UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN KERJA PRAKTIK PT PETROKIMIA GRESIK DEPARTEMEN PROSES DAN PENGELOLAAN ENERGI
EVALUASI PENGGUNAAN KOMPRESOR UNTUK PROSES REFRIGERASI PADA UNIT PRODUKSI AMMONIA
DISUSUN OLEH: RAYHAN HAFIDZ IBRAHIM
(1306409362)
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, AGUSTUS 2016 LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTIK DI DEPARTEMEN PROSES DAN PENGELOLAAN ENERGI PT PETROKIMIA GRESIK Periode: 1 Juli 2016 – 31 Agustus 2016
Disusun oleh: Ervandy Haryoprawironoto (1306370461) Rayhan Hafidz Ibrahim (1306409362)
Menyetujui,
Manager
Pembimbing,
Proses dan Pengelolaan Energi,
(Widodo Heru Sulistyo, S.T.)
(Muh. Makki Maulana, S.T.)
Manager Pendidikan dan Pelatihan
(Dra. Chursiana Luthfa) LEMBAR PENGESAHAN 2 Universitas Indonesia
3
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN KERJA PRAKTIK DEPARTEMEN PROSES DAN PENGELOLAAN ENERGI PT PETROKIMIA GRESIK
TUGAS KHUSUS: EVALUASI PENGGUNAAN KOMPRESOR UNTUK PROSES REFRIGERASI PADA UNIT PRODUKSI AMMONIA
Periode: 1 Juli – 31 Agustus 2016 Disusun oleh: Rayhan Hafidz Ibrahim (1306409362)
Menyetujui, Pembimbing Departemen
Dr. Ir. Tania Surya Utami, M.T. NIP. 19 740512 195802 2001
Koordinator Kerja Praktik Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia
Dr. Ir. Yuliusman, M.Eng. NIP. 19 660720 199501 1001
Universitas Indonesia
4
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah swt. karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah saya dapat melaksanakan kegiatan kerja praktik di Departemen Proses dan Pengelolaan Energi PT Petrokimia Gresik dan menyelesaikan laporan kerja praktik ini. Kerja praktik merupakan mata kuliah wajib yang berada pada semester 7 dan menjadi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Kerja praktik merupakan program yang memiliki manfaat besar bagi mahasiswa dalam menimba ilmu pengetahuan dan pengalaman kerja langsung dari lapangan, meliputi aspek teknologi, proses produksi dan pengelolaannya. Selain itu, mahasiswa juga dapat membandingkan teori yang dipelajari di bangku kuliah dengan kondisi nyata yang berada di lapangan. Laporan ini dibuat berdasarkan hasil pengamatan dan data yang saya peroleh pada saat melaksanakan kerja praktik di Departemen Proses dan Pengelolaan Energi PT Petrokimia Gresik dalam periode 1 Juli 2016 hingga 31 Agustus 2016. Pada kesempatan kali ini saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak atas segala bantuan dan bimbingan kepada saya selama kegiatan kerja praktik yang Saya laksanakan. Ucapan terima kasih ini saya ucapkan terutama kepada: 1. Prof. Ir. Sutrasno Kartohardjono, M.Sc. selaku Ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. 2. Dr. Ir. Yuliusman, M.Eng. selaku Koordinator Kerja Praktik Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. 3. Dr. Ir. Tania Surya Utami, M.T. selaku pembimbing Kerja Praktik Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. 4. Orangtua dan keluarga saya yang selalu memberikan doa dan dukungan selama ini. 5. Bapak Widodo Heru Sulistyo, S.T. selaku Manager Proses dan Pengelolaan Energi (PPE) PT Petrokimia Gresik.
Universitas Indonesia
5
6. Bapak Muh. Makki Maulana, S.T. selaku Pembimbing Lapangan di Departemen Proses dan Pengelolaan Energi (PPE) PT Petrokimia Gresik. 7. Operator lapangan yang telah memberikan pengetahuan dan pengalaman baru tentang proses pada Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik. 8. Segenap pegawai dan karyawan PT Petrokimia Gresik yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. 9. Teman saya Naufal Giffari Rachmat atas segala bantuannya antara lain tempat tinggal dan alat transportasi selama saya berada di Gresik. 10. Dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya, yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusuanan laporan kerja praktik ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan laporan ini. Demikianlah kata pengantar laporan kerja praktik ini, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Terima kasih atas perhatiannya.
Gresik, Agustus 2016
(Penulis)
Universitas Indonesia
6
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................iv DAFTAR ISI...........................................................................................................vi DAFTAR GAMBAR............................................................................................viii DAFTAR TABEL....................................................................................................x BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1 1.1. Latar Belakang..............................................................................................1 1.2. Tujuan Kerja Praktik.....................................................................................2 1.3. Manfaat Kerja Praktik...................................................................................3 1.4. Ruang Lingkup Kerja Praktik........................................................................3 1.5. Pelaksanaan Kerja Praktik.............................................................................4 BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN.......................................................6 2.1. Tinjauan Umum PT Petrokimia Gresik.........................................................6 2.2. Sejarah Singkat dan Perkembangan Perusahaan...........................................7 2.3. Organisasi Perusahaan.................................................................................11 2.4. Lokasi Industri.............................................................................................18 2.5. Unit - Unit Produksi....................................................................................18 2.6. Fasilitas Penunjang......................................................................................22 2.7. Bahan Baku dan Produk..............................................................................26 2.8. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).....................................................30 BAB III PROSES PRODUKSI..............................................................................39 3.1. Unit Urea.....................................................................................................39 3.2. Unit Amoniak..............................................................................................58 3.3. Unit ZA I/III................................................................................................71 BAB IV UTILITAS................................................................................................78 4.1. Unit Utilitas.................................................................................................78 BAB V TUGAS KHUSUS II: EVALUASI PENGGUNAAN KOMPRESOR UNTUK PROSES REFRIGERASI PADA UNIT PRODUKSI AMMONIA........91 5.1. Pendahuluan................................................................................................91 5.2. Tinjauan Pustaka..........................................................................................93 5.3. Metodologi..................................................................................................95
Universitas Indonesia
7
5.4. Hasil dan Pembahasan...............................................................................101 5.5. Kesimpulan................................................................................................117 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................119
Universitas Indonesia
8
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT Petrokimia Gresik Gambar 2.2. Logo PT Petrokimia Gresik Gambar 2.3. Dewan Direksi PT Petrokimia Gresik Gambar 2.4. Alur Produksi Pupuk PT Petrokimia Gresik Gambar 3.1. Diagram Proses Produksi Urea Gambar 3.2. Diagram Proses Sintesis Gambar 3.3. Diagram Proses Purifikasi dan recovery Gambar 3.4. Diagram Proses Kondensat Gambar 3.5. Diagram Proses Konsentrasi dan Pembutiran Gambar 3.6. Blok Diagram Proses Produksi Amoniak Gambar 3.7. Diagram Alir Proses pada Primary & Secondary Reformer Gambar 3.8. Diagram Alir Proses pada CO Shift Converter Gambar 3.9. Diagram Alir Proses pada Unit CO2 Removal Gambar 3.10. Diagram Alir Proses pada Unit Methanator Gambar 3.11. Diagram Alir Proses NH3 Converter dan Refrigeration Gambar 3.12. Diagram Alir Proses pada Purge Gas Recovery Unit Gambar 3.13. Diagram Blok Proses Produksi Pupuk ZA Gambar 3.14. Diagram Alir Proses Produksi Pupuk ZA Gambar 4.2. Proses lime softening unit Gambar 4.3. Flow diagram demin plant I Gambar 4.4. Flow diagram demin plant II Gambar 4.5. Gas Turbine Generator (GTG) Gambar 4.6. Sistem Udara Bersih Gambar 5.1. Contoh dari kurva head vs flow suatu kompresor Gambar 5.2. Contoh gambar dari kompresor Gambar 5.3. Metodologi penyelesaian masalah tugas khusus Gambar 5.4. Tampilan UniSim Design (Free Trial) Gambar 5.5. Gambar skema dari proses kompresi ammonia pada pabrik ammonia
Universitas Indonesia
9
Gambar 5.6. Menu untuk input data kurva flow, head, dan efisiensi politropik Gambar 5.7. Salah satu kurva kompresor yang akan diubah menjadi data-data Gambar 5.8. Simulasi skema proses refrigerasi ammonia Gambar 5.9. Hasil simulasi skema proses refrigerasi ammonia dengan data rating Gambar 5.10. Kurva head vs flow pada pada 1st stage (input data rating) Gambar 5.11. Kurva head vs flow pada 2nd stage (input data rating) Gambar 5.12. Kurva head vs flow pada 3rd stage (input data rating) Gambar 5.13. Kurva head vs flow pada 4th stage (input data rating) Gambar 5.14. Kurva efisiensi politropik vs flow pada 1st stage (input data rating) Gambar 5.15. Kurva efisiensi politropik vs flow pada 2nd stage (input data rating) Gambar 5.16. Kurva efisiensi politropik vs flow pada 3rd stage (input data rating) Gambar 5.17. Kurva efisiensi politropik vs flow pada 4th stage (input data rating) Gambar 5.18. Skema proses hasil input data DCS (heat exchanger) Gambar 5.19. Skema proses hasil input data DCS (cooler) Gambar 5.20. Kurva head vs flow pada 1st stage (input data DCS) Gambar 5.21. Kurva head vs flow pada 2nd stage (input data DCS) Gambar 5.22. Kurva head vs flow pada 3rd stage (input data DCS) Gambar 5.23. Kurva head vs flow pada 4th stage (input data DCS) Gambar 5.24. Kurva efisiensi vs flow pada 1st stage (input data DCS) Gambar 5.25. Kurva efisiensi vs flow pada 2nd stage (input data DCS) Gambar 5.26. Kurva efisiensi vs flow pada 3rd stage (input data DCS) Gambar 5.27. Kurva efisiensi vs flow pada kompresor 3rd stage (data DCS)
Universitas Indonesia
10
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Kronologi Sejarah dan Perkembangan PT Petrokimia Gresik Tabel 2.2. Jumlah SDM Berdasarkan Tingkat Pendidikan (Juni 2016) Tabel 2.3. Jumlah SDM Berdasarkan Jenjang Jabatan (Juni 2016) Tabel 2.4. Produk Utama Unit Produksi I Tabel 2.5. Produk Unit Produksi II Tabel 2.6. Jumlah Pabrik dan Kapasitas Produksi Pabrik Pupuk Tabel 2.7. Jumlah Pabrik dan Kapasitas Produksi Pabrik Pupuk Tabel 2.8. Spesifikasi Produk Pupuk PT Petrokimia Gresik Tabel 3.1. Komposisi Umpan Gas Alam Tabel 3.2. Komposisi Gas Keluar Primary Reformer Tabel 3.3. Komposisi Gas Keluar Secondary Reformer Tabel 3.4. Komposisi Gas Keluar CO2 Removal Tabel 3.5. Komposisi Gas Keluar Unit Methanator Tabel 5.1. Perbandingan hasil simulasi dengan data rating pada 1st Stage Tabel 5.2. Perbandingan hasil simulasi dengan data rating pada 2nd Stage Tabel 5.3. Perbandingan hasil simulasi dengan data rating pada 3rd Stage Tabel 5.4. Perbandingan hasil simulasi dengan data rating pada 4th Stage Tabel 5.5. Rata-rata data lapangan Produksi I pada sistem refrigerasi ammonia Tabel 5.6. Data lapangan untuk duty pendingin pada sistem refrigerasi ammonia Tabel 5.7. Perbandingan hasil simulasi data DCS dengan data rating 1st Stage Tabel 5.8. Perbandingan hasil simulasi data DCS dengan data rating 2nd Stage Tabel 5.9. Perbandingan hasil simulasi data DCS dengan data rating 3rd Stage Tabel 5.10. Perbandingan hasil simulasi data DCS dengan data rating 4th Stage Tabel 5.11. Perbandingan data power hasil simulasi data DCS dengan data rating Tabel 5.12. Perbandingan total laju alir massa hasil simulasi data DCS dengan data rating Tabel 5.13. Perbandingan efisiensi politropik hasil simulasi data DCS dengan data rating.
Universitas Indonesia
11
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Dalam waktu yang panjang, industri pupuk memiliki peranan yang sangat penting dalam pemenuhan kegiatan pangan. Hal ini dikarenakan pupuk terbukti dapat meningkatkan produktivitas tanah yang digunakan baik untuk lahan pertanian maupun perkebunan. Di Indonesia terdapat lima produsen pupuk nasional, yaitu Pupuk Iskandar Muda di Aceh, Pupuk Sriwjaya di Palembang, Pupuk Kujang di Cikampek, Petrokimia Gresik di Gresik, dan Pupuk Kalimantan Timur di Bontang. Pada kasus ini mahasiswa bisa berpartisipasi langsung dalam perkembangan inovasi dan teknologi pada industri melalui kegiatan kerja praktik. PT Petrokimia Gresik adalah anak perusahaan dari BUMN PT Pupuk Indonesia (Persero) bersama empat perusahaan pupuk lainnya yaitu PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, dan PT Pupuk Sriwijaya. PT Petrokimia Gresik bergerak dalam bidang produksi pupuk dan bahan kimia. Nama “Petrokimia” berasal dari kata “Petroleum Chemical” disingkat menjadi “Petrochemical”, yaitu bahan-bahan kimia yang dibuat dari minyak bumi dan gas. PT Petrokimia Gresik merupakan pabrik pupuk kedua di Indonesia setelah PT Pupuk Sriwijaya, dan juga pabrik pupuk terlengkap diantara pabrik lainnya. Keberadaannya telah dirancang pemerintah sejak tahun 1965 melalui Departemen Perancangan Negara (DPN). PT Petrokimia Gresik memiliki dua kategori produk, yaitu pupuk dan nonpupuk. Selain itu, PT Petrokimia Gresik juga menghasilkan produk-produk kimia untuk keperluan berbagai industri, diantaranya Amoniak, Asam Sulfat, Asam Fosfat, Cement Retarder, Aluminium Fluorida, CO2 cair, Dry Ice, Asam Klorida, Nitrogen, Hidrogen, dan Gypsum. Untuk pupuk bersubsidi PT Petrokimia Gresik memproduksi pupuk Urea, NPK (Phonska), Petroganik (pupuk organik), SP-36, dan ZA. Sementara itu, untuk produk pupuk non-subsidi, PT Petrokimia Gresik memproduksi pupuk NPK kebomas, ZK, DAP, KCL, Rock Phosphate, Petronik, Petro Kalimas, Petro Biofertil, dan Kapur Pertanian.
Universitas Indonesia
12
1.2. Tujuan Kerja Praktik Tujuan dari kegiatan kerja praktik di PT Petrokimia Gresik adalah sebagai berikut: 1.2.1. Tujuan Utama Tujuan utama dari kerja praktik ini adalah: 1. Memberikan pengetahuan dan keterampilan praktis serta pengalaman dibidang proses produksi suatu industri kimia. 2. Mengenalkan budaya kerja, kerja, dan kerja kepada mahasiswa. 3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan interpersonal skill. 1.2.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari kerja praktik ini adalah: 1
Memenuhi salah satu mata kuliah wajib di Program Studi Teknik Kimia, Universitas Indonesia, yaitu Kerja Praktik, yang merupakan prasyarat bagi
2
mahasiswa untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik. Mampu menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh dari kegiatan perkuliahan di Program Studi Teknik Kimia, Universitas Indonesia, dengan kondisi nyata yang beradadi lapangan, terkait dengan proses pengolahan dan produksi pada pabrik.
3
Mampu
menggambarkan
diagram
alir
proses
dari
pabrik
yang
bersangkutan, dalam hal ini PT Petrokimia Gresik. 4
Dapat menjelaskan proses-proses utama dan proses utilitas pada pabrik di PT Petrokimia Gresik.
5
Dapat menjelaskan pengetahuan-pengetahuan tentang spesifikasi alat, bahan baku dan produk dari pabrik yang bersangkutan, dalam hal ini PT Petrokimia Gresik.
6
Mampu menyelesaikan tugas khusus yang diberikan oleh pembimbing kerja praktek atau instruktur kerja praktek di lapangan.
Universitas Indonesia
13
1.3. Manfaat Kerja Praktik Manfaat dari kegiatan kerja praktik di PT Petrokimia Gresik dapat diperoleh baik untuk mahasiswa maupun perusahaan. Berbagai manfaat tersebut adalah sebagai berikut: 1.3.1. Manfaat Bagi Mahasiswa 1. Memperluas dan lebih mendalami lagi pengetahuan pada bidang ilmu teknik kimia dalam industri. 2. Mendapatkan kesempatan mencermati, menganalisa dan memecahkan masalah yang ada dalam proses produksi. 3. Memperoleh pengalaman-pengalaman kerja praktek secara langsung di lapangan. 4. Mahasiswa mampu membiasakan diri terhadap suasana kerja, sehingga nantinya diharapkan mampu menerapkan ilmu yang telah didapat dalam aktivitas dunia kerja. 5. Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan proses-proses yang ada (operations unit) beserta prinsip kerja peralatan yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk termasuk alat ukur dan alat kontrol. 1.3.2. Manfaat Bagi Perusahaan 1. Hasil analisis dan penelitian yang dilakukan selama kerja praktek dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan untuk menentukan kebijaksanaan perusahaan di masa yang akan datang. 2. Membuka kesempatan sekaligus mempererat kerjasama yang dijalin antara perusahaan
dengan
Departemen
Teknik
Kimia,
Fakultas
Teknik
Universitas Indonesia. 1.4. Ruang Lingkup Kerja Praktik Kerja praktik dilaksanakan di Departemen Proses dan Pengelolaan Energi (PPE) dengan tinjauan lapangan di Produksi I PT Petrokimia Gresik. Laporan kerja praktik yang dikerjakan meliputi 2 laporan:
1.4.1. Ruang Lingkup Umum
Universitas Indonesia
14
Merupakan laporan yang membahas tentang PT Petrokimia Gresik secara menyeluruh. Secara umum meliputi proses produksi di PT Petrokimia Gresik dan hal-hal lain yang mendukung proses tersebut pada Departemen Produksi I. 1.4.2. Ruang Lingkup Khusus Merupakan tugas yang diberikan oleh pembimbing lapangan. Tugas khusus tersebut memiliki judul “Evaluasi Penggunaan Kompresor untuk Proses Refrigerasi Pada Unit Produksi Ammonia”. 1.5. Pelaksanaan Kerja Praktik Berikut merupakan informasi yang menyangkut kegiatan kerja praktik: 1.5.1. Profil Peserta Kerja Praktik Berikut profil singkat peserta kegiatan kerja praktek:
Nama Jurusan NPM
: Rayhan Hafidz Ibrahim : Teknik Kimia : 1306409362
1.5.2. Profil Perguruan Tinggi Asal Berikut profil singkat perguruan tinggi asal mahasiswa anggota kelompok diatas yang melaksanakan kegiatan kerja praktek:
Nama Perguruan Tinggi Alamat Telepon Fax E-mail
: Universitas Indonesia : Kampus UI Depok 16424 : (021) 786 7222, 7884 1818 : (021) 788 49060 :
[email protected]
1.5.3. Profil Perusahaan Berikut profil singkat perusahaan tempat pelaksanaan kerja praktik:
Nama Perusahaan Alamat Kantor Pusat Telepon Fax Jenis Usaha Bidang Usaha
: PT Petrokimia Gresik : Jl. Jenderal Ahmad Yani, Gresik 61119 : (031) 398 1811-14, 398 2100, 398 2200 : (031) 398 5568, 398 1722, 398 2272 : BUMN : - Pupuk kimia dan organik - Bahan kimia
1.5.4. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Universitas Indonesia
15
Kegiatan kerja praktik dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
Tempat
: - Departemen Proses dan Pengelolaan Energi, PT Petrokimia Gresik - Departemen Produksi I, PT Petrokimia Gresik
Periode
: 1 Juli 2016 – 31 Agustus 2016
Pembimbing
: - Dr. Ir. Tania Surya Utami, M.T. selaku Pembimbing Kerja Praktik di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. - Muh. Makki Maulana, S.T. selaku Pembimbing Kerja Praktik di Departemen Proses dan Pengelolaan Energi (PPE), PT Petrokimia Gresik.
BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Tinjauan Umum PT Petrokimia Gresik PT Petrokimia Gresik merupakan pabrik pupuk terlengkap di Indonesia, yang pada awal berdirinya disebut “Proyek Petrokimia Surabaya”. Kontrak pembangunannya ditandatangani pada tanggal 10 Agustus 1964, dan mulai berlaku pada tanggal 8 Desember 1964. Proyek ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 10 Juli 1972, yang kemudian tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi PT Petrokimia Gresik. PT Petrokimia Gresik merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang pembuatan pupuk terbesar di Indonesia. PT Petrokimia Gresik mempunyai 3 (tiga) lokasi pabrik, yaitu Pabrik I, Pabrik II, dan Pabrik III. Dimana pabrik-pabrik tersebut memiliki proses produksi dan menghasilkan produk yang berbeda-beda. Pabrik I (pabrik pupuk nitrogen) terdapat unit produksi Amoniak, ZA I & III, Urea, CO2, Dry Ice, dan unit Utilitas Pabrik I. Pabrik II (pabrik pupuk Fosfat) terdapat unit produksi SP-36 1, Phonska (NPK), Tank yard amoniak dan Universitas Indonesia
16
Phosphat. Sedangkan Pabrik III (pabrik Asam Fosfat) terdapat unit produksi Asam Sulfat, Asam Phospat (H3PO4), Aluminium Flouride (AlF3), Cement Retarder, ZA II, Utilitas Batu Bara & Utilitas Pabrik III. Visi, misi, beserta tata nilai perusahaan yang dianut dan dilaksanakan oleh PT Petrokimia Gresik adalah sebagai berikut. a. Visi PT Petrokimia Gresik “PT Petrokimia Gresik bertekad untuk menjadi produsen pupuk dan produk kimia lainnya yang berdaya saing tinggi dan produknya paling diminati konsumen.” b. Misi PT Petrokimia Gresik
Mendukung penyediaan pupuk nasional untuk tercapainya program swasembada pangan.
Mengembangkan potensi usaha untuk mendukung industri kimia nasional dan berperan aktif dalam community development.
Meningkatkan hasil usaha untuk menunjang kelancaran kegiatan operasional dan pengembangan usaha perusahaan. c. Tata Nilai PT Petrokimia Gresik Mengutamakan keselamatan
dan
kesehatan
dalam setiap kegiatan operasional. Memanfaatkan profesionalisme
untuk
peningkatan kepuasan pelanggan. Meningkatkan inovasi untuk memenangkan
bisnis. Mengutamakan integritas di atas segala hal. Berupaya membangun semangat kelompok yang
sinergistik. d. Tri Dharma Karyawan 1. Rumongso Melu Handarbeni (Merasa ikut memiliki) 2. Rumongso Melu Hangrukebi (Wajib ikut memelihara) 3. Mulatsariro Hangrosowani (Berani mawas diri)
Universitas Indonesia
17
2.2. Sejarah Singkat dan Perkembangan Perusahaan PT Petrokimia adalah pabrik pupuk terlengkap di Indonesia yang menjadi produsen pupuk tertua setelah PT Pupuk Sriwijaya (Pusri) Palembang, pada awal berdirinya disebut proyek Petrokimia Surabaya. Pada tahun 1964 berdasarkan inpres RI No.I/Instr/1963 PT Petrokimia Gresik dibangun dan dikerjakan oleh kontraktor Cosindit Sp.A dari Italia. Pada tanggal 10 Agustus 1964 kontrak pembangunan ditandatangani dan mulai berlaku pada tanggal 8 Desember 1964. Namun pada tahun 1968 proyek ini sempat terhenti karena adanya permasalahan politik dan ekonomi yang dialami oleh bangsa Indonesia. Pada tanggal 10 Juli 1972 proyek ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, yang kemudian tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari jadi PT Petrokimia Gresik. Berdasrkan PP No. 28/1997. PT Petrokimia Gresik mulanya berada dibawah Direktorat Industri Kimia Dasar, namun sejak tahun 1992 berada dibawah Departemen Perindustrian dan mulai tahun 1997 berada dibawah naungan Departemen Keuangan. Pada tahun 1998 berada di bawah nauangan Departemen Pendayagunaan BUMN. Akan tetapi akibat adanya krisis moneter yang dialami Indonesia menyebabkan PT Petrokimia Gresik berada di bawah Holding Company PT Pupuk Sriwijaya Tepatnya pada tahun 1999. Pada tahun 2000, pabrik pupuk majemuk PHONSKA dengan teknologi Spanyol INCRO dimana konstruksinya ditangani oleh PT Rekayasa Industri dengan kapasitasproduksi 3000 ton/tahun. Pabrik ini diresmikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada tanggal 25 Agustus 2000. Pada bulan Oktober 2003 dibangun pabrik NPK Blendding dengan kapasitas produksi 60.000 ton/tahun. Pada tahun 2004, penerapan rehabilitation Flexible Operation (RFO) ditunjukan agar pabrik Fosfat I (PF I) dapat memproduksi pupuk PHONSKA selain memproduksi SP-36 dengan harapan dapat memenuhi permintaan pasar akan PHONSKA yang tinggi sewaktu-waktu. Pada bulan maret tahun 2005, diproduksi pupuk Kalium Sulfat (ZK) dengan kapasitas produksi 10.000 ton/tahun.Bulan Desember 2005 diproduksi/dikomersialkan pupuk petroganik dengan kapasitas produksi 3.000 ton/tahun.Pada bulan desember pula dikomersialkan pupuk NPK Granulation dengan kapasitas produksi 100.000 ton/tahun.
