LITERALISME SALAFI DALAM MEMAKNAI JIHAD Musawar Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram Jl. Pendidikan Nomor 35 Mataram Email:
[email protected]
Abstrak: Jihad dalam ajaran Islam dipahami secara beragam oleh umat Islam, termasuk oleh Jama’ah Salafi. Kelompok ini dipandang sebagai kelompok yang secara literlet dalam memahami konsep jihad, sehingga diasumsikan memiliki hubungan dengan pemikiran radikalisme di Indonesia. Mendalami permaslahan ini, digunakan pendektan library research dengan content analisyst. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam memberikan tafsiran terhadap jihad, Salafi bersifat tekstual, yaitu sesuai dengan makna teks. Maka jihad bagi Salafi dibagi dalam jihad t}alab dan jihad difa’. Dalam hal jihad t}alab (menyerang), sikap Salafi terbagi menjadi dua: Salafi Yamani yang memiliki pandangan bahwa jihad t}alab tidak perlu dilakukan bahkan tidak boleh dengan cara seperti pengeboman. Sedangkan bagi Salafi Jihadi bahwa perang masih berlangsung melawan “musuh Islam”, maka dengan cara apapun dapat dilakukan termasuk teror. Sedangkan jihad difa’ merupakan sikap bertahan ketika diserang oleh kelompok lain. Abstract: Jihad in Islam is understood in various ways by Muslims, including the Salafi Congregation. The group is seen as a group that understands the concept of jihad literally, so it is assumed to have a relationship with the idea of radicalism in Indonesia. To explore this problem, library research is used with content analysis approach. The results showed that in giving interpretations of jihad, Salafi applied textual interpretation, i.e. according to the meaning of the text. Therefore, jihad for the Salafi is divided into jihad t}alab and jihad difa’. In the case of jihad thalab (attack), Salafi’s attitude is divided into two: Salafi Yamani who hold the view that jihad is not necessary t}alab (attack) not even be in the way of bombing. As for Salafi Jihadists, the war is still going on against “enemies of Islam”, then any way to do is permitted including terror. On the other hand, jihad difa’ is defensive when attacked by another group. Kata kunci: literalisme, jihad, salafi, tafsiran
PENDAHULUAN Beberapa tahun yang lalu telah terjadi bebagai pengeboman di beberapa daerah wilayah Indonesia yang dianggap vital (terutama Bali dan Jakarta) yang dilakukan oleh orang Islam sesuai hasil analisis kepolisian. Peristiwa yang cukup tragis, juga terjadi di luar negeri, dimana terjadinya pengeboman gedung World Trade Center Amerika, yang diklaim pelakunya dari kelompok al-Qaeda, pimpinan Usamah bin Laden. Berbagai macam bentuk pengeboman dan semacamnya yang dialamatkan kepada orang yang dianggap sebagai “musuh Islam”. Sesuai hasil temuan, pelaku berbagai peristiwa pengeboman tersebut, adalah mereka yang dipanndang memiliki pemikiran “garis keras”, seperti Amrozi, Mukhlas, Umar Patek, dan beberapa pelaku lainnya.
111
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 111-130
Munculnya fenomena di atas, ditengarai sebagai implikasi dari adanya pemahaman yang berbeda, kalaupun bukan “keliru” tentang jihad dalam ajaran Islam. Jihad merupakan satu hal diperlukan dalam gerakan perorangan ataupun kelompok untuk mendapatkan cita-cita, sesuai dengan apa yang dicanangkan. Perbedaan pemahaman terhadap jihad akan melahirkan keberagamaan yang berbeda pula. Salah satu kelompok yang dipandang beberapa kalangan yang berada di garda terdepan dalam wacana jihad adalah kelompok Salafi. Kelompok ini, beberapa tahun terakhir semakin menunjukkan eksistensinya sebagai gerakan keagamaan yang khas, berbeda dari umumnya umat Islam di Indonesia, termasuk dalam pemaknaan jihad. Dalam konteks jihad, kekhasan kelompok ini terletak pada interpretasi yang cenderung tekstualitas, sehingga diasumsikan pola semacam ini akan melahirkan radikalisme dalam menerjemahkan lingkungannya. Maka, penting untuk dikaji secara mendalam tentang epistimologi kelompok ini dalam memahami jihad sebagai salah satu ajaran Islam. Studi ini diharapkan akan menjawab pertanyaan mendadasar berkaitan dengan interpretasi kelompok salafi terhadap jihad, baik landasan normatif-teologis, maupun sosiologis. MET ODE PENELITIAN METODE Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian pustaka, namun dibeberapa aspek diperkuat dengan analisis hermenuitik. Pendekatan library research sebagai pendekatan pokok dalam penelitian ini, menjadikan teks atau dokumen sebagai objek kajian. Peneitian jenis ini relevan untuk mendalami tema dan atau kategori tertentu yang tertuang pada suatu teks, naskah atau narasi.1 Penggunaan pendekatan tersebut dalam studi ini adalah tepat, sebab data-datanya tersaji dalam bentuk data tertulis, berupa kitab-kitab dan buku yang memuat pemikiran kelompok salafy dan dijadikan landasan dalam memaknai jihad. Dalam menentukannya, terlebih dahulu diidentifikasi secara mendalam sumber-sumber yang dijadikan rujukan, buku atau kitab yang memuat pemikiran Jama’ah Salafi, selanjutnya dikonfirmasi ke pihak-pihak jama’ah salafi untuk memastikan relevansi atau status sumbersumber yang diperoleh. Selanjutnya, sejumlah data yang berhasil dikumpulkan dianalisis dengan tehnik content analysis, yang dalam pelaksanaannya, penulis menempuh tiga langkah sebagaimana yang dirumuskan Muhadjir. Menurut Muhadjir,2 dalam melakukan analisis isi ada tiga langkah yang ditempuh peneliti, yaitu: (1) menetapkan tema dan kata kunci yang dicari dalam dokumen yang akan diteliti dan dikaji, (2) memberi makna atas tema dan kata kunci tersebut, dan (3) melakukan interpretasi internal.
Ardana, dkk. Metodologi Penelitian Pendidikan (Malang, UMN, 2001), 96. Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1995), 90-94.
1
2
112
Literalisme Salafi Dalam Memaknai Jihad (Musawar)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Singkat Tentang Salafi Setiap orang memiliki rasa ingin berkelompok, baik dalam ukuran kelompok kecil maupun besar, seperti organisasi, partai, dan sebagainya. Karena hal ini merupakan sifat natural manusia, yang memiliki sikap tidak bisa hidup menyendiri. Karena itu, muncullah kelompok-kelompok dengan nama, ciri khas, ideologi,dan kecenderungan yang beragam, sehingga akan tercermin sebagai kelompok tersendiri dalam kemajmukan masyarakat. Salah satu contoh dari kelompok-kelompok itu adalah jama’ah Salafi. Sebagaimana halnya kelompok lain, keberadan jama’ah Salafi memiliki ciri khas tersendiri, seperti jama’ah NU, Muhammadiyah, Ahmadiyah, dan sebagainya. Selanjutnya kata “al-Salafy” bila ditulis dengan tulisan Arab akan berbentuk kata “ ϲϔϠδϟ ” dengan diberikan huruf ya’ nisbah, yang memberikan makna adanya hubungan orang berkelompok dengan orang-orang berpegang teguh kepada kelompok Salafi. Kata ϒϠδϟ bentuk jama’ dari kata ϒϟΎγ yang berarti orang yang terdahulu, karena itu kata ϒϠδϟ berarti sekelompok orang yang terdahulu.3 Demikian juga al-Qur’an menggunakan kata “ ϒϠγ ” untuk menyatakan makna tersebut, seperti ayat al-Qur’an: “Dan Kami jadikan mereka sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian”.4 Sementara definisi “Salafi” secara istilah diberikan oleh salah seorang ulama’ yang berpandangan salafi, yaitu Abdusalam bin Salim bin Raja’ al-Suhaimiy dengan ungkapan sebagai berikut: 5
ϦϳΪϟΔϤϭϢϬϋΎΒΗ ϭϥΎδΣΎΑϢϬϟϦϴόΑΎΘϟϥΎϴϋϭ -ϢϬϴϠϋͿϥϮοέ -ϡήϜϟΔΑΎΤμϟϪϴϠϋϥΎϛΎϣ ϲϣέϦ˴ϣϥϭΩϒϠγϦϋΎ˱ϔϠΧϢϬϣϼϛαΎϨϟϰϘϠΗϭ ,ϦϳΪϟϰϓ Ϫϧ΄ηϢψϋϑήϋϭΔϣΎϣϹΎΑϪϟΪϬηϦϤϣ ΔϴϤϬΠϟϭΔϳήΒΠϟϭΔΌΟήϤϟϭΔϳέΪϘϟϭξϓϭήϟϭΝέϮΨϟϞΜϣνήϣήϴϏΐϘϠΑήϬηϭΔϋΪΒΑ ˯ϻΆϫ ϮΤϧϭΔϟΰΘόϤϟϭ Menurut definisi di atas bahwa orang yang disebut kelompok Salafi adalah orang yang mengikuti tata cara dan pemahaman sahabat, tabi’in dan seterusnya yang tidak memiliki catat (al-S}alih), sesuai dengan al-Qur’an dan al-Sunnah baik dari segi ucapan dan perbuatan untuk menjadi ikutan bukan sebagai pembuat bid’ah. Pemaknaan ini menegasikan kelompok lain dalam sejarah masyarakat Islam. Penegasian ini nampak dalam penjelasan mereka bahwa orang yang tidak termasuk dalam kategori Salafi adalah seperti kelompok Murji’ah,6 Abdusalam bin Salim bin Raja’ al-Suhaimiy, Kun Salafiyan A’la al-Jaddat (Madinah al-Munawwarah, Maktabah al-Malik Fahd al-Wathaniyah, 1467H), 27. 4 Qs. Surat al-Zuhrf ayat 56. 5 Abdusalam bin Salim bin Raja’ al-Suhaimiy, Kun Salafiyan, 29. 6 Kelompok Murji’ah adalah sekelompok orang yang memiliki keyakinan bahwa iman itu cukup dengan hati saja, artinya seorang boleh keimanannya diungkapkan dengan hatinya saja, sehingga tidak perlu diungkapkan dalam bentuk pelaksanaan nyata, karena perbuatan nyata itu hanya merupakan syarat sempurna iman seorang. Lihat keterangan Abdul Aziz bi andillah al-Rajihiy, As’ilah Wa Ajwibah fi al-Iman Wa al-Kufr, Jilid I (tt,ttp, tt), 7. 3
113
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 111-130
Mu’tazilah,7 Khawarij, Jahamiyah, dan beberapa firqoh lainnya, karena pandangan mereka tidak sejalan dengan al-Qur’an dan al-hadis secara umum. Keberadaan Salafi dapat dikatakan sebagai suatu mazhab tersendiri yang muncul tidak dengan sendirinya, melainkan didukung oleh para ahli di dalamnya. Di tangan para ahli itulah ajaran Salafi menjadi tersebar ke berbagai pelosok belahan dunia, termasuk di Indonesia, melalui media kitab-kitab, internet, pengajian (halaqah) dan sebagainya. Perkembangan mazhab ini didukung oleh kerajaan Saudi Arabiyah, sesuai dengan pernyataan Raja berikut:8
ΔϨδϟϭΏΎΘϜϟϰϠϋΎϫΎπΘϘϤΑ ϰθϣϰΘϟ˵ΔϴϔϠδϟϲϫϰΗΪϘϴϋϭ˲ϲϔϠγ˲ϞΟέϲϧ· Selain dukungan pihak kerajaan, perkembangan mazhab Salafi disebarkan oleh para tokohnya yang berjuang keras untuk dakwah-dakwah Salafi, baik tokoh masa lampau atau sekarang. Para tokoh Salafi antara lain:9 1. Tokoh masa lampau: Imam Ah}mad bin H}ambal, Imam Abu Bakar Muh}ammad bin Ishaq bin Huzaimah, Imam Abu Bakar bin Al-Husain al-Ajiriy, Imam Abu Abi Abdillah bin Bat} al-Ukbariy, Imam Abu al-Qa>sim Isma’il bin Muh}ammad al-As}abahaniy, Shaykh alIslam Ibnu Taimiyah, al-Imam Ibnu al-Qayyim, Shaykh al-Islam Muh}ammad bin Abd alWahhab, dan seterusnya, yaitu orang-orang yang menampakkan arah mazhab Salafi sesuai dengan perjalanan zaman. 2. Tokoh masa sekarang: Shaykh Abdurrah}man al-Mu’alimiy, Shaykh al-Imam al-Alim alQudwah Abdul Azi>z bin Abdillah bin Baz, Shaykh al-Alim al-Allah Muh}ammad bin Nas}ir al-Di>n al-Albaniy, Shaykh al-Alla>mah S}alih bin Fauzan al-Fauzan, Shaykh al-Fad}il Ali bin Nas}ir Faqihiy, Shaykh al-Alla>mah Abdirrah}man Nas}ir al-Barak, Shaykh Muh}ammad bin S}alih bin Usaimin, al-A’allah Rabi’ bin Hadi al-Madkliy, Ust. Yazid bin Abdul Qadi>r Jawaz, dan lain-lain.
