PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI
FHEBY IRLIYANDI
SKRIPSI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI, adalah benar merupakan karya sendiri dan belum digunakan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2008
FHEBY IRLIYANDI C14104007
RINGKASAN FHEBY IRLIYANDI. Pengaruh Padat Penebaran 60, 75 dan 90 ekor/liter terhadap Produksi Ikan Patin Pangasius hypophthalmus Ukuran 1 Inci up (3 cm) dalam Sistem Resirkulasi. Dibimbing oleh TATAG BUDIARDI dan IIS DIATIN Ikan patin Pangasius hypophthalmus sebagai komoditas ikan air tawar memiliki rasa daging yang lezat, harga jual yang relatif stabil dan permintaan yang cukup tinggi. Padat tebar tinggi merupakan cara untuk meningkatkan produksi yang secara ekonomis menghasilkan keuntungan maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh padat penebaran 60, 75 dan 90 ekor/liter terhadap produksi ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 1 inci up (3 cm) yang dipelihara dalam sistem resirkulasi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2008 bertempat di Laboratorium Sistem dan Teknologi Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan patin berumur 14 hari dengan panjang mutlak rata-rata 1,54±0,15 cm dan bobot rata-rata 0,04±0,02 gram yang berasal dari petani ikan di daerah Cimanggu, Bogor. Untuk pemeliharaan benih ikan patin digunakan sistem resirkulasi dengan akuarium berukuran24.5 cm x 25 cm x 24 cm3 dengan volume air 8 liter dan 3 bak fiber silinder sebagai wadah unit pengolahan air yang masing-masing berkapasitas 100 liter. Ketiga bak filter tersebut terdiri dari filter fisik berupa kapas dan pasir, filter biologi berupa potongan paralon untuk tumbuhnya bakteri nitrifikasi dan filter kimia berupa zeolit. Selama penelitian, ikan diberi pakan berupa cacing sutera (Limnodrilus sp.) yang diberikan 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari secara ad satiation (sekenyangnya). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan, yaitu padat tebar 60, 75 dan 90 ekor/l dengan masing-masing 3 kali ulangan. Pada perlakuan 60, 75 dan 90 ekor/l masing-masing diperoleh pertumbuhan panjang mutlak sebesar 2,38 cm, 2,15 cm dan 2,09 cm; laju pertumbuhan bobot harian sebesar 9,48%, 9,44% dan 8,69%; derajat kelangsungan hidup berturut-turut sebesar 98,40%, 95,11%, dan 94,91%; nilai koefisien keragaman panjang sebesar 16,51%, 20,81% dan 22,07%; efisiensi pakan 44,98% 40,67% dan 40,29%, keuntungan Rp 215.808,81, Rp 736.090,34 dan Rp1.162.397,82; revenue cost ratio 1,06 , 1,19 dan 1,28; titik impas/BEP (Rp) Rp 3.521.901,19, Rp 3.532.847,69 dan Rp 3.638.871,40; titik impas/BEP (ekor) 23.479, 23.552 dan 24.259; dan pulang pokok (PP) 7,33 tahun, 2,21 tahun dan 1,36 tahun. Padat penebaran berpengaruh nyata terhadap nilai koefisien keragaman panjang (p<0,05) tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan bobot harian, kelangsungan hidup dan efisiensi pakan (p>0,05). Pada percobaan ini, kualitas air selama percobaan masih berada dalam kisaran optimum bagi pertumbuhan benih ikan patin. Untuk tujuan produksi sebaiknya dilakukan pendederan ikan patin dengan padat penebaran 90 ekor/liter.
PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Oleh : FHEBY IRLIYANDI C14104007
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
SKRIPSI Judul
: Pengaruh Padat Penebaran 60, 75 Dan 90 Ekor/Liter terhadap Produksi Ikan Patin Pangasius hypophthalmus Ukuran 1 Inci Up (3 Cm) dalam Sistem Resirkulasi
Nama
: Fheby Irliyandi
Nomor Pokok
: C14104007
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Tatag Budiardi, M.Si. NIP. 132 169 277
Ir. Iis Diatin, MM. NIP. 131 878 936
Mengetahui, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc. NIP. 131 578 799
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Alhamdulillaahirabbil’aalamin, puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah Swt karena atas rahmat, hidayah dan karunia-Nya maka Skripsi yang berjudul "Pengaruh Padat Penebaran 60, 75 dan 90 Ekor/Liter terhadap Produksi Ikan Patin Pangasius hypophthalmus Ukuran 1 Inci Up (3 Cm) dalam Sistem Resirkulasi” ini dapat diselesaikan. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang setulustulusnya kepada : 1. Bapak Dr. Tatag Budiardi selaku Pembimbing I dan Ibu Iis Diatin, MM. selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zairin Junior selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama studi. 3. Dr. Widanarni selaku Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan banyak masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ayahanda Irsyad Rosadi, Ibunda Lilik Astuti, adikku Ilham Praditya dan Venny Irliani atas kasih sayang, doa, dukungan semangat baik moril dan materi. 5. Pak Jajang, Kang Abe, Mba Desi, Pak Marijanta, Kang Asep, Mba Yuli atas bantuan yang diberikan. 6. Teman-teman BDP 41, kakak kelas BDP’40, BDP’39 dan BDP’38 adik kelas BDP 42 dan 43 atas persahabatan dan bantuan yang diberikan. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi Penulis dan juga bagi semua pihak yang memerlukan informasi yang berhubungan dengan tulisan ini. Amin. Bogor, November 2008
Fheby Irliyandi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, 1 September 1986, adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari ayah bernama Irsyad Rosadi dan ibu Lilik Astuti. Pendidikan formal yang dilalui penulis yaitu SDN Hegarsari I, SLTPN Leuwiliang, SMUN 1 Leuwiliang, Bogor.
Pada tahun 2004, Penulis mendapat kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan tinggi ke Intitut Pertanian Bogor di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama kuliah, Penulis pernah aktif dalam organisasi sebagai Ketua Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia HIMAKUA 2006/2007 dan Staf Pendidikan Badan Eksekutif Mahasiswa Kelurga Mahasiswa IPB 2006/2007. Selain itu, Penulis juga
aktif menjadi Asisten Mata Kuliah Dasar-dasar
Akuakultur 2007/2008. Untuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, penulis menjalani magang kerja di di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali pada bulan Juli - Agustus 2007 . Tugas akhir di perguruan tinggi Penulis selesaikan dengan menulis Skripsi yang berjudul “Pengaruh Padat Penebaran 60, 75 dan 90 ekor/liter terhadap Produksi Ikan Patin Pangasius hypophthalmus Ukuran 1 Inci up (3 cm) dalam Sistem Resirkulasi”.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... v I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................. 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)................................................ 2.2 Pengaruh Padat Penebaran terhadap Produksi ..................................... 2.3 Sistem Resirkulasi ................................................................................ 2.4 Efisiensi Ekonomi ............................................................................... 2.5 Kualitas Air ..........................................................................................
3 4 5 6 7
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat .............................................................................. 3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 3.2.1 Wadah ........................................................................................ 3.2.2 Ikan Uji ...................................................................................... 3.2.3 Pakan .......................................................................................... 3.3 Metode Penelitian ................................................................................ 3.3.1 Rancangan Percobaan ................................................................. 3.3.2 Pelaksanaan Penelitian ............................................................... 3.3.2.1 Persiapan Sistem Resirkulasi .......................................... 3.3.2.2 Penebaran Benih ............................................................ 3.3.2.3 Pemberian Pakan ............................................................ 3.3.2.4 Pengelolaan Kualitas Air ............................................... 3.4 Parameter Penelitian ............................................................................ 3.4.1 Pertumbuhan Panjang Mutlak .................................................... 3.4.2 Laju Pertumbuhan Bobot Harian .............................................. 3.4.3 Derajat Kelangsungan Hidup ..................................................... 3.4.4 Koefisien Keragaman Panjang .................................................. 3.4.5 Efisiensi Pakan .......................................................................... 3.4.6 Efisiensi Ekonomi ..................................................................... 3.4.7 Analisa Data ...............................................................................
9 9 9 10 10 10 10 10 10 11 11 11 12 12 12 13 13 13 14 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ................................................................................................... 4.1.1 Pertumbuhan Panjang Mutlak ..................................................... 4.1.2 Laju Pertumbuhan Bobot Harian ............................................... 4.1.3 Kelangsungan Hidup ...................................................................
15 15 15 16
4.1.4 Koefisien Keragaman Panjang .................................................... 4.1.5 Efisiensi Pakan ........................................................................... 4.1.6 Efisiensi Ekonomi ....................................................................... 4.1.7 Kualitas Air ................................................................................. 4.2 Pembahasan ........................................................................................
17 18 18 20 21
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 29 5.2 Saran ................................................................................................. 29 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30 LAMPIRAN .................................................................................................... 34
DAFTAR TABEL Halaman 1. Analisis usaha pada tiap perlakuan .............................................................. 20 2. Kisaran kualitas air selama penelitian .......................................................... 20
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Histogram pertumbuhan panjang mutlak benih ikan patin .......................... 15 2. Histogram laju pertumbuhan bobot harian benih ikan patin ........................ 16 3. Histogram kelangsungan hidup benih ikan patin ......................................... 16 4. Grafik kelangsungan hidup ikan patin setiap minggu selama pemeliharaan 17 5. Histogram nilai koefisien keragaman panjang benih ikan patin .................. 17 6. Histogram efisiensi pakan setiap perlakuan benih ikan patin ...................... 18
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Rencana pengembangan patin dalam revitalisasi 2006 – 2009 ................... 35 2. Data sampling panjang ikan patin tiap perlakuan perminggu dan analisis ragam pertumbuhan mutlak........................................................................ 36 3. Data sampling bobot ikan patin tiap perlakuan per minggu dan analisis ragam laju pertumbuhan bobot harian................................................................... 37 4. Data kematian ikan selama masa pemeliharaan
dan analisis ragam
kelangsungan hidup ikan ............................................................................ 38 5. Data koefisien keragaman ikan patin tiap perlakuan perminggu, analisis ragam koefisien keragaman dan uji lanjut tukey pada koefisien keragaman .................................................................................................. 39 6. Tabel analisis ragam efisiensi pakan .......................................................... 40 7. Perhitungan asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian. ................. 41 8. Komponen analisis usaha ........................................................................... 45 9. Analisis usaha untuk tiap perlakuan ........................................................... 51 10. Tabel kualitas air selama masa pemeliharaan ............................................ 52
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan patin Pangasius hypophthalmus sebagai komoditas ikan air tawar memiliki potensi untuk dibudidayakan secara komersial. Ikan ini tidak hanya menjadi ikan konsumsi tetapi juga digunakan pula sebagai ikan hias. Hal ini menimbulkan segmentasi usaha yang beragam dalam pembudidayaannya. Usaha budidaya ikan patin dapat dikelompokkan menjadi usaha pembenihan, usaha pendederan dan usaha pembesaran. Sasaran pengembangan produksi ikan patin sampai tahun 2009 mencapai 36.500 ton, sehingga lahan yang perlu diintensifkan seluas 283 ha, dengan kebutuhan benih sebanyak 121.670.000 ekor, induk sebanyak 12.170 ekor, pakan sebanyak 47.450 ton, unit pembenihan yang diharapkan berproduksi sebanyak 150 unit serta diperkirakan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 10.310 orang (Numberi, 2005). Secara rinci rencana pengembangan budidaya ikan patin dalam rangka revitalisasi perikanan budidaya sampai dengan tahun 2009 tercantum pada Lampiran 1. Pendederan sebagai salah satu segmentasi usaha memiliki peran penting dalam budidaya ikan patin. Pendederan ikan patin banyak dilakukan pada hatceri skala kecil atau skala rumah tangga (Subagja et al., 1999). Banyak hatceri yang menggunakan sistem resirkulasi dalam pendederan disamping penggunaan hapa di kolam. Sistem resirkulasi adalah suatu wadah pemeliharaan ikan yang menggunakan sistem perputaran air yaitu air dialirkan dari wadah pemeliharaan ikan ke wadah filter (treatment), lalu dialirkan kembali ke wadah pemeliharaan (Timmons dan Losordo, 1994). Melalui penerapan teknik tersebut, limbah yang dihasilkan oleh ikan pada wadah pemeliharaan akan tereduksi pada perangkat filtrasi sehingga kualitas air dapat dikondisikan sesuai dengan kebutuhan biologis ikan. Akan tetapi biaya usaha pendederan dalam sistem resirkulasi cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh pembuatan kontruksi sistem resirkulasi. Oleh karena itu, upaya untuk memaksimumkan produksi dalam sistem resirkulasi menjadi hal yang penting. Salah satu upaya dalam memaksimumkan produksi adalah mengoperasikan hatceri dengan kepadatan optimal yang mampu diproduksi dalam
unit hatceri tersebut (Bjornsson dan Olafsdottir, 2006), sehingga penentuan kepadatan optimal merupakan langkah awal dalam usaha pendederan (Brandao, 2004). Kepadatan
ikan
mempengaruhi
derajat
kelangsungan
hidup
dan
pertumbuhan ikan, sehingga memungkinkan terjadinya kegagalan dalam proses produksi (Jobling, 1994).
Kepadatan ikan yang rendah berdampak pada
pertumbuhan yang baik dan tingginya derajat kelangsungan hidup tetapi produksi per area rendah (Gomes et al., 2000). Kepadatan ikan yang tinggi berdampak pada rendahnya pertumbuhan dan meningkatnya stres pada ikan (Montero et al., 1999). Selain itu tingginya interaksi sosial pada ikan akan menimbulkan heterogenitas ukuran ikan (Cavero et al., 2003 dalam Brandao, 2004). Akan tetapi, peningkatan kepadatan ikan akan meningkatkan total produksi (Hepher dan Pruginin, 1981) dan biaya produksi per unit menjadi rendah (Islam et al., 2006). Oleh karena itu, kepadatan dalam kaitannya dengan
produksi harus menyeimbangkan antara
efisiensi biologi dengan efisiensi ekonomi, sehingga dapat dihasilkan kepadatan optimal yang dapat meningkatkan produksi dan secara ekonomis menghasilkan keuntungan maksimal. Salah satu segmentasi usaha pendederan ikan patin adalah pendederan untuk memproduksi ukuran 1 inci up (3 cm). Informasi tentang hubungan padat tebar dengan produksi ikan patin ukuran 1 inci up (3 cm) yang dihasilkan masih sangat terbatas.
