LAPORAN OBSERVASI 2 Proses Pembelajaran Matematika di kelas 5C di Sekolah Dasar Xaverius 1 Palembang dan SD IGM Palembang Hermina Disnawati International Master Program on Mathematics Education (IMPoME) 2011, Sriwijaya University
[email protected],
Pendahuluan Pendekatan matematika realistik yang sudah diterapkan lebih dari satu dekade di Indonesia terus melebarkan sayap dalam menyebarluaskan pendekatan ini sebagai suatu inovatif pembelajaran ke sekolah-sekolah mitra PMRI baik di Jawa maupun di luar Jawa. Salah satu cikal bakal pelaksanaan PMRI di Indonesia adalah di Palembang, Sumatera Selatan. Perkembangan PMRI di Palembang cukup signifikan yang ditandai dengan semakin banyaknya sekolah yang menjadi mitra PMRI. Saat ini sudah 13 SD di Palembang yang bergabung dengan PMRI , awalnya pada 2004 hanya tiga SD yang menjadi mitra PMRI. SD Xaverius 1 dan SD Indo Global Mandiri atau yang lebih dikenal dengan IGM Palembang merupakan dua diantara sekolah tersebut yang menjadi sekolah mitra Universitas Sriwijaya dalam penerapan PMRI. Yang dimaksud sekolah mitra PMRI (Palembang) adalah sekolah–sekolah yang menjalin kerjasama dengan P4MRI dimana para guru disekolah tersebut telah mengikuti berbagai kegiatan PMRI seperti workshop PMRI yang diberikan secara langsung di sekolah masingmasing oleh tim PMRI dalam hal ini Prof. Dr. Zulkardi dan Dr.Ratu Ilma Indra Putri. Sebagai mitra, perlu kerja sama berkesinambungan antara PMRI dan sekolah binaan. Untuk itu, selama satu semester observer berkolaborasi dengan guru di SD Xaverius dan SD IGM Palembang untuk mengetahui dan mempelajari secara langsung di lapangan sejauh mana penerapan PMRI di sekolah. Tujuan Observasi Adapun tujuan observasi ini untuk mengetahui sejauh mana pendekatan PMRI digunakan
dalam proses pengajaran dan pembelajaran Matematika di kelas.
Deskripsi Pembelajaran di kelas a. SD Xaverius 1 Palembang Kegiatan observasi ini dilakukan pada Sabtu, 10 September 2011 oleh penulis sendiri dan saudara Navel O.Mangelep. Observasi dilaksanakan di kelas 5C yang diajar oleh ibu Yuni. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui proses belajar mengajar matematika di kelas 5C dan mengetahui aktivitas dan pola pikir siswa. Secara umum, observer mengamati, merekam dan mengambil foto proses pembelajaran di kelas mulai dari awal sampai akhir pembelajaran. Observer juga mengumpulkan beberapa dokumentasi hasil kerja siswa yang digunakan untuk mengetahui pola pikir mereka. Proses pembelajaran dimulai dengan tahap pendahuluan dimana guru menyampaikan pada siswa bahwa mereka akan belajar mengenai cara mengukur sudut melalui dua cara yaitu dengan menggunakan sudut satuan dan busur derajat. Pada kesempatan ini juga guru mengecek kelengkapan siswa seperti busur, buku berpetak dan gunting yang telah ditugaskan untuk dibawa pada saat pembelajaran hari itu. Pada kegiatan inti, guru meminta siswa membuka buku paket yang dimiliki siswa dan memandu siswa untuk menjiplak kemudian mengunting sudut satuan. Guru juga mendatangi beberapa siswa di tempat duduknya untuk membantu siswa yang kesulitan dalam menjiplak dan menggunting gambar sudut Setelah itu, guru menyuruh siswa untuk megukur besar sudut ABC dengan menggunakan sudut satuan hasil guntingan mereka (gambar 1).