Qaidah Umum dalam Salafi Secara umum Salafi dalam menjalani kehidupan beragama dan bermasyarakat memiliki qaidah umum yang dijalankan, sebagai berikut ini:10 1). ήϜϨϤϟϦϋ ϲϬϨϟϭϑϭήόϤϟΎΑήϣϷ alMa’ruf adalah seluruh ketaatan, berupa ibadah kepada Allah secara ikhlas dengan cara meninggalkan bentuk penyembahan selain kepada-Nya. Disamping itu mengerjakan segala bentuk kewajiban dan hal-hal sunnah. Sementara yang dimaksud dengan al-Munkar adalah segala bentuk larangan Allah dan Rasulullah, baik berupa syirik, maksiat, bid’ah, dan Sekelompok orang yang memiliki rukun iman berupa: al-Tauh}id, al-‘Adal, al-Manzilah bain alManzilatain, al-Wai’id, al-Amar bi al-Ma’ru>f wa al-Nahyi wa al-Munkar. Lihat keterangan Muhammad Abdurah}ma>n bin Muh}ammad bin Abdillah bin Abdurrahma}n bin Muh}ammad bin Muh}ammad bin Qa>sim alHambaliy, Ali Rasulullah Wa Auliya’uh, (tp, ttp,tt), 28. 8 Ibid., 12. 9 Ibid., 35. 10 Abdusalam bin Salim bin Raja’ al-Suhaimiy, Kun Salafiya>n A’la al-Jadda>t (Madinah al-Munawwarah, Maktabah al-Ma>lik Fahd al-Wat}aniyah, 1467H), 27. 7
114
Literalisme Salafi Dalam Memaknai Jihad (Musawar)
sebagainya. 2). ΕΩΎΒόϟ yaitu dasar dalam pelaksanaan ibadah adalah al-Tauqi>f (petunjuk dari Rasul) sebab Allah memerintahkan Rasul untuk diikuti dan Allah dalam al-Qur’an melarang umat melakukan maksiah kepada Rasulullah. Karena itu, syarat diterimanya amal ibadah adalah semata-semata mengikuti Rasulullah. 3).. ϟΎμϤϟΐϠΟϰϠϋϡΪϘϣΪγΎϔϤϟ˯έΩ Makna qaidah ini adalah seorang dalam mengambil kebijakan terhadap sesuatu harus mendahulukan sikap menolak “kerusakan” dari pada mengambil “manfaat”. Sementara ukuran sesuatu dinilai sebagai kerusakan adalah syari’ah, demikian juga sesuatu yang bermanfaat dinilai dari syari’ah pula. 4). ϟΎμϟϞϤόϟϭϊϓΎϨϟϢϠόϟϰϠϋϦϳΪϟέΪϣϥ· Artinya poros pelaksanaan agama adalah berdasarkan ilmu yang bermanfaat dan amal shaleh, artinya mengambil sikap untuk tidak berbicara tentang agama kecuali mengikuti apa-apa yang sudah dijelaskan oleh Rasullulah baik dalam al-Qur ’an maupun sunnah. 5) . ϊϧϮϤϟ˯ΎϔΘϧϭρϭήθϟΩϮΟϭϦϳήϣ΄Α ϻ·ϢΘΗϻΔϴϋϭήϔϟϭΔϴϟϮλϷϡΎϜΣϷ yaitu dalam masalah agama baik berupa ashul al-Di>n atau furu>’ dapat dipastikan melalui dua hal: pertama, adanya syarat untuk sahnya sesuatu perbuatan; dan kedua, adanya mani’ yang mencegah sahnya sesuatu perbuatan. Dalam hal ini dapat dicontohkan dalam pengungkapan kata bi’dah terhadap suatu harus berdasarkan syarat yang sudah ada dalilnya dalam al-Qur’an atau alSunnah dan selama tidak ada mani’ yang mencegahnya untuk menjadikan suatu sebagai perbuatan “bid’ah”.11 Demikianlah beberapa prinsip penting yang harus dipegang oleh seorang yang mengaku sebagai Salafi dalam kehidupan bermasyarakat. Kata bid’ah berakar kata dari kata ““ΎϋΪΑ -ωΪΒϳ –ωΪΑ”” yang berarti menciptakan sesuatu yang belum ada contohnya. (lihat Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, Kamus Arab Indonesia, (Unit Pengadaan Bukubuku Ilmiyah Keagamaan Pndok Pesantren al-Munawir, Krapiyak Yogyajarta, t.th), 70. Demikian juga, diterangkan dalam “al-Ta’rifat” dengan membaca baris bawah (kasrah) pada huruf “ba’” dapat berarti perbuatan yang tidak memiliki contoh sebelumnya. (lihat al-Jurjani, al-Ta’rifat, (Bairut: Da>r al-Kutub al-Arabiy, 1405H), 119. Selanjutnya disebut dengan bid’ah karena orang yang mengadakan sesuatu itu adalah tidak berdasarkan, baik dari al-Qur’an, sunnah, atau perkataan imam, dan atau tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki syara’, hal ini sesuai dengan ungkapan berikut: “Bid’ah adalah perbuatan yang bertentangan dengan sunah, dinamkan bid’ah karena orang yang mengatakannya adalah mengada-ada tanpa berdasarkan perkataan imam, yaitu hal yang tidak pernah dilakukan oleh sahabat atau pengikut sahabat atau perbuatan yang tidak berdasarkan dalil syara” (lihat juga Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakar bin Fach al-Qurthubiy, al-Jami’ Li Ah}ka>m al-Qur’an, Jilid I (Mesir: Da>r al-Sha’ab, 1372H), 87. Lihat pula Muh}ammad As}im al-Ih}san al-Majdiy al-Barkatiy, Qawa>’id al-Fiqh, (Karachi: al-S}adaf Bi Balastar, 1986M/1307H), 204. Pengertian di atas menegaskan bahwa segala bentuk perbuatan yang berlawanan dengan sunnah dinamakan bid’ah yaitu perbuatan yang tidak diperbuat oleh sahabat, ta>bi’i>n, dan yang dikehendaki syara’. Jadi batasan bid’ah dalam pengetian di atas adalah: 1).Perbuatan yang berlawan dengan sunnah. 2).Perbuatan yang tidak pernah diperbuat oleh sahabat. 3). Perbuatan yang tidak diperbuat oleh ta>bi’i>n. 4). Perbuatan yang tidak sesuai dengan syara’. 4). Selain itu, pengertian bida’ah yang terdapat dalam Lisan al-Arabi, bahwa kata bid’ah berasal dari ’bada’a” yang dapat berarti sesuatu yang merupakan perbuatan yang muncul pertama kali. Kemudian bid’ah diberikan makna “sebagai perbuatan yang bersifat agama yang diadakan setelah sempurnanya agama”, sesuai dengan ungkapan berikut:"ϝΎϤϛϹΪόΑϦϳΪϟϦϣωΪΘΑΎϣϭΙΪΤϟΔϋΪΒϟ“” Bid’ah adalah perbuatan baru dan sesuatu yang diadakan setelah sempurnanya agama” (lihat Ibnu Manzur, Lisa>n al-Arabiy, (Bairut: Da>r al-S}adar, tt), 87. Penegasan dari definisi bid’ah di atas adalah bid’ah itu merupakan suatu tambahan atau pengurangan yang terjadi setelah sempurnanya agama Islam, yang berkaitan dengan agama. Tetapi ada sebagian yang memberikan pengertian yang lebih umum, bahwa bid’ah adalah “segala hal yang baru”, demikian pendapat Ibnu al-Sakit. Selain itu, bid’ah diberi 11
115
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 111-130
Jihad dalam Tafsiran Salafi Sebelum lebih lanjut pembahasan tentang jihad dalam padangan Salafi, maka terlebih dahulu ditampilkan jihad dalam al-Qur’an atau pun dalam hadits, karena kedua sumber ini dijadikan rujukan utama bagi umat Islam, termasuk jama’ah Salafi. Oleh karena itu, pemakalah akan melacak jihad dalam al-Qur’an dan al-hadis, setelah itu akan ditemukan bagaimana penafsiran Salafi dalam memaknai Jihad, karena mungkin masuk dalam salah satu dari prinsip nahi mungkar di atas. Dalam berbagai ayat al-Qur’an, jihad ditemukan dengan makna yang beragam, jihad menurut bahasa adalah:12
ΔϘθϤϟΖϐϠΑϱΕΪϬΟ :ϝΎϘϳˬΔϘθϤϟϩΎϨόϣΏήόϟΔϐϟϲϓΩΎϬΠϟ Dari makna secara bahasa dapat ditegaskan bahwa jihad adalah usaha kesungguhan dan berat dari suatu aktivitas dalam rangka tercapainya cita-cita. Makna ini diperkuat secara istilah oleh Ibnu Taimiyah sebagai berikut: 13