Pada penelitian terdahulu tentang produksi benih ikan patin
ukuran 3 cm dengan perlakuan padat tebar 60 ekor/liter mendapatkan derajat kelangsungan hidup yang cukup tinggi yaitu 98,18 % (Nurhamidah, 2007). Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui kepadatan optimal ikan patin yang dapat menghasilkan produksi maksimal pada ukuran 1 inci up (3 cm).
1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh padat penebaran 60, 75 dan 90 ekor/liter terhadap produksi ikan patin Pangasius hypophthalmus ukuran 1 inci up (3 cm) yang dipelihara dalam sistem resirkulasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus) Ikan patin Pangasius hypophthalmus berasal dari sungai Mekong Vietnam sampai sungai Chao Phraya Thailand dan menyebar ke negara lain seperti Malaysia, Indonesia dan China (Ahmed dan Hasan, 2007). Ikan patin masuk ke Indonesia tahun 1972 dari Bangkok sedangkan pemijahannya pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 (Sunarma, 2007). Adapun sistematika ikan patin menurut Sauvage (1878) adalah sebagai berikut : Kingdom :
Animalia
Filum
:
Chordata
Kelas
:
Actinopterygii
Ordo
:
Siluriformes
Famil
:
Pangasiidae
Genus
:
Pangasius
Spesies
:
Pangasius hypophthalmus
Dalam tata nama binomial nomenclatur, Pangasius hypophthalmus dahulu dikenal
juga
dengan
Helicophagus
hypophthalmus,
Pangasianodon
hypophthalmus dan Pangasius sutchi akan tetapi setelah dilakukan revisi terhadap jenis Pangasiidae maka nama ilmiah yang digunakan adalah Pangasius hypophthalmus (Subagja et al., 1999). Di pasar dunia Pangasius hypophthalmus dikenal dengan nama tra, swai, sutchi catfish atau striped catfish (Tangendjaja dan Chien, 2007). Di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan ikan patin siam. Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan, panjang tubuh bisa mencapai 120 cm. Kepala patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah (Susanto, 1998). Ikan patin mampu hidup di kualitas air yang rendah dan mampu dibudidayakan dalam kepadatan yang tinggi serta termasuk ikan omnivora (Trong et al., 2002).
2.2 Pengaruh Padat Penebaran terhadap Produksi Padat penebaran ikan adalah jumlah ikan atau biomassa yang ditebar persatuan luas atau volume wadah pemeliharaan (Effendi, 2004). Ikan dapat ditebar sedemikan padat sehingga ruang individu atau kolektif yang terbatas dapat menjadi pembatas bagi kinerja produksi.
Namun demikan, ketika kepadatan
meningkat, maka kualitas air dan jangkauan pakan menurun dan membatasi kinerja produksi sebelum ruang yang terbatas menjadi suatu faktor pembatas (Schmittou et al., 1997a). Hal ini sesuai dengan Huet (1972) dan Hoar et al., (1979) yang menyatakan, pertumbuhan ikan yang menurun dalam kepadatan tinggi lebih disebabkan oleh kompetisi dalam pakan dibandingkan kompetisi dalam ruang. Dengan demikian bertentangan dengan pendapat umum, ikan yang berada dalam kepadatan tinggi atau overcrowding, bukan merupakan faktor pembatas utama terhadap kinerja produksi. Di dalam kolam, faktor utama yang membatasi produksi pada kepadatan ikan yang tinggi adalah oksigen terlarut yang rendah, limbah metabolik
(Bardach et al. 1972; Schmittou et al., 1997a),
kompetisi dalam pakan (Huet, 1972; Hoar et al., 1979) dan konsumsi pakan yang rendah (Kebus et al., 1992; Ellis et al., 2002). Oleh karena itu jika kondisi lingkungan dapat dipertahankan dengan baik dan pemberian pakan yang cukup, kepadatan ikan yang tinggi akan meningkatkan produksi (Hepher dan Pruginin, 1981). Hal tersebut sama dengan yang dinyatakan Audet (1990) dalam Melloti et al., (2004), peningkatan kepadatan yang tidak diimbangi dengan manajemen budidaya yang baik dan kualitas air yang baik akan menimbulkan penurunan pertumbuhan. Memproduksi ikan berarti mempertahankan ikan agar tetap hidup, tumbuh dan berkembang biak dalam waktu sesingkat mungkin hingga mencapai ukuran pasar dan bisa dijual (Effendi, 2004). Telah diketahui secara luas, bahwa pertumbuhan ikan akan menurun seiring dengan kepadatan yang meningkat, akan tetapi produksi tertinggi dicapai saat kepadatan yang tinggi. Di sisi lain efisiensi pakan seringkali menunjukkan hasil yang baik saat kepadatan intermediet (Jobling, 1994). Oleh karena itu kepadatan dalam kaitannya dengan produksi harus menyeimbangkan antara efisiensi biologi dengan efisiensi ekonomi, sehingga dapat dihasilkan kepadatan optimal yang menghasilkan produksi maksimal.
Hepher dan Pruginin (1981) menyatakan bahwa ketika penurunan pertumbuhan yang terjadi semakin besar maka penurunan produksi akan terjadi hingga mencapai tingkat pertumbuhan nol. Ini berarti bahwa hasil ikan yang ditebar telah mencapai nilai carrying capacity atau daya dukung maksimum wadah budidaya. Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi adalah pertambahan jumlah (Effendie, 1997). Pertumbuhan merupakan proses biologi yang kompleks dengan banyak faktor yang mempengaruhinya. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal yang meliputi sifat genetik dan kondisi fisiologis ikan, serta faktor eksternal yang berhubungan dengan pakan dan lingkungan. (Hepher dan Pruginin, 1981). Faktor-faktor eksternal tersebut diantaranya adalah temperatur, cahaya, oksigen, komposisi kimia, bahan buangan metabolit dan ketersediaan pakan, sedangkan faktor internal meliputi sifat genetik, kondisi fisiologi ikan (Hoar et al., 1979; Hepher dan Pruginin, 1981). Wedemeyer (1996) menyatakan bahwa peningkatan padat penebaran akan mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis sehingga pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan. Respon stres terjadi dalam tiga tahap yaitu tanda adanya stres, bertahan, dan kelelahan. Ketika ada stres dari luar ikan mulai mengeluarkan energinya untuk bertahan dari stres. Selama proses bertahan ini pertumbuhan menurun. Stres meningkat cepat ketika batas daya tahan ikan telah tercapai atau terlewati. Dampak stres ini mengakibatkan daya tahan tubuh ikan menurun dan selanjutnya terjadi kematian. Gejala ikan sebelum mati yaitu warna tubuh menghitam, gerakan tidak berorientasi, dan mengeluarkan lendir pada permukaan kulitnya.
2.3 Sistem Resirkulasi Sistem resirkulasi adalah suatu wadah pemeliharaan ikan yang menggunakan sistem perputaran air yaitu dialirkan dari wadah pemeliharaan ikan ke wadah filter (treatment), lalu dialirkan kembali ke wadah pemeliharaan
(Timmons dan Losordo, 1994). Definisi serupa juga dikemukakan oleh Stickney (1993), sistem resirkulasi adalah aplikasi lanjutan dari sistem budidaya air mengalir, hanya saja air yang sudah dipakai tidak dibuang melainkan diolah ulang sehingga bisa dimanfaatkan lagi. Satu unit sistem resirkulasi biasanya terdiri dari empat komponen yaitu wadah budidaya untuk pemeliharaan ikan, filter mekanik atau wadah pengendapan primer, filter biologi dan wadah pengendapan sekunder (Stickney, 1993). Menurut Spotte (1970), proses pengolahan limbah pada sistem resirkulasi dapat berupa filtrasi fisik atau mekanik, filtrasi biologi dan filtrasi kimia. Filtrasi fisik berupa pemisahan atau penyaringan.
Filtrasi biologi berupa penguraian
senyawa nitrogen anorganik oleh bakteri pengurai pada filter. Menurut Stickney (1993), bagian penting dalam sistem resirkulasi adalah biofilter.
Hal ini
disebabkan biofilter menyediakan area permukaan untuk tumbuhnya koloni bakteri yang mendetoksifikasi hasil metabolisme ikan. Fungsi utama biofilter adalah mengubah amonia menjadi nitrit (NO2-) yang kemudian diubah menjadi nitrat (NO3-) yang relatif tidak berbahaya.
Fungsi ini dapat berjalan dengan
adanya bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter. Sebelum ikan dipelihara dalam sistem resirkulasi, biofilter harus diaktivasi terlebih dahulu.
Hal ini dapat
dilakukan dengan menempatkan beberapa ikan. Menurut Spotte (1997), bagian lain dalam proses pengolahan limbah adalah filtasi kimia. Filtrasi kimia berupa pembersihan molekul-molekul bahan anorganik terlarut melalui proses oksidatif atau penyerapan langsung
2.4 Efisiensi Ekonomi Efisiensi ekonomi atau disebut juga analisis usaha menentukan sejauh mana usaha yang dilakukan menguntungkan atau tidak serta mengukur keberlanjutan usaha tersebut.
Menurut Rahardi (1998), analisis usaha dalam
bidang perikanan merupakan pemeriksaan keuangan untuk mengetahui sampai dimana keberhasilan usaha yang telah dicapai selama usaha perikanan itu berlangsung. Dengan analisis usaha ini, pengusaha membuat perhitungan dan menentukan tindakan untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan dalam perusahaannya.
Beberapa parameter yang digunakan dalam analisis usaha adalah keuntungan, revenue-cost ratio (R/C),
break even point (BEP) dan payback
periode (PP). Keuntungan adalah selisih dari pendapatan dan biaya total yang dikeluarkan. Menurut Hernanto (1989) dalam Amaliya (2007), keuntungan relatif usaha dapat diketahui dengan analisis imbang penerimaan dan biaya atau revenuecost ratio (R/C). Analisis R/C bertujuan untuk melihat seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan. Kegiatan usaha yang menguntungkan memiliki nilai R/C yang besar. Rahardi (1998), menyatakan bahwa break even point (BEP) merupakan suatu nilai pada saat hasil penjualan produksi sama dengan biaya produksi sehingga pengeluaran sama dengan pendapatan atau impas. Analisis payback periode (PP) digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup biaya investasi (Lukito, 2008). Menurut Effendi (2004), produksi akan mencapai nilai maksimal jika ikan dapat dipelihara dalam padat penebaran tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Hepher dan Pruginin (1981) menyatakan bahwa hasil panen persatuan luas (yield) merupakan fungsi dari laju pertumbuhan ikan dan tingkat padat penebaran ikan. Peningkatan padat tebar dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ikan, tetapi selama penurunannya tidak terlalu besar dibandingkan peningkatan padat tebar maka produksi akan tetap meningkat. Produksi yang meningkat akan meningkatkan pula keuntungan.
2.5 Kualitas Air Kualitas air dapat mempengaruhi produksi budidaya. Beberapa variabel kunci dalam kualitas air diantaranya adalah suhu, oksigen terlarut, pH dan amonia (Schmittou et al., 2004a) Boyd (1990), menyatakan ikan tropis dan subtropis tidak tumbuh dengan baik saat temperatur air dibawah 26 oC atau 28oC dan pada saat temperatur dibawah 10oC atau 15oC akan menimbulkan kematian.
Menurut Arifin dan
Asyari (1992) dalam Nurhamidah (2007), ikan patin yang dipelihara dalam sangkar dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 26,5-28oC.
Mempertahankan kelayakan oksigen terlarut dalam kaitannya dengan standing crop merupakan perhatian utama akuakulturis dalam manajemen kualitas air (Tucker dan Hargreaves, 2004). Kebutuhan oksigen bergantung pada ukuran ikan, temperatur air dan oksigen terlarut (Boyd, 1990; Tucker dan Hargreaves, 2004). Konsentrasi oksigen terlarut dibawah 5.0 mg/liter dihindari dalam kolam (Swingle, 1969 dalam Boyd, 1990). Menurut Arifin dan Asyari (1992) dalam Nurhamidah (2007), ikan patin dapat hidup dengan baik pada kadar oksigen 5,476,90 ppm. Nilai pH antara 6,5 sampai 9 sesuai untuk pertumbuhan ikan (Tucker dan Hargreaves, 2004). Menurut Arifin dan Tupang (1983) dalam Nurhamidah (2007), pH yang cocok untuk kehidupan ikan patin siam berkisar 6,5-8,0. Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam atau biasa juga diartikan sebagai kapasitas penyangga (buffer capacity) terhadap perubahan pH. Perairan mengandung alkalinitas ≥20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam dan basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Satuan alkalinitas dinyatakan dengan mg/liter kalsium karbonat (CaCO3) atau mili-ekuivalen/liter (Effendi, 2003). Benih ikan lele (Clarias sp) tidak akan berkembang dengan baik saat nilai alkalinitas dibawah 5-10 mg/liter kalsium karbonat (CaCO3) (Boyd, 1990). Menurut The European Inland Fisheries Advisory Commission (1937) dalam Boyd (1990), konsentrasi beracun amonia terhadap ikan air tawar berkisar antara 0,7 -2,4 mg/liter. Amonia bersifat toksik pada chanel catfish dengan konsentrasi 0,5-0,2 mg/liter sebagai NH3-N (Tucker dan Hargreaves, 2004). Adapun toleransi maksimum konsentrasi amonia adalah 0,1 mg/liter (Tiews, 1981 dalam Pillay, 1993).
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Juni 2008 bertempat di Laboratorium Sistem dan Teknologi Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Wadah Penelitian ini menggunakan sistem resirkulasi yang terdiri dari 9 buah akuarium berukuran 24.5 cm x 25 cm x 24 cm dengan volume air 8 liter untuk pemeliharaan ikan dan 3 bak fiber silinder sebagai wadah unit pengolahan air yang masing-masing berkapasitas 100 liter. Setiap akuarium diberi aerasi dan dilengkapi selang pembuangan yang dihubungkan dengan paralon yang dilengkapi dengan pipa pengeluaran di bagian luar akuarium.
