LANDASAN FILOSOFIS TINDAKAN DISKRESI KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM Prima Astari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sunan Giri Jl. Joyo Raharjo No. 240 A Malang Email:
[email protected]
Abstrack Discretion is an extensive authority or can be called a freedom to act. The purpose of this research is to analyze the philosophical foundation of description and discretion police action against the suspect’s children and to analyze act about the police against discretion children who are dealing with Indonesian law. This research uses a kind of normative legal research. In the criminal law although it’s discretion, but should remain in the corridor of the law and does not violate human rights. Given the specificity of their child , in terms of both spiritual and physica, willing - even in terms of criminal liability for his actions, then it must be arranged so that the criminalization of children, especially criminal deprivation of liberty is the last attempt (ultimum remedium) when another attempt was not successful. With so real discretionary authority is not directly justified by UUD’45 soul. Except that if the criminal justice system to remember the positive that tend to threaten prison sentence for the suspect. So if there are matters that are not processed in order to protect citizens from threats that are not favorable for life in the future. Here, the role of discretion that was and this is in accordance with the spirit UUD’45 opening it. Key words: discretion, restorative justice, children
Abstrak Diskresi merupakan kewenangan yang luas atau dapat juga disebut dengan kebebasan untuk bertindak. Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk menganalisa dan mendiskripsikan landasan filosofis tindakan diskresi kepolisian terhadap anak yang berhadapan dengan hukum di Indonesia dan untuk menganalisa dan mendiskripsikan tindakan pengaturan tentang tindakan diskresi kepolisian terhadap anak yang berhadapan dengan hukum di Indonesia. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan Undang-undang. Dalam lapangan hukum pidana, meskipun sifatnya diskresi, tetapi harus tetap dalam koridor hukum dan tidak melanggar hak azasi manusia. Mengingat kekhususan yang dimiliki anak, baik dari segi rohani dan jasmani, maupun dari segi pertanggungan jawab pidana atas tindakannya, maka haruslah diusahakan agar pemidanaan terhadap anak terutama pidana perampasan kemerdekaan merupakan upaya terakhir (ultimum remedium) bilamana upaya lain tidak berhasil. Dengan begitu wewenang diskresi sesungguhnya secara tak langsung dibenarkan oleh jiwa UUD’45. Kecuali itu apabila diingat sistem hukum pidana positif yang cenderung untuk mengancam hukuman penjara bagi tersangka. Maka apabila ada perkaraperkara yang tidak diproses adalah dalam rangka melindungi warga Negara dari ancaman yang tidak menguntungkan bagi kehidupannya pada masa depan. Disinilah peran diskresi itu berada dan hal ini sesuai dengan jiwa pembukaan UUD’45 itu. Kata kunci: diskresi, keadilan restoratif, anak 1
2
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 1, April 2015, Halaman 1-146
Latar Belakang
dilupakan dan ketaatan psds tata cara perilaku
Hukum dan masyarakat seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Berlakunya hukum memang di dalam suatu tatanan sosial yang disebut masyarakat oleh bangsa Romawi disebut sebagai ubi societas
ibi
ius
yang
menggambarkan
betapa eratnya hubungan antara hukum dan masyarakat.1 Setiap
kelompok
mengaitkan
tujuan
masyarakat atau
selalu
kepentingan
tersebut dengan moral atau aturan-aturan kelembagaan dan cara-cara dalam mencapai tujuan. Penitikberatan pada tujuan-tujuan tertentu mungkin dapat mengurangi makna dan perhatian terhadap cara-cara yang sudah melembaga sehingga kecendrungan timbulnya bentuk-bentuk
ekstrem
dimaksudkan
di sini ialah (a) berkembangnya situasi ketidakseimbangan sebagai akibat penekanan atas nilai-nilai suatu tujuan tertentu secara relatif akan berpengaruh pada cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Khususnya apabila keterbatasan pilihan cara-cara tersebut hanya dipandang sebagai sesuatu yang bersifat teknis daripada sesuatu yang bersifat melembaga; (b) sebaliknya, bentuk lain dapat timbul apabila aktivitas yang dilakukan kelompok sebetulnya secara hakiki hanya alat saja, namun kemudian dipersepsi sebagai tujuan yang harus dicapai. Akibatnya, tujuan yang hakiki
yang ditetapkan dan bersifat kelembagaan itu menjadi hal yang dinomorsatukan.2 Anak sebagai bagian dari masyarakat harus dilindungi kepentingannya. Oleh karena setiap anak sebagai pelaku tindak pidana yang masuk sistem peradilan pidana harus diperlakukan secara manusiawi sebagaimana termuat dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yaitu nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelansungan hidup dan perkembangannya, serta penghargaan terhadap anak. W.J.S Poerdaminta memberikan pengertian anak sebagai
manusia
keci.3 R.A.
Koesnoen
memberikan pengertian anak sebagai manusia muda, muda dalam umur, muda dalam jiwa dan pengalaman hidup, karena mudah terpengaruh keadaan sekitarnya.4 Anak merupakan bagian dari masyarakat dimana hak-haknya tersebut harus dilindungi. Anak dalam masa pertumbuhan seringkali dihadapkan dalam situasi khsusus, salah satunya adalah anak harus berhadapan dengan hukum, karena tindakannya yang telah melanggar ketentuan yang berlaku dalam masyarakat. Anak-anak yang melakukan pelanggaran aturan atau kepatutan dalam masyarakat inilah yang sering dikatakan sebagai anak nakal. Namun yang terjadi akhirakhir ini kenakalan anak semakin menjurus
1 Mochtar Kusumaadja, Konsep-konsep dalam Pembangunan, Alumni, Bandung, 2006, hlm. 6. 2 Paulus Hadisuprapto, Delinkuensi Anak Pemahaman dan Penanggulangannya, Bayumedia, Malang, 2008, hlm. 28. 3 WJS Poerdaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hlm. 753. 4 R.A. Koesnoen, Susunan Pidana dalam Negara Indonesia, Sumur, Bandung, 1964, hlm. 120.
Prima Astari, Landasan Filosofis Tindakan Diskresi Kepolisian terhadap...
