KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan Kehadlirat Illahi Rabbi, yang telah memberikan kenikmatan, Rakhmat serta Hidayah Nya kepada kita sekalian, sehingga penulisan Buku Laporan Akhir Penyusunan Inventarisasi Potensi SDA dan LH di Provinsi Banten ini dapat diselesaikan. Laporan Akhir Penyusunan Inventarisasi Potensi SDA dan LH di Provinsi Banten ini, berisikan uraian tertulis dari Konsultan, mengenai: -
Bab I, Pendahuluan yang mengutarakan tentang maksud, Latar Belakang, Maksud, tujuan dan Sasaran dari studi.
-
Bab, II, Gambaran Umum Wilayah Studi, yang menguraikan tentang penjabaran secara dini berdasarkan studi literatur mengenai potensi kondisi dan permasalah untuk kegiatan agro di wilayah Kabupaten Purwakarta.
-
Bab III, Metodelogi Pendekatan, Bagian ini menjabarkan tentang pendekatan studi dalam penanganan pekerjaan.
-
Bab IV, Rencana Pelaksanaan Kerja, bab ini menjabarkan tentang langkahlangkah yang akan dilaksanakan dalam penyelesaian pekerjaan serta jadwal penugasan tenaga ahli yang terlibat.
-
Bab V, Penutup, bab ini menjabarkan tentang langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam penyelesaian pekerjaan serta jadwal penugasan tenaga ahli yang terlibat.
Sebagai penutup, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi Penyusunan Inventarisasi Potensi SDA dan LH di Provinsi Banten ini. Banten, November 2015 PT. HEGAR DAYA
i
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................... I-1 1.2 Tujuan Dan Sasaran ............................................................. I-5 1.3 Penerima Manfaat................................................................. I-6 1.4 Keluaran .............................................................................. I-7 1.5 Ruang Lingkup Kegiatan........................................................ I-7 1.6 Capaian Kinerja ................................................................... I-8 1.6.1 Keluaran (out put) ...................................................... I-8 1.6.2 Hasil (income) ............................................................ I-8 1.6.3 Manfaat (benefit) ........................................................ I-8 1.6.4 Dampak ..................................................................... I-8 1.7 Metodologi Pendekatan ......................................................... I-9 1.8 Pelaporan .......................................................................... I-10 1.9 Sistimatika Laporan Pendahuluan ........................................... I-10
BAB II GAMBARAN UMUM 2.2
Kondisi Umum...................................................................... II-1 2.1.1 Kondisi Fisik dan Geografis .......................................... II-1 2.1.2 Pemerintahan ............................................................. II-2 2.1.3 Sarana dan Prasarana ................................................. II-5 2.1.4 Ekonomi dan Kependudukan........................................ II-6 2.1.5 Transportasi ............................................................... II-9
2.2
Potensi Unggulan Kawasan ................................................... II-14
2.3
Perencanaan tata Ruang Wilayah .......................................... II-17
2.4
Dasar Hukum....................................................................... II-22
ii
2.5
Klasifikasi Sumber Daya Alam ............................................... II-29
BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI 3.1
Pendekatan Studi ................................................................ III-2
3.2
Metodologi Pelaksanaan........................................................ III-3 3.2.1 Penetapan Tujuan Inventarisasi Potensi Potensi SDA dan LH di Provinsi Banten ............................................ III-4 3.2.2 Pengembangan Komoditas Berbasis SDA dan LH .......................................................................................... III-5 3.2.3 Pengembangan Sumber Daya Manusia ......................... III-6 3.2.4
Pengembangan
Lembaga
Pengembangan
Potensi SDA dan LH di Provinsi Banten ................................. III-7 3.2.5 Pengembangan Sarana Prasarana .............................. III-8 BAB IV RENCANA KERJA 4.1
Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan ...........................................IV-1 4.4.1 Tahapan Persiapan .................................................... IV-1 4.4.2 Tahapan Pengumpulan Data dan Informasi .................. IV-2 4.4.3 Tahapan Analisis Data .................................................. IV-2 4.4.4 Tahapan Finalisasi....................................................... IV-3
4.2
Tahapan Pelaksanaan Pekerjaan ...........................................IV-3
BAB V PENUTUP
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tabel Kabupaten/Kota di Wilayah Provinsi Banten ................. II-5 Tabel 4.1 Rencana Kerja .................................................................... IV-1 Tabel 4.2 Penugasan Tenaga Ahli ........................................................ IV-3
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2-1
Peta Wilayah Provinsi Banten........................................
Gambar 2-2
Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten
II-2
(KP3B) Yang Merupakan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten di Kota Serang .................................... II-4 Gambar 2-3
Pariwisata Sebagai Salah Satu Indikator Penggerak Ekonomi Provinsi Banten ............................................. II-7
Gambar 2-4
Jalur Transportasi Sebagai Urat Nadi Perekonomian Provinsi Banten ...........................................................
II-11
Gambar 2-5
Pelabuhan Merak .........................................................
II-13
Gambar 2-6
Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta Yang Berada di Provinsi Banten.............................................
II-14
Gambar 2-7
Potensi Sumber Daya Alam di Provinsi Banten................
II-15
Gambar 2-8
Potensi Lingkungan Hidup Provinsi Banten Berupa Ekosistem Jaringan Sungai Yang Bermuara Ke Selat Sunda.........................................................................
II-16
Gambar 2-9
Peta Jenis Lahan Dan Kesesuaian Lahan........................
II-21
Gambar 3-1
Kerangka Pikir Kajian ...................................................
III-10
v
Bab I PENDAHULUAN
1.1.
DASAR HUKUM
1. UU no 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. UU no 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten 3. Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 4. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 5. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah 6. Undang–Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air 7. Undang–Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 8. Undang–Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau–Pulau Kecil 9. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Dan Kerusakan Laut. I-1
1.2.
LATAR BELAKANG
Dalam rangka mewujudkan pengendalian pemanfaatan SDA, pengendalian kerusakan dan pencemaran serta pelestarian fungsi lingkungan hidup, UU Nomor
32/2009
memandatkan
perlu
diperkuatnya
perencanaan
perlindungan dan pengelolaan LH (RPPLH). Rencana perlindungan dan pengelolaan LH terdiri dari empat muatan, yaitu: (1) pemanfaatan dan/atau pencadangan sumber daya alam; (2) pemeliharaan dan perlindungan kualitas dan/atau fungsi lingkungan hidup; (3) pengendalian, pemantauan, serta pendayagunaan dan pelestarian sumber daya alam; dan (4) adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim. Untuk memperkuat perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tersebut, UU Nomor 32/2009 memandatkan bahwa untuk menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan LH harus berbasis ekoregion yang mempertimbangkan karakteristik wilayah. Ekoregion adalah geografis ekosistem, artinya pola susunan berbagai ekosistem dan proses di antara ekosistem tersebut yang terikat dalam suatu satuan geografis. Penetapan ekoregion menghasilkan batas (boundary) sebagai satuan unit analisis dengan mempertimbangkan ekosistem pada sistem yang lebih besar. Penetapan ekoregion tersebut menjadi dasar dan memiliki peran yang sangat penting dalam melihat keterkaitan,
interaksi,
interdependensi
dan
dinamika
pemanfaatan
berbagai sumberdaya alam antar ekosistem di wilayah ekoregion. Pendistribusian sumber daya laut dan proses ekologi yang berakibat pada pendistribusian ini tidak mengikuti batasan adminsitratif. Di
atas
semuanya itu, unit-unit biofisik dan ekologi harus ditinjau untuk mencapai strategi konservasi yang efektif. WWF bertujuan untuk mencapai konservasi global dalam ruang lingkup yang jelas yang disebut ekoregion.
I-2
Ekoregion merupakan daratan atau perairan yang besar yang berisi spesies-spesies, komunitas alam dan kondisi lingkungan yang bersatu secara nyata dalam sebuah lingkup geografis. Batasan-batasan sebuah ekoregion tidak tetap atau tidak pasti, tetapi lebih mencakup sebuah area dimana proses ekologi dan evolusi yang penting dapat berinteraksi secara erat. Adapun kriteria utama yang dipakai untuk mengidentifikasi sebuah ekoregion adalah: 1. Adanya area geografi yang nyata 2. Adanya komunitas alam dan spesies yang khas (terutama ikan-ikan karang) 3. Kondisi lingkungan (seperti arus, temperatur permukaan laut, kadar garam, dan kedalaman laut. Penyusunan Inventarisasi Potensi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup di Provinsi Banten dengan memperhatikan keragaman dan karakteristik fungsi ekologis, kepadatan penduduk, sebaran potensi SDA, kearifan lokal dan aspirasi masyarakat serta perubahan iklim. Analisis berbasis
ekoregion
yang
mempunyai
karakteristik
tertentu,
akan
memperkuat dalam mewujudkan pula arah penekanan perbedaan Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pulau-pulau besar maupun kepulauan yang mempertimbangkan aspek darat dan laut. UU Nomor 32/2009 memberi peluang besar untuk mengelola lingkungan hidup dan sumberdaya alam secara lebih efektif. Hal ini akan memperkuat pula perencanaan pembangunan nasional dan wilayah, terlebih secara mandat dalam UU Nomor 32/2009. Secara prinsip, pendekatan ekoregion juga bertujuan untuk memperkuat dan
memastikan
terjadinya
koordinasi
horisontal
antar
wilayah
administrasi yang saling bergantung (hulu-hilir) dalam pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang mengandung persoalan
I-3
pemanfaatan, pencadangan sumber daya alam maupun permasalahan lingkungan hidup. Selain itu, pendekatan ekoregion mempunyai tujuan agar secara fungsional dapat menghasilkan Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pemantauan dan evaluasinya secara bersama antar sektor dan antar daerah yang saling bergantung, meskipun secara kegiatan operasional pembangunan tetap dijalankan sendiri-sendiri oleh sektor/dinas dan wilayah administrasi sesuai kewenangannya masingmasing. Dasar pendekatan ini juga akan mewujudkan penguatan kapasitas dan kapabilitas lembaga (sektor/dinas) yang disesuaikan dengan karakteristik dan daya dukung sumber daya alam yang sedang dan akan dimanfaatkan. Provinsi Banten adalah salah satu daerah pemekaran yang dulu termasuk dalam wilayah Karesidenan Banten Provinsi Jawa Barat dan terbentuk melalui Undang-undang No. 23 Tahun 2000. Pada awalnya, Provinsi Banten terdiri dari empat kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Lebak Tangerang, Serang dan dua kota yaitu Kota Tangerang dan Kota Cilegon. Dalam perkembangannya terjadi pemekaran wilayah, Kabupaten Serang menjadi Kabupaten Serang dan Kota Serang. Selanjutnya, Kabupaten Tangerang dimekarkan menjadi Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Sehingga, Provinsi Banten saat ini terdiri dari empat kabupaten dan empat kota. Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa dan berjarak sekitar 90 km dari DKI Jakarta serta memiliki luas sebesar 9.662,92 km2 atau sekitar 0,51% luas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayahnya berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat di sebelah timur, Laut Jawa di sebelah utara Samudra Hindia di sebelah selatan, dan Selat Sunda di sebelah barat. Dengan demikian, Provinsi Banten mempunyai posisi yang strategis yaitu sebagai jalur penghubung darat antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. I-4
Sebagian wilayahnya pun yaitu Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan menjadi hinterland bagi Provinsi DKI Jakarta. Satuan
ekoregion
di
provinsi
Banten
adalah:
Dataran
Rendah,
Pegunungan Blok Patahan, Vulkanik, dan Perbukitan Karst. Satuan ekoregion
dataran
rendah
berada
di
daerah
wilayah
Kabupaten
Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon dan Kabupaten Pandeglang dengan morfologi datar, kemiringan lereng 0-8%. Satuan Ekoregion Blok Patahan berada di sebagian wilayah Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak, yang cenderung berbukit dengan kemiringan lereng dominan lebih dari 37%. Satuan Ekoregion Vulkanik di Provinsi Banten dapat dijumpai di sebagian wilayah Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, dengan kondisi topografi bergunung, yaitu dengan kelerengan 40%. Satuan Ekoregian Karst di Provinsi Banten terletak di Kabupaten Lebak dan Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang. Saat ini sudah disusun peta dan deskripsi ekoregion pulau/kepulauan dan laut yang merupakan satu kesatuan ekoregion dengan skala 1: 500.000 mencakup Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau Papua, Kepulauan Bali Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku serta dikelilingi oleh 18 Ekoregion Laut. Mengacu pada kewenangan dalam pemerintahan, RPPLH terdiri dari RPPLH Nasional, RPPLH Provinsi dan RPPLH Kabupaten/Kota. Sehubungan dengan hal tersebut, tentunya akan diperlukan tingkat kedetilan informasi ekoregion yang berbeda. Dengan demikian peta dan deskripsi ekoregion yang saat ini ditetapkan pada skala 1: 500.000 akan digunakan untuk dasar penyusunan RPPLH Nasional. Selanjutnya berdasarkan peta ekoregion skala 1:500.000, akan disusun peta ekoregion skala 1:250.000 untuk penyusunan RPPLH Provinsi dan skala 1:100.000 untuk penyusunan RPPLH Kabupaten serta 1:50.000 untuk penyusunan RPPLH Kota. Untuk kepentingan tersebut, saat ini KLH
I-5
sedang menyusun Norma, Standar, Pedoman, dan Kriteria Penyusunan Ekoregion skala 1:250.000 sampai dengan skala 1:50.000. Sehubungan dengan hal tersebut, pada tahun 2015 BLHD Provinsi Banten bermaksud untuk menyusun Penyusunan Inventarisasi Potensi SDA dan LH di Provinsi Banten, yang akan berfungsi sebagai bahan/data awal untuk penyusunan berikutnya yaitu RPPLH Provinsi. 1.3.
KONSEP
Metodologi
pendekatan
dalam
melaksanan
kegiatan
Penyusunan
Inventarisasi Potensi SDA dan LH di Provinsi Banten ini di lakukan dengan melalui pendekatan sebagai berikut : 1. Tahapan persiapan pelaksanaan kegiatan : a. Melakukan pengumpulan studi literature terkait Penyusunan Inventarisasi Potensi SDA dan LH di Provinsi Banten, b. Menginventarisir kebutuhan data, informasi, peta-peta dan dokumen-dokumen penunjang studi antara lain dokumen perencanaan, c. Menyusun jadwal kegiaan dan pengerahan tenaga ahli dan asisten ahli serta tenaga administrasi perusahaan, d. Persiapan survey lapangan 2. Tahapan pelaksanaan kegiatan studi : a. Menyusun bahan literature dan studi-studi terkait, b. Mengumpulkan data-data dan informasi yang diperlukan, baik data sekunder maupun data primer, c. Melakukan analisis dan interpretasi peta yang sudah dikumpulkan, d. melakukan proses pemetaan terhadap data dan informasi yang sudah dianalisis sebelumnya berupa; peta tata ruang, penggunaan
lahan,
produksi
pertanian,
perdagangan,
I-6
industri, jasa-jasa, prasarana dan sarana, kelembagaan masyarakat dan pemerintah daerah, e. Melakukan analisis wilayah berupa analisis tata ruang, kesesuaian lahan, pergerakan barang dan jasa, perencanaan wilayah, f. Melakukan analisis kebutuhan dukungan prasarana pada setiap zona rencana pemanfaatan lahan yang meliputi; penetapan zonasi, penetapan pusat agropolis, penetapan sektor unggulan, penetapan komoditi/produk unggulan serta dukungan kelembagaan masyarakat dan pemerintah, g. Penyusunan rencana pengembangan (master plan) kawaan agropolitan Provinsi Banten, 1.4.
RUANG LINGKUP PEKERJAAN
Untuk
memperoleh
data
dan
informasi
mengenai
Penyusunan
Inventarisasi Potensi SDA dan LH di Provinsi Banten secara lengkap, maka dilakukan serangkaian kegiatan antara lain: 1. Pertemuan pendahuluan tentang rencana kerja jasa konsultan dengan penanggung jawab kegiatan 2. Pelaporan awal dan presentasi 3. Survey lapangan 4. Pengumpulan data primer dan sekunder 5. Evaluasi dan pengolahan data 6. Presentasi laporan akhir 7. Pelaporan akhir 1.5.
TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan dari kegiatan ini adalah terinventarisasi Potensi SDA dan LH di Provinsi Banten dengan mempertimbangkan kesamaan karakteristik bentang alam, Daerah Aliran Sungai (DAS), iklim, flora dan fauna, sosial I-7
budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat. Hasil inventarisasi lingkungan hidup ini untuk memperkuat Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Provinsi Banten. Sasaran dari kegiatan terinventarisasinya Ekoregion Banten Berdasarkan Potensi dan Ketersediaaan Sumber Daya Alam yang dapat digunakan : 1. Sebagai data dan informasi yang berisi inventarisasi lingkungan hidup yang diantaranya sebagai referensi untuk memperkaya analisis dalam penyusunan dan kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) maupun tata ruang
sehingga prinsip pembangunan
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dapat diwujudkan; 2. Sebagai salah satu alat penunjang yang membantu para pengambil keputusan
(eksekutif
dan
legislatif),
pengusaha,
LSM
dan
masyarakat luas karena melalui inventarisasi wilayah ekoregion Banten akan diperoleh isu-isu permasalahan lingkungan yang terjadi; 3. Untuk memperoleh gambaran fenomena dampak lingkungan di Banten; 4. Untuk memperoleh gambaran kawasan sensitif yaitu seperti daerah yang rawan kebencanaan; 5. Sebagai salah satu bahan dalam merekomendasikan arah kebijakan dan strategi pengelolaan lingkungan dan tata ruang di Banten melalui gambaran dan kondisi potensi ketersediaan sumber daya alam; 6. Membantu dalam menentukan daya dukung dan daya tampung serta cadangan sumber daya alam secara ekonomis.
I-8
1.6.
PENERIMA MANFAAT
Penerima manfaat dari kegiatan Penyusunan Inventarisasi Potensi SDA dan LH di Provinsi Banten ini adalah semua pemangku kepentingan meliputi pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. 1.7.
KELUARAN
Keluaran dari kegiatan ini adalah: 1. Inventarisasi permasalahan lingkungan; 2. Inventarisasi potensi dan ketersediaan sumber daya alam; 3. Inventarisasi fenomena dampak lingkungan. 4. Inventarisasi potensi kerawanan fisik; 5. Inventarisasi kerawanan sosial; 6. Inventarisasi kerawanan lingkungan di beberapa kawasan andalan;
1.8.
CAPAIAN KINERJA
Capaian kinerja kegiatan rencana inventarisasi SDA dan Lingkungan Hidup Provinsi Banten terdiri dari keluaran (output), outcome (hasil), benefit (manfaat), dan dampak (impact). 1.8.1. Keluaran (output) Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini disajikan dalam buku laporan hasil kajian dengan materi utama yang dilaporkan adalah : a.
Album Peta dan bahan material lainnya.
1.8.2. Hasil (outcome) Hasil yang diharapkan dari kajian ini adalah :
I-9
a.
Terindentifikasinya potensi SDA dan LH di wilayah studi;
b.
Terindentifikasinya kebutuhan sarana dan prasarana pendukung potensi SDA dan LH di Provinsi Banten.
1.8.3. Manfaat (benefit) Manfaat yang diharapkan dari studi ini adalah : a.
Tersedianya rencana pengembangan potensi SDA dan LH yang terpadu dan terprogram;
b.
Tersedianya panduan program pembangunan potensi SDA dan LH di Provinsi Banten.
1.8.4. Dampak (impact) Dampak yang diharapkan dari studi ini adalah : a.
Meningkatnya koordinasi program dan kegiatan instansi terkait dalam pengembangan sarana dan prasarana pendukung potensi SDA dan LH wilayah di kawasan studi.
b.
Meningkatnya produktifitas SDA dan LH Provinsi Banten,
c.
Meningkatnya kesejahteraan masyarakat Banten.
1.9
SISTEMATIKA LAPORAN AKHIR
Laporan Akhir ini terdiri dari beberapa bagian yang menjabarkan substansi dan teknis pekerjaan sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Dalam bab satu akan dibahas mengenai latar belakang, maksud dan tujuan, target dan sasaran, ruang lingkup pekerjaan, produk yang dihasilkan, dan sistematika pelaporan.
I-10
BAB II Metode Penelitian Dalam bab ini berisikan tentang metode penelitian yang dilakukan pada pelaksanaan Penyusunan Inventarisasi Potensi SDA dan LH di Provinsi Banten. BAB III Kondisi Umum Provinsi Banten Dalam Bab ini berisi tentang Gambaran Umum Wilayah Studi, memaparkan tentang kondisi umum wilayah studi meliputi kondisi fisik dam geografis, penggunaan lahan, kondisi kependudukan, kondisi perekonomian, , kondisi sosial budaya, kondisi prasarana dan sarana, serta sektor unggulan kawasan. BAB IV Hasil Inventarisasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Provinsi Banten Dalam bab ini berisi tentang hasil inventarisasi sumberdaya alam utama yang terdapat di propinsi Banten seperti tanah, air, hutan, mineral dan batubara, migas dan perikanan. BAB V Pemetaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Provinsi Banten Dalam bab ini berisi tentang hasil pemetaan dari Sistem informasi Geografis terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup Provinsi Banten. Bab VI. Penutup Dalam bab ini berisi mengenai kesimpulan dan rekomendasi.
I-11
Bab II METODOLOGI PEKERJAAN
Pendekatan dan metodologi yang dimaksudkan adalah bagaimana metode konsultan menyelesaikan kegiatan pekerjaan dengan waktu dan tenaga yang ada sesuai yang ditentukan dalam Kerangka Acuan pekerjaan ini. Dalam uraian pendekatan dan metodologi ada 3 hal penting yang saling berkaitan : 1. Teori atau Metode yang akan diterapkan. 2. Kebutuhan Tenaga dan Peralatan yang diperlukan 3. Waktu yang tersedia Tiga point diatas agar terujud perlu cara atau metode untuk mengaturnya (manajemen), untuk itu harus dirinci apa saja kegiatannya, dan bagaimana langkah-langkah penyelesaiannya, agar selesai dalam waktu yang telah ditentukan (waktu pelaksanaan kontrak).
II-1
Dimulai dengan mengetengahkan aspek sasaran dari studi ini yang selanjutnya
mengantarkan
kepada
usulan
metodologi
yang
akan
diterapkan, maka disajikan pula disini penjabaran rinci dari pendekatan penugasan dalam bentuk rencana kerja, struktur manajemen, aktivitas dan pekerjaan. Sesuai dengan sasaran studi yaitu dengan menggunakan suatu kerangka pendekatan komprehensif, dengan maksud agar sasaran tersebut dapat tercapai. Pendekatan komprehensif melibatkan suatu rentang alternatif metodologi yang telah diidentifikasi oleh konsultan memiliki potensi yang tinggi untuk diterapkan pada masing-masing pekerjaan. 2.1.
PENDEKATAN STUDI
Inventarisasi sumberdaya alam merupakan kegiatan penting dalam pengelolaan (management) sumberdaya alam. Inventarisasi sumberdaya alam dilakukan untuk mengetahui karakteristik sumberdaya, jenis yang dapat
dimanfaatkan,
potensi
dan
ketersediaannya,
penguasaan,
pengetahuan pengelolaan, bentuk kerusakan, konflik dan penyebab konflik akibat pengelolaan sumberdaya alam. Inventarisasi sumberdaya alam yang baik, akurat dan handal merupakan salah satu faktor kunci dalam mendukung keberhasilan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diundangkan pada tanggal 3 Oktober 2009 (selanjutnya disingkat UU 32/2009) mengamanatkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lebih baik, melalui Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) di setiap tingkatan,
baik
nasional,
provinsi
maupun
kabupaten/kota
yang
memerlukan dukungan hasil inventarisasi sumberdaya alam yang baik.
II-2
Inventarisasi sumberdaya alam di tingkat nasional, selama ini dilakukan oleh kementrian yang terkait dengan sumberdaya alam tertentu, yaitu kehutanan, Pertanian (Hortikultur, Pangan, Peternakan), Kelautan dan Perikanan, Energi dan Sumber Daya Mineral, Air Tanah, dan Air Permukaan. Di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dilakukan oleh instansi nasional di provinsi, kabupaten/kota dan instansi provinsi, kabupaten/kota yang
juga
sektoral.
Badan
Pusat
Statistik
Indonesia,
Provinsi,
Kabupaten/Kota melakukan penyajian data sumberdaya alam secara tabular
dan
Badan
Koordinasi
Survey
dan
Perpetaan
Nasional
(Balosurtanal) menyajikan data spasial tematik. Namun data tabular dan spatial (peta) yang selama ini disajikan belum cukup memadai untuk mendukung pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan. Diduga data yang disajikan berbasis wilayah administratif pemerintahan belum cukup memadai untuk memehami keterkaitan sumberdaya yang melintas batas-batas wilayah administrasi pemerintahan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 memandatkan inentarisasi dan kajian sumberdaya alam berdasarkan satuan ekosistem sumbedaya alam, yaitu ekoregion. Unit ekoregion yang digunakan diharapkan mampu memberikan gambaran keterkaitan antar sumberdaya alam yang berada di setiap wilayah administratif. 2.2
PERAN INVENTARISASI SUMBERDAYA ALAM
Inventarisasi sumberdaya alam dalam UU No 32/2009 dimaksudkan untuk menyediakan data dan informasi bahan kajian dalam penentuan ekoregion sebagai unit perencanaan, dan sebagai dasar dalam menentukan daya dukung dan daya tampung ekoregion tersebut. Daya dukung dan daya tampung ekoregion dan dengan memperhatikan kajian lingkungan hidup strategis merupakan dasar bagi penyusunan rencana pemanfaatan dan pencadangan sumberdaya alam, serta penataan ruangan yang dituangkan dalam Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH)
II-3
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Peran inventarisasi sumberdaya alam sangat strategis dan penting. Secara diagramatik, peran inventarisasi sumberdaya alam dalam RPPLH disajikan dalam Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Diagram Peran Inventarisasi Sumberdaya Alam Dalam RPPLH
2.3
MAKNA
PELAKSANAAN
UNDANG-UNDANG
NOMOR
32
TAHUN 2009 TENTANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengelolaan LH dilakukan sejak PSDA melalui penetapan ekoregion, DD, pemanf. & pencd. SDA, RPPLH sebagai dasar RPJP/M/D; 2. Membangun kebijakan LH melalui argumentasi berbasis kondisi SDA, ekosistem dan keragaman wilayah (ekoregion); 3. Membentuk lembaga LH yang berbasis pengetahuan (knowledgebase organizations). 2.4
KERANGKA PENDEKATAN
Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang memiliki dimensi ruang, biak secara horizontal, maupun vertikal termasuk interaksinya dengan atmosfir,
dan
dimensi
waktu.
