Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Lapisan Berpotensi Akuifer Berdasarkan Analisis Geolistrik Konfigurasi Schlumberger Di Kertajati, Majalengka 0 Gumilar Utamas Nugraha1, Andi Agus Nur2, Boy Yoseph CSSSA2, Pulung Arya Pranantya3 1Program
Magister Teknik Geologi, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jl.Dipati Ukur no.35 Gedung 2 lt.2 Bandung, 40132, Jawa Barat Email:
[email protected]
2Fakultas
3
Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21, Jatinangor 45363, Jawa Barat Email:
[email protected]
Balai Bangunan Hidraulik dan Geoteknik Keairan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Jl.Ir.H.Djuanda no.193 Bandung, 40135, Jawa Barat Email:
[email protected]
Abstrak Telah dilakukan penyelidikan geolistrik sebanyak dua belas titik pengukuran di Kertajati Majalengka. Titik-titik penyelidikan tersebar di beberapa cekungan air tanah (CAT) yang berada disekitar Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka yaitu CAT Majalengka dan CAT Indramayu. Titik-titik penyelidikan geolistrik itu adalah MJL-01, MJL-02, MJL-03, MJL-04, MJL-05, MJL-06, MJL-07, MJL-08, MJL-09, MJL-10, MJL-11 dan MJL-12. Hasil inversi geolistrik menunjukkan bahwa nilai resistivitas di lokasi penelitian berada pada rentang 1 – 235 Ω݉ . Lapisan dengan rentang nilai 1 – 30 Ω݉ diduga sebagai lapisan yang berpotensi sebagai akuifer dengan litologi berupa pasir dan pasir lempungan. Keberadaan lapisan akuifer ini berada pada kedalaman 3 – 150 meter. Berdasarkan pemodelan 3D lapisan ini tersebar merata diseluruh titik-titik pengukuran geolistrik di lokasi penelitian. Kata Kunci : Cekungan Air Tanah, Akuifer, Geolistrik Resistivitas, Konfigurasi Schlumberger
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Pendahuluan Air sebagai suatu sumberdaya vital bagi kehidupan masyarakat, sangat dibutuhkan. Oleh sebab itu intensitas pengambilan airtanah setiap tahun semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan penggunaan untuk berbagai aspek penunjang kehidupan mendorong terjadinya hal tersebut. Suplai air dari sumber air permukaan yang belum optimal menjadi salah satu penyebab terjadinya peningkatan penggunaan air dari sumber airtanah, sehingga pada gilirannya airtanah seolaholah menjadi prioritas bagi sumber air masyarakat. Keberadaan fasilitas publik seperti Bandara memerlukan sumberdaya air yang tidak sedikit maka Analisis potensi airtanah di Kawasan Bandara sangat diperlukan. Rencana pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat yang terletak di Kecamatan Kertajati – Kabupaten Majalengka membutuhkan analisis potensi airtanah di Kawasan tersebut untuk mendapatkan data dan informasi mengenai konfigurasi akuifer, pergerakan airtanah, dan kuantitas airtanah, sehingga dapat dihitung potensi airtanah, khususnya di daerah rencana pembangunan Kertajati Aerocity dan Bandara Internasional Jawa Barat yang terletak di Kecamatan Kertajati. Karena airtanah berada di bawah permukaan tanah maka diperlukan metode khusus untuk memetakan kondisi bawah permukaan. Metode geolistrik resistivitas digunakan untuk penyelidikan bawah permukaan (Sjodahl, 2006). Penyelidikan geolistrik resistivitas dilakukan atas dasar sifat fisika batuan/tanah terhadap arus listrik, dimana setiap batuan yang berbeda akan mempunyai harga tahanan jenis yang berbeda pula. Metode geolistrik dikembangkan pada awal 1900-an, tetapi mulai banyak digunakan sejak tahun 1970-an, hal ini terkait dengan ketersediaan komputer untuk memproses dan
