LAPORAN PENELITIAN
HUBUNGAN PERUBAHAN TEMPERATUR AIR PENDINGIN TERHADAP DEBIT PENYEMPROTAN BAHAN BAKAR INJEKSI DAN EMISI GAS BUANG
Oleh: Agus Sudibyo, S.Pd., MT.
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GAJAYANA MALANG 2009
1
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur Kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Penelitian ini dengan judul :“Hubungan Perubahan Temperatur Air Pendingin Terhadap Debit Penyemprotan Bahan Bakar Injeksi Dan Emisi Gas Buang”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwasannya Laporan Penelitian ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa bantuan yang telah diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Rosidi, SE., Ak. Selaku Rektor Universitas Gajayana Malang. 2. Dr. Ernani Hadiyanti, SE., MS., selaku Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Gajayana Malang. 3. Bapak Ir. Erfan Ahmad Dahlan, MT., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Gajayana Malang. 4. Para Dosen Fakultas Teknik yang telah ikut berpartisipasi kepada penulis. 5. Istri dan anak tercinta yang dengan tulus, penuh kesabaran dan kasih sayang memberikan kesempatan, do’a dan semangat, sehingga bisa menyelesaikan Laporan Penelitian ini. Semoga Allah SWT membalas dengan Rahmat dan Karunia yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan selama ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwasannya Penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap apa yang telah dihasilkan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Malang,
Juli 2009
Penulis
2
ABSTRAK Sudibyo, Agus. 2009. Hubungan Perubahan Temperatur Air Pendingin Terhadap Debit Penyemprotan Bahan Bakar Injeksi dan Emisi Gas Buang.
Mesin mobil bekerja secara optimal pada suhu yang cukup tinggi (sekitar 93ºC). Jika mesin bekerja pada suhu yang rendah akan membuat komponen mesin cepat mengalami kerusakan, detonasi, membuat polusi dan boros bahan bakar. Untuk itu hal terpenting yang dilakukan oleh semua produsen mobil adalah membuat pengatur suhu agar mesin segera mencapai suhu kerjanya dan menjaganya agar tetap konstan (stabil). Dari latar belakang tersebut rumusan masalahnya adalah bagaimana Hubungan Pengaruhnya Perubahan Temperatur Pendingin Terhadap Debit Penyemprotan Bahan Bakar Injeksi Dan Emisi Gas Buang ?. Untuk membatasi pembahasan agar tidak meluas maka untuk batasan masalahnya adalah (1) Dalam hal ini tidak memperhitungkan Daya kendaraan, (2) Tidak membahas pemrogaman ECU/CPU, (3) Memakai Type Mesin Toyota Corolla 4AFE, (4) Memakai Rangkaian Pengatur ECT ( Engine Cooling Temperature ). Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui adanya apakah ada hubungan/pengaruh Perubahan Temperatur Pendingin Terhadap Debit Penyemprotan Bahan Bakar Injeksi dan kondisi Emisi Gas Buang. Dari hadil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Temperatur kerja yang baik 800 C dapat menurunkan tahanan (0,3 Ω) dan tegangan sensor 0,48 Volt pada putaran 1000 rpm hingga pada akhir putaran mesin masih dalam kondisi stabil untuk membakar bahan bakar 0.0012 Kg/s, (2) Performasi mesin yang ideal pada level 800 pada putaran 2500 rpm didapatkan: Daya bahan bakar (Nbb) : 9,471 HP, Daya radiasi (Nrad) : 0.6630 HP, SFCe: 0,0004 Kg/s, SFCi : 0.00014 Kg/s, Efisiensi Efektif /indikasi: 0,3174 % / 0,93 % dan Karakteristik mutu gas buang pada temperatur 800 meliputi: Kandungan CO sebesar 4,78 ppm pada putaran 1000 rpm, Kandungan CO2 sebesar 5,63 ppm pada putaran 1000 rpm, Kandungan HC sebesar 433,7 ppm pada putaran 2000 rpm, Kandungan O2 sebesar 10 ppm pada putaran 2500 rpm.
Kata Kunci: Bahan Bakar, Air pendingin, Temperatur, Emisi Gas Buang.
3
DAFTAR ISI
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...........................................................................................1 1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................2 1.3. Batasan Masalah..........................................................................................2 1.4. Tujuan Penelitian ........................................................................................2 1.5. Manfaat Penelitian ......................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor Bakar Bensin. .................................................................................. 3 2.2 Karakteristik Bahan Bakar Bensin ............................................................. 5 2.3 Unsur-unsur gas buang............................................................................... 6 2.4 Electronic Fuel Injection (EFI) ..................................................................14 2.5 Engine Cooling Temperature (ECT) Sensor .............................................17 2.6 Parameter – parameter Motor Bakar Bensin...........................................24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Difinisi Operasional ...................................................................................26 3.2 Alat Pengujian............................................................................................26 3.3 Tempat dan Waktu Peneltian .....................................................................26 3.4 Prosedur Penelitian.....................................................................................27 3.5 Langkah Pengambilan Data ......................................................................27 3.6 Variabel Penelitian .....................................................................................28 3.7 Metode Analisa Data..................................................................................28 3.8 Diagram Alir ..............................................................................................29 3.9 Hipotesa .....................................................................................................29
4
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Pengamatan ..............................................................................30 4.2 Pengolahan Data.........................................................................................32 4.3 Analisa Data ...............................................................................................35 4.4 Pembahasan grafik. ....................................................................................43 BAB VI PENUTUP 5.1. Kesimpulan ...............................................................................................46 5.2. Saran..........................................................................................................46 DAFTAR PUSTAKA
5
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN
1. Judul Penelitian
: Hubungan Perubahan Temperatur Air Pendingin Terhadap Debit Penyemprotan Bahan Bakar Injeksi dan Emisi Gas Buang.
2. Bidang Ilmu
: Bahan Bakar dan Teknik Pembakaan
3. Peneliti
:
a. Nama
: Agus Sudibyo, S.Pd., MT.
b. Jenis Kelamin
: Laki-laki
c. Golongan/Pangkat
:-
d. Jabatan Fungsional
:-
e. Fakultas/Program Studi: Teknik/Teknik Mesin 4. Jumlah Tim Peneliti
: 1 (satu)
5. Lokasi/Daerah Penelitian : Malang 6. Jangka Waktu Penelitian : 2 Bulan 7. Biaya Penelitian
: Rp 3.250.000,- (Tiga Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) Malang,
September 2009
Ketua Peneliti,
Agus Sudibyo, S.Pd., MT.
6
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Mekanisme Piston dan Crankshaft........................................................................... 4 Gambar.2.2. Cara Kerja Four Stroke Engine. ............................................................................... 5
Gambar 2.3.. Coolant Temperature Sensor...........................................................22 Gambar 2.4. Skema Coolant Temperature Sensor terhadap ECU........................22 Gambar 2.5. Resistansi Coolant Temperature Sensor terhadap Suhu Air di Dalam Mesin ................................................................23 Gambar 2.6. Target suhu perebusan adalah sekitar 80-115ºC ............................................... 23 Gambar 2.7. Thermostat ............................................................................................................ 24 Gambar 2.8. Engine Coolant Temperature Switch .................................................................. 25 Gambar 2.9. Engine Coolant Temperature Sensor ................................................................. 26 Gambar 2.10. Engine Coolant Temperature Gauge .................................................................. 26 Gambar 2.11 NTC Resistor (Thermistor) ................................................................................. 28 Gambar 2.12. Grafik Hubungan dengan Tekanan ................................................................. 28 Gambar 2.13. Sensor Temperatur Engine ............................................................................... 29 Gambar 2.14. Circuit ECT ........................................................................................................ 29 Gambar 3.1. Engine 4 A-FE ...................................................................................................... 32 Gambar 3.2. Menentukan Konsumsi Bahan Bakar dan suhu................................................. 33 Gambar 4.1. Grafik hubungan temperatur terhadap tahanan dan tegangan. ...................... 41 Gambar 4.2. Grafik hubungan temperatur terhadap konsumsi bahan bakar. ..................... 42 Gambar 4.3. Grafik hubungan temperatur terhadap daya BB dan daya radiasi. ................ 43 Gambar 4.4. Grafik hubungan temperatur terhadap SFCe dan SFCi................................... 44 Gambar 4.5. Grafik hubungan temperatur terhadap efisiensi efektif dan efisiensi indikasi............................................................................................ 45 Gambar 4.6. Grafik hubungan temperatur terhadap emisi gas buang CO. .......................... 46 Gambar 4.7. Grafik hubungan temperatur terhadap emisi gas buang CO2.......................... 47 Gambar 4.8. Grafik hubungan temperatur terhadap emisi gas buang HC. .......................... 48 Gambar 4.9. Grafik hubungan temperatur terhadap emisi gas buang O2............................. 49
DAFTAR TABEL
7
Halaman Tabel 3.1. Pengambilan data Perubahan Temperatur Pendingin dengan waktu pengambilan data setiap 5 menit..................................................................................................... 34 Tabel 4.1 Data hasil pengujian variasi temperatur ECT putaran 1000dan
1500 rpm 36
Tabel 4.2 Data hasil pengujian variasi temperatur ECT putaran 2000 dan
2500 rpm. 37
Tabel 4.3 Data hasil perhitungan............................................................................................... 40
8
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sering kita jumpai pada saat itu, mobil-mobil dengan tingkat konsumsi bahan bakarnya boros: satu liter hanya untuk tiga kilometer. Tiga puluh (30) tahun silam, perkembangan otomotif tidak secepat saat ini. Segala sesuatunya waktu itu, seolah berjalan biasa tanpa adanya gejolak yang memaksa orang berupaya mengefisiensikan sumber daya alam. Anehnya, orang tak ambil pusing dan menganggap kejadian seperti itu biasa saja, karena harga bensin waktu itu boleh dikatakan masih murah. Mesin-mesin yang mempunyai konsumsi bahan bakar boros , di antaranya adalah truk General Motor Company (GMC) dan Chevrolet buatan Amerika Serikat, begitu laku keras. Bahan Bakar Boros, ditambah lagi, kondisi jalan saat itu yang banyak belum beraspal, membutuhkan mesin kuat yang bisa memberi tenaga spontan seperti truk-truk di atas. Namun keadaan seperti itu berbalik 180 derajat pada saat ini, setelah harga bahan bakar (BB) melonjak dan persediaan minyak bumi juga kian menipis. Teknologi mesin pun serta merta dipaksa untuk adu irit, seiring dengan itu masyarakat yang sudah terbiasa dimanja berbagai fasilitas pun terus menuntut agar mobil baru semakin hari semakin irit. Ahli-ahli teknologi mesin menyimpulkan mesin semakin irit, namun toh tetap harus bertenaga. Maka, industri mesin otomotif berpacu dengan teknologi baru, dan sekaligus mengalami perkembangan yang cukup mengesankan. Belum lagi ditambah faktor jalanan raya yang semakin hari semakin mulus. Mesin mobil bekerja secara optimal pada suhu yang cukup tinggi (sekitar 93ºC). Jika mesin bekerja pada suhu yang rendah akan membuat komponen mesin cepat mengalami kerusakan, detonasi, membuat polusi dan boros bahan bakar. Untuk itu hal terpenting yang dilakukan oleh semua produsen mobil adalah membuat pengatur suhu agar mesin segera mencapai suhu kerjanya dan menjaganya agar tetap konstan (stabil). 9
Dari kondisi diatas maka peneliti ingin mengetahui hubungan perubahan temperatur air pendingin terhadap debit penyemprotan bahan bakar pada sistem injeksi bensin dan kondisi emisi gas buang pada kendaraan yang bisa digunakan oleh masyarakat.
