Perangko Berlangganan No.11/PRKB/JKP/DIVRE IV/2013
ISSN : 0853-8344
Harga eceran Rp.9.000,-
200/Thn. XIX/Nopember 2013
e-mail:
[email protected] /
[email protected];
kardiovk;
@kardio_vaskuler;
tpkindonesia.blogspot.com
Liputan 25th WECOC
A Quarter Century of Achievement In Cardiovascular Science and Technology
MINGGU 10 November 2013, bertempat di ruang Mutiara 1 Hotel Ritz Carlton Kuningan Jakarta, telah diadakan workshop on heart failure dengan tema tantangan klinis pada gagal jantung sebagai bagian dari acara 25 th Weekend Course On Cardiology (WECOC). Para pembicaranya yang sudah dikenal handal dibidangnya, yaitu dr Erwinanto SpJP, dr Nani Hersunarti SpJP(K) dan Dr dr Bambang B Siswanto SpJP(K). Sebagai pembicara pertama, dr Erwinanto SpJP membicarakan pendekatan klinis dalam menangani gagal jantung akut. Gagal jantung masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Pada klinis yang menjadi topik adalah gagal jantung akut karena prognosisnya yang buruk.
Gagal jantung akut didefinisikan onset baru atau rekurensi perburukan gejala dan tanda gagal jantung yang membutuhkan pertolongan segera. Walaupun demikian belum ada defines universal mengenai kondisi gagal jantung akut. Pasien mungkin akan muncul dengan kondisi yang beragam dari edema pulmoner yang mengancam nyawa atau syok kardiogenik sampai ke kondisi hanya edema perifer. Kondisi gagal jantung dapat dibagi menjadi tujuh keadaan, acute de novo, gagal jantung akut dekompensata, gagal jantung akut hipertensif, edema pulmoner, syok kardiogenik, high output failure dan gagal jantung kanan. Tujuan dari pengobatan gagal jantung akut adalah untuk memperbaiki gejala
dan menstabilkan kondisi hemodinamik pasien. Terapi tradisional seperti oksigen, diuretik loop, nitrat dan morfin masih tetap dipakai pada terapi awal sampai sekarang. Walaupun vasodilator seperti nitrogliserin mengurangi preload dan afterload serta meningkatkan isi sekuncup, tidak terdapat bukti yang nyata mengurangi dispnea atau memperbaiki hasil keluaran. Vasodilator mungkin lebih berguna pada pasien dengan hipertensi. Penggunaan inotropik seperti dobutamin seharusnya digunakan pada pasien dengan penurunan berat cardiac output sehingga perfusi organ dapat tercapai. Obat-obat vasopressor dengan kemampuan vasokonstriksi arteri perifer seperti norepinefrin diberikan pada pasien dengan hipotensi berat. Pembicara kedua dr. Nani SpJP (K) membicarakan tentang pengobatan volume overload pada resistensi diuretik. Dimana keadaan volume overload merupakan manifestasi tersering dari gagal jantung dekompensasi. Interaksi Antara disfungsi ginjal dan fungsi jantung sangatlah penting dalam mekanisme patofisiologi yang menyebabkan kongesti. Tujuan pemberian diuretik adalah untuk mencapai keadaan yang euvolumia dengan pemberian dosis yang terendah yang mungkin dapat diberikan. Perkumpulan gagal jantung Amerika merekomendasikan diuretik loop pada dosis yang dibutuhkan untuk menghasilkan diuresis yang cukup hingga mencapai status volum yang optimal. Sindroma resistensi diuretik tidak terdefinisi dengan baik, dimana diduga jika terjadi edema perifer yang masih nampak
walau telah diberikan dosis diuretik loop yang adekuat, terdapat pada 30% pasien dengan gagal jantung tingkat lanjut. Hal ini mungkin diakibatkan oleh karena terjadinya edema intestinal, penurunan sekresi diuretic serta retensi garam post diuretik. Adapun beberapa manajemennya adalah, kurangi asupan garam < 2 gram/hari, restriksi cairan 1-1.5 liter/hari, hindari penggunaan NSAID, pemberian diuretic infus kontinu 3 mg/jam sampai 10-20 mg/ jam, kombinasi dengan hidroklorotiazid 25 – 100 mg, penggunaan dopamine dosis renal 2.5 mcg/kg/menit, dapat diberikan nitrat jika tekanan darah > 110 mmHg. Dan pembicara terakhir Dr dr Bambang B Siswanto SpJP(K), membicarakan aritmia pada gagal jantung, dengan aritmia terbanyak adalah fibrilasi atrium (AF), disusul dengan PVC serta non sustained VT. AF dapat menyebabkan perburukan gagal jantung, juga dapat memicu gagal jantung pada pasien asimptomatik disfungsi ventrikel kiri, dan akan meningkatkan risiko tromboemboli. AF dalam gagal jantung, kita harus mencari penyebab timbulnya seperti hipertiroid, kelainan elektrolit, hieprtensi yang tidak terkontrol serta penyakit katup mitral. Kita juga harus mencari faktor penyebabnya seperti riwayat pembedahan, PPOK atau asma, iskemia miokard akut ataupun alcohol. Serta kita harus memberikan profilaksis tromboembolisme. ESC merekomendasikan untuk mengatur denyut jantung pada pasien gagal jantung simptomatik, disfungsi sistolik ventrikel kiri, persisten atau permanen AF dan (Bersambung ke hal.4)
SEJARAH DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FK UNIVERSITAS INDONESIA, JAKARTA DEPARTEMEN Kardiologi dan Kedokteran VaskularFKUI (dulu BagianKardiologi FKUI) yang berlokasi di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita/ Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jalan S. Parman Kav.87, Slipi-Jakarta ini adalah salah satu unsur Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi bidang Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (Kardiovaskular). Bila ditelusuri jauh ke belakang, sebelum tanggal 10 Nopember 1976 (yang kini diperingati sebagai tanggal kelahiran Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI) mempunyai pengalaman sejarah yang penuh dengan perjuangan dan tantangan dalam pengembangannya. Perkembangan Ilmu Kardiologi Menyimak perkembangan Ilmu Kedokteran tidak dapat dilepaskan dari kiprah para ilmuwan yang berkecimpung dalam kedokteran, demikian juga perkembangan ilmu kardiovaskular yang pada tahun 1957 masih diberi istilah ilmu kardiologi. Perkembangan suatu ilmu sebagai proses belajar tidak
