Kuantitas Oral Veillonella pada Saliva Anak Kategori Risiko Karies Tinggi dan Rendah Qurrotu ‘Aini1, Ariadna A. Djais2, Sri Utami2 1
2
Undergraduate Program, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta 10430, Indonesia Department of Oral Biology, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta 10430, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Latar Belakang: Penanganan Early Childhood Caries (ECC) di Indonesia belum menunjukkan hasil yang baik. Saliva merupakan salah satu habitat bakteri. Oral Veillonella merupakan bakteri yang berhubungan dengan karies. Tujuan: Menganalisis keberadaan dan perbandingan kuantitas Oral Veillonella pada saliva anak usia 3-5 tahun dengan kategori risiko karies tinggi dan rendah. Metode: Kuantitas Oral Veillonella dari sampel saliva dikuantifikasi menggunakan Real-Time PCR. Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna (P<0,05) antara kuantitas Oral Veillonella pada saliva anak usia 3-5 tahun yang memiliki kategori risiko karies tinggi dan rendah. Kesimpulan: Kuantitas Oral Veillonella pada saliva anak usia 3-5 tahun dengan kategori risiko karies tinggi lebih banyak dibandingkan dengan risiko karies rendah. Kata kunci: ECC, Oral Veillonella, Saliva, Kategori risiko karies tinggi dan risiko karies rendah, Real-Time PCR.
Quantity ofOral Veillonella in Children’s Saliva withHigh and Low Caries Risk Category Abstract Background: ECC handling in Indonesia not yet gave the good of the result. Saliva is the one of the place that consist a bacteria. Oral Veillonella is the bacteria that corelate with caries. Aim: Analyzing the existence and comparison of Oral Veillonella quantity in children’s saliva aged 3-5 with high and low caries risk category. Method: Oral Veillonella quantity from the saliva sample quantified using Real-Time PCR. Result: There is a main differences between Oral Veillonella quantity in children’s saliva aged 3-5 whom had a high and low caries risk category. Conclusion: Quantity of Oral Veillonella in children’s saliva aged 3-5 whom had high caries risk is higher than low caries risk category. Keywords: ECC, High caries risk and low caries risk category, Oral Veillonella, Saliva, Real-Time PCR.
Pendahuluan Penyakit gigi dan mulut di Indonesia saat ini masih sering ditemukan di berbagai kalangan masyarakat. Salah satu penyakit gigi dan mulut yang banyak ditemukan di masyarakat adalah karies. Karies terjadi karena adanya interaksi dari berbagai faktor, seperti faktor inang (gigi), faktor mikroorganisme, faktor substrat (makanan) serta waktu sebagai faktor tambahannya. Karies gigi dapat terjadi pada orang dewasa maupun pada anak-anak. Karies gigi pada anak-anak dalam istilah kedokteran disebut sebagai Early Childhood Caries
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
(ECC). Umumnya ECC terjadi pada anak usia 3-5 tahun.1 American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) mendefinisikan ECC sebagai adanya 1 atau lebih gigi berlubang, gigi yang hilang akibat karies, atau adanya tumpatan pada permukaan gigi sulung anak usia 71 bulan atau usia dibawah 71 bulan.2 Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pada tahun 2003 bahwa kejadian karies pada anak sebesar 60 – 90%. Di USA, prevalensi ECC pada anak usia 3-5 tahun adalah 90 %, di Thailand, ECC pada usia 15-19 bulan adalah 82,8 %.3Sedangkan di Indonesia, khususnya di daerah DKI Jakarta, menurut laporan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2007) prevalensi penduduk yang memiliki masalah dengan kesehatan gigi dan mulut pada anak usia < 1 tahun 1,9 %, 1-4 tahun 9,1 %, dan 5-9 tahun 26,6 %.4Dengan data tersebut diatas menunjukkan bahwa upaya penanganan ECC di Indonesia belum menunjukan hasil yang baik. ECC dapat terjadi segera setelah gigi erupsi dan berkembang pada permukaan gigi yang halus secara cepat. Perkembangan karies yang cepat dapat membuat seseorang berada pada kondisi risiko karies tinggi dan sering menuju pada karies yang sudah tidak dapat dirawat.5 Kondisi risiko karies tinggi ini didasarkan pada kategori penilaian risiko karies menurut American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD). AAPD membagi penilaian risiko karies tersebut menjadi 3, yaitu risiko karies tinggi, risiko karies sedang, dan risiko karies rendah.6 Kategori risiko karies tinggi ditandai dengan adanya karies selama 12 bulan terakhir, terdapat suatu area demineralisasi pada enamel gigi, adanya plak gigi pada gigi anterior, serta banyaknya jumlah bakteri Streptococcus mutans (S.mutans). Lain halnya dengan kategori risiko karies rendah, kondisi klinis menunjukkan tidak adanya gigi karies selama 24 bulan terkahir, tidak ada demineralisasi pada enamel gigi, tidak ditemukannya plak pada gigi anterior, dan tidak ada gingivitis. Bakteri S. mutans merupakan salah satu faktor mikroorganisme rongga mulutyang menjadipenyebab utama terjadinya ECC.7 Dengan sifat acidogenic dari S. mutans, yaitu sifat pembentuk asam dan kemampuannya dalam memfermentasikan karbohidrat, S. mutans dapat menghasilkan asam berupa asam laktat. Asam laktat inilah yang dapat menyebabkan terjadinya proses demineralisasi pada gigi atau proses hilangnya kandungan hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) pada enamel gigi, hingga akhirnya terjadi Early Childhood Caries (ECC).8 Selain S. mutans, bakteri Oral Veillonella juga hidup di dalam rongga mulut. Oral Veillonella sendiri merupakan salah satu bakteri rongga mulut dengan habitat utamanya berada pada lidah, plak gigi, dental biofilm, mukosa bukal dan saliva.9Oral Veillonella memiliki metabolisme yang berbeda dengan S. mutans. Oral Veillonella tidak mampu
