BIDANG PENDIDIKAN
LAPORAN PENELITIAN DOSEN
PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI AGAMA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENDIDIKAN AGAMA PADA SMA SE-KOTA MAGELANG
Oleh: 1. Drs. Arie Supriyatno, M.Si BK/FKIP 2. Drs. Tawil M.Pd., Kons. BK/FKIP
Dibiayai Oleh LP3M Universitas Muhammadiyah Tahun Anggaran 2014/2015
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG 2014
ABSTRAKSI Arie Supriyatno dan Tawil (2014) Pelaksanaan Permenag No. 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama di SMA Se-Kota Magelang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat pengetahuan, pemahaman kepala sekolah terhadap Permenag RI Nomor 16/2010 tentang pengelolaan pendidikan agama. Selain itu penelitian ini juga untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan Permenag dan Perda No. 02/2010 tentang sistem penyelenggaraan pendidikan di Kota Magelang. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket, wawancara, dokumentasi dan observasi. Sedangkan teknik analisa data menggunakan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan analisis data, sebagian besar kepala sekolah telah mengetahui dan memahami pengelolaan pendidikan agama sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI No. 16 Tahun 2010. Namun dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama di sekolah SMA berbasis agama non-Islam belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Belum terlaksananya peraturan tersebut salah satu faktor penghambat karena belum terciptanya komunikasi yang efektif antara stakeholder dengan pengelola/yayasan lembaga pendidikan berbasis agama non-Islam.
Kata Kunci:Permenag No. 16/ 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama. .
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya yang segala sesuatunya bergantung kepada-Nya. Berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini sebagai salah satu pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Penulisan laporan penelitian ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu ucapkan terima kasih kami sampaikan kepada: 1.
Ir. Eko Muh. Widodo M.T., Rektor Universitas Muhammadiyah Magelang.
2.
Dr. Muhammad Japar,M.Si.,Kons Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Magelang yang memotivasi dan mendukung dalam pelaksanaan penelitian ini,
3.
Dr. Suliswiyadi, M.Ag Ketua LP3M Universitas Muhammadiyah Magelang yang telah membiayai dan memfasilitasi penelitian ini.
4.
Sugiyadi,S.Pd.,M.Pd.,Kons. Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Muhammadiyah Magelang yang telah merekomendasi penelitian ini.
5.
Drs. Jarwadi, M.Pd. Kepala Dinas Pendidikan Kota Magelang yang telah memberikan ijin dalam penelitian ini.
6.
Para Kepala Sekolah SMA se-Kota Magelang,
7.
Para mahasiswa yang terlibat dalam tim penelitian serta semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam penulisan penetian ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, dan semoga
penelitian ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya, pemerintah Kota Magelang dan bermanfaat para pembaca pada umumnya. Semoga kebajikan yang telah diberikan bernilai ibadah di sisi Allah SWT. Saran dan masukan untuk perbaikan penulisan laporan penelitian ini penulis terima dengan senang hati, dan semoga dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin Yaa Robbal „Alamin.
Magelang, 31 Desember 2014 Penulis.
DAFTAR ISI Halaman Judul......................................................................................................... i Halaman lembar identitas dan pengesahan ............................................................. ii Kata Pengantar ........................................................................................................ iii Abstraksi ................................................................................................................. iv Daftar Isi.................................................................................................................. v Daftar Tabel ............................................................................................................ viii BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................. B. Rumusan Masalah ........................................................................... C. Tujuan Penelitian ............................................................................. D. Manfaat Penelitian ...........................................................................
1 3 3 4
TINJAUAN PUSTAKA A. Hak Memperoleh Pendidikan Agama ............................................. B. Peraturan Menteri Agama No. 16 Tahun 2010……………………. C. Pendidikan Agama dalam Kurikulum SMA ……………………… D. Standar Kompetensi Lulusan SMA ………………………………. E. Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru SMA………
5 6 7 10 13
BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi, sampel dan sampling ...................................................... B. Jenis Data......................................................................................... C. Metode Pengumpulan Data ………………………………………. D. Validitas Instrumen Penelitian ........................................................ E. Teknik Analisa Data ……………………………………………… F. Jadwal Penelitian ………………………………………………….
14 14 15 16 17 17
BAB II
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Orientasi kancah dan persiapan penelitian ...................................... B. Pelaksanaan Penelitian .................................................................... C. Penyajian Data Penelitian ................................................................ D. Pembahasan ..................................................................................... BAB V
18 19 19 24
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ...................................................................................... 29 B. Saran ................................................................................................ 29 Daftar Pustaka ……………………………………………………………………. 31 Lampiran
DAFTAR TABEL Tabel 1
Jadwal Kegiatan Penelitian .................................................................. 17
Tabel 2
Tanggapan responden terhadap UU No. 20/2003……………………
Tabel 3
Tanggapan responden terhadap Permenag No. 16/2010 ...................... 20
Tabel 4
Tanggapan responden terhadap Perda No. 02/2010 ............................. 21
Tabel 5
Pelaksanaan Permenag No. 16/2010 dan Perda No. 02/2010 .............. 22
20
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah fakta menyedihkan kembali terungkap di lembaga pendidikan, hingga sekarang masih ada sekolah berbasis agama menolak untuk memenuhi hak peserta didik (siswa) untuk mendapatkan pelajaran agama yang sesuai dengan agama yang mereka anut karena masih kuatnya ekslusivisme kelompok beragama (Machasin, 2014). Kenyataan ini menunjukan bahwa implementasi kebijakan pendidikan agama sesuai peraturan yang berlaku belum bisa berjalan maksimal. Kenyataan ini menunjukkan bahwa implementasi kebijaksanaan pendidikan agama sesuai peraturan yang berlaku belum bisa berjalan maksimal. Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama melakukan kegiatan penelitian (research) terkait dengan isu atau permasalahan yang relevan dengan pembangunan pendidikan agama dan keagamaan di Blitar Jawa Timur.