dapat dipungkiri hanya dapat dikembangkan melalui suatu institusi pendidikan yang bernama Fakultas Kedokteran sebagai bagian dari suatu pendidikan dari suatu Universitas. Percabangan Ilmu kedokteran yang pada awalnya merupakan pendidikan akademik dan profesi menghasilkan lulusan dokter, atau dokter umum. Selanjutnya berkembang menjadi dokter ahli atau spesialis sebagai perkembangan dari kedokteran medikal dan surgikal. Pendidikan medikal yang tadinya menghasilkan dokter ahli penyakit dalam (internis) dan dokter ahli bedah. Tidak dapat dipungkiri pengembangan ilmu dan tekno logi telah turut memacu pekembangan di bidang ilmu penyakit dalam maupun anak, sehingga memberi imbas pada perkembangan di Tanah Air. Dokter Gan Tjong Bing yang baru kembali dari luar negeri memaparkan sebagai berikut : "Perkembangan Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI tidak dapat dipisahkan dari Ilmu Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah di Indonesia yang mulai berkembang pada tahun lima puluhan". Pada masa itu tokoh yang merintis ilmu penyakit jantung dan pembuluh darah
untuk orang dewasa adalah dr. Gan Tjong Bing, dr. Soehardo Kertohusodo dan kemudian dr. Lie Khioeng Foei. Perhatian yang terarah terhadap ilmu ini digalakan dengan berdirinya Perkumpulan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) dan Perkumpulan Kardiologi Indonesia (PerKI) pada tanggal 16 Nopember 1957. Keduanya disyahkan sebagai Cabang Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada tanggal 28 Nopember 1957 di Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta. Sebelum itu Sub-Bagian Kardiologi pada Bagian Penyakit Dalam sudah dimulai pada tahun 1957 dengan Kepala dr. Gan Tjong Bing. Sebagai Ketua PERKI (yang pertama), dr. Gan Tjong Bing juga menjabat sebagai Sekretaris PAPDI. Pada sambutan berdirinya PERKI antara lain dikemukakan beliau bahwa “lapangan kardiologi sebegitu luasnya, hingga bagi para Internis Umum tak mungkin lagi dapat tetap mengikuti dan menguasai kemajuan-kemajuan dalam lapangan ini”. Kegiatan perkembangan Ilmu Kardiologi secara terpadu bermula di Rumah Sakit Dokter Cipto Mangunkusumo (RSCM) dengan kegiatan Poliklinik jantung di kamar 17, dimana berbagai unsure dari berbagai Bagian mengadakan pelayanan
dan diskusi-diskusi teratur. Selain namanama yang disebut terdahulu antara lain juga dr. Sukaman S. dan dr. Endot M Achya turut dalam perintisan ilmu kardiovaskular ini. Kateterisasi jantung pertama kali dilakukan pada akhir tahun 1950-an di Rumah Sakit Yang Seng Ie (sekarang RS.Husada) oleh dokter-dokter dari RSCM, yaitu : dr. Kwee Tien Boh, dr. I.S.F Ranti dan dr. Gan Tjong Bing. Sedangkan dr. Sukaman adalah Staf yang pertama kali mendapat pendidikan di luar Negeri dibidang kardiovaskular di Amerika Serikat dengan Prof Paul D White yang juga sebagai pioneer kardiologi di Amerika Serikat(1960). Pemeriksaan invasive ini mulai dilaksanakan pula di Rumah sakit gatot Subroto dengan Tim yang sama. Pada awal tahun 1960-an bedah jantung tertutup pertama untuk stenosis mitralis dilakukan oleh dr. Pouw dkk. Selanjutnya setelah itu pembedaahan untuk PDA lebih sering dilakukan. Subbagian Kardiologi pada awal 60-an telah menjadi salah satu sub-bagian yang berkembang pesat di lingkungan Bagian Penyakit Dalam...
(BERSAMBUNG)
2
200/Thn. XIX/Nopember 2013
S Tabloid Profesi
KARDIOVASKULER STT no. 2143/SK/Ditjen PPG/STT/1995 tanggal 30 Oktober 1995 ISSN : 0853-8344
SUSUNAN REDAKSI Ketua Pengarah: Prof.DR.Dr. Budhi Setianto, SpJP(K), FIHA Pemimpin Redaksi: Dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP Redaksi Konsulen: Dr. Anna Ulfah Rahajoe, SpJP(K) Prof.DR. Haris Hasan, SpPD, SpJP(K) Dr. Budi Bhakti Yasa, SpJP(K) Dr. Fauzi Yahya, SpJP(K) Dr. Antonia A. Lukito, SpJP(K) Tim Redaksi: Bidang Cardiology Prevention & Rehabilitation Dr. Basuni Radi, SpJP(K) Dr. Dyana Sarvasti, SpJP Bidang Pediatric Cardiology Dr. Indriwanto, SpJP(K) Dr. Radityo Prakoso, SpJP Bidang Cardiovascular Emergency Dr. Noel Oepangat, SpJP(K) Dr. Isman Firdaus, SpJP Bidang Clinical Cardiology Dr. Sari Mumpuni, SpJP(K) Dr. Rarsari Soerarso, SpJP Bidang Interventional Cardiology Dr. Doni Firman, SpJP(K) Dr. Isfanudin, SpJP(K) Bidang Echocardiography Dr. Erwan Martanto, SpPD, SpJP(K) Dr. BRM. Ario Soeryo K., SpJP Bidang Cardiovascular Intensive Care Dr. Sodiqur Rifqi, SpJP(K) Dr. Siska Suridanda, SpJP Bidang Cardiovascular Imaging Dr. Manoefris Kasim, SpJP(K) Dr. Saskia D. Handari, SpJP Bidang Cardiac Surgery & Post-op Care Dr. Bono Aji, SpBTKV Dr. Pribadi Boesroh, SpBTKV Dr. Rita Zahara, SpJP Bidang Vascular Medicine Dr. Iwan Dakota, SpJP(K) Dr. Suko Ardiarto, PhD, SpJP Tim Editor: Dr. Sidhi Laksono Purwowiyoto Fotografer: Dr. M. Barri Fahmi Harmani Sekretaris/Keuangan: Endah Muharini Bagian Iklan: Bimo Sukandar Bagian Perwajahan: Asep Suhendar Alamat Redaksi dan Tata Usaha: Wisma Harapan Kita Bidakara, Lt.2, RS Jantung Harapan Kita, Jln. S Parman Kav. 87, Jakarta 11420, Telp: 02170211013 atau Telp/Fax.: 5602475 atau 5684085-93 pes. 5011 e-mail :
[email protected] atau
[email protected] Penerbit: H&B Heart & Beyond PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia)
Manajemen: Yayasan PERKI Pencetak: PT. Oscar Karya Mandiri, Jakarta Tabloid Profesi KARDIOVASKULER diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Tabloid unik ini memang bereda dengan media kedokteran lainnya. Tata letaknya sedikit konservatif tapi enak dipandang. Bukan media yang berkesan ilmiah, tetapi media ilmiah yang sangat terjaga akurasinya, ditulis dengan bahasa tutur yang enak dibaca. Tabloid KARDIOVASKULER memang merupakan sarana untuk menyampaikan setiap informasi kedokteran mutakhir --khususnya terkait bidang kardiovaskuler-bagi seluruh dokter Indonesia. Di era globalisasi, dikenal pemeo "so many journals, but so little time". Untuk itulah Tabloid KARDIOVASKULER hadir, membawa berita ilmiah kardiovaskuler terkini. Diedarkan terbatas khusus untuk dokter Indonesia. Infak ongkos cetak/kirim Rp150.000/tahun, transfer melalui Bank Mandiri acc: Tabloid Profesi Kardiovaskuler, RK no. 116-0095028024, Sandi Kliring: 008-1304 KK. Harapan Kita, Cab. S. Parman, Jakarta.
