Sistem Informasi Pola Pembiayaan/ Lending Model Usaha Kecil
PERKEBUNAN VANILI (Pola Pembiayaan Konvensional)
BANK INDONESIA Jl. MH. Thamrin No 2, Jakarta 10350 Telp. (6221) 3817317, 3501867 E-mail :
[email protected], Website : www.bi.go.id
DAFTAR ISI 1. Pendahuluan
(hal 1)
2. Profil Usaha (hal 6) a. Profil Usaha b. Pola Pembiayaan
3. Aspek Pemasaran (hal 9) a. Permintaan-Penawaran b. Persaingan dan Peluang c. Harga d. Jalur Pemasaran e. Kendala Pemasaran
4. Aspek Produksi (hal 25) a. Lokasi Usaha b. Fasilitas Produksi c. Bahan Baku d. Tenaga Kerja e. Teknologi f. Teknik Budidaya g. Jenis dan Mutu h. Produksi Optimum i. Kendala Produksi
5. Aspek Keuangan (hal 48) a. Pemilihan Pola Usaha b. Asumsi c. Biaya Investasi d. Kebutuhan Investasi e. Produksi-Pendapatan f. Proyeksi Laba-Rugi g. Proyeksi Arus Kas h. Analisis Sensitivitas
6. Aspek Sosial Ekonomi (hal 66) 7. Aspek Dampak Lingkungan (hal 68)
8. Penutup (hal 69) a. Kesimpulan b. Saran
LAMPIRAN
1. Pendahuluan
Subsektor perkebunan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional. Sektor ini berperan cukup besar dalam memberi kontribusi penyediaan lapangan kerja dan sumber devisa. Pada tahun 1999, subsektor perkebunan menyerap 17,1 juta tenaga kerja atau 1,03% angkatan kerja. Di samping minyak bumi yang menjadi sumber utama devisa negara, sektor perkebunan juga menyumbangkan devisa yang cukup besar. Nilai produksi nasional subsektor perkebunan pada tahun yang sama sebesar Rp 18,3 trilyun dengan rata-rata nilai devisa per tahun yang dihasilkan sebesar 3,9 milyar US$ atau 47,44% dari ekspor sektor pertanian. Disamping itu, subsektor perkebunan mempunyai keunggulan komparatif jika dibandingkan dengan subsektor lainnya antara lain disebabkan oleh tersedianya lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal dan berada di kawasan dengan iklim menunjang, ketersediaan tenaga kerja yang banyak, serta adanya pengalaman selama krisis ekonomi yang membuktikan ketangguhan subsektor perkebunan dengan pertumbuhan ekonomi yang selalu bernilai positif (3,1%). Kondisi ini merupakan hal yang dapat memperkuat daya saing harga produk perkebunan Indonesia di pasaran dunia dan menjadi alasan kuat untuk selalu mengembangkan produk perkebunan. Salah satu komoditi perkebunan yang cukup penting dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi dan telah mempunyai nama cukup baik di pasaran internasional adalah tanaman vanili dengan produk Java Vanilla Beans. Vanili termasuk dalam komoditi non tradisional artinya komoditi yang memiliki volume ekspor masih rendah tetapi memiliki nilai tinggi. Pada tahun 1988, kontribusi ekspor Indonesia sekitar 0,5% dari total ekspor pertanian, kemudian meningkat pada tahun 1991 menjadi 0,9% dari total ekspor pertanian Indonesia. Tanaman vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman rempah yang termasuk dalam famili anggrek (Orchidaceae). Di Indonesia, tanaman ini banyak dikembangkan di Daerah Sumatera Utara, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan sebagian kecil di Papua. Pengusahaan perkebunan vanili
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
1
di Indonesia sampai saat ini sebagian besar dilakukan dalam bentuk perkebunan rakyat dan sebagian kecil dalam bentuk perkebunan swasta nasional. Data Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian tahun 2002 (angka estimasi) menunjukkan luas areal penanaman vanili di seluruh Indonesia berjumlah 12.222 ha yang terdiri atas 12.101 ha perkebunan rakyat dan 97 ha perkebunan swasta nasional. Komoditi ini ditujukan untuk pasar ekspor dan kebutuhan dalam negeri. Berdasarkan data ekspor tahun 2001, komoditi vanili Indonesia diekspor dalam bentuk buah utuh kering dan vanili bentuk lainnya yang berjumlah 469 ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 19.309.437 (BPS, 2001), sedangkan untuk kebutuhan industri dalam negeri berdasarkan proyeksi kebutuhan pada tahun 2001 tidak lebih dari 630 ton (Direktorat Jenderal Perkebunan, 1986). Peluang pasar komoditi ini masih terbuka baik di dalam maupun luar negeri, karena jumlah permintaan dunia akan vanili untuk tahun 1998 sebesar 2.500 – 3.000 metrik ton per tahun dengan pasar utama di Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, Swiss, dan Australia. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dunia, permintaan vanili ini pun diperkirakan terus meningkat, (Agribusiness Development Centre, 2000). Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor vanili dunia mengalami perkembangan ekspor dari tahun ke tahun yang fluktuatif antara lain akibat adanya penanganan pascapanen dan pengelolaan budidaya yang kurang memadai. Oleh karena itu sudah sewajarnya jika tanaman ini dikembangkan dan diperhatikan secara intensif khususnya sistem pengolahan, budidaya dan penanganan pascapanennya. Dengan demikian, peningkatan produksi vanili untuk ekspor tidak hanya akan mencakup segi kuantitas, tetapi juga segi kualitasnya. Sehingga perkembangan ekspor vanili Indonesia tidak akan mengalami kecenderungan (trend) yang tidak menentu melainkan akan selalu meningkat. Vanili banyak digunakan sebagai bahan pembantu industri makanan dan pewangi obat-obatan, (flavour and fragrance ingredients). Industri makanan yang banyak menggunakan vanili sebagai bahan bakunya adalah industri biskuit, gula-gula, susu, roti, dan industri es krim. Industri makanan menggunakan vanili sebagai penyedap atau penambah cita rasa. Industri farmasi menggunakannya sebagai pembunuh bakteri dan untuk menutupi bau tidak sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri bahan pengawet dan bahan insektisida.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
2
Salah satu sentra perkebunan vanili di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah Kabupaten Manggarai, tepatnya di Kecamatan Borong. Di kecamatan tersebut terdapat sebanyak 203 kepala keluarga yang membudidayakan tanaman vanili dengan luas lahan sebanyak 107 ha yang terdiri atas 25 ha tanaman belum menghasilkan, 62 ha tanaman menghasilkan, dan 20 ha tanaman tua atau rusak. Tingkat produktivitas tanaman vanili di Kecamatan Borong sekitar 177,42 kg/ha. Hampir semua komoditi hasil tanaman vanili yang diperdagangkan di tingkat petani adalah buah vanili segar yang baru dipetik dari pohon, (Dinas Perkebunan dan Hortikultura Kabupaten Manggarai, 2005). Alasan petani memilih budidaya tanaman vanili di wilayah Kecamatan Borong adalah adanya harga jual buah vanili yang cukup mahal, kemudahan dalam pemeliharaan, dan agroklimat yang cocok. Berdasarkan in-depth interview yang dilakukan dengan petani setempat, penanaman vanili dilakukan sebagai kesenangan yang dapat mendatangkan pendapatan cukup besar karena tidak memerlukan perawatan yang rumit serta tidak ada hama dan penyakit yang susah untuk ditanggulangi. Bahkan untuk petani vanili di Kabupaten Manggarai sebagian besar tidak tahu bagaimana cara memberi pupuk, jenis dan jumlah pupuk yang digunakan, waktu pemupukan dilakukan serta tatacara melakukan pencegahan hama dan penyakit tanaman secara kimiawi. Perhatian pemerintah daerah terhadap budidaya vanili ini cukup baik. Pemerintah melalui Dinas Perkebunan dan Holtikultura Kabupaten Manggarai telah memberikan penyuluhan secara langsung kepada petani tentang teknik penyerbukan atau perkawinan tanaman vanili dan himbauan untuk melakukan pemetikan buah yang sudah tua. Selain itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan melakukan pelatihan dan pemberian bantuan sarana pengolahan buah vanili segar menjadi buah vanili kering guna meningkatkan pendapatan petani.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
3
Foto 1.1. Tanaman Vanili Budidaya tanaman vanili ini tidak saja menghasilkan buah vanili kering sebagai komoditi ekspor yang menghasilkan devisa, tetapi juga menyerap tenaga kerja setiap ha sekitar 4 orang. Walaupun usaha budidaya tanaman vanili ini menyerap tenaga kerja relatif sedikit, namun setidaknya dapat memberikan kesempatan kerja bagi para pemuda yang sebelumnya kurang produktif di wilayah Kabupaten Manggarai. Perkebunan vanili di Kabupaten Manggarai sampai saat ini belum pernah ada yang mendapat kredit dari pihak perbankan, karena sifat pengusahaannya yang masih sederhana dan dengan melakukan budidaya vanili secara bertahap sesuai dengan kemampuan tenaga kerja dan modal. Sebetulnya, pihak perbankan (Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur dan PT Bank Rakyat Indonesia) siap untuk membantu penambahan modal bagi petani yang memerlukannya, baik pinjaman untuk modal investasi maupun modal kerja. Kantor Unit PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk dapat memberikan pinjaman modal sampai 25 juta rupiah, sedangkan keputusan pemberian kredit di atas Rp. 25 juta ditentukan oleh Kantor
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
4
Cabang. Plafon dana yang berasal dari dana nasabah sendiri untuk modal investasi berkisar 30%, sedangkan untuk modal kerja berkisar 50%. Tingkat bunga yang diberlakukan berdasarkan skim Kupedes adalah tingkat bunga menurun sebesar 21% per tahun.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
5
2. Profil Usaha a. Profil Usaha Perkebunan vanili yang ada di Desa Golo Loni Kecamatan Borong Kabupaten Manggarai semuanya merupakan perkebunan rakyat. Tanaman ini merupakan salah satu jenis tanaman yang baru dikenal masyarakat setempat. Sekitar awal tahun 1980-an seorang pendeta dari Keuskupan Ruteng, Pater De Graf membawa beberapa setek pucuk tanaman vanili dari daerah Salatiga di Provinsi Jawa Tengah, tanaman tersebut pertama kali dikembangkan di Daerah Lengko Ajang Kecamatan Elar Kabupaten Manggarai, ternyata dapat berkembang dengan baik. Melalui informasi dari mulut ke mulut serta pengetahuan teknik penanaman secara 'getok tular' yang di fasilitasi oleh gereja dan pemerintah tanaman ini berkembang secara meluas ke seluruh Kabupaten Manggarai dan kabupaten lain di Pulau Flores. Pola penanaman perkebunan vanili di daerah ini umumnya dilakukan secara tumpang sari (polikultur) dengan tanaman keras lainnya seperti kopi. Sedangkan pola pengusahaannya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan tenaga dan modal yang dipunyainya. Teknik pembudidayaan perkebunan ini pun dilakukan secara sederhana. Hampir semua petani belum melakukan kegiatan pemupukan secara kimiawi dan teknik-teknik budidaya secara 'modern', sehingga usaha ini relatif tidak memerlukan modal yang banyak. Bahkan setek batang pohon pelindung dan panjat serta setek pucuk tanaman vanili yang merupakan bagian utama dari proses pengembangan perkebunan vanili banyak didapatkan petani secara cuma-cuma dari para tetangganya meskipun dalam jumlah yang tidak banyak. Lokasi perkebunan vanili di Kabupaten Manggarai, khususnya di Desa Golo Loni, Kecamatan Borong, sebagian besar terletak di daerah pegunungan dengan kondisi iklim yang sejuk dan jumlah bulan basah tidak sama dengan bulan kering (5 bulan kering). Lahan yang menjadi tempat usaha perkebunan ini umumnya lahan sendiri atau tanah ulayat yang pemanfaatannya ditentukan oleh kepala desa. Alasan utama sebagian besar masyarakat melakukan pembukaan kebun vanili adalah adanya harga yang baik (pernah mencapai Rp 200.000 per kilogram basah), adanya pasar penjualan buah vanili, perawatannya yang mudah, tanah dan iklim yang cocok untuk berkebun vanili, tradisi keluarga, dan teknik budidaya yang telah
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
6
dikuasai. Di Desa Golo Loni saat ini terdapat sekitar 85 ha kebun vanili dengan tenaga kerja yang terlibat didalamnya sebanyak sekitar 400 jiwa. Desa ini merupakan salah satu dari beberapa desa di Kecamatan Borong yang menghasilkan vanili.
b. Pola Pembiayaan
Sampai saat ini pemberian kredit untuk pengembangan perkebunan vanili di Kabupaten Manggarai belum pernah ada. Namun untuk kredit pedagang pengumpul hasil bumi termasuk hasil vanili kering sudah pernah diberikan oleh perbankan yang ada di Kabupaten Manggarai. Meskipun belum pernah memberikan kredit secara langsung ke petani yang akan membuka perkebunan vanili, dari hasil wawancara secara ekplisit semua perbankan menyatakan siap untuk membantu pendanaannya asalkan semua kondisi dan persyaratan telah dipenuhi oleh petani yang memang membutuhkan dana tersebut. Fasilitas pelayanan pinjaman dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya yang ada di Kabupaten Manggarai saat ini terdiri atas Bank BRI baik kantor cabang maupun kantor unitnya, Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur (Bank NTT), Bank BNI 46, dan Bank Perkreditan Rakyat Lugas Ganda. Pinjaman yang dapat diberikan perbankan untuk usaha ini dapat berupa kredit investasi dan kredit modal kerja. Baik Bank BRI maupun Bank NTT belum memiliki skema pinjaman khusus untuk usaha tani perkebunan vanili. Jenis pinjaman yang akan diberikan lebih banyak ditentukan secara subyektif oleh perbankan dengan pendekatan secara personal. Pertimbangannya adalah karakter usaha nasabah yang semuanya dikelola secara perseorangan dan apa adanya, tingkat risiko bisnis dari usaha yang dijalankan nasabah, dan karakter calon nasabahnya sendiri. Sedangkan skim kredit yang ditawarkan untuk membantu pengembangan usaha ini dapat melalui kredit modal kerja, KUK, kredit kecil modal kerja (KKMK), kredit investasi, kredit usaha tani, Kupedes (Bank BRI), dan Kredit modal kerja pertanian (KMKP).
