Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
PENGARUH KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, UKURAN DEWAN KOMISARIS, LIKUIDITAS, AKTIVITAS, DAN LEVERAGE TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2013-2014 Claudia Laurenzia dan Sufiyati Fakultas Ekonomi Universitas Tarumanagara
[email protected] Abstract: This study aims to investigate the influence of institutional ownership, commissioner size, liquidity, activity, and leverage on financial distress. The population in this study are all of the manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange and is continously published financial statements in the period 2013-2014. Based on purposive sampling method, samples obtained are 62 companies in the period 2013-2014, so obtain 124 observations. The criteria of financial distress in this study was measured by using interest coverage ratio (ICR). This study used logistic regression as the data analysis tool. The result of this research showed that institutional ownership is the only variable that has significant impact on the financial distress,but commissioner size, liquidity, activity and leverage do not have significant impact on the financial distress. Keyword: Financial Distress, Institusional Ownership, Commissioner Size, Liqudity, Activity, Leverage Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, likuiditas, aktivitas, dan leverage terhadap financial distress. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan secara terus-menerus menerbitkan laporan keuangan pada periode 2013-2014. Berdasarkan metode purposive sampling, terdapat 62 perusahaan sampel pada periode 2013-2014 sehingga terdapat 124 perusahaan yang diobservasi. Kriteria untuk menentukan financial distress diukur dengan menggunakan interest coverage ratio (ICR). Penelitian ini menggunakan metode regresi logistik sebagai alat analisis data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional adalah satu-satunya variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress sedangkan ukuran dewan komisaris, likuiditas, aktivitas, dan leverage tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Kata kunci: Financial Distress, Kepemilikanm institusional, Dewan komisaris, likuiditas, Aktivitas, Leverage PENDAHULUAN Perkembangan ekonomi dunia dalam beberapa tahun terakhir telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal ini disebabkan semakin kuat dan luasnya globalisasi. Bisnis yang kuat dan berpengalaman akan mendapat keuntungan, tetapi di sisi lain untuk bisnis yang baru tumbuh akan sulit dalam bersaing sehingga akan mengalami krisis keuangan. Situasi tersebut menuntut perusahaan memperkuat Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
72
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
fundamentalnya agar dapat mengantisipasi perkembangan global yang terjadi. Dalam hal ini perusahaan yang tidak mampu memperbaiki kinerjanya lambat laun akan mengalami kesulitan keuangan yang pada akhirnya bisa berujung pada kebangkrutan. Menurut Atmaja (2008) dalam Rahmy (2012: 2) financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut.. Menurut Wruck (1990) dalam Hidayat dan Meiranto (2014: 1) financial distress merupakan suatu keadaan dimana arus kas operasi tidak cukup untuk memenuhi kewajiban-kewajiban lancarnya seperti hutang dagang ataupun biaya bunga. Tanda-tanda perusahaan mengalami financial distress dapat diperoleh dari berbagai macam informasi. Pada umumnya penelitian tentang financial distress menggunakan indikator kinerja keuangan. Menurut Aksoy dan Ugurlu (2006) dalam Hidayat dan Meiranto (2014: 2), rasio keuangan menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya terjadi. Beberapa penelitian yang menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial distress suatu perusahaan antara lain adalah Hidayat dan Meiranto (2014), Rahmy (2013), Triwahyuningtias dan Muharam (2012), dan Noviandri (2014) yang memiliki hasil tidak konsisten terhadap kondisi financial distress perusahaan. Disamping analisis rasio keuangan, informasi lain yang dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya financial distress, yaitu mekanisme good corporate governance. Isu ini dilatarbelakangi oleh agency theory yang menyatakan bahwa permasalahan muncul ketika dewan komisaris dan direksi sebagai agen diberi kewenangan untuk mengurus perusahaan yang memicu timbulnya perbedaan kepentingan. Untuk mengurangi masalah ini, maka diterapkanlah sistem good corporate governance. Masalah keagenan biasanya dipengaruhi oleh struktur kepemilikan perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusi lain maka semakin besar pula tanggung jawab manajemen, sehingga dapat mengurangi terjadinya financial distress. Pernyataan ini didukung dengan hasil penelitian Hanifah dan Purwanto (2013: 13) yang menyatakan bahwa peningkatan kepemilikan institusional akan mendorong semakin kecilnya potensi kesulitan keuangan. Hasil berbeda terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Wardhani (2007) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan kepemilikan institusional terhadap financial distress. Mekanisme good corporate governance lain yang tidak kalah penting adalah ukuran dewan (board). Penelitian Triwahyuningtias dan Muharam (2012) menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan ukuran dewan terhadap kesulitan keuangan. Hasil berbeda terjadi pada penelitian Wardhani (2006) yang menyatakan adanya pengaruh signifikan ukuran dewan terhadap kesulitan keuangan. KAJIAN TEORI Teori Keagenan (Agency Theory). Menurut agency theory, adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan perusahaan dapat menimbulkan konflik. Terjadinya agency conflict disebabkan pihak-pihak yang terkait yaitu principal (yang memberi kontrak atau pemegang saham) dan agen (yang menerima kontrak dan mengelola dana principal) mempunyai kepentingan yang bertentangan. Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Bodroastuti (2009: 172) apabila agen dan principal memiliki keinginan dan motivasi yang berbeda, maka agen (manajemen) tidak akan selalu bertindak sesuai keinginan dari principal. Menurut Arifin (2005: 7) salah satu penyebab terjadinya permasalahan agensi adalah adanya Informasi Asimetri (Asymmetric Information). Asymmetric Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
73
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