Dalam
perspektif
dimensi
ruang,
sumberdaya alam yang berada di suatu lokasi tertentu memiliki interaksi dengan sumberdaya lainnya baik secara hoizontal maupun vertikal, dan II-4
dalam perspektif waktu, sumberdaya alam bersifat dinamis baik dinamss positif maupun negatif. Atau dengan kata lain, sumberdaya alam tertentu merupakan satu kesatuan dengan sumberdaya lainnya dan bersifat dinamis. Selam ini dikenal sumberdaya sebagai sebuah ekosistem, yaitu hutan, pertanian, perairan darat dan air tanah, lautan, geologi (minyak, mineral dan gas bumi). Dari sumberdaya alam tersebut kemudian dapat dimanfaatkan komoditas sumberdaya alam maupun jasa keberadaannya terhadap lingkungan. Setiap sumberdaya alam memiliki batasan sistem yang berbeda, semisal ekosistem hutan hujan tropis, hutan tropis kering, sistem pertanian dalam kontek
ketahanan
dan
keamanan
pangan,
sitem
air
permukaan
(watershed, river basin), sistem air tanah (cekungan air tanah, ground water basin), sistem kelautan, dan sistem batuan dalam konteks sumberdaya minyak, gas bumi, dan mineral. Dalam kerangka pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan, maka pengetahuan tentang interaksi kesemua sistem dalam pemanfaatan komoditas dan jasa sumberdaya untuk pembangunan menjadi penting, sebagai upaya untuk meinimalkan dampak negatif yang ditimbulkan dari pemanfaatan komoditas sumberdaya tertentu. Integrasi batas ekosistem hutan hujan tropis, hutan tropis kering, sistem pertanian dalam kontek ketahanan dan keamanan pangan, sitem air permukaan (watershed, river basin), sistem air tanah (cekungan air tanah, ground water basin), sistem kelautan, dan sistem batuan dalam konteks sumberdaya minyak, gas bumi, dan mineral serta sistem sosialkemasyarakatan menjadi penting, dan tantangan bagi pembuat kebijakan pengelolaan
sumberdaya
alam
dan
pengembangan
indrastruktur
pendukung kehidupan.
II-5
Inventarisasi sumberdaya alam dalam kerangka pemaknaan pelaksanaan UU No 32/2009, yaitu Pengelolaan LH dilakukan sejak PSDA melalui penetapan ekoregion, Daya Dukung, pemanfaatan & pencadangan SDA, RPPLH sebagai dasar RPJP/M/D; Membangun kebijakan LH melalui argumentasi berbasis kondisi SDA, ekosistem dan keragaman wilayah (ecoregion); Membentuk
lembaga
LH
yang berbasis
pengetahuan
(knowledge-base organizations), diopisiskan sebagaimana disajikan dalam Gambar 3.2. Isu-isu
yang
ditonjolkan
dalam
kaitannya
dengan
inventarisasi
sumberdaya alam adalah isu ketersediaan air, keaneragaman hayati (kehati), dan sosial-ekonomi. Isu air dalam sistem air permukaan-air tanah terkait dengan pengeloaan sumberdaya lahan di permukaan dan di dalam tanah.
Pengelolaan
sumberdaya
di
permukaan,
terkait
dengan
pengelolaan ekosistem dan pemanfaatan komoditas kehutanan, pertanian, peternakan,
pengembangan
infrastruktur,
industri
dan
perumahan/pemukiman, air permukaan itu sendiri, dan di dalam tanah terkait dengan pertambangan, dan pengelolaan air tanah. Atas dasar pemikiran tersebut maka unit analisis perlu mengintegrasikan sistem air permukaan (watershed, river basin atau wilayah sungai), sistem air tanah (cekungan air tanah, ground water basin), sebaran potensi, cadangan, dan
pemanfaatan
minyak,
gas,
mineral
dan
penggunaan
lahan
permukaan.
II-6
Gambar 2.2. Kerangka Pendekatan Inventarisasi Sumberdaya Alam Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Lingkungan Hidup Isu keanekaragaman hayati daratan terkait dengan karakteristik bio-fisik dan sosio-ekologis yang menentukan habitat, dan keunikan flora dan fauna. Unit analisis dapat didekati memalui ekosistem kawasan konservasi, terutama Taman Nasional, Cagar Alam, Suaka Margasatwa, dan Hutan Lindung dan kawasan hutan lainnya yang memiliki nilai konservasi penting (HCV). Isu sosial-ekonomi pada umumnya dihasilkan oleh proses pembangunan dalam wilayah administratif (propinsi atau kabupaten/kota), sehingga sebagai unit analisis dapat menggunakan pendekatan batas wilayah administratif pemerintahan.
II-7
2.5
METODOLOGI PELAKSANAAN
Penyusunan Inventarisasi Potensi SDA Dan LH di Provinsi Banten Tahun Anggaran 2015 ini disusun dengan mempertimbangkan kepentingan berbagai pihak, antara lain : 1. Penyusunan Dokumen Ekoregion Provinsi Banten; 2. Penyusunan Naskah Akademis RPPLH Provinsi Banten; 3. Penyusunan RPPLH Provinsi Banten; 4. Rencana Pemanfaatan dan Pencadangan Potensi SDA dan LH Provinsi Banten; 5. Rencana Pengendalian
Beban
dan
Tekanan, Perbaikan
dan
Pemulihan, serta Peningkatan Kapasitas Potensi SDA dan LH di Provinsi Banten; 6. Kepentingan Bappeda Provinsi Banten Dalam Rangka Penyusunan Kebijakan dan Rencana Program Pembangunan Provinsi Banten. Atas dasar pendekatan tersebut diatas, maka analisis terhadap aspek kebijakan, persepsi atas kepentingan stakeholder yang terkait maka Inventarisasi Potensi SDA dan LH Di Provinsi Banten Pada Tahun Anggaran Tahun 2015 akan dilakukan dengan memperhatikan kerangka pendekatan yang tersaji pada Gambar 2.3.
II-8
Desk Study Kajian Data Sekunder Kajian Kebijakan Otonomi Daerah
Kebijakan Lingkungan Hidup Nasional Perumusan Isu dan Permasalahan Awal Mekanisme Pelaksanaan Pekerjaan Penyusunan Indikator Pelaksanaan Survey
Penyiapan Perangkat Pendukung Surat Dinas Kuisioner Cheklist Data Sekunder
Pemantapan Tim Kerja Mobilisasi Pemantapan Metodologi
TAHAP PERSIAPAN
Perundang-undangan yang terkait dengan Lingkungan Hidup Peran Pemerintah dan Swasta dalam Inventarisasi Potensi SDA dan LH Persepsi Pemerintah dan Swasta Dalam Upaya Pemanfaatan dan Pencadangan Potensi SDA dan LH
Desain metode analisis untuk Inventarisasi Potensi SDA dan LH
Review Kebijakan : Pengaruh kebijakan/program/ Lingkungan Hidup
Analisis Persepsi Pemerintah dan Swasta
Kajian Inventarisasi Potensi SDA dan LH Jumlah dan Jenis Potensi SDA dan LH Perumusan Model kesanggupan pembayaran cicilan perumahan yang disesuaikan dengan pendapatan rata-rata dan keinginan calon konsumen
TAHAP PENGUMPULAN DATA DAN KOMPILASI
Penyusunan Konsep Rekomendasi : Isu dan permasalahan aktual Pencadangan dan Pemanfaatan Potensi SDA Data dan Informasi Potensi SDA dan LH Inventarisasi Potensi SDA dan LH
Rekomendasi Potensi SDA dan LH Provinsi Banten Evaluasi Tingkat Kebutuhan Pemanfaatan dan Pencadangan Potensi SDA dan LH
TAHAP ANALISIS
Finalisasi
TAHAP PENYUSUNAN REKOMENDASI
Gambar 2.3. Metodologi Pelaksanaan Inventarisasi Potensi SDA Dan LH Provinsi Banten
II-9
2.6
TAHAP KEGIATAN
Pelaksanaan kegiatan Penyusunan Inventarisasi Potensi SDA dan LH Di Provinsi Banten ini dilakukan melalui 5 tahapan kegiatan yaitu tahap persiapan, tahap pengumpulan data, tahap kompilasi data dan analisis, tahap penyusunan rekomendasi dan tahap finalisasi. Masing-masing tahapan ini disusun dengan tujuan untuk memudahkan pelaksanaan pekerjaan. 2.6.1
Tahap Persiapan
Merupakan tahapan perumusan rencana-rencana dari pekerjaan yang akan dilakukan, yang selanjutnya akan menjadi pedoman bagi tahapantahapan pelaksanaan pekerjaan selanjutnya. Tahapan persiapan meliputi : 1. Pemahaman terhadap Kerangka Acuan Kerja, hal ini dimaksudkan untuk memperoleh cara pandang yang benar terhadap maksud, tujuan, ruang lingkup dan keluaran dari pekerjaan ini, sehingga hasil yang diperoleh benar-benar sesuai dengan kerangka acuan yang diberikan. 2. Identifikasi dan atau penajaman metodologi yang akan digunakan pada masing-masing tahapan pekerjaan. Mengingat setiap tahapan pekerjaan
diperlukan
metode-metode
tertentu
untuk
melaksanakannya, maka sebaiknya terlebih dahulu dilakukan identifikasi metode yang akan diterapkan dalam setiap langkah yang akan dilakukan. 3. Jadwal pelaksanaan pekerjaan, merupakan penjabaran langkahlangkah kegiatan dalam periode waktu tertentu. Hal ini perlu dilakukan agar pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam kerangka acuan. 4. Mobilisasi tenaga ahli dan jadwal penugasan tenaga ahli. Mengingat pekerjaan
ini
meliputi
beberapa
tenaga
ahli,
maka
perlu
II-10
penjadualan kerja bagi masing-masing tenaga ahli agar dapat bekerja secara efektif dan efisien. 5. Melakukan inventarisasi dan identifikasi data-data awal baik itu berupa data statistik, kebijakan, dan peraturan perundangan mengenai
segala
aspek
yang
relevan
dengan
mekanisme
inventarisasi potensi SDA dan LH di Provinsi Banten. 2.6.2
Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data baik melalui survei primer maupun sekunder. Sebelum dilakukan survei, terlebih dahulu dilakukan konsultasi awal dengan pihak-pihak yang terkait dengan pemanfaatan SDA dan LH. Tujuan Konsultasi ini adalah untuk: 1. Menggali isu-isu dan permasalahan yang ada di daerah yang terkait dengan pemanfaatan SDA dan LH 2. Memperbaiki isu dan permasalahan awal yang dirumuskan pada tahap persiapan. Pada survei primer dilakukan juga wawancara baik itu dengan alat bantu kuesioner semi terbuka (semi open ended questionaire), kuesioner terbuka (open ended questionnaire) maupun wawancara tidak terstruktur (unstructured interview) dengan para pemerintah dan swasta. 2.6.3
Tahap Kompilasi Data Dan Analisis
Secara garis besar, tahap analisis dilakukan dengan memperhatikan sumber data. Analisis yang dilakukan meliputi: 1. Review
kebijakan
kebijakan/Program/Strategi
untuk
melihat
Pembangunan
Nasional
pengaruh terhadap
lingkungan hidup;
II-11
2. Menganalisis
pemanfaatan
SDA
dan
LH
masing-masing
Kabupaten/Kota dengan data internal di masing-masing SKPD dengan yang kemudian di sandingkan dengan data statistik Provinsi Banten; 3. Mengasumsikan faktor pemanfatan dan pencadangan potensi SDA dan LH pada masing-masing Kabupaten/Kota; 4. Mengetahui persepsi pemerintah dan swasta dengan menggunakan data hasil survei untuk mendapatkan profil potensi SDA dan LH. 2.6.4
Tahap Perumusan Rekomendasi
Pada Tahapan ini diharapkan menghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan yang tertera pada kerangka acuan kerja. Pada tahap ini akan dipertimbangkan juga berbagai masukan yang diarahkan menjadi suatu rekomendasi yang berkaitan dengan pemenuhan data dan informasi potensi SDA dan LH di Provinsi Banten. Hasil-hasil analisa serta inventarisasi potensi SDA dan LH akan dibahas dalam pembahasan laporan akhir. Melalui pembahasan ini diharapkan akan diterima berbagai masukan dan perbaikan-perbaikan yang dapat meningkatkan kualitas hasil pekerjaan inventarisasi potensi tersebut. 2.6.5
Tahap Finalisasi
Tahap finalisasi merupakan perbaikan dari perumusan hasil analisis potensi SDA dan LH Provinsi Banten setelah memperoleh input dari proses konsultasi. Hasil inventarisasi sumberdaya alam disajikan dalam bentuk Sistem Informasi Geografis dan Hard Copy berupa: 1. Buku I: Laporan akhir inventarisasi potensi SDA dan LH berisi: a. Latar Belakang b. Dasar Hukum
II-12
c. Maksud dan Tujuan d. Kerangka Pendekatan e. Indikator, Data, Metoda Inventarisasi f. Penyajian Data dan Hasil Analisis Tabulasi Spasial (Peta, Lampiran Buku II) 2. Deskripsi a. Hasil Pengolahan Data: Ekodistrik, Wilayah Administrasi dan kondisi PSDA b. Pengendalian Beban dan Tekanan c. Perbaikan dan Pemulihan d. Peningkatan Kapasitas. 3. Buku II: Kumpulan Peta Tematik Sumberdaya dan Peta Analisis Tumpang Tindih Sumberdaya dan potensi bahaya 2.7
METODA SURVEY
Survey lapangan dibutuhkan dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan data dan gambaran akan SDA dan LH di Provinsi Banten. Survey lapangan dilakukan dalam 2 metoda survey, yaitu survey instansi dan survey data primer sekunder. 2.7.1
SURVEY INSTANSI
Untuk survei instansi pusat yang dikunjungi SKPD yang memiliki keterkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan SDA dan LH di Provinsi Banten. Sedangkan instansi daerah yang dikunjungi adalah Pemda setempat.
II-13
2.7.2
SURVEY DATA PRIMER DAN SEKUNDER
1. Pengumpulan Data Primer Data primer akan dikumpulkan melalui wawancara langsung dan pengisian kuisioner dari pihak yang mengelola SDA dan LLH cakupan data yang akan di ambil dari kedelapan daerah yang akan disurvey, maka tim kerja menggunakan metode porposive sampling. Dengan menggunakan metoda ini diharapkan pengambilan sample bertujuan untuk mengetahui data serta permasalahan terkait inventarisasi SDA dan LH. Metode tersebut dilaksanakan langsung kepada intansi terkait yang bertujuan secara spesifik dan secara sengaja sesuai dengan kreteria yang dibutuhkan dalam penyelesaian inventarisasi SDA dan LH. Metode ini digunakan karena kreteria dan sample ditentukan berdasarkan kebutuhan. 2. Pengumpulan Data Sekunder Dalam mengetahui gambaran pemanfaatan dan pengendalian potensi SDA dan LH di Provinsi Banten diperlukan banyak sekali data-data yang dapat mewakili gambaran tersebut. Untuk itu dalam pelaksanaan survey tidak hanya dilakukan wawancara dan pengisian kuisioner, namun juga dilakukan pengumpulan data-data sekunder pada instansi-instansi terkait, seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kelautan Dan Perikanan, Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan, Bappenas dan lain sebagainya. 2.8
INVENTARISASI
SUMBERDAYA
ALAM
VS
KINERJA
PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP Matriks hubungan Inventarisasi sumberdaya dan kinerja pembangunan lingkungan hidup disajikan dalam Tabel 1. Kinerja pembangunan lingkungan hidup dalam hal isu air yang dikur dalam satuan analisis sistem air permukaan-air tanah (DAS, WS-CAT) ditinjau dari aspek ketersediaan
II-14
air baik dari segi kuantitas, kualitas dan waktu ketersediaan air, serta keberlanjutan
dukungan
air
terhadap
kegiatan
yang
mendukung
pembangunan nasional berkelanjutan. Dalam hal isu keanekaragaman hayati, kinerja pembangunan lingkungan hidup ditinjau dari aspek stabilitas
ekositem
dan
sintasan
spesies
langka/endemik/dilndungi.
Sedangkan dalam hal isu sosial, ditinjau dari aspek aksesibilitas masyarakat terhadap sumberdaya alam, ukuran ketahanan Ekonomi, Integrasi sosial dan Kesehatan masyarakat. Tabel 2.1. Matriks Hubungan Inventarisasi Sumber Daya Dan Kinerja Pembangunan Lingkungan Hidup
Wilayah/Unit Analisis
KINERJA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP AIR
KEHATI
SOSIAL
1. Ketersediaan air; Sistem Air jumlah, kualitas, timing (DAS/WS-CAT) 2. Keberlanjutan usaha, kehidupan HABITAT
1. Stabilitas Ekosistem 2. Sintasan Spesies Langka/Endemik/ Dilindungi 1. 2. 3. 4.
SOSIAL-ADMIN EKODISTRIKEKOREGION
2.9
Hak atas SDA Ketahanan Ekonomi Integrasi sosial Kesehatan masy
AIR-KEHATI-SOSIAL
JENIS DATA YANG DIBUTUHKAN
Jenis data yang perlu dikumpulkan dalam inventarisasi sumberdaya alam dalam isu dan kinerja pembangunan lingkungan hidup terkait air secara garis besar disajikan dalam Tabel 3.2. Secara umum, jenis data yang diperlukan mencakup jenis data yang diperlukan untuk mengetahui kebutuhan sumberdaya air untuk memenuhi kebutuhan hidup dan II-15
pembangunan nasional, upaya-upaya yang sudah dilakukan, dan strategi pengembangan yang sudah dibuat baik oleh sektor, pemerintah provinsi, kabupaten/kota. Jenis data yang perlu dikumpulkan dalam inventarisasi sumberdaya alam dalam
isu
dan
kinerja
pembangunan
lingkungan
hidup
terkait
Kenaekaragaman Hayati secara garis besar disajikan dalam Tabel 3.3. Secara umum, jenis data yang dipelukan mencakup jenis data yang diperlukan untuk mengetahui Stabilitas Ekosistem, Sintasan spesies langka/endemik/ dilindungi, dan Strategi Pengembangan Jenis data yang perlu dikumpulkan dalam inventarisasi sumberdaya alam dalam isu dan kinerja pembangunan lingkungan hidup terkait Sosial Ekonomi secara garis besar disajikan dalam Tabel 3.4. Secara umum, jenis data yang dipelukan mencakup jenis data yang diperlukan untuk mengetahui Hak atas SDA, Ketahanan Ekonomi, Integrasi Sosial, Kesehatan Masyarakat, dan Strategi Pengembangan.
II-16
Tabel 2.2. Jenis Data Dan Informasi Yang Diperlukan - Air
Wilayah/Unit Analisis
Sistem Air (DAS/WS-CAT)
KINERJA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP- AIR Strategi Pengembangan Kuantitas Kuantitas 1. Kebijakan/Rencana Domestik Curah hujan pengembangan Pertanian-Irigasi Debit sektoral Pertanian-Non Irigasi Embung 2. Kebijakan/Rencana Perkebunan Waduk pengembangan Peternakan Bendungan Pemerintah Industri Tandon Air Provinsi, Energi Revegetasi Kabupaten/Kota Pertambangan Terasering 3. Integrasi Lainnya Perlindungan Sempadan Sungai kebijakan/Rencana pengembangan Kualitas sektoral dan Limbah industri PROPER Kualitas: sumberdaya air Baku Mutu Kualitas Air Limbah RMT, IPAL Komunal, untuk penggunaan tertentu Pengelolaan 3R vs Mutu sekarang Limbah Pertanian Limbah Perambangan, Galian C Limbah Rumah Sakit Lainnya Kebutuhan
Upaya Pemenuhan
II-17
Tabel 2.3. Jenis Data Dan Informasi Yang Di Perlukan – Keanekaragaman Hayati
Wilayah/Unit Analisis
KINERJA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP- Keanekaragaman Hayati Stabilitas Ekosistem 1. Proporsi kawasan dilindungi
Ekosistem HayatiHabitat
2. Intensitas gangguan kawasan dilindungi 3. Kondisi keanekaraga man spesies di lindungi pada berbagai formasi hutan 4. Intensitas kerusakan struktur hutan dan komposisi spesies
Sintasan Spesies Langka/Endemik/ Dilindungi 1. Proporsi kawasan dilindungi yg ditetapkan berdasarkan spesies endemik/langka/dilindungi
Strategi Pengembangan 1. Kebijakan/Rencana kelola ekosistem 2. Kebijakan/Rencana kelola habitat
2. Intensitas gangguan thd spesies endemik/langka/langka 3. Dampak kegiatan ekonomi terhadap tumbuhan dan satwa liar endemik/ langka/dilindungi 4. Pengamanan tumbuhan dan satwa liar endemik/ langka/dilindungi
II-18
Tabel 2.4. Jenis Data Dan Informasi Yang Diperlukan – Sosial Ekonomi KINERJA PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP- Wilayah Administrasi Pemerintahan Wilayah/Unit Analisis
Wilayah Administrasi Pemerintahan
Hak atas SDA
Ketahanan Ekonomi
1. Tumpang tindih penggunaan lahan/hutan (pelaksanaan Tata Ruang)
1. Stock dan pemanfaatan sumber-sumber ekonomi berbasis SDA
2. Hak-hak masyarakat lokal/adat thd SDA
2. Pengakuan penggunaan pengetahuan lokal/adat dlm PSDA
3. Mekanisme penyelesaian sengketa hak SDA
Integrasi Sosial
Kesehatan Masyarakat
1. Dampak 1. Perkembangan investasi kesehatan pada masyarakat integrasi 2. Akses sosial dan masyarakat kultural thd sarana 2. Pemberdayaan kesehatan komunitas masy lokal
Strategi Pengembangan 1. Penguasaan Sumberdaya alam 2. Ekonomi Sumberdaya alam 3. Integrasi Sosial 4. Gizi Dan Kesehatan
3. Perkembangan investasi dan kesempatan akses bagi masy lokal
II-19
Inventarisasi sumberdaya alam tersbut dianalisis untuk mendapatkan informasi mengenai: 1. Potensi & ketersediaan sumberdaya alam, 2. Jenis komoditas yang dimanfaatkan, 3. Bentuk penguasaan terhadap sumberdaya alam, 4. Pengetahuan pengelolaan sumberdaya alam, 5. Bentuk
kerusakan
yang
terjadi
akibat
praktek
pengelolaan,
pemanfaatan yang dilakukan, 6. Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan sumberdaya alam
2.10 KERANGKA KERJA KEGIATAN INVENTARISASI DATA DAN INFORMASI TERKAIT POTENSI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Inventarisasi sumberdaya alam mencakup jenis sumberdaya alam yang sangat luas, sehingga inventarisasi perlu melibatkan seluruh sektor yang terkait
dengan
pengelolaan
dan
pemanfaatan
sumberdaya
alam.
Inventarisasi dilakukan secara berjenjang, dari mulai tingkat nasional sampai pada tingkat unit pelaksana. Hasil inventarisasi sumberdaya alam perlu disajikan secara spatial dan tabular dalam berbagai unit analisis (DAS, WS, CAT, Habitat, dan Provinsi, Kabupaten/Kota) menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dalam rangka penyajian data spatial secara konsisten, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) sesuai dengan tugas dan fungsinya menetapkan peta dasar sebagai standar pemetaan tematik sektoral, dan membangun infrastruktur data spasial nasional yang dapat diakses oleh instansi pemerintah terkait pengelolaan sumberdaya alam.
II-20
Kerangka kerja inventarisasi sumberdaya alam nasional disajikan dalam matriks, Tabel 2.5. Tabel 2.5. Kerangka Kerja Inventarisasi Sumber Daya Alam Nasional Unit Analisis/Penyajian Data Sistem Air (DAS, Habitat WS, CAT) Ekosistem Hutan, Perairan, Laut Propinsi1)
Sumberdaya
Kehutanan Pertanian Keanekaraga man Hayati Sumberdaya Air Permukaan Sumberdaya Air-Tanah Energi, Sumberdaya Mineral
• • • • • •
Instansi Sektor
Kemenhut Kementan Kemenhut, KemenKP BMG, KemenPU
Potensi & ketersediaan sumberdaya hutan Jenis komoditas yang dimanfaatkan, Bentuk penguasaan terhadap sumberdaya alam, Pengetahuan pengelolaan sumberdaya alam, Bentuk kerusakan yang terjadi akibat praktek pengelolaan, pemanfaatan yang dilakukan, Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat KemenESDM pengelolaan sumberdaya alam
Potensi & ketersediaan sumberdaya hutan • Jenis komoditas yang dimanfaatkan, • Bentuk penguasaan terhadap sumberdaya alam, • Pengetahuan pengelolaan Kelautan KemenKP sumberdaya alam, • Bentuk kerusakan yang terjadi akibat praktek pengelolaan, pemanfaatan yang dilakukan, • Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan sumberdaya alam Kependudukan BPS Data terkait demografi Pemukiman KemenPU Jenis, kapasitas, luas wiayah industri, penanganan KemenPerindu Industri limbah strian Infrastruktur Irigasi, bangunan air, jalan dll KemenPU
•
Lainnya Keterangan:
1)
Unit Analisis/Penyajian data Propinsi dalam konteks ini adalah
Propinsi dalam Ekosistem (Sistem Air-Habitat)
II-21
Kerangka kerja inventarisasi sumberdaya alam Propinsi disajikan dalam matriks, Tabel 2.6. Tabel 2.6. Kerangka Kerja Inventarisasi Sumber Daya Alam Provinsi Unit Analisis/Penyajian Data Sistem Air (DAS, Habitat WS, CAT) Ekosistem Hutan, Perairan, Laut Sumberdaya
Propinsi Sub Sistem Air Sub sistem Habitat Kabupaten/Kota1)
Kehutanan Pertanian
Instansi Sektor dan Instansi Pemerintah Provinsi terkait sektor Kemenhut/Dinas terkait Kementan/Dinas terkait
Keanekaraga man Hayati Sumberdaya Air Permukaan Sumberdaya Air-Tanah Energi, Sumberdaya Mineral
• • • • • •
Potensi & ketersediaan sumberdaya hutan Jenis komoditas yang dimanfaatkan, Bentuk penguasaan terhadap sumberdaya alam, Pengetahuan pengelolaan sumberdaya alam, Bentuk kerusakan yang terjadi akibat praktek pengelolaan, pemanfaatan yang dilakukan, Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan sumberdaya alam.