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
7
Untuk usaha tani perkebunan vanili atau usaha lainnya, Bank BRI memberikan plafon maksimum sebesar Rp 50 juta per debitur baik untuk investasi maupun modal kerja dengan tingkat suku bunga sebesar 21%. Kewenangan memutuskan kredit untuk plafon hingga sebesar Rp 25 juta dimiliki oleh kantor unit dan untuk plafon di atas Rp 25 juta dimiliki oleh kantor cabang. Persyaratan untuk mendapatkan kredit ini antara lain adanya jaminan berupa surat tanah yang berlaku atau barang bergerak, tabungan/deposito, atau jaminan pribadi. Persyaratan yang berlaku sesuai dengan pengajuan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes). Persyaratan pengajuan Kupedes Bank BRI secara umum adalah sebagai berikut: 1. Warga Negara Indonesia 2. Pengusaha menyertakan: a. Fotokopi KTP atau SIM b. Surat Keterangan Usaha 3. Jumlah Kredit sampai dengan Rp 50.000.000,- per nasabah 4. Jangka waktu kredit: a. Kupedes investasi maksimum 36 bulan b. Kupedes modal kerja maksimum 24 bulan
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
8
3. Aspek Pemasaran a. Permintaan-Penawaran
1. Permintaan Perkebunan vanili memiliki hasil utama berupa buah vanili sebagai bahan baku pembuatan vanila. Selama ini, Indonesia memenuhi permintaan pasar dunia vanili berupa buah vanili utuh kering (whole vanilla) dan buah vanili bentuk lain (other vanilla). Berdasarkan data ekspor selama ini, buah vanili kering Indonesia banyak dikirim ke Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Swiss. Di wilayah Kabupaten Manggarai umumnya petani menjual dalam bentuk buah vanili segar, sedangkan buah vanili kering diolah oleh pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul menentukan tingkat mutu dan jenih buah vanili kering yang dikirim ke eksportir. Berdasarkan data permintaan dunia akan vanili yang telah dikumpulkan oleh Agribusiness Development Centre (2000) jumlah kebutuhan dunia sebesar 2.500 sampai 3.000 ton vanili kering per tahun dengan perincian kebutuhan vanili untuk Amerika Serikat sebesar 1.500 - 2.000 ton per tahun, Canada sebesar 150 - 200 ton per tahun, Uni Eropa (Prancis, Jerman, dan lainnya) sebesar 700 - 800 ton per tahun, Jepang sebesar 50 - 80 ton per tahun, Swiss sebesar 35 - 55 ton per tahun, dan Australia 10 - 20 ton per tahun. Gambaran konsumsi dunia untuk vanili dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Besarnya Konsumsi Vanili Dunia per Tahun Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
9
Berdasarkan volume ekspor vanili selama 10 tahun terakhir, Indonesia rata-rata mengekspor sebanyak 2.315 ton dengan nilai sebesar US$ 17.367 ribu. Perkembangan rata-rata volume ekspor selama 10 tahun terakhir sebesar 140 % untuk kenaikan volume, dan 15% untuk kenaikan nilai ekspor. Gambaran lengkap besarnya ekspor vanili Indonesia selama 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 3.2. dan Tabel 3.1.
Gambar 3.2. Banyaknya Ekspor Vanili Indonesia Selama 10 Tahun Terakhir Adanya perbedaan yang sangat mencolok antara besarnya kebutuhan dunia dan kenyataan volume ekspor Indonesia pada 2 tahun terakhir menunjukkan bahwa kebutuhan dunia atau pasar dunia untuk komoditi vanili mengalami perluasan atau peningkatan. Dengan mencermati data tujuan ekspor vanili Indonesia yang mengalami peningkatan sangat drastis pada dua tahun terakhir, ternyata ada pasar baru selain pasar tradisional (Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan Swiss) yang sangat besar nilai ekspornya yaitu ke Cina. Besarnya ekspor selama dua tahun terakhir itu, ialah sebesar 3.000 ton pada tahun 2002 dan 6.000 ton pada tahun 2003. Permintaan dalam negeri akan vanili khususnya dalam bentuk vanillin masih dipenuhi dari pasar impor karena Indonesia belum memiliki industri vanillin. Selain sebagai pengekspor vanili, Indonesia untuk keperluan tertentu masih juga melakukan impor buah vanili kering. Selama lima tahun terakhir jumlah rata-rata buah vanili yang diimpor sebanyak 767 ton dengan nilai US$1.810.000 dengan perkembangan volume impor rata-rata pertahun sebesar 251%. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
10
Tabel 3.1. Volume, Nilai, dan Perkembangan Ekspor Vanili Indonesia Tahun 1994 - 2003
Tahun
Volume (ton)
Nilai
Perkembangan
(000
(%)
US$)
Volume
Nilai
1994
629
22.494
-
-
1995
632
17.452
0,48
(22,41)
1996
539
12.726
(14,72)
(27,08)
1997
507
9.145
(5,94)
(28,14)
1998
729
8.764
43,79
(4,17)
1999
339
5.497
(53,50)
(37,28)
2000
350
8.503
3,24
54,68
2001
468
19.309
33,71
127,08
2002
6.598
47.122
1.309,83
144,04
2003
12.363
22.660
87,37
(51,91)
2.315
17.367
140
15
Ratarata
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2003) dan Statistik Ekspor Indonesia (2004) Tabel 3.2. Volume, Nilai, dan Perkembangan Impor Vanili Indonesia Tahun 1999 2003
Tahun
Volume (ton)
Nilai
Perkembangan
(000
(%)
US$)
Volume
Nilai
1999
147
201
-
-
2000
203
4.087
38,10
1.933,33
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
11
2001
3.006
2.617
1.380,79
- 35,97
2002
394
1.211
- 86,89
- 53,73
2003
83
933
- 78,93
- 22,96
767
1.810
251,00
364,00
Ratarata
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2003) dan Statistik Ekspor Indonesia (2004) Kegunaan buah vanili selama ini adalah sebagai bahan pembentuk aroma pada industri pangan dan nonpangan. Di dalam industri pangan vanili digunakan sebagai flavoring agent pada produk makanan dan minuman seperti pada es krim, minuman ringan, coklat, permen, puding, kue, dan minuman keras. Sedangkan dalam industri non pangan vanili banyak digunakan sebagai bahan untuk penambah wewangian (fragrance). Selain itu, vanili juga dapat dimanfaatkan sebagai zat antimikroba untuk mencegah jamur dan kapang pada pure buah, serta zat antioksidan pada makanan yang banyak mengandung komponen tak jenuh. Kombinasi vanillin dengan 500 ppm asam askorbat pada pH 3 mampu mencegah pertumbuhan mikroba alami dan kontaminan pure strawberry yang disimpan selama 60 hari pada suhu ruang. (Cerutti et al., 1997). Dengan begitu luasnya kegunaan vanili dan peningkatan ekspor vanili Indonesia, komoditi ini sebenarnya mempunyai prospek pengembangan yang sangat cerah. 2. Penawaran Jumlah produksi vanili di Kabupaten Manggarai pada tahun 2004 sebanyak 82 ton dari luas 978 ha lahan yang telah dikembangkan. Penyebaran produksi tanaman vanili di Kabupaten Manggarai ada pada 12 kecamatan. Data lengkap penyebaran produksi dan kondisi tanaman vanili di Kabupaten Manggarai pada tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
12
Tabel 3.3. Penyebaran Luas dan Produksi Tanaman Vanili di Kabupaten Manggarai pada Tahun 2004
Kecamatan
Luas Areal
Jumlah
TBM TM TT/TR
Produksi Jumlah (ton)
KK
Ruteng
16
24
10
50
4
95
Wae Rii
9
16
8
33
3
63
8
7
5
20
2
38
Satar Mese
15
23
10
48
4
91
Cibal
24
28
13
65
5
123
Reok
24
28
13
65
5
123
Lamba Leda
40
63
20
123
11
233
1.535
49
32
116
8
220
Borong
25
62
20
107
11
203
Kota Komba
33
62
26
121
11
229
Elar
46
59
30
135
11
256
Sambi Rampas
30
38
27
95
8
180
305 459
214
978
82
1.854
Langke Rembong
Poco Ranaka
Jumlah
Sumber : Laporan Dinas Perkebunan dan Holtikultura Kabupaten Manggarai, 2005 Keterangan: TBM = tanaman belum menghasilkan TM = tanaman menghasilkan TT/TR = tanaman tua/tanaman rusak Banyaknya produksi dan luas lahan yang ditanami vanili di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2002 memperlihatkan bahwa Kabupaten Manggarai termasuk Manggarai Barat mempunyai luas areal penanaman vanili paling luas, yaitu 1.154,17 ha dengan jumlah produksi sebanyak 145,57 ton. Sentra produksi dan penanaman vanili di Provinsi Nusa Tenggara Timur secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
13
Tabel 3.4. Penyebaran Produksi dan Luas Areal Tanaman Vanili di Provinsi Nusa Tenggara Timur pada Tahun 2002
Kabupaten
Luas Areal Produksi (ha)
Sumba Barat
(ton)
114,01
49,44
4,86
-
62,75
0,12
Sikka
419,06
89,28
Ende
99,07
12,61
571,45
226,73
Manggarai (+Manggarai Barat)
1.154,17
145,57
Jumlah
2.425,37
523,75
Kupang Lembata
Ngada
Sumber : Nusa Tenggara Timur Dalam Angka Tahun 2002
Provinsi dan kabupaten yang menjadi sentra penanaman vanili di Indonesia berdasarkan data dari Statistik Perkebunan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian RI dengan luas lahan lebih dari 50 ha tersebar di 10 provinsi yang terdiri atas 23 kabupaten. Perincian provinsi dan kabupaten daerah sentra produksi vanili di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.5. Sedangkan jumlah luas penanaman vanili untuk masing-masing provinsi pada Tahun 1999-2000 terlihat bahwa Provinsi Sulawesi Utara mempunyai luas lahan penanaman paling luas diikuti Provinsi Lampung dan Nusa Tenggara Timur. Adapun untuk tingkat produksi terbanyak dihasilkan dari Provinsi Sulawesi Selatan diikuti Nusa Tenggara Timur dan Lampung, data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
14
Tabel 3.5. Sebaran Sentra Tanaman Vanili Menurut Kabupaten dan Provinsi Di Indonesia Provinsi
Kabupaten
Sumatera Utara
Karo, Deli Serdang
Lampung
Lampung Selatan, Lampung Tengah
Jawa Barat
Sumedang
Jawa Tengah
Brebes
Jawa Timur
Banyuwangi
Bali
Buleleng, Gianyar, Jembrana
Nusa Tenggara Timur
Manggarai (+Manggarai Barat), Ngada, Sikka, Sumba Barat, Ende, Lembata
Sulawesi Utara
Minahasa, Bolaang Mangondow
Sulawesi Tengah
Poso, Donggala
Sulawesi Selatan
Tanah Toraja, Sinjai
Sumber : Hasil Pengolahan Statistik Perkebunan Indonesia Tanaman Vanili 1994-1996, Dirjen Perkebunan 1995
Tabel 3.6. Sebaran Luas dan Produksi Tanaman Vanili Per Provinsi Di Indonesia Tahun 1999-2000
Provinsi
Luas Tanam (Ha) Produksi (ton) 1999
Nanggro Aceh Darusalam
2000
1999
2000
69
70
3
3
Sumatera Utara
592
591
89
92
Sumatera Barat
53
54
10
10
0
0
0
0
43
32
3
3
Riau Jambi
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
15
Sumatera Selatan
144
1.422
65
69
Bengkulu
97
97
10
10
Lampung
2.567
2.564
336
341
0
0
0
0
Jawa Barat
951
961
106
112
Jawa Tengah
249
248
63
61
18
18
2
3
1.125
1.190
157
167
Bali
752
749
7
12
Nusa Tenggara Barat
658
655
51
53
Nusa Tenggara Timur
1.767
1.773
343
351
Kalimantan Selatan
12
12
1
1
Kalimantan Timur
46
46
2
3
5.524
5.532
353
357
Sulawesi Tengah
676
694
65
71
Sulawesi Selatan
1.671
1.671
271
271
5
5
1
1
57
56
2
3
DKI Jakarta
DI. Yogyakarta Jawa Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tenggara Maluku
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2003) Jumlah produksi tanaman vanili di Indonesia selama 5 tahun terakhir memperlihatkan perkembangan yang terus meningkat dengan tingkat perkembangan luas tanaman sebesar 0,47% dan perkembangan produksi buah vanili sebesar 7,16%. Kondisi terakhir (2003) tanaman vanili di Indonesia telah mencapai produksi sebanyak 2.375 ton dan luas areal penanaman seluas 15.922 ha, data selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 3.3. dan Tabel 3.7.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
16
Gambar 3.3. Gambaran Perkembangan Luas dan Produksi Vanili Indonesia Tabel 3.7. Luas Areal, Produksi, Produktivitas dan Perkembangan Tanaman Vanili di Indonesia
Tahun
Luas (ha)
Produksi Produktivitas Perkembangan (%) (ton)
(ton/ha)
Luas
Produksi
1999
15.630
1.792
0,11
-
-
2000
14.692
1.681
0,11
- 6,00
- 6,19
2001
14.749
2.198
0,15
0,39
30,76
2002
15.922
2.731
0,17
7,95
24,25
2003*
15.922
2.375
0,15
-
- 13,04
Rata-rata
15.383
2.155
0,14
0,47
7,16
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan (2003) *) Angka sementara
b. Persaingan dan Peluang
Jumlah produksi buah vanili olahan dunia rata-rata 2.000 sampai 3.000 ton per tahun, sesuai dengan pengaruh faktor kondisi iklim
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
17
negara penghasil utama. Negara penghasil utama buah vanili adalah Madagaskar sebesar antara 1.000 sampai 1.500 ton per tahun diikuti oleh Indonesia yang mengalami peningkatan produksi cukup tinggi dari 400 ton per tahun pada tahun 1980 menjadi 700 - 800 ton per tahun pada tahun 1990. Peringkat ketiga sebagai produsen vanili dunia adalah Komoro dengan jumlah produksi sebesar 200 ton per tahun. (Agribusiness Development Centre, 2000). Tingkat penyerapan vanili ke pasar dunia dari masing-masing negara produsen vanili ada pada Gambar 3.4. dan data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.8.