Information adalah: “Informasi yang tidak seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan agen. Dalam hal ini prinsipal seharusnya memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam mengukur tingkat hasil yang diperoleh dari usaha agen, namun ternyata informasi tentang ukuran keberhasilan yang diperoleh oleh prinsipal tidak seluruhnya disajikan oleh agen. Akibatnya informasi yang diperoleh prinsipal kurang lengkap sehingga tetap tidak dapat menjelaskan kinerja agen yang sesungguhnya dalam mengelola kekayaan prinsipal yang telah dipercayakan kepada agen.” Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Hanifah dan Purwanto (2013: 2) terdapat 2 permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya asimetri informasi tersebut, yaitu adverse selection dan moral hazard. Adverse selection yaitu suatu keadaan dimana principal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas. Moral Hazard yaitu permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang disepakati bersama dalam kontrak kerja. Dengan demikian, agency theory menganalisa dan mencari solusi atas dua permasalahan yang muncul dalam hubungan antara para principal (pemilik atau pemegang saham) dan agen (manajemen puncak). Agency theory inilah yang menjadi landasan model teoritis yang berpengaruh terhadap konsep good corporate governance di berbagai perusahaan. Good corporate governance ini diperlukan untuk mengurangi agency problem antara pemilik dan manajer sehingga timbul keselarasan kepentingan antara pemilik perusahaan dan manajer. Financial Distress. Emrinaldi (2007: 90) menyatakan kondisi yang paling mudah dilihat dari perusahaan yang mengalami financial distress adalah pelanggaran komitmen pembayaran hutang yang diiringi dengan penghilangan pembayaran dividen terhadap investor. Menurut Platt dan Platt (2002) dalam Rahmy (2015: 2) financial distress digambarkan sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likudasi. Menurut Altman (2006: 4) financial distress adalah “The unsuccessful business enterprise has been defined in numerous ways in attempts to depict the formal process confronting the firm and/or to categorize the economic problems involved. Four generic terms that are commonly found in the literature are failure, insolvency, default, and bankruptcy.” Terdapat berbagai cara untuk melakukan pengujian bahwa suatu perusahaan mengalami financial distress. Menurut Platt dan Platt dalam Rahmy (2015: 4) seperti: “1) interest coverage ratio (Asquith, Gertner dan Scharfstein, 1994), 2) laba bersih operasi (net operating income) negatif (Hofer, 1980; Whitaker, 1999), 3) memiliki arning per share negatif (Elioumi dan Gueyle, 2001).” Menurut Ross & Westerfield (2009: 828) financial distress dapat membawa suatu perusahaan mengalami kegagalan pembayaran (default), yaitu keadaan yang tidak sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Kegagalan pembayaran tersebut, mendorong debitur untuk mencari penyelesaian dengan pihak kreditur yang pada akhirnya dapat dilakukan restrukturisasi keuangan antara perusahaan, kreditur dan investor. Perusahaan yang mengalami financial distress (kesulitan keuangan) akan menghadapi kondisi: 1) tidak mampu memenuhi jadwal atau kegagalan pembayaran kembali hutang yang sudah jatuh tempo kepada kreditur, 2) perusahaan dalam kondisi tidak solvable (insolvency).
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
74
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
Terdapat beberapa penyebab financial distress menurut Fachrudin (2008: 12) yaitu: 1) Wruck (1990) mengatakan bahwa kesulitan keuangan terjadi akibat economic distress, penurunan dalam industri perusahaan, dan manajemen yang buruk. Manajemen yang buruk didefinisikan sebagai kecenderungan penurunan persentase pendapatan operasi perusahaan terhadap pendapatan operasi industri dalam lima tahun terakhir, 2) Mackey (1983) mengatakan tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan, akibatnya perusahaan kekurangan uang untuk membayar gaji, membeli bahan baku, dan membayar hutang, 3) Kaplan (1993) mengatakan bahwa hutang yang berlebihan (highly leverage), kualitas manajemen rendah, dan pegawai yang tidak jujur (Kaplan, 1993), 4) Fejerstein (1996) modal tidak mencukupi, piutang lapuk, rugi bersih, aliran kas tidak mencukupi, kerugian karena tuntutan undang-undang, manajer tidak berpengalaman, manajer tidak pandai, manajemen kredit yang tidak baik, perusahaan bermasalah, pembelian yang berlebihan, aset yang hilang, lokasi yang tidak sesuai, persaingan yang ketat, penentuan harga tidak tepat, dan biaya penjualan yang tinggi.” Menurut Agoes dan Ardana (2011: 101) good corporate governance adalah: “Suatu sistem yang mengatur hubungan para dewan komisaris, peran direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya atau didefinisikan sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.” Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2011: 9) terdapat beberapa asas good corporate governance (GCG) yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders). Transparansi yaitu perusahaan harus menyediakan informasi yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Akuntabilitas yaitu perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Responsibilitas yaitu perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Independensi yaitu perusahaan harus dikelola secara independen dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Kewajaran dan kesetaraan yaitu perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya secara adil dan wajar. Menurut Surya dan Yustiavandana (2007) dalam Agoes dan Ardana (2011: 10) tujuan dan manfaat dari penerapan good corporate governance adalah:“a) Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing, b) Mendapatkan biaya modal (cost of capital) yang lebih murah, c) Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan, d) Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap perusahaan, e) Melindungi direksi dan komisaris dari tuntuan hukum.” Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu secara tersistem untuk memenuhi persyaratan tertentu. Mekanisme good corporate governance merupakan suatu hubungan antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol atau pengawasan terhadap keputusan. Mekanisme good corporate governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi sistem dalam sebuah organisasi, serta diharapkan dapat mengontrol biaya keagenan. Mekanisme good corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kepemilikan institusional dan ukuran dewan komisaris. Hal ini dikarenakan bahwa kepemilikan institusional dan ukuran dewan komisaris memiliki peran penting dalam fungsi monitoring dalam suatu perusahaan. Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
75
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
Kepemilikan Institusional. Menurut Brigham dan Houston (2006) dalam Sastriana dan Fuad (2013:3) kepemilikan institusional adalah: “persentase kepemilikan saham yang dimiliki oleh badan hukum atau institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, dana pensiun, reksadana, bank, dan institusi-institusi lainnya.” Menurut Emrinaldi (2007: 91) kepemilikan institusional akan mengurangi masalah keagenan karena pemegang saham oleh institusional akan membantu mengawasi perusahaan sehingga manajemen tidak akan bertindak merugikan pemegang saham. Kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%) akan memberikan kemampuan yang lebih baik untuk memonitor manajemen. Kepemilikan institusional menghasilkan manajemen yang fokus pada kinerja perusahaan. Kepemilikan Institusional yang besar (>5%) mengindikasi kemampuan memonitor perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusional maka semakin efisien pemanfaatan aktiva perusahaan, sehingga potensi kesulitan keuangan dapat diminimalkan. Selain itu kepemilikan institusional akan dapat lebih mengawasi manajemen