Last Minute in Manhattan: Beri Cinta Waktu(Setiap Tempat Punya Cerita #1) by Yoana Dianika
Last Minute in Manhattan (Yoana Dianika, Gagas Media) Don't judge the book by its cover. Sepertinya pepatah itu sudah tidak bisa diterapkan lagi untuk buku-buku jaman sekarang. Betapa tidak, cover buku-buku khususnya novel-novel jaman sekarang itu sangat menarik. Saking menariknya sampai-sampai lebih menarik dibanding isi novelnya sendiri. Salah satu contohnya adalah novel Last Minute In Manhattan ini. Novel ini sebenarnya punya kisah yang klise dan konfliknya pun sangat sederhana. Callysta, si pemeran utama, adalah seorang perempuan kelas 3 SMA yang baru saja diselingkuhi pacarnya yang cakep bernama Abram. Disaat patah hati ternyata ayahnya berniat menikah dengan seorang perempuan asal California yang juga punya seorang anak bernama Mark. Demi menghindari Abram dan ingin menyembuhkan sakit hatinya Callysta pun setuju pada tawaran ayahnya untuk pindah ke California. Disana dia diperkenalkan pada Vesper Skyllar,sahabat saudara tirinya,Mark. Love at the first sight pun terjadi. Cally dan Sky pun mulai dekat dan saling menyukai. Sayangnya disaat hubungan mereka sudah semakin dekat Sky membuat masalah dengan becanda di stall kuda dan mengakibatkan kuda yang sedang sensitif itu merusak topi rajut warisan nenek Callysta. Cewek ini pun marah dan membenci Sky. Karena merasa bersalah Sky pun diam-diam belajar merajut untuk membuatkan Cally topi pengganti. Disaat mereka sedang perang dingin Mark sebagai adik dan sahabat mereka berniat mendamaikan mereka. Mark mengusulkan pada Sky agar ia pergi ke Prom night bersama Cally. Sky pun setuju begitupun Cally yang diam-diam juga rindu setengah mampus pada Sky. Sayangnya di malam Prom, Sky malah kepergok jalan bareng dengan Rachel yang dari awal sering digosipkan berpacaran dengan Sky. Mark pun tidak terima dan menghajar Sky. Sementara itu Cally yang merasa kecewa dan patah hati untuk kedua kalinya mendengar selentingan miring
Sementara itu Cally yang merasa kecewa dan patah hati untuk kedua kalinya mendengar selentingan miring tentang Sky. Cowok itu digosipkan sebagai seorang junkie dan menghabiskan malam bersama Rachel. Sakit hati atas semua itu Cally pun memutuskan untuk melupakan Sky. Mark yang tidak tahan dengan kondisi hubungan Sky dan Cally berusaha mendamaikan mereka kembali. Mark pun mengajak Cally traveling ke Silicon Valley dimana tanpa sepengetahuan Cally, Sky telah menunggu di salah satu kantor software terbesar disana. Disaat Mark ingin mempertemukan mereka ternyata tak disangka Cally malah bertemu dengan Abram yang ternyata tetap keukeuh ingin balikan dengan Cally. Which one Cally will choose? Jawabannya silahkan baca sendiri yah.. Kisah cinta segitiga memang sudah sering dikisahkan berulang-ulang. Diselingkuhi pacar, ketemu cowok baru, mantan pengen balikan dan seterusnya dan sebagainya pun sudah sering diangkat. Disinilah kreativitas penulis diuji bagaimana membuat sesuatu yang baru dari hal yang sudah dikisahkan berulang kali. Nah, disinilah keistimewaan novel ini. Disini tak melulu bicara tentang percintaan remaja beranjak dewasa. Lokasi cerita pun dituliskan sedemikian rupa hingga ada hal lain yang menarik minat pembaca. California, hampir semua orang tahu itu adalah negara bagian di Amerika Serikat. Pemilihan kota Hermosa yang jarang dijadikan latar belakang kisah menjadi hal yang memberi point tersendiri. Kisah tak melulu berkutat di kawasan Hermosa, tapi berpindah ke Santa Cruz, San Fransisco hingga New York. Setiap tempat membalut novel ini dengan kisahnya masing-masing. Satu hal lain yang membuat novel ini menarik adalah ilustrasi gambar diawal setiap chapter. Penulisnya pun menyisipkan potongan-potongan lirik lagu ( Jpop yang sebenarnya kurang nyambung dengan lokasi cerita) atau quote-quote diantara ilustrasi gambar tersebut. Cantik! Novel ini pun berbonuskan pembatas buku berbentuk postcard. Ini