3
kepada tindakan pidana.Bahkan cenderung
dikeluarkannya Undang-undang Nomor 11
semakin meningkat tindakan pidana yang
tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
dilakukan oleh anak-anak dibawah umur.5
Anak.Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012
Pelaksanaan diversi dilatar belakangi
mengandung
makna
bahwa
kasus-kasus
negatif
anak yang terlibat persoalan hukum harus
terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh
ada penanganan secara khusus, yaitu mulai
keterlibatannya dengan sistem peradilan
dari tahap penyelidikan sampai dengan tahap
pidana. Pelaksanaan diversi oleh aparat
pembimbingan setelah menjalani pidana.
penegak hukum yang disebut discretion atau
Sistem peradilan pidana anak ini megutamakan
dalam bahasa Indonesia diskresi. Diskresi
pendekatan
adalah wewenang dari aparat penegak hukum
penyelesaian perkara tindak pidana dengan
yang menangani kasus tindak pidana untuk
melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/
mengambil tindakan meneruskan perkara
korban dan pihak lain yang terkait untuk
atau mengambil perkara tindakan meneruskan
bersama-sama penyelesaian yang adil dengan
perkara
menekankan pemulihan kembali pada keadaan
keinginan
menghindari
atau
efek
menghentikan
perkara,
mengambil tindakan tertentu sesuai dengan
Keadilan
Restoratif,
yaitu
semula dan bukan pembalasan.8 Berdasarkan hal tersebut maka apabila
kewenangan yang dimilikinya.6 Tugas polisi sebagai penyidik dalam sistem
berbicara soal diskresi Kepolisian dalam sistem
peradilan pidana menempatkannya dalam
peradilan pidana anak, maka akan ditemukan
jajaran paling depan, sehingga polisi dituntut
suatu hubungan antar hukum, diskresi,
untuk bisa menyeleksi atau memilah-milah
kepolisian, penyidikan, dan sistem peradilan
perkara mana yang pantas untuk diajukan ke
pidana anak. Maka pokok permasalahan yang
pengadilan atau tidak berdasarkan peraturan
akan dikaji pada hakekatnya adalah bekerjanya
perundang-undangan.7
hukum dan diskresi kepolisian terhadap anak
Menghadapi kasus anak yang terlibat persoalan hukum, tentu penyelesaian dan
berhadapan dengan hukum. Polisi sebagai garda terdepan dalam
perlakuannya harus berbeda dengan prosedur
penegakan
orang
mampu
dewasa.Dalam
prosesnya
harus
hukum
pidana
menggunakan
diharapkan
kewenangannya
dilakukan dengan cermat, agar anak tetap
untuk kepentingan terbaik bagi anak yang
mendapat perlindungan secara maksimal.
berhadapan dengan hukum. Walaupun polisi
Adanya
dikatakan sebagai garda terdepan akan tetapi
kesadaran
tersebut
mendorong
5 Haris Retno Susmiyati dan Hariyanti, Sistem Peradilan Anak di Indonesia dalam Prespektif Hak Azasi Manusia, Risalah Hukum Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, 2007, Volume 3 No. 1. 6 Loraine Gelsthorpe dan Nicola Padfield, Exercising Discretion Decision-making in the Criminal Justice System and Beyord, Willan Publishing, UK, 2003, hlm. 3. 7 Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Kompas, Jakarta, 2006, hlm. 65. 8 Pasal 1 angka 6 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
4
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 1, April 2015, Halaman 1-146
karena kewenangan diskresi polisi pada tahap
Pendekatan perundang-undangan (statute dilakukan
dengan
menelaah
awal, penyelesaian perkara pidana dapat
approach)
berakhir.9
regulasi atau peraturan perundang-undangan
Berkaitan dengan segala uraian dan
yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
permasalahan tersebut di atas, penulis sangat
akan diteliti, yakni UU No 11 Tahun 2012
tertarik untuk melakukan penelitian lebih
tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
lanjut yang kemudian hasil penelitian tersebut akan di bahas dan di analisa dalam bentuk tesis yang berjudul
“Landasan Filosofis
Tindakan Diskresi Kepolisian Terhadap Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum”. Studi hukum dapat dibagi ke dalam dua cabang studi, yaitu sebagai law in books atau dikenal dengan studi normatif dan law in action atau dikenal dengan istilah studi empiris.10 Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan-bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia.Jadi penelitian ini dipahami sebagai penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder.
11
Pendekatan (comparative
perbandingan approach)
dilakukan
dengan memperbandingkan antara hukum pidana positif Indonesia dengan peraturan Internasional tentang anak. Pendekatan
konseptual
approach)
beranjak
pandangan
dan
dari
(conceptual pandangan-
doktrin-doktrin
yang
berkembang di dalam ilmu hukum, untuk menemukan ide-ide yang melahirkan konsepkonsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu hukum yang diteliti. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan lain sebagainya.12 Bahan-bahan hukum tersebut dikumpulkan dengan cara menginventarisasi semua bahan hukum yang berkaitan dengan diskresi,
Metode pendekatan yang digunakan dalam
kewenangan, tujuan hukum dan perlindungan
penelitian ini adalah pendekatan perundang-
anak. Digunakannya teknik ini adalah untuk
undangan (statute approach), pendekatan
memperoleh landasan teoritis dan pendapat
perbandingan
approach),
para ahli, terutama yang berkaitan erat dan
(conceptual
memiliki relevansi kuat dengan obyek yang
dan
(comparative
pendekatan
approach).
konseptual
diteliti.
9 Satjipto Rahardjo, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2002, hlm. xxv. 10 Romy Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hlm. 35. 11 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Pers, Jakarta, 1985, hlm. 15. 12 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 30.
Prima Astari, Landasan Filosofis Tindakan Diskresi Kepolisian terhadap...
Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier
dianalisis
tahun 1961 yang menyatakan bahwa Polri
menggunakan
selaku alat Negara penegak hukum yang
instrument teori dan konsep untuk membahas
terutama bertugas memelihara keamanan
dan
didalam
menjawab
dengan
5
permasalahan
dengan
negeri,
didalam
menjalankan
menggunakan metode analisis preskriptif.
tugasnya itu harus selalu menjunjung tinggi
Metode analisis preskriptif adalah metode
hak-hak asasi rakyat dan hukum Negara.14
analisis dengan memberikan penilaian dengan
Ketentuan pasal tersebut dapat dijadikan dasar
objek yang diteliti.