Dr. Sony Hilal Wicaksono, SpJP Pemimpin Redaksi
alam redaksi. Salam kepada setiap pembaca setia tabloid Profesi Kardiovaskuler, bulan November ini, sebagian dari kita berkumpul untuk menghadiri WECOC yang ke-25. Sebagai salah satu event terbesar kardiologi, kami sajikan liputannya yang sesuai tema WECOC ke-25: A quarter century of achievement in cardiovascular science and technology, sebagai headline. Sejarah Departemen Kardiologi dan Kedokteran Universitas Indonesia menarik untuk disimak, sehingga kami jadikan artikel di bawah headline. Pada halaman dua kami sajikan foto-foto nostalgia Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI. Seperti biasa, Prof. Budhi pada setiap edisi selalu menghiasi tabloid ini dengan Kardiologi Kuantum-nya, kali ini dengan judul “Hati nurani adalah suara kebenaran, benarkah?” tentu perlu kita simak.
Sponsored article tentang Pradaxa mengisi halaman ketiga tabloid kita ini. Pada halaman empat, dua artikel terkait kateterisasi mengandung informasi yang perlu, yaitu terkait nefropati akibat media kontras dan sejarah kateterisasi di Indonesia. Sebagai partisipasi tabloid profesi Kardiovaskuler dalam rangka solidaritas terhadap kasus yang dialami teman sejawat, yaitu kriminalisasi dokter, kami tutup tabloid dengan artikel berjudul stop kriminalisasi dokter di halaman terakhir. Jangan lupa untuk memperhatikan iklan event-event kardiovaskular tahun 2014, di antaranya ada ASMIHA 2014 yang akan diselenggarakan 17-19 April 2014 di Bali, INASH 7-9 Maret 2014 di Ritz Carlton Mega Kuningan, dan yang paling dekat adalah INAACC (Acute Cardiovascular Care) pada 31 Januari 2014 di Ritz Carlton Mega Kuningan. Selamat membaca!
Lukisan nostalgia dari kegiatan para dokter 'tempo doeloe' yang menorehkan sejarah Kardiologi di tanah air ini.
Transcendence to The Depth of The Heart and Beyond, adalah benang merah yang menghubungkan antara profesi penulis sebagai guru besar, dokter ahli jantung dan pembuluh darah dengan buku yang ditulisnya tentang Candra Jiwa Indonesia. Candra Jiwa Indonesia (CJI) adalah warisan ilmiah kepada dunia tentang jiwa manusia serta peta perjalanannya menuju candra ideal sebagai batas akhir dari perkembangan kesadaran manusia. Konsep tersebut telah dibandingkan secara ilmiah (disertasi Dr. Soemantri Hardjoprakoso: Indonesisch Mensbeeld als Basis ener Psycotherapie) dengan Candra Jiwa Freud, Adler, dan Jung di Rijkuniversiteit di Leiden (1956), Nederland; memang kandungan asli dari bumi Indonesia, dari bangsa Indonesia, dan dipertahankan oleh orang Indonesia pula. Dua orang putra Indonesia R. Soenarto Mertowardojo dan Dr. Soemantri Hardjoprakoso telah membuktikan hipotesis Jung tentang intuisi. Sejak itu Candra Jiwa Indonesia (Soenarto) berdiri sejajar bahkan lebih lengkap dari candra jiwa sebelumnya dari Sigmund Freud, Alfred Adler, dan Carl Gustav Jung. Penulisnya berharap, buku ini dapat membantu memperluas pengetahuan kita tentang candra manusia dan candra dunia, karena dapat ’merangkum’ dari yang telah ada sebelumnya. Walaupun sedikit-banyak menyentuh masalah keyakinan dan kepercayaan justru memberikan dasar pendidikan budi pekerti, pembinaan mental spiritual dan mempertajam empati secara luas kepada siapa saja terutama para mahasiswa.
Penulis
: Budhi Setianto Purwowiyoto Penyunting : Puji Santosa Penerbit : H&B / Heart and Beyond PERKI Size : 143 x 205 mm Tebal : xvii (dwi halaman) + 102 (dwi halaman) Kertas : Book paper BW Cover : Art Carton 310 gr F/C Harga : Rp. 75.000,(belum termasuk ongkos kirim) UNTUK TAHAPAWAL PENJUALAN HANYADENGAN PIHAK KANTOR KAMI. dapatkan HARGA KHUSUS bila Anda datang membeli langsung di alamat: Redaksi dan Tata Usaha Tabloid Profesi KARDIOVASKULER
3
200/Thn. XIX/Nopember 2013
Kardiologi Kuantum (23)
Hati Nurani Adalah Suara Kebenaran, Benarkah? “Through pride we are ever deceiving ourselves. But deep down below the surface of the average conscience a still, small voice says to us, something is out of tune.” ~ C.G. Jung ~ SALAM Kardio. Amatlah menarik kalau menjelang akhir tahun 2013 kolom Kardiologi Kuantum membicarakan hati nurani yang sering dianggap sebagai suara hati yang harus diikuti dengan penuh semangat, karena ia adalah sejatinya kebenaran. Rasanya tidak demikian, masih memerlukan pertimbangan fikiran dan perasaan kita. Jung sendiri masih memandang bahwa hati nuranipun bertingkat-tingkat dari permukaan kesadaran manusia sampai yang terdalam yang sering disebut-sebut sebagai pusat arketip. Hati nurani berasal dari kata bahasa Latin Conscientia yang berarti kesadaran. Conscientia terdiri dari dua kata yaitu CON dan SCIRE. Con berarti bersama-sama dan Scire berarti mengetahui. Jadi Conscientia berarti mengetahui secara bersama-sama/ turut mengetahui. Artinya, bukan saja saya mengenal seseorang tetapi saya juga turut mengetahui bahwa sayalah yang mengenal. Atau, sambil mengenal, saya (subyek) sadar akan diri (obyek) sebagai subyek yang mengenal. Dari uraian di atas, kita dapat menyimpulkan dua arti dan makna hati nurani yaitu: 1. Arti luas: Hati nurani berarti kesadaran moral yang tumbuh dan berkembang dalam hati manusia; 2. Arti sempit: Hati nurani berarti penerapan kesadaran moral diatas dalam situasi konkret. Kembali kepada pertanyaan apakah hati nurani itu suara kebenaran? Nah, benartidaknya hati nurani itu dapat dibuktikan secara empiris berdasarkan norma obyek-