Universitas Indonesia
18
Sejarah dan perkembangan PT Petrokimia Gresik secara kronologis dijelaskan pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Kronologi Sejarah dan Perkembangan PT Petrokimia Gresik (Sumber: petrokimia-gresik.com)
Tahun 1960
Keterangan Proyek pendirian
PT
Petrokimia
Gresik
adalah
PROJEK
PETROKIMIA SURABAJA, didirikan dengan dasar hukum: a) TAP MPRS No. II/MPRS/1960 b) Kepres No. 260 Th. 1960 1964
Berdasarkan Instruksi presiden No. I/1963, maka pada tahun 1964 pembangunan PT Petrokimia dilaksanakan oleh kontraktor Cosindit, SpA dari Italia.
1968
Pembangunan sempat dihentikan pada tahun ini karena adanya pergolakan politik dan perekonomian nasional.
1971
Ditetapkan menjadi perusahaan umum (Public Service Company) dengan PP No.55/1971
Tahun
Keterangan
1972
Diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Soeharto.
1975
Bertransformasi menjadi Persero (Profit Oriented Public Service Company) berdasarkan PP No.35/1974 jo PP No.14/1975
1979
Perluasan Pabrik tahap I: Pabrik pupuk TSP I dilaksanakan oleh kontraktor Spie Batignoles dari Perancis, meliputi pembangunan: Prasarana pelabuhan dan penjernihan air Gunungsari Surabaya yang dilengkapi booster pump
1983
di Kandangan sehingga kapasitasnya meningkat menjadi 720 m3/jam. Perluasan Pabrik tahap II: Pembangungan Pabrik pupuk TSP II dilaksanakan oleh kontraktor Spie Batignoles dari Perancis yang disertai perluasan prasarana pelabuhan dan pembangunan unit penjernihan air Babat berkapasitas 3000 m3/jam yang dilengkapi booster pump.
Universitas Indonesia
19
1984
Perluasan Pabrik tahap III: Pendirian Pabrik Asam Fosfat (Unit Produksi III) dilaksanakan oleh Hitachi Zosen dari Jepang yang meliputi: a) Pabrik Asam Fosfat b) Pabrik Asam Sulfat c) Pabrik Cement Retarder d) Pabrik Aluminium Fluorida e) Pabrik Amonium Sulfat
f) Unit Utilitas 1986 Perluasan Pabrik tahap IV: Pabrik Pupuk ZA III yang mulai dari studi kelayakan hingga pengoperasian pada 2 Mei 1986 ditangani sendiri oleh tenaga-tenaga ahli PT Petrokimia Gresik
Tahun
Keterangan
1997
Berdasarkan PP No. 28/1997, PT Petrokimia Gresik berubah status menjadi Holding Company bersama PT Pupuk Sriwijaya Palembang (PUSRI).
2000
Perluasan Pabrik tahap VI: Pembangunan pabrik Pupuk Majemuk (NPK) PHONSKA dengan teknologi Spanyol INCRO dimana konstruksinya ditangani oleh PT Rekayasa Industri. Pabrik ini diresmikan oleh Abdurrachman Wachid pada tanggal 25 Agustus 2000 dan mulai beroperasi secara komersial
2003
pada 1 November 2000 dengan kapasitas 300.000 ton/tahun. Pada bulan Oktober dibangun pabrik NPK blending dengan kapasitas produksi 60.000 ton/tahun.
2004
Penerapan Rehabilitation Flexible Operation (RFO) ditujukan agar Pabrik Fosfat I (PF I) dapat memproduksi pupuk PHONSKA selain memproduksi SP-36 dengan harapan dapat memenuhi permintaan pasar.
Universitas Indonesia
20
2005
Perluasan Pabrik tahap VII: Bulan Maret diproduksi Pupuk Kalium Sulfat (ZK) dengan kapasitas produksi
10.000
ton/tahun.
Bulan
Desember
diproduksi/
dikomersialkan pupuk petroganik dengan kapasitas 3.000 ton/tahun. Pada bulan Desember pula dikomersialkan pupuk NPK Granulation 2009
dengan kapasitas produksi 100.000 ton/tahun. Perluasan pabrik tahap VIII:
2010-
Petrobio, NPK Kebomas II, III & IV Perluasan pabrik tahap IX:
2012
Pembangunan phonska IV dengan kapasitas 600.000 ton/tahun, pembangunan tangki amoniak dan power plant batubara.
Tahun
Keterangan
2012-
Perluasan pabrik tahap X:
2015
Membangun unit Revamping PA meliputi pabrik phosphoric acid, sulfuric acid dan purified gypsum. Selain itu juga membangun ammoniak dan urea II dengan kapasitas 660.000 ton/tahun dan 570.000 ton/tahun serta membangun unit-unit pendukung lainnya meliputi
uprating
Gunung
Sari,
perluasan
pelabuhan
dan
pergudangan.
2.3. Organisasi Perusahaan 2.3.1. Bentuk Perusahaan PT Petrokimia Gresik bergerak dalam bidang pengadaan pupuk, bahan kimia dan jasa engineering. Dalam perkembangannya, PT Petrokimia Gresik telah mengalami perubahan bentuk perusahaan. Dari sebuah perusahaan umum menjadi sebuah perusahaan perseroan dan kini PT Petrokimia Gresik merupakan anak perusahaan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pupuk Indonesia Persero dalam lingkup Departemen Perindustrian RI. 2.3.2. Fungsi Sosial dan Ekonomi
Universitas Indonesia
21
Sebagai suatu BUMN, PT Petrokimia Gresik mempunyai fungsi social dan fungsi ekonomi. Hal ini tampak dalam Tri Misi BUMN, yaitu: a Sebagai suatu unit ekonomi yang produktif, efisien dan menguntungkan. b Sebagai stabilisator ekonomi yang menunjang program pemerintah. c Sebagai unit penggerak pembangunan untuk wilayah sekitarnya. Fungsi social yang diemban adalah menampung tenaga kerja, membina sistem bapak angkat, mengadakan loka latihan ketrampilan, membangun sarana ibadah dan mendirikan koperasi karyawan, membina mahasiswa kerja praktek, penelitian, tugas akhir dan sebagainya. Fungsi ekonominya adalah menghemat dan menghasilkan devisa sebagai sumber pendapatan negara serta sebagai pelopor pembangunan daerah Gresik yang tangguh dalam upaya menunjang industri nasional.
2.3.3. Struktur Organisasi PT Petrokimia Gresik Berdasarkan data terbaru yang terdapat pada Lampiran SK Direksi No. 0200/LI.00.01/30/SK/2016 pada tanggal 30 Juni 2016, struktur organisasi PT Petrokimia Gresik adalah sebagai berikut.
Universitas Indonesia
22
Gambar 2.1. Struktur Organisasi PT Petrokimia
(Sumber: Lampiran SK Direksi No. 0200/LI.00.01/30/SK/2016)
2.3.4. Makna Logo PT Petrokimia Gresik
Universitas Indonesia
23
Gambar 2.2. Logo PT Petrokimia Gresik (Sumber: petrokimia-gresik.com)
Logo PT Petrokimia Gresik adalah seekor kerbau berwarna emas yang berdiri di atas daun yang berwarna hijau. Secara keseluruhan logo ini menggambarkan bahwa PT Petrokimia Gresik merupakan mitra para petani dalam mengembangkan pertanian Indonesia. Makna dan filosofi dari logo tersebut adalah sebagai berikut. 1. Inspirasi logo PT Petrokimia Gresik adalah seekor kerbau berwarna kuning keemasan yang berdiri tegak di atas kelopak daun yang berujung lima dengan tulisan berwarna putih di bagian tengahnya. 2. Seekor kerbau berwarna kuning keemasan atau dalam bahasa Jawa dikenal sebagai Kebomas merupakan penghargaan perusahaan kepada daerah di mana PT Petrokimia Gresik berdomisili, yakni Kecamatan Kebomas di Kabupaten Gresik. Kerbau merupakan simbol sahabat petani yang bersifat loyal, tidak buas, pemberani, dan giat bekerja. 3. Kelopak daun hijau berujung lima melambangkan kelima sila Pancasila. Sedangkan tulisan PG merupakan singkatan dari nama perusahaan PETROKIMIA GRESIK. 4. Warna kuning keemasan
pada
gambar
kerbau
merepresentasikan
keagungan, kejayaan, dan keluhuran budi. Padu padan hijau pada kelopak daun berujung lima menggambarkan kesuburan dan kesejahteraan. 5. Tulisan PG berwarna putih mencerminkan kesucian, kejujuran, dan kemurnian. Sedangkan garis batas hitam pada seluruh komponen logo merepresentasikan kewibawaan dan elegan. 6. Warna hitam pada penulisan nama perusahaan melambangkan kedalaman, stabilitas, dan keyakinan yang teguh. Nilai-nilai kuat yang selalu mendukung seluruh proses kerja. 2.3.5. Manajemen dan SDM PT Petrokimia Gresik 2.3.5.1. Dewan Komisaris Universitas Indonesia
24
▪ Komisaris Utama: M. Djohan Safri ▪ Komisaris: - Panggah Susanto - Mahmud Nurwindu - Hari Priyono - Yoke C. Katon - Heriyono Harsoyo 2.3.5.2. Dewan Direksi
Nugroho Christijanto
Direktur Direktur Utama Utama
Arif Fauzan
I Ketut Rusnaya
Pardiman
Direktur Direktur Produksi Produksi
Direktur Direktur Teknik Teknik & & Pengembangan Pengembangan
Direktur Direktur Keuangan Keuangan
Meinu Sadariyo
Direktur Direktur Pemasaran Pemasaran
Rahmad Pribadi
Direktur Direktur SDM SDM & & Umum Umum
Gambar 2.3. Dewan Direksi PT Petrokimia Gresik (Sumber: petrokimia-gresik.com)
2.3.5.3. Jumlah Karyawan Jumlah karyawan yang bekerja di PT Petrokimia Gresik per Juni 2016 adalah 3.186 orang. Berikut pembagian jumlah karyawan berdasarkan tingkat pendidikan dan jenjang jabatan masing-masing pada tabel 2.2 dan tabel 2.3.
a. Jumlah Karyawan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 2.2. Jumlah SDM Berdasarkan Tingkat Pendidikan (Juni 2016) (Sumber: petrokimia-gresik.com)
Pendidikan Pasca Sarjana Sarjana Sarjana Muda
Jumlah 94 559 38
Universitas Indonesia
25
SLTA SLTP TOTAL
2.342 153 3.186
b. Jumlah Karyawan Berdasarkan Jenjang Jabatan Tabel 2.3. Jumlah SDM Berdasarkan Jenjang Jabatan (Juni 2016) (Sumber: petrokimia-gresik.com)
Jabatan Direksi Eselon I Eselon II Eselon III Eselon IV Eselon V Pelaksana Bulanan Percobaan TOTAL
Jumlah 6 26 74 202 769 1.052 937 120 3.186
2.3.5.4. Sistem Pembagian Waktu Kerja Sebagian besar proses produksi yang ada di PT Petrokimia Gresik merupakan proses kimia dan beroperasi selama 24 jam. Sistem kerja di PT Petrokimia Gresik diatur menjadi 2 jenis, yaitu:
1 Normal day Jam kerja: 07.00-16.00 (5 hari kerja) Hari: Senin-Jumat 2 Shift Terdiri dari 3 shift •
Shift pagi : pukul 07.00-15.00
•
Shift sore : pukul 15.00-23.00
•
Shift malam : pukul 23.00-07.00
Terdiri dari empat grup, yaitu grup A, B, C, dan D, setiap hari terdapat 3 grup masuk dan 1 grup libur shift. 2.3.6. Anak Perusahaan dan Usaha Patungan
Universitas Indonesia
26
Dalam menjalankan praktik usahanya, PT Petrokimia Gresik juga mengembangkan dua anak perusahaan dan lima usaha patungan disamping usaha utamanya yakni memproduksi beragam jenis pupuk. 2.3.6.1. Anak Perusahaan a. PT Petrokimia Kayaku Pabrik formulator pestisida yang meliputi herbisida, fungisida, dan insektisida ini merupakan anak perusahaan PT Petrokimia Gresik dengan saham sebesar 60 % dan sisanya dipegang oleh Nippon Kayaku dan Mitsubishi Corp dengan saham masing-masing sebesar 20%. Anak perusahaan ini beroperasi mulai tahun 1977. Hasil produksi PT Petrokimia Kayaku adalah sebagai berikut : a. Pestisida cair
: 3.600 ton/tahun
b. Pestisida butiran
: 12.600 ton/tahun
c. Pestisida tepung
: 1.800 ton/tahun
b. PT Petrosida Gresik Menghasilkan bahan aktif pestisida yang sahamnya secara penuh dimiliki oleh PT Petrokimia Gresik sebesar 99,99% dan K3PG sebesar 0,01%. Pabrik ini beroperasi sejak tahun 1984 dan dimaksudkan untuk memasok bahan baku PT Petrokimia Kayaku. Hasil Produksi PT Petrosida Gresik adalah sebagai berikut : a. BPMC/2-(1-methylpropyl) phenyl methyl carbamate (2.500 ton/tahun) b. MIPC/2-isopropylphenyl-N-methylcarbamate(700 ton/tahun) c. Diazinon (2.500 ton/tahun) d. Carbofuron (900 ton/tahun) e. Carbaryl (200 ton/tahun) 2.3.6.2. Usaha Patungan 1. PT Kawasan Industri Gresik (KIG) ▪ Bisnis Utama: Menyiapkan lahan, sarana, prasarana dan berbagai fasilitas yang diperlukan untuk menunjang kegiatan aneka industri, termasuk di dalamnya Kawasan Berikat (Export Processing Zone). ▪ Saham PT Petrokimia Gresik: 35% 2. PT Petronika Universitas Indonesia
27
▪ Bisnis Utama: Produsen bahan platicizer Diocthyl Phthalate (DOP) ▪ Saham PT Petrokimia Gresik: 20% 3. PT Petrocentral ▪ Bisnis Utama: Produsen Sodium Tripoly Phosphate (STPP) ▪ Saham PT Petrokimia Gresik: 9.8% 4. PT Petro Jordan Abadi ▪ Bisnis Utama: Produsen Asam Fosfat (Phosphoric Acid) ▪ Saham PT Petrokimia Gresik: 50% 5. PT Pupuk Indonesia Energi ▪ Bisnis Utama: Produsen dan penyuplai energi dan utilitas ke perusahaan-perusahaan di lingkungan kelompok usaha PIHC (Pupuk Indonesia Holding Company) pada khususnya, serta ke industri atau perusahaan lainnya pada umumnya. ▪ Saham PT Petrokimia Gresik: 10% 2.4. Lokasi Industri PT Petrokimia Gresik mempunyai area tanah seluas 450 ha, tetapi yang sudah ditangani sebesar 300 ha. Area tanah yang ditempati meliputi daerah 10 desa di tiga kecamatan yaitu: ▪
Kecamatan Gresik, meliputi Desa Ngipik, Karangturi, Sukorame, dan Tlogopojok.
▪
Kecamatan Kebomas, meliputi Desa Kebomas, Tlogopatut, dan Randu Agung.
▪
Kecamatan Manyar, meliputi Desa Romo Meduran, Pojok Pesisir, serta Tepen. Dipilihnya kawasan-kawasan di atas sebagai lokasi pabrik PT Petrokimia Gresik merupakan hasil studi kelayakan pada tahun 1962 oleh Badan Persiapan Proyek Industri (BP3I) yang dikoordinir oleh Departemen Perindustrian Dasar dan Pertambangan dengan pertimbangan: ▪ Cukup tersedia lahan yang kurang produktif. ▪ Cukup tersedia sumber air dari Sungai Brantas dan Bengawan Solo. ▪ Berdekatan dengan daerah konsumen pupuk terbesar, yaitu perkebunan dan petani tebu. ▪ Dekat dengan pelabuhan sehingga memudahkan pengangkutan peralatan pabrik selama masa konstruksi, pengadaan bahan baku, maupun pendistribusian hasil produksi melalui angkatan laut.
Universitas Indonesia
28
▪ Dekat dengan pusat pembangkit tenaga listrik. 2.5. Unit - Unit Produksi PT Petrokimia Gresik memiliki tiga unit departemen produksi/pabrik, yaitu Departemen Produksi I (unit pupuk Nitrogen), Departemen Produksi II (unit pupuk Fosfat) dan Departemen Produksi III (Unit Asam Fosfat).
2.5.1. Departemen Produksi I (Unit Pupuk Nitrogen) Departemen Produksi I menghasilkan produk utama sebagai berikut: Tabel 2.4. Produk Utama Unit Produksi I (Sumber: petrokimia-gresik.com)
Produk Kapasitas Produksi (ton/tahun) Produksi Komersial ZA I 200.000 07-Mei-76 ZA III 200.000 01-Okt-86 Urea 460.000 01-Des-94 Selain itu Unit Produksi I juga menghasilkan produk samping berupa CO 2 cair, digunakan sebagai bahan pembuatan es kering (CO 2 padat) dengan kapasitas produksi sebesar15.000 ton/tahun. 2.5.2. Departemen Produksi II (Unit Pupuk Fosfat) Pada Departemen Produksi II dibagi lagi menjadi dua unit departemen, yaitu Departemen Produksi II A dan Departemen Produksi II B. Pembagian ini dikarenakan banyaknya jumlah unit produksi/pabrik pada Departemen II, sehingga
dipisahkan
untuk
mempermudah
dalam
manajemen
dan
pengoperasiannya. Produk yang dihasilkan pada Departemen Produksi II ini diantaranya adalah: Tabel 2.5. Produk Unit Produksi II (Sumber: petrokimia-gresik.com)
Produk
Kapasitas Produksi (ton/tahun)
Universitas Indonesia
29
SP-36
1.000.000
PHONSKA (I,II,III,IV)
2.340.000
NPK Kebomas (NPKI,II,III,IV)
370.000
TSP DAP ZK
Tergantung pemesanan Tergantung pemesanan 10.000
HCl
(tidak diketahui)
Petroganik
10.000
2.5.3. Departemen Produksi III (Unit Asam Fosfat) Beroperasi sejak tahun 1 Januari 1985, yang terdiri dari: a
Pabrik Asam Fosfat Kapasitas produksi sebesar 200.000 ton/tahun dan digunakan untuk pembuatan pupuk TSP/SP-36 serta produk samping gypsum untuk bahan baku Unit Cement Retarder serta pupuk ZA II dan Asam Fluosilikat (H2SiF6) untuk bahan baku Unit Aluminium Fluorida.
b
Pabrik Asam Sulfat (H2SO4) Beroperasi sejak tahun 1985 dengan kapasitas produksi sebesar 570.000 ton/tahun dan digunakan sebagai bahan baku Unit Asam Fosfat dan Unit Pupuk Fosfat.
c
Pabrik ZA II Kapasitas produksi sebesar 250.000 ton/tahun. Bahan bakunya berupa gypsum dan ammonia cair. Dimana Gypsum diperoleh dari limbah proses pembuatan Asam Fosfat.
d
Pabrik Cement Retarder (CR) Kapasitas produksi sebesar 440.000 ton/tahun dan digunakan dalam industri semen sebagai bahan penolong untuk mengatur waktu pengeringan.
e
Pabrik Aluminium Fluorida (AlF3)
Universitas Indonesia
30
Kapasitas produksi 12.600 ton/tahun yang diperlukan untuk bahan penurun titik lebur pada industri peleburan bijih aluminium serta hasil samping berupa silika (SiO2) untuk bahan kimia tambahan Unit Asam Fosfat. 2.5.4. Kapasitas Produksi (per 13 Oktober 2015) a. Pabrik Pupuk Tabel 2.6. Jumlah Pabrik dan Kapasitas Produksi Pabrik Pupuk (Sumber: petrokimia-gresik.com)
Pupuk
Pabrik
Kapasitas/Tahun
Tahun Beroperasi
Pupuk Urea
1
460.000 ton/tahun
1994
Pupuk Fosfat
1
500.000 ton/tahun
2009
Pupuk ZA
3
750.000 ton/tahun
1972, 1984, 1986
Pupuk Pupuk NPK:
Pabrik
Kapasitas/Tahun
Tahun Beroperasi
1
450.000 ton/tahun
2
1.200.000 ton/tahun
1
600.000 ton/tahun
2011
1
90.000 ton/tahun
2005
1
120.000 ton/tahun
2008
2
240.000 ton/tahun
2009
Pupuk K2SO4 (ZK)
1
10.000 ton/tahun
2005
Pupuk Petroganik (*)
1
10.000 ton/tahun
2005
▪ Phonska I ▪ Phonska II & III ▪ Phonska IV ▪ NPK I ▪ NPK II ▪ NPK III & IV
Jumlah pabrik/Kapasitas
15
2000 2005, 2009
4.430.000 ton/tahun
b. Pabrik Non Pupuk Tabel 2.7. Jumlah Pabrik dan Kapasitas Produksi Pabrik Pupuk (Sumber: petrokimia-gresik.com)
Non Pupuk
Pabrik
Kapasitas/Tahun
Tahun Beroperasi
Universitas Indonesia
31
Amoniak
1
445.000 ton/tahun
1994
Asam Sulfat (98% H2SO4)
2
1.170.000 ton/tahun
1985, 2015
Asam Fosfat (100% P2O5)
2
400.000 ton/tahun
1985, 2015
Cement Retarder
1
440.000 ton/tahun
1985
Aluminium Fluorida
1
12.600 ton/tahun
1985
Purified Gypsum
2
800.000 ton/tahun
1985, 2015
Jumlah pabrik/Kapasitas
9
3.267.600 ton/tahun
Sehingga PT Petrokimia Gresik memiliki total pabrik sebanyak 24 pabrik dengan kapasitas total 7.697.600 ton/tahun. 2.5.5. Teknologi Proses Produksi PT Petrokimia Gresik Teknologi proses produksi yang digunakan PT Petrokimia Gresik, yaitu : 1. Pabrik Ammonia : Steam Methane Reforming - MW Kellog Amerika 2. Pabrik Urea : Advanced Cost Energy Saving –TEC Jepang 3. Pabrik ZA I dan III : Oronzio de Nora – Impianti Elettrochimici 4. Pabrik ZA II : Serberg – ICI 5. Pabrik PF II : Tennese Valley Authority – Spie Batignoless 6. Pabrik RFO PF I : Incro – Spanyol 7. Pabrik Phonska : Incro – Spanyol 8. Pabrik ZK : Manheim – KNT Group China 9. Pabrik Asam Sulfat : Double Contact and Double Absorption – TJ Browder 10. Pabrik Asam Fosfat : Nissan C Hemihydrate –Dihydrate 11. Pabrik Aluminium Fluorida : Chemie Linz dan Tohoku Horyo 12. Pabrik Cement Retarder : Purification and Granulation – Hitachi
2.6. Fasilitas Penunjang 2.6.1. Dermaga PT Petrokimia Gresik memiliki dermaga bongkar muat berbentuk hurut “T” dengan panjang 819 meter dan lebar 36 meter. Dermaga dilengkapi dengan 2 unit continuous ship unloader (CSU) berkapasitas 2.000 ton/jam, 2 unit cangaroo crane dengan kapasitas 7.000 ton/hari, 2 unit ship loader dengan kapasitas masing-masing 1.500 ton/hari, belt conveyor sepanjang 22 km, serta fasilitas pemipaan untuk untuk bahan cair. Pada sisi laut dermaga dapat disandari dengan 3
Universitas Indonesia
32
buah kapal berbobot mati 40.000 ton, dan pada sisi darat dapat disandari kapal dengan bobot mati 10.000 ton. 2.6.2. Pembangkit Tenaga Listrik Untuk memenuhi kebutuhan dan menjamin keberlanjutan pasokan daya listrik demi kelancaran operasional pabrik, PT Petrokimia Gresik mengoperasikan dua unit pembangkit tenaga listrik, yaitu: a. Gas turbine generator yang berkapasitas 33 MW untuk memenuhi kebutuhan proses di unit-unit produksi. b. Steam turbine generator dengan kapasitas 20 MW yang juga dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan proses. 2.6.3. Unit Penjernihan Air PT Petrokimia Gresik memiliki 2 unit penjernihan air yang terletak di Gunungsari Surabaya, memanfaatkan air sungai Brantas, dan di Babat Lamongan, memanfaatkan air sungai Bengawan Solo. Kapasitas total air yang dialirkan ke Gresik dari 2 unit penjernihan air tersebut sebesar 3.200 m3/jam. 2.6.4. Unit Pengolahan Limbah Sebagai perusahaan berwawasan lingkungan PT Petrokimia Gresik terus berupaya meminimalisir adanya limbah sebagai akibat dari proses produksi, sehingga tidak membahayakan lingkungan sekitarnya. PT Petrokimia Gresik melakukan pengelolaan limbah dengan menggunakan sistem reuse, recycle dan recovery (3R) dengan dukungan: unit pengolahan limbah cair berkapasitas 240 m3/jam, fasilitas pengendali emisi gas di setiap unit produksi, di antaranya bag filter, cyclonic separator, dust collector, electric precipitator (EP), dust scrubber, dll. 2.6.5. Sarana Distribusi PT Petrokimia Gresik mempunyai Gudang Distribution Center di Medan, Lampung, Padang, Cigading, Banyuwangi, Makasar dan Gresik. 2.6.6. Laboratorium 2.6.6.1. Laboratorium Kalibrasi Uji Tekanan, bidang dimensi, Densitas, Temperatur, Massa, Kelistrikan. 2.6.6.2. Laboratorium Uji Kimia
Universitas Indonesia
33
▪ Analisa produk pupuk meliputi urea, ZA, SP-36, TSP, KCl, ZK, Fosfat Alam, MAP, DAP, Pupuk Organik, Natrium Borat ▪ Analisa bahan kimia meliputi: Asam basa, Karbon aktif, Molekulair Sieve, Mobil bead, Pasir Silika, Pumice Stone, Sulfamic acid, Anticaking, Antifoam, Coating Oil ▪ Oil Remover, Batu tahan api/ asam ▪ Kimia lingkungan meliputi Udara ambient, Emisi, Air limbah, Air minum, Air Baku Air Laut ▪ Minyak meliputi Gemuk /grease, Minyak Pelumas, Minyak Bakar ▪ Gas meliputi Gas bumi, CO2, O2, N2 ▪ Bahan tambang meliputi batu bara, logam, mineral Uji tekan Uji bending Uji puntir Uji kompresi Uji fatique Uji impact 2.6.6.3. Laboratorium Uji Mekanik ▪ Uji tekan ▪ Uji bending ▪ Uji puntir ▪ Uji kompresi ▪ Uji fatique ▪ Uji impact ▪ Macro & micro hardness test ▪ Uji komposisi kimia logam 2.6.6.4. Laboratorium Uji Kelistrikan ▪ Uji tegangan tinggi tahanan isolasi ▪ Uji tegangan tembus 2.6.6.5. Lain-lain ▪ Uji valve ▪ Uji permeabilitas udara 2.6.6.6. Laboratorium Pabrik I Laboratorium ini bertugas melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk mengendalikan mutu, proses dan produk. Pengendalian mutu ditujukan pada
Universitas Indonesia
34
pemeriksaan mutu hasil produksi utama maupun produk samping untuk unit-unit proses yang berada di Pabrik I. Tugas-tugas utama dari Laboratorium Pabrik I adalah sebagai berikut : a
Melayani analisa-analisa yang berhubungan dengan proses produksi, mulai dari bahan baku, bahan penolong, bahan setengah jadi dan produk hasil.