ϖ˴Τ˸ϟ˵Ϫ˵ϫ˴ή˸Ϝ˴ϳΎ˴ϣ˶ϊ˸ϓ˴Ω˴ϭ ͋ϖ˴Τ˸ϟ ˶ΏϮ˵Β˸Τ˴ϣ˶ϝϮ˵μ˵Σϲ˶ϓ˵Γ˴έ˸Ϊ˵Ϙ˸ϟ˴Ϯ˵ϫ˴ϭ˶ϊ˸γ˵Ϯ˸ϟ˵ϝ˸ά˴Α˴Ϯ˵ϫ˵ΩΎ˴Ϭ˶Π˸ϟ˴ Lebih lanjut Ibnu Taimiyah14 menyatakan bahwa orang yang mampu melakukan jihad, kemudian tidak melakukan jihad, maka orang tersebut dianggap sebagai orang yang lemah imannya, lemah kecintaanya kepada Allah dan rasul-Nya. Sebab sebagaimana yang dimaklumi bahwa orang yang dicintai itu tidak akan didapatkan dengan mudah kecuali dengan menghadapi kesulitan, baik yang dicintai itu berupa kebaikan atau kejelekan. Karena itu orang yang mencintai harta, pangkat, dan sebagainya tidak akan didapatkan kecuali ia akan menghadapi tantangan. Begitu juga halnya dengan orang yang cinta kepada Allah.15 Definisi lain yang diberikan ulama’ dengan ungkapan sebagai beirkut: 16 batasan makna dilihat dari segi waktu, yaitu perbuatan yang diadakan yang tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah baik ditunjuk tentang keharamannya oleh Syar’”. Lebih dari itu dikatakan juga bahwa bid’ah itu adalah sesuatu perbuatan yang tidak pernah terjadi pada masa Rasulullah baik ditunjukkan oleh Syara’ tentang keharaman, kewajiban, kesunatan, kemakruhan, atau kebolehan hukumnya. (lihat Ali Sha’id al-Aduwi alMalikiy, Hasyiah al-Aduwi Ala Syarh} Kifa>yat al-T}alib al-Rabbani, (Bairut: Da>r al-Fikr, 1412 H),157. Dari definisi di atas dapat ditegaskan bahwa bid’ah itu adalah perbuatan yang tidak pernah terjadi pada zaman Nabi dan ditunjukkan tentang keharamannya, sebagai hal wajib, sunnah, makruh, atau boleh dilakukan menurut Syara’ Pengertian ini adalah senada pengertian yang dilontarkan Al-Hadidi dengan ungkapan sebagai berikut: “kata bid’ah dapat dipergunakan dalam dua pengertian: pengertian pertama adalah sesuatu (perbuatan) yang bertentangan dengan al-Kitab (al-Qur’n) dan Sunnah (Rasulullah SAW). Kedua adalah perbuatan yang tidak dijelaskan “nash” (baik dari al-Qur’an atau al-Sunnah) kemudian dikerjakan oleh orang-orang muslim setelah Rasulullah wafat. (lihat dalam al-Hadidi, Sharh} Nahjul Bala>ghah, (Bairut: Da>r al-Fikr, 1412 H), 57. 12 Ali bin Nayif al-Shuh}ud, al-Mufas}al fi al-Syarh} Ayat La> Ikrah fi al-Di>n, Jilid IV (ttp: tp, tt), 135. 13 Taqiuddi>>n Abu Abbas Ahmad Abd al-Halim bin Taimiyah, Majmu>’ al-Fata>wa, Jilid V (ttp: Dar al-Wafa’ 2005), 344. 14 Ibnu Taimiyah salah satu tokoh lama dari kalangan Salafi, karya-karya beliau dijadikan rujukan. Beliau dipandangan sebagai mujtahid pada masanya. 15 Taqiuddin Abu Abbas Ahmad Abd al-Halim bin Taimiyah, Majmu>’ al-Fata>wa,344. 16 Ali bin Nayif al-Shuhud, al-Mufas}al fi al-Qur’an wa al-Sunnah, Jilid IV (ttp: tp, tt), 288.
116
Literalisme Salafi Dalam Memaknai Jihad (Musawar)
ϥΎδϠϟϭϝΎϤϟϭβϔϨϟΎΑϞΟϭΰϋͿϞϴΒγϲϓϝΎΘϘϟΎΑΔϗΎτϟϭϊγϮϟϝάΑϲϓϞϤόΘδϳωήθϟϑή˵ϋϲϓ˵ΩΎ˴Ϭ˶Πϟ ϚϟΫϲϓΔϐϟΎΒϤϟϭϚϟΫήϴϏϭ Pengertian jihad seperti di atas, merupakan akumulasi perkembangan jihad yang mengalami tiga tahap, yaitu: pertama, jihad pada mulanya hanya bersifat pemberian izin untuk berijihad tanpa adanya kewajiban, sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:17
˲ήϳ˶Ϊ˴Ϙ˴ϟ˸Ϣ˶ϫ˶ή˸μ˴ϧϰ˴Ϡ˴ϋ˴Ϳ͉ϥ˶·˴ϭϮ˵Ϥ˶Ϡ˵χ˸Ϣ˵Ϭ͉ϧ˴΄˶Α˴ϥϮ˵Ϡ˴ΗΎ˴Ϙ˵ϳ˴Ϧϳ˶ά͉Ϡϟ˶˴ϥΫ˶ ˵ Ulama’ menjadikan ayat ini sebagai alasan dari tahap perkembangan jihad dalam Islam. Ayat ini merupakan ayat yang pertama turun tentang perizinan untuk berperang. Ayat ini berkenaan kedaan umat Islam pada mulanya diperintah bersabar dalam menghadapi orang kafir, karena jumlah mereka masih sedikit (di Mekah). Tapi, pada saat mereka bertambah banyak (di Madinah) mereka diizinkan berperang, karena adanya ganguan dari orang kafir.18 Kedua, jihad yang berbentuk perang menghadapi orang yang memerangi umat muslim, dan tidak menyerang bila mereka tidak menyerang. Dalam hal ini menurut ulama’ sesuai dengan firman Allah:
˸Ϧ˴ϣ˴ϭ˸Ϧ˶ϣ˸Ά˵ϴ˸Ϡ˴ϓ˴˯Ύ˴η˸Ϧ˴Ϥ˴ϓ˸Ϣ˵Ϝ͋Α˴έ˸Ϧ˶ϣ͊ϖΤ ˴ ˸ϟ˶Ϟ˵ϗ˴ϭ :ϰϟΎόΗϪϟϮϗϭˬ 19Δϳϵ͋ϲ˴ϐ˸ϟ˴Ϧ˶ϣ˵Ϊ˸η͊ήϟ˴Ϧ͉ϴ˴Β˴Η˸Ϊ˴ϗ˶Ϧϳ͋Ϊϟϲ˶ϓ˴ϩ˴ή˸ϛ˶·ϻ ϝϮϗϲϓ˴Ϧϳ˶Ϊ˴Θ˸ό˵Ϥ˸ϟ͊ΐ˶Τ˵ϳϻ˴Ϫ͉Ϡϟ͉ϥ˶·ϭ˵Ϊ˴Θ˸ό˴Ηϻ˴ϭ˸Ϣ˵Ϝ˴ϧϮ˵Ϡ˶ΗΎ˴Ϙ˵ϳ˴Ϧϳ˶ά͉ϟ˶Ϫ͉Ϡϟ˶Ϟϴ˶Β˴γϲ˶ϓϮ˵Ϡ˶ΗΎ˴ϗ˴ϭ : ϰϟΎόΗϪϟϮϗϭ 20˸ή˵ϔ˸Ϝ˴ϴ˸Ϡ˴ϓ˴˯Ύ˴η ϭ˵ά˶Ψ͉Θ˴Ηϼ˴ϓ˱˯˴Ϯ˴γ˴ϥϮ˵ϧϮ˵Ϝ˴Θ˴ϓϭ˵ή˴ϔ˴ϛΎ˴Ϥ˴ϛ˴ϥϭ˵ή˵ϔ˸Ϝ˴Η˸Ϯ˴ϟϭ͊Ω˴ϭ :˯ΎδϨϟΓέϮγϲϓϰϟΎόΗϪϟϮϗϭˬϢϠόϟϞϫϦϣΔϋΎϤΟ21 ˴˯Ύ˴ϴ˶ϟ˸ϭ˴˸Ϣ˵Ϭ˸Ϩ˶ϣ.21 Ketiga, umat Islam diperintahkan secara muthlaq memerangi orang musyrik (alMusyrikin) sehingga tidak ada “fitnah” dan agama itu menjadi milik Allah, kebaikan merata di dunia, Islam meluas dengan jalan dakwah, dan umat mendapatkan nikmat dengan menjalankan Shari’ah yang adil dengan ajaran yang “samhah”. Dengan demikian orang musyrik keluar dari kepicikan dunia menuju keluasan Islam, dari kezaliman penguasa menuju keadilan Islam. Hal ini digambarkan oleh firman Allah:22
Qs, al-H}ajj, 39 Lihat penjelasan tentang tahap ini dalam Ali bin Nayif al-Syuhud, al-Mufas}al fi alSyarh} Ayat, 288. 18 Majmu>’at al-Ulama>’ Adad Min Asa>tiz al-Tafsi>r Tahta Ishraf al-Duktu>r Abdillah bin Abd al-Muh}sin alTurkiy, Jilid VII (ttp:Mauqi’ Majma’ al-Malk Fahd li T}ab al-Mas}haf al-Shari>f, tt), 95. 19 Ayat ini menurut sebagian ulama’ sudah dinasakh oleh ayat al-Saif (perang). Tetapi, menurut sebagian ulama’, ayat ini tdak dinasakh, melainkan sebagai ayat muhkamat, sebab pemaksaan dalam agama akan berarti memaksa orang lain untuk keluar dari agama mereka dan masuk ke agama Islam, karena yang dimaksud adalah pemaksaan adalah ketetapan dalam Islam. Lihat keterangan al-Syaekh Muhammad al-Thahir bin Asyur, al-Tah>rir wa al-Tanwi>r, (Tunis: Da>r Sahnun, 1997), 337, dan lihat pula Jabir bin Musa bin Abd al-Qadir bin Jabir Abu Bakar al-Jaziri, Aisar al-Tafa>sir Li Kala>m al-Aliy al-Kabi>r, (Madinah: Maktabah al-Ulu>m wa alH}ika>m, 2003). 20 Qs. al-Kahfi ayat 29. 21 Ali bin Nayif al-Shuhud, al-Mufas}al fi al-Sharh} Ayat, 87. 22 Qs. al-Taubah ayat 5 17
117
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 111-130