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
memfermentasikan karbhohidrat, namun Oral Veillonella termasuk dalam kelompok bakteri penghasil asam dan dapat tumbuh baik dalam keadaan asam. Oral Veillonella ini memanfaatkan asam laktat yang dihasilkan oleh S. mutans untuk proses metabolismenya. Hasil dari metabolisme Oral Veillonella ini berupa asam propionat yang memiliki pH asam yang lebih tinggi dibandingkan asam laktat. Dengan demikian bakteri Oral Veillonella dapat mengurangi dampak sifat acidogenic yang ada pada bakteri S. mutans, sehingga proses demineralisasi pada gigi dapat diperlambat. Namun, sampai saat ini belum diketahui secara jelas patogenesis, frekuensi dan distribusi jumlah dari Oral Veillonella pada rongga mulut atau pada lesi infeksi10, begitupun pada kasus ECC yang memiliki risiko karies tinggi maupun risiko karies rendah. Saliva merupakan cairan biologis dalam rongga mulut yang memiliki beberapa fungsi dan pada umumnya berfungsi menciptakan kondisi yang seimbang dalam rongga mulut, berpartisipasi dalam pengunyahan, berbicara, penelanan, sensasi rasa, lubrikasi jaringan, melindungi mukosa, penyeimbang pH, dan pembentukan oral biofilm.11 Salah satu komponen saliva yaitu glycoprotein berperan dalam pembentukkan oral biofilm. Oral biofilm merupakan kumpulan mikroorganisme yang terikat dan berkembang antara lain pada permukaan keras gigi. Glycoprotein tersebutjuga terdapat dalam pelikel. Pelikel merupakan lapisan tipis yang berfungsi sebagai media menempelnya bakteri pada permukaan gigi.12 Oral Veillonella merupakan bakteri koloni awal dari pembentukkan dental biofilm. Selain saliva berfungsi dalam pembentukan oral biofilm, saliva juga berperan sebagai media hidupnya bakteri yang ada dalam rongga mulut. Bakteri dalam rongga mulut yang tidak menempel, melainkan bergerak bebas pada lingkungan yang mengandung air disebut sebagai bakteri/sel planktonik.13Sehingga dapat dikatakan bahwa planktonik merupakan sifat dari bakteri yang dapat tinggal dan bergerak dengan bebas dalam cairan.14 Namun, bakteri yang bergerak bebas dalam saliva juga dapat menempel pada pelikel. Seperti halnya sifat dari Oral Veillonella sebagai bakteri koloni awal dalam pembentukkan biofilm. Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis keberadaan dan perbandingan kuantitas Oral Veillonella dalam sampel saliva pada kasus Early Childhood Caries (ECC) yang memiliki risiko karies tinggi dan risiko karies rendah.
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
Tinjauan Teoritis Early Childhood Caries (ECC) American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) mendefinisikan early childhood caries (ECC) sebagai adanya satu atau lebih gigi berlubang (lesi nonkavitas atau lesi kavitas), hilangnya gigi akibat karies, atau adanya tumpatan pada permukaan gigi sulung anak berusia 71 bulan atau dibawah 71 bulan.5 Etiologi terjadinya Early Childhood Caries (ECC) bersifat multifaktorial dengan adanya interaksi dari berbagai faktor yang ada. Faktor-faktor penyebab terjadinya Early Childhood Caries (ECC) tersebut diantaranya : bakteri, diet, dan sosialdemografi dan sosial ekonomi. Pada anak-anak dengan Early Childhood Caries (ECC), S. mutans merupakan faktor bakteriutama terjadinya Early Childhood Caries (ECC) yang berjumlah sekitar lebih dari 30%. Jumlah tersebut berhubungan dengan terjadinya lesi karies dan lesi white spot. S. mutans tersebut memetabolisme gula untuk menghasilkan asam, dan dengan paparan yang berulang kali menyebabkan terjadinya demineralisasi pada struktur gigi.1 Selain S. mutans, Lactobacillus juga terlibat sebagai bakteri penyebab Early Childhood Caries (ECC). S. mutans juga dapat berpindah dari orang tua ke anak melalui kontak saliva, hal ini dipengaruhi dari frekuensi dan jumlah paparannya. Anak-anak dengan ibu yang memiliki jumlah S. mutans tinggi menyebabkan terjadinya karies yang tidak terawat.1 Selain faktor bakteri, faktor diet juga berperan sebagai penyebab terjadinya Early Childhood Caries (ECC). Anak-anak dengan Early Childhood Caries (ECC) memiliki frekuensi konsumsi gula dalam jangka panjang. Gula yang mendukung terjadinya karies diantaranya sukrosa, glukosa, dan fruktosa, yang berisi dalam jus buah dan berbagai formula bayi lainnya dimetabolisme oleh S. mutans dan Lactobacillus menjadi asam organik yang dapat mendemineralisasi enamel dan dentin. Penggunaan “nursing bottles” atau bayi tidur dalam keadaan tetap minum susu menggunakan botol menambah frekuensi paparan dari gula tersebut. Tipe dari kebiasaan pemberian makan seperti ini selama tidur menambah risiko karies.7 ECC ditemukkan pada kondisi seseorang dengan pendapatan yang rendah, kondisi di kelas menengah kebawah, dan kondisi seorang anak yang tinggal dengan keluarga singleparent. Hal tersebut merupakan faktor yang berkontribusi dalam perkembangan karies gigi. Tingkat pendidikan dan kondisi tempat tinggal juga merefleksikan status sosial ekonomi dan mempengaruhi pengetahuan dan kemampuan untuk membuat pilihan perilaku kesehatan dan dapat mempengaruhi akses sumber kesehatan.15
