LEMBAR PERNYATAAN
Tugas akhir yang berikut ini
:
: Pengembangan Model Pembelajaran Kontekstual Dengan Metode Sel Pada
Judul
Pembelajaran Matematika Untuk Siswa SMP
Pembimbing
:
1. Prof.Drs. Sutriyono,
M.Sc.,Ph.D.
2. Wahyudi, S.Pd.,M.Pd. Adalah benar hasil karya saya
:
Nama
Desi Setiyaningrum
NIM
202008069
Program Studi
Pendidikan Matematika
Fakultas
Keguruan Dan llmu Pendidikan
Saya menyatakan tidak rnengambil sebagian atau seluruhnya dari
hasil karya orang lain kecuali sebagaimana yang tertulis pada daftar pustaka.
Pernyataan
ini dibuat dengan
sebenar-benarnya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam penulisan karya ilmiah.
Salatiga,
t4 Juni2A72
IAETERAI NTl \w*-
TEMPE[
;d;#ff;;,,ffi\"t r-\41!Trqqrqr.r
rl
\=--
{{M6/W"ffi DesiSetiyani ngrum
lll
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa
karena atas berkat dan tuntunan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan
di
Fakultas Keguruan dan llmu pendidikan Program
Studi Pendidikan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana.
Dalam penulisan skripsi
ini, banyak pihak yang juga
turut
membantu penulis sehingga pada akhirnya semuanya dapat terselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Dr. Bambang S. Sulasmono, M.Si.-selaku Dekan Fakultas Keguruan dan llmu Pendidikan, Universitas Kristen Satya Wacana.
2.
Kriswandani, S.Si., M.Pd. Selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika, Fakultas Keguruan dan llmu Pendidikan, Universitas Kristen Satya Wacana.
3.
Prof. Drs. Sutriyono, M.Sc., Ph.D. sebagai Pembimbing I yang selama ini mengarahkan, membimbing dan menyediakan waktu selama penulis mengerjakan skripsi ini.
4.
Wahyudi, S.Pd., M.Pd. selaku Pembimbing
ll
yang selama
ini
mengarahkan, membimbing dan menyediakan waktu selama penulis mengerjakan skripsi ini.
5.
Kak Sita, Mbak Silvi, Bu Helty, Bu lna dan seluruh staf pengajar program
studi Pendidikan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana yang selama ini menyalurkan ilmu dan mendidik penulis.
6.
Seluruh
staf
pengajar dan pegawai Fakultas Keguruan dan llmu
Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana yang selama ini menyalurkan ilmu dan mendidik penulis.
lv
7.
Papa dan Mama tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, semangat dan dukungan.
8.
Adikku tersayang Septian lndra Kusuma yang selalu usil, terima kasih atas motivasiyang inang berikan buat mbak desi.
9.
Kakek dan Nenek tercinta yang senantiasa sabar atas kesibukan penulis,
maafkan desi yang jarang ada waktu di rumah.
10. Keluarga besar Poerman Poerwomihardjo dan Sudomo yang selalu mendukung penulis.
11. Kak Nikodemus Ge'e terkasih yang selalu memberikan kasih sayang dan dukungan serta pengorbanan selama ini. Terima kasih juga untuk ide
topik skripsinya. 12. Teman-teman kuliah penulis: Uthe, lnun& Pipit dan semua temanteman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. 13. Teman-teman
BPMU periode 20O9/2OLO dan BPMU periode
20to120L1.
14. Berbagai pihak yang pada kesempatan ini tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Penulis mohon maaf bila terdapat kesalahan selama penulis kuliah
maupun selama mengerjakan sikripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat berguna bagi semua pihak.
Salatiga, 14 Juni 2012
Desi Setiyaningrum
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Jongonloh
terlolu memikirkan mosd lolu
don
mangkhowotirkon moso depon, topi fokuslah podo opo yong biso dikerjakon sekarong. Desi S.
Lokukon sesuotu bukon sebogoi tugas, bukon untuk
materi don bukon untuk populoritos, nomun lokukan itu semuo sebogoi peloyonon sejoti. Ge'e
Hidup berowal dari mimpi.