tif yang ada di masyarakat, hati nurani menjadi benar atau keliru/tidak cocok ketika berhadapan dengan norma masyarakat. Mestinya secara moralpun dapat dipastikan kepastiannya setelah dicocokkan dengan yang ada di masyarakat, bila masih bimbang dan ragu dapat didiskusikan dengan peer grupnya. Di sini kardiologi kuantum mengikuti apa yang disarankan oleh Alfred Adler agar norma di dalam masyarakat (social feeling) dijadikan sebagai acuan sebab kalau terlalu sering/banyak perbedaannya dapat menjadi gangguan kejiwaan yang dimulai sebagai stres atau neurosis. Peranannya dengan perbuatan kita berdasarkan perjalanan sang waktu ia dapat berperanan sebelum terjadinya suatu perbuatan untuk menyuruh kearah perbuatan yang baik atau melarangnya untuk perbuatan-perbuatan yang buruk. Pada saat rangkaian perbuatan kita sedang berlangsung ia masih dapat menyuruh atau melarang. Konon sesudah perbuatan kita selesai dilaksanakan pun masih dapat memberikan peranannya untuk memuji jika perbuatan itu baik dan menyesal jika perbuatan itu buruk. Hati nurani dapat berperanan dalam menyadarkan manusia akan eksistensi, nilai-nilai dan harga dirinya. Hati nurani dalam kehidupan kita sehari-hari dapat dipakai sebagai pegangan, pedoman atau norma yang nyata yang sudah ada di masyarakat ideal. Norma ini telah disampaikan oleh mereka yang berkompeten termasuk apa yang telah disampaikan oleh orang yang secara psikologis dianggap oleh kardiologi kuantum sebagai psikolog yang “berkelas super” yaitu para nabi/utusan Tuhan. Pedoman atau norma tersebut dapat dipakai sebagai acuan apakah tindakan itu baik atau buruk. Mengapa
Nabi berkelas super karena pesan-pesan yang disampaikannya diikuti oleh jutaan manusia selama ribuan tahun. Walaupun Sigmun Freud tidak percaya kepada Tuhan dan Alfred Adler tidak dapat merumuskan konsep metafisika ketuhanan di dalam candra jiwanya namun Alfred Adler secara jujur mengakui adanya dampak positif peranan agama di dalam kehidupan masyarakat. Freud menganggap penghormatan seorang manusia kepada agama adalah mirip dengan penghormatan seorang anak terhadap bapaknya. Dalam kehidupan sehari-hari ditemukan banyak pengalaman hidup. Ada beberapa hal yang mungkin dapat kita pakai sebagai pegangan atau panduan hidup. Jika kita merasa bahwa hati nurani sudah benar dan pasti maka perbuatan yang baik dapat dan harus dilakukan dan perbuatan buruk harus dielakkan. Sekiranya keyakinan kita bahwa hati nurani belum jelas benar kepastiannya maka harus dipilih perbuatan yang minimalis/minus-malum yaitu perbuatan yang paling sedikit keburukannya. Jika menyangkut penyakit, bencana alam/peperangan dan kematian maka keselamatan nyawa harus didahulukan. Mengapa Hati Nurani Dapat Menjadi Jahat? Hati Nurani adalah candra manusia dan candra dunia karena berkembang dalam pertemuannya dengan dunia luar (tempat bercampurnya kenyataan baik, buruk dan kejahatan) serta dunia dalamnya manusia (sentra-sentra vitalitas) baik yang sadar maupun yang tidak sadar. Hati Nurani disimpan dalam angan-angan manusia dalam arti sempit yang bersifat asadar, tetapi berbeda tempat dengan nafsu-nafsu yang juga
bersifat asadar. Hati Nurani dapat dikatakan sebagai lapis dalam dari dunia aku, dan dapat merekam warisan kuno yang disampaikan secara turun temurun sebagai konsep yang disebut filogenetis. Menjadi jelas bahwa ia memiliki sumber kejahatan yang didapat dari pertemuannya dengan dunia nyata di dalam masyarakat. Kardiologi kuantum juga menganggap hati nurani sejajar dengan konsep Superego (Freud), Rasa Kemasyarakatannya Adler, dan Persona-nya Jung. Bagian terdalam dari manusia setelah hati nurani adalah suatu alam sejati ialah pusat imateri sebagai pusat kebenaran. Hati nurani secara “pasif” artinya dapat memohon saja tetapi tidak dapat memaksa untuk mendapat informasi yang benar dari Sang Kebenaran itu sendiri. Jelas bahwa Hati nurani bukan Sang Kebenaran, yang paling benar. Ada interaksi psikis antara dunia aku dengan dunia luar, dan karena pengaruhmempengaruhi ini yang berupa kontak dan pertemuan, maka berkembanglah anganangan, perasaan dan nafsu-nafsu. Bertumpuk-tumpuklah pengalaman orang dan masyarakat. Orang yang mengalami beribu-ribu kejadian, beribu-ribu suka dan duka, (Bersambung ke hal.6)
New Long-Term Treatment Data Confirms Consistent Benefit and Safety Profile of Pradaxa® Beyond 6 Years • Pradaxa® (dabigatran etexilate) is the only novel oral anticoagulant with more than 6 years of long-term data supporting its beneficial role for stroke prevention in atrial fibrillation1 • The efficacy and safety profiles of both doses of Pradaxa® during up to 6.7 years of extended treatment remain consistent with the pivotal results seen in the registration trial RE-LY®1,2,3 • Presented during the American Heart Association’s Scientific Sessions, new data add to the body of evidence for Pradaxa® Ingelheim, Germany, 19 November 2013 – Results from a new combined analysis of the pivotal Phase III RE-LY® trial and its extension study RELY-ABLE® show that, in long-term treatment, the efficacy and safety profiles of both doses of Pradaxa® (dabiga-
tran etexilate, 150mg bid and 110mg bid) remain consistent with the results seen in the 18,000 patient-strong RE-LY® registration trial.1,2,3 The new data were presented during the American Heart Association’s Scientific Sessions 2013. “This is important news for physicians and patients who use either dose of dabigatran etexilate to reduce the lifetime risk of stroke associated with atrial fibrillation,” said Prof. Michael D. Ezekowitz, Thomas Jefferson Medical College, Philadelphia, USA. “They can feel reassured that dabigatran etexilate will provide sustained stroke prevention and a favourable long-term safety profile.” The combined analysis includes all patients from RE-LY® and RELY-ABLE® who were treated with either Pradaxa® 150mg bid or Pradaxa® 110mg bid. Median follow-