b
Melakukan pemantauan terhadap air proses, air pendingin, air umpan boiler, air minum dan lain-lain yang berkaitan dengan proses produksi.
c
Memonitor emisi pabrik yang ada di Departemen Produksi I, untuk mengetahui unjuk kerja masing-masing pabrik melalui analisa buangan padat, cair dan gas yang langsung keluar dari pabrik. Laboratorium Pabrik I melayani kegiatan analisa untuk menunjang
kelangsungan proses produksi yang meliputi kontrol kualitas bahan baku, bahan seengah jadi, bahan peolong dan produk dari pabrk Ammonia, ZA I/III, Urea, CO2, Air Separation Plants dan Utilitas. 2.6.7. Kebun Percobaan (Buncob) Kegiatan
penelitian
dan
pengembangan
merupakan
bagian
dari
langkahlangkah inovasi yang dilakukan sebagai upaya untuk menghasilkan produkproduk unggulan yang berdaya saing tinggi di pasar. Di samping kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan di laboratorium, PT Petrokimia Gresik juga memiliki Kebun Percobaan seluas 5 hektar yang dilengkapi berbagai fasilitas meliputi: •
Laboratorium tanah
•
Laboratorium tanaman
•
Laboratorium kultur jaringan
•
Rumah kaca
•
Screen house
•
Mini plant Pupuk NPK, Petroganik, Pupuk Hayati dan Pabrik Benih
•
Tanaman uji coba Kebun percobaan berfungsi sebagai :
•
Tempat pengujian produk sebelum komersial
•
Percontohan pemeliharaan tanaman dan ternak
Universitas Indonesia
35
•
Sumber informasi pertanian
•
Koleksi tanaman buah dan tanaman hias
•
Media belajar dan studi wisata bagi pelajar, mahasiswa,petani dan masyarakat
•
Indikator lingkungan
•
Sarana pendidikan dan Pelatihan
2.6.8. Unit Utilitas Batubara Memiliki kapasitas steam 2 x 150 ton/jam, serta tenaga listrik sebesar 25 MW. Unit ini dilengkapi dengan dermaga khusus batubara berkapasitas 10.000 DWT. 2.7. Bahan Baku dan Produk Gambaran alur proses produksi pupuk PT Petrokimia Gresik yang dimulai dari bahan baku, produk setengah jadi hingga produk jadi sebagai berikut:
Universitas Indonesia
36
Gambar 2.4. Alur Produksi Pupuk PT Petrokimia Gresik (Sumber: petrokimia-gresik.com)
Produk utama dari PT Petrokimia Gresik adalah pupuk Nitrogen (Pupuk ZA dan Pupuk Urea), Phonska dan pupuk fosfat (Pupuk SP-36) serta bahan-bahan kimia lainnya seperti CO2 cair dan kering (dry ice), Amoniak, Asam Sulfat, Asam Fosfat, Asam Chlorida, O2, N2, H2. Spesifikasi produk pupuk yang diproduksi oleh PT Petrokimia Gresik dijelaskan pada tabel 2.8. Tabel 2.8. Spesifikasi Produk Pupuk PT Petrokimia Gresik (Sumber: petrokimia-gresik.com)
Produk Urea (SNI 02-2801-2010)
ZA (SNI 02-1760-2005)
Spesifikasi Bahan Baku : NH3 & CO2 N-total % : 46 min Biuret % : 1 maks Air % : 0.5 maks Bentuk : Kristal Ukurtan butir : 90% min (1.00 – 3.3mm) Warna : Putih (non subsidi) : Pink ( Subsidi) l Sifat : Higroskopis, mudah larut dalam air Dikemas dalam kantong bercap Kerbau Emas dengan isi 50 kg. Bahan Baku Nitrogen % Sulfur % FA % Air % Bentuk Ukurtan butir Warna
: NH3 & H2SO4 : 20.8 min : 23.8 min : 0.1 maks : 1.0 maks : Kristal : 55 % min + 30 US Mesh : Putih ( Non subsidi ) Orange ( Subsidi ) : Tidak Higroskopis, mudah
Sifat larut dalam air Dikemas dalam kantong bercap Kerbau Emas dengan isi 50 kg
Universitas Indonesia
37
Produk SP-36 (SNI 02-3769-2005)
DAP (SNI 02-2858-1994)
ZK (SNI 02-2809-2005)
Spesifikasi Bahan Baku : Batuan fosfat (P. Rock), H3PO4 , dan H2SO4 P2O5 total % : 36 min P2O5 Cs % : 34 min P2O5 Ws % : 30 min Sulfur % : 5.0 min FA % : 6.0 maks H2O % : 5.0 maks Bentuk : Butiran Ukuran butir : 65 % ( 2 – 4 mm ) Warna : Abu - abu Sifat : Tidak Higroscopis, Mudah larut dalam air Dikemas dalam kantong bercap Kerbau Emas dengan isi 50 kg Bahan Baku : NH3 dan H3PO4 N total % : 18 P2O5 % : 46 Air % : 1 maks Bentuk : Butiran Ukuran butir : 80 % 2 – 4 mm Warna : Hitam atau abu - abu Sifat :Tidak higroskopis, Mudah larut dalam air Dikemas dalam kantong bercap Kerbau Emas dengan isi 50 kg. Bahan Baku : H2SO4 dan KCl Kalium (K2O ) : 50 % Sulfur : 17 % Chlorida sbg Cl : 2.5 % maks Air : 1.0 % maks Bentuk : Puder Warna : Putih Sifat : Tidak Higroskopis, Mudah larut dalam air Dikemas dalam kantong bercap Kerbau Emas dengan isi 50 kg.
Universitas Indonesia
38
Produk Phonska (Quality Plant) (SNI sesuai NPK padat)
NPK padat (SNI 02-2803-2012)
TSP (SNI 06-0086-1987)
Spesifikasi N total % P2O5 Cs % K2O % Sulfur (S) % Air % Ukuran butir Warna Sifat larut
: 15 : 15 : 15 : 10 : 2 maks : 70 % 2 – 4 mm : Merah muda : Higroskopis, Mudah
dalam air Dikemas dalam kantong bercap Kerbau Emas dengan isi 50 dan 20 kg N total % : 6 min P2O5 Cs % : 6 min K2O % : 6 min N+P+K % : 30 min Air % : 2.0 maks Mercuri (Hg) = 10 ppm Kadmium (Cd) = 100 ppm Timbam (Pb) = 500 ppm Arsen (As) = 100 ppm P2O5 tot % : 45 min P2O5 ws % : 36 min Asam bebas % : 6 maks Air % : 5 maks Bentuk : Butiran Ukurtan butir : 75 % min -4 + 16 Tyler : Mesh Warna : Abu –abu Sifat : Tidak Higroskopis (Tidak Mudah larut dalam air) Dikemas dalam kantong bercap Kerbau Emas dengan isi 50 kg
Universitas Indonesia
39
2.8. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) 2.8.1. Filosofi Dasar Penerapan K3 a
Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dalam
melakukan
pekerjaan
untuk
meningkatkan
produksi
dan
produktivitas. b
Setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin keselamatannya.
c
Setiap sumber-sumber produksi harus digunakan secara aman dan efisien.
d
Pengurus/Pimpinan Perusahaan diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan keselamatan kerja yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan.
e
Setiap orang yang memasuki tempat kerja diwajibkan mentaati semua persyaratan keselamatan kerja.
f
Tercapainya kecelakaan nihil (zero accident).
2.8.2. Kebijakan K3 Sesuai dengan nilai-nilai dasar tersebut, Direksi PT Petrokimia Gresik menetapkan kebijakan K3 sebagai berikut: a
Direksi berusaha untuk selalu meningkatkan perlindungan K3 bagi setiap orang yang berada di tempat kerja serta mencegah adanya kejadian dan kecelakaan yang dapat merugikan perusahaan.
b
Perusahaan menerapkan UU No. 1/70 tentang K3, PERMEN No. 05/Men/1996 tentang SMK3 serta peraturan dan norma dibidang K3. Setiap Pejabat dan pimpinan unit bertanggung jawab atas dipatuhinya ketentuan K3 oleh setiap orang yang berada di unit kerjanya.
c
Setiap orang yang berada ditempat kerja wajib menerapkan serta melaksanakan ketentuan dan pedoman K3.
d
Dalam hal terjadi keadaan darurat dan/atau bencana pabrik, seluruh karyawan wajib ikut serta melakukan tindakan penanggulangan.
2.8.3. Tujuan dan Sasaran K3
Universitas Indonesia
40
Tujuan K3 adalah menciptakan sistem K3 di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, nyaman, efisien, dan produktif. Sasaran K3 antara lain: a
Memenuhi Undang-Undang No. 1/1970 tentang Keselamatan Kerja.
b
Memenuhi Permen Naker No. 05/MEN/1996 tentang sistem manajemen K3.
c
Mencapai nihil kecelakaan.
2.8.4. Organisasi K3 Organisasi K3 yang dibentuk di PT Petrokimia Gresik meliputi Organisasi Struktural dan Organisasi Non Struktural a Organisasi Struktural Organisasi struktural yang membidangi K3 adalah Bagian K3 dan bertangungjawab kepada Departemen Lingkungan & K3. Departemen ini berada dalam Kompartemen Teknologi di bawah Direktorat Produksi. Bagan organisasinya ditampilkan pada Gambar 2.5. GENERAL MANAGER TEKNOLOGI MANAGER LINGKUNGAN
KABAG DAL. LING KABAG TEK. LING KABAG K3 LING KABAG PMK STAF MADYA LING
Gambar 2.5. Organisasi struktural K3 di PT Petrokimia Gresik b Organisasi Non Struktural, meliputi : ▪ Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) ▪ Sub Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
Universitas Indonesia
41
▪ Safety Representative. 2.8.5 Aktivitas K3 untuk Mencapai Nihil Kecelakaan Usaha pencapaian nihil kecelakaan harus didukung oleh semua jajaran karyawan maupun pihak manajemen untuk ikut berperan aktif dan bertanggung jawab terhadap program K3 yang diarahkan pada pengamatan dan perbaikan terhadap perencanaan, pengorganisasian, pengembangan dan pengawasan secara terpadu semua kegiatan perusahaan. Aktivitas K3 yang dilakukan untuk mencapai nihil kecelakaan diantaranya: a
Penerapan SMK3 sesuai dengan Permen No. 5/MEN/1996.
b
Pelatihan dan penyegaran K3 seluruh karyawan sesuai dengan jenjang jabatannya.
c
Pengawasan peraturan K3
d
Pemeriksaan P2K3
e
Promosi K3 dengan Pagging System
f
Penerapan Surat Ijin Keselamatan Kerja.
g
Pembagian APD setiap karyawan sesuai dengan bahaya kerjanya
h
Pemasangan safety sign dan Poster K3
i
Kampanye Bulan K3
j
Investigasi Kecelakaan untuk Pelaporan dan penyelidikan kecelakaan kerja.
k
Membentuk dan mengefektifkan Safety Representative
l
Audit SMK3 internal dan eksternal.
m
Pemeriksaan dan pemantauan gas-gas berbahaya
n
Pelatihan Penanggulangan Keadaan Darurat Pabrik atau STDL.
o
Pembinaan K3 tenaga bantuan.
p
Pembinaan K3 bagi pengemudi dan pembantu pengemudi B3.
q
Pembinaan K3 untuk mahasiswa PKL
r
Membuat rencana dan program kesehatan kerja karyawan
s
Meningkatkan gizi kerja karyawan
t
Memeriksa lingkungan kerja
u
Pemeriksaan kebersihan tempat kerja
Universitas Indonesia
42
2.8.6. Evaluasi Kinerja K3 Pengukuran keberhasilan penerapan K3 di perusahaan agar sesuai dengan tujuan perusahaan yang telah ditentukan, digunakan beberapa parameter sebagai berikut: a
Frequency Rate/Tingkat Keselamatan Kecelakaan merupakan parameter yang digunakan menghitung atau mengukur tingkat kekerapan kecelakaan kerja untuk setiap juta jam kerja orang. Persamaannya sebagai berikut: FR=
b
Jumlah karyawan kecelakaan ×1 Juta Jumlah seluruh jam kerja karyawan
Safety Rate/Tingkat Keparahan Kecelakaan merupakan parameter yang digunakan untuk menghitung atau mengukur tingkat keparahan total hilangnya hari kerja pada setiap juta jam kerja orang. Persamaannya sebagai berikut: SR=
c
Jumlah hilangnya hari kerja karena kecelakaankerja ×1 Juta Jumlah seluruh jam kerja karyawan
Safety Audit /Audit K3 Sistem penilaian dan pengukuran secara efektif terhadap pelaksanaan program K3 di perusahaan. Pokok sasaran audit K3 adalah: ▪ Management audit (penilaian pelaksanaan program K3 di perusahaan) ▪ Physical audit (penilaian perangkat keras di unit kerja seperti alat-alat kerja, mesin peralatan dan lain-lain). Audit K3 bertujuan: ▪ Menilai dan mengidentifikasikan secara kritis dan sistematis semua sumber bahaya potensial ▪ Mengukur dan memastikan secara obyektif pekerjaan apakah telah berjalan sesuai dengan perencanaan dan standar ▪ Menyusun suatu rencana koreksi untuk menentukan langkah dan cara mengatasi sumber bahaya potensial Pelaksanaan Audit K3 : ▪ Audit Intern, dilakukan setiap 6 bulan sekali. ▪ Audit Ekstern, dilakukan 3 tahun sekali atau sesuai dengan kebutuhan.
2.8.7. Alat Pelindung Diri Universitas Indonesia
43
Alat pelindung diri bukan merupakan alat untuk melenyapkan bahaya di tempat kerja, tetapi hanya merupakan usaha pencegahan dan mengeliminir kontak antara bahaya dan tenaga kerja sesuai dengan standar kerja yang ditetapkan. Sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1970, penyediaan alat pelindung diri adalah menjadi kewajiban dan tanggung jawab bagi pengusaha atau pimpinan perusahaan. Macam-macam alat pelindung diri: a
Topi keselamatan Untuk melindungi kepala terhadap benturan kemungkinan tertimpa bendabenda yang jatuh, melindungi bagian kepala dari kejutan listrik ataupun terhadap kemungkinan terkena bahan kimia yang berbahaya.
b
Alat pelindung mata (Eye Goggle) Untuk melindungi mata terhadap benda yang melayang, geram, percikan, bahan kimia dan cahaya yang menyilaukan. Juga dipakai di tempat berdebu, menggerinda, memahat, mengebor, membubut, dan mem-frais, di mana terdapat bahan atau dihandle bahan kimia yang berbahaya termasuk asam atau alkali, pengelasan.
c
Pelindung muka (Face Shield) Untuk melindungi muka dari dahi sampai batas leher dari bahan-bahan yang berbahaya, antara lain:
bahan kimia berbahaya, pancaran panas
(warna abu-abu), sinar ultraviolet dan inframerah. d
Pelindung telinga Untuk melindungi telinga terhadap kebisingan dimana bila alat tersebut tidak dipergunakan dapat menurunkan daya pendengaran dan ketulian yang bersifat tetap. Ada dua jenis pelindung telinga: ▪ Ear Plug (untuk daerah dengan tingkat kebisingan sampai dengan 95 dB) ▪ Ear Muff (untuk daerah dengan tingkat kebisingan lebih besar dari 95
dB) e. Pelindung pernafasan. Untuk melindungi hidung dan mulut dari berbagai gangguan yang dapat membahayakan karyawan. Terdiri dari: ▪ Masker kain
Universitas Indonesia
44
Dipakai ditempat kerja dimana terdapat debu pada ukuran lebih 10 mikron. ▪ Masker dengan filter untuk debu. Digunakan untuk melindungi hidung dan mulut dari debu dan dapat menyaring debu pada ukuran rata-rata 0,6 mikron sebanyak 98 %. ▪ Masker dan filter untuk debu dan gas Digunakan untuk melindungi hidung dan mulut dari debu dan gas asam, uap bahan organik, fumes, asap dan kabut. Dapat menyaring debu pada ukuran rata-rata 0,6 mikron. Sebanyak 99,9 % dan dapat menyerap gas/uap/fumes sampai 0,1 % volume atau 10 kali konsentrasi maksimum yang diijinkan. ▪ Masker gas dengan tabung penyaring (canister filter) Digunakan untuk melindungi mata, hidung, mulut dari gas/uap/fumes yang dapat menimbulkan gangguan pada keselamatan dan kesehatan kerja. Syarat pemakaian: - Tidak
boleh
untuk
pekerjaan
penyelamatan
korban
atau
dipergunakan di ruangan tertutup - Tidak boleh digunakan bila kontaminasi gas tidak dikenal atau di daerah dengan kontaminasi > 1% untuk ammonia - Konsentrasi oksigen harus di atas 16 % - Tabung penyaring yang dipergunakan harus sesuai dengan kontaminasi gas/uap/fumes ▪ Masker gas dengan udara bertekanan dalam tabung (self containing breathing apparatus) Digunakan untuk melindungi mata, hidung dan mulut dari gas/uap/fumes yang dapat menimbulkan gangguan keselamatan dan kesehatan karyawan.
Syarat pemakaian: -
Digunakan di daerah dengan konsentrasi oksigen kurang dari 16 %
Universitas Indonesia
45
-
Digunakan bilamana kontaminasi tidak bisa diserap dengan
pemakaian tabung penyaring (kontaminasi > 1%) - Dapat digunakan untuk penyelamatan korban - Waktu pemakaian 30 menit ▪ Masker gas dengan udara tekan yang dibersihkan (supplied air respirator) Digunakan untuk melindungi mata, hidung, dan mulut dari gas/uap/fumes yang dapat menimbulkan gangguan pada keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Masker ini khusus digunakan di daerah
yang
konsentrasi
oksigennya
rendah,
kontaminasi
gas/uap/fumes yang tinggi dan dapat dipergunakan terus menerus sepanjang suplai udara dari pabrik (plant air) tersedia. ▪ Masker gas dengan udara dari blower yang digerakkan tangan (a hand operated blower) Digunakan untuk melindungi mata, hidung mulut dari gas/uap/fumes yang dapat menimbulkan gangguan pada keselamatan dan kesehatan karyawan. Masker ini khusus digunakan di daerah yang kadar oksigennya kurang, kontaminasi gas/uap/fumes yang tinggi dan dapat dipergunakan terus menerus sepanjang blower diputar dimana pengambilan udara blower harus dari tempat yang bersih, bebas dari kontaminasi. f
Kerudung kepala (hood) Digunakan untuk melindungi seluruh kepala dan bagian muka terhadap kotoran bahan lainnya yang dapat membahayakan maupun yang dapat mengganggu kesehatan karyawan.
g
Kerudung kepala dengan alat pelindung pernafasan Digunakan di daerah kerja yang berdebu, terdapat gas/uap/fumes yang tidak lebih dari 1% volume atau 10 kali dari konsentrasi maksimum yang diijinkan.
h
Kerudung kepala anti asam atau alkali Digunakan untuk melindungi seluruh kepala dan bagian muka dari percikan bahan kimia yang bersifat asam atau alkali.
i
Sarung tangan Universitas Indonesia
46
Digunakan untuk melindungi tangan terhadap bahaya fisik, kimia dan listrik. ▪
Sarung tangan kulit, dipakai bila bekerja dengan benda yang kasar,
▪
tajam. Sarung tangan asbes, digunakan bila bekerja dengan benda yang
▪
panas. Sarung tangan katun, digunakan bila bekerja dengan peralatan
▪
oksigen. Sarung tangan karet, digunakan bila bekerja dengan bahan kimia yang
▪
berbahaya, korosif dan iritatif. Sarung tangan listrik, digunakan bila bekerja dengan kemungkinan
terkena bahaya listrik. j. Sepatu pengaman Untuk melindungi kaki terhadap gangguan yang membahayakan karyawan di tempat kerja. ▪ Sepatu keselamatan, digunakan untuk melindungi kaki dari benda yang keras atau tajam, luka bakar karena bahan kimia yang korosif, tertembus benda tajam dan untuk menjaga agar seseorang tidak jatuh terpeleset oleh air/minyak ▪ Sepatu karet, digunakan untuk melindungin kaki dari bahan kimia berbahaya. ▪ Sepatu listrik, digunakan apabila bekerja dengan kemungkinan terdapat bahaya listrik. k. Baju pelindung Untuk melindungi seluruh bagian tubuh terhadap berbagai gangguan yang dapat membahayakan karyawan. ▪ Baju pelindung yang tahan terhadap asam atau alkali (warna kuning), digunakan untuk melindungi seluruh bagian tubuh terhadap percikan bahan kimia yang berbahaya baik asam, maupun alkali. ▪ Baju pelindung terhadap percikan pasir, digunakan untuk melindungi seluruh bagian tubuh terhadap percikan pasir pada saat membersihkan logam dengan semprotan pasir.
Universitas Indonesia
47
BAB III PROSES PRODUKSI
3.1. Unit Urea 3.1.1. Bahan Baku Bahan baku pembuatan urea adalah amoniak cair dan gas CO2. Amoniak cair yang digunakan merupakan produk utama dari pabrik amoniak di Departemen Produksi I, sedangkan gas CO2 yang digunakan merupakan produk samping dari pabrik amoniak tersebut. Pabrik ini dirancang untuk memproduksi pupuk urea dengan kapasitas produksi 1400 ton/hari. Berikut detail bahan baku proses produksi urea:
Amoniak cair dengan spesifikasi sebagai berikut: - Kadar NH3 = 99,5% - H2O = 0,5 % - Temperature = 30 oC - Tekanan = 20 Kg/cm2 Gas CO2 dengan spesifikasi sebagai berikut: - Kadar CO2 = 99% - Total Sulfur = 0,8 % - H2O = Saturated - Temperature = 35 oC - Tekanan = 1 Kg/cm2 Bahan penunjang yang digunakan pada pabrik urea terdiri dari steam, air
umpan boiler, air pendingin, dan udara.
Steam Steam digunakan sebagai media pemanas dalam alat penukar panas.
Air umpan boiler Air umpan boiler di pabrik urea disuplai oleh unit utilitas.
Air pendingin Air pendingin (cooling water) digunakan sebagai media pendingin pada
alat penukar panas untuk mendinginkan steam condensate, process condensate, dan lain-lain.