Gambar 1: Siswa menjiplak sudut satuan dan mengukur sudut Selanjutnya siswa diminta untuk mengerjakan latihan. Latihan terdiri atas lima nomor tentang menaksir besar sudut menggunakan sudut satuan. Siswa mengerjakan latihan tersebut secara individu dan langsung menuliskan jawabannya pada buku paket masing-masing. Guru langsung
menanyakan siswa berapa hasilnya/ besar sudut yang diukur tanpa menggali lebih jauh apa alasan siswa menjawab seperti itu atau bagaimana siswa mendapatkan jawabannya. Selanjutnya guru hanya bertanya siapa yang belum bisa atau belum mengerti. Sebagian besar siswa menjawab sudah bisa sehingga guru melanjutkan ke materi berikutnya yaitu mengukur sudut menggunakan busur derajat. Setelah guru menjelaskan cara menggunakan busur derajat di depan kelas, siswa diminta untuk mengukur sudut pada latihan di buku pegangan siswa menggunakan busur derajat
. Gambar 2: Guru menjelaskan cara menggunakan busur di depan kelas Sama seperti pada kegiatan sebelumnya guru tidak meminta siswa untuk menyampaikan hasil pekerjaan mereka di depan kelas atau membandingkan jawaban antara satu siswa dengan siswa lain. Dengan kata lain siswa bekerja sendiri-sendiri, sama sekali tidak berdiskusi dengan teman lain. Pada akhir pembelajaran siswa diberi tugas rumah yang diambil dari buku paket yang ada.
Analisis Secara umum proses pengajaran dan pembelajaran masih menggunakan metode konvensional dimana guru langsung memberikan penjelasan tanpa didahului dengan masalah kontekstual yang familiar dengan kehidupan siswa sehari-hari.
Pembelajaran pun masih berpusat pada guru,
dengan kata lain siswa tidak memiliki kesempatan yang luas untuk berpikir ataupun berdiskusi agar mengkonstruksikan sendiri pengetahuan yang ada. Selama pembelajaran berlangsung, tidak tampak siswa menemukan kembali konsep matematika yang diajarkan, mereka hanya mengerjakan latihan dan menjawab bersama-sama meskipun mereka bekerja secara individu sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna. Hal ini diperparah karena siswa tidak diminta untuk memberikan alasan atas jawaban mereka apalagi mereka tidak mempresentasikan pekerjaan mereka di depan kelas. Ketika pembelajaran akan berakhir pun observer masih menemukan beberapa siswa yang belum mengerti cara mengukur sudut dengan busur derajat bahkan mereka tidak tahu bagaimana cara meletakkan busur dan membaca nilai derajat pada busur.
b. SD Indo Global Mandiri (IGM) Palembang Pada Selasa, 13 September 2011 kami melakukan observasi di SD IGM tepatnya di kelas 4B, kelas Bilingual dengan guru matematika Pak Akbar. Pada awal pembelajaran guru memberitahu materi yang akan dipelajari yaitu perkalian dengan kompetensi dasar melakukan operasi perkalian. Sebelum pelajaran dimulai, guru dibantu oleh observer membagi siswa ke dalam kelompok secara random yang terdiri atas 3 siswa. Setelah itu siswa diminta untuk membuka buku pegangan mereka dan mendiskusikan dalam kelompok selama 2 jam pelajaran soal-soal yang ada (3 soal) seperti tampak pada gambar berikut ini.
Gambar 3. Soal-soal yang didiskusikan siswa Pada awal kegiatan diskusi banyak siswa yang bingung dengan soal yang ada. Oleh karena itu guru memberikan contoh soal dan penyelesaiannya di papan tulis (gambar 4). Ketika observer bertanya kepada salah seorang siswa hal apa yang kurang jelas, siswa tersebut mengatakan bahwa dia tidak tahu bagaimana hubungan antara bintang dan bulan, daun dan apel. Setelah observer menjelaskan dan memberikan contoh yang konkrit, siswa tersebut paham dan mulai mengerjakan soal. Sebagian besar siswa mengerjakan soal-soal sesuai dengan contoh yang diberikan guru di papan tulis. Hal ini menyebabkan diskusi antarsiswa tidak berjalan dengan baik, mereka sibuk mengerjakan soal secara individu berdasarkan contoh yang ada. Pada akhir pembelajaran, siswa diminta untuk mengumpulkan pekerjaan mereka masing-masing tetapi hanya beberapa siswa saja yang kumpul. Sebagian besar siswa tidak mengumpulkan pekerjaan karena belum selesai bahkan ada yang baru menjawab soal nomor 2.