dari diskresi itu, karena untuk menjalankan tugas tersebut yang kemudian dirinci secara
Pembahasan Diskresi
umum didalam pasal 2 Undang-undang ini. dalam
bahasa
Belanda
Dan
kewenangan-kewenangan
kepolisian
Discretionair atau dalam bahasa Jerman
untuk melaksanakan tugas – tugas tersebut
fries ermessen dan dalam bahasa Inggris
kemudian dijabarkan dalam ketentuan pasal
Discretionary
suatu
13 Undang-undang No 13 tahun 1961.Namun
bentuk penyimpangan terhadap asas legalitas
kewenangan-kewenangan yang dicantumkan
dalam pengertian wet matigheid van bestuur
dalam pasal 13 itu rupanya tidak mampu untuk
sehingga pengecualian dari asas legalitas.13
mengatur seluruh tindakan kepolisian secara
Pengaturan diskresi adalah landasan hukum
eksplisit, definitif, dan limitatif.Hal ini diakui
diskresi kepolisian.Penggunaan wewenang
oleh
diskresi itu adalah sah dan dibenarkan oleh
itu kewenangan lainnnya diserahkan dan
hukum, baik hukum tertulis maupun hukum
dipercayakan oleh pembentuk undang-undang
tidak tertulis.Sehingga dengan demikian
kepada Kepolisian. Dengan dicantumkannya
semua pihak terlindungi, baik petugas maupun
kewenangan umum dalam pasal 13 huruf k
masyarakatnya. Landasan hukum bagi Polri
Undang-undang No. 13 tahun 1961 itu yang
dalam
menyatakan
Power
melaksanakan
merupakan
tindakan
diskresi
pembentuk
Undang-undang
bahwa
“Kepolisian
karena
Negara
Kepolisian dalam melaksanakan tugasnya
berwenang
antara lain:
lain “tindakan-tindakan lain ini selanjutnya
Undang-undang No 13 tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian
dibatasi
mengambil menurut
tindakan-tindakan ketentuan-ketentuan
Undang-undang Hukum Acara Pidana dan
Apabila diamati dengan teliti ketentuan
atau lain peraturan Negara, dengan senantiasa
pasal 1 ayat 1 dan 2 Undang-undang No. 13
mengindahkan norma – norma keagamaan,
13 Marwan Effendy, Diskresi, Penemuan Hukum, Korporasi &Tax Amnesty dalam Penegakan Hukum, Referensi, Jakarta, 2012, hlm. 6. 14 Pasal 1 ayat 1 dan 2 Undang-undang No 13 tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara.
6
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 1, April 2015, Halaman 1-146
perikemanusiaan, kesopanan dan kesusilaan.15
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Selain itu kewenangan diskresi diatur juga
Menurut M.Faal, “maka Pasal 30 Ayat 4 jo
didalam penjelasan umum Undang-undang
penjelasan Pasal 39 Ayat (2) angka (3) tersebut
No. 13 tahun 1961, Polisi diberi wewenang
di atas secara “condition sine qua no” dapat
untuk dapat mengenyampingkan perkara
dijadikan dasar dari kewenangan diskresi
ringan, sehingga perkara itu dapat diselesaikan
kepolisian”.
ditingkat penyidikan. Dari uraian-uraian tersebut maka dalam Undang-undang pokok
Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Kepolisian No. 13 tahun 1961 yang menjadi
Ketentuan Pasal 13 Undang-undang No.
dasar hukum Diskresi Kepolisian adalah:
2 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa tugas
1. Pejelasan umum Undang-undang No. 13
pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia
tahun 1961.
adalah:
a)
memelihara
keamanan
dan
2. Ketentuan pasal 1 ayat 1 dan 2 jo pasal
ketertiban masyarakat, b) menegakkan hukum,
Undang-undang No. 13 tahun 1961.
c) memberikan perlindungan, pengayoman,
3. Ketentuan Pasal 13 huruf k Undang-
dan pelayanan kepada masyarakat.
undang no 13 tahun 1961.
Ketentuan pasal tersebut dapat dijadikan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Hankam Dalam
undang-undang
ini
tugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku
dasar dari diskresi.Tugas pokok tersebut dirinci secara umum didalam pasal 14 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
alat Negara penegak hukum dan ketertiban
Dasar
hukum
bagi
Polri
dalam
masyarakat serta selaku pelindung, pengayom,
melaksanakan tindakan diskresi kepolisian
pelayan dan pembimbing masyarakat diatur
dalam melaksanakan tugasnya adalah: Pasal
dalam Pasal 30 Ayat 4 dan selanjutnya
18 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002;
dalam penjelasan Pasal 39 Ayat 2 angka 3
(1)
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1982 ini
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
dikatakan bahwa dalam rangka mewujudkan
melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat
keamanan
bertindak
dan
ketertiban
masyarakat,
Untuk
kepentingan
menurut
umum,
penilaiannya
Pejabat
sendiri
Kepolisian selaku alat Negara penegak hukum
(2)
menyelenggarakan tugas kepolisian dengan
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan
mencegah dan menanggulangi tumbuhnya
dalam keadaan yang sangat perlu dengan
penyakit masyarakat dan aliran kepercayaan
memperhatikan perundang-undangan serta
yang dapat menimbulkan perpecahan atau
kode etik profesi Kepolisian Negara Republik
Pelaksanaan
ketentuan
sebagaimana
15 Pasal 13 huruf (k) Undang-undang No. 13 tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kepolisian Negara.
Prima Astari, Landasan Filosofis Tindakan Diskresi Kepolisian terhadap...
7
Indonesia. Pasal 19 (1) dalam melaksanakan
huruf j dinyatakan bahwa “Polisi berwenang
tugas dan wewenangnya pejabat Kepolisian
karena kewajibannya mengadakan tindakan
Negara
lain menurut hukum yang bertanggung
Republik
Indonesia
senantiasa
bertindak berdasarkan norma hukum dan
jawab“.
mengindahkan norma agama, kesopanan,
Sebagai dikemukakan diatas mengingat
kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi
kewenangan kepolisian untuk melakukan
manusia. (2) Dalam melaksanakan tugas
tindakan-tindakan kepolisian tidak mungkin
dan wewenang sebagaimana dimaksud ayat
diatur secara limitatif, maka di dalam ketentuan
(1), Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan. Dengan demikian polisi diberi wewenang untuk bertindak apapun yang diperlukan sesuai dengan tuntutan tugas yang dihadapi. Dari uraian-uraian tersebut maka dalam Undang-undang pokok Kepolisian No. 2 tahun 2002 yang menjadi dasar hukum Diskresi Kepolisian adalah: 1. Pejelasan umum Undang-undang No. 2 Tahun 2002. 2. Ketentuan Pasal 13 Undang-undang No. 2 Tahun 2002. 3. Ketentuan Pasal 15 huruf k Undangundang No. 2 Tahun 2002. 4. Ketentuan Pasal 18 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 5. Ketentuan Pasal 19 Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Undang-undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Kewenangan kepolisian untuk melakukan tindakan-tindakan kepolisian tidak mungkin diatur secara limitatif, maka di dalam ketentuan Pasal 5 ayat 1 a angka 4 dan Pasal 7 ayat 1
Pasal 5 ayat 1 a angka 4 dan Pasal 7 ayat 1 huruf j dinyatakan bahwa “ Polisi berwenang karena kewajibannya mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab“. Mengenai ketentuan yang terdapat dalam Pasal 5 KUHAP ini, pembentuk undangundang menganggap seakan-akan isinya sudah cukup jelas bagi para penyelidik, hingga ia menganggap tidak perlu memberikan penjelasannya
kecuali
mengenai
kata
tindakan lain seperti yang tercantum dalam rumusan Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 KUHAP, dan agaknya telah menyerahkannya kepada ilmu pengetahuan untuk memberikan arti yang setepat-tepatnya kepada ketentuanketentuan tersebut.16 Tindakan lain yang dapat dilakukan oleh penyelidik dan penyidik menurut penjelasan Pasal 5 ayat (1) a angka 4 dan Pasal 7 ayat (1) huruf j adalah sebagai berikut: 1. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum. 2. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan
dilakukan
tindakan
jabatan.
16 A. F. Lamintang dan Theo Lamintang, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 48.
8
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 1, April 2015, Halaman 1-146
3. Tindakan itu harus patut dan masuk
Kepolisian pada masa penjajahan yang
akal dan termasuk dalam lingkungan
terkenal adalah berdasarkan Arrest Hoge Raad
jabatannya.
tanggal 25 Januari 1892 dan tanggal 11 Maret
4. Atas
pertimbangan
yang
layak
berdasarkan keadaan yang memaksa. 5. Menghormati Hak Asasi Manusia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
1914 yang antara lain mengatakan sebagai berikut: “….untuk sahnya segala tindkan-tindakan kepolisian (rechtmatig) tidak selalu harus beradasarkan pada peraturan perundang-
Apabila diperhatikan ketentuan Undang-
undangan (Wettelijk voor schrift) akan tetapi
Undang Dasar Tahun 1945 yang langsung
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
atau tidak mengatur eksistensi, tugas dan
(1) Tindakan-tindakan
kewenangan kepolisian dapat dilihat dalam
bertentangan
pokok pokok pemikiran pembukaan, batang
perundang-undangan.
tubuh dan penjelasan UUD’45. Dan
selanjutnya
pokok
(2) Bahwa pikiran
polisi
dengan
tindakan
mempertahankan
ini
itu
tidak
peraturan adalah
(….)
untuk
ketertiban,
melindungi segenap bangsa Indonesia yang
ketentraman dan keamanan umum.
mempunyai kesamaan kedudukan didalam
(3) Bahwa tindakan itu untuk melindungi
hukum dan pemerintahan (Pasal 27 UUD 1945) terlihat disini bahwa kedudukan Polisi sebagai penegak hukum, yang melindungi setiap warga Negara atau masyarakat dan menciptakan keamanan bagi warga Negara.
hak-hak seseorang (ieders recht). Konvensi Hak-hak Anak 1989 (Convention on the Right of the Child) Perkembangan yang sangat berarti dalam perhatian masyarakat internasional yang
Sebagai ketentuan tertulis (written rule)
menyangkut hak-hak anak yang merupakan
atau hukum tertulis (written law) peraturan
tindak lanjut pencanangan dari deklarasi
perundang-undangan mempunyai jangkauan
Hak-hak Anak,
yang terbatas sekedar moment opname dari
Resolusi PBB 44.25 Convention on the
unsur-unsur politik, ekonomi, sosial, budaya
Right of the Child (Konvensi Hak-hak Anak)
dan hankam yang paling berpengaruh pada
pada tanggal 20 November 1989. Hal ini
saat pembentukan, karena itu mudah sekali bila
mempunyai makna yang besar dalam konteks
dibandingkan dengan perubahan masyarakat
perjuangan pemberian perlindungan hak-hak
yang semakin cepat atau dipercepat.17
anak di lingkungan masyarakat internasional.
Yurisprudensi Yurisprudensi
ialah
dengan
disahkan
Ini tampak pada ungkapan sebagai berikut: mengenai
diskresi
“With the Convention on the Rights of the
17 Bagir Manan, Kuntana Magnar, Peranan Peraturan Perundang-undangan dalam Pembinaan Hukum Nasional, Armico, Bandung, 1987, hlm. 16.
Prima Astari, Landasan Filosofis Tindakan Diskresi Kepolisian terhadap...
Child, the United Nations has given the global
Masyarakat
menghendaki
9
hukum
community an internasional instrument of high
sebagai sarana penegakan hukum tidak lagi
quality the dignity, equality and basic human
menjadi alat kepentingan penguasa, atau
rights of the world’s children (Javier Peres de
kepentingan
Guellar, 1989)”. Ungkapan ini sedikit banyak
hukum penegakan hukum mempunyai posisi
dapat dijadikan indikator betapa penting dan
yang strategis. Penegakan hukum dalam
strategisnya keberadaan Konvensi Hak-hak
pengertian yang makro meliputi seluruh
Anak 1989 ini.Ia dianggap sebagai landasan
aspek
etik moral baru bagi anak-anak.18
dan bernegara, sedangkan dalam pengertian
politik.Dalam
kehidupan
pembangunan
masyarakat,
berbangsa
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
mikro penegakan hukum terbatas dalam
Mengingat kekhususan yang dimiliki
proses litigasi di pengadilan baik dalam
anak,
maka
haruslah
diusahakan
agar
perkara perdata, tata usaha Negara dan dalam
pemidanaan terhadap anak terutama pidana
perkara pidana termasuk dalam penyelidikan,
perampasan kemerdekaan merupakan upaya
penyidikan, penuntutan (pemeriksaan di depan
terakhir (ultimum remedium) bilamana upaya
persidangan) hingga pelaksanaan putusan
lain tidak berhasil.
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
Setiap anak berhak untuk diasuh oleh
hukum tetap. Arif Gosita mengatakan bahwa
orang tuanya sendiri, kecuali jika ada
anak wajib dilindungi agar mereka tidak
alasan dan/atau aturan hukum yang sah
menjadi korban tindakan siapa saja (individu
menunjuk-kan bahwa pemisahan itu adalah
atau kelompok, organisasi swasta maupun
demi ke-pentingan terbaik bagi anak dan
pemerintah) baik secara langsung maupun
merupakan pertimbangan terakhir (Pasal 14
secara tidak langsung. Yang dimaksud dengan
Undang-un-dang Nomor 23 Tahun 2002).
korban adalah mereka yang menderita kerugian
Penangkapan, penahanan, atau tindak
(mental, fisik, sosial), karena tindakan yang
pidana penjara anak hanya dilakukan apabila
pasif, atau tindakan akttif orang lain atau
sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya
kelompok (swasta atau pemerintah) baik
dapat dilakukan sebagai upaya terakhir (Pasal
langsung maupun tidak langsung.19 J.F. Doek
16 Ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun
Drewes memberikan pengertian perlindungan
2002, Pasal 66 Ayat (4) Undang-undang
anak dalam dua pengertian, yakni: (1) dalam
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
arti luas, yaitu segala aturan hidup yang
Manusia).
memberi perlindungan kepada mereka yang
18 Made Sadhi Astuti, Hukum Pidana Anak dan Perlindungan Anak, Universitas Negeri Malang, Malang, 2003, hlm. 17. 19 Arif Gosita, Masalah Perlindungan Anak; Kumpulan Karangan, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2004, hlm. 37.
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 1, April 2015, Halaman 1-146
10
belum dewasa dan memberi kemungkinan
disebut dengan kebebasan untuk bertindak.
kepada mereka untuk berkembang, (2) dalam
Dalam lapangan hukum pidana, meskipun
arti sempit, yaitu perlindungan hukum yang
sifatnya diskresi, tetapi harus tetap dalam
terdapat dalam ketentuan hukum perdata,
koridor hukum dan terukur karena terkait
ketentuan hukum pidana dan ketentuan hukum
dengan Hak Azasi Manusia.
acara.20 Sebagaimana yang ditetapkan oleh
Penerapan diskresi oleh penegak hukum
Pasal 13 dalam penegakan hukum, Kepolisian
dalam sistem peradilan pidana. Sebagai Negara
Negara RI menurut Undang-Undang Nomor
yang memiliki tujuan untuk memajukan
2 Tahun 2002 mempunyai tugas wewenang
kesejahteraan umum sebagaimana dinyatakan
dalam penegakan hukum. Dengan posisi dan
di dalam pembukaan UUD 1945, melekatnya
peran yang demikian, Kepolisian dituntut tidak
fungsi
saja harus mampu melaksanakan fungsinya
dalam welfare state (Negara kesejahteraan)
dengan baik dan benar, tetapi juga harus
menimbulkan beberapa konsekuensi terhadap
mampu membentuk jati diri sebagai salah satu
penyelenggaraan
institusi pelaksana kekuasaan Negara, bukan
pemerintah harus berperan aktif mencampuri
alat kekuasaan penguasa.
bidang kehidupan sosial ekonomi masyarakat
memajukan
kesejahteraan
pemerintahan
umum
yaitu
Diskresi muncul karena terdapat tujuan
termasuk dalam penegakan hukum. Untuk
kehidupan bernegara yang harus dicapai yang
itu kepada pemerintah diembankan suatu
antara lain untuk menciptakan kesejahteraan
tanggung jawab public service.
rakyat
dan
menegakan
hukum
yang
Dalam
tataran
implementasi
bentuk
berorientasi pada kebijakan hukum keadilan
diskresi dapat dibagi dua yaitu pertama berupa
dan kemanfaatan hukum.
kebijakan yang melekat berpayung kepada
Di lapangan hukum pidana diskresi sudah
peraturan perundang-undangan, dan kedua
melekat dan eksepsional terhadap hal-hal
yang berupa suatu kebijaksanaan dengan
tertentu yang memang khusus diberikan, baik
tetap memperhatikan peraturan perundang-
kepada penyidik, penuntut umum maupun
undangan atau tidak bertentangan dengan
hakim, yang bila dilakukan oleh orang di luar
peraturan perundang-undangan.
penyidik, penuntut umum, dan hakim dapat
Bentuk diskresi yang melekat adalah
merupakan tindak pidana. Selain itu terbuka
merupakan
juga diskresi yang melekat dapat diambil oleh
kepada
penyidik, penuntut umum, atau hakim karena
yaitu kebijakan yang dilakukan atau diambil
bersifat conditioning.
oleh penegak hukum berlandaskan kepada
kebijakan peraturan
yang
berpayung
perundang-undangan
Di dalam praktek diskresi dapat disebut
undang-undang, sebagai contoh bagi penyidik
dengan kewenangan yang luas atau dapat juga
dalam hal melakukan penangkapan (pasal
20 Irma Setyowati Soemitro, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hlm. 15-16.
Prima Astari, Landasan Filosofis Tindakan Diskresi Kepolisian terhadap...
11
16 ayat (1) KUHAP), penahanan (Pasal 20
diskresi yang dimilikinya. Bagi penyidik
ayat (1) KUHAP), penggeledahan (Pasal 32
Kepolisian sebenarnya telah memiliki diskresi
KUHAP) dan atau penyitaan (Pasal 38 ayat
sebagaimana diatur dalam Pasal 15 dasar
(1) KUHAP), pengalihan penahanan (Pasal 23
hukum tersendiri yaitu Pasal 15 ayat (2) huruf
ayat (1) KUHAP), penangguhan penanganan
k jo Pasal 16 ayat (1) huruf i Undang-undang
(Pasal 31 ayat (1) KUHAP) dan penghentian
Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
penyidikan atau yang mengeluarkan Surat
memiliki kewenangan untuk mengadakan
Perintah disingkat dengan SP3 (Pasal 109
tindakan lain dalam bentuk penyelidikan dan
ayat (2) dan ayat (3) KUHAP).
penyidikan yang dengan pertimbangan antara
Lain hal dalam penerapannya, diskresi dalam
pengertian
kebijaksanaan
kalau
lain: a) Tidak
diterapkan harus selalu berada dikoridor yang
hukum;
benar. Setiap kebijaksanaan yang dikeluarkan
b) Selaras
bertentangan dengan
dengan
kewajiban
aturan hukum
oleh pejabat publik harus memperhatikan
yang mengharuskan tindakan tersebut
rambu-rambu atau batasan-batasan antara
dilakukan;
lain:
c)
a. Tidak bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia, peraturan perundang-undangan, pemerintahan yang baik,
Selain itu untuk kepentingan umum Kepolisian, Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2)
d. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. sebagai
keadaan memaksa; e) Menghormati hak asasi manusia.
c. Wajib menerapkan asas-asas umum
1945
dalam lingkungan jabatannya; d) Pertimbangan yang layak berdasarkan
b. Tidak bertentangan dengan ketentuan
UUD
Harus patut, masuk akal dan termasuk
juga memilki kewenangan untuk bertindak menurut penilaiaanya sendiri, yang dilakukan
sumber
dari
dalam keadaan sangat perlu memperhatikan
segala sumber hukum di Indonesia tidak
peraturan perundang-undangan serta kode
mencantumkan ketentuan yang melarang
etik profesi.
pemberian diskresi. Hanya dalam praktek,
Terhadap dikresi (kebijakan melekat) yang
diskresi yang ada pada penegak hukum,
berpayung kepada undang-undang tersebut
seperti kewenangan yang dimiliki penyidik,
akan memunculkan suatu diskresi ikutan
jaksa penuntut umum, atau hakim, selalu bisa
berupa kebijaksanaan karena apabila pihak
karena adanya intervensi secara hierarki yang
keluarga atau penasehat hukum atau pihak lain
membudaya dalam institusi yang satu sama
dari seseorang yang ditahan tersebut meminta
lain berbeda. Semakin tinggi jabatannya,
izin untuk mengunjunginya, meskipun tidak
maka semakin besar juga kewenangan berupa
diatur di dalam KUHAP, tetapi mengikuti
12
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 1, April 2015, Halaman 1-146
diskresi yang diberikan oleh pasal 21 ayat 1
Tetapi suatu tatanan dalam masyarakat yang
dan 4 KUHAP tadi, baik penyidik, penuntut
sama sekali dilandaskan pada hukum juga
umum atau hakim sesuai dengan tingkat
merupakan suatu ideal yang tidak akan dapat
kewenangannya dapat juga memberi izin
dicapai. Di sini dikehendaki, bahwa semua hal
kepada keluarga atau penasehat hukumnya
dan tindakan diatur oleh peraturan yang jelas
atau pihak lain untuk mengunjungi tahanan
dan tegas, suatu keadaan yang tidak dapat
tersebut.
dicapai (Rahardjo, 1991: 111).
Diskresi
berupa
kebijaksanaan
yang
Dengan dimilikinya kekuasaan diskresi
digunakan penegak hukum dilatarbelakangi
oleh polisi maka polisi memiliki kekuasaan
dan digunakan dengan dasar hukum dan
yang besar karena polisi dapat mengambil
pertimbangan yang jelas dan akurat sehingga
keputusan dimana keputusannya bisa diluar
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,
ketentuan perundang-undangan, akan tetapi
tetapi juga secara moral kepada Tuhan dan
dibenarkan atau diperbolehkan oleh hukum.
kepada masyarakat pencari keadilan demi
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh
kepentingan yang lebih besar dan luas bagi
Samuel Walker bahwa: ”Satu hal yang dapat
kemajuan penegakan hukum di Indonesia.
menjelaskan berkuasanya kepolisian atau
Sumber Daya Manusia (SDM) penegak
lembaga lain dalam melaksanakan tugas,
hukum memegang peranan sangat penting
yaitu adanya diskresi atau wewenang yang
dari pada produknya (to improve the human
diberikan oleh hukum untuk bertindak dalam
resources is more important than it’s product).
situasi khusus sesuai dengan penilaian dan
Kualitas Sumber Daya Manusia penegakan
kata hati instansi atau petugas sendiri”
hukum adalah faktor penentu, jalannya
(Susanto, 2004: 97).
suatu sistem peradilan pidana oleh karena
Tindakan yang diambil oleh polisi menurut
itu peningkatan profesionalisme, integritas
Skolnick bahwa: Tindakan yang diambil
dan disiplin merupakan upaya penting yang
oleh polisi didasarkan kepada pertimbangan
harus dilakukan tiada henti.Kualitas sumber
pertimbangan yang didasarkan kepada prinsip
daya manusia penegak hukum adalah faktor
moral dan prinsip kelembagaan sebagai
penentu suatu sistem peradilan pidana.
berikut:
Dalam hal ini pengambilan keputusan
a. Prinsip moral, bahwa konsepsi moral
oleh polisi menjadi hal yang penting adanya.
akan memberikan kelonggaran kepada
Pemberian diskresi kepada polisi menurut
seseorang, sekalipun ia sudah melakukan
Chambliss dan Seidman pada hakekatnya
kejahatan.
bertentangan dengan negara yang didasarkan
b. Prinsip kelembagaan, bahwa tujuan
pada hukum. Diskresi ini menghilangkan
institusional dari polisi akan lebih terjamin
kepastian terhadap apa yang akan terjadi.
apabila hukum itu tidak dijalankan
Prima Astari, Landasan Filosofis Tindakan Diskresi Kepolisian terhadap...
13
dengan kaku sehingga menimbulkan rasa
b. Hukum setempat lebih dapat dirasakan
tidak suka dikalangan warga negara biasa
oleh para pihak antara pelaku, korban
yang patuh pada hukum (Rahardjo, 1991:
dan masyarakat.
112).
c. Kebijaksanaan yang ditempuh lebih
Untuk mencegah tindakan sewenangwenang atau arogansi petugas tersebut
banyak manfaat dari pada semata-mata menggunakan hukum positif yang ada.
yang didasarkan atas kemampuan atau
d. Atas kehendak mereka sendiri.
pertimbangan
e. Tidak bertentangan dengan kepentingan
subyektif,
menurut
buku
Pedoman Pelaksanaan Tugas Bintara polisi maka, Tindakan diskresi oleh polisi dibatasi oleh: 1. Asas keperluan, bahwa tindakan itu harus benar-benar diperlukan. 2. Tindakan yang diambil benar-benar untuk kepentingan tugas kepolisian. 3. Asas tujuan, bahwa tindakan yang paling tepat untuk meniadakan suatu gangguan atau tidak terjadinya suatu kekhawatiran terhadap akibat yang lebih besar. 4. Asas
keseimbangan,
bahwa
dalam
mengambil tindakan harus diperhitungkan keseimbangan antara sifat tindakan atau sasaran yang digunakan dengan besar kecilnya gangguan atau berat ringannya suatu
obyek
yang
harus
ditindak
(MABESPOLRI, 2002:132). Langkah kebijaksanaan yang diambil polisi itu biasanya sudah banyak dimengerti oleh komponen-komponen fungsi didalam sistem peradilan pidana, terutama oleh jaksa. Langkah kebijaksanaan yang diambil oleh polisi itu menurut M. Faal biasanya dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: a. Penggunaan hukum adat setempat dirasa lebih efektif dibanding dengan positif yang berlaku.
hukum
umum (Faal, 1991: 74). Dengan
adanya
diskresi
kepolisian
maka akan mempermudah polisi didalam menjalankan tugasnya, terutama pada saat penyidikan didalam menghadapi perkara pidana yang dinilai kurang efisien jika dilanjutkan ke proses selanjutnya. Dalam lingkup profesi kepolisian di Institusi
Kepolisian
Republik
Indonesia
(Polri), konsep Diskresi Kepolisian dilakukan dalam pasal 18 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, yang berbunyi: (1) Untuk
kepentingan
umum,
pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
melaksanakan
tugas
dan
wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. (2) Pelaksanaan
ketentuan
sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Rumusan kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 18 ayat (1)
14
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 1, April 2015, Halaman 1-146
UU Nomor 2 Tahun 2002 ini merupakan
Etika profesi ini diwujudkan dalam apa
kewenangan yang bersumber dari asas
yang disebut sebagai Kode Etik Profesi
kewajiban umum kepolisian (plichtmatigheids
Kepolisian
beginsel), yaitu suatu asas yang memberikan
sebagaimana diatur oleh Pasal 34 dan 35 UU
kewenangan
Nomor 2/2002 .
kepada
pejabat
kepolisian
Negara
Republik
Indonesia,
untuk bertindak atau tidak bertindak menurut
Polisi
penilaiannya sendiri, dalam rangka kewajiban
melaksanakan
umumnya menjaga, memelihara ketertiban
memperhatikan sejumlah batasan (aturan)
dan menjamin keamanan umum.
yang wajib ditaati dan sanksi yang harus
Secara umum, kewenangan ini dikenal sebagai
“diskresi
kepolisian”
yang
keabsahannya didasarkan pada pertimbangan keperluannya
untuk
tugas
kewajiban
(plichtmassiges ermessen). Substansi Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 merupakan konsep kewenangan kepolisian yang baru diperkenalkan kendati sebenarnya dalam kenyataan sehari-hari selalu digunakan. Sebab itu, pemahaman tentang “diskresi kepolisian” dalam Pasal 18 ayat (1) harus dikaitkan pula dengan konsekuensi pembinaan profesi yang diatur dalam Pasal 1, 32, dan 33 UU Nomor 2 Tahun 2002 sehingga terlihat adanya jaminan bahwa petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia akan mampu mengambil tindakan secara tepat dan profesional berdasarkan penilaiannya sendiri dalam rangka pelaksanaan tugas dan kewajiban umumnya. Rumusan dalam Pasal 18 ayat (2) merupakan rambu-rambu bagi pelaksanaan “diskresi” sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu selain asas keperluan, tindakan diskresi tetap harus sesuai dan memperhatikan peraturan perundang-undangan serta kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
mempunyai tugas
kebebasan
dalam
dengan
tetap
ditanggung.Karena, menurut filsuf Immanuel Kant, adanya peraturan dan pembatasan itu hanya masuk akal bila ada kebebasan.Jika tidak ada kebebasan maka tidak perlu aturan yang wajib ditaati atau perintah yang wajib dilaksanakan.Kewajiban
mengandaikan
kebebasan, hanya orang yang bebas saja yang bisa dituntut kewajiban dan tanggung jawab. Bahwa
insting
manusia
lemah
dan
terbuka dan dalam banyak situasi tidak bisa membimbing manusia secara benar. Maka akal budi manusia yang punya pengertian yang akan memberikan pengertian dan memahami adanya alternatif-alternatif lainnya yang bebas untuk dipilih. Kalau tidak ada alternatif, maka tidak ada gunanya ada larangan.Jadi kebebasan bukanlah masalah bebas dari segala macam ikatan dan peraturan tapi bagaimana POLRI bisa menentukan tindakan yang terbaik. Pasal 16 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2002 memformulasikan bagaimana ketiga unsur tadi harus dimiliki oleh seorang polisi
dalam
menggunakan
diskresinya
pada proses penyelesaian kasus pidana. Tindakan
penyelidikan
dan
penyidikan
yang dilaksanakan oleh seorang polisi mesti
Prima Astari, Landasan Filosofis Tindakan Diskresi Kepolisian terhadap...
15
memenuhi syarat sebagai berikut: a. Tidak
sistematis. Kita bisa dimanipulasi dengan
bertentangan dengan suatu aturan hukum;
berbagai cara: tekanan fisik dan psikis, lama
b. Selaras dengan kewajiban hukum yang
diisolasi, dan sebagainya. Dengan demikian
mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; c.
orang bisa kehilangan orientasi.Tekanan fisik
Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam
dan psikis lama-kelamaan bisa membuat
lingkungan jabatannya; d. Pertimbangan yang
manusia tak berdaya sehingga kebebasan
layak berdasarkan keadaan yang memaksa;
rohaninya pun bisa hilang.
dan e. Menghormati hak asasi manusia.
Manusia tidak dicetak begitu saja oleh
Menurut filsuf Immanuel Kant, hanya ada
dunia luar (rangsangan dari luar) tapi manusia
satu kenyataan yang baik tanpa batas, yakni
bisa memilah-milah untuk berbuat atau tidak
yang baik dalam dirinya sendiri ialah kehendak
berbuat seturut pertimbangan diri sendiri.Di
baik itu sendiri.Kehendak baik itu adalah baik
sini lah diskresi kepolisian menemukan makna
jika mau memenuhi kewajibannya. Kehendak
filosofisnya.
baik adalah kehendak yang mau melakukan
Black di awal tulisan ini bahwa diskresi berarti
apa yang menjadi kewajibannya, murni demi
kekuasaan dari hak yang dianugerahkan
kewajiban itu sendiri, lepas dari apakah hal itu
hukum padanya untuk bertindak secara
menguntungkan diri sendiri atau tidak. Baru
resmi dalam keadaan tertentu, berdasarkan
kalau kita mau melakukan sesuatu bukan
pertimbangan mereka sendiri dan empati
karena menguntungkan atau karena merasakan
terhadap orang lain.
Sebagaimana
dikemukakan
sesuatu dorongan di dalam hati, melainkan
Dalam diskresi kepolisian terkandung
demi untuk memenuhi apa yang wajib, maka
kebebasan eksistensial. Muncul kebebasan
kehendak baik itu betul-betul baik.
sosial
yang
bermakna
kebebasan
yang
Kehendak baik akan lebih baik lagi bila
diberikan oleh orang/institusi lain. Ini bisa
dibingkai dalam kebebasan rohani. Sebab,
berwujud “pembolehan” atau “pelarangan”.
kebebasan rohani merupakan kemampuan
Dalam wujud diskresi kepolisian yang
kita sendiri untuk berpikir dan menghendaki
kemudian diikat oleh kode etik kepolisian.
sesuai dengan rencana kita sendiri.Kebebasan
Di sini lah terdapat apa yang boleh dan tidak
rohani bersumber pada akal budi manusia.
boleh diperbuat oleh seorang polisi.
Lantaran akal budi manusia itu melampaui
Pembatasan diskresi kepolisian lewat
segala macam halangan fisik, dalam roh kita
formulasi kode etik kepolisian (serangkaian
bebas mengembara, maka kebebasan rohani
rumusan peraturan) tidak terlepas dari upaya
ini tidak terbatas.Hanya saja kebebasan
menjamin hak-hak warga masyarakat demi
rohani
kepentingan
dapat
dipengaruhi
secara
tidak
dan
kemajuan
masyarakat
langsung, dikacau dan ditiadakan dengan
sebagai keseluruhan.Pembatasan itu dapat
mis-information atau informasi disaring secara
dilakukan dengan paksaan jasmani, paksaan
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 1, April 2015, Halaman 1-146
16
psikis, dan paksaan dengan larangan/undangundang.
Ketiga, agar tidak sewenang-wenang atau merugikan orang lain, penggunaan
Dari uraian di atas, dapatlah ditarik
diskresi kepolisian diberi batasan-batasan
beberapa benang merah.Pertama, dengan
dan peraturan. Dapat berupa kode etik
diskresi kepolisian, seorang polisi tidak
profesi, rumusan larangan dan perintah,
bekerja dengan prinsip komando. Seorang
atau mekanisme lain yang senada. Hal
anggota polisi sendirilah yang menentukan apa
ini
yang mau diperbuat dan yang tidak diperbuat
wenangan dan mempermudah mekanisme
tatkala menjalankan tugas dinas sehari-hari.
pertanggung-jawaban
Berbeda dengan seorang prajurit yang harus
polisi menggunakan kewenangan diskresi
bekerja setelah atasannya memberi perintah.
demi kepentingan pribadi dan kelompoknya
Dengan pada
norma
prinsipnya,
mengambil
diskresi seorang
polisi
kesewenang-
bilamana
seorang
sehingga merugikan orang lain. Dan
keempat,
dengan
penggunaan
diskresi kepolisian yang dilatari kehendak
atau menangkap tersangka pelaku kejahatan,
baik, kebebasan sosial dan penuh tanggung
tanpa perlu menunggu perintah atasan atau
jawab akan mengurangi kasus salah tangkap,
komandan. Setelah tindakan itu diambil, dia
salah tembak, salah menahan, dan kesalahan
harus mempertanggungjawabkan keputusan
administrasi penegakan hukum lainnya oleh
mengapa perlu menembak pun sebaliknya,
seorang polisi.
polisi
dapat
untuk
boleh
menghindari
menembak
seorang
keputusan
kepolisian,
untuk
saja
memutuskan
untuk tidak menembak atau menangkap
Simpulan
kejahatan,
Diskresi muncul karena terdapat tujuan
sehingga tersangka memperoleh kesempatan
kehidupan bernegara yang harus dicapai yang
membunuh orang.Si polisi tersebut harus
antara lain untuk menciptakan kesejahteraan
mempertanggungjawabkan
rakyat
seorang
tersangka
pelaku
keputusan
mengapa tidak menembak atau menahan.
dan
menegakan
hukum
yang
berorientasi pada kebijakan hukum keadilan
Kedua, diskresi kepolisian diperlukan
dan kemanfaatan hukum. Dalam paragraf
bagi penegakan hukum, karena setiap kasus
keempat pada pembukaan UUD 1945 pun
memerlukan
berbeda-
tersiratkan secara tegas cita hukum bangsa
beda.Seorang polisi mungkin saja menilai
Indonesia yang hendak dicapai dan untuk
suatu situasi secara berbeda dibandingkan
mencapai cita hukum bangsa tersebut maka
penilaian polisi lainnya.Di sini, seorang polisi
pemerintah berkewajiban memperhatikan dan
memiliki kebebasan dalam berkehendak
memaksimalkan serta harus aktif berperan
untuk memutuskan bertindak ataukah tidak
dalam “mengurusi” bidang kehidupan tidak
bertindak dalam menghadapi suatu situasi.
hanya masalah politik, tetapi menyangkut
penanganan
yang
Prima Astari, Landasan Filosofis Tindakan Diskresi Kepolisian terhadap...
juga
masalah
17
sosial-budaya-hukum-
yang diambil oleh polisi selaku Penyidik
ekonomi masyarakat, kewenangan itu secara
sebagai jalan keluar untuk kepentingan si
administrasi Negara, pemerintah tidak boleh
anak sebagai pelaku tindak pidana dengan
menolak untuk mengambil keputusan ataupun
berdasarkan penilaian secara objektif sehingga
bertindak dengan dalih kekosongan peraturan
tidak
perundang-undangan (rechtsvaacuum).
terhadap perkara anak yang lainnya, walaupun
menimbulkan
suatu
diskriminasi
Diskresi sangat penting dalam suatu
pihak kepolisian dalam melakukan tindakan
penegakan hukum. Oleh karena itu dalam
diskresi tersebut di-berikan kewenangan
penegakan hukum aparat penegak hukum
menurut penilaiannya oleh Undang-undang
dituntut untuk bertindak dengan arif dan
Nomor 2 Tahun 2000 tentang Kepolisian, akan
bertanggung jawab, baik menyangkut diskresi
tetapi tindakan diskresi tersebut diberikan
dalam konteks kebijakan yang melekat
untuk kepentingan umum yaitu anak sebagai
maupun kebijaksanaan. Diskresi Kepolisian
pelaku tindak pidana.
merupakan serangkaian tindakan kebijakan
DAFTAR PUSTAKA Buku
Decision-making in the Criminal
Arif Gosita, 2004, Masalah Perlindungan
Jjustice System and Beyord, Willan
Anak, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta. Bagir Manan dan Kuntana Magnar, 1987, Peranan
Peraturan
Publishing, UK. Marwan Effendy, 2012, Diskresi, Penemuan Hukum, Korporasi & Tax Amnesty
Perundang-
undangan dalam Pembinaan Hukum
dalam Penegakan Hukum, Referensi,
Nasional, Armico, Bandung.
Jakarta.
Bambang Waluyo, 1991, Penelitian Hukum
Made Sadhi Astuti, 2003, Hukum Pidana Anak
dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta.
dalam
Prespektif
Hak
Undang-undang
Azasi
EtikaKepolisian,
Cipta
Manunggal, Jakarta. Loraine Gelsthorpe dan Padfield Nicola, 2003,
Exercising
Discretion
Hukum
Acara
Pidana dengan Penjelasan Resmidan Komentar, Politea, Bogor.
Hukum Universitas Mulawarman. 1997,
Anak,
M. Karyadi dan R Soesilo, 1997, Kitab
Manusia, Risalah Hukum Fakultas Kunarto,
Perlindungan
Universitas Negeri Malang, Malang.
Haris R. Susmiyati dan Hariyanti, 2007, Sistem Peradilan Anak di Indonesia
dan
M.
Kusumaadja, dalam Bandung.
2006,
Konsep-konsep
Pembangunan,
Alumni,
18
ARENA HUKUM Volume 8, Nomor 1, April 2015, Halaman 1-146
P.A.F Lamintang, dan Theo Lamintang, 2010,
Setyowati Soemitrodan Irma, 1990, Aspek
Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu
Hukum Perlindungan Anak, Bumi
Pengetahuan Hukum Pidana dan
Aksara, Jakarta.
Yurisprudensi, Sinar Grafika, Jakarta.
Soerjono Soekantodan Sri Mamudji, 1985,
Paulus Hadisuprapto, 2008, Delinkuensi
Penelitian Hukum Normatif, Rajawali
Anak
Pemahaman
Penanggulangannya,
dan Bayumedia,
WJS Poerdaminta, 1976, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,
Malang. Romy Hanitijo, 1983, Metodologi Penelitian Hukum
Pers, Jakarta.
dan
Jurimetri,
Ghalia
Indonesia, Jakarta. R. A. Koesnoen, 1964, Susunan Pidana
Jakarta.
Perundang-undangan Undang-undang
No
13
tahun
1961
dalam Negara Indonesia, Sumur,
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Bandung.
Kepolisian.
Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum Progresif, Kompas Media Nusantara, Jakarta. SatjiptoRahardjo, 2002, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia, Buku Kompas, Jakarta.
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.