menganalisis data geolistrik. Metode ini digunakan secara luas dalam mencari ketersediaan sumber daya airtanah (Reynold, 1998). Selain itu, geolistrik banyak digunakan dalam studi-studi yang berkaitan dengan hidrogeologi (Sirieix, dkk.2014; Ulusoy, dkk. 2015; Aaltonen, dkk. 2001), pencarian mineral tambang, studi-studi mengenai lingkungan serta banyak digunakan di bidang geoteknik (Griffiths, dkk. 1990; Griffiths dan Barker, 1993; Dahlin dan Loke, 1998; Olayinka, 1999; Olayinka dan Yaramanci, 1999; Amidu dan Olayinka, 2006). Tinjauan Pustaka Metode Resistivitas Konfigurasi Schlumberger Metode geolistrik resistivitas merupakan salah satu metode geolistrik yang mempelajari sifat-sifat aliran listrik di dalam bumi dan cara mendeteksinya di permukaan bumi. Besaran fisis yang dipelajari adalah resistivitas batuan akibat adanya medan potensial dan arus yang terjadi di bawah permukaan bumi. Prinsip kerja metode resistivitas ini yaitu arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus. Beda potensial yang terjadi diukur melalui dua buah elektroda potensial, dari hasil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda tertentu dapat ditentukan variasi harga resistivitas masingmasing lapisan batuan di bawah titik ukur. (Modul, 2002) Konfigurasi ini diambil dari nama Conrad Schlumberger yang merintis metoda geolistrik pada tahun 1920-an. Pada konfigurasi Sclumberger sering digunakan penamaan elektroda yang berbeda yaitu ܣdan ܤsebagai ܥଵ dan ܥଶ, ܯdan ܰ sebagai ܲଵ dan ܲଶ. Konfigurasi Schlumberger dimaksudkan untuk mengukur gradien potensial sehingga jarak antar elektroda yang membentuk dipol potensial ܰ ܯdibuat sangat kecil dan berada di tengah-tengah antara ܣ dan ܤ.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 1. Konfigurasi Wenner (Telford et al., 1990)
Besarnya nilai resistivitas dirumuskan pada persamaan dibawah ini: (Telford et al.,1990) ∆ ߩ= ூ ܭ (1) Dengan : ߩ = resistivitas batuan (Ohm − meter) Δܸ = beda potensial antara elektroda ܲଵ dan ܲଶ =ܫarus dua elektroda ܥଵ dan ܥଶ (Ampere) ܭ = faktor geometri (meter) nilai faktor geometri Schlumberger adalah: =ܭ
గమ ଶ
pada
konfigurasi
(9)
Hidrogeologi Todd (1980) memberikan batasan airtanah sebagai air yang mengisi pori atau ruang antar butir tanah maupun batuan pada zona 100% jenuh (saturated). Di atas zona jenuh terdapat zona tidak jenuh tetapi sebagian terisi oleh udara dan dikenal sebagai zona tidak jenuh (unsaturated). Hidrogeologi adalah ilmu yang mempelajari air di dalam zona jenuh dari sudut pandang geologi, yaitu batuan. Airtanah merupakan sumberdaya alam yang terbaharui (re-newable), namun keberlangsungannya terutama proses pengisian kembali airtanah sangat tergantung oleh beberapa faktor baik yang sifatnya alami maupun rekayasa. Hal yang paling berpengaruh dari faktor alamiah antara lain, ketersediaan air, kondisi permukaan, curah hujan, litologi, konduktivitas hidraulik, topografi keadaan muka airtanah dan kondisi sifat zona tidak jenuh.
Airtanah sendiri tersimpan dalam suatu lapisan batuan yang dapat menyimpan dan meluluskan air yang dikenal sebagai akuifer. Terdapat beberapa macam jenis batuan (litologi) yang dapat berfungsi sebagai akuifer, antara lain : endapan alluvial, batupasir, batugamping, dan batuan vulkanik dengan variasi dan kapasitas yang berbeda-beda tergantung karakteristik fisik (tekstur) batuannya.
