! --jl,
' No:
S/l-Pl06{/K./DIPtum/201 2
f vr"l
LAPORAN PENELIT TAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI PENGARUH VARIASI BENTUK SUBSTRAT KITIN HASIL ISOLASI LIMBAE CANGI(A.NG UDANG PADA PROSES DEGRADASI ENZIMATIS KITINASE DARI BAKTERI PSEUDOMONAS SP TNH54
UXESA. :Jniversitas N€geri Sutabaya
Oleh:
Dr. Nunieli IIerdyastuti, M.Si. Dr. Sari Edi Cahyaningrurn, M.Si.
Dilaksauakan del1gaD Dant DIPA Universit*s Nege]i Surabaya Beldasar Surat Keputusan Rektor Universitas Negeri Suribayl Nomor: 064/UN38/HK/P['12012 ta ggal 26 lanuari 2012
KEMENTRIA]\ PENDIDII'AN DAN KNBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA I,FMBAGA PE,NELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
20t2
i..,.r
No:5/LPl06,t/K/DIPA^IIl2012
ll
l{-
M IPA
L'l
ct t /Fln{* hr.fi cL '1t ) / t+!'t /m
LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL MEMPELAJARI PENGARUH VARIASI BENTUK SUBSTRAT KITIN HASIL ISOLASI LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES DEGRADASI ENZIMATIS KITINASE DARI BAKTERI PSET]DOMONAS SP TNH54
UNESA Universi(ar Neger: Su.abaya
Oleh:
Dr. Nuniek Herdt-'astuti, M.Si, Dr. Sari Edi Cahyaningrum, M.Si.
Dilaksanakan dengall Dana DIPA Universitas Negcri Surabaya Berd:rsar Surrl Kepltusan Rektor Universitas Negeri Surabaya Nomor: 064ruN38/HK,?L/2012 tanggal 26 Januari 2012
KEMENTRIAN PENDIDIIiA.N DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
2012
IIALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR 1.
Mempelajari pengaruh variasi bentuk substrat kitin hasil isolasi limbah cangkang udang pada proses degradasi enzimatis kitinase dad baklei Pseltdolrotlds ,rp TNH54
Judul
2, Ketua
:
Pereliti
a. Nama
Dr. Nuniek Heidyastuti, M.Si
b. Jenis Kelamin c. Pangkat/Golongan
Perempuan Pembina / IVa 19701 1101998022001
d, NIP e. Jabatan Sekarang
f. Fakultas/Jurusan/Pusat Penelitian g. AIamat kantor/Telp./Far.E-mail h. Alamat rumah/Te1p./Fax./E-mail
i. Tim Peneliti No Nama
Lektor Kepala MIPA/Kimia.rLNESA KampLN Lll\trESA Jl.Ketintang Surabaya/ (03 1)8298761/
[email protected] : Jl.Karah 5/50 Jambangan Surabaya/ (03 1 )8285623/ nherdyastudlayahoo.com Bidang keahlian
Fakultas/Jurusan
Perguruan Tinggi
Biokimia
MIPA/Kimia
Udversitas Negeri
MIPA,rl{imia
Universitas Negeri
1.
Dr.
2.
M,Si Dr.Sari Edi Cahyaningru r, BioMSi Arorsanik
Nuniek
Herdyastuti,
Surabava Surabaya
3. Pcndanaan dan jangka waktu penelitian ,'t funrn a. Jangka waktu Penelitian : Rp. 40.000.000,00 b. Bia,va total yang diusulkan : Rp. 30.000.000.00 c. Biaya yang disetujui
Sumba-va, 6 Nopember 2012 Ketua Peneliti
Dr.Nuniek Herdvastuti.lvl.Si NIP 19701 1 101998022001
6006201985031003
rs. 5r{ ";1s{:4 5312151980021002
ll
NTEMPELAJAR1 PENGARUH VARIASI BENTUK SUBSTR{T KITIN HASIL ISOLASI LIMBAH CANGKANG LTDANG PADA PROSES DEGRADASI ENZIMATIS KITINASE DARI BAKTERI Pser./on o,rdr Sp TNH54
Abstrak OIeh
I
Nuniek Herdyastuti dan Sari Edi Cahyaningrum
merupatan polimer linier dad N-Asetil-D-glukosamir! sangat di alam dan menempati uotan kedua biopoliler setelah selulosa. Kitill meiimpah
Kitin
adalah senyawa yang tidak larut dalam air salgat dao mempunyai struktur ya]rg rapat
dan kompak sehingga hal ini mempakan kendala bagi euim sehingga memerlukan waktu lama untuk metrdegadaslnya. Tujua! pele]itian ini adalah membuat beberapa jenis kitin dengan strullur yang lebih berongga dar mempelajari karallerisasi jenis kitin tersebut meliputi gugus fiugsi deogalr spektrofotometer IR, ukuran pori, luas area dengan High speed surface area serta krista.liflitas dengan X'Rdy Dilfractiok. Diharapkan dapat diperoleh jenis kitin yang palhg tepat sebagai substat kitinase be.dasarkatr aktivitas kitinase sehingga proses dggmdasi ellzimatis kith dapat dilakukan secara optimal. Telah diperoleh kitin dari cangkang l'-ulit udarg dengan cara deproteinasi dan demineralisasi yang selarjutoya dimodifikasi menjadi jeds koloidal, bead, amorf dan superfine. Hasil spelta lR ktin .jeois koioidal dan bead menuniuklan pola tang sama deDgan kion serbul. )atlu addnla puncal pada 3447 l'l)dan l07l crdanlllJcm r glrp!> 6H dan r Hl;, lo45 cm r lgugus amida yang sama dengan (gugus O). Kitin supe4fine dan amorf menunjuktal setapan kitin tetapi muflcul puncak pada daerab sidikjari. Ka&kterisasi sifat fisik berdasarkal ut-uran pori dan surface area dari kitin serbuk, koloidal, superfine, amorf dan bead menunjukkan bahrva perlakuan penggembulgan pada masing-oasing jeds kitir merubah jari-jari pori menjadi lebih besar. Hasil analisis kistalinitas merunjukkan pola diftaktogram yatrg spesif* yaitu adanya 3 puncak utama 2e yaitu 9,5 ; 19,5 dan 26 dengan intensitas yang beffa asi. Uji aktivitai kitinase dengafl menggunakan jerfs substrat kitir yang dimodifikasi menunjukkan dlai yang lebih tinggi dibandiogkan kitin serbuk. Aktivitas teninggi dituojukkai dengan motggurkar substat kitin jenis amorf dengan nilai i,858 U/mL hat id disebabkan karena rantai kitin mengalami penataan ltlarg kembali dan jaringar struktu. yang ada di dalarDnya nenjadi lebih terbuka sehiogga dimunglcinkan memudalka:r interaksi secara enzimatis.
C
\'
Kata loilci : degrudr:tsi e zirnatis, kititi, kjtt ase, Pseudomonas sp TNH5|
111
STT]DYING THE EFFECT OF VARIATION CHITIN SUBSTRATE WHICH WASTE SHRIMP SHELL ISOLATION TO DEGRADATION PROCESS CHITINASE ENZYMATIC FROM BACTERIA Pse do,t onas,tp TNH54
Abstract
By: Nutriek Ilerdyastuti and Sari Edi Cahyaningrum
Chitin, a lhear pol)mer of N-Ac€ty1-D-glucosamine (GIc-N-Ac), is the second most abundant biopollmer in nature afler cellulose. Chitin is a substaoce that is not soluble in water and has a struchue very dense and compact so it is a conshaint on the en4me so it takes 8 long time to degradation. The purpose oftiis research is to
khd of chitin with a swollen structure and study the chamcterizatio[ of chitin q?es i[clude functiooal goups by IR spectrophotometer, pore size, atr surfe.ce area wifi high speed surface area and crystalliaity by X-Ray Diffiaction. Expected to obtain the most appropriate tyle ofchitin as substrate chithase chitinase activity by enzymatic degadation ofchitin so that the process can be done optimally, There have beefl obtained from the shells of shrimp shell clftitr by deproteinasi and demineralizatiotr are further modified into a tpe ofcolloidal beads, beads, amorphous ald Superfine. The results of IR spectm of colloidal chititr and bead t,?es showed a similar pattem with chitin powder, which is the peak at 344? and 3113 crrlr (OH goup and NHr), 1645 mrl (amide group) aod 1071 cm-t(C - o goup). superfine and amorlhous chitin showed uptate similar to chith but appeared peaks ir1 the fingerprint region. Chaftcteization of physical properties based ol pore size and surface area of chitin powder, colloidal, Superfine, amorphous and bead shows that heaftlent of swelling on each qpe of cfutin change pore radius becomes large.. Crystalhitj, 2e allalysis rcsults indicate a specific pattem that is the diftactogam 3 main peak is 9.5; 19.5 and 26 \rith varying ifiensiry. Chitinase activity assay using a modified chitin subshate ry?es showed higher values than chitin powder. The highest activity was showl by using chitin amorphous t?e with a value of 1.858 U / II)l atrd this is because the chain chitio urdergo rcarrangement aDd tissue structule back in it becomes more opeq so possible enzl,rnatically facilitate ioteractiol make some
Ke)/',1jords : .legradation ofenzymatic, chitin,
chity
ase, Pseudothokas
w
TNH54
PRAKATA
Dengan mengucap sl,ukur kehadlirat Allah s.w_t, atas segala Rairmad clan
Kenluraian-Nya penulis dapat menleleaikan penelitim derlgan iaporan akhir yimg berjudul "Mempelajari pengaruh variasi bentuk substrat
kitin hasil
Iimbah cangkang udang pada proses degradasi enzimatis kitinnse Pseudarrronas sp
TNH
drri
isolasi
bakteri
54,'
Penelitian i1li memperoleh dana dari proyek peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Direktorat pembinaan penelitian Dan pengabdiaD Kepada Masyarakat
Dirjen Dikti Depdiknas Tahun Anggaran 2012 nrelalui program pereiitian Fundamental. Unluk
itu kamj
mengucapkan terima kasih kepada
:
Ketua Dp2M,
Rektor UNESA, Ketua Lernbaga penelitian dan pengabdjan LDiESA. Ketua Jurusan
Kimia tll.iESA, Ilahasisu,a Kimia
ya11g
telah membantu peneliti sehingga penelilian
ini dapat diselesaikar. Harapan kami semoga peneiitiat ini .lapat membawa manlaat bagi peneliti sendiri khususnya clan dapat memberikan informasi bagi rekan_rekan peneliti lainnya.
Surabaya, 18 Oktober 2012
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
I{ALAMAN ruDIJ'I. LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT PRAKATA DAI'TAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR I'AFTAR l,AMPIRAN BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB
III
TUJUAN DAN MANFAAT
PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA I,AMPTRAN
I
ii iii iv Yi
vii viii ix
I 4 13 14 21
36 37 40
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 5.1
Hasil analisis sifat lisik berbagai
5.2 5.3
kitin N-Asetil glukosamin standar Hasil pengukuran Allivitas kitinase dengan berbagai jenis substrat
28
ienrs
32
34
\,'lll
DAFTAR GAMBAR Ilaiaman
Gambar 2.1
Sisi spesifik pemotongan tigajenis kitinase
2.)
terhadap kitin Reaksi degradasi
2.1
Kitobiosa
4.i
Kerangka Operasional Penelitian Kitin serbuk dan kidnjenis koloidal Hd.il andlisis Sfckllor.,r-ner(r TR \il:n serbuk dan kitinjenis koloidal Kitin serbuk dan kitirljenis superfine Hasil analisis Spektrofotometer IR kitin serbuk dan kitin jenis supeiine Kitin serbuk dan kitir jenis amorf IR liti.r llr,il anarisi. rpe\t-rolbtume
i.i
5.2 5.3
5.4 5.5
5.6 5.',]
5.8 5.8 5.9 5.
t0
5.1
1
5.11 5.13 5.14
kitin oleh kjtinase
er
serbuk dan kitinjenis amorf Kitin selbuk dan kitinjenis beai lR kiti11 Hasil analisis Spektrofotcneter selbuk dan kitin jenis bead Difraktogran kiti11 serbuk DiAaktogam kitin.icnis koloidal Difrakto gram kitin jeiis superfi ne Dih'akto gram kitinjenis amorf Difraktogram kitin j enis bead Kun a standar N-,A.setil glukosamin t jickriritrs kirir ".( deng"m belbag"i ,eni. substrat
-
6 9
l6 21
22 23
21 25
26 2',1
27 29 30 30 31 31 33
34
1X
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
I
Halaman
Penentuan pa:rjang
gelombang
maksimum
Hasil 4 5
uji
aktivitas kitinase
bebempajenis substat Hasil uji pori Publikasi Seminar Biodata pengusul penelitian
pada
41
42 43 50
BIDANG ILMU : MIPA
LAPORAN PENELITIAN FUNDAMENTAL Tahun Anggaran 2012
MEMPELAJARI PENGARUH VARIASI BENTUK SUBSTRAT KITIN HASIL ISOLASI LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES DEGRADASI ENZIMATIS KITINASE DARI BAKTERI Pseudomonas Sp TNH54
Oleh : Dr. Nuniek Herdyastuti, M.Si Dr. Sari Edi Cahyaningrum, M.Si
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT Oktober, 2012
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR 1. Judul
: Mempelajari pengaruh variasi bentuk substrat kitin hasil isolasi limbah cangkang udang pada proses degradasi enzimatis kitinase dari bakteri Pseudomonas sp TNH54 2. Ketua Peneliti : a. Nama : Dr. Nuniek Herdyastuti, M.Si b. Jenis Kelamin : Perempuan c. Pangkat/Golongan : Pembina / IVa d. NIP : 197011101998022001 e. Jabatan Sekarang : Lektor Kepala f. Fakultas/Jurusan/Pusat Penelitian : MIPA/Kimia/UNESA g. Alamat kantor/Telp./Fax./E-mail : Kampus UNESA Jl.Ketintang Surabaya/ (031)8298761/
[email protected] h. Alamat rumah/Telp./Fax./E-mail : Jl.Karah 5/50 Jambangan Surabaya/ (031)8285623/
[email protected] i. Tim Peneliti No Nama Bidang Fakultas/Jurusan Perguruan Tinggi . keahlian 1. Dr. Nuniek Herdyastuti, Biokimia MIPA/Kimia Universitas Negeri M.Si Surabaya 2. Dr.Sari Edi Cahyaningrum, BioMIPA/Kimia Universitas Negeri M.Si Anorganik Surabaya 3. Pendanaan dan jangka waktu penelitian : a. Jangka Waktu Penelitian : 1 Tahun b. Biaya total yang diusulkan : Rp. 40.000.000,00 c. Biaya yang disetujui : Rp. 30.000.000,00
Surabaya, 6 Nopember 2012 Ketua Peneliti
Mengetahui Dekan FMIPA UNESA
Prof.Dr.Suyono, M.Pd. NIP 196006201985031003
Dr.Nuniek Herdyastuti,M.Si NIP 197011101998022001
Menyetujui Ketua LPPM UNESA
Dr. Ir.I Wayan Susila, M.T. NIP 195312151980021002 ii
MEMPELAJARI PENGARUH VARIASI BENTUK SUBSTRAT KITIN HASIL ISOLASI LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES DEGRADASI ENZIMATIS KITINASE DARI BAKTERI Pseudomonas Sp TNH54
Abstrak Oleh : Nuniek Herdyastuti dan Sari Edi Cahyaningrum Kitin merupakan polimer linier dari N-Asetil-D-glukosamin, sangat melimpah di alam dan menempati urutan kedua biopolimer setelah selulosa. Kitin adalah senyawa yang tidak larut dalam air sangat dan mempunyai struktur yang rapat dan kompak sehingga hal ini merupakan kendala bagi enzim sehingga memerlukan waktu lama untuk mendegradasinya. Tujuan penelitian ini adalah membuat beberapa jenis kitin dengan struktur yang lebih berongga dan mempelajari karakterisasi jenis kitin tersebut meliputi gugus fungsi dengan spektrofotometer IR, ukuran pori, luas area dengan High speed surface area serta kristalinitas dengan X-Ray Diffraction. Diharapkan dapat diperoleh jenis kitin yang paling tepat sebagai substrat kitinase berdasarkan aktivitas kitinase sehingga proses degradasi enzimatis kitin dapat dilakukan secara optimal. Telah diperoleh kitin dari cangkang kulit udang dengan cara deproteinasi dan demineralisasi yang selanjutnya dimodifikasi menjadi jenis koloidal, bead, amorf dan superfine. Hasil spektra IR kitin jenis koloidal dan bead menunjukkan pola yang sama dengan kitin serbuk, yaitu adanya puncak pada 3447 dan 3113 cm-1 ( gugus OH dan NH2), 1645 cm-1 (gugus amida N – H) dan 1071 cm-1 (gugus C – O). Kitin superfine dan amorf menunjukkan serapan yang sama dengan kitin tetapi muncul puncak pada daerah sidik jari. Karakterisasi sifat fisik berdasarkan ukuran pori dan surface area dari kitin serbuk, koloidal, superfine, amorf dan bead menunjukkan bahwa perlakuan penggembungan pada masing-masing jenis kitin merubah jari-jari pori menjadi lebih besar. Hasil analisis kristalinitas menunjukkan pola difraktogram yang spesifik yaitu adanya 3 puncak utama 2 yaitu 9,5 ; 19,5 dan 26 dengan intensitas yang bervariasi. Uji aktivitas kitinase dengan menggunakan jenis substrat kitin yang dimodifikasi menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan kitin serbuk. Aktivitas tertinggi ditunjukkan dengan menggunkan substrat kitin jenis amorf dengan nilai 1,858 U/mL hal ini disebabkan karena rantai kitin mengalami penataan ulang kembali dan jaringan struktur yang ada di dalamnya menjadi lebih terbuka sehingga dimungkinkan memudahkan interaksi secara enzimatis.