Gambar 3.4. Besarnya Ekspor Vanili Dunia Berdasarkan Asal Negara
Tabel 3.8. Besarnya Pangsa Pasar dari Negara Penghasil Vanili Dunia Porsi Nama Negara
pasar (%)
Madagaskar
63
Indonesia
21
Komoro
9
Uganda
3
India
1
Jamaika
1
Papua New Guinea
1
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
18
Lainnya
1
Sumber : Jurnal Fruitrop, Januari 2003 Tingkat persaingan vanili Indonesia di pasar internasional terutama ditentukan oleh kualitas dan harga yang ditawarkan oleh masingmasing negara-negara pesaing, seperti Madagaskar, Komoro dan Uganda. Selain itu, vanili alam ini mendapatkan persaingan yang sangat ketat dari vanili buatan/sintetis (synthetic vanilla). Vanili buatan ini merupakan barang substitusi dari vanili alami yang dibuat dari bahan eugenol dari minyak cengkeh, sulphite liquor dari limbah proses pembuatan kertas dan ekstrak tar batubara. Vanili sintetis ini memiliki aroma yang sama persis dengan vanili alami sehingga banyak konsumen yang tidak dapat membedakannya apabila tidak diberitahu terlebih dahulu. Sebagai barang substitusi, permintaan vanili sintetis akan mengalami peningkatan apabila terjadi peningkatan harga vanili alami atau penurunan suplai vanili alami. Lebih dari 95% permintaan dunia terhadap vanilla flavor dipenuhi oleh vanili sintetis. Tingginya pangsa pasar vanili sintetis ini disebabkan oleh ketidakmampuan produsen vanili alami untuk mencukupi kebutuhan konsumen dan faktor harga yang sangat mahal. Saat ini perbandingan harga vanili sintetis dengan vanili alami adalah antara 1 : 10 sampai 1 : 15. Sebenarnya antara vanili alami dan sintetis sangat jauh berbeda. Vanili sintetis terdiri hanya dari senyawa vanillin saja, sedangkan vanili alami terdiri dari beberapa senyawa aromatik yang secara bersamasama memberikan flavor. Dengan adanya perbedaan yang mencolok dan adanya kampanye kesadaran untuk hidup secara sehat dengan kembali ke alam (back to nature) peluang pembukaan kebun vanili ini masih terbuka luas terutama di pasar dunia yang volume permintaannya akan terus meningkat.
c. Harga
Pada aspek pemasaran komoditi vanili ini akan dibahas tentang kondisi harga jual di tingkat petani dan pedagang pengumpulnya serta jalur pemasaran yang terjadi di lokasi penelitian dan secara umum di Indonesia. Harga buah vanili yang diperdagangkan sangat bergantung pada kualitas atau tingkat mutu buah vanilinya. Umumnya di tingkat
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
19
petani, vanili dijual dalam kondisi buah segar. Adapun jalur pemasaran buah vanili dimulai oleh masing-masing petani ke pedagang pengumpul atau langsung ke pedagang besar yang mempunyai kontak langsung dengan pembeli di luar negeri. Namun, pada umumnya jalur penjualan ke pedagang pengumpul relatif lebih banyak dilakukan oleh petani vanili. Harga vanili di pasaran sangat ditentukan oleh tingkat kualitas buah vanili yang dijual. Umumnya perdagangan buah vanili di tingkat petani dilakukan dalam kondisi buah vanili segar (basah), sehingga tingkat harga yang terjadi merupakan harga yang paling rendah. Perbedaan harga antara harga vanili basah dan vanili kering di lokasi cukup tinggi dengan perbandingan yaitu sebesar 1 : 5. Tinggi atau rendahnya harga vanili ditingkat petani ini sangat dipengaruhi oleh tingkat harga yang ada di pasaran dunia, semakin tinggi harga di pasaran dunia, semakin tinggi pula harga vanili di tingkat petani, demikian juga sebaliknya. Oleh karena itu, fluktuasi harga vanili di tingkat petani sangat ditentukan oleh fluktuasi harga vanili dunia. Dari data selama 5 tahun terakhir, harga buah vanili segar mengalami fluktuasi yang sangat tinggi, pada periode tahun 2002-2003 mengalami tingkat harga yang sangat tinggi yaitu Rp 200.000 per kg vanili basah dan untuk tahun 2005 mengalami harga yang sangat rendah yaitu Rp 20.000 per kg vanili basah. Perkembangan harga vanili basah ditingkat petani selama 5 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 3.9. Tabel 3.9. Perkembangan Harga Vanili Basah di Kabupaten Manggarai Tahun
Harga (Rp/kg)
2000
45.000
2001
75.000
2002
200.000
2003
200.000
2004
75.000
2005
20.000
Rata-rata
102.500
Sumber Data Primer Petani (2005)
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
20
Terjadinya harga yang tinggi pada waktu itu (tahun 2002 - 2003) disebabkan oleh adanya kegagalan panen akibat taufan di Madagaskar dan tingginya permintaan vanili pada saat itu. Sedangkan rendahnya harga jual vanili saat ini (tahun 2005) disebabkan oleh tingginya pasokan vanili dunia dari Madagaskar dan rendahnya nilai jual yang ditawarkan oleh pemasok dari negara itu. Tingkat harga impor vanili dengan tingkat mutu I selama periode 1999 - 2001 di negara pengimpor utama komoditi ini menunjukkan adanya peningkatan yang cukup tinggi. Informasi harga impor vanili mutu I di Amerika Serikat, Prancis dan Jerman dapat dilihat pada Tabel 3.10. Tabel 3.10. Harga Impor Vanili Mutu I (US$/kg) Tahun 1999-2001 Tahun
Negara Pengimpor 1999
2000
2001
Amerika Serikat
21
34
87
Prancis
27
41
86
Jerman
27
36
102
Rata-rata
24
37
92
Sumber: Jurnal Fruitrop, Januari 2003
d. Jalur Pemasaran
Secara umum, jalur pemasaran vanili tidak berbeda dengan komoditi pertanian lainnya. Di pemasaran dalam negeri, produsen menjual produk ke pedagang pengumpul atau agen eksportir. Barulah kemudian produk tersebut sampai ke tangan eksportir. Seperti telah disebutkan sebelumnya, sebagian besar perdagangan vanili adalah untuk tujuan ekspor. Pada praktiknya, keadaan pasar sering dipengaruhi oleh orang yang pertama kali melakukan proses transaksi. Terdapat beberapa situasi pemasaran yang terjadi, yaitu pertama, pihak petani langsung menjual produk ke tengkulak/pedagang perantara, atau agen eksportir. Dalam
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
21
hal ini, petani memiliki posisi tawar yang lemah, harga lebih banyak dipengaruhi oleh pembeli. Kedua, pihak pembeli yang mencari petani. Pada situasi ini, petani dapat memperoleh harga yang relatif lebih baik. Hal ini seringkali terjadi jika komoditi ini sedang mempunyai harga yang tinggi, terbukti dengan adanya pemesanan dengan uang muka terlebih dahulu oleh pembeli kepada petani sementara vanili belum dipanen. Jalur pemasaran vanili dari petani sebagian besar ditampung terlebih dahulu oleh para pengumpul. Dari survei di wilayah Kabupaten Manggarai, setidaknya ada lima perusahaan pengumpul vanili yang cukup besar, yaitu PT Nugi Indah, PT Matahari, PT Kilimutu, PT Rayuan Abadi dan UD Maju. Sedangkan pada saat komoditi vanili booming beberapa waktu yang lalu PT Djasula Wangi sempat mendirikan instalasi pengolahan vanili di Kecamatan Borong, meskipun saat ini sudah tidak ada lagi. Untuk jalur pemasaran luar negeri ada beberapa pihak yang mungkin terlibat, yaitu agen eksportir, prosesor, tengkulak, dan pedagang. Jalur perdagangan vanili dapat digambarkan pada Gambar 3.5. Pemasaran tersebut juga dapat menjadi lebih pendek. Petani menjual vanili kepada pedagang pengumpul atau pedagang besar dan kedua jenis pedagang tersebut langsung menjualnya pada eksportir, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1 bagian bawah.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
22
Gambar 3.5. Jalur Pemasaran Perkebunan Vanili
e. Kendala Pemasaran
Kendala pemasaran vanili adalah masih sangat rendahnya tingkat pengetahuan petani dalam penanganan pasca panen. Petani vanili masih mengalami kesulitan untuk mengolah buah vanili segar menjadi vanili yang bermutu tinggi. Akibat rendahnya pengetahuan pasca panen ini adalah rendahnya tingkat mutu vanili yang dihasilkan petani. Faktor yang harus diperhatikan dalam upaya pemasaran vanili, adalah dengan memperhatikan kualitas dan harga yang kompetitif. Secara umum, kendala pemasaran disebabkan oleh hal-hal berikut: 1. Rendahnya mutu vanili yang dihasilkan petani akibat pemetikan buah vanili muda karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi keluarga, takut kedahuluan pencuri, dan masih rendahnya tingkat pengetahuan petani terhadap pascapanen vanili,
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
23
2. Adanya pencampuran vanilla planiflolia dengan vanilla tahitensis dalam perdagangan dunia oleh eksportir nakal mengakibatkan lemahnya posisi tawar perdagangan vanili asal Indonesia, dan 3. Harga yang berfluktuasi (dalam dan luar negeri) akibat tidak terkendalinya produksi dalam negeri dan persaingan negara sesama produsen vanili.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
24
4. Aspek Produksi a. Lokasi Usaha
Tanaman vanili dengan hasil utama berupa buah vanili segar didapatkan dari perkebunan vanili yang dikelola dengan baik. Sebagai tanaman perkebunan yang tergolong famili anggrek-anggrekan, tanaman ini memerlukan persyaratan tumbuh, dan teknik budidaya yang spesifik. Pemilihan lokasi yang cocok untuk penanaman pohon vanili sangat ditentukan oleh agroklimatnya, sedangkan dukungan sarana dan prasarana untuk tumbuh kembangnya tanaman ini tidak begitu menentukan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik tanaman vanili adalah sebagai berikut: 1. Iklim Keadaan iklim yang diperlukan oleh tanaman vanili adalah suhu udara 25 - 38oC, kelembaban udara sekitar 80%, dan hujan berulang-ulang, tetapi tidak banyak. Keasaman (pH) tanah yang dikehendaki 6-7 dengan drainase yang baik. Di wilayah Indonesia dengan curah hujan antara 2.000 - 3.000 mm per tahun pada ketinggian 400 – 800 m di atas permulaan air laut, tanaman vanili tumbuh dan berproduksi baik. Tingkat kesesuaian iklim tanaman vanili dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Tingkat Kesesuaian Iklim Tanaman Vanili No
Faktor Iklim
1
Curah hujan (mm/tahun)
2
Jumlah hari hujan
3
4
Bulan basah (curah hujan lebih 100 mm/bulan) Bulan kering (curah hujan kurang 100 mm/bulan)
Sangat Sesuai
Sesuai
1.500 -
2.000 -
2.000
3.000
Kurang Sesuai
> 3.000
80 - 178 178 - 210 <80 atau > 178 7-9
5-6
3-4
2-3
3-4
< 2 atau 4 - 6
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
25
5
Suhu harian (0C)
24 - 26
6
Kelembaban (%)
60 - 75
7
Radiasi Matahari (%)
30 - 50
23 - 24
20 - 22
50 - 60
Kurang dari 50
78 - 80
Lebih dari 80
51 - 55
Lebih dari 55 Kurang dari 20
Sumber: Ruhnayat (2003) Apabila daerah-daerah penanaman vanili memiliki angin yang kencang, perlu ditanam tanaman pagar sebagai penahan angin agar tanaman vanili tidak rusak dan tidak terjadi penguapan air yang berlebihan. 2. Tanah Tanaman vanili dapat tumbuh di berbagai jenis tanah seperti andosol, latosol, podsolit, dan regosol, asal kondisi fisiknya baik. Lahan datar yang memungkinkan air tergenang di sekitar perakaran vanili atau lahan yang terlalu curam kurang baik untuk vanili. Lahan yang ideal adalah lahan yang sedikit miring sehingga air dapat terbuang, dan memungkinkan untuk ditanami tanaman lain yang banyak menghasilkan bahan mulsa. Guna menghindari adanya genangan air dapat dibuat saluran drainase yang baik. Perakaran vanili relatif dangkal, oleh karena itu sebaiknya vanili ditanam di lahan yang lapisan humusnya tebal. Di lahan dengan kandungan humus tinggi, perkembangan akarnya 85% lebih baik daripada yang ditanam di daerah biasa. Selain itu, pertumbuhan batang barunya juga lebih baik. Tanaman vanili membutuhkan tanah yang gembur, ringan, dan porous, sehingga mudah ditembus oleh akar. Unsur mineral dalam tanah dengan jumlah yang cukup dan imbangan yang sesuai sangat diperlukan oleh tanaman vanili. Diduga unsur kalium (K) dan kalsium (Ca), memegang peranan penting terhadap pertumbuhan tanaman vanili karena pada bagian vegetatif tanaman banyak mengandung kedua unsur tersebut. Kesesuaian tanah tempat penanaman vanili dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
26
Tabel 4.2. Tingkat Kesesuaian Tanah Tanaman Vanili No
Sangat
Faktor Tanah
1
Drainase
2
Tekstur
3
pH
Sesuai
Sesuai
Kurang Sesuai Agak
Baik
Agak baik
Lempung
Lempung
berpasir
berhumus
6-7
5-6
7-8
> 100
60 - 1000
40 - 60
> 16
5 - 16
<5
<1
1-2
2-4
>100
60 - 100
50 - 60
N-Total
0,51 - 0,75