Mengingatkan saya pada proyek novelku yang akhirnya terbengkalai gegara teman yang jago gambar pindah tugas ke kota lain. Yah.. ada yang mendahului ( curcol dikit boleh dong!) Anyway, setiap novel tentu ada kekurangannya. Bagi saya ada beberapa hal yang bikin saya sering mengangkat alis sendiri (yalah,masak angkat alis kamu). Misalnya si tokoh Mark yang berumur gak lebih dari 18 tahun tapi penuh dengan petuah petuah bijak layaknya orang tua.Sepertinya dia sudah kenyang asam garam kehidupan atau terlalu sering berenang mencicipi air laut pantai Hermosa yang asin? I don't know.. The conflict is also too cliche and a little bit bored. Gak tahu ya, apa mungkin karena saya sudah bukan anak SMA lagi jadi menganggap kecelakaan topi rajut warisan nenek yang terseret kuda dengan tidak sengaja bisa membuat seseorang benci setengah mati pada orang lain yang menyelamatkannya. Lalu di jaman internet canggih seperti ini dimana om Google baik banget ngasih informasi kok ya gak tahu letak suatu tempat, berapa jaraknya dan Silicon Valley itu tempat apa sihh.... Well, maybe i'm too much reading books so this novel like a cliche story for me. Or maybe i'm too mature for this kind of novel? :D Maybe.. Toh layaknya setiap tempat punya cerita, setiap pembaca pun punya ekspektasi mereka masing-masing. Gak salah kan? http://bittersweet-m-e.blogspot.com @vitamasli|BORING, CLICHE, TOO LOVEY DOVEY. Kalau suatu saat ada teman yang hidupnya delusional dan tidak pernah baca buku tiba-tiba merekomendasikan suatu novel, lebih baik jangan dipercaya atau kamu akan menyesal. Satu kalimat yang paling pas untuk merekomendasikan novel ini adalah 'kombinasi dari kisah romantis klise dengan tokoh perempuan Mary Sue'. Yaiks, dibayangkannya saja malas. Jadi begini ceritanya. Callysta adalah seorang perempuan yang baru saja patah hati karena dikhianati high-school heartthrobnya dan memutuskan untuk pindah ke USA, tempat ibu tirinya tinggal. Disana dia bertemu dengan seorang lelaki berambut emo bernama Vesper yang misterius dan dipuja-puja satu sekolah sampai pernah menjadi homecoming king. The story goes, Callysta dan Vesper punya hubungan yang hot-and-cold (walau lebih banyak hot nya sih, karena Callysta agak sedikit kurang berpendirian soal Vesper), bla bla bla, beberapa kali terjadi kesalahpahaman antara mereka berdua, bla bla bla, juga ada perempuan ketiga yang jujur aja enggak cukup signifikan keberadaannya. Endingnya tentu saja happy ending yang menurutku agak terlalu muluk-muluk dan kurang realistis dijaman sekarang ini.
Kurang rekomen lah buat yang enggak suka novel kelewat romantis dimana tokoh perempuannya lembek dan tokoh laki-lakinya sama lembeknya.|Memuaskan. Aku kira mungkin buku ini hanya gitu-gitu aja- setting di luar negeri, tapi ga bener-bener di show apa aja yang ada di daerah itu. Kan kalau seperti itu, pembaca jadi ga bisa berimajinasi karena tempat dan suasananya yang ga sama--yang ga selalu diliat dan dirasakan--dengan Indonesia. Tapi untung buku ini ga. Aku sebenarnya ga terlalu suka sih kalo novel terlalu detail, seperti nulis detail pakaian yang dipakai di hari biasa. Aku lebih suka kalau bisa berimajinasi sendiri pakaian yang mungkin dipakai di scene itu. Beberapa pengecualian: detail kostum dan karena ini settingnya bukan di Indonesia, jadi bagus kalau diceritakan apa aja yang ada di daerah itu secara detail. Yang aku suka dibuku ini, percakapannya ga gitu-gitu aja yang ngebahas seputar diri karakter. Tapi juga ngebahas hal lain seperti tentang astronomi, hal-hal yang berkaitan dengan suatu daerah tersebut, dan pengetahuan lain.. Satu lagi yang paling disuka- sebelumnya mau nanya, penulisnya pernah ke California & New York ga sih? Kalau ga, berarti risetnya bener-bener maksimal. Semua tempat yang dipakai dibuku memang bener-bener ada. Apalagi dipakai kota seperti California, yang mungkin jarang ada orang yang mau kesana karena 'ga terlalu terkenal' ketimbang London, Paris, New