˸Ϣ˵ϫϮ˵Ϡ˶ΗΎ˴ϗ˴ϭ :ϝΎϔϧϷΓέϮγϲϓϪϧΎΤΒγϪϟϮϗϭˬΔϳϵ˸Ϣ˵ϫϮ˵Ϥ˵Η˸Ϊ˴Ο˴ϭ˵Κ˸ϴ˴Σ˴Ϧϴ˶ϛ˶ή˸θ˵Ϥ˸ϟϮ˵Ϡ˵Θ˸ϗΎ˴ϓ˵ϡ˵ή˵Τ˸ϟ˵ή˵Ϭ˸η˴΄˸ϟ˴Φ˴Ϡ˴δ˸ϧ˴Ϋ˶Έ˴ϓ .Ϳ˵Ϫ͊Ϡ˵ϛ˵Ϧϳ͋Ϊϟ˴ϥϮ˵Ϝ˴ϳ˴ϭ˲Δ˴Ϩ˸Θ˶ϓ˴ϥϮ˵Ϝ˴Ηϻϰ͉Θ˴Σ Kedua ayat di atas (surat merupakan tahapan jihad ketiga, umat Islam diperintahkan untuk memerangi orang “musyrik”. Siapakah yang dimaksud dengan kata ““ăśĉǯƎǂąnjĄǸƒdzơ””, apakah orang-orang yang menyembah berahala, apakah orang Yahudi, Keristen, Budha, Hindu, atau orang yang tidak memeluk agama Islam.? Apakah yang dimaksud dengan kata ““ƈƨăǼąƬĉǧ””?. Sebelum menjawab dua pertanytaan di atas, baik untuk diperhatikan komentar ulama tentang ayat tahap jihad seperti di atas. Menurut sebagian ulama bahwa ayat tentang jihad pada tahap kedua sudah dinasakh oleh tahap ketiga, untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan ulasan Ali Nayif al-Shuhud sambil memperhatikan kata-kata yang bergaris bawah berikut:23
˭ΦδϧΪϗϢϬϨϋϒϛϦϤϋϒϜϟϭϦϴϤϠδϤϟϞΗΎϗϦϤϟϝΎΘϘϟϮϫϭϲϧΎΜϟέϮτϟϥϰϟ·ϢϠόϟϞϫξόΑΐϫΫΪϗϭ ˬϢϬϠΗΎϘϳϢϟϦϣϭϢϬϠΗΎϗϦϣϝΎΘϘΑϭήϣϢϬΗΪϋϭϢϫΩΪϋήΜϛϭͿϢϫϮϗΎϤϠϓϦϴϤϠδϤϟϒόοϝΎΣϲϓϥΎϛϪϧϷ ΎϬϠϫϦϣϮϧΎϛϥ·ΔϳΰΠϟϭΩΆϳϭ ϩΪΣϭͿϪϠϛϦϳΪϟϥϮϜϳϰΘΣ Terlepas dari pandangan orang –seperti Ibnu Taimiyah- yang tidak setuju dengan adanya penasakhan tahap kedua oleh tahap ketiga, namun dapat ditegaskan bahwa ayat tahap kedua dan ketiga dapat diamalkan, sehingga dapat dinyatakan bahwa jihad tidak bersifat depensif seperti tahap kedua, namun jihad juga bersifat agresip. Pemaknaan ini diperkuat oleh kalimat yang bergaris bawah di atas, yaitu jihad terhadap orang yang memerangi umat Islam atau tidak menyerang. Dari tahapan jihad seperti di atas, ulama’ membagi jihad terbagi menjadi dua:24 a. Jihad T}alab (mencari musuh) atau disebut juga jihad al-Huju>m (menyerang), jihad ibdtida’ (memulai). Jihad ini dimana orang muslim memulai menyerang, mencari musuh. Dalam bagian ini, dapat diajukan pertanyaan mungkinkah orang Islam datang ke daerah orang lain dengan menyatakan “Islam atau bayar pajak atau diperangi.? Menurut Athiyah bin Salim, bahwa penerapan jihad tidak serampangan, tetapi bertahap karena itulah yang dipraktikkan sesuai dengan sabda Nabi.: Ϳϻ·Ϫϟ·ϻϥϭΪϬθϳϰΘΣαΎϨϟϞΗΎϗϥΕήϣ, Walaupun demikian bunyi hadits, kondisi umat Islam pada saat itu belum mapan dari berbagai kesiapan, sehingga mereka mendapatkan siksaan dari penduduk Mekkah. Setelah itu, umat menyusun kekuatan dan kesiapan, maka Rasul memerintahkan untuk memerangi kaum musyrikin.25 Mungkin akan baik sekali bila diperhatikan ungkapan ulama’ mengeanai relevankah jihad dalam bentuk perang diterapkan pada zaman sekarang dengan ungkapan berikut:26 Ali bin Nayif al-Shuhud, al-Mufas}al fi al-Sharh} Ayat, 87. Athiyah bin Salim, Sharh} al-Arba’i>n al-Nawawiyah, (ttp: tnp, tt), 10. 25 Ibid. 26 Ibid. 23
24
118
Literalisme Salafi Dalam Memaknai Jihad (Musawar)
a.
ΪΟϮΗϻϭˬϯήΧϷϥϮΌηϲϓϞΧΪΘΗϥϊϴτΘδΗϻΔϟϭΩϞϛϭˬΎϬΗΩΎϴγϭΎϫΩϭΪΤΑΔϟϭΩϞϛϡϮϴϟϦϜϟϭ Ύϴγϭέϰϟ·ΐϫάΗϥϊϴτΘδΗϲΘϟΔϟϭΪϟϲϫϦϣϲϧϭήΒΧˬΎϫΪΣϭϚϟΫϞόϔΗϥϊϴτΘδΗϝϭΪϟϦϣΔϟϭΩ ϰϠϋνήϓ˱˯ΪΘΑϝΎΘϘϟ :˱Ϋ·ˮϝΎΘϘϟϭΔϳΰΠϟϭϮϤϠγ :ϝϮϘΗϭΎϜϳήϣϭΎϴϟΎτϳ·ϭΎϴϧΎτϳήΑϰϟ·ϭ ΓΪϫΎΠϣϭβϔϨϟϦϋωΎϓΪϟ-ϲϧΎΜϟωϮϨϟΎΑϡΎϴϘϟϮϋΎτΘγΫ·ήοΎΤϟΖϗϮϟϲϓϭˬϦϴϤϠδϤϟΔϋϮϤΠϣ .ήϴΒϛήϔχϚϟάϓ -ϢϬϳΪϳ΄ΑΎϤΑυΎϔΘΣϻϭϭΪόϟ Ungkapan di atas menegaskan bahwa jihad bentuk perang agak sulit dilakukan, karena umat Islam dengan orang lain sudah memiliki daerah masing-masing dengan batasan batasan tersendiri dan pemimpin sendiri, sehingga menjadi negara. Oleh karena itu, kewajiban jihad akan menjadi fard} kifa>yah sesuai tempat masing-masing. Urusan negara sudah menjadi daerah, karena itu kewajiban itu berlaku pada sekelompok orang saja (majmu>’ah).
b. Jihad Difa’ (bertahan). Jihad bentuk ini diakui oleh setiap orang, bahkan binatang pun memiliki rasa bertahan (difa’) ketika diserang oleh lainnya, apalagi manusia yang memiliki akal, tentu akan bertahan ketika diserang oleh musuh. Umat Islam diwajibkan berjihad melawan musuh bila diserang oleh musuh, baik laki, perempuan, pemuda dan orang tua. Dua bentuk jihad diberikan hukum oleh ulama’ menjadi dua; fard} kifa>yah dan fard} ‘ainiyah dengan aturan tertentu.27 Dua bentuk jihad di atas memiliki tujuan yang mulia sesuai penjelasan Ali Nayif al-Shuhud sebagai berikut:28
αΎϨϟΓϮϋΩϭͿϦϳΩώϴϠΒΗϮϫΎόϴϤΟΎϤϬϨϣΩϮμϘϤϟϭˬωΎϓΩΩΎϬΟϭˬΐϠσΩΎϬΟ :ϥΩΎϬΟ :ΩΎϬΠϟ ΎϤϛˬϩΪΣϭͿϪϠϛϦϳΪϟϥϮϜϳϥϭˬϪοέϲϓͿϦϳΩ˯ϼϋ·ϭˬέϮϨϟϰϟ·ΕΎϤϠψϟϦϣϢϬΟήΧ·ϭϪϴϟ· ϢϳήϜϟϪΑΎΘϛϲϓϞΟϭΰϋϝΎϗ Tujuan jihad di atas dapat dilakukan dengan al-Ghazwu (perang) di jalan Allah. Perang merupakan adu fisik antara dua kelompok dengan memiliki kepentingan yang akan diraih. Masalah perang adalah masalah yang memerlukan berbagai pertimbangan, seperti siap yang diperangi, tempat perang, kondisi perang dan sebagainya. Perang dijalan Allah diakui Islam sebagai jalan jihad, karena perang merupakan sikap tegas dari sebuah kelompok. Nabi memerintahkan umat Islam sebagai reaksi dari kezaliman yang diperbuat kaum musyrik dan uapaya untuk mencapai tegaknya agama Allah. Dalam hal ini Nabi bersabda sebagai berikut:29
˸Ϧ˴Ϥ˶Α˴ϭ˶˶Ϳϯ˴Ϯ˸Ϙ˴Θ˶Α˶Ϫ˶δ˸ϔ˴ϧ˶Δ͉λΎ˴Χϰ˶ϓ˵ϩΎ˴λ˸ϭ˴˳ζ˸ϴ˴Οϰ˴Ϡ˴ϋ˱ήϴ˶ϣ˴˴Κ˴ό˴Α˴Ϋ˶· -ϢϠγϭϪϴϠϋͿϰϠλ-˶Ϳ ˵ϝϮ˵γ˴έ˴ϥΎ˴ϛ ˴ϻ˴ϭϮ͊Ϡ˵ϐ˴Η˴ϻ˴ϭϭ˵ΰ˸Ϗ˶ͿΎ˶Α˴ή˴ϔ˴ϛ˸Ϧ˴ϣϮ˵Ϡ˶ΗΎ˴ϗ˶Ϳ˶Ϟϴ˶Β˴γϰ˶ϓ˴ϭ˶Ϳ˶Ϣ˸γΎ˶Αϭ˵ΰ˸Ϗ :˴ϝΎ˴ϗ͉Ϣ˵Λ˱ή˸ϴ˴Χ˴Ϧϴ˶Ϥ˶Ϡ˸δ˵Ϥ˸ϟ˴Ϧ˶ϣ˵Ϫ˴ό˴ϣ ΚϳΪΤϟ… Ϯ˵Ϡ͋Μ˴ϤΗ˵ ˴ϻ˴ϭϭ˵έ˶Ϊϐ˸ ˴Η Shaykh al-Isalam Muhammad bin Ibrahim, Tahrir al-Ah}kam fi Tadbir Ahl al-Isla>m (Qatar, tp, 1988). Ali bin Nayif al-Shuhud, al-Mufas}al fi al-Syarh}, 288. 29 Abu Bakar Ahmad bin al-Husain bin Ali al-Baehaqiy, al-Sunan al-Kubra wa Zailih al-Jawa>hir al-Nuqa Jilid IX (Hindi: Majlis Dairah al-Ma’a>rif al-Nizha>miyah, (tp: tp, tt), 49. 27
28
119
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 111-130
Hadith di atas diberikan penjelasan oleh Shaykh Fauzan S}alah, salah satu tokoh Salafi yang menekankan pada tujuan al-Ghazwu fi sabi>lillah dengan ungkapan sebagai berikut:30