0,2 -5,0
0,1 - 0,2
9 P205 (ppm)
>16
10 - 15
< 10
>1
0,3 - 1,0
< 0,3
11 Ca (me/100 g)
6 -10
2-5
<2
12 Mg (me/100 g)
1,1 - 2,0
0,4 - 1,0
> 2,1
36 - 50
20 - 35
3 - 15
0-3
4
5
6
7 8
Kedalaman air tanah (cm) Kap. tukar kation (me/100g) Salinitas (mmhos/cm) Kedalaman sulfidik (cm)
10 K2 0
13 Kejenuhan basa (%) 14 Lereng (%)
terhambat Pasir Lainnya
< 20 atau > 35 15 -45
Sumber: Ruhnayat (2003)
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
27
b. Fasilitas Produksi
FASILITAS PRODUKSI DAN PERALATAN Guna pelaksanaan kegiatan perkebunan vanili diperlukan peralatan penunjang dan sarana produksi utama tanam vanili. Peralatan atau sarana produksi tanaman vanili dapat dibedakan menjadi peralatan untuk budidaya vanili dan perlengkapan pasca panen vanili. Fasilitas produksi dan macam peralatan yang digunakan untuk perkebunan vanili dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Fasilitas dan Peralatan Untuk Kebun Vanili No A
Uraian
Banyaknya
Peralatan dan fasilitas budidaya
1
Sepatu lapang
2 buah
2
Sabit
1 buah
3
Parang
2 buah
4
Sekop
2 buah
5
Cangkul/tajak
2 buah
6
Gunting pangkas
2 buah
7
Hand sprayer
1 buah
8
Ember
2 buah
9
Kerangjang rotan
3 buah
10 Batu asahan
1 buah
11 Gunting panen
3 buah
12 Pagar keliling (pagar hidup) 13 Pondok jaga
B
Peralatan pascapanen
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
28
1
Ketel atau dandang perebusan
1 unit
2
Kerangjang pencelupan
2 unit
3
Rak penirisan
1 unit
4
Kotak pemeraman
3 unit
5
Lantai jemur/tray penjemuran
1 unit
6
Tutup kain tray penjemuran
6 unit
7
Alat pengering
1 unit
8
Rak pengering anginan
1 unit
9
Kotak pengkondisian
3 unit
10 Meja dan kursi sortasi
1 unit
11 Keranjang sortasi
2 unit
c. Bahan Baku
Bahan-bahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya tanaman vanili terdiri atas setek atau bibit vanili yang akan ditanam, setek tanaman pelindung atau pemanjat, pupuk kandang dan pupuk buatan (Urea, TSP, dan SP 36), pupuk daun, fungisida, dan bahan untuk keperluan pascapanen yang terdiri atas kertas minyak, tali rafia, dan kotak untuk pengemasan. Bahan yang diperlukan untuk kegiatan budidaya kebun vanili ini mempunyai spesifikasi, jumlah, dan jadwal yang tertentu dalam penggunaannya. 1. Bibit Vanili Penanaman vanili dapat dilakukan dengan cara generatif dan vegetatif. Karena sulitnya penanaman secara generatif, para petani biasanya melakukan penanaman secara vegetatif melalui setek sulur. Setek sulur ini dapat langsung ditanam di kebun atau melalui pembibitan dahulu. Untuk setek sulur yang langsung tanam di kebun dianjurkan paling sedikit mempunyai 5 buku. Makin panjang sulur yang ditanam,
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
29
makin cepat tanaman berbuah. Jika bahan tanaman terbatas, penggunaan setek pendek sepanjang 1 - 3 buku harus disemaikan dulu sampai 5 - 7 buku. Bahan tanaman yang digunakan sebagai bibit diambil dari sulur induk yang mempunyai produksi tinggi dan bebas dari hama penyakit. Disamping itu, sulur yang diambil sebaiknya belum pernah berbunga, mempunyai ruas yang pendek, dan diambil pada pertengahan musim penghujan pada saat pohon induk dalam keadaan aktif. Banyaknya sulur yang diambil disesuaikan dengan jumlah pohon yang akan ditanam (sesuai dengan jarak tanamnya). Bibit vanili di Indonesia kebanyakan dalam jenis Vanilla planifolia Andrews. Bibit vanili yang sekarang banyak diintroduksikan ke petani adalah bibit vanili BIO-FOB dengan keunggulan pada ketahanan akan serangan penyakit busuk batang. Bibit ini dihasilkan oleh Badan Penelitian Tanaman Rempah Obat di Bogor. 2. Tanaman Pelindung/Panjat Sebelum tanaman vanili ditanam, perlu disiapkan tanaman pelindung/panjat terlebih dahulu. Penanaman tanaman pelindung/panjat ini dilakukan 6 - 12 bulan sebelum setek vanili ditanam. Tanaman ini selain berfungsi sebagai penunjang (panjatan), juga berfungsi sebagai naungan. Tanaman pelindung/panjat hendaknya memiliki lingkar batang yang tidak besar, kuat sebagai penyangga, mudah diperbanyak dengan setek, tidak mengalami pengguguran daun secara total, daunnya relatif kecil sehingga sinar matahari bias tembus, akarnya dalam, dan pertumbuhannya cepat. Percabangannya diatur pada ketinggian 1,5 - 2 m, sehingga sulur vanili mudah menggantung, dan mudah dicapai oleh pekerja pada waktu mengawinkan bunga. Jarak tanam yang digunakan untuk tanaman penegak/ pelindung adalah 1,5 x 2,5 atau 2 x 1 m (jarak 1,5 m dan 2 m adalah jarak antar barisan) disesuaikan dengan jarak tanam vanili. Banyaknya naungan yang diperlukan tergantung pada tinggi tempat/lokasi penanaman dari permukaan laut. Semakin tinggi tempat/lokasi penanaman, semakin sedikit diperlukan naungan. Jenis tanaman yang baik digunakan sebagai pelindung/ pemanjat hendaknya mempunyai persyaratan sebagai berikut: 1. Pertumbuhan cepat dan cukup rimbun, 2. Mempunyai perakaran yang dalam,
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
30
3. Dapat bersimbiosis atau berasosiasi dengan mikroba tanah yang menguntungkan, 4. Produksi daun banyak sehingga dapat dijadikan bahan pupuk organik dan mulsa, 5. Daun tidak mudah gugur di musim kemarau, 6. Tidak bersifat alelopati yaitu penghambatan secara langsung atau tidak langsung dari senyawa kimia yang dihasilkan pohon panjat terhadap perkembangan vanili, 7. Mudah dipangkas dan daya regenerasi cepat, 8. Tahan terhadap hama dan penyakit, 9. Bukan tanaman inang hama dan penyakit vanili. Tanaman yang dapat digunakan sebagai pohon pelindung dan panjatan vanili yang baik, antara lain adalah gamal (Glyricidia maculata), dadap cangkring (Erythrina fulusca), dan lamtoro. Batang pohon pelindung/panjat diambil dari pohon induk yang sehat dan sudah cukup umur (batang sudah dewasa) dengan diameter 5 - 7 cm dan panjang 1,75 - 2,00 m. Penggunaan pupuk kandang, pupuk buatan (urea, TSP, SP 36, pupuk daun) dan fungisida untuk tanaman vanili akan diuraikan secara rinci pada sub bab teknik budidaya tanaman vanili.
d. Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang diperlukan dalam kegiatan perkebunan vanili ini relatif tidak terlalu banyak. Tenaga untuk kegiatan budidaya ini sebenarnya hanya membutuhkan 2 - 3 orang pekerja per hektarnya yang dikerjakan secara bertahap dan kontinyu sepanjang tahun. Para pekerja ini dalam kegiatannya ada yang dibayar secara borongan seperti untuk kegiatan penyerbukan atau dibayar per hari untuk kegiatan pemeliharaan, pemanenan dan pembersihan kebun. Tanaman vanili tidak dapat melakukan penyerbukan sendiri guna menghasilkan buah, maka tenaga kerja atau petani yang trampil untuk melakukan kegiatan penyerbukan sangat diperlukan. Hal ini menjadi salah satu kriteria tingkat keberhasilan dalam pembudidayaan perkebunan vanili ini. Disamping itu, komoditi vanili yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (nilainya setara dengan emas atau biasa disebut sebagai emas hijau) menjadi incaran khusus bagi para pencuri. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya diperlukan kegiatan penjagaan baik secara fisik maupun kelembagaan.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
31
e. Teknologi
Tingkat teknologi budidaya vanili yang dilakukan petani di Kabupaten Manggarai pada saat penulisan ini dilakukan masih sederhana. Proses penanaman vanili dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman kopi. Petani melakukan penanaman vanili tanpa ada proses pengolahan lahan atau menerapkan teknik tanam tanpa olah tanah (tot), penanaman vanili dengan pohon panjat/pelindungnya dilakukan secara bersamaan pada lubang tanam yang dibuat dari tugal/linggis. Setelah itu, tanaman vanili dibiarkan tanpa ada pemupukan baik pupuk kandang maupun pupuk buatan, sedangkan pemeliharaan hanya dilakukan untuk membersihkan rumput yang ada di sekitar pohon vanili (hanya dipotong atas tidak dicabut), penurunan sulur vanili, dan pemangkasan untuk merangsang pembungaan. Kegiatan yang cukup banyak menyita tenaga dan waktu para petani vanili adalah proses penyerbukan. Bahkan ada petani yang memborongkan tanaman vanilinya dikawinkan oleh petani lain dengan sistem upah dari hasil panen dengan pembagian 50% : 50%. Untuk pemanenan vanili dilakukan dengan memetik langsung buah vanili yang dianggap tua dari polongnya dengan cara diputar. Setelah itu, buah vanili segar langsung dijual pada pedagang pengumpul yang banyak berkeliling ke desa-desa sentra produksi vanili. Budidaya perkebunan vanili yang saat ini banyak dilakukan petani di daerah sentra tanaman vanili seperti di Jawa dan Bali sudah banyak menggunakan sentuhan teknologi modern seperti penggunaan pupuk buatan, penyemprotan insektisida, penggunaan fungisida dan pemakaian teknik budidaya yang lebih intensif, sehingga dihasilkan buah vanili segar yang lebih banyak. Penanganan pascapanen vanili baik di Kabupaten Manggarai maupun sentra di Pulau Jawa dan Bali masih sedikit petani yang melakukannya, kebanyakan petani menjual langsung dalam kondisi segar. Hal ini disebabkan oleh (1) ketidaktahuan petani tentang tata cara pengolahan untuk mendapatkan mutu vanili yang baik, (2) kekurangan sarana modal dan tenaga untuk mengolah vanili, (3) ketakutan menanggung risiko dan beranggapan lebih menguntungkan menjual buah basah, (4) keperluan uang yang mendesak, dan (5) ketakutan dicuri. Pola perkebunan vanili yang akan dibuatkan dalam laporan ini merupakan kombinasi dari kondisi yang ada di Kabupaten Manggarai dengan teknik budidaya yang telah banyak dilakukan pada sentra
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
32
daerah produksi vanili lainnya (Pulau Jawa dan Pulau Bali). Teknik budidaya dengan sentuhan teknologi modern ini, tanaman vanili yang sebelumnya berisiko terserang penyakit busuk batang sekarang telah mulai dapat diatasi.
f. Teknik Budidaya
1. Penyiapan Lahan Lahan untuk penanaman vanili perlu dipersiapkan dengan baik agar akar berkembang cepat sehingga setek vanili dapat lebih terjamin pertumbuhannya. Pekerjaan yang perlu dipersiapkan adalah pengolahan tanah dan pembuatan guludan. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan mencangkul atau membajak, sehingga struktur tanahnya gembur, dalam, remah, dan beraerasi baik. Guludan dibuat sepanjang kebun dengan lebar 1,2 m dan tinggi + 30 cm. Untuk kebun-kebun yang keadaan tanahnya datar, pada pinggiran kebun dapat dibuat saluran drainase dengan lebar 60 cm dan dalam 40 cm. 2. Penanaman Sebelum ditanam setek dibiarkan 3 - 4 hari di tempat teduh agar luka bekas potongan kering sehingga tidak terjadi pembusukan. Setek ditanam setelah tanah di sekitar tanaman pelindung dicampur pupuk kandang sapi yang sudah masak. Di dekat pangkal tanaman pelindung jarak ditambah 10 cm, disiapkan lubang tanam sedalam 10 cm. Tiga sampai empat daun pada bagian pangkal setek dibuang, karena bagian ini akan dibenamkan ke dalam tanah. Posisi dan cara penananam vanili pada tanah dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
33
Gambar 4.1. Penanaman Setek Tanaman Vanili Penanaman setek sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan. Setek ditanam pada lubang yang telah disiapkan di dekat pangkal tanaman pelindung. Tanah di sekitar setek harus dijaga tetap basah. Caranya adalah dengan memberi daun-daunan (serasah) di sekitar tanaman vanili. Apabila perlu dapat juga dilakukan penyiraman. Bagian setek yang ditanam ke dalam tanah 3 - 4 buku dengan posisi melengkung, sehingga pangkal batangnya tidak tertimbun tanah, lalu tanahnya sedikit ditekan. Bagian batang yang di atas tanah diikat pada tanaman pelindungnya, sehingga pada saat tumbuh akan langsung menempel pada pohon panjatan. Sebagai bahan pengikat dapat digunakan tali plastik atau tali dari pelepah batang pisang. Kondisi vanili yang telah tertanam selama 2 minggu dapat dilihat pada Foto 4.1. 3. Penjalaran Tanaman Vanili Penjalaran tanaman vanili dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu sistem pagar, sistem penegak tunggal dengan pelengkungan bolak-balik, dan sistem rumbai (air mancur).