Hasil penelitian selama tahun 2013 di Blitar
menyatakan
penolakan beberapa sekolah berbasis agama untuk memenuhi hak peserta didik mendapat pelajaran agama sesuai agama mendapat perhatian serius (Republika, tgl 25 Maret 2014). Berdasarkan UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab V pasal 12 ayat (1) disebutkan bahwa: “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: a) Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidikan seagama”. Pada penjelasan pasal 12 ayat (1) butir a) “Pendidik dan/atau guru agama
yang
seagama
dengan
peserta
didik
difa
silitasi dan/atau disediakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai kebutuhan satuan pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (3)”. Yang bunyi pasal 41 ayat (3) adalah “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Terkait dengan Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 dan Permenag Nomor 16 Tahun 2010, sebenarnya Pemerintah Kota Magelang telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2010 tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan. Dalam pasal 48 ayat (2) menyebutkan; “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama”. Penetapan Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2010 tersebut, diharapkan Pemerintah Kota Magelang menjamin keberlangsungan proses pendidikan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur, sehat, berilmu, cakap, kreatif, inovatif, berbudaya, mandiri, percaya diri dan menjadi warga masyarakat yang demokratis, berwawasan global serta bertanggungjawab. Visi Pendidikan Kota Magelang, sebagaimana tercantum dalam Master Plan Pendidikan Kota Magelang (2010-2015) adalah “Terwujudnya layanan pendidikan yang kreatif, inovatif dan bermutu”. Adapun misi Pendidikan Kota Magelang adalah (1) Terwujudnya pelayanan prima dibidang administrasi dan informasi pendidikan serta layanan pengembangan karier pada bidang administrasi dan informasi pendidikan serta layanan pengembangan karier pada bidang pendidikan; (2) terciptanya pembinaan dan pengembangan pendidikan pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan menengah; (3) terwujudnya tenaga pendidik dan kependidikan yang mumpuni dalam melaksanakan tugasnya; (4) terwujudnya sumber daya manusia (SDM) berdaya saing tinggi, mandiri, maju dan produktif melalui pendidikan nonformal; (5) terwujudnya pengembangan pelayanan perpustakaan serta peningkatan budaya membaca masyarakat; (6) terwujudnya optimalisasi manajemen pendidikan pada penyelenggaraan persekolahan semua jenjang; (7) terciptanya dukungan sumber daya bagi Perguruan Tinggi di Kota Magelang.
Di Kota Magelang memiliki 13 SMA Negeri dan Swasta dengan rincian 5 SMA Negeri, 8 SMA Swasta. Penyelenggaraan pendidikan agama dengan agama yang dianut oleh siswa pada sekolah negeri telah berjalan sesuai UU. Namun pengelolaan pendidikan agama di sekolah swasta belum sesuai ketentuan yang berlaku. Berdasarkan studi awal penyelenggaraan pendidikan agama di Kota Magelang seperti di SMA Kristen 1, SMA Kristen 2 (El-Sadai), SMA Kristen Indonesia, SMA Tarakanita, SMA Katholik Pendowo memiliki siswa yang beragama non Kristen-Katolik, belum melaksanakan pendidikan agama sesuai agama yang dianut oleh peserta didiknya. Sedangkan SMA Muhammadiyah 1 dan 2 semua peserta didiknya beragama Islam. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah Kepala Sekolah sudah mengetahui Permenag RI No: 16/2010 tentang pengelolaan pendidikan agama ? 2. Apakah Kepala Sekolah sudah mengetahui Peraturan Daerah Kota Magelang No: 02/2010 tentang sistem penyelenggaraan pendidikan ? 3. Bagaimanakah pelaksanaan Permenag RI Nomor 16/2010 dan Perda Nomor 02/2010 Perda Kota Magelang Nomor 10/2010 ? 4. Faktor apa saja yang menjadi penghambat pelaksanaan Permenag RI Nomor 16/2010 dan Perda Kota Magelang Nomor 02/2010? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Pengetahuan Kepala Sekolah terhadap Permenag RI Nomor 16/2010 tentang pengelolaan pendidikan agama. 2. Pemahaman Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 02/2010 tentang sistem penyelenggaraan pendidikan. 3. Mengetahui pelaksanaan Permenag RI Nomor 16 Tahun 2010 dan Perda Kota Magelang Nomor 02/2010.
4. Mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan Permenag RI Nomor 16/2010 dan Perda Kota Magelang Nomor 02/2010. D. Manfaat Penelitian Adapun output dari penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai: 1. Bahan masukan bagi Pemerintah Kota Magelang, Dinas Pendidikan, Kementerian Agama, dan dinas-dinas terkait dalam menentukan langkah kebijakan pelaksanaan Permenag RI Nomor 16 Tahun 2010 dan Perda Kota Magelang Nomor 02/2010. 2. Bahan
masukan
bagi
orangtua/wali
siswa,
masyarakat,
Dewan
Pendidikan, DPRD Kota Magelang dalam memahami persoalan dan bahan pertimbangan dalam mengambil sikap dan keputusan lebih lanjut.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hak Memperoleh Pendidikan Agama Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan pemerintah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, keadilan sosial. Berdasar pasal 29 UUD 1945 dinyatakan (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamnya dan kepercayaannya. Pasal 22 Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU-SPN) dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pasal 4 disebutkan 6 (enam) prinsip penyelenggaran pendidikan yakni (1) Pendidikan diselenggarakan secara demokrastis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, dan kemajukan bangsa. (2) Pendidikan diselenggarakan sebagi satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. (3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. (4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. (5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. (6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Berdasar Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan agama, dijelaskan bahwa apabila terdapat sedikitnya 15 peserta didik yang seagama dalam satu kelas maka sekolah wajib memberikan pendidikan agama kepada mereka di kelas. Dalam laporan tahunan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama ditegaskan, meski sekolah berciri agama bersifat terbuka, dan karenanya juga bisa menerima peserta didik bergama lain. Karena itu sangat "absurd", jika sekolah menolak menyediakan guru-atau menolak menerima guru agama yang disediakan Kemendikbud atau Dinas Pendidikan setempat untuk memberi pelajaran agama sesuai agama yang dianut siswa. Demikian pula pada lembaga pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK) dan lembaga pendidikan anak usia dini, tingginya semangat masyarakat
menyelenggarakan
pendidikan
belum
diimbangi
dengan