• • • • Kelautan
•
•
Kependudukan Pemukiman
Potensi & ketersediaan sumberdaya hutan Jenis komoditas yang dimanfaatkan, Bentuk penguasaan terhadap sumberdaya alam, Pengetahuan pengelolaan sumberdaya alam, Bentuk kerusakan yang terjadi akibat praktek pengelolaan, pemanfaatan yang dilakukan, Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan sumberdaya alam
Data terkait demografi Jenis, kapasitas, luas wiayah industri, penanganan limbah Irigasi, bangunan air, jalan dll
Industri Infrastruktur
Kemenhut, KemenKP/Dinas terkait BMG, KemenPU/Dinas terkait KemenESDM/Dinas terkait
KemenKP/Dinas terkait
BPS, BPS Propinsi KemenPU/Dinas terkait KemenPerindustrian/Dinas terkait KemenPU/Dinas terkait
Lainnya
Keterangan:
1)
Unit Analisis/Penyajian data Kabupaten/Kota dalam konteks ini
adalah Kabupaten dalam Sub-Ekosistem (Sub Sistem Air-Habitat)
II-22
Kerangka kerja inventarisasi sumberdaya alam Kabupaten disajikan dalam matriks, Tabel 2.7. Tabel 2.7. Kerangka Kerja Inventarisasi Sumber Daya Alam Kabupaten Unit Analisis/Penyajian Data Sistem Air (DAS, Habitat WS, CAT) Ekosistem Hutan, Perairan, Laut Sumberdaya
Propinsi Sub Sistem Air Sub sistem Habitat Kabupaten/Kota Unit Penggunaan Lahan/ Perijinan di KecamatanDesa
Kehutanan Pertanian Keanekaraga man Hayati Sumberdaya Air Permukaan Sumberdaya Air-Tanah Energi, Sumberdaya Mineral
Kelautan
Kependudukan Pemukiman Industri Infrastruktur
Instansi Sektor, Instansi Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota terkait sektor
Kemenhut/Dinas terkait Kementan/Dinas terkait • • • • • •
Potensi & ketersediaan sumberdaya hutan Jenis komoditas yang dimanfaatkan, Bentuk penguasaan terhadap sumberdaya alam, Pengetahuan pengelolaan sumberdaya alam, Bentuk kerusakan yang terjadi akibat praktek pengelolaan, pemanfaatan yang dilakukan, Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan sumberdaya alam
• Potensi & ketersediaan sumberdaya hutan • Jenis komoditas yang dimanfaatkan, • Bentuk penguasaan terhadap sumberdaya alam, • Pengetahuan pengelolaan sumberdaya alam, • Bentuk kerusakan yang terjadi akibat praktek pengelolaan, pemanfaatan yang dilakukan, • Konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan sumberdaya alam Data terkait demografi Jenis, kapasitas, luas wiayah industri, penanganan limbah Irigasi, bangunan air, jalan dll
Kemenhut, KemenKP/Dinas terkait BMG, KemenPU/Dinas terkait KemenESDM/Dinas terkait
KemenKP/Dinas terkait
BPS, BPS Propinsi KemenPU/Dinas terkait KemenPerindustrian/Dinas terkait KemenPU/Dinas terkait
Lainnya
II-23
Bab IV INVENTARISASI POTENSI SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI BANTEN
4.1. Sumber Daya Kehutanan 4.1.1. Potensi dan Ketersediaan A. Luas Kawasan Hutan Provinsi Banten Provinsi Banten dengan luas daratan 8.800,83 km2 menyimpan kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam. Potensi sumberdaya alam kehutanan di wilayah daratan seluas 208.161,27 Ha, sedangkan luas kawasan hutan dan perairannya adalah seluas ± 253.218,27 Ha. Kawasan hutan provinsi Banten masih mengacu pada keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No: 419/Kpts-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Jawa Barat serta SK Penunjukan Parsial yang selanjutnya dipisahkan mengikuti batas wilayah administratif Provinsi Banten (Gambar 4.1). IV-1
Gambar 4.1. Diagram Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsinya Kawasan hutan yang terdapat di provinsi Banten antara lain : 1. Hutan Konservasi 2. Hutan Lindung 3. Hutan Produksi 4. Hutan hak ulayat 5. Hutan rakyat Tabel 4.1. Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsinya Di Provinsi Banten No. Fungsi kawasan hutan
Luas
hutan Presentase terhadap
(ha)
luas kawasan hutan (daratan) (%)
1
Hutan produksi
70.797,58
34,73
2
Hutan lindung
9.471,39
4,55
3
Hutan konservasi
127.892,30
60,72
4
Luas kawasan hutan (daratan)
208.161,27
5
Luas kawasan hutan dan perairan
253.218,27
Sumber : RKTP, 2013
IV-2
Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Luas kawasan hutan konservasi di Provinsi Banten adalah 127.892,30 Ha. Di Kawasan Hutan konservasi terdapat Provinsi Banten terdapat dua buah taman nasional yaitu Taman Nasional Ujung Kulon dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Luas Taman Nasional Ujung Kulon (daratan) 78.619 Ha dan kawasan taman/perairan lautnya seluas 44.337 Ha. Sedangkan luas Taman Nasional Gunung Halimun-Salak terbagi dua provinsi yaitu Banten dan Jawa Barat dengan luas areal yang masuk Provinsi Banten adalah 42.925,15 Ha. Kawasan konservasi lainnya adalah Taman Hutan Raya seluas 1.590 Ha, Cagar Alam seluas 4.230 Ha dan Taman Wisata alam Pulau Sangiang seluas 528,15 Ha serta Taman Wisata Alam Perairan Laut seluas 720,00 Ha. Gambaran kondisi hutan di kawasan konservasi diuraikan berikut ini: 1. Taman Nasional Ujung Kulon Taman Nasional Ujung Kulon merupakan salah satu dari enam taman nasional di dunia yang telah ditetapkan UNESCO sejak tahun 1992 sebagai warisan alam dunia. Taman Nasional ini memiliki luas keseluruhan 122.956 hektar yang terdiri atas 78.619 hektar daratan dan 44.337 hektar perairan, terdapat kenaikan sebesar 2.405 Ha di luas daratan. Secara geografis kawasan ini terletak di 102o02’32”-105o37’37” BT dan 06o30’43”06o52’17” LS dan berada pada 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Sumur dan Kecamatan Cimanggu yang terbagi atas 6 zone , seperti terlihat pada 4 berikut ini :
IV-3
Tabel 4.2. Zonasi Taman Nasional Ujung Kulon No Zona
Luas
1
Zona inti
47.250 ha
2
Zona rimba
68.343 ha (daratan : 26.681 ha, perairan laut : 43.887 ha)
3
Zona
pemanfaatan 1.108 ha (daratan: 658 ha, perairan
intensif 4
Zona
laut:450 ha) pemanfaatan 3.700 ha
khusus 5
Zona
pemanfaatan 130 ha
tradisional 6
Zona situs sejarah dan 20 ha budaya
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Prov. Banten 2012
2. Taman Nasional Gunung Halimun Taman Nasional Gunung Halimun yang berada di Provinsi Banten meliputi Kecamatan Cipanas, Muncang, dan Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003 tentang Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun (TNGH), arealnya bertambah yakni meliputi area sekitar Gunung Salak. Luas area Taman Nasional Gunung Halimun di wilayah Kabupaten Lebak adalah seluas 42.925 Ha. 3. Cagar Alam Rawa Danau Cagar Alam Rawa Danau ditetapkan berdasarkan GB (Besluit van den Gouverneur-Generaal) tanggal 16 November 1921 No. 60 Staasblad 683. Cagar alam ini berada di Kecamatan Mancak, Padarincang, dan Pabuaran
IV-4
Kabupaten Serang dengan luas mencapai 2.500 Ha. Ekosistem Rawa danau termasuk hutan rawa pegunungan. 4. Cagar Alam Tukung Gede Cagar Alam Tukung Gede ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 294/Kpts/Um/6/1979 dengan luas 1.700 Ha. Lokasinya memanjang dari Kecamatan Anyer, Cinangka, Mancak, sampai dengan Pabuaran. 5. Cagar Alam Pulau Dua Cagar alam ini ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal GB No. 21 Stbl 49 pada tanggal 30 Juli 1937 dengan luas 8 Ha dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 253/Kpts/II/1984 luasnya menjadi 30 Ha. Cagar alam ini berlokasi di Desa Sawah Luhur Kecamatan Kasemen. Cagar Alam Pulau Dua ini merupakan ekosistem hutan pantai yang terdiri dari hutan mangrove. 6. Taman Wisata Alam Taman Wisata Alam (TWA) di Provinsi Banten terdiri dari Taman Wisata Alam Darat dan Taman Wisata Alam Perairan Laut. Luas Taman Wisata Alam darat di Pulau Sangiang adalah 528 Ha sementara Carita seluas 95 Ha. Sedangkan luas Taman Wisata Alam Perairan Laut adalah sebesar 720 Ha di Pulau Sangiang.
IV-5
Gambar 4.2. Peta Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Banten
IV-6
Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Keberadaan hutan produksi seluas 70.797,58 ha pada tahun 2012 (BPS Provinsi Banten 2014), yang terdiri dari 41.152,87 ha hutan produksi tetap dan 29.644,71 ha hutan produksi terbatas. Tabel 4.3. Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsinya pada Setiap Wilayah Administratif No
Kabupaten
Luas
/Kota
Wilayah
Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Fungsi Hutan Konservasi
Hutan
(Ha)
%
Hutan Lindung
Hutan Produksi
(Ha)
(Ha)
%
%
(Ha) 1
Kab.Lebak
79.802,31
42.925,15
53,79
4.425,59
5,55
32.451,57
40,66
2
Kab.Pandeg-
116.111,62
80.209,00
69,08
2.085,55
1,80
33.817,07
29,12
lang 3
Kab.Serang
9.211,18
4.728,15
51,33
652,10
7,08
3.830,93
41,59
4
Kab.Tangge-
1.591,85
-
-
1.591,85
100,00
-
-
-
-
-
-
-
-
-
rang 5
Kota Tanggerang
6
Kota Cilegon
1.414,31
-
-
716,30
50,65
698,01
49,35
7
Kota Serang
30,00
30,00
100,0
-
-
-
-
8
Kota
-
-
-
-
-
-
-
208.161,27
127.892,3
61,44
9.471,39
4,55
70.797,58
34,01
Tanggerang Selatan Total Sumber : RKTP, 2013
IV-7
Persentase Luas kawasan hutan Kabupaten Lebak
Hutan Konservasi
41% 54%
Hutan Lindung Hutan Produksi
5%
Gambar 4.3 Persentase Luas kawasan Hutan di Kabupaten Lebak
Gambar 4.4 Persentase Luas kawasan Hutan di Kabupaten Pandeglang
IV-8
Gambar 4.5 Persentase Luas kawasan Hutan di Kabupaten Serang
Gambar 4.6. Persentase Luas kawasan Hutan di Kabupaten Tangerang
IV-9
Gambar 4.7 Persentase Luas kawasan Hutan di Kabupaten Cilegon
Gambar 4.8 Persentase Luas kawasan Hutan di Kota Serang
IV-10
Gambar 4.9. Luas Kawasan Hutan Berdasarkan Wilayah Administratif
Berdasarkan Gambar 4.9. dapat terlihat bahwa untuk hutan konservasi terluas terdapat di daerah Pandeglang, kemudian Kabupaten Lebak dan kabupaten Serang (dengan total 61,44%). Sementara hutan lindung hanya berkisar 4,55 % dari seluruh wilayah hutan yang ada di Provinsi Banten. Sementara itu kawasan hutan produksi seluas 34,01% dari 208.161,27 Ha luas hutan yang ada. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. IV-11
Dalam rangka revisi RTRW Provinsi Banten, diusulkan perubahan fungsi dari Hutan Produksi menjadi Hutan Lindung. Pengurangan luas kawasan hutan produksi tersebut adalah sebesar 14.201,82 Ha (Data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten tahun 2012). Hutan Hak Ulayat dan Hutan Rakyat, ditetapkan berdasarkan Perda Kabupaten Lebak no: 32 Tahun 2001 Tentang Perlindungan atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy seluas 5.136,58 Ha. Lahan Non pertanian di Provinsi Banten memiliki luas 247.090,93 Ha atau sekitar 36,5% dari luas lahan Provinsi Banten yang sebagian besarnya terletak di Kabupaten Serang. Adapun Lahan Sawah memiliki luas 207.170,96 Ha (30,5 %) yang sebagian besar terletak di Kabupaten Tangerang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang. Provinsi Banten memiliki Lahan Kering dengan luas 157.385,35 Ha (23%) yang sebagian besar terletak di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Serang. Sedangkan, lahan perkebunan yang ada di Provinsi Banten mempunyai luas 67.974 Ha (10%) yang sebagian besar terletak di Kabupaten Lebak. Berdasarkan tugas dan fungsi institusi pengelola, jenis pengelolaan hutan dan kebun terdiri dari Perum Perhutani mengelola kawasan hutan produksi, hutan lindung dan hutan wisata, Taman Nasional Gunung Halimun mengelola kawasan hutan konservasi Gunung Halimun, Taman Nasional Ujung Kulon mengelola Kawasan hutan konservasi dan taman Wisata Laut Ujung Kulon, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat I Sub Seksi Serang mengelola Cagar Alam dan Taman Wisata Alam. Disamping itu terdapat IV-12
beberapa institusi lain yang menangani kegiatan pembangunan kehutanan dan perkebunan di Provinsi Banten yaitu Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung, Balai Sertifikasi dan Pengujian Hasil Hutan (BSPHH) Wilayah VII, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta, Perusahaan Terbatas Perkebunan Negara (PTPN) VIII, Perkebunan Swasta (PBS) dan Instansi Daerah Otonom berupa dinas teknis yang menangani pembangunan kehutanan dan perkebunan (Bappeda Provinsi Banten, 2014). B. POTENSI 1. Hasil Hutan Kayu Untuk kawasan hutan produksi di Provinsi Banten terbagi dalam 5 kelas perusahaan, seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.4. Kelas Perusahaan Pada Hasil Hutan Produksi NO
Kelas Perusahaan
Luas (Ha)
1
Jati
37.791,96
2
Meranti
13.039,22
3
Mahoni
25.462,69
4
Damar
22.139,12
5
Acacia Mangium
9.466,12
Sumber, RKTP, 2013
Lokasi hutan produksi ini tersebar di tiga (3) kabupaten yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang. Selain kawasan hutan produksi yang ada di Provinsi Banten, terdapat juga hutan rakyat yang potensi IV-13
untuk dikembangkan. Produksi hasil hutan kayu yang ada di Provinisi Banten dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.5. Produksi Kayu Hutan 2009-2011 Produksi (m3)
No Jenis
2009 1
2010
Jumlah
RataRata
2011
Jati
20.843 17.535,633
16.376,000
54.754,633
18.251,540
Rimba
29.110 28.251,309
47.003,000
104.364,309 34.788,211
Campur 2
Kayu Rakyat
162.124,760 149.993,050
Sumber : RKTP, 2013
2. Hasil Hutan Bukan Kayu Potensi hasil hutan bukan kayu sangat membantu masyarakat yang berada di sekitar kawasan
hutan produksi dan kawasan hutan lindung dalam
pemenuhan kehidupannya sehari-hari. Potensi yang dapat mereka manfaatkan antara lain dari jenis padi, kelapa, durian, cengkeh, melinjo, kopi, karet, rotan dan bamboo. Produksi hasil hutan bukan kayu yang dari kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung yang dikelola Perhutani dapat dilihat pada tabel berikut ini.
IV-14
Tabel 4.6. Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Tahun 2009-2010 No Jenis
Satuan Produksi
Jumlah
RataRata
2009
2010
1
Padi
Kg
72.081
248.180
320.261
160.130,5
2
Kelapa
Butir
3.442
18.208
21.650
10.825,0
3
Durian
Butir
-
896
896
448,0
4
Cengkeh
Kg
14
1.053
1.194
597,0
5
Melinjo
Kg
3.118
4.143
7.621
3.630,5
6
Kopi
Kg
296
2.511
2.807
1.403,5
7
Karet
Kg
1.574
29.647
31.221
15.610,5
8
Rotan
Kg
61.710
3.000
64.710
32.355,0
9
Bamboo
Batang
-
4.832
4.832
2.416,0
Sumber : RKTP,2013
Sementara itu produksi hasil hutan bukan kayu yang terdapat di sekitar hutan rakyat antara lain jamur tiram, madu, gula aren, bamboo dan melinjo. Tabel 4.7. Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) sekitar Hutan Rakyat Tahun 2010-2011 No Jenis
Satuan
Produksi
Jumlah
2010
2011
1
Jamur Tiram
Kg
-
131.625
131.625
2
Madu
Liter
-
2.100
2.100
3
Gula Aren
Kg
-
1.283.000
1.283.000
4
Bambu
Batang
-
1.200.000
1.200.000
Kg
-
14.000
14.000
5 Sumber : RKTP,2013
IV-15
4.1.2. Jenis yang dimanfaatkan Produksi hasil hutan yang berupa kayu di Provinsi Banten pada tahun 2013 dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu kayu jati dan kayu rimba. Produksi kayu rimba pada tahun 2013 sebesar 15.698,31 m3 dengan nilai produksi 6.406,66 juta rupiah. Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2012 dengan produksi 12.115,08 juta rupiah. Sedangkan produksi kayu jati, pada tahun 2013 adalah sebesar 14.311,90 m3 juta rupiah, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 12.101,84 m3 dengan nilai 23.514,76 juta rupiah. Potensi kayu di Provinsi Banten cukup besar dan hal ini merupakan potensi ekonomi
yang dapat memberikan
sumbangan
yang berarti
terhadap
pendapatan daerah Provinsi Banten sehingga pengelolaan (pemeliharaan dan reboisasi) hutan perlu dilakukan dengan baik dan komprehensif. Produk kayu berasal dari berbagai jenis hutan dari tahun 2000 sampai 2011 disajikan pada Tabel 4.8 di bawah ini. Tabel 4.8. Produksi dan Nilai Produksi Kayu Jati dan Rimba di Provinsi Banten, 2000-2011 Tahun
Kayu Jati Produksi (m3)
Kayu Rimba Nilai Produksi Produksi (m3)
Nilai
(juta rupiah)
(juta rupiah)
Produksi
2000
2863,00
2066,81
10431,00
1385,02
2001
5297,00
3574,60
13784,00
2294,39
2002
6485,00
5673,79
8248,00
2243,48
2003
4114,00
9800,20
6219,00
2236,64
2004
16549,00
27174,65
9510,00
3448,85
IV-16
2005
13944,30
19767,33
50731,74
1564,83
2006
14780,35
21678,35
8115,92
3059,11
2007
25884,29
40868,12
10049,70
3626,09
2008
16376,00
33063,14
47002,00
17004,96
2009
24296,37
10221,11
36716,01
13283,56
2010
17535,62
35404,42
28251,31
10221,11
2011
18355,10
32986,07
16009,08
9721,13
4.1.3. Bentuk Penguasaan serta Pengelolaan Hutan produksi adalah hutan milik negara yang pengelolaannya diserahkan kepada PT. Perhutani. Kawasan hutan lindung (9.471, 39 Ha) dan hutan produksi seluas 70.797,58 Ha dikelola oleh Perum Perhutani di bawah pengelolaan KPH Banten. Hutan‑hutan tersebut dibawah pengelolaan BKPH (Balai Kesatuan Pemangku Hutan) Serang (4.154,14 ha), Pandeglang (7.368,36
ha),
Sobang
(11.538,57
ha),
Cikeusik
(13.753,42
ha),
Rangkasbitung (7.052,71 ha), Gunung Kencana (8.984,44 ha), Malingping (11.367,32 ha), Bayah (5.047,10 ha) dan KHDTK Carita (3.026,520 ha). Tabel 4.9. Pengelolaan kawasan Hutan di Provinsi Banten No 1 2 3
4
Jenis Kawasan Hutan Lindung Hutan Produksi Kawasan hutan konservasi dan taman Wisata Laut Ujung Kulon Cagar Alam dan Taman Wisata Alam
Luas 9.471,39 Ha 70.797,58 Ha
Pengelolaanya PT. Perhutani PT. Perhutani Taman Nasional Ujung Kulon
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat I Sub Seksi Serang
IV-17
Cagar Alam di Provinsi Banten 1. Cagar Alam RAWA DANAU; Serang, 2.500,00 ha, GB No. 50/1921 Staatsblad 689, 16 November 1921. 2. Cagar Alam PULAU DUA; Serang, 32,85 ha, Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 253/Kpts-II/1984, 26 Desember 1984. 3. Cagar Alam Laut PULAU SANGIANG; Serang, 700,35 ha, Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 112/Kpts-II/1985, 23 Mei 1985. 4. Cagar Alam TUKUNG GEDE; Serang, 1.700,00 ha, Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 396/Kpts/ Um/6/79, 23 Juni 1979. Pengelolaan hutan tidak mengikuti perkembangan administratif pemerintahan, tetapi mengacu pada satu sistem pengelolaan daerah Aliran Sungai (DAS). DAS prioritas di Provinsi Banten adalah DAS Ciujung (279.839 Ha), DAS Cidanau (22.620 Ha), dan DAS Cibaliung (63.669 Ha).
4.1.4. Bentuk Kerusakan Peningkatan
jumlah
penduduk
di
Provinsi
Banten
berdampak
pada
peningkatan kebutuhan ekonomi. Masyarakat pedesaan yang terbatas sumberdaya ekonominya mencari alternatif sumberdaya ekonomi dengan mengeksploitasi sumberdaya alam yang terdekat dan termudah untuk memenuhi
kebutuhan
ekonomi
tersebut.
Komponen
lingkungan
atau
sumberdaya alam yang paling mudah dieksploitasi oleh masyarakat desa ialah lahan pekarangan miliknya atau yang ada di sekitar mereka. Yang sering
IV-18
dijumpai ialah kegiatan penambangan liar berupa penggalian pasir baik di bukit maupun di sungai. Selain penambangan pasir juga ada penambangan emas dan batubara serta penebangan hutan secara liar yang tidak mengindahkan aspek kelestarian lingkungan hidup. Kerusakan lahan akibat penambangan pasir liar terlihat di beberapa lokasi, misalnya di Kecamatan Cimarga dan Kecamatan Malingping di Kabupaten Lebak dan Kecamatan Banjar di Kabupaten Pandeglang, sedang penebangan hutan secara liar ditemukan di Kecamatan Bojongmanik dan Gunung Kencana. Penambangan dilakukan dengan menggali bukit untuk diambil pasirnya dan meninggalkan lahan yang rusak bekas galian pasir. Kegiatan penambangan ini selain merusak lahan juga meningkatkan erosi, kekeruhan air sungai oleh limbah pencucian pasir yang dibuang langsung ke sungai, serta bahaya longsor. Kebijakan yang dilakukan khususnya oleh Pemerintah Kabupaten Lebak dalam mengendalikan kerusakan lahan di wilayahnya sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2009-2014, tertera dalam Misi ke 4 yaitu Meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan, dengan sasaran Meningkatnya fungsi kawasan penyangga, konservasi dan lindung. Hal lainnya yang cukup krusial adalah status pengelolaan yang tidak jelas pada kawasan akar sari karena banyaknya para pihak yang mengelola tempat tersebut, apakah masuk kawasan lindung, kawasan produksi, hutan rakyat, atau kawasan permukiman. Kemudian hal lain yang perlu dicermati juga adalah terdapat lahan-lahan seperti di bantaran sungai, yang dijadikan tempat pembuangan sampah oleh IV-19
masyarakat, yang disebabkan antara lain keterbatasan sarana untuk pengelolaan sampah. Akibat dari penggunaan lahan tersebut mengakibatkan timbulnya lahan-lahan kritis. Berdasarkan data yang dihimpun pada buku SLHD 2014, lahan kritis di Provinsi banten mempunyai luas 104.103,01 Ha yang sebagian besar terletak di Kabupaten Pandeglang (44 %), Kabupaten Lebak (31%) dan Kabupaten Tangerang (14 %). Berdasarkan citra landsat tahun 2010, luas lahan kritis (sangat kritis dan kritis) yang berada dalam kawasan hutan Provinsi Banten sebesar 13.823,07 Ha. Sementara luas lahan kritis (sangat kritis dan kritis) di luar kawasan hutan atau dalam areal penggunaan lain (APL) sebesar 13.699,79 Ha. Sementara luas kawasan hutan yang agak kritis seluas 195.459,17 Ha. Seperti halnya lahan, hutan di Provinsi Banten pun mengalami kerusakan. Penyebab
utama
kerusakan
hutan
yaitu
perambahan
hutan
yang
mengakibatkan kerusakan hutan seluas 21.192 Ha.(SLHD, 2014)
4.1.5. Konflik dan Penyebab Konflik 1. Permasalahan utama yang terjadi di Taman Nasional Ujung Kulon adalah meningkatnya kegiatan-kegiatan yang merusak sumberdaya hutan seperti penebangan, perambahan, dan pencurian yang dilakukan oleh penduduk 2. Pertambahan penduduk di daerah sekitar taman nasional diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya gangguan-gangguan terhadap hutan. Berdasarkan data Taman Nasional Gunung Halimun, telah terjadi perambahan di taman nasional ini seluas 520 hektar menjadi lahan IV-20
pertanian. Permasalahan yang terjadi dalam Taman Nasional ini adalah belum ditegakkannya peraturan tentang pengambilan sumberdaya alam di kawasan konservasi menyebabkan pemanfaatan sumberdaya alam tersebut tidak terkendali. Adanya perusahaan yang bergerak di bidang air minum kemasan yang mengambil air dari mata air di dalam kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Halimun menyebabkan masyarakat di sekitar kawasan kekurangan air. Kurang
disosialisasikannya
batas-batas
kawasan
konservasi
menyebabkan terjadinya konflik kepemilikan lahan antara masyarakat dan pengelola kawasan konservasi. Di antara penduduk lokal sendiri masih banyak yang belum mengetahui bahwa daerahnya telah dijadikan kawasan taman nasional. 3. Berdasarkan data BKSDA Jawa Barat, Cagar Alam Rawa Danau juga mengalami gangguan berupa perambahan hutan seluas 416,75 Ha yang tersebar di Blok Rancakabeuleum (67,5 ha), Blok Kukulungbaru (37,25ha), Blok Kalong (63 ha), Blok Cimanuk (75 ha), Blok Pojok (45 ha), Blok Cilowok (46,5 ha), Blok Gayam (37,5 ha), Blok Cikoneng (30 ha), dan Blok Cukang (15 ha). Selain itu gangguan di Cagar Alam Rawa Danau berupa pembangunan enklave seluas 262,5 Ha yang tersebar di Blok Koloberan (35 ha), Blok Jampari (350 ha), Blok Kampung Baru (24 ha), Blok Cikadu (10 ha), Blok Cikuray (19,25 ha), Blok Ciherang (10,75 ha), Blok Sukatani (31 ha), Blok Kampung Seklak (5 ha), dan Blok Cisalak (40 ha).