Analisis Berdasarkan keseluruhan proses pembelajaran dan pengamatan yang kami lakukan dapat dikatakan bahwa pendekatan dan metode pembelajaran yang digunakan guru dalam pembelajaran kurang memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk menemukan dan mengkonstruksikan sendiri konsep matematika. Metode diskusi yang digunakan sebenarnya sudah cocok dengan materi pembelajaran yaitu pemecahan masalah. Sayangnya, meskipun siswa sudah duduk berkelompok, tetapi mereka tidak melakukan diskusi. Mereka sibuk mengerjakan soal masing-masing. Observer berpendapat, hal ini terjadi karena guru tidak menuntun siswa diawal pembelajaran dengan permasalahan kontekstual yang sering dialami atau dapat dibayangkan siswa. Hal ini diperparah lagi karena sebelum diskusi dimulai guru sudah memberikan contoh di papan tulis yang harus diikuti siswa. Tidak heran siswa mengerjakan soal-soal sesuai contoh sehingga tujuan dan makna kegiatan berdiskusi tidak berjalan. Tentu saja hal ini tidak sesuai dengan prinsip PMRI yang menekankan adanya interactivity dan pembelajaran bermakna.
Gambar 4. Guru menuliskan contoh dan penyelesaian soal dan siswa menjawab sesuai contoh.
Karena siswa mengerjakan soal sesuai contoh, maka dalam pembelajaran belum nampak bagaimana proses berpikir siswa untuk memecahkan persoalan yang ada. Mereka hanya mengikuti contoh yang diberikan. Hal lain yang observer temukan dimana pada awal pembelajaran yaitu siswa belum paham dan mengerti dengan soal yang diberikan. Bahkan ada siswa yang menanyakan bagaimana bisa bintang bisa dikali dengan bulan?(soal no.2). Kenapa bunganya berwarna merah lalu muncul lagi berwarna hijau? (soal no.3). Tentu saja kejadian seperti ini tidak perlu terjadi bila siswa tidak langsung dihadapkan dengan simbol-simbol abstrak. Adapun hal lain yang menjadi perhatian observer adalah manajemen waktu yang kurang efektif sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai. Pada akhir pembelajaran siswa
langsung mengumpulkan pekerjaan tanpa mempresentasikan hasil diskusi mereka di depan kelas atau membandingkan jawaban dengan kelompok lain karena jam pelajaran telah berakhir. Pekerjaan mereka diminta untuk langsung dikumpulkan, meskipun hanya beberapa orang saja yang bisa.
Kesimpulan Kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan di SD Xaverius 1 dan IGM Palembang belum mencerminkan pendekatan PMRI. Siswa masih tergantung pada guru sebagai pusat belajar karena masih menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran. Siswa kurang aktif dalam berdiskusi yang disebabkan beberapa hal: 1.Siswa belum paham dengan soal-soal yang diberikan 2. Siswa langsung berhadapan dengan soal-soal yang abstrak. Hal ini menyebabkan tidak semua siswa memahami dan menyelesaikan pertanyaan yang diberikan sehingga tujuan pembelajaran belum tercapai. Adapun pelajaran penting bagi observer dan para guru lainnya, dapat dari kegiatan oservasi pembelajaran di sekolah yaitu: 1. Sebelum melakukan kegiatan pembelajaran adalah sangat penting agar guru harus mendesain pembelajaran yang efektif dan menarik bagi siswa yang sesuai dengan tingkat kemampuan mereka. Pendekatan PMRI adalah alternative terbaik yang bisa digunakan dalam pembelajaran. 2. Kegiatan pendahuluan (apersepsi) perlu dilakukan dengan mengaitkan hal-hal yang kontekstual yang dialami siswa sendiri selain itu perlu adanya LKS membantu siswa ke yang menjadi tujuan pembelajaran. 3. Menggunakan sumber belajar (buku) yang bervariasi, tidak hanya menggunakan buku tertentu saja dalam pembelajaran.