Cekungan Airtanah Menurut Pasal 1 Ketentuan Umum Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, yang dimaksud Cekungan Airtanah adalah kesatuan wilayah pengelolaan airtanah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis tempat semua kejadian hidrogeologi seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan airtanah berlangsung. Cekungan airtanah dibatasi oleh batas hidrogeologi yang dikontrol oleh kondisi geologi dan/atau hidrolika airtanah. Dalam sistem cekungan airtanah, air mengalami proses hidrologi yang berlangsung secara terus menerus. Proses pertambahan volume airtanah dalam cekungan dapat terjadi melalui proses perkolasi dari air permukaan. Sebaliknya, volumenya akan berkurang sebagai akibat adanya proses evapotranspirasi, adanya pemunculan sebagai mata air, serta adanya aliran menuju sungai. Dalam hal ini, faktor litologi sangat menentukan terhadap kecepatan proses perkolasi air permukaan, mengigat batuan tertentu memiliki kemampuan yang berbeda terutama tingkat permeabilitasnya. Keterdapatan endapan alluvial merupakan ciri utama litologi suatu cekungan airtanah. Menurut Todd (1980); cekungan airtanah merupakan suatu satuan hidrogeologi yang terdiri dari satu atau beberapa bagian akuifer yang saling berhubungan membentuk suatu sistem dan dapat berubah akibat perubahan
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
lingkungan. Pada zona jenuh, terdapat sistem air jenuh berupa airtanah. Sistem ini dipengaruhi oleh kondisi geologi, hidrogeologi, dan gaya tektonik yang membentuk cekungan airtanah. Akuifer Airtanah adalah air yang terdapat di bawah permukaan tanah, pada suatu lapisan pembawa air yang disebut akuifer (Freeze & Chaerry, 1979). Keberadaan dan potensi airtanah tergantung dari sifat fisik akuifer khususnya dalam meluluskan air. etode Penelitian Penelitian dilakukan dengan pengambilan data secara langsung (primer). Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 16 18 November 2015. Daerah penelitian adalah Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawabarat. Alat geolistrik resistivitas yang digunakan jenis GL-4100 Earth Resistivity Instrument Resistivity Meter. Pada penelitian ini dipilih metode Schlumbergerr karena metode ini memiliki detail vertikal yang baik untuk sounding, sehingga metode ini bisa memberikan informasi yang cukup untuk informasi nilai resistivitas fungsi kedalaman yang baik. Pengukuran dilakukan di dua belas titik. Setelah diperoleh data yang diperlukan, maka dilakukan pengolahan data.Untuk mengolah data geolistrik diperlukan software Ipi2Win. Ipi2Win adalah program komputer yang secara automatis menentukan model resistivitas bawah permukaan dari data hasil survey geolistrik resistivitas. Setelah pengolahan data menggunakan software Ipi2Win selesai dilanjutkan pengolahan data menggunakan software RockWorks 15 digunakan untuk mendapatkan Visualisasi model 3D serta areaarea yang berpotensi akuifer.