IV-21
Permasalahan lainnya adalah sedimentasi akibat erosi dan sedimentasi yang dibawa oleh sungai-sungai yang bermuara di Sungai Cidanau dan tumbuh suburnya gulma akibat penggunaan pupuk yang berlebihan oleh masyarakat sekitar kawasan cagar alam.
4.2. Sumber Daya Perkebunan 4.2.1. Potensi dan Ketersediaan Hutan dan kebun merupakan salah satu sumber daya yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lainnya di muka bumi. Pembangunan kehutanan dan perkebunan tidak semata-mata merupakan pembangunan sumber daya alam, melainkan merupakan kombinasi yang sinergis antara pembangunan sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya sosial dan sumber daya buatan, yang keseluruhannya ditujukan kepada kelestarian fungsi dan manfaat hutan dan kebun dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat. Sumber daya alam kehutanan dan perkebunan di Provinsi Banten mencapai 425.333,13 Ha, dengan rincian luas hutan 208.161,27 Ha dan luas kebun 217.171,86 Ha. Potensi perkebunan di Provinsi Banten antara lain : komoditas aren, cengkeh, kakao, karet, kelapa, kelapa sawit, kopi. Untuk luas lahan serta jumlah produksi dari masing-masing komoditas tersebut dapat dilihat pada tabel 4.10 di bawah ini.
IV-22
Tabel 4.10. Luas Lahan Dan Produksi Komoditas Strategis Provinsi Banten Tahun 2011 No
Komoditas
Perkebunan Rakyat
Perkebunan Swasta
Perkebunan Negara
Total
Luas
Produksi
Luas
Produksi
Luas
Produksi
Luas
Produksi
(ha)
(ton)
(ha)
(ton)
(ha)
(ton)
(ha)
(ton)
2.987,88
1.806,40
1
Aren
2.987,88
1.806,40
-
2
Cengkeh
16.126,20
12.409,34
-
-
16.126,20
12.409,34
3
Kakao
7.397,18
1.539,13
6.374,53
2.324,00
13.771,71
3.863,13
4
Karet
17.652,49
7.111,73
6.737,99
3.415,79
27.001,11
11.899,76
5
Kelapa
100.157,85
55.515,03
-
-
50,49
100.208,34
55.515,03
6
Kelapa Sawit
6.938,81
8.610,48
2.020,00
-
9.795,97
18.754,78
25.865,09
7
Kopi
9.526,00
2.288,00
-
-
9.526,00
2.288,00
Jumlah
141.611,27
84.424,91
16.155,17
5.739,79
187.876,02
108.792,55
-
12.457,09
17.254,61 18.626,85
Sumber: Pewilayahan Komoditas Perkebunan
IV-23
Berdasarkan tabel 4.10 terlihat bahwa perkebunan rakyat mendominasi semua komoditas unggulan perkebunan yang terdapat di Provinsi Banten. Ke tujuh (7) komoditas perkebunan tersebut terkonsentrasi di tiga (3) kabupaten yaitu Kabupaten lebak, Kabupaten Pandeglang, kabupaten Serang
Gambar 4. 10 Peta Penyebaran Komoditas Perkebunan di Provinsi Banten 4.2.2. Jenis yang dimanfaatkan Jenis yang dimanfaatkan pada komoditas perkebunan antara lain : a. Komoditas Aren Pada umumnya komoditas aren ini dikenal sebagai pohon aren yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan bahan-bahan home industri, mulai dari
IV 24
daun mudanya, buahnya, bunganya, selaput pohonnya, serta emplur batangnya.
Gambar 4.11. Luas Areal Tanaman Aren di Provinsi Banten Tahun 2011 Komoditas tanaman aren sebagian besar (83,5%) terpusat di Kabupaten Lebak. Komoditas aren di Kabupaten Lebak cukup dominan berada di enam (6) kecamatan, yaitu Kecamatan Bojongmanik, Cijaku, Sobang, Leuwidamar, Cihara, dan Malimping
IV 25
Gambar 4.12. Peta Komoditas Perkebunan Di Kabupaten Lebak b. Komoditas Cengkeh Tanaman Cengkeh di Provinsi Banten ditanami oleh rakyat yang berdomisili di daerah ketinggian sedang (400-800 m dpl). Petani pada umumnya menjual bunga cengkeh kering kepada pedagang lokal dan antar daerah.
IV 26
Gambar 4.13. Luas Areal Tanaman Cengkeh di Provinsi Banten Tahun 2011 C. Komoditas Kakao Secara keseluruhan tanaman kakao di Provinsi Banten seluas 7.397,18 Ha dengan total produksi 2.324 ton biji kakao. Luas areal komoditas kakao yang tersebar di 3 kabupaten dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.14. Luas Areal Tanaman Kakao di Provinsi Banten Tahun 2011
IV 27
Berdasarkan dari Gambar 4.14, komoditas kakao sebagian besar terdapat di Kabupaten Lebak. Komoditas kakao di Kabupaten Lebak terkonsentrasi di lima (5) kecamatan yaitu Kecamatan cijaku, gunung kencana, Cileles, Cirinten dan Bojongmanik, seperti terlihat pada gambar berikut ini. 1400 1200
1148
1000 800 600 400
629
599 431,3 290,5
200
205,6
Luas Area (Ha)
324,2 152
157,1 68
Produksi (Ton)
0
Gambar 4.15. Grafik Luas Areal Tanaman dan Produksi Kakao per Kecamatan di Kabupaten Lebak Banten Tahun 2011
D. Komoditas Karet Basis utama perkebunan karet di Provinsi Banten adalah Perkebunan Rakyat (PR) dan Perkebunan Negara (PTP) sedangkan untuk perkebunan swasta masih tergolong baru. Secara keseluruhan luas areal komoditas karet adalah 27.002,11 ha dengan produksi 12.984 ton karet mentah. Penyebaran komoditas karet di Provinsi Banten dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
IV 28
Luas Areal Komoditas Karet (Ha) 386,6 5437,85 Kabupaten Lebak Kabupaten Pandeglang 21176,66
Kabupaten Serang
Gambar 4.16. Luas Areal Tanaman Karet di Provinsi Banten Tahun 2011 Berdasarkan gambar 4.16, terlihat bahwa luas areal terluas untuk komoditas tanaman karet terdapat di kabupaten Lebak (78%). Komoditas karet di Kabupaten Lebak terkonsentrasi di lima (5) kecamatan yaitu Kecamatan Cijaku, Cimarga, Cileles, Cirinten dan Sajira, seperti terlihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4.17 Grafik Luas Areal Tanaman dan Produksi Karet per Kecamatan di Kabupaten Lebak Banten Tahun 2011 IV 29
E. Komoditas Kelapa Tanaman kelapa merupakan komoditas yang merakyat di Indonesia, termasuk di Provinsi Banten. Setiap bagian dari tanaman kelapa dapat dimanfaatkan. Luas areal tanaman kelapa di Provinsi Banten 100.976,74 Ha dengan produksi 57.870 ton. Penyebaran komoditas kelapa di Provinsi Banten dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
Gambar 4.18. Luas Areal Tanaman Kelapa di Provinsi Banten Tahun 2011 Berdasarkan gambar 4.18 terlihat bahwa luas areal terluas untuk komoditas tanaman kelapa terdapat di kabupaten Pandeglang (42%). Komoditas kelapa di Kabupaten Pandeglang terkonsentrasi di enam (6) kecamatan yaitu Kecamatan Cigeulis, Cimanggu, Cibaliung, Sumur, Jiput, Pagelaran, seperti terlihat pada gambar berikut ini.
IV 30
Gambar 4.19 Grafik Luas Areal Tanaman dan Produksi Kelapa per Kecamatan di Kabupaten Pandeglang Tahun 2011 F. Komoditas Kelapa Sawit Kebun kelapa sawit di Provinsi Banten telah ada sejak tahun 1955 yang berlokasi
di
Kecamatan
Malimping
(sekarang
masuk
kecamatan
wanassalam) seluas 50 Ha. Hingga akhir tahun 2011, secara keseluruhan luas lahan kelapa sawit di Provinsi Banten seluas 16.754,78 Ha dengan produksi 28.481,21 ton CPO. Komoditas kelapa sawit tersebar di dua Kabupaten yaitu Kabupaten Lebak dan kabupaten Pandeglang. Dimana produksi kelapa sawit terbesar terdapat di Kecamatan Lebak. Penyebaran komoditas kelapa sawit di Provinsi Banten dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
IV 31
Gambar 4.20. Luas Areal Tanaman Kelapa Sawit di Provinsi Banten Tahun 2011 Berdasarkan gambar 4.20 terlihat bahwa luas areal terluas untuk komoditas
tanaman
kelapa terdapat di
kabupaten
Lebak
(64%).
Komoditas kelapa sawit di Kabupaten Lebak terkonsentrasi di empat (4) kecamatan yaitu Kecamatan Panggarangan, Wanasalam, Cijaku dan Banjarsari. Seperti terlihat pada gambar berikut ini.
IV 32
Gambar 4.21 Grafik Luas Areal Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit per Kecamatan di Kabupaten Pandeglang Tahun 2011 G. Komoditas Kopi Sebagian besar kopi yang dibudidayakan di Provinsi Banten oleh masyarakat adalah jenis kopi robusta dan sebagian kecil kopi arabika. Luas lahan kopi keseluruhan sebesar 9.526 Ha dengan jumlah produksi 2.288 ton kopi hingga akhir tahun 2011. Komoditas kopi tersebar di tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Lebak, Serang dan kabupaten Pandeglang. Dimana luas lahan kopi terbesar terdapat di Kecamatan Serang (4.841,0 Ha) sementara di kabupaten Lebak seluas 1.685 Ha dan di Kabupaten Pandeglang seluas 2.995 Ha. Sementara itu Produksi kopi berdasarkan luas areal dan kabupatennya dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
IV 33
Gambar 4.22 Grafik Luas Areal Tanaman dan Produksi Kopi Di Provinsi Banten Tahun 2011 4.2.3. Bentuk Penguasaan dan Pengelolaan Menurut status kepemilikan dan pengelolaan komoditas perkebunan di Provinsi Banten secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu : a. Perkebunan Rakyat (PR) b. Perkebunan Besar Negara ( PBN/PTPN) c. Perkebunan Besar Swasta ( PBS) Untuk PBN/PTPN hanya mengelola komoditas karet, kelapa dan kelapa sawit. Sementara untuk PBS mengusahakan komoditas karet, kakao dan kelapa sawit.
4.2.4. Bentuk Kerusakan Apabila tanaman karet sudah tidak produktif lagi dikarenakan tanaman sudah tua atau kasalahan pada penyadapan atau harga karet/latex dunia IV 34
yang cenderung turun, maka jika dibiarkan dapat menimbulkan lahan yang tidak produktif. Untul mengatasi hal tersebut pemerintah provinsi Banten malakukan konversi. Konversi yaitu pembukaan areal perkebunan kelapa sawit dari bekas perkebunan tanaman lain. Yang telah dilakukan oleh pihak PTP VIII melakukan konversi terhadap perkebunan karet di Kecamatan Bojong dan Cileles pada Tahun 2003.
4.3. Sumber Daya Alam Kelautan Dan Perikanan 4.3.1. Potensi dan Kesediaan Hutan Mangrove Indonesia dikenal sebagai negara maritim yang memiliki garis pantai dengan panjang mencapai 81.000 km dan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau. Sementara itu wilayah pesisir dan laut Provinsi Banten dengan luas perairan 11.134,22 km2 (belum termasuk perairan nusantara/teritorial dan ZEEI yang dapat dimanfaatkan), dengan panjang garis pantai 509 km, serta 55 pulau-pulau kecil dan pulau terluar menyimpan kekayaan dan keragaman sumberdaya pesisir dan laut (RPJM Prov Banten 2007-2012). Untuk kabupaten/kota pesisir berjumlah 6 kab/kota, 36 buah kecamatan pesisir serta 131 buah desa pesisir dan 61 buah pulau-pulau kecil. Kondisi
ini
membuat
wilayah
provinsi
Banten
memiliki
kekayaan
sumberdaya pesisir yang dikelilingi ekosistem pesisir tropis, seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, dan sumber daya hayati maupun non hayati yang terkandung di dalamnya. Tetapi kekayaan sumberdaya pesisir tersebut kini mengalami kerusakan dengan laju kerusakan telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Indikasi kerusakan ini terlihat dari fenomena degradasi biogeofisik terutama pada ekosistem mangrove. Banyaknya reklamasi liar yang dilakukan pengelola hotel, pengusaha industri, dan pemerintahan kabupaten/Kota di Banten,
IV 35
diduga juga mengakibatkan terjadinya penurunan garis pantai yang terdapat di provinsi Banten. (Kompasiana, 2010) Beberapa jenis pohon mangrove yang umum di Provinsi Banten adalah bakau (Rhizophora spp.), api-api (Avicennia spp.), pedada (Sonneratia spp), tanjung (Bruguiera spp), Nyirih (Xylocarpus spp). Ekosistem hutan mangrove di Banten menyebar tidak merata di seluruh pantai dan pesisir. Keberadaan hutan mangrove di Provinsi Banten terutama ditemui di pantai utara Banten yang mempunyai topografi dangkal dan terlindung. Hutan mangrove dapat ditemui mulai dari pantai utara bagian timur Banten ke barat dan selatan. Kerusakan ekosistem hutan mangrove di Banten pada umumnya terjadi pada kawasan yang telah mengalami tekanan dari aktifitas manusia, seperti penebangan pohon mangrove, konversi lahan, penambangan batu dan pasir, reklamasi, dan kegiatan industri. Kondisi keberadaan hutan mangrove serta luasnya dapatdilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.11. Sebaran Mangrove di Provinsi Banten, 2014 No
Kabupaten/Kota/Kecamatan/ Desa
1
Kab. Tangerang
1. a. 2. a. b.
Kemiri Karang Anyar Kosambi Salembaran Salembaran Jati 3. Kronjo a. Kronjo b. Pagedongan 4. Mauk a. Ketapang b. Mauk Barat
Luas (Ha) Kondisi Dalam Luar Kawasan Kawasan Hutan Hutan 7,96
-
Rusak
55,81 10,42
-
Rusak Rusak
-
7,53 17,22
Rusak Rusak
-
6,52 3,85
Rusak Rusak
Ket
IV 36
No
Kabupaten/Kota/Kecamatan/ Desa
5. a. b. c. d. 6. a. b. 7. a. b.
II
Paku Haji Kohot Kramat Sukawali PM Sukadiri Pekayon Rawa Kidang Teluk Naga Muara Tanjung Burung
Jumlah I Kabupaten Serang 1. Bojonegara a. Bojonegara b. Margagiri 2. Kasemen a. Sawah Luhur b. Pulau Dua 3. Kramat Watu a. Terate 4. Pontang a. Domas b. Linduk c. Sukajaya d. Wanayasa 5. Pulo Ampel a. Argawana 6. Tanara a. Pedaleman b. Tenjo Ayu 7. Tirtayasa a. Lontar b. Sujung c. Susukan d. Tengkurak
Jumlah II III Kota Cilegon
Luas (Ha) Kondisi Dalam Luar Kawasan Kawasan Hutan Hutan 6,00
60,55 45,32 0,41
Rusak Rusak Rusak
27,12 4,11
-
Rusak Rusak
13,36 -
105,07
Rusak Rusak
124,78
246,45
-
18,41 3,23
Rusak Rusak
30
39,54
Rusak Rusak
-
10,88
Rusak
-
56,66 22,47 5,79 77,42
Rusak Rusak Rusak Rusak
-
58,76
Rusak
-
26,68 43,28
Tdk Rsk Tdk Rsk
30,00
33,32 6,45 16,87 7,63 431,37
Rusak Rusak Rusak Rusak
Ket
IV 37
No
Kabupaten/Kota/Kecamatan/ Desa
Luas (Ha) Kondisi Dalam Luar Kawasan Kawasan Hutan Hutan
1. Ciwandan a. Kubangsari b. Samangraya c.Waruasari 2. Pulo Merak IV
Jumlah III Kabupaten Lebak 1.Malingping a. D. ampel /Bagedur
V
210,93 210,93
0,43 129,21
-
16,13
Jumlah IV Kabupaten Pandeglang
TWA Rusak P. Rusak sanglang Rusak Rusak
Rsk Berat
16,13
1. 2. 3. 4. 5. Jumlah V Jumlah s/d V
5,06 134,70
Ket
Cigeulis Pagelaran Panimbang Patia Sumur
I
1.874,98 1.874,98 2.240,69
1,22 10,99 37,07 40,74
Rusak Rusak Rusak Rusak Tdk Rsk
TUNK
90,02 918,67
Sumber: SLHD Provinsi Banten, 2014
Berdasarkan dari data dapat dilihat bahwa hampir sebagian besar hutan mangrove
tersebut
dalam
keadaan
rusak.
Sementara
keberadaan
mangrove sangat penting untuk mencegah intrusi air laut, menahan abrasi pantai dan sebagai penunjang produktivitas perairan Provinsi Banten yang mempunyai manfaat ekonomi bagi masyrakat setempat, juga sebagai areal konservasi hayati dan jalur hijau. Sementara itu data umum untuk ekosistem mangrove yang terdapat di Provinsi Banten dapat dilihat pada tabel berikut ini
IV 38
Tabel 4.12 Data Umum Ekosistem Mangrove tahun 2014 No Parameter
1
Lokasi
2
Luas
3
Peruntukan Sekarang
Kab. Kab & Tangerang Kota Serang Tanjung Pantai Pasir, Tirtayasa, Tanjung Lontar, Burung, Tanjung Tanjung Pontang, Kait, Pulau Dua, Pantai Pulau Satu, Mauk, Selatan Pantai Pulau Muara dan Panjang Kronjo 222,9 ha
4
Umum (green belta atau penyangga) Kepemilikan Rakyat
5
Vegetasi
Rhizopora sp. dan Avicinea sp
628,5 ha Cagar Alam
Kabupaten/Kota Kota Kab. Kab. Lebak Cilegon Pandeglang Merak
Sangat Tipis
Pantai Panimbang, Tanjung Lesung, Sumur, Pantai Utara Taman Nasional Ujung Kulon, Pulau Panaitan dan Pulau Peucang 76 ha
Umum Taman (green belt Nasional atau penyangga) Departemen Rakyat Departemen Kehutanan Kehutanan dan Rakyat dan Rakyat Rhizopora Rhizopora Rhizopora sp. dan sp. dan sp, Avicinea Avicinea sp Avicinea sp sp dan Avicennia sp
Ds. Muara (Tanjung Panto, Binuangeun)
1,50 ha Umum (green belt atau penyangga) Rakyat Rhizopora sp. dan Avicinea sp
Sumber : Buku Saku Perikanan, 2014
Secara umum kondisi hutan mangrove di provinsi Banten adalah sebagai Berikut
IV 39
Tabel 4.13. Luas Hutan Mangrove (Ha) Berdasarkan Kabupaten Kota Di Provinsi Banten Tahun 2012 Jenis Ekosistem Hutan Mangrove
Kabupaten/Kota Cilegon Serang Pandeglang -
598,5
Luas Total=76 Rusak= 60,8 Sedang= 11,4 Baik= 3,8
Tangerang
Kota Serang Luas 30 Total=222,9 Rusak= 145,6 Sedang= 61,7 Baik= 15,6
Lebak 1,5
4.3.2. Potensi dan Kesediaan Terumbu Karang Terumbu Karang di kawasan Teluk Banten diperkirakan seluas 2,5 km 2 dan 22% diantaranya merupakan karang hidup (Meesters, 1999 dalam Tiwi, 2004). Sebaran terumbu karang terdapat di sekeliling pulau-pulau kecil di Pulau Panjang sekitar 7 km2 dan sebagian kecil di Gosong Dadapan, P. Kubur, P. Pamujan Kecil, dan P. Pamujan Besar, serta tempat di pantai Teluk Banten. Tipe terumbu karang di Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon adalah tipe terumbu karang tepi (Fringing reef) yang membentuk paparan terumbu karang yang landai dengan kedalaman ratarata 5 sampai 30 meter. Terumbu karang ditemukan di beberapa lokasi seperti di Semenanjung Ujung Kulon (Citerjun, Tanjung Layar, Rorah Kaung, Legon Waru, Jamang, Karora Tengah, Cikembang). Pulau Peucang (Cihandarusa, Cipaus Karang Copong), dan Pulau Panaitan. Hasil pengamatan BNTUK (Balai Taman Nasional Ujung Kulon) BTNUK tahun 2002 ternyata luas kawasan daerah yang berterumbu karang mencapai 331,50 Ha. Daerah Legon Waru memiliki luasan yang cukup besar (Statistik DKP, 2013).
IV 40
Ekosistem terumbu karang dalam wilayah Kota Cilegon terdapat di sepanjang pantai dan sekitar P. Merak Besar dan P. Merak Kecil. Keanekaragaman terumbu karang cukup tinggi yang terdiri dari 40 genera yang sebagian besar adalah marga Acropora, Madreporana, Montipora dan Alcyonaria. Namun demikian penutupan terumbu karang di lokasi ini sangat rendah sekitar 6,84%–23,57% dan termasuk kategori buruk. Kerusakan ekosistem terumbu karang secara umum disebabkan oleh aktifitas manusia, seperti kegiatan penangkapan ikan dengan bahan peledak, bahan kimia (potassium cyanida), penangkapan ikan dengan jaring jodang dan jaring bloon (semacam pukat harimau), penangkapan ikan hias, kegiatan industri di pesisir Cilegon, kegiatan pelabuhan, penambangan/pengambilan karang, termasuk kegiatan wisata seperti pelepasan jangkar sembarangan dan penyelaman/snorkling yang tidak benar (Profil kelautan dan perikanan Prov Banten, 2013). Gambaran secara umum potensi sumberdaya kelautan dari terumbu karang di Propinsi Banten dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.14. Luas Terumbu Karang (Ha) Berdasarkan Kabupaten Kota Di Provinsi Banten Tahun 2014 Jenis Ekosistem
Kabupaten/Kota Cilegon Serang Pandeglang
Terumbu Karang
-
250
Tangerang Kota Lebak Serang Luas Luas Total=1.635 Total= Rusak= 140,05 ha 679,34 Rusak= 23 Sedang= Sedang=21 304,888 Baik= 98 Baik= 364,605 Sangat Baik= 86,16
Sumber: SLHD, 2014
IV 41
Terumbu karang banyak ditemui di kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak, dari data dapat dilihat seluas 702,34 ha terumbu karang yang terdapat di Provinsi Banten dalam keadaan rusak. Sementara itu keberadaan terumbu karang dalam perairan sebagai tempat berlindung ikan-ikan dan invertebrate dan sangat penting untuk melindungi wilayah pesisir dari abrasi. Manfaat lain dari terumbu karang adalah sebagai sumber makanan, sumber obat-obatan, pelindung pantai dari erosi serta fungsi ekonomi dan sosial lainnya. Terumbu karang dapat rusak karena dampak dari pariwisata yang tidak terkendali, adanya limbah industri, maupun bencana alam, sementara untuk memperbaikinya membutuhkan waktu puluhan sampai ratusan tahun.
4.3.3. Potensi dan Kesediaan Padang Lamun Lamun banyak ditemukan di Teluk Banten, Teluk Lada, Ujung Kulon, Pulau Panjang, Pulau Pamujan Besar, Pulau Panaitan, Pulau Peucang dan pulaupulau kecil lainnya. Habitat lamun menempati daerah pasang surut mulai pantai tegak lurus kearah laut dengan jarak antara 25 hingga 300 meter. Lamun di Teluk Banten dijumpai sebanyak 8 jenis yaitu: Enhalus acoroides. Cyrnodocea rotundata, C. Serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, H. minor, Syringodium isotifolium dan Thalassia hemprichii. Padang lamun di Teluk Banten sekitar 366,9 hektar yang tersebar di pantai Barat sekitar 247 hakter dan 199,9 di rataan terumbu pulau dan gosong karang dengan kedalaman 0,2 – 3,0 meter. Luas padang lamun berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi Banten dapat dilihat pada Tabel berikut. IV 42
Tabel 4.15 Padang Lamun (Ha) Berdasarkan Kabupaten Kota Di Provinsi Banten Tahun 2012 Jenis Ekosistem
Padang Lamun
Kabupaten/Kota Cilegon
Serang
Pandeglang
Tangerang
-
424,5
Luas Total=615 Rusak= 101,14 Sedang= 92,25 Baik= 421,61
-
425,5
1.230
Total
Kota Serang -
Lebak 54
54
Sumber: SLHD, 2014
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang tumbuh dan berkembang dengan baik di lingkungan laut dangkal, yang dapat membentuk kelompok-kelompok kecil dari beberapa tegakan tunas sampai berupa hamparan padang lamun yang sangat luas. Padang lamun dapat berbentuk vegetasi tunggal yang disusun oleh satu jenis lamun atau vegetasi campuran yang disusun mulai dari 2 sampai 12 jenis lamun yang tumbuh bersama pada suatu substrat (Kirkman, 1985; Kiswara, 1999a,b; Kiswara dan Winardi, 1994, 1999; Zulkifli, 2000). Jika dilihat dari pola zonasi lamun secara horisontal, maka dapat dikatakan ekosistem lamun terletak di antara dua ekosistem bahari penting yaitu ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang. Dengan letak yang berdekatan dengan dua ekosistem pantai tropik tersebut, ekosistem lamun tidak terisolasi atau berdiri sendiri tetapi berinteraksi dengan kedua ekosistem tersebut.
IV 43
Adanya interaksi yang timbal balik dan saling mendukung, maka secara ekologis lamun mempunyai peran yang cukup besar bagi ekosistem pantai tropik. Adapun peran lamun tersebut (Nienhuis et al., 1989; Hutomo dan Azkab, 1987; Zulkifli, 2000) adalah sebagai berikut: (1) produsen primer, dimana lamun memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian besar memasuki rantai makanan di laut, baik melalui pemangsaan langsung oleh herbivora maupun melalui dekomposisi serasah; (2) sebagai habitat biota, lamun memberi perlindungan dan tempat penempelan hewan dan tumbuh-tumbuhan;(3) sebagai penangkap sedimen, lamun yang lebat memperlambat gerakan air yang disebabkan oleh arus dan ombak; (4) sebagai pendaur zat hara; dan (5) sebagai makanan dan kebutuhan lain, seperti bahan baku pembuatan kertas. Sedangkan dalam Fortes (1990), peran lamun bagi manusia baik langsung maupun tidak langsung, dapat dibagi menjadi dua yaitu: (1) peran tradisional, seperti sebagai bahan tenunan keranjang, kompos untuk pupuk; (2) peran kontemporer, seperti penyaring air buangan; pembuatan kertas. Ancaman terbesar terhadap padang lamun berasal dari aktivitas manusia adalah: (1) limbah industri dan lahan pertanian yang dibawa oleh aliran sungai; (2) jalur pelayaran, dimana propeller kapal motor dapat merusak daun-daun lamun; (3) penambangan pasir, baik di sungai maupun di laut; dan (4) pemakaian alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan. Ancaman akibat aktivitas manusia, sering tidak hanya mengganggu fungsi ekologis padang lamun, tetapi juga menghilangkan ekosistem padang lamun, sehingga mengakibatkan hilangnya keanekaragaman plasma nutfah.