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
34
Foto 4.1. Penanaman Vanili Di Sekitar Pohon Pelindung a. Sistem Pagar Sistem pagar dilakukan apabila cabang-cabang tanaman panjat tidak horizontal. Pada ketinggian 2 m dari tanaman panjat, dikaitkan bambu untuk tempat merambatnya batang vanili, sehingga nantinya tanaman vanili menjalar horizontal pada bambu tersebut. Teknik penjalaran dengan sistem pagar dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Penjalaran Tanaman Vanili dengan Sistem Pagar
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
35
b. Sistem Penegak Tunggal dengan Pelengkungan Bolak-Balik Pada sistem ini, tanaman vanili dijalarkan ke atas setinggi 2,5 m. Selanjutnya 0,75 m sulur pucuk dilepas dari pokok rambatannya dan dibiarkan menggantung sampai sekitar 50 cm diatas permukaan tanah, lalu ujungnya diarahkan lagi ke atas dan diikat pada penegaknya. Begitu seterusnya sehingga terbentuk lingkaranlingkaran dari lengkungan batang-batang vanili tersebut. Teknik penjalaran sistem penegak tunggal dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3. Penjalaran Tanaman Vanili dengan Sistem Penegak Tunggal c. Sistem Rumbai (Air Mancur) Sistem air mancur sama dengan sistem pelengkungan bolak-balik, yaitu dengan melengkungkan ke bawah setelah mencapai ketinggian 1,5 - 2 m. Lalu pada saat ujungnya mendekati permukaan tanah (- 30 cm di atas permukaan tanah), pucuknya dipangkas. Setelah tumbuh lagi dan mencapai 1,5 - 2 m dilengkungkan lagi, lalu setelah dekat dengan permukaan tanah pucuknya dipangkas lagi. Demikian seterusnya.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
36
4. Pemangkasan Pohon Pelindung dan Sulur Tanaman vanili hanya membutuhkan 50 - 70% sinar matahari. Intensitas cahaya matahari tersebut dapat diatur dengan cara pemangkasan dahan-dahan dan cabang-cabang pohon pelindungnya. Pemangkasan pohon pelindung ini biasanya dilakukan satu tahun sekali pada awal musim penghujan. Tanaman vanili sebaiknya berbunga serempak dan seragam, sehingga perlu perangsangan untuk pembungaan. Caranya dengan mengurangi naungan, memijit semua pucuk muda sehingga pertumbuhan vegetatifnya terhambat, atau memangkas sulur. Apabila setelah dipijit masih keluar pucuk berarti harus dipijit lagi atau naungannya dikurangi lagi. Selain itu tanaman vanili perlu disemprot dengan Gandasil B. Pemijitan pucuk atau pemangkasan sulur tersebut dilakukan pada saat akhir musim kemarau, agar 2-3 bulan kemudian terjadi pembungaan. 5.Penyerbukan Bunga Tanaman vanili tidak dapat menyerbuk sendiri, oleh karena itu harus dilakukan penyerbukan buatan oleh manusia. Waktu untuk melakukan penyerbukan terbatas karena mekarnya bunga hanya berlangsung 12 jam, yaitu mulai sekitar pukul 24.00 sampai menjelang tengah hari. Pekerjaan penyerbukan ini akan lebih mudah bila dilakukan sebelum pukul 12.00, yaitu pukul 08.00 - 12.00, saat bunga sudah kering dari air embun. Biasanya satu tandan bunga terdiri dari 15 - 20 tangkai bunga dan pada satu tandan tidak lebih dari 3 bunga yang mekar serempak. Dengan demikian, pengerjaan penyerbukan pada satu tandan bunga memerlukan waktu beberapa hari. Setiap tanaman maksimal menghasilkan 15 tandan. Apabila jumlah tandan yang dinginkan telah dicapai, maka semua sisa bunga yang ada dibuang. Ukuran bunga yang baik sekitar 15 cm. Cara penyerbukan bunga adalah dengan mengangkat rostellum yang membatasi bunga jantan (anther) dan alat betinanya (stigma) dengan mengunakan lidi sepanjang 10 cm. Kemudian serbuk sari diletakkan pada stigma yang berada di bawahnya. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya pekerjaan penyerbukan dapat dilihat dari keadaan bunga setelah 1 - 2 hari. Apabila bunga tetap tinggal dirangkaiannya berarti penyerbukan berhasil dan jika proses penyerbukan gagal bunga
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
37
akan jatuh. Bila jumlah buah dalam satu tandan sudah cukup (9-12 buah), pekerjaan penyerbukan dihentikan dan sisa bunga yang ada dibuang. Rata-rata satu orang dapat mengawinkan 1.000 bunga per hari. Ilustrasi teknik penyerbukan tanaman vanili dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4. Cara Penyerbukan Bunga Vanili, (a. Pengangkatan Rostellum dengan lidi, b. Peletakan serbuk sari pada stigma) 6. Pemupukan Dalam budidaya tanaman vanili, proses pemupukan penting dilakukan. Jenis pupuk yang dapat digunakan adalah pupuk kandang, pupuk buatan yang terdiri atas pupuk lengkap (N, P, K, Ca, Mg), Gandasil D, Gandasil B dan Gier (kotoran sapi yang diencerkan). Penggunakan pupuk kandang 1,5 kaleng minyak tanah per pohon per tahun dapat meningkatkan hasil buah. Pemberian pupuk kandang 20 liter per pohon per tahun atau 100 g pupuk NPK 15-15-15 per pohon per tahun tidak begitu berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil buah. Penggunaan pupuk kandang diperlukan terutama pada daerah-daerah yang kekurangan air dan diberikan pada awal musim kemarau. Gandasil D diberikan apabila tanaman kelihatan kurus, tandan bunga muncul dalam jumlah banyak, atau setelah masa panen. Pemberian Gandasil D ini penting untuk mengimbangi pertumbuhan, karena tanaman yang buahnya lebat tenaganya akan terkuras dan dapat menyebabkan kematian tanaman. Gandasil B diberikan pada saat menjelang pembungaan yang berguna untuk menyeragamkan tumbuhnya bunga dan menambah jumlah tandan bunga. Pemberian Gandasil D atau Gandasil B dilakukan 2
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
38
minggu sekali selama musim penghujan dengan dosis 5 - 8 g/liter air. Pupuk ini disemprotkan pada daun pada pagi hari sebelum pukul 06.00 atau sore setelah pukul 18.00, dapat juga pada waktu pagi atau siang hari setelah hujan lebat. Pupuk kandang dan pupuk buatan dapat diberikan pada awal dan akhir musim penghujan. Dosis pupuk yang akan diberikan disesuaikan dengan umur tanaman. Tabel 4.4. Dosis Pupuk Kandang dan Buatan untuk Tanaman Vanili Umur
Tanaman Dosis Pupuk (gr/pohon/tahun)
(tahun)
Kandang
Urea
SP-36
KCL
Kurang dari 1
800
20
40
60
1-2
800
40
80
120
2-3
960
80
160
240
3-5
1.280
160
320
480
lebih dari 5
1.600
300
600
750
Sumber: Ruhnayat (2003) 7. Pengendalian Hama dan Penyakit Hama yang menyerang tanaman vanili sangat jarang. Hama yang dapat menyerang biasanya ngengat putih (Lawava Sp.). Jika tanaman terlihat mulai diserang baru dilakukan proses penyemprotan dengan insektisida Decis 0,5 - 1,0 ml/liter air. Jika terjadi serangan, penyemprotan dapat dilakukan 7 - 10 hari sekali sampai hamanya hilang. Penyakit utama tanaman vanili adalah busuk batang. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae yang penyebarannya cukup luas. Sampai saat ini belum ada tanaman vanili yang betul-betul tahan atau toleran terhadap penyakit ini. Sekali penyakit ini ada di kebun, perkembangannya akan sangat cepat dan sulit untuk dikendalikan. Cara pencegahan penyakit ini adalah sebagai berikut: 1. Menanam bibit atau setek yang ditanam harus bebas patogen busuk batang;
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
39
2. Selama kegiatan di kebun; hindari tanaman vanili terluka dan guludan terinjak; 3. Menanam bawang-bawangan (kucai atau bakung) di sekitar gulutan; 4. Menghindari pupuk kandang dari kotoran ayam; 5. Membuat drainase di sekaliling lahan; 6. Mengoleskan fungisida di pangkal batang selama musim penghujan; 7. Memberikan mulsa dari daun cengkeh kering; 8. Melakukan penyemprotan dengan fungisida setelah penyiangan, pemupukan, pemangkasan, dan panen; (Fungisida yang dapat digunakan adalah Benlate 50 WP 1 g/liter, Topsin 2 g/liter, Dithane M 45 2 - 3 g/liter, dan Delsene MX-200 2-3 g/l. Dosis pemakaian fungisida dengan tingkat umur tanaman. Patokan pemberian fungisida dapat dilihat pada Tabel 4.5.); 9. Memusnahkan bagian tanaman yang menunjukkan gejala terserang penyakit sedini mungkin. Tabel 4.5. Patokan Pemberian Fungisida Pada Tanaman Vanili Umur
Tanaman Fungisida
(tahun)
(kg/ha)
Kurang dari 1
-
1-2
12
2-3
14
3-4
15
lebih dari 5
18
Sumber : BRI (1986) 8. Panen Buah vanili akan cukup masak sekitar 9 bulan setelah terjadinya pembuahan, dengan panjang buah 15 - 25 cm dan warna buah menjadi kuning di bagian ujungnya. Untuk mendapatkan mutu vanili yang baik, buah harus dipanen pada saat yang tepat (cukup masak), jangan terlalu awal (kurang masak), atau terlalu masak. Buah yang panen tepat waktu, kandungan vanilinnya di atas 2,2% berwarna hitam, berminyak, dan mengkilat. Bila dipanen kurang masak, buah terlalu kaku dan aromanya kurang, karena kadar vanilinya rendah. Bila dipetik terlalu masak, buah akan pecah, sehingga harganya akan Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
40
rendah. Berdasarkan hasil penelitian buah vanili yang dipanen sekitar umur 240 hari setelah penyerbukan, kadar vanilinnya tertinggi (2,95%). Tabel 4.6. Pengaruh Umur Panen terhadap Kadar Vanillin, Kadar Abu dan Kadar Air Umur
Panen Kadar
Vanilin Kadar
Abu Kadar
(hari)
(%)
(%)
(%)
150
0,85
6,75
17,54
180
1,90
5,68
18,26
210
2,65
4,91
18,49
240
2,95
3,59
17,52
Air
Sumber: Salim (1993) Tanda-tanda buah vanili mulai masak adalah warnanya berubah dari hijau tua mengkilat menjadi hijau muda suram, pada kulit jangatnya terbentuk garis-garis kecil berwarna kuning yang lambat laun menjadi besar, dan ujung buah menjadi kuning. Setelah ujung buah menjadi kuning itulah saat yang paling tepat untuk panen. Apabila terlewat, buah akan pecah. Masaknya buah vanili di lapangan (kebun) tidak akan seragam, sehingga pemetikannya sebaiknya dilakukan secara bertahap satu per satu. Hanya buah yang cukup masak dipetik. Selain waktu yang tepat, panen harus dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak atau melukai buah lain yang belum masak. Pemetikan dilakukan setiap hari, dan dapat berlangsung selama 3 bulan. Cara pemetikan buah vanili adalah sebagai berikut: tangan kiri memegang tangkai tandan buah, tangan kanan memegang buah yang telah masak, kemudian dengan hati-hati buah dilepas (diputar) dari tandan buah. 9. Pasca Panen Tahap penanganan yang harus dilakukan dengan baik setelah panen (pascapanen) adalah penanganan buah segar, pelayuan (pencelupan), pemeraman dan pengeringan, pengeringanginan, penyimpanan, serta sortasi dan pengepakan. Tahap pasca panen ini memegang peranan penting dalam menentukan mutu buah vanili, sehingga harus dilakukan dengan baik dan benar. Aroma khas vanili akan terbentuk pada tahap pasca panen ini. Buah vanili yang baru dipetik tidak
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
41
mempunyai aroma khas vanili. Aroma khas buah vanili akan dihasilkan karena adanya kandungan vanillin yang diperkuat oleh senyawa aromatik sekunder (kompleks aromatik aldehid, alkohol, dan ester).
g. Jenis dan Mutu
JENIS DAN MUTU PRODUKSI Hasil perkebunan vanili saat ini (2004) di Kecamatan Borong adalah sebanyak 11 ton buah vanili segar atau produktivitas rata-rata 177,42 kg/ha. Dari buah segar sebanyak itu akan dihasilkan buah vanili kering sebanyak 2,2 ton. Jenis vanili yang dihasilkan dari daerah ini tergolong Vanilla planifolia. Mutu produksi vanili di tingkat petani dan tingkat pedagang eksportir di Indonesia sampai saat ini masih rendah. Di petani kebanyakan belum tahu tata cara atau teknologi untuk mendapatkan mutu vanili yang baik dan di tingkat pedagang eksportir karena pasokan dari petaninya sudah bermutu rendah sangat sedikit pula hasil vanili kualitas tinggi. Mutu vanili kering hasil perdagangan para eksportir Indonesia yang berkualitas 1A dengan tujuan ke Uni Eropa sangat sedikit jumlahnya, sekitar 30%. Kebanyakan (sekitar 70%) tujuan ekspor vanili Indonesia ditujukan ke Amerika Serikat yang hanya mensyaratan tingkat mutu untuk vanili cukup ringan. Setiap negara pengimpor menetapkan persyaratan mutu yang berlainan. Amerika Serikat lebih memerlukan vanili dengan kadar air rendah (20 - 25%) karena akan digunakan sebagai bahan baku industri ekstraksi. Sedangkan Uni Eropa yang umumnya mengkonsumsi langsung untuk rumah tangga menghendaki vanili utuh (berpenampilan baik), kadar vanillin tinggi, beraroma tajam, dan kadar air 30 - 35 %. Secara internasional, Organisasi Standar Internasional (ISO) telah menetapkan spesifikasi vanili yang diperdagangkan di pasar dunia, yaitu ISO 5565-1982, seperti tercantum pada Tabel 4.7. Untuk keperluan kegiatan ekspor dan peningkatan mutu hasil vanili Indonesia, Badan Standarisasi Nasional telah menetapkan Standar Nasional Indonesia vanili dengan nomor SNI 01-0010-2002. Persyaratan mutu vanili yang sesuai dengan standar nasional Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
42
Tabel 4.7. Standar Mutu Vanili Menurut ISO 5565-1982 Bentuk Polong
Spesifikasi
1. Utuh a. Ketegori 1 Semua polong vanili utuh, tak ada yang terpotong-potong - A1 non-
atau pecah, mengkilat, penuh berisi, dan elastis. aroma
split
khas vanili, warna seragam dari coklat sampai gelap, dan bebas noda. kadar air maksimum 38%
- B1 split
Karakteristik polong vanili sama dengan A1, tetapi bentuk polongnya sudah pecah
b. Kategori 2 Semua polong vanili utuh, tak ada yang terpotong atau pecah, mengkilat, penuh berisi, dan elastis. Aroma khas - A2 non
vanili, warna seragam dari coklat sampai gelap. Boleh
split
terdapat sedikit polong vanili yang bernoda, tetapi panjang total noda tidak boleh lebih 1/3 panjang polong vanili. Kadar air maksimum 38%
- B2 split
Karakteristik polong vanili sama dengan A2, tetapi bentuk polongnya sudah pecah
c. Kategori 3 Semua polong vanili utuh, tak ada yang terpotong atau pecah mengkilat, penuh berisi dan elastis. Aroma khas vanili, warna seragam dari coklat sampai gelap. Boleh - A3 non
terdapat banyak polong vanili yang bernoda, tetapi
split
panjang total noda tidak boleh lebih dari 1/2 panjang polong vanili. Boleh juga terdapat filamen merah pada polong, tetapi panjangnya tidak boleh lebih dari 1/3 panjang polong. Kadar air maksimum 30%
- B2 split
Karakteristik polong vanili sama dengan A3, tetapi bentuk polongnya sudah pecah
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
43
2. Tidak Utuh a.
Spesifikasi mutu sesuai dengan vanili utuh, penuh berisi,
Terpotong-
warna coklat sampai coklat gelap dan beraroma khas
potong
tajam. Kadar air maksimum 30% Potong utuh atau terpotong, beraroma khas vanili yang
b. Bulk
tajam, warna coklat gelap, dan beberapa polong boleh mempunyai noda besar. Kadar air maksimum 30% Tabel 4.8. Persyaratan Mutu Vanili Menurut SNI 01-0010-2002 1. Persyaratan Umum
Kharakteristik Bau
Cara
Syarat Mutu
Pengujian
Wangi khas vanili
Organoleptik
Hitam mengkilat, hitam
Warna
Visual
kecoklatan Penuh berisi, berminyak,
Polong
lentur sampai kaku dan
Visual
kurang kaku Benda Asing
Bebas
Visual
Kapang
Bebas
Visual
2. Persyaratan Khusus Persyaratan No
Mutu 1A
Mutu 1B
Bentuk
Utuh
Utuh
Ukuran
11
11
Mutu II
Mutu III
Utuh/dipotong- Utuh/dipotongpotong
potong
8
8
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
44
polong utuh (cm) Ukuran potongan polong
Tidak ada
Tidak ada
Tidak
Tidak
dipersyaratkan dipersyaratkan
Polong utuh yang pecah dan terpotong
Maks. 5%
Tidak
Tidak
Tidak
dipersyaratkan dipersyaratkan dipersyaratkan
(b/b) Kadar air
Maks.
