LIMBAH CAIR DOMESTIK : PERMASALAHAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP LINGKUNGAN *) Oleh : Drs. Slamet Santoso SP., MS Staf Pengajar Tetap Fakultas Biologi UNSOED
PENDAHULUAN Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, yang dimaksud dengan Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama; Limbah cair domestik atau air limbah rumah tangga merupakan buangan manusia (tinja dan air seni) dan sullage, yaitu air limbah yang dihasilkan kamar mandi, pencucian pakaian dan alat-alat dapur serta kegiatan rumah tangga lainnya (Sugiharto, 1987). Air limbah rumah tangga ini berpotensi sebagai pencemar lingkungan apabila tidak dikelola dengan semestinya. Buangan rumah tangga, baik berupa sampah padat maupun air cucian kamar mandi serta buangan tinja yang dibuang ke badan air akan memengaruhi kondisi badan air tersebut.
Semakin padat penduduk yang berada di suatu
permukiman akan semakin banyak limbah yang harus dikendalikan. Menurut Mara (1978) komposisi secara kualitatif limbah domestik terdiri atas bahan organik baik padat maupun cair. Pada tinja dan air seni, komposisi air dan bahan organik paling tinggi bila dibandingkan unsur lainnya. Kandungan air pada tinja berkisar antara 60 – 80%, sedangkan pada urin berkisar antara 93 – 96%. Sementara itu kandungan bahan organik pada tinja berkisar antara 88 – 97%, sedangkan pada urin berkisar antara 65 – 85%.
bio.unsoed.ac.id
__________________________
*) Makalah disajikan pada acara Penyuluhan kepada masyarakat Desa Pasinggangan tanggal 16 Agustus 2014 di Posdaya Sri Handayani, Desa Pasinggangan , Kec. Banyumas. **) Dosen Tetap Fakultas Biologi Unsoed
2
Menurut Sugiharto (1987) sumber utama air limbah rumah tangga dari masyarakat adalah berasal dari perumahan, daerah perdagangan, perkantoran, dan daerah rekreasi. Besarnya rata-rata air limbah yang berasal dari daerah hunian dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Rata-rata Aliran Air Limbah dari Daerah Pemukiman. No.
Sumber
Unit
Rata-rata aliran (liter/unit/hari)
1
Apartemen
Orang
260
2
Hotel, penghuni tetap
Orang
190
3
Tempat tinggal keluarga : - Rumah pada umumnya
Orang
280
- Rumah yang lebih baik
Orang
310
- Rumah mewah
Orang
380
- Rumah agak modern
Orang
200
- Rumah pondok
Orang
190
Rumah Gandengan
Orang
150
4
Karakteristik limbah cair domestik antara lain tingginya bahan organik (karbohidrat, protein, dan lemak), deterjen, dan partikel bahan anorganik. Hasil penelitian Flint (1992) antara lain menginformasikan bahwa komposisi limbah domestik adalah : lemak (33%), protein (25%), selulosa (8%), pati (8%), lignin (6%), abu (20%) dengan nilai BOD berkisar antara 275 – 3000 ppm. Besarnya kandungan bahan organik ini dapat diketahui dengan mengukur jumlah oksigen, baik yang dipakai oleh bakteri maupun proses kimiawi untuk mengoksidasi zat
bio.unsoed.ac.id
tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana. Tingginya kandungan bahan organik dalam air limbah domestik digambarkan dengan nilai BOD5 atau kebutuhan oksigen biologis (Biochemical Oxygen Demand) maupun COD atau kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand). Nilai COD digunakan
3
secara luas sebagai suatu ukuran bagi pencemaran oleh limbah domestik maupun industri, sedangkan nilai BOD5 digunakan untuk menentukan beban pencemaran organik akibat air limbah domestik atau atau industri (Alaerts dan Santika, 1987). Hasil penelitian CUDP (Cirebon Urban Development Program) (1991) memberikan petunjuk, bahwa besarnya populasi penduduk yang menyumbangkan limbah cair dari pusat kota Cirebon sebanyak 30.000 jiwa, diperkirakan aliran limbah domestik per orang per hari sebesar 100 liter dengan kandungan BOD5 diperkirakan100 mg/l, sehingga jumlah total aliran limbah ke laut Jawa sebanyak 3000 m3 per hari dengan kandungan nilai BOD5 sebesar 300 kg per hari. Menurut Sugiharto (1987) pada umumnya bahan organik yang dijumpai pada limbah domestik terdiri atas 40 – 60% protein, 25 – 40% karbohidrat, dan 10% lainnya berupa lemak atau minyak. Sementara itu Gearheart (1997) dalam Wallace (1997) menyatakan bahwa bahan pembersih, penggosok dan cat yang digunakan sehari-hari mengandung zat pencemar yang bisa mencemari lingkungan melalui air limbah yang dibuang ke dalam saluran air. Untuk menghadapi masalah pencemaran akibat pembuangan limbah, maka Soetarto (1989) memberikan informasi adanya tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu : (a) seberapa besar nilai meracun suatu limbah terhadap lingkungan; (b) seberapa besar limbah masih dapat diterima oleh lingkungan sampai batas yang tidak membahayakan; dan (c) bagimana meningkatkan nilai ekonomi limbah sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut. Organisme akuatik dapat dijadikan sebagai indikator lingkungan karena organisme tersebut memiliki daya tahan dan adaptasi yang berbeda antara jenis yang satu dengan jenis lainnya. Ada organisme yang tahan dan ada pula yang tidak tahan terhadap perubahan kondisi lingkungan setempat, sehingga jenis organisme yang memiliki toleransi sempit akan berkurang jumlahnya dan sebaliknya (Odum, 1971).