IV 44
(Sumber : Buku DKP Banten Dalam Angka 2014)
Gambar 4.23. Luas Ekosistem Perairan 4.3.4. Potensi dan Ketersediaan Perikanan Provinsi Banten berbatasan langsung dengan 3 wilayah perairan. Pada sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat dengan Selat Sunda dan sebelah timur dengan DKI Jakarta dan Jawa Barat. Jumlah kabupaten dan kota yang berbatasan dengan perairan terdiri dari 4 kabupaten dan 2 kota. Wilayah pantura Banten mencakup 2 kabupaten, yakni: Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. Sementara wilayah pantai selatan Banten mencakup 2 kabupaten dan 2 kota yakni: Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kota Cilegon. Luas perairan wilayah Provinsi Banten yang memiliki potensi ekonomis pada tahun 2013 total produksi ikan tangkap mencapai 50.091,5 ton dan 99.421,00 ton ikan budidaya dimana potensi areal perairan laut seluas 11.486,72 Km2 dan 4.298,0 ha luas lahan perairan umum dari berbagai
IV 45
jenis perairan di Provinsi Banten ini dengan penghasil utama terdapat di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang. Secara umum perikanan di Provinsi Banten dikelompokan menjadi dua yaitu perikanan dari perairan laut dan perairan umum. Pengembangan sentra perikanan di perairan umum (tambak, Kolam, sawah, keramba, jaring terapung) terdapat di Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Lebak. Penghasil perikanan di Provinsi Banten terbagi menjadi dua yaitu produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Potensi jumlah lahan perairan umum yang terdapat di provinsi Banten dapat dilihat pada gambar diagram berikut ini.
Gambar 4.24. Potensi Jumlah Lahan Perairan Umum Yang Terdapat Di Provinsi Banten
A. Subsektor Perikanan Tangkap Data Perikanan untuk sub sektor perikanan tangkap adalah sebagai berikut:
IV 46
RTP Perikanan Tangkap
: 6.601 Unit
Jumlah Nelayan
: 27.645 Orang
Alat Tangkap
: 15.641 Unit
Kapal Perahu
: 7.020 Unit
Tempat Pendaratan Ikan (TPI)
: 42 Buah
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)
: 22 Buah
BPPP Labuan
: 1 Buah
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karang Atu
: 1 Buah
A.1 Perikanan Tangkap di Laut Pada tahun 2013, produksi perikanan tangkap dari perairan laut di Provinsi Banten mencapai 58.568 ton. Kabupaten Pandeglang memberikan kontribusi produksi terbesar, yakni mencapai 39,84% dari total produksi Provinsi Banten, kemudian, diikuti oleh Kabupaten Tangerang yang memberikan kontribusi sebesar 34,41%, Kabupaten Serang mencapai 12,23%, Kabupaten Lebak mencapai 8,08%, Kota Serang mencapai 4,82% dan Kota Cilegon mencapai 0,61%. Secara rinci jumlah produksi perikanan tangkap dari perairan laut untuk setiap kabupaten/kota pesisir di Provinsi Banten disajikan pada Tabel 4.16 berikut ini. Tabel 4.16. Jumlah Produksi Perikanan Tangkap di Laut Provinsi Banten Tahun 2013
Kabupaten/Kota Kab. Pandeglang Kab. Lebak Kab. Tangerang
Jumlah (ton) 23.337 4.734 20.153
IV 47
Kab. Serang Kota Tangerang
7.163 -
Kota Cilegon
360
Kota Serang
2.821
Kota Tangerang Selatan Total
58.568
Gambar 4.25 Kontribusi Produksi Perikanan Tangkap dari Perairan Laut untuk setiap Kabupaten/Kota Pesisir di Provinsi Banten pada Tahun 2012 Produksi perikanan tangkap dari perairan laut yang didaratkan di Provinsi Banten secara garis besar terdiri dari kelompok ikan pelagis, kelompok ikan demersal, dan kelompok non-ikan (crustacea dan mollusca). Produksi ikan ekonomis penting pada kelompok ikan pelagis didominasi oleh 5 jenis ikan, yakni: tembang, kembung, tenggiri, tongkol komo dan teri. Sementara, untuk kelompok ikan demersal, produksi ikan yang bernilai ekonomi pentingnya didominasi oleh jenis ikan: layur, pari kembang/pari
IV 48
macan, manyung, kakap merah, dan kakap putih. Selanjutnya, untuk kelompok non-ikan yang bernilai ekonomi penting, produksinya didominasi oleh jenis: rajungan dan udang putih/jerbung (crustacea) serta cumi-cumi (mollusca). A.2. Perikanan Tangkap di Perairan Umum Provinsi Banten memiliki perairan umum antara lain sungai, danau, waduk, rawa dan lainnya. Perairan tersebut tersebar di 3 kabupaten di Provinsi Banten. Pada tahun 2013, produksi perikanan tangkapnya mencapai 1.423 ton. Kabupaten Serang mendominasi hasil produksi perikanan perairan umum dengan produksi mencapai 94,66% dari total produksi perairan umum yang dihasilkan. Produksi selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Tangerang yang mencapai 5,20 % dari total produksi dan Kabupaten Lebak hanya mencapai 0,07% dari total produksi. Produksi perikanan tangkap di perairan umum menurut kabupaten/kota di Provinsi Banten disajikan pada Tabel 4.17 Tabel 4.17. Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Perairan Umum Provinsi Banten Tahun 2013 Kabupaten/Kota
Jumlah (ton)
Kab. Pandeglang
-
Kab. Lebak
1
Kab. Tangerang Kab. Serang
74 1.347
Kota Tangerang
-
Kota Cilegon
-
Kota Serang
-
Kota Tangerang Selatan
-
Total
1.423
Sumber : DKP,2014
IV 49
Gambar 4.26. Kontribusi Produksi Perikanan Tangkap dari Perairan Umum Pada Kabupaten/Kota Pesisir di Provinsi Banten pada Tahun 2013
Produksi perikanan di perairan umum terbagi atas ikan, binatang berkulit keras dan binatang lunak. Produksi yang paling mendominasi adalah produksi ikan. Ikan yang dihasilkan antara lain ikan Sidat, Sepat rawa, Sepat siam, Gabus, Mujair, Nila, Lele, Mas, Nilem, Tawes, Patin jambal, Lais dan ikan lainnya. Binatang berkulit keras yaitu Udang tawar dan jenis udang lainnya. Sementara itu binatang berkulit lunak yang dihasilkan yaitu remis. Jenis ikan hasil tangkapan perairan tawar yang mendominasi adalah ikan Gabus, Mujair, Lele dan Tawes. Ikan lele paling mendominasi yaitu sebesar 32,37%, ikan Tawes 25,95% dan ikan Gabus mencapai 15,34%. Pada binatang berkulit keras, jenis Udang lainnya yang banyak diperoleh yaitu sebesar 4,5 ton pada tahun 2013. Produksi binatang lunak yaitu remis sebesar 0,10 ton. Persentase hasil produksi perairan umum pada tahun 2013 disajikan pada Gambar 4.25.
IV 50
Gambar 4.27. Proporsi Produksi Perikanan Tangkap di Perairan Umum Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Menurut Jenis Ikan, Tahun 2011
B. Subsektor Perikanan Budidaya Untuk mengantisipasi tingkat permintaan sumberdaya ikan yang akan meningkat pada masa yang akan datang, maka pengembangan sub-sektor perikanan budidaya menjadi alternatif yang penting. Berdasarkan data statistik perikanan budidaya Provinsi Banten, volume produksi perikanan budidaya pada tahun 2013 mencapai 99.421 ton, dengan nilai produksi sebesar 753,9 milyar rupiah. Grafik perkembangan produksi perikanan budidaya dan Perikanan tangkap selama 5 tahun terakhir di Provinsi Banten dan dapat dilihat pada Gambar 4.26. Data Perikanan untuk sub sektor perikanan budidaya adalah sebagai berikut: RTP Perikanan Budidaya
: 24.846 Unit
Pembudidaya
: 28.480 Orang
IV 51
Luas Lahan Budidaya
: 16.725 Ha
a. Laut
: 835 Ha
b. Tambak
: 10.358 Ha
c. Kolam
: 1.667 Ha
d. Sawah
: 3.863 Ha
UPR
: 594 Unit
Hatcheri
: 88 Buah
BBI Sentral
: 2 Buah
BBI Lokal
: 6 Buah
Usaha budidaya ikan air tawar semakin hari semakin menggiurkan. Menurut laporan Badan Pangan PBB, pada tahun 2021 konsumsi ikan perkapita penduduk dunia akan mencapai 19,6 kg per tahun. Meski saat ini konsumsi ikan lebih banyak dipasok oleh ikan laut, namun perkiraan pada tahun 2018 produksi ikan air tawar akan menyalip produksi perikanan tangkap, karena produksi perikanan tangkap akan mengalami penurunan akibat overfishing. Ikan di laut semakin sulit didapatkan. Bahkan bila tidak ada perubahan model produksi, para peneliti meramalkan pada tahun 2048 tak ada lagi ikan untuk ditangkap (alamtani.com). Potensi budidaya perikanan di Banten belum tergarap optimal meskipun provinsi ini memiliki kawasan budidaya air payau, laut, dan tawar yang cukup luas, mencapai 48.215,05 hektar. Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Banten, kawasan yang bermanfaatkan baru 16.189,75 hektar atau 33,57 persen dari luas kawasan yang berpotensi dimanfaatkan untuk budidaya perikanan. (www.Indonesia.go.id, diakses 6 Des 2015).
IV 52
Gambar 4.28. Diagram Batang Produksi Perikanan Provinsi Banten Tahun 2009-2013 Berdasarkan Gambar 4.26 dapat dilihat bahwa trend peningkatan perikanan budidaya mengalami peningkatan pada kurun waktu tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Sementara itu untuk produksi ikan tangkap pada kurun waktu tahun 2009-2013 cenderung tetap. Dari segi perekonomian kegiatan perikanan tangkap dan budidaya juga mengalami kenaikan.
IV 53
Gambar 4.29. Jumlah Produksi Ikan Pada Tahun 2013
4.3.5. Jenis Yang Dimanfaatkan 4.3.5.1 Produksi Komoditas Unggulan dari Perikanan budidaya Dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.18. Komoditas Unggulan Untuk Perikanan Budidaya NO
Jenis Budidaya
Jenis Ikan
1
Budi Daya Laut
2
Budi Daya Tambak Budi Daya Tambak Budi Daya Tambak
Kerang Hijau Udang Vannamel Udang Windu Ikan Bandeng
3 4
Produksi (ton) 2011 3.088,00
2012 3.529,09
2013 4.258,24
235,50
293,90
1.406,60
228,70
293,50
403,52
9.545,90
8.739,46
10.997,10
IV 54
A.
Budi Daya Laut
1.
RUMPUT LAUT
Berdasarkan data statistik budidaya Provinsi Banten tercatat bahwa jumlah produksi komoditas rumput laut Provinsi Banten mencapai 17.552 ton pada tahun 2013. Wilayah produksi rumput laut di Provinsi Banten pada tahun 2011 mencakup Kabupaten Serang (96,21%) dan Kabupaten Pandeglang (3,79%). Jumlah produksi rumput laut menurut wilayah Provinsi Banten tahun 2011 produksi disajikan pada tabel di bawah ini. 2.
KERANG HIJAU
Kerang Hijau dengan nama latin Perna viridis termasuk dalam famili Mytilidae. Pada umumnya kerang ini terdapat di daerah perairan pantai dengan bentuk agak pipih memanjang dan memiliki cangkang yang tipis. Cangkang konsentrik dengan bagian pinggir berwarna hijau kebiru-biruan. Ukurannya dapat mencapai 8-10 cm. Di Provinsi Banten, kerang jenis ini banyak dibudidayakan di perairan Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang dan Kota Serang. Gambaran lebih jelas mengenai komoditi kerang hijau dapat dilihat pada gambar. 3.
KERANG DARAH
Kerang Darah dengan nama latin Anadara granosa (Linnaeus, 1758) termasuk dalam famili Arcidae. Kerang Darah terdapat hampir di seluruh pantai Indonesia. Bentuknya bulat kipas agak lonjong. Bagian dalam halus dengan warna putih mengkilat dan warna dasar kerang putih kemerahan (merah darah) dan bagian dagingnya merah. Ukurannya dapat mencapai 4 cm. Gambaran lebih jelas mengenai komoditi kerang darah dapat dilihat pada gambar berikut.
IV 55
B.
Budi Daya Tambak
1. RUMPUT LAUT Jenis rumput laut yang umum dibudidayakan di air payau (di dalam tambak) adalah Gracilaria spp. 2. UDANG VANAME Udang vaname dengan nama latin Litopenaeus vannamei termasuk dalam famili Penaidae. Produksi udang vaname di Provinsi Banten terdapat di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang. 3. UDANG WINDU Udang windu dengan nama latin Penaeus monodon termasuk dalam famili Penaeidae. Biasanya hidup di dasar perairan yang berlumpur dan berpasir pada kedalaman 0 sampai 110 m. Provinsi Banten, udang windu dibudidayakan di Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Lebak. 4. MUJAIR Ikan mujair dengan nama latin Oreochromis mossambicus termasuk dalam famili Cichlidae. Ikan ini mempunyai toleransi yang besar terhadap kadar garam, sehingga dapat hidup di air payau. Bentuk badan pipih berwarna hitam keabu-abuan. Panjang total maksimum mencapai 40 cm. Pada Provinsi Banten, ikan mujair di budidayakan di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang. 5.
BANDENG
Ikan bandeng dengan nama latin Chanos chanos termasuk dalam famili Chanidae. Ikan bandeng cenderung hidup berkelompok di sekitar pesisir. IV 56
Ikan bandeng muda biasanya hidup di air payau, dan akan kembali ke laut jika sudah dewasa untuk berkembang biak. Di Provinsi Banten, ikan bandeng dibudidayakan hampir diseluruh wilayah pesisir yang mencakup Kabupaten
Pandeglang,
Kabupaten
Lebak,
Kabupaten
Tangerang,
Kabupaten Serang dan Kota Serang.
4.4. Lokasi Minopolitan di Provinsi Banten Lokasi minopolitan di Provinsi Banten dapat dilihat pada tabel dibawah ini berdasarkan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep 32/MEN/2010 dan SK Bupati/Walikota. Tabel 4.19. Lokasi minopolitan di Provinsi Banten
Sumber : DKP Dalam angka 2014
IV 57
Sumber : Kepmen kkp no.kep.32/men/2010 tentangpenetapan kawasan minapolitandan sk bupati/walikota tentang penetapan lokasi minapoltan kabupaten/kota
Gambar 4.30. Peta Lokasi Minopolitan Provinsi Banten 4.4.1. Bentuk Penguasaan dan Pengelolaannya Berdasarkan Renstra DKP 2012-2017 disebutkan beberapa isu strategis yang ada di DKP diantaranya : a) Potensi SDA dan SDM sektor Kelautan dan Perikanan yang melimpah & belum sepenuhnya dimanfaatkan. b) Rendahnya
produktifitas
usaha
perikanan
karena
kurangnya
penguasaan teknologi produksi perikanan dan permodalan. c) Rendahnya kualitas produk perikanan sehingga harga jual rendah.
IV 58
d) Belum adanya komoditas unggulan perikanan yang berskala Nasional kurang optimalnya pemanfaatan pulau-pulau kecil untuk pengembangan ekonomi masyarakat pesisir. e) Ancaman deplesi sumberdaya ikan & degradasi lingkungan akibat kegiatan antropogenik & faktor alam. 4.4.2. Bentuk Kerusakan Bentuk kerusakan yang terjadi terhadap sumber daya alam kelautan dan perikanan antara lain : a.
Sedimentasi/akresi pantai
Hal ini dapat terjadi bila material pantai yang terangkut/ terpindahkan lebih sedikit bila dibandingkan dengan material yang terendapkan. Peningkatan buangan sedimen ke dalam ekosistem perairan akibat semakin tingginya laju erosi tanah yang disebabkan oleh perusakan hutan, kegiatan pertanian, dan pembangunan sarana dan prasarana di daerah aliran sungai. Kerusakan hutan akibat penebangan hutan secara liar terjadi di daerah hulu sungai. Daerah hulu sungai merupakan bagian dari ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS). Berdasarkan SLHD Prov Banten, 2014, diketahui bahwa Kabupaten Lebak dan Pandeglang merupakan daerah hulu dari beberapa sungai yang merupakan pemasok sumber air bagi daerah lain di Propinsi Banten dan DKI Jakarta. Daerah yang diidentifikasikan terjadi penebangan liar ialah Kecamatan Bojongmanik, Gunung Kencana, dan Cipanas (Lebak); Gunung Karang, Pulosari, dan Aseupan (Pandeglang); Rawa Danau (Serang). Ketiga gunung dan rawa danau tersebutmerupakan daerah tangkapan air yang menjamin ketersediaan air untuk sungai - sungai yang dilewatinya. Kerusakan yang diakibatkan oleh rusaknya hutan di daerah hulu
IV 59
diindikasikan oleh meluapnya sungai di musim hujan yang berpotensi menimbulkan banjir di daerah hilir dan keringnya sungai di musim kemarau karena tidak adanya vegetasi yang menyimpan air. Tidak adanya vegetasi penutup tanah di daerah aliran sungai juga menyebabkan top soil akan ikut tercuci bersama dengan air hujan. Permasalahan sedimentasi/akresi di Propinsi Banten antara lain terjadi di Desa Kosambi, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang permasalahan sedimentasi yang terjadi antara lain adalah di Desa Tengkurak – Tirtayasa (4.5 km), Sukajaya– Pontang (2.5 km), Tanara (4.5 km) dan Padaleman (4.5 km)–Tanara, Banten-Kasemen (2.5 km) dan Terate – Kramatwatu (1 km). b.
Abrasi pantai, antara lain kerusakan hutan mangrove yang
menyebabkan habitat dasar dan fungsi ekologisnya menjadi hilang serta akan akan mengancam regenerasi stok-stok ikan dan udang di perairan lepas pantai yang memerlukan hutan mangrove sebagai nursery ground bagi larva dan/atau stadium muda ikan dan udang serta ikan‑ikan lainnya. Hal lain juga mengakibatkan intrusi air laut sehingga air tawar menjadi langka. Daerah yang mengalami intrusi air asin di Propinsi Banten antara lain adalah Cikeusik, Panimbang, Pagelaran di Kabupaten Pandeglang dan menurut laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang intrusi di jumpai di Kasemen (yang berpengaruh sampai 1 km ke arah darat), Argawana – Pulo Ampel (0,5 km) dan Paku-Anyer (0,5 km). Intrusi ini lebih disebabkan oleh adanya dampak tidak langsung dari abrasi, kegiatan tambak, penambangan pasir pantai maupun akibat adanya perusakan
IV 60
hutan bakau sehingga penahan intrusi air asinnya hilang, masuknya air laut ke arah hulu sungai akibat adanya pasang laut ataupun terdesaknya cadangan air tawar akibat berkurangnya tekanan air tanah oleh berlebihnya penyedotan air tanah. Dari keseluruhan panjang pantai yang dimiliki oleh Propinsi Banten beberapa diantaranya mengalami abrasi, diantaranya dapat ditunjukkan di Tabel 4.20
Abrasi yang terjadi sebagian besar diakibatkan oleh faktor
alam dan kegiatan manusia seperti kegiatan pertambakan, penebangan hutan mangrove, penggalian pasir pantai, maupun reklamasi Tabel 4.20. Permasalahan Abrasi di Provinsi Banten No
Kabupaten /Kota
Kecamatan
Lokasi Desa
1
Kab. Serang
Tirtayasa
Lontar
2
Kab. Tangerang
Kronjo
Muncung Kronjo Pg.Ilir Mauk Barat Ketapang Margamulia Tanjung Anom
0,300 0,925 0,650 0,350 0,500 0,650 0,600
Karang Serang Suryabahari Sukawali Kramat
0,150
Mauk
Sukadiri Pakuhaji
Yang Terabrasi (Km) 3,000
Sumber Penyebab
Pengrusakan mangrove, pengambilan pasir pantai dan kerusakan terumbu karang Proses Alam, Kegiatan Pembukaan tambak, Penambangan pasir pantai, dan kegiatan reklamasi
0,250 0,550
IV 61
Kohod Teluk naga
Kosambi
3
Kota Cilegon
Pulo Merak
Tanjung Burung Tanjung Pasir Muara Lemo Salembaran Jaya Salembaran Jati Kosambi Barat Kosambi Timur dadap Mekarsari dan Tikungan Merak Beach
0,650 0,600 Tad 1,300 1,000 Tad 1,500 TAD 0,350 0,550 0,300 TAD
Alam, Penambangan Pasir, pantai, dan Kegiatan tambak
Sumber , SLHD, 2014
c.
Kerusakan Terumbu Karang
Dampak yang ditimbulkan akibat rusaknya terumbu karang antara lain hilangnya areal nursery ground dan feeding ground bagi berbagai biota laut. Hal ini mengakibatkan menurunnya produksi ikan-ikan karang dan menghilangkan fungsi terumbu karang sebagai pelindung pantai terhadap gempuran tekanan gelombang dan badai yang mengakibatkan abrasi pantai
IV 62
4.5. Sumber Daya Pertambangan dan Energi
Gambar 4.31. Potensi Panas Bumi di Provinsi Banten 4.5.1 Energi Panas Bumi Pada tahun 2020 kebutuhan listrik di Provinsi Banten diperkirakan sebesar 6.000 MW atau tumbuh rata-rata sekitar 6% per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan listrik di Provinsi Banten sampai dengan tahun 2020 diperlukan penambahan daya rata-rata 104 MW per tahun. 3 titik potensi energi panas bumi yaitu: a) Kaldera Danau Banten (Komplek Gn. Karang, Gn. Pulosari, dan Rawa Danau) dengan potensi 115 MW. b) Gunung Endut di Kabupaten Lebak dengan potensi spekulatif sebesar 225 MW.
IV 63
c) Pamancalan di Kabupaten Lebak dengan potensi spekulatif sebesar 225 MW. 4.5.2 Pertambangan Mineral Bahan Galian Logam Potensi pertambangan mineral bahan galian logam berupa emas terdapat di Kabupaten Lebak (Desa Cikotok, Desa Warung Banten, Desa Lebak Situ, Desa Sinargalih, Desa Cimancak, Desa Sukamulya, Desa Cidikit, Desa Citorek, Desa Cikate, Desa Kanekes, Desa Guradog, Desa Bojongmanik, Desa Caringin, Desa Gunung Kendang, dan Desa Bulakan), Kabupaten Pandeglang (Desa Padasuka, Desa Mangkualam, dan Desa Kramatjaya). 1.
Logam Mulia
Potensi Bahan galian logam terutama togam mulia terdapat di wilayah Kabupaten Lebak dan Pandeglang serta terindikasi di wilayah Kabupaten Serang. Wilayah Cikotok dan sekitarnya. 2.
Perak.
Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak sejak zaman penjajahan Beianda merupakan
wilayah
pertambangan
emas
dan
bahan
galian
Iain
pengikutnya seperti perak. Meskipun saat ini penambangan yang dikelola PT
Aneka
Tambang
Tbk.
Sudah
mulai
menghentikan
kegiatan
eksploitasinya namun potensinya masih terdapat terbukti dengan masih dilakukannya penambangan oleh rakyat. Potensi tersebut berada di wilayah Taman Nasional Gunung Halimun serta serta di beberapa Kecamatan seperti Cipanas dan Panggarangan.
IV 64
3.
Emas.
Di
Kabupaten
Pandeglang,
kegiatan
penambangan
emas
sedangdipersiapkan oleh PT Aneka Tambang Tbk. bekerjasama dengan PT. Cibaliung Sumber Daya Energi. Resources emas yang dimiliki Tambang Emas Cibaliung diperkirakan sebesar 1,5 juta wmt bijih emas dengan kadar rata-rata 9,8 gr emas per ton, dengan umur tambang diperkirakan selama 6 tahun, dengan maksimum produksi 70.000 Toz (2.000 kg) emas. Pengoperasian Tambang Emas Cibaliung diresmikan oleh Gubernur Banten pada tanggal 26 Mei 2010 dan Total Produksi Emas Tahun 2011 sebesar 679.2Kg dan Perak sebesar 3,911.9 Kg. Tambang emas Cibaliung terletak di ujung Barat Daya Pulau Jawa, di sebelah Timur Taman Nasional Ujung Kulon dan secara administratif berada di wilayah Desa Mangku Alam - Padasuka Kecamatan Cimanggu Kabupaten Pandedglang.Potensi lainnya terindikasi di wilayah Kecamatan Cigeulis. Di Kabupaten Serang, emas terindikasi di wilayah Kecamatan Padarincang, Anyer dan Mancak. 4. Zeolite Zeolite yaitu mineral yang berasal dari senyawa kristal alumino silikat yang memiliki struktur sangkar tiga dimensi, memiliki rongga-rongga dan saluran yang ditempati oleh ion logam alkali dan alkali tanah terutama Ca, Na, k dan Mg. Zeolit dikenal memiliki sifat utama sebagai kation pengganti (cation Exchange), katalis, molecular sieving dan absorption. Berwarna hijau hingga kebiruan dan putih kecoklatan dengan berat jenis 2- 2,4. Ditemukan sebagai endapan sedimen dari debu vulkanik yang teralterasi. Di Provinsi Banten zeolit terdapat di daerah Kecamatan Bayah, Kecamatan Cibeber dan Gn. Kencana, Kabupaten Lebak. Perkiraan cadangan zeolit IV 65
berdasarkan perhitungan berdasarkan luas daerah penyebaran kurang lebih 34.000.000 m3 atau sekitar 68–81,6 juta ton. Bila ditinjau dari luas dan jumlah cadangan maka bahan mineral zeolit di Kabupaten Lebak ini memiliki cadangan yang cukup besar. 5. Pertambangan Kapur Potensi sumber daya batu kapur (CaCO3) di Provinsi Banten terletak di kecamatan Bayah. Bayah adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten,. Bayah mempunyai luas wilayah 156.43 km 2, dengan jumlah penduduk sekitar 37,124 jiwa, terdiri dari 9 desa yaitu: Bayah Barat, Sawarna, Cidikit, Suwakan, Cimancak, Darmasari, Bayah Timur, Cisuren, dan Pasir gombong. Cadangan batu kapur (CaCO 3) di daerah ini diperkirakan kurang lebih 22 juta ton, yang tersebar di daerah perbukitan di tiap desanya.