Hasil Dan Pembahasan
Titik MJL-01
Gambar 2. Hasil inversi titik MJL-01
Tabel 1. Hasil Inversi Titik MJL-01 Layer Index
Depth from (m)
Rho (ߗ݉ )
Litologi
Layer 1
0
-
to (m) 0,75
Layer 2
0,75
-
2
13,6
Tanah Penutup
Layer 3
3
-
5,35
31,1
Batupasir
Layer 4
5,35
-
14,3
14,1
Batulempung
Layer 5
14,3
-
38,2
33,9
Batupasir
Layer 6
38,2
-
102
4,71
Batulempung
Layer 7
102
-
150
233
Batupasir
-
141
Tanah Penutup
Titik MJL-02
Gambar 3. Hasil inversi titik MJL-02
Tabel 2. Hasil Inversi Titik MJL-02 Layer Index
Depth from (m)
-
to (m)
Rho (ߗ݉ )
Litologi
Layer 1
0
-
2,92
1,23
Tanah Penutup
Layer 2
2,92
-
6,13
5,19
Batulempung
Layer 3
6,13
-
13,4
0,543
Batulempung
Layer 4
13,4
-
40
133
Batupasir
Titik MJL-03
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 4. Hasil inversi titik MJL-03
Tabel 3. Hasil Inversi Titik MJL-03 Layer Index
Depth from (m)
-
to (m)
Rho (ߗ݉ )
Gambar 6. Hasil inversi titik MJL-05
Litologi
Tabel 5. Hasil Inversi Titik MJL-05 Layer Index
Depth
Rho (ߗ݉ )
Litologi
53,7
Tanah Penutup
Layer 1
0
-
0,75
45,3
Tanah Penutup
Layer 2
0,75
-
2,29
8,27
Tanah Penutup
Layer 3
2,29
-
71,3
13,3
Batulempung
Layer 1
0
-
to (m) 0,75
Layer 4
71,3
-
150
2474
Batupasir
Layer 2
0,75
-
1,63
0,305
Batupasir
Layer 3
1,63
-
4,45
15,1
Batulempung
Layer 4
4,45
-
13,4
0,356
Batulempung
Layer 5
13,4
-
150
6,69
Batupasir
Titik MJL-04
from (m)
-
Titik MJL-06
Gambar 5. Hasil inversi titik MJL-04
Tabel 4. Hasil Inversi Titik MJL-04 Layer Index Layer 1
Depth from (m) 0
-
to (m) 3,09
-
Rho (ߗ݉ )
Gambar 7. Hasil inversi titik MJL-06
Litologi Tabel 6. Hasil Inversi Titik MJL-06
21,7
Tanah Penutup
Layer Index
Layer 2
3,09
-
4,58
81,5
Batulempung
Layer 3
4,58
-
9,49
7,73
Batulempung
Layer 4
9,49
-
21,9
298
Batupasir
Layer 1
Layer 5
21,9
-
120
0,393
Batulempung
Titik MJL-05
Depth from (m)
Rho (ߗ݉ )
Litologi
-
to (m)
0
-
0,75
1,01
Tanah Penutup
Layer 2
0,75
-
1,95
12,7
Tanah Penutup
Layer 3
1,95
-
19,9
1,18
Batulempung
Layer 4
19,9
-
150
5,75
Batupasir
Titik MJL-07
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 8. Hasil inversi titik MJL-07
Tabel 7. Hasil Inversi Titik MJL-07 Layer Index
Gambar 10. Hasil inversi titik MJL-09
Depth from (m)
-
to (m)
Rho (ߗ݉ )
Litologi
Tabel 9. Hasil Inversi Titik MJL-09 Layer Index
Layer 1
0
-
0,75
1,23
Tanah Penutup
Layer 2
0,75
-
4,99
4,42
Batulempung
Layer 3
4,99
-
23,1
1,64
Batulempung
Layer 1
Layer 4
23,1
-
150
7,05
Batupasir
Layer 2 Layer 3
Titik MJL-08
Depth from (m) 0
Rho (ߗ݉ )
Litologi
-
to (m) 0,75
2,69
Tanah Penutup
0,75
-
1,82
19,3
Tanah Penutup
1,82
-
4,97
0,929
Batulempung
Layer 4
4,97
-
16,8
26,6
Batulempung
Layer 5
16,8
-
100
0,0441
Batupasir
-
Titik MJL-10
Gambar 9. Hasil inversi titik MJL-08 Gambar 11. Hasil inversi titik MJL-10
Tabel 8. Hasil Inversi Titik MJL-08 Layer Index
Tabel 10. Hasil Inversi Titik MJL-10
Depth from (m)
-
to (m)
Rho (ߗ݉ )
Litologi
Layer Index
Depth from (m)
-
to (m)
Rho (ߗ݉ )
Litologi
Layer 1
0
-
1,11
42,4
Tanah Penutup
Layer 2
1,11
-
8,68
8,75
Batulempung
Layer 1
0
-
0,75
1,33
Tanah Penutup
Layer 3
8,68
-
100
41,2
Batupasir
Layer 2
0,75
-
1,68
8,1
Tanah Penutup
Layer 3
1,68
-
4,1
0,576
Batulempung
Layer 4
4,1
-
11,7
10,2
Batupasir
Layer 5
11,7
-
32,2
0,419
Batulempung
Layer 6