Udara
Universitas Indonesia
48
Udara yang digunakan terdiri atas udara instrumen dan udara proses. Udara instrumen berfungsi sebagai penggerak valve. dan juga untuk membentuk pasivasi di unit sintesis dengan tujun untuk mencegah korosi. 3.1.2. Tahapan proses Proses yang digunakan pad apembuatan urea adalah Aces Process dari TEC Tokyo, Jepang dengan kapasitas produksi sebesar 1400 ton/hari dengan frekuensi operasi 330 hari/tahun. Secara umum proses pembuatan urea dibagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut:
Unit Sintesis Unit Purifikasi Unit Recovery Unit Konsentrasi Unit Prilling Unit Pengolahan Proses Kondensat Berikut diagram proses produksi urea untuk mempermudah penjelasan
proses pembuatan pupuk urea.
Gambar 3.1. Diagram Proses Produksi Urea (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
3.1.3 Uraian Proses 3.1.3.1. Unit Sintesis Unit ini bertujuan untuk menghasilkan urea dengan meraksikan NH 3 cair dan gas CO2 yang dikirim dari unit NH3 dan sirkulasi kembali larutan karbamat yang diperoleh dari tahap recovery. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Universitas Indonesia
49
2NH3 + CO2 NH4COONH2
NH4COONH2 + Q NH2CONH2 + H2O – Q
Kedua reaksi di atas bersifat reversible (bolak-balik). Reaksi pembentukan karbamat bersifat eksotermis dengan panas yang dihasilkan 38.000 kkal tiap mol carbamate. Sementara itu, reaksi dehidrasi karbamat bersifat endotermis dengan membutuhkan panas 5.000 kkal tiap mol urea yang dihasilkan.
Gambar 3.2. Diagram Proses Sintesis (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
Peralatan utama pada seksi sintesis adalah Reaktor (DC-101), Stripper (DA-101), Scrubber (DA-102) dan Carbamate Condenser (EA-101 dan EA102). a. Reaktor (DC-101) Bertugas untuk mereaksikan NH3 dan CO2 membentuk ammonium carbamate, diikuti reaksi dehidrasi ammonia carbamat menjadi urea. Berikut reaksi Pembentukan carbamate: 2NH3 + CO2
NH2COONH4
Sementara reaksi dehidrasi carbamate adalah: NH2COONH4 -
NH2CONH2 + H2O
P = 172 kg/cm2, T Bottom = 175,8oC, T Top = 188,1oC H2O / CO2 = 0,57 dan NH3 / CO2 = 3,78
Universitas Indonesia
50
-
CO2 conversion= 64,28 % Reaktor (DC-101) adalah nama menara vertikal dengan 9 interval baffle
plate dan dinding bagian dalam yang dilapisi dengan stainless steel 316 L urea grade sebagai anti korosi dari zat-zat pereaksi dengan produk. Baffle plate didalamnya digunakan untuk menghidari back mixing. Di dalam reaktor terjadi pengontakan NH3 cair dan larutan carbamat. NH3 cair dengan tekanan 20 kg/cm2g dan temperatur 30 oC dialirkan ke pabrik urea dan ditampung ke dalam Amoniak Reservoir (FA105). Pengontakan ini membentuk karbamat dan urea. NH3 cair dipompa ke reaktor menggunakan NH3 Feed Pump (GA-101 A/B) hingga tekanannya 180 kg/cm2g dan dialirkan menuju Ammonia Preheater (EA-103). Larutan carbamat berasal dari carbamat condenser. Dengan pengontakkan ini terjadi reaksi pembentukkan carbamat dan urea. Kedua reaksi merupakan reaksi kesetimbangan, sehingga untuk mencapai konversi yang diinginkan perlu kontrol terhadap temperatur, tekanan, waktu tinggal dan perbandingan molar NH3 dan CO2. Berikut parameter-parameter yang memengaruhi operasi reaktor:
Suhu Reaksi konversi urea merupakan reaksi endotermis dan untuk mencapai
konversi yang tinggi diperlukan temperatur reaksi tinggi. Namun, temperatur yang terlalu tinggi dapat menurunkan pembentukkan urea karena terjadi penambahan volume gas. Pertambahan volume gas dengan sendirinya akan menambah laju alir gas ke scrubber. Selain itu, temperatur tinggi juga berpengaruh terhadap korosi material reaktor serta naiknya tekanan keseimbangan. Temperatur rendah juga menurunkan konversi urea, karena reaksi pembentukkan urea adalah reaksi endotermis. Reaktor beroperasi pada temperatur 186-187oC untuk reaktor bagian atas, dan pada temperatur 174-175oC untuk reaktor bagian bawah. Hal ini tergantung pada jumlah produksi. Temperatur dalam reaktor diatur dengan menaikkan atau menurunkan steam pemanas pada ammonia preheater, mengatur ekses NH3 dan laju larutan recycle.
Tekanan Konversi amonium karbamat menjadi urea hanya berlangsung pada fasa
cair, jadi diperlukan tekanan tinggi. Tekanan operasi yang terlalu tinggi dapat Universitas Indonesia
51
menyebabkan kerusakan pada dinding reaktor apabila melebihi tekanan disain. Tekanan yang rendah akan menurunkan pembentukkan urea karena larutan yang menguap bertambah. Reaktor beroperasi pada tekanan 167-175 kg/cm2. Tekanan keseimbangan di dalam reaktor ditentukan oleh temperatur operasi dan molar rasio N:C. Apabila reaktor dioperasikan dibawah tekanan keseimbangan, konversi CO2 menjadi urea akan turun. Apabila reaktor dioperasikan diata tekanan keseimbangan, maka rasio konversi akan naik. Tekanan operasi yang tinggi akan mengakibatkan temperatur operasi di stripper tinggi. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai dekomposisi yang cukup terhadap bahan yang keluar dari reaktor belum terkonversi. Sementara itu kondisi yang demikian akan mengakibatkan hidrolisis urea dan pembentukkan biuret di stripper bertambah.
Waktu Tinggal Untuk mencapai konversi urea yang tinggi, diperlukan waktu reaksi yang
cukup. Waktu reaksi yang cukup diatur/dikendalikan dengan ketinggian level cairan dalam reaktor. Level tinggi menyebabkan adanya larutan yang terbawa ke Scrubber. Level yang rendah akan mengurangi waktu reaksi sehingga konversi yang diinginkan tidak tercapai. level operasi berkisar 51 – 53%. Ketinggian level diatur dengan bukaan valve pada bagian keluaran reaktor. Pada suhu dan tekanan rendah diperlukan waktu tinggal yang lama. Untuk meminimalisasikan waktu tinggal, di dalam reaktor dipasang Baffle Plate. Hal ini dilakukan untuk menghindari pencampuran balik dari larutan sintesis.
Perbandingan Molar NH3 dan CO2 Untuk
mencapai
homogenitas
reaksi
diperlukan
reaktan
dengan
konsentrasi tinggi. Di antara kedua reaktan (NH3 dan CO2), NH3 lebih mudah dipisahkan dari aliran gas daripada CO2. Untuk memisahkan NH3 dari aliran gas dapat dilakukan dengan absorpsi menggunakan air. Untuk ekses reaktan digunakan ekses NH3. Perbandingan NH3:CO2 adalah 4:1. Perbandingan ini berfungsi untuk menjaga konversi. Perbandingan rendah akan menurunkan laju pembentukkan urea dan menambah beban di stripper. Perbandingan tinggi akan menambah laju gas menuju stripper. Perbandingan molar dikendalikan dengan mengatur laju NH3. Larutan urea yang terbentuk di dalam reaktor keluar melalui
Universitas Indonesia
52
down pipe dan masuk ke stripper secara gravitasi dan gas yang terbentuk mengalir ke scrubber. b. Stripper (DA-101) Stripper berfungsi untuk meguraikan larutan karbamat yang tidak terkonveksi dan memisahkan NH3 dan CO2 dari larutan urea. Ekses NH3 dipisahkan dari aliran dengan menggunakan tray-tray pada bagian stripper. Reaksi penguraian yang terjadi: NH4COONH2
NH2CONH2 + H2O - Q
Kalor untuk reaksi penguraian diperoleh dari steam yang dialirkan pada falling type heater. Pada stripper dialirkan gas CO2 untuk meningkatkan tekanan parsial CO2 agar larutan karbamat terurai. Gas CO2 dikompressi dengan CO2 Compressor (GB-101). Dan di injeksikan udara (berfungsi sebagai anti korosi) lewat
interstage
CO2
compressor.
Pengijeksian
udara
berfungsi
anti
korosi/pasivasi pada logam-logam peralatan proses. Tray dipasang di bagian atas dari Stripper untuk memisahkan amoniak dan mengatur molar rasio N:C larutan pada komposisi yang tepat untuk operasi stripping. Supaya proses pada Stripper sesuai dengan kebutuhannya diperlukan kontrol terhadap temperatur, level, aliran CO2, tekanan steam, tekanan operasi, dan komposisi pada larutan sintesis urea. Faktor yang mempengaruhi operasi stripper, antara lain:
Temperatur Reaksi penguraian merupakan reaksi endotermis, untuk memenuhi
kebutuhan kalor reaksi dibutuhkan temperatur yang tinggi. Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan korosi pada dinding stripper. Temperatur rendah akan menurunkan laju penguraian. Stripper beroperasi pada temperatur bagian bawah 175-177oC dan 191,5-193oC untuk bagian atas.
Level Agar sebagian besar karbamat dapat diuraikan diperlukan waktu kontak
antara larutan dengan pemanas yang mencukupi. Kontrol level digunakan untuk mengatur waktu kontak antara larutan dan gas CO 2. Level yang terlalu rendah akan menyebabkan banyak gas CO2 yang terbawa ke HP decomposer. Level yang
Universitas Indonesia
53
tinggi akan meningkatkan reaksi pembentukkan biuret dan hidrolisis urea dengan reaksi: NH2COONH2 + H2O 2NH2CONH2
2NH3 + CO2 – Q NH2COONH4 (biuret) + NH3 – Q
Level dijaga pada rentang 30-38%. Pengendalian level dilakukan dengan mengatur bukaan valve pada bagian keluaran. Umumnya, level di bagian stripper dibuat serendah mungkin. Level yang tinggi akan menambah waktu tinggal di bagian bawah stripper sehingga meningkatkan reaksi pembentukkan biuret.
Aliran CO2 Selain dengan menggunakan pemanas steam sebagai stripping, penguraian
karbamat dapat dilakukan dengan meningkatkan tekanan parsial CO 2. Aliran CO2 rendah akan menurunkan perbandingan molar NH3:CO2 pada reaktor. Laju alir CO2 tergantung pada jumlah produksi.
Tekanan Steam Steam berfungsi sebagai stripping, apabila tekanan steam meningkat
dengan sendirinya temperatur meningkat. Peningkatan temperatur dapat mengakibatkan terjadinya pembentukkan biuret dan hidrolisis urea. Hal ini mengakibatkan kecepatan korosi naik. Tekanan steam rendah, kalor yang dibutuhkan untuk menguraikan karbamat tidak mencukupi sehingga efisiensi stripper menurun. Larutan urea selanjutnya dipanaskan pada bagian Shell (EA102).
Tekanan Operasi Tekanan operasi yang tinggi akan menaikkan sisa amoniak yang
terkandung di dalam outlet stripper. Temperatur operasi juga dinaikkan untuk mencapai dekomposisi yang cukup. Tekanan operasi stripper berada pada 167175 kg/cm2g.
Komposisi Larutan pada Sintesis Urea Efisiensi stripping dipengaruhi oleh komposisi larutan sintesis. Konversi
CO2 yang tinggi pada larutan sintesis dapat dicapai dengan efisiensi stripping yang tinggi yang dilihat dengan rendahnya jumlah steam yang dibutuhkan pabrik urea.
Universitas Indonesia
54
c. Scrubber (DA-102) Scrubber berfungsi untuk mengabsorb gas-gas dari reaktor dengan menggunakan larutan karbamat recycle. Absorpsi dengan adanya reaksi pembentukkan karbamat dari gas-gas tersebut. 2NH3 + CO2
NH4COONH2 + Q
Larutan dialirkan ke carbamate condenser (EA-101). Gas-gas yang tidak terabsorb dikirim ke HPA (EA-401) untuk diabsorb lebih lanjut. d. Carbamate Condenser (EA-101 dan EA-102) Dalam EA-101 dan E-102, gas dari DA-101 dikondensasi dan diabsorpsi oleh larutan karbamat dari scrubber dan dari recycle pada tahap recovery. Kedua kondenser dioperasikan pada tekanan 163-170 kg/cm2 dan temperatur 173,5175oC. Sebagian besar larutan karbamat terbentuk pada bagian ini. 2NH3 + CO2
NH4COONH2 + Q
EA-101 berfungsi mengabsorb gas menggunakan larutan karbamat dari scrubber dan memanfaatkan panas reaksi untuk menghasilkan steam 5 kg/cm2. Larutan karbamat yang terbentuk dialirkan ke reaktor. EA-102 berfungsi mengabsorb gas menggunakan larutan karbamat recycle dan panas reaksi dimanfaatkan untuk memanaskan larutan urea sebelum masuk ke HP decomposer. Larutan karbamat yang terbentuk diproses lebih lanjut pada reaktor membentuk urea. Larutan urea dipanaskan pada bagian shell, dengan pemanasan ini karbamat yang tersisa akan terurai menjadi amoniak dan CO 2. Larutan urea pada bagian shell EA-102 dan memanaskan panas reaksi dialirkan ke tahap purifikasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi Carbamate Condenser adalah:
Pembangkit Steam di Carbamate Condener no.1 (EA-101) Jika temperatur di EA-101 tinggi, temperatur reaktor akan meningkat,
begitu sebaliknya. Tekanan steam yang dihasilkan perlu dikontrol. Tekanan steam yang dihasilkan carbamate condenser itu diukur dari suhu puncak reaktor. Peningkatan tekanan steam akan menurunkan kalor yang diserap EA-101 dan mengakibatkan peningkatan bawah reaktor. Tekanan steam yang dibangkitkan adalah 5-6 kg/cm2.
Suhu keluar dari EA-102
Universitas Indonesia
55
Temperatur reaksi perlu dikontrol karena proses ini mempengaruhi kondisi reaktor di HP decompreso. Suhu ini dikontrol pada temperatur 155oC dengan mengontrol flow rate gas masuk. Apabila temperatur rendah, kondisi temperatur reaktor dan HP decompresor turun. 3.1.3.2. Unit Purifikasi
Gambar 3.3. Diagram Proses Purifikasi dan recovery (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
Peralatan utama pada unit purifikasi adalah HP decomposer dan LP decomposer. Larutan urea sintesis yang diproduksi pada unit sintesis dimasukkan ke unit purifikasi, dimana amonium karbamat dan excess amonia yang terkandung dalam larutan urea diuraikan dan dipisahkan sebagai gas dari larutan urea dengan penurunan tekanan dan pemanasan dalam HP decomposer dan LP decomposer. a. HP Decomposer (DA-201) Di dalam DA-201 karbamat yang masih diuraikan menggunakan pemanas, menggunakan steam condensate di dalam falling film type internal heat exchanger. Untuk mencegah korosi pada vessel, dimasukkan gas keluaran DA102, karena gas mengandung oksigen. Dalam proses dekomposisi dan pemisahan diperlukan kontrol terhadap temperatur, tekanan, dan level.
Universitas Indonesia
56
Faktor yang memengaruhi HP Decomposer adalah:
Pengaruh Suhu Temperatur pada bagian ini dikontrol dengan tujuan untuk meminimalisir
terjadinuya korosi pada peralatan dan meminimalisir terbentuknya biuret b. LP Decomposer (DA-202) Larutan urea dari DA-201 yang masih mengandung NH3, CO2, dan karbamat dimurnikan lebih lanjut. Proses pemurnian dilakukan dengan penurunan tekanan menjadi 2,5-2,6 kg/cm2, pemanasan dengan steam condensate dan CO2 stripping. Agar proses pemurnian berjalan dengan baik perlu dikontrol temperatur, tekanan, dan aliran CO2. Faktor yang Mempengaruhi LP Decomposer adalah:
Pengurangan supply air sebagai absorben ke absorber dan condenser. Penggunaan CO2 untuk stripping dapat beraksi dengan NH3 membentuk
karbamat yang menurunkan tekanan parsial. Larutan urea selanjutnya dikirim flash separator (FA-205) untuk memisahkan gas-gas yang masih tersisa. Larutan urea diekspansi mejadi tekanan atmosfer dan gas-gas yang terlarut akan terlepas. Gas yang terbentuk dipisahkan dalam FA-205 dan dikirim ke tahap recovery. Larutan urea dialirkan ke urea solution tank (FA-201). 3.1.3.3. Unit Recovery Gas NH3 dan CO2 yang terlepas dari tahap purifikasi diabsorpsi dalam tahap recovery menggunakan kondensat proses sebagai absorben dan direcycle kembali ke reaktor. Gas NH3 dan CO2 diabsorbsi membentuk karbamat dan aqua amoniak, dengan reaksi: 2NH3 + CO2 NH3 + H2O
NH4COONH2 + Q NH4OH + Q
Absorpsi gas dilaksanakan melalui alat-alat berikut: -
HP Absorber (EA401 A/B) LP Absorber (EA-402) Washing Column (DA-401) Berikut penjelasan detail tentang bagian-bagian tersebut:
a. HP Absorber (EA401 A/B)
Universitas Indonesia
57
Gas CO2 dan NH3 keluaran HP Decomposer (DA-201) dikontakkan absorben berupa larutan karbamat dari EA-402. Aliran gas dimasukkan pada bagian bawah dan didistribusikan melalui nozzle dan absorben dialirkan dari bagian atas. Pengontakkan menghasilkan reaksi pembentukkan karbamat dan aqua amoniak, kedua senyawa ini terlarut di dalam absorben. Proses absorbsi menghasilkan panas dan dimanfaatkan untuk pemanasan larutan urea dan produksi air panas. Gas yang tidak terabsorb dialirkan ke washing column (DA401) untuk diabsorb lebih lanjut. Agar proses absorbsi berlangsung dengan efisien hal yang perlu dikontrol adalah level, konsentrasi, teknan, dan temperatur. Faktor yang Memengaruhi Operasi HP Absorber adalah:
Pengaruh Level Level larutan dalam EA-401 menentukan waktu kontak antara absorben
dan gas. Level rendah akan menghasilkan proses absorpsi yang tidak efisien. Level tinggi akan menyebabkan sebagian absorben terbawa aliran gas. Level operasi 65-75%.
Pengaruh Tekanan dan Konsentrasi Tekanan operasi sistem HP absorber ditentukan sebesar 17,3 kg/cm2g oleh
kondisi operasi HP Decomposer. Proses absorpsi bersifat eksotermis, sehingga temperatur tinggi akan menurunkan efisiensi absorpsi dan aliran gas ke DA-401 meningkat. Dengan adanya pembentukkan karbamat dalam absorben, temperatur absorben harus dijaga agar tidak terjadi pembentukkan kristal karbamat. Pembentukkan kristal terjadi karena temperatur rendah dan ini akan menyumbat aliran larutan karbamat. Temperatur operasi dijaga pada 58-98oC. Larutan karbamat dipompa dengan carbamate pump menuju scrubber (DA-102) dan carbamate condenser (EA-102).
Pengaruh Konsentrasi NH3 dan CO2 gas dari HP decomposer diumpankan ke dalam HP Absorber
bagian bawah dengan konsentrasi sekitar 70% campuran gas terabsorpsi dan sisa NH3 dan CO2 diabsorbsi di bagian absorber.
Universitas Indonesia
58
b. LP Absorber (EA-402) Gas NH3 dan CO2 keluaran LP decomposer diabsorb dengan larutan absorben dari DA-401 kololm atas. Proses absorpsi sama dengan proses di HP absorber. Temperatur operasi dijaga di atas 40oC. Pada temperatur ini akan terjadi pembentukkan padatan karbamat. Untuk menjaga efisiensi absorbsi diperlukan waktu kontak yang mencukupi. Level operasi 64-85%, pada level ini waktu kontak untuk absorpsi mencukupi. Gas yang tidak diabsorb dialirkan.ke final absorber (DA-503) untuk diabsorb lebih lanjut. Larutan absorben dialirkan ke DA-401 kolom bawah. Kondisi operasi pada lp absorber ditentukan oleh faktor gas NH3 dan CO2 dari Lp Decompresor secara sempurna diabsorb oleh larutan yang berasal dari atas washing column. Gas CO2 dimasukan untuk menaikan kapasitas absorbsi, karena CO2 bereaksi dengan NH3 untuk membentuk amunium karbonat yang berguna untuk menurunkan tekanan uap parsial amoniak. Akibat injeksi gas CO2 kandungan air akan sedikit didalam larutan. c. Washing Column (DA-401) Washing Column berfungsi untuk mengabsorb gas-gas yang tidak terabsorb di EA-401. DA-401 terbagi atas dua kolom. Kolom bawah berfungsi mengabsorb gas keluaran EA-401B dengan menggunakan absorben dari EA-402 dan kolom atas berfungsi mengabsorb gas dari kolom bawah menggunakan kondensat proses. Gas-gas yang tidak terabsorb dibuang ke atmosfer. Faktor yang memengaruhi operasi Washing Column antara lain:
Temperatur Temperatur atas yang terlalu tinggi akan menyebabkan gas yang
keluar menganduk banyak NH3 dan CO2. Washing column meliputi bagian atas dan bagian bawah. Suhu operasi bagian atas dan bagian bawah masing- masing 49oC dan 65oC.
Tekanan Tekanan operasi yang rendah akan menyebabkan gasifikasi larutan
karbamat.
Universitas Indonesia
59
3.1.3.4. Unit Pengolahan Proses Kondensat
Gambar 3.4. Diagram Proses Kondensat (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
Tahap ini berfungsi untuk mengambil urea, gas NH3 dan CO2 yang terikut dalam uap air yang terdapat pada tahap pemekatan. Tahap ini terdiri dari dua bagian, antara lain: -
Final Absorber (DA-503) Process Condensate Stripper (DA-501) dan Urea Hydrolizer (DA502)
Berikut penjelasan detail tentang bagian-bagian tersebut: a. Final Absorber (DA-503) Uap air yang terbentuk di tahap evaporasi ditarik oleh steam ejector (EE201,501/3) dan dikondensasikan di surface condenser (EA-501/2/3). Uap air yang terkondensasi ditampung di dalam process condensate tank (FA-501). Uap yang tidak terkondensasi ditarik oleh second ejector (EE-502) dan dimasukkan ke dalam final absorber (DA-503). Di dalam absorber, gas dikontakkan dengan kondensat proses dari FA501. Dengan pengontakkan ini, uap air akan terkondensasi dan NH 3 dan CO2 terkonversi menjadi karbamat dan aqua amoniak, dengan reaksi sebagai berikut: 2NH3 + CO2
NH4COONH2 + Q
Universitas Indonesia
60
NH3 + H2O
NH4OH + Q
Gas-gas yang tidak terabsorb diventing ke atmosfer. Kondensat ditampung dalam FA-501. b. Process Condensate Stripper (DA-501) dan Urea Hydrolizer (DA-502) Di dalam kondensat proses terdapat karbamat, urea, dan aqua amoniak. Sebelum dikirim ke utilitas, senyawa-senyawa ini harus dipisahkan. Kondensat proses dari process condensate tank (FA-501) dipompakan ke kolom atas. Pada kolom atas larutan distripping menggunakan gas keluaran urea hydrolizer (DA502) dan pemanasan dengans steam. Karbamat dan aqua amoniak akan terurai menjadi NH3, CO2, dan H2O. NH4COONH2 NH4OH
2NH3 + CO2 – Q NH3 + H2O – Q
Gas yang terbentuk dari proses stripping dikirim ke LP Decomposer (DA202). Kondesat keluaran kolom atas dimasukkan ke bagian bawah kolom urea hydrolizer (DA-502). Di dalam kolom kondensat tersebut dikontakkan dengan steam dan urea yang terkandung di dalamnya akan terhidrolisis: NH2CONH2 + H2O
2NH3 + CO2 – Q
Gas proses dialirkan ke kolom atas process condensate stripper (DA501) dan kondensat dialirkan ke preheater for urea hydrolizer (EA-505) untuk memanaskan kondensat masukkan urea hydrolizer (DA-502). Kondensat selanjutnya dialirkan ke kolom bawah process condensate stripper (DA-501) dan kontak dengan steam untuk menguraikan dan memisahkan sisa-sisa urea, aqua amonia, dan karbamat. Kondensat keluar melalui bagian bawah kolom dan didinginkan pada preheater for process condensate stripper
(EA-504)
menggunakan kondensat masukkan process condensate stripper (DA-501). Kondensat yang bersih adalah kondensat yang mengandung kurang dari 5 ppm urea dan 5 ppm amoniak. Aliran kondensat yang sudah diambil panasnya kemudian ditampung di bagian pembutiran. Air dari kondensat sebagian dipompakan dengan water pump for prilling tower dari (FA-305) menuju prilling tower yang digunakan sebagai scrubber di prilling tower dan sebagian lagi dialirkan ke FB-801.