4.5.3 Pertambangan Batu Bara Potensi pertambangan batu bara terdapat di Kabupaten Lebak (Desa Cihara/Cimandiri, Desa Darmasar, dan Desa Bojongmanik). 4.5.4 Pertambangan Minyak dan Gas Potensi pertambangan minyak dan gas terdapat di Blok Banten (3.999,00 Km2), Blok Rangkas (3.977,13 Km2), Blok Ujung Kulon (3.706,47 Km2), Selat Sunda I (8.159,40 Km2), Selat Sunda II (7.769,85 Km2), Selat Sunda III (6.035,64 Km2). Potensi energi yang terdapat di provinsi Banten antara lain: A. Energi Fosil 1. BatuBara IV 66
Potensi endapan batubara terbatas di Pulau Jawa tersebar luas di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tetapi potensi cadangan yang cukup besar untuk dikembangkan hanya terdapat di Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Cadangan batubara di daerah Kabupaten Lebak merupakan cadangan terbatas untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar industri menengah dan industri kecil di dalam negeri. Potensi endapannya tersebar di daerah-daerah Bojongmanik, Panggarangan, Cihara, Cilograng dan Bayah. Banten memiliki sumber daya batubara sebesar 10,3 juta dalam bentuk sumber daya tereka, yang terletak di Banten Selatan. Keberadaan sumber daya batubara ini berpotensi untuk pengembangan pembangunan pembangkit listrik skala kecil dengan bahan bakar utama batu bara. Potensi pertambangan batu bara terdapat
di Kabupaten
Lebak(Desa
Cihara/Cimandiri, Desa Darmasar, dan Desa Bojongmanik). 2. Migas Di Provinsi Banten terdapat potensi Migas, yaitu: a. Blok Ujung Kulon Posisinya berada di offshore dan onshore sebelah selatan Provinsi Banten. Blok ini sedang dalam proses pelaksanaan eksplorasi oleh Energi 3 Berhad, Malaysia. b. Blok Rangkas Posisi diatas Blok Ujung Kulon. Blok ini sekarang sedang dalam proses pelaksanaan eksplorasi oleh Lundin Rangkas BV. c. Blok Banten Posisi diutara Blok Rangkas (dalam tahap pendataan untuk ditenderkan oleh Pemerintah Pusat/Dirjen Migas.
IV 67
Potensi cadangan Migas di daerah ini belum diketahui secara pasti karena masih dalam tahap eksplorasi lanjutan. Di Banten terdapat Depo Pertamina Tanjung Cerem di Merak dan Depo Petronas dan Shell di Merak yang mensupply kebutuhan migas untuk wilayah Banten. Selain itu kebutuhan migas Banten juga di supply dari Depo Pertamina Plumpang di Jakarta. Di Provinsi Banten terdapat sekitar SPBU yang melayani penjualan BBM, yaitu tersebar di Kota Tangerang. SPBU, Kabupaten Tangerang. SPBU, Kabupaten Serang. SPBU, Kota Cilegon. SPBU, Kabupaten Pandeglang. SPBU dan Kabupaten Lebak. SPBU. Potensi pertambangan minyak dan gas terdapat diBlok Banten (3.999,00 Km2), Blok Rangkas (3.977,13 Km2), Blok Ujung Kulon (3.706,47 Km2), Selat Sunda I (8.159,40 Km2), Selat Sunda II (7.769,85 Km2), Selat Sunda III (6.035,64 Km2). 3. Gas Di Banten pada saat ini, telah terdapat jaringan pipa transmisi gas bumi yang membentang dari Cilegon ke Cirebon milik Pertamina untuk mensuply gas ke kawasan industri krakatau steel. Di samping itu terdapat juga jaringan distribusi gas bumi milik PT. PCN yang memasok gas bumi ke industri-industri di wilayah Banten Utara. Industri-industri di Tangerang merupakan pelanggan terbesargas bumi PT. PGN. Untuk memenuhi permintaan gas bumi di Pulau Jawa yang terus meningkat, PT. PGN sedang membangun jaringan transmisi pipa gas bumi dari Grissik di Sumatera Selatan menuju ke Serpong Tangerang dengan entry point nya di Bojonegara, Kabupaten Serang. Pembangunan pipa transmisi sedang dalam tahap penyelesaian. Pipa transmisi gas ini direncanakan berkapasitas maksimum 1.000 MMSCFD (juta kaki kubik per IV 68
hari).
Pembangunan
pipa
distribusi
untuk
menyalurkan
gas
dari
Bojonegara ke 1 Kawasan Industri Krakatau Steel juga saat ini sedang di bangun oleh PT. PGN dan PT. KDL. B. Energi Non Fosil Kenyataan bahwa cadangan minyak bumi dan gas bumi dunia semakin tipis tidak dapat dielakkan lagi. Kondisi ini memaksa dilakukannya pencarian energi non fosil sebagai energi alternatif
yang dapat
mengurangi beban suplai energi berbasis minyak dan gas bumi. Untuk mengantisipasi terjadinya krisis energi ini, maka diperlukan suatu pengadaan energi alternatif yang ramah lingkungan tanpa mengakibatkan terjadinya degradasi sumber daya alam. Pencarian dan penggalian energi alternatif
tersebut
dapat
dirujukkan
kepada
potensi-potensi
yang
sebenarnya telah tersedia di sekeliling kita seperti sampah, air, surya, angin yang selanjutnya potensi ini dapat dikategorikan Energi baru terbarukan (EBT). Energi Terbarukan adalah energi yang pada umumnya merupakan sumberdaya non fosil yang dapat diperbaharui dan apabila dikelola dengan baik maka sumberdayanya tidak akan habis. Jenis energi terbarukan meliputi Panas bumi, Mikrohidro, Tenaga Surya, Tenaga Gelombang, Tenaga Angin, dan Biomasa. Inventarisasi terhadap potensi energi ini telah dilakukan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Banten yang bekerja sama dengan Institut Teknologi Indonesia (ITI). Hasil dari inventarisasi, yaitu sbb: 1. Energi Air Provinsi Banten wilayah selatan yang mempunyai kondisi geografis berbukit-bukit menyimpan banyak potensi tenaga air skala kecil yang cukup banyak. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan oleh Dinas
IV 69
Pertambangan dan Energi Provinsi Banten diidentifikasi beberapa potensi mikrohidro di Kabupaten Lebak, Pandeglang dan Serang, yaitu di: a. Desa Maraya, Kec. Sajira, Kab. Lebak b. Desa Hariang, Kec. Muncang, Kab. Lebak c. Desa Sobang, Kec. Muncang, Kab. Lebak d. Desa Cimanyangrai, Kec. Gn. Kencana, Kab. Lebak e. Desa KramatJaya, Kec. Gn. Kencana Kab. Lebak f. Desa Sudamanik, Kec. Cimarga, Kab. Lebak g. Desa Bojongmanik, Kec. Bojongmanik, Kab. Lebak h. DesaTegalwangi, Kec. Menes, Kab. Pandegiang i. Desa Cilentung, Kec. Cisata, Kab. Pandegiang j. Desa UjungTebu, Kec. Ciomas, Kab. Serang k. Desa Pondokhuru, Kec. Ciomas, Kab. Serang l. DesaTenjoayu, Kec. Tanara, Kab. Serang m. Desa Sujung, Kec. Tirtayasa, Kab. Serang n. Desa Padarincang, Kec. Padarincang, Kab. Serang o. Desa Kaduberem, Kec. Padarincang, Kab. Serang Daya yang dapat dibangkitkan dari PLTMH ini bervariasi mulai dari yang terkecil 39 kw di Sobang, Muncang sampai yang terbesar 3 mw di Ujung Tebu, Ciomas. 2. Energi Surya Energi cukup banyak tersedia dan dapat dimanfaatkan di Provinsi Banten, yang
memiliki
sebagian
besar
iklim
panas.
Pemanfaatan
dan
perawatannya relatif lebih mudah dibanding sumber energi alternatif yang lainnya.
IV 70
3. Energi Biomassa Energi Bio Massa di wilayah Banten cukup melimpah, mengingat luasnya lahan pertanian dan perkebunan. Energi biomasa meliputi kayu, limbah pertanian/perkebunan/hutan, komponen organik dari industri dan rumah tangga, kotoran manusia dan hewan. Biomasa dapat dikonversi menjadi energi dalam bentuk bahan bakar cair, gas, panas, dan listrik. Teknologi konversi biomasa menjadi bahan bakar cair dan gas antara Iain teknologi pirolisa (biooil), esterifikasi (biodiesel), teknologi fermentasi (bioetanol), anaerobik digester (biogas), dan gasifikasi. Sedangkan teknologi konversi biomasa
menjadi
energi
panas
dan
listrik
antara
lain
teknologi
pembakaran, dan gasifikasi. Potensi Biomasa (sekam) di Banten, terdapat di: a. Desa Tegal Wangi dan desa Alas Wangi, Kec. b. Menes, Kab. Pandeglang c. Desa Cilentung dan desa Palembang, Kec. d. Cisata, Kab. Pandeglang e. Desa Palurahan, Ke. Kaduhejo, Kab. Pandeglang 4. Energi Panas Bumi Pada tahun 2020 kebutuhan listrik di Provinsi Banten diperkirakan sebesar 6.000 MW atau tumbuh rata-rata sekitar 6% per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan listrik di Provinsi Banten sampai dengan tahun 2020 diperlukan penambahan daya rata-rata 104 MW per tahun pada saat ini. Tambahan kapasitas beban puncak tersebut akan terus meningkat hingga pada tahun 2020 yang mencapai 185 MW per tahun. Menyikapi fenomena tersebut pemerintah telah mengeluarkan kebijakan berupa percepatan pembangunan pembangkit listrik melalui Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 02 Tahun 2010, yang salah
IV 71
satu diantaranya adalah proyek pembangunan pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan (Panas Bumi) PLTP Rawa Dano di Provinsi Banten dengan kapasitas 1 x 110 MW. Berbicara panas bumi sebenarnya bukan hal baru di dunia kelistrikan Indonesia, namun demikian potensi panas bumi Indonesia sebesar 28 GW (30% Potensi Panas Bumi Dunia) kapasitas yang telah terpasang baru mancapai 1.189 MW (4,3%), sedangkan roadmap sampai dengan tahun 2025 terpasang sebesar 9.500 MW. Di Provinsi Banten potensi panas bumi yang tersedia sebesar 800 MW yang tersebuar di 7 lokasi dan yang telah diidentifikasi oleh Kementerian ESDM khususnya Badan Geologi ada 3 titik potensi yaitu : a. Kaldera Danau Banten (Komplek Gn. Karang, Gn. Pulosari, dan Rawa Danau) dengan potensi 115 MW. b. Gunung Endut di Kabupaten Lebak dengan potensi spekulatif sebesar 225 MW. c. Pamancalan di Kabupaten Lebak dengan potensi spekulatif sebesar 225 MW. Dari 3 (tiga) titik potensi tersebut yang telah ditetapkan sebagai Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi (WKP Panas Bumi) adalah Kaldera Danau Banten yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 0026K/30/MEM/2009 tentang Penetapan Wilayah Kerja Pertambangan Panas Bumi di Daerah Kaldera Danau Banten Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, dan telah dilelangkan pada tahun 2010 dengan pemenangnya yaitu Konsorsium PT. Sintesa Green Energy dan PT. Banten Global Synergi dengan kondisi saat sekarang (awal tahun 2011) sedang dalam penyiapan penerbitan IUP oleh Gubernur Banten dan persiapan pelaksanaan eksplorasi dan studi kelayakan.
IV 72
5. Energi Listrik Distribusi listrik di wilayah Provinsi Banten juga terbagi menjadi dua, pertama yaitu wilayah yang meliputi Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan sebagian besar wilayah Kabupaten Tangerang yang dilayani oleh PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang. Kedua, dilayani oleh PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten yang cakupannya meliputi wilayah Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kota Serang, dan sebag ian kecil wilayah Kabupaten Tangerang.
4.6. POTENSI PARIWISATA 4.6.1. Potensi Pariwisata Potensi wisata yang terdapat di Provinsi Banten antara lain 1.
Taman Nasional Ujung Kulon.
Taman Nasional Ujung Kulon, berada di ujung barat Pulau Jawa. Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon tidak hanya mencakup kawasan daratan yang ada di Pulau Jawa saja, melainkan juga termasuk beberapa pulau di sekitar ujung barat Pulau Jawa. Kegiatan utama yang dapat dilakukan di Taman Nasional Ujung Kulon adalah tracking, berkemah, dan melihat alam liar. Fungsi utama Taman Nasional Ujung Kulon adalah sebagai tempat perlindungan badak disamping dapat dijadikan lokasi wisata. 2.
Tanjung Lesung.
Tanjung Lesung berada di Kabupaten Pandeglang, Banten, dengan luas sekitar 1500 ha. Tanjung Lesung adalah nama sebuah kawasan pantai yang eksklusif dan terawat di ujung barat Pulau Jawa, sekitar 180 KM dari kota Jakarta. Memiliki pantai yang masih asri dan bersih dengan pasir putihnya Kegiatan yang dapat dilakukan di Tanjung Lesung yaitu bermain
IV 73
pasir, menyelam, bermain olahraga air, memancing, dan menginap di villa. Pada saat musim hujan, ombak yang terdapat di Tanjung Lesung cukup besar.
Sumber : http://anekatempatwisata.com/wp-
Gambar 4.32. Tanjung Lesung 3.
Gunung Krakatau.
Gunung Krakatau adalah gunung berapi yang pernah meletus dengan hebat dan berdampak tidak hanya kepada Indonesia, namun juga mancanegara. Sekarang ini, Gunung Krakatau adalah salah satu tempat wisata di Banten yang paling disukai pendaki gunung. Kegiatan utama dan paling favorit di sini adalah mendaki Gunung Krakatau.
Sumber:http://anekatempatwisata.com/
Gambar 4.33. Gunung Krakatau IV 74
4.
Pantai Anyer
Pantai Anyer berlokasi di Kabupatan Serang, Banten. Pantai Anyer adalah pantai yang memiliki pasir putih yang indah. Dinamakan Pantai Anyer karena pantai ini berada di sepanjang Kecamatan Anyer, Banten. Aktifitas yang dilakukan di Pantai Anyer adalah berenang, bermain pasir, bermain olahraga air, berselancar, menyelam, menikmati pemandangan pantai, hingga menyantap hidangan laut yang nikmat di pinggir pantai. Banyak sekali hotel yang tersebar di sekitar pantai anyer. 5.
Kampung Baduy.
Kampung Baduy adalah kampungnya suku Baduy. Suku Baduy adalah suku yang masih kental adat sundanya, dan merupakan salah satu suku asli yang ada di Banten. Kampung Baduy yang berada di Kabupaten Lebak, Banten ini memiliki penduduk sekitar 8.000 jiwa dan terbagi menjadi 2, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Suku Baduy Dalam adalah Suku Baduy yang menolak dunia luar, sedangkan Suku Baduy Luar adalah suku Baduy yang lebih terbuka pada dunia luar.
Sumber:http://anekatempatwisata.com/
Gambar 4.34. Perkampungan Suku Badui
IV 75
6.
Pantai Sawarna.
Pantai Sawarna merupakan kawasan wisata pantai di Banten yang tergolong baru. Pantai Sawarna mulai ramai dikunjungi wisatawan sekitar tahun 2000 karena promosi yang ada di internet. Terletak di Desa Sawarna,
Pantai
Sawarna
berjarak
kurang
lebih
150
KM
dari
Rangkasbitung. Setiap harinya, Pantai Sawarna dikunjungi oleh ratusan orang, baik yang dari sekitar Jawa Barat, hingga yang dari luar negeri. Biasanya wisatawan luar negeri datang ke Pantai Sawarna untuk berselancar karena Pantai Sawarna memiliki ombak yang cukup besar. 7.
Pulau Umang.
Pulau Umang berlokasi dekat dengan Tanjung Lesung, Banten, sekitar 180 KM dari Jakarta. Pulau Umang adalah pulau dengan luas sekitar 5 ha dan di khususkan sebagai tempat wisata yang dikelola oleh pihak swasta. Fasilitas yang dimiliki Pulau Umang sangat lengkap, mulai dari kolam renang, karaoke, sarana olahraga, ruang pertemuan, permainan air, dan lain-lain.
8.
Arung Jeram Sungai Ciberang.
Sungai Ciberang, Banten adalah salah satu lokasi arung jeram, tetapi sngat tergantung dengan kondisi debit sungainya. Arung sungai ini masih terlihat asri dan hijau disebabkan sungai Ciberang melalui pegunungan, sehingga perjalanan menuju ke lokasi arung jeram sangatlah menyejukan hati. 9.
Masjid Agung Banten.
Masjid Agung Banten adalah sebuah peninggalan sejarah yang sangat penting. Berdiri sejak tahun 1569, Masjid Agung Banten memiliki arsitektur IV 76
bangunan yang kental dengan arsitektur jaman dahulu dan merupakan perpaduan dari berbagai macam budaya yang berbeda, di antaranya budaya Hindu, China, Jawa, dan Eropa. Bukan hanya Masjid saja yang dapat ditemui di lokasi ini, melainkan juga peninggalan dari kerajaan Islam yang pernah ada di Banten, lengkap dengan makam orang-orang yang berjasa dalam pengembangan agama Islam di banten. Selain ramai dikunjungi penziarah dan umat Islam, Masjid Agung Banten setiap harinya juga ramai dikunjungi wisatawan yang tertarik dengan sejarah Islam. 10.
Pulau Dua atau Pulau Burung
Pulau Dua atau Pulau Burung, adalah cagar alam seluas 30 hektar yang berlokasi di lepas pantai Banten. Seperti namanya, pulau ini dihuni oleh berbagai jenis burung dalam jumlah besar. Sekitar bulan April sampai dengan bulan Agustus, banyak sekali burung dari berbagai benua datang berkunjung ke Pulau Burung. Setelah musim berlalu, sebagian besar burung tersebut kembali ke tempat asalnya. 11.
Rawa Dano
Rawa Dano terletak di Kabupaten Serang dengan jarak sekitar 100 KM dari Jakarta, Rawa Dano adalah salah satu tempat wisata di Banten yang menawarkan keindahan alam. Rawa Dano sesuai dengan namanya, adalah kawasan yang memiliki danau, rawa-rawa, dan hutan. Di tempat seluas kurang lebih 2,500 hektar ini, banyak hidup berbagai jenis reptil seperti ular dan kadal. 12.
Pantai Bagedur.
Pantai Bagedur adalah sebuah tempat wisata di Banten yang berjarak sekitar 115 KM dari Rangkasbitung, tepatnya di Kecamatan Malingping. Pantai Bagedur tidak begitu populer, namun bagi warga Banten, tempat
IV 77
ini sudah tidak asing lagi karena pantai ini masih asri. Dengan panjang pantai sekitar 10 KM, lebar sekitar 50 meter, dan pasirnya yang coklat, Pantai Bagedur mendapatkan banyak pengunjung setiap harinya. Karena pasirnya yang berkarakter padat, pasir pantai ini dapat dilewati oleh kendaraan bermotor 13.
Danau Tasikardi.
Berlokasi sektiar 6 KM di sebalah barat kota Serang Nama Danau Tasikardi berasal dari bahasa Sunda dengan arti danau buatan. Danau Tasikardi yang terletak di Kecamatan Kramatwatu adalah salah satu peninggalan Sultan Banten dengan luas sekitar 5 hektar. Danau Tasikardi dulunya digunakan sebagai sebuah tempat rekreasi bagi keluarga Sultan, namun sekarang sudah menjadi tempat wisata di Banten yang bebas untuk umum. Danau Tasikardi juga berfungsi sebagai penampung air Sungai Cibanten dan juga untuk mengairi sawah. 14.
Pulau Sangiang.
Pulau Sangiang adalah sebuah pulau yang terletak di Selat Sunda, Banten. Pulau Sangiang dapat dicapai dengan menggunakan perahu dari Pantai Anyer selama kurang lebih 45 menit. Pulau Sangiang adalah milik swasta dan sepenuhnya dikembangkan menjadi sebuah kawasan wisata oleh pihak swasta tersebut. Jenis wisata yang dapat anda nikmati di pulau dengan luas sekitar 700 hektar ini adalah wisata bahari, wisata budaya, wisata ilmiah, dan wisata alam. Kegiatan yang dapat anda lakukan di Pulau
Sangiang
adalah
bersepeda,
mendaki
gunung,
berkemah,
menyelam, memancing, berjemur di pantai, hingga menikmati sisa perang dunia berupa benteng Jepang.
IV 78
15.
Pantai Carita.
Terletak di pesisir barat Provinsi Banten, Kabupaten Pandeglang, Pantai Carita adalah salah satu tempat wisata di Banten yang paling terkenal di Indonesia. Dari Pantai Carita kita dapat melihat Gunung Krakatau dari tepi pantai. Karakteristik ombak di Pantai Carita adalah ombak kecil yang menghembus tepian pantai dengan pasir putihnya. 16.
Pantai Karang Bolong.
Pantai Karang Bolong berlokasi sekitar 40 KM dari kota Serang, Banten, dekat dengan Pantai Anyer. Pantai Karang Bolong adalah pantai yang sangat unik. Sesuai dengan namanya, Pantai Karang Bolong adalah pantai yang berada di dalam sebuah karang yang bolong karena hempasan ombak. Ada banyak karang di lokasi ini sehingga berbahaya jika digunakan untuk berenang. 17.
Balapan bagan badak atau 'Bagan Badak Race'
Balapan bagan badak menjadi destinasi baru pariwisata Banten untuk melengkapi destinasi. Terobosan menciptakan destinasi pariwisata baru melalui event balapan bagan tersebut, diharapkan bisa lebih memberikan warna lain bagi pengembangan pariwisata Banten, khususnya wisata di Pantai
Selatan
Banteni
pariwisata
lainnya
di
Provinsi
Banten
(bantenprov.go.id). Potensi pariwisata yang terdapat di provinsi Banten yang dapat dikembangkan ada 18 kawasan seperti yang terlihat pada Gambar berikut ini.
IV 79
Gambar 4.35. Peta Kawasan Pariwisata Banten yang dapat dikembangkan.
IV 80
Gambar 4.36. Peta Potensi Pariwisata di Provinsi Banten. Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Banten Tahun 2007–2012 hingga saat ini telah diidentifikasi keberadaan 241 obyek wisata yang terdiri dari obyek wisata kategori alam (60 obyek) dan obyek wisata kategori buatan (181 obyek). Provinsi Banten terdapat tiga wilayah pengembangan pariwisata (WPP). Wilayah Pengembangan Pariwisata (WPP) Provinsi Banten adalah sebagai berikut: a. WPP A terdiri dari Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan. b. WPP B terdiri dari Kabupaten Serang, Kota Cilegon, Kota Serang. c. WPP C terdiri dari Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak. Secara kewilayahan, pola pengembangan pariwisata Provinsi Banten terdiri dari Kawasan Wisata Pantai Barat, Kawasan Wisata Ziarah, Kawasan Wisata Pantai Selatan dan Kawasan Wisata Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Dalam Rencana Induk.
IV 81
Pengembangan Pariwisata Provinsi Banten (Diparsenibud 2004) telah ditetapkan 18 kawasan pengembangan pariwisata yang tersebar di seluruh kabupaten/kota berdasarkan hasil pengelompokan (clustering) obyek-obyek wisata yang ada. Kawasan pengembangan pariwisata tersebut adalah: a. Kawasan wisata Kota Tangerang; b. Kawasan wisata Kota Pandeglang; c. Kawasan wisata Serang Utara; d. Kawasan wisata Ciomas; e. Kawasan wisata Banten Kepulauan; f. Kawasan wisata Tigaraksa; g. Kawasan wisata Tangerang Selatan; h. Kawasan wisata Kota Serang; i. Kawasan wisata Rangkasbitung; j. Kawasan wisata Tangerang Utara; k. Kawasan wisata Pantai Barat Serang-Cilegon; l. Kawasan wisata Ujung Kulon; m. Kawasan wisata Pantai Sumur; n. Kawasan wisata Pantai Barat Pandeglang; o. Kawasan wisata Lebak Tengah; p. Kawasan wisata Pantai Selatan Lebak; q. Kawasan wisata Leuwidamar; r. Kawasan wisata Sawarna; Prasarana juga sangat dibutuhkan untuk mendukung kegiatan pariwisata di
Provinsi
Banten.