up lasted an average of 4.6 years, with maximum follow-up extending to 6.7 years in several hundred patients. The new findings show that for Pradaxa®:1 The rates of stroke or systemic embolism were 1.25 and 1.54 percent / year on dabigatran 150mg bid and 110mg bid respectively The rates of ischaemic stroke were 1.03 and 1.29 percent / year on dabigatran 150mg bid and 110mg bid respectively The rates of haemorrhagic stroke were 0.11 and 0.13 percent / year on dabigatran 150mg bid and 110mg bid respectively The rates of major haemorrhage were 3.34 and 2.76 percent / year on dabigatran 150mg bid and 110mg bid respectively
The safety profile was consistent over time, with no new safety issues identified compared to the original RE-LY® results
Prof. Dr. Klaus Dugi
“These unique long-term treatment results presented during the AHA Scientific Sessions show consistent safety and efficacy (Bersambung ke hal.6)
4
200/Thn. XIX/Nopember 2013
Natrium Klorida vs Natrium Bikarbonat dalam Prevensi Nefropati Terkait Media Kontras PERUBAHAN akut pada fungsi renal akibat media kontras radiografi biasanya bersifat ringan dan sementara, tetapi dapat menghasilkan disfungsi ginjal yang menetap dan membutuhkan terapi pengganti ginjal. Nefropati terkait kontras (CIN) merupakan penyebab tersering gagal ginjal onset dini pada pasien yang dirawat di rumah sakit, dengan risiko tertinggi pada pasien yang sebelumnya dengan gangguan fungsi ginjal. Hal ini dihubungkan dengan peningkatan yang signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas di rumah sakit serta jangka panjang, peningkatan perkembangan penyakit ginjal kronis dan tingginya biaya perawatan. Karena tidak ada terapi spesifik untuk CIN dan penyakit ini merupakan iatrogenic, prevensi merupakan hal terpenting. Patofisiologi CIN tidak dipahami secara
sempurna tetapi mungkin terdapat vasokonstriksi akut yang menghasilkan hipoperfusi ginjal, hipoksia memicu stress oksidatif dan radikal bebas menghasilkan suasana asam medulla renalis. Beberapa pendekatan telah diajukan untuk mencegah terjadinya CIN dengan target pada pato mekanismenya. Satu hari pemberian natrium klorida 0.9% secara umum diterima dalam penggunaan klinis praktis dalam mencegah dan dianggap sebagai tolak ukur pencegahan CIN. Studi terbaru telah mengevaluasi pemberian natrium bikarbonat lebih superior dibandingkan pemberian natrium klorida 0.9%. berdasarkan hipotesis alkalinisasi tubulus renal dengan bikarbonat mungkin akan mengurangi jejas renal. Studi oleh Merten et al. memperlihatkan pemberian natrium bikarbonat selama 7 jam, nampaknya lebih superior dari pemberian 7 jam natrium klorida 0.9%. Akan
tetapi, pemberian 24 jam natrium klorida 0.9% untuk menunjang suatu dugaan bahwa dengan pemanjangan pemberiannya mungkin merupakan mekanisme yang efektif, namun hal tersebut belum pernah dilakukan. Sehingga dilakukanlah studi oleh Klima et al, untuk membandingkan pemberian natrium klorida 0.9% selama 24 jam dengan natrium bikarbonat untuk mencegah CIN. Studi ini merupakan studi prospektif, randomisasi yang dilakukan selama Maret 2005 sampai Desember 2009, melibatkan 258 pasien konsekutif dengan insufisienfi renal yang menjalani prosedur kontras intra vaskuler. Pasien dirandomisasi untuk diberikan intravena natrium klorida 0.9% 1cc/kg/jam (kelompok A) selama 12 jam sebelum dan sesudah atau natrium bikarbonat (166 mEq/ L) 3 cc/kg (kelompok B) selama 1 jam sebelum dan 1 cc/kg/jam selama 6 jam setelah
tindakan atau pemberian natirum bikarbonat (166 mEq/L) 3 cc/kg (kelompok C) selama 20 menit sebelum tindakan ditambahkan natrium bikarbonat tablet (500 mg setiap 10 kg). Hasil keluaran primer berupa perubahan estimasi nilai filtrasi glomerulus (eGFR) dalam 48 jam setelah tindakan. Sedangkan hasil keluaran sekunder berupa perkembangan CIN. Perubahan maksimum eGFR secara signifikan lebih besar pada kelompok B dibandingkan dengan kelompok A [perbedaan rerata -3.9 (95% CI -6.8 sampai 1) cc/menit/1.73m2; p = 0.009] dan sama diantara kelompok C dan B [perbedaan rerata 1.3 (95% CI, -1.7 – 4.3) cc/kg/1.73m2, p = 0.39]. Insidensi CIN secara signifikan lebih rendah pada kelompok A (1%) dibandingkan kelompok B (9%, p = 0.02) dan sama diantara kelompok B dan C (10%, p = 0.9). (Eur H Journal 2012; 2-9) SL Purwo
Kateterisasi Jantung: Seuntai Sejarah Panjang “Khairunnaas anfa’uhum linnaas” (Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain) (Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam)
“Where’s the glory in repeating what others have done?” (Rick Riordan) Perkembangan Kardiologi Kardiologi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran dan ranting ilmu pengetahuan tentu saja tidak lepas dari sifat ilmu
pengetahuan itu sendiri yang dinamis. Kedinamisan ilmu kedokteran tercapai, salah satunya, karena adanya penemuan-penemuan teori, metode, terapi, dan alat-alat. Begitu pun kardiologi, ia sudah sedemikian berkembangnya di era nanotechnology ini. Buah pikiran dari para cerdik cendekia seakan menjadi gaya dorong bagi bahtera kardiologi untuk bertolak dari zaman William Harvey, orang pertama yang menjelaskan sirkulasi darah,1 ke zaman transplan-