Universitas Indonesia
61
3.1.3.5. Unit Konsentrasi (concentration unit) Unit ini berfungsi untuk memekatkan larutan urea dari 70% menjadi 99,7% dengan penguapan secara vacuum. Tahap ini terdiri atas dua alat utama: -
Vacuum Concentrator (FA-202A/B) Final Separator (FA-203)
Gambar 3.5. Diagram Proses Konsentrasi dan Pembutiran (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
a. Vacuum Concentrator (FA-202A/B) Larutan urea dari FA-201 dipompakan ke dalam FA-202A. Larutan urea divakumkan meneggunakan steam ejector hingga kevakuman 125-185 mmHg (kondisi desain 150 mmHg) dengan pemvakuman akan menurunkan titik didih air. Panas untuk penguapan diperoleh dari panas reaksi pada HP absorber (EA-401B). Untuk proses penguapan air dapat berjalan denga baik diperlikan kontrol terhadap temperatur dan kecepatan vakuman. Pada tekanan vakum 150 mmHg air memiliki titik didih 80oC. Dengan penurunan titik didih air akan mempermudah pemisahan air dari larutan. Temperatur operasi dijaga di atas titik didih air. Temperatur operasi pada 81oC.
Universitas Indonesia
62
Kondisi vakum akan mempengaruhi densitas kristal. Tingkat kevakuman tinggi menurunkan titik didih air sehingga banyak air yang menguap dan densitas kristal meningkat. Peningkatan kristal terlalu tinggi dan menyebabkan penyumbatan pada pipa. Larutan dari FA-202B dengan kepekatan sekitar 84% berat selanjutnya dipanaskan pada heater for FA-202 (EA-201) menggunakan steam tekanan rendah hingga temperatur 133-134oC. Tingkat kevakuman operasi sama dengan FA-202B. Tingkat kevakuman yang tinggi akan meningkatkan konsentrasi urea, tetapi apabila terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya chocking pada aliran pipa. Sementara itu, tingkat kevakuman rendah akan menurunkan konsentrasi urea sekaligus menambah beban pada final separator (FA-203). Larutan selanjutnya dimasukkan ke dalam vacuum concentrator upper (FA-202A). Di dalalm alat ini larutan urea dipekatkan lebih lanjut hingga mencapai konsentrasi 97,9% berat. Temperatur operasi berkisar antara 133-134 oC. Temperatur terlalu rendah akan menyebabkan terjadinya chocking (penyumbatan pada pipa karena pembentukkan kristal urea), sementara temperatur yang terlalu tinggi akan mendorong terbentuknya biuret. Faktor yang memengaruhi operasi Vacuum Concentration bagian bawah (FA-202B) antara lain:
Pengaruh Kelarutan Urea Kelarutan berubah terhadap suhu, biasanya kelarutan yang tinggi terjadi
pada suhu yang tinggi pula. Jadi, kristalisasi dapat terbentuk dengan pendingin larutan jenuh.
Pengaruh suhu dan tekanan Selama operasi panas ditambahkan ke sistem untuk menguapkan air
dengan menaikkan konsentrasi urea, disamping menjaga suhu air tetap konstan. Tekanan dijaga dibawah kondisi vacuum untuk membantu penguapan air pada penurunan temperatur. Selain itu, perubahan tekanan juga berpengaruh terhadap operasi, terutama terhadap densitas kristal. Kenaikan vacuum mengakibatkan penurunan temperatur pada slurry. Dengan demikian secara tidak langsung juga akan menaikan densitas kristal dan sebaliknya. Suhu dan tekanan pada vacuum
Universitas Indonesia
63
concentrasion bagian bawah dijaga masing-masing sekitar 75-80 oC dan 140-180 mmHg abs. Sementara itu, untuk faktor yang memengaruhi operasi Vacuum Concentration bagian atas (FA-202A) dan Heater (FA-202) adalah:
Pengaruh Tekanan Tekanan operasi normal adalah 140-180 mmHg abs. Pada tahap Ini
sebagian besar air yang ada dalam larutan dari vacuum concentration bagian bawah diuapkan. Jika tekanan melebihi 300 mmHg abs maka air yang teruapkan sangat sedikit dan ini mengakibatkan konsentrasi inlet final concentrator akan lebih kecil dari 95% dan menyebabkan overload. Apabila tekanan pada tingkat pertama Terlalu rendah maka akan terlalu banyak air yang diuapkan sehingga konsentrasi larutan akan menjadi sangat tinggi dan memungkinkan pipa menjadi buntu akibat rendah maka akan terlalu banyak air yang diuapkan sehingga konsentrasi larutan akan menjadi sangat tinggi dan memungkinkan pipa menjadi buntu akibat kristalisasi.
Pengaruh Suhu Range suhu operasi sebesar 130-135oC. Jika suhu terlalu rendah
memungkinkan tekanan steam terlalu rendah atau juga terlalu banyak produk steam yang dilewatkan melalui heater, sehingga mengakibatkan penguapan kurang efektif. Namun, jika suhu operasi terlalu tinggi (>135 oC) maka jumlah kandungan biuret akan menjadi besar. b. Final Separator (FA-203) Pada bagian ini larutan urea dipekatkan hingga konsentrasi 99,7% dengan tekanan 25 mmHg. Pemekatan dilakukan dengan cara pemanasan pada final concentration (EA-202) dan pemvakuman di final separator (FA-203). Waktu pemekatan dalam FA-203 diatur dengan ketinggian level bawah vessel. Level operasi pada 70-86% dan ini tergantung pada kapasitas produksi. Level yang terlalu tinggi akan menyebabkan peningkatan pembentukkan biuret. Larutan urea dikirim ke tahap pembutiran.
Universitas Indonesia
64
Setelah dari final separator, larutan dipompa ke prilling tower dengan pompa molten urea, uap air yang dipisahkan dalam final separator diolah pada unit proses pengolahan kondensat. Faktor yang memengaruhi operasi Final Concentrator antara lain:
Tekanan Tekanan operasi FA-203 sekitar 36-48 mmHg
Tingkat kevakuman Tingkat kevakuman yang rendah meningkatkan kadar air didalam prill.
Suhu Larutan urea dalam FA-202a dipanaskan pada EA-202 menggunakan
Steam temperatur rendah dari rentang ini menyebabkan pembentukkan padatan/Kristal urea pada pipa dan vessel, karena titik leleh urea pada tekanan desain alat adalah 138oC dan titik pemadatan urea adalah sekitar 132,6oC. Jika suhu terlalu rendah, kristalisasi urea akan terjadi, dan mengakibatkan penyumbatan pada line urea prill. Tetapi temperatur terlalu tinggi akan meningkatkan pembentukkan biuret. 3.1.3.6. Unit Pembutiran (Prilling Section) Larutan urea dengan konsentrasi 99,7% berat dialirkan ke dalam prilling tower. Di dalam prilling tower larutan urea dispray, didinginkan dan dipadatkan untuk memperoleh urea prill. Dalam tahap ini terdiri atas beberapa bagian, yaitu: -
Head Tank (FA-301) dan Disitributor (FJ-301A-I) Fluidizing Cooler (FD-302) Dust Chamber (FC-302) Berikut penjelasan detail tentang bagian-bagian tersebut:
a. Head Tank (FA-301) dan Distributor (FJ-301A-I) Larutan urea dari FA-203 dipompakan ke Head tank (FA-301). Pada FA301 larutan dialirkan ke distributor (FJ-301A-I) yang berupa acoustic granulator. Pada acoustic granulator larutan urea dispray dalam bentuk tetesantetesan. Untuk menghasilkan butiran perlu dijaga temperatur dari larutan urea. Temperatur operasi dijaga pada suhu 139-140oC. Temperatur dibawah rentang ini akan
menyebabkan
chocking,
karena
larutan
urea
akan
membentuk
kristal/padatan. Temperatur lebih tinggi akan meningkatkan pembentukan biuret.
Universitas Indonesia
65
Larutan urea dialirkan dari FA-301 ke FJ-310A-I secara gravitasi maka perlu dijaga level pada FA-301. Level tangki dijaga pada level 50-70%. Level lebih rendah akan menghasilkan aliran larutan urea yang lebih kecil sehingga kualitas produk menurun. Level tinggi meningkatkan pembentukan biuret. b. Fluidizing Cooler (FD-302) Tetasan urea dari accoustic granulator didinginkan pada fluidizing cooler (FD-302) menggunakan udara dari blower (GB-302) yang terlebih dahulu dipanaskan air heater (EC-301) menggunakan steam. Temperatur adalah variabel yang perlu dikendalikan. Temperatur operasi rendah akan menghasilkan produk urea prill dibawah temperatur lingkungan. Ketika produk keluar dari proses pembutiran akan kontak dengan lingkungan, temperatur produk akan naik mencapai temperature lingkungan. Peningkatan temperatur diikuti dengan absorpsi uap air dari udara. Temperatur tinggi pendinginan tidak merata pada urea prill dan terbentuk aglomerasi. Butiran urea akan disaring menggunakan bar screen, butiran dengan ukuran diameter lebih besar dari 1,7 mm akan dilarutkan kembali di FA-302 dicampur dengan larutan pencuci dari dust chamber (FD-301). Urea prill yang memenuhi spesifikasi dispray dengan ureasoft untuk mencegah penggumpalan sebelum dikirim ke pengantongan. c. Dust Chamber (FC-302) Debu urea dari proses akan direcover pada dedusting system. Dedusting system terdiri dari dust chamber (FD-301) untuk menangkap debu, circulation pump (GB-301) dan induce fan untuk menghisap udara panas. Debu urea yang terbawa oleh udara pendingin ditangkap pada FD-301, debu yang tertangkap dicuci dengan menggunakan larutan pencuci dengan cara dispray. Pada bagian atas terdapat demister yang berfungsi untuk menahan debu dan cairan yang tidak terabsorb pada packed bed. Untuk membersihkan demister digunakan kondensat dari DA-501 yang dispray ke demister. Kedua larutan pencuci ditampung dalam tangki FD-301. Sebagian larutan dikirim ke urea soulution tank (FA-201) dan sebagian lagi dikirim ke FA-302 untuk dicampur dengan off spec urea dan disirkulasi untuk pencucian dust chamber dan demister.
Universitas Indonesia
66
3.2. Unit Amoniak 3.2.1. Bahan Baku Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan amoniak adalah gas alam dan udara. Gas alam akan menyuplai kebutuhan gas hidrogen (H2) yang akan bereaksi dengan nitrogen yang terdapat pada udara yang selanjutnya membentuk amoniak. Berikut komposisi gas alam dan udara yang diperlukan untuk memproduksi amoniak. 1. Gas Alam Pabrik amoniak pada Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik dirancang dapat memproses bahan baku gas alam dengan komposisi dan kondisi sebagai berikut. Kadar CH4
: 85,76%vol
Suhu
: 15,6°C
Tekanan
: 19,3kg/
Total S
: 25ppm
Bahan baku gas alam disuplai oleh Pertamina yang mengolah gas alam dari Pulau Kangean Madura di mana komposisi metana sebagai komponen yang dibutuhkan dalam proses steam reforming untuk membentuk H 2 adalah 98% mol gas. Komposisi metana dalam umpan yang ternyata jauh lebih besar atau murni dari pada komposisi minimum yang dapat diproses oleh pabrik amoniak pada tahap awal perancangannya. Hal ini memiliki keuntungan seperti peningkatan yield produk dan proses pemurnian gas yang lebih mudah. Berikut merupakan komposisi gas alam yang dijadikan umpan dalam pembuatan amoniak di PT Petrokimia Gresik. Tabel 3.1. Komposisi Umpan Gas Alam Nama Komponen CH4 C2H6 C3H8 iC4H10 nC4H10 iC5H12
% Mol dalam Gas 98.141 0.558 0.259 0.066 0.052 0.092 Universitas Indonesia
67
nC5H1 Nama Komponen C6 C7 CO2 N2 TOTAL 2. Udara
0.013 % Mol dalam Gas 0.036 0.2 0.362 0.471 100
Komponen udara yang diambil adalah (79% mol N2) bertekanan atmosfer. 3.2.2. Tahapan Proses Proses yang digunakan 3.1dalam pabrik ammonia adalah proses low energi “steam methane refoming” dari MW kellog dengan kapasitas produksi 445.000 ton/tahun ammonia cair. Secara garis besar pembuatan amoniak pada Pabrik Amoniak Departemen Produksi I terdiri atas 5 tahap sebagai berikut. 1. Penyediaan gas sintesa 2. Pemurnian gas sintesa 3. Sintesa ammonia 4. Refrigerasi 5. Purge gas recovery (PGRU) dan Hydrogen Recovery Unit (HRU)
Gambar 3.6. Blok Diagram Proses Produksi Amoniak (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
Universitas Indonesia
68
3.2.3. Uraian Proses 3.2.3.1. Penyediaan Gas Sintesa A. Desulfurisasi (108-DA/DB) Sebelum masuk ke proses desulfurisasi gas mengalami beberapa perlakuan, yaitu:
Pemisahan Pengotor
Gas alam digunakan sebagai bahan baku pembuatan amoniak, masih mengandung pengotor yang harus dipisahkan kandungan cairan dan padatannya menggunakan KO drum 144o F, alat ini terdiri dari distributor gas inlet, demister pada nozzle gas outlet dan pemecah vortex diatas nozzle cairan. Cairan yang telah dipisahkan dimasukkan ke tangki flash kondesat proses. Gas keluar 144o F dibagi menjadi dua aliran, yaitu untuk umpan unit sintesis gas amoniak dan bahan bakar.
Kompresi dan Pemanasan Awal
Proses ini berfungsi untuk menaikkan tekanan gas alam dari 18,3 kg/cm 2 menjadi 45,7 kg/cm2. Komponen utama yang digunakan adalah Gas Preheat Coil (101-B) yang terletak dalam zona konveksi 101-B panas gas diumpankan dari 103o C ke 35o C – 399o C dengan pertukaran panas dengan gas buang existing. Desulfurisasi merupakan langkah penghilangan senyawa Belerang (S) yang terkandung di dalam Gas bumi (Natural gas) karena Sulfur merupakan racun katalis. Dalam proses ini H2S dari 25 ppm menjadi 0,1 ppm. Ada 2 macam unsur Sulfur dalam gas bumi yaitu senyawa sulfur reaktif dan senyawa sulfur non reaktif Penghilangan sulfur memalui 2 reaktor yaitu 108-DA dan 108DB, dimana setiap reaktor berisi katalis Co-Mo dan ZnO.
Menggunakan katalis Co-Mo (Cobalt-Molybden)
Dengan menambahkan Gas H2 dari Synthesis loop, maka semua senyawa S organik baik reaktif maupun Non reaktif akan di Hidrogenasi pada katalis CoMo menjadi H2S. Life time 5 tahun, setelah melalui proses ini senyawa S yang telah di ubah menjadi H2S kembali diproses dalam katalis ZnO. Reaksi yang terjadi pada katalis Co-Mo: CH3HS + H2 → CH4 + H2S + Panas C4H4S + 4H2 → n - CH4H2O + H2S + Panas
Universitas Indonesia
69
Menggunakan katalis ZnO (Zine Oxide) Reaksi yang terjadi pada katalis ZnO:
H2S + ZnO → ZnS + H2O + Panas B. Steam Reforming (Primary Reformer 101-B) Pada proses primary reformer digunakan komponen utama, diantaranya adalah sebagai berikut :
Reformer (101-B) yang terdiri dari furnace, tube berisi katalis, riser,
dan zona konveksi. Tube radian, terdapat 224 tube radian berisi katalis yang terdapat pada 101-B. Tube tersebut diisi dengan katalis nikel oksida dengan ukuran 5/8 x 5/8 x 5/16 inchi raschig ring diatas setengah pada setiap tube reformer dan 5/8 x 5/8 x 5/16 inchi raschig ring yang diletakkan
setengah pada bagian bawah setiap tube. Total katalis 26,16 m3. Katalis nikel oksida diperlukan untuk reaksi di primary reformer. Proses primary reformer berfungsi untuk mengubah gas alam menjadi H2, CO, dan CO2. Reaksi berlangsung pada temperatur ±800oC dan tekanan 39,8 kg/cm2. Reaksi pada tube katalis primary reformer akan menghasilkan gas yang mengandung Methane ( CH4 ) ± 10 - 12 %. Reaksi ini merupakan reaksi endotermik yang mengambil panas dari reaksi pembakaran sebagian gas alam. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: CH4 + H2O ↔ CO + 3H2 CO + H2O ↔ CO2 + H2
∆H = +206,11 kJ/mol (endotermis) ∆H = -41,22 kJ/mol (eksotermis)
Ketika suhu dinaikkan maka konversi CH4 semakin besar (ke arah endotermis) juga ketika tekanan diturunkan, konversi CH4 semakin besar. Berikut ini merupakan komposisi gas keluar dari primary reformer. Tabel 3.2. Komposisi Gas Keluar Primary Reformer Nama Komponen H2 CH4 CO2 CO N2 Ar TOTAL
% Mol dalam Gas 65,76 12,17 11,26 10,23 0,58 0 100
Universitas Indonesia
70
C. Autothermal Reforming (Secondary Reformer 103-D) Dari gambar 3.6. dapat dilihat gambar diagram proses primary dan secondary reformer. Proses ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan nitrogen pada sintesis amoniak. Oksigen yang ditambahkan direaksikan dengan hidrogen pada gas proses akan menghasilkan panas yang diperlukan pada reaksi reformer. Panas gas keluaran dimanfaatkan untuk membangkitkan uap tekanan tinggi WHB (Waste Heat Boiler).
Gambar 3.7. Diagram Alir Proses pada Primary & Secondary Reformer (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
Komponen utama :
Vessel (103-D): Bejana tekan yang dilapisi dengan batu tahan api, dilengkapi dengan jaket air dan berisi katalis nikel yang diperlukan
untuk reaksi di secondary reformer. Katalis: Katalis bed terdiri dari 34,8 m3 katalis nikel. Katalis ini diletakkan diatas bed bola alumina yang berdiameter 25 mm dan dibawahnya alumina berdiameter 50 mm. Bola alumina dan katalis didukung dengan archid brick. WHB (101-C) merupakan penukar panas tipe shell and tube, bagian dalam sel dilengkapi dengan batu
Universitas Indonesia
71
tahan api dan bagian luar dengan jaket air. Gas proses mengalir
melewati shell memberikan panas ke air boiler dalam tube. Super Heater (102-C): Penukar panas tipe shell and tube, bagian dalam sel dilengkapi dengan batu tahan api dan bagian luar dengan jaket air. Gas proses mengalir melewati shell memberikan panas steam dalam tube, menghasilkan uap tekanan tinggi (superheated).
Gas dari primary reformer direaksikan lebih lanjut untuk mencapai CH 4 ±0,3% dilakukan pada bejana tekanan dilapisi batu tahan api. Panas yang diperlukan diperoleh dari pembakaran gas dengan udara luar yang sekaligus menghasilkan N2 untuk sintesis NH3. Reaksi yang terjadi di secondary reformer: 2H2 + O2 ↔ 2H2O CH4 + H2O ↔ CO + 3H2
∆H = -483,6 kJ/mol (eksotermis) ∆H = +206,14 kJ/mol (endotermis)
Berikut ini merupakan komposisi gas keluar dari secondary reformer. Tabel 3.3. Komposisi Gas Keluar Secondary Reformer Nama Komponen H2 CH4 CO2 CO N2 Ar TOTAL
% Mol dalam Gas 54,31 0,33 7,93 13,83 23,31 0,30 100
D. Shift Converter
Universitas Indonesia
72
Gambar 3.8. Diagram Alir Proses pada CO Shift Converter (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
Tahap ini merupakan tahap untuk mengubah karbon monoksida menjadi karbon dioksida. Karbon monoksida merupakan bentuk karbon yang tidak diinginkan pada proses pembuatan amoniak karena sifatnya yang beracun bagi katalis ammonia conventer. Oleh karena itu, hampir semua karbon monoksida diubah menjadi CO2 dan H2. Proses perubahan karbon monoksida menjadi karbon dioksida dilakukan dua tahapan seperti yang terdapat pada gambar 3.8. yaitu:
HTSC (High Temperatur Shift Conventer 104-D1) Untuk mereaksikan sebagian besar CO pada suhu tinggi (425°C) dengan
katalis besi (Fe2O3). Reaksinya adalah sebagai berikut: CO + H2O → CO2 + H2
∆H = -41,22 kJ/mol
(eksotermis)
Mereaksikan CO dan steam menjadi CO2 pada suhu tinggi dengan katalis Fe sebanyak 79,5 m3. Reaksi bersifat eksotermis, temperatur proses gas dalam HTSC 427°C. Gas keluar pada suhu 432°C dan tekanan 34,8 kg/cm2 dengan kadar CO outlet 3,65 %. Gas keluar didinginkan hingga suhu 204°C.
LTS (Low Temperatur Shift Conventer 104-D2)
Universitas Indonesia
73
Untuk mereaksikan sisa CO sehingga menghasilkan kadar CO yang rendah yang bisa diterima di Proses Methanasi, reaksi pada suhu 225° C, katalis tembaga. Reaksinya adalah sebagai berikut: CO + H2O → CO2 + H2
∆H = -41,22 kJ/mol (eksotermis)
Reaksi bersifat eksotermis,gas keluar pada suhu 227 ° C dan tekanan 34,5 kg/cm2 dengan kadar CO outlet 3,65 %. 3.2.3.2. Pemurnian Gas Sintesa Produk gas yang keluar dari LTS mengandung CO2, CO, H2O, CH4, Ar, H2, dan N2. Outlet LTS yang masih mengandung CO2 yang harus dihilangkan sebelum masuk Ammonia Conventer (105-D), yang berupa gas H2 dan N2. Sehingga gas-gas lain harus dipisahkan telebih dahulu. Gas CO dan CO 2 yang terdapat pada outlet LTS merupakan racun katalis ammonia converter. Oleh karena itu, harus dibersihkan dari CO dan CO2 sebelum sampai ke tahap sintesis amoniak. Pemisahan akan dilakukan dengan cara absorbsi di CO2 absorber sehingga kadar CO2 gas 600 ppm. Kemudian gas dibersihkan lebih lanjut dalam dari sisa CO dan CO2 dalam methanator dengan mereaksikan dengan gas H2 sehingga menjadi gas, methane dimana gas methane tidak meracuni katalis pada ammonia converter. A. CO2 Removal Gambar 3.9. menunjukkan diagram alir dari CO2 removal. Tahap CO2 removal terdiri dari 2 bagian yaitu CO 2 absorption dan CO2 stripper. Penghilangan gas CO2 dilakukan dengan cara absorbsi gas CO2 oleh media K2CO3 pada:
Tekanan tinggi: ± 28 – 32 kg/cm2g. Temperatur: ± 70oC Media penyerap : • K2CO3 dengan konsentrasi: 25 – 30% • DEA (Diethanol Amine) sebagai aktivator • KNO2 (Kalium Nitrit): mengontrol keadaan oksidasi dari vanadium. V+4 + KNO2 → V+5 + N2 + NO •
V2O5 sebagai Corrosion Inhibitor - Membentuk lapisan pelindung pada dinding dalam absorber - Menurunkan korosi pada pipa, vessel, dan pompa
Reaksi absorbsi pada proses CO2 Removal adalah sebagai berikut: Universitas Indonesia
74
K2CO3 + H2O + CO2 → 2KHCO3 + Panas
Gambar 3.9. Diagram Alir Proses pada Unit CO2 Removal (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
DEA menyerap sisa CO2, mengatur target operasi 0,06% CO2 pada proses gas keluar. Pemberian inhibitor vanadium akan menurunkan korosi pada pipa, vessel, dan pompa. Pelepasan CO2 dari KHCO3 dengan cara stripping pada tekanan rendah, yaitu 0,5 – 1 kg/cm 2g dengan suhu 100 – 130oC (pada suhu jenuh). Reaksi yang terjadi: 2KHCO3 → K2CO3 + H2O + CO2 Komposisi gas keluar dari proses absorbsi adalah sebagai berikut.
Tabel 3.4. Komposisi Gas Keluar CO2 Removal Nama Komponen H2 CH4 CO2 CO N2 Ar
% Mol dalam Gas 73,59 0,36 0,06 0,3 25,30 0,32
Universitas Indonesia
75
TOTAL B. Methanator
100
Gambar 3.10. Diagram Alir Proses pada Unit Methanator (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
Gambar 3.10. adalah gambar diagram alir Methanator. Fungsi methanator adalah untuk mengkonversi atau mengubah sisa CO dan CO 2 yang lolos dari tahap proses CO2 removal menjadi CH4 yang bersifat inert terhadap katalis di ammonia converter. Prosesnya berlangsung pada tekanan 32 kg/cm2g dengan suhu 315o C. Katalis yang digunakan adalah nikel (Ni) = 26,7m 3. Apabila sisa CO dan CO2 dari gas sintesis ini tidak dikonversikan menjadi CH 4, maka akan menjadi racun katalis sehingga menjadi tidak aktif saat masuk ke katalis ammonia converter.
Reaksi yang terjadi adalah: CO + 3H2 → CH4 + H2O ∆H = -206,11 kJ/mol (eksotermis) CO2 + 4H2 → CH4 + 2H2O ∆H = -164,89 kJ/mol (eksotermis) Komponen utama yang terdapat pada proses metanasi:
Universitas Indonesia
76
Methanator (106-D): Suatu bejana vertikal terdiri dari sebuah distributor gas inlet, berisi katalis nikel 26,7 m 3 dengan ukuran 5/16 x 5 x 16 inchi.