5.fndro.K
Skripsi ini soyo persembohkan untuk semuo orong yong teloh mendukung soyo dengan penuh cinto kosih don kepercoyoon
vi
Pengembangan Model Pembelajaran Kontekstual Dengan Metode Sel Pada Pembelajaran Matematika Untuk Siswa SMP. Desi Setiyaningrum. 202008069.2012
ABSTRAK Tujuan pembelajaran matematika akan tercapai jika siswa mampu memenuhi standar kompetensi lulusan mata pelajaran matematika yang diterapkan oleh pemerintah melalui Permendiknas nomer 23 Tahun 2006. Model pembelajaran yang cenderung diterapkan untuk membantu memenuhi tuntutan tersebut adalah model pembelajaran kontekstual. Dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual masih terdapat berbagai kendala yang dialami siswa dan guru. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran kontekstual dengan metode sel pada pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi matematika dan menggairahkan belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan untuk mengembangkan model pembelajaran kontekstual dengan metode set yang dilaksanakan di
SMP Kristen Satya Wacana Salatiga. Dalam penelitian ini, dilaksanakan uji coba desain sebanyak 2 kali dengan metode eksperimen model one-shot cose study. Efektifitas dan dampak model terhadap siswa dapat dilihat dari analisis data yang diperoleh
dari tugas laporan pribadi, laporan kelompok, tes individu dan angket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual dengan metode sel dapat dilaksanakan dalam empat tahap dengan fokus yang berbeda. Sebagian besar siswa sangat antusias untuk mengikuti setiap tahap pembelajaran akan tetapi terdapat kendala dalam hal pengaturan waktu yang membuat siswa menjaditidak bersemangat. Pemahaman siswa terhadap materi yang menjadi tugas individu tinggi, ditunjukkan oleh tingginya persentase siswa yang mengerjakan soal dengan konsep yang benar. Siswa merespon positif pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran kontekstual dengan metode sel. Kata kunci : Pembelajaran kontekstual, Metode sel, Matematika.
vlt
DAFTAR ISI Hal
HALAMAN JUDUL SKRIPsI.......
i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAR PERNYATAAN ................ KATA PENGANTAR .......... MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ii
iii iv vi
DAFTAR rst ...............
vii viii
DAFTAR TABE1........
x
DAFTAR GAMBAR
xi xii
ABSTRAK
DAFTAR LAMPIRAN,.
BAB I PENDAHULUAN
A. B.
Latar Belakang Masalah. Rumusan Masalah
1
3
C. Tujuan Penelitian... D. Manfaat Penelitian 1. 2.
4 4 4
Manfaat Teoritis Manfaat Praktis
4
E.
Batasan Masalah..... BAB IITINJAUAN PUSTAKA A. Kecenderungan Pembelajaran Matematika B. Model Pembelajaran Kontekstual................
C.
MetodeSe|..............
D.
Sikap........... Kajian yang Relevan.................
E.
4 5 5
8 9 10
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Lokasi Penelitian
13 13 13
B. Teknik Pengambilan Data C. lnstrumen Pengambilan Data L. Tes Tertulis....... 2. Angket...
D.
13 16 L7
Pengujian lnstrumen...
1. UjiValiditas.............. 2. UjiReliabilitas
Data.........., Penelitian G. ModelHipotetik E.
F.
Teknik Analisis Tahapan
vlll
..
t7 18 18 19
20
BAB IV PELAKSANMN DAN HASIL PENELITIAN
A. StudiPendahuluan........
Sekolah Guru........ Literatur..... Desain 4. B. DeskripsiSubjek Penelitian... 1. 2. 3.
Observasi Lingkungan Wawancara Terhadap Studi Pengembangan Awal
1. DiskusiDengan Guru 2. Membuat lnstrumen
D.
..
2L
.. 2l
2L 22 22
Pengampu........... Penelitian
Analisis Validitas dan Reliabilitas 1. Angket
Sikap..........
E. Pelaksanaan Penelitian...
22 22
1nstrumen..............
Pertama..... Kedua................:.. F. Pembahasan Hasil Penelitian.............. 1. UjiCoba 2. UjiCoba
2L
23 23
..
24 24 29 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. B.
t7
Kesimpulan Saran.........
37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
lx
DAFTAR TABEL Hal
...........:........ L4 Kriteria penilaian laporan pribadi 15 Kriteria penilaian laporan Kelompok per penilaian 16 item soal evaluasi tes Kriteria
Tabel3.1: Tabel3.2: Tabel3.3: Tabel3.4: Rancangan Angket sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan metode Tabel4.1: KategoriPenilaian Laporan Tabel4.2: Kategori Penilaian Laporan kelompok Tabel4.3: Kategori penilaian tes berdasarkan soal yang sesuai dengan tugas individu (1)........... Tabel4.4: Kategori tinggi rendahnya sikap siswa terhadap metode sel (1)......... Tabel4.5: Kategori penilaian laporan pribadi (2) .............. Tabel4.6: Kategori penilaian laporan Kelompok (2) .............. Tabel4.7: Kategori penilaian tes berdasarkan soal yang sesuai dengan tugas individu (2)........... Tabel4.8: Kategori tinggi rendahnya sikap siswa terhadap metode sel (2)......... Tabel4.9: Analisis Pelaksanaan Uji Coba.....
se1............... Pribadi(U.............. (1)...............
t7 26 27 28 29 31 31
33 33
34
DAFTAR GAMBAR Hal 19 2A
Gambar 3.1: Tahapan Penelitian Gambar 3.2: Model Hipotetik....
x1
DAFTAR TAMPIRAN
1. 2. lampiran 3.
Lampiran Lampiran
Lampiran Lampiran Lampiran
4. 5. 6.
Lampiran Lampiran
7. 8.
Lampiran
9.