sehingga menghindari kondisi financial distress. Hanifah dan Purwanto (2013) meneliti pengaruh struktur corporate governance dan financial indicators terhadap kondisi financial distress dan hasil penelitian menunjukkan kepemilikan institusional memiliki pengaruh signifikan. Astuti dan Yuniarto (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “ Mekanisme Corporate Governance dalam Perusahaan yang Mengalami Permasalahan Keuangan” memperoleh hasil kepemilikan institusional tidak signifikan terhadap financial distress H1: Kepemilikan institusional memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Ukuran Dewan Komisaris. Menurut Moenaf (2000) dalam Emrinaldi (2007: 92) “dewan komisaris berasal dari tanggung jawab pengaturan (governance) suatu badan usaha yang dimiliki oleh kelompok orang yang berbeda dengan pengelola.” Dewan komisaris berperan untuk melakukan monitoring dari implementasi kebijakan direksi.. Struktur governance di Indonesia menyarankan dalam suatu perseroan paling sedikit sebesar 20% dari anggota dewan komisaris harus berasal dari kalangan luar perseroan, hal ini berguna untuk meningkatkan efektifitas atas peran pengawasan dan transparansi dari pertimbangannya. Peran komisaris ini diharapkan akan meminimalisir permasalahan agensi yang timbul antara dewan direksi dan pemegang saham. Menurut Wardhani (2007: 100) dewan komisaris seharusnya dapat mengawasi kinerja direksi sehingga kinerja yang dihasilkan sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Dewan komisaris bertanggung jawab mengawasi tindakan direksi dan memberikan nasihat kepada direksi. Komposisi dewan komisaris harus tepat agar memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen dalam arti tidak mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugas secara mandiri dan kritis dalam hubungan satu sama lain dan terhadap direksi . Jumlah dewan komisaris mempengaruhi fungsi monitoring yang dijalankan dalam perusahaan. Semakin kecil ukuran dewan komisaris dalam suatu perusahaan maka kemungkinan perusahaan mengalami kondisi financial distress semakin besar karena kurangnya fungsi monitoring. Wardhani (2007) dalam penelitiannya yang berjudul” Mekanisme Corporate Governance dalam Perusahaan yang Mengalami Permasalahan Keuangan” menunjukkan hasil dewan komisaris berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Triwahyuningtias, dan Muharam (2012) melakukan analisis pengaruh struktur kepemilikan, ukuran dewan, komisaris independen, likuiditas dan leverage Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
76
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
terhadap kondisi financial distress dan memperoleh hasil ukuran dewan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress H2: Ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Likuiditas. Menurut Harahap (2009: 301) likuiditas adalah “rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya.” Rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aset lancar dan utang lancar. Beberapa rasio likuiditas ini adalah rasio lancar, rasio cepat, rasio kas atas aset lancar, rasio kas atas utang lancar, rasio aset lancar, dan total aset, aset lancar dan total utang. Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio lancar (current ratio). Likuiditas perusahaan menunjukan kemampuan perusahaan dalam mendanai kegiatan operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Apabila perusahaan mampu mendanai dan melunasi kewajiban jangka pendeknya dengan baik, maka potensi perusahaan mengalami financial distress akan semakin kecil. Hidayat dan Meiranto (2014) melakukan penelitian yang berjudul “Prediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur di Indonesia “ dimana variabel independennya adalah leverage, likuiditas, aktivitas , dan profitabilitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa likuiditas memiliki pengaruh signifikan.. Hanifah dan Purwanto (2013) meneliti pengaruh struktur corporate governance dan financial indicators terhadap kondisi financial distress dan hasil penelitian menunjukkan likuiditas tidak memiliki pengaruh signifikan H3: Likuiditas memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Aktivitas. Menurut Harahap (2009: 308) rasio aktivitas adalah “aktivitas yang dilak.ukan perusahaan dalam menjalankan operasionya baik dalam kegiatan penjualan, pembelian, dan kegiatan lainnya.” Rasio ini terdiri atas inventory turnover, receivable turnover, fixed asset turnover, total asset turnover, dan periode penagihan piutang. Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio total asset turnover. Menurut Prihadi (2008) dalam Rahmy (2015: 10) total asset turnover adalah “perbandingan antara jumlah penjualan dengan jumlah aset selama setahun yang menunjukkan seberapa baik dukungan seluruh aset untuk memperoleh penjualan.”Aktvitas perusahaan menunjukan kemampuan perputaran aktiva perusahaan untuk tujuan pengelolaan perusahaan. Semakin efektif perusahaan menggunakan asetnya untuk menghasilkan penjualan diharapkan dapat memberi keuntungan yang makin besar juga untuk perusahaan. Hal itu akan menunjukkan semakin baiknya kinerja keuangan yang dicapai perusahaan sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya financial distress. Hidayat dan Meiranto (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Prediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur di Indonesia “menyatakan aktivitas memiliki pengaruh signifikan dalam memprediksi financial distress. Rahmy (2015) tidak memperoleh bukti yang signifikan untuk menunjukkan pengaruh aktivitas terhadap financial distress. H4: Aktivitas memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Leverage. Menurut Harahap (2009: 306) rasio leverage adalah “rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh kewajiban atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh ekuitas.” Rasio ini bisa juga dianggap bagian dari rasio solvabilitas dan terdiri atas leverage, capital adequency ratio (CAR), dan capital formation. Rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt to equity ratio Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
77
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
(DER). Menurut Daulat (2008) dalam Noviandri (2014: 1661) debt to equity ratio adalah “rasio yang mengukur seberapa jumlah modal sendiri yang tersedia untuk menutupi semua hutangnya.” Semakin tinggi DER maka semakin besar proporsi hutang terhadap ekuitas perusahaan. Dalam hal ini perusahaan lebih banyak menggunakan hutang dibandingkan dengan modal dalam membiayai seluruh kegiatan perusahaan. Semakin besar hutang yang dimiliki perusahaan, maka kemungkinan perusahaan mengalami financial distress juga semakin tinggi. Hanifah dan Purwanto (2013), Hidayat dan Meiranto (2014) dan Triwahyuningtias dan Muharam (2012) dalam penelitiannya memberikan hasil leverage berpengaruh terhadap financial distress. Rahmy (2015) meneliti pengaruh profitabilitas, financial leverage, sales growth dan aktivitas terhadap financial distress memperoleh hasil leverage, tidak berpengaruh terhadap financial distress H5: Leverage memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress.