Air buangan dari akuarium dialirkan ke unit pengolahan air
dengan talang yang menggunakan prinsip gravitasi. Aliran air yang telah melewati wadah budidaya akan diolah melalui bak filter sebelum digunakan kembali. Sebuah saringan yang dilengkapi dengan busa ditempatkan pada outlet untuk menyaring kotoran yang ikut terbuang. Air yang keluar langsung memasuki bak fiber-1 yang telah dilengkapi oleh susunan pasir dan kerikil sebanyak 50% dari volume bak. Setelah itu dengan prinsip bejana berhubungan, air yang telah melewati bak filter memasuki bak fiber-2 yang telah dilengkapi dengan zeolit, kemudian air yang telah bersih dan siap digunakan ditampung dalam bak fiber-3 sebagai tandon air bersih. Untuk menstabilkan suhu agar tetap dalam kisaran 28-30oC dalam sistem resirkulasi dipasang 4 termostat dengan daya masing-masing 100 watt pada bak tandon dan diaerasi. Setelah itu air dipompa dan dialirkan ke masing-masing akuarium dengan menggunakan paralon yang dilengkapi dengan selang. Pompa yang digunakan adalah pompa celup dengan debit 2800 liter/jam.
3.2.2 Ikan Uji Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih ikan patin berumur 14 hari dengan panjang mutlak 1,54±0,15 cm yang berasal dari petani ikan di daerah Cimanggu, Bogor.
3.2.3 Pakan Selama penelitian, ikan diberi pakan berupa pakan berupa cacing sutra (Limnodrilus sp) yang berasal dari alam yang dibeli dari penjual cacing di daerah Cimanggu, Bogor.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan masing-masing menggunakan tiga ulangan, yaitu : 1) Perlakuan A dengan padat tebar 60 ekor/liter 2) Perlakuan B dengan padat tebar 75 ekor/liter 3) Perlakuan C dengan padat tebar 90 ekor/liter Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Yij = μ + σi + εij (Steel dan Torrie, 1982) Keterangan : Yij = Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ
= Nilai tengah dari pengamatan
σi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i
εij = Pengaruh galat hasil percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j 3.3.2 Pelaksanaan Penelitian 3.3.2.1 Persiapan Sistem Resirkulasi Tahap persiapan meliputi pembuatan konstruksi sistem resirkulasi, penempatan wadah, pengisian air dan stabilisasi sistem. Sebelum dipakai untuk penelitian sistem dijalankan selama 21 hari untuk menstabilkan debit air sekaligus pemeriksaan komponen yang belum berfungsi. Stabilisasi sistem juga berfungsi untuk menumbuhkan bakteri nitrifikasi pada filter biologi yang dilakukan dengan
memasukkan pelet ikan sebagai sumber nitrogen (penghasil amonia) untuk menstimulasi tumbuhnya bakteri.
3.3.2.2 Penebaran Benih Sebelum benih ditebar, diambil 30 sampel untuk diukur panjang dan bobot awalnya.
Penebaran dilakukan setelah 21 hari stabilisasi sistem resirkulasi.
Sesuai dengan rancangan percobaan, jumlah benih yang ditebar pada wadah pemeliharaan adalah untuk perlakuan A sebanyak 1440 ekor; perlakuan B sebanyak 1800 ekor; perlakuan dan C sebanyak 2160 ekor.
3.3.2.3 Pemberian Pakan Dalam masa pemeliharaan, benih diberi pakan cacing. Pakan diberikan dengan frekuensi 3 kali sehari, yaitu pukul 08.00, 13.00 dan 19.00 WIB secara ad satiation dan dicatat jumlahnya setiap pemberian. Pemeriksaan pakan dilakukan 1 jam setelah pemberian. Pakan yang tidak dimakan ditimbang kembali untuk mengetahui jumlah pakan yang telah dimakan oleh ikan. Pada minggu pertama cacing dicacah terlebih dahulu sedangkan pada minggu kedua cacing diberikan tanpa dicacah.
3.3.2.4 Pengelolaan Kualitas Air Dalam sistem resirkulasi debit air memiliki peranan yang penting, baik output maupun input. Input ke wadah pemeliharaan membawa suplai air bersih dan suplai O2, sedangkan output dari wadah pemeliharaan membawa sisa pakan dan hasil eksresi yang mengandung amonia dan karbondioksida menuju bak filtrasi. Debit air yang digunakan per akuarium dalam penelitian ini sebesar 15,96 liter/detik. Pada masa pemeliharaan juga perlu dilakukan penambahan volume air pada sistem pemeliharaan. Penambahan air dilakukan untuk mengganti pengurangan air akibat penguapan. Untuk menghindari penyumbatan pada aliran air keluar dilakukan pembersihan outlet dan penyiponan setiap harinya. Untuk memperkecil akumulasi limbah, dilakukan pencucian busa (penyaringan kotoran) pada saluran outlet
setiap hari. Selain itu, dilakukan pengukuran kualitas air seminggu sekali, yang meliputi parameter suhu, kandungan oksigen terlarut, pH, amonia dan alkalinitas.
3.4 Parameter Penelitian Parameter yang diamati selama penelitian meliputi jumlah ikan, panjang total ikan, biomassa ikan, jumlah pakan, serta kualitas air yang dilakukan setiap 1 minggu sekali, selama 4 minggu. Parameter tersebut digunakan untuk menentukan kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian panjang, laju pertumbuhan harian bobot, koefisien keragaman dan efisiensi pakan, serta kelayakan kualitas air selama pemeliharaan.
3.4.1 Pertumbuhan Panjang Mutlak Panjang total tubuh ikan diukur dengan pengambilan contoh sebanyak 30 ekor/akuarium untuk diukur panjangnya setiap satu minggu sekali dengan menggunakan jangka sorong.
Pertumbuhan panjang mutlak dihitung dengan
menggunakan rumus dari Effendie (1979): _
Pm : Pm
Keterangan
_
Lt L0
_
Lt L0
= Pertumbuhan panjang mutlak (cm) = Panjang rata-rata akhir (cm) = Panjang rata-rata awal (cm)
3.4.2 Laju Pertumbuhan Bobot harian Bobot
ikan
diukur
dengan
pengambilan
contoh
sebanyak
30
ekor/akuarium menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.01 gram. Laju pertumbuhan harian (α) dihitung menggunakan rumus dari Huisman (1987) : t
wt wo
1 x 100%
Keterangan: α = Laju pertumbuhan harian (%) wt = Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram) wo = Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram) t
= Lama pemeliharaan (hari)
3.4.3 Derajat Kelangsungan Hidup Untuk menghitung derajat kelangsungan hidup (SR) digunakan rumus dari Goddard (1996) : SR = (Nt/No) x 100% Keterangan : SR = Derajat kelangsungan hidup (%) Nt = Jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan (ekor) No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)
3.4.4 Koefisien Keragaman Panjang Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan, yang dinyatakan dalam koefisien keragaman.
Keragaman nilai ini merupakan
persentase dari simpangan baku panjang ikan contoh terhadap nilai tengahnya dengan rumus : KK = (S/Y ) x 100 % (Steel dan Torrie, 1982) Keterangan : KK = Koefisien keragaman S
= Simpangan baku
Y
= Rata-rata contoh
3.4.5 Efisiensi Pakan Pada penelitian ini perhitungan efisiensi pakan menggunakan rumus menurut Zonneveld et al., (1991): EP =
Wt Wd F
Wo
100%
Keterangan : EP = Efisiensi pakan (%) Wt = Biomassa ikan akhir (gram) Wo = Biomassa ikan awal (gram) Wd = Biomassa ikan mati (gram) F = Jumlah pakan yang diberikan (gram)
3.4.6 Efisiensi Ekonomi Efisiensi ekonomi dihitung melalui empat parameter, yaitu: 1) Keuntungan (profit), dihitung dengan rumus menurut Martin, (1991) : Keuntungan
= Penerimaan-Total biaya produksi
2) R/C, dihitung dengan rumus menurut Rahardi, (1998): R/C
= Penerimaan total/Biayatotal
3) Break Even Point (BEP), dihitung dengan rumus menurut Martin, (1991): BEP (Rp)
= Biaya tetap /(1-(biaya variabel/penerimaan total))
BEP (ekor)
= biaya tetap/(harga jual-(biaya variabel/jumlah produksi))
4) Payback Period (PP), dihitung dengan rumus menurut Martin, (1991) : PP
= Investasi /keuntungan x 1 tahun
3.4.7 Analisis Data Data yang telah diperoleh kemudian ditabulasi dan dianalisis menggunakan program SPSS 11.5, yang meliputi : 1) Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95 %, digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berpengaruh nyata terhadap derajat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan dan koefisien keragaman panjang. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan akan diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey. 2) Analisis deskripsi kuantitatif, digunakan untuk menentukan efisiensi ekonomi yang disajikan dalam bentuk tabel dan kelayakan media pemeliharaan bagi kehidupan benih ikan patin selama penelitian, yang disajikan dalam bentuk tabel.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil 4.1.1 Pertumbuhan Panjang Mutlak Pertumbuhan panjang mutlak (cm) rata-rata yang diperoleh pada setiap tingkat kepadatan 60, 75, dan 90 ekor/liter berturut-turut adalah 2,38 cm, 2,15 cm dan 2,09 cm (Gambar 1), sedangkan panjang akhir ikan rata-rata pada kepadatan 60, 75, dan 90 ekor/liter berturut-turut adalah 3,92±0,65 cm, 3,69±0,77 cm dan 3,63±0,80 cm. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran tidak
Pertumbuhan panjang mutlak (cm)
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertumbuhan panjang mutlak (Lampiran 2). 3.00 2.50
2.38 2.15
2.09
a
a
75
90
2.00 1.50 1.00
a
0.50 0.00 60
Padat tebar (ekor/L)
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05).
Gambar 1. Histogram pertumbuhan panjang mutlak benih ikan patin. 4.2.2 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Hasil pengamatan pertumbuhan bobot harian pada setiap tingkat kepadatan 60, 75, dan 90 ekor/liter berturut-turut adalah 9,48%, 9,44% dan 8,69% (Gambar 2). Bobot akhir yang diperoleh pada percobaan pada kepadatan 60, 75, dan 90 ekor/liter berturut-turut adalah 0,46±0,28 gram, 0,56±0,88 gram dan 0,56±0,28 gram.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan padat
penebaran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian (p>0,05) (Lampiran 3).
Laju pertumbuhan harian (%)
9.48
10.00 9.00 8.00 7.00 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00
9.44 8.69
a
a
a
60
75
90
Padat tebar (ekor/L)
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05).
Gambar 2. Histogram laju pertumbuhan bobot harian benih ikan patin. 4.1.3 Kelangsungan Hidup Berdasarkan jumlah individu yang hidup selama masa pemeliharaan, dilakukan perhitungan terhadap tingkat kelangsungan hidup (%) benih ikan patin pada masing-masing perlakuan (Lampiran 4). Kelangsungan hidup rata-rata benih ikan patin yang dipelihara dengan tingkat kepadatan 60, 75, dan 90 ekor/liter berturut-turut adalah 98,40%, 95,11%, dan 94,91% (Gambar 3). Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa tingkat kelangsungan hidup benih ikan patin pada semua perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05) (Lampiran 4). Kelangsungan hidup
Kelangsungan Hidup (%)
benih ikan patin mengalami penurunan seiring waktu pemeliharaan (Gambar 4). 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
98.40
95.11
94.91
a
a
a
60
75
90
Padat tebar (ekor/L)
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05).
Gambar 3. Histogram kelangsungan hidup benih ikan patin.
Kelangsungan hidup (%)
100.00 98.00
60 ekor/L
96.00
75 ekor/L
94.00
90 ekor/L
92.00 0
1
2
3
4
Minggu ke-
Gambar 4. Grafik kelangsungan hidup ikan patin selama pemeliharaan. 4.1.4 Koefisien Keragaman Panjang Nilai yang diperoleh pada setiap tingkat kepadatan 60, 75, dan 90 ekor/liter berturut-turut adalah 16,51%, 20,81% dan 22,07% (Gambar 5). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran memberikan pengaruh nyata terhadap nilai koefisien keragaman (p<0,05). Setelah diuji lanjut, perlakuan 60 ekor/L menghasilkan koefisien keragaman yang terendah sedangkan perlakuan 90 ekor/L menghasilkan koefisien keragaman tertinggi. Perlakuan 75 ekor/L menunjukkan koefisien keragaman sama dengan perlakuan 60 ekor/L dan 90
Koefisien Keragaman (%)
ekor/L (Lampiran 5). 30.00 25.00 20.00
20.81
22.07
16.51
15.00 10.00 5.00
a
ab
b
60
75
90
0.00 Padat tebar (ekor/L)
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05).
Gambar 5. Histogram nilai koefisien keragaman panjang benih ikan patin.
4.1.5 Efisiensi Pakan Berdasarkan jumlah pakan yang dikonsumsi ikan selama masa pemeliharaan, nilai efisiensi pakan yang didapat pada setiap tingkat kepadatan 60, 75, dan 90 ekor/liter berturut-turut adalah 44,16% 38,62% dan 38,01% (Gambar 6). Hasil analisis ragam menunjukkan, kepadatan tidak berpengaruh terhadap nilai efisiensi pakan (p>0,05) (Lampiran 6).
Efisiensi pakan (%)
60.00 50.00
44.16 38.62
38.01
a
a
a
60
75
90
40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
Padat tebar (ekor/L)
Keterangan : Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0,05).