Kata kunci : degradasi enzimatis, kitin, kitinase, Pseudomonas sp TNH54
iii
STUDYING THE EFFECT OF VARIATION CHITIN SUBSTRATE WHICH WASTE SHRIMP SHELL ISOLATION TO DEGRADATION PROCESS CHITYNASE ENZYMATIC FROM BACTERIA Pseudomonas Sp TNH54
Abstract
By : Nuniek Herdyastuti and Sari Edi Cahyaningrum
Chitin, a linear polymer of N-Acetyl-D-glucosamine (Glc-N-Ac), is the second most abundant biopolymer in nature after cellulose. Chitin is a substance that is not soluble in water and has a structure very dense and compact so it is a constraint on the enzyme so it takes a long time to degradation. The purpose of this research is to make some kind of chitin with a swollen structure and study the characterization of chitin types include functional groups by IR spectrophotometer, pore size, an surface area with high speed surface area and crystallinity by X-Ray Diffraction. Expected to obtain the most appropriate type of chitin as substrate chitinase chitinase activity by enzymatic degradation of chitin so that the process can be done optimally. There have been obtained from the shells of shrimp shell chitin by deproteinasi and demineralization are further modified into a type of colloidal beads, beads, amorphous and Superfine. The results of IR spectra of colloidal chitin and bead types showed a similar pattern with chitin powder, which is the peak at 3447 and 3113 cm-1 (OH group and NH2), 1645 cm-1 (amide group) and 1071 cm-1 (C - O group). Superfine and amorphous chitin showed uptake similar to chitin but appeared peaks in the fingerprint region. Characterization of physical properties based on pore size and surface area of chitin powder, colloidal, Superfine, amorphous and bead shows that treatment of swelling on each type of chitin change pore radius becomes larger. Crystallinity 2 analysis results indicate a specific pattern that is the diffractogram 3 main peak is 9.5; 19.5 and 26 with varying intensity. Chitinase activity assay using a modified chitin substrate types showed higher values than chitin powder. The highest activity was shown by using chitin amorphous type with a value of 1.858 U / mL and this is because the chain chitin undergo rearrangement and tissue structure back in it becomes more open, so possible enzymatically facilitate interaction.
Keywords : degradation of enzymatic, chitin, chitynase, Pseudomonas sp TNH54
iv
PRAKATA
Dengan mengucap syukur kehadlirat Allah s.w.t, atas segala Rahmad dan Kemurahan-Nya penulis dapat menyeleaikan penelitian dengan laporan akhir yang berjudul “Mempelajari
pengaruh variasi bentuk substrat kitin hasil isolasi
limbah cangkang udang pada proses degradasi enzimatis kitinase dari bakteri Pseudomonas sp TNH 54” Penelitian ini memperoleh dana dari Proyek Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Direktorat Pembinaan Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat Dirjen Dikti Depdiknas Tahun Anggaran 2012 melalui program penelitian Fundamental. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada : Ketua DP2M, Rektor UNESA, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian UNESA, Ketua Jurusan Kimia UNESA, Mahasiswa Kimia yang telah membantu peneliti sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Harapan kami semoga penelitian ini dapat membawa manfaat bagi peneliti sendiri khususnya dan dapat memberikan informasi bagi rekan-rekan peneliti lainnya.
Surabaya, 18 Oktober 2012 Peneliti
v
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
.................................................... .................................................... .................................................... .................................................... .................................................... .................................................... .................................................... .................................................... .................................................... .................................................... ....................................................
i ii iii iv v vi vii viii ix 1 4 13
.................................................... .................................................... .................................................... .................................................... ....................................................
14 21 36 37 40
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 5.2 5.3
Halaman Hasil analisis sifat fisik berbagai jenis ............................................... kitin N-Asetil glukosamin standar ............................................... Hasil pengukuran Aktivitas kitinase dengan berbagai jenis substrat ...............................................
vii
28 32 34
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 2.2 2.3 4.1 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.8 5.9 5.10 5.11 5.12 5.13 5.14
Halaman Sisi spesifik pemotongan tiga jenis kitinase terhadap kitin Reaksi degradasi kitin oleh kitinase Kitobiosa Kerangka Operasional Penelitian Kitin serbuk dan kitin jenis koloidal Hasil analisis Spektrofotometer – IR kitin serbuk dan kitin jenis koloidal Kitin serbuk dan kitin jenis superfine Hasil analisis Spektrofotometer – IR kitin serbuk dan kitin jenis superfine Kitin serbuk dan kitin jenis amorf Hasil analisis Spektrofotometer – IR kitin serbuk dan kitin jenis amorf Kitin serbuk dan kitin jenis bead Hasil analisis Spektrofotometer – IR kitin serbuk dan kitin jenis bead Difraktogram kitin serbuk Difraktogram kitin jenis koloidal Difraktogram kitin jenis superfine Difraktogram kitin jenis amorf Difraktogram kitin jenis bead Kurva standar N-Asetil glukosamin Uji aktivitas kitinase dengan berbagai jenis substrat
............................................
4
............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................
6 9 16 21 22
............................................ ............................................
23 24
............................................ ............................................
25 26
............................................ ............................................
27 27
............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................ ............................................
29 30 30 31 31 33 34
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 2 3 4 5
Halaman Penentuan panjang gelombang maksimum Hasil uji aktivitas kitinase pada beberapa jenis substrat Hasil uji pori Publikasi Seminar Biodata pengusul penelitian
..................................................
40
..................................................
41
.................................................. .................................................. ..................................................
42 43 50
ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kitin merupakan polimer yang sangat melimpah di alam dan menempati urutan kedua setelah selulosa. Kitin banyak tersebar di alam seperti pada jamur, alga, nematoda, arthropoda, mollusca, hewan dan tumbuhan (Guo, 2004). Jumlah kitin yang dapat dihasilkan per tahunnya dalam biosfer sangat banyak sekali. Pada tahun 1993 diperkirakan dunia dapat memperoleh kembali kitin dari invertebrata laut sebanyak 37.000 ton dan meningkat menjadi 80.000 ton pada tahun 2000 (Ogawa, 2002). Pabrik pembekuan udang (cold storage) yang mengolah udang untuk ekspor dalam bentuk udang beku headless atau peeled menghasilkan limbah berupa kulit keras (cangkang) sekitar 50 – 60 % yang dibuang atau hanya digunakan sebagai campuran makanan ternak (Ratanakkit, 2002). Limbah cangkang udang yang dibuang begitu saja akan menghasilkan bau busuk, meningkatkan BOD air sehingga kualitas air menurun dan berpotensi sebagai pencemar lingkungan (Indra, 1993). Limbah cangkang udang tersebut dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan kitin. Dengan kata lain kitin dapat diproduksi secara murah dan sekaligus membantu menyelesaikan masalah lingkungan serta mempromosikan nilai ekonomis produksi laut. Pengolahan limbah untuk mendapatkan kitin dapat dilakukan dengan beberapa cara, pertama
secara konvensional, yaitu dengan cara membakar limbah atau
mengubur dalam tanah, tetapi cara ini menimbulkan masalah terhadap lingkungan. Akibat pembakaran terjadi pelepasan CO2 dan CO ke lingkungan sehingga menambah panas global, sedangkan apabila limbah dikubur di tanah degradasinya sangat lambat dan dapat menghasilkan NH3 sebagai salah satu produk akhirnya. Kedua adalah 1
pengolahan secara kimiawi yaitu dengan cara demineralisasi dan deproteinasi melalui penambahan asam atau basa kuat. Ketiga adalah pengolahan dengan metode biokimia untuk deproteinasi dengan penambahan enzim proteolitik atau dengan melibatkan kitinase untuk mendegradasi limbah yang mengandung kitin. Metode ini lebih ekonomis dan ramah terhadap lingkungan (Marganof, 2003 ; Gohel, 2006). Kitin juga banyak digunakan sebagai substrat pada media fermentasi enzim kitinase, karena aktivitas kitinolitik diinduksi dalam media pertumbuhan strain dengan adanya kitin sebagai sumber karbon (Chernin, 1998). Kitinase merupakan enzim yang mempunyai kemampuan untuk menghidrolisis kitin menjadi turunan kitin yang sangat banyak manfaatnya. Degradasi kitin secara enzimatis telah banyak dilakukan karena merupakan metode yang sederhana, cepat dan reproducible untuk menghasilkan senyawa turunan kitin atau kitin oligosakarida (Krokeide, 2007). Berdasarkan pernyataan tersebut maka peneliti akan memanfaatkan kitinase yang telah diisolasi dari Pseudomonas sp TNH54 dari tanah sawah (Herdyastuti, 2009) untuk mendegradasi kitin. Kitin dan kitosan adalah senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air sehingga hal ini juga merupakan kendala bagi enzim sehingga memerlukan waktu lama untuk mendegradasinya. Kitin mempunyai tiga bentuk struktur yaitu α, β dan γ. Kitin-α dalam bentuk isomorf dengan struktur yang rapat padat dan mempunyai ikatan hidrogen yang kuat. Kitin-β mempunyai struktur dengan ikatan intramolekul yang lebih lemah tetapi sedikit lebih stabil daripada kitin- α. Bentuk kitin- γ merupakan gabungan dari struktur kitin α dan β. Struktur kitin-α yang menyebabkan kitin tidak larut dalam pelarut, sedangkan kitin-β dapat membentuk swollen di dalam air sehingga dapat larut seperti halnya kitin dalam asam formiat (Coutin˜o et al., 2006). Struktur kitin yang rapat dan kompak harus dibuka strukturnya sehingga menjadi
2
lebih berongga (Illankovan, 2007). Kitin dapat dimodifikasi dengan penambahan asam, basa atau detergen seperti Sodium dodecyl sulphate (SDS) sehingga dapat membentuk kitin yang tidak rapat strukturnya. Modifikasi kitin dapat menyebabkan perubahan struktur kitin menjadi lebih terbuka karena terjadi penataan ulang kembali pada rantai kitin. Penataan ulang struktur kitin dimungkinkan dapat menyebabkan perubahan pada gugus fungsi atau sifat fisik dari masing-masing jenis kitin. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik dari masing-masing kitin yang telah dimodifikasi maka perlu dianalisis gugus fungsi, kristalinitas dan sifat fisik pada masing-masing jenis kitin yang selanjutnya akan dibandingkan dengan kitin serbuk. Proses penggembungan kitin serbuk diharapkan dapat membantu reaksi enzimatis antara kitinase dan kitin. Reaksi enzim dan substrat dapat berjalan maksimal apabila substrat dapat masuk tepat pada sisi aktif enzim. Bentuk kitin yang dibuka strukturnya menjadi lebih berongga sehingga memudahkan interaksi dengan enzim. Berdasarkan pada beberapa pernyataan di atas maka diperlukan studi lebih lanjut untuk mempelajari karakterisasi kitin yang termodifikasi dan jenis kitin yang paling tepat sebagai substrat kitinase sehingga proses degradasi enzimatis kitin dapat dilakukan secara optimal.