1.2. Rumusan Masalah Bagaimana Pengaruh Perubahan Temperatur Pendingin Terhadap Debit Penyemprotan Bahan Bakar Injeksi Dan Emisi Gas Buang ?
1.3. Batasan Masalah Dengan memperhatikan banyaknya masalah dalam penelitian ini, maka akan kami batasi sebagai berikut : 1. Dalam hal ini tidak memperhitungkan Daya kendaraan. 2. Tidak membahas pemrogaman ECU/CPU 3. Memakai Type Mesin Toyota Corolla 4AFE 4. Memakai Rangkaian Pengatur ECT ( Engine Cooling Temperature ) 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya Pengaruh Perubahan Temperatur Pendingin Terhadap Debit Penyemprotan Bahan Bakar Injeksi dan kondisi Emisi Gas Buang
1.5. Manfaat Penelitian 1. Sebagai Pedoman untuk perawatan dan perbaikan kendaraan. 2. Sebagai acuan untuk pembuatan suatu kendaraan di dunia industri. 3. Sebagai literatur untuk pengembangan selanjutnya.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Motor Bakar Bensin. Motor bensin merupakan motor yang menggunakan bahan bakar bensin untuk menghasilkan tenaga pengerak, bensin tersebut terbakar (setelah dicampur dengan udara) untuk memperoleh tenaga panas dan tenaga panas tersebut diubah kedalam bentuk tenaga pengerak sebagaimana gambar berikut ini.
Gambar 2.1. Mekanisme Piston dan Crankshaft (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Internal_combustion_engine)
Campuran udara dan bensin dihisap kedalam silinder, dimampatkan dengan torak dibakar untuk memperoleh tenaga panas. Terbakarnya gas akan menaikkan suhu dan tekanan. Torak bergerak naik turun didalam silinder menerima tekanan yang tinggi, yang memungkinkan torak terdorong kebawah. Mesin ini juga dilengkapi dengan pembuangan gas sisa pembakaran dan menyediaan campuran udara bensin pada saat yang tepat agar torak dapat bekerja secara periodik. Kerja periodik yang dimulai dari pemasukkan campuran udara dan bensin, kompresi, pembakaran dan pembuangan sisa pembakaran dalam silinder itu disebut siklus mesin. Pada motor bensin terdapat 2 macam penggolongan untuk mendapatkan siklus mesin yaitu: a. Motor bensin 4 langkah (4 tak), dimana satu siklus diperlukan 4 langkah torak dan 2 kali putaran poros engkol. b. Motor bensin 2 langkah (2 tak), dimana satu siklus diperlukan 2 langkah torak dan 1 kali putan poros engkol. Cara Kerja Motor Bensin adalah sebagai berikuttorak bergerak naik turun didalam silinder. Titik tertinggi yang dicapai disebut titik mati atas (TMA) dan 11
titik terendah disebut titik mati bawah (TMB). Pada Motor 4 tak terdapat 4 langkah yaitu langkah hisap, kompresi, kerja dan buang.
Gambar.2.2. Cara Kerja Four Stroke Engine. (Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Internal_combustion_engine)
a. Langkah Hisap Pada langkah hisap campuran bahan bakar dan udara dihisap kedalam silinder karena tekanan didalam lebih rendah dari tekanan udara luar. Torak bergerak turun dari TMA ke TMB menyebabkan kekosongan pada silinder sehingga campuran udara bensin dapat dihisap. Pada langkah ini katup terbuka dan katup buang tertutup. b. Langkah Kompresi Torak bergerak dari TMB ke TMB. Katup hisap dan katup buang tertutup. Langkah ini memberikan tekanan pada campuran udara bensin sehingga tekananya bertambah. c. Langkah Kerja Terjadi pembakaran terhadap campuran udara dan bahan bakar yang menghasilkan tenaga untuk mendorong torak dari TMA ke TMB. Katup isap dan buang masih tertutup. d. Langkah Buang Torak bergerak dari TMB ke TMA untuk menekan gas sisa pembakaran. Katup buang terbuka dan katup isap tertutup. Setelah torak sampai ke TMA maka Siklus akan terjadi lagi dari awal yaitu langkah isap.
12
Langkah torak ke atas adalah langkah kompresi dan langkah turun adalah langkah ekspansi untuk memberikan langkah usaha. Langkah Kompresi dan ekspansi berlaku sama dengan motor 4 tak tetapi tidak ada kebebasan langkahlangkah untuk gerak isap dan gerak buang. Penghisapan campuran udara bensin dan pembuangan sisa pembakaran dilakukan dengan meminjam sebagian tenaga (gaya) yang terjadi pada langkah kompresi.
2.2.
Karakteristik Bahan Bakar Bensin Bahan bakar bensin merupakan senyawa yang terdiri dari unsur karbon (C)
dan hidrogen (H). Dari hubungan senyawa karbon pada bahan bakar bensin menyebabkan terbentuknya rantai hidrogen seperti dibawah ini: Normal Heptana C7 H16
Iso Oktana C8 H18
Adapun unsur-unsur yang dapat terbakar dalam bahan bakar bensin dengan udara adalah : 2C + O2
2 CO
2 CO + O2
2 CO2
2 H2 + O2
2 H2O
S + O2
SO3
Belerang (S) dapat terbakar dan menghasilkan panas, akan tetapi beberapa dalam bahan bakar tidak dikehendaki, disebabkan karena sifat oksida belerang adalah jenis oksida asam kuat yaitu sam sulfat (H2SO4) yang bersifat korosif 13
terhadap logam. Untuk menaikan Tetra Eftil Lead (TET). Bilangan oktan menunjukan kualitas bahan bakar bensin terhadap kecenderungan terjadinya detonasi dalam pembakaran. Detonasi merupakan peristiwa pembakaran dalam motor bensin yang terjadi secara ekplasif (spontan) yang berakibat tekanan naik secara mendadak dan menyebabkan terjadi ledakan-ledakan kecil (knocking). Dengan adanya knocking maka gas CO yang terbawa pada gas buang akan semakin besar intensitas kadar racunnya.
2.3. Unsur-unsur gas buang Dalam mendukung usaha pelestarian lingkungan hidup, negara-negara di dunia mulai menyadari bahwa gas buang kendaraan merupakan salah satu polutan atau sumber pencemaran udara terbesar oleh karena itu, gas buang kendaraan harus dibuat “sebersih” mungkin agar tidak mencemari udara. Pada negara-negara yang memiliki standar emisi gas buang kendaraan yang ketat, ada 5 unsur dalam gas buang kendaraan yang diukur yaitu senyawa HC, CO, CO2, O2 dan senyawa NOx. Sedangkan pada negara-negara yang standar emisinya tidak terlalu ketat, hanya mengukur 4 unsur dalam gas buang yaitu senyawa HC, CO, CO2 dan O2. 2.3.1. Emisi Senyawa Hidrokarbon Bensin adalah senyawa hidrokarbon, jadi setiap HC yang didapat di gas buang kendaraan menunjukkan adanya bensin yang tidak terbakar dan terbuang bersama sisa pembakaran. Apabila suatu senyawa hidrokarbon terbakar sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi pembakaran tersebut adalah karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Walaupun rasio perbandingan antara udara dan bensin (AFR=Airto-Fuel-Ratio) sudah tepat dan didukung oleh desain ruang bakar mesin saat ini yang sudah mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian dari bensin seolah-olah tetap dapat “bersembunyi” dari api saat terjadi proses pembakaran dan menyebabkan emisi HC pada ujung knalpot cukup tinggi.Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan Catalytic Converter (CC), emisi HC yang dapat ditolerir adalah 500 ppm dan untuk mobil yang dilengkapi dengan CC, emisi HC yang dapat ditolerir adalah 50 ppm. Emisi HC ini dapat ditekan dengan cara 14
memberikan tambahan panas dan oksigen diluar ruang bakar untuk menuntaskan proses pembakaran. Proses injeksi oksigen tepat setelah exhaust port akan dapat menekan emisi HC secara drastis. Saat ini, beberapa mesin mobil sudah dilengkapi dengan electronic air injection reaction pump yang langsung bekerja saat cold-start untuk menurunkan emisi HC sesaat sebelum CC mencapai suhu kerja ideal. Apabila emisi HC tinggi, menunjukkan ada 3 kemungkinan penyebabnya yaitu CC yang tidak berfungsi, AFR yang tidak tepat (terlalu kaya) atau bensin tidak terbakar dengan sempurna di ruang bakar. Apabila mobil dilengkapi dengan CC, maka harus dilakukan pengujian terlebih dahulu terhadap CC dengan cara mengukur perbedaan suhu antara inlet CC dan outletnya. Seharusnya suhu di outlet akan lebih tinggi minimal 10% daripada inletnya. Apabila CC bekerja dengan normal tapi HC tetap tinggi, maka hal ini menunjukkan gejala bahwa AFR yang tidak tepat atau terjadi misfire. AFR yang terlalu kaya akan menyebabkan emisi HC menjadi tinggi. Ini bias disebabkan antara lain kebocoran fuel pressure regulator, setelan karburator tidak tepat, filter udara yang tersumbat, sensor temperature mesin yang tidak normal dan sebagainya yang dapat membuat AFR terlalu kaya. Injector yang kotor atau fuel pressure yang terlalu rendah dapat membuat butiran bensin menjadi terlalu besar untuk terbakar dengna sempurna dan ini juga akan membuat emisi HC menjadi tinggi. Apapun alasannya, AFR yang terlalu kaya juga akan membuat emisi CO menjadi tinggi dan bahkan menyebabkan outlet dari CC mengalami overheat, tetapi CO dan HC yang tinggi juga bisa disebabkan oleh rembesnya pelumas ke ruang bakar. Apabila hanya HC yang tinggi, maka harus ditelusuri penyebab yang membuat ECU memerintahkan injector untuk menyemprotkan bensin hanya sedikit sehingga AFR terlalu kurus yang menyebabkan terjadinya intermittent misfire. Pada mobil yang masih menggunakan karburator, penyebab misfire antara lain adalah kabel busi yang tidak baik, timing pengapian yang terlalu mundur, kebocoran udara disekitar intake manifold atau mechanical problem yang menyebabkan angka kompresi mesin rendah. Untuk mobil yang dilengkapi 15
dengan sistem EFI dan CC, gejala misfire ini harus segera diatasi karena apabila didiamkan, ECU akan terus menerus berusaha membuat AFR menjadi kaya karena membaca bahwa masih ada oksigen yang tidak terbakar ini. Akibatnya CC akan mengalami overheat. 2.3.2. Emisi Karbon Monoksida (CO) Gas karbonmonoksida adalah gas yang relative tidak stabil dan cenderung bereaksi dengan unsur lain. Karbon monoksida, dapat diubah dengan mudah menjadi CO2 dengan bantuan sedikit oksigen dan panas. Saat mesin bekerja dengan AFR yang tepat, emisi CO pada ujung knalpot berkisar 0.5% sampai 1% untuk mesin yang dilengkapi dengan sistem injeksi atau sekitar 2.5% untuk mesin yang masih menggunakan karburator. Dengan bantuan air injection system atau CC, maka CO dapat dibuat serendah mungkin mendekati 0%. Apabila AFR sedikit saja lebih kaya dari angka idealnya (AFR ideal = lambda = 1.00) maka emisi CO akan naik secara drastis. Jadi tingginya angka CO menunjukkan bahwa AFR terlalu kaya dan ini bisa disebabkan antara lain karena masalah di fuel injection system seperti fuel pressure yang terlalu tinggi, sensor suhu mesin yang tidak normal, air filter yang kotor, PCV system yang tidak normal, karburator yang kotor atau setelannya yang tidak tepat. 2.3.3. Emisi Karbon Dioksida (CO2) Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang bakar. Semakin tinggi maka semakin baik. Saat AFR berada di angka ideal, emisi CO2 berkisar antara 12% sampai 15%. Apabila AFR terlalu kurus atau terlalu kaya, maka emisi CO2 akan turun secara drastis. Apabila CO2 berada dibawah 12%, maka kita harus melihat emisi lainnya yang menunjukkan apakah AFR terlalu kaya atau terlalu kurus. Perlu diingat bahwa sumber dari CO2 ini hanya ruang bakar dan CC. Apabila CO2 terlalu rendah tapi CO dan HC normal, menunjukkan adanya kebocoran exhaust pipe.