Surat Keterangan Penelitian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Angket Sikap Siswa Terhadap Model Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Sel SoalTes Tugas Kelompok
Kuantifikasi ltem Sikap Siswa Terhadap Model Pembelajaran Kontekstual dengan Metode Sel Kuantifikasi ltem SoalTes HasilAnalisis Validitas dan Reliabilitas lnstrumen melalui 5P5S 17.0
Rekapitulasi HasilTes
xtt
BAB I
Pendahuluan
A. latar Belakang Masalah Kajian kebijakan Depniknas tahun 2007 tentang kurikulum matematika menerangkan bahwa matematika harus dipelajari siswa-siswa karena kegunaannya yang penting dalam kehidupan bangsa lndonesia. Penerapan matematika akhir-akhir ini telah berubah banyak dan cepat karena kehadiran dan perkembangan teknologi elektronik dalam dunia kerja. Perlu disadari pula bahwa alat-alat bantu hitung yang modern dalam pengembangan dan pengoperasiannya memerlukan suatu dasar pengetahuan terhadap
matematika yang kuat,
jadi
pembelajaran matematika justru
semakin diperlukan seiring perkembangan tekhnologi yang pesat. Depdiknas terus berupaya Melihat kenyataan
ini,
mengembangkan kurikulum untuk memperbaiki sistem pendidikan. Pemerintah mengupayakan kurikulum mata pelajaran matematika
yang mempersiapkan siswa tidak hanya untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi tetapijuga untuk memasuki dunia kerja. Melihat fertomena tersebut, maka pembelajaran matematika di tingkat satuan pendidikan harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang berlangsung.
Upaya pengembangan kurikulum oleh pemerintah dapat dilihat dalam peraturan menteri pendidikan nasional Republik lndonesia nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, dijelaskan bahwa matematika termasuk dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana tujuannya adalah untuk mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan kemampuan analisis peserta didik. Permendiknas nomor 23 Tahun 2005 juga mengatur tentang Standar Kompetensi Lulusan {SKL) untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun SKL untuk mata pelajaran matematika adalah Memahami konsep matematika, menjelaska n keterkaitan anta rkonsep dan mengaplikasikan konsep
(1)
atau algoritma, secara luwes, akurat efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika. (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. (a) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Kecenderungan pembelajaran matematika dewasa ini lebih berpusat pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan humanistik. Di lndonesia sendiri model pembelajaran kontekstual telah dikenal cukup lama dan saat ini tengah populer pembelajaran matematika realistik di tingkat sekolah dasar. Dengan demikian pengembangan kurikul um matematika diti ngkat satuan pendidika n harus relevan dengan kecenderungan pembelajaran matematika saat ini dan mengakomodir standar kompetensi lulusan yang telah ditetapkan pemerintah (Depdiknas, 2@71. Hasil pengamatan dan diskusi dengan guru pengampu mata
pelajaran matematika menunjukkan bahwa matematika masih menjadi mata pelajaran yang dianggap menakutkan dan sulit oleh sebagian siswa, hal ini sangat ironis mengingat pentingnya matematika bagi kehidupan siswa secara pribadi dan kemajuan bangsa. Anwar (2009) dalam Kabar Indonesia berpendapat bahwa siswa merasa matematika sulit karena guru hanya mengajar serba instan dan langsung ke teknis sehingga siswa tidak mempunyai dasar yang kuat. Matematika yang diajarkan di sekolah tidak realistis dan tidak menyentuh kehidupan sehari-hari.
Tidak bisa dipungkiri bahwa pembelajaran matematika melalaui tiga tahap, yakni kongkrit, semi kongkrit, dan abstrak. Ketika dalam tahap abstrak inilah pembelajaran kontekstual akan diketahui pembelajaran guru kontekstual terhadap model bahwa respon beragam. Sebagian besar guru memberikan respon positif dan menyatakan pernah menggunakan model pembelajaran kontekstual, akan tetapi masih terdapat banyak kendala dalam pelaksanaan. Kendala yang banyak dihadapi antara lain adalah masalah waktu mengajar, model kontektual yang sulit diterapkan
sulit diterapkan. Berdasarkan hasil wawancara iuga
pada materi tertentu dan masih kurangnya pemahaman siswa
terhadap materi yang diajarkan walaupun sudah menggunakan pendekatan dengan model kontekstual. Nilai yang dihasilkan dari pembelajaran matematika dengan menggunakan model kontektualpun beragam, dari nilai kriteria ketuntasan minimum (KKM) 75, sebagian siswa mampu melewati nilai ini dan sekitar LO%-30% siswa masih belum mendapat nilai di atas KKM. Persentase siswa yang belum lulus KKM semakin besar ketika pada kelas yang siswanya mempunyai kemampuan sedang hingga rendah.
Perlu diperhatikan pula bahwa pembelajaran matematika akan berhasil jika dalam proses pembelajaran memenuhi tiga hukum yaitu hukum kesiapan llow of readness), hukum latihan (/ow of exercisel dan hukum akibat Uow of effect). Dilihat dari fenomena yang terjadi dilapangan, pengajaran matematika secara umum telah memenuhi hukum latihan dimana guru telah memberikan stimulus berupa latihan untuk pengulangan secara terus menerus. Hukum kesiapan seringkali diabaikan sehingga pada akhirnya stimulus yang diberikan oleh guru tidak dapat direspon baik oleh siswa. Pembelajaran akan berhasil jika siswa memenuhi keadaan berikut "Siswa harus merasa percaya diri dan siap belajar, lebih banyak terlibat dalam proses belajar, dapat mengatur dan memotivasi diri serta berkomunikasi dengan siswa lain" (Sambuk, 200s).