York. Karena buku ini, rasanya jadi ingin ke California. Mengunjungi Hermosa Beach, ke Mystery Spot, dan daerah sekitar California, dan ngeliat senja di Hermosa dan Manhattan -)|** spoiler alert ** *garuk-garuk kepala* Seharusnya sebelum baca buku ini, saya mensugesti diri saya sendiri dulu bahwa... SEMUA NOVEL ROMENS HARUS KEJU!!! Tetapi entah gimana, saya survive baca novel ini. Buktinya? Tuh lihat di atas, saya kasih dua bintang. Karena SAYANGNYA saya ga bisa ngasih satu bintang untuk buku yang berhasil saya selesaikan. (sebenarnya saya juga heran kenapa bisa selesai, walaupun saya speedreading) Permasalahan kisah ini sesungguhnya, bukan di keju-kejuan. Tentulah, saya bukan orang yang menilai satu buku hanya dari narasi semata kok. Hehehe... Bila ada teman-teman penulis yang ingin tahu contoh karakter Marry Sue pegimana, silahkan tengok novel ini. Gimana nggak, coba? Mari kita runutkan satu persatu kenapa saya bilang karakter ini Marry Sue dan sooo unlikable. Cerita dibuka dengan setting di sebuah resto mewah di Jakarta. Callysta, si tokoh utama, mau dikenalin bokapnya dengan calon mami baru yang bule dan calon adek tiri cowok baru yang tentu saja bule juga. Nah, secara KEBETULAN, sang tokoh utama ketemu dengan mantannya waktu ke WC (saya sebenarnya heran, kenapa sering ngambil setting WC untuk adegan awkward-awkwardan?) Bukan cuma tu aja, selain sang mantan, dia juga ketemu pacarnya si mantan YANG KEBETULAN adalah anak suami baru mama kandungnya. Too much coincidence here? Batin saya membela: "Ah, ga papa. Kebetulan toh bisa terjadi di mana aja kan? Bisa jadi, ternyata besok nyokap saya bilang bahwa ternyata Pak Obama yang presiden Amrik itu ternyata om saya." #terlalusinis #ditabok Yah well, selanjutnya, cerita bergulir yang menegaskan, intinya Cally patah hati dan kebetulan baru lulus SMA. Jadi
Yah well, selanjutnya, cerita bergulir yang menegaskan, intinya Cally patah hati dan kebetulan baru lulus SMA. Jadi dia pun berangkat ke Amrik sama mami dan adik baru untuk tinggal di sana. Tujuannya? Menyembuhkan hati yang terluka. EH? Ga kuliah gitu, Neng? Bukannya dah lulus SMA? Nggak. Kan dari keluarga kaya gitu, Mbak. Bokap, nyokap tiri kaya. Bahkan nyokap kandung aja selingkuhnya internasional kan? Sama pengusaha Singapura gitu lhoo~ Ya deh, kayanya saya yang ngiri, gigit jari. Nasib tiap orang kan beda. Lagian itu duit juga duit ortunya, bukan duit saya kan? #plak Ohya, maaf. Sinis lagi. Lanjut. Dalam perjalanan menyembuhkan patah hatinya, Cally diajak jalan-jalan sama adik tiri yang baik hatinya. Ketemulah dia dengan Vesper Skyfall... eh lupa deh siapa nama belakangnya. Masih bagus saya ga tulis Casper. Hehehe... Singkat cerita, tentu saja sudah jelas kan? Cally jatuh cinta ke Vesper. Dan tentu saja sudah jelas lahh!! Vesper juga jatuh cinta ke Cally. Daan tentu saja sudah jelas buanget!!! ada penghalang di antara mereka berdua, Rachel. Cewek mantannya Vesper. ....menjelang halaman 90an saya udah mulai ngos-ngosan. dan duh! saya makin ngos-ngosan begitu sampai adegan Cally memperlihatkan topi rajutan neneknya yang rusak dan hilang gara-gara ditendang kuda. Eh, jadi gini. Kuda itu ngamuk kaget gara-gara Vesper, lantas nendang Cally. Sayangnya Cally nggak terluka karena dilindungi Vesper yang sigap. Tapi topi rajutan nenek hilang. Dan apa yang terjadi? Cally ngamuk. Dan bilang benci ke Vesper. Dan mereka musuhan sampe berbulan-bulan. *membenamkan kepala sendiri ke bantal* Ya elah, Mbak!! Segitu cintanya elo sama itu topi?? Lebih dari cowok yang katanya lo cinta?? Lo ampir mati, Mbak! Hampir matii kalao ga ada itu cowok! *membenamkan kepala ke bantal lagi* Perlukah saya menjabarkan sifat sang tokoh utama ini lebih lanjut? A Spoiled Brat! But be loved by others! Haduh... mulai dari sini, saya baca speed reading. Saya juga jadi malas menjabarkan kedodolan si Cally ini lebih lanjut. Terus gimana dengan tokoh lain? Euh. Nggak ada tokoh yang saya