(b/b)
38%
Kadar vanilin (b/b kering) Kadar abu (b/b kering)
Min. 2,25% Maks. 8%
Maks. 38%
Maks. 30%
Maks. 25%
Min. 2,25%
Min. 1,50%
Min. 1,50%
Maks. 8%
Maks. 8%
Maks. 10%
Keterangan: • • •
• •
Buah polong vanili yang cukup tua adalah yang berwarna hijau kekuning-kuningan dengan ujung yang menguning. Polong utuh yang pecah adalah vanili yang disajikan dalam bentuk utuh tetapi pecah lebih dari 4 ukuran panjangnya Benda asing adalah bahan-bahan bukan vanili, misalnya ranting, batu, tanah, bagian tubuh serangga dan lain-lainnya yang terikut dalam vanili Kapang adalah vanili yang ditumbuhi/diserang oleh kapang yang dapat dilihat dengan kasat mata Polong utuh yang terpotong adalah polong vanili yang pada bagian ujungnya terpotong sebagian tetapi persyaratan panjang minimumnya masih terpenuhi.
Sumber: SNI 01-0010-2002
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
45
h. Produksi Optimum
Hasil panen tanaman vanili sangat ditentukan oleh tingkat kesuburan tanah, pemeliharaan, pemupukan , serta varitas tanamannya. Hasil optimum tanaman vanili jenis Vanilla planifolia dengan teknik budidaya yang baik bisa menghasilkan 3 kg buah vanili segar per pohon. Sedangkan untuk tiap hektarnya dapat dihasilkan sebanyak 3.000 kg buah vanili segar. Untuk Indonesia, hasil itu sangat jauh karena sampai saat ini rata-rata tiap hektarnya baru didapat sebanyak 140 kg buah vanili segar. Berdasarkan wawancara dengan petani dan studi literatur, pola produksi tanaman vanili setiap tahunnya tidak selalu sama. Tanaman vanili jika dipelihara dengan baik akan mempunyai hasil yang optimum pada umur panen ke 3 – 4, setelah itu akan terus menurun sampai pada panen ke-7 tanaman lalu mati. Besarnya produksi optimum buah vanili segar selama produktif itu dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Produksi Optimum Tanaman Vanili per Pohon per Tahun Tahun
Buah Vanili basah (kg)
1
-
2
-
3
-
4
0,36
5
0,72
6
1,08
7
1,44
8
1,08
9
0,90
10
0,72
Sumber: Data Primer Wawancara dengan Petani
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
46
i. Kendala Produksi Kendala utama yang dihadapi oleh petani vanili dalam kegiatan produksi guna menghasilkan mutu dan hasil tanaman vanili yang optimal adalah masih rendahnya dan sedikitnya petani yang mempunyai ketrampilan dalam proses penyerbukan bunga serta minimnya pengetahuan petani dalam teknik pembersihan lahan atau gulma sehingga terjadi kematian dari pohon vanili atau tanaman vanili dibiarkan dalam kondisi bergulma.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
47
5. Aspek Keuangan a. Pemilihan Pola Usaha
Analisa keuangan dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban apakah pola perkebunan vanili akan memperoleh pendapatan serta mampu mengembalikan kredit yang diberikan bank dalam jangka waktu yang wajar. Hasil dari analisis ini dapat juga dijadikan petunjuk bagi bank dalam menilai setiap permohonan kredit yang diajukan pengusaha kecil/koperasi yang mengembangkan usaha ini. Selain itu, dari analisa ini diketahui juga kelayakan usaha dari sisi keuangan, sehingga dapat diperoleh informasi tentang nilai tambah yang akan didapat pengusaha dari kegiatan usahanya dan kemampuan pengusaha dalam mengembalikan kredit yang diperoleh dari bank. Analisa keuangan ini juga dapat dimanfaatkan oleh petani dalam perencanaan dan pengelolaan usahanya. Usaha perkebunan vanili saat ini telah berkembang luas ke berbagai daerah karena tinggi tingkat harga jual buah vanili, mudahnya pemeliharaan dan perawatannya, teknik budidaya yang semakin banyak dikuasai masyarakat dan tidak memerlukan biaya pengelolaan yang besar. Pola usaha tani yang akan dijalankan dalam perkebunan vanili ini dilakukan secara tumpang sari dengan tanaman kopi arabika yang telah banyak dan biasa dijalankan di masyarakat Kabupaten Manggarai. Dalam analisa perhitungannya vanili sebagai tanaman utama perkebunan ditanam dengan jarak 1,5 x 2,5 m dan diselaselanya ditanam pohon kopi dengan jarak 2,5 x 2,5 m. Dengan mempertimbangkan kondisi lahan dan penggunaan untuk saluran drainase maka hanya 96% yang dapat digunakan untuk perkebunan. Gambaran pola penanaman antara vanili dengan kopi secara tumpang sari dapat dilihat pada Gambar 5.1. Dengan cara tanam seperti ini diharapkan buah vanili yang dihasilkan dapat terlindungi sehingga memperkecil tingkat pencurian. Dalam proses pemeliharaan dan perawatan tanaman kopi mengikuti jadwal perawatan tanaman vanili sebagai tanaman utama, sehingga tingkat produksinya ditetapkan seperti yang selama ini diterima petani di Kabupaten Manggarai yaitu 400 kg/tahun. Secara teoritis kemungkinan produksi maksimal kopi arabika yang sebesar 2.000 kg kopi kering per tahun.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
48
Gambar 5.1. Jarak dan Pola Tanam Vanili dengan Kopi Arabika
b. Asumsi
ASUMSI DAN PARAMETER PERHITUNGAN Analisis kelayakan investasi dan keuangan usaha tani ini digunakan untuk memperoleh gambaran finansial mengenai pendapatan dan biaya usaha, kemampuan usaha untuk membayar kredit, dan kelayakan usaha. Perhitungan ketiga hal tersebut memerlukan dasardasar perhitungan yang diasumsikan berdasarkan hasil survei dan pengamatan yang terjadi di lapangan dan informasi dari beberapa literatur. Asumsi yang digunakan dalam perhitungan aspek keuangan disajikan pada Tabel 5.1. dan data selengkapnya ada pada Lampiran 1. Periode proyek diasumsikan selama 10 tahun dengan masa persiapan sebelum tanam vanili 1 tahun, vanili mulai berbunga setelah umur 20 bulan, umur panen 9 bulan setelah berbunga dan periode panen setahun sekali. Tanaman vanili dengan teknik budidaya yang baik dapat mencapai 7 kali masa panen. Usaha tani ini diasumsikan memerlukan lahan seluas 1 hektar. Seperti kondisi di lokasi survei pengkajian pola pembiayaan ini didasarkan pada penanaman secara Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
49
tumpang sari dengan tanaman kopi arabika yang semuanya dihitung dari kondisi awal atau tahun ke-nol. Selain dengan tanaman kopi, tumpang sari dapat juga dilakukan dengan tanaman keras lainnya seperti kelapa. Tanaman kopi arabika mulai berbuah setelah umur 3 tahun dan hidup secara ekonomis sampai 20 tahun. Tabel 5.1. Beberapa Asumsi Teknis dalam Perkebunan Vanili (per Hektar) >No
>Asumsi
>Satuan
>Nilai
1
Umur proyek
tahun
10
2
Luas lahan
Hektar
1
3
Jarak tanam vanili
Meter
1,5 X 2,5
4
Tingkat kematian setek vanili
Persen
15%
5 6 7
8
Presentase
tanaman
vanili
yang
tertanam Jumlah setek vanili yang disediakan Jumlah tanaman vanili hidup di lapang Jumlah setek batang tanaman pemanjat
Persen
96%
Pohon
2.944
Pohon
2.560
Pohon
2.560
9
Jarak tanam kopi
Meter
2,5 X 2,5
10
Tingkat kematian kopi
Persen
15%
11
Jumlah bibit kopi yang disediakan
12
Tanaman kopi yang hidup dilapang
Pohon
13
Waktu penanaman pohon panjat
Tahun
14
Umur vanili mulai berbunga
Bulan
20
15
Umur buah vanili dipanen
Bulan
9
Setahun
1
Tahun
3
16 17
Frekuensi pemanenan kopi dan vanili Umur kopi mulai berbuah
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
Pohon
1.766 1.536 1 sebelumnya
50
18
Jumlah produksi kopi
Kg/ha
400
19
Harga jual buah vanili segar per kilo
Rupiah
50.000
Rupiah
6.000
20
Harga jual kopi arabika asalan per kilo
21
Tingkat suku bunga
Persen
21%
22
Gaji pengelola per bulan
Rupiah
750.000
23
Ongkos tenaga kerja per hari
Rupiah
18.000
24
Harga sewa lahan per hektar
Rupiah
1.000.000
Rupiah
1.000
Rupiah
1.500
25
26
Pembuatan pagar hidup keliling per meter lari Pembuatan parit (drainage) per meter lari
1. Analisis keuangan dilakukan berdasarkan umur produktif tanaman selama 9 tahun (7 kali panen), sebelum diremajakan 2. Asumsi teknik produksi di atas dianggap cukup moderat
c. Biaya Investasi
BIAYA INVESTASI DAN OPERASIONAL Usaha tani perkebunan vanili berkembang karena tingkat harga jual buah vanili segar yang cukup tinggi, mudah perawatannya dan tidak memerlukan biaya yang besar. Perkebunan vanili tidak memerlukan peralatan dan sarana produksi pertanian yang banyak sehingga biaya investasi dan biaya operasional yang dibutuhkan juga tidak banyak (rendah). 1. Biaya Investasi Biaya investasi adalah biaya tetap yang digunakan untuk memulai suatu usaha. Biaya investasi pembukaan kebun vanili meliputi pengadaan lahan, biaya perijinan dan sertifikasi lahan, konstruksi bangunan, dan peralatan pembantu lainnya seperti ditunjukkan pada
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
51
Tabel 5.2. Sedangkan perincian lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2. Jumlah biaya investasi pembukaan kebun vanili seluas 1 ha di Kabupaten Manggarai adalah Rp 3.996.000. Tabel 5.2. Biaya Investasi Kebun Vanili (1 Ha) No
Komponen Biaya
Volume Satuan Harga/Unit
Nilai (Rp)
Biaya Prasarana 1
Pagar hidup
400
meter
2
Pondok Jaga
1
unit
3
Perijinan
5.000 2.000.000 500.000
500.000 500.000
Biaya Peralatan 1
Sepatu lapang
3
buah
50.000
150.000
2
Sabit
1
buah
15.000
15.000
3
Parang
3
buah
25.000
75.000
4
Sekop
3
buah
20.000
60.000
5
Cangkul/tajak
3
buah
35.000
105.000
3
buah
25.000
75.000
6
Gunting pangkas
7
Ember
3
buah
15.000
45.000
8
Keranjang rotan
3
buah
12.000
36.000
9
Batu asah
1
buah
10.000
10.000
10 Gunting panen
3
buah
25.000
75.000
11 Handsprayer
1
buah
350.000
350.000
Total Biaya Investasi
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
3.996.000
52
2. Biaya Operasional Biaya operasional perkebunan vanili meliputi upah tenaga kerja yang diperlukan dalam pemeliharaan kebun dan kebutuhan bahan-bahan untuk sarana produksi. Selama periode proyek pengelolaan berlangsung, besarnya biaya yang dikeluarkan tiap tahunnya tidak selalu sama. Rekapitulasi kebutuhan biaya operasional kebun vanili dapat dilihat pada Tabel 5.3. Perincian lengkap kebutuhan biaya operasional selama kegiatan perkebunan vanili berlangsung dapat dilihat pada Lampiran 3, Lampiran 4, Lampiran 5, Lampiran 6, Lampiran 7, dan Lampiran 8. Tabel 5.3. Rekapitulasi Kebutuhan Biaya Operasional Kebun Vanili (1 ha) Upah Tahun
Tenaga Kerja
Bahan-
Sewa
Biaya
Bahan
Lahan
Operasional
1
12.682.000
5.647.360
1.000.000
19.329.360
2
10.800.000
5.002.240
1.000.000
16.802.240
3
14.724.000
2.601.720
1.000.000
18.325.720
4
16.956.000
6.548.940
1.000.000
24.504.940
5
16.956.000
10.550.070
1.000.000
28.506.070
6
16.956.000
15.622.260
1.000.000
33.578.260
7
16.956.000
15.622.260
1.000.000
33.578.260
8
16.956.000
15.622.260
1.000.000
33.578.260
9
16.956.000
15.622.260
1.000.000
33.578.260
10
16.956.000
15.622.260
1.000.000
33.578.260
Total Ratarata
156.898.000 108.461.630 10.000.000 275.359.630 15.689.800
10.846.163
1.000.000
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
27.535.963
53
d. Kebutuhan Investasi
KEBUTUHAN INVESTASI DAN MODAL KERJA Kebutuhan dana usaha tani perkebunan vanili dapat dirinci berdasarkan biaya investasi dan biaya operasional. Petani vanili biasanya membutuhkan kredit di awal usaha, yaitu untuk meningkatkan kapasitas usaha dan biaya untuk pembelian sarana produksi tanaman vanili (biaya investasi) serta ongkos tenaga kerja (biaya operasional). Besarnya dana untuk investasi dan modal kerja pembukaan kebun vanili ini adalah sebesar Rp 63.362.260. Dari jumlah kebutuhan dana untuk pembukaan kebun itu, sebanyak Rp 44.353.582 didapatkan dari perbankan (70%). Sedangkan sebanyak Rp 19.008.678 harus disediakan sendiri (30%). Biaya investasi untuk pembukaan kebun seluas 1 hektar sebesar Rp 3.996.000. Dana yang diperoleh dari perbankan sebanyak Rp 2.797.200 atau 70% dari total yang dibutuhkan. Disamping itu, petani juga membutuhkan biaya operasional selama usaha perkebunan vanili belum menghasilkan. Jumlah kumulatif biaya operasional selama tanaman vanili belum menghasilkan (4 tahun pertama) sebesar Rp 59.366.260. Dana untuk modal kerja tersebut sebesar Rp 41.556.382 (70%) diperoleh dari perbankan, dan sisanya dipenuhi dari dana sendiri. Besarnya dana usaha tani perkebunan vanili secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Kebutuhan Dana Usaha Tani Perkebunan Vanili Dana Uraian
Pinjaman (70%)
Modal Investasi
Dana Sendiri
Jumlah
(30%)
Total (Rp)
2.797.200
1.198.800
Tahun 1
13.530.552
5.798.808
Tahun 2
11.761.568
5.040.672
Tahun 3
12.853.204
5.508.518
Tahun 4
3.411.058
1.461.882
3.996.000
Modal Kerja
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
59.366.260
54
Jumlah
44.353.582
19.008.678
63.362.260
Sumber kredit pembiayaan usaha perkebunan vanili ini adalah kredit komersial dari perbankan yang ketentuannya berbeda untuk masingmasing bank. Berdasarkan survei yang dilakukan, pinjaman untuk modal investasi maupun modal kerja mempunyai tingkat suku bunga yang sama yaitu 21% dengan jangka waktu yang berbeda. Kredit investasi mempunyai jangka waktu pengembalian sampai 5 tahun, sedangkan kredit modal kerja mempunyai jangka waktu pengembalian 1-3 tahun. Karena usaha tani kebun vanili ini baru mempunyai hasil setelah usia proyek 4 tahun, maka perlu adanya grace period selama 4 tahun guna menutup kebutuhan operasional kebun. Sedangkan angsuran pokoknya dan bunganya dapat dibayarkan secara angsuran selama 3 tahun setelah tanaman vanili menghasilkan. Bunga sebelum tanaman vanili menghasilkan dikapitalisasi pada tahun ke-5 dengan tingkat suku bunga sebesar 21% dengan bunga berbunga. Adapun pencairan kredit modal kerjanya dilakukan secara bertahap setiap triwulan sebesar dana yang dibutuhkan dengan porsi 70% dari bank dan 30% dari dana sendiri. Untuk pembayaran bunga dan angsuran pokok serta kapitalisasinya diangsur selama 3 tahun mulai tahun ke-5. Besarnga angsuran pokok dan pembayaran bunga pada tahun ke-5 mencapai Rp 42.205.433 sementara untuk tahun ke-6 sebesar Rp 36.767.924 dan tahun ke-7 sebesar Rp 31.330.414. Perincian pengembalian dana investasi dan modal kerja dapat dilihat pada Tabel 5.5. dan data selengkapnya ada pada Lampiran 9.