ketersediaan tenaga pengajar dan bahan ajar yang tepat. Mayoritas tenaga pengajar yang kini banyak memberikan pelajaran agama di sekolah anak kebutuhan khusus dan pendidikan anak usia dini, tidak berasal dari lulusan pendidikan tinggi agama, serta sangat minim pengalaman pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan tugasnya. B. Peraturan Menteri Agama RI Nomor 16 Tahun 2010 Pasal 3 Permenag Nomor 16 tahun 2010 menyebutkan bahwa setiap sekolah wajib menyelenggarakan pendidikan agama. Setiap peserta didik pada sekolah berhak memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Sedangkan Pasal 4 ayat (1) menyebutkan dalam hal jumlah peserta didik yang seagama dalam satu kelas paling sedikit 15 (lima belas) orang wajib diberikan pendidikan agama kepada peserta didik di kelas. (2) Dalam hal jumlah peserta didik yang seagama dalam satu kelas kurang dari 15 (lima belas) orang, tetapi dengan cara penggabungan beberapa kelas paralel mencapai paling sedikit 15 (lima belas) orang, maka pendidikan agama pada
sekolah dilaksanakan dengan mengatur jadwal tersendiri yang
tidak
merugikan siswa untuk mengikuti mata pelajaran lain. (3) Dalam hal jumlah peserta didik yang seagama pada sekolah paling sedikit 15 (lima belas) orang, maka pendidikan agama wajib dilaksanakan di sekolah tersebut. (4) Dalam hal jumlah peserta didik yang seagama pada satu sekolah kurang dari 15 (lima belas) orang, maka pendidikan agama dilaksanakan bekerjasama dengan sekolah lain, atau lembaga keagamaan yang ada di wilayahnya. C. Pendidikan Agama dalam Kurikulum SMA Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdasakan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UndangUndang Nomor 20/2003). Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olah hati, olah pikir, oleh rasa, dan olah raga, agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Implementasi Undang-Undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan diantaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan. PP ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delam standar nasional pendidikan yakni: (1) standar isi; (2) standar proses; (3) standar kompetensi lulusan; (6) standar pengelolaan; (7) standar pembiayaan; (5) standar penilaian pendidikan. Standar isi secara keseluruhan mencakup: (1) kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyusunan kruikulum dapat tingkat satuan pendidikan; (2) beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah; (3) kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyusunan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi, dan (4) kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah. Kerangka dasar dan struktur kurikulum berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005 pasal 6 ayat (1) dinyatakan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas lima kelompok mata pelajaran, yakni (1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (2) kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian; (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan alam dan teknologi; (4) kelompok mata pelajaran estetika; (5) kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan. Adapun struktur kurikulum SMA/MA kelas X, XI, XII, pada setiap semesternya dengan lokasi waktu 2 jam pembelajaran @ 45 menit. Terdapat 7 prinsip dalam pelaksanaan kurikulum ditiap satuan pendidikan berdasar lampiran Permendiknas No. 22/2006 tentang Standar Isi adalah: 1) Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini siswa harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis, dan menyenangkan.
(2) Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar yakni: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; (b) belajar untuk memahami dan menghayati; (c) belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan menemukan diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. 3) Pelaksanaan kurikulum memungkinkan siswa mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik yang berdimensi keTuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral. 4) Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip ing ngarso sung tulada, ing madia mangun karsa, tut wuri handayani (di depan memberi contoh, di tengah membangun semangat, dan di belakang memberikan daya kekuatan). 5) Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, dengan prinsip alam takambang jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar, contoh dan teladan). 6) Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial, dan budaya, serta kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal. (7) Kurikulum yang mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan local dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, berkaitan, dan kesinambungan yang cocok dan memadai antar kelas, jenis serta jenjang pendidikan.
D. Standar Kompetensi Lulusan SMA Berdasarkan
Permendiknas
Nomor
23/2006
tentang
standar
Kompetensi lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, pasal 1 dinyatakan; (1) Standar Kompetensi lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik; (2) Standar Kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. (3) Standar Kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada lampiran Peraturan Menteri ini. Standar
Kompetensi
lulusan
Satuan
Pendidikan
(SKL-SP)
berdasarkan lampiran Permendiknas Nomor 23/2006, untuk Pendidikan Menengah
yang
terdiri
atas
SMA/MA/SMALB/Paket
C
bertujuan:
Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Standar Kompetensi Lulusan Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) berdasarkan lampiran Permendiknas Nomor 23/2006, untuk kelompok mata pelajaran Agama dan Akhlak Mulia bertujuan: Membentuk peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Tujuan tersebut dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga dan kesehatan. Adapun cakupan SK-KMP SMA/MAS/SMALB/Paket C untuk KMP Agama dan Akhlak Mulia meliputi: (1) Berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang dianut sesuai dengan perkembangan remaja. (2) Menghadapi keberagaman agama, bangsa, suku ras, golongan sosial ekonomi, dan budaya dalam tatanan global. (3) Berpartisipasi dalam penegakan aturan-aturan sosial. (4) Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat. (5) Menghargai adanya perbedaan pendapat dan berempati terhadap orang lain. (6)
Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui berbagai cara termasuk pemanfaatan teknologi informasi yang mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan. (7) Menjaga kebersihan, kesehatan, ketahanan dan kebugaran jasmani dalam kehidupan sesuai dengan tuntutan agama. (8) Memanfaatkan lingkungan sebagai makhluk ciptaan Tuhan secara bertanggung jawab. Standar Kompetensi Mata Pelajaran SMA/MA/SMK/MAK untuk mata
pelajaran
Pendidikan
Agama
Islam
berdasarkan
Lampiran
Permendiknas Nomor: 23/2006 adalah: (1) memahami ayat-ayat Al-Qur‟an yang berkaitan dengan fungsi manusia sebagai khalifah, demokrasi, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (2) meningkatkan keimanan kepada Allah sampai Qadha dan Qadar melalui pemahaman terhadap sifat dan Asmaul Husna. (3) Berperilaku terpuji seperti husnuzhan, taubat, dan meninggalkan perilaku tercela seperti isyaraf, tabzir, dan fitnah. (4) Memahami sumber hukum Islam dan hukum taklifi serta menjelaskan hukum muamalah dan hukum keluarga dalam Islam. (5) Memahami sejarah Nabi Muhammad pada periode Mekah dan periode Madinah, serta perkembangan Islam di Indonesia dan di dunia. Standar kompetensi mata pelajaran pendidikan agama Hindu pada SMA/SMK berdasarkan lampiran Permendiknas Nomor 23/2006 adalah: (1) Memahami Atman sebagai sumber hidup, Hukum Karma dan Purnarbhawa, dan ajaran Moksa sebagaim tujuan tertinggi. (2) Memahami sifat-sifat Tri Guna dan Dasa Mala, ajaran Tat Twan Asi, Catur Warna, Catur Asrama, dan Catur Purusarta. (3) Memahami tata cara persembahyangan, pelaksanaan Yadnya dalam khidupan, dan perkawinan menurut Hindu (Wiwaha). (4) Memahami pokok-pokok ajaran Weda (Weda Sruti dan Smerti) sebagai sumber hukum Hindu. (5) Memahami struktur, hakekat dan pelestarian kesucian tempat suci. (6) Memahami perhitungan hari-hari suci menurut Hindu. (7) Memahami kepemimpinan menurut Niti Sastra dan hakikatnya. (8) Memahami proses penciptaan dan pralaya alam semesta. (9)
