LAPORAN PENELITIAN PENELITI MUDA (LITMUD) UNPAD
FOLKLOR LISAN SUNDA DAN RUSIA: TINJAUAN PERBANDINGAN MOTIF
Oleh: Ketua : Tri Yulianty K., S.S.. Anggota I : Asep Yusup Hudayat, S.S. Anggota II : Trisna Gumilar, S.S.
Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Padjadjaran Tahun Anggaran 2007 Berdasarkan SPK No: 261/J06.14/LP/PL/2007 Tanggal 3 April 2007
LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran Nopember 2007
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN PENELITI MUDA (LITMUD) UNPAD SUMBER DANA DIPA UNPAD TAHUN ANGGARAN 2007
a. Judul Penelitian
: Folklor Lisan Sunda dan Rusia: Tinjauan Perbandingan Motif
b. Macam Penelitian c. Kategori
: ( ) Dasar (X) Terapan ( ) Pengembangan :I
1.
Katua Peneliti a. Nama lengkap dan Gelar :Tri Yulianty K., S.S. b. Jenis Kelamin : Perempuan c. Golongan pangkat dan NIP : IIIa/Penata Muda/132310586 d. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli e. Jabatan Struktural :f. Fakultas/Jurusan : Sastra/Sastra Rusia g. Pusat Penelitian : Unpad
2.
Jumlah Anggota Peneliti a. Nama Anggota Peneliti I: Asep Yusup Hudayat, S.S. NIP 132310587 b. Nama Anggota Peneliti II : Trisna Gumilar, S.S. 132306082
NIP
3.
Lokasi Penelitian
: Wanaraja Garut dan Perpustakaan Fasa Unpad
4.
Kerjasama dengan Institusi lain a. Nama institusi :b. Alamat c. Telepon/Fas/e-mail
::-
5.
Lama Penelitian
: 8 (delapan) bulan
6.
Biaya yang diperlukan a. Sumber dari Unpad b. Sumber lain
: Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) : Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) :-
Bandung, 15 November 2007 Mengetahui Dekan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran
Ketua Peneliti,
Dr. . Dadang Suganda, M.Hum. NIP 131472358
Tri Yulianty K., S.S. NIP 132310586 Menyetujui Ketua Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran
Prof. Oekan Soekotjo Abdoellah, M.A., Ph.D. NIP 130937900
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Folklor Lisan Sunda dan Rusia: Tinjauan Perbandingan Motif. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan motif-motif cerita Rusia dan Sunda. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah struktur naratif menyangkut menyangkut motif dan motefemes. Asumsi dasar dalam konteks perbandingan ini adalah isi-isi cerita yang berbeda dapat mempunyai struktur yang identik. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa motifeme lack dan lack liquidated ditunjukkan oleh dua kultur yang berbeda memuat motifmotif kekurangan tokoh-tokoh yang akhirnya terbebaskan dari kekurangan berkat keajaiban, pengabulan permohonan, dan perjuangan keras penuh ujian.
ABSTRACT The title of this research is Sundanese and Russian’s Folklore: Motif Comparison Review. The objective of this research is to compare motifs of Sundanese and Russian folklore. Narrative structure theory applied in this research. This theory concerning motifs and motifemes. Basic assumption in this comparison context is contents of different stories can have identical structure. Based on result of analysis obtained conclusion that lack and lack liquidated shown by two different cultures loads lacks motifs of figures that is finally is struck from lack of blessing of miracle, application grant, and storm and stress full of test.
KATA PENGANTAR Laporan penelitian ini berjudul Folklor Lisan Sunda dan Rusia: Tinjauan Perbandingan Motif. Penelitian ini didanai oleh DIPA Universitas Padjadajaran melalui SPK No. 261/J06.14/LP/PL/2007. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih kepada ketua Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Prof. Oekan Soekotjo Abdoellah, M.A., Ph.D. Terima kasih peneliti sampaikan pula kepada Dr. Dadang Suganda, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Sastra, Tim Evaluator Penelitian Fakultas Sastra, dan semua pihak yang telah membantu dalam seluruh rangkaian kegiatan penelitian ini. Mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat memberi pemahaman baru menyangkut perbedaan kultur yang keuniversalan nilai-nilai kemanusiaannya masih tampak.
Bandung, 15 Nopember 2007
Tim Peneliti
DAFTAR ISI
hlm LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN.............................i ABSTRAK......................................................................................... ii ABSTRACT....................................................................................... iii KATA PENGANTAR...................................................................... iv DAFTAR ISI..................................................................................... v BAB I
PENDAHULUAN..................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah..................................... 1 1.2 Perumusan Masalah............................................ 2 1.3 Landasan Teori.................................................
3
1.4 Tujuan Penelitian................................................. 4 1.5 Kontribusi Penelitian........................................... 4 1.6 Metode Penelitian............................................... 4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA................................................. 6 2.1 Ciri Pengenal Tradisi Lisan................................. 6 2.2 Cerita Rakyat....................................................... 7 2.3 Motif dalam Perspektif Folklor ........................ 8 2.4 Teks dan Masyarakat dalam Mediasi Sosial....... 9
BAB III
METODOLOGI ………...........……………………. 13 3.1 Teknik Pupuan Data .............................……….. 13 3.2 Teknik Kajian …………….......……………….. 13
BAB IV
FOLKLOR LISAN SUNDA DAN RUSIA: TINJAUAN PERBANDINGAN MOTIF......……... 15 4.1 Motifemes Dongeng Sunda ............................. 15 4.1.1 Aki Kendang Jaya (AKJ).......….……. 15 4.1.2 Si Jaka (SJ)...................................... 17 4.1.3 Гуси-лебеди (Angsa-angsa)…………. 19 4.1.4 Сивка-бурка (Sivka-Burka)…………. 21 4.2 Perbandingan Motif-motif Dongeng Sunda Dan Rusia........................................................... 23 4.2.1 Cerita Aki Kendang Jaya (AKJ) dan Гуси-лебеди (Angsa-angsa)………….23 4.2.2 Cerita Si Jaka (SJ) dan Сивка-бурка (Sivka-Burka)………….25
BAB V
PENUTUP................................................................. 27 5.1 Simpulan...................….......………………….... 28 5.2 Saran …………..…………......……………….. 34
DAFTAR PUSTAKA ………………………....………………….. 29 LAMPIRAN ………………………………....……………………. 31
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Menyoal kehidupan manusia yang direpresentasikan melalui folklor (tradisi lisan) dalam konteks lintas budaya pada hakekatnya adalah membaca persamaan dan perbedaan yang ditunjukkan folklor tersebut. Pembacaan yang memadai akan mengarahkan pemahaman lebih mendalam tentang hakekat manusia yang dalam hubungan tertentu digariskan untuk sama, namun pada kondisi lain perbedaan yang tampak merupakan hal yang tidak dapat dielakkan lagi dan menjadi hak tiap ras dan bangsa untuk merasa berbeda. Cerita rakyat, salah satu kategori dalam folklor, menjadi bagian dari fenomena budaya tiap bangsa yang kebertahanannya terus dibuktikan melalui kehadirannya melintasi peradaban jaman terbaru. Transformasi di dalamnya pun menjadi wujud nyata bahwa cerita rakyat menempati fungsinya secara nyata. Namun demikian, adakalanya anggota kolektif cerita rakyat tertentu merasa bahwa cerita yang diwariskan oleh nenek moyangnya dan ditumbuhkembangkan ke generasi yang lebih muda merupakan cerita milik bangsanya. Di sisi lain, masyarakat tertentu terus menelusuri asal-usul cerita yang dirasakan sudah menjadi miliknya namun kenyataan lain menunjukkan bahwa di wilayah lain yang dipisahkan oleh lautan luas dan benua, cerita yang nyaris
serupa
kepemilikannya.
tumbuh
dan
berkembang
pula
dengan
pengakuan
Menyikapi fenomena tersebut, dua budaya yang direpresentasikan melalui cerita rakyat Sunda dan Rusia dapat dijadikan suatu bukti nyata untuk dibandingkan dan ditelusuri kesamaan dan perbedaan di dalamnya, terutama menyangkut motif ceritanya. Terdapat permasalahan dasar manusia yang menunjukkan persamaan antara cerita rakyat dalam khazanah folklor Sunda dan Rusia. Permasalahan dasar yang dimaksud di antaranya berhubungan dengan bagaimana manusia menghadapi tantangan hidup dan berusaha mengatasi sejumlah kekurangan. Permasalaha dasar tersebut secara tipikal dapat terakomodir dalam Penelitian yang mengarahkan perhatiannya kepada upaya mengungkap perbedaan antara dua budaya melalui folklor masing-masing, folklor Sunda dan folklor Rusia, merupakan kegiatan yang penting dalam terus mengupayakan pemahaman yang memadai menyangkut hakekat manusia yang memiliki perbedaan dan persamaan dalam menyikapi dan menghadapi hidupnya. Upaya pemahaman yang memadai tersebut perlu ditopang oleh praktik pemaknaan yang telah difasilitasi oleh studi budaya. Memperlajari
kebudayaan sama
artinya dengan meneliti bagaimana makna diproduksi secara simbolis dalam bahasa sebagai suatu sistem pemaknaan. Oleh karena itu, menelusuri motif cerita dalam folklor Sunda dan Rusia merupakan salah satu bagian dari upaya memahami kedua budaya yang melahirkan folklor tersebut. Membandingkan struktur cerita kedua budaya (Sunda dan Rusia) pada hakikatnya adalah mengkomunikasikan dua budaya melalui praktik pemaknaan di dalamnya.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. motif-motif apa yang muncul pada cerita rakyat Sunda dan Rusia? 2. persamaan dan perbedaan motif apa saja yang ditunjukkan cerita rakyat Sunda dan Rusia?
1.3 Landasan Teori Dongeng, sebagai bagian dari cerita rakyat, oleh Alan Dundes dipecah menjadi bagian-bagian yang disebut motifemes atau rangka-rangka. Setiap dongeng terdiri dari deretan motifeme. Seperti sebuah kotak, motifeme dapat diisi dengan beraneka ragam motif atau allomotif (motif pengganti). Metode analisis strukturalis
Alan Dundes ini adalah berdasarkan metode analisis
strukturalis yang pernah dikembangkan Vladimir Propp. Empat motifeme yang ditunjukkan Dundes atas dongeng Indian Amerika adalah: (1) interdiction (larangan), (2) violation (pelanggaran), (3) consequence (akibat), dan (4) attempted escape (berusaha melarikan diri). Dundes menyatakan, sekurangkurangnya dongeng-dongeng Indian Amerika menunjukkan dua motifeme, yaitu lack (kekurangan) dan lack liquidated (kekurangan dihilangkan). Dundes mampu menunjukkan bahwa dari isi-isi cerita yang berbeda dapat mempunyai struktur yang identik. (Danandjaja, 1994: 93-94). Dalam konteks perbandingan motif cerita -meski di antara dua kultur yang berbeda sebagaimana ditunjukkan pada contoh di atas- teori survival kebudayaan yang dikemukakan Andrew Lang menjadi penting dalam konteks ini. Menurut teori ini, setiap kebudayaan di dunia ini mempunyai kemampuan untuk
berevolusi.
Oleh
karenanya,
masing-masing
folk
mempunyai
kemampuan untuk melahirkan unsur-unsur kebudayaan yang sama dalam taraf evolusi yang sama. Jadi jika sampai ada motif cerita yang sama dari beberapa negara, maka hal itu disebabkan masing-masing negara mempunyai kemampuan
untuk menciptakannya secara berdiri sendiri maupun sejajar
(Danandjaja, 1994: 58).
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini adalah: 1. mengetahui motif-motif yang muncul pada cerita rakyat Sunda dan Rusia, 2. mengetahui persamaan dan perbedaan motif yang ditunjukkan dalam cerita rakyat Sunda dan Rusia,
1.5 Kontribusi Penelitian Penelitian ini dapat memberi konstribusi terhadap pemahaman masyarakat atas folklor dan perkembangan teoritik menyangkut folklor. Konstribusi yang dimaksud adalah: a.
komunikasi
lintas
budaya
perbandingan cerita-cerita
yang
direpresentasikan
melalui
yang dihasilkan dari dua budaya yang
berbeda; b.
melalui (a) studi folklor dapat memberi sumbangan pemikiran terhadap teori sastra lisan terutama menyangkut motif index yang telah disusun para ahli atas dongeng-dongeng seluruh dunia;
c.
mengarahkan pemahaman bagi masyarakat pembaca atas folklor, yaitu bahwa folklor dapat menempati fungsinya pada masyarakat kolektifnya,
salah
satunya
bertindak
sebagai
sarana
refleksi
kolektifnya sejalan dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan yang melingkupinya.