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah karakteristik kitin dalam berbagai jenis yaitu : kitin serbuk, kitin koloidal, kitin bead, kitin superfine, dan kitin amorf meliputi sifat fisik, gugus fungsi, ukuran pori, luas area dan kristalinitasnya kitin ? 2. Bagaimanakah interaksi berbagai jenis kitin terhadap enzim kitinase dan jenis kitin apakah yang terbaik bagi kitinase berdasarkan aktivitas kitinase tertinggi? 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Enzim Kitinase Kitinase (EC.3.2.1.14) adalah enzim yang mengkatalisis hidrolisis kitin menjadi oligomer atau monomer senyawa N-asetil glukosamin. Kitinase merupakan enzim ekstraseluler dan melibatkan endokitinase, kitobiosa dan “faktor” kristalin kitin yang umumnya diproduksi pada fase logaritma (Nielsen, 1999). Kitinase dikarakterisasi sebagai enzim indusibel dengan kitin dan produk hasil degradasinya bertindak sebagai induser. Kitinase yang dihasilkan oleh beberapa strain dapat diproduksi apabila terdapat kitin dalam jumlah yang tinggi. Kitinase diklasifikasikan menjadi dua famili pada kelompok glikosil hidrolase yaitu famili 18 dan 19. Pengelompokan ini berdasarkan kemiripan urutan asam amino yang ada di dalam domain katalitik dan juga struktur tiga dimensi. Dua famili tersebut mengandung endokitinase dan eksokitinase yang akan memotong rantai kitin secara acak (Gambar 2.1). Spesifitas kitinase KIKitinase
Kitin
Gambar 2.1. Sisi spesifik pemotongan tiga jenis kitinase terhadap kitin
4
Proses menggunakan
degradasi enzim
enzim
kitobiosidase
kitinase
memotong
kitobiosa
(GlcNAc)2
(ekso-N,N’-diasetil kitobiohidrolase)
atau
memotong kitotriosa (GlcNAc)3 menggunakan enzim kitotriosidase (ekso-N,N’,N’’triasetil kitotriohidrolase) dari ujung reduksi atau nonreduksi rantai kitin (Brurberg, 2000). Mekanisme reaksi katalitik enzim-enzim famili 18 pada β-anomer dihasilkan oleh hidrolisis pada ikatan β-l,4- glikosidik. Adapun mekanisme reaksi kitinase famili 19 dilaporkan mempunyai kemiripan dengan lisozim dan kitosanase ; domain-domain katalitiknya mengandung α- helik yang tinggi. Kitinase ini banyak ditemukan pada tanaman dan beberapa strain Streptomyces (Matsumoto, 2006). Hidrolisis secara enzimatik ikatan glikosida karbohidrat pada umumnya dilakukan melalui mekanisme asam atau basa seperti pada Gambar 2.1. Dalam mekanisme ini melibatkan dua residu asam amino, satu sebagai donor proton dan yang lainnya sebagai nukleofil. Hampir semua penghasil kitinase selain dari tumbuhan mengikuti mekanisme glikosidase dari famili 18 dan mendegradasi kitin dengan mengalami stereokimia pada karbon anomerik (Henrissat, 1997).
Pada mekanisme yang diusulkan, residu Glutamat
berperan sebagai donor proton sedangkan oksigen ujung (O-7) pada gugus asetamida NAG-1 berperan sebagai nukleofil. Oksigen pada gugus asetamida dapat berperan sebagai nukleofil setelah terjadi rotasi gugus asetamida di sekitar ikatan C2 – N2. Distorsi pada cincin gula pertama dan protonasi pada oksigen glikosidik terjadi karena protonasi residu asam (dalam hal ini adalah glutamat) yang diikuti dengan serangan nukleofilik pada gugus N-asetil dari gula pertama. Asp-142 pada enzim berinteraksi dengan Glu-144 dan mengikat substrat (hanya 1 residu NAG) yang menyebabkan distorsi pada cincin piranosa membentuk konformasi perahu. Rotasi Asp-142 terhadap Glu-144 memungkinkan terjadinya ikatan hidrogen antara hidrogen dari gugus asetamida dengan Asp-142 dan Glu-144. Jadi hasil pada tahap pertama kitinolisis
5
A
+
D Gambar 2.2. Reaksi degradasi kitin oleh kitinase : Asp-140, Asp-142 dan Glu144 pada sisi aktif enzim (A) ; interaksi substrat dengan sisi aktif membentuk konformasi perahu (B). Hidrolisis ion oksazolinium dan Asp-142 kembali pada posisi awal (C) ; pembentukan N-asetil glukosamin(D) (Prag et al., 2001 ; van Aalten et al., 2001)
6
adalah pemotongan rantai gula dan membentuk intermediet ion oksazolinium. Hidrolisis pada intermediet ion oksazolinium menyebabkan protonasi Glu-144 dan rotasi Asp-142 kembali pada posisi awal, kemudian protonnya akan bergabung kembali dengan Asp-140. Rotasi Asp-142 pada pengikatan substrat sangat penting tidak hanya untuk menstabilkan muatan positif bentuk intermediet ion oksazolinium, tetapi juga sebagai donor proton pada Glu-144. Pada pengikatan substrat dilepaskan molekul air dari sisi aktif dan Glu-144 cenderung terprotonasi. Rotasi Asp-142 dapat menstabilkan deprotonasi Glu-144 dan akan menyebabkan protonasi oksigen glikosidik selanjutnya (Prag et al., 2001 ; van Aalten et al., 2001). Enzim kitinase terdistribusi luas pada berbagai organisma termasuk bakteri, jamur, tanaman, insekta, mamalia, dan virus. Beberapa mikroorganisma telah berhasil diidentifikasi mempunyai aktivitas kitinase dari berbagai sumber (Gan, et al., 2007). Pada penelitian sebelumnya telah diperoleh bakteri kitinolitik hasil eksplorasi dari tanah pertanian. Berdasarkan analisis 16S-rRNA menunjukkan bakteri penghasil kitinase merupakan Pseudomonas sp TNH54 (Herdyastuti, 2012). Kitinase mempunyai potensi yang besar di bidang bioteknologi. Pertama, enzim kitinase dapat digunakan untuk mengkonversi sepenuhnya biomassa yang mengandung kitin (depolimerisasi). Kedua, kitinase dapat dimanfaatkan untuk membasmi jamur dan insekta patogen pada tanaman. Ketiga, Kitinase berpotensi sebagai inhibitor untuk menghambat pertumbuhan tanaman patogen dan insekta yang mengandung kitin yang memerlukan kitinase untuk berkembang dengan normal (Brurberg, 2000). Kitinase dari Pseudomonas sp TNH54 telah diuji dan mempunyai kemampuan sebagai pengendali hayati (biokontrol) yang cukup baik pada jamur tanaman Aspergillus niger. Kitinase juga dapat dimanfaatkan dalam penanganan limbah terutama limbah yang mengandung kitin seperti pabrik pembekuan udang. Pabrik tersebut
7
menghasilkan limbah cangkang udang yang bila dibiarkan dapat menyebabkan pencemaran lingkungan sehingga meningkatkan BOD dan COD. Trichoderma virens UKM1 yang ditumbuhkan dalam medium yang mengandung koloidal kitin sebagai sumber karbon dapat mendegradasi limbah udang dengan menghasilkan 86 % Nasetilglukosamin (Suraini et al., 2008).
2.2 Kitin Kitin merupakan salah satu polimer alami yang cukup melimpah dan merupakan biopolimer terbanyak kedua di alam setelah selulosa. Polimer ini ditemukan sebagai komponen struktural eksoskeleton pada insekta, dalam kulit krustacea, dalam dinding sel beberapa fungi dan alga serta nematoda. Kelimpahan kitin di alam menempati urutan terbesar kedua setelah selulosa dan terdistribusi luas di lingkungan biosfer seperti pada kulit crustaceae (kepiting, udang dan lobster), ubur-ubur, komponen struktural eksoskeleton insekta, penyusun dinding sel fungi sekitar 3 – 60 % tergantung pada tipe jamur, alga, juga ditemukan dalam nematoda, binatang ataupun tumbuhan. Dalam Firdaus (2009), Focher menyatakan bahwa, kulit udang mengandung protein (25 – 40 %), kalsium karbonat (45 – 50 %), dan kitin (15 – 20 %), tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung pada jenis udangnya. Adapun kulit kepiting mengandung protein (15,60 – 23,90 %), kalsium karbonat (53,70–78,40 %), dan kitin (18,70 – 32,20 %), hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya. Kandungan kitin dalam kulit udang lebih sedikit dari kandungan kulit kepiting, tetapi kulit udang lebih mudah didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak sebagai limbah. Kitin merupakan bentuk linier polisakarida yang dibentuk dari ikatan -1,4 residu N-asetil-glukosamin (Nathalie, 2006). Dengan demikian kitin secara kimiawi
8
adalah suatu polimer golongan polisakarida yang tersusun atas 2-asetamido-2-deoksiD-glukosa membentuk ikatan -1,4. Monomer senyawa ini merupakan disakarida dari N-setil-D-glukosamin yang disebut kitobiosa dengan struktur seperti pada Gambar 2.13. Ikatan pada molekul tersebut membentuk fibra yang linier. Rantainya dapat membentuk kristal karena adanya ikatan hidrogen intramolekul dan membentuk mikrofibril yang panjang menghasilkan struktur yang rigid dan stabil (Gooday, 1990). Dalam Yurnaliza (2002), Richard menyatakan kitin berbentuk padat, amorf, tidak berwarna, tidak larut dalam air, asam encer, alkohol dan semua pelarut organik tetapi kitin dapat larut dalam fluoroalkohol dan asam mineral pekat. Kitin, kitosan dan selulosa mengalami biodegradasi dengan mekanisme hampir serupa yaitu dengan melibatkan kompleks enzim seperti tampak pada Gambar 2.3. Kitin dapat didegradasi melalui dua jalur utama, pertama degradasi oleh induksi kitinase pada ikatan -1,4glikosidik prosesnya ditentukan oleh mekanisme kitinolitik. Kedua polimer mengalami deasetilasi pertama dan selanjutnya dihidrolisis oleh kitosanase (Gooday,1990).
Glukosamin
Ikatan β-1,4 glikosida
Gambar 2.3. Kitobiosa, disakarida N-Asetil-glukosamin yang membentuk seyawa kitin 9
Kitin terutama dalam bentuk koloidal kitin banyak digunakan sebagai sumber karbon dan induser untuk memproduksi enzim kitinase dari berbagai strain (Saulěs, et al., 2006). Beberapa penelitian telah melakukan uji aktivitas spesifik terhadap kitin sebagai substrat seperti kitin powder, glikol kitin, koloidal kitin atau dalam bentuk swollen. Kitin dalam bentuk koloidal dengan konsentrasi 0,2 – 0,3 % menunjukkan hasil yang cukup bagus dibandingkan bentuk substrat yang lain. Enzim kitinase ekstraseluler dari Bacillus sp WY22 menunjukkan spesifitas substrat paling tinggi dengan menggunakan kitin koloidal bila dibandingkan menggunakan substrat swollen kitin, glikol kitin atau serbuk kitin (Woo dan Park, 2003). Enterobacter sp NRG4 menunjukkan aktivitas tinggi terhadap kitin swollen, kitin koloidal, kitin yang diregenerasi dan glikol kitin dibandingkan dengan serbuk kitin (Dahiya et al., 2005). Aeromonas sp dan Aeromonas schubertii adalah bakteri yang ditumbuhkan dalam kultur yang mengandung 0,2 % kitin koloidal dari kepiting sebagai sumber karbon (Guo et al., 2004 ; Huang dan Chen, 2005). Bacillus laterosporous MML2270 yang diisolasi dari tanah pertanian Tamil Nadu, India dapat menghasilkan kitinase dalam media yang mengandung 0,3 % kitin koloidal (Shanmugaiah et al., 2008). Penelitian yang telah kami lakukan sebelumnya menunjukkan bahwa kitinase menunjukkan nilai aktivitas yang kurang bagus saat menggunakan bentuk kitin dan kitosan serbuk sebagai substrat. Hal ini diduga bahwa kitin dan kitosan adalah senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air sehingga merupakan kendala bagi enzim yang memerlukan waktu cukup lama untuk mendegradasinya. Kitin mempunyai tiga bentuk struktur yaitu α, β dan γ. Kitin-α dalam bentuk isomorf dengan struktur yang rapat padat dan mempunyai ikatan hidrogen yang kuat. Kitin-β mempunyai struktur dengan ikatan intramolekul yang lebih lemah tetapi sedikit lebih stabil daripada kitin- α. Bentuk kitin- γ merupakan gabungan dari struktur kitin α dan β. Struktur kitin-α yang
10
menyebabkan kitin tidak larut dalam pelarut, sedangkan kitin-β dapat membentuk swollen di dalam air sehingga dapat larut seperti halnya kitin dalam asam format (Coutin˜o et al., 2006). Glikol kitin menghasilkan aktivitas relatif yang cukup besar terhadap kitinase. Glikol kitin merupakan senyawa turunan kitin dengan struktur kimia glikol kitin adalah N-asetil glukosamin-2-hidroksi-etil eter (C10 H17O6N). Gugus hidroksi etil eter berikatan dengan atom O-6 dari N-asetil glukosamin (Yui et al., 1996). Glikol kitin merupakan modifikasi bentuk kitin yang dapat larut dalam pelarut air. Akan tetapi glikol kitin lebih tepat digunakan sebagai substrat untuk menentukan aktivitas stainning kitinase dan lebih banyak digunakan untuk identifikasi kitinase dalam media padat setelah tahap elektroforesis gel poliakrilamid (Trudel and Asselin, 1989 ; Kim, 2003 ; Gohel et al., 2005 ; Lee, 2007 dan Nandakumar, 2007). Glikol kitin juga lebih disarankan sebagai substrat pada enzim lisozim (Jollěs et al., 1999) dan alasan lain dikarenakan secara ekonomis harga glikol kitin tersebut cukup mahal. Kitin dalam bentuk koloidal menunjukkan aktivitas relatif paling besar terhadap kitinase, artinya enzim kitinase mempunyai spesifitas yang lebih tinggi terhadap substrat tersebut. Kitin koloidal adalah kitin yang dilarutkan dalam asam klorida pekat seperti yang telah dijelaskan oleh Hsu dan Lockwood (1975) sebagai media selektif untuk mendapatkan bakteri kitinolitik. Hasil analisis IR terhadap kitin koloidal menunjukkan spektra yang sama dengan kitin. Hal ini dapat dijelaskan karena proses pembentukan kitin koloidal tidak akan mengubah struktur kitin tetapi perlakuan asam hanya akan menyebabkan dikeluarkannya komponen lemak dan protein dari kitin sehingga memudahkan hidrolisis enzim (Suraini et al., 2008). Telah banyak penelitian yang membuktikan bahwa substrat yang digunakan pada media fermentasi produksi kitinase dibuat dalam bentuk kitin koloidal. Metode konvesional yang menggunakan kitin koloidal sebagai substrat ditemukan sangat efektif untuk
11
menentukan aktivitas kitinase. Penelitian lain menyebutkan ada beberapa bentuk substrat yang dapat digunakan yaitu dalam bentuk swollen dengan penambahan beberapa senyawa asam dan bentuk bead dengan penambahan basa dapat digunakan sebagai substrat bagi enzim komersial papain, selulase dan lisozim (Illankovan, et al., 2007). Hal ini diduga bentuk kitinase yang lebih terbuka dapat lebih berinteraksi dengan baik terhadap enzim.