Fenomena ini menunjukkan bahwa ada sesuatu yang harus diperbaiki dalam sistem pembelajaran matematika, diperlukan suatu model pembelajaran kontekstual yang mampu menstimulus siswa agar siap saat menerima pelajaran matematika, mempermudah pelaksanaan bagi guru karena dapat dipakai dalam setiap tahapan pelajaran matematika serta memberikan efek besar
bagi siswa berupa pemahaman dasar yang kuat tentang matematika.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut Bagaimana mengembangkan model pembelajaran kontekstual pada pembelajaran matematika untuk meningkatkan
yaitu
pemahaman siswa terhadap
materi matematika
membangkitkan sikap positif siswa dalam belajar matematika?
dan
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model pembelajaran kontekstual dengan metode sel pada pembelajaran matematika sehingga dapat meningkatkan
pemahaman siswa terhadap
materi matematika
dan
membangkitkan sikap positif siswa dalam belajar matematika.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis : Pengembangan metode pembelajaran dalam dunia pendidikan khususnya pembelajaran matematika. 2. Manfaat praktis :
Memberikan masukan
bagi guru dalam rangka
mengembangkan metode pembelajaran.
E. Batasan Masalah Penelitian ini terbatas pada model pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran matematika serta pengembangannya.
BAB II
Kajian Pustaka
A. Kecenderuntan Pembelajaran matematika Pembelajaran matematika dewasa ini lebih terpusat pada pembelajaran kontekstual dan humanistik. Di Belanda sekarang ini
tengah dikembangkan pendekatan pembelajaran dengan nama Realistic Mathemotics Educotion {RME). Terdapat lima karakteristik
utama dari pendekatan RME, yaitu Menggunakan pengalaman siswa di dalam kehidupan sehari-hari, mengubah realita ke dalam model, kemudian mengubah model melalui matematisasi vertikal sebelum sampai kepada bentuk formal, menggunakan keaktifan siswa, dalam mewujudkan matematika pada diri siswa diperlukan adanya diskusi, tanya-jawab, dan adanya keterjalinan konsep dengan konsep, topik dengan topik sehingga pembelajaran matematika tebih holistik daripada parsial (Ruseffendi, 2003).
Amerika Serikat juga telah mengembangkan
suatu pendekatan pembelajaran yang disebut contextuol teoching ond
leorning (Howey, 2010:105). Pembelajaran
ini
berusaha
meningkatkan kemampuan siswa melalui pembelajaran yang berangkat dari masalah yang kontekstual atau dari kehidupan nyata siswa itu sendiri. Jepang saat ini sedang mempopulerkan pendekatan yang
dikenal the open-ended approoch (Becker dan Shimada,1997:21. Pembelajaran dengan model the open-ended approoch menekankan pada soal-soal terbuka sehingga cara memperoleh jawaban dapat beragam. Sedangkan di lndonesia sendiri tengah di po pulerka n Pem belaja ran Matemati ka Rea listik.
B. Model Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen utama untuk pembelaja ra n kontekstua l, yaitu konstruktif, inkui ri, bertanya, masyarakat belajar, permodelan, refleksi dan penilaian autentik (diktat PLPG, 2010). Sehingga sebuah kelas dapat dikatakan
menggunakan pendekatan CTL tersebut dalam pembelajaran. Konstruktif merupakan
jika menerapkan tujuh
prinsip
landasan berpikir
dalam
pembelajaran kontekstual yang menganut pada paham konstruktivisme. Siswa secara aktif membangun pengetahuan sedikit demi sedikit dan tidak secara instan. Perlu diketahui pula
bahwa pengetahuan bukan seperangkat fakta, kaidah dan konsep yang siap diambil dan diingat, pembelajaran akan lebih bermakna jika pengetahuan dikonstruksi sendiri sehingga memberi makna melalui kehidupan nyata. lnti pada pendekatan iniadalah keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Strategi untuk memperoleh
pengetahuan lebih diutamakan daripada seberapa banyak pengetahuan yang siswa peroleh dan mengingatnya. Prinsip konstruktif mengharuskan guru untuk mampu memfasilitasi proses pembelajaran tersebut dengan menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, memberi kesempatan siswa untuk menemukan dan menerapkan ide sendiri dan menyadarkan siswa agar menerapkan strategimereka sendiri untuk belajar. Prinsip penting lain yang harus ada dalam pembelajaran kontekstual dan sering disebut sebagai inti dari pembelajaran kontekstual adalah lnkuiri. Pada tahap inkuiri, guru merancang pembelajaran sedemikian rupa sehingga merangsang siswa untuk melakukan kegiatan guna menemukan materi untuk pembelajarannya. Jadi pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki siswa bukanlah hasil dari mengingat fakta-fakta tapi hasil dari temuan siswa. Siklus inkuiri terdiri dari observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan. Bertanya merupakan kegiatan dimana terdapat dalam semua kegiatan pembelajaran baik antar siswa, guru dengan siswa dan siswa dengan nara sumber. Bertanya merupakan kegiatan guru yang bersifat membimbing, mendorong dan menilai kemampuan berpikir siswa. Kegiatan bertanya dilaksanakan dalam berbagai aktivitas menggali informasi, mengkonfirmasi sesuatu yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. Sehingga kegiatan bertanya sangat penting dalam pembelajaran inkuiri.