e. Produksi-Pendapatan
Perkebunan vanili yang merupakan kebun pola tumpang sari ini dengan tanaman kopi arabika ini, mulai dapat menghasilkan produksi setelah tanaman kopi berumur 3 tahun. Sedangkan tanaman vanili mulai berbunga setelah umur 20 bulan sejak penanaman, dengan buah vanili telah cukup tua untuk dipetik setelah berumur 9 bulan dari waktu penyerbukan dilakukan. Sehingga buah vanili segar baru dapat dipetik setelah tanaman berusia 4 tahun umur proyek. Jadwal penanaman, pemelihanaan dan panen perkebunan vanili secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 10.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
55
Tabel 5.5. Perhitungan Kapitalisasi dan Angsuran Kredit Tahun
Angsuran Angsuran Pokok
Bunga
Kapitalisasi
Total
Kredit
Saldo
Saldo
Angsuran
Baru
Awal
Akhir
0
386.918
2.797.200
3.184.118
3.184.118
1
2.594.781
13.530.552 19.309.452 19.309.452
2
6.012.538
11.761.568 37.083.558 37.083.558
3
10.200.462
12.853.204 60.137.223 60.137.223
4
14.130.430
3.411.058 77.678.712 77.678.712
5
25.892.904 16.312.529
42.205.433
77.678.712 51.785.808
6
25.892.904 10.875.020
36.767.924
51.785.808 25.892.904
7
25.892.904
31.330.414
25.892.904
5.437.510
Perhitungan tingkat produksi tanaman kopi arabika untuk tahun pertama panen diasumsikan sebesar 40% dari tingkat produksi optimum di lapangan (400 kg/ha), dan akan meningkat terus sampai 90% pada umur optimum produksi kopi arabika pada tahun kesembilan dan ke-sepuluh. Sedangkan tingkat produksi tanaman vanili didasarkan pada tingkat produksi per tanaman dan umur tanaman vanili yang ada di lapangan seperti telah diuraikan pada sub-bab 4.8. Selain itu, tanaman vanili yang ada tidak seluruhnya berproduksi atau berbunga sehingga didasarkan informasi dari lapangan ada penyesuaian tingkat persentase pohon terpanen untuk tiap tahunnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, harga buah vanili segar dapat berubah dalam rentang Rp 20.000 - 200.000 per kilogram. Namun dalam analisis keuangan ini, harga jual buah vanili segar diasumsikan tetap selama periode proyek sebesar Rp 50.000 per kilogram. Angka ini didasarkan dari informasi penerimaan petani vanili secara wajar (harga di tingkat petani) dalam kondisi buah vanili segar terhadap harga yang diberikan pihak importir dari Amerika Serikat. Untuk kopi arabika asalan, harga jualnya ditentukan sebesar Rp 6.000 per kilo kering sesuai dengan harga yang ada ditingkat petani penulisan buku ini dilakukan. Pengaruh perubahan harga atau pendapatan usaha tani ini akan dianalisis pada bagian analisis sensitivitas usaha. Perhitungan hasil produksi perkebunan berupa buah vanili dan kopi diperhitungan secara pesimistik seperti diuraikan
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
56
dalam Lampiran 11. Rincian produksi dan pendapatan perkebunan vanili selama umur proyek dapat ditunjukkan oleh Tabel 5.6. Tabel 5.6. Besarnya Produksi dan Pendapatan Perkebunan Vanili Uraian
Vanili Basah (kg)
Nilai
Kopi
Nilai
Penjualan
Arabika
Penjualan
(Rp)
(Kg)
(Rp)
160
960.000
Tahun 3 Tahun 4
369
18.432.000
200
1.200.000
Tahun 5
1.106
55.296.000
280
1.680.000
Tahun 6
1.935
96.768.000
320
1.920.000
Tahun 7
2.949
147.456.000
280
1.680.000
Tahun 8
1.935
96.768.000
240
1.440.000
Tahun 9
1.382
69.120.000
360
2.160.000
Tahun 10
922
46.080.000
360
2.160.000
f. Proyeksi Laba-Rugi
PROYEKSI LABA-RUGI DAN BREAK EVEN POINT Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan bahwa pada tahun pertama sampai keempat usaha tani ini belum memperoleh laba, baru pada tahun ke-5 memperoleh laba bersih setelah pajak sebesar Rp 7.501.590 dengan profit on sales usaha mencapai 13,17%. Tingkat laba dan profit on sales usaha tani perkebunan vanili ini setelah tahun ke-5 akan terus meningkat sampai pada tahun ke-7, mulai tahui ke-8 sampai akhir umur proyek profit on sales mengalami penurunan menjadi 19,96% di akhir umur proyek. Nilai Break Even Point (BEP) pada tahun ke-5 sebesar 620,12 kg setara vanili dan terus mengalami peningkatan sampai akhir umur proyek. Rata-rata keuntungan bersih selama umur proyek mencapai Rp 39.984.223 per tahun dengan profit on sales rata-rata mencapai 39,79% per tahun. Sedangkan nilai rata BEP setara vanili segar sebanyak 677,96 kg atau nilai penjualan sebesar Rp 33.898.228 per Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
57
tahun. Perhitungan proyeksi rugi-laba secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5.7. dibawah ini atau Lampiran 12. Tabel 5.7. Proyeksi Rugi Laba Usaha Tani Perkebunan Vanili No A
Komponen Analisis Penjualan - Kopi Arabika - Vanili Total Penjualan
B 1
Pengeluaran Biaya Peralatan
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
Tahun 4
Tahun 5
.
.
.
.
.
.
.
960.000
1.200.000
1.680.000
.
.
.
18.432.000 55.296.000
.
.
960.000
19.632.000 56.976.000
.
.
.
.
.
.
.
996.000
.
2.500.000
19.329.360
16.802.240
18.325.720
24.504.940 28.506.070
19.329.360
16.802.240
19.321.720
24.504.940 31.006.070
Biaya 2
Produksi & Operasi
3
Total Pengeluaran
4
Laba Bersih (19.329.360) (16.802.240) (18.361.720) (4.8725.940) 25.969.930
5
Depresiasi
6
Pembayaran Bunga
832.000
832.000
832.000
.
.
.
832.000
832.000
. 16.312.529
Laba bersih 7
sebelum
(20.161.360) (17,634.240) (19,193.720)
(5.704.940)
8.825.401
-
-
1.323.810
(20.161.360) (17,634.240) (19,193.720)
(5.704.940)
7.501.590
pajak 8 9
Pajak 15% Laba bersih setelah
-
-
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
58
pajak 10
11
Rata-rata laba bersih
39.984.223
.
.
.
.
.
.
.
.
13,17
39.79%
.
.
.
.
.
.
.
.
620,12
677,96
.
.
.
.
33.898.228
.
.
.
.
Profit on sales (%) Rata-rata
12 profit on sales 13
BEP setara vanili (kg) BEP rata-
14 rata setara vanili (kg) BEP ratarata (Rp)
No A
Komponen Analisis Penjualan - Kopi Arabika - Vanili Total Penjualan
B 1
Pengeluaran Biaya Peralatan
Tahun 6
Tahun 7
Tahun 8
Tahun 9
Tahun 10
.
.
.
.
.
1.920.000
1.920.000
1.920.000
2.160.000
2.160.000
96.768.000 147.456.000 96.768.000 69.120.000 46.080.000 98.688.000 149.376.000 98.688.000 71.280.000 48.240.000 .
.
.
.
.
996.000
.
.
996.000
2.500.000
Biaya 2
Produksi &
33.578.260
33.578.260 33.578.260 33.578.260 33.578.260
Operasi
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
59
3
Total Pengeluaran
34.574.260
33.578.260 33.578.260 34.574.260 36.078.260
4
Laba Bersih 64.113.740 115.797.740 65.109.740 36.705.740 12.161.740
5
Depresiasi
6
Pembayaran Bunga
832.000
832.000
832.000
832.000
832.000
10.875.020
5.437.510
.
.
.
Laba bersih 7
sebelum
52.406.720 109.528.230 64.277.740 35.873.740 11.329.740
pajak 8
Pajak 15%
7.861.008
16.429.235
9.641.661
5.381.061
1.699.461
93.098.996 54.636.079 30.492.679
9.630.279
Laba bersih 9
setelah
44.545.712
pajak 10
11
Rata-rata laba bersih Profit on sales (%)
.
.
.
.
.
45,14
62,33
55,36
42,78
19,96
.
.
.
.
.