ϥ΄ηάϫˬαΎ˷ϨϟϰϠϋ ς˷ϠδΘϟϭϝΎϤϟΐϠτϟϭϚϠϤϟΐϠτϟϥϮϜϳϻ ϭΰϐϟϥ :ϲϨόϳ "ͿϞϴΒγϲϓ" ΎϤ˷ϧ·ϭˬήϔϜϟϰϠϋϭ͊ήμϳϢϟΫ·ϢϬϨϣϡΎϘΘϧϼϟβϴϟϭˬϦϳ͋ϭΰϐϤϟϟΎμϤϟϭΰϐϟϥϮϜϳΎϤ˷ϧ·ˬΔϴϠϫΎΠϟϞϫ ΪμϘϟ ˬͿ ϞϴΒγ ϲϓ ϮϬϓ ˬέϮϨϟ ϰϟ· ΕΎϤϠψϟ Ϧϣ ϢϬΟήΧ·ϭ ήϔϜϟ Ϧϣ ϢϫΫΎϘϧ· ϞΟϷ ˬϢϬΤϟΎμϤϟ ϲϫ ˬ˱Ύπϳ ϦϳίΎϐϟ ϰϟϭ ˬϦ˷ϳϭΰϐϤϟ ϰϟ· ΓΪΎϋ άϫ ϲϓ ΔΤϠμϤϟϭ ˬϰϟΎόΗϭ ϪϧΎΤΒγ Ϳ ΔϤϠϛ ˵˯ϼϋ· :ϪϨϣ ϦϣϢϬΟήΧ·ϢϬϟϥϮϜϳϥϭ˷ϭΰϐϤϟϭˬΔϤϴϨϐϟϭΓΩΎϬθϟήΟϭͿϞϴΒγϲϓΩΎϬΠϟήΟϢϬϟϥϮϜϳϥϭίΎϐϟΎϓ Ϧϣ ΪμϘϟ "ͿΎΑ ήϔϛ Ϧϣ ϮϠΗΎϗ" .ϡϼγϹ ϰϟ· ήϔϜϟ Ϧϣϭ ˬέϮ˷Ϩϟ ϰϟ· ΕΎϤϠ˷ψϟ Ϧϣϭ ϥΎϤϳϹ ϰϟ· ήϔϜϟ ˵Ζ˸Ϙ˴Ϡ˴Χ Ύ˴ϣ˴ϭ} :ϰϟΎόΗ ϝΎϗ ˬϰϟΎόΗϭ ϪϧΎΤΒγ ϪΗΩΎΒόϟ αΎ˷Ϩϟ ϖϠΧ Ϳ ϥϷ ˬϢϫήϔϜϟ ˬέΎ˷ϔϜϟ ϝΎΘϗ :Ϯϫ ϭΰϐϟ Ϳ ϢϬϣήϛ Ϳ ϭΪΒϋ Ϋ· ϢϬ˷ϧϷ ˬϢϬϴϟ· ˲ΔόΟέ ΓΩΎΒόϟ ϲϓ ΔΤϠμϤϟϭ ˬ(˾˿)˶ϥϭ˵Ϊ˵Β˸ό˴ϴ˶ϟ Ύ͉ϟ˶· ˴β˸ϧ˶΄˸ϟ˴ϭ ͉Ϧ˶Π˸ϟ ϲϓ ϭΰϐϟ Ϧϣ ΩϮμϘϤϟΎϓ .ϢϬδϔϧ ϭ˷ήο ΪϘϓ Ϳ ήϴϏ ϭΪΒϋ Ϋ· Ύϣ ˬΓήΧϵϭ ΎϴϧΪϟ ϲϓ ϰϟΎόΗϭ ϪϧΎΤΒγ ϭΰϐϟϦϣΩϮμϘϤϟβϴϟˬϭΰϐϟϦϣΩϮμϘϤϟϮϫάϫˬϪ˷ϠΤϣΪϴΣϮ˷ΘϟϝϼΣ·ϭήϔϜϟΔϟί· :ϮϫϡϼγϹ ϻϰ͉Θ˴Σ˸Ϣ˵ϫϮ˵Ϡ˶ΗΎ˴ϗ˴ϭ} :ϰϟΎόΗϝΎϗˬϚϟΫϪΒηΎϣϭ.ϚϠϤϟϊϴγϮΗϭˬϝϮϣϷάΧϭˬΩϼΒϟϰϠϋ˯ϼϴΘγϻ ˶Ϫ͉Ϡ˶ϟ˵Ϫ͊Ϡ˵ϛ˵Ϧϳ͋Ϊϟ˴ϥϮ˵Ϝ˴ϳ˴ϭ˲Δ˴Ϩ˸Θ˶ϓ˴ϥϮ˵Ϝ˴Η Demikian mulia datujuan jihad dalam bentuk perspektif Salafi. Namun, di balik itu muncul pertanyaan masihkah perang sebagai bentuk jihad diterapkan pada masa sekarang ini, siapakah yang akan menjadi musuh dalam perang tersebut, apakah kafir yang menyerang ataukah yang tidak menyerang.? Dalam hal ini, dalam analisis penulis ada dua pandangan Salafi: Pandangan Salafi Yamani. Dikatakan Salafi Yamani, karena mereka merujuk kepada Shaykh-Shaykh Salafi yang ada di Yaman dan di Timur-Tengah. Salah seorang Shaykh mereka yang terkenal di Yaman adalah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i. Shaykh yang dimaksud memimpin Ma’had Da>rul Hadith di daerah Dammaj, Sha’dah, Yaman. Banyak dai-dai Salafi Yamani yang belajar di Ma’had Da>rul Hadith sampai hari ini, meskipun Shaykh yang bersangkutan telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu.31 Mereka berpandangan bahwa jihad dengan perang sudah diterapkan Rasulullah dengan menghadapi orang musyrik. Perang yang diterapkan memiliki tuntunan dan tata tertib yang sedemikian rupa. Jihad dalam hal ini disebut Jiha>dul Kuffa>r atau jihad melawan orang-orang kafir. Jihad melawan orang kafir disingung al-Qur’an dalam firman Allah: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur’an”.32 30 Al-Shaykh S}alih bin Fauzan al-Fauzan, I’a>nah al-Mustafid Bi Sharh} Kitab al-Tauhid, Jilid IV (tp: Mu’assah al-Risalah,tt),10. 31 Lihat dalam http://shabestan.net/id/pages, diakses 12 April 2012. 32 Qs. At-Taubah: 111.
120
Literalisme Salafi Dalam Memaknai Jihad (Musawar)
Perang yang sesungguhnya merupakan salah satu jihad oleh sebagian orang dijadikannya sebagai jalan untuk melalukan teror. Aksi sedimkian rupa merupakan pengalihan dari makna jihad yang sesungguhnya menjadikan ternafinya jihad, padahal pokok-pokok aturan di dalam berjihad sudah ditentukan sebagai ibadah dalam memerangi orang-orang kafir.33 Jihad yang dijadikan sebagai ibadah memiliki tujuan yang mulia. Hal ini penting untuk diketahui bahwa jihad memerangi orang kafir hanyalah salah satu sarana dalam menegakkan agama. Firman Allah: “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu sematamata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.”34 Jumhur ulama berpendapat bahwa jihad hukumnya fard} kifa>yah. Jihad seperti ini disebut juga dengan jihad t}alab atau jihad huju>m, artinya umat Islam dalam hal ini sebagai pihak yang memulai penyerangan ke tempat-tempat musuh. Tentu dalam pelaksanaan jihad seperti di atas ada ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh orang-orang yang perang seperti: 1. Target penyerangan. Orang-orang kafir yang diserang adalah kafir h}arbi, atau orang kafir yang memerangi ummat Islam. Karena di dalam Islam orang-orang kafir terbagi menjadi empat golongan: a) Kafir mu’ahad, yaitu orang-orang kafir yang telah terjadi kesepakatan antara mereka dan kaum muslimin untuk tidak berperang dalam kurun waktu tertentu. Kafir seperti ini tidak boleh dibunuh sepanjang mereka menjalankan kesepakatan. Hal ini dilukiskan dalam firman Allah: “Kecuali orang-orang musyirikin yang kamu mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.35 Keberadaan kafir mu’ahad ditegaskan pula oleh hadits Nabi dan bahkan dipandang sebagai kafir yang dihormati, dan orang yang membunhnya tidak dimasukkan ke dalam surga, sesuai dengan sabda Nabi berikut: 36
ΔϨΠϟϪϴϠϋͿϡήΣΎϬϠΣήϴϐΑΪϫΎόϣΎδϔϧϞΘϗϦϣϢϠγϭϪϴϠϋͿϰϠλͿϝϮγέϝΎϗϝΎϗΓήϜΑϲΑϦϋ ΎϬΤϳέϢθϳϥ b) Kafir musta’man, yaitu orang kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin, seperti utusan-utusan negara, duta-duta, kafilah dagang atau mereka yang datang melancong. Kafir jenis ini juga tidak boleh dibunuh sepanjang masih dalam jaminan keamanan, sebagaimana ditegaskan alhttp://dakwahsalafynet.blogspot.com/2011/01/jihad-dalam-pandangan-islam.html, diakses 08 November 2011. 34 Qs. Al-Anfa>l: 39. 35 Qs. At-Taubah: 4. 36 Muhammad bin Isma’il Abu Abdillah al-Bukhariy, al-Jami>’ al-S}ahi>h al-Mukhtas>ar, (Bairut: Da>r Ibn Kathir, 1987), 2533. lihat dalam Nuruddin Ali bin Abi Bakar bin Sulaiman al-Haistimiy. Mawa>rid al-Zhma’an Ila Zawa>id bin Hibban, (tp: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, tt), 367. 33
121
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 111-130
Qur’an: “Dan jika seseorang dari orang-orang musyirikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.”37 c) Kafir zimmy, yaitu orang kafir yang membayar jizyah (upeti) yang dipungut tiap tahun sebagai imbalan bolehnya mereka tinggal di negeri kaum muslimin. Kafir seperti ini tidak boleh dibunuh selama ia masih menaati peraturan-peraturan yang dikenakan kepada mereka. Hal yang ini dsingung al-Qur’an sebagai berikut: “Perangilah orangorang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan shôgirun (hina, rendah, patuh)”.38 d) Kafir h}arbi, yaitu orang-orang kafir yang memerangi kaum muslimin. Jenis kafir ini merupakan kelompok yang dapat diperangi umat Islam. 2. Penyerangan ditentukan beberapa hal, yang antara lain adalah: 1) penyerangan dipimpin oleh seorang kepala Negara; 2) memiliki kekuatan yang memadai untuk mengadakan penyerangan, sebab bila tidak memiliki kekuatan, maka berarti menyerahkan diri untuk mengalah; 3) memiliki wilayah kekuasaan/negara.39 Maka, penyerangan yang dilakukan oleh Amrozi dan kawan-kawannya dengan cara mengebom berbebagai tempat bukanlah sebuah peperangan yang diijinkan Islam. 3. Peserta yang turut ambil bagian adalah seorang yang memiliki izin dari orang tuanya bila ia masih memiliki orang tua. Karena izin merupakan kerelaan orang tua untuk melihat anaknya mati, bila ia mati terbunuh. 4. Adab dan aturan dalam melancarkan penyerangan, yaitu negeri kafir yang telah menjadi target penyerangan tersebut tidak boleh diserang sebelum menolak ajakan kepada Islam dan menolak menyerahkan jizyah (upeti).40 Dengan kreteria seperti di atas, maka perang yang diklaim sebagai bentuk jihad pada saat ini bagi Salafi Yamani tidak mungkin terjadi, walaupun ada dalam beberapa ayat alQur’an dinyatakan bahwa orang yang dilawan adalah orang kafir yang melawan orang muslim atau tidak. Oleh karena itu, jihad yang lebih tepat dilaksanakan adalah jihad difa’ (pertahanan) atau jihad al-Nafs (jihad melawan nafs).