bio.unsoed.ac.id
MASALAH DAN DAMPAK LIMBAH CAIR DOMESTIK TERHADAP LINGKUNGAN Beberapa masalah yang dapat ditimbulkan oleh buangan limbah cair domestik antara lain : (a) merusak keindahan/estetika, karena pemandangan menjadi tidak sedap dan berbau busuk; (b) menimbulkan kerusakan lingkungan;
4
(c) merusak dan membunuh kehidupan di dalam air; dan (d) membahayakan kesehatan. Masuknya air limbah domestik ke dalam lingkungan perairan akan mengakibatkan perubahan-perubahan besar dalam sifat fisika, kimia, dan biologis perairan tersebut seperti suhu, kekeruhan, konsentrasi oksigen teralrut, zat hara, dan produksi dari bahan beracun. Tingkat dan luas pengaruh yang ditimbulkan terhadap organisme perairan tersebut sangat tergantung dari jenis dan jumlah bahan pencemar yang masuk ke perairan.
Berubahnya keseimbangan antara
faktor fisika-kimia dan biologis dalam suatu lingkungan akibat adanya senyawa pencemar dapat memengaruhi organisme dalam lingkungan tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi dua prinsip ekologi, yaitu prinsip toleransi dan kompetisi. Menurut prinsip toleransi Shelford tiap spesies organisme mempunyai batas ambang toleransi terhadap suatu faktor yang ada di suatu lingkungan. Perbedaan batas toleransi antara dua jenis populasi terhadap faktor-faktor lingkungan akan memengaruhi kemampuan berkompetisi. Jika suatu lingkungan mendapatkan pasokan limbah domestik yang kaya zat organik, maka akan memungkinkan bakteri tumbuh subur dan menghabiskan oksigen terlarut yang terkandung di dalamnya. Apabila persediaan oksigen tidak seimbang dengan yang diperlukannya, maka lingkungan akan berubah menjadi anaerobik. Kondisi tersebut dapat menyebabkan spesies organisme yang tidak toleran terhadap kekurangan oksigen akan menurun populasinya dan sebaliknya spesies yang toleran terhadap kondisi kekurangan oksigen akan meningkat populasinya karena spesies kompetitornya berkurang (Sastrawijaya, 1991). Kajian Perum Jasa Tirta awal tahun 2000 menyebutkan bahwa di Kali Mas Surabaya sumber pencemaran terbesar berasal dari limbah cair domestik yang memberikan kontribusi pencemaran sebesar 87% baru sisanya 13% berasal dari limbah cair industri (Fakhrizal, 2004). Dampak limbah domestik akan semakin terlihat saat memasuki musim
bio.unsoed.ac.id
kemarau, hal ini dikarenakan volume debit air limbah tetap sedangkan volume debit air Kali Mas dan Kali Surabaya mengalami penurunan hingga 3 kali. Pada musim penghujan debit air Kali Surabaya mencapai 60 m3/detik sedangkan pada musim kemarau debit air turun menjadi 20 m3/detik. Hal ini menurunkan
5
kemampuan pengenceran air sungai terhadap kualitas limbah domestik, akibatnya muncul buih-buih putih membentuk jajaran pulau busa. Limbah domestik terbagi dalam dua kategori yaitu pertama, limbah cair domestik yang berasal dari air cucian seperti sabun, deterjen, minyak dan pestisida; kedua adalah limbah cair yang berasal dari kakus seperti sabun, shampo, tinja dan air seni. Limbah cair domestik menghasilkan senyawa organik berupa protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat. Pada musim kemarau saat debit air Kali Mas turun hingga 300% maka masukan bahan organik kedalam badan air akan mengakibatkan penurunan kualitas air. Pertama, badan air memerlukan oksigen ekstra guna mengurai ikatan dalam senyawa organik (dekomposisi), akibatnya akan membuat sungai miskin oksigen, membuat jatah oksigen bagi biota air lainnya berkurang jumlahnya. Pengurangan kadar Oksigen dalam air ini sering mengakibatkan peristiwa ikan munggut (ikan mati masal akibat kekurangan Oksigen). Kedua, Limbah organik mengandung padatan terlarut yang tinggi sehingga menimbulkan kekeruhan dan mengurangi penetrasi cahaya matahari bagi biota fotosintetik. Ketiga, puluhan ton padatan terlarut yang dibuang hampir lebih dari 3 juta orang di Surabaya akan mengendap dan mengubah karakteristik dasar sungai, akibatnya beberapa biota yang menetap di dasar sungai akan tereleminasi atau bahkan punah. Dampak limbah organik ini umumnya disebabkan oleh dua jenis limbah cair yaitu deterjen dan tinja. Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian menyebutkan bahwa detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan bersifat karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan detergen dalam air minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak, sedangkan tinja merupakan jenis
bio.unsoed.ac.id
vektor pembawa berbagai macam penyakit bagi manusia. Bahan organik di lingkungan perairan dapat terjadi dalam bentuk padatan terlarut maupun tersuspensi.
