LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI TAHUN ANGGRAN 2016
-
Senyawa Terpenoid Inhibitor Enzim MurA bakteri Enterococcus faecalis Dari Sarang Semut (Myrmecodia pendans.) Sebagai Obat Kumur Antiseptik
Tahun ke 2 dari rencana 2 tahun Prof. Dr. Mieke H. Satari, drg., M.Kes (NIDN 0020035301) Dr. Hendra D. A. Dharsono, drg., Sp.KG (NIDN 0005036402) Dr. Dikdik Kurnia, M.Sc (NIDN 0008077302)
Sesuai dengan Keputusan a.n. Rektor, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Unpad tentang Penetapan Pelaksanaan Penugasan Skema Unggulan Perguruan Tinggi Nomor: 431/UN6.3.1/PL/2016 tanggal 19 Februari 2016
UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016
PRAKATA Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur selalu terpanjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan berbagai macam nikmat, karunia dan kasih sayangNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan proposal kemajuan penelitian HIBAH PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI ini tepat pada waktunya. Salawat serta salam selalu tercurahkan kepada Sang Tauladan umat manusia yakni Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman kelak. Proposal ini berjudul “Senyawa Terpenoid Inhibitor Enzim MurA bakteri Enterococcus faecalis Dari Sarang Semut (Myrmecodia pendans.) Sebagai Obat Kumur Antiseptik”. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu baik secara moral maupun material dalam penyelesaian tesis ini, terutama kepada: Ketua LPPM Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Prof. Dr. Budi Nurani, M.S. beserta seluruh staf atas segala bantuan yang diberikan selama menjalani proses pendidikan. Penyusun menyadari dalam penulisan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu penyusun menerima masukan, kritik dan saran. Penyusun berharap penelitian
ii
iii
ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran gigi. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Jatinangor, November 2016
Penyusun
RINGKASAN Lebih dari dua dekade, enterococci telah dikenal sebagai bakteri patogen penyebab infeksi pada manusia. Resistensi antimikroba bakteri ini juga meningkat terhadap zat-zat antimikroba yang baru-baru. Enterococcus faecalis penyebab utama infeksi, sekitar 80-90% yang disebabkan oleh enterococci. Enterococcus faecalis dikenal sebagai bakteri yang paling resisten pada rongga mulut dan paling sering ditemukan pada infeksi endodontik yang persisten pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar. Salah satu jalur atau target mengatasi bakteri pathogen adalah dengan menghambat biosintesis peptodoglikan yang merupakan unsur penyusun utama dinding sel bakteri melalui penghambatan enzim yang berperan dalam biosintesis peptidoglikan tersebut yakni enzim MurA. Oleh karena itu pencarian molekul aktif yang mampu menjadi inhibitor enzim MurA ini menjadi sangat penting. Sumber untuk mendapatkan molekul aktif bisa didapatkan dari tumbuhan medisinal. Tumbuhan sarang semut, Myrmecodia pendans, banyak digunakan oleh masyarakat di papua barat sebagai ramuan berkhasiat untuk terapi berbagai penyakit. Tanaman ini berpotensi untuk dikembangkan dalam obatobatan herbal modern karena mereka bisa tumbuh dengan baik sebagai tanaman epifit. Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan menguji aktivitas suatu senyawa dari tumbuhan sarang semut (Myrmecodia pendans). Penelitian tahap kedua ini dilakukan pengujian senyawa terpenoid sarang semut terhadap aktivitas penghambatan enzim MurA menggunakan teknik ELISA. Dari penelitian ini didapatkan nilai IC50 senyawa 1 terhadap enzim Mur A sebesar 330,85 sedangkan fosfomisin sebesar 99,85 ppm. Nilai aktivitas inhibitor Mur A terpenoid 1 lebih rendah daripada fosfomisin. Kata kunci: E.faecalis, Myrmecodia pendens, Antibakteri dan enzim MurA
i
DAFTAR ISI
Halaman RINGKASAN................................................................................................
i
PRAKATA ………………………………………………………………..
ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………
iv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………........
vii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
viii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………...............................
x
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... .
1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................
1
1.2 Pernyataan Rumusan Masalah ……………………………......
3
1.3 Keutamaan Penelitian …………………………………………
3
BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................
5
2.1 Bakteri Enterococcus faecalis …………………………………
5
2.1.1 Uraian umum Enterococcus faecalis …….........................
5
2.1.2 Faktor virulensi Enterococcus faecalis ………………….
6
2.2 Antibakteri …………………………………………………….
6
2.2.1 Mekanisme kerja antibakteri ……………………………
9
2.2.2 Senyawa antibakteri terhadap E. faecalis ………………
9
2.3 Enzim MurA ……………………………………......................
9
iv
v
2.3.1 Peran enzim MurA dalam sintesis dinding sel bakteri gram positif……………………………………………..
10
2.3.2 Senyawa- senyawa yang menjadi inhibitor enzim MurA
11
2.4 Tinjauan umum Myrmecodia pendans ……………………….
12
2.4.1Taksonomi Myrmecodia pendans……………………….
12
2.4.2 Morfologi Myrmecodia pendans……………………….
13
2.4.3 Senyawa kimia pada Myrmecodia pendans…………….
14
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ................................
17
BAB IV METODE PENELITIAN ..............................................................
18
BAB V HASIL YANG DICAPAI………………………………………..
19
BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA …………...................
21
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………......
21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
22
LAMPIRAN ...............................................................................................
24
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 5.1
Hasil uji inhibitor Mur A terpenoid 1 ………………………………
vii
21
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1
Proporsi bakteri pada kasus nekrosis, kasus dalam perawatan, dan pada kasus periodontitis apikalis persisten setelah perawatan saluran akar ……………………………………………………… 5
Gambar 2.2
Model penyakit pulpitis dan periodontitis apikalis dalam hubungannya dengan virulensi E. faecalis ……………………… 7
Gambar 2.3
Jalur mekanisme antibakteri: penghambatan sintesis dinding sel bakteri (1), penghambatan sintesis protein bakteri (2), penghambatan sintesis DNA atau RNA bakteri (3), kerusakan membrane (4) dan penghambatan sintesis folat pada bakteri (5) ... 8
Gambar 2.4
Struktur senyawa antibakteri: 5,4ʹ-dihydroxy-7-methoxyflavone (b) dan kuersetin 3-metil eter (2) ………………………………...
9
Gambar 2.5
Struktur enzim MurA …………………………………………….
10
Gambar 2.6
Skema dinding sel bakteri gram positif ………………………….
10
Gambar 2.7
Tahap pertama biosintesis peptidoglikan dimana enzim MurA (UDP-N-acetylglucosamine enolpyruvyl transferase, E.C 2.5.1.7) mengkatalisis reaksi transfer enolpiruvat dari fosfoenolpiruvat menjadi uridine-5'-difosfo-N-asetilglukosamin ………………… 11
Gambar 2.8
Struktur senyawa yang mampu menghambat enzim MurA: BCB33b (1), fosfomisin (2), N-(R)-(-)-Mandelil-D-leusil-4(aminometil)-piridin (3), N-Difenilasetil-glicil-3-(aminometil)piridin (4) dan N-(R)-(-)-Mandelil-D-leucil-3-(aminometil)12 piridin (5) ……………………………………………………….
Gambar 2.9
Umbi sarang semut (Myrmecodia pendans) ……………………..
13
Gambar 5.1
Strukrut terpenoid 1-5 …………..………………………………..