Pembelajaran kontekstual juga memerlukan adanya masyarakat belajar. Pengetahuan dalam masyarakat belajar
diperoleh dari hasil saling bertukar pikiran antar teman dan antar
kelompok, yaitu dari yang tahu kepada yang tidak tahu. Kegiatan ini tidak terbatas pada ruang kelas tetapi juga melibatkan lingkungan sekitar siswa. Perlu disadari bahwa masing-masing orang mempunyai keterampilan dan pengalaman yang berbeda sehingga setiap orang dapat menjadi sumber belajar. Proses pembelajaran kontekstualjuga menuntut guru untuk mendemonstrasikan suatu model yang berkaitan dengan materi yang diajarkan. Model yang didemonstrasikan dapat melibatkan siswa atau mendatangkan ahli dibidangnya. lnilah yang disebut prinsip pemodelan. Tahapan pembelajaran kontekstual diakhiri dengan refleksi. Prinsip refleksi merupakan konsep berpikir tentang sesuatu yang telah dipelajari dan mengingat kembali hal-hal yang baru diterima. Guru membantu membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan pengetahuan yang baru diperoleh. Siswa mencatat hal-hal yang dipelajari sehingga dapat merasakan sesuatu yang baru. Sistem penilaian dalam pembelajaran kontekstual menganut prinsip penilaian autentik. Data dikumpulkan sedemikian rupa sehingga memperlihatkan perkembangan siswa. Penilaian autentik menekankan pada proses pembelajaran. Penilaian autentik mempunyai ciri dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung, digunakan untuk formatif dan sumatif, keterampilan dan performansi yang menjadi ukuran, berkesinambungan, terintegrasi, bisa digunakan sebagai feed back. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual merupakan salah satu pendekatan konstruktivisme baru dalam pembelajaran matematika, yang pertama-tama dikembangkan di negara Amerika, yaitu dengan dibentuknya Washington Stote Consortium for Contextual oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat. Pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2001 diselenggarakan tujuh proyek besar yang bertujuan untuk mengembangkan, menguji, serta melihat efektivitas penyelenggaraan pengajaran matematika secara kontekstual. Proyek tersebut melibatkan 11 perguruan tinggi, 18 sekolah, S5 orang guru dan profesor serta 75 orang guru yang sebelumnya sudah diberikan pembekalan pembelajaran kontekstual. Penyelenggaraan program ini berhasil dengan sangat baik untuk level perguruan tinggi dan hasilnya direkomendasikan untuk segera disebarluaskan pelaksanaannya. Hasil penelitian
untuk tingkat sekolah, yakni secara signifikan terdapat peningkatan ketertarikan siswa untuk belajar, dan meningkatkan secara utuh
partisipasi aktif siswa dalam proses belajar mengajar (Sulianto, 2011).
Di lndonesia, pembelajaran model kontekstual lebih dikenal dengan pembelajaran realistik. Dilihat dari pengembangan kurikulum dan tujuan pembelajaran matematika dimana lebih menonjolkan pada pemahaman konsep matematika, menggunakan penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan dan memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan maka pembelajaran realistik menjadi
harapan
terwujudnya tujuan tersebut. Berdasarkan berbagai penelitian dan wawancara yang telah dilakukan, praktek pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kontekstual memberikan hasil yang masih beragam dan ketuntasan belajar siswa belum mampu memenuhi tuntutan kurikulum yaitu 85%. Sebagian besar
pengajar juga masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan pembelajaran matematika dengan model kontekstual.
c. Metode Sel Metode Sel merupakan metode yang akan dikembangkan dalam penelitian ini. Metode sel menggunakan prinsip-prinsip yang ada dalam model pembelajaran kontekstualtetapi lebih terstruktur dengan tahapan yang lebih jelas dan terarah sehingga dinilai dapat mengatasi kelemahan model pembelajaran kontekstual. Tahapan pembelajaran metode sel menggunakan dasar kerja sel pada makhluk hidup. Pada makhluk hidup, sel akan berkumpul
dan bekerja bersama membentuk suatu jaringan,
kemudian kumpulan jaringan membentuk organ dan kumpulan organ menjadi sistem organ dan akhirnya kumpulan sistem organ menjadi
organisme. Pembelajaran dengan metode sel menganalogikan siswa sebagai sel tunggal.
Pada tahap pertama, siswa akan seperti sel tunggal yang bekerja sendiri. Pada tahap ini siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan dengan cara mencari pengetahuan atau materi yang akan diajarkan. Tahap ini menganut pada paham konstruktivisme yang juga dianut pembelajaran kontekstual.