tasi jantung sekarang ini. Karya-karya para pakar terwujud dalam bentuk yang beraneka ragam dan penemuan modalitas diagnostik adalah satu di antaranya. Penemuan Terbesar Ketujuh dalam Kardiologi Salah satu modalitas diagnostik yang penting dalam kardiologi adalah pemeriksaan kateterisasi jantung. Pemeriksaan ini terutama berguna dalam aspek evaluasi hemodinamika yaitu untuk mengukur tekanan intrakardiak, saturasi darah dalam ruang-ruang jantung, serta cardiac output.2 Sukar dibayangkan bagaimana kita bisa mengukur ketiganya sekaligus tanpa modalitas ini. Tak heran, menjelang awal dekade ini, kateterisasi jantung dinobatkan dalam sebuah artikel menjadi salah satu dari sepuluh penemuan terbesar dalam kardiologi pada abad ke-20. Ya, pada tahun 2002, Nirav J. Mehta dan Ijaz A. Khan dari Division of Cardiology, Creighton University School of Medicine menempatkan kateterisasi jantung pada urutan ketujuh di antara jajaran penemuan-penemuan kardiologi yang luar biasa abad kemarin.3 Sejarah Awal Sejarah kateterisasi jantung, angioplasti, dan intervensi-intervensi kateter lainnya adalah perjalanan spektakuler yang diwarnai oleh kisah orang yang bertindak jenius tanpa gentar akan risiko sekaligus kisah kemujuran dalam menemukan sesuatu yang tak terduga sebelumnya akan menjadi suatu tiang pancang historis. 4 Menemukan sesuatu yang baru lalu mencetak sekaligus merintis kejayaan adalah apa yang telah ditorehkan para founding father kardiologi intervensi. Ini sangat sejalan dengan kutipan Rick Riordan di atas; mencetak kesuksesan tidak bisa dicapai dengan mengulang apa yang telah diperbuat oleh orang lain. Waktu yang tidak singkat, sekitar empat ratus tahun, telah dilewati untuk mengubah secara bertahap metode kate-
(A Quarter.................... hal.1)
tanpa bukti dekompensasi akut dapat diberikan beta blocker, sementara alternatifnya dapat diberikan digoksin ataupun amiodaron. Adapun target denyut jantung berdasarkan studi AF-CHF adalah 80 kali per menit pada saat istirahat dan 110 kali per menit pada saat tes jalan 6 menit. Adapun kontrol ritme ternyata tidak lebih superior dari kontrol denyut jantung. Kontrol ritme baik pada pasien dengan sebab sekunder yang reversible (hipertiroid) dan penyebab yang
terisasi jantung sampai akhirnya menjadi semaju sekarang ini. 5 Dengan kata lain, metode ini telah ber-evolusi. 5 Salah satu langkah besar yang mengawali evolusi ini adalah terdeskripsikannya sirkulasi darah manusia oleh sang pionir, William Harvey, pada tahun 1628.5 Beliau adalah seorang dokter Inggris.1 Selanjutnya, pada tahun 1706, Raymond de Vieussens, seorang profesor anatomi dari Prancis, untuk pertama kali menggambarkan struktur ruang dan pembuluh darah jantung.1 Setelah pijakan awal yang dirintis oleh Harvey dan de Vieussens, usaha konkret untuk melakukan kateterisasi jantung dilakukan oleh Stephen Hales, seorang pendeta sekaligus ilmuwan Inggris, pada tahun 1711.1,4 Beliau melakukan kateterisasi biventrikular pada kuda.4 Dua puluh dua tahun kemudian, kira-kira seabad setelah deskripsi monumental Harvey, Hales untuk pertama kali mengukur tekanan darah arterial.1,5 Ini menjadi tonggak penting berikutnya dalam sejarah perkembangan kateterisasi jantung.5 Harvey dan Hales telah menjadi tokoh utama pada dua momen penting yang menjadi milestone tidak hanya perkembangan kateterisasi tetapi juga kardiologi. Langkah konkret Hales diikuti oleh kemunculan tindakan kateterisasi-kateterisasi eksperimental lain pada abad ke-19. 4 Claude Bernard, seorang peneliti fisiologi ternama dari Prancis, pada tahun 1844, menggunakan kateter untuk merekam tekanan intrakardiak pada hewan.3 Beliaulah yang menciptakan istilah kateterisasi jantung.3 Pencapaian ilmiah beliau bersama ilmuwan-ilmuwan lain, seperti Carl Ludwig dan Etienne-Jules Marey, menjadi tanda adanya masa keemasan perkembangan fisiologi kardiovaskular pada abad tersebut.5 Kateterisasi jantung manusia semakin berkembang selama abad ke-20.5 Langkah dramatis diambil oleh Werner Forssmann pada tahun 1929.4,5 Residen bedah (yang kala (BERSAMBUNG)
nyata seperti pneumonia. Adapun obatnya dalah amiodaron, sementara pasien dengan gagal jantung akut lebih baik dilakukan kardioversi emergensi pada kondisi hemodinamik tidak stabil. Aritmia ventrikuler sering kali terjadi pada ventrikel kiri yang mengalami dilatasi dan penurunana fraksi ejeksi. Aritmia ventrikuler mungkin akan asimptomtik atau simptomatik (palpitasi, pusing, pre sinkop atau sinkop dan perburukan gagal jantung). PVC frekuen dan non sustained VT dihubungkan dengan kaluaran yang buruk pada gagal jantung. (SL Purwo)
5
200/Thn. XIX/Nopember 2013
Sejarah Kardiologi (Bagian Keempat)
SEBELUM Bagian Kardiologi RSCM dibentuk, di saat Lakarnas, ada ketidak sepahaman dr. Iwan Santoso sebagai Ketua Lakarnas dengan dr. Lie Kioeng Foei, sehingga atas persetujuan Direktur dr. Lie Kioeng Foei dan dr. Djaka melepaskan diri dari Lakarnas dan kembali ke Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Sejak saat itulah di RSCM ada 2(dua) tempat yang secara terpisah melaksanakan pekerjaan yang sama. Karena hal ini menimbulkan kekacauan dibidang medis tekhnis, timbul pula kesukaran dalam bidang pendidikan baik pendidikan mahasiswa maupun para dokter yang sedang dididik menjadi ahli penyakit jantung dan pembuluh darah. Timbul juga daerah-daerah yang tabu untuk kelompok yang satu maupun yang lain. Mereka tidak diberikan kesempatan untuk memanfaatkan seluruh fasilitas dan potensi yang ada dalam lapangan kardiologi. Keluhan-keluhan ini setidaknya dapat didengar dari para asisten ahli, yang sangat merasa dirugikan akibat adanya dua kelompok dalam satu bidang kedokteran didalam satu atap. Pembentukan Bagian Kardiologi dengan Surat Keputusan Dirjen Pembinaan kesehatan ini secara defacto organisasi berjalan terus walaupun hari demi hari menuak protes dari pihak lain yang tidak menyetujuinya. Belum tuntasnya masalah ini persoalan kardiologi masih “status quo”, namun demikian para pionir kardiolog tidak bosan dan henti-hentinya untuk memperjuangkan pengembangan ilmu bidang kardiovaskular. Sementara itu perkembangan upaya pelayanan penyakit jantung dan pembuluh darah di masyarakat menuntut dihasilkannya lebih banyak lagi kardiologkardiolog yang dihasilkan. Pada tanggal 23 Oktober 1972, Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan Surat Keputusannya no.587/X-AU/72 membentuk PUSAT KARDIOLOGI yang merupakan Unit Fungsional yang harus mengkoordinir kegiatan kardiologi di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, mencakup pelayanan, pendidikan dan penelitian.
