LATAR KONTEKSTUAL MENUJU SISTEM AKUNTANSI AKRUALIPSAS DI INDONESIA JUMANSYAH UNIVERSITAS AL AZHAR INDONESIA (UAI)
ABSTRACT The aim of this article is elaborate the contextual background toward IPSAS-inspired accrual accounting system in Indonesia. The contextual background include the reform motivation (transparency and accountability) and the development of IPSAS in the worldwide public sector. Specific case in Mexico take for expalaining the development of accrual accounting system in Mexico ready but still waiting deadline. In the Europe, a number of jurisdictions do not adopt IPSAS because they transfer their own local business accounting rules. Indonesia as part of Asia and the world, have a planned for IPSAS reform while so many factors have to support it. Institutional factors like participating system, democracy, and centralized financial system have to be improved. Keywords: IPSAS, accrual accounting, transparency, accountability PENDAHULUAN Reformasi akuntansi pemerintahan di Indonesia merupakan keniscayaan dalam merespon tuntutan transparansi dan akuntabilitas yang semakin tinggi intensitasnya setelah reformasi politik tahun 1998. Sejumlah studi dilakukan di berbagai negara untuk mencermati fenomena yang sama, diantaranya Christaens dan Reyniers (2009), Sour (2012), dan Christaens et al. (2013). Studi mereka dilakukan dengan mengobservasi satu negara (pemerintah pusat dan pemerintah daerah) seperti yang dilakukan oleh Sour (2012) di Meksiko, observasi kawasan seperti yang dilakukan oleh Christaens dan Reyniers (2012) di Benua Eropa, dan observasi internasional dan perbandingannya seperti yang dilakukan oleh Christaens et al. (2013). Sejumlah studi yang dilakukan bermuara pada satu simpulan reformasi yang mengarah pada penerapan sistem akuntansi berbasis akrual-yang diinisiasi IPSAS (International Public Sector Accounting Standards). Di Indonesia, semangat reformasi akuntansi pemerintahan ditandai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) atau yang lebih dikenal dengan sebutan SAP berbasis akrual menggantikan PP Nomor 24 Tahun 2006 yang sering disebut SAP menuju akrual. Pada tanggal 1 Januari 2015, seluruh entitas pemerintahan (pusat dan daerah) di Indonesia harus mengimplementasikan sistem akuntansi berbasis akrual. Pengimplementasian sistem akuntansi berbasis akrual akan memiliki implikasi pada perubahan sistem secara mendasar dan merubah cara pandang aparatur negara terhadap kinerja sektor publik. Artikel ini bertujuan memberikan gambaran konseptual mengenai semangat reformasi akuntansi pemerintahan di seluruh dunia dan implikasinya terhadap reformasi serupa di Indonesia. Artikel ini disusun dalam beberapa bagian, yaitu (1) Pendahuluan, (2) Semangat Reformasi Akuntansi Pemerintahan: Transparansi dan Akuntabilitas, (3) Strata Reformasi Akuntansi, (4) Reformasi Menunggu Tekanan?, (5) Kemapanan Sistem Akuntansi Bisnis Mempengaruhi Penerapan Basis Akrual di Sektor Publik: Pengalaman Eropa, (6) Menakar Posisi Indonesia dalam Sirkulasi Ide Akuntansi Akrual Dunia, (6) Simpulan.