16
2.3.4. Oksigen Konsentrasi dari oksigen di gas buang kendaraan berbanding terbalik dengan konsentrasi CO2. Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna, maka kadar oksigen yang masuk ke ruang bakar harus mencukupi untuk setiap molekul hidrokarbon. Dalam ruang bakar, campuran udara dan bensin dapat terbakar dengan sempurna apabila bentuk dari ruang bakar tersebut melengkung secara sempurna. Kondisi ini memungkinkan molekul bensin dan molekul udara dapat dengan mudah bertemu untuk bereaksi dengan sempurna pada proses pembakaran. Tapi sayangnya, ruang bakar tidak dapat sempurna melengkung dan halus sehingga memungkinkan molekul bensin seolah-olah bersembunyi dari molekul oksigen dan menyebabkan proses pembakaran tidak terjadi dengan sempurna. Untuk mengurangi emisi HC, maka dibutuhkan sedikit tambahan udara atau oksigen untuk memastikan bahwa semua molekul bensin dapat “bertemu” dengan molekul oksigen untuk bereaksi dengan sempurna. Ini berarti AFR 14,7:1 (lambda = 1.00) sebenarnya merupakan kondisi yang sedikit kurus. Inilah yang menyebabkan oksigen dalam gas buang akan berkisar antara 0.5% sampai 1%. Pada mesin yang dilengkapi dengan CC, kondisi ini akan baik karena membantu fungsi CC untuk mengubah CO dan HC menjadi CO2. Mesin tetap dapat bekerja dengan baik walaupun AFR terlalu kurus bahkan hingga AFR mencapai 16:1. Tapi dalam kondisi seperti ini akan timbul efek lain seperti mesin cenderung knocking, suhu mesin bertambah dan emisi senyawa NOx juga akan meningkat drastis. Normalnya konsentrasi oksigen di gas buang adalah sekitar 1.2% atau lebih kecil bahkan mungkin 0%. Tapi kita harus berhati-hati apabila konsentrasi oksigen mencapai 0%. Ini menunjukkan bahwa semua oksigen dapat terpakai semua dalam proses pembakaran dan ini dapat berarti bahwa AFR cenderung kaya. Dalam kondisi demikian, rendahnya konsentrasi oksigen akan berbarengan dengan tingginya emisi CO. Apabila konsentrasi oksigen tinggi dapat berarti AFR terlalu kurus tapi juga dapat menunjukkan beberapa hal lain. Apabila dibarengi dengan tingginya CO dan HC, maka pada mobil yang dilengkapi dengan CC berarti CC mengalami kerusakan.
17
Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan CC, bila oksigen terlalu tinggi dan lainnya rendah berarti ada kebocoran di exhaust sytem. 2.3.5. Emisi senyawa NOx Selain keempat gas diatas, emisi NOx tidak dipentingkan dalam melakukan diagnose terhadap mesin. Senyawa NOx adalah ikatan kimia antara unsur nitrogen dan oksigen. Dalam kondisi normal atmosphere, nitrogen adalah gas inert yang amat stabil yang tidak akan berikatan dengan unsur lain. Tetapi dalam kondisi suhu tinggi dan tekanan tinggi dalam ruang bakar, nitrogen akan memecah ikatannya dan bereaksi dengan oksigen. Senyawa NOx ini sangat tidak stabil dan bila terlepas ke udara bebas, akan bereaksi dengan oksigen untuk membentuk NO2. Inilah yang amat berbahaya karena senyawa ini amat beracun dan bila terkena air akan membentuk asam nitrat. Tingginya konsentrasi senyawa NOx disebabkan karena tingginya konsentrasi oksigen ditambah dengan tingginya suhu ruang bakar. Untuk menjaga agar konsentrasi NOx tidak tinggi maka diperlukan kontrol secara tepat terhadap AFR dan suhu ruang bakar harus dijaga agar tidak terlalu tinggi baik dengan EGR maupun long valve overlap. Normalnya NOx pada saat idle tidak melebihi 100 ppm. Apabila AFR terlalu kurus, timing pengapian yang terlalu tinggi atau sebab lainnya yang menyebabkan suhu ruang bakar meningkat, akan meningkatkan konsentrasi NOx dan ini tidak akan dapat diatasi oleh CC atau sistem EGR yang canggih sekalipun. Tumpukan kerak karbon yang berada di ruang bakar juga akan meningkatkan kompresi mesin dan dapat menyebabkan timbulnya titik panas yang dapat meningkatkan kadar NOx. Mesin yang sering detonasi juga akan menyebabkan tingginya konsentrasi NOx.Untuk memudahkan kita menganalisa kondisi mesin, kita dapat memakai penjelasan dibawah sebagai alat bantu: 1. Emisi CO tinggi menunjukkan kondisi dimana AFR terlalu kaya (lambda < 1.00). Secara umum CO menunjukkan angka efisiensi dari pembakaran di ruang bakar. Tingginya emisi CO disebabkan karena kurangnya oksigen untuk menghasilkan pembakaran yang tuntas dan sempurna. Hal-hal yang menyebabkan AFR terlalu kaya antara lain : Idle speed terlalu rendah. 18
Setelan pelampung karburator yang tidak tepat menyebabkan bensin terlalu banyak. Air filter yang kotor. Pelumas mesin yang terlalu kotor Charcoal Canister yang jenuh. PCV valve yang tidak bekerja. Kinerja fuel delivery system yang tidak normal. Air intake temperature sensor yang tidak normal. Coolant temperature sensor yang tidak normal. Catalytic Converter yang tidak bekerja. 2. Normal CO. Apabila AFR berada dekat atau tepat pada titik ideal (AFR 14,7 atau lambda = 1.00) maka emisi CO tidak akan lebih dari 1% pada mesin dengan sistem injeksi atau 2.5% pada mesin dengan karburator. 3. CO terlalu rendah. Sebenarnya tidak ada batasan dimana CO dikatakan terlalu rendah. Konsentrasi CO terkadang masih terlihat “normal” walaupun mesin sudah bekerja dengan campuran yang amat kurus. 4. Emisi HC tinggi. Umumnya kondisi ini menunjukkan adanya kelebihan bensin yang tidak terbakar yang disebabkan karena kegagalan sistem pengapian atau pembakaran yang tidak sempurna. Konsentrasi HC diukur dalam satuan ppm (part per million). Penyebab umumnya adalah sistem pengapian yang tidak mumpuni, kebocoran di intake manifold, dan masalah di AFR. Penyebab lainnya adalah : Pembakaran yang tidak sempurna karena busi yang sudah rusak. Timing pengapian yang terlalu mundur. Kabel busi yang rusak. Kompresi mesin yang rendah. Kebocoran pada intake. Kesalahan pembacaan data oleh ECU sehingga menyebabkan AFR terlalu kaya.
19
5. Kosentrasi Oksigen. Menunjukkan jumlah udara yang masuk ke ruang bakar berbanding dengan jumlah bensin. Angka ideal untuk oksigen pada emisi gas buang adalah berkisar antara 1% hingga 2%. 6. Konsentrasi oksigen tinggi. Ini menunjukkan bahwa AFR terlalu kurus. Kondisi yang menyebabkan antara lain : AFR yang tidak tepat. Kebocoran pada saluran intake Kegagalan pada sistem pengapian yang menyebabkan misfire. 7.
Konsentrasi oksigen rendah. Kondisi ini menunjukkan bahwa AFR terlalu kaya.
8.
Konsentrasi CO2 tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa AFR berada dekat atau tepat pada kondisi ideal.
9.
Konsentrasi CO2 rendah. Kondisi ini menunjukkan bahwa AFR terlalu kurus atau terlalu kaya dan kebocoran pada exhaust system.
10. Konsentrasi senyawa NOx. Senyawa NOx termasuk nitrit oksida (NO) atau nitrat oksida (NO2) akan terbentuk bila suhu ruang bakar mencapai lebih dari 2500 derajat Farenheit (1350 oC). Senyawa ini juga dapat terbentuk apabila mesin mendapat beban berat. 11. Konsentrasi NOx tinggi. Kondisi ini menunjukkan : EGR Valve tidak bekerja. AFR terlalu kurus. Spark Advancer yang tidak bekerja. Thermostatic Air Heater yang macet. Kerusakan pada cold air duct. Tingginya deposit kerak di ruang bakar. 12. Konsentrasi NOx rendah. Sebenarnya tidak ada batasan yang menyatakan emisi senyawa NOx terlalu rendah. Umumnya NOx adalah 0 ppm saat mesin idle.
20
CO
CO2
HC
O2
Penyebab
H H
L L
H H
H L
L L H H
L H L H
L L M H
H H H H
L
L
H
H
L
H
L
L
AFR terlalu kaya dan pengapian mengalami misfire AFR terlalu kaya dan kerusakan pada thermostat atau coolant sensor Kebocoran pada exhaust system Kegagalan pada injector AFR terlalu kaya Kegagalan pada injector, kombinasi antara AFR terlalu kaya dan kebocoran pada saluran intake Kegagalan pada sistem pengapian, AFR terlalu kurus, kebocoran udara pada saluran antara airflow sensor dan throttle body. Kondisi yang tepat
Condition
Result
ANALISA DATA EMISI LENGKAP 1.000- 2.500- Catatan untuk No Parameter Idle Penyebab 1500 3000 setiap parameter Kasus Emisi rpm Gangguan rpm rpm emisi 1. Tinggi pada campuran CO > > > semua rpm kaya/gemuk HC = = = Rata-rata normal tutup karburator longgar CO2 < < < Selalu rendah filter udara kotor choke tertutup karburator rusak O2 = = = Selalu normal stelan pelampung ketinggian 2. Tinggi pada rpm campuran CO > > = rendah kaya/gemuk Tinggi pada rpm Penyetelan HC > = = karburator salah idle Rendah pada rpm idle jet CO2 < = = bermasalah idle 3.
4.
O2
= =
=
CO
< =
=
HC
= =
=
CO2
< =
=
O2
= =
=
CO
< =
=
HC
> =
=
CO2
< =
=
O2
> =
=
Selalu minimum Tinggi pada rpm idlle Rata-rata normal Rendah pada rpm idle Selalu minimum Rendah pada rpm idle Tinggi pada rpm idle Rendah pada rpm idle Tinggi pada rpm tinggi
21
Keterangan asap hitam knalpot konsumsi bahan bakar tinggi karburator banjir
asap hitam konsumsi tinggi rpm idle kasar
campuran konsumsi tinggi kaya/gemuk rpm idle tdk penyetelan IMAS teratur salah idle jet kendor campuran miskin rpm idle tidak penyetelan teratur karburator salah rpm akselerasi pasokan udara tidak teratur berlebih suara ledakan di knalpot
5.