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
Mekanisme Terbentuknya Karies Proses terjadinya ECC sama halnya dengan proses terjadinya karies pada umumnya. Terdapat 3 faktor penyebab terjadinya karies, yang diantaranya : faktor mikroorganisme (bakteri S. mutans), faktor inang (gigi), dan faktor substrat (makanan/karbohidrat). Ketika ketiga faktor ini saling berinteraksi, karies dapat terjadi dengan faktor tambahan waktu. S. mutans sebagai agen penyebab terjadinya karies melekat pada gigi dengan memetabolisme karbohidrat yang terkandung dalam makanan dan memproduksi asam di dalam plak. Asam inilah yang dapat melarutkan kalsium pada komposisi gigi dan menyebabkan terjadinya karies.16 Proses demineralisasi sebagai proses awal terjadinya karies yang terjadi pada struktur gigi dimana struktur gigi tersusun atas enamel, dentin dan sementum. Komponen mineral dari enamel, dentin sementum adalah hidroksiapatit (HA). Pada lingkungan yang seimbang, HA seimbang dengan lingkungan saliva yang banyak mengandung ion-ion Ca2+ dan PO3- . HA bersifat reaktif dengan ion hidrogen dibawah pH 5,5 atau biasa dikenal dengan pH kritis HA. Ion hidrogen (H+) bereaksi dengan fosfat (PO43-)segera didekat permukaan kristal. Proses tersebut dapat dideskripsikan sebagai konversi dari PO43- menjadi HPO42- melalui adisi H+ dan pada saat yang sama H+ menjadi penyangga HPO42- kemudian tidak dapat berperan kembali pada keseimbangan HA karena mengandung PO43- lebih daripada HPO42-. Selanjutnya kristal HA dapat larut, dan inilah yang disebut dengan proses demineralisasi.17 Kategori penilaian risiko karies Risiko karies dibagi menjadi 3 kategori yaitu risiko karies tinggi (high-risk caries), risiko karies sedang (moderate-risk caries), dan risiko karies rendah (low-risk caries). Agar dapat mengidentifikasi risiko karies anak digunakan suatu penilaian risiko karies.18 Menurut American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD), penilaian risiko karies pada anak didasarkan atas tiga bagian besar indikator karies yaitu: kondisi klinik, karakteristik lingkungan, dan kondisi kesehatan umum.19 Kondisi klinis dari kategori risiko karies rendah, yaitu: tidak terdapat karies gigi pada 24 bulann terakhir, tidak terdapat demineralisasi email, tidak terdapat plak, dan tidak terdapat gingivitis. Karakteristik lingkungan dari kategori risiko karies rendah, yaitu ekspos fluoride sistemik dan topikal optimal, konsumsi gula atau makanan yang berkaitan kuat dengan inisiasi karies hanya pada waktu makan utama, status sosioekonomi pengasuh tinggi, dan penggunaan pelayanan dental teratur. Sedangkan kondisi klinis kategori risiko sedang, yaitu terdapat karies gigi pada 24 bulan terakhir, terdapat 1 area yang mengalami demineralisasi,
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
dan adanya gingivitis. Karakteristik lingkungan dari kategori risiko karies sedang, yaitu: ekspos fluoride sistemik suboptimal dengan fluoride topikal yang optimal, terdapat 1-2 kali konsumsi gula atau makanan yang berkaitan kuat dengan karies di sela-sela waktu makan utama, status sosioekonomi pengasuh menengah, dan penggunaan pelayanan dental tidak teratur. Dan untuk kondisi klinis dari risiko karies tinggi, yaitu terdapat karies gigi pada 12 bulan terakhir, lebih dari 1 area mengalami demineralisasi (karies email “white-spot lesion”), adanya plak pada gigi anterior, pada radiograf terlihat gambaran karies email, jumlah S. mutans banyak, menggunakan alat ortodontik, dan hipoplasia email. Karakteristik lingkungan kategori risiko karies tinggi, yaitu ekspos fluoride topikal suboptimal, terdapat 3 kali atau lebih konsumsi gula atau makanan yang berkaitan kuat dengan karies di sela-sela waktu makan utama, status sosioekonomi pengasuh rendah, tidak ada pelayanan dental yang digunakan, dan terdapat karies aktif pada ibu. Kondisi kesehatan umum dari kategori risiko karies tinggi, yaitu anak dengan kebutuhan perhatian kesehatan khusus dan kondisi yang mengganggu komposisi atau laju alir saliva19 Berdasarkan indikator penilaian risiko karies tersebut, apabila terdapat 1 indikator risiko karies tinggi menunjukkan anak berada pada kondisi risiko karies tinggi. Sedangkan anak dengan adanya setidaknya 1 indikator karies risiko sedang dan tidak ada indikator risiko karies tinggi dapat diklasifikasikan dalam kategori karies risiko sedang. Selain itu anak yang tidak memiliki indikator karies risiko sedang atau risiko karies tinggi dapat diklasifikasikan dalam kategori risiko karies rendah.19 Oral Veillonella Secara taxonomi, genus Veillonella tergolong dalam famili Acidaminococcaceae pada filum Firmicutes. Genus Veillonella merupakan bakteri anaerobik, non-fermentatif, Gram negatif – kokus. Distribusi terbesar dari genus Veillonella ini berada di dalam rongga mulut, genital, dan sistem pernapasan, Genus ini dibagi menjadi 11 spesies, yaitu Veillonella atypica, Veillonella caviae, Veillonella criceti, Veillonella denticariosi, Veillonella dispar, Veillonella magna, Veillonella montpellierensis, Veillonella parvula, Veillonella ratti, Veillonella rodentium, dan Veillonella rogosae. Namun, hanya Veillonella atypica, Veillonella denticariosi, Veillonella dispar, Veillonella parvula, dan Veillonella rogosae yang dapat ditemukan dalam rongga mulut. Habitat utama dari Oral Veillonella ini adalah lidah, mukosa bukal, dan saliva. Spesies Veillonella juga sering ditemukan pada sampel biofilm subgingival yang berasal dari pasien dengan penyakit periodontal kronik.20,21