SEMANGAT REFORMASI AKUNTANSI PEMERINTAHAN: TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS Semangat reformasi akuntansi pemerintahan berawal dari dua kata yang selalu menghiasi konsep manajemen keuangan negara (Public Financial Management), yaitu transparansi dan akuntabilitas. Transparansi memiliki implikasi bahwa prosedur dan metoda pengambilan keputusan dan pengeluaran dana publik terbuka dan visible untuk semua sementara akuntabilitas berimplikasi bahwa pengambil keputusan dimonitor oleh, dan bertanggungjawab kepada, lainnya, setiap siapa yang bertanggungjawab kepada rakyat suatu negara (Jayawickrama, 1999). Laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah pusat seperti yang tertuang dalam “Laporan Hasil Evaluasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pusat” yang diterbitkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi pada tahun 2010 memperlihatkan bahwa mayoritas kementerian/lembaga “cukup baik”. Tetapi angka itu tidak terpaut jauh dengan peringkat di bawahnya yaitu “agak kurang” yang ditempati antara lain Kementerian Lingkungan Hidup, Mahkamah Agung, Badan Pusat Statistik, Dewan Ketahanan Nasional, dan BPL Sidoarjo. Posisi yang mengkhawatirkan adalah posisi “kurang” yang ditempati 2 kementerian/lembaga yaitu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban dan Badan SAR Nasional. Kementerian/lembaga yang akuntabilitas kinerjanya baik antara lain Komisi Pemberantasan Korupsi, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dan Kementerian Keuangan. Transparansi dalam manajemen keuangan negara dapat dicapai melalui tiga cara, yaitu hukum keterbukaan informasi publik, demistifikasi anggaran, dan laporan tahunan pemerintah (pusat dan daerah). Keterbukaan informasi publik menjadi penting bagi suatu negara untuk menghindari asimetri informasi yang terlalu lebar antara elit tertentu dengan rakyat. Era orde baru seringkali disebut sebagai era tertutup yang menutup akses bagi rakyat untuk mendapatkan informasi secara memadai. Klaim terbuka dan tertutup tidak menjadi tanda meningkatnya tingkat transparansi suatu negara. Transparansi dapat dicapai dengan lahirnya hukum atau undang-undang tentang keterbukaan informasi publik yang mengatur hak warga negara untuk mendapatkan informasi. Untuk soal akuntabilitas, paling tidak ada tiga mekanisme independen dan esensial dalam mencapai akuntabilitas, yaitu auditor-general, komite akun-akun publik, dan ombudsman. Dalam konteks akuntansi, pencapaian transparansi dan akuntabilitas dapat ditempuh melalui jalur laporan tahunan pemerintah dan pengauditan. Perusahaan (organisasi bisnis) memiliki sejarah panjang dalam memproduksi dokumen tunggal yang disebut laporan tahunan dan diintrodusir kepada organisasi sektor publik, tetapi beberapa hal detail sangatlah berbeda (Jones, 2000). Oleh karena itu pekerjaan IPSAS Board yang menyusun standar akuntansi sektor publik (IPSAS) sangatlah membantu bagi organisasi sektor publik untuk menyusun laporan tahunan disertai akun-akun yang sesuai dengan karakteristiknya. Penerapan IPSAS akan meningkatkan komparabilitas internasional laporan tahunan suatu organisasi sektor publik. Tranparansi dan akuntabilitas akan lebih mudah tercapai karena bukan hanya publik dalam negeri yang dapat memantau tetapi juga lembaga-lembaga internasional yang seringkali melakukan sorotan yang tidak disukai oleh pemerintah suatu negara. Pengauditan sektor publik dalam konteks Indonesia disebut pemeriksaan dan dilakukan oleh lembaga tinggi negara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pemeriksaan umumnya dimaknai sebagai tahap mencari kesalahan atau kelemahan dari suatu hal yang telah dilakukan. Pemeriksaan muncul dari terjemahan istilah “audit” yang mengandung makna “mendengar” (John dan Setiawan, 2010). Kesimpulan dari istilah pemeriksaan adalah bahwa pemeriksaan terdiri atas beberapa kegiatan (menyerap, mengolah, dan merespons data), dilakukan oleh orang/lembaga yang dapat dipercaya, dan disampaikan kepada pihak yang berkepentingan dan pihak yang berkepentingan menindaklanjutinya. Laporan tahunan