6
7
8
CO HC
= = > >
= >
CO2
< <
<
O2
> >
>
CO
= =
=
HC
> >
=
CO2
< <
=
O2
> >
=
CO
= =
=
HC
= =
>
CO2
= =
<
O2
= =
=
CO
> >
<
HC
> =
=
CO2
< <
<
O2
= =
>
Rata-rata normal pengapian terganggu Selalu tinggi Rendah pada rpm kontak point tidak baik idle kabel busi rusak busi salah/rusak kapasitor rusak kabel busi tebalik Selalu tinggi tutup distributor retak timing terlalu advance Rata-rata normal kompresi rendah Tinggi pada rpm seat valve rusak ring piston rusak idle Rendah pada rpm silinder rusak intake manifold idle bocor Tinggi pada rpm tinggi Rata-rata normal pengapian terganggu Tinggi pada rpm timing terlalu tinggi maju Rendah pada rpm pengapian tinggi terganggu pada rpm tinggi coil rusak Rata-rata normal gap busi terlalu kecil Tinggi pada rpm campuran rendah kaya/gemuk Tinggi pada rpm nozle karburator aus idle Selalu rendah Tinggi pada rpm tinggi
konsumsi tinggi rpm idle tidak teratur tenaga kurang
kompresi rendah
konsumsi tinggi tenaga kurang
konsumsi tinggi tenaga kurang
2.4. Electronic Fuel Injection (EFI) Seperti diketahui, beberapa produsen kendaraan di Indonesia telah lama mengaplikasikan Mesin EFI (Electronic Fuel Injection) pada produknya, termasuk merek Astra Group. Namun kita yang masih awam barangkali hanya sedikit tahu tentang apa itu EFI, apa kelebihannya. Mesin EFI adalah mesin yang dilengkapi piranti EFI atau Elecronic Fuel Injection, menggantikan sistem karburator. Pada karburator, bensin dari tangki disalurkan ke ruang pelampung dalam karburator melalui pompa bensin (mekanis/elektrik) dan saringan bensin. Selanjutnya bensin masuk ke mesin melalui lubang jet dalam ruang venturi (ruang 22
untuk menambah kecepatan aliran udara masuk ke mesin). Sehingga jumlah bensin yang masuk tergantung pada kecepatan aliran udara yang masuk dan besar lubang jet. Pada EFI, bensin diinjeksikan ke dalam mesin menggunakan injektor dengan waktu penginjeksian (injection duration and frequency) yang dikontrol secara elektronik. Injeksi bensin disesuaikan dengan jumlah udara yang masuk, sehingga campuran ideal antara bensin dan udara akan terpenuhi sesuai dengan kondisi beban dan putaran mesin. Generasi terbaru EFI dikenal dangan sebutan Engine Management System (EMS), yang mengontrol sistem bahan bakar sekaligus juga mengatur sistem pengapian (duration, timing, and frequency of ignition). Tujuan
pengaplikasian
sistem
EFI
adalah
meningkatkan
efisiensi
penggunaan bahan bakar (fuel efficiency), kinerja mesin lebih maksimal (optimal engine performance), pengendalian/pengoperasian mesin lebih mudah (easy handling), memperpanjang umur/lifetime dan daya tahan mesin (durability), serta emisi gas buang lebih rendah (low emissions). Prinsip kerja sistem EFI adalah Jumlah aliran/massa udara yang masuk ke dalam silinder melalui intake manifold diukur oleh sensor aliran udara (air flow sensor), kemudian informasikan ke ECU (Electronic Control Unit). Selanjutnya ECU menentukan jumlah bahan bakar yang harus masuk ke dalam silinder mesin. Idealnya untuk setiap 14,7 gram udara masuk diinjeksikan 1 gram bensin dan disesuaikan dengan kondisi panas mesin dan udara sekitar serta beban kendaraan. Bensin dengan tekanan tertentu (2-4 kali tekanan dalam sistem karburator) telah dibangun oleh pompa bensin elektrik dalam sistem dan siap diinjeksikan melalui injektor elektronik. ECU akan mengatur lama pembukaan injektor, sehingga bensin yang masuk ke dalam pipa saluran masuk (intake manifold) melalui injektor telah terukur jumlahnya. Bensin dan udara akan bercampur di dalam intake manifold dan masuk ke dalam silinder pada saat langkah pemasukan. Campuran ideal siap dibakar.
23
Kemudian, mengapa campuran bensin dan udara harus dikendalikan? Kalau tidak dikendalikan, akan menimbulkan kerugian. Jika perbandingan udara dan bahan bakar tidak ideal (tidak dikendalikan) menjadikan bensin boros pada campuran yang terlalu banyak bensin. Selain itu, pembakaran tidak sempurna, akibatnya emisi gas buang berlebihan dan tenaga tidak optimal karena energi kinetis yang dihasilkan pun tidak maksimal. Kerusakan mesin pada jangka pendek maupun jangka panjang lebih cepat terjadi. Kemudian, beban kerja mesin dan kondisi lingkungan (suhu dan tekanan) yang variatif akan memerlukan pengaturan relatif kompleks. Sistem EFI lebih mampu mengatasi kondisi variatif ini secara optimal dibandingkan sistem karburator Sesuai dengan namanya, pada dasarnya sistem EFI (Electronic Fuel Injection) mengatur, mengontrol dan mengawasi jumlah bensin yang harus masuk ke dalam silinder dengan cara mengatur waktu dan frekuensi penginjeksian bensin (injection duration and frequency). Generasi lebih baru EFI dikenal dangan sebutan Engine Management System (EMS), selain mengontrol sistem bahan bakar sekaligus juga mengatur sistem pengapian (ignition duration, timing, and frequency). Mesin EFI, sebagaimana diaplikasikan pada produk merek Astra Group, memiliki beberapa kegunaan. Bahan bakar lebih hemat karena bensin terpakai sesuai dengan jumlah kebutuhan ideal mesin, akselerasi lebih responsif, dan pembakaran mesin berlangsung optimal pada semua kondisi kerja mesin. Dilengkapi pula fault code indicator (gambar mesin di dasbor), yang akan menyala ketika ada kerusakan pada komponen EFI, sehingga kerusakan segera diketahui dan di perbaiki. Kemudian juga pembakaran lebih bersih, mesin lebih bertenaga, lebih awet dan emisi gas buang lebih rendah. Meski mesin EFI memiliki keunggulan, bukan berarti tidak menurun performanya.
Untuk
mempertahankan
performa
mesin
EFI,
lakukanlah
penggantian pelumas mesin secara teratur. Keterlambatan bisa merusakkan mesin, sehingga kinerja mesin akan menurun meskipun sistem EFI bekerja normal. Lakukan pemeriksaan filter/saringan udara, bersihkan sesering mungkin dan ganti bila perlu. Periksa filter bahan bakar, ikuti buku petunjuk atau setidaknya setiap 10.000 km, lakukan tes aliran bahan bakar, bila kurang dari standar sebaiknya diganti. Periksa secara seksama semua jaringan listrik (kabel dan konektornya), pastikan semuanya baik dan bersih, ganti bila sudah mulai kotor/berkarat. 24
Penggantian busi sebaiknya diganti setiap 10.000-15.000 km atau ikuti buku petunjuk. Busi yang tidak baik menyebabkan pembakaran tidak sempurna. Siapkan selalu relay dan sekering cadangan untuk fuel pump dan extra-fan di dalam kendaraan. Gunakan bensin dengan oktan yang sesuai dengan kebutuhan mesin, sabaiknya gunakan bensin premix atau super TT (oktan cukup). Sedikitnya ada 3 faktor dominan yang mempengaruhi kinerja mesin EFI. Campuran bensin dan udara yang tepat sesuai dengan kondisi kerja mesin. Hal ini sebagian sudah dijelaskan pada edisi sebelumnya. Pada prinsipnya sistem EFI mampu menyediakan campuran dalam jumlah dan perbandingan yang tepat sesuai dengan kondisi kerja mesin. Sebagai indikator campuran tersebut adalah nilai lambda yang terlihat saat dilakukan pengukuran gas buang. Contohnya, pada saat putaran mesin konstan maka lambda = 1 (campuran ideal). Lalu pada saat akselerasi (putaran meningkat) nilai lambda kurang daripada 1 (campuran kaya), dan pada saat deselerasi (putaran menurun) nilai lambda lebih dari 1 (campuran kurus). Campuran bensin dan udara yang tidak tepat dapat mengakibatkan masalah. Misalnya, kinerja mesin menurun, kerak cepat menumpuk dalam ruang bakar, dan pemborosan bensin. 2.5. Engine Cooling Temperature (ECT) Sensor Coolant Temperature Sensor : mendeteksi suhu air pendingin dengan menggunakan Engine
thermistor.
Coolant
(lokasi:
Temperature
menempel
Sensor
berada
pada
rumah
thermostat)
pada
rumah
Thermostat,
bersebelahan dengan Vacuum Thermo Valve. (gambar 14)
Gambar 2.3.. Coolant Temperature Sensor
25
Sensor ini berfungsi untuk mendeteksi suhu air (water) yang berada di blok mesin, sehingga memberi informasi kepada ECU (gambar 15 dan 16) untuk membuat keputusan apakah mesin perlu kondisi pemanasan warm up state base atau tidak. Jika dalam kondisi pemanasan (mesin dingin), maka injeksi bahan bakar akan diperkaya (Mixture Enrichment).
Gambar 2.4. Skema Coolant Temperature Sensor terhadap ECU
Gambar 2.5. Resistansi Coolant Temperature Sensor terhadap Suhu Air di Dalam Mesin
Sistem pendinginan mesin pada mobil kita mengandalkan juga sensor-sensor suhu (temperature sensor), baik diimplementasi secara mekanis maupun elektrik, hingga pengontrolan ECU dan Air Conditioning System. Beberapa cara untuk melakukan Pengujian atas komponen sbb:
26
1. Thermostat 2. ThermoSwitch / Engine Coolant Temperature Switch 3. Engine Coolant Temperature Sensor 4. Engine Coolant Temperature Gauge Prinsip pengetesan Thermostat, ThermoSwitch, Engine Coolant Temperature Gauge dan Engine Coolant Temperature Sensor hampir sama.. yaitu dengan direbus.
Gambar 2.6. Target suhu perebusan adalah sekitar 80-115ºC 1.