Kepemilikan Institusional Ukuran Dewan Komisaris
Financial Distress
Likuiditas
Aktivitas
Leverage
Gambar 1. Model Penelitian METODE Sampel dan Data. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2013-2014. Dipilihnya satu industri manufaktur sebagai populasi dikarenakan karena sektor manufaktur memiliki jumlah terbesar perusahaan dibandingkan sektor lainnya. Pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria tertentu, sebagai berikut:1.Perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia selama periode 2013-2014 dan melakukan IPO sebelum tahun 2013, 2 Perusahaan yang menyampaikan data secara lengkap selama periode pengamatan 20132014 berkaitan dengan variabel kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, likuiditas, aktivitas, leverage, dan financial distress, 3. Bukan merupakan perusahaan dalam kategori delisting, 4. Perusahaan yang menyajikan laporan keuangan dengan mata uang rupiah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
78
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
yang berasal dari Bursa Efek Indonesia (BEI) berupa laporan keuangan emiten manufaktur selama periode 2013-2014. Identifikasi dan Pengukuran Variabel. Financial distress Menurut Wardhani (2006: 103) financial distress diproksikan dengan menggunakan interest coverage ratio (EBIT / Interest Expense). Dalam penelitian ini, variabel dependen merupakan variabel dummy dengan ukuran binomial, yaitu nilai (1) apabila perusahaan memiliki ICR kurang dari 1, dan nilai (0) apabila perusahaan tersebut memiliki ICR di atas 1. Kepemilikan institusional. Menurut Emrinaldi (2007) dalam Triwahyuningtias dan Muharam (2012: 6) kepemilikan institusional diukur dengan membandingkan persentase saham yang dimiliki oleh institusi dengan keseluruhan saham perusahaan yang beredar. Skala yang digunakan untuk pengukuran adalah skala rasio. Ukuran dewan komisaris. Ukuran dewan komisaris, merupakan organ perusahaan yang melakukan fungsi monitoring dari implementasi kebijakan direksi. Menurut Wardhani (2007: 104) ukuran dewan komisaris diukur dengan cara menghitung jumlah dewan komisaris yang ada dalam perusahaan pada perode t. Likuiditas. Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mendanai operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendek perusahaan. Menurut Almilia dan Kritijadi (2003) dalam Triwahyuningtias dan Muharam (2012: 7) likuiditas diukur dengan menggunakan current ratio. Current Ratio = Aktivitas. Aktivitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penggunaan aset dalam rangka menciptakan pendapatan (revenue). Menurut Prihadi (2008) dalam Rahmy (2015: 11) aktivitas diukur dengan menggunakan total asset turnover. TATO = Leverage. Leverage digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar hutang (baik jangka pendek dan jangka panjang) dengan menggunakan modal yang dimiliki. Menurut Daulat (2008) dalam Noviandri (2015: 1661) leverage diukur dengan menggunakan debt to equity ratio (DER). DER = HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil pemilihan sampel, diperoleh enam puluh dua (62) perusahaan dari sektor industri manufaktur yang kemudian dijadikan sampel dalam penelitian ini. Oleh karena penelitian ini dilakukan dalam periode waktu 2 tahun, maka jumlah perusahaan manufaktur yang digunakan sebagai sampel penelitian ini berjumlah 124 perusahaan.
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
79
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
Tabel 1. Prosedur Pemililhan Sampel No
Kriteria Sampel
Jumlah
1.
Perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia selama periode 2013-2014 dan yang melakukan IPO sebelum periode 2013
132
2.
Perusahaan yang tidak menyampaikan data secara lengkap terkait dengan beban bunga selama periode pengamatan 2013-2014.
(40)
3.
Perusahaan manufaktur yang di-delist pada periode 2013-2014
(2)
4.