19
Gambar 5.2
Penghambatan terpenoid 1 terhadap enzim Mur A ………………. 20
Gambar 5.3
Penghambatan fosfomisin terhadap enzim Mur A ……………….. 21
viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme masih menduduki peringkat ke-3 setelah penyakit jantung dan kanker. Salah satu penyakit infeksi yang disebabkan mikroorganisme adalah penyakit infeksi pada gigi. Data WHO pada tahun 2012 menyebutkan bahwa 90% anak usia sekolah mengalami kerusakan pada gigi, 20% orang dewasa usia 35-44 tahun sudah kehilangan gigi dan orang pada usia lanjut 65-74 tahun sudah tidak memiliki gigi asli. Selain itu, data riset kesehatan dasar pada tahun 2013 oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menyatakan bahwa dari jumlah sampel 1.027.763 orang yang berasal dari berbagai provinsi, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut dijumpai sebesar 25,9 dan sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional (Tribono, 2013). Penyakit infeksi pada gigi tidak dapat dianggap enteng karena infeksi gigi ini dapat mengganggu organ-organ vital pada tubuh sehingga menyebabkan penyakit yang lebih berbahaya. Li et al. (2000) mengemukakan bahwa infeksi oral dapat menyebabkan penyakit sistemik seperti penyakit kardiovaskuler, jantung koroner, kanker dan stroke. Infeksi periapikal persisten didominasi oleh golongan bakteri Gram positif fakultatif atau bakteri anaerob dan fungi. Bakteri dari golongan Gram-positif yang dominan pada infeksi periapikal persisten adalah Enterococcus faecalis (Stashenko et al., 2003). Bakteri ini mampu bertahan dalam konsdisi lingkungan yang ekstrim bagi kebanyakan mikroorganisme lain. E. faecalis menjadi lebih tahan terhadap kondisi letal yang normal bila sebelumnya sudah terekspos dengan lingkungan sub-letal. Sensitivitas E. faecalis menjadi berkurang terhadap panas, etanol, hidrogen peroksida, suasana asam,terhadap suasana basa, serta beberapa penelitian membuktikan bahwa dalam keadaan kekurangan nutrisi (Happonen et al., 2003). Resistensi E. faecalis terhadap multi-antibiotika dan sifatnya yang memiliki pertahanan antioksidan telah
1
menarik perhatian banyak peneliti untuk menemukan obat-obatan atau bahan baru yang berkhasiat sebagai antibakteri. Eschenburg (2005) mengemukakan target mekanisme antibakterti melalui penghambatan sintesis dinding sel bakteri dengan menonaktifkan enzim MurA (UDPN-acetylglucosamine
enopyruvil
transferase,
E.C
2.5.1.7)
yang
berfungsi
mengkatalisis tahap pertama sintesis dinding sel bakteri sangat efektif dilakukan. Dengan adanya salah satu jalur yang ditemukan untuk mengatasi bakteri patogen gram positif melalui penghambatan enzim MurA yang menjadi kunci dalam biosintesis peptidoglikan, para peneliti mengembangkan pencarian senyawa-senyawa yang mampu menjadi inhibitor enzim MurA. Baru-baru ini penelitian yang dilakukan oleh Walsh dan Wencewicz (2014) mengemukakan mengenai molekul antibiotik yang prospektif beserta jalur atau target antibakterisidal. Berdasarkan penelitian mereka menyebutkan ada lima senyawa dengan target berbeda yang prospektif untuk dijadikan antibiotik baru yaitu TK-666, platensimycin dan kibdelomycin yang didapat dari hasil sintesis kemudian abyssornicin C dan tetarimycin A yang diisolasi dari mikroorganisme. Berdasarkan data-data yang telah diuraikan di atas, belum banyak senyawa antibakteri khususnya terhadap bakteri E. faecalis yang didapat dari tumbuhan. Oleh karena itu, senyawa saat ini pencarian antibiotik dan berbagai macam obat untuk antibakteri masih terus dilakukan. Keanekaragaman hayati khususnya tanaman di Indonesia merupakan aset yang berpotensi untuk dijadikan sumber obat. Salah satu tanaman yang berpotensi adalah Myrmecodia sp. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan epifit yang menempel di pohon-pohon besar yang batang bagian bawahnya menggelembung berisi rongga-rongga yang disediakan sebagai sarang semut jenis tertentu dan tumbuhan ini bukan seperti sarang semut biasanya (Subroto & Saputro, 2006). Dari hasil penelitian pendahuluan diketahui fraksi air hasil sokletasi sarang semut memiliki aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan dengan fraksi nheksana dan fraksi etil asetat, sedangkan hasil uji fitokimia menunjukkan adanya kandungan flavonoid dan fenolik dalam sarang semut. Semakin meningkatnya penggunaan tumbuhan sarang semut sebagai sumber pengobatan alternatif penyakit
2
oleh masyarakat, perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah untuk memperoleh informasi mengenai kandungan serta mekanisme kerja senyawa bioaktif terhadap berbagai penyakit. Juga dilakukan pengujian awal terhadap bakteri, untuk melihat apakah senyawa-senyawa dari tanaman ini mempunyai aktifitas sebagai anti-bakteri yang cukup efektif. Sehingga dapat dijadikan sebagai panduan awal untuk pencarian suatu antiseptik alami dan berbagai penyakit infeksi lainnya yang disebabkan oleh bakteri.
1.2 Pernyataan Rumusan Masalah 1. Bagaimana struktur dan rumus molekul senyawa antibakteri yang diisolasi dari tumbuhan Myrmecodia pendans 2. Bagaimana aktivitas senyawa antibakteri tersebut terhadap Enterococcus faecalis dan bagaimana pengaruhnya terhadap aktivitas enzim MurA.
1.3 Keutamaan Penelitian Urgensi penelitian ini nampak jelas pada kondisi masyarakat Indonesia yang masih banyak menderita berbagai penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme khususnya bakteri sehingga memiliki kondisi yang tidak sesuai dengan standar keamanan dan kesehatan kehidupan. Proses penyembuhan dengan menggunakan berbagai antibiotik yang sudah tidak sesuai lagi, bukan saja menjadikan penyakit tidak teratasi, akan tetapi akan memperparah penyakit yang diakibatkan oleh meningkatnya resistensi bakteri tershadap obat tersebut. Selain daripada itu, faktor lain adalah mahalnya harga berbagai antibiotik yang disebabkan karena kebanyakan adalah produk perusahan asing. Di lain pihak, tumbuhan Umbi Sarang Semut mempunyai potensi besar sebagai sumber alternatif bahan alami karena telah lama digunakan secara tardisonal untuk pengobatan tradisional. Dengan selesainya riset ini, diharapkan tumbuhan Umbi Sarang Semut yang selama ini belum memiliki nilai ekonomi tinggi, digunakan sebagai bahan baku obat alami menggantikan obat antibiotik yang ada. Selain itu terungkapnya potensi kandungan senyawa-seyawa antijamur, anti bakteri dan
3
antioksidan baru akan membuka wawasan penelitian senyawa alami medisinal potensial disamping untuk pengembangan potensi budidaya tumbuhan Umbi Sarang Semut. Tahapan serta proses dalam penelitian ini juga merupakan sumber penting dalam pengembangan dan penemuan teknik pemisahan baru senyawa-senyawa organik bioaktif, sehingga diharapkan dapat munculnya suata teori baru mengenai hubungan biosintesis dan biogenesis dari kelompok senyawa metabolit sekunder. Selanjutnya diharapkan pula dapat mengungkapkan mekanisme secara molekular proses penurunan kualitas ikan dan produk turunannya sebagai akibat pertumbuhan mikroorganisme dan juga sekaligus proses penghambatannya yang akan sangat berguna untuk pengembangan dan penemuan bahan antibiotik alami terstandar untuk berbagai produk pangan dan kesehatan. Hasil penelitian ini juga dapat membuka peluang lapangan kerja baru di bidang pangan, kimia, dan medisinal. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu kimia dasar, kimia organik bahan alam hayati, serta memberikan dasar ilmiah yang kuat penggunann biji Umbi Sarang Semut sebagai bahan baku obat antibiotik untuk mengatasi penyakit infeksi khususnya yang disebabkan oleh bakteri.
4
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Bakteri Enterococcus faecalis
2.1.1 Uraian umum E. faecalis E.faecalis termasuk genus bakteri kokoid anaerob fakultatif Gram-positif, berbentuk ovoid dalam bentuk tunggal, berpasangan, atau bentuk rantai pendek.Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 10°C – 40°C (Johnson et al., 2009). Bakteri ini merupakan golongan enterokokus yang paling banyak ditemukan pada manusia dan menyebabkan berbagai penyakit. Pada periodontitis apikalis persisten, E,faecalis merupakan bakteri predominan yang diisolasi dari saluran akar yang telah dilakukan perawatan endodontic (Haapsalo et al., 2003).