1.6 Metode Penelitian Hal pokok menyangkut metode
dalam penelitian ini adalah
penelusuran motif secara struktural dan pengungkapan fenomena folklor dalam konteks lintas budaya. Dengan demikian, karya sastra dapat dianalisis dengan dua cara, yaitu (1) analisis unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra dan (2) analisis karya melalui perbandingannya dengan unsur-unsur di luarnya, yaitu kebudayaan pada umumnya. Dua cara tersebut memberikan pemahaman
yang seimbang menyangkut unsur dalam teks dan masyarakat yang menghasilkan teks tersebut. Beranjak dari metode strukturalisme yang menyepakati bahwa unsur dapat
dipahami
semata-mata
dalam
proses
antarhubungannya,
maka
penelusuran motif menjadi salah satu bagian penting dari sekian banyak unsur yang membentuk sebuah totalitas karya. Dalam kerangka kerja analisis motif yang dimaksud, peristiwa-peristiwa dalam cerita menjadi pusat perhatian. Sejumlah kategori yang terikat secara definitif terhadap motif (narrative elements) menjadi pertimbangan berikutnya. Kategori yang dimaksud tidak akan lepas dari kekhasan sebuah peristiwa, konsep di dalamnya, tipe tokoh tertentu, dan struktur tertentu. Mekanisme penelusuran motif tersebut dipusatkan kepada peristiwa-peristiwa yang menunjukkan konsep-konsep tertentu, tipikal tokoh tertentu, atau bahkan struktur tertentu yang dibentuk oleh rangkaian peristiwa tertentu pula yang bertindak sebagai elemen penceritaan. Penelaahan terhadap pespektif perbandingan motif dan fenomena antarbudaya membutuhkan pemahaman yang memadai perihal budaya yang melingkup masing-masing teks yang dihasilkan dari dua budaya yang berbeda. Dengan demikian, perspektif studi budaya menjadi bagian penopang dalam penelitian ini. Studi budaya menaruh perhatian kepada praktik-praktik pemaknaan, terutama melalui tanda-tanda bahasa. Memperlajari kebudayaan sama artinya dengan meneliti bagaimana makna diproduksi secara simbolis dalam bahasa sebagai suatu sistem pemaknaan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Ciri Pengenal Tradisi Lisan Rusyana (1981: 17) mengemukakan ciri dasar sastra lisan yaitu: (1) sastra lisan tergantung kepada penutur, pendengar, ruang dan waktu; (2) antara penutur dan pendengar terjadi kontak fisik, sarana komunikasi dilengkapi paralinguistik; dan (3) bersifat anonim. Junus (1981: 144) mengemukakan ciri cerita rakyat, yaitu: (1) terikat kepada lokasi tertentu; (2) berhubungan dengan masa tertentu, biasanya sudah lampau; dan (3) partisipasi seluruh masyarakat dengan kemungkinan pengenalan kelompok umum. Lebih luasnya (dalam cakupan folklor di mana sastra lisan menjadi bagiannya),
Danandjaja (1994 2-4) dengan merujuk beberapa pendapat,
mengemukakan ciri pengenalnya, yaitu: 1) penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan atau disertai gerak isyarat dan alat pembantu pengingat; 2) bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar, disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi); 3) berada dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda; 4) bersifat anonim; 5) biasanya mempunyai bentuk berumus dan berpola; 6) mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif; 7) bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum;
8) menjadi milik bersama kolektif tertentu, setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya; dan 9) pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga seringkali tampak kasar, dan terlalu spontan.
2.2 Cerita Rakyat Yus Rusyana dalam himpunan makalahnya tentang cerita rakyat mengemukakan
dua pengertian tentang cerita rakyat. Ia menyebutkan
pengertian cerita rakyat Nusantara dan cerita rakyat Sunda. Menurutnya, cerita rakyat Nusantara adalah cerita yang berkembang dan menyebar secara lisan yang lahir dalam bahasa-bahasa daerah di Indonesia (1981: 19). Adapun yang dimaksud dengan cerita rakyat Sunda adalah cerita rakyat dalam ruang tradisi lisan yang hidup di kalangan masyarakat berbahasa Sunda (!981: 45). Sejalan dengan pendapat di atas, cerita rakyat Rusia pun dapat diartikan sebagai cerita rakyat dalam ruang tradisi lisan yang hidup di kalangan masyarakat berbahasa Rusia. Dalam kerangka penganalisisan, dengan merujuk pendapat Maranda (1971: 17), Yus Rusyana mengemukakan bahwa penganalisisan terhadap cerita rakyat harus mempertimbangkan pendukung tradisi dan pendengarnya, tingkah laku dan reaksi masyarakatnya, serta keseluruhan budaya kelompoknya (1981: 44). William R. Bascom, menggolongkan cerita rakyat ke dalam
tiga
golongan besar, yaitu: (1) mite; (2) legenda; dan (3) dongeng. Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh empunya cerita. Mite ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain, atau dunia yang bukan seperti yang kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Sedangkan legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap suci. Legenda ditokohi manusia, walaupun adakalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa, dan seringkali juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya
adalah di dunia yang seperti yang kita sekarang karena waktu terjadinya belum terlalu lampau Danandjaja, 50-66). Jan Harold Brunvand membagi legenda ke dalam empat golongan, yaitu: legenda keagamaan, legenda alam gaib, legenda perseorangan, dan legenda setempat (Danandjaja, 1994: 67-75). Adapun Anti Aarne dan Stith Thompson menyebutkan dongeng sebagai bagian cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh empunya cerita, dan tidak terikat oleh waktu maupun tempat. Selanjutnya mereka membagi dongeng ke dalam empat golongan besar, yaitu: dongeng binatang, dongeng biasa, lelucon dan anekdot, dan dongeng berumus (Danandjaja, 1994: 50-51).
2.3 Motif dalam Perspektif Folklor Yang dimaksud dengan motif dalam ilmu folklor adalah unsur-unsur suatu cerita (narrative elements). Motif teks suatu cerita rakyat adalah unsur dari cerita yang menonjol dan tidak biasa sifatnya. Unsur-unsur itu dapat berupa benda, hewan luar biasa, suatu konsep (larangan atau tabu), suatu perbuatan, penipuan terhadap suatu tokoh, tipe orang tertentu, atau sifat struktur tertentu (Danandjaja, 1994: 53). Dongeng, sebagai bagian dari cerita rakyat, oleh Alan Dundes dipecah menjadi bagian-bagian yang disebut motifemes atau rangka-rangka. Setiap dongeng terdiri dari deretan motifeme. Seperti sebuah kotak, motifeme dapat diisi dengan beraneka ragam motif atau allomotif (motif pengganti). Metode analisis strukturalis
Alan Dundes ini adalah berdasarkan metode analisis
strukturalis yang pernah dikembangkan Vladimir Propp. Motifeme dari Dundes dapat disamakan dengan funtion dari Propp. Istilah motifeme dipinjam Dundes dari Kenneth L, Pike. Empat motifeme yang ditunjukkan Dundes atas dongeng Indian Amerika adalah: (1) interdiction (larangan), (2) violation (pelanggaran), (3) consequence (akibat), dan (4) attempted escape (berusaha melarikan diri). Dundes menyatakan, sekurang-kurangnya dongeng-dongeng Indian Amerika menunjukkan dua motifeme, yaitu lack (kekurangan) dan lack liquidated (kekurangan dihilangkan). Dundes mampu menunjukkan bahwa dari isi-isi
cerita yang berbeda dapat mempunyai struktur yang identik. (Danandjaja, 1994: 93-94). Philip Frick McKean menerapkan cara penganalisisan strukturalis Alan Dundes terhadap dongeng-dongeng Kancil dari khazanah folklor Jawa. Dari struktur dongeng-dongeng Kancil, motifeme-motifeme yang ditunjukkannya adalah secara beruturan dari lack liquidates (LL) ke lack liquidates (LL) kembali. Menurutnya, berdasarkan urutan
motifeme tersebut
dapat
disimpulkan bahwa ideal folk Jawa selalu mendambakan keadaan keselarasan. Dari isi dongeng-dongeng Sang Kancil, diketahui bahwa kancil mewakili tipe ideal orang Jawa atau melayu-Indonesia sebagai lambang kecerdikan yang tenang, yang McKean sebut sebagai cool mintelligence dalam menghadapi kesukaran, selalu dapat dengan cepat memecahkan masalah yang rumit tanpa banyak ribut-ribut tanpa banyak emosi
(McKean, 1971-83-84 dalam
Danandjaja, 1994: 96).
2.4 Teks dan Masyarakat dalam Mediasi Sosial Pemahaman terhadap karya dengan lingkungan yang telah melahirkan karya tersebut bertalian dengan model interpretasi yang diberlakukan dalam upaya pemahaman yang dimaksud. Dalam hal ini, di manakah interpretasi harus kita mulai? Teeuw mempertimbangkan metode yang dipilih dalam meraih pemahaman yang dimaksud. Menurutnya, interpretasi keseluruhan tidak dapat dimulai tanpa pemahaman bagian-bagiannya, tetapi interpretasi bagian mengandaikan lebih dahulu pemahaman bagian-bagiannya (1984: 123). Dengan demikian, dalam proses pemahaman terhadap karya sastra, sejumlah konvensi yang melingkupinya (konvensi bahasa, sastra, dan budaya) harus benar-benar diperhatikan. Grebstein berpendapat bahwa karya sastra tidak dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari lingkungan kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya (Damono, 1979: 4). Demikian juga dengan Goldmann; ia berpendapat setiap karya sastra adalah suatu keutuhan yang hidup yang dapat dipahami lewat anasirnya. Karya sastra merupakan
kesatuan dinamis yang bermakna sebagai perwujudan nilai-nilai dan peristiwaperistiwa penting jamannya (Damono, 1979: 43). Oleh karenanya, pemaknaan terhadap teks tidak boleh dilepaskan dari pemahaman konvensi-konvensi yang melingkupi karyanya. Dan tentunya, hanya dengan bekal pemahaman makna secara memadai terhadap teks suatu karya, maka penginterpretasian dapat dilakukan secermat dan sebaik mungkin. William R. Bascom (Danandjaja, 1994: 19) mengemukakan fungsi folklor, terutama folklor lisan, adalah (1) sebagai sitem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif, (2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, (3) sebagai alat pendidikan anak, dan (4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya. Merujuk pada uraian di atas, perbandingan cerita rakyat Sunda dan Rusia dalam penelitian ini
selain diarahkan kepada kajian struktural juga
diarahkan kepada kajian studi budaya dalam komunikasi lintas budaya. Melalui kajian studi budaya ini, persamaan dan perbedaan motif yang ditunjukkan secara struktural dari masing-masing cerita rakyat Sunda dan Rusia dapat dihubungkan ke dalam tataran yang lebih luas, yaitu menyangkut tipikal masing-masing subjek kolektif yang direpresentasikan dalam cerita-cerita yang dihasilkan dari dua budaya tersebut. Representasi yang dimaksud tidak akan terlepas dari nilai-nilai dasar kemanusiaan yang melingkupinya. Berhubungan dengan nilai-nilai dan peristiwa penting jamannya yang direkam dalam karya sastra, Rokeach mencoba menyoroti nilai-nilai tersebut secara sosio-kebudayaan. Ia membedakan nilai-nilai manusia dalam dua golongan, yaitu (1) nilai yang merupakan jalan (modus) untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu; dan (2) nilai-nilai yang merupakan keadaan terakhir yang hendak dicapai seseorang. Moeis (1990: 45-47) merujuk pendapat Rokeach, mengurutkan konsep-konsep nilai yang dimaksud seperti di bawah ini:
TERMINAL VALUE (keadaan terakhir yang hendak dicapai seseorang) 1
comportable life (a prosperous life) kesejahteraan
2
3
INSTRUMEN VALUE (modus untuk mencapai sesuatu tujuan) Ambitious (hard-working, aspiring) Keberhasilan
An exciting life (a stimulating, active life) Produktivitas
Broad minded (open minded)
A sense of accomplishment (lasting contribution)
Capable (competent, effective)
Berpandangan luas
Kemampuan
Puas menyelesaikan tugas 4
A world at peace (free of war and conflict)
Cheerful (lighthearted, joyful) Keceriaan
Keseimbangan dan keselarasan 5
A world of beauty (beauty of nature and the arts)
Clean (neat, tidy) Kerapihan
Keindahan 6
Equality (brotherhood, equal opportunity for all)
Courageous (standing up for your beliefs) Keandalan keyakinan
Kesamaan kesempatan 7
Family security (taking care of loved ones)
Forgiving (willing to pardon others) Tenggang rasa
Keamanan keluarga 8
Freedom (independence, free choice) Kebebasan
9
Happiness (contentedness) Kebahagiaan
10
Inner harmony (freedom from inner conflict)
Helpful (working for the welfare of others) Amal Honest (sincere, truthful) Kejujuran Imaginative (daring, creative) Kreativitas
Stabilitas mental 11
Mature love (sexual and spiritual intimacy) Kedewasaan lahir bathin
Independent (self-reliant, self sufficient) Kemandirian
12
National security (protection from attack)
Intellectual (intelligent, reflective) Kecerdasan
Keamanan pertahanan 13
Pleasure (an enjoyable, leisurely life) Kepuasan hidup
14
Salvation (saved, eternal life) Kehidupan abadi
15
Self-respect (self-esteem) Harga diri
16
Social recognition (respect, admiration)
Logical (consistent rational) Keruntutan nalar Loving (affectionate, tender) Cinta kasih Obedient (dutiful, respectful) Kepatuhan
Polite (courteous, well mannered) Kesopanan
Pengakuan sosial 17
True friendship (close companionship)
Responsible (dependable, reliable) Bertanggung jawab
Persaudaraan sejati 18
Wisdom (a mature understanding of life)
Self-controlled (restrained-self-disciplines) Pengendalian diri
Kearifan
Sehubungan dengan uraian di atas, dapat diketahui bahwa dalam dunia rekaan dengan logika ceritanya yang khas sekalipun, berpeluang untuk tetap memunculkan nilai-nilai dasar kemanusiaan yang ditunjukkan oleh masingmasing budaya yang menghasilkannya.