Gambar 6. Histogram efisiensi pakan setiap perlakuan benih ikan patin. 4.1.6 Efisiensi Ekonomi Efisiensi ekonomi dihitung dalam jangka waktu satu tahun. Analisis usaha pada tiap perlakuan ditunjukkan pada Tabel 1. Asumsi yang digunakan dalam analisis usaha adalah sebagai berkut : a. Harga faktor produksi dianggap tetap selama siklus produksi. b. Pendederan menggunakan 9 akuarium dengan pertimbangan mencukupi untuk produksi di tingkat masyarakat. c. Dalam 1 akuarium memiliki volume air 8 liter. d. Setiap ulangan dalam perlakuan dihitung dengan volume efektif = 9 akuarium x 8 liter = 72 liter. e. Dalam satu siklus produksi memerlukan waktu 49 hari dengan 28 hari waktu produksi dan 21 hari persiapan. f. Satu tahun dilakukan 6 siklus produksi dengan pertimbangan terdapat 2 bulan masa tidak berproduksi karena ketersediaan benih yang menurun.
g. Jumlah ikan yang ditebar pada perlakuan A sebanyak 1440 ekor; perlakuan B sebanyak 1800 ekor; dan perlakuan C sebanyak 2160 ekor. h. Kelangsungan hidup pada kepadatan 60, 75, dan 90 ekor/liter berturut-turut adalah 98,40%, 95,11%, dan 94,91%. i. FCR pada perlakuan 60 ekor/liter yaitu 2,30, FCR pada perlakuan 75 ekor/liter yaitu 2,12, dan FCR pada perlakuan 90 ekor /liter yaitu 2,61. j. Persentase penyusutan akuarium sebesar 20%, rak akuarium sebesar 14%, sistem resirkulasi sebesar 20 %, sistem aerasi sebesar 20 % dan perlengkapan produksi sebesar 33% (Brigham dan Gapenski,1991) . k. Biaya tenaga kerja Rp.20.000,00/bulan dengan pertimbangan pengerjaan volume efektif 10000 liter biaya tenaga kerja adalah Rp.2.000.000,00/bulan sehingga
jika
volume
efektif
72
liter
maka
biaya
tenaga
kerja
Rp.20.000,00/bulan. l. Biaya listrik Rp. 300,00/KWH. m. Harga benih ikan patin ukuran 1,54±0,15 cm sebesar Rp.10,00/ekor. n. Harga jual benih ikan patin ukuran 1 inci up sebesar Rp.150.00/ekor dan benih ikan patin ukuran 1 inci sebesar Rp.100,00/ekor. o. Setiap 1000 ekor maka dikeluarkan biaya panen sebesar Rp.5.000,00 p. Setiap 100 ekor dikemas dalam satu kantong plastik, setiap kantong plastik memerlukan biaya kantong plastik sebesar Rp.500,00 dan gas sebesar Rp.1.000,00. q. Persentase ukuran 1 inci up pada perlakuan 60 ekor/liter di semua ulangan adalah 100%; persentase ukuran 1 inci up pada perlakuan 75 ekor/liter dalam ulangan 1 adalah 100%, dalam ulangan 2 adalah 93,33%, dalam ulangan 3 adalah 96,67% dan persentase ukuran 1 inci up pada perlakuan 90 ekor/liter dalam ulangan 1 adalah 90.00%, dalam ulangan 2 adalah 93,33%, dalam ulangan 3 adalah 83,33%. r. Harga pakan cacing sutera Limnodrilus sp sebesar Rp.5.000,00/kaleng dengan berat cacing dalam 1 keleng adalah 638,22 gram.
Tabel 1. Analisis usaha pada tiap perlakuan Perlakuan
Uraian
60 ekor/liter 75 ekor/liter 90 ekor/liter Rp1. 455. 506,00 Rp1. 455. 506,00 Rp1. 455. 506,00 Rp2. 501. 082,00 Rp2. 501. 082,00 Rp2. 501. 082,00 Rp1. 108. 901,19 Rp1. 334. 325,46 Rp1. 666. 164,66 Rp3. 609. 983,19 Rp3. 835 .407.46 Rp4. 167. 246,66 Rp3. 825. 792,00 Rp4. 571. 497,80 Rp5. 308. 714,08 Rp 215. 808,81 Rp 736. 090,34 Rp1. 162. 397,82 1,06 1,19 1,28 Rp3. 521. 901,19 Rp3. 532. 847,69 Rp3. 638. 871,40 23.479 23.552 24.259 7,33 2,21 1,36
Investasi Biaya tetap Biaya variabel Biaya total Penerimaan Keutungan R/C Ratio BEP (Rupiah) BEP (ekor) PP (tahun)
Dari analisis usaha didapatkan bahwa perlakuan padat tebar 90 ekor/liter merupakan perlakuan yang menghasilkan efisiensi ekonomi yang terbaik dengan keuntungan Rp 1.162.397,82, R/C Ratio 1,28, titik impas (Rp) Rp3.638.871,40, titik impas (unit) 24.259,14 dan pulang pokok 1,36 tahun.
4.1.7 Kualitas Air Kondisi kualitas air selama penelitian berlangsung masih dalam kisaran optimal bagi pertumbuhan ikan patin. Nilai-nilai parameter kualitas air pada masing-masing perlakuan selama masa pemeliharaan percobaan berlangsung tercantum dalam Tabel 2. Tabel 2. Kisaran kualitas air selama penelitian. Minggu keParameter
Suhu
DO (mg/L)
pH
Perlakuan
0
1
2
3
4
60e/L
28,0
28,1-28,3
27,4-27,7
27,7-27,8
26,7-27
75e/L
28,0
27,9-28,3
27,4-28,9
27,9-28,1
26,6-26,9
90e/L
28,0
27,9-28,2
27,4-27,9
27,6-28,1
26,5-26,9
Tandon
28,0
28,1
27,4
27,6
26,6
Outlet
28,0
28,3
27,4
28,0
26,6
60e/L
5,90
3,88-4,25
4,30-4,50
4,73-5,36
5,60-5,71
75e/L
5,90
3,78-4,21
4,00-4,30
4,97-5,59
5,75
90e/L
5,90
3,68-4,23
4,10-4,70
5,25-5,49
4,96-5,72
Tandon
4,29
4,15
4,70
4,83
5,56
Outlet
5,90
4,20
3,90
5,45
5,71
60e/L
7,34
7,02-7,06
6,92-6,93
5,55-5,92
5,45-5,80
75e/L
7,34
7,01-7,07
6,94-7,02
4,97-5,38
5,40-5,59
90e/L
7,34
7,03-7,06
6,50-6,99
5,85-5,96
5,35-5,59
Tandon
7,33
7,03
6,92
5,82
5,20
Outlet
7,34
7,30
6,89
5,45
5,27
Amoniak (mg/L)
60e/L
0,0009
0,0026-0,0030
0,0092-0,0114
0,0059-0,0097
0,0062-0,0124
75e/L 90e/L
0,0009
0,0025-0,0041
0,0082-0,0108
0,0052-0,0071
0,0107-0,0154
0,0009
0,0030-0,0,055
0,0106-0,0120
0,0081-0,0152
0,0080-0,0139
Tandon
0,0006
0,0025
0,0091
0,0053
0,0074
Outlet
0,0009
0,0049
0,0121
0,0077
0,0108
60e/L
8
16-20
12-36
8-12
8-12
75e/L
8
20-24
16-20
16
8-16
90e/L Alkalinitas (mg/LCaCO3)
Tandon Outlet
8
16-20
20
8
8-16
12
32
8
16
12
8
24
20
8
8
4.2 Pembahasan Dari Gambar 1 dan Gambar 2 dapat dilihat bahwa padat tebar 60 ekor/liter, 75 ekor/liter dan 90 ekor/liter tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pertumbuhan panjang mutlak dan laju pertumbuhan bobot harian. Dengan demikian, adanya peningkatan padat tebar hingga 90 ekor/liter belum menunjukkan penurunan pertumbuhan panjang mutlak dan laju pertumbuhan harian yang signifikan. Telah diketahui, bahwa pertumbuhan ikan akan menurun seiring dengan kepadatan yang meningkat (Jobling, 1994). Akan tetapi pada penelitian ini padat penebaran hingga 90 ekor/liter tidak memberikan perbedaan nyata dalam hal pertumbuhan panjang mutlak dan laju pertumbuhan bobot harian. Dengan demikian kepadatan 90 ekor/liter belum menjadi pembatas bagi kinerja pertumbuhan panjang dan bobot ikan.
Hal ini disebabkan kualitas air dan
pemberian pakan masih cukup optimal bagi pertumbuhan ikan. Menurut Hepher (1978) dalam Unisa (2000) dengan mengontrol temperatur air, pakan, oksigen terlarut dan buangan metabolit maka kepadatan akan mungkin ditingkatkan tanpa menurunkan laju pertumbuhan. Penggunaan sitem resirkulasi pada penelitian ini bertujuan untuk mengontrol temperatur air, pakan, oksigen terlarut dan buangan metabolit Menurut
Zonneveld
(1991),
budidaya
dengan
sistem
resirkulasi
memperlihatkan beberapa perbaikan karena sistem ini memungkinkan terjadinya dua proses ekologi yaitu konsumsi dan dekomposisi.
Proses dekomposisi
melibatkan proses bioteknologi, yaitu: sedimentasi, filtrasi, biodegradasi dan areasi. Dengan demikian kualitas air akan selalu optimal bagi pertumbuhan ikan. Pada penelitian ini nilai kelangsungan hidup masih tinggi yaitu berkisar antara 94,91% hingga 98,40% (Gambar 3). Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa padat penebaran 60 ekor/liter, 75 ekor/liter dan 90 ekor/liter tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan (p>0,05) (Lampiran 4). Menurt
Wedemeyer
(1996),
peningkatan
padat
penebaran
akan
mengganggu proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak yang pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis sehingga pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan. Dengan demikian nilai kelangsungan hidup yang tinggi yaitu 94,91% pada percobaan ini menunjukkan bahwa pada kepadatan 90 ekor/liter proses fisiologis ikan belum terganggu. Dari Gambar 4 dapat diketahui bahwa mulai terjadi penurunan persentase kelangsungan hidup benih ikan patin pada minggu ke tiga. Kelangsungan hidup pada minggu ke tiga pada perlakuan 60 ekor/liter, 75 ekor/liter dan 90 ekor /liter berturut-turut adalah 98,75%, 96,94% dan 97,82%. Nilai kelangsungan hidup diatas 90 % dalam budidaya masih sangat baik sehingga penurunan ini masih sangat kecil dan belum membatasi produksi. Salah satu tujuan dari produksi benih ikan patin yaitu dihasilkan benih ikan yang seragam. Semakin kecil nilai koefisien keragaman semakin seragam ikan yang dihasilkan. Secara umum dalam suatu populasi dianggap seragam jika nilai koefisien keragaman dibawah 20%. Nilai koefisien keragaman menunjukkan variasi ukuran pada setiap perlakuan. Nilai yang diperoleh pada setiap tingkat kepadatan 60 ekor/liter, 75 ekor/liter, dan 90 ekor/liter berturut-turut adalah 16,51%, 20,81% dan 22,07% (Gambar 5). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa padat penebaran memberikan pengaruh nyata terhadap nilai koefisien keragaman (p<0,05). Setelah diuji lanjut, perlakuan 60 ekor/L berbeda nyata dengan perlakuan 90 ekor/L tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan 75 ekor/L (p<0,05) (Lampiran 5). Dari hasil penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan koefisien keragaman seiring meningkatnya padat tebar. Peningkatan padat penebaran berarti akan menambah jumlah ikan pada wadah budidaya sehingga mengakibatkan meningkatnya kompetisi antar individu ikan.
Menurut Cavero et al., (2003)
dalam Brandao (2004), padat tebar akan meningkatkan interaksi sosial pada ikan sehingga menimbulkan heterogenitas ukuran ikan. Menurut Suresh dan Lin (1992) dalam Nurhamidah (2007), padat tebar yang
meningkat
akan
menurunkan
efisiensi
pakan.
Persaingan
dalam
memanfaatkan pakan yang tersedia akan semakin kuat pada jumlah populasi yang banyak atau padat dan resiko kekurangan pakan pun semakin besar pada tingkat kepadatan yang tinggi. Dengan demikian, fungsi pakan sebagai salah satu faktor penentu pertumbuhan tidak dapat efektif karena jumlah pakan yang dapat diperoleh ikan untuk dikonversi menjadi daging menjadi terbatas. Nilai efisiensi pakan yang diperoleh pada setiap tingkat kepadatan 60 ekor/liter, 75 ekor/liter, dan 90 ekor/liter berturut-turut adalah 44,93%, 38,62% dan 38,01% (Gambar 6). Hasil analisis ragam menunjukkan, kepadatan 60 ekor/liter, 75 ekor/liter, dan 90 ekor/liter tidak berpengaruh nyata terhadap nilai efisiensi pakan (p>0,05) (Lampiran 6). Dengan demikian ikan memiliki peluang yang sama untuk memanfaatkan pakan pada perbedaan perlakuan kepadatan 60 ekor/liter, 75 ekor/liter, dan 90 ekor/liter. Dengan kata lain kepadatan 90 ekor/liter belum membatasi distribusi pakan sehingga masih dapat dimanfaatkan oleh ikan secara merata. Dari Tabel 1, diketahui keuntungan tertinggi didapat pada perlakuan padat tebar 90 ekor/liter yaitu Rp 1.162.397,82 sedangkan pada perlakuan 75 ekor/liter keuntungan yaitu Rp 736.090,34. Keuntungan terkecil didapat pada perlakuan 60 ekor/liter yaitu Rp 215.808,81. Hal ini menunjukkan bahwa pada padat tebar 90 ekor/liter peningkatan produksi lebih tinggi dibandingkan penurunan laju pertumbuhan ikan dan kematian ikan sehingga dicapai keuntungan yang tertinggi. Menurut Effendi (1997), produksi akan mencapai nilai maksimal jika ikan dapat dipelihara dalam padat penebaran tinggi yang diikuti dengan pertumbuhan yang tinggi. Hepher dan Pruginin (1981), menyatakan bahwa hasil panen persatuan luas (yield) merupakan fungsi dari laju pertumbuhan ikan dan tingkat padat penebaran ikan. Peningkatan padat tebar dapat mengakibatkan penurunan pertumbuhan ikan, tetapi selama penurunannya tidak terlalu besar dibandingkan peningkatan padat tebar maka produksi akan tetap meningkat.