Perusahaan manufaktur yang tidak menyajikan laporan keuangan dalam mata uang rupiah
(28)
Jumlah perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria sampel dan dijadikan sampel
62
Jumlah sampel penelitian selama dua tahun (2013-2014)
124
Sumber: Diolah Penulis Penelitian ini menggunakan periode pelaporan keuangan selama 2 periode untuk memprediksi financial distress yang terjadi pada perusahaan sampel. Sampel yang diambil adalah perusahaan yang memiliki interest coverage ratio (ICR), yaitu rasio antara earning before interest tax (EBIT) terhadap interest expense (biaya bunga) lebih besar dari 1 untuk perusahaan yang tidak mengalami financial distress dan yang memiliki rasio kurang dari 1 untuk perusahaan yang mengalami financial distress. Data tersebut diolah dengan menggunakan metode analisis regresi logistik. Variabel dependen dalam penelitian ini merupakan variabel dummy, dimana variabel ini menggunakan kode satu (1) untuk perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan (financial distress) dan kode nol (0) untuk perusahaan yang tidak mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Variabel independen berupa skala rasio yaitu kepemilikan institusional, likuiditas, aktivitas, dan leverage. Selanjutnya dilakukan uji statistik deskriptif dan analisis regresi logistik untuk pengolahan data yang terdiri dari Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit Test), Uji Keseluruhan Model (Overall Model Fit), dan analisis regresi logistik untuk uji hipotesis (uji koefisien regresi). Tabel 2. Statistik Deskriptif Financial Distress Descriptive Statistics N FD Valid N (listwise)
Minimum 124 124
Maximum
0
FIN_DISTRESS Frequency Percent
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
1
Mean 0,25
Valid Percent
Std. Deviation 0,435
Cumulative Percent
80
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
Non Financial Distress Valid
Financial Distress Total
93
75,0
75,0
75,0
31 124
25,0 100,0
25,0 100,0
100,0
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS Berdasarkan Tabel 2, diperoleh sebanyak sembilan puluh tiga (93) perusahaan yang dalam pengkategorian dummy diberi kode 0 sebagai perusahaan manufaktur yang tidak mengalami financial distress dan terdapat tiga puluh satu perusahaan (31) yang dalam pengkategorian dummy diberi kode 1 sebagai perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress. Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit Test). Pengujian kelayakan model (Goodness of Fit Test) dilakukan untuk menilai apakah model yang ada sudah fit dengan data. Pengujian ini dilakukan dengan memperhatikan output dari Hosmer and Lemeshow .
Tabel 3. Hasil Uji Kelayakan Model Step
Chi-square
df
Sig
1
5,369
8
0,718
Sumber: Hasil pengolahan SPSS Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa nilai statistik Hosmer-Lemershow Goodness of Fit Test Statistic sebesar 5,369 dengan probabilitas signifikansi 0,718. Nilai tersebut lebih tinggi dari tingkat signifikasi 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi layak untuk digunakan dalam analisis selanjutnya karena tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Uji Keseluruhan Model (Overall Model Fit). Chi Square (χ2). Uji ini dilakukan untuk menguji ketepatan antara prediksi model regresi logistik dengan data hasil pengamatan. Pengujian ini diperlukan untuk memastikan tidak adanya kelemahan atas kesimpulan dari model yang diperoleh. Pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log likelihood (-2LL) awal (BlockNumber = 0) dengan -2 Log likelihood (-2LL) akhir (BlockNumber = 1). Nilai -2 log likelihood yang semakin rendah menunjukkan bahwa model akan semakin fit dengan data input. Tabel 4. -2 Log Likelihood (-2LL Beginning). Block 0: Beginning Block Iteration
-2 Log likelihood
Coefficients Constant
Step 0
1 2 3 4
139,689 139,459 139,459 139,459
-1,000 -1,096 -1,099 -1,099
Sumber: Hasil pengolahan SPSS
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
81
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
Tabel 5. -2 Log Likelihood (-2LL End). Block 1 Method = Enter Iteration
-2 Log likelihood 129,573 127,679 127,624 127,624 127,624
1 2 Step 1 3 4 5
Coefficients Constant -2,440 -3,477 -3,718 -3,727 -3,727
INST KOMISARIS LIKUID AKTIV 2,591 -0,010 0,004 -0,375 3,981 -0,006 0,004 -0,542 4,293 -0,003 0,005 -0,571 4,305 -0,003 0,005 -0,572 4,305 -0,003 0,005 -0,572
LEV 0,009 0,009 0,008 0,008 0,008
Sumber: Hasil pengolahan SPSS Statistik -2 Log likelihood digunakan untuk menentukan apakah masuknya variabel bebas (kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, likuiditas, aktivitas, dan leverage) secara signifikan dapat memperbaiki model penelitian. Penentuan nilai -2 Log likelihood tersebut dapat dilihat pada nilai chi square yang terdapat dalam omnimbus test model coefficient pada tabel 6. Hasil pengujian omnimbus test ini diperoleh nilai chi square (penurunan nilai -2 log likelihood) sebesar 11,835 dengan tingkat signifikansi 0,037. Karena nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa dengan masuknya variabel bebas kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, likuiditas, aktivitas, dan leverage secara bersama-sama dapat memperbaiki model secara fit atau dapat menjelaskan pengaruh terjadinya financial distress di suatu perusahaan. Tabel 6. Nilai Chi-Square. Omnibus Tests of Model Coefficients Chi-square Step 1
Step Block Model
df
11,835 11,835 11,835
Sig. 5 5 5
0,037 0,037 0,037
Sumber: Hasil pengolahan SPSS Cox and Snell’s R Square dan Nagelkerke’s R Square. Tabel 7. Hasil Uji Cox and Snell’s R Square dan Nagelkerke’s R Square Step 1
-2 Log likelihood
Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square a
127,624
0,091
0,135
Sumber: Hasil pengolahan SPSS Dari hasil penelitian terlihat angka pada pengujian Cox and Snell’s R Square sebesar 0,091 dan pengujian Nagelkerke’s R Square sebesar 0,135. Hal tersebut menunjukkan bahwa variabilitas variabel dependen tingkat kesulitan keuangan (financial distress) yang dapat dijelaskan oleh ke lima variabilitas variabel independen (kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, likuiditas, aktivitas, dan leverage) adalah sebesar 13,5%, sedangkan sisanya sebesar 86,5% dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar penelitian ini. Matriks Klasifikasi. Tabel 8 menunjukkan bahwa dari 93 sampel perusahaan yang diprediksi tidak mengalami financial distress, setelah dilakukannya observasi ternyata hanya terdapat 92 perusahaan atau sebesar 98,9% yang secara tepat dapat diprediksi oleh model regresi logistik ini sebagai perusahaan yang tidak mengalami financial Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