Pulpa nekrosis yang tidak dirawat
Kasus periodontitis dalam perawatan
Batang Gram negaif
Kokus Gram negaif
Kokus Gram negaif
Ragi
Periodontitis apikalis persisten setelah perawatan saluran akar Batang Gram positif
Gambar 2.1 Proporsi bakteri pada kasus nekrosis, kasus dalam perawatan, dan pada kasus periodontitis apikalis persisten setelah perawatan saluran akar 7
5
Kemampuan untuk bertahan dalam konsdisi lingkungan yang ekstrim bagi kebanyakan mikroorganisme lain menyebabkan E.faecalis menjadi lebih tahan terhadap kondisi letal yang normal bila sebelumnya sudah terekspos dengan lingkungan sub-letal. Beberapa penelitian membuktikan bahwa dalam keadaan kekurangan nutrisi. E.faecalis mampu mempertahankan viabilitasnya untuk waktu yang lama dan dapat memasuki kondisi viable but non-cutivable (VNBC), suatu mekanisme perthanan diri mikroorganisme terhadap stres yang disebabkan oleh lingkungan yang kurang menguntungkan, dan kembali ke kondisi normal bila kondisi lingkungan membaik (De Paz, 2006; Kayouglu & Østarvik, 2004). E.faecalis dapat berinvasi ke dalam tubuli dentin, berkoloni di dalam saluran akar dan mampu bertahan hidup tanpa dukungan bakteri-bakteri lainnya. E.faecalis resisten terhadap efek antibakteri dari kalsium hidroksida dan resisten terhadap sebagian besar antibiotika. Penggunaan antibiotika akan merubah flora normal dalam saluran akar yang memberikan kondisi yang menguntungkan bagi kelangsungan hidup E.faecalis (De Paz, 2006).
2.1.2 Faktor virulensi E.faecalis E.faecalis merupakan bakteri yang banyak menyebabkan penyakit pada manusia. E.faecalis dilaporkan merupakan bakteri yang umum diisolasi dari infeksi nosokomial, dan juga merupakan bakteri utama penyebap periodontitis apikalis (Kayouglu & Østarvik, 2004). Pada patogenisitas penyakit periodontitis apikalis, E.faecalis dalam tubuli dentin dan saluran akar dilepaskan ke daerah periradikuler yang kemudian menarik leukosit atau menstimulasi leukosit untuk memproduksi mediator inflamasi atau enzim lisis. Faktor-faktor virulensi E. faecalis dan produk bakterinya diantaranya adalah adhesions, aggregation substance, bacteriocins, binding substance, collagen peptides, cytolysin;, elastase, gelatinase, hyaluronidase; H2O2, IFN-
(gamma
interferon), IL (interleukin), LE (lysosomal enzymes) LTA (lipoteichoic acid) NO (nitric oxide) O2.– (superoxide anion) PGE2 (prostaglandin E2), SP(sex pheromones)
6
and TNF (tumor necrosis factor). Model aktivitas faktor virulensi E.faecalis pada periodontitis apikalis dibuat oleh kayoglu dan Ostarvik (De Paz, 2006).
Gambar 2.2. Model penyakit pulpitis dan periodontitis apikalis dalam hubungannya dengan virulensi E.faecalis
2.2
Antibakteri Antibakteri adalah suatu senyawa yang dalam konsentrasi kecil mampu
menghambat bahkan membunuh proses kehidupan suatu mikroorganisme (Jawetz et al., 2001). Dalam penggolongannya antibakteri dikenal dengan antiseptik dan antibiotik. Berbeda dengan antibiotik yang tidak merugikan sel-sel jaringan manusia, daya kerja antiseptik tidak membedakan antara mikroorganisme dan jaringan tubuh. 2.2.1
Mekanisme Kerja Antibakteri Antibakteri adalah agen kimia yang mampu menginaktivasi bakteri.inaktivasi
bakteri dapat berupa penghambatan pertumbuhan bakteri (bakteriostatik) atau bahkan membunuh bakteri (bakterisidal). Aktivitas penghambatan pertumbuhan atau pembunuhan bakteri dilakukan dengan cara merusak DNA, denaturasi protein, merusak dinding sel atau menghalangi sintesis dinding sel, pemindahan kelompok sulfihidril bebas, serta antagonisme kimiawi (gangguan pada reaksi antara enzim spesifik dengan substratnya) (Widiastuti, 2005).
7
Menurut Walsh & Wencewicz (2014) adapun mekanisme yang prospektif untuk dikembangkan dalam mengasi bakteri pathogen gram positif dan gram negative terbagi menjadi lima jalur, yaitu: penghambatan sintesis dinding sel bakteri (1), penghambatan sintesis protein bakteri (2), penghambatan sintesis DNA atau RNA bakteri (3), kerusakan membrane (4) dan penghambatan sintesis folat pada bakteri (5). Metabolit sekunder seperti flavonoid bekerja dengan cara merusak membran sitoplasma sehingga sel bakteri akan rusak dan mati. Penelitian yang telah dilakukan oleh Noviana (2004) menunjukkan bahwa senyawa golongan flavonoid mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus dimana mekanisme penghambatannya berupa perusakan membran sel. Gugus OH berperan penting dalam pelepasan ion H + yang menyerang gugus fosfat sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat.
Gambar 2.3 Lima jalur mekanisme antibakteri
8
Pada perusakan membran sel, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat, dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk membran sel, akibatnya membran sel akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan atau bahkan kematian (Noviana, 2004).
2.2.2
Senyawa antibakteri terhadap E. faecalis Hernandez et al., (2012) melaporkan bahwa senyawa flavonoid (1) yang
berhasil diisolasi dari tanaman Larrea tridentata beraktivitas antibakteri terhadap bakteri Enterococcus faecalis. Senyawa (1) memiliki harga Minimum Inhibitory Concentration sebesar 50µg/mL untuk S. aureus dan 50µg/mL untuk E. faecalis. Selain itu senyawa Kuersetin 3-metil eter (2) diisolasi dari buah merah.memiliki aktivitas pada E. faecalis pada konsentrasi 100 ppm (atmadja, 2011). OH H3CO
O
OH HO
O
OH OCH3
OH O (1)
OH O (2)
Gambar. 2.4 Struktur senyawa antibakteri: 5,4ʹ-dihydroxy-7-methoxyflavone (b) dan kuersetin 3-metil eter (2)
2.3
Enzim MurA Enzim MurA merupakan bagian dari family enzim Mur. Family enzim Mur
ini bereperan dalam biosintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Berikut merupakan struktur enzim MurA.
9
Gambar 2.5 Struktur enzim MurA
2.3.1
Peran enzim MurA dalam sintesis dinding sel bakteri gram positif Dinding sel bakteri gram positif tersusun atas lapisan peptidoglikan yang
tebal. Silver (2006) menyebutkan bahwa enzim MurA-MurF berperan dalam sintesis peptidoglikan pada dinding sel bakteri. Tanpa peptidoglikan, dinding sel bakteri sangat rapuh dan rentan terhadap tekanan osmotik sehingga dapat menyebabkan bakteri mati.
N-asetil glukosamin (NAG) N-asetil asam muramat (NAM) Rantai ikatan tetrapeptida dengan ikatan silang oleh peptida
lapisan peptidoglikan
membran plasma dengan lapisan struktur lipid bilayer
Gambar bakteri yang menunjukkan dinding sel dan membran plasma.
Gambar 2.6 Skema dinding sel bakteri gram positif
10
Enzim yang berperan dalam tahap pertama biosintesis peptidoglikan adalah enzim MurA. Enzim MurA mengkatalisis reaksi transfer enolpiruvat dari phosphoenolpyruvate (PEP) pada gugus 3’-hidroksil pada Uridine 5’-diphospho-Nacetylglucosamine
(UDP-GlcNAc)
menghasilkan
enolpyruvil-UDP-N-
acetylglucosamine (EP- UDP-GlcNAc) dan fosfat anorganik. Dengan menghambat kinerja enzim MurA maka biosintesis peptidoglikan dapat dicegah. Hal ini yang banyak dijadikan target para peneliti untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen gram positif seperti E. faecalis.