yang disusun oleh pemerintah memiliki potensi untuk diselewengkan apabila tidak diperiksa oleh seseorang/lembaga yang kompeten dan independen. Dalam pemeriksaan di Indonesia dilakukan oleh BPK adatu Kantor akuntan publik independen yang ditunjuk oleh BPK. Laporan tahunan yang baik berawal dari sistem akuntansi yang informatif dan dijadikan sebagai budaya organisasi. Citra pemerintah yang tertutup dan kumuh dapat dirubah dengan merencanakan reformasi menuju akuntansi akrual dan akan lebih baik lagi apabila dapat mencapai pengadopsian IPSAS. STRATA REFORMASI: DARI AKUNTANSI KAS MENUJU IPSAS Reformasi sistem akuntansi pemerintah pada dasarnya merupakan pilihan-pilihan atas alat yang digunakan dalam membantu pencapaian transparansi dan akuntabilitas. Tetapi seperti yang selalu di bahas dalam literatur, dorongan ke arah akuntansi akrual semakin kencang karena informasi yang dihasilkannya dapat menjadi tolak ukur kinerja suatu entitas. Di sektor publik, perubahan terjadi secara bertahap. Seperti yang ditulis oleh Christaens dan Reyniers (2009), di Eropa terdapat 5 (lima) strata mulai dari yang paling bawah yaitu akuntansi kas sampai pada tujuan utama pencapaian sistem akuntansi sektor publik yaitu kepatuhan terhadap IPSAS. Berikut adalah penjelasan dari kelima strata reformasi yang tidak hanya terjadi di Eropa tetapi juga di negara-negara berkembang yang sedang menggalakkan reformasi termasuk Indonesia. a. Akuntansi Kas adalah suatu basis dari akuntansi yang mengakui transaksi dan kejadian lain hanya ketika kas diterima atau dibayar. Akuntansi kas mengukur hasil-hasil keuangan untuk suatu periode sebagai perbedaan antara penerimaan kas dan pembayaran kas. Statemen aliran kas dan saldo kas adalah dokumen paling umum. b. Planned Accrual Reform berarti yurisdiksi masih menggunakan akuntansi kas, tetapi berencana untuk mentransformasi sistem akuntansi mereka ke versi akuntansi akrual yang non IPSAS. c. Akuntansi Akrual. Akuntansi akrual yang berbasis peraturan akuntansi bisnis. d. Planned IPSAS Reform. Yurisdiksi masih menggunakan akuntansi akrual sebagaimana yang dilakukan oleh organisasi bisnis tetapi berencana melakukan transformasi sistem akuntansi mereka ke versi IPSAS. e. IPSAS menunjukkan bahwa yurisdiksi ini secara umum patuh dengan IPSAS. Kelima strata tersebut di atas merupakan tahapan menuju komparabilitas laporan keuangan internasional. Posisi suatu negara dalam strata tersebut lambat laun akan mempengaruhi posisinya juga dalam pergaulan internasional terutama dalam hal pengajuan utang atau peninjauan kelayakan investasi. Sudah banyak negara yang siap, tetapi tidak sedikit pula yang masih menunggu tekanan yang terjadi di banyak negara berkembang. REFORMASI MENUNGGU TEKANAN? Reformasi Menunggu Tekanan? Salah satu isu penting di negara-negara berkembang adalah peran negara yang begitu besar terhadap berbagai hal dalam masyarakat. Isu ini memperburuk desakan untuk menjadi lebih terbuka, meskipun memang beberapa negara yang memiliki peran besar dalam masyarakat ada yang dengan secara sukarela terbuka tetapi sebagian besarnya tidak seperti itu. Apalagi kalau berbicara reformasi dalam bentuk apapun. Dalam konteks Indonesia, reformasi baru bisa terjadi melalui kekuatan ekstra parlemen yang secara masif. Tekanan dari luar pemerintahan merupakan praktik yang jamak terjadi di negara berkembang. Fenomena “Arab Spring” yang menjatuhkan penguasapenguasa di dunia Arab misalnya, berawal dari gerakan luar parlemen. Peningkatan partisipasi