BAB III METODOLOGI
3.1 Teknik Pupuan data Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lisan dan tulisan berbentuk sastra lisan berkategori dongeng. Dengan demikian, teknik pupuan data yang dipilih adalah teknik perekaman dan pencatatan. Berdasarkan hasil perekaman menyangkut dongeng Sunda, data ditranskripsi ke dalam model pentranskripsian disertai sejumlah anotasi pada tiap-tiap cerita. Adapun teknik pencatatan dihasilkan dari sejumlah media cetak dan multimedia yang memuat data berbentuk dongeng yang berasal dari Rusia. Sample data yang digunakan dipilih berdasarkan sejumlah anasir teks yang menunjukkan bahwa data tersebut secara potensial cukup mewakili kebutuhan penelitian. Anasir-anasir yang dimaksud yang sejalan dengan kebutuhan penelitian dipersyaratkan memiliki sejumlah kesamaan selain juga perbedaannya. Persamaan yang dimaksud dapat dilacak melalui: (1) persamaan secara genetis bahwa teks yang dimaksud lahir dari tradisi lisan, (2) persamaan struktur cerita menyangkut elemen naratif dan sejumlah motif di dalamnya, dan (3) persamaan tematik cerita.
3.2 Teknik Kajian Sejalan dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menyangkut telaah struktural atas cerita rakyat, maka model telaah yang digunakan dalam penelitian ini sejalan dengan
model rancangan Dundes.
Model yang dimaksud memiliki tahapan sebagai berikut:
1. tiap sample cerita dipecah menjadi bagian-bagian yang disebut motifemes atau rangka-rangka 2. memilah motifeme-motifeme ke dalam kategori:
(1) interdiction
(larangan), (2) violation (pelanggaran), (3) consequence (akibat), dan (4) attempted escape (berusaha melarikan diri) dengan memperhatikan unsur lack (kekurangan) dan lack liquidated (kekurangan dihilangkan) 3. menelusuri motif-motif yang terkandung di setiap kategori motifeme
Pada tahap perbandingan dilakukan langkah-langkah berikut: 1. membandingkan satu cerita (Sunda) dengan cerita lainnya (Rusia) untuk dijajaki persamaan dan perbedaannya, menyangkut: (motifemes dan motif-motif di setiap ceritanya 2. membuat catatan-catatan khusus yang menunjukkan adanya persamaan identik
dan
perbedaan
yang
signifikan
sesuai
dengan
hasil
perbandingan cerita pada tahap pertama dan 3. merujukkan persamaan dan perbedaan pada tahap dua ke dalam konteks budaya yang lebih luas (perbandingan dua kultur).
BAB IV FOLKLOR LISAN SUNDA DAN RUSIA: TINJAUAN PERBANDINGAN MOTIF
4.1 Motifemes Dongeng Sunda 4.1.1 Aki Kendang Jaya (AKJ) Motifeme-motifeme yang terkandung dalam AKJ
dapat ditelusuri
melalui pencermatan atas peristiwa-peristiwa di dalam AKJ. Peristiwaperistiwa yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa yang memunculkan permasalahan penting sehingga
sejumlah kategori dapat diungkap sejalan
dengan pemetaan motifeme-motifeme di dalamnya. Bagan berikut ini menunjukkan urutan peristiwa-peritiwa
yang
merepresentasikan bagian motifeme yang terikat secara kategorial:
Urutan peristiwa
motif
Motifeme
permintaan terabaikan
Kekurangan
Aki meminta dipijiti Nini tidak menghiraukan Aki pergi dari rumah Nini mencari dan
pelarian pencarian
Kekurangan teratasi
Aki ditemukan
Nini
ditikam
golok oleh si Aki
dengan
pembunuhan
akibat
Karena motif harus memiliki potensi yang khas di dalam cerita, maka motif-motif dalam AKJ yang menunjukkan potensi khasnya, yaitu (1) tokoh kakek nenek dalam pengabaian hasrat untuk dipijiti, (2) pencarian jejak dan bertanya kepada setiap orang yang ditemui dalam latar agraris, dan (3) pasangan hidup sebagai pelaku pembunuhan. Motif-motif tersebut secara tipikal menggulirkan alur dengan kerangka yang secara khas memuat prototype kehidupan pasangan tua renta dalam kultur agraris dengan masalah kesehatan, kebutuhan perhatian, pelarian, dan derita akibat ketidakpedulian.
Motifeme interdiction (larangan) tidak secara
signifikan menampung motif yang terhubung ke dalamnya. Motifeme ini diganti oleh motifeme perintah. Dua kondisi yang berbeda tersebut sesungguhnya secara substansi menunjukkan hal yang sama, yaitu kebutuhan untuk dipatuhi. Adapun motifeme violation (pelanggaran) ditampilkan dalam cerita ini menjadi sebuah rangka yang mengindikasikan pengabaian atau penolakan. Sehubungan dengan itu, motifeme-motifeme yang menjadi tipikal cerita AKJ ini adalah: (1) perintah, (2) pengabaian, (3) akibat. Namun demikian, ruang-ruang cerita yang dimungkinkan motif-motif lain dapat tertampung ke dalamnya sehingga motifeme-motifeme yang ada masih dapat menunjukkan sifat universalnya adalah berupa
lack (kekurangan) dan lack liquidated
(kekurangan dihilangkan). Dua motifeme ini sesungguhnya berhubungan erat dengan ketiga model motifeme sebelumnya. Hubungan yang dimaksud yang ditunjukkan dalam cerita AKJ adalah: (1) perintah si kakek mengimplikasikan kekurangan, (2) pengabaian si nenek mengimplikasikan pelanggaran, (3) pelarian si kakek mengimplikasikan kekurangan, (4) pencarian si nenek mengimplikasikan kekurangan, (5) pertemuan kembali nenek dengan kakek mengimplikasikan kekurangan teratasi, dan (6) tindakan pembunuhan si kakek terhadap si nenek mengimplikasikan motifeme akibat.
4.1.2 Si Jaka Melalui urutan peristiwa yang terdapat dalam SJ, motifeme-motifeme yang menampung sejumlah motif di dalamnya ditunjukkan melalui dua bagian besar, yaitu (1) peristiwa keberangkatan tokoh si Jaka dan kakaknya ke hutan untuk mencari seekor burung yang disayembarakan hingga si Jaka menemukan burung yang dicarinya dan (2) peristiwa kematian si Jaka hingga pernikahan si Jaka dengan putri raja. Pada bagian pertama, motifeme-motifeme diisi oleh motif-motif: (1) kepergian mencari burung yang disayembarakan, (2) larangan melewati jalan sebelah kiri, (3) perintah dan persyarat yang menyelamatkan, (4) bantuan kelong dalam pencarian, (5) berhasil mendapatkan burung yang dicari, dan (6) janji pertolongan kembali. Pada bagian kedua, motifeme-motifeme
diisi oleh motif-motif: (1)
perebutan benda (burung) yang disayembarakan, (2) pembunuhan yang dilakukan kakak terhadap adik, (3) pertolongan kelong, (4) persembahan benda yang disayembarakan oleh tokoh palsu. (5) kajahatan terbongkar, (6) memenangkan sayembara, dan (7) pemuda jelata menikah dengan putri raja. Urutan-urutan peristiwa yang dimaksud tampak seperti dalam bagan berikut ini:
Urutan Peristiwa Si Jaka dan Kakaknya Berkelana mencari burung berparuh intan dan bersayap emas Memilih arah jalan dalam pengembaraan Memilih jalan kiri Bantuan kelong Si Jaka mendapatkan burung yang dicarinya
Motif berkelana mencari burung berparuh intan bersayap emas yang disayembarakan Seorang kakek sebagai petunjuk jalan Penempuhan arah yang beresiko pertolongan tokoh sakti karena penyebutan “ibu” Berhasil mendapatkan burung yang disayembarakan
Motifeme kekurangan
Kekurangan
Kekurangan teratasi
Urutan Peristiwa Kakak si Jaka merebut burung dan membunuh si Jaka Si Jaka kembali ditolong Kelong dan hidup kembali Kakak si Jaka menemui putri raja Kepalsuan kakak si Jaka terbongkar Kakak si Jaka dibunuh ayahnya Si Jaka menikah dengan putri raja
Motif perebutan benda sayembaran dan pembunuhan kakak terhadap adik Pertolongan tokoh sakti
Motifeme Kekurangan
Kekurangan teratasi
Tokoh palsu melaksanakan niat utama Kepalsuan terbongkar
Kekurangan teratasi
Pembunuhan terhadap hero palsu Tokoh jelata menikahi putri raja
(akibat) hukuman
Kekurangan teratasi
(akibat) Ganjaran dan hukuman
Bagian motif yang khas dalam cerita SJ adalah: (1) sayembara mendapatkan burung berparuh intang bersayap emas, (2) pelanggaran atas larangan memilih jalan kiri yang mendatangkan pertolongan kelong, (3) syarat penyebutan “ibu” untuk menyelamatkan diri dan mendapat simpati, dan (4) ayah membunuh anak karena terbongkarnya kepalsuan. Motif-motif khas tersebut memungkinkan secara spesifik motifememotifeme yang mewadahinya berupa: kekurangan yang diatasi kemudian muncul lagi kekurangan lainnya dan dapat diatasi kembali hingga menghasilkan akibat berupa ganjaran dan hukuman. Motifeme menyangkut larangan dan pelanggaran yang diekspresikan dalam cerita ini berupa larangan yang tidak dipatuhi tetapi menyebabkan rasa simpati dari tokoh kakek untuk memberi jalan keselamatan dengan pemberian nasihat kepada si Jaka agar ketika mendapat ancaman dari kelong harus cepat mengatakan “ibu”. Adapun motifeme usaha melarikan diri dalam cerita ini tidak ditunjukkan secara siginifikan.
4.1.3 Гуси-лебеди (Angsa-angsa) Cerita Rusia dengan judul Гуси-лебеди (Angsa-angsa) ini memuat pengulangan peristiwa dengan objek yang berbeda. Motifeme kekurangan dan kekurangan dapat diatasi digulirkan melalui motif-motif pencarian dan pertolongan bersyarat. Motif-motif khas cerita ini adalah (1) pencurian bayi oleh angsa yang diperintah oleh seorang nenek, (2) pencarian gadis cilik atas adiknya yang hilang dengan menemui sejumlah tempat dan bertanya kepada tempat-tempat itu, (3) pertolongan bersyarat dari tempat-tempat yang ditemui si gadis cilik (tungku, pohon apel, dan sungai susu) yang tidak membuat si gadis harus terus mencari, (4) gadis cilik tidak mengetahui rumah yang dimasukinya adalah rumah penculik adiknya, (5) pertolongan bersyarat dari tikus untuk memberikan informasi tentang adiknya dan penculik, (6) pengelabuan seekot tikus terhadap penculik, dan (7) pertolongan bersyarat dari tungku, pohon apel, dan sungai susu yang dipenuhi syaratnya oleh si gadis cilik. Bagan berikut ini menunjukkan secara lengkap bagian peristiwa, motif, dan motifeme dalam cerita Гуси-лебеди (Angsa-angsa).