Memahami nilai-nilai budaya Dharma Gita, seni keagamaan Hindu dan sejarah perkembangan agama Hindu di Indoia dan Negara lainnya. Standar Kompetensi Mata Pelajaran SMA/SMK untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Budha berdasar lampiran Permendiknas Nomor 23/2006 adalah: (1) Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Tri Ratna dengan mengetahui fungsi serta refleksi dalam moralitas (sila), meditasi (Samadhi), dan kebijaksanaan (panna). (2) Memiliki kemampuan untuk memahami dan meyakini hokum alam. (3) Membaca Paritta dan Dhammapada serta mengerti artinya. (4) Beribadah (kebaktian) dengan baik dan benar sesuai dengan tuntutan masing-masing aliran. (5) Meneladani sifat, sikap, dan kepribadian Buddha, Bodhisattva, dan para siswa utama Buddha. (6)
Memiliki
kemampuan dasar berfikir logis, kritis, dan kreatif untuk memecahkan masalah. (7) Memahami sejarah kehidupan Buddha Gotama. (8) Memahami peran agama dalam kehidupan sehari-hari. (9) Memiliki bekal pengetahuan dan kemampuan untuk melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi. E. Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru SMA Pasal 1 Permendiknas Nomor 16/2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dinyatakan: 1) Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional; 2) Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri ini. Pada lampiran Permendiknas Nomor 16/2007 disebutkan bahwa kualifikasi akademik guru SMA atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum Diploma empat (D-IV) atau Sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Semua guru harus memenuhi empat kompetensi guru yakni: (1) kompetensi paedagogik, (2) kompetensi professional, (3) kompetensi sosial, (4) kompetensi kepribadian. Pada Kompetensi Inti Guru butir 20 untuk guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK adalah sebagai berikut: (1) Kompetensi Guru Pendidikan Agama
Islam adalah: (a) Menginterpretasikan materi, struktur, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam; (b) Menganalisis materi, struktur, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. (2) Kompetensi Guru Pendidikan Agama Kristen adalah: (a) Menginterpretasikan materi, strukutr, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Kristen; (b) Menganalisis materi, strukutr, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Kristen. (3) Kompensasi Guru Pendidikan Agama Katolik adalah: (a) Menginterpretasikan materi, struktur, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik. (b) Menganalisis materi, struktur, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajan Pendidikan Agama Katolik. (4) Kompensasi Guru Pendidikan Agama Hindu adalah: (a) Menginterpretasikan materi, struktur, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Hindu; (b) Menganalisis materi, struktur, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Hindu. (5) Kompetensi
Guru
Pendidikan
Agama
Buddha
adalah:
(a)
Menginterpretasikan materi, struktur, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Budha; (b) Menganalisis materi, struktur, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Budha. (6) Kompetensi Guru Pendidikan Agama Konghucu adalah: (a) Menginterpretasikan materi, struktur, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajaran Pendidikan Agama Konghucu; (b) Menganalisis materi, struktur, konsep, dan pola pikir ilmu-ilmu yang relevan dengan pembelajan Pendidikan Agama Konghucu.
BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi, Sampel, dan Sampling Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2005). Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah seluruh SMA Negeri dan SMA Swasta se-Kota Magelang yang berjumlah 13 SMA, dengan rincian 5 SMA Negeri dan 8 SMA Swasta. Adapun samplingnya adalah total sampling atau sampel populasi. Sebab semua populasi dijadikan sampel penelitian. B. Jenis Data 1. Jenis Data Primer Jenis data adalah segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi (Suharsimi, 2006). Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah kuantitatif, yaitu data yang dapat diukur secara langsung (Hadi, 2002). Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono, 2011). Sedangkan menurut Suryabrata (2003) data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date diperoleh langsung oleh peneliti dari responden atau subyek penelitian. Dalam penelitian ini data diperoleh dari hasil angket yang diperoleh dari tanggapan responden (Kepala Sekolah) SMA se-Kota Magelang dan wawancara sesuai dengan daftar pertanyaan tentang variabel yang akan diteliti, yakni penyelenggaraan pendidikan agama sesuai Permenag RI Nomor 16/2010 dan Perda Kota Magelang Nomor 02/2010. 2. Jenis Data Sekunder Data yang diperoleh berasal dari dokumen atau pustaka yang terkait dengan masalah yang diteliti, yaitu data tentang peserta didik yang
meliputi nama, tempat tanggal lahir, alamat, agama. Selain data tersebut, juga diperoleh data guru agama masing-masing SMA. C. Metode Pengumpulan Data Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Metode Angket; Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode angket pelaksanaan pendidikan agama di sekolah, dengan penyusunan skala yang dikonstruksikan sendiri oleh peneliti. Bentuk angket dikembangkan dengan model skala Likert yang menggunakan lima pilihan jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak dapat menentukan (netral), tidak setuju, dan sangat tidak setuju pada item masing-masing item. Masing-masing kategori jawaban mempunyai rating yang bergerak dari satu hingga lima. Upaya untuk memasukkan kategori tengah (middle category) adalah untuk memfasilitasi responden yang memiliki trait yang sedang (moderate trait standing). 2. Metode Dokumenter Dokumentasi yang berisi tentang informasi yang berkaitan dengan data siswa tentang identitas peserta didik menjadi salah satu metode pengumpulan data yang efektif. Informasi bisa diperoleh lewat fakta yang tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Faisal (Rachmatul, 2013) mengutarakan “data berupa dokumen seperti ini bisa dipakai untuk menggali informasi yang terjadi dimasa silam”. Dokumentasi digunakan untuk mengungkap identitas siswa yang berkaitan dengan agama yang dianutnya. 3. Metode Wawancara Metode wawancara digunakan untuk mengungkap aspek-aspek dorongan dan hambatan pelaksanaan pendidikan agama di sekolah. Agar tidak menyimpang dalam wawancara perlu dibuat pedoman wawancara untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek
relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Pedoman tersebut oleh interviewer harus memikirkan bagaimana pertanyaan akan dijabarkan secara konkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan kontekstual saat wawancara berlangsung. 4. Observasi Observasi merupakan kegiatan dengan menggunakan panca indera, bisa penglihatan, penciuman, pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau suasana tertentu, dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk memperoleh gambaran nyata suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan penelitian. Observasi
dapat
dilakukan
dengan
berbagai
cara
seperti
diungkapkan Bungin (Rachmatul, 2013), beberapa bentuk observasi, yaitu: a) Observasi partisipasi; b) Observasi tidak terstruktur, dan c) Observasi kelompok. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode observasi partisipasi. Observasi partisipasi (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan dimana peneliti terlibat dalam keseharian seperti kegiatan beribadah di sekolah. Apakah sekolah telah menyediakan sarana dan prasarana untuk ibadah kepada peserta didiknya? D. Validitas Instrumen Penelitian Untuk mendapatkan validitas data maka dibutuhkan instrument penelitian yang valid. Validitas ialah seberapa jauh alat dapat mengungkap dengan benar gejala atau sebagian gejala yang hendak diukur, artinya alat ukur tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Suatu alat ukur dapat dikatakan
mempunyai
valkiditas
tinggi
apabila
menjalankan fungsi ukurnyavatau memberikan hasil
alat
ukur
tersebut
ukur yang sesuai
dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Hadi, 2004). Validitas
data dilakukan uji akhli atau Expert Opinion yang dilakukan dengan mengkonsultasikan instrument penelitian kepada pakar penelitian. E. Teknik Analisa Data Analaisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis seperti yang disarankan oleh data (Moeloeng, 2006). Sementara Subagyo (2006) mengatakan bahwa analisis data merupakan proses penyusunan data yang telah terkumpul. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif berdasarkan hasil angket, wawancara kepada responden dan hasil observasi di lingkungan sekolah. D. Jadwal Penelitian Tabel 1 Jadwal Kegiatan Penelitian No
Jenis Kegiatan
1
PERSIAPAN - Proposal - Perijinan Penelitian - Menyusun instrument PELAKSANAAN -Menyiapkan instrument -Uji coba dan revisi Instrumen -Tabulasi data -Analisis data -Kesimpulan hasil TAHAP AKHIR -Penyusunan laporan -Seminar dan publikasi Naskah
2
3
1
Bulan 2 3
4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bagian ini akan diuraikan beberapa hal pokok yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian yang telah dilakukan, meliputi orientasi kancah dan persiapan penelitian yang telah dipersiapkan, meliputi orientasi kancah dan persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, analisas data dan pembahasan. A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 1.
Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Daerah Kota Magelang, terhadap pelaksanaan pendidikan agama pada SMA Negeri dan swasta se-Kota Magelang. Berdasarkan data di Kantor Dinas Pendidikan Kota Magelang, jumlah SMA tercatat 13 SMA yang terdiri 5 (lima) SMA Negeri dan 8 (delapan) SMA swasta. Daftar SMA yang diteliti sebagaimana terlampir (Lampiran 2).
2.
Izin Penelitian Izin untuk melaksanakan penenlitian ini, dimulai dengan mengajukan permohonan
izin
dari
Ketua
LP3M
Universitas
Muhammadiyah
Magelang,dengan surat nomor: 192/LP3M/3.II.AU/F/2014, tanggal 12 September 2014. Proses selanjutnya permohonan izin ini dilanjutkan kepada Kepala Kantor Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Magelang. Proses perijinan penelitian ini tidak mengalami kendala apapun. Ijin penelitian diberikan sejak tanggal 29 September 2014 melalui Surat Kepala Dinas Pendidikan Kota Magelang, Nomor 08/1825/230, tanggal 29 September 2014. Surat ijin penelitian sebagaimana terlampir (Lampiran 1) 3.
Persiapan Penelitian Tahap persiapan penelitian dimulai dengan menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu instrument (angket, pedoman wawancara dan dokumentasi) tentang pemahaman Kepala Sekolah SMA terhadap Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama. Instrumen sebagaimana terlampir. (Lampiran 3).
B. Pelaksanaan Penelitian Pengambilan data dilakukan di wilayah kerja Pemerintah Kota Magelang mulai bulan Oktober sampai dengan Nopember 2014. Tiga macam data yang diperoleh yaitu pertama data dokumen guru agama dan agama yang dianut siswa, serta dokumen guru agama masing-masing sekolah, kedua data hasil angket dan ketiga data hasil wawancara dengan Kepala Sekolah. Angket disampaikan terhadap 13 Kepala Sekolah. Berdasarkan pendekatan yang dilakukan tim peneliti, Kepala Sekolah yang bersedia mengisi angket, memberikan dokumen yang diperlukan dan bersedia wawancara dengan tim peneliti hanya 8 (delapan) Kepala Sekolah yaitu SMA Negeri 1, SMA Negeri 2, SMA Negeri 3, SMA Negeri 4, SMA Negeri 5, SMA Muhammadiyah 1 dan 2 serta SMA LB YPALB. Sedangkan sisanya sejumlah 5 SMA Swasta selainnya menyatakan keberatan untuk mengisi data dokumen, mengisi angket dan wawancara. Kelima Kepala Sekolah yang menolak untuk mengisi angket, data dokumen serta menolak untuk diwawancara adalah SMA Kristen 1 dan SMA Kristen 2 (El-Saday), SMA Kristen Indonesia, SMA Katholik Pendowo, dan SMA Tarakanita. Alasan penolakan mereka sebagian besar karena tidak mendapatkan ijin dari Ketua Yayasan sekolah. C. Penyajian Data Penelitian Setelah angket diedarkan ke responden dan dilakukan tabulasi data, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data deskriptif sebagaimana pada tabel data berikut ini: Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Angket 1.
Tanggapan Responden terhadap UU No. 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dinyatakan dalam 5 (lima) item pertanyaan dapat dilaporkan sebagai berikut:
Tabel 2 Tanggapan Responden terhadap UU No. 20/2003 Pernyataan UU No. 20/2003 Responden 4 5 6 7 Sangat Setuju 6 5 4 5 Setuju 2 2 4 3 Kurang Setuju 1 Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 8 8 8 8 Sumber: Data primer yang diolah 2014
8 5 3 8
Frek
%
25 14 1 40
62.50 35.00 2.50 100,00
Berdasarkan Tabel 2. dapat diketahui bahwa tanggapan responden terhadap Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, sebagian besar memberikan jawaban sangat setuju (61,29%). Hal ini menunjukkan bahwa Kepala Sekolah telah memahami Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang mereka pimpin. 2. Tanggapan Responden Terhadap Peraturan Menteri Agama RI No. 16/2010, tentang Pengelolaan Pendidikan Agama di SMA yang terdiri dari 6 (enam) item pertanyaan dapat dilaporkan sebagaimana dalam tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Tanggapan Responden Terhadap Permenag No. 16/2010 Pernyataan Permenag No. 16/2010 Responden 1 2 3 9 10 Sangat Setuju 5 4 5 5 5 Setuju 3 4 3 3 3 Kurang Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 8 8 8 8 8 Sumber: Data primer yang diolah 2014
15 1 5 2 8
Frek.