masyarakat dalam menggugat pemerintahan ini seharusnya menjadi cermin bagi pemerintah yang berkuasa pasca reformasi. Mereka selayaknya harus lebih mengedepankan praktik tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Di Meksiko, Sour (2012) menemukan bahwa pemerintah daerah sebenarnya sudah memiliki kesiapan dalam mengimplementasikan IPSAS dalam pencatatan akuntansi mereka. Namun tradisi untuk menunggu tekanan menjadikan implementasi menjadi tertunda. Dalam penelitiannya, ia menemukan bahwa pemerintah pusat jauh lebih maju dalam rencana menuju IPSAS daripada pemerintah daerah. Hal ini mengindikasikan tekanan yang diterima aparat pemerintah di tingkat pusat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan di daerah. Di Indonesia, tekanan diberlakukannya PP Nomor 71 Tahun 2010 yang mengatur implementasi akuntansi akrual menjadi sebab ditundanya implementasi di pemerintah daerah yang sebenarnya sudah siap menjalankannya. Tetapi kebanyakan pemerintah daerah masih menunggu sampai batas tenggat dimana ada kewajiban dalam melaksanakannya. Perlu ada penelitian empiris yang berusaha menjawab pertanyaan apakah pemerintah daerah sudah benar-benar siap atau masih banyak yang belum siap. Apabila tiba masa tenggat untuk menerapkan SAP (Standar Akuntansi Pemerintahan) berbasis akrual, belum tentu juga apa yang dirumuskan dalam SAP tersebut bersesuaian penuh dengan IPSAS. Belum ada juga penelitian yang memperlihatkan kesejajaran standar akuntansi pemerintahan kita dengan IPSAS yang direkomendasikan oleh lembaga-lembaga sektor publik besar di dunia. Indonesia dengan tradisi yang panjang sebagai suatu bangsa, sudah memiliki kemajuan dalam reformasi sistem akuntansi pemerintahannya apabila menerapkan SAP berbasis akrual. Tetapi tradisi yang kuat ini datang dari Eropa terutama dipengaruhi oleh negara-negara yang di masa lalu pernah berinteraksi dengan Indonesia. Kemapanan Sistem Akuntansi Bisnis Mempengaruhi Penerapan Basis Akrual di Sektor Publik: Pengalaman Eropa Penerapan sistem akuntansi berbasis akrual memiliki akar yang kuat di organisasi bisnis yang telah lama menerapkannya. Eropa merupakan benua yang terlebih dahulu mengenal sistem ini karena organisasi bisnisnya telah menerapkannya terlebih dahulu. Christaens dan Reyniers (2009) menyatakan bahwa hampir semua negara Eropa telah menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual karena organisasi bisnisnya terlebih dahulu telah menerapkannya sejak lama. Kemapanan sistem akuntansi bisnis di benua Eropa memberikan kemudahan untuk memasukkannya ke dalam budaya sektor publik. Apalagi secara politik, terkecuali negaranegara yang masih dipengaruhi Uni Soviet, keinginan untuk menjadi negara terbuka sangatlah kuat. Dalam penelitian Christaens dan Reyniers (2009) ditampilkan overview sistem informasi keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Overview menggunakan data 19 pemerintah daerah di Eropa yang dicek berdasar 5 (lima) strata reformasi (akuntansi kas, planned accrual reform, akuntansi akrual, planned IPSAS reform, dan IPSAS). Hasilnya menunjukkan mayoritas dari pemerintah daerah itu (10 pemerintah daerah) berada pada posisi menerapkan akuntansi akrual. Ini sesuai dengan kesimpulan umum penelitian mereka yang menyatakan bahwa sejumlah yurisdiksi akuntansi tidak menerapkan IPSAS karena pemerintah daerah-pemerintah daerah itu menerapkan aturan-aturan akuntansi bisnis mereka