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
Oral Veillonella merupakan bakteri koloni awal dari pembentukkan biofilm. Pada karies gigi, spesies Veillonella sangat berhubungan dengan spesies yang menghasilkan asam laktat. S. mutans sebagai bakteri penghasil asam dapat mengubah sukrosa, glukosa dan fruktosa menjadi asam laktat dimana asam laktat ini akan dimanfaatkan oleh Veillonella sebagai sumber energi pertumbuhannya. Anak yang sebelumnya tidak mempunyai riwayat karies, adanya Veillonella dan dengan tidak adanya S. mutans atau spesies penghasil asam lainnya, diprediksi tetap akan mengalami karies. Namun patogenesis, distribusi dan frekuensi Oral Veillonella dalam rongga mulut atau lesi infeksi belum dijelaskan secara lengkap.10 Oral Veillonella juga berhubungan dengan penyakit infeksi mulut, khususnya penyakit periodontal dan karies gigi. Bakteri spesies Veillonella ini merupakan sel berbentuk kokus dan Gram negatif. Berdasarkan mikroskop elektron menunjukkan komponen struktur dari Oral Veillonella yang terdiri dari membran luar, lapisan peptidoglycan yang tipis, dan membran sitoplasma, yang menunjukkan karakteristik dinding bakteri Gram negatif. Ukuran sel juga dapat bervariasi (0,3-0,7 µm) dengan ukuran rata-ratanya 0,5 µm kecuali untuk Veillonella magna.21 Saliva Saliva merupakan cairan biologis dalam rongga mulut yang memiliki beberapa fungsi. Pada umumnya saliva memiliki fungsi memfasilitasi dalam menjaga kesehatan mulut dan menciptakan kondisi yang seimbang dalam rongga mulut. Saliva mengandung sekitar 20-30% protein yang dapat ditemukan dalam darah juga ada dalam saliva. Protein saliva tersebut dapat memberikan tanda biologis untuk diagnosis dan dapat mengikuti perkembangan kondisi kesehatan yang bervariasi, sehingga berpotensi untuk material diagnostik.22 Saliva diproduksi oleh 3 kelenjar saliva mayor (parotid, submandibular, dan sublingual) dan beberapa kelenjar saliva minor. Ketika seseorang dalam keadaan istirahat, produksi saliva terbesar dihasilkan oleh kelenjar submandibula, dengan 20 % nya dihasilkan oleh kelenjar parotid dan 8 % nya dihasilkan oleh kelenjar sublingual.23 Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu fungsi mekanis, fungsi pencernaan, fungsi ekskretori, sebagai keseimbangan cairan, sebagai buffering, berfungsi dalam menjaga integritas gigi, berfungsi sebagai antibakteri, berfungsi dalam perbaikan jaringan lunak, dan berfungsi dalam menjaga keseimbangan ekologi. Dalam fungsi mekanis, saliva membentuk cairan pelindung seromucosal yang dapat melubrikasi dan melindungi jaringan mulut dari agen iritasi. Hal ini dapat terjadi karena adanya mucin (protein dengan kandungan karbohidrat yang tinggi) yang mudah terespon untuk lubrikasi, proteksi dehidrasi, dan menjaga viskositas
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
saliva. Efek lubrikasi dari protein tersebut memiliki fungsi tambahan untuk mastikasi, berbicara dan penelanan.23 Selain itu saliva dapat dipercaya mampu untuk mencerna zat tepung yang dapat membantu membentuk bolus makanan. Aksi ini terjadi karena adanya enzim pencernaan yaitu enzim amylase (ptyalin) yang ada pada komposisi saliva. Enzim amilase tersebut memiliki fungsi biologis yang dapat memecah zat tepung menjadi maltose, maltotriose, dan dextrin. Dalam fungsinya sebagai eksretori, saliva mengekskresikan urea, metal thiocyanates, beberapa obat seperti iodida, alkaloid seperti morphine, dan antibiotik seperti penicillin. Saliva juga berfungsi menjaga mulut tetap lembap. Ketika kelembapan dalam mulut berkurang, beberapa ujung syaraf pada belakang lidah terstimulasi dan muncul sensasi haus.23 Saliva memiliki sistem buffer untuk melindungi mulut, yang diantaranya: mencegah kolonisasi mikroorganisme yang berpotensial patogen untuk memberikan kondisi lingkungan mulut yang optimal, menetralisir dan membersihkan asam yang diproduksi oleh mikroorganisme acidogenic atau mikroorganisme penghasil asam, sehingga dapat mencegah terjadinya demineralisasi enamel. Tidak hanya keseimbangan dalam mulut yang dapat terjaga, integritas enamel gigi juga dapat terjaga oleh saliva. Saliva memiliki peran penting dalam menjaga integritas enamel gigi dengan mengatur remineralisasi dan demineralisasi. Faktor utamanya dengan mengontrol stabilitas dari hidroksiapatit enamel yang merupakan zat berkonsentrasi aktif pada kalsium, fosfat, dan fluoride dalam larutan dan pH saliva.23 Dalam komposisinya saliva mengandung immunoglobulin A (IgA) yang dapat menetralisir virus, bakteri, dan toxin enzim serta bertindak sebagai antibody untuk antigen bakteri. Komponen immunologik lainnya seperti IgG dan IgM dengan jumlah yang lebih sedikit dan berasal dari cairan gingival. Sedangkan komponen protein non-immunologik saliva diantaraya terdapat enzim lysozyme lactoferin peroxidase, glycoprotein mucin, agglutinin, histatin, proline, statherine, dan cystatin. Selain itu, adanya faktor pertumbuhan syaraf dan faktor pertumbuhan epidermal dalam saliva dapat mempercepat perbaikan jaringan.23 Real-Time PCR Real-Time PCR merupakan lanjutan perkembangan dari Polymerase Chain Reaction yang memaksimalkan teknik yang lebih potensial. Real-Time PCR menggunakan prinsip amplifikasi yang sama pada PCR. Pada PCR tradisional, deteksi dan kuantifikasi urutan DNA yang teramplifikasi dilakukan pada akhir reaksi setelah siklus PCR terakhir. Sedangkan pada kuantifikasi Real-Time PCR, hasil PCR diukur pada masing-masing siklus dengan memonitor