Peristiwa Perintah menjaga adik dan larangan keluar rumah Sang adik dibawa terbang angsa Si gadis cilik berusaha mencari dan bertanya kepada tungku Si gadis cilik berusaha mencari dan bertanya kepada pohon apel Si gadis cilik berusaha mencari dan bertanya kepada sungai susu Si gadis menemui di Baba Yaga yang mengambil adiknya tetapi si gadis tidak menyadari hal itu
Motif Perintah penjagaan adik yang diabaikan Angsa mencuri anak kecil Pencarian si gadis dan diberikan syarat oleh tungku Pencarian si gadis dan diberikan syarat oleh pohon apel Pencarian si gadis dan diberikan syarat oleh sungai susu Gadis kecil berada di rumah nenek penculik yang jahat
Motifeme Kekurangan (perintah yang diabaikan-larangan yang dilanggar)
Kekurangan dan akibat
Seekor tikus menceritakan kejahatan Baba Yaga dan menyuruh si gadis cilik cepat membawa pergi adiknya Tikus mengelabui Baba Yaga Baba Yaga mengetahui kejadian sesungguhnya dan menyuruh angsa untuk mengejar adik dan si gadis itu Si gadis meminta sungai susu untuk menyembunyikan dirinya dan adiknya Si gadis meminta pohon apel untuk menyembunyikan dirinya dan adiknya Si gadis meminta tungku untuk menyembunyikan dirinya dan adiknya Si gadis cilik berhasil menyelamatkan adiknya sampai pulang kembali ke rumah
Pertolongan tikus dan syarat pembebasan Kekurangan diatasi
Pengelabuan tikus terhadap tokoh jahat Pengejaran kembali angsa terhadap gadis cilik dan adiknya
kekurangan
Penyelamatan bersyarat oleh sungai susu dan diluluskan permintaan Penyelamatan bersyarat oleh pohon apel dan diluluskan permintaan Penyelamatan bersyarat oleh tungku dan diluluskan permintaan Penyelamatan akhir atas adik
Kekurangan diatasi dan akibat
Hal yang paling menonjol dalam cerita ini adalah bentuk pengulangan pemberian pertolongan yang bersyarat. Dua model peristiwa menunjukkan perbedaanya, yaitu (1) peristiwa di mana gadis kecil tidak mendapat petunjuk apa-apa dari sejumlah tempat karena syarat yang tidak dipenuhi dengan baik oleh si gadis kecil dan (2) peristiwa di mana gadis kecil mendapat petunjuk dari sejumlah tempat karena syarat yang dipenuhi dengan baik oleh si gadis kecil. Dua perbedaan tersebut menunjukkan bagaimana kesungguhan memperjuangkan pencariannya menjadi pembeda penting dalam peraihannya. Pada kondisi pertama, si gadis memenuhi syarat untuk memakan makanan yang terhubung ke tempat-tempat yang ditanyanya tetapi dengan sikap menggerutu dengan jalan memberi alasan tentang apa-apa yang sesungguhnya
tidak biasa ia makan. Pada kondisi kedua, si gadis cilik benar-benar memenuhi syarat yang diajukan tanpa menggerutu. Menyangkut motifeme kekurangan dan kekurangan dapat diatasi ditunjukkan oleh cerita ini dalam dua persepktif, yaitu: (1) kekurangan: ketidakpatuhan memenuhi perintah, pencarian yang tidak mendapatkan petunjuk, dan
persembunyian yang terus diketahui si penculik dan (2)
kekurangan dapat diatasi: pemenuhan syarat untuk penyelamatan dan persembunyian yang mengantarkan penyelamatan akhir. Pada sejumlah motif, motifeme yang melingkupinya memiliki dua tataran yaitu masuk ke wilayah kekurangan dengan ditunjukkan pula akibat atas kondisi tersebut. Hal yang dimaksud adalah peristiwa tidak dipenuhinya syarat bagi si gadis kecil untuk mendapatkan informasi merupakan kekurangan. Kondisi tersebut menempatkan peristiwa-peristiwa tersebut masuk ke dalam wilayah akibat di mana si gadis benar-benar tidak menerima informasi apa-apa meski ia telah menjalankan syarat meski tidak mencukupi seperti syang disyaratkan. Dengan demikian, motifeme-motifeme dalam cerita tersebut merupakan rangka-rangka universal tetapi ditempati motif-motif yang tidak seluruhnya berlaku general meski substansi konflik yang dibentangkan sepanjang alur cerita masih menunjukkan generalitasnya. 4.1.4 Сивка-бурка (SIVKA-BURKA) Cerita Rusia dengan judul Сивка-бурка (SIVKA-BURKA) ini memuat lima motif-motif menyangkut: (1) perdayaan kakak atas adik bungsunya untuk menggantikan tugasnya, (2) pemberian agen sakti sebagai ganjaran, (3) tokoh mengikuti sayembara dan mendapatkan bantuan dari agen sakti, (4) tanda luka sang hero dan pengungkapan tanda luka, dan (5) pernikahan si bungsu dengan putri raja. Cerita ini tidak memuat motifeme larangan dan pelanggaran tetapi digantikan dengan motifeme perintah dan pengabaian. Perintah dan pengabaian yang dimaksud ditunjukkan melalui perintah sang ayah yang telah
mati kepada anak-anaknya untuk bergiliran menemui makamnya. Kedua kakaknya mengabaikan perintah tersebut dan menugaskan kepada adiknya untuk
menggantikan
tugasnya.
Adapun
motifeme
kekurangan
lebih
direpresentasikan melalui sudut pandang si ayah yang tidak benar-benar dikunjungi oleh kedua anak pertamanya;
kekurangan dapat diatasi
ditunjukkan melalui pemenuhan tugas anak bungsu untuk menemui ayahnya dan
peristiwa-peristiwa
di
nama
anak
bungsu
tersebut
hingga
ia
mempersunting putri raja. Berikut ini bagan yang menunjukkan keterhubungan motif-motif dengan peristiwa-peristiwa dan motifeme-motifemenya. Urutan Peristiwa Menggantikan tugas sang kakak untuk menemui kuburan ayahnya Menggantikan tugas sang kakak kainnya untuk kedua kalinya menemui kuburan ayahnya Menggantikan tugas sang kakak kainnya untuk kedua kalinya menemui kuburan ayahnya Ivan mendapatkan seekor kuda sebagai hadiah dari mendiang ayahnya karena telah memenuhi tugasnya Ivan mengikuti sayembara kerajaan Ivan mendapatkan cedera akibat putri raja Putri raja mencari pemuda yang mendapat cedera di bagian dahi Putri mendapatkan pemuda yang dicari Ivan menikah dengan putri raja
Motif
Motifeme
Anak bungsu diperdaya kakak untuk melaksanakan tugas
Kekurangan (pengabaian perintah)
Ganjaran hadiah berupa benda sakti
Kekurangan teratasi dan akibat
Mengikuti sayembara kerajaan luka di bagian tubuh dan pengungkapan tanda luka
kekurangan
Pernikahan rakyat jelata dengan putri raja
Kekuarangan teratasi dan akibat
Motifeme akibat yang merujuk pada pengertian hasil dari apa yang dikerjakan atau diupayakan dengan atau tanpa tujuan
pencapaiannya
ditunjukkan melalui dua persepektif, yaitu (1) akibat yang tanpa tujuan pencapainya, seperti diberikannya agen sakti kepada si bungsu oleh ayahnya meski agen sakti bukan tujuan pencapaian si bungsu yang menjalankan tugasnya dan bahkan menggantikan tugas kakak-kakaknya dan (2) akibat dari upaya pencapaian tujuan yang jelas, seperti diikutinya sayembara demi mendapatkan putri raja dan berhasil.
4.2 Perbandingan Motif-motif Dongeng Sunda dan Rusia 4. 2.1 Cerita AKJ dan Гуси-лебеди (Angsa-angsa) Berdasarkan uraian pada subbab 4.1 menyangkut motif-motif cerita AKJ dan Гуси-лебеди (Angsa-angsa) dapat jajaki adanya persamaan dan perbedaan motif meskipun motifeme yang melingkupinya menunjukkan persamaan.
Bagan berikut menunjukkan ilustrasi perbandingan yang
dimaksud:
Motifeme
Motif Persamaan perintah
Kekurangan (peristiwa awal)
kekurangan
Perbedaan Perintah dalam AKJ berupa keinginan dilayani Perintah dalam Гуси-лебеди keharusan menjaga pengabaian perintah Pengabaian dalam AKJ karena keasyikan memasak; Pengabaian dalam Гуси-лебеди karena keasyikan bermain kehilangan anggota kehilangan dalam AKJ ditunjukkan keluarga oleh minggatnya si kakek dari rumah; kehilangan dalam Гуси-лебеди karena penculikan adik si gadis kecil oleh seekor angsa
Motifeme
Kekurangan
Motif Persamaan Pencarian terhadap anggota keluarga yang hilang dengan bertanya kepada setiap yang ditemui
Pencarian tidak membuahkan hasil
Kekurangan teratasi (awal)
Menemukan yang dicari
orang
Menemukan orang yang dicari dan berhadapan dengan akibatnya akibat
Perbedaan Pencarian dan bertanya dalam AKJ dilakukan ke setiap orang yang ditemui; pencarian dan bertanya dalam Гуси-лебеди di lakukan ke setiap tempat (tungku, pohon, sungai) Pencarian dan bertanya dalam AKJ dilakukan ke setiap orang yang ditemui tidak membuahkan hasil karena ketidaktahuan orang-orang tersebut; pencarian dan bertanya dalam Гуси-лебеди tidak membuahkan hasil karena syarat yang tidak dipenuhi dengan baik oleh si gadis cilik Penemuan orang yang dicari dalam AKJ dengan petunjuk dari seseorang yang ditanya sebelumnya; Penemuan orang yang dicari dalam Гуси-лебеди tidak tidak sengaja dan kemudian diberitahu sang tikus dengan sebuah syarat Penemuan orang yang dicari dalam AKJ berakibat si nenek dibunuh karena kekecewaan si kakek; si nenek meninggal Penemuan orang yang dicari dalam Гуси-лебеди berakibat si gadis cilik harus menyelamatkan diri dan adiknya dari nenek penculik dan angsanya; gadis cilik dan adiknya selamat sampai di rumah
Berdasarkan bagan di atas dapat diketahui bahwa penempatan motifmotif pada setiap motifeme memiliki konsekuensi logis terhadap kepentingan bagaimana cerita diusung sejalan dengan alur yang diberlakukannya menyangkut konflik awal hingga penyelesaiannya.
4.2.2 Cerita SJ dan Сивка-бурка (SIVKA-BURKA) Perbandingan cerita SJ dan Сивка-бурка (SIVKA-BURKA) berpusat pada motifeme-motifeme menyangkut kekurangan hingga akibat. Persamannya ditunjukkan melalui potensi peristiwa yang mengindikasikan kualitas pelaksanaan
tugas,
perjuangan,
dan
hasil
pencapaiannya.
Adapun
perbedaannya terletak pada agen sakti dan cara memberdayakan pertolongan agen sakti dalam meraih tujuan utama tokoh. Berikut ini bagan yang mengilustrasikan persamaan dan perbedaan yang dimaksud.
Motifeme
Motif Persamaan
Kekurangan
Kekurangan teratasi
Kekurangan
Kekurangan teratasi
Perbedaan Pemenuhan tugas dalam SJ berpusat pada kepentingan mengikuti sayembara; Pemenuhan tugas Pemenuhan tugas dalam Сивкабурка berupa kepatuhan menjalankan perintah sang kakak dalam SJ agen sakti yang muncul dan membantu tokoh utama adalah Mendapatkan agen kelong sebagai wujud kecintaan; sakti dalam Сивка-бурка agen sakti berupa seekor kuda sebagai wujud kecintaan dan teriakasih dalam SJ tokoh utama mendapat petaka berupa kematian yang harus diterimanya dalam upaya mendapat petaka pencapaian pencariannya; dalam Сивка-бурка petaka berupa pencederaan anggota tubuh sebagai tanda dalam SJ, tokoh hero palsu berhasil terungkap kejahatannya melalui pengungkapan kepemilikan sesungguhnya burung yang disayembarakan; dalam Сивка-бурка, tokoh utama berhasil ditemukan putri raja melalui pengenalan tanda luka
Motifeme
Motif Persamaan
akibat
Perbedaan Pernikahan dengan putri raja dalam SJ dihasilkan dari kemenangan Kemenangan dalam sayembara mempersembahkan sayembara untuk burung berparuh intan bersayap mempersunting putri emas; raja Pernikahan dengan putri raja dalam Сивка-бурка dihasilkan melalui ketangkasan mencium putrid raja di area yang sulit dijangkau
Kedua perbandingan yang dihasilkan tersebut tentunya didasarkan pada motif-motif yang benar-benar memiliki potensi persamaan untuk kemudian ditelusuri perbedaan yang terdapat dari keduanya. Dengan perbandingan tersebut, dapat diketahui bahwa latar budaya yang berbeda dapat ditunjukkan melalui motif-motif yang berbeda atau sebaliknya, dengan motif yang berbeda, latar perbedaan budaya dapat di tunjukkan di dalamnya. Namun demikian, dalam perbedaan itu sendiri masih secara potensial ditemukan nilai-nilai dasar kemanusiaan yang bersifat universal atau bahkan perbedaan itu sendiri merupakan energi komunikasi lintas budaya yang harus diperdayakan keterhubungannya satu dengan lainnya.