Analisis R/C bertujuan untuk melihat seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan. Kegiatan usaha yang menguntungkan memiliki nilai R/C lebih dari 1. Nilai R/C tertinggi diperoleh pada perlakuan 90 ekor/liter yaitu 1,28. Nilai R/C sebesar 1,28 artinya setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,28. Nilai R/C terendah diperoleh pada perlakuan 60 ekor/liter yaitu 1,06 artinya setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,06. Pada perlakuan 75 ekor/liter nilai R/C yaitu 1,19 artinya setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 1,19. Dari perhitungan yang dilakukan terhadap nilai R/C dapat diketahui bahwa dengan peningkatan padat tebar akan meningkatkan nilai R/C. Peningkatan kepadatan ikan akan meningkatkan total produksi (Hepher dan Pruginin, 1981) dan menurunkan biaya produksi per unit (Islam et al., 2006), sehingga nilai R/C meningkat seiring peningkatan padat tebar. Nilai BEP terendah diperoleh pada perlakuan 60 ekor/liter yaitu BEP (Rp) sebesar Rp 3.521.901,19 dan BEP (unit) sebanyak 23.479 ekor artinya titik impas pada perlakuan 60 ekor/liter dicapai saat penjualan mencapai Rp 3.521.901,19 dengan produksi benih ikan patin sebanyak 23.479 ekor. Pada perlakuan 75 ekor/liter, nilai BEP (Rp) sebesar Rp 3.532.847,69 dan BEP (unit) sebanyak 23.552 ekor artinya titik impas pada perlakuan 75 ekor/liter
dicapai saat
penjualan mencapai Rp 3.532.847,69 dengan produksi benih ikan patin sebanyak 23.552 ekor. Pada perlakuan 90 ekor/liter dicapai BEP tertinggi yaitu BEP (Rp) sebesar Rp 3.638.871,40 dan BEP (unit) sebanyak 24.259 ekor artinya titik impas pada perlakuan 75 ekor/liter dicapai saat penjualan mencapai Rp 3.532.847,69 dengan produksi benih ikan patin sebanyak 24.259 ekor. Analisis payback periode (PP) digunakan untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk menutup biaya investasi. Nilai PP pada perlakuan 60 ekor/liter menunjukkan nilai tertinggi yaitu 7,33 tahun artinya nilai investasi yang ditanamkan dalam usaha pendederan dengan perlakuan 60 ekor/liter dapat diperoleh kembali setelah 7,33 tahun. Nilai PP sebesar 7,33 tahun pada perlakuan padat tebar 60 ekor/liter disebabkan oleh rendahnya keuntungan yaitu sebesar Rp. 215.808,81 dan tingginya biaya investasi yaitu Rp 1.455.506,00 sehingga
dibutuhkan waktu yang lama yaitu 7,33 tahun untuk mengembalikan biaya investasi.
Menurut Gomes et al.,(2000), padat tebar yang rendah akan
menyebabkan produksi per area yang rendah, hal ini berdampak pada tingginya biaya investasi dan rendahnya keuntungan yang diperoleh.
Nilai PP pada
perlakuan padat penebaran 75 ekor/liter yaitu 2,21 tahun artinya nilai investasi yang ditanamkan dalam usaha pendederan dengan perlakuan 75 ekor/liter dapat diperoleh kembali setelah 2,21 tahun. Nilai PP terbaik didapatkan pada perlakuan 90 ekor/liter yaitu 1,36 tahun artinya nilai investasi yang ditanamkan dalam usaha pendederan dengan perlakuan 90 ekor/liter dapat diperoleh kembali setelah 1,36 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa dengan peningkatan padat tebar diperoleh percepatan pengembalian investasi dari 7,33 tahun pada padat tebar 60 ekor/liter menjadi 1,36 tahun pada padat tebar 90 ekor/liter. Dari hasil efisiensi ekonomi didapat bahwa produksi pendederan ikan patin 1 inci up (3 cm) yang memberikan efisiensi ekonomi tertinggi adalah perlakuan 90 ekor/liter. Pada perlakuan 90 ekor/liter
didapat keuntungan
Rp 1. 162.397,82, nilai R/C sebesar 1,28, nilai BEP (Rp) sebesar Rp3.638.871,40, BEP (unit) sebanyak 24.259,14 ekor dan nilai PP sebesar 1,23. Secara lengkap analisis usaha disajikan pada Lampiran 9. Kualitas air dapat mempengaruhi produksi budidaya. Beberapa variabel kunci dalam kualitas air diantaranya adalah suhu, oksigen terlarut, pH dan amonia (Schmittou et al., 2004a). Dari percobaan yang telah dilakukan terjadi penurunan kualitas air seiring bertambahnya waktu pemeliharaan (Tabel 2). Secara lebih lengkap data kualitas air masing-masing perlakuan disajikan pada Lampiran 10. Dalam penelitian ini suhu berkisar antara 27,4oC sampai 28,3oC. Boyd (1990), menyatakan ikan tropis dan subtropis tidak tumbuh dengan baik saat temperatur air dibawah 26 oC atau 28oC dan saat temperatur dibawah 10oC atau 15 oC akan menimbulkan kematian. Menurut Arifin dan Asyari (1992) dalam Nurhamidah (2007), ikan patin yang dipelihara dalam sangkar dapat tumbuh dengan baik pada kisaran suhu 26,5-28oC. Fluktuasi suhu sangat kecil berkisar antara 10 C sehingga tidak mengganggu proses metabolisme ikan. Menurut Effendie (2003), perubahan suhu melebihi
3-
4 0C akan menyebabkan perubahan metabolisme yang mengakibatkan kejutan
suhu, meningkatkan toksisitas kontaminan yang terlarut, menurunkan DO, dan kematian pada ikan. Dengan demikian suhu dan fluktuasi suhu pada penelitian ini dalam kisaran yang optimal untuk pertumbuhan ikan patin. Menurut Boyd (1982), kelarutan oksigen merupakan faktor pembatas dalam budidaya ikan intensif. Keberhasilan budidaya bergantung pada cara mengatasi kelarutan oksigen yang rendah. Pada kepadatan yang tinggi konsentrasi oksigen akan berkurang karena meningkatnya proses respirasi dan oksidasi bahan organik. Kandungan oksigen terlarut dalam penelitian ini berkisar antara 3,68 mg/L sampai 5,96 mg/L. Konsentrasi oksigen tersebut masih layak untuk hidup ikan patin. Menurut Legendre et al., (2000) dalam Kusdiarti (2003), konsentrasi oksigen terlarut diatas 3 mg/L masih termasuk dalam batas toleransi ikan patin. Kandungan oksigen terlarut yang cukup baik pada sistem resirkulasi ini disebabkan adanya pergantian air dan aerasi yang mampu meningkatkan kandungan oksigen terlarut serta kerja filtrasi yang mengurangi bahan organik pada media pemeliharaan. Dalam penelitian ini nilai pH berkisar antara 5,20 sampai 7,34. Menurut Arifin dan Tupang (1983) dalam Nurhamidah (2007), pH yang cocok untuk kehidupan ikan patin siam berkisar 6,5-8,0. Terjadi penurunan pH pada minggu ke tiga dan ke empat pada masa pemeliharaan ikan yang mencapai pH 5,20. Padat penebaran yang tinggi mengakibatkan tingkat respirasi yang tinggi dan menghasilkan peningkatan CO2 sehingga dapat menurunkan pH. Menurut Zonneveld (1991), dalam suatu larutan, karbon dioksida menunjukkan reaksi sebagai berikut : CO2 + + H2O
H2CO3
HCO3- + H+
CO3- + H+
Karbonat (CO3-) dalam mekanisme diatas melambangkan alkalinitas air sedangkan H+ menunjukkan sumber keasaman.
Effendi (2003), menyatakan
perairan mengandung alkalinitas ≥20 ppm menunjukkan bahwa perairan tersebut relatif stabil terhadap perubahan asam/basa sehingga kapasitas buffer atau basa lebih stabil. Nilai alkalinitas selama masa pemeliharaan berkisar antara 8 mg/LCaCO3 -36 mg/LCaCO3.
Nilai alkalinitas yang rendah ini menunjukkan
kapasitas buffer dari ion karbonat yang rendah. Dengan demikian rendahnya nilai pH disebabkan juga oleh nilai alkalinitas yang rendah. Konsentrasi ion hidrogen
(H+) yang dihasilkan dalam reaksi tersebut tidak dapat diikat oleh ion karbonat (CO3-) sehingga kesetimbangan reaksi bergerak ke kiri menghasilkan H+. Peningkatan konsumsi ion H+ tersebut menjadi penyebab turunnya pH seiring dengan meningkatnya waktu pemeliharaan. Nilai amonia berkisar antara 0,0009 mg/L sampai 0,0154 mg/L selama masa pemeliharaan. Menurut The European Inland Fisheries Advisory Commission (1937) dalam Boyd (1990), konsentrasi beracun amonia terhadap ikan air tawar berkisar antara 0,7 -2,4 mg/liter, sedangkan pada chanel catfish amonia bersifat racun pada konsentrasi 0,5-0,2 mg/liter sebagai NH3-N3 (Tucker dan Hargreaves, 2004). Adapun toleransi maksimum ikan terhadap konsentrasi amonia adalah 0,1 mg/liter (Tiews, 1981 dalam Pillay,1993). Dengan demikian kisaran nilai amonia selama masa pemeliharaan masih optimal bagi pertumbuhan ikan.
Nilai amonia yang rendah disebabkan oleh rendahnya nilai pH. Menurut
Zonneveld (1991), kesetimbangan reaksi amonia dalam air adalah : NH3 + H2O
NH4+ + OH-
Dari persamaan diatas, bentuk yang tidak terionisasi dari konsentrasi total amonia (NH3 + NH4+) bergantung pada nilai pH. Pada pH rendah yaitu di bawah 7 maka amonia akan terionisasi atau sangat kecil. Dalam penelitian ini nilai pH berkisar antara 5,20 sampai 7,34 sehingga nilai amonia sangat kecil yaitu 0,0009 mg/L sampai 0,0154 mg/L. Amonia merupakan hasil akhir metabolisme protein. Dalam kolom perairan amonia terdekomposisi oleh bakteri aerob menjadi menjadi nitrit (NO2-) yang kemudian diubah menjadi nitrat (NO3-).
Dalam proses dekompisisi tersebut
diperlukan oksigen sehingga konsumsi oksigen akan meningkat.
Dalam
percobaan ini, kebutuhan oksigen yang meningkat diimbangi oleh aerasi sehingga kandungan oksigen terlarut dalam wadah budidaya masih berkisar antara 3,68 mg/L sampai 5,96 mg/L yang mencukupi untuk proses dekomposisi bahan organik dan respirasi ikan. Selain itu rendahnya nilai amonia disebabkan oleh kinerja filtrasi kimia. Menurut Spotte (1997), bagian lain dalam proses pengolahan limbah adalah filtasi kimia.
Filtrasi kimia berupa pembersihan molekul-molekul bahan anorganik
terlarut melalui proses oksidatif atau penyerapan langsung. Filtrasi kimia dalam
penelitian ini menggunakan zeolit. Zeolit sebanyak 1 gram dapat menurunkan TAN sebesar 0.107 mg/L hingga mencapai 0 mg/L dalam waktu 295 detik 2+
(Ghozali, 2007). Zeolit menukar ion-ion NH4+ dengan ino-ion Ca terkandung dalam zeolit tersebut, dengan reaksi : +
+
Zeolit Na + NH4+ → Zeolit NH4+ + Na (Boyd, 1990).
+
atau Na yang
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil percobaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar 60 ekor/liter, 75 ekor/liter dan 90 ekor/liter tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak, laju pertumbuhan bobot harian, kelangsungan hidup dan dan efisiensi pakan, namun memberikan pengaruh nyata terhadap koefisien keragaman. Dengan demikian kepadatan optimal bagi produksi benih patin ukuran 1 inci up adalah 90 ekor/liter dengan pertumbuhan panjang mutlak 2,09 cm, laju pertumbuhan bobot harian 9,48%, kelangsungan hidup 94,91%, efisiensi pakan 38,01%, keuntungan Rp 1.162.397,82, R/C Ratio 1,28, titik impas (Rp) Rp3.638.871,40, titik impas (unit) 24.259 dan pulang pokok 1,36 tahun. Peningkatan padat penebaran tidak mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas air, sehingga masih berada dalam kisaran optimum bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan patin. Perbaikan kualitas air disebabkan oleh pemakaian filter, pemberian aerasi dan pemakaian pemanas air.
5.2 Saran Dari hasil penelitian ini disarankan untuk menggunakan kepadatan 90 ekor/liter dalam memproduksi benih ikan patin ukuran 1 inci up. Lebih lanjut perlu diteliti tentang perbaikan filtrasi dalam sistem resirkulasi agar kualitas air tetap optimal bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Selain itu perlu dilakukan penelitian dengan skala produksi yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA Ahmed N, Hasan MR. 2007. Sustainable livelihoods of pangus farming in rural Bangladesh. Aquaculture Asia 12 (4): 6-11. Amaliya RW. 2007. Analisis Finansial Usaha Tambak Garam di Desa Pinggir Papas Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur. Skripsi. Departemen Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. . Bardach JE, Ryther JH, McLarney WO. 1972. Aquaculture: The Farming and Husbandry of Fresh Water and Marine Organism. John Wiley and Sons, New York. Brandao FR, Gomes LC, Chagas EC, Araujo LD, Silva ALF, Silva CR. 2004. Stocking density of matrinxã juveniles during second growth phase in cages. Paper of Fish culture performance in the tropics: 127-129. Brigham E, Gapenski L. 1991. Financial Management Theory and Practice. The Dryden Press International Edition, USA. Bjornsson B, Olafsdottir SR. 2006. effects of water quality and stocking density on growth performance of juvenile cod ( Gadus morhua L.).ICES Journal of Marine Science: Journal du Conseil 63 (2): 326-334. Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn University, Alabama. Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelola Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Jakarta. Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya, Jakarta. Effendie MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor. Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta. Ellis T, North B, Scott AP, Bromage NR, Porter M, Gadd D. 2002. the relationships beetwen stocking density and welfare in farmed rainbow trout. Journal Fish Biologi 61: 493-531 Ghozali MFR, 2007. Pengaruh Penambahan Zeolit dan Karbon Aktif terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Maanvis (Pterophyllum scalare) pada Pengangkutan Sistem Tertutup. Skripsi. Derartemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut, Pertanian Bogor.