Bahan-bahan ini akan mengendap pada dasar
perairan dan dapat menimbulkan perubahan parameter fisika dalam air seperti :
6
suhu, kekeruhan, daya hantar listrik dan warna (Hammer, 1977). Materi padatan terlarut atau tersusupensi tersebut mengandung karbohidrat (CHO), protein (CHONS), dan lemak (CHO), termasuk diantaranya asam organik seperti asam sitrat yang sering digunakan dalam bahan pencuci.
Bahan organik tersebut
menurut Suwarso, dkk. (1997) selanjutnya akan mengalami proses enzimatis oleh mikroorganisme dan dipecah menadi senyawa-senyawa sederhana. Bahan organik karbohidrat akan didegradasi melalui tahap-tahap reaksi glikolisis menjadi glukosa atau maltosa dan dihasilkan asam piruvat melalui siklus Krebs (Sudarmadji, dkk., 1989). Pada kondisi anaerob, sebagian hasil pemecahan karbohidrat dapat membentuk senyawa antara lain alkohol (R – COH) serta hasil akhir berupa gas metana (CH4), CO2, dan H2O (Suwarso, dkk., 1997). Protein akan mengalami perombakan melalui hidrolisis menjadi senyawa proteosa dan kemudian pepton (peptonisasi).
Senyawa pepton kemudian dipecah menjadi
polipeptida (– C – N – H), selanjutnya menjadi asam-asam amino (R – C – NH2) dan terakhir menjadi amonia (NH4+), CO2 dan H2O (Kuswanto dan Sudarmadji, 1989). Amonia yang dibebaskan ini dalam keadaan aerob segera mengalami oksidasi menjadi nitrit (NO2-)dan akhirnya menjadi nitrat (NO3-). Bahan organik lemak akan mengalami proses degradasi mengikuti tahap-tahap reaksi -oksidasi yang akhirnya menghasilkan asetil KoA dan setelah memasuki siklus Krebs menghasilkan CO2 dan H2O (Martin et al., 1984). Pada kondisi anaerob dapat pula terbentuk gas metana (Suwarso, dkk., 1997).
DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G. dan Sri Sumestri Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional, Jakarta CUDP. 1991. First Stage Implementation Waste Stabilization Ponds Near Ade Irma. Ministry of Public Work Directorate General of Human Settlements, Cirebon.
bio.unsoed.ac.id
Fakhrizal. 2004. Mewaspadai Bahaya Limbah Domestik Di Kali Mas. http://ecoton.terranet.or.id/tulisanlengkap.php?id=1566) Flint, K.P. 1992. Microbial Ecology of Domestic Waste. In Brns, R.G. and Slater, J.H. (Eds). Experimental Microbial Ecology. Blackwell Scientific Publication.
7
Gearheart, B. 1997. Taman Limbah Kota. Dalam : A. Wallace. LangkahLangkah Hijau. Hidup Lembut Bersama Alam. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Hammer, M.J. 1977. Water and Waste-water Technology. SI Version. John Wiley and Sons, New York. Kuswanto, Kapti Rahayu dan S. Sudarmadji. 1989. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Mara, D. 1978. Sewage Treatment in Hot Climates. English Language Book Society. Thomson Press Ltd, New Delhi. Martin, D.W., P.A. Maues and V.W. Odwell. 1984. Review of Biochemistry. EGC, Jakarta. Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. 3rd edition. Company, Philadelphia.
W.B. Saunders
Sastrawijaya, A.T. 1991. Pencemaran Lingkungan. PT. Rineka Cipta, Jakarta. Soetarto, E. 1989. Pengolahan Limbah Secara Hayati. Fakultas Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta. Sudarmadji, S., R. Kasmidjo., Sarjono., D. Wibowo., S. Margino., dan E.S. Rahayu. 1989. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Suwarso., Christiani dan Kusnarti. 1997. Pengolahan Air Limbah Domestik Secara Biologis. Buletin Keslingmas No. 64 Th. XVI Tribulan IV Oktober – Desember 1997.
bio.unsoed.ac.id