Methanator Feed, Effluent Exchanger (114-C) penukar panas tipe shell and tube dengan umpan methanator berada pada shell dan effluent melalui tube.
Methanator Effluent Cooler (115-C) penukar panas tipe shell and tube dengan effluent methanator.
Komposisi Gas yang keluar dari proses metanasi adalah sebagai berikut. Tabel 3.5. Komposisi Gas Keluar Unit Methanator Nama Komponen H2 CH4 CO2 CO N2 Ar TOTAL
% Mol dalam Gas 73,23 0,80 0 0 25,65 0,32 100
3.2.3.3. Sintesis Amoniak Pembuatan amoniak dari N2 dan H2 dengan katalis Fe2O5 sudah digunakan secara komersial sejak lebih dari 60 tahun. Reaksi pembentukan NH 3 dari N2 dan H2 mengikuti persamaan: N2 + 3H2 ↔ 2NH3 Katalis yang digunakan: Besi (Fe2O5) Disamping CO dan CO2, H2O juga bersifat racun terhadap katalis. Untuk menghilangkan H2O sebelum masuk Syn Loop dipasang Molecular Sieve Dryer yang berfungsi sekaligus untuk menyerap sisa CO2 yang masih ada. Reaksi sintesa amoniak merupakan reaksi kesetimbangan. Reaksi berlangsung pada Temperatur 500-550°C, Tekanan 179 kg / cm²g, kadar NH3 out converter 17,2%. Sisa gas yang tidak bereaksi di recycle. Gas sintesa didinginkan sampai 37 C sambil mengembunkan sebagian kecil uap air. Gas dengan suhu 37 C ditekan dengan syn gas kompresor LP case
Universitas Indonesia
77
sampai tekanan 57,6 kg/cm2, kemudian dinaikkan menjadi 102 kg/cm2. Selama pendinginan di LP, sebagian besar H2O mengembun dan sisanya dilewatkan di Molecular Sive Dryer yang sekaligus bisa menyerap sehingga keluar dari LP case, jumlah HO2 dan CO2 kurang dari 1 ppm volume. Kemudian, gas ditekan di HP case sehingga mencapai tekanan 179 kg/cm2 dan bercampur dengan aliran recycle dan masuk ke dalam converter. Gas keluar dari conventer pada suhu 459 C setelah mengalami pendinginan dengan BFW, feed gas masuk ke dalam cooling water dan akhirnya didinginkan dan diembunkan lebih lanjut di NH 3 Unitized Chiller. Sejumlah kecil dari gas yang direcycle ditarik ke purge gas recovery untuk mencengah akumulasi inert di loop dan merecover sisa NH3 di purge gas. Secara ringkas, proses yang terjadi pada tahap sintesa amoniak adalah
Synthesis Gas Compressor (103-J) Berfungsi : Mengkompresi synthesis gas pada tekanan operasi: • • • •
Pin Pout Tin Tout
= 30,5 kg/cm2 = 179,5 kg/cm2 = 37 C = 42 C
Ammonia Synthesis Berfungsi: Mereaksikan N2 dan H2 menjadi NH3 N2 + 3H2 ↔ 2NH3 • • •
∆H298 = -92,4 kal/mol
P = 179 kg/cm2 T = 500 – 550 C Katalis: Fe = 77 m3 dan life time : 5 – 10 tahun
3.2.3.4. Refrigerasi Sistem memakai 4 tingkat, kegunaannya adalah mengondensasi NH 3 di syn loop, ven gas dan purge gas serta menurunkan jumlah H2O dari gas sintesis. Sistem beroperasi pada 4 level suhu yaitu 13 o C, -1o C, -12o C, dan -33o C dan terdiri dari kompresor sentifugal 4 tingkat dengan 2 buah intercooler, refrigent condenser, refrigent receive dan evaporator. Refrigerasi dengan media amoniak digunakan untuk mengembunkan amoniak yang terkandung dalam syn loop, recovery amoniak dari purge dan flash, serta mendinginkan make up gas sebelum masuk dryer. Gambar berikut
Universitas Indonesia
78
merupakan tahapan proses sinstesis amonia yang dilanjutkan dengan tahap refrigerasi.
Gambar 3.11. Diagram Alir Proses NH3 Converter dan Refrigeration (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
3.2.3.5. Purge gas recovery (PGRU) dan Hydrogen Recovery Unit (HRU) Untuk menjaga inert gas (CH4, He, Ar) di syn loop, sejumlah kecil syn gas dikeluarkan dari sistem. Purge gas setelah di-recover kandungan NH3 dan H2-nya, kemudian inert-nya dipakai sebagai fuel gas di primary reformer. Purge Gas Recovery Unit (PGRU) me-recover NH3 dan Hydrogen Recovery Unit (HRU) me-recover H2 untuk dikembalikan ke syn loop pada tekanan 157 kg/cm2 dan suhu 45o C. Gas-gas dari HP purge gas dikirim ke HP purge gas scrubber. Flash gas dari NH3 stripper dikirim ke LP gas scrubber. Media penyerap NH3 pada scrubber ini adalah H2O. Gas ini puncak HP absorber dikirim ke separator sebagain besar N2 dan H2 dapat direcovery dan dipakai sebagai make up gas ke syn loop. Gas dari puncak LP absorber dan sisa off gas dari HRU di-recoever dan dipakai sebai bahan bakar primary reformer. Gabungan larutan dari scrubber dibawa ke stripper di bagian bawah reflux NH3.
Universitas Indonesia
79
Reflux NH3 didapat dari sistem refrigerasi, sedangkan media stripping adalah MPS NH3 vapour dari puncak stripper divent ke refrigerant condenser, diembunkan, dan di-recoveri sebagai produk.
Gambar 3.12. Diagram Alir Proses pada Purge Gas Recovery Unit (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
3.3. Unit ZA I/III 3.3.1. Bahan Baku Pupuk ZA (Zwavelzure Amoniak) juga dikenal sebagai pupuk Ammonium Sulphate. Bahan baku yang digunakan untuk membuat pupuk ZA adalah NH3 berupa gas dan H2SO4 berbentuk larutan, dengan spesifikasi:
Amoniak cair: - Kadar NH3 (min.) - H2O (max.) Larutan H2SO4: - Kadar H2SO4 (min.) - H2O (max.)
= 99,5% = 0,5 % = 98,5% = 1,5%
3.3.2. Tahapan Proses Proses yang digunakan adalah netralisasi (De Nora) dengan prinsip uap NH3 yang dimasukkan ke dalam saturator yang berisi mother liquor dan ditambah Universitas Indonesia
80
air kondensat sebagai penyerap panas hasil reaksi dengan bantuan udara sebagai pengaduk. Berikut tahapan proses pembuatan pupuk ZA beserta diagram blok: 1. 2. 3. 4.
Reaksi Netralisasi Pemisahan Kristal Pengeringan Produk Penampungan Produk
Gambar 3.13. Diagram Blok Proses Produksi Pupuk ZA (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
3.3.3. Uraian Proses Uraian proses produksi pupuk ZA secara lengkap dapat digambarkan melalui diagram alir berikut ini pada gambar 3.14.
Universitas Indonesia
81
Gambar 3.14. Diagram Alir Proses Produksi Pupuk ZA (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
3.3.3.1. Reaksi Netralisasi dan Kristalisasi Reaksi netralisasi dan kristalisasi ini terjadi dalam saturator R-301 ABCD. Reaksi ini bertujuan untuk mereaksikan gas ammonia murni (NH 3) dengan larutan asam sulfat (H2SO4) dan memekatkan ammonium sulfat yang terbentuk. Amoniak dimasukkan bersama dengan asam sulfat ke dalam reaktor (saturator) secara kontinu dengan bantuan udara sebagai pengaduk dan air sebagai penyerap panas. Saturator adalah alat utama pada proses kristalisasi yang berfungsi untuk mereaksikan amoniak dengan asam sulfat dan memekatkan amonium sulfat yang terbentuk. Reaksi pembentukan ammonium sulfat dalam saturator 2NH3 + H2SO4 (NH4)2SO4 + panas Air proses dari tangki TK-301 dialirkan ke dalam saturator ke dalam saturator R-301 ABCD dengan menggunakan pompa P-302, setelah ketinggian air ± 4,0m, uap amoniak dengan konsentrasi 99,5% berat dialirkan ke dalam saturator R-301 ABCD dengan kondisi suhu 70oC dan tekanan 3,5-5,5 kg/cm2g. Asam sulfat dari tangki TK-200 dengan konsentrasi 98,5% dipopakan ke dalam saturator R-301 ABCD pada kondisi 32oC dengan menggunakan pompa P305/P202. Udara
Universitas Indonesia
82
pengaduk yang digunakan diambil dari udara luar yang ditekan oleh kompresor, lalu dibersihkan dengan separator oil sebelum dimasukkan ke dalam saturator. Reaksi pembentukan amonium sulfat adalah reaksi eksotermis, yang menghasilkan panas ± 109,72 kkal/mol dengan penambahan uap amoniak dan asam sulfat secara terus menerus maka konsentrasi amonium sulfat yang terbentuk akan semakin meningkat dan panas yang dihasilkan juga akan semakin besar. Desain operasi saturator R-301 ABCD adalah pada 105oC dan tekanan 1 atm sedangkan reaksi selalu melepas panas ± 109,72 kkal/mol. Dengan tujuan menjaga suhu larutan amonium sulfat agar konstan ± 105oC maka air proses dari tangki TK-301 perlu ditambahkan secara terus-menerus ke dalam saturator. Temperatur dalam saturator dapat bertahan hampir konstan (105-113oC) pada kondisi normal operasi. Sebagian kecil panas ini hilang melalui dinding saturator, sebagian besar akan menguapkan air dari larutan dan dimasukkan kembali ke dalam saturator untuk menjaga temperatur konstan. Kadar impuritis di dalam larutan induk (mother liquor) harus diamati, dengan batasan Fe maksimum 10 ppm. Untuk mengikat Fe maka diinjeksikan asam fosfat. Pada suhu 105oC dan tekanan 1 atm air proses akan berubah fasa menjadi uap sehingga larutan amonium sulfat dalam saturator
akan menjadi jenuh dan
kemudian membentuk kristal amonium sulfat. Uap air proses yang terbentuk segera dialirkan keluar saturator R-301 untuk menjaga kondisi tekanan dalam saturator konstan 1 atm. Uap air
ini dikondensasikan lagi di kondensor E-301 ABCD
kemudian air kondensat yang dihasilkan, dialirkan ke dalam tangki TK-301. Tipe kondensor E-301 BCD adalah shell and tube dengan media air pendingin dari unit utilitas I dengan temperatur 30oC, air pendingin yang keluar dari kondensor harus dijaga temperaturnya tidak boleh lebih dari 50oC. Kristal amonium sulfat yang terbentuk mempunyai kecenderungan mengendap di dasar saturator, hal ini dapat mengganggu jalan keluar slurry amonium itu sendiri. Dengan tujuan untuk mengatasi hal tersebut maka udara murni bertekanan 1 kg/cm2 dan temperatur 70oC dihembuskan ke dalam saturator R-301 ABCD.
Universitas Indonesia
83
Setelah ketinggian slurry dalam saturator 3,5-4,5 m kandungan kristal amonium sulfat dalam saturator sudah mencapai 50% berat, slurry amonium sulfat dapat dialirkan keluar saturator melalui produk outlet berupa kristal yang kemudian dibawa ke unit pengeringan selanjutnya ke unit pengantongan. Larutan amonium sulfat jenuh (larutan induk)
dari
tangki
D-301
AB
dengan
konsentrasi ±50% dan temperatur 70oC juga dipompakan ke dalam saturator R301 ABCD dengan tujuan mempercepat terbentuknya kristal amonium sulfat. Untuk mendapatkan konversi yang tinggi asam sulfat dimasukkan melalui line yang selalu terendam di bagian atas saturator dengan flow sebesar ± 5,2 ton/jam dan uap amoniak dilewatkan melalui sparger di bagian bawah saturator dengan flow sebesar ± 1/3 dari flow asam sulfat. Acidity (keasaman) dijaga dengan mengatur jumlah pemasukan NH3 vapor. Acidity naik, pemasukan NH3 ditambah. Acidity turun, pemasukan NH3 vapor dikurangi. Sedangkan flow acid (asam sulfat) sudah tertentu jumlah (konstan). 3.3.3.2. Pemisahan Kristal (Centrifuge) Proses ini bertujuan untuk memisahkan Kristal ammonium sulfat yang terbentuk dari ML. Larutan amonium sulfat dalam tangki mother liquor harus dijaga suhunya pada 70oC dan dilakukan pengadukan secara kuntinyu sebelum dialirkan ke saturator R-301 ABCD dengan menggunakan pompa P-301. Produk dari saturator R-301 ABCD yang terdiri dari kristal amonium sulfat 50% berat dan sisanya larutan ammonium sulfat akan dipisahkan di centrifuge (M 301 AB). Centrifuge merupakan suatu alat pemisah antara padatan dan cairan dengan menggunakan screen yang berputar secara kontinyu. Produk slurry amonium sulfat dari saturator R-301 ABCD dilewatkan melalui Hopper D 302 AB untuk diumpankan ke centrifuge M 301 AB secara kontinyu. Kristal amonium sulfat akan tertahan pada dinding screen dan terkumpul di silinder screen. Secara kontinyu pusher bergerak maju mundur untuk mendorong kristal amonium sulfat yang terkumpul di screen ke solid discharge. Produk kristal keluar dari centrifuge M 301 AB mempunyai kandungan air sekitar 2% berat maksimum dikirim ke rotary dryer M-302 melalui belt conveyor M 303 secara kontinyu. Larutan amonium sulfat yang tertampung di dalam tangki mother liquid D 301 AB
Universitas Indonesia
84
dianalisis kadar kation-kation bebasnya. Kation-kation tersebut biasanya adalah Fe3+ yang dalam jumlah tertentu akan mempengaruhi bentuk kristal yang akan dihasilkan. Kristal amonium sulfat yang banyak mengandung ion logam tersebut biasanya berbentuk panjang seperti jarum. Kandungan kation bebas dalam larutan induk dibatasi maksimum 10 ppm. Apabila melebihi ambang batas yang ditetapkan maka ke dalam tangki mother liquor D 301 AB ditambahkan asam fosfat sehingga akan terbentuk endapan putih yang mudah dipisahkan. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Fe3+ + (PO4)3- FePO4 Butiran kristal amonium sulfat diteruskan ke belt conveyor dan screw conveyor untuk selanjutnya dibawa ke rotary dryer untuk dikeringkan. Sedangkan larutan induk dialurkan ke mother liquor tank untuk di recycle ke saturator. 3.3.3.3. Proses Pengeringan Tujuan dari tahap ini adalah mengurangi kadar air kristal amonium sulfat hingga 1,0% berat maksimal. Proses pengeringan kristal ZA di PT. Petrokimia Gresik menggunakan rotary dryer. Alat ini terdiri dari shell berbentuk silinder horizontal yang dipasang pada suatu roll, sehingga silinder dapat berputar dan kedudukannya sedikit membentuk sudut kemiringan. Pada bagian dalam silinder terdapat sekat-sekat yang arahnya mebujur sejajar sumbu silinder. Sekat ini desebut “shovel” berfungsi sebagai pengangkut butiran bahan yang akan dikeringkan pada saat silinder berputar. Pada bagian akhir belt conveyor sebelum jatuh ke screw conveyor M 307 pada permukaan kristal amonium sulfat ditambahkan larutan anti-cacking, pada ujung akhir screw conveyor dihubungkan langsung dengan bagian masuk ke rotary dryer M 302. Kristal amonium sulfat masuk ke bagian ujung yang lebih tinggi dari rotary dryer M 302 dengan kadar air maksimum 1% berat pada temperatur 70 oC keluar melalui bagian ujung yang lebih rendah karena adanya gaya gravitasi. Sebagai media pemanas adalah udara yang dipanaskan dengan heater yang sudah terangkai dalam rotary dryer tersebut. Udara pemanas akan mengalir searah dengan Kristal amonium sulfat, suhu udara pemanas masuk adalah untuk ZA I sebesar 115 oC dan ZA III sebesar 104 oC.
Universitas Indonesia
85
Kristal amonium sulfat akan mengalir keluar sebagai produk kering dengan kadar air maksimum 1% berat denan temperatur 55oC pada bagian ujung yang lebih rendah. Gerakan aliran dari kristal amonium sulfat ini disebabkan adanya putaran silinder dan kemiringan silinder. Media pemanas heater adalah Low Pressure Steam dari unit utilitas I, udara dari atmosfer akan memasuki rotary dryer disebabkan adanya hisapan atau tarikan dari Fan C 302. Udara keluar dari rotary dryer M 302 pada temperatur 60-65 oC, udara tersebut diperkirakan mengandung debu amonium sulfat. Udara keluar dari rotary dryer M 302 dilewatkan wet cyclone D 303/309 untuk menangkap debu amonium sulfat yang terbawa dalam udara pemanas. Udara pemanas yang masuk ke wet cyclone D 303/309 di spray dengan air proses, kemudian air proses dan debu amonium sulfat yang tertangkap akan mengalir ke tangki larutan ZA dan D 307. Larutan ini kemudian dialirkan ke tangki mother liquor sedangkan udara pemanas setelah melewati wet cyclone D 303/309 dilepaskan ke atmosfer. 3.3.3.4. Penampungan Product dan Pengemasan Penampungan produk bertujuan untuk menyimpan sementara kristal ZA sebelum dikemas. Krital amonium sulfat kering dengan bantuan vibrating feeder M 308 diumpankan ke bucket elevator M 306. Kemudian diangkut setinggi 16,6 m. Kristal amonium sulfat dari bucket elevator diteruskan ke belt conveyor M 309 dan dilewatkan melalui hopper D 306 dan dilewatkan kembali dalam belt conveyor M 662 AB, akhirnya ditampung dalam sebuah bin. Dari bin ini selanjutnya kristal akan masuk ke proses pengantongan. Kristal amonium sulfat dikemas dalam karung plastik dengan berat bersih 50 kg tiap karung.
Universitas Indonesia
86
BAB IV UTILITAS
4.1. Unit Utilitas Utilitas merupakan komponen penting yang menentukan kelancaran proses produksi dalam suatu pabrik serta merupakan salah satu bentuk kepedulian jajaran PT Petrokimia Gresik dalam menjaga kenyamanan masyarakat dan kelestarian lingkungan sekitar. Secara menyeluruh pabrik I memiliki dua unit utilitas, yaitu unit utilitas lama (existing) dan unit utilitas baru (service unit). Unit utilitas I merupakan unit penunjang yang bertugas mempersiapkan dan memenuhi kebutuhan operasional pabrik I, khusus berkaitan dengan penyediaan bahan baku dan bahan pembantu. Bagian utilitas I adalah bagian yang bertanggungjawab terhadap: 4.1.1. Unit Penyediaan Air Air yang digunakan PT Petrokimia Gresik disuplai dari 2 sungai, yaitu: a. Water Intake Gunungsari Hasil yang diperoleh dari Water Intake Gunungsari mempunyai spesifikasi sebagai berikut: b.
Jenis: hard water pH = 7,5 – 8,5 Total Hardness = 220 ppm sebagai CaCO3 Kapasitas = 800 m3/jam Water Intake Babat Produk yang dihasilkan dari water intake Babat mempunyai spesifikasi
sebagai berikut: -
Jenis: hard water pH = 7,5 – 8,5 Total hardness = maks. 200 ppm sebagai CaCO3 Kapasitas = 2500 m3/jam
Hard water digunakan sebagai service water, hydrant water, softening unit pabrik I, air umpan dan dikirim ke produksi II, III serta ke anak perusahaan Air, meliputi beberapa macam spesifikasi, yaitu:
Universitas Indonesia
87
1. 2. 3. 4.
Air proses (process water), yang digunakan untuk proses produksi. Air minum (drinking water), digunakan sebagai air minum dan sanitasi Air Hydrant (Hydrant water), digunakan sebagai air pemadam kebakaran. Air Demineralisasi (Demineralized Water), digunakan sebagai bahan baku
steam, pembuatan larutan kimia, dll. 5. Air pendingin (Cooling water), digunakan untuk mendinginkan mesin, proses (Heat Exchanger), dll. 6. Service water, digunakan untuk sarana house keeping. Berikut diagram blok proses penyediaan air:
Gambar 4.1. Diagram blok proses penyediaan air (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
4.1.2. Lime Softening Unit (LSU) Unit ini menampung hard water dari Water Intake Gunungsari dan Water Intake Babat di TK 951 yang mempunyai kapasitas 15.000 m 3 dan TK 1103 yang berkapasitas 17.000 m3. Tugas utama dari Lime Softening Unit ini adalah mengolah hard water dari TK 951 menjadi soft water dengan penambahan larutan kapur dan polyelectrolite. Soft water ini digunakan sebagai bahan baku air demin (demineralized water) yang diolah diunit Demin plant. Produk softwater sebesar 300-380 m3/jam. Air dari TK 951 dipompa dengan menggunakan pompa P2201 ABC, kemudian masuk ke dalam Circulator Clarifier yang bagian bawahnya dilengkapi dengan nozzle untuk menghisap lumpur-lumpur disekitarnya dan mensirkulasi ke dalam difusser, sehingga dapat membantu terbentuknya flok di dalam deflektor shift. Dengan demikian, proses ini membantu mengikat garam-garam Ca dan Mg yang terlarut dalam raw water. Dengan menginjeksikan lime maka akan menghasilkan reaksi sebagai berikut: Ca(OH)2 + Ca(HCO3)2 CaCO3 + 2H2O 2Ca(OH)2 + Mg(HCO3)2 2CaCO3 + Mg(OH)2 + 2H2O
Universitas Indonesia
88
Gambar 4.2. Proses lime softening unit (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
Penginjeksian polyelectrolitber tujuan untuk membentuk flok–flok yang lebih besar dan mudah mengendap. Sludge yang terbentuk akan di–blowdown bila mencapai 10 padatan. Jumlah padatan dijaga antara 6-8% dan dibuang secara otomatis setiap 30 menit selama 10 detik. Overflow dari circulator clarifier dilewatkan ke aquazur T filter. Filter ini berisi pasir silika dan dilengkapi dengan syphoon bertekanan vakum yang berfungsi untuk meningkatkan flow filtrat. Filter ini di-back wash dengan udara dari kompresor C 2202 AB yang dihembuskan dari bagian bawah filter sehingga kotoran yang menutupi filter akan mengalir secara overflow kesaluran pembuangan. Air produk dari unit pengolahan ini sebagian ditampung di reservoir R 2201, kemudian dialirkan ke storage tank dengan pompa P 2206 ke tangki 1201, serta dikirim ke produksi II dan III dan ke tangki TK 10 untuk dialirkan ke demin plant. 4.1.3. Coolling Tower Unit ini bertugas untuk menyediakan air pendingin dengan suhu 30-31,5 oC untuk unit utilitas dan proses. Kapasitas produksi keseluruhan adalah 23000 m3
Universitas Indonesia
89
sirkulasi dan di olah oleh Cooling tower T-1201 A. Cooling Tower ini terdiri dari 6 sel yang didesain untuk keperluan power station existing. Namun karena saat ini power station existing tidak beroperasi maka cooling tower A diinterkoneksikan dengan cooling tower amoniak untuk membantu penurunan suhu cooling water dengan flow sirkulasi 3000 m3/jam. Cooling tower T-2211A merupakan cooling water untuk pabrik Amoniak dengan flow sirkulasi 15000 m3/jam. Sementara itu, cooling tower T-2211 B merupakan cooling water untuk pabrik Urea dengan flow sirkulasi 5000 m3/jam. Dari cooling tower A, cooling water dipompa dengan menggunakan pompa P 1216 ABC ke basis T-2212 A dan sebagian lagi ke filter 1203 AB. Sedangkan dari cooling tower B, cooling water dipompa dengan pompa P 1212 ABC ke ZA I, ZA III, CO2 plant serta untuk kebutuhan AC di kantor-kantor. Air dari sirkulasi proses dengan suhu 40-43oC masuk ke menara pendingin di bagian atas, lalu jatuh ke dalam basin melalui distributor dan splashing cup (bilah pemercik) dalam bentuk butiran hujan. Udara luar masuk melalui sirip-sirip kayu yang terhisap oleh fan yang berada di puncak cooling tower dan terkontak langsung dengan air yang turun ke basin, sehingga temperatur air turun sampai 28-30oC. Air pendingin di basin harus memenuhi syarat bebas korosi, bebas kerak, bebas jamur, dan bebas bakteri. Karena hal tersebut, diperlukan penginjeksian beberapa bahan kimia berikut:
H2SO4 untuk menjaga pH 7,3-7,8. Cl2 sebanyak 0,2-0,5 ppm sebagai desinfektan untuk membunuh lumut-
lumut. Nalco 7342 untuk mengendalikan kadar PO4 agar terjaga antara 5-7 ppm. Nalco 7392 dan Nalco 73203 untuk membunuh mikroorganisme dan untuk menjaga agar mikroorganisme dan jamur yang mati tetap melayang dan tidak melekat pada tube. Zat ini diinjeksikan setiap minggu sekali. Untuk mengendalikan kadar chloride (160-200 ppm), total solid (600-800
ppm), silika (maksimum 150 ppm) dilakukan blow down secara manual. Sementara itu, untuk pabrik amoniak dan urea, terdapat unit cooling tower baru, yaitu:
Universitas Indonesia
90
T 2211 A, terdiri dari 5 sel yang digunakan untuk pendingin air pabrik
amoniak dari suhu 42 0C menjadi 32 0C. T 2211 B, terdiri dari 3 sel yang digunakan sebagai pendingin air pabrik urea dari suhu 42 0C menjadi 32 0C. Kontrol operasional dan bahan kimia yang dipakai di T 2211 AB sama dengan T 1201 ABCDEF
4.1.4. Demineralisasi Plant I/II Unit ini mengolah soft water menjadi air bebas mineral yang digunakan untuk air proses dan air umpan boiler. Air dari tangki TK 1201 dipompa dengan pompa P 1203 ABC disaring di quartzite filter F 1202 ABCD, kemudian air tersebut dialirkan ke cation exchanger D 1208 ABCD. Setelah itu air tersebut dialirkan ke begian atas degasifier D 1221 disertai dengan menghembuskan udara dari blower C 1243 (untuk menurunkan kadar O2 dan CO2) melalui bagian bawah degasifier. Dari bagian bawah degasifier, air dipompakan oleh pompa P 1241 AB ke bagian atas anion exchanger D 1209 ABCD, lalu dialirkan ke mixed bed exchanger D 1210 ABC. Produknya sebagian besar dipakai sebagai air umpan di Boiler B 1102 dan sebagian lagi ditampung di TK 12406. 4.1.4.1. Quartzite Filter Alat ini berisi gravel dan pasir yang berfungsi untuk menurunkan turbiditas soft water hingga menjadi sekitar 2 NTU. Kapasitas desain tiap vessel adalah 35 m3/jam. Namun dalam operasi dapat ditingkatkan menjadi 65 m 3/jam. Indikator kejenuhan filter dapat dilihat dari kenaikan hilang tekan dan turbiditas air. Back wash dilakukan dengan menghembuskan udara, kemudian mengalirkan soft water dari TK 1201 setelah itu dilakukan pembilasan dengan soft water tersebut.