UDP-N-asetilglukosamin
O OH
RO O
HO
O HN
O
P
O
OH
O
P
O
O O
OH
HN
OH
HO
N
O
MurA
OH O
OH
HO
HN O
+
O O -
O
O
RO
P OH
HN
O O
P OH
-
O
O O OH
N
+
O
OP
O-
O OH
Pi
O OP
O-
O
O-
UDP-N-asetilglukosamin-enolpiruvat
O PEP
Gambar 2.7 Tahap pertama biosintesis peptidoglikan dimana enzim MurA (UDP-Nacetylglucosamine enolpyruvyl transferase, E.C 2.5.1.7) mengkatalisis reaksi transfer enolpiruvat dari fosfoenolpiruvat menjadi uridine-5’difosfo-N-asetilglukosamin.
2.3.2
Senyawa- senyawa yang menjadi inhibitor enzim MurA Dengan adanya salah satu jalur yang ditemukan untuk mengatasi bakteri
patogen gram positif melalui penghambatan enzim MurA yang menjadi kunci dalam biosintesis peptidoglikan, para peneliti mengembangkan pencarian senyawa-senyawa yang mampu menjadi inhibitor enzim MurA. Senyawa BCB33b (4) dan fosfomycin (5) dinyatakan mampu menghambat kerja enzim MurA (Boone, 2011). Zoeiby (2003) menemukan 3 derivat piridin yang mampu menjadi inhibitor enzim MurA dengan masing-masing nilai penghambatan (IC50) 34,5 mM (6), 30,5 mM (7) dan 50,2 mM (8). 11
O O
HO HO
HO
P
O
O (4) O
OH
N H
H N O
N
OH (5)
O N H
H N O
O N OH
(6)
(6)
N H
H N
N
O (7)
Gambar 2.8 Struktur senyawa yang mampu menghambat enzim MurA: BCB33b (4), fosfomycin (5), N-(R)-(-)-Mandelyl-D-leucyl-4-(aminomethyl)pyridine (6), N-Diphenylacetyl-glycyl-3-(aminomethyl)-pyridine (7) dan N-(R)-(-)-Mandelyl-D-leucyl-3-(aminomethyl)-pyridine (8).
2.4
Tinjauan Umum Myrmecodia sp Sarang semut adalah sejenis buah tradisional dari Papua. Nama ilmiahnya
Myrmecodia sp. Sarang Semut merupakan salah satu tumbuhan epifit dari Hydnophytinae (Rubiaceae) yang dapat berasosiasi dengan semut. Tumbuhan sarang semut ini bersifat epifit. Secara tradisional sarang semut sudah dikonsumsi karena berkhasiat banyak dalam menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti mencegah penyakit tumor, kanker, jantung, stroke, wasir, rematik, gangguan asam urat, maag, TBC, migren, gangguan fungsi ginjal dan prostat, dan meningkatkan stamina (Subroto & Saputro, 2006). 2.4.1 Taksonomi Myrmecodia pendans Taksonomi tumbuhan Myrmecodia sp adalah sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies
: Plantae : Tracheophyta : Mangnoliopsida : Lamiidae : Rubiales : Rubiaceae : Myrmecodia : Myrmecodia sp.
(Irawan, 2009)
12
2.4.2
Morfologi Myrmecodia pendans Di propinsi Papua, tumbuhan sarang semut tersebar di daerah Pegunungan
Tengah, yaitu di hutan belantara kabupaten Jayawijaya, kabupaten Tolikara, kabupaten Puncak Jaya, kabupaten Pegunungan Bintang, dan kabupaten Paniai. Tumbuhan sarang semut tersebar dari hutan bakau dan pohon-pohon di pinggir pantai hingga ketinggian 2.400 meter di atas permukaan laut (dpl). Tumbuhan sarang semut jarang ditemukan di hutan tropis dataran rendah, tetapi lebih banyak ditemukan di hutan dan daerah pertanian terbuka dengan ketinggian 600 meter dpl. Sarang semut banyak ditemukan menempel di beberapa pohon, umumnya di pohon kayu putih (Melaleuca), cemara gunung (Casuarina), Kaha (Castanopsis), dan pohon beech (Nothofagus). Di habitat liarnya, tumbuhan sarang semut dihuni oleh beragam jenis semut. Namun, satu tumbuhan sarang semut dihuni oleh satu jenis semut.
Gambar 2.9 Umbi sarang semut (Myrmecodia sp.)
Umbi pada tumbuhan sarang semut umumnya berbentuk bulat saat muda, kemudian menjadi lonjong memendek atau memanjang setelah tua. Umbi Myrmecodia sp. hampir selalu berduri. Umbinya memiliki suatu sistem jaringan 13
lubang-lubang yang bentuk serta interkoneksi dari lubang-lubang tersebut sangat khas sehingga digunakan untuk mengembangkan sistem klasifikasi dari genus ini. Tumbuhan sarang semut biasanya hanya memiliki satu atau beberapa cabang. Batangnya jarang ada yang bercabang. Bahkan, pada beberapa spesies tidak bercabang sama sekali. Batangnya tebal dan internodalnya sangat dekat, kecuali pada pangkal sarang semut dari beberapa spesies. Daun sarang semut tebal seperti kulit. Pada beberapa spesies memiliki daun yang sempit dan panjang. Spitula besar, persisten, terbelah, dan berlawanan dengan tangkai daun (petiol), serta membentuk “telinga” pada klipeoli. Kadang-kadang terus berkembang menjadi sayap di sekitar bagian atas klipeolus. Pembungaan mulai sejak beberapa ruas (internodal) terbentuk dan ada pada tiap nodus (buku). Dua bagian pada setiap bunga berkembang pada suatu kantong udara (alveolus) yang berbeda. Alveoli tersebut mungkin ukurannya tidak sama dan terletak pada tempat yang berbeda di batang. Kuntum bunga muncul pada dasar alveoli. Setiap bunga berlawanan oleh suatu brakteola. Bunga jarang kleistogamus (menyerbuk tidak terbuka) dan kadang-kadang heterostilus. Kelopak biasanya terpotong. Polen adalah 1-, 2-, atau 3- porat (kolporat) dan sering 1, 2, atau 3 visikel sitoplasma yang besar. Buah berkembang dalam alviolus dan memanjat pada dasarnya menjadi mononjol keluar hanya setelah masak (Huxley, 1978).
2.4.3
Senyawa Kimia Pada Myrmecodia pendans Tumbuhan sarang semut mengandung senyawa-senyawa kimia dari golongan
flavonoid dan tanin. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti lain sebelumnya yang mempelajari golongan senyawa ini dalam kaitannya dengan sistem pertahanan diri tumbuhan sarang semut. Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik yang banyak merupakan pigmen tumbuhan. Senyawa metabolit sekunder yang berhasil ditemukan pada tumbuhan sarang semut masih sangat terbatas. Subroto dan Saputro (2008) menemukan alfa tokoferol pada umbi sarang semut.
14
Tumbuhan sarang semut juga mengandung beberapa mineral. Kalsium berfungsi dalam kerja jantung, impuls saraf, dan pembekuan darah. Besi berfungsi dalam pembentukan hemoglobin, transpor oksigen, aktivator enzim. Fosfor berfungsi dalam penyerangan kalsium dan energi. Natrium memiliki peranan dalam kesetimbangan elektrolit, volume cairan tubuh, dan impuls saraf. Kalium berfungsi dalam ritme jantung, impuls saraf, dan kesetimbangan asam basa. Seng memiliki fungsi dalam sintesis protein, fungsi seksual, penyimpanan insulin, metabolisme karbohidrat dan penyembuhan luka. Sementara magnesium memiliki peranan dalam fungsi tulang, hati, otot, transfer air intraseluler, keseimbangan basa, dan aktivitas neuromuskuler. Fungsi-fungsi mineral tersebut dapat menjelaskan beberapa khasiat lain dari sarang semut (Heil et al., 2004). HO O alfa-tokoferol
Gambar 2.10 Struktur alfa tokoferol
2.5
Uji Sensitivitas Uji sensitivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat
kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Metode difusi agar menurut Kirby-Bauer, sering digunakan untuk mengetahui sensitivitas bakteri. Prinsip dari metode ini adalah penghambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona hambat akan terlihat sebagai daerah jernih di sekitar cakram kertas yang mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat antibakteri.Selanjutnya dikatakan bahwa semakin lebar diameter zona hambat yang terbentuk bakteri tersebut semakin sensitif (Tortora, 2002). Metode difusi agar merupakan salah satu metode yang digunakan dalam uji sensitivitas bakteri dengan cara mengamati daya hambat pertumbuhan bakteri oleh bahan antibakteri yang diketahui dari daerah di sekitar kertas cakram (paper disk) yang
15
tidak ditumbuhi oleh bakteri. Zona hambat pertumbuhan inilah yang menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap bahan antibakteri. Sensitivitas bakteri terhadap suatu bahan dapat dikategorikan menjadi sensitif, intermediet, atau resisten, tergantung standar zona hambat minimal suatu bahan terhadap bakteri yang telah ditentukan (Tortora, 2002).