12
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan a. Mempelajari karakteristik kitin yang dibuat dalam berbagai jenis yaitu : kitin serbuk, kitin koloidal, kitin bead, kitin superfine, dan kitin amorf. Karakteristik tersebut meliputi gugus fungsi, ukuran pori, luas area dan kristalinitasnya b. Mempelajari interaksi berbagai jenis substrat kitin dan enzim kitinase dan mendapatkan jenis substrat terbaik berdasarkan aktivitas kitinase tertinggi
3.2. Manfaat Penelitian Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : a. Memanfaatkan limbah cangkang udang untuk memproduksi kitin. Hal ini merupakan salah satu alternatif yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan lingkungan dari pencemaran yang diakibatkan karena pembuangan limbah kulit udang tanpa penanganan khusus b. Pengembangan enzim kitinase sebagai pendegradasi enzimatis senyawa kitin. Proses degradasi kitin secara enzimatis merupakan salah satu cara yang cepat, mudah, efisien dan reproducible c. Kajian teori tentang mekanisme reaksi enzim dan substrat antara kitin dan kitinase dengan menggunakan lima variasi jenis substrat
13
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini mengikuti rancangan penelitian eksperimen 4.2 Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitin. Adapun sampel penelitian ini adalah sebagian dari populasi yang diambil secara acak 4.3 Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan selama 1 tahun, yaitu tahun anggaran 2012 yang dilaksanakan 10 bulan dimulai bulan Maret 2012 sampai bulan Desember 2012. 4.4 Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di laboratorium Biokimia
dan Instrumen
Jurusan Kimia serta laboratorium IPA Terpadu FMIPA UNESA. Analisis XRD dilakukan di ITS 4.5 Kerangka Operasional Penelitian Penelitian ini direncanakan akan berlangsung selama 2 tahun, dan secara garis besar kerangka operasional dapat dilihat pada gambar 4.1.dengan program. Tahapan yang dilakukan pada tahun pertama adalah akan dilakukan isolasi kitin dari limbah kulit udang selanjutnya dibuat berbagai jenis kitin, yaitu : a). Kitin tanpa perlakuan (Kt), b). Kitin bentuk koloidal (Kk), c). Kitin amorf (Ka), d). Super fine chitin (Ks), dan e) kitin bead (Kb). Masing-masing jenis kitin dikarakterisasi dengan FT – IR, ukuran pori dan luas area serta kristalinitasnya dengan XRD. Kitin yang telah dikarakterisasi masing-masing akan digunakan sebagai substrat pada enzim kitinase dan ditentukan aktivitas enzim.
14
4.6 Bahan dan Alat Bahan Bahan-bahan yang dipergunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kitin dari kulit udang. 2. Pseudomonas sp TNH54 hasil isolasi dari tanah pertanian 3. Bahan-bahan kimia yang diperoleh di pasaran komersial dengan kemurnian p.a antara lain : HCl, NaOH, NaCl, (NH4)2SO4, Na2CO3, CuSO4.5H2O, 3,5-dinitro salisiclyc acid (SIGMA), Na3C6H5O7.2H2O, N-Asetil glukosamin (SIGMA), Bovine serum albumine (SIGMA), pepton, yeast extract, bacto agar (Oxoid), bahan untuk produksi enzim.
Alat Peralatan yang dipergunakan pada penelitian ini disamping peralatan gelas standar, digunakan pula peralatan khusus seperti : 1. Peralatan untuk produksi enzim : shaker, sentrifugasi dingin 2. Peralatan untuk uji aktivitas enzim dan kadar protein : Spektrofotometer UV-vis (Shimadzu – 1700) 3. Peralatan untuk karakteristik kitin : X-Ray Diffraction (XRD), spektrofotometer FT-IR (Perkin Elmer) dan High speed surface area (NOVA 1200e)
15
Kitin – koloidal (KK)
LIMBAH Cangkang Udang
Pseudomonas sp TNH54
- demineralisasi
Isolasi
Kitin – bead (KBe)
- deproteinasi
Ekstrak kasar kitinase KITIN
Kitin – Amorf (KAm)
Analisis FT-IR, surface
Fraksinasi dengan (NH4)2SO4
area dan XRD
Kitin – Superfine (KSF)
Enzim kitinase
aktivitas kitinase kadar protein aktivitas spesifik
Variasi bentuk kitin yang telah dianalisis IR dan XRD
Analisis morfologi dengan SEM
Analisis N-Asetil Glukosamin
Gambar 4.1. Kerangka Operasional Penelitian
16
G. Prosedur Penelitian Isolasi kitin dari cangkang udang windu Isolasi kitin diperoleh dari cangkang udang windu yang telah dikeringkan dan dihaluskan kemudian dilanjutkan dengan proses isolasi dengan menggunakan metode dari Acosta, et al. (1993). Proses isolasi kitin terdiri dari dua tahap, yaitu deproteinasi dan demineralisasi. Proses deproteinasi disiapkan dari cangkang udang sebanyak 90 gram ukuran 40 mesh dipanaskan dengan 900 mL NaOH 3,5 % (b/v) pada suhu 65 C selama 2 jam sambil diaduk dengan pengaduk magnet. Hasilnya didinginkan dan disaring, residu yang diperoleh dicuci dengan akuades sampai netral. Proses selanjutnya adalah demineralisasi, sebanyak 60 gram residu hasil deproteinasi ditambah dengan 900 mL HCl 1M, diaduk dengan pengaduk magnet pada suhu kamar selama 30 menit. Hasilnya disaring, residu yang diperoleh dicuci dengan aquades sampai netral kemudian dikeringkan pada suhu 60 C, diperoleh kitin.
Pembuatan kitin bentuk koloidal Kitin yang diperoleh dibuat bentuk koloid dengan menggunakan cara menurut Hsu and Lockwood (1975). Sebanyak 40g kitin dilarutkan dalam 400 mL HCl pekat, diaduk dengan pengaduk magnet selama 30 – 50 menit. Larutan kitin kemudian diendapkan sebagai suspensi koloid dengan menambahkan 2 L air dingin (suhu 5 – 10 C) secara pelan-pelan. Suspensi ditampung dengan cara menyaring menggunakan kertas saring, dan residu yang diperoleh dicuci dengan akuades 5 L. Pencucian diulang sedikitnya 3 kali atau sampai pH sekitar 5.
17
Pembuatan kitin superfine 0,1 g kitin dilarutkan selama 24 jam dalam metanol yang mengandung CaCl2.2H2O 83% (b/v) dan glukosa 2% (b/v). Selanjutnya kitin diendapkan kembali dengan menambahkan metanol secara perlahan-lahan. Setelah dekantasi, sentrifugasi, dan pencucian akan diperoleh suspensi kitin superfine di dalam air. Residu disuspensikan kembali dengan asam formiat 18 % selama 2 jam pada suhu ruang pH diatur sampai 5,4 dengan NaOH. Diperoleh kitin bentuk superfine (SF)
Pembuatan kitin amorf 10 g kitin dilarutkan dalam campuran larutan NaOH 40% dan 0,2% SDS (yang sudah didinginkan pada suhu 4C). Larutan di-swell selama 1 jam pada suhu 4C. Matriks slurry kitin disimpan selama 1 malam pada suhu -20C, kemudian dinetralkan dengan HCl 6 N. Selanjutnya difiltrasi, dan dicuci dengan urutan pelarut etanol, air, etanol, dan aseton. Hasilnya Dikeringkan dengan freeze dryer, diperoleh kitin bentuk amorf.
Pembuatan kitin bead Kitin dilarutkan dalam asam formiat 2 % dan diaduk dengan magnetik stirer sampai larut dan homogen. Campuran larutan tersebut diteteskan larutan NaOH 2 M sambil diaduk dengan stirer. Endapan yang diperoleh difiltrasi dan dikeringkan, diperoleh kitin bentuk bead
Produksi Enzim Koloni tunggal dari isolat TNH54 ditumbuhkan pada 100 mL media screening cair yang mengandung 0,4% kitin pada suhu kamar dengan pengocokan 120 rpm 18
selama 20 jam. Kultur cair kemudian disentrifugasi pada 8000xg selama 15 menit suhu 4C. Supernatan yang diperoleh merupakan ekstrak kasar kitinase. Ekstrak kasar enzim yang diperoleh diendapkan dengan penambahan amonium sulfat pada fraksi kejenuhan 20 – 100% (Tabel penambahan amonium sulfat pada Lampiran 4). Masingmasing fraksi ditentukan kadar protein dan aktivitas kitinase. Fraksi yang mempunyai aktivitas tertinggi selanjutnya didialisis dengan menggunakan tabung selopan pada suhu 4C selama satu malam.
Aktivitas Enzim Aktivitas enzim ditentukan berdasarkan jumlah N-asetil-glukosamin yang dilepaskan dan diukur secara kolorimetri dengan menggunakan spektofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm berdasarkan metode Monreal dan Reese (1969). Aktivitas enzim ditentukan dengan menggunakan persamaan : Unit/mL enzim = (jumlah NAG yg dilepaskan)(2,5) (2)(1)(0,5)
Keterangan : 2,5 = volume reaksi mula-mula dari uji 2 = faktor konversi untuk mengkonversi 2 jam ke 1 jam sebagai definisi per unit 1 = volume (dalam mL) supernatan (dalam penentuan kolorimetri) 0,5 = volume (dalam mL) enzim yang digunakan NAG = N-Asetil glukosamin
Karakteristik kitin Karakteristik kitin ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer FT – IR, ukuran pori dan luas permukaan dengan high speed surface area, dan kristalinitas dengan XRD.
19
H. Analisis Data Data yang diperoleh adalah spectra IR, ukuran pori, kromatogram – XRD dari beberapa jenis kitin yaitu koloidal, superfine, amorf dan bead. Masing-masing data tersebut dibandingkan terhadap kitin serbuk untuk menentukan apakah terjadi perbedaan sifat fisik, gugus fungsi, ukuran pori dan kristalinitas masing-masing jenis kitin dengan beberapa perlakuan yang berbeda. Masing-masing data tersebut dapat menunjukkan karakteristik dari masing-masing jenis kitin. Berdasarkan data aktivitas kitinase dengan menggunakan beberapa jenis substrat akan diperoleh jenis substrat mana yang menunjukkan aktivitas tertinggi. Jenis substrat yang memberikan aktivitas tertinggi menunjukkan bahwa kitin jenis tersebut adalah substrat yang paling sesuai dengan enzim kitinase. Kesesuaian interaksi enzim – substrat tersebut dapat dianalisis berdasarkan sifat kelarutan substrat, ukuran pori dan kristalinitasnya.
20
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jenis substrat kitin yang terbaik bagi enzim kitinase dengan cara mempelajari karakteristik jenis kitin dan mempelajari interaksi substrat enzim terhadap aktivitas enzim kitinase. Penelitian diawali dengan membuat kitin menjadi beberapa jenis, yaitu : kitin koloidal, kitin superfine, kitin bead dan kitin amorf. Masing-masing jenis kitin dikarakterisasi meliputi analisis gugus fungsi dengan Spektrofotometer – IR, analisis pori dan luas permukaan dengan high speed surface area, dan analisis kristalinitas dengan XRD. Semua jenis kitin digunakan sebagai substrat untuk menentukan substrat terbaik bagi kitinase yang diproduksi dari Pseudomonas sp TNH54.
5.1 Kitin jenis koloidal Kitin yang telah diperoleh dari cangkang kulit udang dibuat bentuk koloidal dengan penambahan asam klorida hasilnya seperti pada Gambar 5.1. Kitin jenis koloidal warnanya lebih kuning kecoklatan dibandingkan kitin serbuk dan membentuk butiran yang lebih besar dengan rendemen sekitar 50%. Kitin jenis koloidal dikarakterisasi gugus fungsinya dengan spektrofotometer – IR dan menunjukkan peak yang sama dengan kitin serbuk (Gambar 5.2). Pada Gambar 5.2 menunjukkan adanya serapan pada 3447 dan 3113 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus OH dan NH2. Puncak serapan yang tajam pada 1645 cm-1 menunjukkan adanya gugus amida (N – H) dan 1071 cm-1 menunjukkan gugus C – O.
21
A
B
Gambar 5.1. Kitin serbuk (A) dan kitin jenis koloidal (B)
Gambar 5.2. Hasil analisis Spektrofotometer – IR kitin serbuk dan kitin koloidal
Spektra gugus-gugus fungsi tersebut sesuai dengan struktur kitin yang tersusun dari 2asetamida-2-deoksi-β-D-glukopiranosil dan masing-masing dihubungkan dengan
22
ikatan β-1,4 glikosida (Majt´an et al., 2007). Suhardi (1992) menyatakan bahwa kitin memberikan spektra yang khas pada daerah serapan 1665, 1555 dan 1313 cm -1 yang menunjukkan adanya ikatan amida. Pada penelitian Firdaus (2009) yang mempelajari tentang struktur kitin dan kitosan menyatakan bahwa spektrum gugus hidroksil yang melebar ditunjukkan pada 3450 cm-1. Adanya proses deasetilasi dapat menghasilkan spektra IR yang tajam pada 3450 cm-1 dikarenakan semakin berkurangnya kandungan gugus asetil yang terikat pada struktur kitin. Penelitian lain menyebutkan bahwa kitin memberikan puncak –NH pada 3269 cm-1, 1663 cm-1 dan 1629 cm-1 karena adanya pengurangan amida primer menghasilkan eliminasi gugus karboksil (Coutin˜o et al,
2006). Kitin yang dibuat dalam jenis koloidal berdasarkan hasil analisis spektrofotometer-IR mempunyai spektra yang sama dengan kitin.
5.2 Kitin jenis superfine Kitin jenis superfine diperoleh dengan penambahan kalsium klorida dalam metanol diperoleh total rendemen sekitar 50 %. Kitin superfine mempunyai warna yang hampir sama dengan kitin, teksturnya lebih lembut dan lebih ringan (Gambar 5.3). Hasil analisis dengan spektrofotometer – IR dari kitin superfine pada Gambar 5.4 menunjukkan adanya OH dan gugus amida (N – H) pada 3447 cm-1 yang sangat lebar tetapi serapan pada 3274 cm-1 yang terdapat pada kitin sudah tidak muncul pada kitin superfine karena tertutup oleh serapan pada 3447 cm-1. Puncak serapan yang tajam pada 1645 cm-1 tetap muncul yang mempertegas adanya amida dan 1071 cm-1 menunjukkan gugus C – O. Spektra lain pada kitin superfine di bawah 1500 cm-1 tidak berbeda dengan spektra kitin, tetapi munculnya puncak yang tajam di daerah 700 cm-1 pada kitin superfine menunjukkan adanya kalsium klorida yang ditambahkan pada pembuatan kitin superfine. 23
A
B
Gambar 5.3. Kitin serbuk (A) dan kitin jenis superfine (B)
Gambar 5.4. Hasil analisis Spektrofotometer – IR kitin serbuk dan kitin superfine
24
5.3 Kitin jenis amorf Kitin jenis amorf diperoleh dengan penambahan sodium dodecyl sulfat (SDS) merupakan jenis detergen, sehingga dimungkinkan akan terjadi pengikatan gugus sulfat pada karbon. Warna kitin amorf tidak berbeda dari kitin awal seperti pada Gambar 5.5, teksturnya lebih halus dan ringan, diperoleh rendemen sekitar 50 %.