Namun dalam usaha mengkoordinir, unit fungsional tersebut mengalami berbagai hambatan dari pihak lain yang tidak mendukung adanya Pusat kardiologi tersebut, bahkan minta dicabutnya Surat Keputusan Menteri Kesehatan tersebut. Sesuai dengan perkembangnnya para kardiolog di Indonesia, pada tanggal 10-12 Agustus 1974 bertempat di Taman Ismail Marzuki, menyelenggarakan Kongres Perhimpunan Kardiologi Indonesia Per-
tama (KOPERKI-I). Kurikulum Pendidikan Ahli Penyakit Jantung dan Pembuluh darah yang “community oriented” dimantapkan dan disyahkan dalam Kongres tersebut. Dengan kurikulum ini kemudian lulusan mendapat pengakuan dari Majelis Dokter Ahli Ikatan Dokter Indonesia (MDA-IDI). Dan Brevet Kardiolognya dikukuhkan oleh Majelis Dokter Ahli-IDI atas usulan Perhimpunan Kardiologi Indonesia (PERKI). Tidak selesainya masalah-masalah Kardiologi di RSCM, dr. Sukaman diwawancara oleh Wartawan Majalah Tempo (lihat Tempo tanggal 7 September 1974 halaman 22), yang ini mendapat protes dari Direktur RSCM Prof.Dr. Rukmono untuk tidak lagi mengadakan pemuatan mengenai keadaan Kardiologi RSCM dalam mass-media. Pada tahun 1974 munculah sejarah kemanusiaan Dewi Sartika, gadis cilik berusia 9 tahun anak seorang karyawan PJKA Moch. Djukri yang memerlukan pacu jantung. Para dokter jantungpun berkiprah untuk menolong gadis cilik tersebut. Untuk mengabadikan namanya pada tanggal 4 Oktober 1974 didirikan Yayasan Jantung Dewi Sartika dengan para pendirinya dr. Sukaman, dr. Loethfi Oesman, dr. Lily I. Rilantono, dr.Boerman dan dr. Dede Kusmana. Yayasan ini banyak membantu kegiatan dan sarana pelayanan penyakit jantung disamping membantu upaya peningkatan kemampuan para ahli jantung. Untuk melanjutkan pengabdiannya secara nasional dan internasional pada tahun 1981 namanya dirubah menjadi yayasan jantung Indonesia. Perkembangan Ilmu Kedokteran bidang Kardiologi di FKUI/RSCM, siapapun tidak ada yang bisa menentang takdir dan keberadaannya. Para senior (pejuang) secara defakto telah mendidik, meneliti dan mengadakan pelayanan kepada masyarakat serta telah menghasilkan kardiolog-kardiolog baru. Penguatan-penguatan dengan SK baik di tingkat Fakultas, Rumah Sakit maupun di Tingkat Menteri terus berjalan walaupun banyak pro kontranya. Namun Tuhan berkehendak lain, setelah rapat Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang dihadiri oleh Rektor Universitas Indonesia tanggal 13 Juli 1976, pada tanggal 19 Juli 1976 Dekan FKUI Prof.dr. H. Djamaloeddin mengeluarkan SK nomor 1353/II/A/FK/’76, tentang perubahan status Pusat Kardiologi FKUI/RSCM menjadi Bagian Kardiologi FKUI/RSCM yang dipimpin oleh seorang Kepala Bagian.
Perubahan Status Pusat Kardiologi FKUI/RSCM menjadi Bagian Kardiologi FKUI/RSCM dikuatkan dengan Surat Keputusan Rektor UI Prof. Dr. Mahar Mardjono nomor 064/SK/R/UI/’76 tanggal 10 Nopember 1976. Dengan Keputusan Rektor tersebut, maka tanggal 10 Nopember 1976 ditetapkan sebagai hari kelahiran BAGIAN KARDIOLOGI. Selanjutnya pada tanggal 9 Pebruari 1977, Dekan FKUI dan Direktur RSCM mengeluarkan SK nomor 188/II/A/FK/ 1977 dan nomor 588/SK/TU/1977, menunjuk dr. Sukaman sebagai Pejabat Sementara Bagian Kardiologi FKUI/RSCM. Kemudian menyusul SK bersama Dekan FKUI dan Direktur RSCM tanggal 16 Juni 1977 nomor 945/II/A/FK/1977 dan nomor 1878/SK/ TU/1977 tentang pengangkatan dr. Sukaman sebagai Kepala Bagian Kardiologi FKUI/RSCM. Pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 134/ Men.Kes/SK/IV/78 tahun 1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum, Unit Penyakit Jantung dan Sub Spesialisasinya menjadi Unit Pelaksana Fungsional di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai RS Kelas A yang ditandatangani Menkes dr. Suwardjono Surjaningrat. Sebagai Kepala Bagian Kardiologi FKUI/RSCM yang pertama dr. Sukaman S, membentuk susunan Koordinator, yaitu : Koordinator Pendidikan dr. Asikin Hanafiah, Koordinator Penelitian dr. Tagor Gumanti Muda Siregar, Koordinator Pelayanan dr.Achmad Loethfi Oesman dan Kordinator Administrasi Keuangan dr. Lily I. Rilantono. Sedangkan Sub Unit yang ada pada saat itu di Bagian Kardiologi FKUI/RSCM, adalah : Poliklinik Anak, dipimpin oleh dr. Lily I. Rilantonio; Poliklinik Dewasa dipimpin dr. Edi Hartanuh; Bangsal VB dipimpin dr. Dedi Affandi WK; Laboratorium dipimpin dr. Sugandi; Ekhokardiografi dipimpin dr. Hartoyo Sutandar; Phokardiographi & Vector dipimpin dr. J. Irawan Sugeng; Rehabilitasi dipimpin oleh dr. Dede Kusmana; Cardiac Emergency dipimpin dr. Burman; ICCU (Berkerjasama dengan P.Dalam) ditugaskan dr. Tagor G. Siregar dan dr. Hadi Purnomo; Pav Cendrawasih & V Astra dr. Loethfi Oesman sedangkan Kateterisasi di ruang Radiology adalah dr. Otte J. Rachman.
(BERSAMBUNG)
6
200/Thn. XIX/Nopember 2013 (Kardiologi.................... hal.3)
mengumpulkan bahan untuk membentuk suatu konsepsi dan gambaran bagaimana ia harus hidup dan bagaimana ia harus memandang dunia sekitarnya. Ia membentuk suatu candra manusia dan suatu candra dunia. Candra dunia dan candra manusia ini menjadi pedomannya, polanya, bagaimana ia harus menolong dirinya sebaikbaiknya, apa yang harus ia perbuat untuk menyelamatkan eksistensinya dan keseimbangannya. Candra dunia dan candra manusia ini ialah hati nuraninya. Ada automatisme di dalam diri manusia, yang terjadi karena penerangan anganangan oleh hati nurani. Automatisme ini seolah-olah meletakkan kaca di muka angan-angan kita sendiri, perasaan dan keinginan kita sehingga kita dapat melihat sendiri keadaan kita yang rusak. Kaca ini adalah ’kaca ajaib’, sebab kekurangan yang dilihat itu di satu pihak selalu cukup besar untuk menyuruh orang menyadari diri dan mendorong dia berbuat, tetapi di pihak lain (New long-.................... hal.3)
profiles for both doses of Pradaxa® over more than 6 years of clinical follow-up,” said Professor Klaus Dugi, Corporate Senior Vice President Medicine, Boehringer Ingelheim. “Among the novel oral anticoagulants, such long-term data are only available for Pradaxa®. Especially for a chronic condition that requires life-long treatment like stroke prevention in atrial fibrillation, results such as these provide key insights for physicians and patients.” The favourable efficacy-safety profile of Pradaxa® is supported by safety assessments from regulatory authorities including the European Medicines Agency and the U.S.