Thermostat :
Gambar 2.7. Thermostat
27
Gambar logic thermostat seperti di atas kalau panas dia akan Open atau mengalirkan air bersirkulasi dari mesin yang panas menuju radiator untuk didinginkan dan dikembalikan ke mesin sehingga suhu mesin turun dan optimal. Rendam Thermostat ke dalam air seperti pada gambar di atas jika mencapai suhu sekitar 80-90ºC thermostat harus sudah membuka penuh. jika setengah, artinya problem atau bahkan jika tidak membuka sama sekali atau belum panas udah terbuka. Bagaimana jika thermostat dilepas/ditiadakan seperti anjuran banyak montir ? Tujuan keberadaan thermostat ini adalah untuk mengusahakan mesin bekerja pada suhu ideal 80-90ºC. Pada saat mesin dingin misalnya pada pagi hari,.. sirkulasi air ditahan oleh oleh thermostat sehingga ‘manteng’ di sekitar blok mesin hingga air tersebut panas akibat panas ruang bakar. Tujuan memblokir sirkulasi tersebut adalah supaya mesin cepat mencapai suhu idealnya (80-90ºC). Ketika mencapai suhu ideal tersebut, kemudian thermostat mulai membuka sehingga air bersirkulasi sempurna, dan suhu mesin tidak melebihi 80-90ºC. Jadi jika thermostat ditiadakan atau tidak berfungsi dengan baik mengakibatkan: 1. jika mampet/ macet menutup: air tidak bersirkulasi -> suhu mesin meningkat diatas suhu ideal. 2. jika tidak ada thermostat: mesin lambat mencapai suhu ideal. 2. Thermoswitch / Engine Coolant Temperature Switch:
Gambar 2.8. Engine Coolant Temperature Switch 28
Digunakan untuk mengaktifkan Fan Radiator secara otomatis ketika suhu air radiator mencapai 80-90ºC. Jika panas mencapai 80-90ºC, dua konektor pada socket tersebut akan saling berhubungan (Contacted/Short/Closed), sehingga menjadi saklar bagi Fan Radiator untuk menyala mengalirkan udara segar bagi radiator. Pengujian: Rebus Dengan Air Ketika direbus mencapai suhu 80-90ºC, dengan MultiTester (ohm meter) harus memiliki resistensi 0 (nol ohm) alias terhubung dengan baik. 3. Engine Coolant Temperature Sensor:
Gambar 2.9. Engine Coolant Temperature Sensor Komponen ini bertugas memberi informasi kepada sistem AC (Air Conditioner) agar menonaktifkan Magnetic Clutch Kompresor AC ketika suhu air di mesin mencapai 108-115ºC alias Overheating. Dengan kata lain, ketika mesin OverHead, sistem AC akan tidak bekerja sehingga tidak memberatkan kerja mesin. Pengujian: Rebus Dengan Oli. Pada
suhu
dibawah
108ºC
harus
dalam
kondisi
Pada suhu 108-115ºC harus dalam posisi ON (Close) 4. Engine Coolant Temperature Gauge:
Gambar 2.10. Engine Coolant Temperature Gauge 29
OFF
(Open)
Sensor ini memberi informasi suhu kepada ECU. Kemudian juga informasi ini diteruskan oleh ECU ke Panel Temperatur mesin di Dashboard. Berikut tabel perkiraan nilai tahanan/resistensi antara konektor dengan body (arde/ground), yang berdampak pada suhu perebusan untuk itu perlu berdampingan dengan Thermometer sebagai referensi. Pengujian: Rebus dengan air.
Nilai di atas bukanlah mutlak, tapi paling tidak mendekati tabel di atas ini. Contoh.. nilai resistensi untuk suhu 20ºC di beberapa mobil adalah sekitar 3,5K Ohm beda 1K Ohm dari tabel di atas normal. Jika rusak maka ECU mengira mesin masih dingin, sehingga dia akan menaikkan Idle
RPM
(untuk
memanaskan
mesin)
melalui
Servo/
ISC.
Akibatnya sekalipun mesin sudah hangat/berada di suhu optimal, RPM saat Idle tetap tinggi (di atas normal) ini tidak terasa mengakibatkan pemborosan bensin. Data Sensor 1. Sensor Temperatur Sensor temperature menggunakan bahan Thermistor, merupakan bahan Solidstate variable resistor terbuat dari semiconductor. NTC (negative Temperature Coefficient)adalah Thermistor terbuat dari semiconductor. NTC (negative Temperatur Coefficient) adalah Thermistor yang nilai tahanannya berkurang bila
temperature
naik
(Nilai
tahanan
berbanding
temperature).
Gambar 2.11 NTC Resistor (Thermistor) 30
terbalik
terhadap
Pada 00 C mempunyai tahanan ±5 K, dan pada temperature 800C tahann ±250 K. Bila kita grafikkan akan terlihat seperti gambar grafik dibawah ini.
Gambar 2.12. Grafik Hubungan dengan Tekanan a. Engine Coolant Temperature (ECT) Bahan
: Thermistor NTC
Fungsi
: Mendeteksi suhu air pendingin (engine) untuk : 1. Mengatur campuran bahan bakar 2. System start dingin 3. Mengatur saat (derajat) pengapian 4. Mengatur putaran idle dingin
Posisi pada kendaraan
:
Pada
mesin
(air
pendingin),
kendaraan beda Temperatur kerja
: - 400 C s/d +1300C
Gambar 2.13. Sensor Temperatur Engine
31
setiap
Circuit ECT :
Gambar 2.14. Circuit ECT Cara kerja : ECT dihubungkan seri dengan tahanan dan diberi tegangan 5 V. Bila tahanan pada ECT berubah (karena temperature) maka tegangan yang ke ECU juga berubah. Tegangan kerja 4,5 s/d 0,2 volt. Dari dingin ke panas. Kesimpulan : -
Temperatur dingin = tahanan besar = tegangan besar
-
Klasifikasi sensor = sensor conventional
2.6. Parameter – parameter Motor Bakar Bensin 1.
Konsumsi bahan bakar ( Fc ) Konsumsi bahan bakar spesifik efektif adalah banyaknya bahan bakar yang
diperlukan untuk menghasilkan daya efektif 1 HP selama 1 jam. Konsumsi bahan bakar ini dapat diukur dengan menggunakan meter alir ( flow meter ) yaitu berupa tabung ukur yang telah diketahui volumenya. Bahan bakar akan dialirkan melalui tabung ukur ini kemudian dilihat waktu yang diperlukan untuk menghabiskan bahan bakar tersebut dalam satuan waktu per satuan volume sehingga perlu dikonversikan dalam satuan kg/dt, maka akan didapat rumusan sebagai berikut : Fc
= (b/t)/1000 (kg/dt)
Dimana : Fc = Konsumsi bahan bakar ( kg/dt ) b = Volume bahan bakar ( ml ) t = Waktu untuk menghabiskan bahan bakar sebanyak b ml ( det ) 32
a).
Spesifik fuel consumption efektif ( SFCe ) Dari nilai Fc tersebut didapat nilai konsumsi bahan bakar spesifik efektif dengan persamaan sebagai berikut ( N. Petrovsky, 1979: 63) Fc SFCe ( kg / dt ) / HP Ne Dimana : SFCe = Konsumsi bahan bakar spesifik efektif ( kg/dt ) / HP Fc = Konsumsi bahan bakar ( kg/dt ) Ne = Daya efektif ( HP ) b).
Spesifik fuel consumption indicated ( SFCi ) SFCi
Fc ( kg/dt ) / HP Ni
Dimana : SFCi = Konsumsi bahan bakar spesifik indikasi ( kg/dt ) / HP
2.
Fc
= Konsumsi bahan bakar ( kg/dt )
Ni
= Daya indikasi ( HP )
Effisiensi ( ) a.
Effisiensi Thermal Efektif ( e )
Effisiensi thermal efektif merupakan perbandingan antara banyaknya kalor yang dihasilkan oleh bahan bakar dengan daya efektif yang dihasilkan oleh mesin. Effisiensi thermal efektif merupakan suatu ukuran untuk mengetahui ekonomis atau tidaknya dalam pemakaian bahan bakar, karena nilai dari effisiensi thermal efektif berbanding terbalik dengan nilai konsumsi bahan bakar spesifik efektif. Jadi jika konsumsi bahan bakar spesifik efektif semakin turun maka effisiensi thermal efektif semakin meningkat. Besarnya effisiensi thermal efektif dihitung sebagai berikut ( N. Petrovsky, 1979 : 63 ) : a.
b.
Efisiensi efektif Ne e 632 x 100 % …………………..( N. Petrovsky, 1979: 63 ) Qb Effisiensi thermal indikasi (i ) Ni i 632 x 100 % ……………….( N. Petrovsky, 1979: 63 ) Qb
33
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Difinisi Operasional Pada penelitian ini, pengambilan data pada penelitian ini yaitu mengambil permasalahan yang berhubungan dengan motor bakar khususnya motor bensin injeksi jenis EFI pada Toyota Corolla 4 AFE 1.6. Dimana pada motor bensin injeksi terjadinya proses pembakaran yang ideal dapat menghasilkan mutu emisi gas buang dan pengaturan konsumsi bahan bakar. Guna mendukung permasalahan diatas bagaimana proses pembakaran didalam ruang bakar dapat terjadi sesuai dengan yang diharapkan. Dimana pembakaran dapat terjadi beberapa derajat setelah titik mati atas (TMA/TDC). Dengan berbagai upaya dan usaha yang dilakukan untuk meminimalisasi sisa hasil pembakaran yang berdampak pada polusi udara dan tingkat konsumsi bahan bakar yang semakin irit terhadap perubahan temperatur pendingin. Usaha yang dilakukan adalah dengan mengetahui Pengaruh Perubahan Temperatur Pendingin Terhadap Debit Penyemprotan Bahan Bakar Injeksi Dan Emisi Gas Buang. 3.2.
Alat Pengujian Type mesin : Toyota Corolla 4A-FE 1600 ccl
Gambar 3.1. Engine 4 A-FE
3.3. Tempat dan Waktu Peneltian Penelitian ini akan dilakukan di Bengkel Otomotif VEDC Malang Pada Bulan Juli 2009.
34
3.4. Prosedur Penelitian 1. Alat yang digunakan : a. Alat uji berupa seperangkat mesin jenis EFICorolla 4AFE 1.6. b. Tachometer manual dan digital c. Techno Test Emisi Gas Buang d. Gelas Ukur
Gambar 3.2. Menentukan Konsumsi Bahan Bakar dan suhu e. Injector f. ECT (Engine Cooling Temperatur) g. Alat Pengatur Nilai Tahanan pada ECT 2. Pengambilan data, meliputi : Putaran, Beban, Konsumsi Bahan Bakar, komposisi emisi gas buang, Tahanan dan Tegangan serta temperatur. 3.5. Langkah Pengambilan Data 1. Hidupkan mesin 2. Hitung Beban yang diberikan 3. Catat Temperatur suhu mesin 4. Catat nilai tahanan dan tegangan pada sensor ECT 5. Cek bahan bakar pada gelas ukur setelah di jalankan selama 5 menit 6. Cek konsisi Gas Buang 7. Matikan mesin mobil 8. ulangi percobaan dengan perubahan putaran mesin yang berbeda.
35
Tabel 3.1. Pengambilan data Perubahan Temperatur Pendingin dengan waktu pengambilan data setiap 2 menit. NO.
Putaran rpm
1
1000
2
1500
3
2000
4
2500
Beban (kgf)
Temperatur (0C)
Tahanan (ohm)
Tegangan (Volt)
Karakteristik mutu gas buang
CO
CO2
HC
O2
NOx
0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
3.6. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas :. Komposisi emisi gas buang, waktu pemakaian bahan bakar, putaran dan konsumsi bahan bakar 2. Variabel Terikat: Temperatur, Tahanan, dan Tegangan.
3.7. Metode Analisa Data Data yang diperoleh akan diplotkan pada grafik. Grafik ini akan dijadikan acuan untuk menilai Pengaruh Perubahan Temperatur Pendingin Terhadap Debit Penyemprotan Bahan Bakar Injeksi Dan Emisi Gas Buang
36
Konsumsi BB(ml)
3.8. Diagram Alir
3.9. Hipotesa Dengan merubah Temperatur Pendingin, tahanan dan tegangan Terhadap Debit Penyemprotan Bahan Bakar Injeksi dapat diketahui konsumsi bahan bakar yang dipakai Dan Emisi Gas Buang yang dihasilkan.