Lokasi
Provinsi
Banten
diuntungkan
dengan
keberadaan Bandara Internasional Soekarno-Hatta sebagai pintu gerbang masuk wisatawan baik nusantara maupun mancanegara. Jumlah prasana
IV 82
pendukung pariwisata yang dimiliki oleh Provinsi Banten adalah sebagai berikut: Tabel. 4.21. Jumlah Prasarana Pendukung Pariwisata Di Provinsi Banten No
Prasarana
Jumlah
1
Stasiun Kereta Api
21
2
Pelabuhan
5
3
Terminal Bus
4
Sumber: Disbudpar Banten (2011)
4.6.2. Permasalahan Semenjak diresmikan menjadi sebuah Provinsi pada tahun 2000, Banten terus berusaha memperkuat diri di berbagai sektor terutama ekonomi. Hal ini terlihat dari pesatnya pembangunan kawasan industri dan perumahan yang terutama tersebar di wilayah Tangerang – Serang – Cilegon. Belum lagi potensi keindahan alam terutama pantai yang dimiliki Provinsi Banten sudah mulai dilirik oleh pihak swasta maupun asing untuk selanjutnya dikelola sebagai daerah tujuan pariwisata yang menarik. Menurut situs resmi Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Banten, Jumlah wisatawan mancanegara yang menginap di hotel di Provinsi Banten pada tahun 2010 mencapai 0,05 Juta orang, sedangkan wisatawan lokal mencapai 1,10 juta orang. Kenyataan ini memaksa pemerintah perlu membenahi infrastrukutur transportasi sehingga akses wisata dapat menopang perekonomian pemerintah daerah. Keanekaragaman dan keunggulan destinasi wisata di Provinsi Banten sampai saat ini masih banyak wisatawan domestik maupun mancanegara yang belum mengetahuinya. Hal ini menjadi tantangan yang harus IV 83
dihadapi dan perlu langkah-langkah yang tepat agar dunia pariwisata di Provinsi Banten dapat tumbuh maksimal dan berkembang pesat seperti daerah lainnya yang telah mendapatkan legitimasi kuat sebagai daerah wisata Populasi badak jawa hanya ada di Taman Nasional Ujung Kulon Pandeglang, sehingga upaya pelestarian bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab semua pihak untuk melestarikan satwa tersebut. Masyarakat Banten terutama masyarakat Pandeglang harus bangga karena memiliki badak jawa atau badak bercula satu yang hanya hidup di TNUK Pandeglang. Dari pantauan klip yang diambil dari tahun 2011 hingga 2014 melalui kamera pengintai yang dipasang di sejumlah titik di TNUK, diketahui ada empat badak yang mati. Saat ini, analisa kumulatif dari tahun 2011 hingga 2014, dari 60 ekor badak, empat meninggal dan kelahiran baru satu ekor. Total diperkirakan ada 57 ekor badak. Analisa yang mengancam kehidupan badak jawa selain faktor alam adalah binatang pemangsa lain seperti anjing hutan.Dari keempat badak yang mati tersebut, dua diantaranya mati pada tahun 2014 dan lainnya pada kurun waktu tahun 2011 hingga 2013. Terbaru ditemukan pada tanggal 12 November 2014. (Bantenprov.go.id) Pengembangan kawasan wisata di Provinsi Banten secara umum masih terkonsentrasi pada wilayah Utara dan Barat, sedangkan kawasankawasan pengembangan wisata di wilayah selatan belum berkembang secara optimal terutama disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur (transportasi dan akomodasi wisata). Meskipun kinerja pariwisata daerah melalui
indikator
laju
pertumbuhan
tamu
nusantara
dan
tamu
mancanegara pada hotel bintang dan non-bintang mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2002-2004 masing-masing 40,84% dan 40,25% per IV 84
tahun, namun rata-rata lama menginap tamu mancanagera menunjukkan kecenderungan stagnan, yaitu dari 4,96 hari (2002), 4,99 hari (2003) dan 4,12 hari (2004) dan 2,98 hari (2005). Di samping itu, proporsi kunjungan tamu nusantara dan mancanegara pada hotel bintang dan non bintang di wilayah selatan (Kabupaten Pandeglang dan Lebak) hingga tahun 2005 masing-masing hanya sebesar 23,84% dan 11,47% (yustisia, 2012). Dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan asing, Provinsi Banten hanya kedatangan 436 wisatawan yang menginap di hotel berbintang per hari pada tahun 2010. Bila dibandingkan dengan Bali yang kedatangan 15.501 wisatawan asing per hari, Jakarta yang menempati terbanyak kedua dengan 6.644 per hari, Kepulauan Riau (1.629), Jawa Barat (1.160) dan NTB (1.187), wisatawan asing yang datang ke Provinsi Banten tergolong masih rendah. Sementara itu, untuk lama menginap, wisatawan nusantara ke Provinsi Banten hanya tinggal rata-rata selama 1,45 hari. Data statistik ini menunjukkan bahwa dorongan untuk datang berkunjung ke Banten masih relatif rendah. Bali dan NTB, ataupun provinsi di Pulau Jawa yang merupakan indikator pembanding, masih jauh di atas Provinsi Banten dalam pencapaiannya. Dalam membuat suatu daerah siap menjadi destinasi wisata, dibutuhkan beberapa faktor pendukung antara lain adalah kesiapan infrastruktur. Di penghujung tahun 2011 kondisi infrastruktur di Provinsi Banten masih sangat memprihatinkan. Meski sudah ada daerah yang infrastrukturnya dinilai baik, tapi tidak sedikit pula daerah yang kerusakannya sangat parah. Berdasarkan data di Dinas Pekerjaan Umum (DPU) dan Dinas Bina Marga di tingkat kabupaten/kota, kondisi infrastruktur yang paling memprihatinkan ada di Pandeglang. Kondisi jalan yang rusak seperti antara Cilegon dan Pantai Anyer, antara Pandeglang-Labuan-Panimbang-Tanjung
Lesung
dan
Sumur
akan
IV 85
menyurutkan minat calon wisatawan untuk mendatangi obyek wisata tersebut (yustisia, 2012). Masalah lainnya adalah sumber daya manusia. Penyerapan tenaga kerja di industri pariwisata di Provinsi Banten tergolong besar tetapi kenyataannya hampir semua obyek wisata terkemuka di Banten, untuk posisi strategis lebih banyak mempekerjakan pendatang. Jika dibiarkan berlarut-larut maka hal ini dapat memicu kecemburuan sosial, sehingga lingkungan sosial pariwisata menjadi tidak kondusif. Provinsi Banten dapat meniru Bali dan
Yogyakarta,
dimana
industri
pariwisata
setempat
banyak
mengikutsertakan sumber daya manusia lokal, sehingga nilai-nilai budaya lokal makin mewarnai aktivitas kepariwisataan. Saat ini minat terhadap hal-hal yang bersifat lokal makin menguat (Hidayat, 2011)
4.7. KEANEKARAGAMAN HAYATI 4.7.1. Potensi Keanekaragaman hayati Propinsi Banten sebagai daerah dataran tropis yang terletak diujung Barat Pulau Jawa memiliki kekayaan dan kekhasan keanekaragaman hayati. Salah satu kekayaan dan kekhasan keanekaragaman hayati Provinsi Banten yang menjadi bagian dari perlindungan dan kekayaan alam dunia (the world heritage) adalah Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus). Selain Badak Jawa, Cagar Alam Rawa Danau di Kabupaten Serang dan Taman Nasional Gunung Halimun–Salak di perbatasan Jawa Barat dengan Banten Selatan, merupakan kawasan–kawasan endemis yang kaya
IV 86
dengan keanekaragaman hayati. Cagar Alam Rawa Danau memiliki ± 131 jenis
keanekaragaman
hayati,
yang
beberapa
diantaranya
secara
internasional disepakati sebagai flora dan fauna yang mutlak harus dilindungi, flora endemis yang ada di kawasan tersebut antara lain; Derris danauensis (Backer dan Bakhuizen van den Brink; 1963); Glochidion palustre, Coix palustris dan Alocasia bantemensis (Kooders, 1892 dan 1912; dan Endert, 1932). Sementara Taman Nasional Gunung Halimun– Salak merupakan pusat habitat Owa jawa atau Owa Abu–Abu (Hylobates moloch), yang juga fauna endemis yang yang mutlak harus dilindungi. Disamping cagar alam dan tanaman nasional tersebut di atas, Banten masih memiliki banyak kawasan–kawasan lindung baik untuk kepentingan pelestarian keanekaragaman hayati, seperti; burung (Cagar Alam Pulau Dua), penyu (Taman Nasional Ujung Kulon dan Taman Wisata Alam Pulau Sanghyang), juga memiliki keanekaragaman hayati yang memiliki nilai ekonomis dan menjadi unggulan kabupaten/kota di Provinsi Banten. Beberapa kawasan yang juga memiliki keanekaragaman hayati antara lain seperti dijelaskan berikut ini. 1. Pegunungan Akarsari Pegunungan Akarsari merupakan ekosistem pegunungan yang terdiri dari empat gunung, yaitu Gunung Karang dan Pulosari yang masih aktif mengeluarkan panas dan belerang, serta Gunung Aseupan dan Parakasak yang tidak memiliki kawah belerang. Secara administrasi berada pada dua kabupaten, yaitu Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang, serta berada pada 6012’35’’ LS s/d 6022’21” LS dan 105050’03” BT s/d 105057’53” BT. Kawasan Pegunungan Akarsari memiliki luas 14.667
IV 87
hektar (Ecositrop 2014). Puncak tertinggi Pegunungan Akarsari berada pada puncak Gunung Karang dengan ketinggian 1.778 mdpl. Ekosistem Pegunungan Akarsari secara umum berupa sawah dan ladang, makin ke atas berupa kebun campuran dan hutan tanaman. Menurut status kawasannya, Pegunungan Akarsari terbagi menjadi Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan Hutan Lindung (HL). Areal persawahan dan ladang masyarakat hingga hutan campuran tersebar diberbagai fungsi kawasan hutan. Tanaman produksi yang ditanam antara lain cengkeh, kopi, coklat/kakao, melinjo, dan berbagai jenis tanaman lainnya. Jenis tanaman produksi lain yang juga ditemukan adalah berbagai jenis buah-buahan seperti nangka, durian, mangga. Selain tanaman produksi,
masyarakat
juga
menanam
jenis-jenis
tanaman
kayu
pertukangan diantaranya mahoni, sengon, pulai, suren, kayu afrika, dan berbagai jenis tanaman kayu lainnya. Kondisi lantai hutan pada area budidaya (ladang dan hutan campuran) memiliki potensi erosi yang cukup tinggi karena banyak yang telah dibuka untuk kawasan budidaya masyarakat setempat.
a
IV 88
b
Sumber : Profil Ekosistem Pegunungan Akarsari, BLHD Banten, 2015
Gambar 4.37. Gambaran umum kondisi jalan menuju jalur pendakian; a) Kondisi jalan menuju Gunung Aseupan, dan b) Kondisi jalan menuju Gunung Pulosari.
A.
Vegetasi Pegunungan Akarsari
Daftar jenis tumbuhan yang merupakan vegetasi penyusun pada ekosistem Pegunungan Akarsari tersebar di Gunung Aseupan, Parakasak, Karang, dan Pulosari sebanyak 38 jenis pohon. Keragaman jenis tumbuhan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.22 Kehadiran jenis vegetasi tingkat pohon pada ekosistem Pegunungan Akarsari dan penyebaran pada setiap gunung. Aseup Paraka Pulo No Jenis Family Karang an sak sari Antidesma 1 Euphorbiaceae + sp. Altingia 2 Hamamelidaceae + + excelsa Canarium 3 Burseraceae + + denticulatum
IV 89
No 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Jenis Canarium dumbia Canarium sp. Castanopsis oviformis Chaetocarph us costanopcar pus Cleistanthus myrianthus Croton argyratus Ficus albipila Ficus mollissima Ficus racemosa Ficus sp. Garcinia dulcis Gironniera nervosa Homalanthus populneus Knema latericia Litsea sp. Macaranga hypoleuca Macaranga trichocarpa Magnolia sp. Melastomata ceae Neonauclea excelsa Nothaphoeb e sp.
Aseup an
Paraka sak
Karang
Pulo sari
Burseraceae
-
-
+
-
Burseraceae
-
-
+
+
Fagaceae
-
-
+
-
Euphorbiaceae
+
-
-
-
Euphorbiaceae
+
-
-
-
Euphorbiaceae
+
-
-
-
Moraceae
+
-
-
-
Moraceae
+
-
-
-
Moraceae
-
-
+
-
Moraceae
-
-
-
+
Guttiferae
-
-
-
+
Ulmaceae
-
-
+
-
Euphorbiaceae
-
-
+
-
Myristicaceae
+
-
-
-
Lauraceae
-
-
-
+
Euphorbiaceae
-
-
-
+
Euphorbiaceae
-
-
-
+
Magnoliaceae
+
-
-
-
Melastomataceae
-
-
-
+
Rubiaceae
+
-
-
-
Lauraceae
+
-
+
-
Family
IV 90
No
Jenis
Ochreinaucle a maingayi Pentace 26 triptera Polyalthia 27 sp. Porterandia 28 sp. Pternandra 29 galeata 30 Quercus sp. 31 Rubiaceae Schima 32 wallichii Symplocos 33 sp. Syzygium 34 aromaticum 35 Syzygium sp. Syzygium 36 subrotundifol ium Vernonia 37 arborea Vitex 38 pubescen Jumlah 25
Aseup an
Paraka sak
Karang
Pulo sari
Olacaceae
-
-
+
-
Tiliaceae
+
-
-
-
Annonaceae
-
-
-
+
Rubiaceae
+
-
-
-
Melastomataceae
-
-
-
+
Fagaceae Rubiaceae
+ -
-
-
+
Theaceae
+
-
+
+
Symplocaceae
+
-
-
-
Myrtaceae
+
-
-
-
Myrtaceae
-
-
+
-
Myrtaceae
-
-
+
-
Compositae
+
-
-
-
Lamiaceae
-
-
-
+
13
13
Family
18
Sumber : Profil Ekosistem Pegunungan Akarsari, BLHD Banten, 2015
Gunung Aseupan merupakan lokasi yang memiliki jumlah jenis banyak yaitu sebanyak 18 jenis. Sedangkan pada lokasi Gunung Parakasak tidak ditemukan jenis vegetasi, hal ini terjadi karena kondisi tutupan lahan telah diubah menjadi kebun campuran dan ladang, tidak terdapat kawasan hutan. Dua lokasi lainnya yaitu Gunung Karang maupun Pulosari memiliki keragaman jenis vegetasi dengan jumlah yang sama yaitu sebanyak 13 jenis.
IV 91
B.
Satwaliar Pada Ekosistem Pegunungan Akarsari
Satwa liar yang terdapat di ekosistem Pegunungan Akarsari, terdiri atas kelompok mamalia dan kelompok burung. Berikut dijelaskan masingmasing family dari satwa liar tersebut. B.1. Kelompok Mamalia Berdasarkan data pada buku profil Ekosistem Akarsari (BLHD 2015), kawasan pegunungan akarsari diduga masih menyimpan berbagai jenis satwa liar kelompok mamalia dari berbagai tingkatan rantai makanan. Terdapat 18 jenis kelompok mamalia yang teridentifikasi (lihat Tabel 4.24). Tabel 4.23. Kehadiran Pegunungan Akarsari
No
Nama Ilmiah
Trachypithecus auratus Rusa timorensis Muntiacus 3 muntjak 4 Tragulus sp. 5 Sus barbatus 6 Panthera pardus Mydaus 7 javanensis Viverra 8 tangalunga Arctogalidia 9 trivirgata 10 Paguma larvata Herpestes 11 javanicus 12 Manis javanica 1 2
satwaliar
kelompok
mamalia
di
kawasan
Kehadiran Mamalia
Famili
Aseupa n
Parakasak
Karang
Pulosari
Cercopithecidae Cervidae
-
-
+ +
+ +
Cervidae Tragulidae Suidae Felidae
+ + + -
+ + + -
+ + + +
+ + + -
Mustelidae
-
-
+
-
Viverridae
+
+
+
-
Viverridae Viverridae
+ -
+
+ +
+
Herpestidae Manidae
-
-
+ +
+ + IV 92
No
Nama Ilmiah
Famili
13 14 15 16
Lariscus insignis Sciuridae Callosciurus sp. Sciuridae Tupaia sp. Tupaidae Rattus sp. Muridae Macaca 17 fascicularis Cercopithecidae Hystrix 18 brachyura Hystricidae Jumlah
Kehadiran Mamalia Aseupa n + +
Parakasak + +
Karang + + + +
Pulosari + + +
+
+
-
+
8
+ 9
16
12
Sumber : Profil Ekosistem Pegunungan Akarsari, BLHD Banten, 2015
Berdasarkan data yang disajikan, kehadiran mamalia cukup dominan pada kawasan gunung karang, yakni sekitar 16 dari 18 jenis mamalia ditemukan pada kawasan ini. Kehadiran ini berbanding lurus dengan ketersediaan pakan pada kawasan gunung karang. Pada mamalia, pengelompokkan kelas makan terbagi dalam tiga kelas, yakni herbivore (pemakan tumbuhan), carnivore (pemakan daging) dan omnivora (generalis atau pemakan segala). Berdasarkan data yang diperoleh, sekitar 44% satwa termasuk dalam kelas makan herbivore, 33% termasuk dalam kelas omnivore dan 22% dalam kelas carnivore. Dalam kelas makan herbivore, jenis yang mendominasi adalah mamalia dari famili cervidae seperti Tragulus sp., Muntiacus muntjak dan Rusa timorensis. Sedangkan untuk carnivore, terdapat jenis langka ditemukan pada gunung karang, yakni Panthera pardus yang merupakan pemakan daging sejati dan jenis Manis javanica yang merupakan jenis pemakan serangga. Sedangkan pada kelas makan omnivore didominasi oleh famili Viveridae seperti Vivvera tangalunga, Mydaus javanensis dan Arctogalidia trivirgata.
IV 93
Kehadiran satwaliar khususnya mamalia pada Pegunungan Akarsari berdasarkan perilaku satwa menjadi bio-indikator bahwa kondisi hutan di kawasan Pegunungan Akarsari masih tergolong baik. Selain kelas makan, satwaliar juga dapat dibagi dalam kategori waktu aktif. Pada penelitian yang telah dilakukan di kawasan Pegunungan Akarsari menunjukkan adanya satwa-satwa yang aktif bergerak pada malam hari (nocturnal), aktif pada siang hari (diurnal) dan aktif pada kedua waktu tersebut (metaturnal). Mamalia pada ekosistem Pegunungan Akarsari secara umum merupakan mamalia metaturnal. B.2. Kelompok Burung Jenis burung yang teridentifikasi pada ekosistem Pegunungan Akarsari umumnya adalah jenis-jenis yang termasuk ke dalam kelompok pemakan serangga (Insectivore) dan atau campuran antara serangga dan buahbuahan. Jenis-jenis yang memiliki variasi makanan yang cukup luas (generalist) umumnya adalah jenis yang mampu bertahan hidup lebih baik terhadap
perubahan
lingkungan
dibandingkan
jenis-jenis
yang
terspesialisasi kepada satu jenis makanan tertentu saja. Adapun kehadiran jenis avifauna di Pegunungan Akarsari berdasarkan kelas makannya secara detail dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.24. Kehadiran satwaliar kelompok burung di Pegunungan Akarsari dan status perlindungannya No 1 2 3
Nama Lokal Burung madu gunung Raja Udang Kalung Biru Raja Udang
Nama Latin
Famili
Ap Pr
Aethopyga eximia
Nectariniidae
+
Alcedinidae
+
Alcedinidae
+
Alcedo euryzona Alcedo
Kr
+
+
kawasan
Ps
Statu s
+
D
+
+
D
+
+
D
IV 94
No 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Nama Lokal Meninting Empuloh janggut Empuloh Irang Burung madu kelapa Burung madu blukar Pijantung Kecil Pijantung Besar Kuntul Kerbau Bubut Alangalang
Nama Latin meninting Alophoixus bres Alophoixus phaeocephal us Anthreptes malacensis Anthreptes singalensis Arachnother a longirostra Arachnother a robusta Bubulcus ibis
Centropus bengalensis Centropus Bubut Besar sinensis Ceyx Udang Api erithacus Delimukan Chalcophaps Zamrud indica Cica daun Chloropsis kecil cyanopogon Elang Ular Circaetus Jari Pendek gallicus Walet sarang Collocalia putih fuciphaga Collocalia Walet linchi linchi Copsychus Kucica Hutan malabaricus Gagak Hutan Corvus enca LayangDelichon layang dasypus Rumah Dicaeum Cabai Jawa trochileum
Famili
Ap Pr
Pycnonotida e
+
Pycnonotida e
Statu s
Kr
Ps
+
+
+
ND
+
+
+
+
ND
Nectariniidae
+
+
+
Nectariniidae
+
+
+
+
D
Nectariniidae
+
+
+
+
D
Nectariniidae
+
+
+
+
D
Ardeidae Cuculidae
D
+ +
+
Cuculidae
TD +
+
TD
+
+
TD
Alcedinidae
+
+
+
+
D
Columbidae
+
+
+
+
TD
Chloropseida e
+
+
+
+
ND
Accipitridae
+
D
Apodidae
+
TD
Apodidae
+
TD
Turdidae
+
TD
Corvidae
+
+
+
+
TD
Alaudidae
+
+
+
+
TD
+
+
TD
Dicaeidae
IV 95
No 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
Nama Lokal Srigunting Hitam Perkutut Jawa Elang Hitam Kacembang Gadung Bentet kelabu Bondol Rawa Pelanduk Semak Kepudang kuduk hitam Cinenen Kelabu Cinenen Jawa Cinenen Merah Cinenen Pisang Gelatik jawa Paok Pancawarna Cucak Kuricang Cucak Kutilang Merbah Kaca Mata
Famili
Dicrurus macrocercus Geopelia striata Ictinaetus malayensis Irena puella
Dicruridae
Lanius schach Lonchura malacca Malacocinla sepiarium Oriolus chinensis Orthotomus ruficeps Orthotomus sepium Orthotomus sericeus Orthotomus sutonus Padda oryzivora Pitta guajana
Laniidae
+
+
+
+
TD
Ploceidae
+
+
+
+
TD
Timaliidae
+
+
+
TD
Oriolidae
+
+
+
TD
Silviidae
+
+
+
+
TD
Silviidae
+
+
+
+
TD
Silviidae
+
+
+
+
TD
Silviidae
+
+
+
+
TD
Ploceidae
+
+
+
TD
Pittidae
+
+
+
D
Pycnonotus atriceps Pycnonotus aurigaster Pycnonotus erythrophtha lmos
Pycnonotida e Pycnonotida e Pycnonotida e
+
+
+
+
TD
+
+
+
+
TD
+
+
+
+
TD
Columbidae
Ap Pr
Kr
Ps
Statu s TD
Nama Latin
+ +
Accipitridae
+
+
+
Oriolidae
+
TD
+
D
+
ND
IV 96
Nama Lokal 40 Merbah Cerukcuk 41 Cucak kuning 42 Tekukur Biasa 43 Kacamata Gunung 44 Kacamata biasa Jumlah No
Nama Latin
Famili
Pycnonotus goavier Pycnonotus melanicterus Streptopelia chinensis Zosterops montanus Zosterops palpebrosus
Pycnonotida e Pycnonotida e Columbidae
+
Zosteropidae
+
Zosteropidae
+ 34
Kr
Ps
+
+
Statu s TD
+
+
TD
+
+
TD
+
+
ND
+
+
+
ND
30
39
37
Ap Pr +
+ +
+
Sumber : Profil Ekosistem Pegunungan Akarsari, BLHD Banten, 2015
Keterangan : Ap= Aseupan; Pr = Parakasak; Kr = Karang; Ps = Pulosari D = Dilindungi; TD = Tidak Dilindungi; ND = No Data Dari 44 jenis burung yang teridentifikasi, terdapat 11 jenis burung dengan status dilindungi, baik berdasarkan peraturan pemerintah Indonesia maupun peraturan dunia internasional. Berdasarkan PP No. 7 tahun 1999, semua jenis burung famili Alcedinidae, Nectariniidae, Pittidae, dan Acciptiridae dilindungi. Pada ekosistem Pegunungan Akarsari ditemukan 3 (tiga) jenis burung Family Alcedinidae, 5 (lima) jenis burung Famili Nectariniidae, 2 (dua) jenis burung Family Acciptridae, 1 (satu) jenis burung Family Pittidae. Sedangkan 27 jenis burung dari berbagai family yang ditemukan di ekosistem Pegunungan Akarsari tidak dilindungi, dan 6 jenis burung lainnya belum diketahui status perlindungannya karena tidak ada data yang menyebutkan (BLHD, 2015).
IV 97
2. Keanekaragaman Hayati Di DAS Cidanau Berdasarkan analisa GIS terhadap mosaik Citra Satelit Ikonos Tahun 2008– 2010, Peta Penggunaan Lahan, Peta Kawasan Hutan dan pengamatan lapangan diidentifikasi bahwa pada DAS Cidanau terdapat 6 tipe ekosistem, yaitu ekosistem sungai air tawar, ekosistem buatan pemukiman,
ekosistem
buatan
pertanian,
hutan
alam
pegunungan, hutan tanaman dan rawa pegunungan (BLHD, 2014). Ekosistem sungai air tawar terdapat di hilir DAS Cidanau, dimulai dari Curug Betung sampai muara Sungai Cidanau. Tepi Sungai Cidanau belum banyak dihuni oleh manusia. Ekosistem di sekitar tepi sungai Cidanau relatif. Ekosistem buatan pemukiman merupakan ekosistem yang dibangun oleh manusia untuk tempat tinggal. Ekosistem ini tersebar merata di DAS Cidanau kecuali di Kawasan Cagar Alam. Ekosistem buatan pertanian merupakan ekosistem terluas di DAS Cidanau.
Terdapat 2 (dua) sub-ekosistem di ekosistem ini, yaitu sub-
ekosistem kebun campuran dan sub-ekosistem lahan basah.
Sub-
ekosistem kebun campuran umumnya didominasi tanaman tahunan yang bernilai ekonomi tinggi seperti melinjo, cengkeh, durian, petai, jengkol, albasia, sobsi, kecapi. Satwa yang ditemui di sub-ekosistem kebun campuran antara lain: tando, babi hutan, ular tanah, dan berbagai jenis burung. Sub-ekosistem kebun campuran memegang peranan penting sebagai pengatur tata air (hidrologi) DAS Cidanau karena sub-ekosistem ini banyak terdapat di hulu DAS Cidanau.
IV 98
Sub-ekosistem lahan basah merupakan ekosistem sawah dimana sebarannya paling banyak di bagian tengah DAS Cidanau di sekeliling Cagar Alam Rawa Danau. Bahkan berdasarkan data BKSDA Jawa Barat pada tahun 2013 luasan sub-ekosistem lahan basah yang merambah kawasan Cagar Alam Rawa Danau sebesar 851 Ha. Ekosistem alam pegunungan tersebar di sebelah Utara DAS Cidanau yaitu pada Kawasan Cagar Alam Tukung Gede Timur dan Barat. Pada ekosistem ini tumbuh jenis-jenis pohon hutan alam seperti Kalapa tiung, Kalumpang, Kantung Semar, Kapinango, Karuembi, Kedoya, Kipasang, Kipacing, Karet Kebo, Kondang, Mamangguan dan Mara. Ekosistem hutan tanaman berada di hulu DAS Cidanau. Ekosistem ini dikelola oleh Perhutani KPH Banten. Jenis tanaman yang dibudidayakan oleh KPH Banten adalah mahoni. Ekosistem hutan tanaman ini mendapat ancaman dari masyarakat sekitar berupa perambahan. Perambahan yang dilakukan adalah masyarakat menanam tanaman hortikultura dan perkebunan seperti durian, jengkol, petai, kelapa, cengkeh dan tangkil. Seringkali ekosistem hutan tanaman memiliki kemiripan dengan subekosistem kebun campuran karena tanaman mahoni yang dibudidaya oleh KPH Banten lebih sedikit dibanding tanaman lainnya. Ekosistem hutan tanaman berada di hulu DAS Cidanau. Ekosistem ini dikelola oleh Perhutani KPH Banten. Jenis tanaman yang dibudidayakan oleh KPH Banten adalah mahoni. Ekosistem hutan tanaman ini mendapat ancaman dari masyarakat sekitar berupa perambahan. Perambahan yang dilakukan adalah masyarakat menanam tanaman hortikultura dan perkebunan seperti durian, jengkol, petai, kelapa, cengkeh dan tangkil. Seringkali ekosistem hutan tanaman memiliki kemiripan dengan subIV 99
ekosistem kebun campuran karena tanaman mahoni yang dibudidaya oleh KPH
Banten
lebih
sedikit
dibanding
tanaman
lainn
IV 100
IV 101
Bab V PERMASALAHAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
Permasalahan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup erat kaitannya dengan aktivitas manusia dan industri. Terjadinya sedimentasi/ akresi pantai di Provinsi Banten akibat tingginya laju erosi tanah mengakibatkan buangan sedimen ke dalam ekosistem. Kerusakan hutan akibat penebangan liar menyebabkan proses sedimentasi di ekosistem daerah aliran sungai. Abrasi pantai akibat kerusakan hutan mangrove menyebabkan hilangnya fungsi ekologi dan hilang habitat dasar. Kerusakan terumbu karang mengakibatkan menurunnya produksi ikan dan menghilangkan fungsi terumbu karang sebagai penahan gempuran tekanan gelombang. Masih terdapat lahan yang ditinggalkan akibat masa produktif perkebunan sudah lewat menyebabkan lahan tidak produktif dan tidak dapat dipergunakan.