16
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua bagian: Tujuan khusus, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui senyawa-senyawa antibakteri yang terkandung dalam umbi sarang semut. Tujuan jangka panjang, penelitian bertujuan untuk mendapatkan alternatif antibiotik baru untuk penyakit periodental dari tumbuhan sarang semut.
Tujuan khusus penelitian ini terbagi menjadi dua bagian: 1. Pada tahun pertama, penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa antibakteri dari tumbuhan sarang semut. 2. Pada tahun kedua, penelitian difokuskan untuk pengujian senyawa hasil isolasi pada bakteri untuk melihat aktivitas antibakterinya
3.2 Luaran dan Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat: 1. Memberi kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan mengenai metode penyembuhan yang efektif untuk melawan bakteri Enterococcus faecalis, 2. Mengembangkan potensi sumber daya alam Indonesia khususnya umbi tanaman sarang semut sebagai antiseptik alami.
17
BAB IV METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan tahap lanjutan dari tahun pertama dimana pada tahun pertama telah didapatkan senyawa terpenoid dari Umbi sarang semut. Oleh karena itu saat ini dilakukan pengujian pengaruh terpenoid sarang semut terhadap aktivitas enzim MurA E. faaecalis menggunakan E. coli MurA Assay Kit Plus-500 (Catalog No. MURA500KE, Profoldin). Sampel uji disiapkan dalam konsentrasi 5 mM sebanyak 1 mL. larutan sampel uji ini ditambahkan ke sumur uji (microplate 96 wells) sebanyak 1,2 μL dan kemudian diencerkan dengan 2x pengenceran (variasi konsentrasi sampel uji harus berada dalam rentang 5 mM sampai 0,039 mM). Pada sumur yang lain, akuabides ditambahkan sebagai kontrol negatif dan fosfomisin digunakan sebagai kontrol positif. Selanjutkan 52,8 μL larutan premix ditambahkan ke dalam setiap sumur dan diinkubasi selama 5 menit. Kemudian ke dalam setiap sumur ditambahkan larutan enzim sebanyak 3 μL dan diinkubasi selama 15 menit (waktu optimum inkubasi). Larutan Dye MPA (60 μL) ditambahkan ke dalam setiap sumur dan diinkubasi kembali selama 5 menit. Selanjutnya dilakukan pembacaan pada panjang gelombang 650 nm menggunakan microplate reader EZ 400.
18
BAB V HASIL YANG DICAPAI
Pada penelitian ini telah diujikan satu senyawa terpenoid dari Umbi Sarang Semut (Myrmecodia pendans.) terhadap enzim Mur A.
H
OH
H
H H
COOH
COOH
H HO
HO
(4)
(5)
Gambar 5.1 Struktur terpenoid 1-5
19
Pengujian aktivitas inhibitor enzim Mur A terpenoid 1 Berdasarkan data pada tabel 5.1, terpenoid 1 memiliki aktivitas inhibitor Mur A lebih rendah dibanding fosfomisin.
Tabel 5.1 Hasil uji ihibitor Mur A senyawa 1
Terpenoid
IC50 (ppm)
1 2 3 4 5 Fosfomisin*
330,85 bd bd bd bd 99,68
*) kontrol positif bd) belum diuji
Berikut ini ditunjukkan grafik aktivitas penghambatan terpenoid 1 dan fosfomisin terhadap enzim Mur A. 1. Terpenoid 1
% Penghambatan *%)
4
y = 0,149x + 0,7033 R² = 0,952
3,5 3 2,5
2 1,5 1 0,5 0 0
5
10
15
20
25
Konsentrasi (ppm)
Gambar 5.2 Penghambatan Senyawa 1 terhadap enzim Mur A
20
2. Fosfomisin 18 y = 0,4308x + 7,0558 R² = 0,9896
% Pengahambatan (%
16 14 12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
20
25
Konsentrasi (ppm)
Gambar 5.3 Penghambatan fosfomisin terhadap enzim Mur A
BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Tahapan selanjutnya yang akan dilakukan adalah menguji pengaruh senyawa 2-5 terhadap aktivitas enzim MurA.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Aktivitas inhibitor Mur A terpenoid 1 tiga kali lebih rendah dibandingkan fosfomisin. 7.2 Saran Perlu penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas antibakteri terpenoid ini dengan melakukan uji pengaruh senyawa 2-5 terhadap aktivitas enzim MurA
21
DAFTAR PUSTAKA Boone, B. 2011. MurA: Production, purification, and characterization of antibiotic potential. Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI - formerly NCCLS). 2012. Performance Standards for Antimicrobial Disk Susceptibility Tests; Approved Standard, 11th ed.; Clinical and Laboratory Standards Institute: Wayne, PA, USA. De paz, C. Gram-positive organism in endodontic infection. Endo topics. Denmark. Blackwell Munksgaard, 2004; p.79-96 Enright, M.C., Robinson, D.A., Randle, G., Feil, E.J., Grundmann, H., Spratt, B.G. 2002.The evolutionary history of methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Eschenburg, S., Priestman, M.A., Abdul-Latif, FA, Delachaume, C., Fassy, F.,Schönbrunn, E. (2005). A novel inhibitor that suspends the induced fit mechanism of UDPN-acetylglucosamine enolpyruvyl transferase(MurA). Joural of Biological Chemistry,280(14), 14070-5. Haapsalo M, Udnaes T, Endal U. Persistent, recurrent, and acquired infection of the root canal system post-treatment. Endo topics. Denmark. Blackwell Munksgaard, 2003; p.29-56. Happonen RP, Bergenholtz Gergenholtz G, HØrsted-Bindlev P, Reit C, editor.Textbook of endodontology. Oxford. Blackwell Munksgaard, 2003; p. 130-144. Heil, M., B. Baumann, R. Kruger and K.E. Linsenmair, 2004. Main Nutrient Compounds in Food Bodies of Mexican Acacia Ant-Plants, Chemoecology. 14: 45-52. Hernández J. M. J., A. García, E. Garza-González, V. M. Rivas-Galindo and M.R. Camacho-Corona. 2012. Antibacterial and Antimycobacterial Lignans and Flavonoids from Larrea tridentata. Phytotheraphy Research. 2012: (26): 19571960. Huxley, C. R., 1978, Ant-Plant Myrmecodia and Hydnophytum (Rubiaceae), and Relationships Between Their Morphology, Ant-Accupants, Physiology and Ecology, New Phytologist. 80 (1): 231. Jawetz E, Melnick, Adelberg. 2004. Medical Microbiology, 24th Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Jhonson W T, Noblet W C. Cleaning and Shaping. Dalam: Torabinejad M, Walton RE, editor. Endodontic Principles and Practice.St.Louis. Saunders Elsevier. 2009; p.262-264. Kayouglu G & Østarvik D. Virulance factor of enterococcus faecalis: relationship to endodontic disease. Crit Rev Oral Bio Med. 2004; 15(5); p.308-320. Li, X., Kristin, M.K., Leif, T. & Ingar, O. 2000. Systemic diseases caused by oral infection. Clinical Microbiology Reviews Vol.13, No.4: p.547–558. Noviana, L. 2004. Identifikasi Senyawa Flavonoid Hasil Isolasi dari Proporlis Lebah Madu (Apis Mellifera) dan Uji Aktivitasnya Sebagai Antibakteri
22
(Staphylococcus Aureus). Skripsi Mahasiswa Jurusan Kimia Universitas Brawijaya Malang. Malang. Silver, L.L. Does the cell wall of bacteria remain a viable source of targets for novel antibiotics? Biochemical Pharmacology, 2006; 71(7), 996-1005. Stashenko P. Etiology and pathogenesis of pulpitis and apical periodontitis. Dalam: Østarvik D, Pitt Ford TR, editor. Essential endodontics. Oxford. Blackwell Science, 2003; p.42-67. Subroto, M.A., dan Saputro, H. 2006.Gempur Penyakit Dengan Sarang Semut. Penebar Swadaya, Jakarta. Tortora, Gerard J., Funke, BR., Case, CL. 2002. Microbiology an Introduction 10thedition. San Fransisco. Tribono. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Walsh CT & Wencewicz TA. Prospect for new antibiotics: a molecule-centered perspective. The Journal of Antibiotics; 2014. P 7-22. World Health Organization. 2012. Data & statistic deseases. yang diambil dari www.WHO.com. Widiastuti, D. 2005. Sintesis Senyawa 2-(4-metilsikloheks-3-enil) propan-2-ol dari pinena dan Uji Aktivitasnya Sebagai Antibakteri [Skripsi]. Malang:Jurusan Kimia Fakultas MIPA. Universitas Brawijaya. Zoeiby A.E, Beaumont M, Dubuc E, Sanschagrin F, Voyer N & Leveque RC. Combinatorial Enzymatic Assay for the Screening of aNew Class of Bacterial Cell Wall Inhibitiors. Bioorganic & Medicinal Chemistry, 2003; p.1583-1592.