A
B
Gambar 5.5. Kitin serbuk (A) dan kitin jenis amorf (B)
Hasil analisis dengan Spektrofotometer – IR dari kitin amorf pada Gambar 5.6 menunjukkan adanya peak yang sangat lebar pada 3447 cm-1 tetapi serapan pada 3274 cm-1 yang terdapat pada kitin sudah tidak muncul pada kitin amorf karena tertutup oleh serapan pada 3447 cm-1. Serapan yang tajam pada daerah 1645 cm-1 pada kitin tidak muncul lagi pada kitin amorf. Spektra lain yang muncul pada kitin amorf adalah puncak yang tajam pada daerah sidik jari yaitu di bawah 700 cm-1 yang tidak ditemukan pada kitin serbuk. Penambahan SDS yang merupakan suatu detergen memberikan perbedaan pada gugus fungsional kitin amorf bila dibandingkan dengan kitin serbuk
25
Gambar 5.6. Hasil analisis Spektrofotometer – IR kitin serbuk dan kitin amorf
5.4 Kitin jenis bead Kitin jenis bead merupakan modifikasi kitin serbuk dengan penambahan asam formiat. Warnanya putih sedikit kekuningan, teksturnya lebih halus, ringan dan lebih berkelompok seperti pada Gambar 5.7 dan diperoleh rendemen sekitar 60 %. Pada pembuatan kitin bead terjadi repolimerisasi kitin serbuk, tetapi kitin tidak dapat membentuk suatu padatan pada saat ditambahkan pada NaOH yang mengandung etanol sehingga tetap seperti bentuk kitin semula. Hasil analisis kitin bead dengan spektrofotometer IR menunjukkan pola spektra yang hampir sama dengan kitin serbuk seperti pada Gambar 5.8. Hal ini menunjukkan bahwa modifikasi dengan proses penggembungan kitin serbuk menjadi kitin jenis bead tidak mengubah jenis gugus fungsional kitin serbuk.
26
A
B
Gambar 5.7. Kitin serbuk (A) dan kitin jenis bead (B)
.
Gambar 5.8. Hasil analisis Spektrofotometer – IR kitin serbuk dan kitin bead
27
5.5 Hasil analisis sifat fisik berbagai jenis kitin Hasil analisis sifat fisik berdasarkan ukuran pori dan surface area dari kitin serbuk, koloidal, superfine, amorf dan bead seperti pada Tabel 5.1. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa perlakuan penggembungan pada masing-masing jenis kitin merubah jari-jari pori menjadi lebih besar. Data menunjukkan jari-jari pori kitin superfine menjadi 9 kali lebih besar dibandingkan kitin serbuk. Luas pori dari kitin koloidal juga mengalami kenaikan, tetapi pada kitin amorf dan bead ternyata volumenya berkurang. Perubahan ukuran volume dan jari-jari pori yang berbeda akan mempengaruhi interaksi enzim terhadap substratnya. Hal ini dapat diketahui pada saat penentuan aktivitas kitinase.
Tabel 5.1. Hasil analisis sifat fisik berbagai jenis kitin
1.
Kitin serbuk
Jari-jari pori (A) 19,108
2.
Kitin koloidal
19,044
2,780
5,00 x 10 -2
3.
Kitin superfine
162,879
6 x 10-2
0,0001
4.
Kitin amorf
19,159
3,252
1,30 x 10 -2
5.
Kitin bead
19,011
0,606
4,00 x 10 -3
No.
Nama Substrat
Luas Pori (m2/g) 1,365
Volume pori (cc/g) 4,00 x 10 -2
5.6 Kristalinitas berbagai jenis kitin Hasil analisis kristalinitas dengan menggunakan X-Ray Difraction dari masing-masing jenis kitin ditampilkan pada Gambar 5.9 sampai dengan 5.12. Difraktogram dari kitin serbuk, koloidal dan bead menunjukkan pola yang sama. Terdapat 3 puncak utama 2 yaitu 9,5 ; 19,5 dan 26 dengan intensitas yang cenderung 28
lebih lemah pada kitin koloidal dan bead dibandingkan kitin serbuk, hal ini seperti ditunjukkan oleh penelitian dari Illankovan et al (2007) yang menunjukkan difraktogram dari kitin serbuk, kitin koloidal dan kitin amorf dengan puncak utama 2 yaitu 9,4 dan 20. Difraktogram ini menunjukkan bahwa kitin koloidal dan bead mempunyai derajad kristalinitas yang lebih rendah dibandingkan kitin serbuk. Proses penggembungan pada kitin koloidal dan kitin bead menyebabkan pori-pori lebih besar dan mudah mengembang pada medium air, sehingga diharapkan interaksi enzim dengan substrat semakin mudah dibandingkan pada bentuk kitin serbuk yang lebih kompak.
Gambar 5.8 Difraktogram kitin serbuk
29
Gambar 5.9 Difraktogram kitin jenis koloidal
Gambar 5.10. Difraktogram kitin jenis superfine 30
Gambar 5.11. Difraktogram kitin amorf
Gambar 5.12. Difraktogram kitin bead 31
Difraktogram kitin jenis superfine dan amorf menunjukkan kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan kitin serbuk. Bentuk kristal dari jenis kitin superfine kemungkinan disebabkan karena masih adanya CaCl2 yang masih menempel pada kitin, sehigga pada saat dilakukan XRD terdapat puncak runcing 2 di 32 dan diduga puncak runcing tersebut merupakan campuran kalsium klorida atau SDS yang terdeteksi dengan XRD. Menurut Illankovan (2007) derajd kristalinitas kitin jenis superfine lebih tinggi dibandingkan kitin jenis amorf.
5.7 Uji aktivitas enzim kitinase dengan berbagai jenis substrat Penentuan aktivitas kitinase dapat dilakukan berdasarkan jumlah N-Asetil glukosamin yang dilepaskan sebagai hasil degradasi enzim kitinase terhadap kitin. Aktivitas kitinase merupakan ukuran jumlah produk yang dihasilkan dari suatu pemecahan substrat kitin. Satu unit aktivitas kitinase didefinisikan sebagai pelepasan 1 mol gula reduksi (N-asetil-glukosmin) per menit (Herdyastuti, 2010). Penentuan aktivitas kitinase didasarkan pada jumlah N-asetil glukosamin yang telah dibuat kurva standarnya pada Tabel 5.2 dan Gambar 5.13. Dihasilkan kurva standar dengan R = 0,995 dan persamaan garis Y = 2,925 X – 0,196
Tabel 5.2 N-Asetil glukosamin standar Konsentrasi N-Asetil
Absorbansi
glukosamin (mg/mL)
( = 493 nm)
1.
0,100
0,141
2.
0,200
0,352
3.
0,300
0,642
4.
0,400
0,959
5.
0.500
1,299
No.
32
1.4 y = 2.925x - 0.196 R² = 0.995
Ab sorbansi =493 nm)
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
N-Asetil glukosamin (mg/mL)
Gambar 5.13. Kurva standar N-Asetil glukosamin
Beberapa variasi telah digunakan untuk memproduksi kitinase. Kitin dari cangkang kepiting diidentifikasi sebagai sumber karbon terbaik dan dilaporkan kitin jenis koloidal sebagai sumber kitin terbaik untuk memproduksi kitinase (Suraini et al., 2008; Shanmugaiah et al., 2008 ; Herdyastuti dkk, 2009 ; Singh, 2010 ; Day, 2011). Bentuk kitin yang rapat dan kompak karena bentuk - yang mempunyai rantai antipararel dan menstabilkan bentuk polimorfiknya secara alami sehingga menyebabkan kitin tidak larut dalam pelarutnya (Majtán, 2006). Untuk mendapatkan interaksi substrat dan enzim telah dilakukan modifikasi kitin menjadi beberapa jenis kitin (koloidal, superfine, amorf dan bead). Berdasarkan uji aktivitas kitinase dengan menggunakan berbagai jenis kitin diberikan pada Tabel 5.3 dan Gambar 5.14
33
Tabel 5.3 Hasil pengukuran Aktivitas kitinase dengan berbagai jenis substrat
Aktivitas kitinase (U/mL)
No.
Jenis Substrat
Aktivitas kitinase (U/mL)
1.
Kitin serbuk
0,483
2.
Kitin koloidal
1,536
3.
Kitin superfine
0,950
4.
Kitin amorf
1,858
5.
Kitin bead
0,995
2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Kt
Kk
Ks
Ka
Kb
Jenis Subtrat
Gambar 5.14. Uji aktivitas kitinase dengan berbagai jenis substrat : kitin serbuk (Kt), kitin koloidal (Kk), kitin superfine (Ks), kitin amorf (Ka) dan kitin bead (Kb)
Pada Gambar 5.14 menunjukkan bahwa substrat jenis amorf menunjukkan aktivitas paling tinggi setelah kitin jenis koloidal. Modifikasi kitin dengan menggunakan detergen SDS menyebabkan penggembungan pada struktur kitin sehingga menyebabkan perubahan pada sifat fisik kitin serbuk. Pada kitin jenis amorf mempunyai jari-jari yang lebih panjang dibandingkan jenis kitin yang lain dan luas area tiga kali lebih besar dibandingkan dengan kitin serbuk. Data tersebut 34
menunjukkan bahwa kitin jenis amorf lebih terbuka dan kemungkinan lebih memudahkan interaksi dengan kitinase sehingga dapat memberikan aktivitas kitinase yang lebih tinggi dibandingkan dengan substrat yang lain. Kitin jenis amorf tersebut juga menunjukkan aktivitas kitinolitik yang tinggi pada saat digunakan sebagai substrat untuk memproduksi N-Asetil glukosamin. Hal ini dikarenakan perbedaan kristalinitas kitin amorf dengan kitin serbuk, dimana kitin jenis amorf lebih terbuka dan lebih amorf dibanding kitin serbuk. Pada penambahan basa dan air, rantai kitin akan mengendap secara acak dan jaringan struktur yang ada di dalamnya menjadi lebih terbuka sehingga memudahkan interaksi secara enzimatis. Sedangkan penambahan asam kuat seperti HCl terhadap kitin akan menyebabkan penataan ulang rantainya selama proses pengendapan dan struktur jenis ini lebih disukai pada saat hidrolisis enzimatik (Illankovan et al, 2007). Fenomena ini yang dapat menjelaskan mengapa kitin jenis koloidal menunjukkan aktivitas kitinase lebih tinggi dibandingkan kitin serbuk, demikin pula pada kitin jenis superfine dan kitin bead aktivitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan kitin serbuk.
35
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Modifikasi kitin serbuk dengan cara penggembungan menghasilkan kitin koloidal, superfine, amorf dan bead dengan karakteristik yang berbeda sifat fisiknya. 2. Karakterisasi tersebut terlihat pada jari-jari pori dan luas area serta volume porinya. Jari-jari dan luas area kitin jenis amorf lebih besar dibandingkan kitin yang lain yaitu masing-masing 19,159 A dan 3,252 m2/g 3. Modifikasi kitin dapat menyebabkan perubahan struktur kitin menjadi lebih terbuka karena terjadi penataan ulang kembali pada rantai kitin. Hal ini menyebabkan interaksi kitin dan enzim lebih mudah, hal ini ditunjukkan dari aktivitas kitinase dengan menggunakan kitin amorf lebih tinggi dibandingkan yang lain yaitu 1,858 U/mL.
5.2 Saran Masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut atau optimasi dengan menggunakan kitin yang dimodifikasi untuk mendapatkan jenis kitin yang paling sesuai bagi kitinase. Akan dilakukan analisis gugus fungsi dengan spektrofotometer – IR dan bagaimana interaksi kitin dan enzim kitinase dengan menggunakan SEM pada tahun kedua.