4.1.4.2. Cation Exchanger (D 1208 ABCD) Alat ini berisi kation tipe C 300 yang berfungsi untuk mengikat ion-ion positif melalui reaksi: RH2 + 2NaCl RNa2 + 2HCl RH2 + CaCO3 RCa + H2CO3 RH2 + BaCl2 RBa + 2HCl
Universitas Indonesia
91
Resin akan jenuh setelah bekerja ± 36 jam yang ditunjukkan dengan kenaikan konduktivitas anion, FMA (Free Mineral Acid), kenaikan pH, dan Na serta total hardness yang lebih besar dari 0. Pada resin yang jenuh akan dilakukan regenerasi dengan menggunakan larutan H2SO4. Reaksi yang terjadi selama regenerasi adalah: RNa2 + H2SO4 RH2 + Na2SO4 RCa + H2SO4 RH2 + CaSO4 RBa + H2SO4 RH2 + BaSO4 Spesifikasi air yang keluar dari cation exchanger: -
pH = ± 3 FMA: konstan Total Hardness = 0 Prosedur regenerasi resin pada cation exchanger adalah sebagai berikut:
Level discharge selama 5 menit. Backwash selama 20 menit dengan menggunakan air dari quartzite filter. Level discharge selama 15 menit. Regenerasi I menggunakan H2SO4 2% volume (kemurnian 98%) dan
densitas 1,01 gr/ml selama 23 menit dengan laju alir 47 m3/jam. Regenerasi II menggunakan H2SO4 4% volume dan densitas 1,02 gr/ml
selama 22 menit dengan laju alir 23 m3/jam. Pencucian I menggunakan air quartzite filter dengan laju alir 23 m3/jam
selama 40 menit. Pencucian II menggunakan air quarzite filter dengan laju alir 27,5 m3/jam selama 2 jam.
4.1.4.3. Degasifier (D 1221) Unit ini berfungsi untuk menghilangkan gas CO2 yang terlarut di dalam air yaitu dengan cara, produk air yang keluar dari cation exchanger di–spray dari atas dan.dikontakkan dengan udara terkompresi oleh blower C 1234 dari bawah. Untuk meringankan beban kerja dari unit degasifier, maka diberi vent untuk gas– gas tersebut. 4.1.4.4. Anion Exchanger (D 1209 ABCD)
Universitas Indonesia
92
Unit ini berfungsi untuk mengikat ion-ion negatif yang terkandung dalam air dengan menggunakan resin anion Castel A 500 P. Reaksi-reaksi yang terjadi adalah: R(OH)2 + H2SO4 RSO4 + 2H2O R(OH)2 + 2HCl RCl2 + 2H2O R(OH)2 + H2CO3 RCO3 + 2H2O Resin akan menjadi jenuh setelah beroperasi ± 40 jam dengan indikasi adalah kadar silika lebih dari 0,1 ppm, pH air yang keluar menurun, serta konduktivitas menurun drastis. Reaksi-reaksi yang terjadi pada saat proses regenerasi adalah : RSO4 + 2NaOH R(OH)2 + Na2SO4 RCl2 + 2NaOH R(OH)2 + 2NaCl RCO3 + 2NaOH R(OH)2 + Na2CO3 Proses regenerasi selesai apabila kadar silika lebih kecil dari 0,1 ppm, konduktivitas maksimum 45 µS/cm, dan pH ± 9,7. Prosedur regenerasi resin pada anion exchanger adalah sebagai berikut :
Level discharge selama 5 menit. Backwash selama 15 menit dengan menggunakan air demin. Level discharge selama 5 menit. Preheating selama 15 menit dengan menggunakan air demin yang
dilewatkan pada heat exchanger hingga mencapai temperatur 50oC. Regenerasi dengan menggunakan larutan NaOH 4% selama 60 menit
dengan laju alir 15 m3/jam. Pencucian I dilakukan selama 60 menit dengan menggunakan air jenuh
demin dengan laju alir 13 m3/jam. Pencucian II dilakukan selama 90 menit dengan menggunakan air jenuh demin dengan laju alir 21,5 m3/jam.
4.1.4.5. Mixed Bed Exchanger (D 1210 ABC) Unit ini untuk mengikat sisa-sisa kation dan anion yang masih terkandung di dalam air setelah melewati cation dan anion exchanger. Tangki mixed bed exchanger berisi campuran resin kation dan anion. Karena perbedaan berat jenis, maka resin kation dan anion akan terpisah. Resin anion berada di lapisan atas dan resin kation berada di lapisan bawah. Resin pada mixed bed exchanger dapat
Universitas Indonesia
93
mengalami kejenuhan setelah beroperasi selama ± 3 bulan dengan indikasi konduktivitas terus meningkat, kadar silika lebih besar dari 0,1 ppm, total hardness lebih besar dari 0,1 ppm, dan pH cenderung naik atau turun (pada batas pH kation dan anion). Spesifikasi air yang keluar dari mixed bed exchanger adalah sebagai berikut: -
pH = 7,5 (pH cenderung akan naik terus atau turun terus) Konduktivitas > 2,0 µS/cm Kadar silica < 0,1 ppm Total Hardness = 0 Proses regenerasi Mixed Bed Exchanger sebagai berikut:
Level discharge selama 10 menit. Backwash selama 20 menit dengan menggunakan air demin. Level discharge selama 5 menit. Regenerai resin anion dengan menggunakan larutan NaOH 4% selama 60
menit dengan laju alir 8,7 m3/jam. Pencucian I dilakukan dengan menggunakan air demin selama 60 menit
dengan laju alir 7,6 m3/jam. Pencucian II dilakukan dengan menggunakan air demin selama 30 menit
dengan laju alir 25 m3/jam. Regenerasi resin anion dengan menggunakan larutan H2SO4 4% selama
55 menit dengan laju alir 6 m3/jam. Level discharge selama 5 menit. Pencucian I dengan menggunakan air demin selama 45 menit dengan laju
alir 6 m3/jam. Pencucian II dengan menggunakan air demin selama 25 menit dengan laju
alir 25 m3/jam. Level mixing resin selama 25 menit. Pencucian akhir dilakukan dengan menggunakan air demin selama 60 menit dengan laju alir 30 m3/jam. Di servis unit pabrik amoniak terdapat unit demineralisasi air dengan air
umpan yang berasal dari steam condensate dari pabrik amoniak dan unit demineralisasi di utilitas I. Unit demineralisasi ini terdiri dari carbon filter, cation exchanger, dan mixed bed exchanger (polisher). Produk unit demineralisasi ini mempunyai spesifikasi sebagai berikut: -
pH = 7 – 8 Kadar silica < 0,01 ppm Total Hardness = 0 Universitas Indonesia
94
Air ini digunakan untuk air umpan pada Waste Heat Boiler (WHB) dan air proses di pabrik amoniak dan urea. Berikut ini flow diagram demin plant I dan II.
Gambar 4.3. Flow diagram demin plant I (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
Gambar 4.4. Flow diagram demin plant II (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
Universitas Indonesia
95
4.1.5. Waste Heat Boiler (WHB)/Boiler 1102 Kebutuhan steam di Departemen Produksi I dipenuhi oleh boiler utilitas I (B 1102) dan Waste Heat Boiler (WHB). B 1102 menyediakan steam untuk keperluan proses di pabrik amoniak, ZA dan utilitas I. Pada kondisi normal operasi, pabrik amoniak mengimpor Medium Pressure Steam (MPS) dengan tekanan 45 kg/cm2 dari B 11028 sebanyak ± 75 ton/jam. Pada saat start up, kebutuhan steam akan lebih banyak lagi, lebih dari 120 ton/jam WHB memproduksi steam dengan tekanan 65 kg/cm2 sebanyak 70 ton/jam untuk keperluan start up amoniak. Bila unit amoniak beroperasi secara normal, steam produk WHB dipakai untuk unit urea. 4.1.6. GTG (Gas Turbin Generator) Kebutuhan listrik di Departemen Produksi I dipenuhi oleh Gas Turbine Generator (GTG). Pembangkit tenaga listrik di servis unit pabrik amoniak yang digunakan untuk keperluan pabrik dipenuhi dari Gas Turbine Generator (GTG) dengan kapasitas operasi normal 33 MW dan output 11,6 kV. Pada operasi normal, GTG menggunakan bahan bakar gas alam dari Pulau Kangean, Madura sebesar 14 –15 MMSCFD. Apabila terjadi penurunan laju alir gas, secara otomatis ditambahkan bahan bakar solar. Servis unit dilengkapi dengan satu buah back up diesel berkapasitas 1 MW. Gas buang yang dihasilkan oleh Gas Turbine Generator (GTG) memiliki jumlah kalori yang cukup tinggi sehingga digunakan untuk menghasilkan steam pada Waste Heat Boiler (WHB) dengan fasilitas additional firing dengan bahan bakar gas alam.
Universitas Indonesia
96
Gambar 4.5. Gas Turbine Generator (GTG) (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
Unit Utilitas I juga dilengkapi dengan 4 buah pembangkit tenaga listrik pembantu yang digunakan pada saat darurat terutama pada saat start up Departemen Produksi I. Bila ada salah satu turbin yang mati, diesel akan berjalan secara manual. Setiap diesel memiliki kapasitas desain 725 KVA, 380 V, dan 750 rpm. Turbin generator di Unit Utilitas I tersebut tidak digunakan lagi karena kurang ekonomis. 4.1.7. Drinking Water Unit ini bertugas untuk menyediakan kebutuhan air minum ke sebagian instalasi perusahaan, seperti pabrik I termasuk perumahan, yang dilayani dengan membentuk jaringan yang melingkar. Kebutuhan air minum sekitar 220 m3/jam. Jaringan yang melingkar meliputi ring utara dan selatan yang ujungnya saling bertemu. Alat yang mendukung TK 1202 AB dengan pompa P 1207 AB untuk ring utara ,sedangkan P 1207 CD untuk ring selatan. Kualitas yang diharapkan adalah: -
pH = 6,8 – 8,4 Turbidity = 5 NTU (max.) Cl2 sisa = 0,2 ppm (max.)
Universitas Indonesia
97
Berikut merupakan alur proses air minum:
Ring Utara Hard Water P-1243AB F-1204AB TK-1202A P-1207AB TK-951/191/1203
Carbon Filter
Ring Selatan Hard Water P-1243CD F-1204CD F-1205CD TK-1202B P-1240
F-1104 Carbon Filter
P-1207CD
4.1.8. Penyediaan Bahan Bakar Gas Dan Solar Bahan bakar yang dipakai pada Unit Utilitas I, adalah gas alam yang disupply dari KEI (Kangean Energi Indonesia) dari sumur TSB (Terang Sirasun Batur). 4.1.9. Unit Penyediaan Udara Instrumen Udara instrumen adalah udara bertekanan yang telah dikeringkan atau dihilangkan kandungan airnya. Udara instrumen digunakan untuk keperluan aerasi, udara campuran, menggerakkan peralatan intrumentasi (pneumatic) seperti control valve, transmitter, dan lainnya. Udara instrumen diperoleh dari udara bebas yang diambil dengan kompresor dan udara pabrik yang berasal dari kompresor udara 101 J dibagian ammonia. Udara pabrik dari kompresor 101-J masuk ke penerima udara intrumen untuk dipisahkan kandungan airnya dan sebagai penampung udara sementara pada tekanan 8 kg/cm2g. Udara kemudian masuk ke filter untuk menyaring kotorankotoran dan minyak yang terbawa, kemudian masuk melalui kerangan 4 tahap ke salah satu pengering udara. Pengeringan udara instrumen adalah tipe pressure swing heatless dan terdiri dari dua bejana yang diisi dengan bahan pengering bola alumina atau slica gel untuk menyerap air yang terkandung dalam udara sehingga memenuhi spesifikasi titk embun -40 C pada tekanan 7,0 kg/cm2g. Udara yang telah kering keluar dari pengering udara kemudian disaring kembali keluar filter. Udara instrumen dikirim ke user melewati instrumen air header. Udara instrumen tersebut bertekanan 7 kg/cm2. Adapun udara instrumen
Universitas Indonesia
98
yang bertekanan 4 kg/cm2 disuplai dari kompresor C 2231 C untuk digunakan oleh pabrik utilitas exiting, pabrik ZA I/III, pabrik CO2, dan pengantongan.
Gambar 4.6. Sistem Udara Bersih (Sumber: Materi Departemen Produksi I PT Petrokimia Gresik)
BAB V TUGAS KHUSUS II: EVALUASI PENGGUNAAN KOMPRESOR UNTUK PROSES REFRIGERASI PADA UNIT PRODUKSI AMMONIA
Universitas Indonesia
99
5.1. Pendahuluan 5.1.1. Latar Belakang Pada unit ammonia di Produksi I PT Petrokimia Gresik terdapat banyak alat untuk menjalankan serta menunjang proses produksi ammonia. Salah satu dari sekian banyak alat tersebut adalah kompresor. Kompresor adalah alat yang memiliki peranan yang cukup penting di dunia industri untuk dapat menjalankan suatu proses produksi. Pengertian dari kompresor itu sendiri adalah alat mekanik yang bertugas untuk meningkatkan tekanan fluida yang dapat dimampatkan. Tujuan utama penggunaan kompresor adalah untuk meningkatkan energi suatu fluida kompresibel dengan memberikan tekanan yang tinggi, kecepatan yang tinggi, atau dengan ketinggian yang tinggi kepada fluida. Dengan tekanan atau kecepatan yang tinggi, maka kita bisa menggunakan energi ini untuk menggerakkan sebuah benda. Pada aplikasinya, contoh utama penggunaan kompresor yang paling umum adalah pada pabrik-pabrik kimia, dimana kompresor digunakan untuk kebutuhan reaksi. Kompresor juga dapat bertugas untuk membagi-bagikan gas dan bahan bakar cair melalui instalasi pipa-pipa gas. Selain itu, kompresor banyak dipakai untuk mesin-mesin pneumatik, sedangkan yang menjadi satu kesatuan dengan mesin adalah turbin gas, mesin pendingin dan lainnya. Kompresor mampu digunakan baik sebagai penghasil udara bertekanan atau sebagai satu kesatuan dari mesin-mesin. 5.1.2. Rumusan Masalah Pada kompresor, terdapat fenomena surge dan stonewall yang harus dihindari. Surge dan stonewall terlihat melalui grafik. Surge merupakan fenomena ketidakstabilan yang terjadi pada saat laju alir rendah. Fenomena ini dapat terlihat pada kurva karakteristik kompresor. Surge melibatkan keseluruhan sistem, bukan hanya kompresor, yakni semua kumpulan komponen yang dilewati oleh aliran masuk (upstream) dan keluar (downstream) dari fluida .Kompresor tidak dapat mencapai tekanan keluar sedemikian rupa sehingga terjadi serangkaian aliran balik. Sementara itu, choke merupakan fenomena penyumbatan, atau bisa disebut dengan efek dinding batu, atau sering juga disebut sebagai stonewall
Universitas Indonesia
100
effect. Efek ini merugikan kompresor karena membatasi kapasitas kompresor Kondisi choke disebabkan oleh laju alir membatasi gas yang melalui mata impeller pertama. Laju aliran ini selalu lebih besar dari disain dan biasanya tidak akan terjadi di bawah 115-120% rated capacity. Kecepatan maksimum dibatasi oleh bilangan Mach (kecepatan suara) dari gas. Secara teori, efek choke akan terjadi pada harga ini, tetapi prakteknya biasanya adalah membatasi disain pada bilangan Mach 0,80 hingga 0,90. Dibawah ini merupakan contoh dari kurva head vs flow dari suatu kompresor yang menunjukkan garis surge dan stonewall. Jika operating point kompresor melewati surge line, maka kompresor akan mengalami masalah surge. Begitu pula dengan stonewall.
Gambar 5.1. Contoh dari kurva head vs flow suatu kompresor (Sumber:
Hanlon, Paul C. 2001. Compressor Handbook. McGraw-Hill Companies, Inc.)
Selain itu diperlukan peninjauan kepada kompresor apakah kompresor terssebut pada kondisi nyata di lapangan telah bekerja sesuai dengan desain atau ratign yang telah dibuat untuk kompresor tersebut. Karena itu, diperlukan simulasi untuk membandingkan input dari rating yang telah ada dengan data-data yang didapatkan dari kondisi yang ada di lapangan untuk dapat mengevaluasi peforma dan kondisi dari kompresor.
Universitas Indonesia
101
5.1.3. Tujuan Tujuan dari evaluasi kompresor ini adalah:
Mengetahui apakah pada kompresor yang ada telah beroperasi dengan
baik. Meninjau apakah kompresor yang ada mampu bekerja tanpa mengalami
gangguan yang kerap terjadi pada kompresor seperti surge dan stonewall. Melihat apakah pada kondisi lapangan kompresor telah bekerja sesuai dengan desiain atau rating kompresor tersebut.
5.1.4. Manfaat Manfaat dari evaluasi kompresor ini adalah:
Mempelajari kompresor secara menyeluruh mulai dari cara kerja dan keadaan-keadaan yang harus dihindari pada kompresor (surge dan
stonewall) Mampu membuat simulasi untuk kompresor sebagai cara untuk
membandingkannya menggunakan data dari rating dengan data lapangan. Mengevaluasi peforma dan kondisi dari kompresor berdasarkan hasil
simulasi yang dilakukan dengan data rating dan data lapangan. Memberikan rekomendasi dan masukan pada unit produksi apabila kompresor yang ada tidak mampu beroperasi dengan baik,
5.2. Tinjauan Pustaka Pada pabrik atau industri kimia, diperlukan banyak alat-alat yang dirancang dan dipasang untuk memastikan bahwa proses produksi berjalan dengan baik, salah satunya adalah kompresor. Kompresor merupakan alat mekanik yang bertugas untuk meningkatkan tekanan fluida yang dapat dimampatkan (compressible fluid), yaitu gas atau udara. Kompresor memiliki tujuan utama untuk meningkatkan energi suatu fluida yang dapat dimampatkan (compressible fluid) dengan memberikan tekanan yang tinggi, kecepatan yang tinggi, atau dengan ketinggian yang tinggi kepada fluida tersebut sesuai dengan hukum Bernoulli. Dengan tekanan atau kecepatan yang tinggi, maka kita bisa menggunakan energi ini untuk menggerakkan sebuah benda.
Universitas Indonesia
102
Gambar 5.2. Contoh gambar dari kompresor (Sumber:images.google.com)
Penggunaan kompresor sangatlah penting di dunia industri, contoh yang paling umum adalah pada pabrik-pabrik kimia untuk kebutuhan reaksi. Kompresor juga bertugas untuk membagi-bagikan gas dan bahan bakar cair melalui instalasi pipa-pipa gas. Kompresor mampu digunakan baik sebagai penghasil udara bertekanan atau sebagai satu kesatuan dari mesin-mesin. Kompresor juga dapat menjadi satu kesatuan dengan mesin adalah turbin gas, mesin pendingin dan lainnya. Selain itu, kompresor banyak dipakai untuk mesinmesin pneumatik. Secara singkat, fungsi utama dan pendukung kompresor antara lain: -
Untuk memompa pendingin melalui sistem pendingin.
-
Untuk menekan gas pendingin dalam sistem sehingga dapat terkondensasi menjadi cair dan menyerap panas dari udara atau air yang sedang didinginkan atau dingin.
-
Mengirim tenaga berupa udara untuk peralatan pneumatik dan peralatan pengangkat yang bekerja, secara pneumatik
-
Mengirim dan membagikan gas seperti pada pipa gas dan bahan bakar cair
-
Menyediakan udara bertekanan tinggi seperti pada mesin otomotif
-
Meningkatkan sistem tekanan untuk membantu reaksi kimia.
5.3. Metodologi Dalam mengerjakan evaluasi kompresor yang telah digunakan pada pabrik ammonia, dilakukan beberapa langkah secara terstruktur dan sistematis sebagai
Universitas Indonesia
103
metodologi untuk mencapai hasil yang diharapkan. Secara singkat metodologi dalam menyelesaikan masalah pada tugas ini dijelaskan pada bagan berikut ini: Mengambil data rating kompresor (kondisi inlet kompresor, kurva kompresor)
Melakukan simulasi dengan input data rating ke software (kondisi inlet kompresor dan kurva kompresor)
Melihat %error hasil simulasi terhadap data rating (power, efisiensi politropik, kondisi outlet kompresor)
Melihat posisi operating point pada kurva kompreosor hasil data rating untuk mengecek apakah terjadi surge atau stonewall
Mengambil data kondisi lapangan kompresor dari DCS (kondisi inlet kompresor, kurva kompresor)
Melakukan simulasi dengan input data DCS ke software (kondisi inlet kompresor dan duty pendingin pada sistem)
Membandingkan output simulasi berupa power kompresor dengan power kompresor dari data rating
Mencari data lain yang memiliki korelasi dengan power kompresor pada hasil simulasi dan data rating, membandingkannya dan membuktikannya dengan rumus power kompresor
Melihat posisi operating point pada kurva kompreosor hasil input data DCS untuk mengecek apakah terjadi surge atau stonewall
Gambar 5.3. Metodologi penyelesaian masalah tugas khusus (Sumber:Dokumen pribadi)
Metodologi yang dilakukan adalah dengan simulasi menggunakan software UniSim Design (Free Trial) untuk mensimulasi dan menganalisis proses-
Universitas Indonesia
104
proses kimia dengan segala macam senyawa-senyawa yang terlibat dan peralatanperalatan proses yang terkait, dengan hasil yang cukup akurat. Berikut tampilan awal UniSim Design (Free Trial) yang akan menjalankan simulasi ini.
Gambar 5.4. Tampilan UniSim Design (Free Trial) (Sumber:Dokumen pribadi)
Sistem yang akan disimulasikan adalah sistem refrigerasi ammonia. Sistem refrigerasi ini memakai 4 tingkat kompresor. Kegunaan dari sistem ini adalah untuk mengondensasi NH3 di syn loop, ven gas dan purge gas serta menurunkan jumlah H2O dari gas sintesis. Sistem beroperasi pada 4 level suhu yaitu 13 oC, -1 oC, -12 oC, dan -33 oC. Sistem ini terdiri dari kompresor sentifugal 4 tingkat dengan 2 intercooler, refrigent condenser, refrigent receive dan evaporator. Refrigerasi dengan media amoniak digunakan untuk mengembunkan amoniak yang terkandung dalam syn loop, recovery amoniak dari purge dan flash, serta mendinginkan make up gas sebelum masuk dryer. Dibawah ini merupakan skema proses kompresi ammonia yang akan disimulasikan.