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan Berdasarkan uraian pada subbab 4, menyangkut perbandingan motif dapat disimpulkan: 1.
Motif-motif cerita Sunda dan Rusia untuk motefeme-motifeme yang sama diisi oleh motif-motif khas yang berlatar kultur yang berbeda. Motif-motif yang dimaksud berhubungan erat dengan peristiwa yang menunjukkan kekurangan yang dialami tokoh-tokoh di dalamnya, upaya mengatasi kekurangan, dan akibat dari upaya yang diperjuangkan untuk mencapai tujuannya.
2.
Motif larangan dan pelanggaran diubah bentuk menjadi perintah dan pengabaian. Bentuk perintah dan pengabaian berkorelasi dengan motifeme kekurangan
3.
Motifeme kekurangan teratasi diisi olehmotif-motif yang berhubungan dengan upaya pencarian tokoh atas anggoota keluarga yang hilang dan penyelamatan
4.
Motifeme akibat ditunjukkan secara variatif ke dalam motif hukuman berupa kematian, ganjaran dan keselamatan, dan pernikahan dengan putri raja
5.
Persamaan motif yang ditunjukkan dalam cerita Sunda dan Rusia berpusat pada kehilangan anggota kekuarga dan penemuannya kembali, mengikuti sayembara demi mendapatkan putri raja hingga keberhasilan mempersunting putri raja
6.
perbedaan motif
yang ditunjukkan dalam cerita Sunda dan Rusia
berpusat pada bentuk dan upaya pencarian tokoh yang hilang dan agen
sakti yang berperan menolong keberhasilan pencapaian mendapatkan putri raja.
5.2 Saran Penelitian ini hanya menjangkau penelaahan menyangkut perbandingan motif. Meujuk kepada berbagai pendekatan studi lintas budaya, maka penelitian lanjutan yang perlu dilakukan adalah menyangkut: (1) fenomena budaya yang bagaimana yang ditunjukkan masing-masing cerita rakyat Sunda dan Rusia dan (2) bagaimana komunikasi lintas budaya dapat ditunjukkan melalui masing-masing cerita rakyat Sunda dan Rusia sejalan dengan nilai-nilai dasar kemanusiaan yang terkandung di dalam masing-masing cerita rakyat Sunda dan Rusia?. Kedua pertanyaan secara mendasar tersebut akan mengarahkan pemahaman kita terhadap keuniversalan sebuah nilai di samping kekhususan yang direpresentasikan oleh berbagai khazanah budaya di seluruh penjuru dunia, termasuk di dalamnya menyangkut khazanah folklornya.
DAFTAR PUSTAKA
Barker, Chris. 2005. Cultural Studies: Teori dan Praktik. Yogyakarta:Bentang. Bauman, Richard. 1989. Story, Performance, and Event. Contextual Studies of Oral Narrative. Cambridge-New York-Melbourne: Cambridge University Press. Cassier, Ernest. 1990. Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esei Tentang Kebudayaan. Diterjemahkan oleh Alois A. Nugroho. Jakarta: Gramedia. Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud. Danandjaja, James. 1994. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lainlain. Jakarta: Grafiti. Dundes, Alan. 1980. Interpretating Folklore. Bloomington & London: Indiana University Press. ------------ 1984. Sacred Narrative: Reading in the Theory of Myth. BerkeleyLos Angeles-London: University of California Press. Ekadjati, Edi S. 1984. Masyarakat Sunda dan Kebudayaan. Jakarta: Girimukti Pasaka. Fang,
Liaw Yoct. 1991. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik. Jakarta: Erlangga.
Faruk. 1994. Pengantar Sosilogi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Finnegan, Ruth. 1984. Oral Traditions and The Verbal Arts: A Guide to Research Practices. London and New York: Routledge. Foley, John Miles. 1988. The Theory of Oral Composition: History and Methodology.Bloomington and Indianapolis: Indiana University Press.
Iser, Wolgang. 1987. The Act of Reading: A Theory of Aesthetic Response. Baltimore and London: The Johns Hopkins University Press. Moes, Diana N. 1990. Fungsi Folklor di dalam Masyarakat Pendukung. Disertasi. Bandung: Universitas Padjadjaran. Mustopa, Hasan. 1991. Adat istiadat Sunda. Diterjemahkan oleh Maryati Ssatrawijaya. Bandung: Alumni. Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rosidi, Ajip. 2000. Ensiklopedi Sunda. Jakarta: Pustaka Jaya. Sweeney, Amin. 1987. A Full Hearing: Orality and Literary in the Malay World. Berkeley-Los Angeles-London: University of California Press. Warnaen, S., dkk. 1987. Pandangan Hidup Orang Sunda Seperti Tercermin dalam Tradisi Lisan dan Sastra Lisan Sunda. Bandung: Proyek penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda. Yayasan Kebudayaan rancage. 2001. Pewarisan Budaya di tengah Arus Globalisasi. Laporan Konferensi Internasional Budaya Sunda. Bandung: Yayasan Kebudayaan Rancage.
Lampiran Data Folklor Sunda
AKI KENDANG JAYA Di jaman baheula, aya nini jeung aki-aki. Si aki teh gering. “Nini, geuwat geura pupukan!” “Engke, keur mirun sueneu.” “Nini, geuwat geura pupukan!” “Engke, keur ngisikan.” “Nini, geuwat geura pupukan!” “Engke, keur nyangu.” “Nini, geuwat geura pupukan!” “engke, keur masak.” Geus sababaraha kali teu didenge ku nini-nini teh. Si aki-aki teh ambekeun. Si aki teh kabur ka leuweung, mamawa karanjang, ngajingjing bengkong. Si nini teh neangan. “Nu keur babad… nu keur babad… teu manggihan Aki Kendang Jaya ka dieu; nyorendang karinjang ngajingjing bengkong. Deudeuh teuing, teu dipupukan.” “Tuh, sugan ka nu keur macul.” “Nu keur macul….nu keur macul…. Teu manggihan Aki Kendang Jaya ka dieu; nyorendang karinjang ngajingjing bengkong. Deudeuh teuing teu dipupukan.” “Tuh, sugan ka nu keur ngored.” “Nu keur ngored….nu keur ngored…. Teu manggihan Aki Kendang Jaya ka dieu; nyorendang karinjang ngajingjing bengkong. Deudeuh teuing teu dipupukan.” “Tuh, sugan ka nu keur ngaseuk.” “Nu keur ngaseuk….nu keur ngaseuk…. Teu manggihan Aki Kendang Jaya ka dieu; nyorendang karinjang ngajingjing bengkong. Deudeuh teuing teu dipupukan.” “Tuh, sugan ka nu keur mangkek.” “Nu keur mangkek….nu keur mangkek…. Teu manggihan Aki Kendang Jaya ka dieu; nyorendang karinjang ngajingjing bengkong. Deudeuh teuing teu dipupukan.” “Tuh, sugan ka nu keur ngageugeus.”
“Nu keur ngageugeus….nu keur ngageugeus…. Teu manggihan Aki Kendang Jaya ka dieu; nyorendang karinjang ngajingjing bengkong. Deudeuh teuing teu dipupukan.” “Tuh, sugan ka nu keur ngasah.” “Nu keur ngasah….nu keur ngasah…. Teu manggihan Aki Kendang Jaya ka dieu; nyorendang karinjang ngajingjing bengkong. Deudeuh teuing teu dipupukan.” Sabaraha kali teu ditembalan. Si nini teh ngadeukeutan. Terus dikadek si nini-nini teh ku aki-aki. Aki-aki teh padahal Aki Kendang Jaya.
Terjemahan Aki Kendang Jaya
AKI KENDANG JAYA
Pada jaman dahulu ada seorang nenek dan seorang kakek. Si jajej sakit. “Nek, cepat pijati saya!” Nanti, sedang menyalakan api.” “Nek, cepat pijati saya!” “Nanti, sedang mencuci beras.” “Nek, cepat pijati saya!” “Nanti, sedang menanak nasi.” “Nek, cepat pijati saya!” “Nanti, sedang memasak.” Sudah beberapa kali memanggilnya, tetapi si nenek membiarkannya saja. Si kakek jadi marah. Si kakek kabur ke hutan membawa keranjang dan menjinjing golok. Si nenek kemudian mencarinya. “Wahai yang sedang membabad…. yang sedang membabad… tidakkah melihat Aki Kendang Jaya kemari; ia membawa keranjang dan menjinjing golok. Oh… kasihan… ia tidak dipijati.” Mungkin di sana. Tanyakan saja kepada yang sedang mencangkul.” “Wahai yang sedang mencangkul…. yang sedang mencangkul… tidakkah melihat Aki Kendang Jaya kemari; ia membawa keranjang dan menjinjing golok. Oh… kasihan… ia tidak dipijati.”
Mungkin di sana. Tanyakan saja kepada yang sedang menyiangi.” “Wahai yang sedang menyiangi... yang sedang menyiangi… tidakkah melihat Aki Kendang Jaya kemari; ia membawa keranjang dan menjinjing golok. Oh… kasihan… ia tidak dipijati.” Mungkin di sana. Tanyakan saja kepada yang sedang menyemai benih.” “Wahai yang sedang menanam benih…. yang sedang menanam benih… tidakkah melihat Aki Kendang Jaya kemari; ia membawa keranjang dan menjinjing golok. Oh… kasihan… ia tidak dipijati.” Mungkin di sana. Tanyakan saja kepada yang sedang mengikat padi.” “Wahai yang sedang mengikat padi…. yang sedang mengikat padi… tidakkah melihat Aki Kendang Jaya kemari; ia membawa keranjang dan menjinjing golok. Oh… kasihan… ia tidak dipijati.” Mungkin di sana. Tanyakan saja kepada yang sedang menyatukan ikata padi.” “Wahai yang sedang menyatukan ikatan padi…. yang sedang menyatukan ikatan padi… tidakkah melihat Aki Kendang Jaya kemari; ia membawa keranjang dan menjinjing golok. Oh… kasihan… ia tidak dipijati.” “Mungkin di sana. Tanyakan saja kepada yang sedang mengasah.” “Wahai yang sedang mengasah…. yang sedang mengasah… tidakkah melihat Aki Kendang Jaya kemari; ia membawa keranjang dan menjinjing golok. Oh… kasihan… ia tidak dipijati.” Beberapa kali si nenek bertanya tetapi tidak dijawabnya. Kemudian ia mendekatinya. Si nenek dibacok si kakek. Ternyata kakek tersebut adalah Aki Kendang Jaya
SI JAKA Kacaritakeun aya hiji kolot boga anak dua, lalaki kabeh. Si kolotna teh tuluy neangan manuk titiran anu jangjangna emas, pamatukna inten. Lamun anu meunang manuk titiran, jangjangna emas, pamatukna inten dek dikawinkeun ka putri anak raja. Nya, budak teh indit neangan manuk titiran eta. Anu saurang ngaler, nu saurang ngidul. Ari nu cikal mah teu kacaritakeun. Kacaritakeun nu bungsu. Manehna papanggih jeung hiji jalma di jalan. Si budak teh papakeanana geus darekil da geus leuleuweungan neangan manuk titiran anu jangjangna emas, pamatukna inten. “kuring mah rek saleumpang-leumpangna we ka mana nepina.” “arek ngaliwat ka dieu? Kade ulah anu ngenca! Nu katuhu! Anu ngenca mah ulah disorang, bahaya!” Kitu beja ceuk nu di jalan teh. “ah, wios abdi mah bade ku naon ku naon ge, tos pasrah da jalma sangsara kieu.” Nya, ngaliwatalan nu ngenca. “Nya, atuh ari keukeuh mah rek jalan ngenca. Lamun aya itu-ieu kudu gancang nyebut „Ibu‟!” “Mangga.” Barang nepi kana tangkal kiara anu caneom, si budak teh jol gapruk we ti luhur dirawu kukelong. Barang kitu teh inget kana papatah tadi, kudu gancang nyebut ibu. “Aduh, Ibu... nuhun teuing abdi teh keur sangsara, keur balangsak. Hirup kadungsang-dungsang. Untung ditulungan ku Ibu. Ibu haat ka abdi, nulungan ka abdi.” Teu tulus ku kelong dihakanna teh da disebut Ibu; kalahka dipikanyaah. Ditanya ku kelong teh pamaksudan. “Abdi teh bade neangan manuk titiran anu jangjangna emas, pamatukna inten. Lamun saha-saha nu meunang jangjang emas, pamatukna inten, erek dikawinkeun ka putri anakna raja.” “Aduh, beurat ieu mah, manuk titiran jangjangna emas pamatukna inten teh!” ceuk si ratu kelong teh. “Ayeuna ge meuntas lautan; lain deukeut-deukeut. Nya, moal burung dibelaan ku Ibu. Ka mana wae ge, keun bae jeung Ibu. Hayu urang teangan!” Gancangna carita, dianteurkeun jeung si Jaka ka sabrang, neangan manuk tikukur. “Sok, naek kana tonggong Ibu! Peureum!” Hiber we si Jaka teh dibawa ku kelong ka tempat namuk titiran. Barang nepi ka ditu, meunang manuk titiran. Dianteurkeun deui ka tempat kiara basa manehna dirawu kelong.