82
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
distress, dan sisanya sebesar 1 perusahaan gagal diprediksi oleh model. Dengan demikian secara keseluruhan, terdapat 96 perusahaan dari 124 sampel perusahaan atau sebesar 77,4% sampel yang dapat diprediksikan dengan tepat oleh model. Tabel 8. Matriks Klasifikasi
Observed Step 1
Non Financial Distress Financial Distress Overall Percentage FD
Predicted FIN_DISTRESS Non Financial Financial Distress Distress 92 1 27
Percentage Correct
4
98,9 12,9 77,4
Sumber: Hasil pengolahan SPSS Dengan demikian secara keseluruhan, terdapat 96 perusahaan dari 124 sampel perusahaan atau sebesar 77,4% sampel yang dapat diprediksikan dengan tepat oleh model. Dengan tingginya persentase ketepatan matriks klasifikasi ini, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap data hasil prediksi dengan data observasinya dimana dapat dikatakan bahwa model mempunyai ketepatan prediksi yang baik. Uji Hipótesis. Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan model uji regresi logistik. Uji tersebut digunakan untuk menguji pengaruh kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, likuiditas, aktivitas, dan leverage terhadap kesulitan keuangan (financial distress). Tabel 9. Hasil Uji Wald B
Step 1a
INST KOMIS ARIS LIKUID AKTIV LEV Constant
Variables in the Equation S.E. Wald df Sig.
Exp(B)
95% C.I.for EXP(B) Lower Upper
4,305 -0,003
1,644 0,159
6,852 0,000
1 1
0,009 74,035 0,983 0,997
2,949 0,730
1858,766 1,361
0,005 -0,572 0,008 -3,727
0,004 0,344 0,024 1,438
1,181 2,757 0,121 6,719
1 1 1 1
0,277 0,097 0,728 0,010
0,996 0,288 0,962
1,013 1,109 1,057
1,005 0,565 1,008 0,024
Sumber: Hasil pengolahan SPSS Dalam penelitian ini variabel kepemilikan institusional terdapat nilai wald yaitu sebesar 6,852 dengan tingkat signifikansi 0,009.. Dengan demikian penelitian ini menerima hipotesis pertama (H1) yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Dalam penelitian ini terdapat nilai wald untuk ukuran dewan yaitu sebesar 0,000 dengan tingkat signifikansi 0,983. Dengan tingkat signifikasi yang berada di atas 0,05 maka dapat dikatakan bahwa ukuran dewan komisaris tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress.
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
83
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
Dengan demikian penelitian ini menolak hipotesis kedua (H2) yang menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Dalam penelitian ini terdapat nilai wald untuk likuiditas yaitu sebesar 1,181 dengan tingkat signifikansi 0,277. Dengan tingkat signifikasi yang berada di atas 0,05, maka dapat dikatakan bahwa likuiditas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Dengan demikian penelitian ini menolak hipotesis ketiga (H3) yang menyatakan bahwa likuiditas memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Dalam penelitian ini terdapat nilai wald untuk aktivitas yaitu sebesar 2,757 dengan tingkat signifikansi 0,097. Dengan tingkat signifikasi yang berada di atas 0,05, maka dapat dikatakan bahwa aktivitas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Dengan demikian penelitian ini menolak hipotesis keempat (H4) yang menyatakan bahwa aktivitas memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Dalam penelitian ini terdapat nilai wald untuk leverage yaitu sebesar 0,121 dengan tingkat signifikansi 0,728. Dengan tingkat signifikasi yang berada di atas 0,05, maka dapat dikatakan bahwa leverage tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Dengan demikian penelitian ini menolak hipotesis kelima (H5) yang menyatakan bahwa leverage memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Kepemilikan institusional terhadap financial distress. Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel kepemilikan institusional (INST) memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Pengujian hipotesis memperlihatkan bahwa signifikansi variabel kepemilikan institusional bernilai 0,009 dimana nilai ini lebih kecil dari taraf signifikansi yaitu sebesar 5% (0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa penelitian ini menerima hipotesis pertama yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Triwahyuningtias dan Muharam (2012) serta Hanifah dan Purwanto (2013) dimana hasil yang signifikan juga didapatkan untuk variabel kepemilikan institusional, namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Wardhani (2006) serta Astuti dan Yuniarto (2008) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara kepemilikan institusional terhadap financial distress. Kemungkinan suatu perusahaan berada pada posisi kesulitan keuangan (financial distress) ini banyak dipengaruhi oleh struktur kepemilikannya. Stuktur kepemilikan tersebut menjelaskan komitmen dari pemiliknya untuk menyelamatkan perusahaan. Kepemilikan institusional dalam suatu perusahaan ini terkait dengan fungsi monitoring dimana para investor institusional ini akan lebih ketat dalam melakukan pengawasan terhadap manajemen. Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya dalam mempengaruhi kebijakan manajemen melalui voting. Dengan adanya kepemilikan saham oleh insitusional ini maka pemegang saham institusonal dapat menggantikan atau memperkuat fungsi monitoring dalam suatu perusahaan, sehingga dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Signifikannya pengaruh kepemilikan institusional ini membuktikan bahwa besarnya kepemilikan insitusional sudah dapat menjadi mekanisme yang efektif dalam memprediksi kemungkinan terjadinya financial distress. Ukuran dewan komisaris terhadap financial distress. Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel ukuran dewan komisaris (KOMISARIS) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
84
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