32,2
-
150
258
Titik MJL-09
Batupasir
Titik MJL-11
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Gambar 12. Hasil inversi titik MJL-11
Tabel 11. Hasil Inversi Titik MJL-11 Layer Index
Depth from (m)
-
to (m)
Rho (ߗ݉ )
Litologi
Layer 1
0
-
0,75
5,47
Tanah Penutup
Layer 2
0,75
-
7,67
8,3
Batulempung
Layer 3
7,67
-
22,5
33,1
Batupasir
Layer 4
22,5
-
150
10,3
Batulempung
Gambar 14. Multilog profile area penelitian
Titik MJL-12 Gambar 15. Fence Diagram area penelitian
Gambar 13. Hasil inversi titik MJL-12
Tabel 12. Hasil Inversi Titik MJL-12 Layer Index
Depth from (m)
-
to (m)
Rho (ߗ݉ )
Litologi
Layer 1
0
-
0,75
4,58
Tanah Penutup
Layer 2
0,75
-
1,91
42,3
Tanah Penutup
Layer 3
1,91
-
5,04
0,72
Batulempung
Layer 4
5,04
-
14,9
32,6
Batupasir
Gambar 16. Solid Model area penelitian
Dari hasil di atas kemudian dibuat model 3 dimensi menggunakan software Rockworks 15 sebagai berikut: Gambar 16. Batuan yang diduga sebagai akuifer di area penelitian
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Pada titik MJL-01 Keberadaan lapisan akuifer pada titik ini diperkirakan berada pada lapisan yang berada pada rentang kedalaman 5.35 – 14.3 m yang secara litologi diduga sebagai lapisan pasir lempungan. Pada titik MJL-02 Keberadaan akuifer pada titik ini diperkirakan berada pada lapisan yang berada pada rentang kedalaman 13.4 – 40 m. Pada titik MJL-03 Keberadaan akuifer pada titik ini diperkirakan berada pada lapisan yang terletak pada rentang kedalaman 2.29 – 71.3 m. Titik MJL-04 keberadaan akuifer pada titik ini diperkirakan berada pada lapisan yang berada pada rentang kedalaman 4.58 – 9.49 m. Pada titik MJL-05 Keberadaan akuifer pada titik ini diperkirakan berada pada lapisan yang berada pada rentang kedalaman 13.4 – 150 m. Titik MJL-06 Keberadaan akuifer pada titik ini diperkirakan berada pada lapisan pada kedalaman 1.95 – 19.9 m. Pada titik MJL-07 Keberadaan akuifer pada titik ini diperkirakan berada pada lapisan pada rentang kedalaman 4.99 – 23.1 m. Pada titik MJL-09 Keberadaan akuifer pada titik ini diperkirakan berada di lapisan pada rentang kedalaman 4.97 – 16.8 m. Titik MJL-10 Keberadaan akuifer pada titik ini diperkirakan berada pada rentang kedalaman 4.1 – 11.7 m. Pada titik MJL-11 Keberadaan akuifer pada titik ini diperkirakan berada rentang kedalaman 4.1 – 11.7 m. Pada titik MJL-12 Keberadaan akuifer pada titik ini diperkirakan berada pada pada kedalaman 5.04 – 14.9 m. Keberadaan akuifer ini diperkirakan terdapat pada satuan litologi pasir dan pasir lempungan. Dimana kedua jenis litologi ini memiliki nilai porositas dan permeabilitas yang baik. Rongga-rongga dalam pasir dan pasir lempungan kemudian diisi oleh fluida air. Berdasarkan pemodelan 3D menggunakan software Rockworks 15 keberadaan akuifer tersebar hampir di seluruh area penelitian, hal ini menandakan hampir seluruh area penelitian memiliki prospek air tanah yang baik, meskipun penelitian lebih lanjut sangatlah diperlukan guna mendapatkan hasil yang lebih maksimal mengenai total volume,