V-1
5.1. Potensi Kerawanan Fisik Kerawanan yang menimbulkan degradasi fungsi fisik ekosistem dapat disebabkan oleh dua macam hal yaitu peristiwa alami dan karena kegiatan manusia. Degradasi fisik ekosistem oleh peristiwa alami. Penyebab alami di Provinsi Banten dapat dibedakan menjadi: a. Kebakaran, b. Pemangsaan, c. Badai topan, d. Letusan gunung berapi, e. Banjir, f. Kekeringan, g. Wabah penyakit tanaman, h. Longsor dan pergeseran. Degradasi fisik ekosistem oleh kegiatan manusia. Bentuk aktivitas manusia yang menyebabkan degradasi adalah kehutanan, pertanian, perumputan, pertambangan, pengembangan sumber daya air, konstruksi jalan raya dan urbanisasi.
V-2
Gambar 5.1. Overlay Peta kawasan Industri dan Perkotaan Di Wilayah Rawan Gempa Rawan Gempa Wilayah Banten termasuk dalam daerah rawan gempa bumi dengan kekuatan besar. Gempa tersebut bisa terjadi kapan saja. Sejarah gempa yang pernah terjadi di wilayah Banten yaitu 6,6 SR pada 16 Desember 1963 dan 6,5 SR pada 21 Desember 1999. Daerah di pesisir selatan, yaitu enam kecamatan di pesisir selatan Kabupaten termasuk zona rawan gempa tektonik dan berpotensi tsunami. Sebab daerah tersebut merupakan zona tumbukan lempengan antara Samudera Hindia, Australia dan Benua Asia. Berdasarkan hasil overlay yang dilakukan terhadap daerah kawasan industri dan perkotaan dengan wilayah rawan gempa, maka didapat hasil overlay dengan gempa sedang di daerah kota Cilegon dan Kota Serang. Potensi Sumber Gempa Bumi dan Tsunami di Provinsi Banten 1. Selat Sunda Wilayah Provinsi Banten
V-3
Berupa gempa bumi dengan magnitudo < 6.0 Skala Richter, kecuali wilayah Ujungkulon berkisar 5.0 – 6.0 Skala Richter. Peluang terjadinya tsunami di kedua wilayah ini cukup kecil. 2. Selat Sunda Wilayah Provinsi Lampung bagian selatan Berupa gempa bumi dengan peluang terjadinya tsunami cukup besar, mengancam pantai barat Provinsi Banten, dengan waktu tempuh gelombang tsunami 30-45 menit. 3. Samudra India sebelah barat Provinsi Lampung Berupa gempa bumi yang berpotensi menimbulkan tsunami yang mengancam pesisir barat dan pesisir selatan Provinsi Banten, dengan waktu tempuh rata-rata gelombang tsunami 90 – 135 menit. 4. Samudra India sebelah selatan Kabupaten Sukabumi Berupa gempa bumi yang berpotensi menimbulkan tsunami yang mengancam pesisir selatan Provinsi Banten, dengan waktu tempuh ratarata gelombang tsunami 90 – 120 menit. 5. Daratan Provinsi Banten sendiri Berupa gempa bumi dengan magnitudo 4.0–6.0 Skala Richter, dengan konsentrasi di wilayah Kabupaten Pandeglang sebelah selatan, yang mencakup
Kecamatan
Sumur,
Kecamatan
Cimanggu,
Kecamatan
Cibaliung, Kecamatan Cikuesik, Kecamatan Cigeulis, Kecamatan Munjul, Kecamatan Angsana, Kecamatan Panimbang, Kecamatan Pagelaran, Kecamatan Picung dan Kecamatan Bojong.
V-4
Gambar 5.2. Kawasan Industri dan Perkotaan Di Wilayah Rawan Gerakan Tanah
Rawan Gerakan Tanah/Longsor Istilah longsor mencakup berbagai jenis pergerakan tanah, termasuk runtuhan batu, aliran serpih, penurunan tanah (slump), dan lainnya. Ciri geologi, geomorfologi, geografi, dan tata guna lahannya menentukan kecenderungan bencana yang terjadi. Bencana dipicu oleh curah hujan tinggi, gempa bumi atau pergerakan tanah akibat gempa bumi. Longsor merupakan proses geologi yang alami, namun kecenderungannya dapat meningkat atau dipicu oleh kegiatan manusia. Dalam rangka antisipasi bahaya longsor tersebut DISTAMBEN Provinsi Banten telah melakukan pemetaan daerah rawan longsor di Provinsi Banten sebagaimana peta di bawah ini.
V-5
Gambar 5.3. Peta Daerah Rawan Longsor di Provinsi Banten Daerah-daerah yang perlu diwaspadai terhadap terjadinya gerakan tanah/longsor karena memiliki potensi menengah sampai tinggi pada bulan Januari ini adalah: 1. Kabupaten Serang Potensi gerakan tanah menengah-tinggi: Mancak, Anyer, Cinangka, Ciomas, Pabuaran, Kopo, Padarincang, dan Waringin Kurung. Potensi gerakan tanah menengah: Bojonegara, Tantakan, Kramatwatu, Curug, Baros, Kragilan, Carenang, Tirtayasa, Cikande, Pamarayan, Petir, dan Cikeusal. 2. Kota Serang Potensi gerakan tanah menengah: Serang dan Cipocokjaya. 3. Pandeglang Potensi gerakan tanah menengah-tinggi: Sakesti, Menes, Labuhan, Jiput, Bojong
bagian
selatan,
Munjul,
Cikeusik,
Cigeulis,
Mandalawangi,
Panimbang, Sumur, Cibaliung, dan Cimanggu.
V-6
Potensi
gerakan
tanah
menengah:
Pagelaran,
Cimanuk,
Banjar,
Pandeglang, dan Candasari. 4. Kota Cilegon Potensi gerakan tanah menengah-tinggi: Ciwandan, Pulo Merak, dan Cibeber. Potensi gerakan tanah menengah: Cilebon. 5. Lebak Potensi gerakan tanah menengah-tinggi: Cimaraga, Cileles, Leuwidamar, Bojongmanik, Gunung Kencana, Cipanas, Lebakgedong, Sajira, Muncang, Malingping, Cijaku, Maja, Cigemblong, Panggarangan, Banjarsari, Bayah, Sobang, Cihara, Cilograng, Cirinten, Cibeber, dan Cisolok. Potensi gerakan tanah menengah: Cikulur, Warunggunung, dan Cibadak. 6. Tangerang Potensi gerakan tanah menengah: Kronjo, Kresek, Balaraja, Cisoka, Tigaraksa, Cikupa, Pasarkemis, Rajeg, Sepatan, dan Legok. Ciri Daerah Rawan Longsor : a) Daerah berbukit dengan kelerengan lebih dari 20 derajat b) Lapisan tanah tebal di atas lereng c) Sistem tata air dan tata guna lahan yang kurang baik d) Lereng terbuka atau gundul e) Terdapat retakan tapal kuda pada bagian atas tebing f) Banyaknya mata air/rembesan air pada tebing disertai longsoranlongsoran kecil g) Adanya aliran sungai di dasar lereng h) Pembebanan
yang
berlebihan
pada
lereng
seperti
adanya
bangunan rumah atau sarana lainnya i) Pemotongan tebing untuk pembangunan rumah atau jalan
V-7
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tanah longsor : a) Menutup retakan pada atas tebing dengan material lempung. b) Menanami lereng dengan tanaman serta memperbaiki tata air dan guna lahan. c) Waspada terhadap mata air/rembesan air pada lereng. d) Waspada pada saat curah hujan yang tinggi pada waktu yang lama.
Gambar 5.4. Kawasan Industri dan Perkotaan Di Wilayah Rawan Tsunami Tsunami Daerah Selat Sunda di Provinsi Banten dipetakan sebagai daerah paling rawan karena berpotensi terkena bencana Tsunami. Hal ini dikarenakan terdapat Lempeng Indo-Australia dan Eurosia, yang diperkirakan bakal bertabrakan di sekitar Pulau Panaitan yang berada di perairan Selat Sunda. Bencana paling rawan adalah tsunami. Itu bisa terjadi karena gempa dibawah laut menimbulkan gelombang sangat kuat. Dan, daerah pesisir laut dan Industri yang ada di Banten akan lebih besar terkena imbas dari bencana itu.
V-8
Tidak hanya itu, dampak bencana tsunami, khususnya di daerah Cilegon yang merupakan kawasan industri juga harus diantisipasi, mengingat adanya bahaya dari dampak kimia yang ditimbulkan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi, menyatakan bahwa sejumlah kecamatan di Kabupaten Pandeglang rawan terjadi tsunami. Di Pandeglang Kecamatan Labuan, Panimbang, Carita, Sumur dan Cikeusik berpotensi terjadi tsunami ketika gempa. Pandeglang merupakan salah satu dari 16 daerah yang rawan bencana di Indonesia, termasuk gempa bumi dan tsunami. Upaya yang telah dilakukan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Banten guna mengantisipasi bahaya tsunami adalah telah dibuatnya pemantau radar gempa di belakang Hotel Mambruk dan di Desa Teluk. Kedepan, radar juga akan kita buat di Panimbang dan Bayah. Berdarkan over lay pada Gambar 5.4. Kawasan industri yang terdapat di pesisir pantai di kabupaten Serang berpotensi untuk mengalami tsunami. Daerah yang rawan terpapar tsunami akibat adanya gempa bumi adalah sepanjang pantai selatan Banten karena di bagian selatan Banten ini terdapat zona subduksi sebagai tempat pertemuan lempeng samudra Indo-Australia dan lempeng benua Eurasia sebagai sumber terjadinya gempa bumi. Daerah tersebut memanjang dari daerah Ujungkulon hingga perbatasan dengan Pelabuhanratu di Sukabumi. Penanganan tsunami didaerah ini tentu akan berbeda dengan di daerah pantai barat Banten karena di daerah ini tidak terdapat industri kimia, dimana umumnya daerah perkampungan di tepi pantai. Sehingga pemerintah perlu membuat skenario yang berbeda seperti ketika pemerintah Jepang menghadapi masalah pencemaran radioaktif PLTN setelah peristiwa gempa dan tsunami.
V-9
Banjir Provinsi Banten merupakan wilayah yang memiliki berbagai keunggulan di berbagai bidang, tetapi wilayahnya yang dilalui oleh Ring of Fire (Cincin Api) dan 2 lempeng (Lempeng Euroasia dan Indo Australia) menjadikan Provinsi Banten sebagai wilayah yang rawan terhadap terjadinya bencana, salah satu jenis bencana yang rawan terjadi di Provinsi Banten yaitu banjir. Berdasarkan prakiraan potensi banjir yang terjadi di wilayah provinsi banten terkait meningkatnya curah hujan yang dikeluarkan oleh BMKG, Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu wilayah yang akan mengalami intensitas curah hujan pada tingkat menengah, sehingga Kabupaten
Pandeglang
diperkirakan
sebagai
daerah
yang
rawan
berpotensi terkena bencana banjir.
5.2. Potensi Kerawanan Sosial Kerawanan sosial adalah struktur sosial dari suatu komunitas atau masyarakat terkena shock atau stress yang biasanya disebabkan oleh perselisihan ekonomi, perubahan lingkungan, kebijakan pemerintah atau bahkan disebabkan oleh kejadian internal dan kekuatan yang dihasilkan dari kombinasi beberapa faktor. Potensi Kerawanan Sosial merupakan komposit (gabungan) dari berbagai faktor kerawanan yaitu : Rawan Kemiskinan, Rawan Lingkungan dan Kesehatan, Rawan Prasarana Fisik, Rawan Modal Sosial, Rawan Keamanan dan Ketertiban, serta Rawan Ekonomi. Jumlah penduduk Provinsi Banten yang besar menjadi tantangan pada ketahanan pangan, ketersediaan lahan baik secara kuantitas dan kualitas semakin terbatas.
V-10
Kemiskinan dan pengangguran. Masyarakat miskin di kawasan pesisir sangat menggantungkan hidup dari sumber daya laut dan pantai, dimana pantai dan laut sangat rentan terhadap polusi dan kerusakan lingkungan pesisir. Kerawasan sosial yang berpotensi terjadi di Provinsi Banten diakibatkan oleh : a) Tata kota yang belum terarah dan cenderung tidak teratur b) Kepadatan penduduk di beberapa lokasi yang cukup tinggi c) Heterogenitas populasi dalam suatu wilayah d) Minimnya lahan yang dijadikan tempat tinggal terutama di kawasan perkotaan e) Pelayanan publik yang belum optimal f) Fasilitas umum yang kurang memadai g) Pelaksanaan dan aktivitas politik
Gambar 5.5. Kawasan Industri Dan Perkotaan di Wilayah Rawan Kekeringan
V-11
Rawan Kekeringan Luas areal sawah kekeringan akibat musim kemarau pada tahun 2012 di Provinsi Banten mencapai 36.405 ha, seluas 6.833 ha di antaranya mengalami puso atau gagal panen. Masalah berkurangnya sumber air menjadi
persoalan,
sehingga
mengoptimalkan
pompanisasi
jadi
terhambat. Upaya jangka panjang yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi adalah pembangunan Waduk Karian dan Waduk Sindang Heula untuk mencukupi persediaan air saat kemarau. Guna mengantisipasi kekeringan pada areal sawah yang dilakukan oleh pemerintah provinsi dengan membangun daerah irigasi yang baru. Pada tahun 2012 terdapat 20.474 titik irigasi yang jadi aset provinsi. Pada 2012 DSDAP juga membangun Bendung Cihara, Kabupaten Lebak yang diharapkan dapat mengaliri air ke lahan sawah seluas 1.200 ha.
Lahan Kritis Berdasarkan
sumber
data
resmi
yang
diperoleh
dalam
kegiatan
inventarisasi data, sampai dengan tahun 2011, luas lahan kritis di Pulau Jawa diperkirakan mencapai 3.436.884,81 Ha. Lahan kritis tersebut terdistribusi di wilayah Provinsi Banten seluas 117.913,29 Ha, Provinsi Jawa Barat seluas 117.201,14 Ha, Provinsi Jawa Tengah seluas 484.742,60 Ha, Provinsi Jawa Timur seluas 2.692.892,78 Ha dan Provinsi DI Yogyakarta seluas 24.135,00 Ha. Luas Provinsi Banten secara keseluruhan mencapai 966.292 Ha, dengan kawasan hutan mencapai 208.161,27 Ha (atau sekitar 24%). Berdasarkan laporan
Dinas
Kehutanan
Provinsi
Banten
(dalam
materi
Rakor
Inventarisasi LH Tahun 2012) disebutkan bahwa luas lahan kritis Banten mencapai 262.959 Ha (sekitar 27,73 % dari luas wilayah). Dari sejumlah lahan kritis tersebut, seluas 59.320 ha (22,56%) berada di dalam kawasan hutan dan sejumlah 203.639 ha (77,44 %) berada di luar kawasan hutan.
V-12
Kriteria lahan kritis dibedakan dengan kategori agak kritis, kritis dan sangat kritis. Lahan kritis yang berada di dalam kawasan hutan dengan kategori Agak Kritis mencapai luas 45.518 ha, Kritis seluas 7.497 ha, dan Sangat Kritis seluas 6.305 ha. Sedangkan yang berada di luar kawasan hutan, kategori Agak Kritis mencapai 149.940 ha, Kritis seluas 49.256 ha dan yang Sangat Kritis meliputi areal seluas 4.443 ha. Selain lahan kritis, kawasan hutan Provinsi Banten juga menghadapi masalah lainnya. Kawasan hutan di Taman Nasional Ujung Kulon sedang menghadapi masalah penggunaan kawasan hutan sebagai lahan sawah seluas 1.500 Ha, perladangan seluas 1.941 Ha dan permukiman liar yang dihuni oleh masyarakat sebanyak 24.100 kepala keluarga. Kawasan hutan di TN Gunung Halimun menghadapi masalah permukiman liar di dalam kawasan hutan yang dihuni oleh 25.629 KK, kawasan hutan yang dibuka menjadi lahan garapan (sawah dan ladang) seluas 11.015 Ha, dan penambangan emas tanpa ijin (PETI) yang melibatkan masyarakat lebih dari 1.000 KK. Masalah juga dihadapi di dalam kawasan hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani, yaitu: alih fungsi lahan hutan menjadi perkebunan Kelapa Sawit seluas 60 Ha dan sertifikasi kawasan hutan seluas 2.500 M2.
V-13
IV 14
Bab VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1. KESIMPULAN Pembangunan bertujuan meningkatkan kemakmuran rakyat, namun pembangunan
juga
menjadi
penyebab
terjadinya
kerusakan
fisik
lingkungan pesisir dan laut, pencemaran sungai akibat pembuangan limbah industri dan rumah tangga, kerusakan hutan dan lahan, serta hilangnya keanekaragaman hayati, yang pada akhirnya akan mengganggu kehidupan manusia. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil analisis Inventarisasi sumber daya alam dan lingkungan hidup Provinsi Banten dijelaskan sebagai berikut : 1. Provinsi Banten merupakan salah satu kawasan andalan nasional di Indonesia dengan sektor andalan industri dan pariwisata.
V-1
2. Pariwisata merupakan sebuah industri strategis yang memiliki karakter yang unik. Provinsi Banten sebagai pintu gerbang Pulau Jawa dan Sumatera serta berbatasan langsung dengan wilayah DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara, memiliki banyak keragaman atraksi wisata. Dengan potensi wisata yang dimiliki, mampu menjadikan Provinsi Banten sebagai salah satu destinasi unggulan di Indonesia. 3. Potensi sumber daya alam daerah yang terdapat di Provinsi Banten antara lain pada bidang : Pertanian, Budidaya Ternak (sapi potong, sapi perah, kerbau, kuda, kambing, domba dan babi), Budidaya Perikanan, Sumberdaya Mineral (zeolit, bentonit, sirtu, pasir kuarsa, batu gamping, felspar, bondclay, lempung, fosfat, toseki, kalsedon, opal, kayu terkersikan, marmer, pasir laut, emas, batubara), keanekaragaman hayati, kehutanan. 4. Potensi pariwisata yang terdapat di Provinsi Banten antara lain : Pantai Anyer, Taman Nasional Ujung Kulon, Pulau Dua/Pulau Burung, Gunung Karakatau, kawasan konservasi kaum Baduy dll. 5. Potensi budaya yang terdapat di Provinsi Banten antara lain dalam seni tari antara lain Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, dll. Pada seni bela diri yaitu seni bela diri Pencak silat, Debus, Rudad, Umbruk. 6. Taman Hutan Raya (Tahura) di kawasan Hutan Carita Kabupaten Pandeglang dengan luas 1.580 ha memiliki kekhasan ekosistem alam maupun buatan yang strategis untuk dikembangkan sebagai kawasan pelestarian
alam untuk
tujuan
koleksi tumbuhan
yang dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata serta rekreasi. 7. Prosentase tutupan lahan yang terjadi di Provinsi Banten
V-2
8. Dalam rangka pengembangan provinsi Banten direncanakan beberapa rencana sebagai berikut pembangunan Pelabuhan Bojonegara sebagai Internasional Hub Port, rencana Kawasan Bojonegara dan lingkar pantai utara yang dikembangkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), rencana pembangunan 3 (tiga) PLTU batubara (pengembangan PLTU Suralaya, PLTU Teluk Naga dan PLTU Labuan), pembangunan pabrik semen PT. Boral di Bayah, pembangunan permukiman skala besar yang tersebar di Kabupaten Tangerang dan Lebak, perubahan status jalan provinsi menjadi jalan nasional, rencana pembangunan jalan
tol
Cilegon-Bojonegara
dan
Bintaro-Cikupa,
rencana
pembangunan jalan lingkar di wilayah Kabupaten Tangerang, yaitu jalan lingkar utara Teluknaga-Mauk-Kronjo-Serang dan jalan lingkar selatan
Ciputat-Cisauk-Cisoka-Tigaraksa-Balaraja-Kresek,
rencana
perluasan Bandara Soekarno-Hatta menjadi 2500 Ha, rencana pembangunan
Pelabuhan
Cituis,
rencana
pemekaran
wilayah
Kabupaten Serang dan Kabupaten Tangerang (pembentukan Kota Serang, Kota Ciputat dan Kota Serpong, dll), pembangunan Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), rencana pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Margagiri di Kabupaten Serang, perubahan fungsi pemanfaatan ruang di pantai utara Kabupaten Tangerang,
V-3
rencana
pembangunan
jaringan
KA
Cilegon
Timur-Bojonegara,
rencana pengembangan TPA Bojong Menteng, peningkatan luasan kawasan lindung Taman Nasional Gunung Halimun, pengembangan kawasan wisata di wilayah Banten Selatan dan pantai utara (Pulau Cangkir, dll), pembangunan pipa gas Jawa-Sumatera, dan lainnya yang mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota (Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang,
Kabupaten
Serang
dan
Kota
Cilegon).
Dari
sedemikian banyak rencana pembangunan yang ada tentu perlu ada pengkajian yang lebih mendalam terkait dampak lingkungan dikaitkan dengan potensi kerawanan yang ada di Provinsi Banten.
6.2 REKOMENDASI Untuk memaksimalkan manfaat yang dapat diperoleh dari laporan inventarisasi sumber daya alam dan lingkungan hidup Provinsi banten, maka direkomendasikan hal-hal berikut ini: 1. Perlu ground check dan pengukuran langsung lapangan terutama pada lokasi yang mengalami degradasi fungsi ekosistem seperti abrasi, sedimentasi, penurunan kualitas air dan kerusakan mangrove, terumbu karang, pencemaran dan intrusi. 2. Perlu ground check dan pengukuran langsung lapangan terutama pada lokasi yang potensi untuk dikembangkan seperti pariwisata, perikanan, pertambangan, industri transportasi. 3. Perlu disusun upaya perencanaan mitigasi kerusakan pesisir dan kerusakan hutan mangrove secara terpadu dan lintas sektoral, dan strategi adaptasi dengan mengikuti trend perubahan lingkungan pesisir.
V-4
4. Perlu dibentuk suatu kelompok kerja (pokja) khusus dan permanen yang lintas sektoral dan melibatkan pihak-pihak terkait dan bekerja terus-menurus (continous) dalam melaksanakan pengumpulan data dan inventariasi kondisi lingkungan hidup Pesisir Sumatera. 5. Perlu verifikasi sebagian kecil data dari berbagai sumber karena parameter yang sama dengan sumber yang berbeda, datanya berbeda. 6. Perlu dilakukan singkronisasi rencana tata ruang provinsi yang nantinya dapat digabungkan menjadi rencana tata ruang nasional.
V-5
IV 6
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Banten Dalam angka,BPS Banten, 2014 Anonim, Status Lingkungan Hidup Daerah Banten, 2014 Anonim, 2010, Potret Hutan Provinisi Banten, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XI Jawa-Madura Tahun 2010 Anonim, Profil dan Data Kerusakan Mangrove di Wilayah Provinsi Banten Zona 1 Kabupaten Tangerang, BLHD, 2014 Anonim, 2014, Profil dan Data Kerusakan Mangrove di Wilayah Provinsi Banten Zona 2 Kabupaten Tangerang, BLHD, 2014 Anonim, 2014, Profil dan Data Kerusakan Mangrove di Wilayah Provinsi Banten Zona 3 Kabupaten Tangerang, BLHD, 2014 Anonim, 2014, Profil Dan Data Kerusakan Mata Air Di Wilayah Kabupaten Serang,Provinsi Banten, BLHD 2015 VII-1
Anonim, 2014, Profil Dan Data Kerusakan Mata Air Di Wilayah Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten, BLHD 2015 Anonim, 2014, Profil Dan Data Kerusakan Mata Air Di Wilayah Kabupaten Lebak Provinsi Banten, BLHD 2015 Anonim, 2007, Peraturan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Republik Indonesia 2007, No. 37/UM.001/MKP/07 Tentang Kriteria Dan Penetapan Destinasi Pariwisata Unggulan (2007). Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten (2011). Peta Pengembangan Kebudayaan Pariwisata Provinsi Banten (RTRW Provinsi Banten 2009-2029 dan Perda RIPPDA No. 9/2005. Homepage Online. Available
at
http://bantenculturetourism.com/wp-
content/uploads/2011/10/Peta-PengembanganPariwisataBanten.pdf DSAP Banten, 2014, Buku Data Dan Informasi Bidang Sumber Daya Air dan Pemukiman Provinsi Banten, Tahun 2014. Hidayat, Atep A. (2011). Pariwisata Banten Kurang Promosi. Homepage Online.
Available
at
http://www.pantonanews.com/berita-175-
pariwisata-banten-perluinvestasi-dan-promosi.html; http://kabarbhumi.blogspot.co.id/ Purnama, 2008, Evauasi Potensi Sumber Daya Air Sungai Untuk Pengairan di Provinsi Jawa Barat dan Banten, JRL Vol 5 No 1 hal 61-67, September 2008
VII-2
Undang-Undang Republik Indonesia 2000, No. 23 Tahun 2000 Tentang Pembentukan Provinsi Banten (2000). Undang-Undang Republik Indonesia 2009, No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan (2009). Yanto, 2012, Peran Hutan Rakyat dalam Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Kehutanan, Makalah pada Alih teknologi Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan, Semarang, 26 September 2012. Yustisia, 2012, Identifikasi Potensi Provinis Banten sebagai Daerah Tujuan Wisata Unggulan di Indonesia, Hospitour Volume III no 2, Oktober 2012
VII-3
IV 4