Pandangan Salafi Jihadi Salafi Jihadi berpandangan bahwa jihad yang dilakukan sekarang ini adalah jihad perang. Munculnya Salafi Jihadi secara ideologi merupakan perpanjangan dari paham salafi (wahabi) Qs. al-Taubah: 6. Qs. al-Taubah : 29. 39 Shaykh al-Islam bin Muhammad Ibrahim, Tah}rir al-Ah}kam Fi Tadbi>r Ahl al-Isla>m (Qatar: Da>r alTsaqafah, 1988),170. 40 Ali bin Nayif al-Shuhud, Mausu’ah al-Radd ‘Ala al-Mazahi>b al-Fikriyah al-Mu’asyarah, (tp: tp, t.th), 89. 37 38
122
Literalisme Salafi Dalam Memaknai Jihad (Musawar)
dan Sayyid Quthub. Kedua paham ini bertujuan untuk mengadakan penyucian dalam rangka mengembalikan kejayaan Islam masa lalu. Kedua pemahaman ini menemukan dirinya di Afganistan dan pada fase 1980-an dan 1990-an gerakan yang memiliki pandangan ke belakang (romantisme) menjadi gelombang baru dari gerakan fundamentalisme, sekalipun secara politis Usamah bin Laden menjadi pemimpin Salafi Jihadi.41 Pergerakan Salafi Jihadi diakui awalnya sebagai gerakan puritan Islam yang dipelopori oleh Nasiruddin al-Bani yang merupakan penerus dari Muhammad bin Abul Wahhab yang bermula di Saudi Arabia. Gerakan ini pada awalnya hanya gerakan puritan Islam yang ingin mengembalikan kejayaan Islam. Gerakan puritan Islam yang dipelopori Nashirudin al-Bani yang merupakan penerus Muhammad bin Abdul Wahhab bermula di Saudi Arabia. Perpaduan antara pemahahaman Wahabi dan Quth menjadi doktrin baru bagi aktivis yang kemudian disebut dengan istilah Salafi Jihadi. Jadi, munculnya dalam perkembangannya gerakan salafi jihadi merupakan puncak kemarahan para aktivis Salafi Jihadi pada pemerintah Saudi Arabia. Kalangan Salafi Jihadi menolak mentah-mentah upaya yang dilakukan pemerintah Saudi Arabia untuk meminta bantuan Amerika Serikat demi melindungi negara. Bertitik tolak dari ketidaksepahaman inilah, kalangan Salafi Jihadi kemudian lebih memilih berhadap-hadapan dengan pemerintahnya sendiri. Setelah Soviet keluar dari Afganistan, dukungan internasional untuk jihad mulai meredup karenanya para mujahidin kembali ke negara masing-masing, seperti Usamah bin Laden kembali ke Saudi Arabia. Pada tahun 1990, negara Irak menyerang Kuwait, hal ini mempengaruhi ketakutan pada Saudi Arabia. Melihat kondisi ini Usamah mencoba melakukan pendekatan kepada Raja Fahd dan menawarkan bantuan untuk mempertahankan kerajaan Saudi Arabi bila Irak menyerang, dengan cara membangun benteng pertahanan dan bantuan pasukan mujahidin yang pernah dibinanya. Tawaran yang dikemukakam Osamah, nampaknya tidak meyakinknan Raja Fahd, sebab bagi Raja Fahd apakah Usamah bin Laden akan mampu menahan gempuran pesawat tempur Irak atau tidak?. Akhirnya Raja Fadh memutuskan untuk minta bantuan kepada Amerika dan sekutunya untuk melindungi kerajaan dari serbuan Irak tersebut.42 Menurut Usamah, undangan Saudi terhadap Amerika sama artinya dengan penghinaan terhadap negara muslim. Sebab menurut Usamah segala kerusakan yang ada di negara-negara muslim disebabkan oleh orang-orang kafir yang superpower. Dengan mengundang Amerika ke Saudi sama artinya dengan Saudi meminta dihancurkan oleh negara kafir.43 Jadi, merasa tak sejalan lagi dengan pemerintah Saudi, Usamah dan para pengikutnya keluar dari Saudi. Mereka membangun jaringan untuk menyerang Barat. Pada tahap pertama, mereka pindah ke Sudan 1992-1994. Pada tahun 1994 al-Qaeda pindah ke Pakistan dan http://santrigubrak.blogspot.com/2011/12/salafi-jihadi.html, diakses 12 April 2012. Ibid. 43 Ibid. 41 42
123
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 111-130
akhirnya bergabung dengan Taliban di Afganistan. Dengan kata lain, sejak 1992 kepemimpinan al-Qaeda telah berhijrah dan membangun pergerakan jihad dalam skala global dalam rangka menghancurkan hegemoni Barat. Tempat-tempat latihan dibangun diberbagai arena di Afganistan, demikian juga dengan jaringan yang berskala internasional. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk menyerang Barat. Dalam programnya, al-Qaeda memasukkan upaya untuk konsolidasi organisasi jihad, memproduksi video rekaman dengan resolusi tinggi, dan melibatkan dunia publik. Pada 1996 dan 1998 Usamah mendeklarasikan perang melawan Amerika atas nama al-Qaeda. Deklarasi ini diikuti dengan serangan bom ke kedutaan Amerika di Tanzania dan Kenya.44 Pada saat perang teluk 1990-1991 dimana pasukan Amerika memasuki tanah suci, menjadi kemarahan yang sangat besar bagi kalangan Salafi Jihadi. Merekapun berhijrah, dalam upaya membuat persiapan untuk menghadapai Barat.45 Bagi kalangan al-Qaeda, hanya ada satu sebab, karena Soviet melawan Islam maka mereka dapat dihancurkan, hal ini sudah menjadi sunnatullah, seperti juga kalangan Quraisy yang menentang Islam dapat dihancurkan. Keyakinan inilah yang sekarang dipakai al-Qaeda dalam melakukan aksi teror menentang Barat. Tujuan dari aksi teror ini adalah menghancurkan Amerika dan aliansi Yahudi dan Kristen sebagai superpower. Dalam program jihad global, maka Amerika merupakan negara pertama yang dijadikan target utama. Prioritas ini bertujuan untuk menghancurkan mitos tentang Amerika sebagai negara superpower yang tak terkalahkan. Hal ini menjadi tema untuk al-Qaeda dan afiliasinya untuk menyerang rezim yang ada di negara muslim, pada tahap ini sebagai sebuah proses. Bagi al-Qaeda Amerika dan sekutunya sebagai sesuatu yang lemah, dibandingkan dengan Soviet. Target penting al-Qaeda adalah untuk mengalahkan Amerika, seperti Hizbullah mengeluarkan Perancis dari Libanon dengan bom truknya 1983. Keluarnya Amerika dari Somalia setelah kematian delapan pasukannya, demikian juga di Vietnam. Para pemimpin al-Qaeda merujuk pada Vietnam Syndrom sebagai bukti bahwa Amerika dapat dihapuskan sebagai sponsor bagi rezim-rezim di Timur Tengah.46 Tegasnya, latar belakang munculnya Salafi Jihadi adalah ketidakpuasa terhadap hegemoni Barat, yaitu Amerika dan sekutunya. Barat menjadi musuh utamanya sebagaimana dijelaskan di atas. Untuk melawan Barat, Salafi Jihadi membuka jaringan di berbagai daerah, termasuk di Indonesia.