tidak cukup besar untuk membuat dia berputus asa atau untuk dirasakan sebagai trauma. Menjadi sadarnya perbedaan antara gambaran keadaan diri pada suatu ketika dengan gambaran yang dari hati nurani, menimbulkan rasa bersalah yang harus ditebus dengan salah satu cara. Penebusan dosa berupa keharusan untuk mengarahkan diri, menyerahkan diri, mengorbankan diri kepada candra manusia idealnya, yang mempunyai kewibawaan tertentu. Rasa berdosa ini adalah pencurahan rasa tanggung jawab, yang memancar dari hati nurani. Demikianlah Kardiologi Kuantum berusaha mengupas tentang hati nurani yang statusnya asadar merupakan hasil interaksinya dengan dunia luar, informasi turun-temurun yang filogenetis, bahkan kemungkinan adanya intervensi dari Sadar Kolektif Dinamis di dalam pusat imateri berupa suatu intuisi atau ilham. Terima kasih dan Salam Kuantum. Budhi S Purwowiyoto Food and Drug Administration (FDA).4,5 Clinical experience with Pradaxa® continues to grow and equates to over two million patient-years in all licensed indications to date.6 Pradaxa® is the longest studied novel oral anticoagulant.6 Pradaxa® is currently approved in over 100 countries worldwide for the prevention of stroke and systemic embolism in patients with non-valvular atrial fibrillation and for the primary prevention of venous thromboembolism following total hip replacement or total knee replacement surgery.6,7
Hati nurani dalam status asadar terletak diantara 3-sentra vitalitas (IAngan-angan, IIPerasaan, dan Nafsu-nafsu) dan sentra vitalitas ke-IV adalah IVTripurusa sebagai pusat imateri. TreFoil, TriAspect III (Tripurusa), merupakan pusat hidupnya Alam Sejati di dalam diri manusia. Ketiga aspek tersebut adalah TheSource (Suksma Kawekas) sebagai aspek (sadar kolektif) statis; sumber hidup dan asal mula hidup, TheForce (Suksma Sejati) adalah aspek dinamis; yang meng-hidup-i, dan TheSelf yang di-hidup-i. (Purwowiyoto BS. Candra Jiwa Indonesia Warisan Ilmiah Putra Indonesia. Penerbit H&B PERKI, Jakarta 2012)
Dari kasus Dewa Ayu:
Stop Kriminalisasi Dokter!!!
References available at www.tpkindonesia.blogspot.com) SPONSORED ARTICLE
RATUSAN dokter yang tergabung dalam organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Dokter Obstetri dan Ginekologi (POGI), Sulut melakukan aksi solidaritas dokter di halaman kantor DPR Provinsi Sulut, kota Manado, Sulawesi Utara, Senin (18/11). Sejumlah dokter mengancam akan melakukan mogok kerja. Puluhan dokter di Gorontalo membubuhkan tanda tangan sebagai bentuk dukungan kepada dr Dewa Ayu. Sejumlah dokter yang tergabung dalam IDI Kudus berdoa saat menuntut pembebasan dr Ayu. Reaksi keras dari para dokter itu adalah bentuk solidaritas profesi terhadap dokter Dewa Ayu yang ditahan oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara sejak 8 November lalu atas putusan Mahkamah Agung, nomor 365.K/Pid/2012 tertanggal 18 September 2012. Selain itu para dokterpun menuntut stop kriminalisasi dokter atas tindakan medisnya. Atas kejadian itu, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zaenal Abidin mengharapkan dokter tidak melakukan mogok kerja karena ditahannya seorang dokter. "Kami mengharapkan dokter tidak melakukan mogok kerja, karena kerja dokter adalah pelayanan," kata Zaenal di Jakarta, Senin (18/11). Dia menambahkan, jika dokter melakukan mogok kerja maka masyarakat akan kesulitan mendapat pelayanan kesehatan. Kasus ini berawal dari tindakan Sectio Caesaria Sito terhadap pasien bernama Julia Fransiska Makatey (25) pada 2010 di Rumah Sakit Prof. Kandou Manado yang dilakukan oleh dr Dewa Ayu Sasiary Prawani SpOG bersama dua rekannya dr. Hendry Simanjuntak dan dr. Hendy Siagian. Ketiga dokter spesialis kandungan tersebut melakukan tindakan itu karena riwayat gawat janin, setelah sebelumnya pasien dirujuk ke puskesmas. Beberapa hari setelah dilakukan operasi, pasien meninggal dunia akibat masuknya angin ke jantung atau emboli udara. Kasus ini dibawa ke Pengadilan Negeri Manado sebagai tindakan malpraktek. Disini, ketiganya divonis tidak bersalah. Tapi, di tingkat kasasi, ketiga dokter itu dianggap melakukan kealpaan yang menyebabkan pasien meninggal. Zaenal berkeyakinan para dokter tersebut tidak bersalah, karena sudah berupaya maksimal menyelamatkan pasien. "Kami (IDI) menyatakan menolak segala bentuk kriminalisasi terhadap dokter", ujar Zaenal. "Pada prinsipnya kasus yang terjadi di Manado jadi pertanyaan bagi profesi kita." IDI akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) pada peristiwa penahanan itu. "Kasus ini harus dituntaskan, jika tidak, bisa mengganggu dunia kesehatan," jelas dia. Jika tidak diselesaikan, lanjut dia, maka tidak akan ada lagi dokter yang mau mengerjakan
kasus gawat darurat. Bayang-bayang ancaman penjara ini dikhawatirkan akan menyebabkan para dokter waswas ketika melakukan tindakan medis berisiko —padahal sangat diperlukan. "Kasus gawat darurat itu, potensinya sangat kecil," ujarnya sembari menyatakan IDI fokus dalam urusan hukum. IDI berjanji untuk berjuang membebaskan dokter Ayu dari tahanan dan dua dokter lainnya dari jerat hukum. Koordinator Penasihat Hukum pada Tim Penanganan dan Pertimbangan Masalah Hukum Tertentu Kementerian Kesehatan Amir Hamzah Pane mengatakan: "Kalau dalam menjalankan profesinya tidak pantas dipidana, karena tujuannya mulia menyelamatkan nyawa pasien." Dokter bisa dipidana jika unsur hukumnya terpenuhi misalnya melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atau transplantasi ginjal dengan tujuan menjual ginjal tersebut.
Zaenal Abidin, Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) "Kalau dalam konteks profesi tidak bisa, kalau pasien meninggal itu risiko medis," jelas Amir. Amir juga menilai dokter yang melakukan kerja dalam tim tidak bisa dipidana sendirian. Dia berharap polisi dan jaksa berkonsultasi terlebih dahulu dengan komite medik sebelum memperkarakan tenaga kesehatan. Mantan Wakil Ketua Mahkamah Agung Prof Dr Laila Marzuki SH MH mengatakan penahanan dr Dewa Ayu tidak pantas dilakukan karena tidak ada kelalaian dalam penanganan pasien. "Tidak pantas ditahan karena tidak ada unsur kelalaian," ujar dia dalam seminar di Kantor Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Jakarta, Senin (18/1). Dia menambahkan, pasien tersebut meninggal karena emboli udara atau masuknya udara ke jantung. "Itu diluar perkiraan dari seorang dokter," jelas dia. Kasus emboli udara, lanjut dia, sudah terjadi sejak dulu, bahkan ada perempuan yang tewas setelah melakukan hubungan badan akibat masuknya udara ke jantung. "Kasus seperti itu, sudah lama terjadi. Dan diluar prediksi dokter," kata dia.*