suka. Vesper terlalu dreamy. Tipikal cowok idaman cewek-cewek. Mark terlalu dewasa untuk jadi adiknya Cally. Mungkin Claire yang paling saya suka. Karena tendangan epiknya. #plak Setting? Okelah, di sini bisa saya bilang, settingnya bagus. Walaupun ga bisa crosscheck, tapi saya merasa penulis sudah cukup bagus risetnya. HANYA SAJA too much tell than show. Rasanya seperti diajak tur ke Amerka lewat buku. I mean, REAL TOUR. Dimana para tokohnya menjadi pemandu wisata. Jadi yaa.. seperti baca brosur perjalanan aja. Kesimpulannya, penulis berusaha terlalu keras menampilkan setting Amerika, tanpa dibarengi dengan plot, karakterisasi dan narasi yang cukup baik. Alhasil, jadinya datar. Satu hal positif dari buku ini. Saya jadi tau dimana kantor Google, Frost Valley, gedung Rippley's, dsb dsb. Good touring. Ga penting buat cerita, tapi penting buat saya kalau kapan-kapan mampir main ke tempat om saya~
|Full of drama, entah mengapa sangat sukar sekali bagi saya untuk menyukainya. Dimulai dari karakter utama yang sama sekali nggak loveable banget. Plin-plan, cengeng, over-thinking. Aiiissshhh. Bukannya Callysta sudah lulus SMA, ya? Kenapa kelakuannya sampai akhir cerita begitu mulu? *frustasi* Terus karakter pendukung yang... Apa, ya? Terlalu terpusat pada Callysta aja. Bosen bacanya. Harusnya dikasih selingan dikit tentang pacar adik tiri Callysta kek, kabar reguler sahabat-sahabat Callysta di Indonesia, apa aja, deh. Nggak terpusat sama si-mangkelin-Callysta ini. Secara subjektif, saya nggak bisa menyukai Vesper meskipun di sini, dia bener-bener dikagumin sampai mati sama Callysta. Meskipun di sini, yang saya dapati dari sebab-akibat paling masuk akal dari perilaku seorang tokoh adalah si Vespernya. Adegan romantis mereka terlalu... Drama, fan-fiction(Kalau kamu pembaca fan-fiction pasti ngerti, deh, gimana perbandingannya). Mungkin juga karena udah nggak suka dari start awal cerita ini kali, ya. Gaya penceritaannya juga nggak nyantol bagi pencari inspirasi macam saya. Pada beberapa bab, penulis memakai sudut pandang orang-1 sedangkan sisanya menggunakan sudut pandang orang-3 tanpa tedeng aleng-aleng. Tanpa pemberitahuan kalau sudut pandang berganti. Nggak sreg aja. Aneh menurut saya. Nggak konsisten. Meskipun riset latarnya bener-bener dalem(two thumbs for it!), entah mengapa di beberapa part deskripsi riset terlalu maksa hingga berkesan 'tempelan'. Nggak terlalu ngaruh ke cerita. Apalagi deskripsi baju yang para tokoh pakai seolah-olah hal tersebut adalah wajib adanya. In case kalau ini novel tentang fashion, sih, nggak papa. Tapi nyatanya? Sisi positifnya, saya ngerti dikit-dikit istilah begituan. Dan yang paling annoying adalah waktu adegan romantis yang kepaksa seperti putusnya tali sandal Callysta tibatiba padahal dia pake barang-barang milik sang Ibunda tiri yang notabene kaya abis. Terus adegan super-duper klise macem sinetron Indonesia jama sekarang kayak jebakan getah pohon oak waktu mereka nginep dimana gitu, lupa. Dan lain-lain, seingat saya banyak, deh, tapi nggak saya ingat karena mengingat kelemahan orang lain memang bukan hal yang pantas untuk dilakukan, bukan? Cuma mau bilang kalo adegan yang beginian nggak ngefek ke saya. Flat. Nggak ada yang berkesan. *Sorry to say, tapi emang itu yang aku rasain sebagai pembaca. Sampai nggak semangat ngelarin buku ini dalam sekali baca.* By the way, saya kira Last Minute in Manhattan maksudnya detik-detik terakhir di Manhattan, lho. Jadi salah satu tokohnya meninggal gitu. Eh, ternyata enggak. Tapi seburuk-buruknya penulis, kita harus tetap mengapresiasi mereka karena sudah berhasil menghasilkan novel yang kini beredar di masyarakat luas. Saya tahu, kok, nulis itu nggak gampang. Dan nulis cerita berlatar luar negeri mungkin harus dipersiapkan dengan riset lebih. Jadi, teuteup. Thumbs up, deh, buat Kak Yoana udah berhasil ngentasin novelnya yang kesekian ini. Keep writing, Kak!
2 bintang dari 5 bintang.