sendiri yang telah berkembang sejak lama. Selain itu, IPSAS dianggap unik sehingga menerapkan atau mengadopsi IPSAS memerlukan know-how yang spesifik dan menjadi argument utama kenapa mereka tidak beranjak mengadopsi IPSAS. Meskipun begitu, ada 3 pemerintah daerah yang telah menerapkan atau mengadopsi IPSAS yaitu Flanders (Belanda), Lithuania, dan Swedia. Menarik untuk dicermati kenapa ketiga pemerintah daerah itu yang menerapkan atau mengadopsi IPSAS. Belum ada literatur yang memadai mengenai ketiganya, dan dapat menjadi peluang riset di masa mendatang apabila ingin mengetahui lebih dalam karakteristik pemerintah yang menerapkan IPSAS. Adapun simpulan umum dari pelajaran Eropa adalah tradisi yang kuat dalam akuntansi akrual dapat menjadi kekuatan ataupun kelemahan. Kekuatan apabila dipakai sebagai tumpuan untuk lebih mengenal IPSAS dan mengadopsinya. Kelemahan apabila tradisi akuntansi akrual bisnis tetap dipertahankan sebagai pilihan terbaik suatu negara, beberapa negara Eropa telah mengalaminya. Dunia sedang bergerak menuju unifikasi ide-ide namun tetap fleksibel dalam penerapannya. Terutama tuntutan akan pemerintah yang bersih, transparan, dan akuntabel. MENAKAR POSISI INDONESIA DALAM SIRKULASI IDE AKUNTANSI AKRUAL DUNIA Tuntutan akan pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabel seakan menjadi virus yang dengan segera menyebar ke seluruh dunia. Berbagai tuntutan yang dilakukan oleh masyarakat di berbagai belahan dunia membuka mata bagi pemerintahan yang sedang berlangsung agar segera mengimplementasikan pemerintahan yang dituntut oleh masyarakat. Dalam konteks reformasi sistem akuntansi pemerintahan, Christaens et al. (2013) melakukan penelitian yang melihat sistem akuntansi pemerintahan apa yang dipraktikkan oleh negara-negara di dunia. Selain di Eropa, mereka juga melihat praktik sistem informasi keuangan di belahan dunia yang lain seperti negara-negara anglo-saxon, afrika, amerika latin, dan asia. Hasil keseluruhan dari sampel yang mereka ambil adalah 25,4% pemerintah daerah melaksanakan praktik akuntansi akrual non-IPSAS, 22% mempraktikkan IPSAS dan sedang merencanakan mengadopsi IPSAS, 18,6% masih mempraktikkan akuntansi kas, dan sisanya (11,9%) mempraktikkan akuntansi akrual tetapi berencana mengkonversi sistem mereka menjadi akuntansi akrual. Negara-negara yang pemerintah daerahnya sudah mempraktikkan IPSAS (di luar Eropa) adalah Australia, Kanada, Selandia Baru, Afrika Selatan, UK (United Kingdom), dan Chile. Penyumbang terbesarnya adalah negara-negara Anglo-Saxon yang hanya diselipi oleh negara Chile sebagai wakil dari Amerika Latin, sementara negara-negara Afrika dan Asia tidak ada sama sekali yang menerapkan IPSAS. Pada aras pemerintah pusat juga tidak jauh berbeda dengan kasus pemerintah daerah. Sama dengan komposisi pemeritanh daerah yang menerapkan IPSAS, bedanya pemerintah pusat Afrika Selatan belum menerapkan IPSAS karena masih merencanakan akan mengkonversi sistem informasi keuangannya menuju IPSAS. Negara-negara Afrika dan Asia sama sekali tidak menyumbang negara yang menerapkan IPSAS. Selain negara-negara yang menerapkan IPSAS, menarik pula untuk dicermati adalah negara-negara yang masih menggunakan akuntansi kas. Dalam strata reformasi sistem akuntansi pemerintahan, penerapan akuntansi kas merupakan aras yang paling rendah dan itu berarti jauh dari pencapaian pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Negara-negara yang masih menerapkan akuntansi kas adalah pemerintah pusat Irlandia, Republik Kongo, Mesir, pemerintah pusat Kenya, Madagaskar, pemerintah daerah Maroko, Mozambik, Nigeria, Senegal, pemerintah pusat Tanzania, pemerintah daerah Uruguay, dan pemerintah daerah Vietnam. Di mana posisi Indonesia?