Pada tahap kedua, siswa yang sudah mempunyai bekal pengetahuan yang sudah siswa konstruksikan sendiri berkumpul
dalam suatu kelompok kecil untuk bekerja bersama-sama seperti sel yang membentuk jaringan. Pada tahap ini siswa akan membentuk suatu masyarakat belajar yang bekerja bersama untuk membahas pengetahuan yang telah ditemukan oleh masing-masing siswa. Pada tahap ini juga akan terjadi interaksi pertukaran pengetahuan yang biasa disebut dengan tutor sebaya. Pada tahap ketiga, kelompok kecil akan menyampaikan pengetahuan yang didapat kepada semua siswa dalam satu kelas atau kelompok lain. Setelah semua kelompok memberitahukan pengetahuan yang mereka dapat, maka akan menjadi suatu kesatuan pengetahuan yang utuh. Pada tahap ini diharapkankan akan terjadi interaksi pertukaran pengetahuan antar kelompok. Pada tahap terakhir, guru akan memberikan penjelasan tentang semua materi yang sudah disampaikan oleh siswa. Tahap ini sama dengan tahap refleksi pada pembelajaran kontekstual, tetapi siswa tentunya akan lebih siap dengan materiyang diajarkan karena pengetahuan yang diajarkan guru sudah terlebih dahulu dikonstruksikan oleh siswa. D. Sikap
Definisi dan pengertian sikap masih dalam versi yang beragam. Kesepakatan diantara para ahli tentang definisi tunggal sikap belum ada hingga sekarang. Menurut Azwar (1995) berbagai definisi sikap yang ada pada umumnya dapat dikelompokkan dalam tiga kerangka pemikiran. Kerangka pemikiran oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurston mendefinisikan sikap sebagai suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap objek adalah perasaan
mendukung atau memihak (favoroble) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfovorablel. Pemikiran kedua diwakili oleh para ahli seperti Chave (1928) mempunyai pemikiran bahwa sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan yang dimaksud adalah kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Kelompok pemikiran ketiga lebih berorientasi pada skema triadik. Lebih jelasnya sikap merupakan konstelasi komponenkomponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi
10
dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Berdasarkan tiga kelompok pemikiran yang telah diuraikan maka dapat diketahui bahwa sikap tersusun atas beberapa komponen yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Komponen apa afektif merupakan bagian yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Komponen konatif atau yang biasa juga disebut sebagai komponen perilaku adalah
yang menunjukkan bagaimana perilaku atau
kecenderungan
berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapi.
E, Kajian yang Relevan Penelitian oleh Rubiyatun (2010) menunjukkan bahwa dengan CTL yang menekankan pada leorning community dan questioning siswa dapat antusias dan semangat dalam mengikuti pembelajaran matematika, siswa mampu mengatasi kesulitan belajar dengan berdiskusi dengan teman yang lebih paham akan materinya dan belajar bertanya, siswa mampu mempresentasikan hasil kelompok kedepan kelas dan kemampuan siswa dalam memahami matematika meningkat. Penelitian Tindakan Kelas oleh Gita (2007) menyimpulkan bahwa metode pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan prestasi siswa. Terjadi peningkatan skor ratarata kelas dari 6,29 pada siklus I menjadi 7,45 pada siklus 11. Respon positif siswa terhadap metode yang diterapkan memenuhi kategori sangat tinggi. Tetapi ketuntasan belajar belum mernenuhi tuntutan kurikulum yaitu minim al 85%. Penelitian oleh Yumiati dan Tarhadi (2010) didapatkan hasil bahwa model pembelajaran matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan penalaran deduktif siswa di SMP lT Jabon Mekar dan SMP N 1 Parung. Pada bagian pembahasan persepsi guru dikemukakan bahwa guru merasa kesulitan dalam menerapkan PMR pada kelas dengan kemampuan siswa yang kurang dan tidak semua materi matematika dapat diterapkan model PMR. Pembahasan mengenai persepsi siswa terhadap
LL
diskusi menunjukkan bahwa ada siswa yang menyatakan tidak dapat mengikuti pembelajaran dengan diskusi, alasannya yaitu lupa dengan rumus karena tidak dicatat, menjadi sering mengobrol dengan teman dan penjelasan kurang detail. Berdasarkan beberapa jurnal pendidikan yang telah dirangkum di atas dapat diketahui bahwa model pembelajaran
kontekstual memberikan pengaruh positif terhadap proses pembelajaran, hanya saja terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Sehingga diperlukan suatu pengembangan metode pembelajaran kontekstual.
t2
BAB III
Metode Penelitian A. Jenis dan Lokasi Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan atau R&D yaitu metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut. Penelitian ini dilakukan di SMP Kristen Satya Wacana kota Salatiga.
B. Teknik Pengambilan Data Penelitian ini menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu uji pakar dan uji coba model.