37
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hasil Pengamatan Dari hasil pengujian yang dilakukan dapat diamati sebagai berikut : Tabel 4.1 Data hasil pengujian variasi temperatur ECT putaran 1000dan 1500 rpm No
Beban
Temperatur
Tahanan
Tegangan
FC
(rpm)
(Kgf)
(°)
k (Ohm)
(Volt)
ml
CO
CO 2
HC
O2
2.6
2.44
24
8.7
8.8
599
21.5
2.5
2.43
23
8.5
8.7
597
21.5 21.4
20
2.6
2.44
23
86
8.7
598
Σ
7.7
7.31
70
103.2
26.2
1794
64.4
Rata-rata
2.566667
2.4366667
23.33
34.4
8.733
598
21.4666667
1.1
1.44
23
6.81
8.4
318
10.3
1.1
1.43
22
6.79
8.3
319
10.2
1.1
1.43
23
6.8
8.4
320
10.2
3.3
4.3
68
20.4
25.1
957
30.7
40
Σ 1
1000
0.5
Rata-rata 60
22.67
6.8
8.367
319
10.2333333
0.88
22
5.6
6.9
267
7.9
0.56
0.87
22
5.6
6.9
266
7.8
0.87
20
5.5
6.9
266
7.8
1.7
2.62
64
16.7
20.7
799
23.5
Rata-rata
0.566667
0.8733333
21.33
5.567
6.9
266.333
7.83333333
0.3
0.49
20
4.79
5.7
256
10
0.3
0.48
20
4.78
5.6
254
10
0.3
0.48
20
4.79
5.6
255
10 30
Σ
0.9
1.45
60
14.36
16.9
765
Rata-rata
0.3
0.4833333
20
4.787
5.633
255
10
2.6
2.44
34
9.99
6.5
818
24.6
2.5
2.43
32
9.9
6.5
817
24.3
2.6
2.44
34
9.89
6.4
817
24.5
Σ
7.7
7.31
100
29.78
19.4
2452
73.4
Rata-rata
2.566667
2.4366667
33.33
9.927
6.467
817.333
24.4666667
1.1
1.44
26
9.99
6.4
692
28.1
1.1
1.43
25
9.79
6.3
6.9
28
1.1
1.43
25
9.85
6.4
6.92
28
40
0.5
1.4333333
0.56
20
1500
1.1 0.58
Σ
80
2
Karakteristik mutu gas buang
Putaran
Σ
3.3
4.3
76
29.63
19.1
705.82
84.1
Rata-rata
1.1
1.4333333
25.33
9.877
6.367
235.273
28.0333333
0.58
0.88
24
9.99
6.9
535
29
0.56
0.87
22
9.9
6.9
530
29
0.56
0.87
20
9.89
6.9
532
29
Σ
1.7
2.62
66
29.78
20.7
1597
87
Rata-rata
0.566667
0.8733333
22
9.927
6.9
532.333
29
0.3
0.49
21
8.29
8.9
413
33.2
0.3
0.48
21
8.25
8.9
412
33
60
80
0.3
0.48
21
8.25
8.8
412
33
Σ
0.9
1.45
63
24.79
26.6
1237
99.2
Rata-rata
0.3
0.4833333
21
8.263
8.867
412.333
33.0666667
38
Tabel 4.2 Data hasil pengujian variasi temperatur ECT putaran 2000 dan 2500 rpm No
Putaran (rpm)
Beban (Kgf)
Temperatur (°) 20 Σ Rata-rata 40
3
2000
0.5
Σ Rata-rata 60 Σ Rata-rata 80 Σ Rata-rata 20 Σ Rata-rata 40
4
2500
0.5
Σ Rata-rata 60 Σ Rata-rata 80 Σ Rata-rata
Karakteristik mutu gas buang
Tahanan k (Ohm) 2.6 2.5 2.6 7.7
Tegangan (Volt) 2.44 2.43 2.44 7.31
FC ml 42 43 43 128
CO 9.99 9.99 9.9 29.88
CO 2 6.2 6 6 18.2
HC 1335 1325 1325 3985
O2 24.6 24.3 24.3 73.2
2.56667 1.1 1.1 1.1 3.3
2.436667 1.44 1.43 1.43 4.3
42.67 37 22 23 82
9.96 9.99 9.98 9.99 29.96
6.0667 6.3 6 6 18.3
1328.3 1065 1062 1063 3190
24.4 26.5 26.3 26.3 79.1
1.1 0.58 0.56 0.56 1.7
1.433333 0.88 0.87 0.87 2.62
27.33 32 32 32 96
9.9867 9.99 9.99 9.9 29.88
6.1 7.4 7.3 7.3 22
1063.3 595 593 593 1781
26.367 26.4 26.2 26.2 78.8
0.56667 0.3 0.3 0.3 0.9
0.873333 0.49 0.48 0.48 1.45
32 27 25 25 77
9.96 8.6 8.5 8.5 25.6
7.3333 7.2 7 7 21.2
593.67 435 433 433 1301
26.267 25.4 25.2 25.1 75.7
0.3 2.6 2.5 2.6 7.7
0.483333 2.44 2.43 2.44 7.31
25.67 47 32 34 113
8.5333 9.99 9.9 9.89 29.78
7.0667 6.2 6 6 18.2
433.67 1155 1155 1155 3465
25.233 24.5 24.3 24.5 73.3
2.56667 1.1 1.1 1.1 3.3 1.1 0.58 0.56 0.56 1.7 0.56667 0.3 0.3 0.3 0.9 0.3
2.436667 1.44 1.43 1.43 4.3 1.433333 0.88 0.87 0.87 2.62 0.873333 0.49 0.48 0.48 1.45 0.483333
37.67 40 40 40 120 40 38 38 38 114 38 36 36 36 108 36
9.9267 7.78 7.79 7.79 23.36 7.7867 7.12 7.1 7.1 21.32 7.1067 7.12 7.1 7.1 21.32 7.1067
6.0667 9.5 9.3 9.3 28.1 9.3667 9.6 9.3 9.3 28.2 9.4 8.9 8.9 8.8 26.6 8.8667
1155 1058 1055 1055 3168 1056 995 991 991 2977 992.33 475 473 473 1421 473.67
24.433 24.5 24.3 24.3 73.1 24.367 24.5 24.2 24.2 72.9 24.3 27.9 27.5 27.5 82.9 27.633
39
4.2.
Pengolahan Data.
Data hasil pengujian kemudian dirata-rata dan kemudian dilakukan perhitungan. Adapun contoh perhitungan pada pengujian temperatur pendingin ECT pada alat pengujian mempunyai spesifikasi mesin TOYOTA COROLLA 4A-FE memiliki data sebagai berikut : Volume Langkah = 1600 CC Putaran mesin
= 1000 - 2500 rpm
Konsumsi bahan bakar
= 24,4 ml
Waktu bahan bakar
= 120 dt
F = Beban rem = 0.5 kg r = Jarak atau panjang poros roda pembebanan = 0,6 m (diukur) r1 = Faktor penyusaian jarak dari tuas rem = 0,15 m
Z = 4 ( jumlah silinder ) a = jumlah siklus satu kali putaran motor 4 tak = 2
4.2.1.Perhitungan Daya Motor a. Daya Bahan Bakar Nbb = Fc x LHV ( HP ) Dimana FC = Pemakaian Bahan Bakar ( kg / dt ) Dari penelitian pada rpm 1000 untuk 24,4 ml membutuhkan waktu 120 detik. FC = (24,4 / 120)/1000 = 0.000777 (kg/dt) Nbb = Fc x LHV (HP ) LHVbensin
= 7892,95 kcal/lt ( John B. Heywood hal. 915 )
Sehingga : Nbb = Fc x LHV ( HP ) = 0.000777 x 7892,95 = 1,04904 Kkal/dt = 1,04904 Kkal/dt x 3600 x 0,000868 = 6,1380 HP b. Daya Radiasi Nrad = 7 % x Nbb 40
= 7 % x 6,1380 = 0,4296 HP c. Daya Efektif ( Ne ) Ne
= (T x ((2.π. n)/60))x 0.746 = (0.386 x ((2 x 3.14 x 1000)/60)) x 0.746 = 2,797 HP
d. Daya Indikasi ( Ni ) Ni = Nbb – Nrad = 6,1380 – 0,4296 = 5,709 HP 4.2.2. Pemakaian Bahan Bakar Spesifik Efektif ( SFCe ) SFCe
FC Ne
(Kg / dt ) / HP
= ( 0.000777 / 2,797) = 0.00028 ((kg/dt)/HP 4.2.3. Pemakaian Bahan Bakar Spesifik Indikasi ( SFCi ) SFCi
= FC/Ni
(kg/dt)/HP
= (0.000777 / 5,709) = 0.00014((kg/dt)/HP 4.2.4. Effisiensi ( ) a. Effisiensi thermal efektif ( e ) ηe
= (Ne / Nbb) x 100% = (2,797 / 6,1380) x 100 % = 0,4556 %
b. Effisiensi thermal indikasi (i ) ηi
= (Ni / Nbb) x 100% = (5,709 / 6,1380) x 100 % = 0,93 % 41
Dengan meggunakan rumus-rumus teoritis seperti diatas, maka data hasil perhitungan akan dimasukkan pada tabel 4.3. Tabel 4.3 Data hasil perhitungan Putaran
Temperatur
Tahanan
Tegangan
Kons BB
Fuel Cons
Beban rem
RPM
Torsi
(rpm)
(Celsius)
k (Ohm)
(Volt)
(mL)
20
2.56
2.43
23.33
0.0007777
40
1.1
1.4
22.66
3
60
0.56
0.87
4
80
0.3
1
20
2.56
2
40
3 4
Daya BB
(Kg/s)
(Kg)
Load
(Kgm)
HP
0.5
925
0.0387
6.138084
0.0007553
0.5
927
0.0388
5.961808
21.33
0.000711
0.5
948
0.0397
5.611887
0.48
20
0.0006667
0.5
959
0.0402
5.261967
2.43
33.33
0.001111
0.5
1327
0.0556
8.769067
1.1
1.43
25.33
0.0008443
0.5
1330
0.0557
6.664281
60
0.56
0.87
22
0.0007333
0.5
1335
0.0559
5.788163
80
0.3
0.48
21
0.0007
0.5
1412
0.0591
5.525065
1
20
2.56
2.43
42.66
0.001422
0.5
1930
0.0808
11.22377
2
40
1.1
1.43
27.33
0.000911
0.5
1932
0.0809
7.190477
3
60
0.56
0.87
32
0.0010667
0.5
1935
0.081
8.419147
4
80
0.3
0.48
25.66
0.0008553
0.5
1937
0.0811
6.751103
1
20
2.56
2.43
37.66
0.0012553
0.5
2431
0.1018
9.908283
2
40
1.1
1.43
40
0.0013333
0.5
2435
0.1019
10.52393
3
60
0.56
0.87
38
0.0012667
0.5
2438
0.1021
9.997737
4
80
0.3
0.48
36
0.0012
0.5
2445
0.1024
9.47154
No 1 2
1000
1500
2000
2500
N radiasi
Ne
Ni
VL
SFCe
SFCi
Efisiensi
Efisiensi
Karakteristik mutu gas buang
HP
HP
HP
(CC)
Kg/s
Kg/s
Efektif
Indikasi
CO
CO2
HC
O2
0.429666
2.797
5.708
1600
0.00028
0.00014
0.455687
0.93
34.4
8.73
598
21.46
0.417327
2.809
5.544
1600
0.00027
0.00014
0.471191
0.93
6.8
8.36
319
10.23
0.392832
2.938
5.219
1600
0.00024
0.00014
0.523508
0.93
5.56
6.9
266.3
7.83
0.368338
3.006
4.894
1600
0.00022
0.00014
0.571353
0.93
4.78
5.63
255
10
0.613835
5.756
8.155
1600
0.00019
0.00014
0.656454
0.93
9.92
6.46
817.3
24.46
0.4665
5.783
6.198
1600
0.00015
0.00014
0.867692
0.93
9.87
6.36
235.3
28.03
0.405171
5.826
5.383
1600
0.00013
0.00014
1.006555
0.93
9.92
6.9
532.3
29
0.386755
6.518
5.138
1600
0.00011
0.00014
1.179635
0.93
8.26
8.867
412.3
33.06
0.785664
12.18
10.44
1600
0.00012
0.00014
1.084904
0.93
9.96
6.06
1328
24.4
0.503333
12.2
6.687
1600
7.5E-05
0.00014
1.696962
0.93
9.98
6.1
1063
26.36
0.58934
12.24
7.83
1600
8.7E-05
0.00014
1.453816
0.93
9.96
7.33
593.7
26.26
0.472577
12.27
6.279
1600
7E-05
0.00014
1.816771
0.93
8.53
7.06
433.7
25.23
0.69358
19.32
9.215
1600
6.5E-05
0.00014
1.949787
0.93
9.92
6.06
1155
24.43
0.736675
19.38
9.787
1600
6.9E-05
0.00014
1.84177
0.93
7.78
9.36
1056
24.36
0.699842
19.43
9.298
1600
6.5E-05
0.00014
1.943486
0.93
7.1
9.4
992.3
24.3
0.663008
19.54
8.809
1600
6.1E-05
0.00014
2.063254
0.93
7.1
8.86
473.7
27.63
42
4.3
Analisa Data Dari tabel tersebut kemudian dibuat grafik dan dianalisa. Adapun grafik dan
analisa tersebut sebagai berikut:
4.3.1 Hubungan temperatur terhadap tahanan dan tegangan
Grafik hubungan temperatur terhadap tahanan dan tegangan Tahanan (Ohm) dan Tegangan (Volt)
3.1 2.6 2.1 1.6 1.1 0.6
3
2
y = -0.1067x + 1.1x - 4.0133x + 5.58 2 R =1
0.1 20
40
60
80
tem peratur T ahanan (Ohm) 1000rpm T ahanan 1500rpm T egangan 2000rpm T egangan 2500rpm Poly. (T egangan (Volt) 1000)
T egangan (Volt) 1000 T ahanan 2000rpm T ahanan 2500rpm Poly. (T ahanan (Ohm) 1000rpm)
Gambar 4.1. Grafik hubungan temperatur terhadap tahanan dan tegangan.