“Ayeuna geus nepi ka waktuna, Ujang papisah wae jeung Ibu. Manuk titiran geus beunang ku Ujang. Wayahna wae papisah jeung Ibu, beurat-beurat ge embung papisah.” “Euh, Ibu... sonona mah abdi teh nataku. Alim papisah jeung Ibu teh. Sakitu belana; gede kanyaah ka abdi. Raja butuheun manuk titiran da disaembarakeun tos teu aya nu sanggup meunang. Kenging soteh da ditulungan ku Ibu. Da tugas abdi, kedah dipasrahkeun.” “Ngan kade ujang, lamun aya ririwit, papait, aya bancang pakewuh di jalan, sambat wae Ibu tilu kali. Engke ge geus nyambat Ibu mah moal nanaon. Salamet!” Kacaritakeun budak teh balik. Di jalan papanggih jeung lanceukna. Lanceukna mah teu hasil ngala manuk teh. Nya, da sirik adina meunang manuk, rek dikawin ku anak raja, adina teh dipaehan we di jalan ku lanceukna teh. Dikubur dijero-jero, diaru ku batu da sieun kapangiheun. Caritana balik we si lanceukna mah mawa manuk meunang ngarebut. Di jero kubur adina nyambat ratu kelong. “Duh, Ibu... tulungan abdi! Abdi teh mendak kasangsaraan.” Bray we batu teh langsung haliber. Manehna ge kabawa hiber. Budak teh cageur ngan bajuna we rangsak. Tunda lalampahan adina. Ayeuna nyaritakeun lanceukna. Caritana geus nepi ka kolotna, mawa manuk titiran. “Aduh, geuning si Ujang geus datang.” “Enya, Bapa. Ieu hasil.” “Nya, mana adi maneh?” “Ah, duka da teu papanggih. Da papisah ti barang indit ge jeung abdi mah.” “Engke heula! Bapa mah moal waka rusuh nganteurkeun bisi enya oge si Ujang geus mawa sabab can datang nu saurang.” “Ah, Bapa... pan jangjina ge kitu. Kuring mah lamun geus meunang manuk titiran rek kawin jeung anak raja. Ayeuna mah ah rek ka ditu, rek mikeun manuk.” Budak teh keukeuh maksa. Caritana indit ka raja bari nyetorkeun titiran. Barang geus pesta rek kawinan, jebul adina pandeuri datang. Manehna nyaritakeun yen eta manuk titiran milik manehna nu direbut ku lanceukna nepi ka manehna dipaehan di jalan, ngan aya nu nulungan. Keur mah putri teh teu pati bogoheun ka lanceukna mah; hayangna mah ka adina. Lanceukna mah ku bapana dipaehan da tadina maehan adina. Terus adina mah kawin jeung anak raja.
Terjemahan Si Jaka SI JAKA Tersebutlah seorang ayah yang mempunyai dua orang putra. Orang tua anak tersebut mencari burung perkutut yang bersayap emas berparuh intan. Siapa saja yang mendapatkan burung tersebut akan dinikahkan kepada putri raja. Kemudian anaknya mecari burung perkutut itu. Salah seorang anaknya pergi ke arah utara dan yang lainnya ke arah selatan. Mengenai perjalanan kakaknya tidak diceritakan. Tersebutlah si bungsu.ia bertemu dengan seseorang di jalan. Ia berpakaian kumal karena sudah berkeliaran di hutan, mencari burung perkutut yang bersayap emas dan berparuh intan. “Saya ini berjalan tak tentu arah. Ke mana saja sampainya.” “Akan melalui jalan mana? Awas jangana memilih jalan kiri! Pilih saja jalan kanan! Jangana menggunakan jalan kiri sebab berbahaya!” demikianlah kata orang yang berada di jalan. “Ah, biarlah akan terjadi apapun terhadapku.saya sudah pasrah sebab saya sudah sengsara begini.” Akhirnya ia melewati jalan kiri. “Ya, kalau tetap akan menggunakan jalan kiri, jika terjadi apaapa harus segera menyebut „Ibu‟!” “Baiklah.” Setibanya dipohon kiara yang rindang, tiba-tiba anak itu disambar dari atas oleh kelong. Tetapi ia cepat ingat akan nasihat tadi; harus menyebut „Ibu‟. “Aduh, Ibu... terima kasih selaki. Saya ini sedang merana. Hidup terlunta-lunta. Untunglah Ibu menolongku. Ibu peduli terhadap saya, menolongku.” Kelong tidak jadi memakannya karena dipanggil ibu. Anak itu malah disayanginya. Si kelong menanyakan maksud anak itu. “aduh... burung bersayap emas dan berparuh intan itu sukar diperolehnya!‟ kata si ratu kelong, “tempatnya ada di seberang lautan; tempat yang cukup jauh. Tetapi akan Ibu usahakan. Ke mana pun, biarlah bersama Ibu. Mari kita cari. Singkat cerita, ratu kelong mengantarkan si Jaka ke seberang lautan mencari burung perkutut. “Ayo, naiklah ke punggung Ibu! Pejamkan matamu!” Si Jaka dibawanya terbang ke tempat burung perkutut. Sesampainya di sana, mereka pun mendpatkannya. Si Jaka
diantarkannya lagi ke tempat pohon kiara, tempat ketika ia disambar kelong. “Sekarang sudah tiba waktunya kamu berpisah dengan Ibu. Kamu sudah mendapatkan burung perkutut itu. Relakan berpisah dengan Ibu walau berat hati.” “Oh, Ibu... saya akan sangat merindukanmu. Memang, saya tidak ingin berpisah dengan Ibu. Ibu rela berkorban dan besar kasihnya kepadaku. Tetapi raja memerlukan burung perkutut sampai membuat sayembara dan tak seorang pun yang memenangkannya. Saya mndapatkannya berkat bantuan Ibu. Kini menjadi tugasku untuk menyerahkannya.” “Tetapi ingatlah, nak... jika kamu menghadapi hambatan dan gangguan di jalan, panggil saja Ibu sebanyak tiga kali. Setelah memanggil Ibu, tidak akan terjadi apa-apa. Selamat!” Anak tersebut kemudian pulang. Di jalan ia berjumpa dengan kakaknya. Kakaknya tidak berhasil memperoleh burung yang dimaksud. Karena merasa iri kepada adiknya yang meperoleh burung dan tentunya akan dinikahi anak raja, adiknya dibunuhnya di jalan. Kemudian dikuburnya di tanah yang dalam; ditutupi dengan batu karena takut mudah ditemukan orang. Kemudian kakaknya pulang smabil membawa burung yang direbut dari adiknya. Di dalam kubur adiknya memanggil ratu kelong. “Oh, Ibu... tolonglah saya! Saya mendapat musibah.” Tiba-tiba batu beterbangan. Ia pun terbawa terbang. Naka tersebut sehat kembali tetapi bajunya rombeng. Ditunda kisah adiknya. Sekarang diceritakan kakaknya. Ia sudah tiba di rumah orang tuanya sambil membawa burung perkutut. “Wah... ternyata anakku sudah datanf.” “Ya, pak. Ini hasilnya.” “Mana adikmu?” “Ah, tak tahulah karena saya tidak bertemu dengannya. Sejak beragkat, saya berpisah dengannya.” “Nanti dulu! Bapa tidak akan tergesa-gesa mengantarkannya walaupun kamu sudah mendapatkannya sebab belum datang adikmu.” “Ah, Bapa... bukankah janjinya begitu. Jika saya sudah mendapatkan burung perkutut, saya akan menikahi putri raja. Sekarang saya akan pergi ke sana untuk menyerahkan burung itu.” Anaknya terus memaksa. Akhirnya ia pegi juga ke raja sambl menyerahkan burung perkutut. Ketika pesta perkawinan sudah dimulai, muncullah adiknya yang datang belakangan. Ia menceritakan bahwa burung tersebut adalah miliknya yang direbut kakaknya sampai ia dibunuh di jalan tetapi ada yang menolongnya.
Putri raja menginginkan adiknya apalai karena ia kurang begitu senang terhadap kakaknya. Kakaknya dibunuh oleh ayahnya karena sebelumnya telah membunuh adiknya. Kemudian adiknya menikahlah dengan putri raja.
Lampiran Data Folklor Rusia
Сивка-бурка Жил-был старик, у него было три сына. Старшие занимались хозяйством, были тороваты и щеголеваты, а младший Иван-дурак был так себе – любил в лес ходить по грибы, а дома все больше на печи сидел. Пришло время старику умирать, вот он и наказывает сыновьям: -
Когда помру, вы три ночи подряд приносите мне хлеба.
ходите ко мне на могилу,
Старика этого схоронили. Приходит ночь, надо большому брату идти на могилу, а ему не то лень, не то боится, он и говорит младшему брату: - Ваня, замени меня в эту ночь, сходи к отцу на могилу. Я тебе пряник куплю. Иван согласился, взял хлеба, пошел к отцу на могилу. Сел, дожидается. В полночь земля расступилась, отец поднимается из могилы и говорит: - Кто тут? Ты ли, мой большии сын? Скажи, что делается на Руси: собаки ли лают, волки ли воют, или чадо мое плачет? Иван отвечает: - Это я, твой сын. А на Руси все спокойно. Отец наелся хлеба и лег в могилу. А Иван нравился домой, дорогой набрал грибов. Приходит - старший сын его спрашивает: - Видел отца? - Видел. - Ел он хлеб? - Ел. До сыта наелся. Настала второй ночь. Надо идти среднему брату, а ему не то лень, не то боится, он и говорит: - Ваня, сходи за меня к отцу. Я тебе лапти сплету. - Ладно. Взял Иван хлеба, пошел к отцу на могилу. Сел, дожидается. В полночь земля расступилась, отец поднимается и спрашивает: - Кто тут? Ты ли, мой средний сын? Скажи, что делается на Руси: собаки ли лают, волки ли воют, или чадо мое плачет? Иван отвечает: - Это я, твой сын. А на Руси все спокойно. Отец наелся хлеба и лег в могилу. А Иван пошел домой, дорогой опять набрал грибов. Средний брат его спрашивает: - Отец ел хлеб? - Ел. До сыта наелся.
На третью ночь настала очередь идти Ивану. Он говорит братьям: - Я две ночи ходил. Ступайте теперь вы к отцу на могилу, а я отдохну. Братья ему отвечают: - Что ты, Ваня, тебе стало там знакомо, иди лучше ты. - Ну ладно. Иван взял хлеба, пошел. В полночь земля расступается, отец поднялся из могилы: - Кто тут? Ты ли, мой младший сын Ваня? Скажи, что делается на Руси: собаки ли лают, волки ли воют, или чадо мое плачет? Иван отвечает: - Здесь твой сын Ваня. А на Руси все спокойно. Отец наелся хлеба и говорит ему: - Один ты исполнил мой наказ, не побоялся три ночи ходить ко мне на могилу. Выдь в чистое поле и крикни: < Сивка-бурка, вещая каурка, стань передо мной, как лист перед травой! > Конь к тебе привежит, ты залезь ему в правое ухо, а вылезь в левое. Станешь куда какой молодец. Садись на коня и поезжай. Иван взял узду. Поблагодарил отца и пошел домой, дорогой опять набрал грибов. Дома братья его спрашивают: - Видел отца? - Видел. - Ел он хлеб? - Отец наелся до сыта и больше не велел приходить. В это время царь кликнул клич всем добрым молодцам, холостым, неженатым, съезжаться на царский двор. Дочь его, Несравненная Красота, велела построить себе терем о двенадцати столбах, о двенадцати венцах. В этом тереме она сядет на самый верх и будет ждать, кто было с одного лошадиного скока доскочил до нее и поцеловал в губы. За такого наездника, какого бы роду он ни был, царь отдаст в жены свою дочь. Несравненную Красоту, и полцарства в придачу. Услышали об этом Ивановы братья и говорят между собой: - Давай попытаем счастья. Вот они добрых коней овсом накормили, выводили, сами оделись чисто, кудри расчесали. А Иван сидит на печи за трубой и говорит им: - Братья, возьмите меня с собой счастья попытать! - Дурак, запечина! Ступай лучше в лес за грибами, нечего людей смешить. Братья сели на добрых коней, шапки заломили, свистнули, гикнули – только пыль столбом. А Иван взял узду и пошел в чистое поле. Вышел в чистое поле и крикнул, как отец его учил: - Сивка-бурка, вещая каурка, стань передо мной, как лист перед травой!