%
25 21 2 48
52.09 43.75 4.16 100.00
Berdasarkan Tabel 3. dapat diketahui bahwa tanggapan responden terhadap Peraturan Menteri Agama RI No. 16 Tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan agama di SMA, sebagian besar memberikan jawaban sangat setuju (52,09%). Hal ini menunjukkan bahwa Kepala Sekolah telah
memahami Peraturan Menteri Agama No. 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama meliputi standar isi, kurikulum, ;proses pembelajaran, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, penyelenggaraan, sarana dan prasarana, pembiayaan, penilaian dan evaluasi. 3. Tanggapan Responden Terhadap Perda Kota Magelang No. 02/2010 tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana disebutkan dalam pasal 48 ayat (1) dan ayat (2), bahwa peserta didik pada setiap satuan pendidikan berkewajiban menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya dan menghormati pelaksanaan ibadah peserta didik lain. Pasal 48 ayat (2) peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Tabel 4 Tanggapan Responden Terhadap Perda Kota Magelang No. 02/2010 Pernyataan Responden
Perda Kota Magelang No. 02/2010
16 Sangat Setuju 5 Setuju 3 Tidak setuju Kurang Setuju Sangat Kurang Setuju Jumlah 8 Sumber: Data primer yang diolah 2014
17 5 3 8
Frek.
%
10 6 16
62.50 37.50 100.00
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa tanggapan responden terhadap Peraturan Daerah Kota Magelang No. 02 Tahun 2010 tentang sistem penyelenggaraan pendidikan, sebagian besar responden memberikan jawaban sangat setuju (62,50%) dan setuju (37.50). Hal ini menunjukkan bahwa Kepala Sekolah memberikan tanggapan positif dan telah memahami Perda tentang sistem penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan SMA. 4.
Pelaksanaan Permenag No. 16/2010 dan Perda Kota Magelang No. 02/2010 Setiap sekolah wajib menyelenggarakan pendidikan agama dan setiap peserta didik pada sekolah berhak memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.
Dalam pelaksanaannya kurikulum pendidikan agama di sekolah, disyahkan oleh Kepala Kantor Kementerian agama Kabupaten/Kota. Pernyataan tersebut dinyatakan dalam 7 (tujuh) item pertanyaan sebagaimana dalam laporan berikut ini. Tabel 5 Pelaksanaan Permenag No. 16/2010 dan Perda Kota Magelang No. 02/2010 Pernyataan Responden
Pelaksanaan Permenag RI. No. 16/2010 dan Perda Kota Magelang No. 02/2010
11 12 13 14 Sangat Setuju 3 3 5 4 Setuju 4 5 3 4 Tidak setuju 1 Kurang Setuju Sangat Kurang Setuju Jumlah 8 8 8 8 Sumber: Data primer yang diolah 2014
18 4 4 8
19 3 5 8
20 5 3 8
Frek
%
24 23 4 5 56
42.86 41.07 7.14 8.93 100.00
Berdasarkan Tabel 5. dapat diketahui bahwa tanggapan responden terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri Agama RI No. 16 Tahun 2010 dan pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Magelang No 02 Tahun 2010, sebagian besar memberikan jawaban sangat setuju (42,86%) dan setuju (41.07%). Guru agama yang mengampu pendidikan agama, seharusnya disediakan dan difasilitasi oleh Pemerintah dan bukan disediakan oleh sekolah masingmasing. Deskripsi Jawaban Responden Berdasarkan Hasil Wawancara 1. Tanggapan responden terhadap Permenag Nomor 16 Tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan agama, sebagian besar memberikan tanggapan positif dimana sekolah memfasilitasi terhadap semua siswa berkaitan dengan pelayanan pembelajaran mata pelajaran agama sesuai dengan agama yang dianut siswa. Pemberian kesempatan untuk mengikuti pembelajaran sesuai dengan agama yang dianut siswa, sekolah memfasilitasi berbagai kegiatan perayaan keagamaan sesuai dengan agama yang dianut oleh siswa. Kegiatan peringatan hari besar agama dilaksanakan secara rutin setiap tahun ajaran.