Universitas Indonesia
105
Gambar 5.5. Gambar skema dari proses kompresi ammonia pada pabrik ammonia (Sumber:DCS Produksi I PT Petrokimia Gresik)
Untuk mengevaluasi sistem refrigerasi ini, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat skema proses yang menggunakan kompresor yang akan dievaluasi. Seperti yang telah dijelaskan, pada proses ini terdapat 4 stage kompresor untuk mengkompresi ammonia, dilengkapi dengan pendingin berupa dua unit heat exchanger jenis shell and tube, dengan kode 167-C dan 128-C untuk menurunkan suhu ammonia yang naik setelah dikompresi. Pada aliran masuk ke kompresor stage kedua, ketiga, dan keempat terdapat aliran ammonia tambahan yang secara otomatis menambah laju alir ammonia yang dikompresi. Skema aliran dengan data-data kondisi-kondisi yang sesuai dengan rating dijelaskan dibawah ini. Pada aliran input awal masuk kompresor pada 1st stage, laju alir ammonia sesuai rating adalah sebesar 11.440 kg/hr, dengan suhu -32,8 oC dan tekanan 1,04 kg/cm2. Setelah dikompresi, suhu dan tekanan ammonia berubah menjadi 43,2 oC dan 2,69 kg/cm2. Discharge dari kompresor pada 1st stage ini mendapatkan aliran tambahan sebelum mencapai 2nd stage berupa ammonia dari 120 CF dengan laju alir 7694 kg/hr, dengan kondisi suhu -11,7 oC dan tekanan 2,74 kg/cm2. Hal ini membuat laju alir discharge ammonia bertambah menjadi 19.134 kg/hr. Kondisi
Universitas Indonesia
106
suhu dan tekanannya mengalami penurunan menjadi 22,5 oC dan 2,66 kg/cm2. Aliran ini menjadi input untuk kompresor pada 2nd stage. Memasuki 2nd stage, ammonia dikompresi lagi sehingga tekanan keluaran naik menjadi 4,43 kg/cm2, dan secara otomatis suhunya juga naik menjadi 67,8 o
C. Untuk suhu sebesar itu diperlukan pendingin berupa heat exchanger (167-C)
untuk menurunkannya agar suhu menjadi tidak lebih tinggi lagi. Aliran ammonia discharge dari 2nd stage memasuki heat exchanger 167-C yang bertipe shell and tube ke dalam shell-nya. Sementara pendingin yang digunakan adalah air (cooling water) dengan laju alir sebesar 66.285 kg/hr dan bersuhu 32 oC yang ditempatkan pada sisi tube. Pada heat exchanger, dengan pressure drop dari shell dan tube masing-masing sebesar 0,23 dan 0,7 kg/cm2, suhu ammonia dapat diturunkan menjadi 37 oC, sementara suhu cooling water naik menjadi 37,2 oC. Setelah itu aliran ammonia mendapatkan aliran ammonia tambahan dari 120 CF dengan laju alir sebesar 18.315 kg/hr, dan kondisi suhu dan tekanan masing-masing sebesar 0,6 oC dan 4,25 kg/cm2. Laju alir ammonia menjadi 37.449 kg/hr, dengan suhu dan tekanan masing-masing menjadi 18,2 oC dan 4,05 kg/cm2. Aliran tersebut dikompresi pada 3rd stage, membuat kondisi suhu dan tekanan menjadi masing-masing 67,8 oC dan 7,22 kg/cm2. Suhu yang terlalu tinggi membuat
diperlukannya
lagi
pendingin
berupa
heat
exchanger
untuk
mendinginkannya. Heat exchanger yang digunakan adalah heat exchanger 128-C dengan tipe shell and tube. Pendingin yang digunakan adalah air (cooling water) dengan suhu 32 oC dan laju alir yang cukup besar, yaitu 152.525 kg/hr. Pada heat exchanger, dengan pressure drop dari shell dan tube masing-masing sebesar 0,35 dan 1,05 kg/cm2, suhu ammonia dapat diturunkan menjadi 37 oC, sementara suhu cooling water naik menjadi 37 oC. Aliran ammonia kembali mendapatkan aliran tambahan berupa ammonia dari 120 CF dengan laju alir sebesar 27.051 kg/hr, dengan kondisi suhu dan tekanan masing-masing sebesar 13,3 oC dan 6,96 kg/cm2. Hal itu membuat laju alir ammonia menjadi bertambah besar lagi, yaitu sebesar 64.500 kg/hr, dengan suhu dan tekanan masing-masing menjadi 27,6 oC dan 7 kg/cm2. Aliran tersebut dikompresi pada 4th stage, membuat kondisi suhu dan tekanan menjadi lebih tinggi lagi, masing-masing sebesar 102 oC dan 15,27 kg/cm2.
Universitas Indonesia
107
Setelah mempelajari proses dan perubahan-perubahan kondisi pada proses tersebut (laju alir, suhu, tekanan), dilakukan simulasi dengan UniSim Design (Free Trial) dengan awalmya dilakukan penginputan data berupa kondisi inlet awal kompresor pada 1st stage berupa suhu, tekanan dan laju alir massa. Selain itu, kondisi suhu, tekanan, dan laju alir massa stream tambahan dari 127 CF juga diinput, begitu juga suhu awal dan akhir dari cooling water pada pendingin jika memakai sistem heat exchanger. Selanjutnya,
data-data
dari
kurva
kompresor
dimasukkan
untuk
menghitung stream keluaran dari kompresor (temperatur, tekanan, dan laju alir massa), dimana akan terhitung juga power (kW) kompresor. Terdapat dua kurva kompresor pada masing-masing RPM, yaitu head vs flow dan efisiensi politropik vs flow, dimana kurva tersedia untuk masing-masing speed, yaitu pada speed 8.798 RPM, 9.316 RPM, 9.833 RPM, 10.276 RPM, serta 10.790 RPM. Data dari kurva tersebut ditafsirkan dalam bentuk tabel untuk diinput dalam UniSim Design (Free Trial). Di bawah ini merupakan menu untuk input data kurva flow, head, dan efisiensi politropik dam alah satu kurva head vs flow dan efisiensi politropik vs flow yang diubah dalam bentuk data-data.
Gambar 5.6. Menu untuk input data kurva flow, head, dan efisiensi politropik (Sumber:Dokumen pribadi)
Universitas Indonesia
108
Gambar 5.7. Salah satu kurva kompresor yang akan diubah menjadi data-data (Sumber:Departemen PPE PT Petrokimia Gresik)
Hasil simulasi dengan rating diperbandingkan antara data power (kW), laju alir massa inlet (kg/hr), kondisi stream masuk dan keluaran kompresor yaitu suhu (oC) dan tekanan (kg/cm2), serta efisiensi politropik (%). Setelah itu dihitung error hasil simulasi dengan data rating yang telah ada, apakah perhitungan pada simulasi yang telah dikerjakan sudah akurat atau tidak. Kita juga melihat kurva kompresor pada UniSim Design (Free Trial) yaitu kurva flow (kg/hr) vs head (m) dan mengecek operating point nya pada masing-masing kompresor, apakah kompresor tersebut mengalami surge/stonewall atau tidak. Setelah menvalidasi dan menyatakan bahwa simulasi yang dilakukan telah menghitung dengan cukup akurat, langkah selanjutnya adalah memasukan data real yang ada di lapangan ke dalam simulasi yang didapatkan dari DCS Produksi I. Data tersebut antara lain data kondisi inlet dari masing-masing kompresor berupa suhu, tekanan, dan laju alir massa inlet ke kompresor tersebut, serta duty
Universitas Indonesia
109
pendingin aliran ammonia. Selanjutnya dilakukan perbandingan hasil antara simulasi input data dari DCS dengan rating. Perbandingan hasil data dari DCS dengan rating dilakukan dengan membandingkan antara lain power (kW), laju alir massa inlet (kg/hr), kondisi stream masuk dan keluaran kompresor yaitu suhu ( oC) dan tekanan (kg/cm2) serta efisiensi politropik (%), kemudian dihitung errornya. Selanjutnya, sama dengan perbandingan simulasi dengan rating, perlu dicek pula operating point pada masing-masing kompresor, apakah kompresor tersebut mengalami surge/stonewall atau tidak. 5.4. Hasil dan Pembahasan 5.4.1. Pengecekan Simulasi Proses Refrigerasi Ammmonia dengan Rating Kompresor Seperti yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya, langkah pertama yang dilakukan adalah membuat skema proses refrigerasi ammonia yang akan disimulasikan pada UniSim Design (Free Trial). Berikut merupakam gambar skema proses tersebut yang digambarkan melalui UniSim Design (Free Trial).
Gambar 5.8. Simulasi skema proses refrigerasi ammonia (Sumber:Dokumen pribadi)
Skema proses pada gambar 6.5. digambarkan dengan adanya aliran ammonia yang dikompresi dengan 4 tingkatan, dilengkapi dengan heat exchanger setelah kompresi tingkat kedua dan ketiga. Setelah diinputkan data rating denagn data-data yang telah disebutkan pada sub-bab sebelumnya, simulasi berjalan dan menunjukkan hasil perhitungannya. Hasil perhitungan yang muncul pada UniSim Design (Free Trial) dilampirkan pada gambar berikut.
Universitas Indonesia
110
Gambar 5.9. Hasil simulasi skema proses refrigerasi ammonia dengan data rating (Sumber:Dokumen pribadi)
Dari hasil simulasi tersebut diambil data-data pada tiap kompresor yang telah terhitung untuk diperbandingkan dengan data rating yang tetap dan dibuat error yang dihasilkan. Hasil perbandingannya dijabarkan melalui tabel berikut:
Tabel 5.1. Perbandingan hasil simulasi dengan data rating tetap pada 1st Stage. Parameter Power (kW) Laju alir massa (kg/hr) Tekanan inlet (kg/cm2) Suhu inlet (oC) Tekanan outlet (kg/cm2) Suhu outlet (oC) Efisiensi politropik (%)
Hasil Simulasi 515 11440 1,04 -32.80 2,63 46,87 76,56
Data Rating 540 11440 1,04 -32.80 2,69 43,20 76,80
Error (%) 4,63 0 0 0 2,23 8,50 0,32
Tabel 5.2. Perbandingan hasil simulasi dengan data rating tetap pada 2nd Stage. Parameter
Hasil Simulasi
Data Rating
Error (%)
Universitas Indonesia
111
Power (kW) Laju alir massa (kg/hr) Tekanan inlet (kg/cm2) Suhu inlet (oC) Tekanan outlet (kg/cm2) Suhu outlet (oC) Efisiensi politropik (%)
527,9 19134 2,63 23,43 4,34 71,42 76,97
553 19134 2,66 22,50 4,43 67,80 77,70
4,54 0 1,13 4,13 2,05 5,34 0,94
Tabel 5.3. Perbandingan hasil simulasi dengan data rating tetap pada 3rd Stage. Parameter Power (kW) Laju alir massa (kg/hr) Tekanan inlet (kg/cm2) Suhu inlet (oC) Tekanan outlet (kg/cm2) Suhu outlet (oC) Efisiensi politropik (%)
Hasil Simulasi 1166 37449 4.11 18.56 7.41 73.92 78.78
Data Rating 1167 37449 4.05 18.20 7.22 70.70 77.70
Error (%) 0.09 0 1.46 1.98 2.69 4.55 1.39
Tabel 5.4. Perbandingan hasil simulasi dengan data rating tetap pada 4th Stage. Parameter Power (kW) Laju alir massa (kg/hr) Tekanan inlet (kg/cm2) Suhu inlet (oC) Tekanan outlet (kg/cm2) Suhu outlet (oC) Efisiensi politropik (%)
Hasil Simulasi 2836 64500 6.95 26.96 15.33 106.30 77.56
Data Rating 2854 64500 7.00 27.60 15.27 102.30 77.50
Error (%) 0.63 0 0.74 2.32 0.39 3.91 0.08
Pada hasil diatas dapat dilihat bahwa persen kesalahan/error yang didapatkan pada hampir semua parameter yang diukur rata-rata mengeluarkan hasil dibawah 5%. Hasil tersebut sudah cukup baik untuk simulasi. Dengan acuan hasil perbandingan tadi dapat diambil kesimpulan bahwa simulasi yang telah dibuat tersebut cukup valid dan akurat jika digunakan untuk mensimulasi proses ini dengan data input yang berbeda. Selain itu dilakukan pula pengecekan apakah terjadi surge pada kompresor, dengan kurva head vs flow dan efisiensi politropik vs flow pada UniSim Design (Free Trial).
Universitas Indonesia
112
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.10. Kurva head vs flow pada pada 1st stage (data rating) (Sumber:Dokumen pribadi)
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.11. Kurva head vs flow pada 2nd stage (data rating) (Sumber:Dokumen pribadi)
Universitas Indonesia
113
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.12. Kurva head vs flow pada 3rd stage (data rating) (Sumber:Dokumen pribadi)
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.13. Kurva head vs flow pada 4th stage (data rating) (Sumber:Dokumen pribadi)
Universitas Indonesia
114
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.14. Kurva efisiensi politropik vs flow pada 1st stage (input data rating) (Sumber:Dokumen pribadi)
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.15.Kurva efisiensi politropik vs flow pada 2nd stage (input data rating) (Sumber:Dokumen pribadi)
Universitas Indonesia
115
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.16.Kurva efisiensi politropik vs flow pada 3rd stage (input data rating) (Sumber:Dokumen pribadi)
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.17. Kurva efisiensi politropik vs flow pada 4th stage (input data rating) (Sumber:Dokumen pribadi)
Pada hasil kurva head vs flow dan efisiensi vs flow pada keempat tingkat kompresor hasil simulasi dengan data rating diatas, terlihat bahwa operating point pada tiap kompresor terletak pada posisi yang jauh dari surge line dan stonewall line, dan tidak melewati kedua garis tersebut. Dari hasil yang didapatkan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa data rating kompresor tidak bermasalah dan jika keempat tingkat kompresor berjalan sesuai dengan data rating, kompresor tersebut tidak akan mengalami surge dan stonewall yang merugikan operasi kompresor.
Universitas Indonesia
116
Hal ini terlihat dari operating point keempat tingkat kompresor yang tidak melewati atau berada pada surge line dan stonewall line. 5.4.2. Evaluasi Kompresor pada Proses Refrigerasi Ammonia dengan Kondisi di Lapangan. Setelah melakukan pengecekan kemampuan simulasi dan didapatkan hasil bahwa simulasi telah akurat dan dapat berjalan dengan baik, dilakukan pengecekan terhadap data real dari lapangan yang didapatkan dari DCS Produksi I. Data yang didapatkan merupakan kondisi stream berupa laju alir massa, suhu dan tekanan pada tiap-tiap stream yang diukur secara continuous setiap 1 jam sekali setiap hari. Daya yang diambil merupakan data selama satu pekan di awal bulan Juli 2016, yaitu pada tanggal 1 Juli 2016 pukul 00.00 hingga tanggal 7 Juli 2016 pukul 23.00. Masing-masing data dari rentang tanggal tersebut dirataratakan, dan dijadikan input untuk simulasi pada UniSim Design (Free Trial). Data-data tersebut dirangkum dalam tabel berikut. Tabel 5.5. Rata-rata data lapangan Produksi I pada sistem refrigerasi ammonia Parameter Laju alir massa (kg/hr) Suhu (oC) Tekanan (kg/cm2)
Stream #1 8176,89 -31,86
Stream #2 Stream #3 7666,84 25447,94 -11,06 1,91 1,03
Stream #4 18076,65 16,28
Tabel 5.6. Data lapangan untuk duty pendingin pada sistem refrigerasi ammonia Nama Pendingin 167-C 128-C
Duty (Gcal/hr) 0,24 0,47
Untuk data lapangan pendingin yang diperoleh, didapatkan data berupa duty dengan satuan Gigakalori per jam. Untuk adanya opsi lain dalam simulasi dengan memanfaatkan data duty, heat exchanger pada simulasi dapat digantikan dengan cooler. Pada trial perbandingan antara hasil keluaran antara heat exchanger dengan cooler yang telah dilakukan, hasil yang didapatkan akan tidak terlalu berbeda jauh karena stream keluaran akan mengikuti hasil dari duty. Berikut merupakan gambar skema proses dan hasil simulasi yang telah dilakukan.
Universitas Indonesia
117
Gambar 5.18. Skema proses hasil input data DCS (heat exchanger) (Sumber:Dokumen pribadi)
Gambar 5.19. Skema proses hasil input data DCS (cooler) (Sumber:Dokumen pribadi)
Pada simulasi menggunakan heat exchanger maupun cooler didapatkan hasil yang sama persis. Hal ini menandakan bahwa kondisi stream ammonia yang didinginkan akan mengikuti duty yang diinput baik dalam heat exchanger maupin cooler. Jadi pemilihan unit pendingin dapat dipilih heat exchanger maupun cooler, dengan perbedaan bahwa pada heat exchanger akan terlihat kondisi dari stream fluida pendingin pada input atau outputnya. Setelah mendapatkan hasil
Universitas Indonesia
118
dari input dengan data real kondisi lapangan dari DCS, dilakukan perbandingan antara
hasil
simulasi
DCS
dengan
rating.
Parameter-parameter
yang
diperbandingkan sama dengan yang diperbandingkan oleh hasil simulasi rating dengan data rating tetap yang telah dilakukan. Perbandingan tersebut dapat dilihat melalui tabel-tabel berikut. Tabel 5.7. Perbandingan simulasi data DCS dengan data rating pada 1st Stage Parameter Power (kW) Laju alir massa (kg/hr) Tekanan inlet (kg/cm2) Suhu inlet (oC) Tekanan outlet (kg/cm2) Suhu outlet (oC) Efisiensi politropik (%)
Simulasi 422,20 8.176,89 1,03 -31,86 3,02 59,26 79,18
Rating 540 11.440 1,04 -32,80 2,69 43,20 76,80
Tabel 5.8. Perbandingan simulasi data DCS dengan data rating pada 2nd Stage Parameter Power (kW) Laju alir massa (kg/hr) Tekanan inlet (kg/cm2) Suhu inlet (oC) Tekanan outlet (kg/cm2) Suhu outlet (oC) Efisiensi politropik (%)
Simulasi 477,30 15.843,7
Rating 553
3 2,80 25,36 4,88 77,78 78,93
19.134 2,66 22,50 4,43 67,80 77,70
Tabel 5.9. Perbandingan simulasi data DCS dengan data rating pada 3rd Stage Parameter Power (kW) Laju alir massa (kg/hr)
Simulasi 1.305 41.291,6
Rating 1.167 37.449
Universitas Indonesia
119
2
Tekanan inlet (kg/cm ) Suhu inlet (oC) Tekanan outlet (kg/cm2) Suhu outlet (oC) Efisiensi politropik (%)
7 4,65 20 8,51 76,53 79,64
4,05 18,20 7,22 70,70 77,70
Tabel 5.10. Perbandingan simulasi data DCS dengan data rating pada 4th Stage Parameter Power (kW) Laju alir massa (kg/hr) Tekanan inlet (kg/cm2) Suhu inlet (oC) Tekanan outlet (kg/cm2) Suhu outlet (oC) Efisiensi politropik (%)
Simulasi 2.620 59.368,3
Rating 2.854
2 7,68 42,83 16,28 121,30 79,99
64.500 7 27,60 15,27 102,30 77,50
Pada hasil perbandingan diatas, untuk efisiensi politropik yang diperbandingkan, terlihat hasil efisiensi input DCS lebih besar dari data rating. Hal tersebut menunjukan bahwa dengan kondisi real pada lapangan yang memiliki suhu dan tekanan inlet-outlet yang cukup berbeda, keempat tingkat kompresor masih dapat bekerja dengan efisiensi politropik yang lebih besar dari efisiensi yang dihitung berdasarkan input data rating dari kompresor tersebut. Lalu pada power yang dihasilkan dengan input data lapangan dari DCS, secara total dihasilkan sebesar 5964,50 kW. Hasil simulasi data DCS tersebut lebih kecil dari data rating, yaitu power total sebesar 5114 kW. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan laju alir massa pada kompresor tersebut. Pada simulasi data lapangan dari DCS, total laju alir massa yang dikompresi adalah sebesar 59.368,32 kg/hr. Sementara itu, pada data rating diketahui total laju alir massa yang dikompresi adalah sebesar 64.500 kg/hr. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh efisiensi politropik pada hasil simulasi data DCS yang lebih kecil dari rating pada masing-masing tingkat kompresor, dimana rata-rata efisiensi politropik pada hasil simulasi data DCS adalah sekitar 79,44&, sementara pada data rating diketahui sebesar 77,43%.
Universitas Indonesia
120
Terlihat bahwa power yang dikeluarkan oleh kompresor berbanding lurus dengan total laju alir gas yang dikompresi oleh kompresor, serta berbanding terbalik dengan efisiensi kompresor. Kondisi tersebut sesuai dengan rumus power pada kompresor, yaitu: Power=
( Mass of Gas per Unit Time )(∆ h per Unit Mass) … … … (6.1) ( Efficiency)( Energy Conversion Factor)
Berikut tabel summary hasil total power, laju alir, dan efisiensi politropik: Tabel 5.11. Perbandingan data power hasil simulasi data DCS dengan data rating. Power (kW) 1st Stage 2nd Stage 3rd Stage 4th Stage Overall
DCS 422,20 477,30 1.305 2.760 4.964,50
Rating 540 553 1.167 2.854 5.114
Tabel 5.12. Perbandingan total laju alir massa hasil simulasi data DCS dengan data rating. Laju alir massa (kg/hr) Overall
DCS 59.368,32
Rating 64.500
Tabel 5.13. Perbandingan efisiensi politropik hasil simulasi data DCS dengan data rating. Efisiensi politropik (%) 1st Stage 2nd Stage 3rd Stage 4th Stage Overall
DCS 79,18 78,93 79,64 79,99 79,44
Rating 76,80 77,70 77,70 77,50 77,43
Selain itu dilakukan pula pengecekan apakah pada kondisi real terjadi surge pada kompresor, dengan kurva head vs flow dan efisiensi politropik vs flow pada UniSim Design (Free Trial). Pengecekan tersebut perlu dilakukan karena menyangkut dengan kelancaran proses, dimana surge dan stonewall merupakan kondisi kompresor yang tidak diinginkan. Hal tersebut membuat pada evaluasi
Universitas Indonesia
121
kompresor ini juga harus dilihat apakah dengan kondisi real di lapangan yang berbeda pada data rating kompresor tersebut mengalami surge dan stonewall atau tidak. Berikut merupakan kumpulan kurva head vs flow dan efisiensi politropik vs flow pada simulasi dengan input data lapangan dari DCS.
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.20. Kurva head vs flow pada 1st stage (simulasi data DCS) (Sumber:Dokumen pribadi)
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.21. Kurva head vs flow pada 2nd stage (simulasi data DCS) (Sumber:Dokumen pribadi)
Universitas Indonesia
122
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.22. Kurva head vs flow pada 3rd stage (simulasi data DCS) (Sumber:Dokumen pribadi)
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.23. Kurva head vs flow pada 4th stage (simulasi data DCS) (Sumber:Dokumen pribadi)
Universitas Indonesia
123
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.24. Kurva efisiensi vs flow pada 1st stage (simulasi data DCS) (Sumber:Dokumen pribadi)
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.25. Kurva efisiensi vs flow pada 2nd stage (simulasi data DCS) (Sumber:Dokumen pribadi)
Universitas Indonesia
124
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.26. Kurva efisiensi vs flow pada 3rd stage (simulasi data DCS) (Sumber:Dokumen pribadi)
Surge Line
Stonewall Line
Gambar 5.27. Kurva efisiensi vs flow pada 4th stage (simulasi data DCS) (Sumber:Dokumen pribadi)
Hasil kurva head vs flow dan efisiensi vs flow keempat tingkat kompresor hasil simulasi dengan data DCS memperlihatkan operating point pada tiap kompresor terletak pada posisi yang jauh dari surge line dan stonewall line, dan tidak melewati kedua garis tersebut. Dari hasil yang terlihat ini dapat ditarik
Universitas Indonesia
125
kesimpulan bahwa pada kondisi real di lapangan, sejauh ini masing-masing kompresor dari tingkat 1 hingga 4 yang disimulasikan tersebut tidak mengalami problem surge dan stonewall yang merugikan operasi kompresor. Hal ini terlihat dari operating point keempat tingkat kompresor yang tidak melewati atau berada pada surge line dan stonewal line.
6.5. Kesimpulan Pada evaluasi terhadap kompresor empat tingkat di sistem refrigerasi ammonia yang telah selesai dilakukan ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan: 1. Simulasi kompresor yang telah dibuat cukup akurat dan valid untuk digunakan dalam menjalankan simulasi proses refrigerasi ammonia dengan data input yang berbeda. 2. Keempat tingkat kompresor tidak akan mengalami surge dan stonewall jika berjalan sesuai dengan data dari rating kompresor tersebut. 3. Pada kondisi real di lapangan berdasarkan data dari DCS Pabrik I, keempat tingkat kompresor dapat bekerja dengan efisiensi politropik yang lebih besar dari data input rating kompresor tersebut. 4. Pada kondisi real di lapangan berdasarkan data dari DCS Pabrik I, keempat tingkat kompresor mengeluarkan power yang lebih kecil dari data input rating kompresor tersebut, yang disebabkan laju alir massa total gas yang dikompresi pada kondisi real lebih kecil dari data laju alir massa dari rating, dimana kondisi tersebut sesuai dengan rumus power kompresor. 5. Pada kondisi real di lapangan berdasarkan data dari DCS Pabrik I, keempat tingkat kompresor tidak mengalami problem surge dan stonewall.
Universitas Indonesia
126
DAFTAR PUSTAKA Campbell, John M. 1992. Gas Conditioning and Processing: Equipment Modules, Volume 2. Oklahoma: Campbell Petroleum Series. Hanlon, Paul C. 2001. Compressor Handbook. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Universitas Indonesia