sejalan meningkatnya kawasan terbangun di DKI Jakarta harus diimbangi dengan laju permintaan air minum keterlambatan peningkatan pelayanan permintaan air minum membuka peluang eksplotasi air tanah berlebih menyebabkan penurunan muka tanah di daerah tanggapan limpasan air di drainase perkotaan (lihat Gambar 1.7) akibatnya semakin sulitnya membuang air limpasan hujan melalui sistem drainase perkotaan sehingga memberikan peluang terjadinya genang-genangan dimana-mana. Selanjutnya bila Sungai dikawasan terbangun semakin sulit menyalurkan air akibat pelandaian kemiringan pembuangan air kelaut ditandai pengaruh naik permukaan laut dan Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta Utara sampai tahun 2010 yang selengkapnya ditunjukkan pada Gambar 1.8. Selanjutnya sensibilitas pengaruh pemberdayaan pesisir pantai dan naiknya muka air laut
ditelusuri dengan model deterministik aliran
permukaan bebas Saint Venant dengan menggunakan kondisi bidang batas kejadian banjir Jakarta 2007. Konsekwensi logis degradasi rezim hidrologi sungai melewati kawasan terbangun , terancamnya infrastruktur drainase perkotaan semakin sulit menyalurkan air ke badan air penerima sungai atau laut (Lihat Gambar 1.9)
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
11
N W
E
Penjaring an
Kalideres
Koja Pade m ang an Cilinc ing Tanjun g Priok Tam an Sari Tam bo ra Ceng karen g Sawah B esa r Kem ay oran Kelapa G ading G ro gol Petam b uran G am bir Cem pa ka Pu tih Sene n Cak ung Kebo n Je ru k Pulo G ad ung Me nteng Kem ba nga n Palm erah Tana h Aba ng
Ma tram an
Setiabu di Keba yoran Ba ru Tebe t Jatine gara Pes ang grahan Keba yoran BA ru Panc oran Keba yoran L am a Ma m pan g Prapa ta n
Duren Sa wit
Ma ka sar
Kra m atjati Pas ar M ing gu Cila nda k Cip ayu ng
S
2
0
2
4 Km
KE TE RAN GAN : Adm inistrasi Kecam atan Sungai Penurunan M uka T anah (M eter) : 0.012 - 0.024 0.024 - 0.036 0.036 - 0.048 0.048 - 0.06 0.06 - 0.072 0.072 - 0.084 0.084 - 0.096 0.096 - 0.108 0.108 - 0.12 No D ata W ilayah D K I Jakarta
Gambar 1.7 Peta Penurunan Tanah di Jakarta 1982-1997 (Meliana, 2005)
Gambar 1.8. RTRW Jakarta Utara 2010 (Pemda Jakarta, 2007)
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
12
Gambar 1.9. Degradasi sistem drainase perkotaan semakin sulit membuang ke sungai Keterangan : Cathment area sistem minor Cathment area sistem mayor Drainase Mayor Drainase Minor
2. HIDROLOGI LINGKUNGAN
2.1. Pengendalian Sumber Air Pengendalian sumber air keberkelanjutan , melalui 2(dua ) cara: 1.Un Direct (Tak langsung ): UU & Peraturan terkait pengendalian lingkungan air. • UU no 26 th. 2007 tentang Penataan ruang • UU no 7 th 2004 tentang Sumber daya air • UU Kehutanan No.41 Tahun 1999 Pasal 18 Ayat 2 yang menyatakan bahwa : ‘…..luas hutan suatu DAS minimal 30% dengan sebaran yang proporsional’. • UU Lingkungan hidup / PP Amdal • PP No. 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum • Keppres 114 th 1999 Kawasan Konservasi air dan tanah Bopuncur • SK Gub.Jabar No. 181.1/SK.1624-Bapp/1982. Kawasan konservasi air Wilayah Inti Bandung Raya bagian Utara • Sumur resapan di perkarangan rumah ( SNI T-06-1990-F) 2. Direct (Langsung ) : Insentif dan Dissentif
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
13
2.2.Pembagian Ruang Hidrologi Pembagian fungsi ruang hidrologi
menjadi 2(dua) kawasan utama yaitu kawasan
konservasi dan kawasan kerja dalam upaya ( rangka) menjamin kelangsungan sumbersumber air serta mengendalikan limpasan air permukaan terhadap ancaman banjir dikawasan hilir seperti Kawasan konservasi
Bopuncur dan Wilayah Inti Bandung
Raya bagian Utara ( KBU) ( Keppres Bopuncur No 114 /1999 Pasal (3). Berdasarkan karakteristik hidrologis kawasan konservasi air merupakan pemasok sumber air utama daerah bawahnya , dicirikan : Curah hujan relatif tinggi, batuan relatif muda , morfologi bergelombang kasar , rentan terhadap erosi dan longsor sehingga ditetapkan sebagai kawasan konservasi air dan tanah seperti halnya Kawasan Bopuncur (Keppres No.114 tahun 1999) dan Wilayah Inti Bandung Raya bagian Utara (SK Gub.Jabar No. 181.1/SK.1624-Bapp/1982.) Hidrologi adalah ilmu yang memperlajari pergerakan air di muka bumi baik kuantitas maupun kualitas air dalam ruang dan waktu dimana komponen-komponen siklus hidrologi merupakan variabel acak dan kecendrungan stokastik. Pengaruh pemanasan global dan faktor regional seperti perubahan temperatur di Samudera Pasifik dan faktor lokal seperti perambahan hutan/ konversi lahan terbangun berpengaruh terhadap komponen-komponen hidrologi seperti hujan(P), debit air(Q) dan tinggi muka laut . Pengaruh-pengaruh tersebut tercatat melalui pos-pos pengamatan
komponen siklus
hidrologi dan pos observasi muka laut . Dari arsip data hidrologi sebagai input, dapat dianalisa fenomena degradasi rezim hidrologi dengan pendekatan model hidrologi statistik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
14
HYDROLOGY MODEL DAS HULU (Watershed Model)
DAS HILIR ,aliran permukaan bebas (Deterministik Model) Persamaan Saint Venant :
Kawasan Hulu
Q
Q x
B
Boundary Hulu
h t
b
Q 1 Q 2 h h gB h S B t x x
Boundary Hilir
f
0
Gambar 2.1. Model Hidrologi
2.3. Indikantor Konversi lahan Massa air adalah tetap dalam
Ruang
hidrologi dimana
Curah hujan jatuh
dipermukaan tanah terdistribusi menjadi : P = I+ R dimana berturut –turut P adalah curah hujan , I adalah fraksi air hujan tertahan dibawah permukaan tanah dan R adalah fraksi air hujan menjadi limpasan air permukaan . Perubahan tutupan lahan alami (lihat Gambar 3 ), dari hutan berturut-turut menjadi budidaya , permukiman pedesaan dan urban berdampak semakin besar R pada musim hujan dan sebaliknya I dalam tanah semakin kecil (input ) sehingga penyimpanan air tanah (S ) semakin kecil . Hal ini berpengaruh pada besaran aliran air tanah (output) terutama limpasan aliran tanah menyentuh permukaan bebas (B**) seperti : mata air dan aliran dasar sungai ( lihat Gambar 2.1) Dari hukum kekekalan masa air , ketersediaan sumber air sangat tergantung sejauh mana massa air hujan
tersimpan
menjadi cadangan air tanah (I= P-R), sehingga
persamaan ketersediaan air , dapat dituliskan sebagai berikut: S = I – E – B* - B**
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
15
Ketersediaan air alamiah bertahan apabila jumlah air hujan tertahan di permukaan tanah (I) , lebih besar daripada evapotrapirasi potensial (E) : I > E
sehingga
pengendalian konversi tutupan lahan perlu lebih dicermati dimasa depan Hujan yang jatuh dipermukaan bumi kekekalan massa air
relatif
konstan
dan
tunduk pada hukum
bila keseimbangan massa P = I+R dibuat non dimensi maka
persamaan massa air menjadi IK + C= 1 dimana IK adalah fraksi massa air hujan tertahan dalam tanah selanjut disebut indeks konservasi sedangkan C= fraksi masa air hujan menjadi limpasan air permukaan selanjut disebut C = Koefisien limpasan air. Melalui ekosistem alam dari masa ke masa tutupan lahan yang bertahan terhadap alam (iklim) adalah tanaman keras (hutan) kemudian oleh sentuhan peradaban manusia tutupan lahan
mengalami konversi lahan secara suksesive menjadi lahan budidaya,
permukiman dan urban diekspresikan IkC ( indeks konservasi aktual ) . Prambahan hutan alam ( IkA) menjadi budidaya pertanian,permukiman dan urban Metropolitan ( IKc ) menimbulkan degradasi penyimpanan air ( tersimpan air hujan ) dibawah permukaan tanah seperti diperlihatkan pada tabel 2.1. Selanjutnaya IK digunakan sebagai instrumen pengendalian konversi lahan di kawasan konservasi air .(Keppres No 114 Kawasan konservasi Bopuncur) Tabel 2. 1. : Indeks Konservasi tutupan lahan No
Kualitas tutupan lahan
Indeks Konservasi (IKAIKc)
1
Hutan
0,8-0,9
2
Budidaya
0,4-0,5
3
Pemukiman pedesaan
0.5-0,6
4
Urban Metropolitan
0,0-01
2.4 Indeks Konservasi Indeks Konservasi Alami (IKA) digunakan sebagai indikantor konversi lahan , yaitu suatu koefisien yang menunjukkan kemampuan yang alami pada suatu wilayah untuk menyerap air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebelum ada sentuhan peradaban manusia. Sedangkan
Indeks Konservasi Aktual (IKC), yaitu suatu koefisien yang
menunjukkan kemampuan lahan yang terkonversi oleh kegiatan manusia (aktual) pada Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
16
suatu wilayah untuk menyerap air hujan yang jatuh ke permukaan tanah
( Keppres
114/99) Indeks Konservasi pada persamaan tersebut ,dibedakan menjadi IKA dan IKC,yaitu :
IK A F (YA ) IK C F (YC ) dimana :YA = f (curah hujan, jenis batuan, jenis tanah, morfologi & topografi) YC = f (curah hujan,jenis batuan, jenis tanah, morfologi&topografi,tutupan lahan)
YA aX 1 bX 2 cX 3 dX 4 E
dimana :
a =
( 12, 13, 14, 23, 24, 34)
b =
( 12, 13, 14, 23, 24, 34)
c =
( 12, 13, 14, 23, 24, 34)
d =
( 12, 13, 14, 23, 24, 34)
R =
1-E
YA
= variabel besaran konservasi alami
X1
= variabel hujan
X2
= variabel batuan
X3
= variabel jenis tanah
X4
= variabel morfologi dan topografi
a,b,c,d = koefisien partial ketergantungan korelasi antar variabel 12
= koefisien korelasi antar variabel
E
= faktor koreksi
R
= koefisien determinasi (0,5 < R <1)
Evaluasi kondisi pemanfaatan ruang dalam suatu kawasan
dapat dilihat dari
perbandingan nilai IKC dan nilai IKA yang dapat dibedakan seperti pada tabel 2.2 digunakan sebagai pedoman dalam pengendalian pemanfaatan ruang maka dilakukan proses diskretisasi variabel –variabel yang mempengaruhi dari indeks konservasi ,dapat dibagi 3(tiga) klas atau 5(lima) klas . Apabila dalam evaluasi suatu kawasan ternyata terdapat pemanfaatan lahan yang tidak sesuai (IKC < IKA) maka terdapat beberapa upaya untuk merehabilitasi fungsi konservasi agar (IKC + Ik ) IKA, upaya Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
17
memperbaiki dengan Ik yaitu dapat dilakukan dengan pendekatan vegetatif dan non vegetatif (rekayasa teknologi ). Tabel 2.2 Penilaian kondisi kawasan terbangun dengan Indeks Konservasi Perbandingan Indeks Konservasi
Penilaian kondisi kawasan
IKC + Ik > IKA
Baik
IKC = IKA
Normal
IKC < IKA
Kritis
Keberhasilan pengendalian air keberlanjutan air di DAS tercapai apabila Ik > IkA
IkC
+
dengan demikian win-win solution dapat tercapai antara kepentingan
kawasan Hulu dan kawasan Hilir.