Goddard S. 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall, New York. Gomes L C, Baldisserotto B, Senhorini JA. 2000. Effect of stocking density on water quality, survival, and growth of larvae of the matrinxã, Brycon cephalus (characidae), in ponds. Journal Aquaculture 183, (1): 73-81. Hepher B, Pruginin Y. 1981. Commercial Fish Farming with Special Reference to Fish Culture in Israel. John Willey and Sons, New York. Hidayat A. 2007. Produksi Benih Ikan Patin Pangasonodon hypophthalmus Ukuran 6 cm dengan Kepadatan yang Berbeda dalam Sistem Resirkulasi. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Istitut Pertanian Bogor. Hoar WS, Randall DJ, Brett JR. 1979. Fish Physiology Volume VIII Bioenergenetics and Growth. Academic Press, San Diego. Huet M. 1972. Text Book of Fish Culture Cultivation. Fishing New Books Ltd, London. Huisman EA. 1987. The Principles of Fish Culture Production. Department of Aquaculture, Wageningen University, The Netherland. Islam MS, Rahman M, Tanaka M. 2006. Stocking density positively influences the yield and farm profitability in cage aquaculture of sutchi catfish, Pangasius sutchi. Journal of apllied Ichtyology 22(5): 441-445. Jobling, M. 1994. Fish Bioenergetics. Chapman & Hall, London. Kebus MJ, Collins MT, Brownfield MS, Amundson CH, Kayes TB, Malison JA. 1992. Effects of rearing density on the stres response and growth of rainbow trout. Journal Aquatic Animal Health 4: 1-6. Kusdiarti, H. Mundriyanto, M. Yunus, I. Insan, N. Suhenda dan P. Triheru. 2003. Penentuan Kriteria Kualitas Air Berdasarkan Umur dan Ukuran Ikan Patin Jambal (Pangasius djambal). Di dalam Prosiding Seminar Hasil Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. Bogor, 22-23 Desember 2003 :21-34. Lukito RI. 2008. Analisis Finansial Usaha Pembenihan Ikan Patin (Pangasius pangasius) (Kasus Bapak Leman di Kelurahan Cilangkap, Kota Jakarta Timur). Skripsi. Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi PerikananKelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Martin JD, Petty JW, Keown AJ, Scott DF.1991. Basic Financial Management 5th Edition. Prentice Hall Inc, New Jersey, USA.
Melloti P, Roncarati A, Angelloti L, Dees A, Magi GE, Manzini C, Bianchi C and Casciano R. 2004. Effect of rearing density on rainbow trout welfare, determined by plasmatic and tissue parameters. Italian Journal Animal Science 3: 393-400. Montero D, Izquierdo MS, Tort L, Robaina L, Vergara JM. 1999. High stocking density produces crowding stres altering some physiological and biochemical parameters in gilthead seabream, Sparus aurata, juveniles. Journal Fish Physiology and Biochemistry 20 (1):53-60. Numberi F. 2005. Revitalisasi Perikanan Budidaya 2006-2009. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Nurhamidah D. 2007. Pengaruh Padat Penebaran pada Kinerja Pertumbuhan Benih Ikan Patin Pangasius hypophthalmus dengan Sistem Resirkulasi. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Istitut Pertanian Bogor. Pillay TVR.1993. Aquaculture and The Environment Second Edition. Blackwell Publishing, Oxford, United Kingdom. Rahardi F, Kristiawati R, Nazarudin. 1998. Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta. Sauvage. 1878. Iridescent shark. http://en.wikipedia.Org/wiki/Pangasius hypophthalmus. [7 September 2008] Schmittou HR, Cremer MC dan Jian Z. 1997 a. Beberapa Prinsip dan Praktek Budidaya Ikan Pada Kepadatan Tinggi dalam Keramba Volume Rendah. Soy in Aqua program. American Soybean Association, Jakarta. Spotte S. 1970. Fish and Invertebrate Culture Management in Closed System Second Edition. John Willey and Sons, New York. Steel RGD, Torrie JH. 1982. Principle and Procedures of Statistics A Biometrical Aproach Second Edition. CRC Press, Boca Ratio, Florida. Stickney RR. 1993. Advance in Fisheries Science: Culture of Nonsalmonid Freshwater Fishes Second Edition. CRC Press, Boca Ratio, Florida. Subagja J, Slembrouck J, Hung LT, Legendre M. 1999. Larva rearing of an asian catfish Pangasius hypopthalmus (siluroidei, pangasiidae); analysis of precocius mortality and proposition of appropriate treatments. Aquatic Living Resource 12(1) : 37-44.
Sunarma A. 2007. Panduan Singkat Teknik Pembenihan Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). BBPBAT Sukabumi. Susanto H, Amri K. 1998. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya, Jakarta. Tangendjaja B, Chien TT. 2007. Catfish Production System in Vietnam. Di dalam: Seminar Indonesian Aquaculture 2007. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Bali, Indonesia. Timmons MB, Losordo TM. 1994. Aquaculture Water Reuse System : Engineering Design and Management. Elsevier Science, Amsterdam Netherland. Trong TQ, Hao NV, Griffiths D. 2002. Status of Pangasiid Aquaculture in Vietnam. MRC Technical Paper No. 2, Mekong River Commision, Phnom Penh: 16. Tucker CS, Hargreaves JA.2004. Biology and Culture of Channel Catfish. Elseiver, Amsterdam, Netherlands. Wedemeyer GA. 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Chapman ang Hall, USA. Zonneveld N, Huisman E A, Boon JH. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rencana pengembangan patin dalam revitalisasi 2006 – 2009 No 1
2 3 4 5 6 7
Parameter Produksi (ton) - Lokal - Ekspor Luas lahan (ha) Kebutuhan benih (x 1000 ekor) kebutuhan induk (ekor) Kebutuhan pakan (ton) UPR yang diharapkan berproduksi tenaga kerja (orang)
20,05 16.500 14.850 1.650 142 55.000 5.500 21.450 67 4.670
2006 20.000 18.000 3.000 168 66.670 6.670 26.000 81 5.660
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2005)
Tahun 2007 25.300 20.240 5.060 203 84.330 8.430 32.890 103 7.150
2008 30.300 24.240 7.575 241 101.000 10.100 39.390 125 8.560
2009 36.500 25.550 10.950 283 121.670 12.170 47.450 150 10.310
Lampiran 2. Data sampling panjang ikan patin tiap perlakuan per minggu dan tabel analisis ragam pertumbuhan mutlak. Panjang ikan patin (cm) minggu kePerlakuan
Ulangan 1 2 3
60 ekor/L Rataan
1 2 3
75 ekor/L Rataan
1 2 3
90 ekor/L Rataan
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
0 1,54 1,54 1,54 1,54±0,15 1,54 1,54 1,54 1,54±0,15 1,54 1,54 1,54 1,54±0,15
DB 2 6 8
1 2,21 2,32 1,99 2,17±0,28 1,73 1,73 1,97 1,81±0,29 1,96 1,95 2,07 1,99±0,28
2 2,25 2,35 2,41 2,34±0,29 2,54 2,40 2,59 2,51±0,40 2,55 2,53 2,50 2,53±
3 2,73 2,61 2,74 2,69±0,39 2,56 2,56 2,64 2,59±0,50 2,39 2,29 2,37 2,35±0,43
4 3,75 3,98 4,03 3,92±0,65 3,80 3,71 3,56 3,69±0,77 3,54 3,94 3,42 3,63±0,80
JK
KT
F
P
F Tabel
0,137524 0,222159 0,359684
0,068762 0,037027
1,857102
0,235631
5,143253
Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak
Lampiran 3. Data sampling bobot ikan patin tiap perlakuan per minggu dan tabel analisis ragam laju pertumbuhan bobot harian Bobot ikan patin (gram) minggu kePerlakuan
60 ekor/L
75 ekor/L
90 ekor/L
Ulangan
0
1
2
3
4
1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan
0,04 0,04 0,04 0,04±0,02 0,04 0,04 0,04 0,04±0,02 0,04 0,04 0,04 0,04±0,02
0,09 0,11 0,09 0,10±0,06 0,08 0,07 0,08 0,07±0,07 0,10 0,11 0,09 0,10±0,11
0,12 0,14 0,15 0,14±0,06 0,17 0,15 0,18 0,17±0,08 0,19 0,18 0,16 0,18±0,09
0,20 0,21 0,23 0,21±0,11 0,18 0,19 0,20 0,19±0,11 0,16 0,14 0,14 0,15±0,08
0,40 0,60 0,39 0,46±0,28 0,53 0,46 0,69 0,56±0,88 0,50 0,55 0,62 0,56±0,28
Sumber Keragaman
DB
JK
KT
F
P
F tabel
1,030954505
0,41223
5,143253
Perlakuan
2
1,181544
0,590772
Galat Total
6 8
3,438204 4,619748
0,573034
Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot harian
Lampiran 4. Data kematian ikan selama masa pemeliharaan dan tabel analisis ragam kelangsungan hidup ikan Perlakuan
60e/L
75e/L
90e/L
Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
Derajat kelangsungan hidup minggu ke-
Ulangan
0 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
1 2 3 1 2 3 1 2 3
DB 2 6 8
JK 23,09418 21,75322 44,84739
1 99,17 99,58 99,58 100,00 99,17 99,50 99,58 99,72 99,31
KT 11,54709 3,625536
2 98,96 98,96 99,38 99,33 98,67 98,00 99,17 98,89 98,75
3 98,75 98,54 98,96 99,00 95,67 96,17 98,61 98,47 96,39
4 98,33 98,54 98,33 98,17 95,33 91,83 95,28 93,89 95,56
F
P
F tabel
3,184933
0,114119
5,143253
Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup ikan
Lampiran 5. Data koefisien keragaman ikan patin tiap perlakuan per minggu, analisis ragam koefisien keragaman dan uji lanjut tukey pada koefisien keragaman
Perlakuan 60e/L
75e/L
90e/L
Ulangan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan 1 2 3 Rataan
Koefisien keragaman minggu ke1 2 3 12,17 13,19 13,45 9,78 10,88 16,04 11,60 11,97 13,80 11,19±1,25 12,01±1,16 14,43±1,41 14,80 16,56 18,04 14,80 15,37 17,53 14,09 14,37 21,37 14,56±0,41 15,43±1,10 18,98±2,09 14,90 15,11 16,94 15,50 16,73 21,19 10,80 15,02 17,48 13,73±2,56 15,62±0,96 18,54±2,32
0 9,45 9,45 9,45 9,45±0,15 9,45 9,45 9,45 9,45±0,15 9,45 9,45 9,45 9,45±0,15
Sumber Keragaman
DB
Perlakuan Galat Total
4 13,49 17,08 17,34 15,97±2,15 20,45 18,72 22,40 20,53±1,84 19,16 22,49 20,94 20,86±1,66
JK
KT
F
P
F tabel
2 6
46,23628 22,75771
23,11814 3,792951
6,095027
0,035888
5,143253
8
68,99398
Kesimpulan: P<0,05, berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata terhadap koefisien keragaman
(I)Perlakuan
(J)Perlakuan
Beda Nilai
Kesalahan
Tengah
Baku
P
(I-J) 60 ekor/L
75 ekor/L
90 ekor/L
Selang kepercayaan 95% Batas
Batas
Bawah
Atas
75 ekor/L
-4,6300
1,59053
0,061
-9,5102
0,2502
90 ekor/L
-4,9700
1,59053
0,047
-98502
-0,0898
60 ekor/L
4,6300
1,59053
0,061
-0,2502
9,5102
90 ekor/L
-0,3400
1,59053
0,975
-5,2202
4,5402
60 ekor/L
4,9700
1,59053
0,047
0,0898
98502
75 ekor/L
0,3400
1,59053
0,975
-4,5402
5,2202
Nilai berbeda nyata (p<0,05)
Lampiran 6. Tabel analisis ragam efisiensi pakan Sumber Keragaman
DB
JK
KT
F
P
F tabel
34.4414 53.84124
0.639684
0.55998
5.143253
Perlakuan Galat
2 6
68.88279 323.0474
Total
8
391.9302
Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap efisiensi pakan
Lampiran 7. Perhitungan asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian. A. Perhitungan yang digunakan dalam penentuan biaya listrik : Komponen aerasi heater pompa lampu Total
Watt
Jumlah
20 100 250 25
Jam (28 hari x 24 jam) 672 672 672 672
6 4 1 2
WH 80640 268800 168000 33600 551040
Sehingga daya listrik yang digunakan 551040 WH atau 551.04 KWH, dengan biaya listrik Rp. 300.00/KWH sehingga biaya listrik enam siklus adalah Rp 991.872.00 B. Perhitungan yang digunakan dalam penentuan biaya tenaga kerja: Pengerjaan volume efektif 10000 L biaya tenaga kerja adalah Rp.2.000.000.00/bulan sehingga jika volume efektif 72 L maka biaya tenaga kerja Rp.20.000.00/bulan, dengan demikian untuk 12 bulan maka biaya tenaga kerja adalah Rp 240,000.00. C. Perhitungan yang digunakan dalam penentuan biaya benih:
Uraian Kepadatan Volume air (liter) Jumlah akuarium Siklus produksi Jumlah Benih (ekor) Harga benih (Rp.10.00/ekor)
60 ekor/Liter 60 8 9 6 25920 Rp. 259.200.00
Perlakuan 75 ekor/Liter 60 8 9 6 32400 Rp. 324.000.00
90 ekor/Luter 60 8 9 6 38880 Rp.388.800.00
D. Perhitungan yang digunakan dalam penentuan biaya pakan: Pada perlakuan 60 ekor/liter : Uraian Kepadatan (ekor/liter) Volume air (liter) Jumlah akuarium Jumlah ikan awal (ekor) Rata-rata bobot/ekor awal (gram) Biomassa ikan awal (gram) Survival rate (%) Jumlah ikan akhir (ekor) Rata-rata bobot/ekor akhir (gram) Biomassa ikan akhir (gram) Perubahan biomassa (gram) FCR
Perlakuan 60 ekor/liter dengan ulangan 1 2 3 60 60 60 8 8 8 9 9 9 4320 4320 4320 0.04 0.04 0.04 190.08 190.08 190.08 98.33 98.54 98.33 4248 4257 4248 0.52 0.52 0.52 2221.16 2225.90 2221.16 2031.08 2035.82 2031.08 2.30 2.30 2.30
Total pakan yang diberikan (gram) Total pakan yang diberikan (kaleng cacing) Harga pakan (Rp.5.000.00/kaleng cacing) Harga pakan 6 siklus
4666.43 7.31 Rp 36,570.79 Rp219,424.77
4677.33 7.33 Rp 36,656.21 Rp219,937.24
4666.43 7.31 Rp 36,570.79 Rp219,424.77
Pada perlakuan 75 ekor/liter : Uraian Kepadatan (ekor/liter) Volume air (liter) Jumlah akuarium Jumlah ikan awal (ekor) Rata-rata bobot/ekor awal (gram) Biomassa ikan awal (gram) Survival rate (%) Jumlah ikan akhir (ekor) Rata-rata bobot/ekor akhir (gram) Biomassa ikan akhir (gram) Perubahan biomassa (gram) FCR Total pakan yang diberikan (gram) Total pakan yang diberikan (kaleng cacing) Harga pakan (Rp.5.000.00/kaleng cacing) Harga pakan 6 siklus
Perlakuan 75 ekor/liter dengan ulangan 1 2 3 75 75 75.00 8 8 8.00 9 9 9 5400 5400 5400 0.04 0.04 0.04 237.60 237.60 237.60 98.17 95.33 91.83 5301 5148 4959 0.52 0.52 0.52 2771.93 2691.74 2592.91 2534.33 2454.14 2355.31 2.12 2.12 2.12 5372.50 5202.50 4993.00 8.42 8.15 7.83 Rp 42,104.22 Rp 40,771.98 Rp 39,130.13 Rp252,625.34 Rp244,631.87 Rp234,780.76
Pada perlakuan 90 ekor/liter : Uraian Kepadatan (ekor/liter) Volume air (liter) Jumlah akuarium Jumlah ikan awal (ekor) Rata-rata bobot/ekor awal (gram) Biomassa ikan awal (gram) Survival rate (%) Jumlah ikan akhir (ekor) Rata-rata bobot/ekor akhir (gram) Biomassa ikan akhir (gram) Perubahan biomassa (gram) FCR Total pakan yang diberikan (gram) Total pakan yang diberikan (kaleng cacing) Harga pakan (Rp.5.000.00/kaleng cacing) Harga pakan 6 siklus
Perlakuan 90 ekor/liter dengan ulangan 1 2 3 90 90 90 8 8 8 9 9 9 6480 6480 6480 0.04 0.04 0.04 285.12 285.12 285.12 95.28 93.89 95.56 6174 6084 6192 0.52 0.52 0.52 3228.39 3181.29 3237.88 2943.27 2896.17 2952.76 2.61 2.61 2.61 7674.75 7551.94 7699.49 12.03 11.84 12.07 Rp 60,146.94 Rp 59,184.49 Rp 60,340.82 Rp360,881.67 Rp355,106.91 Rp362,044.93
E. Perhitungan yang digunakan dalam penentuan biaya panen : Untuk setiap 1000 ekor maka dikeluarkan biaya panen sebesar Rp.5.000.00 Pada perlakuan 60 ekor/liter : Uraian
Jumlah ikan dalam 1 siklus panen Biaya panen/siklus Biaya panen 6 siklus
Perlakuan 60 ekor/liter dengan ulangan 1 2 3
4248 Rp 21,239.28 Rp127,435.68
4257 Rp 21,284.64 Rp127,707.84
4248 Rp 21,239.28 Rp127,435.68
Pada perlakuan 75 ekor/liter : Uraian
Jumlah ikan dalam 1 siklus panen Biaya panen/siklus Biaya panen 6 siklus
Perlakuan 75 ekor/liter dengan ulangan 1 2 3
5301 Rp 26,505.90 Rp159,035.40
5148 Rp 25,739.10 Rp154,434.60
4959 Rp 24,794.10 Rp148,764.60
Pada perlakuan 90 ekor/liter : Uraian
Jumlah ikan dalam 1 siklus panen Biaya panen/siklus Biaya panen 6 siklus
Perlakuan 90 ekor/liter dengan ulangan 1 2 3
6174 Rp 30,870.72 Rp185,224.32
6084 Rp 30,420.36 Rp182,522.16
6192 Rp 30,961.44 Rp185,768.64
F. Perhitungan yang digunakan dalam penentuan biaya kemas : Untuk setiap 100 ekor dikemas dalam satu kantong plastik, setiap kantong plastik memerlukan biaya kantong plastik sebesar Rp.500.00 dan gas sebesar Rp.1.000.00. Pada perlakuan 60 ekor/liter : Uraian Jumlah ikan Biaya gas Biaya plastik Total biaya kemas 1 siklus Total biaya kemas 6 siklus
Perlakuan 60 ekor/liter dengan ulangan 1 2 3 4248 4257 4248 Rp 42,478.56 Rp 42,569.28 Rp 42,478.56 Rp 21,239.28 Rp 21,284.64 Rp 21,239.28 Rp 63,717.84 Rp 63,853.92 Rp 63,717.84 Rp382,307.04 Rp383,123.52 Rp382,307.04
Pada perlakuan 75 ekor/liter : Uraian Jumlah ikan Biaya gas Biaya plastik Total biaya kemas 1 siklus Total biaya kemas 6 siklus
Perlakuan 75 ekor/liter dengan ulangan 1 2 3 5301 5148 4959 Rp 53,011.80 Rp 51,478.20 Rp 49,588.20 Rp 26,505.90 Rp 25,739.10 Rp 24,794.10 Rp 79,517.70 Rp 77,217.30 Rp 74,382.30 Rp477,106.20 Rp463,303.80 Rp446,293.80
Pada perlakuan 90 ekor/liter : Uraian Jumlah ikan Biaya gas Biaya plastik Total biaya kemas 1 siklus Total biaya kemas 6 siklus
Perlakuan 90 ekor/liter dengan ulangan 1 2 3 6174 6084 6192 Rp 61,741.44 Rp 60,840.72 Rp 61,922.88 Rp 30,870.72 Rp 30,420.36 Rp 30,961.44 Rp 92,612.16 Rp 91,261.08 Rp 92,884.32 Rp555,672.96 Rp547,566.48 Rp557,305.92
Lampiran 8. Komponen analisis usaha A. Komponen invetasi pada setiap perlakuan. No 1
2
3
4
Komponen Utama a Akuarium b Rak akuarium
Satuan
harga/unit
Total biaya
unit
9 1
Rp25,000.00 Rp200,000.00 Jumlah
Rp225,000.00 Rp200,000.00 Rp425,000.00
Sistem resirkulasi a Bak fiber b Corong Talang c Knee d Talang Air e Paralon PVC f Kabel Roll Box g Stirofoam h Bio-Ball i Pasir j Heater k Papan l Selang m Selang n Selang o Sambungan paralon p Kain kassa q Plastik gelombang r Paralon PVC
100 L unit 0.5 inci 2m 1/2" (4m) unit 1mx1m unit karung unit 4x0.2 m 3/4" (1m) 1" (1/2m) 3/4 inch (m) unit 1mx1 m 1mx1 m 3" (4m)
3 1 1 2 5 4 3 50 2 4 4 1 1 4 3 4 4 1
Rp 100,000 Rp 5,000 Rp 1,500 Rp 27,000 Rp 10,500 Rp 16,500 Rp 13,500 Rp 200 Rp 20,000 Rp 25,000 Rp 20,000 Rp 6,000 Rp 3,500 Rp 4,000 Rp 1,500 Rp 5,000 Rp 20,000 Rp 30,000 Jumlah
Rp 300,000 Rp 5,000 Rp 1,500 Rp 54,000 Rp 52,500 Rp 66,000 Rp 40,500 Rp 10,000 Rp 40,000 Rp 100,000 Rp 80,000 Rp 6,000 Rp 3,500 Rp 16,000 Rp 4,500 Rp 20,000 Rp 80,000 Rp 30,000 Rp909,500.00
Sistem aerasi a Aerator b Kran Aerasi c Batu Aerasi d Selang Silicon
unit unit unit 1m
6 9 5 30
Rp 25,000 Rp 1,000 Rp 2,000 Rp 1,000 Jumlah
Rp150,000.00 Rp 9,000.00 Rp 10,000.00 Rp 30,000.00 Rp199.000.00
Perlengkapan produksi b Serokan c Ember d Karet e Baskom f Tali rafia g Centong Plastik
30cm 10 L unit 5L 10 m unit
2 2 4 2 5 4
Rp 5,000 Rp 5,000 Rp 500 Rp 6,000 Rp 1,000 Rp 2,000 Jumlah Jumlah total
Rp 10,000.00 Rp 10,000.00 Rp 2,000.00 Rp 12,000.00 Rp 5,000.00 Rp 8,000.00 Rp 47,000.00 Rp1,580,500.00
(24,5x 25 x 24 ) m
Jumlah 3
B. Nilai penyusutan biaya investasi No 1
2 3 4
Komponen Utama a Akuarium b Rak akuarium Sistem resirkulasi Sistem aerasi Perlengkapan produksi Jumlah
persentase penyusutan
Nilai investasi Rp Rp Rp Rp Rp Rp
225,000.00 200,000.00 909,500.00 199.000.00 47,000.00 1,580,500.00
Nilai penyusutan
20% 14% 20% 20% 33% Jumlah
Rp 45,000.00 Rp 28,000.00 Rp 181,900.00 Rp 39,800.00 Rp 15,510.00 Rp 310.210.00
C. Biaya tetap pada setiap perlakuan No. 1
Biaya
Satuan
Biaya tetap Penyusutan nilai investasi
-
sewa tempat
m2
listrik
Jumlah
-
Harga/unit
Total Biaya
-
Rp
25
Rp 900,000.00
Rp 900,000.00
KWH
3306.24
Rp 991,872.00
Rp 991,872.00
tenaga kerja
orang
1
Rp 240,000.00
Rp 240,000.00
Kapas Filter
1x1 m2
2
Rp
17,000.00
Rp
34,000.00
Zeolit
karung
1
Rp
25,000.00
Rp
25,000.00
Jumlah
310.210.00
Rp2,501,082.00
D. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 60 ekor/liter ulangan 1 a. Biaya No.
Biaya
1
Biaya tetap*
2
Biaya Variabel
Jumlah
Harga/unit
Total Biaya Rp
2,501,082.00
Benih
ekor
25920
Rp. 10.00
Rp
259,200.00
Pakan
kaleng
43.86
Rp5.000.00
Rp
219,424.77
Biaya panen
kali
6
Rp 30,870.72
Rp
127,435.68
Biaya packing
kali Botol (50g)
6
Rp 63,717.84
Rp
382,307.04
6
Rp.20.000.00
Rp
120,000.00
Jumlah
Rp
1,108,367.49
Rp
3,609,449.49
Antibiotik (Enrofloxacin) 3
Satuan
Total Biaya
Keterangan : Biaya tetap* didapat dari perhitungan pada Lampiran 8. bagian C.
b. Penerimaan Uraian Jumlah ikan (ekor) Persentase 1 (%) persentase 1 inci up (%) Jumlah ukuran 1 (ekor) Jumlah ukuran 1 inc up (ekor) Penerimaan ukuran 1 inci (Rp.100.00/ekor) Penerimaan ukuran 1 inci up (Rp.150.00/ekor)
Total Penerimaan
Nilai 25487 0.00 100.00 0 25487 Rp3,823,070.40 Rp3,823,070.40
E. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 60 ekor/liter ulangan 2 a. Biaya No.
Biaya
1
Biaya tetap*
2
Biaya Variabel
Satuan
Harga/unit
Total Biaya Rp
2,501,082.00
Benih
ekor
25920
Rp. 10.00
Rp
259,200.00
Pakan
kaleng
43.98
Rp5.000.00
Rp
219,937.24
Biaya panen
kali
6
Rp 21,284.64
Rp
127,707.84
Biaya packing
kali Botol (50g)
6
Rp 63,853.92
Rp
383,123.52
6
Rp.20.000.00
Rp
120,000.00
Jumlah
Rp
1,109,968.60
Rp
3.611.050.60
Antibiotik (Enrofloxacin) 3
Jumlah
Total Biaya
Keterangan : Biaya tetap* didapat dari perhitungan pada Lampiran 8. bagian C .
b. Penerimaan Uraian Jumlah ikan (ekor) Persentase 1 (%) persentase 1 inci up (%) Jumlah ukuran 1 (ekor) Jumlah ukuran 1 inc up (ekor) Penerimaan ukuran 1 inci (Rp.100.00/ekor) Penerimaan ukuran 1 inci up (Rp.150.00/ekor)
Nilai 25542 0.00 100.00 0 25542 Rp3,831,235.20 Rp3,831,235.20
Total Penerimaan
F. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 60 ekor/liter ulangan 3 a. Biaya No.
Biaya
1
Biaya tetap*
2
Biaya Variabel
Satuan
Jumlah
Harga/unit
Total Biaya Rp2,501,082.00
Benih
ekor
25920
Rp. 10.00
Rp 259,200.00
Pakan
kaleng
Biaya panen
kali
6
43.86
Rp. 5.000.00
Rp 219,424.77
Rp 21,239.28
Biaya packing
kali
Rp 127,435.68
6
Rp 63,717.84
Antibiotik (Enrofloxacin)
Botol (50g)
Rp 382,307.04
6
Rp.20.000.00
Rp 120,000.00
Jumlah 3
Total Biaya
Rp3,609,449.49
Keterangan : Biaya tetap* didapat dari perhitungan pada Lampiran 8. bagian C.
b. Penerimaan Uraian Jumlah ikan (ekor) Persentase 1 (%) persentase 1 inci up (%) Jumlah ukuran 1 (ekor) Jumlah ukuran 1 inc up (ekor) Penerimaan ukuran 1 inci (Rp.100.00/ekor) Penerimaan ukuran 1 inci up (Rp.150.00/ekor)
Total Penerimaan
Nilai 25487 0.00 100.00 0 25487 Rp3,823,070.40 Rp3,823,070.40
G. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 75 ekor/liter ulangan 1 a. Biaya No.
Biaya
1
Biaya tetap*
2
Biaya Variabel
Satuan
Jumlah
Harga/unit
Total Biaya Rp2,501,082.00
Benih
ekor
32400
Rp. 10.00 Rp.5.000.00
Pakan
kaleng
Biaya panen
kali
6
Rp 26,505.90
Rp 159,035.40
Biaya packing
kali
6
Rp 79,517.70
Rp 477,106.20
Antibiotik (Enrofloxacin)
Botol (50g)
6
Rp.20.000.00
Rp 150,000.00
50.52
Rp 324,000.00 Rp 252,625.34
Jumlah 3
Total Biaya
Rp3,863,848.94
Keterangan : Biaya tetap* didapat dari perhitungan pada Lampiran 8. bagian C.
b. Penerimaan Uraian Jumlah ikan (ekor) Persentase 1 (%) persentase 1 inci up (%) Jumlah ukuran 1 (ekor) Jumlah ukuran 1 inc up (ekor) Penerimaan ukuran 1 inci (Rp.100.00/ekor) Penerimaan ukuran 1 inci up (Rp.150.00/ekor)
Nilai 31807 0.00 100.00 0 31807 Rp4,771,062.00 Rp4,771,062.00
Total Penerimaan
H. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 75 ekor/liter ulangan 2 a. Biaya No.