Pengujian hipotesis memperlihatkan bahwa signifikansi variabel ukuran dewan komisaris bernilai 0,983 dimana nilai ini jauh lebih besar dari taraf signifikansi yaitu sebesar 5% (0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa penelitian ini menolak hipotesis kedua yang menyatakan ukuran dewan komisaris memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Hal ini menunjukkan berapapun besarnya dewan komisaris tidak mampu menghindari kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Triwahyuningtias dan Muharam (2012) serta Hanifah dan Purwanto (2013) dimana hasil yang tidak signifikan juga didapatkan untuk variabel ukuran dewan komisaris, namun tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Wardhani (2006) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara ukuran dewan komisaris terhadap financial distress. Tidak signifikannya pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kondisi financial distress perusahaan menunjukkan bahwa banyaknya jumlah komisaris belum dapat bertindak sebagai sebuah mekanisme pengawasan yang efektif untuk menghindarkan perusahaan dari kondisi kesulitan keuangan (financial distress). Pemilihan anggota dewan komisaris ini mungkin hanya berdasarkan balas budi atau balas jasa atau hanya sekedar pemenuhan aturan good corporate governance yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga dewan komisaris bersifat pasif dan tidak dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Likuiditas terhadap financial distress. Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel likuiditas (LIKUID) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Pengujian hipotesis memperlihatkan bahwa signifikansi variabel likuiditas bernilai 0,277 dimana nilai ini lebih besar dari taraf signifikansi yaitu sebesar 5% (0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa penelitian ini menolak hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa likuiditas memilki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hanifah dan Purwanto (2013) dimana hasil yang tidak signifikan juga didapatkan untuk variabel likuiditas, namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat dan Meiranto (2014) serta Triwahyuningtias dan Muharam (2012) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan likuiditas terhadap financial distress. Tidak signifikannya pengaruh likuiditas terhadap kondisi financial distress perusahaan dimungkinkan karena perusahaan memiliki kewajiban lancar yang rendah dan lebih terkonsentrasi pada kewajiban jangka panjangnya, sehingga tidak mempengaruhi kondisi perusahaan secara keseluruhan. Hasil ini menunjukkan bahwa rasio likuditas belum dapat bertindak sebagai sebuah mekanisme peningkatan kinerja untuk menghindarkan perusahaan dari kondisi kesulitan keuangan (financial distress). Aktivitas terhadap financial distress. Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel aktivitas (AKTIV) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Pengujian hipotesis memperlihatkan bahwa signifikansi variabel aktivitas bernilai 0,097 dimana nilai ini lebih besar dari taraf signifikansi yaitu sebesar 5% (0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa penelitian ini menolak hipotesis keempat yang menyatakan aktivitas memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Rahmy (2015) dimana hasil yang tidak signifikan juga didapatkan untuk variabel aktivitas, namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan yang Hidayat dan Meiranto (2014) serta Hanifah dan Purwanto (2013) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
85
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
aktivitas terhadap financial distress. Tidak signifikannya pengaruh aktivitas terhadap kondisi financial distress perusahaan dimungkinkan karena rasio total asset turn over perusahaan stabil dan tidak tampak kenaikan dan penurunan perputaran aset yang begitu berarti. Hal ini menunjukkan bahwa rasio aktivitas belum dapat bertindak sebagai sebuah mekanisme untuk peningkatan kinerja yang dapat menghindarkan perusahaan dari kondisi kesulitan keuangan (financial distress). Leverage terhadap financial distress. Hasil pengujian regresi logistik menunjukkan bahwa variabel leverage (LEV) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Pengujian hipotesis memperlihatkan bahwa signifikansi variabel leverage bernilai 0,728 dimana nilai ini lebih besar dari taraf signifikansi yaitu sebesar 5% (0,05). Berdasarkan hasil tersebut dapat dikatakan bahwa penelitian ini menolak hipotesis kelima yang menyatakan bahwa aktivitas memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress perusahaan. Hasil dari penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Rahmy (2015) dimana hasil yang tidak signifikan juga didapatkan untuk variabel leverage, namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Noviandri (2014) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara leverage terhadap financial distress. Tidak signifikannya pengaruh leverage terhadap financial distress dimungkinkan karena total utang yang dimiliki perusahaan masih dapat ditutupi oleh modal perusahaan. Pernyataan ini dapat dibuktikan dari data debt equity ratio (DER) perusahaan manufaktur pada periode 2013-2014 yang sebagian besar memiliki modal yang lebih besar dari pada hutangnya, artinya utang perusahaan masih dapat ditutupi oleh modal yang ada. Dengan begitu perusahaan sampel dapat dikatakan sehat karena mampu untuk menutupi kewajibannya. Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka dapat dibuat ringkasan hasil penelitian yang dapat dilihat dalam berikut ini. Tabel 10. Ringkasan Hasil Penelitian Variabel Kepemilikan Institusional Ukuran Dewan Komisaris Likuiditas Aktivitas Leverage
Sig. 0,009 0,983 0,277 0,097 0,728
Keterangan Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan Tidak Signifikan
Sumber: Diolah Penulis PENUTUP Populasi dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan secara terus-menerus menerbitkan laporan keuangan pada periode 2013-2014. Metode pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, yaitu metode pemilihan sampel berdasarkan kriteria-kriteria tertentu. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi logistik. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada 124 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2013 - 2014, terdapat 31 perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress dan 93 perusahaan manufaktur yang tidak mengalami financial distress. Sesuai pembahasan hasil yang telah dilakukan pada bab Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