23
NPC
Natural Product Communications
Antibacterial Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 Terpenoid from Sarang Semut (Myrmecodia pendans)
2016 Vol. 11 No. 0 1-2
Indah Permata Yudaa, Dikdik Kurniaa, Dadan Sumiarsaa, Hendra D.A. Dharsonob, Mieke H. Sataric a
Department of Chemistry, Faculty of Mathematics and Natural Scieces, Padjadjaran University, Jatinangor 45363, Indonesia
[email protected] Received: January XX, 2016; Accepted: XX, 2016
A new steroid glycoside (1), along with one known triterpenoid (2) and a new sesquiterpenoid (3) has been isolated from the ethyl acetate extract of Sarang Semut (Myrmecodia pendans). The structures of the new and known compounds were established on the basis of extensive 1D and 2D NMR spectral data. The bioactivity evaluation was conducted using the inhibition zone of compounds (mm) using Kirby-Bauer method at concentrations of 2000 and 5000 ppm for each against pathogenic oral bacteria Porphyromonas gingivalis were 11,1 and 12,3 mm, respectively. Keywords: Sarang Semut, Myrmecodia pendans; Porphyromonas gingivalis; antibacterial activity; terpenoid
Sarang Semut (Myrmecodia pendans) is widely used in West Papua as herb with broad range of therapeutic values [1]. This plant is a member of Rubiaceae family with five genus, however, only two of which have association with ants. They are Myrmecodia (forty five species) and Hypnophytum (twenty six species). From those species, only Hypnophytum formicarum, Myrmecodia pendans and Myrmecodia tuberosa are considered to have medicinal values [2]. Research data from previous analysis result of crude extract of Sarang Semut showed that the extract has antioxidant activity [3-4]. Ethyl acetate fraction of M. pendans (50 µg mL-1) showed the highest activity in lymphocytes proliferation thus sarang semut tubers are potentional to be develompment as immunomodulatory agents [1]. Previous study by Soekmanto et al. (2010) have proved that the extract of M. pendans has anticancer activity in both human cervix (HeLa) and canine mammary tumor (MCM) cell lines with IC50 27.61 ppm (HeLa) and 54.57 ppm (MCM-B2), respectively [2]. This effect may be the result of phenolic compounds especially flavonoids contained in extract [2-5]. Terpenoid have been isolated from Sarang Semut of Papua had capability to inhibit the growth of ovarian cancer cell lines (SKOV-3) with IC50 of 481ug ml-1 for 48 hours [6]. However, the antibacterial activity of the Sarang Semut and its active components against oral periodontal pathogens has not been evaluated. Thus, this study mainly aimed to isolate and elucidate antibacterial agents from the Sarang Semut against periodontal oral pathogen. Our chemical investigation isolated one new steroid glycoside (1) and one known triterpenoid (2) and new sesquiterpenoid (3) from the Sarang Semut. Their structures were elucidated as 6ʹ-O-tridecanoyl-3-O-β-D-glucosyl-sitosterol (1), betulin (2) and phloroglucinol coupled sesquiterpene (3) (Fig 1.) by spectroscopic data analyses (IR, ES-MS, 1D-NMR, and 2D-NMR). This report describes their isolation, structural elucidation, and antibacterial activity against Porphyromonas gingivalis ATCC 33277. The ethyl acetate of Sarang Semut was subjected to multiple chromatographic steps, using silica gel G60 and ODS RP-18 to afford terpenoid (1-3) (Figure 1).
Compound 1 was isolated as white amorphous powder. TLC analysis on Kiesel gel 60 F254 0.25 mm plate (Merck) in n-hexaneethyl acetate = 40:60 (v/v), Rf = 0.25; ES-MS m/z 773.340 [M+H]+ calcd. for C48H84O7, together with seven degrees of unsaturation. The IR spectrum showed hydroxyl groups at 3404 cm-1, a carbonyl ester (1722 cm-1) and gem-dimethyl (1465, 1379 cm-1). The 1H- and 13 C-NMR spectral data are shown in Table 1. The 13C-NMR spectrum showed forty eight carbon signals which, according to the DEPT 135 spectrum, represented seven primary, twenty three secondary, fourteen tertiary, and four quaternary carbons. In the 13 C-NMR spectrum showed twenty nine resonances attributed to a sitosterol skeleton, including double bond resonances at δ 140.4 and 122.4, and a hydroxymethine signal at δ 79.7. Six carbon signals [δ 101.4, 76.1, 74.1, 73.7, 70.2, 63.3] were due to D-glycose, and others [δ 175.0, 34.4, 32.1, 29.9~29.4, 25.1, 22.9, 14.3] attributed to fatty acid esters. The 1H-NMR spectrum show signals for seven tertiary methyl groups at δ 0.67 (s, 3H), 0.80 (d, 3H, J = 6.5), 0.81 (d, 3H, J = 6.45), 0.84 (t, 3H, J = 1.3), 0.88 (m, 3H), 0.91 (d, 3H, J = 6.5), 1.00 (s, 3H), and an anomeric proton signal of D-glycose at δ 4.37 (d, 1H, J = 7.8), which indicated the β-linkage of D-glycose with sitosterol [7,8]. The 1H-NMR spectrum also exhibited the presence of a long chain fatty acid ester, according to signals at δ 1.47 (m, 2H) and a secondary methyl group at δ 1.25 (m, 2H). All these data suggested that compound 1 was a steroid glycoside with a long-chain fatty acid ester (Fig. 1). The complete structural determination was further achieved by analyses of HMQC and HMBC data. In the HMBC spectrum, the framework of D-glucose unit was also exhibited. The glucose unit was assigned to C-3 of the skeleton of sitosterol, according to the corelation from H-1' of Dglucose (δH 4.37) to C-3 (δC 79.7). A comparison of the NMR data of 1 with those of 4ʹ-O-docosanoyl-3-O-β-D-glucosyl-sitosterol [9] of revealed that the structures of the two compounds are closely related, the main differences are the position of fatty acid ester and number of fatty acid unit. In order to clarify the position of fatty acid ester unit, the HMBC experiment was carried out, proton at δH 4.9 (2H, dd, 4.55, 4.55) was correlated to C-1'' (δC 175.0) confirmed the ester group attaching to C-6' of D-glucose (Fig. 1).