C. lnstrumen Pengambilan Data Data mengenai efektivitas pembelajaran kontekstual dengan
motode sel terhadap hasil belajar siswa dan sikap siswa maka diperlukan suatu alat pengukur data yang terdiri dari
1.
:
Tes tertulis
Tes digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa sesudah belajar dengan menggunakan model pembelajaran hasil pengembangan. Bahan tes disesuaikan dengan materiyang diajarkan dan mengacu pada kurikulum yang berlaku. Tes yang diajukan ada 2 jenis, yaitu pembuatan laporan yang terdiri atas laporan pribadi dan laporan kelompok dan tes evaluasi individu untuk mengetahui kemampuan dan efek pembelajaran yang telah berlangsung. Berikut ini merupakan penjelasan lebih rinci mengenai instrumen tes yang akan digunakan :
a.
Laporan Pribadi
Laporan pribadi merupakan laporan yang dibuat oleh siswa secara perorangan dalam rangka melaporkan hasil temuan oleh siswa. Tujuan dari penugasan ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa untuk mencari sendiri materiyang akan dipelajari. Penilaian laporan pribadi dilakukan oleh guru dengan pertimbangan berbagai kriteria yang telah ditentukan. Kriteria penilaian laporan pribadi terdiri atas tiga komponen yaitu pengumpulan laporan,
13
L4
referensi dan contoh soal. Berikut merupakan uraian dari tiga komponen yang dimaksud :
Tabel3.1 Kriteria Kriteria
Skor
Skor maksimal
50
50
Pengumpulan laporan 0 Referensi 0 10 25
25
Contoh soal 0 10 25
Nilai maksimal
25
100
Laporan Kelompok
Laporan kelompok merupakan laporan yang dibuat oleh siswa secara berkelompok berdasarkan hasil diskusi kelompok yang dilakukan oleh siswa. Tujuan dari penugasan ini adalah untuk mengetahui hasil kerja siswa secara berkelompok. Penilaian laporan kelompok dilakukan oleh guru dengan mengacu pada kriteria yang telah ditentukan. Kriteria penilaian laporan kelompok terdiri atas tiga komponen, yaitu pengumpulan, kelengkapan laporan dan contoh soal. Penjelasan kriteria penilaian laporan kelompok dapat dilihat pada Tabel 3.2 di bawah ini :
15
Tabel3.2 Kriteria Kriteria
Skor
Skor
maksimal
Pengumpulan laporan 0
50
50 Kelengkapan 0 yang dibahas kelompok 10 35
dibahas kelompok 20 dibahas kelompok 35
kelompok Contoh soal 0 7
15
15
soal
Nilai maksimal
100
Tes evaluasi
Tes evaluasi merupakan tes diakhir pertemuan yang dikerjakan oleh siswa secara individu. Soal evaluasi terdiri atas materi yang telah dipelajari siswa baik secara individu maupun kelompok. Tujuan diadakannya tes evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Soal tes evaluasi berbentuk uraian dengan penilaian dilakukan per item dengan sistem skoring tertentu kemudian dijumlahkan menjadi nilai tes evaluasi. Sistem skoring yang dimaksud berdasarkan pada beberapa kategoriyang dapat dilihat pada Tabel 3.3
16
Kriteria
Tabel3.3 tes per item soal evaluasi Kategorisasi
Skor
Tidak diiawah Meniawab denqan konsep yans salah Menjawab dengan konsep yang tertukar dengan materi vane seienis Menjawab dengan kesalahan pada penghitungan dari awal Meniawab dengan kesalahan pada oenshitunEan akhir Meniawab tanoa kesalahan
0
Skor maksimal
5
1 2
3
4 5
2. Angket Angket digunakan untuk mengetahui sikap siswa dan efektivitas model pem belajaran hasil pengemba
nga n pengaja ra n
dan pembelajaran kontekstual. Angket yang diajukan berupa angket dengan checklist yang menggunakan skala likert dimana jawaban setiap item instrumen mempunyai gradasi dari sangat
positif sampai sangat negatif. Angket hanya
menggunakan
empat macam jawaban yaitu sangat setuju (SS) skor 4, setuju (S) skor 3, tidak setuju (TS) skor 2 dan sangat tidak setuju (STS) skor Penggunaan empat macam jawaban tersebut untuk
1.
menghindari kecenderungan jawaban yang lebih banyak memihak pada jawaban ragu-ragu sehingga dapat mengetahui sikap siswa dengan lebih jelas. Kalimat dalam instrumen hanya menggunakan yang sifatnya favorabel untuk mempertahankan konsistensi responden dan menghindari kebingungan responden. Pertanyaa n/pernyataa n da lam Angket di buat berdasa rka n aspek sikap ideal yaitu : a. Aspek kognitif
Yaitu komponen yang tersusun atas
dasar
pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap tertentu.
b.
Aspek afektif
Yaitu berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang. Bersifat evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.
L7
c.
Aspek konatif
Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.
Berikut ini merupakan uraian dari instrumen berupa angket yang akan digunakan dalam penelitian
:
Tabel3.4 Rancangan Angket sikap siswa terhadap pembelajaran matematika metode sel Aspek lumlah ltem Koenitif
5
Afektif
5
Konatif
5
Jumlah
15
Angket siswa terhadap model pembelajaran matematika dengan metode sel dapat dilihat pada Lampiran 3.