Откуда ни возьмись конь бежит, земля дрожит, из ноздрей пламя пышет, из ушей дым столбом валит. Стал как вкопанный и спрашивает: - Чего велишь? Иван коня погладил, взнуздал, влез ему в правое ухо, а в левое вылез и сделался таким молодцом, что ни вздумать, ни взгадать, ни пером написать. Сел на коня и поехал на царский двор. Сивкабурка бежит, земля дрожит, горы-долы хвостом застилает, пниколоды промеж ног пускает. Приезжаеть Иван на царский двор, а там народу видимоневидимо. В высоком тереме о двенадцати столбах, о двенадцати венцах на самом верху в окошке сидит царевна Несравненная Красота. Царь вышел на крыльцо и говорит: - Кто из вас, молоды, с разлету на коне доскочит до окошка да поцелует мою дочь в губы, за того отдам ее замуж и полцарства в придачу. Тогда добрые молодцы начали скакать. Куда там – высоко не достать! Попытались Ивановы братья, до середины не доскочили. Дошла очередь до Ивана. Он разогнал Сивку-бурку, гикнул, ахнул, скакнул – двух венцов только не достал. Взвился опять, разлетелся в другой раз – одного венца не достал. Еще завертелся, закружился, разгорячил коня и дал рыскача – как огонь, пролетел мимо окошка, поцеловал царевну Несравненную Красоту в сахарные уста, а царевна ударила его кольцом в лоб, приложила печать. Тут весь народ закричал: - Держи, держи его! А его и след простыл. Прискакал Иван в чистое поле, влез Сивке-бурке в левое ухо, а из правого вылез и сделался опять Иваном- Дураком. Коня пустил, а сам пошел домой, по дороге набрал грибов. Обвязал лоб тряпицей, залез на печь и полеживает. Приезжают его братья, рассказывают, где были и что видели. - Были хороши молоды, а один лучше всех - с разлету на коне царевну в уста поцеловал. Видели, откуда приехал, а не видели, куда уехал. Иван сидит за трубой и говорит: - Да не я ли это был? Братья на него рассердились: - Дурак – дурацкое и орет! Сиди на печи да ешь свои грибы. Иван потихоньку развязал тряпицу на лбу, где его царевна кольцом ударила, - избу огном осветило. Братья испугались, закричали: - Что ты, дурак, делаешь? Избу сожжешь!
На другой день царь зовет к себе на пир всех бояр и князей и простых людей, и богатых и нищих, и старых и малых. Ивановы братья стали собираться к царю на пир. Иван им говорит: - Возьмите меня с собой! - Куда тебе, дураку, людей смешить! Сиди на печи да ешь свои грибы. Братья сели на добрых коней и поехали, а Иван пошел пешком. Приходит к царю на пир и сел в дальний угол. Царевна Несравненная Красота начала гостей обходить. Подносит чашу с медом и смотрит, у кого на лбу печать. Обошла она всех гостей, подходить к Ивану, и у самой сердце так и защемило. Взглянула на него – он весь в саже, волосы дыбом. Царевна Несравненная Красота стал его спрашивать: - Чей ты? Откуда? Для чего лоб завязал? - Ушибся. Царевна его лоб развязала – вдруг свет по всему дворцу. Она и вскрикнула: - Это моя печать! Вот где мой суженый! Царь подходит и говорит: - Какой это суженый! Он дурной, весь в саже. Иван говорит царю: - Дозволь мне умыться. Царь дозволи. Иван вышел на двор и крикнул, как отец его учил: - Сивка-бурка, вещая каурка, стань передо мной, как лист перед травой! Откуда ни возьмись конь бежит, земля дрожит, из ноздрей пламя пышет, из ушей дым столбом валит. Иван ему в правое ухо влез, из левого вылез и сделался таким молодцом, что ни вздумать, ни взгадать, ни пером написать. Весь народ так и ахнул. Разговоры тут были коротки: веселым пирком да за свадебку.
Terjemahan Сивка-бурка
SIVKA-BURKA Hiduplah seorang lelaki tua yang punya tiga anak laki-laki. Dua anak tertua menjadi pedagang dan perlente, sedangkan anak bungsunya, si bodoh Ivan, hidup seadanya. Ia suka pergi ke hutan mengumpulkan jamur, dan di rumah ia selalu duduk di dapur dekat tungku. Tiba waktunya si tua itu wafat. Sebelumnya ia berpesan pada anak-anaknya: “Bila aku mati, selama tiga malam kalian harus bergiliran datang ke makamku dan membawakan roti untukku.” Begitulah, orang tua itu telah dikuburkan. Malam tiba. Anak yang tertua harusnya pergi ke kuburan, tapi dia entah malas entah takut, berkata pada adik bungsunya: “Ivan, gantikan aku malam ini, datanglah ke makam ayah, nanti akan kubelikan kamu kue jahe.” Ivan setuju. Ia membawa roti, lalu peri ke makam ayahnya. Ia duduk dan menunggu. Tengah malam tanah kuburan bergerak, terbuka, ayahnya bangkit dari kubur dan berkata: “Siapa itu? Kamukah anak pertamaku? Ceritakanlah, apa yang terjadi di Rus: apakah anjing-anjing menggonggong? Serigala melolong? Atau bayi-bayi menangis?” Ivan menjawab: “Ini aku, anakmu. Di Rus semuanya baik-baik saja.” Ayahnya memakan habis roti dan kembali berbaring di kuburnya. Ivan kembali ke rumah. Di sepanjang jalan ia mengumpulkan jamur. Kakak tertuanya datang dan bertanya: “Kamu bertemu ayah?” “Ya.” “Rotinya dia makan?” “Ya. Dimakan habis sampai kenyang.” Tiba malam kedua. Yang harus pergi anak kedua, tapi dia entah malas entah takut berkata: “Ivan, pergilah menggantikan aku ke makam ayah. Nanti aku akan memberimu peralatan kasti.” “Baiklah.” Ivan mengambil roti, lalu pergi ke makam ayahnya. Ia duduk, menunggu. Tengah malam tanah bergerak, terbuka, ayahnya bangkit dan bertanya:
“Siapa itu? Kamukah anak keduaku? Ceritakanlah, apa yang terjadi di Rus: apakah anjing-anjing menggonggong? Serigala melolong? Atau bayi-bayi menangis?” Ivan menjawab: “Ini aku, anakmu. Di Rus semuanya baik-baik saja.” Ayahnya memakan roti sampai habis dan kembali berbaring di kuburnya. Ivan pulang ke rumah dan di sepanjang jalan ia mengumpulkan jamur. Kakak keduanya bertanya: “Ayah memakan rotinya?” “Ya. Dimakan habis sampai kenyang.” Malam ketiga tiba giliran Ivan yang harus pergi. Ia berkata pada kakak-kakaknya: “Sudah dua malam aku pergi. Sekarang kalianlah yang pergi ke makam ayah, aku akan istirahat.” Kakak-kakaknya menjawab: “Bagaimana kamu ini Ivan, kamu sudah tahu keadaan di sana, sebaiknya kamu sendirilah yang pergi.” “Ya, baiklah.” Ivan mengambil roti, lalu pergi. Tengah malam tanah kuburan bergerak, terbuka. Ayahnya bangkit dari kubur: “Siapa itu? Kamukah Ivan, anak bungsuku?” Ceritakanlah, apa yang terjadi di Rus: apakah anjing-anjing menggonggong? Serigala melolong? Atau bayi-bayi menangis?” Ivan menjawab: “Ini aku, anakmu, Ivan. Di Rus semuanya baik-baik saja.” Ayahnya memakan roti sampai habis dan berkata: “Hanya kamu yang memenuhi amanatku, kamu tidak takut selama tiga malam datang ke makamku. Jika kamu ke lapangan yang kosong, berserulah „Sivka-burka, berdirilah di hadapanku seperti daun di hadapan rumput!‟, akan datang seekor kuda menghampirimu, mendekatlah ke telinga kanan kuda itu, lalu ke telinga kirinya. Kamu akan menjadi seorang yang gagah berani. Duduklah di atas kuda itu dan pergilah.” Ivan mengambil tali kekang, berterima kasih pada ayahnya, dan pulang ke rumah sambil mengumpulkan jamur di sepanjang jalan. Di rumah kakak-kakaknya bertanya: “Kamu bertemu ayah?” “Bertemu.” “Dia memakan rotinya?” “Ayah memakannya habis sampai kenyang dan tidak menyuruh kita datang lagi.” Pada saat itu tsar menyerukan pada semua pemuda pemberani yang masih bujangan untuk datang ke istana. Anak gadisnya,
Nesravnennaya Krasota (Kecantikan Yang Tak Ada Bandingannya), memerintahkan untuk membuat tempat seperti seperti sangkar di menara dengan duabelas susun tonggak kayu dan duabelas susun batang kayu. Di dalam menara itu ia akan duduk dan menunggu orang yang bisa meraihnya dan mencium bibirnya sambil menunggangi kuda. Hadiahnya – Nesravnennaya Krasota dan setengah kerajaan. Saudara-saudara Ivan mendengar itu dan berkata: “Ayo kita coba keberuntungan.” Begitulah, mereka memberi makan kuda-kuda terbaik mereka dengan havermouth dan memberinya minum. Mereka sendiri berpakaian bagus dan menyisir rapi rambut mereka, sedangkan Ivan duduk di dapur dekat tungku, menghisap pipa, dan berkata pada kakaknya: “Kak, ajaklah aku untuk mencoba keberuntungan!” “Orang bodoh tidak dibolehkan! Lebih baik kamu pergi ke hutan mengumpulkan jamur, tak ada yang akan menertawakanmu.” Kakak-kakaknya duduk di atas kuda, mengenakan topi, bersiul, bersuit, lalu – tinggal debu yang tertinggal. Ivan mengambil tali kekang dan pergi ke lapangan kosong. Ia berseru seperti yang diajarkan ayahnya: “Sivka-burka, berdirilah di hadapanku seperti daun di hadapan rumput!” Dari suatu tempat datanglah seekor kuda, tanah bergetar, dari lubang hidung dan telinganya keluar uap panas. Dia berdiri tegak dan bertanya: “Apa yang anda perintahkan?” Ivan memandang kuda itu, memasangkan tali kekang, dan mendekat ke telinga kanannya, lalu ke telinga kirinya, dan …dia berubah menjadi seorang yang gagah berani yang sebelumnya tak terpikirkan, tak terduga, dan tak terlukiskan. Ia duduk di atas kuda dan pergi ke istana tsar. Sivka-burka berlari, tanah bergetar, bukit-bukit tampak seperti ekor, bagian bawah sepatu di antara kaki seperti akan lepas. Ivan tiba di istana tsar, di sana banyak sekali orang. Di menara yang tinggi dengan duabelas susun tonggak kayu dan duabelas susun batang kayu duduk putri Nesravnennaya Krasota. Tsar keluar ke balkon dan berkata: “Siapa di antara kalian, para pemberani, dengan menunggang kuda bisa sampai di atas menara dan mencium bibir putriku, dialah yang akan menjadi suaminya dan mendapatkan setengah kerajaanku.” Para pemuda pemberani mulai menunggang kuda, ke tempat yang tinggi, tapi tidak berhasil! Kakak-kakak Ivan ikut mencoba, sampai setengah jalan pun mereka tidak berhasil. Tiba giliran Ivan.