debit, dan storativitas serta transmitivitas air tanah di area penelitian. Akuifer pada lokasi penelitian merupakan akuifer dangkal dan akuifer dalam yang saling berhubungan. Berdasarkan rekonstruksi penampang geolistrik di atas dapat disimpulkan bahwa sistem akuifer di lokasi penyelidikan terdiri atas Akuifer Tidak Tertekan dan Tertekan Multi Layer; dengan tebal akuifer berkisar antara 0.5 – 5.2 m dengan kedalaman akuifer Tidak Tertekan berkisar antara 8 - 18 m bmt (di bawah muka tanah setempat) sedangkan Kedalaman akuifer Tertekan > 30 m bmt. Pada bagian atas atau permukaan, didominasi oleh adanya lempung atau lumpur yang menutupi sebagian besar lapisan akuifer dangkal. Akuifer di lokasi penelitian berada pada kedalaman dari 3 meter sampai 150 meter (penetrasi pengukuran terdalam) dan merupakan akuifer yang menerus dari bagian permukaan dan mengisis akuifer dalam. Pada lokasi penelitian, sangat disarankan untuk melakukan imbuhan dengan menggunakan sumur resapan dangkal karena akuifer dangkal yang ada di kawasan ini merupakan sumber imbuhan bagi akuifer dalam di sekungan Indramayu. Ketebalan pasir yang ada di lokapi penyelidikan cukup besar sehingga mampu mensuplai akir tanah ke hilir dengan baik, namun hal ini terhalang karena terdapat lapisan lempung di bagian permukaan. Kesimpulan Hasil inversi geolistrik menunjukkan bahwa nilai resistivitas di lokasi penelitian berada pada rentang 1 – 235 Ω݉ . Lapisan dengan rentang nilai 1 – 30 Ω݉ diduga sebagai lapisan yang berpotensi sebagai akuifer dengan litologi berupa pasir dan pasir lempungan. Keberadaan lapisan akuifer ini berada pada kedalaman 3 – 150 meter. Berdasarkan pemodelan 3D lapisan ini
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
tersebar merata diseluruh titik-titik pengukuran geolistrik di lokasi penelitian. Pustaka Dahlin T. (1993). On the automation of 2D resistivity surveying for engineering and environmental applications. (Ph.D. Thesis). Lund University. Dahlin T. (1996). 2D resistivity surveying for environmental and engineering applications. First Break 14(7) hlm.275-283. Djuri, 1995. Peta geologi lembar Arjawinangun, Skala 1 : 100.000. Puslitbang Geologi – Bandung. Freeze, R.A., and Cherry, J.A., 1979. Groundwater. 604 pp. New Jersey. Prentice Hall, Inc. Ikard, J Scott. (2013). Geoelectric Monitoring Of Seepage In Porous Media With Engineering Applications To Earthen Dams. (Tesis). Colorado School of Mines. Mandel & Shiftan, 1981. Groundwater Resources: Development and Management, Academic Press. 2 Modul. (2002). Pelatihan dan Pengukuran Dasar Metode Geofifika ITB. Bandung: Laboratorium Fisika Bumi Institut Teknologi Bandung. Pusat Lingkungan Geologi. 2007. Petunjuk Teknis Penentuan Batas Cekungan Airtanah. Badan Geologi Kementerian ESDM RI. Sjodahl, Pontus. (2006). Resistivity Investigation And Monitoring For Detection Of Internal Erosion And Anomalous Seepage In Embankment Dams. (Disertasi). Faculty of Engineering, Lund University. Telford, W.M., Geldart, L.P., dan Sheriff, R.E. (1990). Applied geophysics. New York:Cambridge University Press. Todd, D.K., 1980. Ground Water Hydrology. 2nd ed. John Wiley & Sons, Inc., New York, NY. Tóth, J., 1963. A theoretical analysis of groundwater flow in small drainage basins. Journal of Geophysical Research. v.68. p. 211-222.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”