Sedangkan pengendalian kawasan
lahan terbangun, dapat dilaksanakan dengan
pengendalian fungsi hidrologi lahan ( IK): antara lain Pengendalian luas bangunan terbangun (BCR) dan dengan vegetatif dan non vegetative(rekayasa engineering). Upaya rekayasa engineering , antara lain : Sumur resapan , waduk resapan dan implementasi pengembangan sistim drainase lingkungan ). Ide paling sederhana dalam konservasi di lahan terbangun disebut
zero limpasan. Zero limpasan adalah suatu
upaya konservasi di lahan terbangun dengan mengendalikan limpasan air hujan dalam suatu persil atau kawasan supaya tidak ada air hujan yang melimpas keluar . 2.5. DRAINASE LINGKUNGAN Konversi lahan terbangun di permukiman perkotaan direspon pada umumnya dengan pengendalian air limpasan dengan
sistem drainase
yang konvensional yaitu
menyalurkan air limpasan secepatnya akibat konversi lahan terbangun ke badan air penerima. Laju pertumbuhan tata ruang di kawasan terbangun begitu cepat terjadi, penyaluran air secepatnya ke badan air telah membantu terciptanya ancaman banjir di daerah hilir sebaliknya kelangsungan sumber-sumber air alamiah semakin terancam keberlansungannya sehingga para ahli drainase dan Dep PU berupaya mengendalikan limpasan air hujan secara teknis Sumur resapan di perkarangan rumah ( Soenarto ,SNI T-06-1990-F) dan drainase berwawasan lingkungan ( Sunjoto) Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
18
Bangunan peresap buatan (artificial Recharge) merupakan infrastruktur drainase lingkungan dalam mewujudkan pengendalian limpasan air hujan dan konservasi air di kawasan terbangun.
Sumur resapan adalah sumur yang dibuat sebagai tempat
penampungan air hujan berelebih agar memiliki waktu dan ruang untuk meresapkan ke dalam tanah melalui proses infiltrasi dan perkolasi .Sumur resapan ini merupakan sumur kosong yang memiliki kapasitas atau volume cukup besar untuk menampung air hujan sementara sebelum diresapkan ke dalam tanah Konversi lahan terbangun permukiman memegang kontribusi signifikan terjadinya fenomena ekstrimitas debit air di badan air sehingga perlu pengendalian limpasan air hujan dan konservasi air kawasan terbangun .Sumur resapan berfungsi untuk mengkonservasi air di daerah terbangun yang dapat dibuat mulai dari skala rumah tangga sampai skala kawasan yang lebih luas. Teknologinya yang relatif sederhana diharapkan mudah diterima masyarakat sehingga lambat laun konservasi menjadi sebuah budaya yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran oleh setiap orang. Penentuan dimensi sumur resapan dari referensi,diantaranya adalah metode Sunjoto (1988) , SNI T-12-1990 F dan metode perhitungan Soenarto (1995). Setiap metode memiliki kekhasannya yang menjadikannya memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan. Dalam tulisan ini dibuat perbandingan penentuan dimensi sumur resapan diantara ketiganya ditinjau dari kesesuaiannya untuk diterapkan di permukiman perkotaan Penentuan sumur resapan metode Sunjoto(1988) ,SNI (1990) dan Soenarto (1995) dibandingkan berdasarkan asumsi-asumsi, proses perhitungan, variabel-variabel yang digunakan, serta dimensi yang dihasilkan; lihat Tabel 2.3). Perbandingan desain sumur antara ketiganya secara umum
metode sunyoto
kelebihan merespon
pengembangan sistem drainase lingkungan baik perkarangan rumah maupun kawasan lebih luas
, oleh karena itu secara khusus
membahas
metode Sunjoto
dalam
pengendalian air hujan di kawasan terbangun.
Metode Sunjoto (1988 ) Volume dan efisiensi sumur resapan dihitung berdasarkan keseimbangan air yang masuk ke dalam sumur dan air yang meresap ke dalam tanah. Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
19
Q H 1 e F .K
FKT
R 2
Dimana : H = tinggi muka air dalam sumur (m) F = faktor geometri (m) Q = debit air masuk (m3/dtk) T = waktu pengaliran (detik) K = koefisien permeabilitas tanah (m/dtk) R = jari-jari sumur (m) Faktor geometrik (F) sumur resapan dapat dilihat pada Tabel 2.4
. Nilai F ini
tergantung dari konstruksi sumur serta luas geometri bidang resapan Untuk menghitung debit run-off (Q) maka formula yang dipakai adalah sebagai berikut: Q = CIA dimana : Q = Debit air masuk dari atap/lahan (run-off) (m3/s) C = Koefisien aliran permukaan atap/lahan I = Intensitas hujan (m/s) A = Luas atap/lahan (m2) - Nilai/angka C adalah merupakan angka koefisien limpasan (runoff) yang besarnya tergantung dari jenis material tanah atau areal yang dilalui oleh aliran air tersebut. Pada penelitian ini, nilai C yang digunakan adalah koefisien runoff untuk bahan atap, yaitu C = 0.95 (Sunjoto,1995) - Intensitas hujan didapat secara statistik, dalam hal ini intensitas fungsi dari durasi hujan serta periode ulang yang direncanakan.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
20
Tabel 2.3 Perbandingan metode penentuan dimensi sumur resapan KOMPARASI METODE ARTIFICIAL RECHARGE
Parameter
Sunjoto(1988)
H
Penentuan dimensi sumur resapan
Q 1 e F .K
FKT
R 2
SNI (1990)
H
D.i. At D.k . As As D.K .L
H = tinggi muka air dalam sumur (m)
H = Kedalaman Sumur (m)
R = jari-jari sumur (m)
L = Keliling Penampang sumur (m)
F = faktor geometrik (m)
As = Luas penampang sumur (m2)
Q = debit air masuk (m3/dtk)
i = Intensitas hujan (m/jam)
K = koefisien permeabilitas tanah (m/dtk)
K = Koefisien Permeabilitas tanah (m/jam)
T = waktu pengaliran (detik)
D = Durasi hujan (jam)
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Soenarto (1995) Vp dt – Vr dt = A dH H = tinggi muka air dalam sumur (m) A = luas penampang sumur (m2) Vp = volume air hujan yang masuk dalam waktu dt Vr = volume air hujan yang terinfiltrasi ke dasar dan dinding sumur pada waktu dt (m3) dt= waktu yang diambil sebagai dasar perhitungan (det)
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
21
Tabel 2.4 : Nilai Faktor Geometri Sumur Resapan Tabel :Faktor Geometri Sumur Resapan (Sunyoto ) NO
TYPE
SHAPE FACTOR, F (m)
1
4R 2R
2
3
4
2R
2R
2R
4R
2R
5.5 R
2R 2L 2 ln (L/R + (L/R) + 1 )
2R
5
L
6
2L 2 ln (L/2R + (L/2R) + 1 )
2R L
7 hw
2R
2 (L + 2/3 R) 2 ln ((L+2)/R + (L/R) + 1 )
ho
2 (L + 2/3 R) 2 ln ((L+2R) / 2R + (L/2R) + 1 )
(h0 - hw) 2 ln (hw/R + (hw/R) + 1 )
2D 2 ln (2(D+2R)/R + (2D/R) + 1 )
8 2R D
2.6. SUMBER AIR BAKU & PENGEMBANGAN SPAM PERKOTAAN 2.6.1. Sumber air baku sungai Sistem Penyediaan Air Minum(SPAM) perkotaan terbagi dalam 3(tiga ) Komponen ,yaitu berturut-turut komponen sumber air , komponen pengolahan air dan komponen pelayanan air (lihat Gambar 2.2) . Pada tingkat komponen pelayanan air , kepuasaan konsumen harus memenuhi standart : kualitas air , kuantitas air , kontinuitas air dan
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
22
harga jual air yang kompetitif. Keberhasilan pelayanan air bersih sangat tergantung pada keandalan sumber air baku baik kualitas air maupun kontinuitas sumber air .
KAWASAN PELAYANAN (Kepuasan Konsumen )
Kualitas Air Bersih Kwantitas Air Bersih Kontinuitas Air Harga jual kompetitif
RESPON TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR Respon Teknologi Air Bersih Biaya Operasi
SUMBER AIR BAKU Fresh water (Gol A/B) Randow variabel Keandalan Sumber Air( Kuantitas & Kualitas Air )
Gambar 2.2. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Perkotaan
Kriteria Disain Air baku Menurut UU No. 7 tahun 2004 pasal 34 ,ayat (1): pengembangan sumber daya air ditujukan untuk kemanfaatan sumber daya air memenuhi kebutuhan air baku untuk rumah tangga(domestik), pertanian(irigasi) ,industri dstnya dan untuk berbagai keperluan lainnya. Pengembangan sumber air baku dari sungai, perlu dibangun suatu kriteria disain air baku terutama untuk air baku domestik, irigasi dan Industri. Sebagai pedoman dapat digunakan kriteria disain air baku permukaan yang digunakan pada Metropolitan Bandung Urban Development Program MBUDP, 2004 (lihat Tabel 2.5 ). Dari data pengamatan debit air sungai disusun debit minimum suksesif dengan durasi
( 1,2 ,7,15 dan 30) hari yang terjadi pada periode musim –musim kering ,
masing-masing rangkaian data dengan durasi (1,2,7,15 dan 30) hari dilakukan tes kecocokan
distribusi teoritis dengan tes goodness–of-fit . Setelah mengetahui
distribusi teoris yang cocok ,dilakukan perhitungan debit air rencana sesuai periode ulang 5,10,15 dan 20 tahun dan selanjutnya dibuat kurva debit keandalan debit air pada musim-musim kemarau , menggunakan kriteria air baku Bandung Metropolitan Area (1994). Kisaran debit rencana untuk sumber air baku
domestik berkisar debit air
rencana kering periode ulang 20 tahun dengan durasi 1 hari sampai debit air rencana kering periode ulang 10 tahun dengan durasi 7 hari . Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
23
Tabel 2.5. Kriteria Desain Air Baku Permukaan Sumber Air Sungai
Desain Sumber Air Baku Domestik
Debit Air Suksesif Kering
1-7 hari
10-20 tahun
Irigasi 15-30 hari
Industri 5 tahun
1-2 hari
20 tahun
Sumber: Modifikasi Kriteria Disain Air Baku MBA PU Cipta Karya (1994)
Proses penentuan debit rencana air baku / keandalan sumber air sungai untuk SPAM Perkotaan sebagai berikut: 1.
Data
Data debit harian yang digunakan dalam penelitian adalah data debit harian minimum dan memiliki panjang pengamatan minimal 10 tahun. Sedangkan untuk perhitungan volume waduk diperlukan lebih 50 tahun, tetapi jika data debit tidak lengkap, maka dapat dilengkapi dengan korelasi spartial variabel debit air dan curah hujan. 2.
Pengolahan awal data debit harian
Sebelum data debit harian diuji dengan uji goodness-of-fit, terlebih dahulu dilakukan pengolahan data awal dengan langkah-langkah berikut: -
Pengolahan data debit harian minimum untuk setiap pos pengamatan debit yang dianalisis
-
Pengurutan data debit harian minimum hasil pengelompokkan dari yang terkecil sampai yang terbesar untuk setiap durasi.
3.
Penentuan berbagai parameter data sample
Penentuan distribusi terpilih
Untuk masing-masing uji statistik, dicari untuk distribusi normal, log-normal, gumbel dan log-pearson III. - Uji Kosmogorov Smirnov - Uji χ2 4. Penentuan Debit Andalan Debit andalan dihitung dengan durasi 1,2,7,15,30 dan 60 hari dan Periode Ulang 5, 10, 20, 50 tahun.
2.6.2. Pedoman Alokasi Air Sungai untuk Irigasi dan Domestik Pasal 69 PP No 42 tahun 2008 tentang pengelolaan sumber daya air : mengutamakan penyediaan air
untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari
dan irigasi bagi
pertanian rakyat pada sistem irigasi yang sudah ada , menjaga kelangsungan penyediaan Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
24
air untuk pemakaian air lain yang sudah ada dan memperhatikan penyediaan air untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari bagi penduduk yang berdomisili di dekat sumber air dan/atau sekitar jaringan pembawa air. Sumber air sungai terbatas sedangkan laju kebutuhan air irigasi dan domestik seiring dengam permintaan dan kemajuan permukiman perkotaan . Kebutuhan air baku untuk domestik dan irigasi merupakan kebutuhan pokok sehingga sangat logis dan adil bila kebutuhan air lebih dari satu ( domestik dan irigasi ) perlu berbagai sumber air yang terbatas sehingga perlu dibuat pedoman alokasi air berdasarkan ketentuan baku Dep. PU
Dirjen SDA dan Dirjen Cipta Karya seperti diperlihatkan pada Gambar 2.3.
diagram alir pedoman alokasi air sungai untuk Irigasi dan Domestik.
Gamb 2.3 Diagram alir pedoman alokasi air sungai untuk irigasi & domestik
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
25
2.6.3. PENGEMBANGAN WADUK MULTIGUNA Semakin ekstrimya debit air menyebabkan krisis ketersedian sumber air baku pada musim kemarau dan banjir pada musim penghujan . Seiring dengan berkembangnya perkotaan di kawasan kerja menjadi kota Jasa dan Industri sehingga laju permintaan air meningkat pesat , pengendalian banjir dan kecendrungan semakin penting pembangkit energi listrik dari sumber dapat diperbaharui sehingga perlu dilakukan pemberdayaan sumber
air
membalik ancaman banjir dan kekringan menjadi bermanfaat dengan
optimasi pemanfaatan sumber daya air
dengan pembangunan waduk multiguna (
Sumber air baku, banjir , PLTA ) dengan menggunakan
metode Fenomena Hurs
diuraikan sebagai berikut: optimum = k T n dimana : volume tampungan T = tahun-tahun air ( T = 1,2,5,10,20,30 dan 60 tahun) n = koefisien Hurst ( 0,5
n= 0,5...... indenpendent
Keseimbangan air waduk : t+1t + Qin – QT dimana:variabel determinan t = langkah waktu Qin = variabel acak QT= variabel keluaran (variavel di komandokan) Optimalisasi pemanfaatan sumber daya air terjadi apabila kita dapat memprediksi debit air dengan ketidakpastian masa yang akan datang yang tepat sesuai dengan kondisi data komponen Hidrologi tersedia ( Qin adalah variable acak besaran tidak menentu proses waktu tergantung iklim ) sehingga dapat melakukan pengelolaan air waduk optimal menjamin kebutuhan air di hilir (PLTA, irigasi dan Sumber air baku )
. Telah
mengembangkan metode Prakiraan debit air input waduk disebut metode kontinu parakiraan debit air.(Arwin , Disertasi 1992) , didasarkan pada korelasi spartial komponen utama siklus hidrologi hujan dan debit air.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
26
III. IKHWAL ANCAMAN BANJIR DIKAWASAN HILIR
3.1. Model Akademik Penelusuran Gelombang Banjir Untuk mengetahui dampak yang lebih dominan antara perubahan iklim di hilir (kenaikan muka laut) dan konversi lahan (reklamasi) dilakukan simulasi aliran permukaan bebas kasus prismatik dengan kiriman banjir dari hulu,terukur di DAS Ciliwung Hulu-Bopuncur yakni pos Sugutamu -Depok pada kejadian banjir Jakarta Febuari 2007.
Secara akademik digunakan panjang pengaliran permukaan bebas
menggunakan jarak Pos Sugutamu ke Pantai Indah Kapuk seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1
Gambar 3.1. Model determinitik aliran permukaan bebas DAS Ciliwung
Model yang digunakan adalah model bermensi tunggal dengan simplifikasi adalah tidak ada aliran lateral dan tidak ada percabangan dengan persamaan pembangun adalah persamaan Saint Venant , yaitu : Persamaan Kontinuitas : Q h b B x t Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
27
b=0 (asumsi tidak ada aliran lateral)
Persamaan Momentum : (asumsi tidak ada aliran lateral, wind-shear, dan eddy losses, serta b = 1)
1 Q2 h Q h Sf 0 gB h x t B x Ket :
Q = debit aliran (m3/s) A = luas penampang saluran (m2) x = jarak memanjang dari hulu saluran (m) t = waktu (s) h = tinggi muka air dari datum (m) B = lebar penampang saluran (m) Sf = kemiringan energi akibat gaya gesek dasar saluran g = percepatan gravitasi (m/s2)
Diskretisisasi model dengan metode implisit beda tengah, menjadi : Persamaan Kontinuitas Qi j 11 Qi j 1 Qi j1 Qi j h j 1 hi j 1 hi j 1 hi j B i 1 0 2x 2t Persamaan Momentum :
1 h j 1 hi j 1 h j hi j 1 j 1 j gB h i j 1 i 1 S f i h i j i 1 Sfi 2 x 2 x
0
Q i j 11 Q i j 1 Q i j 1 Q i j 2t
1 Q 2 h B
j 1
i 1
Q2 h
j 1
i
Q2 h 2x
j
i 1
Q2 h
j
i
Desain model atau profil di dasar saluran akademik primastik . Simulasi dilakukan dalam periode waktu pasut diurnal 43500 detik dan langkah waktu 3600 detik (1jam). Batas hulu digunakan tinggi muka air banjir Pos Sugutamu-Depok tanggal 3-4 Februari 2007 dan batas hilir digunakan pasang surut hasil pengukuran tanggal 7-8 Februari 2007 seperti yang ditunjukan pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3 :
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
28
Gambar 3.2 Bidang Batas DAS Hulu-Bopuncur (DPU Pemda DKI,2007)
Gambar 3.3: Bidang Batas Hilir (Pengukuran PT.Geotindo Mitra Kencana, 2007)
Skenario model terdiri dari : penelusuran rambatan banjir di hulu dan pasang surut di hilir, kondisi normal (saluran normal tidak ada kenaikan muka laut), kondisi kenaikan muka laut (SLR) 1 tahun , 5 tahun, 10 tahun, 50 tahun, kondisi reklamasi 1 (+1.5 km) dan reklamasi 2 (+3 km). Untuk membandingkan pengaruh
pasang surut laut
pada Banjir
Jakarta 2007
diperlihatkan kurva pasang surut sepanjang 1(satu) tahun di Stasiun Tanjung Priok 2007 ( lihat Gambar 3.4.), diperlukan meneliti prospek ancaman banjir dan Rob
Gambar 3.4. Pasang Surut laut sepanjang tahun 2007 di Stasiun Tanjung Priok Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
29
3.2.
Perubahan Bidang Batas dI DAS Ciliwung Hulu–BOPUNCUR
3.2.1. Degradasi Fungsi Hidrologis Lahan Dari data komponen hujan dan debit diperoleh koefisien air limpasan selama 30 tahun di DAS Ciliwung cenderung meningkat. Hal ini disebabkan alih fungsi lahan dari hutan(C=0,1-0,2) , budidaya (C=0,5-0,6), pemukiman pedesaan (0,4-0,5) dan urban ( C=0,6-1,0) . Konversi lahan suksesif tersebut menyebabkan semakin meningkatnya fraksi air hujan menjadi limpasan air permukaan (C=R/P) sedangkan fraksi air hujan tertahan dibawah permukaan tanah (IK= I/P) semakin kecil.
Konversi lahan secara
suksesif dari hutan ,budidaya ,urban akan berpengaruh pada watak aliran sungai ,debit air semakin besar pada musim penghujan dan debit aliran dasar semakin kecil pada musim kemarau (ancaman banjir dan kekeringan) Laju konversi lahan
di DAS hulu Ciliwung Bopuncur, dari analisa statistik
diperoleh debit aliran dasar selama 30 tahun terakhir menunjukkan penurunan yang menyebabkan semakin mengecilnya aliran dasar sungai pada musim kemarau dan sebaliknya semakin besar debit banjir pada musim penghujan. Selengkapnya hasil analisa statistik komponen utama hidrologi selama 30 tahun terakhir nilai C , debit aliran dasar dan hujan wilayah dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Degradasi Rezim Hidrologi DAS Ciliwung-Bopuncur (1977-2007)
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
30
Selanjutnya Gambar 3.6 ,menunjukkan bahwa analisa hidrologi data hujan dan debit air di DAS Ciliwung Hulu - Pos Sugutamu dimana hujan wilayah jatuh di DAS menjadi debit air tercatat di Pos Sugutamu didapatkan koefisien limpasan rata-rata adalah C =0,44
dimana
terdapat morfologi bergelombang halus
dan kasar
Pegunungan Mandalawangi.
Q= C(PA)+b C= 0,44 b= 3,52
Gambar 3.6. Korelasi Hujan Wilayah –Debit air di DAS Ciliwung Hulu -Bopuncur
3.2.2. Pengaruh Perubahan Iklim & Konversi Lahan Terhadap Komponen Komponen Hujan dan Debit Air. Hasil pengolahan data debit Pos Sugutamu (Gambar 18) dalam dua periode 19821994 dan 1995-2007 menunjukkan peningkatan simpangan baku pada periode ke 2 hal ini akibat perubahan tata guna lahan di DAS Ciliwung Bopuncur dari tahun 19902003 hutan yang sebesar 20,87 % menjadi 8,67 %, lahan pemukiman meningkat dari 8,1 % menjadi 38,01 % ( lihat Gambar 3.7 ). Debit rata-rata di Pos Sugutamu pada periode 2 meningkat. Hal ini pengaruh hujan wilayah di periode ke 2 juga meningkat , sekitar lokasi Pos Sugutamu yang terdapat di kompleks perindustrian Depok yang memungkinkan ada penambahan debit dari effluent dari aktifitas perkotaan dan industri yang menambah limpasan air ke badan air permukaan seiring meningkatnya konversi lahan.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
31
Avg=23,73 m3/s Avg=258,2 mm
Avg=31,84 m3/s
Avg=282,5 mm
Gambar 3.7. Parameter Rezim Hidrologi di DAS Hulu Ciliwung –Bopuncur
3.2.3 .Trend Hujan & Debit air . Dari hasil analisa data hujan bulanan diperoleh,
bahwa pada musim kemarau
ditemukan curah hujan wilayah semakin menurun pada bulan Agustus dan September dan sebaliknya musim penghujan hujan wilayah semakin tinggi pada bulan Februari ditunjukkan pada Gambar 3.8. Pengaruh perubahan iklim dan konversi lahan di DAS Ciliwung, diteliti dengan penelusuran debit rata-rata 5 tahunan pos duga air Sugutamu dari tahun 1982-2007 menunjukkan semakin besar debit air mengalir
ke Jakarta. Pada musim penghujan ,
debit air Sungai Ciliwung Hulu-Bopuncur - Pos duga air Sugutamu ,hasil pengolahan dengan metoda moving average 5 tahunan, yang ekstrim
ditemukan pada bulan
Februari semakin tinggi sedangkan debit minimum didapatkan terjadi pada bulan Agustus dan September seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.9. dengan metode sama analisa data debit air maksimum dan minimum di DAS Ciliwung hulu-Bopuncur diperoleh trend ekstrimitas debit air harian dapat diperlihatkan pada Gambar 3.10.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
32
Analisa statistic hujan wilayah periode 5 tahun ditemukan semakin tinggi terjadi pada bulan Februari sedangkan debit air purata 5 tahunan semakin besar juga pada bulan februari
sehingga
analisa data debit air diperoleh
kiriman
debit
air
maksimum dari DAS Ciliwung–Bopuncur terjadi pada bulan Februari. Laju konversi Kawasan Konservasi Bopuncur (1990 – 1999) dan konversi lahan di DAS Ciliwung Hulu- Bopuncur( 1990-2003) ,dapat diperlihatkan berturut-turut pada Gambar 3.11 dan Gambar 3.12.
Gambar 3.8 Tendensi Hujan wilayah 5 tahunan di DAS Ciliwung Bopuncur
Gambar 3.9. Trend debit air di DAS Ciliwung Hulu-Bopuncur Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
33
Gamb 3.10 Ekstrimitas debir air DAS Ciliwung Hulu -Bopuncur (1987-1999)
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
34
Gamb 3.11 Peta Pemanfaatan lahan Kawasan Bopuncur 1990
1999
Gamb 3.11 .a : Peta pemanfaatan lahan Kawasan Bopuncur 1999
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
35
20.87 % 19.05 %
25.74%
18.75 %
26.86%
23.35% 19.67% 10.75 % 8.67 % 8.68%
38.78 % 33.54%
36.01%
26.3% 21.92 % 16.11% 10.35 %
25.52 %
9.85 %
9.45 %
6.1%
0.14%
23.11 % 20.91 %
19.98 %
0.14% 18.87 %
0.14%
0.14%
0.14%
Gamb 3.12. Laju Konversi lahan DAS Ciliwung Hulu-Bopuncur(1990-2003)
3.3.Sensibilitas Rambatan Gelombang Banjir Pengaruh Sea level Rise dan Reklamasi Pantai Dari hasil simulasi model matematika terlihat pada Gambar 3.13 pada kejadian banjir Jakarta tahun 2007 tinggi muka air di Pos Sugutamu-Depok mencapai 4.65 m sehingga pada jam ke 24 saat banjir tiba di hilir muka air masih tinggi , sebagai akibatnya memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap banjir di pesisir. Pengaruh pasang surut di hilir hanya disekitar muara hal ini diperkuat dari penelitian P2O LIPI Jakarta bahwa pasang surut di Teluk Jakarta penjalaran gelombangnya tergolong lemah.
Gambar 3.13 Rambatan gelombang banjir dari hulu & pasang surut di hilir
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
36
Hasil simulasi berbagai skenario seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. 14 kondisi normal dengan sea level rise (SLR) menunjukkan kenaikan muka laut sampai 50 tahun tidak memberikan pengaruh yang signifikan hanya meningkatkan muka laut maksimum sebesar 0,2 m. Dari hasi simulasi menunjukkan pengaruh reklamasi meningkatkan tinggi muka air di muara lama (grid 40,5 km) karena terjadi perlambatan aliran sehingga pembuangan air ke laut terhambat. Jadi dapat disimpulkan pengaruh dominan dari peningkatan luas dan tinggi banjir di kawasan pesisir Jakarta di setiap musim hujan adalah reklamasi dan kiriman air dari hulu. Semakin panjang penambahan daratan ke arah pantai maka semakin meningkatkan tinggi muka air di wilayah pesisir berturut-turut
ditunjukkan pada
Gambar 3.15 perbandingan muka air di pesisir lama pengaruh reklamasi 1,5 km dengan reklamasi 3 km.
Gambar 3.14 Hasil Simulasi Perbandingan Normal Vs SLR Vs Reklamasi
Gambar 3.15 Hasil simulasi perbandingan reklamasi 1,5 km dengan 3 km
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
37
IV. IKHWAL ANCAMAN KEKERINGAN DI HULU & WADUK MULTIGUNA 4.1 Sumber air dan Pedoman Alokasi Air Sungai untuk Irigasi dan Domestik 4.1.1. Tes Keandalan Debit rencana Air baku SPAM Dari data
historikal (1993-2006)
Pos Duga air Kalibawang di DAS Kali Progo,
berpedoman penentuan keandalan air baku SPAM didapat ambang batas debit rencana kering untuk sumber air Kali Progo di pos Kalibawang diperlihatkan Tabel 4.1. selanjutnya dilakukan tes keandalan air baku SPAM pada musim –musim kemarau historikal (1993-2006) diperlihatkan Gambar 4.1. Tabel 4.1. Debit rencana air baku sungai untuk Pengembangan SPAM Durasi
2 Tahun
5 Tahun
10 Tahun
20 Tahun
50 Tahun
Distribusi
1 2 3 7 10 15 30 60
12.19 12.47 12.77 14.5 15 15.54 18 20
7.98 8.41 8.65 10.09 10.63 11.31 13.18 14.23
6.43 6.95 7.23 8.58 9.16 9.9 11.39 12.03
5.4 5.99 6.31 7.61 8.22 9 10.19 10.53
4.45 5.1 5.48 6.74 7.39 8.21 9.07 9.11
Log Pearson Log Pearson Log Pearson Log Pearson Log Pearson Log Pearson Log Pearson Log Pearson
600 500
Q (m3/s)
400 300 200 100 0 0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
Time Series Debit Harian
Qdomestik
Gambar 4.1. Tes keandalan air baku Seri Historikal debit air sungai (1993-2006)
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
38
4.1.2. Pedoman Alokasi Air Sungai untuk Irigasi dan Domestik Dalam mengatasi konflik interest
sumber air antara irigasi dan domestik dimana
kedua-duanya disebut kebutuhan pokok maka diperlukan pemecahan yang adil untuk kedua kebutuhan tersebut karena sumber air sungai terbatas . Pedoman alokasi air dibuat sesuai pada kriteria teknis perencanaan sumber air baku Irigasi(Dirjen SDA) dan domestik( Dirjen Cipta Karya ) Dep. PU . Dari data historikal ( 1993-2006) dan berpedoman diagram alir pedoman alokasi air sungai untuk Irigasi & domestik dibahas sebelumnya , tes pedoman alokasi air sungai untuk irigasi dan domestik dilakukan dengan seri historikal , dapat diperlihatkan pada Gambar 4.2. 250.00
Q (m3/s)
200.00 150.00 100.00 50.00 0.00 0
50
100
150
200
250
300
350
400
Time series
Q
Q20%
Qirigasi
Qdomestik
Gambar 4.2. Tes pedoman alokasi sumber air sungai untuk irigasi & domestic
4.2. Ancaman Kekeringan Air di DAS Cikapundung. 4.2 .1.Degradasi Debit Rencana air baku SPAM Dago-Bandung Dari arsip data historikal tercatat (1916 – 2006 ) komponen hujan (P ) dan debit air (Q) sebagai input
“Watershed Model Statitical Hydrology “
diperoleh output berupa
koefisien limpasan (C) semakin besar dengan berjalannya waktu , proses alih fungsi lahan dari hutan,budidaya, pemukiman pedesaan dan urban di DAS Cikapundung Hulu dimana sebelum Perang Dunia II Ik = 0,8-0,9 ( tutupan didominasi lahan hutan ) setelah setengah abab kemudian ditemukan dari tahun (1966 s/d 2006) ,koefisien C66 =0,25 meningkat menjadi C2006 = 0,3 ( tutupan lahan terkonversi didominasi budidaya pertanian dan permukiman). Seiring dengan itu , fungsi hidrologis lahan terdegradasi dimana resapan air semakin kecil (I) sehingga mempengaruhi cadangan air tanah di mintakat Lembang (DAS Cikapundung Hulu) ,ditandai semakin menurunnya debit Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
39
aliran dasar (b) dan juga ditemukan dampak alih fungsi lahan hujan wilayah dari 1916 s/d 2006 ditandai dengan meningkat koefisen limpasan dan semakin kecil debit aliran dasar (b) (lihat Gambar 4.3). Hal ini berdampak pada massa air hujan (P) yang jatuh di DAS.
Runoff Coefficient Tahunan Cikapundung-MARIBAYA 1916-2006
Runoff Coefficient (C)
0.3500 (P1) (P2) (P6)
٠Maribaya
(P4)
(P3)
0.3000 0.2500 0.2000 0.1500
Run-off Coefficient Li (R ff C ffi i
0.1000 0.0500
t)
0.0000 (P5)
0
10
Hujan Wilayah Cikapundung 1916-2006
3500
20
30
40 50 Time Series
60
70
80
90
Baseflow Tahunan Cikapundung-MARIBAYA 1916-2006
3000
B aseflow (m 3/s)
Rainfall (mm)
2500 2000 1500 1000 500 Hujan Tahunan
Linear (Hujan Tahunan)
0 1916
1922
1928
1934
1940
1946
1952
1958
1964
1970
1976
1982
Tahun
1988
1994
2000
2006
4.0000 3.0000 2.0000 1.0000 0.0000 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Time Series Baseflow
Linear (Baseflow)
Gambar 4.3. Degradasi Rezim Hidrologi DAS Cikapundung(1916-2006)
Degradasi lahan DAS Cikapundung di Mintakat Lembang menyebabkan cadangan air tanah semakin menurun dari tahun ke tahun sehingga debit aliran dasar (low flow) semakin kecil sebaliknya debit maksimum semakin besar dari tahun ke tahun sehingga simpangan baku semakin besar , dari analisa statistik diperoleh degradasi ambang batas debit rencana air baku sungai Cikapundung Hulu ( lihat Tabel 4.2 ) Sistem Penyediaan Air Minum Pakar (IPA Pakar) dioperasikan pada tahun 1992 ,dengan keandalan debit air baku (terpasang ) = 0,60 m3/det dengan garansi kesinambungan air selama 20 tahun. Namun setelah beroperasi 15 tahun( 1992-2007) terjadi penurunan keandalan debit air IPA pakar turun menjadi 67 % sebagai dampak degradasi lahan .Dari tabel 6 koreksi keandalan air baku ke masa depan Q = 0,60 m3/det turun menjadi 10 tahun. Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
40
90
Tabel 4.2: Degradasi debit rencana Kering untuk SPAM Dampak Degradasi Rezim Hidrologi terhadap Keandalan Air baku SPAM Dago - Pos Maribaya DAS Cikapundung (M3/det)
Durasi 1 hari 2 hari 7 hari 15 hari 30 hari
Keandalan air baku 1992 5 thn 10 thn 0,99 0,85 1,18 1,08 1,27 1,17 1,34 1,22 1,45 1,32
rencana Koreksi Keandalan Air baku 2007 20 thn 5 thn 10 thn 20 thn 0,76 0,83 0,60 0,44 1,02 1,12 1,03 0,91 1,09 1,21 1,11 1,04 1,13 1,24 1,13 1,09 1,22 1,32 1,20 1,18
Keterangan
4.2. 2.Penurunan Produksi Energi PLTA Bengkok. PLTA Bengkok dan Dago dioperasikan pada tahun 1923 dengan kapasitas pipa transmisi terpasang maksimum Q=3,5 m3/det didasarkan pada kebijakan debit air rata-rata DAS Cikapundung Hulu -Pos Maribaya .
Bangunan sadap
di Sungai
cikapundung disalurkan pipa transmisi mengisi kolam harian dan seterusnya meng gerakan PLTA Bengkok dengan kapasitas terpasang 3 x 1,05 MW dan over flow dari PLTA Bengkok , menggerak PLTA Dago kapsitas terpasang 1 x0,70 MW (lihat Gambar 4.4) Kapasitas terpasang PLTA Bengkok ,dibatasi saluran transmisi terpasang ( antara Sungai Cikapundung ke kolam harian ) dengan kapasitas Q =3,5 m3/det hanya dapat dipenuhi pada musim penghujan dan pada musim kemarau debit sungai dibawah kapasitas terpasang dan terjadi debit air semakin kurang pada musim kemarau akibat degradasi lahan DAS Cikapundung di mintakat Lembang . Selanjut pada tahun 1992 sumber air Cikapundung Hulu-Maribaya disadap untuk air baku IPA pakar sebesar Q=0,60 m3/det .Hasil simulasi Produksi Energi Listrik PLTA Bengkok 3(tiga) periode waktu mengalami degradasi debit air terutama pada musim kemarau sepanjang 19232006 (lihat Gambar 3.5)
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
41
Smax
KTH Turbin Bengkok H = 104 meter L = 700 m Turbin Dago H = 44 meter L = 1,4 Km
Water Intake Bengkok
overflow S.Cikapundung
Gamb.4.2. Lingkungan PLTA Bengkok/Dago
Plant Bengkok:
• 3 turbin max 3x1,05 MW pada bulan kering rata2 Agustus-Oktober 3x200 KW • Qmax @1,36 m3/d
Plant Dago: • 1 Turbin max 1x0,7 MW pada bulan kering rata2 Agustus-Oktober1x200 KW • Qmax 3,5 m3/d
Gambar 4.4. Lingkungan Ekonomi PLTA Bengkok
Degradasi Produksi Listrik PLTA Dago 1923-2006
27000000
25930486 25000000 23000000
21246539
21000000
18220044
19000000 17000000 (1923-1945)
(1991-2001)
P ro d u k s i L i s tri k (K w H )
P ro d u k s i L is trik (K w H )
Degradasi Produksi Listrik Tahunan PLTA Bengkok 19232006
19000000 18098037,36 17000000
16400243,73 14156431,34
15000000
13000000 (1923-1945)
(1991-2001)
(2001-2006)
(2001-2006)
Tahun
Tahun
Gambar 4.5. Penurunan Kinerja Produksi Listrik PLTA Bengkok/Dago
4.2.3.Sumber Air & Pengembangan Waduk Multiguna Pakar Dago Dampak Degradasi Rezim Hidrologi di DAS Cikapundung terhadap kinerja PLTA Bengkok/dago dan keandalan air baku IPA Pakar dago Bandung . Keandalan pasokan air baku IPA Dago dari semula ambang batas debit rencana air baku
periode 20
tahun (1992), setelah 15 tahun(2007) kemudian turun debit rencanan air baku menjadi 10 tahun dan seterusnya terjadi penurunan produksi listrik PLTA Bengkok /dago terjadi pada musim kemarau Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
pengaruh
degradasi lahan terhadap ekstrimitas debit air Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
42
ancaman banjir dan kekeringan di kawasan hilirnya .
Pemecahan
diperlukan
pengendalian air ekstrimitas debit air di DAS Cikapundung dengan pengembangan sumber daya air multiguna( pengendalian banjir, PLTA dan air baku ) berupa Waduk Multiguna Pakar memerlukan volume 27 Juta m3 ( revitalisasi PLTA Bengkok/Dago dengan kapasitas terpasang produksi listrik Turbin bengkok terpasang 12 x 3050 kilowat/tahun dan Turbin Dago 12 x 700 kilowatt/tahun , penambahan kapasitas air baku dari 0,6 m3/det menjadi 1,6 m3/det untuk pengembangan SPAM Kota Bandung , dapat untuk pariwisata air dan mengurangi banjir di hilir Kota Dajeuh kolot ( lihat Gambar 4.6) Keseimbangan air waduk : t+1t + Qin – QT dimana:variabel determinan t. = langkah waktu Qin = variabel acak QT= variabel keluaran (variabel di komandokan) Prakiraan debit air input ( Qin) menggunakam metode kontinu , didasarkan korelasi spartial komponen hidrologi utama : hujan(P). debit air(Q) dan hasil bangkitan debit air diperlihatkan pada Gambar 4.7
Inflow Vbanjir
Spillway
Lingkungan Ekonomi Waduk
Smax
Waduk Multiguna Pakar dago Release Smin
Transmisi PLTA Max: 3,5 m3/d
600 l/d
Power Plant IPA PAKAR
60 l/s Mini Plant Pakar
Domestic
Smax (30.000 m3)
KTH Smin (12.500 m3)
3x1,05 MW 1x0,7 MW
S.Cikapundung
overflow
Intake Bengkok
Domestic IPA 2x500l lps
Gambar 4.6. Waduk Multiguna Pakar Dago
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
43
Korelasi Debit Historik dan Prediksi MODEL KONTINUE CIKAPUNDUNG-Maribaya 2000-2006 (Qt+1) 7.00
6.00
Debit (m3/s)
5.00
4.00
3.00
2.00
M ay Se p
Ja n
Ja n
M ay Se p
Ja n
M ay Se p
Ja n
M ay Se p
M ay Se p
Ja n
M ay Se p
Ja n
M ay Se p
Ja n
1.00
Bulan historik
prediksi
Gambar 4.7 . Prakiraan debit air Model Kontinu - Qinput Waduk
Konversi lahan terbangun
mintakat Lembang di kawasan konservasi
dilakukan
pengendalian limpasan air berwawasan lingkungan di Wilayah Inti Bandung Raya bagian Utara(KBU ),dengan mengembalikan fungsi hidrologis lahan alamiahnya. Pada prinsipnya pengendalian keberlangsungan air , fungsi resapan air lahan terbangun : Ikc terbangun > Ik alamiah , untuk kawasan permukiman
dikendalikan pemanfaatan
lahan cara BCR ,vegetatif dan non vegetatif (rekayasa engineering) dan implementasi sistem drainase berwawasan lingkungan V. PENUTUP DAN HARAPAN Dari hasil kajian ancaman banjir dan kekeringan di kawasan terbangun ini , dapat disimpulkan bahwa : Pengaruh pemanasan global, terhadap komponen siklus Hidrologi ,ditemukan naiknya muka air laut rata-rata diteluk Jakarta dan terhadap komponen Hujan di DAS Ciliwung – Bopuncur : curah hujan (P) semakin ekstrim pada bulan Februari menunjukkan tendensi curah hujan wilayah semakin besar dan sebaliknya pada musim kemarau curah hujan wilayah pada bulan Agustus & September semakin kekeringan Dari kajian ikhwal Hidrologi di DAS Ciliwung –Bopuncur ,ditemukannya koefisien variansi ( / Q) yang membesar sehingga berdampak pada degradasi debit rencana (debit banjir rencana semakin tinggi dan debit rencana kering menurun ), dan dalam Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
44
jangka panjang mengancam keberlangsungan fungsi infrastruktur di wilayah hilir Kawasan kerja (sistem drainase wilayah, transportasi, pasokan air baku ) Dari penelusuran terhadap komponen siklus utama Hidrologi ( P, Q) di DAS Hulu Ciliwung –Bopuncur dan kejadian banjir di Jakarta (1996,2002 dan 2007), terdapat tendensi kuat ancaman banjir dipesisir ,yang terjadi pada bulan Febuari. Dari penelusuran
Banjir Jakarta 2007 dan Pasang Surut Laut di Tanjung Priok
relatif rendah sepanjang tahun 2007 dan gelombang banjir didominasi kiriman air dari Kawasan DAS Ciliwung Bopuncur. Pemanasan iklim global berupa naiknya muka laut terjadi “lambat laun” relatif pengaruhnya signifikan jangka panjang jika dibandingkan ancaman banjir di kawasan terbangun akibat pengaruh pemberdayaan pesisir pantai (konversi lahan). Hasil simulasi menggunakan
“ Boundary Condition
“ Banjir
Jakarta 2007 ,
ditemukan pengaruh perubahan iklim naiknya muka laut minimal 100 tahun untuk dapat menyamai pengaruh peningkatan ketinggian muka air di pesisir lama akibat reklamasi +1,5 km Upaya pemberdayaan pantai pesisir dengan penimbunan pantai laut ,suatu tindakan pelandaian morfologi pesisir , terbukti menyebab pembuangan air dari daratan ke laut semakin sulit.( Menteri Kimpraswil , Kompas 2003)
merupakan ancaman
keberlanjutan drainase alamiah dikawasan landai terbangun Fenomena ekstrimitas debit air di hulu Sungai dan semakin landai kemiringan pembuangan
limpasan dari daratan ke laut (naiknya muka laut , reklamasi )
mengancam banjir & kekeringan . Ancaman kekeringan berupa turunnya debit rencana kering air baku pengaruh pengguna
air baku
semakin meningkat konflik interes
dan Selanjutnya ancaman banjir
semakin sulit air membuang
kelaut
antara
di kawasan Hilir berupa
dan mengancam keberlanjutan drainase
perkotaan. Sistem drainase perkotaan di kawasan terbangun semakin mahal Perencanaan infrastruktur drainase perkotaan jauh lebih mahal
. Sehingga
(pompa, polder
,pintu air dan biaya pemeliharaan ) sedangkan salah satu membantu mengurangi banjir draianse alamiah
di kawasan terbangun(Hilir) : pembuatan Banjir Kanal
sedangkan di Kawasan Hulu implementasi
pengendalian konversi lahan dengan
indeks Konservasi (Keppres 114 tahun 1999) berprinsip
mengembalikan fungsi
Hidrologis Lahan alamiah. Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
45
Laju Konversi lahan di DAS Cikapundung hulu menyebabkan debit air semakin ekstrim ke kawasan hilir ,ditemukan terjadinya degradasi debit rencana air baku untuk SPAM dan juga terjadi penurunan produksi PLTA Bengkok pada musim kemarau , pemecahan pengendalian air dengan waduk multiguna (PLTA,Sumber air baku,Banjir) dan implementasi SK Gub.Jabar No. 181.1/SK.1624-Bapp/1982. Wilayah Inti Bandung Raya bagian Utara pada prinsip analog dengan Keppres 114 tahan 1999 tentang Bopuncur. Cekungan Bandung analog dengan Jakarta : eksploitasi air tanah turun diikuti muka tanah di dataran Bandung sehingga sulit mengalir air badan air dan paras muka air Citarum semakin tinggi
akibat ekstrimitas debit air.
Salah satu
penyelesaian disarankan penurunan Curuq Jompong ( Arwin, Seminar Banjir Kab. Bandung Dampak La Nina 1998 ) Permasalahan pengendalian konversi lahan VS menuju pembangunan berkelanjutan, terletak pada level implementasi undang-undang & peraturan ,dapat dilihat pada Gambar 5.1
Gambar 5.1 Ancaman keberlanjutan air di Kawasan terbangun
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
46
HARAPAN
Dengan ditemukannya pengaruh iklim terhadap komponen utama siklus hidrologi (P,Q) dan naiknya muka air laut, pengendalian konversi lahan di Indonesia menjadi semakin penting & urgen untuk mencegah ancaman banjir dan kekeringan, hal ini juga dijadikan merupakan input bagi strategi reformasi pengendalian ruang masa depan.(Bappenas ,Expert Group Discusion Strategy Reformasi Pengendalian Ruang di Indonesia,6 Nov. 2008 ) Eksploitasi air tanah berlebihan perlu dihentikan, yang dianjurkan adalah sumber air permukaan dan pengendalian limpasan air hujan terutama di Kawasan Konservasi Air dengan implementasi indikantor konversi lahan dengan indeks konservasi ( Keppres 114 tahun 1999) Laju Konversi lahan kawasan terbangun infrastruktur
drainase
pemeliharan )
wilayah (
tinggalan
begitu cepat berlangsung sedangkan
normalisasi sungai ,drainase perkotaan dan
jauh dengan laju limpasan air akibat
konversi lahan
terbangun. Untuk masa depan perlu dikembangkan sistem drainase berwawasan lingkungan di DAS, yang berupaya mempertahankan kemampuan resap lahan( mempertahankan keberlanjutan sumber-sumber alamiah)
sekalian mengendalikan
limpasan air
permukaan sehingga tidak membebani badan air penerima. Upaya Implementasi pengendalian sumber air berkelanjutan,perlu ditingkatkan : a) Un Direct(tidak langsung ) :
diterbitkannya berbagai
UU/peraturan/
Keppres/Kepmen dstnya b) Direct (secara langsung) : melalui Insentif & dissentif. Evaluasi UU/peraturan perlu mendapat perhatian keserasian hirakhi dari tingkat Nasional /Prop/ Kabupaten Kota terkait konversi lahan dan pemanfaatan air tanah.