Dari grafik hubungan temperatur terhadap tahanan dan tegangan diatas menunjukan keterkaitan adanya perubahan tahanan tegangan sensor temperatur pendinginan yang dilakukan dalam penelitian sangat bervariasi yaitu pada temperatur 200 C besar tahanan sensor mencapai 2,56 Ω dan tegangan sensor cukup tinggi mencapai 2,43 Volt. Dari setiap perubahan kenaikan temperatur pendingin hingga mencapai temperatur kerja yaitu 800 C baik tahan sensor maupun tegangan sensor mengalami penurunan yang drastis yaitu 0,3 Ω untuk tahanan sensor dan 0,48 Volt untuk tegangan sensor pada putaran 1000 rpm hingga pada akhir putaran mesin masih dalam kondisi stabil.
43
4.3.2. Hubungan temperatur terhadap konsumsi bahan bakar.
Konsumsi bahan bakar (Kg/s)
Grafik hubungan temperatur terhadap konsumsi bahan bakar 0.0016 0.0014 0.0012 0.001 0.0008 0.0006
y = 4E-06x 3 - 3E-05x 2 + 5E-05x + 0.0008 R2 = 1
0.0004 0.0002 0 20
40
60
80
Tem peratur Konsumsi bb 1000rpm Konsumsi bb 2000rpm Poly. (Konsumsi bb 1000rpm) Poly. (Konsumsi bb 2000rpm)
Konsumsi bb 1500 Konsumsi bb 2500 Poly. (Konsumsi bb 1500) Poly. (Konsumsi bb 2500)
Gambar 4.2. Grafik hubungan temperatur terhadap konsumsi bahan bakar. Dari grafik hubungan temperatur terhadap konsumsi bahan bakar menunjukkan pemakaian bahan bakar yang bervariasi, dari garis grafik terlihat perbedaan konsumsi bahan bakar dari temperatur pendingin yang ditimbulkan mulai dari 200 C sampai 800 C. Dari perubahan temperatur yang terjadi pada putaran 1000 rpm dan 1500 rpm menunjukkan adanya penurunan pemakaian bahan bakar sampai kondisi 800 C mencapai 0,0007 Kg untuk dihabiskan dalam waktu 120 detik, dan pada putaran 2000 rpm pada setiap perubahan temperatur pendingin mengalami fluktuasi sedangkan pada putaran 2500 rpm dalam kondisi temperatur 800 C pemakaian bahan bakar cenderung konstan hingga mencapai 0,0012 Kg dalam waktu 120 detik.
44
Daya BB dan Daya radiasi (HP)
4.3.3. Hubungan temperatur terhadap daya BB dan daya radiasi.
Grafik hubungan temperatur terhadap daya bb dan daya radiasi 12 10 8 6
y = 0.0289x3 - 0.2605x2 + 0.4025x + 5.9671
4
R2 = 1
2 0 20
40
60
80
Temperatur Nbb 1000 Nbb 2500rpm Nrad 2000rpm Poly. (Nbb 1500rpm)
Nbb 1500rpm Nrad 1000rpm Nrad 2500rpm Poly. (Nbb 2000rpm)
Nbb 2000rpm Nrad 1500rpm Poly. (Nbb 1000) Poly. (Nbb 2500rpm)
Gambar 4.3. Grafik hubungan temperatur terhadap daya BB dan daya radiasi. Dari grafik hubungan temperatur terhadap daya bahan bakar dan daya radiasi menunjukkan perilaku daya bahan bakar dan daya radiasi yang bervariasi, dari garis grafik terlihat perbedaan daya bahan bakar dari temperatur pendingin yang ditimbulkan mulai dari 200 C sampai 800 C. Dari perubahan temperatur yang terjadi pada putaran 1000 rpm dan 1500 rpm menunjukkan adanya penurunan daya bahan bakar sampai kondisi 800 C mencapai 6,1380 HP, dan pada putaran 2000 rpm
pada setiap perubahan temperatur pendingin mengalami fluktuasi
sedangkan pada putaran 2500 rpm dalam kondisi temperatur 800 C daya bahan bakar cenderung konstan hingga mencapai 9,471 HP. Jika dilihat dari garis grafik daya radiasi pada setiap perubahan temperatur pendingin dan setiap adanya perubahan putaran mesin kondisinya tidak terlalu jauh, dari garis grafik selalu berhimpitan dengan kata lain dalam kondisi konstan/stabil hingga besarnya daya radiasi mencapai 0,6630 HP. 4.3.4.
45
Hubungan temperatur terhadap SFCe dan SFCi Grafik hubungan temperatur terhadap SFCe dan SFCi
SFCe dan SFCi (Kg/s)
0.0003 0.00025
3
2
y = 4E-06x - 3E-05x + 6E-05x + 0.0002 2 R =1
0.0002
0.00015 0.0001
0.00005 0 20
40
60
80
Tem peratur SFCe 1000rpm SFCe 2500rpm Poly. (SFCe 1500rpm) Poly. (SFCi 1000-2500)
SFCe 1500rpm SFCi 1000-2500 Poly. (SFCe 2000rpm)
SFCe 2000rpm Poly. (SFCe 1000rpm) Poly. (SFCe 2500rpm)
Gambar 4.4. Grafik hubungan temperatur terhadap SFCe dan SFCi. Dari grafik hubungan temperatur terhadap Pemakaian bahan bakar spesifik (SFCe) dan pemakaian bahan bakar spesifik indikasi (SFCi) menunjukkan perilaku SFCe dan SFCi yang bervariasi, dari garis grafik terlihat perbedaan SFCe dari temperatur pendingin yang ditimbulkan mulai dari 200 C sampai 800 C. Dari perubahan temperatur yang terjadi pada putaran 1000 rpm dan 1500 rpm menunjukkan adanya penurunan SFCe sampai kondisi 800 C mencapai 0.00011 Kg/s, dan pada putaran 2000 rpm pada setiap perubahan temperatur pendingin mengalami fluktuasi sedangkan pada putaran 2500 rpm dalam kondisi temperatur 800 C SFCe ada fluktuasi nilai yang sangat kecil sekali cenderung konstan hingga mencapai 0.0004 Kg/s. Jika dilihat dari garis grafik SFCi pada setiap perubahan temperatur pendingin dan setiap adanya perubahan putaran mesin kondisinya tidak mengalami perubahan atau konstan, hingga besarnya SFCi mencapai 0,00014 Kg/s.
46
4.3.5. Hubungan temperatur terhadap efisiensi efektif dan efisiensi indikasi. Grafik hubungan temperatur terhadap efisiensi efektif dan efisiensi indikasi 2.5
Efisiensi (%)
2 1.5 1 3
2
y = -0.0069x + 0.0597x - 0.1154x + 0.5183 2 R =1
0.5 0 20
40
60
80
Tem peratur eff efek 1000rpm eff efek 2000rpm eff indikasi1000-2500rpm Poly. (eff efek 1500rpm) Poly. (eff efek 2500rpm)
eff efek 1500rpm eff efek 2500rpm Poly. (eff efek 1000rpm) Poly. (eff efek 2000rpm) Poly. (eff indikasi1000-2500rpm)
Gambar 4.5. Grafik hubungan temperatur terhadap efisiensi efektif dan efisiensi indikasi. Dari grafik hubungan temperatur terhadap efisiensi efektif dan efisiensi indikasi menunjukkan perilaku yang bervariasi, dari garis grafik terlihat perbedaan efisiensi efektif dari temperatur pendingin yang ditimbulkan mulai dari 200 C sampai 800 C. Dari perubahan temperatur yang terjadi pada putaran 1000 rpm dan 2500 rpm menunjukkan adanya kenaikan yang tidak terlalu besar sampai kondisi 800 C mencapai 0.3174 % dan pada putaran 1500 rpm perubahan temperatur
pendingin mengalami
kenaikan
pada setiap
yang linier jika 0
dibandingkan dengan yang lain dalam kondisi temperatur 80 C efisiensi efektif mencapai 1,1796 %. Jika dilihat dari garis grafik efisiensi indikasi pada setiap perubahan temperatur pendingin dan setiap adanya perubahan putaran mesin kondisinya tidak mengalami perubahan atau konstan, hingga besarnya efisiensi indikasi mencapai 0,93 %. Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam kinerja mesin masih mengindikasikan performasi mesin yang ideal.
47
4.3.6.Hubungan temperatur terhadap emisi gas buang CO Grafik hubungan konsumsi BB terhadap emisi gas buang CO 40
Emisi CO ( ppm)
35 30 25 20 15 10 5 0 0.000777667
0.000755333
0.000711
0.000666667
Konum si BB (Kg/s) CO 1000rpm CO 2500rpm Poly. (CO 2500rpm)
CO 1500rpm Poly. (CO 1000rpm)
CO 2000rpm Poly. (CO 1500rpm)
Gambar 4.6. Grafik hubungan temperatur terhadap emisi gas buang CO. Dari garis grafik diatas terlihat hubungan konsumsi bahan bakar dengan carbon monoksida (CO) hasil dari proses pembakaran bahan bakar melalui parameter temperatur pendingin tersebut. Pada garis grafik carbon monoksida menunjukan bahwa gas buang Carbon monoksida (CO) mengalami perubahan yang signifikan diantara variasi temperatur pendinginan yang berakibat pada perintah untuk penyemprotan bahan bakar melalui tahanan NCT yang kemudian perintah ini dibaca oleh ICT melalui sensor temperatur untuk memerintah ECU melaksanakan penyemprotan bahan bakar.terlihat dalam
putaran 1000 rpm
kandungan CO dalam konsumsi bahan bakar 0.000777 Kg/s mulai mengalami penurunan yang tajam seiring dengan bertambahnya putaran engine dan konsumsi bahan bakar. Dari grafik tersebut dapat diperjelas bahwa semakin tinggi putaran engine semakin besar kandungan CO pada gas buang yang dikeluarkan oleh engine, disisi lain kondisi kandungan CO pada putaran 1000 sampai dengan 2500 rpm seiring dengan bertambahnya putaran dan konsumsi bahan bakar kandungan CO cenderung stabil sebesar 4,78 ppm. 4.3.7.