86
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa kepemilikan institusional merupakan satu-satunya variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress sedangkan ukuran dewan komisaris, likuiditas, aktivitas, dan leverage tidak memilki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Kepemilikan institusional memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Hasil ini sejalan dengan penelitian dari Triwahyuningtias dan Muharam (2012) serta Hanifah dan Purwanto (2013) dimana hasil yang signifikan juga didapatkan untuk variabel kepemilikan institusional. Ukuran dewan komisaris tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Hasil ini sejalan dengan penelitian dari Triwahyuningtias dan Muharam (2012) serta Hanifah dan Purwanto (2013) dimana hasil yang tidak signifikan juga didapatkan untuk variabel ukuran dewan komisaris. Likuiditas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Hasil ini sejalan dengan penelitian dari Hanifah dan Purwanto (2013) dimana hasil tidak signifikan juga didapatkan untuk variabel likuiditas. Aktivitas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Hasil ini sejalan dengan penelitian dari Rahmy (2015) dimana hasil yang tidak signifikan juga didapatkan untuk variabel aktivitas. Leverage tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap financial distress. Hasil ini sejalan dengan penelitian dari Rahmy (2015) dimana hasil yang tidak signifikan juga didapatkan untuk variabel leverage. Saran. Terdapat beberapa keterbatasan yang ada dalam penelitian ini, antara lain: 1. Penelitian ini hanya menggunakan dua (2) mekanisme dari good corporate governance sedangkan masih ada mekanisme GCG lain yang mungkin berpengaruh terhadap financial distress, 2. Penelitian ini hanya menggunakan tiga (3) rasio keuangan yaitu likuiditas, aktivitas, dan leverage 3. Penelitian ini tidak menguji data dari industri-industri lain yang berbeda (hanya menggunakan data dari industri manufaktur saja). Berdasarkan hasil dan keterbatasan penelitian, maka terdapat beberapa saran bagi penelitian selanjutnya, yaitu: 1. Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya menambahkan variabel lain dari mekanisme good corporate governance (GCG) yang sering digunakan dalam penelitian seperti kepemilikan manajerial, ukuran dewan direksi, dan komite audit, 2. Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya menambahkan beberapa rasio lain yang sering digunakan dalam penelitian seperti profitabilitas, sales growth, dan operating capacity, 3. Bagi peneliti selanjutnya, sebaiknya memperluas jenis industri yang akan diteliti seperti industri keuangan. DAFTAR RUJUKAN Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana. (2011) Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya. Edisi Revisi. Jakarta: Salemba Empat Altman, Edward I., Edith Hotchkiss. (2006) Corporate Financial Distress and Bankruptcy. 3 th edition. New Jersey: John Wiley & Sons Arifin, Zaenal. (2005) Teori Keuangan dan Pasar Modal. Edisi 1. Yogyakarta: Ekonisia Astuti, Christina Dwi dan Fajar Eka Yuniarto. (2008). Mekanisme Corporate Governance dalam Perusahaan yang Mengalami Permasalahan Keuangan. Jurnal Informasi, Perpajakan, Akuntansi dan Keuangan Publik .3(2). Hal. 83-100 Bodroastuti, Tri. (2009) Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap Financial Distress. Jurnal Ilmu Ekonomi. 11(2). Hal. 171-181
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
87
Laurenzia dan Sufiyati: Pengaruh Kepemilikan Institusional, Ukuran Dewan Komisaris...
Emrinaldi. (2007) Analisis Pengaruh Praktik Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance) terhadap Kesulitan Keuangan Perusahaan (Financial Distress): Suatu Kajian Empiris. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. 9(1). Hal. 88-108 Fachrudin, Kharira Amalia. (2008) Kesulitan Keuangan Perusahaan dan Personal. Edisi Pertama. Medan: USU Press Ghozali, Imam. (2012) Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 20. Edisi 6. Cetakan ke-enam. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Hanifah, Oktita Earning dan Agus Purwanto. (2013). Pengaruh Struktur Corporate Governance dan Financial Indicators terhadap Kondisi Financial Distress pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi Diponegoro. 2(2). Hal. 1-15 Harahap, Sofyan Syafri. (2009) Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Hidayat, Muhammad Arif dan Wahyu Meiranto. (2014) Prediksi Financial Distress Perusahaan Manufaktur di Indonesia. Jurnal Akuntansi Diponegoro. 3(3). Hal. 1-11 Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. (2011) Pedoman Good Corporate Governance. Jakarta: KNKG Noviandri, Tio. (2014) Peranan Analisis Rasio Keuangan dalam Memprediksi Kondisi Financial Distress perusahaan sektor perdagangan. Jurnal Ilmu Manajemen. 2(4). Hal. 1655-1665 Rahmy. (2015) Pengaruh Profitabilitas, Financial Leverage, Sales Growth, dan Aktivitas terhadap Financial Distress (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun 2009-2012), Jurnal Akuntansi. 3(1). Hal. 1-25 Ross, Stephen, David Hillier, Randolph Westerfield, Jeffrey Jaffe, dan Bradford Jordan. (2009). Modern Financial Management. 8th edition. New York: McGraw-Hill Sastriana, Dian dan Fuad. (2013) Pengaruh Corporate Governance dan Firm Size terhadap Perusahaan yang Mengalami Kesulitan Keuangan (Financial Distress). Jurnal Akuntansi Universitas Diponegoro. 2(3). Hal. 1-10 Triwahyuningtias, Meilinda dan Harjum Muharam. (2012) Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Dewan, Komisaris Independen, Likuiditas dan Leverage Terhadap Terjadinya Kondisi Financial Distress (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2010). Jurnal Manajemen. 1(1). Hal. 1-14 Wardhani, Ratna. (2007) Mekanisme Corporate Governance dalam Perusahaan yang Mengalami Permasalahan Keuangan (Financially Distressed Firms). Simposium Akuntansi dan Keuangan Indonesia. 4(1). Hal. 95-114
Jurnal Ekonomi/Volume XX, No. 01, Maret 2015: 72-88
88