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
reaksi selama fase exponential-amplification pada reaksi, peneliti dapat mendeterminasi kuantitas awal target dengan ketelitian yang tinggi. Pada Real-Time PCR, jumlah DNA diukur setelah masing-masing siklus dengan menggunakan pewarnaan berfluorosence. Hasil yang ada menunjukkan peningkatan sinyal fluorosence langsung pada jumlah molekul hasil PCR (yang telah teramplifikasi).24 Deteksi pada Real-Time PCR didasarkan pada hasil fluorosence melalui molekul yang terlihat meningkat. Fluorosence merupakan kandungan dalam bahan kimia yang digunakan sebagai sistem deteksi pada Real-Time PCR. Ada beberapa bahan kimia berfluorosence yang digunakan pada prosedur Real-Time PCR yang diantaranya: SYBR Green, Taqman Real-Time PCR, dan Molecular Beacon. Namun bahan kimia berfluorosence yang paling banyak yang digunakan sebagai sistem deteksi Real-Time PCR adalah SYBR Green. Alasan digunakannya SYBR Green ini dikarenakan bahannya yang simpel, mudah digunakan, sensitif dan lebih ekonomis untuk mendeteksi dan mengkuantifikasi hasil PCR pada reaksi Real-Time.25 Terdapat 3 langkah utama yang membuat masing-masing siklus pada reaksi Real-Time PCR, yaitu denaturation, annealing, dan extension.24 Selain siklus pada reaksi Real-Time PCR, juga terdapat 2 metode kuantifikasi untuk analisis data Real-Time PCR, yaitu kuantifikasi absolut dan kuantifikasi relatif. Kuantifikasi absolut didapat dengan membandingkan nilai CT sampel yang di tes pada kurva standar. Hasil dari analisis adalah kuantitas asam nukleat ( jumlah copyan, µg) per jumlah sampel yang diberikan (per sel, per µg total RNA). Pembuatan kurva standar menggunakan standar pengenceran untuk mengklasifikasikan kuantitas target. Sedangkan kuantifikasi relatif digunakan untuk peneliti yang tertarik dalam melihat jumlah relatif dari asam nukleat target dalam jumlah yang seimbang pada sampel A dan B. Hasil analisis adalah rasio. Jumlah dari sampel dibutuhkan dalam kuantifikasi relatif, untuk menghitung jumlah seimbang pada sampel yang diperbandingkan. Ketika membandingkan sampel menggunakan kuantifikasi relatif, 1 sampel dipilih sebagai kalibrator (kadang disebut sebagai sampel kontrol) dan ekspresi gen target pada semua sampel lainnya terlihat sebagai peningkatan atau penurunan relatif dati kalibratornya.24 Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian observasional laboratorik. Subjek penelitian adalah siswa/i TK Talenta Jakarta Selatan. Jumlah populasi pada TK Talenta berjumlah 39 orang. Pada populasi tersebut dilakukan pengambilan subjek penelitian berjumlah 18 orang yang terbagi menjadi dua kategori berdasarkan indikator kondisi klinis
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
risiko karies menurut AAPD, subjek risiko karies rendah berjumlah 9 orang yang diambil secara total dan subjek risiko karies tinggi berjumlah 9 orang yang diambil secara acak. Kriteria inklusi penelitian ini adalah laki-laki atau perempuan, usia 3-5 tahun, sehat, dan informed consent yang telah ditandatangani oleh orang tua subjek sebagai tanda berpartisipasi dalam penelitian. Kriteria eksklusi penelitian ini adalah anak dengan keterbelakangan mental dan sedang minum obat-obatan yang dapat mempengaruhi pembentukan saliva. Sampel penelitian yang digunakan berupa saliva. Sedangkan bahan uji pada penelitian ini adalah DNA Oral Veillonella yang berasal dari ekstraksi sampel saliva yang didapat dari subjek. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia pada bulan Juli 2014 sampai dengan Oktober mendapatkan
Surat
Keterangan
Lolos
Etik
dengan
nomor
2014 setelah 58/Ethical
Clearance/FKGUI/VII/2014. Dan data yang diperoleh akan diuji secara statistik menggunakan program SPSS 21.0 dengan uji beda antara dua kelompok. Hasil Penelitian Pada penelitian ini didapatkan kuantitas bakteri Oral Veillonella dengan menggunakan uji Real Time PCR. Kuantifikasi yang digunakan dalam uji Real Time PCR adalah kuantifikasi absolut dan kuantifikasi relatif. Sampel saliva yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari anak usia 3-5 tahun yang memiliki kategori risiko karies tinggi dan risiko karies rendah. Deteksi bakteri Oral Veillonella pada saliva anak usia 3-5 tahun dengan kategori risiko karies tinggi dan risiko karies rendahditunjukkan pada tabel 1. Tabel 1. Rerata Siklus Threshold dari Deteksi Oral Veillonella pada Saliva Anak dengan Kategori Risiko Karies Tinggi dan Risiko Karies Rendah
Kelompok Risiko karies tinggi Risiko karies rendah
Rerata CT Mean
N
32, 416
9
30,278
9
Berdasarkan tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa deteksi bakteri Oral Veillonella pada saliva anak usia 3-5 tahun dengan kategori risiko karies tinggi dan risiko karies rendah terdeteksi seluruhnya.