D. Pengufian lnstrumen 1. Ujivaliditas Validitas internal instrumen yang berupa test harus memenuhi construct volidity (validitas konstruksi) dan content validity (validitas isi). Sedangkan untuk instrumen yang nontest yang digunakan untuk mengukur sikap cukup memenuhi validitas konstruksi. (Sugiyono, 2010) Tes yang mempunyai validitas isi yang baik adalah tes yang benar-benar mengukur penguasaan materi yang seharusnya dikuasai sesuai dengan konten pengajaran yang tercantum dalam kurikulum (Djaali dan Muljono, 2008). Maka sebelum perangkat tes dibuat terlebih dahulu dibuat kisi-kisi soal yang terdiri dari materi, indikator, tingkat kesukaran dan jumlah soal kemudian dilakukan konsultasiterhadap ahli. Pengujian validitas konstrak menggunakan pendapat dari ahli. Setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-aspek yang akan diukur, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan ahli.
Setelah pengujian konstrak
dari ahli dan
berdasarkan pengalaman empiris dilapangan selesai, maka dilakukan uji coba
instrumen. Data yang sudah ditabulasikan diuji validitasnya dengan analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan antara skor item instrumen dalam suatu faktor dan mengkorelasikan
18
2.
skor faktor dengan skor total. Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya O3 keatas maka faktor tersebut merupakan konstruk yang kuat. (Sugiyono, 2010) UjiReliabilitas Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan teknik koefisien olpho cronboch. Kriteria untuk menentukan besarnya koefisien reliabilitas menggunakan batasan-batasan alpha cronbach (George and Mallery dalam Fibriyanti,2Ol1) sebagai
berikut: cr
S
0,7
0,7< c s 0,8 0,8< o < 0,9 q >0,9 E.
Tidak dapat diterima Dapat diterima Reliabilitas bagus
Memuaskan
Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan pada data hasil
uji coba desain. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan cara menggambarkan data yang telah terkumpul untuk melihat gambaran data sebagaimana adanya. F. Tahapan
Penelitian
Penelitian ini dibagi dalam tiga tahap yaitu tahap studi pendahuluan, tahap pengembangan desain, dan tahap evaluasi akhir, berikut merupakan uraian dari ketiga tahap tersebut : 1. Tahap studi pendahuluan dilakukan dengan pendekatan deskriptif kualitatif dengan pengamatan lapangan, interview dan studi pustaka. 2. Tahap pengembangan desain dilakukan dalam beberapa tahap yaitu : a. Penerapan uji coba desain dengan metode eksperimen model one-shot case study. Uji coba ini diterapkan pada satu kelas siswa kelas Vlll. Pada tahap ini diterapkan model
pembelajaran dengan rancangan
awal, sekaligus
diujicobakan soal tes dan Angket. Hal ini dimaksudkan agar didapat berbagai masukan dari siswa untuk tujuan perbaikan desain
b.
c.
Evaluasidan perbaikan desain Uji coba desain yang sudah dievaluasi dan direvisi dengan metode eksperimen model one-shat case study. Pada tahap
19
ini desain diuji cobakan terhadap siswa kelas Vlll dengan kelas yang berbeda dengan kelas pada uji coba pertama, dalam kegiatan uii coba inijuga diberikan soal tes dan Angket.
3. Tahap evaluasi akhir dilakukan dengan review hasil uji
coba
desain pertama dan kedua untuk penyempurnaan desain.
Gambaran lengkap tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1
1.
Tahap Studi Pendahuluan
Pengamatan terhadap proses belajarmengajar dan interview terhadap guru
pengampu matematika I
2.
Tahap Pengembangan Desain Evaluasi dan
perbaikan
|-_.t\
I
ujicouaz
3.
l4
Ffrj""'*lfl Evaluasi dan penyempurnaan
Desain model pembelajaran
Modelyang telah disempurnakan
Tahap Evaluasi Evaluasi Akhir dan Review desain
ModelFinal
Gambar 3.1 Tahapan Penelitian
G. Model Hipotetik Berdasarkan kajian teori dan pengamatan lapangan, diajukan suatu model hasil pengembangan model pembelajaran kontekstual dengan metode sel. Metode pembelajaran ini memiliki fokus yang bertingkat dan mengutamakan kesiapan siswa serta pengulangan. Gambaran lengkap tentang tahapan metode sel dapat dilihat pada Gambar 3.2.
20
Dibagidalam beberapa kelompok kecil dengan materi yang berbeda-aqtar kelompok
Pembagian tugas individu sesuai kesepakatan kelompok
Mencari materi yang menjadi tugasnya (dari buku, internet dll) Membuat laporan pribadi
Kelompok kecil melaporkan hasil kerja kelompok dengan
Kelompok lain membuat resume pribadi dan menanggapi sehingga terjadi interaksi Tanya jawab {diskusi kelompok besar}
Gambar 3.2
ModelHipotetik