Pemerintah pusat dan daerah Indonesia berada pada posis yang tidak buruk karena menempati strata reformasi menuju IPSAS (planned IPSAS Reform). Pencapaian ini sama dengan yang dilakukan bebeberapa negara di Asia seperti Bahrain, Turki, dan Uni Emirat Arab. Negara tetangga Malaysia sebenarnya melakukan pencapaian yang sama untuk aras pemerintah pusat, tetapi pemerintah daerahnya masih menerapkan akuntansi akrual nonIPSAS dan belum berencana mengkonversinya menuju IPSAS seperti kedudukan pemerintah pusatnya. Posisi Indonesia baik pemerintah pusat maupun daerah tidak terlepas dari berjalannya era keterbukaan pasca reformasi. Paket undang-undang keuangan negara juga menjadi tahapan penting dalam mendorong reformasi keuangan negara khususnya reformasi sistem akuntansi di Indonesia. Terbongkarnya sejumlah kasus korupsi memang harus dianalisis dari perspektif lain, tetapi dapat direlasikan dengan terbukanya akses bagi para penegak hukum dalam menelusuri keterlibatan para pejabat penting dalam penyalahgunaan uang negara. Pemerintah Indonesia berkewajiban untuk menampilkan citra maupun praktik yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme dalam kaitan dengan perbaikan iklim usaha. Potret besar perekonomian yang ingin dicapai oleh pemerintah tidak mungkin terwujud apabila tidak ada dukungan yang kuat dari sistem akuntansi pemerintahan yang tidak hanya menyediakan informasi tetapi juga memberikan kecenderungan pengambilan keputusan yang tepat. Dalam pusaran dunia, isu reformasi akuntansi yang mengarah ke IPSAS pernah dibahas di forum G-20 dimana Indonesia berada di dalamnya. Tekanan dari pihak luar dalam era keterbukaan merupakan keniscayaan sehingga pemerintah memang seharusnya berani untuk lebih aktif dalam mempromosikan keterbukaan dengan menggunakan alat-alat yang memadai dalam mendukung ide tersebut. Implementasi IPSAS merupakan arah yang harus dituju sebagaimana beberapa negara telah melakukannya. Mayoritas responden penelitian pemerintah daerah menyatakan alasan untuk menghubungkan legislasi akuntansi akrual dengan IPSAS adalah untuk meningkatkan komparabilitas internasional informasi keuangan, sementara di aras pemerintah pusat selain jawaban itu juga dilandasi argumen untuk memfasilitasi konsolidasi laporan keuangan (Christaens et al., 2013). Data itu menunjukkan bahwa tekanan ataupun pergaulan internasional menjadi keniscayaan yang tidak bisa ditolak oleh hampir semua negara di dunia. Selain pergaulan internasional, faktor-faktor instiusional yang dianggap dapat menjelaskan kecenderungan utama suatu negara mengaplikasikan akuntansi akrual dan IPSAS yaitu sistem legislasi partisipatif, gaya partisipasi warga negara demokrasi, tradisi akuntansi kuat, dan sistem keuangan tersentral. Faktor-faktor institusional tersebut dapat digunakan untuk menganalisis kondisi Indonesia. Sistem legislasi di Indonesia dan Asia pada umumnya masih menganut sistem birokrasi, sama seperti yang diterapkan di negara-negara Eropa Tua, Eropa Timur, Amerika Latin, dan Afrika. Hanya negara-negara Anglo Saxon yang menggunakan sistem partisipatif dan pada praktiknya memang paling maju dalam penerapan akuntansi akrual dan IPSAS. Dalam hal gaya partisipasi warga negara, Indonesia dipuji sebagai negara muslim terbesar yang sangat maju dalam berdemokrasi. Kemajuan Indonesia dalam berdemokrasi itulah yang juga menopang situasi reformasi sistem akuntansi pemerintahan yang juga sangat maju. Meskipun begitu, sebagaimana umumnya negara-negara di Asia, Indonesia pernah mengalami gaya otoritatif dan diktatorial dalam jangka waktu yang cukup lama. Gaya ini linier dengan ketertutupan yang menjadi tembok terjadinya perubahan dan akses terhadap informasi. Sehingga menggunakan gaya ini akan membuat suatu negara cenderung tertutup dan tidak ingin mengadopsi sistem akuntansi yang lebih terbuka. Negara-negara Eropa Tua dan Anglo Saxon merupakan pelopor demokrasi, sementara di Eropa Timur dan Amerika Latin berlaku gaya otoritatif. Kondisi terparah terjadi di negara-negara Afrika yang sebelum berubah, mayoritas menganut gaya korupsi otoritatif.