Biaya
1
Biaya tetap*
2
Biaya Variabel
3
Satuan
Jumlah
Harga/unit
Total Biaya Rp2,501,082.00
Benih
ekor
32400
Rp. 10.00
Rp 324,000.00
Pakan
kaleng
48.92
Rp.5.000.00
Rp 244,631.87
Biaya panen
kali
6
Rp 25,739.10
Rp 154,434.60
Biaya packing
kali
6
Rp 77,217.30
Rp 463,303.80
Antibiotik (Enrofloxacin)
Botol (50g)
6
Rp.20.000.00
Rp 150,000.00
Jumlah
Rp1,336,370.27
Total Biaya
Rp3,837,452.27
Keterangan : Biaya tetap* didapat dari perhitungan pada Lampiran 8. bagian C.
b. Penerimaan Uraian Jumlah ikan (ekor) Persentase 1 (%) persentase 1 inci up (%) Jumlah ukuran 1 (ekor) Jumlah ukuran 1 inc up (ekor) Penerimaan ukuran 1 inci (Rp.100.00/ekor) Penerimaan ukuran 1 inci up (Rp.150.00/ekor)
Total Penerimaan
Nilai 30887 6.67 93.33 2059 28828 Rp 205,912.80 Rp4,324,168.80 Rp4,530,081.60
I. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 75 ekor/liter ulangan 3 a. Biaya No.
Biaya
1
Biaya tetap*
2
Biaya Variabel
3
Satuan
Jumlah
Harga/unit
Total Biaya Rp2,501,082.00
Benih
ekor
32400
Rp. 10.00
Rp 324,000.00
Pakan
kaleng
46.95
Rp.5.000.00
Rp 234,780.76
Biaya panen
kali
6
Rp 24,794.10
Rp 148,764.60
Biaya packing
kali
6
Rp 74,382.30
Rp 446,293.80
Antibiotik (Enrofloxacin)
Botol (50g)
6
Rp.20.000.00
Rp 150,000.00
Jumlah
Rp1,303,839.16
Total Biaya
Rp3,804,921.16
Keterangan : Biaya tetap* didapat dari perhitungan pada Lampiran 8. bagian C.
b. Penerimaan Uraian Jumlah ikan (ekor) Persentase 1 (%) persentase 1 inci up (%) Jumlah ukuran 1 (ekor) Jumlah ukuran 1 inc up (ekor) Penerimaan ukuran 1 inci (Rp.100.00/ekor) Penerimaan ukuran 1 inci up (Rp.150.00/ekor)
Nilai 29753 3.33 96.67 992 28761 Rp 99,176.40 Rp4,314,173.40 Rp4,413,349.80
Total Penerimaan
J. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 90 ekor/liter ulangan 1 a. Biaya No.
Biaya
1
Biaya tetap*
2
Biaya Variabel
3
Satuan
Jumlah
Harga/unit
Total Biaya Rp2,501,082.00
Benih
ekor
38880
Rp. 10.00
Rp 388,800.00
Pakan
kaleng
Biaya panen
kali
6
72.17
Rp.5.000.00
Rp 360,881.67
Rp 30,870.72
Biaya packing
kali
Rp 185,224.32
6
Rp 92,612.16
Antibiotik (Enrofloxacin)
Botol (50g)
Rp 555,672.96
6
Rp.20.000.00
Rp 180,000.00
Jumlah
Rp1,670,578.95
Total Biaya
Rp4,171,660.95
Keterangan : Biaya tetap* didapat dari perhitungan pada Lampiran 8. bagian C.
b. Penerimaan Uraian Jumlah ikan (ekor) Persentase 1 (%) persentase 1 inci up (%) Jumlah ukuran 1 (ekor) Jumlah ukuran 1 inc up (ekor) Penerimaan ukuran 1 inci (Rp.100.00/ekor) Penerimaan ukuran 1 inci up (Rp.150.00/ekor)
Total Penerimaan
Nilai 37045 10.00 90.00 3704 33340 Rp 370,448.64 Rp5,001,056.64 Rp5,371,505.28
K. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 90 ekor/liter ulangan 2 a. Biaya No.
Biaya
1
Biaya tetap*
2
Biaya Variabel
3
Satuan
Jumlah
Harga/unit
Total Biaya Rp2,501,082.00
Benih
ekor
38880
Rp. 10.00
Rp 388,800.00
Pakan
kaleng
71.02
Rp.5.000.00
Rp 355,106.91
Biaya panen
kali
6
Rp 30,420.36
Rp 182,522.16
Biaya packing
kali
6
Rp 91,261.08
Rp 547,566.48
Antibiotik (Enrofloxacin)
Botol (50g)
6
Rp.20.000.00
Rp 180,000.00
Jumlah
Rp1,653,995.55
Total Biaya
Rp4,155,077.55
Keterangan : Biaya tetap* didapat dari perhitungan pada Lampiran 8. bagian C.
b. Penerimaan Uraian Jumlah ikan (ekor) Persentase 1 (%) persentase 1 inci up (%) Jumlah ukuran 1 (ekor) Jumlah ukuran 1 inc up (ekor) Penerimaan ukuran 1 inci (Rp.100.00/ekor) Penerimaan ukuran 1 inci up (Rp.150.00/ekor)
Nilai 36504 6.67 93.33 2434 34071 Rp 243,362.88 Rp5,110,620.48 Rp5,353,983.36
Total Penerimaan
L. Biaya dan penerimaan untuk kepadatan 90 ekor/liter ulangan 3 a. Biaya No.
Biaya
1
Biaya tetap*
2
Biaya Variabel
3
Satuan
Jumlah
Harga/unit
Total Biaya Rp2,501,082.00
Benih
ekor
38880
Rp. 10.00
Rp 388,800.00
Pakan
kaleng
Biaya panen
kali
6
72.40
Rp.5.000.00
Rp 362,044.93
Rp 30,961.44
Biaya packing
kali
Rp 185,768.64
6
Rp 92,884.32
Antibiotik (Enrofloxacin)
Botol (50g)
Rp 557,305.92
6
Rp.20.000.00
Rp 180,000.00
Jumlah
Rp1,673,919.49
Total Biaya
Rp4,175,001.49
Keterangan : Biaya tetap* didapat dari perhitungan pada Lampiran 8. bagian C.
b. Penerimaan Uraian Jumlah ikan (ekor) Persentase 1 (%) persentase 1 inci up (%) Jumlah ukuran 1 (ekor) Jumlah ukuran 1 inc up (ekor) Penerimaan ukuran 1 inci (Rp.100.00/ekor) Penerimaan ukuran 1 inci up (Rp.150.00/ekor)
Total Penerimaan
Nilai 37154 16.67 83.33 6192 30961 Rp 619,228.80 Rp4,644,216.00 Rp5,263,444.80
Lampiran 9. Analisis usaha untuk tiap perlakuan Uraian Biaya Total Investasi* Biaya tetap** Biaya Variabel
Perlakuan 60e/l ulangan ke2 3 Rata-rata
1
Perlakuan 75e/l ulangan ke2 3 Rata-rata
1
Perlakuan 90e/l ulangan ke2 3 Rata-rata
1
1.455.506.00
1.455.506.00
1.455.506.00
1.455.506.00
1.455.506.00
1.455.506.00
1.455.506.00
1.455.506.00
1.455.506.00
1.455.506.00
1.455.506.00
1.455.506.00
2,501,082.00
2,501,082.00
2,501,082.00
2,501,082.00
2,501,082.00
2,501,082.00
2,501,082.00
2,501,082.00
2,501,082.00
2,501,082.00
2,501,082.00
2,501,082.00
Benih
259.200.00
259.200.00
259.200.00
259.200.00
324.000.00
324.000.00
324.000.00
324.000.00
388.800.00
388.800.00
388.800.00
388.800.00
Pakan
219.424.77
219.937.24
219.424.77
219.595.59
252.625.34
244.631.87
234.780.76
244.012.66
360.881.67
355.106.91
362.044.93
358.575.92
Biaya panen
127.435.68
127.707.84
127.435.68
127.526.40
159.035.40
154.434.60
148.764.60
154.078.20
185.224.32
182.522.16
185.768.64
184.145.40
Biaya kemas
382.307.04
383.123.52
382.307.04
382.579.20
477.106.20
463.303.80
446.293.80
462.234.60
555.672.96
547.566.48
557.305.92
552.436.20
Antibiotik
120.000.00
120.000.00
120.000.00
120.000.00
150.000.00
150.000.00
150.000.00
150.000.00
180.000.00
180.000.00
180.000.00
180.000.00
Total
1.108.367.49
1.109.968.60
1.108.367.49
1.108.901.19
1.362.766.94
1.336.370.27
1.303.839.16
1.334.325.46
1.670.578.95
1.653.995.55
1.673.919.49
1.666.164.66
Biaya total Penerimaan Ukuran 1 inci Ukuran 1 inci up Total Penerimaan Efisiensi ekonomi
3,609,449.49
3,611,050.60
3,609,449.49
3,609,983.19
3,863,848.94
3,837,452.27
3,804,921.16
3,835,407.46
4,171,660.95
4,155,077.55
4,175,001.49
4,167,246.66
-
-
-
-
-
205.912.80
99.176.40
152.544.60
370.448.64
243.362.88
619.228.80
431.295.84
3.823.070.40
3.831.235.20
3.823.070.40
3.825.792.00
4.771.062.00
4.324.168.80
4.314.173.40
4.319.171.10
5.001.056.64
5.110.620.48
4.644.216.00
4.877.418.24
3.823.070.40
3.831.235.20
3.823.070.40
3.825.792.00
4.771.062.00
4.530.081.60
4.413.349.80
4.571.497.80
5.371.505.28
5.353.983.36
5.263.444.80
5.308.714.08
213,620.91
220,184.60
213,620.91
215,808.81
907,213.06
692,629.33
608,428.64
736,090.34
1,199,844.33
1,198,905.81
1,088,443.31
1,162,397.82
1.06
1.06
1.06
1.06
1.23
1.18
1.16
1.19
1.29
1.29
1.26
1.28
3,522,231.67
3,521,240.22
3,522,231.67
3,521,901.19
3,501,110.41
3,547,629.82
3,549,802.85
3,532,847.69
3,630,057.44
3,619,133.93
3,667,422.82
3,638,871.40
BEP (ekor)
23482
23475
23482
23,479.34
23,341
23,651
23,665
23,552.32
24,200
24,128
24,449
24,259.14
PP (tahun)
7.40
7.18
7.40
7.33
1.74
2.28
2.60
2.21
1.32
1.32
1.45
1.36
Keutungan R/C Ratio BEP (Rupiah)
Keterangan :
* dihitung berdasarkan Lampiran 8 bagian A ** dihitung berdasarkan Lampiran 8 bagian C
Lampiran 10. Tabel kualitas air selama masa pemeliharaan Minggu keParameter
Perlakuan 60e/L
75e/L Suhu o ( C)
90e/L
tandon outlet 60e/L
75e/L DO (mg/L)
90e/L
tandon outlet 60e/L
75e/L pH 90e/L
tandon outlet 60e/L
75e/L Amoniak (mg/L)
90e/L
tandon outlet 60e/L
75e/L Alkalinitas (mg/LCaCO3)
90e/L
tandon outlet
Ulangan 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 2 3 1 2 3 1 2 3
0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 28,0 5,90 5,90 5,90 5,90 5,90 5,90 5,90 5,90 5,90 4,29 5,90 7,34 7,34 7,34 7,34 7,34 7,34 7,34 7,34 7,34 7,33 7,34 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0009 0,0006 0,0009 8 8 8 8 8 8 8 8 8 12 8
1 28,2 28,1 28,3 28,3 28,1 27,9 28,2 28,1 27,9 28,1 28,3 3,88 4,25 4,15 4,21 4,13 3,78 4,23 4,14 3,68 4,15 4,20 7,06 7,07 7,02 7,01 7,07 7,01 7,04 7,06 7,03 7,03 7,30 0,0028 0,0026 0,0030 0,0025 0,0042 0,0041 0,0030 0,0035 0,0,055 0,0025 0,0049 20 16 16 24 20 20 16 20 20 32 24
2 27,4 27,7 27,4 28,9 27,7 27,4 27,8 27,9 27,4 27,4 27,4 4,44 4,30 4,50 4,20 4,30 4,00 4,70 4,10 4,20 4,70 3,90 6,92 6,92 6,93 6,95 7,02 6,94 6,50 6,93 6,99 6,92 6,89 0,0114 0,0107 0,0092 0,0108 0,0082 0,0107 0,0114 0,0120 0,0106 0,0091 0,0121 28 36 12 20 16 20 20 20 20 8 20
3 27,7 27,7 27,8 28,1 27,9 27,9 28,0 27,6 28,1 27,6 28,0 5,07 5,36 4,73 5,59 5,27 4,97 5,38 5,49 5,25 4,83 5,45 5,55 5,71 5,92 5,86 5,94 5,85 5,96 5,96 5,85 5,82 5,45 0,0097 0,0,059 0,0090 0,0060 0,0,052 0,0071 0,0152 0,0082 0,0081 0,0,053 0,0077 12 8 8 16 16 16 8 8 8 16 8
4 27,0 26,7 26,8 26,7 26,6 26,9 26,9 26,5 26,7 26,6 26,6 5,64 5,60 5,71 5,75 5,75 5,75 5,72 5,48 4,96 5,56 5,71 5,80 5,61 5,45 5,67 5,51 5,40 5,59 5,35 5,51 5,20 5,27 0,0124 0,0113 0,0062 0,0154 0,0154 0,0107 0,0139 0,0080 0,0115 0,0074 0,0108 8 12 8 8 16 8 16 8 8 12 8