Jaringan Salafi Jihadi Jihad dalam beberapa bentuk memiliki tujuan baik dan mulia sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Namun, bagi kelompok ini pada saat sekarang jihad dalam bentuk perang masih berlangsung sampai sekarang, melawan musuh besarnya, yaitu Yahudi, Salibi, Amerika, Ibid. Ibid. 46 Ibid. Lihat lebih lanjut pada A.M. Hendropriyono, Terorisme Fundamentali, Kristen, Yahudi, Islam, (Jakarta: Kompas, 2009), 192. 44 45
124
Literalisme Salafi Dalam Memaknai Jihad (Musawar)
Australia, Inggris dan Italia. Semua ini dianggapnya sebagai musuh Allah. Hal ini ditegaskan dalam ungkapan berikut ini:
Kami tegaskan musuh-musuh Allah yaitu musuh-musuh kami adalah Amerika. Kami ulangi, bahwa musuh-musuh Allah adalah Yahudi, Salibi, Amerika, Australia, Inggris dan Italia. Kami juga menegaskan musuh kami adalah penolong-penolong dan pembantupembantu Bush dan Blair penguasa kafir, yang menguasai kaum muslimin, yang memburu ulama-ulama kaum mujahidin. Bahwa kepada kecelakaan akan menimpa kamu. Selama kamu, masih mengintimidasi kaum muslim, maka kami akan terus mengintimidasi. Kalian akan terus merasakan bagaimana serangan mematikan seperti ini.47 Dalam memerangi orang yang diklaim sebagai musuh Islam tersebut, Salafi Jihadi memiliki jaringan al-Aqaida di Asia Tenggara (Indonesia dan Malaysia), mereka lebih difokuskan pada aksi teror. Di Indonesia jaringan ini terbagi menjadi beberapa kelompok besar. Pertama, kelompok Malaysia atau yang dikenal dengan kelompok muslim militan yaitu terdiri Wan Min Wan Mat, Roshelmy Muhammad Sharif, Idrus Salim, Abdullah Daud, Azhari dan Noordin M Top. Dua nama terakhir dalam melakukan aksi terornya selalu di Indonesia.48 Kedua, kelompok Serang yang terdiri dari Imam Samudera alias Abdul Aziz, Abdul Rauf, Andi Oktavia, Amin dan Iqbal meninggal saat melakukan bom bunuh diri di Pady’s café, Bali, 2002. Ketiga, adalah kelompok Lamongan yaitu terdiri dari Mukhlas, Amrozi, Ali Imran Umar alias Patek, Dulmatin, Mubarak dan Idris. Kelompok keempat, kelompok Makasar yaitu Abdul Hamid, Muchtar Daeng, Ilham, Usman, Masnur dan Azhar Daeng.49
Perang sebagai Makna Jihad Jihad dewasa ini oleh Salafi Jihadi, masih disamakan dengan apa yang terjadi pada masa lalu. Bagi mereka kematian melawan orang yang dikalim sebagai musuh Allah adalah sebuah kematian dalam syahid. Selogan yang diaplikasikan adalah “Ish Kari>man Awu Mut Sha>hidan” (hidup mulia atau mati sebagai syahid). Kematian dalam kesyahidan adalah suatu yang dibanggakan, karena berbagai macam janji yang bagi orang mati syahid.50 Karena itu, apa yang dilakukan oleh Salafi Jihadi seperti pengeboman merupakan jihad yang dimuliakan, bukanlah suatu kezaliman atau dosa, karena beberapa argumentasi yang antara lain:
H As’ad Said Ali, Salafi Jihadi, http://www.nu.or.id/ page/id/dinamic_detil /4/32823/Kolom/ Salafi_Jihadi. html, diakses 16 November 2011. 48 Ibid. 49 Ibid. 50 Qs, A>li Imran:169, ayat yang artinya:”Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki”. Qs. A>li Imran 170 yang artinya: Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka , bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Masih banyak lainnya seperti ayat A>li Imran ayat 171, 172, 173, 173, dan 174. 47
125
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 111-130
1) Tindakan jihad seperti itu, meruapakan satu media untuk menjalankan Islam secara shumul (menyeluruh), yang merupakan salah satu prinsif kehidupan Salafus S}alih , yaitu mengimani, memahami dan mengamalkan Islam secara syumuli yang berdasrkan alQur’an dan al-Sunnah.51 Hal ini merupakan pernyataan bahwa Amrozi dan kawan-kawanya yang merupakan anggota dari Salafi. 2) Prinsip kehidupan adalah jelas dan terang yaitu ibadah kepada Allah dan senantiasa menjauhi t}ogut2)( ΕϮϏΎѧѧѧτϟ ).52 Seorang Salafi Jihadi berprinsif bahwa tidak ada kompromi dengan pemerintah t}ogut dalam dakwah dan jihad demi tegaknya shari’ah Allah, meskipun maut menjemput.53 Dari sini dapat diketahui bahwa pemerintah yang tidak sesuai dengan aturan Allah dalam pandangan Salafi Jihadi menjadi pemerintahan t}ogut. 3) Sistem perjuangan yang digunakan Salafi Jihadi adalah Iman, hijrah dan jihad.54 Sistem perjuangan ini terinpirasi oleh firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.55 Jihad yang dilakukan tersebut dengan persiapan yang sungguh-sungguh dengan kemampuan merakit bom dan sebagainya dalam rangka menolak sistem demokrasi dengan sekuat-kuatnya dalam rangka menegakkan shari’ah Allah,56 dan memenuhi firman Allah: “Siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sannggupi dan kuda-kuda yang terhambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu mengentarkan musuh Allah dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahui; sedang Allah mengetahuinya, apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).57Ayat ini merupakan perintah memperisiapkan segala kekuatan dalam mengahadapi musuh dalam rangka kemenangan Islam. Dalam hal ini Salafi Jihadi berusaha menandingi kekuatan musuh dengan menggunakan teror bagi bangsa Amerika dan sekutunya, termasuk di Indonesia, karena Indonesia tunduk –menurut mereka kerjasama dengan Amerika. 4) Peperangan dan target musuh sudah jelas, yaitu kaum kuffa>r (kafir h}arbi), baik Yahudi, Nashrani, musyrikin, dan siapa saja yang tidak beragama dengan agama yang benar (yaitu
Imam Samudra, Sekuntum Rosela Pelipur Lara, (Jakarta: Ar Rahmah Media, 2009), 22. Makna t}ogut adalah sesuatu yang disebah sealain Allah atau segala sesuat yang selain Allah atau menantati seorang dalam melanggar hukum Allah, lihat Jabir bin Musa bin Abd al-Qadir bin Jabr Abu Bakr alJazair, Aisar al-Tafa>sir li Kala>m al-Ali al-Kabi>r, (Saudi Arabiya: Matabah al-Ulum wa al-Hikam, 2003), 118. T}aghut juga bisa berarti melanggar aturan Allah lihat Syihab al-Di>n Ahmad bin Muhammad al-Haim alMis}riy, al-Tibya>n fi Tafsi>r Garib al-Qur’an, (Kairo: Da>r al-S}aha>bah li Tiurat} Bant}ata, 1992), 136. 53 Imam Samudra, Sekuntum Rosela Pelipur, 23. 54 Ibid.,23. 55 Qs. al-Baqarah: 218. 56 Imam Samudra, Sekuntum Rosela Pelipur, 23. 57 Qs. al-Anfa>l, 60. 51
52
126
Literalisme Salafi Dalam Memaknai Jihad (Musawar)
dienul Islam).58 Di sini Salafi Jihadi tidak memandang bulu, bahwa orang kafir yang tidak menganut agama Islam harus diperangi, berdasarkan firman Allah: “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari Kemudian dan mereka mengaharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan al-Kitab kepada mereka, sampai mer mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk” 59 Dari paparan di atas nampak jelas sekali sikap tektualis Salafi Jihadi dalam memberikan makna jihad dengan perang yang diarahkan kepada orang yang tidak beragama dengan agama Islam, mereka harus diperangi, karena mereka dianggap sebagai kafir h}arbi dari bentuk jenisjenis kafir yang telah disebutkan pada penjelasan sebelumnya, tanpa melihat kondisi sekarang, dimana umat sedang berbenah diri dalam berbagai sisi. Bagi Salafi Jihadi, sikap Amerika dengan sekutunya yang sedemikian rupa dianggap menyerang umat muslim lewat tekanan politik dan embargo ekonomi di negara mayoritas muslim, seperti Afganistan, Palestina, Irak, dan lainnya, termasuk Indonesia dan Malaisya. Hal ini akan meruntuhkan daulah islamiyah, karena berarti menebarkan fitnah yang tidak boleh terjadi. Disamping itu, sikap tekstualis Salafi dapat dilihat pada tidak ada kompromi dengan ayat-ayat yang tampak memberikan perhatian terhadap realitas adanya agama selain Islam di muka bumi, seperti ayat al-Qur’an yang memberikan peluang adanya shir’ah dalam masing-masing umat, sehingga terjadi realitas keagamaan yang ada di muka bumi dengan tidak memperhatikan “siapa yang paling benar”, seperti salah satu ayat berikut:60
˸ϊѧ˶Β͉Θ˴Η˴ϻ˴ϭ˵Ϫѧ͉Ϡϟ˴ϝ˴ΰϧ˴˴Ϥ˶ΑϢ˵Ϭ˴Ϩ˸ϴ˴ΑϢ˵Ϝ˸ΣΎ˴ϓ˶Ϫ˸ϴϠ˴˴ϋ˱ΎϨ˶Ϥ˸ϴ˴Ϭ˵ϣ˴ϭ˶ΏΎ˴Θ˶Ϝ˸ϟ˴Ϧ˶ϣ˶Ϫ˸ϳ˴Ϊ˴ϳ˴Ϧ˸ϴ˴ΑΎ˴Ϥ͋ϟ˱Ύϗ͋Ϊ˴μ˵ϣ͋ϖ˴Τ˸ϟΎ˶Α˴ΏΎ˴Θ˶Ϝ˸ϟ˴Ϛ˸ϴ˴ϟ˶·˴Ϩ˸ϟ˴ΰϧ˴ϭ˴ Ϧ˶ϛΎѧ˴ϟ˴ϭ˱Γ˴Ϊѧ˶Σ˴ϭ˱Δѧ͉ϣ˵˸Ϣѧ˵Ϝ˴Ϡ˴ό˴Π˴ϟ˵Ϫѧ͉Ϡϟ˴˯ѧ˴η˸Ϯѧ˴ϟ˴ϭ˱ΎѧΟΎ˴Ϭ˸Ϩ˶ϣ˴ϭ˱Δ˴ϋ˸ήѧ˶η˸Ϣ˵ϜϨѧ˶ϣΎѧ˴Ϩ˸Ϡ˴ό˴Ο͈Ϟѧ˵Ϝ˶ϟ͋ϖѧ˴Τ˸ϟ˴Ϧѧ˶ϣ˴ϙ˴˯ѧ˴ΟΎѧ͉Ϥ˴ϋ˸Ϣ˵ϫ˴˯˴Ϯ˸ϫ˴ ˴ϥϮ˵ϔ˶Ϡ˴Θ˸Ψ˴Η˶Ϫϴ˶ϓ˸Ϣ˵ΘϨ˵ϛΎ˴Ϥ˶ΑϢ˵Ϝ˵Ό͋Β˴Ϩ˵ϴ˴ϓ˱Ύόϴ˶Ϥ˴Ο˸Ϣ˵Ϝ˵ό˶Ο˸ή˴ϣͿϰ˴ϟ˶·˶Ε˴ή˸ϴ˴ΨϟϮ˵Ϙ˶Β˴Θ˸γΎ˴ϓϢ˵ϛΎ˴Η˴ϣϲ˶ϓ˸Ϣ˵ϛ˴Ϯ˵Ϡ˸Β˴ϴϟ͋ Menurut kalangan muda NU, ayat di atas bahwa ayat di atas secara jelas mengkonfirmasi keberadaan agama-agama monoteistik terdahulu, menegaskan bahwa risalah Nabi Muhammad adalah kelanjutan dari risalah nabi-nabi terdahulu. Memerintahkan orang-orang beriman untuk tidak diskriminatif terhadap nabi-nabi61 dan menjanjikan bahwa siapa pun dari orang beriman, orang Yahudi, Nas}rani, S}abi’un dan berbuat kebaikan, akan mendapat rahmat Allah dan keselamatan dari ketakutan dan kesedihan.62 Sementara itu, tentang pluralisme agama, kitab suci al-Qur’an, menyebutkan landasan normatif bahwa tidak ada
Imam Samudra, Sekuntum Rosela Pelipur, 24. Qs. al-Taubah; 29. 60 Qs. al-Ma>’idah: 87. 61 Qs. Al-Ma>’idah: 84. 62 Qs. Al-Ma>’idah 62, dan surat 5: 69. 58
59
127
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 111-130
paksaan dalam beragama. Karena kemajemukan itu kehendak Allah. Tuhan menciptakan manusia beranekaragam agar mereka saling mengenal, memahami dan bekerjasama.63 Disamping itu, jalan pikiran Salafi Jihadi dalam melegalkan serangan terhadap beberapa tempat Indonesia adalah penafsiran beberapa ayat al-Qur’an sebagai berikut: a. Firman Allah dalam surat al-Nisa’ ayat 59: a.