48
4.3.8.Hubungan konsumsi BB terhadap emisi gas buang CO2. Grafik hubungan konsumsi BB terhadap emisi gas buang CO 2
Emisi CO 2 (ppm)
12 10 8 6 4 2 0 0.000777667
0.000755333
0.000711
0.000666667
Konsum si BB (Kg/s) CO 2 1000rpm CO 2 2500rpm Poly. (CO 2 2500rpm)
CO 2 1500rpm Poly. (CO 2 1000rpm) Poly. (CO 2 2000rpm)
CO 2 2000rpm Poly. (CO 2 1500rpm)
Gambar 4.7. Grafik hubungan temperatur terhadap emisi gas buang CO2. Dari garis grafik diatas terlihat hubungan konsumsi bahan bakar dengan carbon dioksida ( CO2 ) hasil dari proses pembakaran bahan bakar melalui parameter temperatur pendingin tersebut. Pada garis grafik terlihat saling berseberangan hal ini menunjukan bahwa gas buang Carbon dioksida ( CO2 ) mengalami perubahan yang signifikan diantara variasi temperatur pendinginan yang berakibat pada perintah untuk penyemprotan bahan bakar melalui tahanan NCT yang kemudian perintah ini dibaca oleh ICT melalui sensor temperatur untuk memerintah ECU melaksanakan penyemprotan bahan bakar.terlihat dalam putaran 1500 rpm kandungan CO2 dalam konsumsi bahab bakar 0.000777 Kg/s mulai mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya putaran engine dan konsumsi bahan bakar. Dari grafik tersebut dapat diperjelas bahwa semakin tinggi putaran engine semakin besar kandungan CO2 pada gas buang yang dikeluarkan oleh engine, disisi lain justru pada putaran 1000 seiring dengan bertambahnya putaran dan konsumsi bahan bakar kandungan CO2 cenderung menurun sebesar 5,63 ppm..
49
4.3.9.Hubungan konsumsi BB terhadap emisi gas buang HC Grafik hubungan konsumsi BB terhadap emisi gas buang HC 1400
Emis HC (PPm)
1200 1000 800 600 400 200 0 0.000777667
0.000755333
0.000711
0.000666667
Konsum si BB (Kg/s) HC 1000rpm HC 2500rpm Poly. (HC 2000rpm)
HC 1500rpm Poly. (HC 1000rpm) Poly. (HC 2500rpm)
HC 2000rpm Poly. (HC 1500rpm)
Gambar 4.8. Grafik hubungan temperatur terhadap emisi gas buang HC. Dari grafik diatas terlihat bahwa adanya perbedaan pada masing masing perubahan temperatur pendingin, konsumsi bahan bakar dan kandungan HC yang terjadi pada temperatur 200 C dengan putaran 1000 rpm penurunan HC yang kontinyu menunjukan angka 255 ppm dan tidak mengalami fluktuasi yang sangat berarti, pada putaran 1500 dari garis grafik mengalami fluktuasi hingga pada temperatur 800 C , lain halnya jika dibandingkan dengan temperatur 800 C dengan konsumsi bahan bakar 0.000666 Kg/s. Pada putaran 2000 rpm Dari garis grafik terlihat fluktuasi yang sangat tajam yang berdampak pada kandungan HC yang dihasilkan dari emisi gas buang pada angka 433,7 ppm. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada hubungan perubahan temperatur pendingin tidak adanya proses pembakaran yang sempurna, karena adanya bahan bakar yang tidak sempat terbakar dalam ruang bakar dan terikut keluar bersama gas buang, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan bahwa pada perubahan temperatur pendingin serta konsumsi bahan bakar yang terbakar merupakan proses terjadinya pembakaran yang ideal karena kandungan HC yang keluar sangat minim sekali
50
4.3.10.
Hubungan konsumsi BB terhadap emisi gas buang O2. Grafik hubungan konsumsi bahan BB terhadap emisi gas buang O2
Emisi O2 (ppm)
35 30 25 20 15 10 5 0 0.000777667
0.000755333
0.000711
0.000666667
Konsumsi BB (Kg/s) O2 1000rpm O2 2500rpm Poly. (O2 2000rpm)
O2 1500rpm Poly. (O2 1000rpm) Poly. (O2 2500rpm)
O2 2000rpm Poly. (O2 1500rpm)
Gambar 4.9. Grafik hubungan temperatur terhadap emisi gas buang O2. Dari hasil pengolahan data terlihat bahwa grafik yang dihasilkan hubungan konsumsi bahan bakar dengan emisi gas buang carbon dioksida (O2)mengalami perbedaan antara yang terjadi pada putaran 1000 rpm dan 1500 – 2500 rpm,hal itu terjadi pada setiap perubahan temperatur pendingin dan konsumsi bahan bakar. Dari ke empat garis grafik tersebut yang lebih baik adalah pada temperatur 60 0C dengan putaran mesi 2000 rpm dan konsumsi bahan bakar 0.000666 Kg/s, ini dapat dilihat pada putaran 1000 rpm mengalami penurunan kadar O2 hingga mencapai putaran 2500 rpm dan kadar kandungan O2 sebesar 10 ppm. 4.4
Pembahasan grafik.
4.4.1. Hubungan temperatur terhadap tahanan dan tegangan. Dari analisa grafi diatas setiap perubahan kenaikan temperatur pendingin hingga mencapai temperatur kerja yaitu 800 C baik tahan sensor maupun tegangan sensor mengalami penurunan yang drastis yaitu 0,3 Ω untuk tahanan sensor dan 0,48 Volt untuk tegangan sensor pada putaran 1000 rpm hingga pada akhir putaran mesin masih dalam kondisi stabil.
51
4.4.2. Hubungan temperatur terhadap konsumsi bahan bakar. Dari analisa grafik diatas pada putaran 2500 rpm dalam kondisi temperatur 800 C pemakaian bahan bakar cenderung konstan hingga mencapai 0,0012 Kg untuk dihabiskan pada proses pembakaran diruang bakar dalam waktu 120 detik.
4.4.3. Hubungan temperatur terhadap daya BB dan daya radiasi. Dari analisa grafik diatas pada putaran 2500 rpm dalam kondisi temperatur 800 C daya bahan bakar cenderung konstan hingga mencapai 9,471 HP. Jika dilihat dari garis grafik daya radiasi pada setiap perubahan temperatur pendingin dan setiap adanya perubahan putaran mesin kondisinya tidak terlalu jauh, dari garis grafik selalu berhimpitan dengan kata lain dalam kondisi konstan/stabil hingga besarnya daya radiasi mencapai 0,6630 HP. 4.4.4. Hubungan temperatur terhadap SFCe dan SFCi. Dari analisa grafik diatas
pada setiap perubahan temperatur pendingin
mengalami fluktuasi sedangkan pada putaran 2500 rpm dalam kondisi temperatur 800 C SFCe ada fluktuasi nilai yang sangat kecil sekali cenderung konstan hingga mencapai 0.0004 Kg/s. Jika dilihat dari garis grafik SFCi pada setiap perubahan temperatur pendingin dan setiap adanya perubahan putaran mesin kondisinya tidak mengalami perubahan atau konstan, hingga besarnya SFCi mencapai 0,00014 Kg/s. 4.4.5. Hubungan temperatur terhadap efisiensi efektif dan efisiensi indikasi. Dari analisa grafik efisiensi indikasi pada setiap perubahan temperatur pendingin dan setiap adanya perubahan putaran mesin kondisinya tidak mengalami perubahan atau konstan, hingga besarnya efisiensi indikasi mencapai 0,93 %. 4.4.6. Hubungan temperatur terhadap emisi gas buang CO. Dari analisa grafik diatas dapat diperjelas bahwa semakin tinggi putaran engine semakin besar kandungan CO pada gas buang yang dikeluarkan oleh 52
engine, disisi lain kondisi kandungan CO pada putaran 1000 sampai dengan 2500 rpm seiring dengan bertambahnya putaran dan konsumsi bahan bakar kandungan CO cenderung stabil sebesar 4,78 ppm. 4.4.7. Hubungan konsumsi BB terhadap emisi gas buang CO2. Dari analisa grafik diatas dapat diperjelas bahwa semakin tinggi putaran engine semakin besar kandungan CO2 pada gas buang yang dikeluarkan oleh engine, disisi lain justru pada putaran 1000 seiring dengan bertambahnya putaran dan konsumsi bahan bakar kandungan CO2 cenderung menurun sebesar 5,63 ppm. 4.4.8.
Hubungan konsumsi BB terhadap emisi gas buang HC Dari analisa grafik diatas terlihat fluktuasi yang sangat tajam yang
berdampak pada kandungan HC yang dihasilkan dari emisi gas buang pada angka 433,7 ppm dengan putaran mesin 2000 rpm pada level 800 C. 4.4.9. Hubungan konsumsi BB terhadap emisi gas buang O2. Dari analisa grafik diatas yang lebih baik adalah pada temperatur 60 0C dengan putaran mesi 2000 rpm dan konsumsi bahan bakar 0.000666 Kg/s, ini dapat dilihat pada putaran 1000 rpm mengalami penurunan kadar O2 hingga mencapai putaran 2500 rpm dan kadar kandungan O2 sebesar 10 ppm.
53
BAB V PENUTUP
5. 1. Kesimpulan 1. Temperatur kerja yang baik 800 C dapat menurunkan tahanan (0,3 Ω) dan tegangan sensor 0,48 Volt pada putaran 1000 rpm hingga pada akhir putaran mesin masih dalam kondisi stabil untuk membakar bahan bakar 0.0012 Kg/s. 2. Performasi mesin yang ideal pada level 800 pada putaran 2500 rpm didapatkan : a. Daya bahan bakar (Nbb)
: 9,471 HP.
b. Daya radiasi (Nrad)
: 0.6630 HP.
c. SFCe
: 0,0004 Kg/s.
d. SFCi
: 0.00014 Kg/s.
e.
: 0,3174 % / 0,93 %.
Efisiensi Efektif /indikasi
3. Karakteristik mutu gas buang pada temperatur 800 meliputi : a. Kandungan CO sebesar 4,78 ppm pada putaran 1000 rpm. b. Kandungan CO2 sebesar 5,63 ppm pada putaran 1000 rpm. c. Kandungan HC sebesar 433,7 ppm pada putaran 2000 rpm. d. Kandungan O2 sebesar 10 ppm pada putaran 2500 rpm.
5.2. Saran 1. Dalam rancangan percobaan sebaiknya menguasai konsep untuk menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak diteliti. 2. Agar didapatkan variabel penelitian yang akurat diharuskan memenuhi prosedur pengambilan data.
54
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, Wiranto, Motor Bakar Torak, ITB Bandung, Bandung, 1973. N. Petrovsky, Marine Internal Combustion Engines, Mir Publisher, Moscow. http://www.britishv8.org/Articles/Ford-5L-EFI-Installation.htm "http://en.wikipedia.org/wiki/Internal_combustion_engine http://id.wikipedia.org/wiki/Injeksi_bahan_bakar Toyota Astra Motor, Pedoman Reparasi Mesin http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1204/03/otokir/utama1.htm http://www.serayamotor.com/diskusi/viewtopic.php?p=28123&sid=d5e5cfb81c02 7dea3026c3656abe716a#28123 Handbook Toyota Ulrich,Yunisra 1994. Sistem Injeksi bensin V E D C Malang Ulrich,Yunisra 1992. Sistem Motor Bakar V E D C Malang
55