Negara-negara yang memiliki tradisi akuntansi kuat adalah negara-negara Eropa Tua, Anglo Saxon, dan Asia. Indonesia menjadi bagian dari tradisi akuntansi yang kuat meskipun tidak mendapat dukungan secara politik. Negara-negara di Eropa Timur, Amerika Latin, dan Afrika tidak memiliki tradisi akuntansi yang kuat. Eropa Timur pernah memiliki sejarah dengan sistem komunis yang menjadi primadona di masa lalu dan barangkali menjadi tahapan yang membuat mereka jauh dari tradisi akuntansi yang berelasi dengan keterbukaan. Mengenai sistem keuangan, semua negara di seluruh belahan dunia menganut sistem tersentralisasi. Di Indonesia, masa kelam era ketertutupan yang pernah dilewati telah memunculkan berbagai masalah. Salah satu masalah yang penting adalah rekening keuangan negara. Ditemukan sejumlah rekening keuangan negara atas nama orang perorang dan bahkan ada juga yang sudah meninggal. Kondisi ini memperkuat keinginan untuk menerapkan rekening tunggal melalui Bendahara Umum Negara yang merupakan sarana lalu lintas keuangan negara, sehingga pertanggungjawaban menjadi lebih jelas. KESIMPULAN Latar kontekstual yang menjadi narasi Indonesia dalam melalui tahapan menuju pengadopsian IPSAS didominasi oleh semangat transparansi dan akuntabilitas yang dituntut dalam negeri maupun terjadi di seluruh dunia. Reformasi sistem akuntansi pemerintahan yang dilakukan oleh banyak negara pada dasarnya dapat dibagi menjadi lima strata yaitu akuntansi kas, planned accrual reform, akuntansi akrual, planned IPSAS reform, dan IPSAS. Indonesia berada pada posisi planned IPSAS reform yang terjadi pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Tekanan atau tuntutan dari lembaga yang otoritatif maupun masyarakat menjadi penting bagi negara-negara berkembang. Pengalaman Meksiko dapat menjadi pelajaran bagaimana pemerintah pusat maupun daerah Indonesia untuk lebih aktif dalam memimpin perubahan daripada sekedar menunggu tuntutan dari masyarakat. Sementara pengalaman Eropa dapat menjadi masukan bagi penyusun standar di Indonesia untuk tetap menjalankan tahapan-tahapan dalam adopsi IPSAS karena tradisi akuntansi Indonesia tentu tidak sekuat tradisi Eropa. Di dunia internasional, posisi Indonesia berada pada jalur yang benar menuju IPSAS. REFERENSI Christaens, Johan dan Brecht Reyniers. 2009. Impact of IPSAS on Reforming Governmental Financial Information Systems: A Comparative Study. Working paper Universiteit Gent. Christaens, Johan., Christophe Vanhee, Francesca Manes-Rossi, dan Natalia Aversano. 2013. The Effect of IPSAS on Reforming Governmental Financial Reporting: An International Comparison. Working paper Universiteit Gent. Jayawickrama, Nihal. 1999. Transparency and Accountability for Public Financial Integrity. Dalam Salvatore Schiavo-Campo (editor). “Governance, Corruption, and Public Financial Management.” Filipina: Asian Development Bank John, M. Yusuf., dan Dwi Setiawan S. 2010. Kiat Memahami Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Jones, Rowan dan Maurice Pendlebury. 2000. Public Sector Accounting. England: Pearson Education Limited Sour, Laura. 2012. IPSAS and Government Accounting Reform in Mexico. International Journal Public Sector Performance Management, Vol. 2, No. 1, 2012