2 Natural Product Communications Vol. 11 (0) 2016
Table 1: NMR data (500 MHz for 1H and 125 MHz for 13C, in CDCl3) for 1 13 1 Position C NMR, C (mult.) H NMR, (integral, mult., J Hz) 1
37.4 (t)
2
29.9 (t)
3
79.7 (d)
4 5 6 7 8 9 10 11
39.0 (t) 140.4 (s) 122.4 (d) 29.7 (t) 32.0 (d) 50.3 (d) 36.9 (s) 21.2 (t)
12
39.9 (t)
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 1ʹ 2ʹ 3ʹ 4ʹ 5ʹ
42.5 (s) 56.9 (d) 24.5 (t) 28.4 (t) 56.2 (d) 12.0 (q) 19.5 (q) 36.3 (q) 20.0 (q) 34.0 (t) 26.2 (t) 46.0 (d) 28.4 (t) 19.2 (q) 19.0 (q) 23.2 (t) 12.2 (q) 101.4 (d) 73.7 (d) 74.1 (d) 76.1 (d) 70.2 (d)
6ʹ
63.3 (t)
OCO (CH2)n CH3
175 (s) 22.9-34.4 (t) 14.3 (q)
1.85 (2H, m) 1.24 (1H, m) 1.31 (1H, m) 3.53 (1H, m) 2.27 (1H, d, 11.05) 2.39 (1H, d, 7.8) 5.36 (1H, d, 2.6) 1.24 (2H, m) 1.95 (1H, m) 0.90 (1H, m) 1.48 (2H, m) 1.98 (1H, m) 2.03 (1H, m) 1.08 (1H, m) 1.58 (2H, m) 1.25 (2H, m) 1.08 (1H, m) 0.67 (3H, s) 1.00 (3H, s) 1.30 (1H, m) 0.81 (3H, d, 6.45) 2.35 (2H, m) 1.14 (2H, m) 0.92 (1H, m) 1.25 (2H, m) 0.80 (3H, d, 6.5) 0.91 (3H, d, 6.5) 1.28 (2H, m) 0.84 (3H, t, 1.3) 4.37 (1H, d, 7.8) 3.36 (1H, d, 9.1) 3.34 (1H, m) 3.58 (1H, t, 8.45) 3.38 (1H, d, 8.45) 4.23 (1H, dd, 1.95, 2.6) 4.90 (1H, dd, 4.55, 4.55) 1.25-1.47 (22H, m) 0.88 (3H, m)
The ester group attaching on structure of compound same with (7S*,16S*,18S*,19R*)-7,18-dihydroxy-19-O-(4-methyl-6(E), 8(E)hexadecadienoyl)-16,18-dimethyl-10-phenyl-[11]-cytochalasa-6 (12),13(E)-diene-1,2-dione [10]. Based on HMQC experiment was carried out, number of carbons at fatty acid ester compound 1 was odd-numbered, carbons at δC 175.0, 34.4, 32.1, 29.9~29.4, 25.1, 22.9, 14.3 suggested as tridecanoyl ester. This fatty acid ester was new fatty acid for steroid glycoside, previously fatty acid ester usual range of straight-chain even-numbered [9,11]. Therefore, the structure of compound 1 was established as 6ʹ-O-tridecanoyl-3-O-βD-glucosyl-sitosterol (1) (Fig. 1). This is a new steroid glucoside reported for the first time from this plant. Compound 2 (Betulin) was isolated as white amorphous powder. TLC analysis on Kiesel gel 60 F254 0.25 mm plate (Merck) in nhexane-acetone = 80:20 (v/v), Rf 0.37; IR (KBr) vmax cm-1: 3431, 2931, 1454, and 1051; ES-MS m/z 443.500 [M+H]+ calcd. for C30H50O2; 1H-NMR (500 MHz, in CD3OD) δ: 0.77 (s, 3H, H-27), 0.83 (s, 3H, H-5), 0.98 (s, 3H, H-24), 1.19 (s, 3H, H-26), 1.38 (m, 1H, H-9), 1.55 (m, 2H, H-7), 1.58 (m, 2H, H-15), 1.62 (m, 2H, H11), 1.65 (m, 2H, H-12), 1.69 (s, 3H, H-30), 2.41 (m, 1H, H-19), 3.15 (dd, 1H, J = 4.5, 4.5 Hz, H-3), 3.91 (s, 2H, H-28), 4.5 (q, 1H, J = 1.3, 1.3, H-29) and 4.6 (d, 1H, J = 2.55, H-29). 13C-NMR (125 MHz, in CD3OD) δ 15.5 (C-24), 16.5 (C-27), 17.1 (C-26), 18.4 (C25), 19.2 (C-6), 19.6 (C-30), 24.7 (C-11), 27.2 (C-12), 28.5 (C-15), 28.9 (C-2), 29.5 (C-23), 30.9 (C-16), 34.8 (C-21), 35.9 (C-22), 36.8 (C-7), 39.8 (C-13), 39.9 (C-10), 41.1 (C-1), 42.2 (C-4), 43.0 (C-17), 44.2 (C-14), 44.4 (C-8), 49.5 (C-18), 49.7 (C-19), 53.5 (C-9), 57.3 (C-5), 62.3 (C-28), 79.9 (C-3), 110.2 (C-29) and 152.0 (C-20). Based on spectroscopic analyses and a comparison with the literatures, the known compound was identified as betulin (2) [12-
Yuda et al.
14]. This is a new triterpenoid reported for the first time from this plant.
Figure 1: Chemical structure of compounds 1-3, and the key 1H-1H COSY and HMBC correlations for compound 1.
Compound 3 was isolated as pale brown oil. TLC analysis on Kiesel gel 60 F254 0.25 mm plate (Merck) in n-hexane-aceton = 80:20 (v/v), Rf 0.37; IR (KBr) vmax cm-1: 3415, 2973, 1628, 1451, 1381 and 1161; ES-MS m/z 447.700 [M+H]+ calcd. for C25H36O6; The IR spectrum of 3 indicated the presence of carbonyl at 1628 cm-1. From an inspection of 1D-NMR data and the HMQC spectrum, 3 was found to possess a 2-methyletanoyl side chain [δH 4.5 (1H, m), 1.12 (6H, m); δC 166.5, 77.3, 29.4, 28.9], a phloroglucinol unit [δH 5.8 (1H, s); δC 163.5, 163.4, 162.1, 109.0, 101.64, 95.0], one methylene [δH 2.62 (1H, m), 2.56 (1H, m); δC 28.0], three tertiary methyl [δH 1.12 (3H, s), 1.37 (3H, J = 6.5), 1.70 (3H, s); δC 9.86, 16.8, 18.5], a terminal double bond [δH 4.50 (1H, m), 4.60 (1H, m); δC 111.8, 149.5] as well as an oxygenated carbon at δC 71.5. The data suggested a phloroglucinol-coupled sesquiterpenoid for compound 3. The above accounted for seven out of eight double bond equivalents, which indicated the presence of one ring in compound 3. In the HMBC spectrum presence correlation of H-6' (δH 5.8) with C-2' (δC 101.6), C-4' (δC 109.3) and C-5' (δC 162.1) as well as H-10 (δH 2.5) with C-3' (δC 163.4), C-4' (δC 109.3) and C-5' (δC 162.1) located methyn at ring aromatic and the C-10 methylene at positions 6' and 4', respectively, and also allowed the assignment of three hydroxyls at C-1', C-3' and C-5'. Consequently, the 2-methyetanoyl subtituent could only be placed at C-2'. Thus, a grandiol was established based on this analysis data above, which was also supported by comparison with the NMR data of grandinol [15]. The connections of the two structural fragments, quartenary carbons, and the other functional groups were mainly achieved by the HMBC spectrum. The correlations of H-14 with C-1, C-2 and C-6 suggested attachment of Me-14 to C-1. An isopropenyl group was attached to C-4 by the HMBC correlations of H-12 with C-4, C-11 and C-13 and H-13 with C-4, C-11 and C-12. Based on analysis of NMR data as well as by comparison with previously reported papers, the structure of compound 3 was therefore elucidated as phloroglucinol sesquiterpenoid (3). This is a new sesquiterpenoid reported for the first time from this plant. For evaluate the bioactivity of the compounds, the antibacterial activies against P. gingivalis ATCC 33277 of all the isolates (1-3)
Antibacterial Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 Terpenoid from Sarang Semut (Myrmecodia pendans) from the tuber of M. pendans were conducted using disk diffusion method. The Kirby-Bauer disk diffusion susceptibility test was used to determine the sensitivity or resistance of P. gingivalis to compounds. Chlorhexidine was used as a positive control. Susceptibility of isolates (1-3) against P. gingivalis can see inhibit zone of sample on growth bacteria. From the antibacterial results as showed in Table 1, the compound 3 was active against P. gingivalis, but the compounds 1 and 2 were inactive. When considering of the inhibition zone values at the micromolar level, it is possible to observe that chlorhexidin is about potent than compound 3. Neverthless, several adverse effects are associated with regular use of chlorhexidin. The reinforces the great importances of compound 3 as a prototype or lead compound for the development of novel and safe bioactive compounds for control of periodontitis. Table 1: Antibacterial activity of compound 1-3 against P.gingivalis ATCC 33277 Compounds 1 2 3 Chlorhexidin*
Inhibition Zone of compounds (mm) at Concentrations (μg/mL) 5000 2000 1 2 Average 1 2 Average NA NA NA NA NA NA NA NA NA NA NA NA 11.5 13.1 12.3 10.8 11.4 11.1 ** ** ** 13.5 15.1 14.3
*standard **not yet
Experimental General: NMR spectra recorded on a 500 MHz FT-NMR spectrometer (Varian ECA 500 JOEL, Japan) {500 (1H) and 125 (13C)}; δ in ppm rel. to TMS as internal standard, J in Hz. IR spectra were obtained from a Perkin Elmer Spectrum One FT-IR spectrometer (Buckinghamshire, England). ES-MS spectrometer (UPLC MS/MS TQD type, Waters); in m/z. Column chromatography (CC): silica gel (SiO2, 200-300 mesh; Merck, Darmstadt, Germany) and ODS was a LiChroprep RP-18 (Merck). TLC: Kiesel gel 60 F254 and RP-18 F254S (Merck). For antibacterial assay, laminar air flow, incubator Memmert, autoclave machine HVE-50 Hirayama jar and ELISA reader Diagnostic Automation Inc. Plant material: Dried of Sarang Semut Myrmecodia pendans was collected from from Papua island, Indonesia and identified by Mr Joko Kusmoro (Padjadjaran Universiy), Laboratory of Plants Taxonomi, Department of Biology, Faculty of Mathematic and Natural Science, Padjadjaran Universiy, Sumedang, Indonesia.