Ia mempercepat Sivka-burka, bersuit, berseru, melompat – tinggal melewati dua susun batang kayu. Mencoba lagi, kali ini tinggal mencapai satu susun lagi. Dia berputar lagi, berkeliling, menyemangati kudanya, mencari celah, lalu melesat ke dekat tingkap menara dan mencium putri Nesravnennaya Krasota di bibirnya yang manis. Tapi, sang putri dengan cincin di jari menampar dahinya, dan meninggalkan bekas. Di bawah orang-orang berteriak: “Tahan, tahan dia!” Tapi Ivan terus pergi menghilang. Ivan pergi ke lapangan kosong, ia naik lewat sisi kanan Sivkaburka, dan turun lewat sisi kiri, dan ia kembali menjadi si bodoh Ivan. Kuda menghilang, dan ia sendiri pulang ke rumah sambil mengumpulkan jamur di sepanjang jalan. Ia membalut dahinya dengan kain, berbaring-baring di dapur dekat tungku. Kakak-kakaknya datang dan menceritakan apa yang telah mereka lihat. “Ada banyak pemberani yang baik, tapi satu yang paling baik dari semuanya – dengan menunggang kuda dia bisa mencium sang putri. Semua melihat dari mana dia datang, tapi tak ada yang melihat kemana dia pergi.” Ivan duduk sambil menghisap pipa dan berkata: “Bukankah orang itu aku?” Kakak-kakaknya marah: “Bodoh, tak tahu malu! Duduklah di dapur dekat tungku dan makanlah jamur-jamurmu!” Diam-diam Ivan membuka kain balutan di dahinya, dimana cincin sang putri telah meninggalkan bekas, lalu ia menyalakan api di dalam pondok. Kakak-kakaknya kaget dan berteriak: “Apa yang kamu lakukan, bodoh? Kamu akan membuat rumah kebakaran!” Esok harinya tsar mengundang semua bangsawan, tuan tanah, dan rakyat biasa yang kaya maupun yang miskin, yang tua dan yang muda, ke pesta besar. Kakak-kakak Ivan bersiap-siap menghadiri pesta itu. Ivan berkata pada mereka: “Ajaklah aku bersama kalian!” “Kemana pun kamu pergi, hai bodoh, orang-orang akan menertawakanmu! Duduklah di dapur dekat tungku dan makanlah jamur-jamurmu.” Kakak-kakaknya duduk di atas kuda terbaik mereka dan pergi, sedangkan Ivan berjalan kaki. Ia datang ke pesta tsar dan duduk di pojok yang jauh. Putri Nesravnennaya Krasota mulai berkeliling mendekati para tamu. Ia membawa cawan berisi madu dan mencari
siapa yang dahinya mempunyai tanda cincin bekas pukulannya. Ia mengitari para tamu, lalu mendekati Ivan, hatinya begitu berdebar. Ia memandang Ivan. Ivan, yang wajahnya hitam karena jelaga, berdiri bulu romanya. Putri Nesravnennaya Krasota mulai bertanya: “Siapa kamu? Darimana kamu? Mengapa dahimu dibalut?” “Terbentur.” Sang putri membuka balutan di dahi Ivan – tiba-tiba seluruh istana menjadi ramai. Putri berseru: “Ini tanda yang kubuat! Inilah calon suamiku!” Tsar mendekati dan berkata: “Calon suami apa! Dia orang bodoh, hitam penuh jelaga!” Ivan berkata pada tsar: “Izinkan saya untuk membersihkan diri.” Tsar mengizinkannya. Ivan keluar dari istana dan berseru seperti yang diajarkan ayahnya: “Sivka-burka, berdirilah di hadapanku seperti daun di hadapan rumput!” Dari suatu tempat datanglah seekor kuda, tanah bergetar, dari lubang hidung dan telinganya keluar uap panas. Ivan mendekat ke telinga kanan kuda, lalu ke telinga kirinya, dan kembali ia menjadi seorang yang gagah berani yang tak terpikirkan, tak terduga, tak terlukiskan. Orang-orang takjub. Pendek cerita, diadakanlah pesta besar pernikahan.
Гуси-лебеди Жили мужик да баба. У них была дочка да сынок маленький. - Доченька,- говорила мать, - мы поидем на работу, береги брата! Не ходи со двора, будь умницей – мы купим тебе платочек. Отец с матерью ушли, а дочка позабыла, что ей приказывали: посадила братца на травке под окошко, сама побежала на улицу, заигралась, загуляла. Налетели гуси-лебеди, подхватили мальчика, унесли на крыльях. Вернулась девочка, глядь – братца нету! Ахнула, кинулась туда – сюда – нету! Она его кликала, слезами заливалась, причитывала, что чудо будет от отца с матерью, братец не откликнулся. Выбежала она в чистое поле и только видела: метнулась вдалеке гуси-лебеди и пропала за темным лесом. Тут она догадалась, что они унесли ее братца: про гусей-лебедей давно шла дурнала слава – что они они пошаливали, маленьких детей уносили. Бростлась девочка догонять их. Бежала, бежала, увидела – стоит печь. Печка, печка, скажи, куда гуси-лебеди полетели? Печка ей отвечает: - Съешь моего ржаного пирожка – скажу. - стану я ржанной пирог есть! У моего батюшки и пшеничные не едятся... Печка ей не скажала. Побежала девочка дальше – стоит яблоня. - Яблоня, яблоня, скажи, куда гуси-лебеди полетели? - Поешь моего лесного яблочка – скажу. - У моего батюшки и садовые не едятся... Яблоня ей не сказала. Побежала девочка дальше. Течет молочная река в кисельных берегах. - Молочная река, кисельные берега, куда гуси-лебеди полетели? - Поешь моего простого киселька с молочком – скажу. - - У моего батюшки и сливочки не едятся... Долго она бегала по полям, по лесам. День клонился к вечеру, делать нечего – надо идти домой. Вдруг видит – стоит избушка на курней ножке, об одной окошке, кругом себя поворачивается. В избушка старая баба – яда прядет кудель. А на лавочке сидит братец, играет серебяными яблочками. Девочка вошла в избушку: - Здравствуй, бабушка! - Здравствуй, девица! Зачем на глаза явилась? - Я по мхам, по болотам ходила, платье измочила, пришла погреться.
- Садись покуда кудель прясть. Баба-яга дала ей веретено, а сама ушла. Девочка прядет – вдруг из-под печки выбегает мышка и говорит ей: - Девица, девица, дай мне кашки, я тебе добренькое скажу. Девочка дала ей кашки, мышка ей сказала: - Баба-яга пошла баню топить. Она тебя вымоет выпарит, в печь посадит, зажарит и съест, сама на твоих костях покатается. Девочка сидит ни жива ни мертва, плачет, а мышка ей опять: - Не дожидайся, бери братца, беги, а я за тебя кудель попряду. Девочка взяла братца и побежала. А Баба-яга подойдет к окошку и спрашивает: - Девица, попрядешь ли? Мышка ей отвечает: - Пряду, бабушка... Баба-яга баню вытопила и пошла за девочкой. А в избушке нет никого. Баба-яга закричала: - Гуси-лебеди! Летите в погоню! Сестра братца унесла!.. Сестра с братцем добежала до молочной реки. Видит – летят гуси-лебеди. - Речка, матушка, спрячь меня! - Поешь моего простого киселька. Девочка поела и спасибо сказала. Река укрыла ее под кисельным бережком. Гуси-лебеди не увидали, пролетели мимо. Девочка с братцем опять побежали. А гуси-лебеди воротились навестречу, вот – вот увидят. Что делать? Беда! Стоит яблоня... - Яблоня, матушка, спрячь меня! - Поешь моего лесного яблочка. Девочка поскорее съела и спасибо сказала. Яблоня ее заслонила ветвями, прикрыла листами. Гуси-лебеди не увидали, пролетели мимо. Девочка с братцем опять побежала. Бежит, бежит, уж недалеко осталось. Тут гусилебеди увидали ее, загоготали – налетают, крыльями бьют, того гляди, братца из рук вырвут. Добежала девочка до печки: - Печка, матушка, спрячь меня! - Поешь моего ржаного пирожка. Девочка скорее – пирожок в рот, а сама с братцем в печь, села в устьице. Гуси-лебеди полетали – полетали, покричали – покричали и ни с чем улетели к бабе-яге. Девочка сказала печи спасибо и вместе с братцем прибежала домой. А тут и отец с матерью пришли.
Terjemahan Гуси-лебеди
ANGSA-ANGSA Hidup sepasang suami istri. Mereka mempunyai seorang anak perempuan dan anak laki-laki kecil. “Putriku,” kata ibunya, “kami akan pergi bekerja, jagalah adikmu! Jangan keluar dari pekarangan, jadilah anak pintar, nanti kamu akan kami belikan baju.” Lalu ayah dan ibunya pergi. Tapi, gadis cilik itu lupa akan pesan orang tuanya: ia mendudukan adiknya di atas rumput di bawah jendela, dan ia sendiri berlari ke jalan, bermain, dan berjalan-jalan. Datang berterbangan angsa-angsa, mencengkeram anak laki-laki itu, dan membawa anak itu di atas sayapnya. Gadis cilik itu kembali, melihat – adiknya tidak ada! Ia berseru, mencari ke sana kemari – tidak ada! Dia memanggil-manggil adiknya, tapi tak ada balasan dari adiknya. Air matanya berlinang, menangisi akan mendapatkan hal yang buruk dari ayah dan ibunya. Ia berlari ke ladang, tapi hanya melihat angsa-angsa yang berjalan mondar-mandir di kejauhan dan menghilang ke dalam hutan lebat. Iia menduga bahwa mereka telah membawa adiknya, sudah lama terdengar desas-desus tentang angsa-angsa itu, yang berbuat jahat dan membawa anak-anak kecil. Gadis cilik itu pergi mengejar mereka. Ia berlari, berlari, dan melihat – berdiri sebuah tungku. “Tungku, tungku, katakanlah, kemana angsa-angsa itu terbang?” Tungku menjawab: “Makanlah pastel gandum hitamku, nanti akan kukatakan.” “Aku akan memakan pastel gandum hitammu! Di rumahku pastel terigu tidak dimakan…” Tungku tidak mengatakan apapun pada gadis cilik itu. Gadis cilik itu berlari lagi – berdiri pohon apel. “Pohon apel, pohon apel, katakan, kemana angsa-angsa itu terbang?” “Makanlah buah apel hutanku ini, nanti akan kukatakan.” “Di rumahku buah apel kebun tidak dimakan…” Pohon apel itu tidak mengatakan apa-apa. Gadis cilik itu berlari lagi. Mengalir sungai susu dengan jelai di tepinya. “Sungai susu, tepian jelai, kemana angsa-angsa itu terbang?” “Makanlah jelai dengan susuku ini, nanti akan kukatakan.” “Di rumahku susu asam tidak diminum…” Lama ia berlari-lari di ladang, di hutan. Siang mendekati sore, ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi, ia harus pulang ke rumah. Tiba-tiba ia
melihat ada sebuah pondok, dengan satu jendela, di atas kaki ayam. Ia mengitari pondok itu. Di pondok itu seorang nenek tua, Baba Yaga, sedang memintal rami. Di atas bangku kecil duduk adiknya yang sedang memainkan apel-apel perak. Gadis cilik itu masuk ke pondok: “Hai, nenek!” “Hai, gadis cilik! Mengapa kamu datang kemari?” “Aku berjalan-jalan di rawa, bajuku basah, aku datang untuk menghangatkan diri.” “Duduklah kemari, pintallah rami ini. Baba Yaga akan memberimu alat pemintal, dan aku sendiri akan pergi.” Lalu gadis cilik itu memintal. Tiba-tiba dari bawah tungku keluar seekor tikus dan berkata padanya: “Gadis cilik, gadis cilik, beri aku bubur, aku akan menceritakan sesuatu padamu.” Gadis cilik itu memberinya bubur, dan tikus itu berkata: “Baba Yaga pergi memanaskan air. Dia akan membersihkanmu, mengukusmu, meletakkanmu di atas tungku, memasakmu dan memakanmu, lalu dia sendiri akan memakan habis tulang-tulangmu.” Gadis cilik itu duduk tak bergerak, ia menangis, lalu tikus itu berkata lagi: “Jangan tunggu lagi, bawa adikmu, larilah, aku akan menggantikanmu memintal rami.” Gadis cilik itu membawa adiknya dan berlari. Sementara itu, Baba Yaga mendekat ke tingkap jendela dan bertanya: “Gadis cilik, kamu masih memintalkah?” Tikus menjawab: “Aku masih memintal, nenek…” Baba Yaga selesai memanaskan air dan kembali menemui gadis cilik itu. Tapi, di dalam pondok itu tak ada siapa-siapa. Baba Yaga berteriak: “Angsa-angsa! Kejarlah! Anak gadis itu membawa adiknya!” Gadis cilik dan adiknya berlari sampai sungai susu. Ia melihat angsa-angsa yang terbang. “Wahai sungai, sembunyikan aku!” “Makanlah jelaiku ini.” Gadis itu memakannya dan mengucapkan terima kasih. Sungai menutupinya di bawah tepian jelai. Angsa-angsa itu tidak melihatnya, mereka terbang melewatinya. Gadis cilik dan adiknya berlari lagi. Tapi, angsa-angsa kembali dan melihatnya. Apa yang harus dilakukan? Sial! Berdiri pohon apel… “Wahai pohon apel, sembunyikan aku!” “Makanlah buah apel hutanku ini.” Gadis itu segera memakannya dan mengucapkan terima kasih. Pohon apel lalu melindunginya dengan ranting-ranting dan menutupinya dengan daun-daun. Angsa-angsa tidak melihatnya, mereka terbang melewatinya. Gadis cilik itu kembali berlari. Berlari, berlari, tinggal sedikit lagi. Tapi, angsa-angsa melihatnya, tertawa-
tawa, dan berterbangan di atasnya, mengepak-ngepakkan sayap, melihat, dan hendak merebut adiknya dari tangannya. Gadis cilik itu berlari sampai tungku. “Wahai tungku, sembunyikan aku!” “Makanlah pastel gandum hitamku.” Gadis cilik itu segera memasukkan pastel ke mulutnya, lalu ia sendiri dan adiknya masuk ke tungku dan duduk dekat lubang tungku. Angsa-angsa itu terbang, terbang, berteriak, berteriak, dan terbang kembali pada Baba Yaga tanpa hasil. Gadis cilik itu mengucapkan terima kasih pada tungku dan bersama adiknya lari pulang ke rumah. Lalu ayah dan ibunya datang.