691,49
671,57
671,57
691,49
721,57
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Rata-rata 12 profit on sales 13
BEP setara vanili (kg) BEP rata-
14 rata setara vanili (kg) BEP ratarata (Rp)
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
60
g. Proyeksi Arus Kas
PROYEKSI ARUS KAS DAN KELAYAKAN PROYEK Proyeksi arus kas usaha tani perkebunan vanili selama 10 tahun secara lengkap dapat ditunjukkan pada Lampiran 13. Berdasarkan proyeksi arus kas, jumlah inflow atau pendapatan baru ada setelah tahun ke-3 umur proyek sebesar Rp 960.000 hasil dari tanaman kopi dan baru tahun ke-4 untuk tanaman vanili yaitu sebesar Rp 19.200.000. Sedangkan mulai tahun pertama sampai tahun ke-4 umur proyek, usaha tani ini masih dapat menutupi biaya operasional sehingga memerlukan tambahan modal kerja. Besarnya biaya operasional perkebunan adalah Rp 19.329.360 untuk tahun pertama, Rp 16.802.240 untuk tahun ke-2, Rp 18.325.720 untuk tahun ke-3, dan Rp 24.504.940 untuk tahun ke-4. Untuk menganalisis kelayakan usaha tani perkebunan vanili pola tumpang sari ini, dapat dihitung nilai Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio, Payback Period (PBP), dan Net Present Value (NPV). Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.8. Nilai IRR sebesar 33,68% mengimplikasikan bahwa proyek ini layak untuk dijalankan sampai tingkat suku bunga mencapai 33,68%. Dengan menggunakan discount rate 21%, Net B/C ratio memiliki nilai 1,66. Karena Net B/C Ratio > 1 maka usaha ini layak untuk dilaksanakan. Payback period dari usaha ini adalah 6,64 tahun. Net Present Value juga bernilai positif, yaitu Rp 29.040.980 sehingga proyek layak dilaksanakan. Tabel 5.8. Hasil Analisis Kelayakan Usaha Perkebunan Vanili
>Kriteria Kelayakan IRR
Nilai
>Justifikasi Kelayakan
Rp 29.040.980
>0
33,68%
> 21 %
NPV
1,66
>1
Payback period (tahun)
6,64
< 10
Net B/C ratio
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
61
h. Analisis Sensitivitas
Dalam analisis kelayakan proyek banyak asumsi yang digunakan. Penggunaan asumsi ini memiliki ketidakpastian yang sudah diminimalkan berdasarkan nilai aktual yang terjadi di lapangan. Untuk menguji sensitivitas proyek terhadap perubahan asumsi pendapatan dan biaya operasional, digunakan beberapa skenario. Skenario 1. Usaha mengalami penurunan pendapatan sedangkan biaya dan komponen lain tetap. Penerimaan dapat menurun jika terjadi penurunan hasil produksi dan permintaan konsumen atau penurunan harga jual produk. Tabel 5.9. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Skenario 1 Kriteria kelayakan IRR Net B/C ratio NPV Payback period (tahun)
Pendapatan turun 23%
24%
21,19%
20,52%
1,01
0,98
Rp 359.382 - Rp 915.361 9.16
> 10
Berdasarkan Tabel 5.9. tampak bahwa pada skenario pertama dengan asumsi terjadi penurunan penerimaan/pendapatan sampai 23% maka usaha ini masih layak untuk dilaksanakan dengan nilai IRR yang masih lebih besar dari tingkat suku bunga yaitu sebesar 21,194%, nilai Net B/C rationya masih diatas 1 atau sebesar 1,01 dan nilai NPV yang masih positif yaitu sebesar Rp 359.382. Akan tetapi pada saat penerimaan/pendapatan turun sebesar 24 %, usaha ini sudah tidak layak untuk dilaksanakan lagi, karena nilai IRR dibawah tingkat suku bunga yang telah ditetapkan yaitu sebesar 20,52%, NPV-nya sudah negatif dengan nilai -Rp 915.361 dan payback period-nya telah melebihi umur proyek. Perincian perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 14 dan Lampiran 15.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
62
Skenario 2. Biaya operasional mengalami kenaikan yang mungkin dapat terjadi karena kenaikan harga sarana produksi tanaman vanili atau peralatan lainnya. Pada kondisi ini diasumsikan komponen lainnya termasuk pendapatan adalah tetap (konstan). Tabel 5.10. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Skenario 2 Biaya Operasional Naik
Kriteria kelayakan
IRR Net B/C ratio NPV Payback period (tahun)
31%
>32%
21,19%
20,80%
1,01
0,99
Rp
- Rp
456.105
487.252
8,90
> 10
Pada Skenario 2 ditunjukkan bahwa kenaikan biaya operasional masih layak untuk diusahakan sampai terjadi kenaikan sebesar 31%. Pada kenaikan biaya operasional sebesar itu, nilai IRR masih 21,19% atau diatas tingkat suku bunga, net B/C rationya masih diatas 1 yaitu 1,01, NPV-nya masih positif (Rp 456.105), dan payback period-nya 8,90 tahun. Adapun jika terjadi kenaikan operasional diatas 32 %, usaha vanili ini sudah tidak layak diusahakan. Nilai IRR-nya menjadi 20,80% atau dibawah tingkat suku bunga yang ditetapkan. Dengan Net B/C rationya sebesar 0,99 atau dibawah 1, NPV-nya sebesar -Rp 487.252 atau telah negatif, dan payback period-nya telah lebih dari umur proyek. Perincian perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 16 dan Lampiran 17.
Skenario 3. Usaha mengalami penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional secara bersama-sama yang mungkin dapat terjadi karena
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
63
penurunan harga jual buah vanili dan diikuti oleh kenaikan harga sarana produksi tanaman vanili. Tabel 5.11. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Skenario 3 Penurunan pendapatan & Kriteria kelayakan
IRR Net B/C ratio NPV Payback period (tahun)
Kenaikan biaya operasional 13%
14%
21,40%
20,35%
1,02
0,97
Rp 850.311
- Rp 1.368.050
8,08
> 10
Adanya penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional secara bersamaan. Pada tingkat perubahan sebesar 13% usaha ini masih menunjukkan kinerja yang baik dengan nilai IRR sebesar 21,40%, Net B/C ratio sebesar 1,01, NPV sebesar Rp 850.311,-, dan payback period 8,08 tahun. Tetapi pada saat ada perubahan sebesar 14% usaha ini tidak layak untuk diusahakan, karena nilai IRR-nya telah dibawah tingkat suku bunga yaitu sebesar 20,35%, nilai Net B/C ratio sebesar 0,97, NPV telah negatif sebesar Rp 1.368.050, dan payback period telah lebih dari umur proyek. Perincian perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 18 dan Lampiran 19. Skenario 4. Usaha mengalami penurunan luas areal yang akan ditanami. Tabel 5.12. Hasil Analisis Sensitivitas Usaha Skenario 4 Penurunan Skala Usaha (ha)
Kriteria Kelayakan
IRR Net B/C ratio
0,11
0,10
21,81%
20,64%
1,04
0,98
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
64
NPV Payback period (tahun)
377,717
-Rp 158.006
9,36
> 10
Hasil analisis penurunan luas lahan, mengindikasikan bahwa luas areal usaha sebesar 0,11 ha atau 1.100 meter2, usaha ini masih layak untuk diusahakan dengan nilai IRR sebesar 21,81%, Net B/C ratio sebesar 1,04, NPV sebesar Rp 377.717, dan payback period sebesar 9,36 tahun. Tetapi setelah turun menjadi 0,10 ha atau 1.000 meter2 usaha ini tidak layak untuk usahakan karena nilai IRR-nya telah dibawah tingkat suku bunga yaitu 20,64%, nilai Net B/C rationya dibawah 1 yaitu sebesar 0,98, nilai NPV-nya telah negatif yaitu sebesar Rp 158.006, dan payback period-nya telah lebih dari umur proyek. Perhitungan analisis sensitivitas untuk mencari nilai IRR, Net B/C ratio, dan NPV secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 20 dan Lampiran 21. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa penurunan pendapatan lebih sensitif dibandingkan peningkatan biaya operasional. Hal ini terbukti dari penurunan pendapatan sebesar 24% proyek sudah tidak layak, sedangkan peningkatan biaya operasional sampai 31% proyek masih layak dilaksanakan. Namun demikian dari hasil analisis keuangan secara keseluruhan dapat diketahui usaha tani perkebunan vanili merupakan usaha yang cukup menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
65
6. Aspek Sosial Ekonomi Aspek ekonomi dan sosial diidentifikasi dengan justifikasi terhadap kepentingan masyarakat berkaitan dengan adanya kegiatan penanaman vanili di lingkungannya. Kegiatan ini secara langsung memberikan keuntungan yang dapat dinikmati oleh masyarakat yaitu : 1. Perluasan tenaga kerja 2. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto 3. Meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat baik sebagai petani budidaya tanaman vanili secara langsung maupun pelaku yang terlibat secara tidak langsung seperti pedagang pengumpul dan para penyedia jasa yang berkaitan dengan adanya kegiatan perkebunan vanili ini. Usaha tani perkebunan vanili merupakan salah satu komoditi yang dapat diunggulkan di pasar internasional. Meskipun kontribusinya relatif tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan komoditi lainnya, namun setidaknya ekspor vanili telah memberikan pemasukan devisa di atas 22 juta US$ pada tahun 2003 padahal volume ekspornya tidak terlalu besar. Permintaan dan peluang pasar di dunia masih cukup luas untuk dikembangkan sehingga pembukaan perkebunan vanili pada lahan yang sesuai di daerah lain di Indonesia masih memiliki potensi pasar. Kontribusi komoditi vanili ini terhadap produk nasional Indonesia tercermin dari banyaknya kebutuhan dalam negeri dan volume ekspor. Hasil perhitungan Suwanda (2001) menunjukkan bahwa komoditi vanili untuk kedua kegiatan diatas tercatat sebanyak 17.241 ton dan 1.751 ton. Sedangkan hasil penelitian Benu (1991) yang mengaitkan secara langsung perubahan pendapatan dari usaha tani vanili dengan total pendapatan Kabupaten Minahasa mendapatkan angka pelipatan sebesar 44,16. Angka ini berarti setiap perubahan Rp 1 dari pendapatan usaha tani vanili akan menyebabkan perubahan total pendapatan Kabupaten Minahasa sebesar Rp 44,16. Dari aspek ketenagakerjaan, usaha ini tidak menyerap jumlah tenaga kerja secara langsung yang banyak. Namun, memiliki pengaruh ke belakang (backward effect) setidaknya pada usaha pasokan pupuk kandang dan buatan serta kaitan ke depan (forward effect) pada usaha perdagangan dan jasa pengangkutan akibat adanya usaha tani ini.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
66
Penyerapan tenaga kerja dari usaha ini dapat dirasakan oleh masyarakat sekitar di pedesaan yang umumnya petani dan memiliki dampak langsung terhadap peningkatan pendapatan dan ekonomi mereka. Dengan berkurangnya pengangguran secara langsung akan berdampak pada kondisi sosial masyarakat seperti penurunan tingkat kriminalitas.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
67
7. Aspek Dampak Lingkungan Usaha tani perkebunan vanili sebagai kegiatan produksi menghasilkan limbah dari kegiatannya berupa sampah-sampah organik hasil pembersihan kebun dan sampah ikutan dari pembelian bahan-bahan sarana produksi berupa bekas kemasan pupuk organik maupun anorganik, botol-botol dari plastik dan gelas bekas kemasan pupuk daun (gandasil) dan fungisida. Jumlah limbah bekas kemasan ini tidak begitu banyak dan dapat dikelola dengan cara dijual kepada lapak pemulung barang bekas, atau dipakai sendiri untuk keperluan lain. Sedangkan limbah organik berupa rerumputan, sisa-sisa daun dan batang pohon vanili yang ditebang pada waktu proses pemangkasan dan pembersihan kebun biasanya dikumpulkan disuatu tempat untuk dijadikan kompos.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
68
8. Penutup a. Kesimpulan 1. Usaha tani kebun vanili pada umumnya dilakukan di wilayah pedesaan dengan kondisi iklim dan tanah yang cocok untuk tanaman ini. 2. Usaha ini memiliki prospek yang cerah. Peluang pasar komoditi vanili terutama untuk ekspor masih terbuka, sehingga secara langsung memberikan peluang bagi pengembangan dan peningkatan produksi. 3. Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh para petani vanili adalah masih minimnya tingkat pengetahuan dan teknologi budidaya vanili yang dikuasai petani sehingga tingkat produksi dan mutu vanili yang dihasilkan masih rendah. 4. Di daerah survei, usaha tani perkebunan vanili ini dilakukan dengan pola tumpang sari dengan tanaman kopi yang teknik budidayanya terlebih dahulu dikuasai oleh petani. 5. Pola pembiayaan atau kredit untuk usaha tani perkebunan vanili di daerah survei sampai saat ini belum pernah diberikan dan tidak ada skema kredit khusus untuk usaha tani ini. Bank siap dan dapat memberikan kredit secara umum dengan tingkat suku bunga 21% per tahun. 6. Usaha tani perkebunan vanili memiliki Internal Rate of Return (IRR) yang cukup tinggi yaitu 33,68% yang berarti bahwa usaha ini masih layak dilaksanakan sampai tingkat bunga mencapai 33,68%. Net B/C ratio usaha ini juga lebih besar dari satu, yaitu 1,66 sehingga usaha ini dinyatakan layak. Kelayakan usaha juga dapat dilihat dari Nilai NPV yang positif sebesar Rp 29.040.980. 7. Berdasarkan analisis sensitivitas 1, usaha tani perkebunan vanili masih layak sampai terjadi penurunan pendapatan sebesar 24%. Penurunan pendapatan sebesar 24% menyebabkan usaha ini menjadi tidak layak dengan nilai IRR sebesar 20,52 %, Net B/C ratio 0,98 dan NPV - Rp 915.361. 8. Berdasarkan analisis sensitivitas 2, usaha tani perkebunan vanili masih layak hingga terjadi kenaikan biaya operasional sebesar 32%. Kenaikan biaya operasional sebesar 32% menyebabkan
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
69
usaha tani perkebunan vanili menjadi tidak layak dengan IRR 20,80 %, Net B/C ratio 0,99 dan NPV - Rp 487.252. 9. Berdasarkan analisis sensitivitas 3, usaha tani perkebunan vanili masih layak hingga terjadi penurunan pendapatan dan kenaikan biaya operasional sebesar 14% pada saat yang bersamaan. Perubahan sebesar 14 % (pendapatan turun 14% dan biaya operasional naik 14%) menyebabkan usaha tani perkebunan vanili menjadi tidak layak dengan IRR 20,35%, Net B/C ratio 0,97 dan NPV - Rp 1.368.050. Berdasarkan analisis sensitivitas 4, usaha tani perkebunan 10. vanili masih layak untuk diusahakan sampai pada skala usaha di atas 0,10 ha atau 1.000 m2. Pembukaan usaha tani perkebunan vanili seluas 1.000 m2 mempunyai tingkat kelayakan dengan IRR 20,64%, Net B/C ratio 0,98 dan NPV - Rp 158.006. 11. >Munculnya usaha tani perkebunan vanili memberikan peluang kerja bagi masyarakat setempat, baik untuk pengusaha maupun para pekerjanya, sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya. 12. Usaha tani perkebunan vanili tidak menimbulkan pencemaran dan tidak menghasilkan limbah yang berbahaya. Limbah berupa sisa daun dan batang tebangan pohon vanili yang dapat digunakan sebagai pupuk hijau.
b. Saran 1. Pengembangan usaha tani perkebunan vanili sebaiknya dikembangkan secara tumpang sari (mix farming) dengan tanaman keras lainnya baik kopi atau kelapa. Supaya petani mempunyai jenis pendapatan lebih bervariasi dan bisa saling menutupi jika terjadi penurunan atau kegagalan pada salah satu komoditi 2. Untuk memperbaiki mutu buah vanili yang dihasilkan, petani vanili perlu dibekali dengan pengetahuan teknik budidaya dan pasca panen secara memadai sehingga dapat menghasilkan mutu produksi vanili yang mempunyai daya saing tinggi di pasaran dunia. 3. Secara finansial dan dari kondisi di lapangan, usaha tani perkebunan vanili ini cukup layak untuk dibiayai. Namun, pihak
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
70
bank tetap harus memberikan kredit berdasarkan analisis usaha yang komprehensif berdasarkan prinsip kehati-hatian.
Bank Indonesia – Perkebunan Vanili - Konvensional
71