Natural Product Communications Vol. 11 (0) 2016 3
Extraction and isolation: The air-dried tuber of Sarang Semut (1,5 kg) plants was extracted with 100% ethyl acetate (3x3 L) at 40°C on heating mantle of Soxhlet extractor. This method was chosen to yield thermostable compounds as similar with empirical experiences of local people who use it after boiling process. The extract was evaporated to yield a residue (20 g). Ethyl acetate extract was subjected to column chromatography on stationary phase silica gel 60 eluting with 10% gradient of n-hexane-ethyl acetate, to yield 11 fractions (A-K). Fraction H (0.45 g) was subjected to column chromatography on stationary phase silica gel 60 eluting with 5% gradient of n-hexane-ethyl acetate, to yield 21 fractions (H01-H21). Fraction H08 (71 mg) was subjected to column chromatography on stationary phase silica gel 60 eluting with 5% gradient of n-hexane-ethyl acetate, to yield compound 1 (23 mg). Fraction H15 (71 mg) was subjected to an RP-C18 column, eluting with isocratic solvent of methanol-water (90:10 v/v) to yield 2 (20 mg). Fraction F (2.10 g) was subjected to column chromatography on stationary phase silica gel 60 eluting with 2,5% gradient of n-hexane-ethyl acetate, to yield 20 fractions (F01-F20). Fraction F09 (196.2 mg) was subjected to an RP-C18 column, eluting with 2,5% gradient of methanol-water to yield compound 3 (5 mg). 6ʹ-O-tridecanoyl-3-O-β- D-glucosyl-sitosterol White amorphous powder. Rf: 0.25 (n-hexane-ethyl acetate, 2:3). IR (KBr): 3404, 2923, 1722, 1465, 1379, 1080 cm-1. 1 H NMR (500 MHz, CDCl3): Table 1. 13 C NMR (125 MHz, CDCl3): Table 1. Antibacterial activity assay: Bacterial strain P. gingivalis ATCC 33277 was used for the assay using disk diffusion method. The procedure is follow as reference in CLSI protocols. Compounds (samples) were diluted with methanol-water (1:1), however, Chlorhexidine was the positive control were diluted with water. All of them (controls and samples) were performed out of concentration 5000 and 2000 μg/mL. Paper discs (7 mm) were impregnated with 20 μL of each sample and then discs loaded with natural products were placed onto the surface of the agar. Tests were performed in duplicate. The results are presented as inhibition of zone (mm) in Table 2. Acknowledgments We gratefully acknowledge to Universitas Padjadjaran for Research Grant of Academic Leaderships Grant 2015-2016 and DIKTI for PUPT Grant 2015-2016.
References [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]
Hertiani T, Sasmito E, Sumardi, Ulfah M. (2010) Preliminary study on immunomodulatory effect of sarang-semut tubers Myrmecodia tuberosa and Myrmecodia pendens. Journal of Biological Science, 10, 136-141. Soeksmanto A, Subroto MA, Wijaya H, Simanjuntak P. (2010) Anticancer activity test for extracts of sarang semut plant (Myrmecodya pendens) to HeLa and MCM-B2 Cells. Pak J Biol Sci, 13, 148-51. Subroto MA, Saputro H. (2008) Gempur Penyakit dengan Sarang Semut. Penebar Swadaya Press, Jakarta, 11-32 (in Indonesian). Lamondo D, Soegianto A, Abadi A, Keman S. (2014) Antioxidant effects of sarang semut (Myrmecodia pendans) on the apoptosis of spermatogenic cells of rats exposed to plumbum. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical. 5, 282-294. Engida AM, Kasim NS, Tsigie YA, Ismadji S, Huynh LH, Ju Y. (2013) Extraction, identification and quantitative HPLC analysis of flavonoids from sarang semut (Myrmecodia pendens). Journal Industrial Crops and Products. 41, 392-396. Hasanuddin, Rifayani KS, Supriadi G, Kurnia D, Adhita D. (2015) Potential of terpenoid bioactive compound isolated from Papua ant nest as an alternative ovarian cancer treatment. Open Journal of Obstetrics and Gynecology. 5, 406-411. Khatun M, Billah M, Quader MA. (2012) Sterols and sterol glucoside from Phyllanthus species. Dhaka Univ. J. Sci. 60, 5-10. Kurnia D, Akiyama K, Hayashi H. (2008) 29-Norcucurbitacin derivatives isolated from the Indonesian medicinal plant Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Bioscience Biotechnology Biochemistry, 72, 618–620. Dong WW, Jiao W, Deng MC, Yang CB, Yue JM, Lu RH. (2008) A new steroid glycoside derivative from Acorus calamus L. Journal of the Chinese Chemical Society. 55, 1277-79. Kurnia D, Akiyama K, Hayashi H. (2007) 10-Phenyl-[11]-cytochalasans from Indonesian mushroom Microporellus subsessilis. Phytochemistry. 68, 697-702.
4 Natural Product Communications Vol. 11 (0) 2016
[11] [12] [13] [14] [15]
Yuda et al.
Sayed HM, Mohamed MH, Farag SF, Mohamed GA, Prokchs P. (2007) A new steroid glycoside and furochromones from Cyperus rotundus L. Natural Product Research. 21, 343-350. Tijjani A, Ndukwe IG, Ayo RG. (2012) Isolation and characterization of lup-20(29)-ene-3, 28-diol (Betulin) from stem bark of Adenium obesum (Apocynaceae). Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 11, 259-262. Gherraf N, Amar Z, Naglaa SM, Taha AH,Tarik AM, Mohamed EFH, Salah R, Mahmoud FMM, Magdi AES. (2010) Triterpenoid from Euphorbia rigida. Journal Pharmacognosy Research. 2, 159-162. Harizon, Pujiastuti B, Kurnia D, Sumiarsa D, Shiono Y, Supratman U. (2014) Antibacterial triterpenoids from the bark of Sonneratia alba. Natural Product Communications. 10, 277-280. Shou Q, Smith JE, Mon H, Brkljaca Z, Smith AS, Smith DM, Griesser HJ, Wohlmuth H. (2014) Rhodomyrtals A-D, four unsual phloroglucinolsesquiterpene adducts from Rhodomyrtus psidioides. Royal Society of Chemistry. 4, 13514-17.