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
Selain terdeteksinya Oral Veillonella, kuantifikasi bakteri Oral Veillonella juga dilakukan dengan cara kuantifikasi relatif dan kuantifikasi absolut uji Real Time PCR. Kuantitas Oral Veillonella dari Sampel Saliva Anak Usia 3-5 tahun dengan Kategori Risiko Karies Tinggi dan Kategori Risiko Karies Rendah ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2. Rerata Kuantitas Oral Veillonella dari Sampel Saliva Anak dengan Kategori Risiko Karies Tinggidan Kategori Risiko Karies Rendah
Kelompok
Rerata kuantitas Oral Veillonella ± SD
Nilai P
(CFU/PCR per PCR mixture) 4,455 x 106 ± 13,054
Risiko karies
0,004*
tinggi 0,300 x 106 ± 0,89
Risiko karies rendah Keterangan : p < 0,05
Nilai p merupakan nilai kemaknaan kuantitas Oral Veillonella pada sampel saliva anak usia 3-5 tahun dengan kategori risiko karies tinggi dan kategori risiko karies rendah. Berdasarkan uji beda antara dua kelompok yaitu dengan uji statistik Mann U-Whitney, terdapat perbedaan bermakna antara kuantitas bakteri Oral Veillonella pada saliva anak usia 3-5 tahun yang memiliki kategori risiko karies tinggi dengan kategori risiko karies rendah (p<0,05). Hal ini juga digambarkan pada grafik dibawah ini :
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
Rata-rata Kuantitas Oral Veillonella Pada Sampel Saliva CFU / PCR mixture ( x 106)
20 15 10 5
4.45522 0.30077
0 -‐5 -‐10 RISIKO KARIES TINGGI
RISIKO KARIES RENDAH
Gambar 1. Rerata Kuantitas Oral Veillonella dari Sampel Saliva Subjek Dengan Kategori Risiko Karies Tinggidan Risiko Karies Rendah.
Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberadaan dan perbandingan kuantitas Oral Veillonella pada saliva anak usia 3-5 tahun dengan kategori risiko karies tinggi dan risiko karies rendah. Metode deteksi dan kuantifikasi yang dilakukan menggunakan RealTime PCR. Sampel penelitian yang digunakan diambil dari saliva anak usia 3-5 tahun yang berjumlah 9 orang dengan kategori risiko karies tinggi dan 9 orang dengan kategori risiko karies rendah, sehingga diperoleh total sampel sebanyak 18 sampel saliva. Sampel penelitian berupa saliva dipilih karena saliva dapat berperan dalam pembentukan oral biofilm dan berperan sebagai media hidupnya bakteri yang ada dalam rongga mulut. Bakteridalam rongga mulut yang tidak menempel, melainkan bergerak bebas pada lingkungan yang mengandung air disebut sebagai bakteri/sel planktonik. Planktonik merupakan sifat dari bakteri yang dapat tinggal dan bergerak dengan bebas dalam cairan sehingga bakteri dalam rongga mulut juga dapat hidup di dalam saliva. Sehingga dapat dikorelasikan antara proses pembentukkan biofilm dari saliva dan jumlah bakteri S. mutans yang terbentuk dan mempengaruhi dari kuantitas dari Oral Veillonella itu sendiri. Selain itu dipilihnya saliva sebagai sampel karena salah satu referensi juga menyebutkan bahwa sebagian besar bakteri dalam saliva adalah bakteri anaerob dan Veillonella sebagai bakteri anaerob dominannya.
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
Berdasarkan AAPD penilaian risiko karies dibagi menjadi 3 yaitu, risiko karies tinggi, risiko karies sedang dan risiko karies rendah. Dalam penelitian, sampel yang dipilih hanya sampel dengan kategori risiko karies tinggi dan risiko karies rendah. Hal ini dilakukan atas dasar prevalensi ECC pada anak usia 3-5 tahun di Indonesia masih cukup tinggi yang menunjukkan bahwa kondisi risiko karies tinggi masih cukup tinggi. Sedangkan dipilihnya kondisi risiko karies rendah sebagai pembanding dari kondisi risiko karies tinggi yang dipilih sebelumnya. Penggunaan Real-Time PCR dalam deteksi dan kuantifikasi bakteri target membutuhkan DNA dari bakteri target atau bakteri Oral Veillonella pada penelitian ini. DNA bakteri target didapatkan dari proses ekstraksi DNA. Melisiskan sel merupakan tahap pertama dalam proses purifikasi DNA. Genome DNA mengandung semua informasi genetik pada organisme, dan dilindungi dari lingkunngan luar oleh membran sel. Untuk mengeluarkan material genetik tersebut sel harus dilisis. Terdapat beberapa metode yang tersedia untuk memecah sel yang diantaranya teknik fisika dan kimia. Untuk pemecahan menggunakan teknik kimia, senyawa yang berbeda digunakan untuk melarutkan dan memecahkan membran sel. Contohnya enzim seperti lisozim dan proteinase K, detergen, dan beberapa kimia kuat lainnya yang membuat DNA keluar. Teknik fisika yang sering dipilih sebagai metode pertama untuk pemecahan sel, dan termasuk pemecahan secara mekanis, homogenisasi cairan, sonikasi, freeze-thaw, dan grinding manual. Pada penelitian ini digunakan teknik freeze thawing sebagai salah metode ektraksi DNA. Penggunaan teknik freeze-thawini dipilih karena metode ini yang paling umum digunakan untuk lisis sel bakteri. Teknik ini melibatkan freezing sel secara cepat pada es kering yang terendam dengan etanol dan kemudian thawing sel ke dalam waterbath panas secara cepat (antara 80oC-90oC). Metode lisis ini menyebabkan sel membengkak dan menyusut, akhirnya pecah yang disebabkan kristal es yangterbentuk selama proses freezing. Beberapa siklus freeze-thaw dibutuhkan untuk memfasilitasi membran sel pecah dan mengeluarkan DNA untuk penelitian.26 Pada tabel 1 menunjukkan rata-rata nilai CT Mean dari keseluruhan sampel.Threshold cycles ( CT) merupakan jumlah siklus dimana sinyal fluoresens pada reaksi memotong threshold. Nilai CT berbanding terbalik dengan jumlah dari target. Jika terdapat jumlah yang besar pada permulaan reaksi, maka nilai CT yang terdeteksi akan berangka kecil. Begitupun sebaliknya, jika terdapat jumlah bakteri yang sedikit, maka nilai CT yang terdeteksi menunjukkan angka yang besar. Dari nilai CT, kuantitas bakteri dikuantifikasi dengan metode kuantifikasi absolut menggunakan kurva standar. Nilai CT mean tiap sampel dimasukkan ke