˶Ϫѧ͉Ϡϟϰѧ˴ϟ˶·˵ϩϭ͊Ω˵ήѧ˴ϓ˳˯˸ϲѧ˴ηϲѧ˶ϓ˸Ϣ˵Θ˸ϋ˴ίΎѧ˴Ϩ˴Ηϥ˶Έѧ˴ϓ˸Ϣ˵Ϝ˸Ϩѧ˶ϣ˶ήѧ˸ϣ˴Ϸϲ˶ϟ˸ϭ˵˴ϭ˴ϝϮ˵γ͉ήϟ˸Ϯ˵όϴ˶σ˴˴ϭ˴Ϫ͉Ϡϟ˸Ϯ˵όϴ˶σ˴˸Ϯ˵Ϩ˴ϣ˴Ϧϳ˶ά͉ϟΎ˴Ϭ͊ϳ˴Ύ˴ϳ ˱ϼϳ˶ϭ˸΄˴Η˵Ϧ˴δ˸Σ˴˴ϭ˲ή˸ϴ˴Χ˴Ϛ˶ϟΫ˶ή˶Χϵ˶ϡ˸Ϯ˴ϴ˸ϟ˴ϭ˶Ϫ͉ϠϟΎ˶Α˴ϥϮ˵Ϩ˶ϣ˸Ά˵Η˸Ϣ˵Θ˸Ϩ˵ϛϥ˶·˶ϝϮ˵γ͉ήϟ˴ϭ
Ayat ini, bagi Salafi merupakan dalil adanya kewajiban ulil amri yang patuh kepada Allah. Bagi Salafi Jihadi, pemerintah yang menegakkan syari’ah Islam yang wajib ditaati. Pemerintahan yang menjalankan shari’ah Islam disebut Daulah Islamiyah. Daulah Islamiyah ini wajib dipertahankan dan UU yang berbentuk undang-undang Islam tidak boleh diganti dengan UU lainnya, mengganti tersebut berarti menghendaki selain Allah.64 Inilah salah satu dasar mengapa Indonesia menurut Salafi Jihadi dikatakan negara yang menerapakan hukum setan.65 b. Salafi Jihadi ini berpandangan bahwa jihad sama dengan qita>l (perang). Mengenai hadits yang menyatakan jihad terbesar adalah melawan hawa nafsu itu dianggap hadits palsu. Kalimat jihad yang terdapat dalam al-Qur’an dengan pemaknaan bukan perang yang jumlahnya 120 ayat pun dianggap sudah dimansukh (dihapus) dengan Qs. At-Taubah ayat 5 dan 36.66 c. Salafi Jihadi berpandangan bahwa Islam tidak akan jaya kecuali dengan jihad dalam bentuk perang, sebagaimana pandangan ini disampaikan oleh salah seorang pemimpin Salafi Jihadi Abdullah Azzam, seperti ungkapan berikut:: “Sesungguhnya orang-orang yang beranggapan bahwa agama Allah akan jaya tanpa jihad dan perang, tanpa titisan darah dan luka-luka tubuh mereka adalah para pemimpi yang tidak tahu tabiat agama ini. Jihad adalah tulang punggung dakwah kalian, benteng agama kalian dan perisai syariat kalian” 67 d. Jihad dapat dilakukan dengan memberi ras takut atau irhabiyah (menggentarkan musuhmusuh Islam atau teror). Mereka menganggap bahwa ini merupakan bagian dari Islam dan barang siapa ingkar, maka ia kafir.68
Abdul Muqshit Ghazali, Membincang Ayat-Ayat Pluralisme Agama, dalam http://gp-ansor.org/994007042009.html , diakses 19 November 2011. 64 Imam Samudra, Sekuntum Rosela Pelipur, 24. 65 Ibid., 55 66 Muhammad Joe Sekigawa, dalam Bedah Buku “Salafy Jihadisme di Indonesia” http://bocahbancar. wordpress.com /2011/08/21/bedah-buku-salafy-jihadisme-di-indonesia, diakses 09 November 2011. 67 Ar-Rayyanm Syekh Abdul Azam, pada http://abuyumna.webnode.com/products/syeikh-abdullah-azzam/ dan lihat juga pada Susunan: M.A.Uswah, Sumber: http:// tamanulama. blogspot.com/ diakses 19 Noveber 2011. 68 Muhammad Joe Sekigawa, dalam Bedah Buku Salafy Jihadisme, diakses 09 November 2011. 63
128
Literalisme Salafi Dalam Memaknai Jihad (Musawar)
SIMPULAN Salafi dalam memberikan tafsiran terhadap jihad sesuai dengan makna teks. Berbagai landasan noramtif yang dijadikan landasan pemaknaan jihad diinterpretasi secara tekstual, tanpa penggalian spirit yang tersirat dalam teks tersebut. Pola penafsiran ini diperkuat oleh argumen teologis untuk mengabsahkan berbagai manifestasi pemaknaan ini dalam realitas kehidupan saat ini. Pemaknaan jihad di kalangan Salafi terbagi menjadi dua bentuk: Jihad t}alab dan jihad difa’. Jihad t}alab (menyerang), dimana umat Islam diperkenankan untuk memerangi kelompok tertentu. Namun demikian, dalam t}alab sikap Salafi terbagi menjadi dua: Salafi Yamani yang memiliki pandangan bahwa jihad t}alab tidak perlu dilakukan bahkan tidak boleh dengan cara seperti pengeboman. Sedangkan bagi Salafi Jihadi bahwa perang masih berlangsung melawan “musuh Islam”, maka dengan cara apapun dapat dilakukan termasuk teror. Sedangkan jihad difa’ merupakan sikap bertahan ketika diserang oleh kelompok lain. Daftar Pustaka Abu Bakr al-Jazair, Jabir bin Musa bin Abd al-Qadir bin Jabr. Aisar al-Tafa>sir li Kalam alAli al-Kabi>r. Saudi Arabiya: Matabah al-Ulu>m wa al-Hika>m, 2003. Al-Bukhariy, Muhammad bin Isma’il Abu Abdillah. al-Jami’ al-S}ahih al-Mukhtas}ar, Bairut: Da}r Ibn Katsir, 1987. Al-Bâqi, Muhammad Fu’ad Abd. al-Mu’jam al-Mufahras li alfaz al-Qur’an. Kairo: Dar alHadits, 1991. Al-Baehaqiy, Abu Bakar Ahmad bin al-Husain bin Ali. al-Sunan al-Kubra wa Zailih al-Jawahir al-Nuqa. Hindi: Majlis Dairah al-Ma’a>rif al-Nizha>miyah, tp: tp, t.th. Al-Fauzan, Al-Shaykh Shalih bin Fauzan. I’anah al-Mustafid Bi Sharh} Kitab al-Tauhid. ttp: Mu’assah al-Risalah, t.th. Al-Hambaliy, Muhammad Abdurah}ma>n bin Muhammad bin Abdillah bin Abdurrah}ma>n bin Muh}ammad bin Muhammad bin Qa>sim. Ali Rasulullah Wa Auliya’uh. Tp: ttp, t.th. Al-Hadidi. Sharh} Nahjul Balaghah. Bairut: Da>r al-Fikr, 1412 H. Al-Jurjani. al-Ta’rifat. Bairut: Da>r al-Kutub al-Arabiy, 1405 H. Al-Jaziri, Musa bin Abd al-Qadir bin Jabir Abu Bakar. Aisar al-Tafa>sir li Kalam al-Aliy alKabi>r. Madinah: Maktabah al-Ulu>m wa al-Hika>m, 2003. Al-Haistimiy, Nuruddi>n Ali bin Abi Bakar bin Sulaiman. Mawa>rid al-Zhma’an Ila Zawaid bin Hibban. tp: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, t.th. Ali, H As’ad Said. Salafi Jihadi. http://www.nu.or.id/page/id/dinamic_detil /4/32823/Kolom/ Salafi_Jihadi. html. Al-Mis}riy, Shihab al-Di>n Ahmad bin Muhammad al-Haim. al-Tibyan fi Tafsir Garib al-Qur’an. al-Qahirah: Da>r al-Shahabah li Tiurats Banthata, 1992. 129
Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 8, No. 1, Januari 2012: 111-130
Al-Rajihiy, Abdul Aziz bin Andillah. As’ilah Wa Ajwibah fi al-Iman Wa al-Kufr. Tt: ttp, t.th. Al-Suhaimiy, Abdusalam bin Salim bin Raja’. Kun Salafiyan A’la al-Jadda>t. Madinah alMunawwarah: Maktabah al-Malik Fahd al-Wat}aniyah, 1467. Al-Syuhud, Ali bin Nayif. al-Mufas}al fi al-Qur’an wa al-Sunnah. ttp: tp, t.th —————. al-Mufas}al fi al-Sharh} Ayat La Ikrah fi al-Di}n. ttp: tp, t.th —————. Mausu’ah al-Radd ‘Ala al-Maza>hib al-Fikriyah al-Mu’asharah. ttp: tp, t.th Al-Malikiy, Ali Sha’id al-Aduwi, Hashiah al-Aduwi Ala Sharh} Kifayat al-T}a>lib al-Rabbani. Bairut: Da>r al-Fikr, 1412 H. Asyur, al-Syaekh Muhammad al-Thahir bin. al-Tahrir wa al-Tanwir. Tunis: Da>r Sahnun, 1997. Azam, Ar-Rayyan Syekh Abdul. http: //abuyumna. webnode. com/products/ syeikh-abdullahazzam Ibrahim, Shaykh al-Islam bin Muhammad. Tahrir al-Ah}kam fi Tadbir Ahl al-Islam. Qatar: Da>r al-Thaqafah, 1988. Ghaza>li, Abdl Muqs}it. Membincang Ayat-Ayat Pluralisme Agama, dalam http://gp-ansor.org/ 9940-07042009.html. Manzur, Ibnu. Lisa>n al-Arabiy. Bairut: Da>r al-S}adar, t.th. Munawwir, Ahmad Warson. al-Munawwir, Kamus Arab Indonesia. Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiyah Keagamaan Pondok Pesantren al-Munawir, t.th. Salim, Athiyah bin. Sharh} al-Arba’i>n al-Nawawiyah. ttp: tp, t.th. Samudra, Imam. Sekuntum Rosela Pelipur Lara. Jakarta: Ar Rahmah Media, 2009. Sekigawa, Muhammad Joe. dalam Bedah Buku Salafy Jihadisme di Indonesia http:// bocahbancar.wordpress.com/2011/08/21/bedah-buku-salafy-jihadisme-di indonesia. Taimiyah, Taqiuddin Abu Abbas Ahmad Abd al-Halim bin. Majmû’ al-Fata>wa. ttp: Da>r alWafa’, 2005.
130