Sejumlah kepala sekolah menyatakan bahwa Permenag sesungguhnya sudah cukup mengakomodir pendidikan bagi peserta didik sesuai agama masing-masing. Permenag juga telah memenuhi sebagai payung hukum bagi pelaksanaan pendidikan agama di SMA. 2. Tanggapan Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 2 Tahun 2010 tentang sistem penyelenggaraan pendidikan di sekolah sebagian besar menyatakan positif
terhadap
Perda
Kota
Magelang
yang
secara
rinci
mengatur
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Sekolah juga dapat memfasilitasi berbagai kegiatan perayaan keagamaan sesuai dengan agama yang dianut siswa. Perda Nomor 02 Tahun 2010, pelaksanaannya agar terus dievaluasi, terutama di sekolah swasta berbasis agama non-Islam, agar peserta didik muslim dapat terjamin haknya mendapat pelajaran agama yang dianutnya. 3. Faktor penghambat pelaksanaan pendidikan agama di SMA meliputi: a. Monitoring
kegiatan
pembelajaran
pendidikan
agama
belum
bisa
dilaksanakan secara rutin (kurang). b. Pendidikan agama masih mengutamakan pendekatan pengetahuan, dan belum kepada amalan. c. Kementrian Agama tidak pernah memberikan bantuan fasilitas pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah. d. Jumlah guru pendidikan agama di samping jumlahnya masih kurang, juga penyebarannya tidak merata. Bagi sekolah negeri, faktor penghambat utama adalah ketersediaan
guru agama non Islam, sehingga sekolah terpaksa
menggunakan guru-guru agama non PNS dari sekolah lain. e. Fasilitas pendidikan agama di masing-masing satuan pendidikan belum merata, ada yang sudah mencukupi, tapi ada yang masih sangat kurang. f. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah kurang tegas dalam melaksanakan peraturan yang telah dibuat. Deskripsi Hasil Pengamatan/Observasi Berdasarkan pengamatan/observasi tim peneliti sekolah-sekolah negeri sebagian besar telah memiliki fasilitas ibadah cukup memadai, khususnya bagi
peserta didik yang beragama Islam. Satuan pendidikan yang telah memiliki fasilitas katagori baik adalah SMA Negeri 4 Kota Magelang. Sekolah ini telah memiliki laboratorium Pendidikan Agama Islam (PAI) atas bantuan pemerintah dari Kementerian Agama. Sedangkan sekolah swasta yang berbasis agama nonIslam, belum memiliki fasilitas ibadah sebagaimana ketentuan Permenag No. 16 Tahun 2010. Karena sekolah tidak memiliki tempat ibadah secara khusus, peserta didik yang beragama Islam praktis tidak bisa menunaikan ibadah sholat dhuhur di sekolah. D. Pembahasan. 1. Data tanggapan responden terhadap UU No. 20 Th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagian besar memberikan jawaban sangat setuju 61,29% dan jawaban setuju sebesar 35 %. Hal ini menunjukkan bahwa kepala sekolah telah memahami UU-Sisdiknas yang menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Berdasarkan data tersebut ternyata UU-Sisdiknas memberikan dampak positif terhadap penyelenggaraan pendidikan agama di sekolah. Hal ini berarti kepala sekolah sebagai stakeholder, dalam mengambil kebijakan penyelenggaraan pendidikan di sekolah tidak ada keraguan dan kekawatiran salah dalam menentukan kebijakan. 2. Berdasarkan hasil pengumpulan data responden terhadap Permenag RI No. 16/2010 tentang pengelolaan pendidikan agama diketahui bahwa sebagian besar memberikan jawaban sangat setuju (52,09%). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar kepala sekolah telah memahami dengan ditunjukkan tanggapan positif terhadap Permenag No. 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama, dimana sekolah dapat memfasilitasi terhadap semua siswa berkaitan dengan pelayanan pembelajaran mata pelajaran agama sesuai dengan agama yang dianut siswa. Sehingga bagi siswa yang beragama non Islam (Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan Khonghucu) dapat diberikan waktu khusus dan menyiapkan guru agama yang sesuai dengan agama yang dianut siswa.
Selain memberikan kesempatan siswa untuk mengikuti pembelajaran sesuai dengan agama yang dianut, sekolah juga dapat memfasilitasi berbagai kegiatan perayaan keagamaan sesuai dengan agama yang dianut oleh siswa. Kegiatan peringatan hari besar agama dilaksanakan secara rutin setiap tahun ajaran. Bahkan sejumlah kepala sekolah menyatakan bahwa Permenag tersebut dianggap telah mengakomodir pendidikan agama bagi peserta didik sesuai agama masing-masing. Permenag ini juga sudah dapat memenuhi syarat sebagai payung hukum bagi pelaksanaan pendidikan agama di SMA. 3. Eksistensi
Perda
Kota
Magelang
No.
02/2010
tentang
Sistem
Penyelenggaraan Pendidikan sebagaimana disebutkan dalam pasal 48 ayat (1) dan ayat (2), menyebutkan bahwa peserta didik pada setiap satuan pendidikan berkewajiban menjalankan ibadah dan peserta didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama, sebagian besar kepala sekolah memberikan jawaban sangat setuju (62,50%) dan setuju (37.50). Hal ini menunjukkan bahwa kepala sekolah memberikan tanggapan positif dan telah memahami Perda tentang sistem penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan di Kota Magelang. Setelah memiliki “payung hukum” pengelolaan pendidikan, kepala sekolah juga dapat memfasilitasi berbagai kegiatan perayaan keagamaan sesuai dengan agama yang dianut siswa. Meskipun keberadaan Perda Kota Magelang Nomor 02 Tahun 2010 dinilai
positif
dalam
menetapkan
pengelolaan
pendidikan,
namun
pelaksanaan Perda tersebut agar terus dievaluasi, terutama di sekolah swasta berbasis agama non-Islam, agar peserta didik muslim dapat terjamin haknya mendapat
pelajaran
agama
yang
dianutnya.
Belum
efektifnya
penyelenggaraan pendidikan agama di SMA se-Kota Magelang, karena Perda tersebut tidak mencantumkan sangsi bagi pengelola satuan pendidikan yang melanggar peraturan. Selain itu pihak Yayasan yang membawahi sekolah tidak memberikan kesempatan kepada kepala sekolah untuk melaksanakan ketentuan Permenag No. 16 Tahun 2010. Padahal sekolah yang dikelolanya
bersifat terbuka, artinya sekolah dapat menerima peserta didik terhadap semua agama. 4.
Pelaksanaan Permenag No. 16/2010 dan Perda Kota Magelang No. 02/2010 Setiap sekolah wajib menyelenggarakan pendidikan agama dan setiap peserta didik berhak memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya serta diajarkan oleh pendidik yang seagama. Penerapan kurikulum pendidikan agama di sekolah disyahkan oleh Kepala Kantor Kementerian agama Kota/Kabupaten. Hal tersebut didukung hasil olah data responden sebagian besar memberikan jawaban sangat setuju yakni sebesar 42,86% dan setuju sebesar 41.07%. Namun dalam realitanya kepala sekolah tidak meminta pengesahan pada Kementerian agama Kota/Kabupaten. Bahkan kepala SMA swasta nonIslam, menolak melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Permenag No. 16/2010 dan Perda Kota Magelang No. 02/2010. Ketersediaan guru agama (tenaga pendidik) seharusnya disediakan dan difasilitasi oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dan bukan disediakan oleh sekolah masing-masing. Pada kenyataannya sekolah masingmasing satuan pendidikan itulah yang harus menyediakan guru dan menanggung seluruh pembiayaan.
5. Faktor Penghambat Pelaksanaan Pendidikan Agama di SMA Berdasarkan temuan hasil penelitian di SMA ditemukan beberapa permasalahan yang dapat menghambat pelaksanaan pendidikan agama di SMA antara lain: a. Monitoring kegiatan pembelajaran pendidikan agama belum bisa dilaksanakan secara rutin dikarenakan masih kurangnya tenaga pengawas pendidikan agama pada satuan pendidikan SMA. b. Pelaksanaan
proses
pembelajaran
pendidikan
agama
masih
menggunakan/mengutamakan pendekatan pengetahuan (knowledge), dan belum pada amalan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari.
c. Kementrian Agama dinilai masih sangat kurang dalam pemberian bantuan fasilitas sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah khususnya SMA. Selama ini ada anggapan bahwa Kementerian agama hanya memberikan bantuan sarana dan prasarana pada satuan pendidikan Madrasah (MI, MTs dan MA). d. Jumlah guru pendidikan agama di samping jumlahnya masih kurang, juga penyebarannya tidak merata. Bagi sekolah negeri, faktor penghambat utama adalah ketersediaan
guru agama non-Islam, sehingga sekolah
terpaksa menggunakan guru-guru agama non PNS dari sekolah lain dan harus menanggung pembiayaan honoratium terhadap guru agama tersebut. e. Fasilitas pendidikan agama di masing-masing satuan pendidikan belum merata, ada yang sudah tercukupi, tapi sebagian masih ada yang sangat kurang sarana dan prasaranan ibadah di SMA. f. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah kurang tegas dalam melaksanakan peraturan yang telah dibuat. Hal ini terbukti meskipun Undang-Undang, Permenag dan Perda tentang pengelolaan pendidikan agama sudah ditetapkan, namun tidak ada sangsi kepada sekolah yang tidak melaksanakan Undang-Undang/peraturan yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil pembahasan di atas, sesuai tujuan penelitian ini dapat diketahui bahwa sebagian besar kepala sekolah telah mengetahui dan memahami pengelolaan pendidikan agama sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI No. 16 Tahun 2010. Namun dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut peserta didik hanya dilaksanakan pada sekolahsekolah negeri, sekolah milik amal usaha Muhammadiyah dan SMALB Yayasan PALB. Sedangkan pendidikan agama yang berbasis agama non-Islam (Kristen dan Katholik) menolak memenuhi kebutuhan siswanya untuk mendapatkan hak pelajaran agama sesuai yang dianutnya. Kenyataan ini menunjukan bahwa implementasi kebijakan pendidikan agama sesuai peraturan yang berlaku di Kota Magelang belum bisa berjalan maksimal.
Faktor penghambat pendidikan agama di SMA antara lain adanya jumlah guru agama masih kurang, penyebarannya tidak merata. Bagi sekolah negeri, faktor penghambat utama adalah ketersediaan guru agama non-Islam. Sementara sekolah berbasis agama non-Islam kendalanya adalah belum terlaksananya komunikasi efektif dengan Yayasan sebagai pemilik lembaga pendidikan tingkat SMA. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah kurang tegas dalam melaksanakan peraturan yang telah dibuat. Hal ini terbukti meskipun UndangUndang, Peraturan Menteri Agama dan Peraturan Daerah tentang pengelolaan pendidikan agama sudah ditetapkan, namun tidak ada sangsi kepada sekolah yang tidak melaksanakan Undang-Undang maupun peraturan yang telah ditetapkan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1.
Hasil analisis data sebagian besar kepala sekolah telah mengetahui dan memahami pengelolaan pendidikan agama sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Agama RI No. 16 Tahun 2010. Namun dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut peserta didik hanya dilaksanakan
pada
sekolah-sekolah
negeri,
sekolah
milik
amal
usaha
Muhammadiyah dan SMALB.
2. Pelaksanaan pendidikan agama pada sekolah berbasis agama non-Islam (Kristen dan Katholik) menolak memenuhi kebutuhan siswanya untuk mendapatkan hak pelajaran agama sesuai yang dianutnya. Kenyataan ini menunjukan bahwa implementasi kebijakan pendidikan agama sesuai peraturan yang berlaku di Kota Magelang belum bisa berjalan maksimal.
3. Faktor penghambat pendidikan agama di SMA antara lain adanya jumlah guru agama masih kurang, penyebarannya tidak merata. Bagi sekolah negeri, faktor penghambat utama adalah ketersediaan guru agama non-Islam. Sementara sekolah berbasis agama non-Islam kendalanya adalah belum terlaksananya komunikasi efektif antara Stakeholder (Dinas Pendidikan, Dewan Pendidikan, Pemerintah Daerah dan DPRD dengan Yayasan sebagai pemilik lembaga pendidikan.
4. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah kurang tegas dalam melaksanakan peraturan, karena tidak ada sangsi kepada sekolah yang tidak melaksanakan peraturan yang berkaitan dengan pendidikan agama di sekolah. B. Saran Saran dari penelitian ini adalah: 1. Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pemerintah Kota Magelang perlu mengadakan pendekatan dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, Ketua Yayasan, Kepala Sekolah.
2. Pemerintah Daerah perlu menyediakan dan memfasilitasi guru agama yang dibutuhkan oleh sekolah. 3. Dinas Pendidikan, Dewan Pendidikan, DPRD Kota Magelang perlu mengevaluasi Peraturan Daerah Kota Magelang Nomor 02 Tahun 2010 tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA Hadi, Sutrisno. 2002.Metodologi Research. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Machasin. 2014. Laporan Tahunan Pendidikan Agama dan Keagamaan Tahun 2013, Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI. Republika.co.id..Jakarta (diakses, tgl 26-8-2014). -----------. 2014. Ada Sekolah Tak Penuhi Hak Pelajaran Agama Siswanya. Harian Umum Republika, 25 Maret 2014. Master Plane Pendidikan Kota Magelang 2010 – 2015. Badan Perencanaan Pemerintah Kota Magelang. Moeloeng, J. Lexi. 2006.Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Perda Kota Magelang Nomor 02 Tahun 2010, tentang Sistem Penyelenggaraan Pendidikan. Permenag RI Nomor 16 Tahun 2010, tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Pada Sekolah. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. tentang Standar Isi. ----------- Nomor 23 Tahun 2007, tentang Perubahan Permendiknas Nomor 24/2006, tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22/2006 dan Nomor 23/2006. -----------Nomor 16/2007, tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. ---------- Nomor 41/2007, tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Peraturan Pemerintah Nomor 19/2005. tentang Standar Nasional Pendidikan. Rachmatul. 2013. Teknik Pengumpulan Data dalam Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. http://rachmatul4212.wordpress.com. (Diakses tgl 1 September 2014). Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung. Alfa Beta. -----------, 2011. Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfa Beta.
Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Suryabrata, Sumadi. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Undang-Undang Nomor 39/1999, Departemen Kehakiman RI.
tentang
Hak
Azasi
Manusia.Jakarta.