36
DAFTAR PUSTAKA
Acosta N., Jimenez C, Borau V, and Heras A., 1993, Extraction and characterization of chitin from crustaceans, Biomass. Bioenerg., 5, 2, 53. Brurberg,M.B., Synstad,B., Klemsdal,S.S., Daan M.F.van Aalten, Sundheim,L., and. Eijsink, V.G.H, 2000, Chitinase from Serratia marcescens, Manuscript’ Recent Research Developments in Microbiology. Chernin, L.S, Winson, M.K, Thompson, J.M, 1998, Chitinolytic Activity in Chromobacterium violaceum : Substrat analysis and regulation by quorum sensing, Journal of Bacteriology, vol.180, no. 17. Coutin˜o, L.R., Marı´a del Carmen, M.C., Huerta, S., Revah, S., Shirai, K., 2006, Enzymatic hydrolysis of chitin in the production of oligosaccharides using Lecanicillium fungicola chitinases, Process Biochemistry, Vol. 41 : 1106– 1110. Dahiya N., Tewari, and Hoondai, 2005, Chitinase from Enterobacter sp. NRG4 : Its Purification, Characterization and Reaction Pattern, Electronic J. Biotechnol., 8, 2. Dai De-hui, Wei-lian Hu, Guang-rong Huang and Wei Li, 2011, Purification and characterization of a novel extracellular chitinase from thermophilic Bacillus sp. Hu1, African Journal of Biotechnology Vol. 10(13), pp. 24762485, Firdaus F., Darmawan E., Mulyaningsih S., 2009, Karakteristik spektra infrared (IR) kulit udang, kitin dan kitosan yang dipengaruhi oleh proses demineralisasi, deproteinasi, deasetilasi I dan deasetilasi II, DPPM UII, Yogyakarta. Gan,Z., Yang, J., Tao, N., Yu,Z., and Zhang,K.Q., 2007, Cloning and Expression Analysis of a Chitinase Gene Crchi1 from the Mycoparasitic Fungus Clonostachys rosea (syn. Gliocladium roseum), J. Microbiol., Vol. 45 (5) : 422-430. Gohel,V., Chaudhary, Vyas, and Chhatpar, 2006, Stastical Screenings of Medium Components for The Production of Chitinase by The Marine Isolate Pantoe dispersa, Biochemical Engineering Journal, Vol 28 : 50-56 Gooday, G.W., 1990, Physiology of Microbial Degradation of Chitin and Chitosan, Biodegradation, 1 : 177-190 Guo, S.H., Chen J.K. and Lee,W.C., 2004, Purification and Characterization of Extracellular Chitinase From Aeromonas schubertii, Enzyme and Microbial Technology, 35 : 550-556 Henrissat, B., & Davies,G., 1997, Structure and propose amino acid of glycoside hydrolase, Curr.Opin.Struc.Biol., 7, 637-644 Herdyastuti,N., Raharjo T.J., Mudasir, Matsjeh,S., 2009, Kitin dari limbah cangkang udang sebagai media untuk bakteri kitinolitik yang diisolasi dari lumpur sawah, Jurnal Manusia dan Lingkungan , vol.16, No.2, 115-121 Herdyastuti,N., Raharjo T.J., Mudasir, Matsjeh,S., 2010, Kitinase dan mikroorganisme kitinolitik : Isolasi, karakterisasi dan manfaatnya, Indonesian Journal of Chemistry, vol.9. no.1, 37-47 Herdyastuti,N., Cahyaningrum S.E., Raharjo T.J., Mudasir, Matsjeh,S., 2012, Potential antifungal of Chitinolytic Bacteria Pseudomonas sp TNH54 from Mud Field, Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, Vol.3 Issue 3, 1117-1124 37
Hsu S.C., and Lockwood J.L., 1975, Powdered Chitin Agar As a Selective Medium for Enumeration of Actinomycetes in Water and Soil, Appl. Microbiol., 29, 3, 422-426. Ilankovan P., Hein S., Chuen-How Ng, Trung T.S., Stevens W.F., 2007, Production of N-acetyl chitobiose from various chitin substrates using commercial enzymes, J.Carb.Poly. available online at www.sciencedirect.com Indra dan Syafsir, 1993, Hidrolisis Khitin Menjadi Khitosan serta Aplikasinya Sebagai Pendukung Padat, Jurusan Kimia FMIPA ITS, Surabaya. Jollȇs P., Ricardo, Muzzarelli A.A., 1999, Chitin and chitinase, Birkhauser verlag Basel, Switzerland. Kim K.J., Yang Y.J., and Kim J.G., 2003, Purification and Characterization of Chitinase from Sterptomyces sp. M-20, J. Biochem. and Mol. Biol., 36, 2, 185-189. Krokeide, I.M., Eijsink, V.G.H., and Sørlie, M., 2007, Enzyme assay for chitinase catalyzed hydrolysis of tetra-N-acetylchitotetraose by isothermal titration calorimetry, Thermochimica Acta, Vol. 454 : 144–146 Lee Y.S., Park, Yoo, Choon L., Su Cho, Cheol A., Min K., and Lark C., 2007, Cloning, Purification and Characterization of Chitinase from Bacillus sp DAU101, Biosource Technol., 98, 2734-2741. Majt´an J., B´ılikov´a, K., Markoviˇc O., J´an Gr´of, Kogan G., and Sim´uth J., 2007, Isolation and characterization of chitin from bumblebee (Bombus terrestris), Intern. J. Biol. Macromol., 40, 237–241 Marganof, 2003, Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmium dan Tembaga) di Perairan, IPB Matsumoto, K.S., 2006, Fungal chitinase, Agricultural and Food Biotechnology, 289 304 Monreal J. and Reese, E.T., 1969, The Chitinase of Serratia marcescens, Canadian Journal of Microbiology, 15 : 689-696. Nandakumar R., Babu S., Raguchander T., and Samiyappan R., 2007, Chitinolytic Activity of Native Pseudomonas fluorescens Strains, J. Agric. Sci. Technol., 9, 61-68 Nathalie,C., Fleury, A., Fukamiza,T., and Ryszard,B., 2006, Two-exo--Dglukosaminidase from Actinomycetes define anew subfamily 2 of glikoside hydrolases, Biochem.Journal 394 : 675-686. Nielsen, M.N, Sǿrensen Jan, 1999, Chitinolytic Activity of Pseudomonas fluorescens isolates from barley and sugar beet rhizosphere, Microbiology Ecology, vol 30 Prag, G., Vorgias C.E., and Oppenheim A.B., 2001, Conservation of structural elements and chatalitic mechanism in the chitinolytic enzyme from Serratia marcescens, Chitin Enzymology, ISBN 88-86889-06-2 : 351-359. Ogawa Kihachiro, Yoshida, Kariya, Ohnishi and Ikeda Ryuichiro, 2002, Purification and Characterization of a Novel Chitinase from Burkholderia cepacia strain KH2 isolated from the Bed Log of Lentinus edodes, Shiitake mushroom, J.Gen. Appl. Microbiol., 48 : 25-33. Scopes,R.K.,1994, Protein Purification, Principles and Practice, Third ed., SpringerVerlag, New York. Shanmugaiah V., Mathivanan N., Balasubramanian N., and Manoharan P.T., 2008, Optimization of cultural conditions for production of chitinase by Bacillus laterosporous MML2270 isolated from rice rhizosphere soil, Afric. J. Biotechnol., 7, 15, 2562-2568 38
Singh, A.K., 2010, Optimization of culture conditions for thermostable chitinase production by Paenibacillus sp. D1, African Journal of Microbiology Research Vol. 4(21), pp. 2291-2298 Suhardi, 1992, Khitin dan Khitosan, PAU-Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Suraini, A.A., Sin T.L., Alitheen N., Shahab N. and Kamaruddin K., 2008, Microbial Degradation of Chitin Materials by Trichoderma virens UKM1, Journal of Biological Science, Vol.8 (1) : 52-59 Trudel J., and Asselin A., 1990, Detection of chitin deacetylase activity after polyacrylamide gel electrophoresis., Anal. Biochem. 189, 2, 249-253. van Aalten D. M. F, Komander, D., Synstad B., Gåseidnes, S., Peter§, M.G. & Eijsink, V. G. H., 2001, Structural insights into the catalytic mechanism of a family 18 exo-chitinase, Biochem. Sci. Sessions PNAS Podcasts. Watanabe, T., Oyanagi,W., Suzuki,K., and Tanaka,H., 1990, Chitinase system of Bacillus circulans WL-12 and Importance of Chitinase A1 in Chitin Degradation, Journal Bacteriology 172 : 4017-4022 Woo C.D and Park H.D., 2003, An Extrasellular Bacillus sp Chitinase for the production of chitotriose as a major chitinolytic product, Biotechnol. Letters, 25 : 409-412. Yui T., Nakata K., and Ogawa K., 1996, Structure and function of Chitosan (V). Conformation of ethylene glycol derivates of chitin and chitosan, Bull. Univ. Osaka Pref., Ser. B, 48, 125-128 Yurnaliza, 2002, Senyawa Kitin dan Kajian Aktivitas enzim Mikrobial Pendegradasinya, FMIPA-USU.
39
LAMPIRAN 1 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG MAKSIMUM
40
LAMPIRAN 2 HASIL UJI AKTIVITAS KITINASE PADA BEBERAPA JENIS SUBSTRAT
No.
1. 2. 3.
4.
5.
Jenis Substrat
Kitin serbuk Kitin koloidal Kitin superfine
Kitin amorf
Kitin bead
Absorbansi
Rerata absorbansi
0,136 0,126 0,137 0,274 0,276 0,282
0.133
0,209 0,189 0,194 0,318 0,330 0,316 0,216 0,185 0,209
N-Asetil glukosamin
Aktivitas kitinase (U/mL)
0,193
0,483
0.277
0,614
1,536
0,197
0,380
0,950
0,321
0,743
1,858
0,203
0,398
0,995
41
LAMPIRAN 3 HASIL UJI PORI
42
LAMPIRAN 4 PUBLIKASI PADA SEMINAR INTERNASIONAL CONFERENCE OF THE INDONESIAN CHEMICAL SOCIETY (4 – 5 September 2012 University of Brawijaya Malang)
Colloidal Chitin as a Substrate for Chitinase of Producing Enzyme From Pseudomonas sp TNH54 Nuniek Herdyastuti1 dan Sari Edi Cahyaningrum2 1) Department of Chemistry, Surabaya State University, Jl. Ketintang Surabaya 60231 (
[email protected]) 2) Department of Chemistry, Surabaya State University, Jl. Ketintang Surabaya 60231 (
[email protected])
Abstract Chitinase produced by bacteria that isolated from mud of rice fields in the Ketintang Surabaya area showed 98% genetic similarity of the Pseudomonas sp based on the nucleotide sequence of 16S-rRNA gene. Chitinase enzyme on colloidal chitin as substrate showed higher activity than in chitin. XRD results showed that colloidal chitin and chitin have amorphous, the addition of HCl to colloidal chitin showed no difference in spectra determined by FT-IR. High activity of enzyme with colloidal chitin substrates probably due to interaction of colloidal chitin with chitinase more easily than with chitin. This is due to colloidal chitin forms a swollen structure and based on the analysis of pore surface area larger than colloidal chitin actually reaction of enzyme and substrate so much easier. Key words : Chitin, chitinase, coloidal, Pseudomonas sp
Introduction Chitin is a polysaccharide composed of monomers -1.4-N-acetylglucosamine. Chitin is a natural polymer that is relatively abundant and is the second largest biopolymer in nature after cellulose. This polymer was found as a structural component in the exoskeletons of insects, in crustacea skin, in the cell walls of some fungi and algae, and nematodes [1]. Chitin circulation of the available material and dead organisms kitinolitik primarily resulting from the activity of microorganisms. Chitin up almost half of the total organic material in the materials containing chitin. The highest concentration reached 85% are found in arthropods [2]. Amount of chitin that can be produced per year in the biosphere very much at all. In 1993 the estimated world can regain chitin from marine invertebrates as much as 37.000 tons and increased to 80.000 tons in 2000 [3]. Freezing shrimp plant (cold storage) there are shrimp processing for export in the form of frozen headless shrimp or peeled produce waste in the form of hard skin (shell) of about 50-60% are discarded or only used as a forage mixture [4]. In other words, chitin can be produced cheaply and simultaneously 43
help solve environmental problems and promote the economic value of marine production. Chitin is widely used as a substrate in the fermentation medium to test the enzyme endo-type chitinase. Chitinolitic activity induced strain in the growth medium in the presence of chitin as a carbon source [5]. Gohel in 2006 [6] do 19 variations of component screening medium containing chitin using Pantoea dispersa isolates obtained from marine Bhavnagar, India to produce chitinase optimally. Chitinase (EC.3.2.1.14) is a group of enzymes capable of degrading chitin directly to produce a product that has a low molecular weight. Chitinase are found widely in different organisms, including fungi, bacteria and plants [7]. It has been reported that the activity kitinolitik can show positive results when the bacteria were grown in cultures containing 0.2% colloidal chitin as a carbon source [1,8]. Based on the analysis of the current tree philogenetic has acquired some of the microorganisms that have been known as a producer of chitinase [9]. Chitinase has a great potential in biotechnology. First, the enzyme chitinase can be used to completely convert biomass containing chitin (Depolymerization). Second, chitinase can be used to combat fungal pathogens in plants and insects. Third, a potential chitinase inhibitor to inhibit the growth of plant and insect pathogens containing chitin that requires chitinase to develop normally [10]. Chitinase are used as biocontrol agents, especially for plants that are attacked by a fungal infection. This is because the chitin which is a major component of fungal cell walls can be degraded enzyme chitinase producing environmentally friendly products than the use of chemicals [11].
Metode and Experimental Organism and Cultural Condition Bacteria was isolated from field mud in Ketintang area Surabaya by using a minimal medium containing colloidal chitin. The cells were cultured on LB medium (bacto-triptone , yeast extract and NaCl) and incubated at room temperature for 20 h in rotary shaker at 150 rpm. Preparation of Choloidal chitin Chitin obtained from shrimp shells that have been dried and pulverized and then proceed with the isolation by using the method of Acosta, et al. [12]. Chitin isolation process consists of two stages, deproteinasi and demineralization. Chitin is made into the form of colloids obtained by use according to Hsu and Lockwood [13]. Chitin dissolved in concentrated HCl (37%), and then precipitated as a colloidal suspension with the addition of cold water (5 C). The suspension was filtered and the residue washed with distilled water until neutral pH and dried with an oven. This process gives ± 85% recovery. Produce of Chitinase Enzyme Preparation Enzyme Chitinase was produced in medium with the following composition : 0.4% colloidal chitin, 0.7% K2HPO4, 0.3% KH2PO4, 0.5% MgSO4.5H2O, 0.01% FeSO4.7H2O, 0.001% MnCl2 dan 0.5% peptone and incubated at room temperature for 45 h in rotary shaker at 150 rpm The culture cells were centrifuged at 4000 rpm for 20 minutes (4C). The supernatant was brought to 50% saturation with ammonium sulphate at 4C for 30 min by stirring magnetic stirer. The precipitate was recovered by centrifugation at 4000 for 30 minutes (4C) and pellet formed was solubilized in 44
0.1M phosphate buffer pH 7.0. The solution was dialyzed overnight against the same buffer at 4C. Chitinase Assay Chitinase activity was measured by colorimetric medhod based on released N-acetyl-glucosamine [Monreal and Reese, 1969). The colloidal chitin solution 2.0 mL of 1.25% (w/v) dissolved in 200 mM potassium phosphate buffer was added to 0.5 mL enzim solution and incubated for 2 h at room temperature. After two hours, place the vials in to a boiling water for 5 minutes and cool to room temperature by placing the vials in a cold water bath. Centrifuge the suspensions for 10 minutes at 4000 rpm. Place the vials 1.0 mL supernatant was added 2.0 mL deionized water and 1.5 mL color reagent solution containing 5.3 M sodium potassium tartrate and 3,5Dinitrosalicyclic acid 96 mM. Place the mixed solution in to a boiling water for 5 min and remove and allow the containers to cool to room temperature. Transfer the solution to suitable cuvettes and record the absorbance at 540 nm. One unit activity will liberate 1.0 mg N-acetyl D-glucosamine from chitin per hour. Characteristic of chitin Characteristics of colloidal chitin and chitin determined by FT-IR spectrophotometer (Perkin Elmer), the analysis of pore size and surface area with high speed surface area (NOVA 1200e), the crystallinity determined by X-Ray-Diffraction.
Result and Discussion Bacteria isolation has been carried out of the mud fields kitinolitik from around campus UNESA Ketintang Surabaya in media containing chitin. Based on the chitinase activity assay, specific activity, optical density, and protein levels of five selected isolates of 54 isolates of the bacterium with the highest chitinase activity [14]. Isolates of 54 species have been determined based on 16S rRNA gene has 98% similarity to Pseudomonas sp. Isolate 54 and then referred to Pseudomonas sp TNH54 [15]. Chitin is a polymer which is very abundant in nature that can be obtained from various sources, one of which is from shells of shrimp (Penaousse monodon). In a hard skin or shell of shrimp contain 30-40 % protein, 30-50 % calcium carbonate and 20-30 % chitin [16]. The results of the isolation of chitin from shrimp shells obtained about 20 % of the dry weight of chitin is yellowish white. Colloidal chitin can be formed by dissolving in concentrated hydrochloric acid as described by Hsu and Lockwood (1975). Colloidal chitin has established the color is more yellowish and granulated to form granules tend to cluster larger. The analysis spectrophotometer Infrared (IR) to form colloidal chitin and chitin did not show a difference of spektranya (Figure 1). In the IR spectra showed absorption at 3441 and 3286 cm-1 which indicate the presence of OH and NH2 groups. Sharp absorption peak at 1658 cm-1 showed a group C = O and 1072 cm-1 shows CO group. Spectra of the groups that function in accordance with the chitin structure composed of 2 – deoxy – 2 – acetamida – β – D – glucopiranocyl and each connected with a bond β-1, 4 glycoside [17]. According to Suhardi (1992) that the chitin gives a typical spectral absorption in the region 1665, 1555 and 1313 cm-1 which indicate the presence of an amide bond [18]. The addition of HCl to destroy the bonds in chitin initially but then the bond is formed again and form a colloidal. Based on the results of IR analysis showed that in the form of colloidal chitin did not cause changes in the function group.
45
Chitinase from Pseudomonas sp TNH54 showed higher activity against the substrates colloidal chitin than chitin powder form as shown in Figure 2. Chitin is a compound that is insoluble in water so that it is also a constraint to the enzyme so it takes a long time to degrade it. Chitin structure has three forms, namely α, β and γ.
Figure 1. Spectra FT-IR of citin and choloidal citin
Chitin-α in the form isomorphous with the structure of solid meetings and have strong hydrogen bonds. Β-chitin has a structure with a weaker intramolecular bonds but slightly more stable than α-chitin. Form of chitin-γ is a combination of α and β chitin structure. Structure which causes the α-chitin chitin is not soluble in the solvent, while the β-chitin can be swollen in water to form insoluble so as chitin in formic acid [19]. Form of colloidal chitin hydrolysis enzyme may facilitate a more open structure due to the possibility of another meeting or not [20].
Relative of Activity (%)
100 80 60 40 20 0
A
B Substrate
C
46
Figure 2. Activity of chitinase toward to choloidal chitin (A), chitin powder (B), chitin form WAKO product (C) There have been many studies that prove that the conventional method using colloidal chitin as substrate was found very effective to determine chitinase activity, such as extracellular chitinase enzyme from Bacillus sp WY22 [21], Enterobacter sp NRG4 [22], Aeromonas sp and Aeromonas schubertii [1.8] , and Bacillus laterosporous MML2270 [23], Bacillus sp. Hu 1 [25]. The form of colloidal chitin easily interact with the enzyme was also affected by pore size and surface area. Based on the analysis of pore size and surface area and colloidal chitin (Table 1), indicating that the total volume of colloidal chitin in the form of chitin that is greater than its surface area is greater. Table 1. Analysis of pore and surface area chitin and choloidal chitin No. Substrate 1. 2.
Chitin Choloidal Kitin
Volume of pore (cc/g) 3.799 x 10-3 4.11 x 10 -3
Surface area (m2/g) 0.323 1.260
Based on the diffraction of X - ray (XRD) colloidal chitin and chitin are both amorphous (Fig. 3), but colloidal chitin surface area allowing greater interaction with the enzyme more easily so that chitinase enzymes can degrade chitin polymer to form oligo or diacetilglucosamin.
A
B
Figure 3. X-Ray Diffraction of chitin (A) and colloidal chitin (B) Conclussion Chitinase enzymes from Pseudomonas sp showed high activity when diinteraksikan with colloidal chitin substrates than chitin. Form of chitin and colloidal chitin were amorphous and showed no difference in IR spectra. Colloidal chitin has a surface area greater than chitin interaction allows the enzyme and the substrate becomes easier.
47
Akcnowledgment To Dikti Ditlitabmas through DIPA Unesa Number: 0635 / / 023-04.2.16/15/2012 which has funded most of this research Mizan Tamimi, who has helped this research.
Refference [1] Guo S.H., J.K. Chen, and W.C.Lee, 2004, Purification and Characterization of Extracellular Chitinase From Aeromonas schubertii. Enzyme and Microbial. Techno. Vol. 35. 550-556 [2] Folders J., A.Jon, R.S.Marc, and B.Wilbert, 2001, Characterization of Pseudomonas aeruginosa Chitinase a Gradually Secreted Protei. J. Bacteriol. Vol. 183 (24). [3] Ogawa K., Yoshida, Kariya, Ohnishi and Ryuichiro I., 2002, Purification and Characterization of a Novel Chitinase from Burkholderia cepacia strain KH2 isolated from the Bed Log of Lentinus edodes, Shiitake mushroom, J.Gen. Appl. Microbiol. Vol. 48. 25-33. [4] Rattanakit N., A.Plikomol, S.Yano, M.Wakayama, and T.Tachiki, 2002, Utilization of shrimp shellfish waste as a substrate for solid-state cultivation of Aspergillus sp S1-13: Evaluation of a culture based on chitinase formation which is necessary for chitin-assimilation. J. Biosci. Bioeng. Vol. 93 (6) 550556 [5] Chernin L.S., M.K.Winson, J.M.Thompson, 1998. Chitinolytic Activity in Chromobacterium violaceum : Substrat analysis and regulation by quorum sensing. J. Bacteriol. Vol. 180 (17). [6] Gohel,V., Singh, Vimal, Ashwini, and Chhatpar, 2006. Bioprospecting and antifungal potential of Chitinolitic Microorganism. Afric. J. Biotechnol. Vol.5 (2). 54 -72 [7] Yong T., J.Hong, Zhangfu, L.Zhang, Xiuqiong, Tao K., Shaorong, Shigui, 2005. Purification and Characterization of an Extraselluler Chitinase Produced by Bacterium C4. Anal. Microbiol. Vol. 55 (3). 213-218 [8] Huang C.J., and C.Y.Chen, 2004. Gene Cloning and Biochemical Characterization of Chitinase CH from Bacillus cereus 28-9. Annals. Microbiol. Vol.54 (3). 289-297 [9] Gan,Z., Yang, J., Tao, N., Yu,Z., and K.Q. Zhang,., 2007. Cloning and Expression Analysis of a Chitinase Gene Crchi1 from the Mycoparasitic Fungus Clonostachys rosea (syn. Gliocladium roseum). J. Microbiol. Vol. 45 (5). 422430. [10] Brurberg M.B., B.Synstad, S.S.Klemsdal, van Aalten D.M.F., Sundheim L., and. Eijsink V.G.H., 2000. Chitinase from Serratia marcescens, Manuscript’ . Microbiol. Vol.142, 1581-1598. [11] Wang S.Y., Moyne A.L., Thottapilly G., Wu S.J., Locy R.D., and Singh N.K., 2001, Purification and characterization of a Bacillus cereus eksokitinase, Enzyme Microbial. Technol. Vol. 28. 492-498 [12] Acosta N., C. Jimenez, V. Borau, and A.Heras, 1993. Extraction and characterization of chitin from crustaceans. Biomass. Bioenerg. Vol.5 (2) 53. [13] Hsu S.C., and J.L.Lockwood, 1975. Powdered Chitin Agar As a Selective Medium for Enumeration of Actinomycetes in Water and Soil. Appl. Microbiol. Vol.29 (3). 422-426.
48
[14] Herdyastuti,N., T.J.Raharjo, Mudasir, S.Matsjeh, 2009. Kitin dari limbah cangkang udang sebagai media untuk bakteri kitinolitik yang diisolasi dari lumpur sawah. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol.16. 115-121 [15] Herdyastuti,N., S.E.Cahyaningrum, T.J. Raharjo, 2011. Characterization of chitinase from Pseudomonas sp TNH54 isolated from Mud fields. Asian Journal of Chemistry. Vol.23. 3549-3552. [16] Aranaz I., Mengíbar M., Harris R., Paños I., Miralles B., Acosta N., Gemma G., and Heras Á., 2009. Functional Characterization of Chitin and Chitosan, Current Chem. Biol. Vol. 3. 203-230 [17] Majt´an J., K.B´ılikov´a, , O.Markoviˇc, J´an Gr´of, G.Kogan, and Sim´uth J., 2007. Isolation and characterization of chitin from bumblebee (Bombus terrestris), Intern. J. Biol. Macromol. Vol.40. 237–241 [18] Suhardi, 1992. Khitin dan Khitosan. PAU-Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta [19] Coutin˜o L.R., M.C.Marı´a del Carmen, S.Huerta, S.Revah, K.Shirai, 2006. Enzymatic hydrolysis of chitin in the production of oligosaccharides using Lecanicillium fungicola chitinases. Process Biochemistry. Vol. 41. 1106– 1110. [20] Suraini A.A., Sin T.L., Alitheen N., Shahab N., and Kamaruddin K., 2008, Microbial Degradation of Chitin Materials by Trichoderma virens UKM1, J. Biol. Sci. Vol. 8 (1). 52-59 [21] Woo C.D., and H.D.Park, 2003. An Extrasellular Bacillus sp Chitinase for the production of chitotriose as a major chitinolytic product. Biotechnol. Letters. Vol. 25. 409-412. [22] Dahiya N., Tewari, and Hoondai, 2005. Chitinase from Enterobacter sp. NRG4 : Its Purification, Characterization and Reaction Pattern. Electronic J. Biotechnol. Vol. 8 (2). [23] Shanmugaiah V., Mathivanan N., Balasubramanian N., and P.T. Manoharan, 2008. Optimization of cultural conditions for production of chitinase by Bacillus laterosporous MML2270 isolated from rice rhizosphere soil, Afric. J. Biotechnol. Vol. 7 (15). 2562-2568 [24] Dai,D., Hu, W., G.Huang, and Li W., 2011. Purification and characterization of a novel extracellular chitinase from thermophilic Bacillus sp. Hu1. African Journal of Biotechnology. Vol. 10 (13). 2476-2485
49
LAMPIRAN 5 BIODATA PENGUSUL PENELITIAN FUNDAMENTAL
I. IDENTITAS DIRI (Ketua Peneliti) 1. Nama Lengkap : Dr.Nuniek Herdyastuti, M.Si 2. Tempat dan Tanggal Lahir : Surabaya, 10 Nopember 1970 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Instansi : Dosen Kimia FMIPA – UNESA 5. Pangkat / Golongan / NIP : Pembina / IVa / 197011101998022001 6. Bidang Keahlian : Biokimia 7. Alamat Kantor : Jurusan Kimia UNESA Kampus Ketintang Surabaya 8. Telepon / Faximili : 031-8298761 / 031-8298761 9. e-mail :
[email protected] 10. Alamat Rumah : Jl. Karah 5/50 Surabaya 11. Telepon Rumah : 031-8285623 12. e-mail :
[email protected] 13. Riwayat Pendidikan Jenjang Pendidikan Tempat Studi Tahun Lulus Bidang Keahlian S1 ITS 1994 Kimia S2 ITB 2002 Biokimia S3 UGM 2010 Biokimia II. Pengalaman Penelitian Tahun Judul 2002
2003
2005
2006
2007
2007
2007
Deteksi Tingkat Ekspresi in Vitro dan In vivo Protein Car A Salmonella typhimurium Pengaruh cara pengemasan terhadap daya simpan abon dan otak-otak bandeng Pemanfaatan Protease dari Mikroorganisme Termofilik Yang Tumbuh di Sumber Air Panas Cangar Pemanfaatan kitosan limbah udang windu sebagai matriks pendukung imobilisasi papain melalui metode carier crossling Identifikasi mikroorganisme termofilik penghasil enzim fitase yang tumbuh di kawah Ijen Banyuwangi Pemanfaatan kitosan limbah udang windu sebagai matriks pendukung imobilisasi papain melalui metode carier crossling Penghilangan Aroma langu pada susu kedelai dengan enzim papain
Posisi
Sponsor Dana
Peneliti Utama
BPPS (Tesis S2- ITB),
Ketua
Penelitian Dosen Muda, DP2M
Anggota
Penelitian Dosen Muda, DP2M
Anggota
Hibah Bersaing Tahun I, DP2M
Anggota
Penelitian Dosen Muda, DP2M
Anggota
Hibah Bersaing Tahun II, DP2M, Dikti
Ketua
Penelitian Terapan, DIPA, UNESA 50
2008
2009
2009
2010
2010
Eksplorasi Bakteri Penghasil Kitinase Dari Lumpur Pertanian dan Keragaman Gen Penyandi Bakteri Kitinolitik Sebagai Agen Biokontrol Pembuatan siruf Fruktosa (HFCS) menggunakan enzim glukosa isomerase yang terimobilisasi pada matriks kitosan bead. Eksplorasi Bakteri Penghasil Kitinase Dari Lumpur Pertanian dan Keragaman Gen Penyandi Bakteri Kitinolitik Sebagai Agen Biokontrol Sintesis dan Karakterisasi membrane nanofibrous kitosan – alginat dan aplikasinya sebagai matriks pada imobilisasi enzim Karakterisasi kitinase yang diisolasi dari bakteri lumpur sawah
Ketua
Hibah Bersaing Tahun I, DP2M
Anggota
Hibah Kompetitif sesuai Prioritas Nasional Batch II, DP2M, Dikti. Hibah Bersaing Tahun II, DP2M
Ketua
Anggota
Penelitian Hibah Kompetensi, DP2M
Peneliti Utama
BPPS (Disertasi -S3, UGM)
III. Publikasi Ilmiah : a. Jurnal Tahun Judul 2002 Deteksi Protein Car A melalui pendekatan imunologi 2003 Deteksi Tingkat Ekspresi Invitro Protein Car A Menggunakan Teknik Elisa dan Western Imunoblotting 2006 Isolasi dan Karakterisasi Ekstrak Kasar Bromelin dari Batang Nenas (Ananas comusus L.merr) 2009 Kitinase dan mikroorganisme kitinolitik : Isolasi, karakterisasi dan manfaatnya (Review) 2009
2011
2011
Jurnal Jurnal Penelitian Matematika dan Sains Jurnal Hayati, Vol.2 No.2, 99103, 2003, Terakreditasi (ISSN 0852-6834) Jurnal Hayati,Vol.12 No.1, 7577, 2006, Terakreditasi (ISSN 0852-6834) Indonesian Journal of Chemistry, vol.9. no.1, 37-47, 2009, Terakreditasi (ISSN 1411-9420) Kitin dari limbah cangkang udang sebagai Jurnal Manusia dan Lingkungan media untuk bakteri kitinolitik yang , vol.16, No.2, 115-121, 2009, diisolasi dari lumpur sawah terakreditasi (ISSN 0854-5510 Characterization of chitinase from Asian Journal of Chemistry, Pseudomonas sp TNH54 isolated from Vol. 23, No. 8, 3549-3552, Mud fields 2011, terakreditasi (ISSN 09707077) Soption of Mg (II) and Ca (II) metal ions Journal of Materials science and on chitosan-alginate membrane Engineering, Vol.1, No.1, 8793, 2011, terakreditasi (ISSN 2161-6213)
2012
51
b. Seminar Tahun Judul 2004 Pemanfaatan Air Kelapa Untuk Produksi Minuman Probiotik Dengan Variasi konsentrasi inokulum Lactobacillus casei (seminar nasional Kimia) 2005 Isolasi dan Karakterisasi Ekstrak kasar Protease dari Streptomyces griseus ( Seminar Nasional Kimia) 2005 Pemanfaatan ampas onggok untuk produksi asam sitrat dengan variasi konsentrasi inokulum Aspergillus niger dan waktu inkubasi (Seminar Nasional Kimia) 2006 Produksi enzim Glukosaisomerase dari Streptomyces sp. Dengan menggunakan xilosa sebagai induser (seminar Nasional Kimia) 2006 Pemanfaatan Dedak sebagai substrat untuk produksi enzim amylase dari Aspergillus niger, Saccharomyces cereviceae dan Bacillus licheniformis (Seminar Nasional Kimia VIII) 2007 Papain sebagai salah satu alternatif untuk menghilangkan aroma langu susu kedelai, (Seminar Nasional Kimia) 2009 Enzim ekstraseluler kitinase dari Burkholderia pseudomallei yang diisolasi dari lumpur sawah (Seminar Nasional Kimia) 2009 Karakterisasi enzim kitinase hasil screening dari tanah sawah (Seminar hasil penelitian mahasiswa S3 UGM) 2009 Partial purification and characterization of chitinase produced by Burkholderia pseudomallei (International Conference on Natural and Material Sciences, NAMES) 2010 Potensi anti jamur bakteri kitinolitik yang diisolasi dari lumpur sawah (Seminar Nasional Green Technology) 2012 Colloidal Chitin as a Substrate for Chitinase of Producing Enzyme From Pseudomonas sp TNH54 (Seminar Internasional HKI)
Penyelenggara Jurusan kimia – Unesa
Jurusan kimia – UPI
Jurusan Kimia – Unesa
Jurusan Kimia – Unesa
Jurusan Kimia – ITS
Jurusan Kimia – UNY
Jurusan Kimia – FPMIPA UNS FMIPA – UGM
FMIPA – UNLAM
UIN – Malang
Jurusan Kimia – UB
IV. Pengabdian pada Masyarakat Tahun Kegiatan 2005 Pelatihan metode bleching untuk meningkatkan kualitas bahan baku serat tanaman pada UKM di kecamatan menganti, Gersik 2007 Pelatihan penerapan iptek berbasis pemanfaatan potensi alam Indonesia 52
2007
2011
2011
untuk menambah wawasan guru dalam membimbing KIR di SMA Negeri di Gresik Pelatihan penerapan iptek berbasis pemanfaatan potensi alam Indonesia untuk menambah wawasan guru dalam membimbing KIR SMA di kota Surabaya Sosialisasi penjernihan minyak goreng jelantah dengan lempung bentonit sebagai upaya pencegahan timbulnya karsinogenik di Desa Laju Lor Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Pelatihan pembuatan Sabun cair di Desa Jatisari Pepelegi
V. Pengalaman Pelatihan Tahun Jenis Pelatihan 2004 Kursus Identifikasi Mikroba dengan cara sequencing 16s rRNA/18s rRNA 2009 Pelatihan Bioteknologi dan Bioinformatika 2010 Pelatihan Penulisan artikel ilmiah Internasional 2010 Pelatihan PEKERTI dan AA (Applied approach) 2011 English Language Training
2011
Pelatihan RT-PCR
VI PENGALAMAN PENULISAN BUKU No. Tahun Judul Buku
VII PENGALAMAN PEROLEHAN HKI No. Tahun Judul/Tema HKI
Waktu 3 hari 5 hari 5 hari 6 hari 50 jam
2 hari
Penyelenggara Bioteknologi ITB Bandung Pusat Veterinaria (PUSVETMA) Surabaya Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Negeri Surabaya Indonesia Australia Language Foundation (IALF) Surabaya Lab Basic Science - ITB
Jumlah Halaman
Jenis
Penerbit
Nomor P/ID
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Surabaya, 6 Nopember 2012
Dr.Nuniek Herdyastuti, M.Si NIP. 197011101998022001 53
BIODATA ANGGOTA PENELITI I IDENTITAS DIRI 1.1 Nama Lengkap (dengan gelar) 1.2 Jabatan Fungsional 1.3 NIP/NIK/No. identitas lainnya 1.4 Tempat dan Tanggal Lahir 1.5 Alamat Rumah 1.6 Nomor Telepon/Faks 1.7 Nomor HP 1.8 Alamat Kantor 1.9 Nomor Telepon/Faks 1.10 Alamat e-mail 1.11 Mata Kuliah yg diampu
Dr. Sari Edi Cahyaningrum, M.Si P Lektor kepala/IV a 197012291997022001 Kediri, 29 Desember 1970 Pondok Ridho III, Sidodadi Taman , Sidoarjo 0317870861 08123290484 Jurusan Kimia FMIPA Unesa, Jl. Ketintang Surabaya 0318298761
[email protected] 1. Bioanorganik 2. Material Anorganik 3. Senyawa Organologam 4. Kimia Anorganik I 5. Kimia Anorganik IV
II RIWAYAT PENDIDIKAN 2.1 Program: S-1 2.2 Nama PT ITS 2.3 Bidang Ilmu Kimia 2.4 Tahun Masuk 1989 2.5. Tahun Lulus 1994 2.6 Judul Skripsi/ Analisa Patulin Tesis/Disertasi Produksi Stapilococus aureus Pada Juice Anggur
2.7. Nama Pembimbing/ Promotor
Dr. Nurul Lailana M.S
S-2 UGM Kimia Anorganik 1999 2001 Karakteristik Adsorpsi Ni(II) dan Cd(II) pada Kitosan Limbah Udang Windu
Dr. Narsito
III PENGALAMAN PENELITIAN No. Tahun Judul Penelitian 1.
2009
Pembuatan siruf Fruktosa (HFCS) menggunakan enzim glukosa isomerase yang terimobilisasi pada matriks kitosan bead.
3.
2007
4.
2006
Pemanfaatan kitosan limbah udang windu sebagai matriks pendukung imobilisasi papain melalui metode carier crossling Pemanfaatan kitosan limbah udang
S-3 UGM Bioanorganik 2005 2009 Peranan Jembatan Kation Logam Pada Imobilisasi Papain pada Matriks Kitosan beads Prof. Dr. Narsito
Pendanaan Sumber* Jml (Juta Rp) Hibah 87.500.000 Kompetitif sesuai Prioritas Nasional Batch II, DP2M, Dikti. Hibah Bersaing 42.500.000 (Tahun II)
Hibah Bersaing
50.000.000 54
5
2005
windu sebagai matriks pendukung imobilisasi papain melalui metode carier crossling kation logam Mg(II) Pemanfaatan kitosan sebagai adsorben Cd(II) dalam Medium Air
(Tahun I)
PDM
7.000.000
IV PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT No.
Tahun
1.
2009
2.
2007
3.
2007
Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Pemanfaatan kitosan untuk mencegah hama rayap bubuk rotan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produk furnitur di IKM Desa Beton Kecamatan Menganti Gresik Pelatihan metode bleching secara enzimatis untuk meningkatkan kualitas bahan baku serat tanaman pada UKM di kecamatan menganti, Gersik Pelatihan penerapan iptek berbasis pemanfaatan potensi alam Indonesia untuk menambah wawasan guru dalam membimbing KIR di SMA Negeri di Gresik
Pendanaan Sumber* Jml (Juta Rp) Dipa Unesa
3.000.000
Penerapan Ipteks
7.500.000
Dipa Unesa
3.000.000
V PENGALAMAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH DALAM JURNAL No. 1.
Tahun 2009
Judul Artikel Ilmiah
Volume/ Nomor
Immobilization of papain on chitosan vol.10. no.2 beads with Mg (II) as carrier croslink agent
2.
2008
Pemanfaatan Kitosan serbuk Sebagai vol.10.No.2 adsorben Ca(II) dalam medium air
3.
2008
Adsorpsi Zn(II) pada kitosan yang termodifikasi secara swelling
vol.10, No.1
4.
2007
Adsorpsi Cu(II) pada kitosan bead dalam medium air
Vol.9 No.1
5.
2005
Pemanfaatan kitosan limbah udang
Vol.5. No. 2
Nama Jurnal Indonesian Journal of Chemistry, Author, terakreditasi Jurnal Kimia Lingkungan Author, terakreditasi Jurnal Manusia dan Lingkungan Author, terakreditasi Jurnal Kimia Lingkungan Author, terakreditasi Indonesian 55
sebagai adsorben Cd(II) dari limbah industri
6.
2007
Pengaruh proses penggembungan pada Vol.14. No.2 kitosan terhadap adsorpsi Mg(II) dalam medium air
VI PENGALAMAN PENULISAN BUKU No. Tahun Judul Buku
VII PENGALAMAN PEROLEHAN HKI No. Tahun Judul/Tema HKI
Journal Of Chemistry, Author, Terakreditasi Jurnal Penelitian Matematika dan Sains Author
Jumlah Halaman
Penerbit
Jenis
Nomor P/ID
VIII PENGALAMAN MERUMUSKAN KEBIJAKAN PUBLIK/REKAYASA SOSIAL LAINNYA No.
Tahun
Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah Diterapkan
Tempat Penerapan
Respons Masyarakat
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Penelitian Fundamental.
Surabaya, 6 Nopember 2012
Dr. Sari Edi Cahyaningrum, M.Si NIP.197012291997022001
56
J 1/s3Nn gun)l8uips orrg EiEds) taSequB.l Bnla) lB)leo ered sda
rnl{3{o
Esaun roDpB rquequed
serDlqrEel{
€3u[ uqlplpuad
IErapual
Ered
I 9 9
rn]Ia]lc t
serqprua)I Plapual rntladslq € seu{tpwa) IEEPUaI sirElex,lss z uEplepnqaX uEp ue{PPuad irall,tsr{ I :ln^ epede{ ue{lEduBsTp uPuqBs
PTI 'I
Jotlaub ztOz
'remrPl
%
ppEd
IPnnuel
elPqems : rp ue{dBpIO nn uedeprod ruepp ureru11a1a1 ledepral ueq uelpnrual
lp eleluIat elqPde edur6au euerne8eqos \'eqnlP uP)tP L'ep nE{u1]ip uB{€ eiunlEnsas eFBas pMr{pq uBnllreFl uE8uap uexdeplp p33ue1 leQs n4eiEq lul ussE$da) lems -qePaq 9u€( r.r"ntuetai pped ueruopadmq
de1a1 udedns
/spBrg upluep[uaur uIeie6 9]lauad ulrJ 'nr uBsnlndal lEms ue4durEl
Euel 2167 mqel (ueq{auad LEPrSord rsPsr[P4uasao) r33rn1 uerunBra.1 uep39un uup unqEl I1JnI I E{ar.Iad urIJ BrueN ueP {npnl
r[el"p umluprlat
eBPa)
Enpa)
e.{uuErmsns
it
NV)rStunI
:Zrozn lXIrS€NIVl0o
o1,1
ue)ldelauaW
I
1un5 g lejns 'l lerng 9 uesnlnde) lems g
rol1ag uesqnday
1100z/0/260 'oN sput.rPuafi uesnlnde, 16661016ZZ oN pnq{Pualiq uemlnday
rmqq Wv oN Iu Lreplsara :666I lnlqEt €6 oN IB uaprsard ueslqn&) 1996t EnqEl692 oN J:1 r.Iaplsara uPsqndax
1010(
0r0z unqq gggT
npad Suepuedp pieur uen-rnSrad uEInSSun uPp
9
roruoN qElupewad
rmqel67
o1q
g
]ErnS
leins
up,nlPFd
Suepm-SLrupun
TUI r.-Psn1nda) 1ems
, €
'z
gN svJ,IstIaArNo
ZIOZ
,,I
SuPqu{ual
l
uBlliqratrour
ttoz unqBJ (uEE{auaa wer8o.r4 lseqp4uasag) fBr4l rmqpl ElnW upllIa€d ueeuer4epd uaerueial lqrm e-^{'{eg Yl.vflvuns nla
rBwBLra
1
uoJ)au
NNHVI
NYITnNBd ,^[vurou.l lsvsnm Nasso) Erf,Ntt NYOXnDIIEd NV'In93Nn N\dO NOI{VJ rr1nw Nv[l',1gN1d NYdVJANId 3ue1ua;
zloznatllyS€N1l/ig0 | rouroN v,\vsYuns IusrSN sY suaAINn uo.nEu NYsmflagx J\rf,Qs vsfNn ,amzsr0egr:qlu4siie! 0'Ot€ag t0808,g 60008ZS r oelr :uod.
.1
,e?os B^eqEns 6uR}4ey
Mn
sidure,
v
vsvHns utcrN svllsulNNn NW^V0nsSv NVo Null0l0Nld NVlullN3v{3)
afs I[
!
E
s
t:
E
.sE
ta
z
I
z
a
a
g
!
tSEE
E
Ag
a
E
E
drt 'plril 'lo9
'49 !9
z
A
i,L
o I
z
*ri
l3s l!=r I l.
D
!
La 2 5
Z7
e
.g
l-Et.lrE
.
E.
z'
tt.E
E l-9,3. IEEE lEq
lE Li
i,>
ES IE;
;
toa
d
g
ao E
E
E
E>
AE
B
2
5
I
z
Z
b
*
-A
l5
gE; .$fr€€ E Fg: EE?; s
5
E
s; s;
Es E{
E Eg
z
a
E E!EE E!=
z
X E
i € es f, 'a9 ? 9-e EE
$Je
ETEE
E$i
E E'
a*
E E sE B 'i .: €:E B
d
!i -
]iE6.EE E;*
e;€
.au
hD
C3
EH
U
'5!
I
.9
€
t
ig
,: ?.,
J F
=
E
z E
3
F
q.
E
E
{4 s
E I
I g a
E
:!;
a
: 3 tfl TC'T
pc
q
R5
I
E=+-
s
1
I
?i >: :s
E
!
1t
:q.i
_t
EE
se
IRSE
l*{3
.3'ti 1=
l.
I
H
14..
3C
4E
iE
eE
cce rEeE ,EEe EErE 6,iEi i <-6 t'5: i;t6t ,>>!: leiS 1t.r 1^*u* E-3
H
I
I EEa
E
l?
&
5E
s? Ee : SE E* A di?gr'E
las9E tiii
i;; ':.--L1li9!;=*s t**i
3
3 aEEi: i gE
P i
E
i
8
It.)
.z
*
I
aaSe
E FB
E5€
lrt EN
FE*s
,*.1( I
q .e!
-,4
LE
e
-
nE:..ti9EE !& aatd B E;
if B! ltiE 6i:! bd:.;e
it
a e E> B C s,q!P
'1.5
fls 9!
E
Eg:5 E 3€iZ f^ 9iHtEEs =*r-€lEE*34 E F:itB tSEv 149 PPa *EEE6 E= !P:?'E Ftr ?i E E,9t -*Ei E E H*e{ EEE E E l$8ilE1$$E EA lS.E* pP.33 &iEdts t!i:&&o, iidi 15TEE
EBEqEE
E
Iq
*! )g.a
g=i z
H
F
E
t:
-e*
o o
5
a
tl'l
.,E .3
zl)
B5
dr2
z
.i; H
1,i
t .E
a
i.{
t2
I
e
:TE :Ei EE5. :a9ii _&d : 6 tB
€=l 2
s€
F.