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
dalam rumus persamaan garis kurva standar, kemudian kuantifikasi bakteri dihitung dengan rumus antilog.24 Pada tabel 2 menunjukkan bahwa perbandingan kuantitas Oral Veillonella pada saliva anak usia 3-5 tahun dengan kategori risiko karies tinggi lebih banyak dibandingkan dengan kategori risiko karies rendah. Perbandingan kuantitas Oral Veillonella dari kedua kategori karies tersebut menunjukkan angka 1 : 15. Perbandingan ini menunjukkan perbedaan yang bermakna dari hasil uji statistik. Perbedaan kuantitas Oral Veillonella yang banyak pada kategori risiko karies tinggi ini dapat menjelaskan bahwa banyaknya Oral Veillonella disebabkan banyaknya sumber energi untuk metabolisme Oral Veillonella yaitu asam laktat. Asam laktat merupakan produk asam yang dihasilkan dari metabolisme bakteri S. mutans. Dalam kategori risiko karies tinggi telah disebutkan tanda klinis yang ada dan salah satunya adalah jumlah dari S. mutans cukup banyak.19 Metabolisme S. mutans yang memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi metabolismenya berbeda dengan cara metabolisme Oral Veillonella. Oral Veillonella memanfaatkan asam laktat sebagai energi metabolismenya. Hasil dari metabolisme Oral Veillonella ini adalah asam propionat. Asam propionat merupakan asam dengan kadar pH yang lebih tinggi dibandingkan asam laktat.21 Sama halnya pada kategori karies risiko yang menunjukkan kuantitas Oral Veillonella yang lebih sedikit dibandingkan dengan kategori risiko karies tinggi. Berdasarkan AAPD, tanda klinis dari kategori risiko karies rendah tidak disebutkan jumlah dari S. mutans. Namun, dengan jumlah S. mutans yang banyak pada risiko karies tinggi, dimungkinkan pada risiko karies rendah jumlah S. mutans tidak sebanyak pada kategori risiko karies tinggi. Hal ini yang diperkirakan penyebab dari kuantitas Oral Veillonella lebih sedikit pada kategori risiko karies rendah. Selain tanda klinis dari kategori kares risiko tinggi dan risiko karies rendah yang dapat mempengaruhi kuantitas Oral Veillonella, lingkungan hidup Oral Veillonella juga dapat mempengaruhi keadaan Oral Veillonella. Oral Veillonella merupakan bakteri penghasil asam dan bakteri yang tahan terhadap asam. Oleh karena itu Oral Veillonella dapat hidup dalam suasana yang asam. Sehingga apabila rongga mulut dalam keadaan asam, tidak mempengaruhi hidup dari Oral Veillonella tersebut. Namun sebaliknya, apabila keadaan rongga mulut dalam keadaan basa, kemungkinan dapat mempengaruhi hidup dari Oral Veillonella. Hal ini juga dapat mempengaruhi kuantitas Oral Veillonella yang ada dalam rongga mulut. Selain itu, Oral Veillonella merupakan bakteri koloni awal dalam pembentukkan 9
bioflm. Hal ini merupakan ciri yang sama dimiliki oleh bakteri S. mutans. Ketika bakteri S.
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
mutans membentuk koloni awal, Oral Veillonella juga membentuk koloni awal dalam pembentukkan biofilm. Namun, keberlangsungan hidup Oral Veillonella tergantung dari asam laktat yang dihasilkan oleh S. mutans. Cara hidup Oral Veillonella yang memanfaatkan asam laktat dari S. mutans tersebut yang menyebabkan perbedaan kuantitas Oral Veillonella terjadi.27 Faktor pertumbuhan bakteri secara umum seperti nutrisi, media, kondisi fisik berupa suhu, oksigen, pH dan lingkungan dimungkinkan juga berpengaruh pada pertumbuhan bakteri Oral Veillonella dalam rongga mulut. Pertumbuhan bakteri Oral Veillonella tersebut yangdimungkinkan juga menyebabkan terjadinya perbedaan kuantitas Oral Veillonella pada tiap kategori. Dalam penghitungan kuantitas Oral Veillonella digunakan uji Real-Time PCR. Penggunaan Real-Time PCR menggunakan prinsip amplifikasi yang samapada PCR. Pada PCR tradisional, deteksi dan kuantifikasi urutan DNA yang teramplifikasi dilakukan pada akhir reaksi setelah siklus PCR terakhir. Sedanngkan pada kuantifikasi menggunakan RealTime PCR, hasil PCR diukur pada masing-masing siklus dengan memonitor reaksi selama fase amplifikasi pada reaksi, peneliti dapat mendeterminasi kuantitas awal target dengan ketelitian yang tinggi. Selain itu penggunaan PCR tradisional hanya dapat mendeteksi keberadaan dari bakteri target tanpa mengetahui jumlah dari bakteri target. Hal ini berbeda dengan Real-Time PCR, yangmana dapat mendeteksi keberadaan beserta jumlah dari bakteri target yang akan diteliti. Persamaan dari Real-Time PCR
dan PCR tradisional adalah
menggunkan DNA bakteri target sebagai bahan deteksinya.24,25,28 Penelitian yang dilakukan masih memiliki keterbatasan. Keterbatasan pertama adalah jumlah subjek penelitian yang kurang, sehingga menyebabkan distribusi data menjadi tidak normal. Selain itu, penelitian yang dilakukan hanya sebatas genus dari Oral Veillonella, sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan identifikasi spesies dari Oral Veillonella dalam uji Real-Time PCR. Kesimpulan Berdasarkan kuantitas Oral Veillonella yang didapat tersebut menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kategori risiko karies tinggi dan kategori risiko karies rendah. Perbedaan yang signifikan tersebut ditunjukkan dengan perbandingan kuantitas Oral Veillonella pada saliva anak usia 3-5 tahun dengan kategori risiko karies tinggi lebih banyak dibandingkan dengan kategori risiko karies rendah.