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
47
DAFTAR PUSTAKA Arwin.Simulasi Numeric Implisit of Single Canal Surface Water Flow .Master Thesis, Civil Engineering Department, Bandung Institute of Technology. Bandung, Indonesia. Mars 1984 Arwin,Etude stochatique Rezime des Pluis dans le bassin superieur du Citarum en Indonesie .Mémoire ENSIEEHT Toulouse France . Toulouse Juillet 1988 Arwin, Modelisation des Resources en Eau et Leur Exploitation Energetique sur L’exemple du Bassin Superieur du Citarum en Indonesie. Disertation INPT France . Toulouse ,9 Juillet 1992. Arwin,Manajemen Aliran Mantap sungai untuk menjamin kestabilan Produksi Instalasi PDAM untuk Melayani Air Bersih Perkotaan. Makalah pada MAPAM VIII,seminar Teknik PERPAMSI di Padang 15-20 Desember 1997. Arwin ,Indeks Konservasi sebagai Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Bopuncur . Badan Koord Tata Ruang Nasional –Bappenas , 9 Juli 1999 Arwin,Penerapan Analisa Statistik terhadap ketidakpastian Debit air sungai dalam rangka peningkatan pelayanan air bersih perkotaan Makalah pada MAPAM IX,Seminar Teknik PERPAMSI di Jakarta ,Agustus 2001 Arwin,Kajian Pengaruh Alih Fungsi Lahan terhadap Aliran di DAS Ciliwung- Kawasan Bopuncur dengan Pendekatan Indeks Konservasi. Jurnal Teknik Sipil ITB ,Vol 8 No.2 April 2001 ,ISSN 0853-2982, Akredisasi PDK Arwin ,”Kajian Aspek Hidrologi,Tata Guna Lahan dan Konservasi Sumber Daya Air di kawasan Bopuncur Buku Manajemen Bioregional Jabodetabek : Profil & Strategi Pengelolaan Sungai & Aliran Air. Jakarta ,Pusat Penelitian Biologi LIPI 2004 Arwin & Y. Mukmin, “kajian keandalan air sungai cisadane Memenuhi laju permintaan air baku pdam kota bogor Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.17/No.2, Agustus 2006, hlm. 53-74 Arwin and Desy suktikno “ Numerical Model simulation of single canal surface water flow in a case of down stream boundary condition change . International Symposium on Ecohydrology, 2005, ISBN. 979-3673-70-2, (Proceedings) Kuta Bali 21-26 Nov 2005 Arwin, Rakhmita Aksayanty “ Studi komparatif metode peresap buatan untuk pengendalian limpasan air hujan Lebakgede, Kec Coblong kota Bandung” Jurnal Purifikasi ITS ,Vol 7 no.1 Juni 2006 , ISSN 1411-3465, Akreditasi No.26/DIKTI/Kep/2005, 30 Mei 2005. Arwin, Kajian Ekstremitas Debit Air dan Pelestarian Air di Kawasan Konservasi (Keppres 114/99 Bopuncur), Proceedings seminar Nasional Perkembangan dan Aplikasi Teknologi Lingkungan dalam menghadapi Era globalisasi , 2003 , ISBN. 979-96276-21, ITS Surabaya ,October 1-2 ,2003. Arwin., Paramastuti,N. “Dampak Degradasi Rezim Hidrologi di Kawasan Andalan Terhadap Kinerja PLTA,Infrastruktur Air dan sanitasi,” Paper Seminar Apresiasi Air dan sanitasi di Kawasan Budidaya Kerma ITB-Ditjen Cipta Karya PU. 31 Maret ,2008. Arwin,Endang Sri Pujilestari “ Perubahan Iklim,Konversi Lahan dan Ancaman Banjir & Kekeringan Vs Menuju Pembangunan Berkelanjutan . Bappenas ,Expert Group Discusion Strategy reformasi pengendalian ruang di Indonesia,6 Nov. 2008 Nelson, “Analisa Statistik Komponen Utama Hidrologi dan Pengelolaan Aktual Waduk Multiguna Kasus DAS Ciliwung-Bopuncur.” Tesis Magister Program Studi Teknik Lingkungan ITB, 2005 Tamin M. Zakaria Amin , DPAM Cipta karya-PU. Kebijakan Strategis pengembangan Air Minum di kawasan Andalan Kasus Jagodetabek Paper Seminar Apresiasi Air dan sanitasi di Kawasan Budidaya Kerma ITB-Ditjen Cipta Karya PU. 31 Maret ,2008
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
48
BIODATA 1. 2. 3. 4. 5.
Nama : Arwin Sabar Tempat dan tanggal lahir : Nias , 14 Maret 1952 NIP : 130 675 821 Fakultas/Sekolah : Teknik Sipil dan Lingkungan ITB Kelompok Keilmuan/Keahlian:Teknologi Pengelolaan Lingkungan (T PL) 6. Bidang Keahlian :Pengelolaan Sumber Daya Air Konservasi 7. Nama Istri & anak : alm. Marjory Rose Lawalata Patrick Arbyla Sabar
&
I. Jabatan Struktural di ITB No 1
2 3 4
Nama Jabatan Ketua Kelompok Keahlian/Keilmuan TPL
Tahun 2006 s/d skrg
Anggota MGB_-ITB Anggota Senat FTSL - ITB Anggota Majelis Teknik Lingkungan
2008 - skrg 2006 s.d skrg 2002-2005
Keterangan
II. Riwayat Pendidikan
1 2
Jenjang Pendidikan S1 S2
3
S3
4
Sertifikat
No
Perguruan Tinggi ITB Pasca ITB ENSEEIHT Toulouse I.N.P.T Toulouse, France UI-Dep. PDK Direktorat Jenderal PT
Tahun Lulus
Gelar
1977 1984 1988 1992
Ir MS DEA DR.
1982
-
Bidang Teknik Penyehatan Teknik Sumber Air - Sipil Hidrologi Formasi Mekanika Fluida – Keutamaan Manajemen SDA Penataran Bimbingan dan Konseling tenaga pengajar PT di selenggarakan 1 Des 1981 s/d 23 Jan. 1982 di Fakultas Psikologi UI
III.Riwayat Kepangkatan No 1 2 3 4 5 6 7
Pangkat Penata Muda Penata Muda Tk.I Penata Penata Tk. I Pembina Pembina Tk.I Pembina Utama Muda
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Golongan III/a III/b III/c III/d IV/a IV/b IV/c
TMT 1 Mei 1978 1 April 1980 1 April 1983 1 Oktober 1985 1 Oktober 1993 1 April 1996 1 April 2002
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
49
IV.Riwayat Jabatan Fungsional No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Jabatan Asisten Ahli Madya Asisten Ahli Lektor Muda Lektor Madya Lektor Lektor Kepala Madya Lektor Kepala Guru Besar
TMT 1 Mei 1979 1 April 1980 1 April 1983 1 April 1988 1 Juli 1993 1 Juli 1996 1 Januari 2001 1 April 2008
V. Penghargaan No 1 2 3
Nama Penghargaan Piagam Program Re-Orientasi Staf pengajar ITB Piagam Penghargaan Pengabdian 25 Tahun Piagam Satya Lencana RI 20 Tahun
Pemberi penghargaan ITB
Keterangan
ITB
2003
Presiden RI
2003
2002
VI. Penulisan buku teks/diktat 6.1.Nasional No 1
Pengarang
Buku Manajemen Bioregional Jabodetabek : Profil & Strategi Pengelolaan Sungai & Aliran Air. Arwin, “ Kajian Aspek Hidrologi, Tata Guna Lahan dan Konservasi Sumber Daya Air di Kawasan
6.2 Internasional No Pengarang 1
C.Thirriot ,Arwin “ Detail Numerical Study of Discretizing Effects in Optimizing Using Bellman’s Dynamic Programming Method ( hal 67-81)
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Judul buku referensi/monografi; ISBN; Penerbit; Tahun Jakarta, Pusat Penelitian Biologi LIPI, 2004
Judul buku referensi/monografi; ISBN; Penerbit; Tahun Computer Method in Water Resources II. Vol 3: Computer Aided Engineering in Water Resources . Editors: C.A. Brebbia ,D.Ouazar,D.Ben Sari . ISBN 3-54053646-9 Computational Mechanics Publications Southampton Boston co-published with Springer –Verlag Berlin Heiderberg New York London Paris Tokyo Hongkong Barcelona 1991 Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
50
VII Penelitian/Publikasi 7.1.Dalam jurnal nasional terakreditasi No Pengarang; Judul makalah 1
2
3
4
Arwin ,Rachmawati , Arief Dhani Sutadian,Iwan Juwana: “ Studi Statistika Komponen Utama Hidrologi Di DAS dalam rangka Ketersediaan Sumber Air Bersih” Arwin, “ Prospek kontribusi DAS Cikapundung memenuhi laju permintaan sumber air baku Metropolitan Bandung “ Arwin, Rakhmita Aksayanty “ Studi komparatif metode peresap buatan untuk pengendalian limpasan air hujan Lebakgede, Kec Coblong kota Bandung” Arwin,Yuniria Mukmin “ Kajian keandalan air sungai Cisadane memenuhi laju permintaan air baku PDAM kota Bogor “
5
Arwin and Desy suktikno “ Numerical Model simulation of single canal surface water flow in a case of down stream boundary condition change. “
6
Arwin, “Kajian Keandalan Sumber Mata Air Cipaniis Memenuhi Kebutuhan Air Domestik Kota Cirebon”
7
Arwin ,” Kajian Pengaruh Alih Fungsi Lahan terhadap Aliran di DAS Ciliwung – Kawasan Bopuncur dengan Pendekatan Indeks Konservasi.”
Nama jurnal; No Publikasi; Vol tahun; ISSN; No akreditasi; Tanggal, dan peringkat akreditasi Jurnal Itenas No. 3 Vol 6, November 2002 ,ISSN : 1410-3125, Akreditasi No. 52/DIKTI/KEP/2002, Peringkat C Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil Undip Vol 14, No.2 edisi xxxv Juni 2006, ISSN 0854-1809, Akreditasi No. 23a /DIKTI /KEP/2004, Peringkat B Jurnal Purifikasi ITS ,Vol 7 no.1 Juni 2006 , ISSN 1411-3465, Akreditasi No.26/DIKTI/Kep/2005, 30 Mei 2005, Peringkat B Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota ITB (JPWK) Vol 17 edisi No.2 thn 2006, ISSN 0853-9847, Akreditasi No. 26/DIKTI/Kep/2005, Peringakat B Jurnal Penelitian dan Pengembangan Teknik Keairan Undip, No.1 Tahun 13 Juli 2006, ISSN 0854-4549, Akreditasi No.23a/ DIKTI/KEP/2004 Jurnal Purifikasi ITS, Vol.7 No.2 Edisi Desember 2006, ISSN 1411-3465, Akreditasi No. 26/DIKTI/Kep/2005, 30 Mei 2005, Peringkat B Jurnal Teknik Sipil ITB, Vol 8,No.2 April 2001 , ISSN : 0853-2982, Akreditasi PDK
7.2.Dalam prosiding seminar internasional No 1
2
Pengarang; Judul makalah Arwin and Desy suktikno “ Numerical Model simulation of single canal surface water flow in a case of down stream boundary condition change “ Setiawan W, Juli Soemirat,Arwin, Sampoerno : " The Impact of landuse Change on Waterborne Diseases Pattern case Study : Upper Citarum watershed”
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Nama Seminar; Tahun; ISBN; Tempat publikasi International Symposium on Ecohydrology, 2005, ISBN. 979-3673-702, (Proceedings) Kuta Bali 21-26 Nov 2005 Proceedings Internasional , 2003, Bangkok ,Thailand, October 23-25 ,2003
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
51
7.3.Dalam prosiding seminar Nasional No
Pengarang; Judul makalah
1
Arwin, Kajian Ekstremitas Debit Air dan Pelestarian Air di Kawasan Konservasi (Keppres 114/99 Bopuncur),
Nama seminar; Tahun; ISBN; Tempat publikasi Proceedings seminar Nasional Perkembangan dan Aplikasi Teknologi Lingkungan dalam menghadapi Era globalisasi , 2003 , ISBN. 979-96276-2-1, ITS Surabaya ,October 1-2 ,2003.
7.4. Penelitian yang pernah dilakukan dengan sumber dana Hibah Kompetisi, Riset Unggulan dan lain-lain No Peneliti,Judul Penelitian 1 Arwin, Kajian Potensi Sumber Mata Air Cigorowong Cibulakan & Cikepel di Kec.Mandirancan Kab.Kuningan 2 Arwin, Komparasi keandalan sumber air sungai dan mata air untuk penyediaan air minum perkotaan dan irigasi ( studi kasus sungai Cisadane dan Mata air Cipaniis)
Sumber dana; Tahun; Tempat publikasi Pemda /PDAM Kota Cirebon ,2004 Kerma Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat –ITB Riset KK ITB 2006
VIII. Penelitian/Publikasi utama dan mendukung 7.1. Karya Akademik yang dinilai layak No
Karya Akademik
Bentuk karya akademik; Tahun
1
Arwin ,Indeks Konservasi sebagai Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Bopuncur Arwin , Penerapan Analisa Statistik terhadap ketidakpastian Debit air sungai dalam rangka peningkatan pelayanan air bersih perkotaan Arwin,Manajemen Aliran Mantap sungai untuk menjamin kestabilan Produksi Instalasi PDAM untuk Melayani Air Bersih Perkotaan
Paper dalam rangka rancangan Keppres 114/1999 Bopuncur, Nasional -Bappenas 7 Juli 1999 (Atas permintaan Badan Koordinasi Tata Ruang) Makalah pada MAPAM IX,Seminar Teknik PERPAMSI di Jakarta ,Agustus 2001 (Penugasan dari Departemen TL-ITB )
2
3
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Makalah pada MAPAM VIII,seminar Teknik PERPAMSI di Padang 15-20 Desember 1997 (Penugasan dari Departemen TL-ITB )
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
52
Kompas, Senin, 11 Februari 2002
Waspada, Memoar Hujan Lima Hari SOSOK Jakarta sebagai kota metropolitan yang tangguh runtuh akibat air bah yang terjun bebas dari kawasan Bopunjur. Sungai Ciliwung mendadak meluap membabi-buta. Apa saja yang menghadang gemuruh air yang tumpah dari hulunya dari kawasan Puncak, rontok tergulung banjir dahsyat itu. Riuh rendah warga Jakarta yang mencari pertolongan nyaris tak berarti, karena setiap hari air bukan surut, malah meninggi. Kasus banjir Jakarta memang tak lepas memoar (riwayat) hujan lima hari. Menurut Arwin Sabar, ahli hidrologi lingkungan ITB, ciri khas hujan lima hari merupakan bagian dari siklus waktu perubahan cuaca di suatu daerah. Memoar hujan itu sendiri diperoleh Arwin dari penelitian curah hujan di kawasan Cekungan Bandung beberapa waktu lalu. Untuk kawasan Jakarta siklus hujan terjadi dalam rentang lima sampai enam tahun sekali. Pada hari keenam ikatan hujan akan renggang, seterusnya curah hujan mengecil sampai akhirnya berhenti. "Sekalipun hujan masih turun di wilayah Jakarta, tetapi memoar hujan lima hari tidak akan terulang. Mungkin lima sampai enam tahun lagi," katanya. Dari catatan Arwin sebenarnya curah hujan di wilayah Bopunjur, Bandung, dan Jakarta, menunjukkan angka normal setiap tahun yakni sekitar 3.500-4.000 milimeter. Tingkat curah hujan seperti itu melingkupi sekitar 50 persen dari luas lahan Bopunjur. Walaupun curah hujan normal dengan karakter acak, air hujan sebenarnya tidak meresap ke lahan di kawasan Bopunjur. Akibatnya pada waktu musim hujan, air langsung terjun bebas ke bawah merendam daerah dataran rendah seperti Jakarta. Kondisi diperparah dengan terjadinya erosi yang membuat kawasan perbukitan tergerus memunculkan lumpur. Akibat kontribusi lumpur daerah aliran Sungai Ciliwung tertutup sebagian, menjadikan ketidakseimbangan daya tampung air hujan. Sekarang ini dengan komposisi hutan lindung yang tak sampai 20 persen, berikut bertambahnya lahan permukiman menjadikan resapan air hujan pada lahan di Bopunjur tinggal 10 persen. Sebelumnya daerah resapan di sana masih menyisakan 28-30 persen ketika lahan hutan dijadikan kawasan perkebunan. Menurut Arwin lagi, kondisi Jakarta diperparah oleh kebijakan pemerintah setempat yang mengabaikan lahan resapan di wilayahnya. Proyek perumahan nyaris tidak beraturan seperti perumahan Pantai Indah Kapuk. Kebijakan Pemprov DKI Jakarta paling mencolok adalah melakukan perluasan wilayah melalui reklamasi di pantai utara Jakarta seluas 2.700 hektar. Sebelumnya, reklamasi dilakukan untuk membangun kawasan permukiman elite di Pantai Mutiara, juga di Jakarta Utara. Betapa pun besarnya nilai ekonomis proyek itu, reklamasi sebenarnya menambah beban Kota Jakarta yang kini sudah sangat sarat, seperti ancaman banjir, kelangkaan transportasi dan prasarana umum, serta derasnya arus urbanisasi. Menurut Arwin Sabar, tujuan reklamasi di Jakarta Utara itu tadinya untuk mengurangi beban daerah selatan Jakarta, khususnya Depok, agar bisa menjadi daerah resapan air. Namun, reklamasi itu sendiri belum dilengkapi amdal lingkungan terutama mengenai aliran air Kota Jakarta. Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
53
Oleh karena itu, ia menyarankan agar penanganan banjir di Jakarta dilakukan secara komprehensif lintas bidang dan lintas daerah. Walaupun Jakarta itu otonomi, namun kehidupan Ibu Kota tidak terlepas dari pengaruh daerah sekelilingnya. "Kalau pendekatan penanganan banjir masih bersifat parsial, tak beda dengan penanganan kasus banjir sebelumnya. Banjir akhirnya diproyekkan," katanya. Kondisi mendesak sekarang ini untuk ditangani Pemda DKI Jakarta bagaimana mengantisipasi memoar banjir lima hari dalam siklus lima tahun. Itu dulu. (zal)
Majelis Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Prof.Arwin Sabar 27 Febuari 2009
54