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
Saran Saran dari penelitian ini yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya adalah penambahan jumlah subjek penelitian sehingga dapat dihasilkan distribusi data yang normal dan identifikasi menggunakan spesies dari Oral Veillonella yang digunakan dalam uji RealTime PCR. Daftar Referensi 1.
Escalade Dental Care - Karies Gigi pada Balita. Accessed October 13, 2014.Available at: http://escaladedental.com/menu-publications/menu-articles/40-art-karies-gigi-padabalita.
2.
Group O, Council R. (2011). Policy on Early Childhood Caries ( ECC ) : Classifications, Consequences , and Preventive Strategies.(6):50-52.
3.
Sugito FS, Djoharnas H, Darwita RR. (2008). Breastfeeding and Early Childhood Caries (ECC) Severity of Children Under Three Years Old in DKI Jakarta.;12(2):8691.
4.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) DKI Jakarta 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
5.
Colak H, Dülgergil CT, Dalli M, Hamidi MM. (2013). Early Childhood Caries Update: A Review of Causes, Diagnoses, and Treatments. J. Nat. Sci. Biol. Med., 4:29-38.
6.
Council O. (2014). Guideline on Caries-risk Assessment and Management for Infants , Children , and Adolescents:127-134.
7.
Berkowitz RJ. Causes. (2003). Treatment and Prevention of Early Childhood Caries : A Microbiologic Perspective. J. Can Dent Assoc. 69(5):304-7
8.
Demineralisasi dan Remineralisasi Gigi. Accessed October 23, 2014.Available at: http://www.morphostlab.com/artikel/gigi-dan-mulut/demineralisasi-danremineralisasi.html.
9.
Mashima I, Nakazawa F. (2013). Identification of Veillonella tobetsuensis in Tongue Biofilm by Using a Species-specific Primer Pair. Anaerobe,22:77-81.
10.
Mashima I, Kamaguchi A, Nakazawa F. (2011). The Distribution and Frequency of Oral Veillonella spp. in The Tongue Biofilm of Healthy Young Adults. Curr. Microbiol, 63(5):403-7.
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
11.
Peneluppi M. (2012). Influence of Artificial Saliva in Biofilm Formation of Candida albicans in vitro. Braz Oral Res.26(1):24-28.
12.
Ash A, Ridout MJ, Wilde PJ, Burnett GR. Understanding The Human Acquired Salivary Pellicle. :55.
13.
Huang R, Li M, Gregory RL. (2011). Bacterial Interactions in Dental biofilm.:435444.
14.
Koning JW. (2010). Interactions Between Streptococcus mutans and Veillonella dispar. Thesis Doctoral. Program Pascasarjana (Doctor of Philosophy). UCL
15.
Nobile CG a, Fortunato L, Bianco A, Pileggi C, Pavia M. (2014). Pattern and Severity of Early Childhood Caries in Southern Italy: a Preschool-Based Cross-Sectional Study. BMC Public Health, 14(1):206.
16.
Mechanism
of
Caries.
Accessed
October
27,
2014.Available
at:
http://www.lion.co.jp/en/oral/self/02.html. 17.
Mdlistiani. Mekanisme Proses Karies. Accessed October 27, 2014.Available at: https://www.scribd.com/doc/109806872/Mekanisme-Proses-Karies.
18.
Angela A. Pencegahan Primer Pada Anak Yang Berisiko Karies Tinggi ( Primary Prevention in Children With High Caries Risk ). 130-134. Dept. Pedodonsia, FKG USU
19.
AAPD C on CA. AAPD Caries-Risk Assessment Tool ( CAT ). 47497. Available at: www.aapd.org.
20.
Igarashi E, Kamaguchi A, Fujita M, Miyakawa H. (2009). Identification of Oral Species of The Genus Veillonella by Polymerase Chain Reaction. Oral Microbiol Immunol. 310-313.
21.
Mashima I, Nakazawa F. (2013). A Review on The Characterization of a Novel Oral Veillonella species , V . tobetsuensis , and Its Role in Oral Biofilm Formation. J. Oral Biosci, 55(4):184-190.
22.
Mohamed R, Campbell J-L, Cooper-White J, Dimeski G, Punyadeera C. (2012). The Impact of Saliva Collection and Processing Methods on CRP, IgE, and Myoglobin Immunoassays. Clin. Transl. Med. 1(1):19.
23.
Lakhyani R, Wagdargi SS. (2012). Saliva and its Importance in Complete Denture Prosthodontics. NJIRM. Vol. 3(1):139-146.
24.
Technologies
L.
Real-time
PCR
handbook.
Available
at:
http://find.lifetechnologies.com/Global/FileLib/qPCR/RealTimePCR_Handbook_Upd ate_FLR.pdf.
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
25.
Laboratories
B-R.
Real-time
PCR.
Available
at:
http://www.gene-
quantification.com/real-time-pcr-guide-bio-rad.pdf. 26.
Total
DNA
Extraction
By
Freeze
Thaw.
Available
at:
http://webs.wichita.edu/mschneegurt/gk12web/classroom/protocols/freezethaw.doc. Accessed November 17, 2014. 27.
Vesth T, Ozen A, Andersen SC, et al. (2013). Veillonella , Firmicutes : Microbes disguised as Gram negatives.Standardsin Genomic Sciences, (9):431-448.
28.
Adeel.
(2008).
Principle
of
DNA
Extraction.:2-6.
webs.wichita.edu/mschneegurt/gk12web/classroom/.../freezethaw.doc
Kuantitas Oral Veillonella pada..., Qurrotu Aini, FKG UI, 2014
Available
at: