Kronologi Singkat Krisis 2008 Kamis, 06 Nopember 08 – Bahwa terjadi krisis maha dahsyat di Amerika Serikat yang menyebar ke semua negara di dunia sudah sangat banyak kita baca. Namun tidak banyak yang menjelaskan tentang sebab-sebabnya, dan juga tidak banyak yang menguraikan tentang landasan dari sebabsebab itu, yaitu mashab pikiran atau ideologi yang memungkinkan dipraktekannya cara-cara penggelembungan di sektor keuangan. Tentang yang pertama, media massa di negara-negara maju banyak yang mengulasnya. Intinya sebagai berikut: Bank hipotik yang mengkhususkan diri memberikan kredit untuk pembelian rumah, dengan sendirinya mempunyai tagihan kepada penerima kredit yang menggunakan uangnya untuk membeli rumah. Jaminan atas kelancaran pembayaran cicilan utang pokok dan bunganya adalah rumah yang dibiayai oleh bank hipotik tersebut. Kita sebut tagihan ini tagihan primer, karena langsung dijamin oleh rumah, atau barang nyata. Tagihannya bank hipotik kepada para penerima kredit berbentuk kontrak kredit yang berwujud kertas. Istilahnya adalah pengertasan dari barang nyata berbentuk rumah. Karena kertas yang diciptakannya ini mutlak mewakili kepemilikan rumah sebelum hutang oleh pengutang lunas, maka kertas ini disebut surat berharga atau security. Pekerjaan mengertaskan barang nyata yang berbentuk rumah disebut securitization of asset. Katakanlah bank hipotik ini bernama Bear Sterns. Bear Sterns mengkonversi uang tunainya ke dalam kewajiban cicilan utang pokok beserta pembayaran bunga oleh para penghutang atau debitur. Jadi uang tunai atau likuiditasnya berkurang. Namun Bear Sterns memegang surat berharga atau security yang berbentuk kontrak kredit atau tagihan kepada para debiturnya. Bear Sterns mengelompokkan surat-surat tagihan tersebut ke dalam kelompok-kelompok yang setiap kelompoknya mengandung surat tagih dengan tanggal jatuh tempo pembayaran yang sama. Setiap kelompok ini dijadikan landasan untuk menerbitkan surat utang yang dijual kepada Lehman Brothers (misalnya) dan bank-bank lain yang semuanya mempunyai nama besar. Yang sekarang dilakukan oleh Bear Sterns bukan menerbitkan surat piutang, tetapi surat janji bayar atau surat utang. Atas dasar surat piutang kepada ratusan atau ribuan debiturnya, Bear Sterns menerbitkan surat utang kepada Lehman. Uang tunai hasil hutangnya dari Lehman dipakai untuk
memberi kredit lagi kepada mereka yang membutuhkan rumah. Seringkali untuk membeli rumah kedua, ketiga oleh orang yang sama, sehingga potensi kreditnya macet bertambah besar. Penerbitan surat berharga berbentuk surat janji bayar atau promes disebut securitization of security. Bahasa Indonesianya yang sederhana “mengertaskan kertas.” Surat berharga ini kita namakan surat berharga sekunder, karena tidak langsung dijamin oleh barang yang berbentuk rumah, melainkan oleh kertas yang berwujud surat janji bayar oleh bank hipotik yang punya nama besar. Lehman memegang surat utang dari Bear Sterns dan juga dari banyak lagi perusahaan-perusaha an sejenis Bear Sterns. Seluruh surat ini dikelompokkkan lagi ke dalam wilayah-wilayah geografis, misalnya kelompok debitur California, kelompok debitur Atlanta dan seterusnya. Oleh Lehman kelompok-kelompok surat-surat utang dari bank-bank ternama ini dijadikan landasan untuk menerbitkan surat utang yang dibeli oleh Merril Lynch dan bank-bank lainnya dengan nama besar juga. Kita namakan surat utang ini surat utang tertsier. Demikianlah seterusnya, satu rumah sebagai jaminan menghasilkan uang tunai ke dalam kas dan bank-bank ternama dengan jumlah keseluruhan yang berlipat ganda. Media massa negara-negara maju menyebutkan bahwa bank-bank tersebut melakukan sliced and diced, yang secara harafiah berarti bahwa satu barang dipotong-potong dan kemudian masing-masing diperjudikan. Maka banyak bank yang debt to equity ratio-nya 35 kali. Sekarang kita bayangkan adanya pembeli rumah yang gagal bayar cicilan utang pokok beserta bunganya. Kalau satu tagihan dipotong-potong (sliced) menjadi 5, yang masing-masing dibeli oleh bank-bank yang berlainan, maka gagal bayar oleh satu debitur merugikan 5 bank. Ini sebagai contoh. Dalam kenyataannya bisa lebih dari 5 bank yang terkena kerugian besar, karena kepercayaan bank-bank besar di seluruh dunia kepada nama-nama besar investment banks dan hedge funds di AS. Dampak pertama adalah bahwa bank tidak percaya pada bank lain yang minta kredit kepadanya melalui pembelian surat berharganya. Ini berarti bahwa bank-bank yang tadinya memperoleh likuiditas dari sesama bank menjadi kekeringan likuiditas, sedangkan bank-bank yang termasuk kategori investment bank atau hedge fund tidak mendapatkan uangnya dari penabung individual, tetapi dari bank-bank komersial atau sesama investment bank atau sesama hedge funds. Jadi dampak pertama adalah kekeringan likuiditas.
Dampak kedua adalah bahwa bank yang menagih piutangnya yang sudah jatuh tempo tidak memperoleh haknya, karena bank yang diutanginya tidak mampu membayarnya tepat waktu, karena pengutang utamanya, yaitu individu yang membeli rumah-rumah di atas batas kemampuannya memang tidak mampu memenuhi kewajibannya. Lembaga-lembaga keuangan di Amerika Serikat dengan sadar memberikan kredit rumah kepada orang yang tidak mampu. Itulah sebabnya namanya subprime mortgage. Sub artinya di bawah. Prime artinya prima atau bonafid. Jadi dengan sadar memang memberikan kredit rumah kepada orang-orang yang tidak bonafid atau tidak layak memperoleh kredit. Bahwa kepada mereka toh diberikan, bahkan berlebihan, karena adanya praktek yang disebut sliced and diced tadi. Dampak kedua ini, yaitu bank-bank gagal bayar kepada sesama bank mengakibatkan terjadinya rush oleh bank-bank pemberi kredit, antara lain kepada Lehman Brothers. Maka Lehman musnah dalam waktu 24 jam. Ketika surat utang inferior yang disebut subprime mortgage macet, barulah ketahuan bahwa begini caranya memompakan angin ke dalam satu surat utang yang dijual berkali-kali dengan laba sangat besar. Krisis ini semakin menguatkan pendapat bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. Kita semua senantiasa dihadapkan pada keadaan yang penuh dengan ketidakpastian, ketidakjelasan, dan senantiasa mengalami perubahan yang begitu cepat. Kita tidak pernah sedikitpun membayangkan kalau negara adikuasa seperti Amerika Serikat bisa mengalami krisis seperti yang pernah dialami oleh kita, yaitu krisis moneter (krismon) Asia pada tahun 1997-an. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat ternyata telah berkembang menjadi krisis finansial global dan lumpuhnya sistem perbankan serta pasar saham global yang berlarut akan berdampak sangat negatif terhadap Indonesia, karena pembiayaan kegiatan investasi di Indonesia (baik oleh pengusaha dalam maupun luar negeri) akan terus menciut, penyerapan tenaga kerja melambat dan akibatnya daya beli masyarakat turun – dan pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Pilihan kembali kepada kita. Apakah kita akan menyikapinya dengan kacamata yang negatif atau positif. Apakah kita akan menghadapi krisis ini sebagai ancaman atau malah sebagai peluang? Tindakan apa yang akan kita ambil dalam rangka perbaikan, apakah tindakan yang bersifat reaktif, atau justru tindakan yang proaktif.
Maka sangatlah penting bagi kita semua, khususnya Pemerintah dan Pelaku Dunia Usaha memiliki sense of crisis (urgency). Direksi dan Komisaris dituntut mengelola dan mengawasi perusahaan secara cerdas, peka, kreatif dan senantiasa mengacu pada prinsip kehati-hatian yang wajar. Kedua organ perusahaan ini dituntut untuk bisa melakukan transformasi pengalaman menjadi knowledge yang memberikan nilai tambah, mengambil key lessons learned dari krisis yang ada sehingga akhirnya dapat mengambil keputusan atau tindakan pencegahan yang tepat. Ini semua bersumber kepada kepemimpinan Board of Commissioners dan Board of Directors. Indonesian Society of Commissioners yang merupakan organisasi pembelajar memiliki kepedulian yang tinggi untuk meningkatkan kualitas Board (Direksi dan Dewan Komisaris) dan Good Corporate Governance di Perusahaan-perusahaan di Indonesia, merasa perlu membahas krisis global ini sebagai upaya membangun pemahaman makro ekonomi bagi Para Board of Directors dan Board of Commissioners dan mendiskusikan bagaimana peranan mereka dalam membangun perusahaan, yang memiliki fondasi governance yang sangat kokoh sehingga perusahaan mampu bertahan meskipun menghadapi krisis.
Tanggapan Para Akademisi dan Ekonom Dunia Di Saat Sebelum Krisis Krisis finansial Amerika Serikat dimulai ketika Lehman Brothers, Bear Stearns, Merrill Lynch, AIG, Fredie Mac dan Fannie Mae sebagai lembaga finansial raksasa AS tidak mampu menyelamatkan dirinya dari krisis kredit pembelian rumah (KPR) subprime di AS yang sudah mulai dirasakan pada tahun 2007 hingga akhirnya kolaps di tahun 2008. Ini menunjukkan bahwa terpuruknya beberapa lembaga keuangan terbesar di dunia mengindikasikan kondisi dimana permasalahan ekonomi AS dan dunia sekarang lebih buruk dari yang diduga. Salah satu topik yang beberapa orang juga membahasnya adalah peran akademisi dalam krisis. Catatan Ferguson, misalnya, bahwa ahli ekonomi Harvard University, dan mantan kepala Dewan Penasehat Ekonomi di bawah pemerintahan Presiden Ronald Reagan, Martin Feldstein, adalah seorang direktur perusahaan asuransi AIG dan mantan anggota dewan dari bank investasi JP Morgan & Co. Ferguson juga mencatat bahwa banyak dari para profesor terkemuka dan anggota fakultas terkemuka dari bidang ekonomi dan kalangan sekolah bisnis sering memperoleh proporsi yang
besar dari pendapatan asli mereka, mereka juga terlibat baik sebagai konsultan, atau penceramah. Sebagai contoh, dekan Columbia Business School saat ini, Glenn Hubbard dan Penasehat Ekonomi pada masa George W. Bush, menerima sebagian besar pendapatan tahunan dari salah satu perusahaan dimana dia bertindak sebagai konsultan atau penceramah. Hubbard juga berafiliasi dengan KKR dan Keuangan BlackRock. Hubbard serta Ketua Jurusan ekonomi Harvard saat ini, John Y. Campbell, menyangkal keberadaan konflik kepentingan antara akademisi dan sektor perbankan. Selama wawancara Hubbard menyangkal bahwa dia telah melakukan tindakan korup, dari gaji/bayaran yang dia peroleh berdasarkan kedekatannya dengan pemerintah. Yang pada akhirnya dia marah dan membentak ketika di wawancara. Dalam kasus ini terlihat ada konflik kepentingan di sektor keuangan. Konflik kepentingan ini mempengaruhi suku bunga kredit, selain itu akademisi yang berperan sebagai konsultan diduga telah
menerima
dana
dari
kelompok
kepentingan
tersebut
sehingga
mereka
tidak
mengungkapkan informasi ini dalam tulisan-tulisan mereka, konflik kepentingan ini memainkan peranan yang sangat besar dalam menutupi dan memperburuk krisis. Sorotan sebgaian besar para akademisi di UK, menyatakan bahwa ada banyak para ekonom yang mempercayai bahwa bank sebenarnya telah memahami apa yang mereka lakukan dan mendukung deregulasi. Namun, tidak dicantumkan dalam penelitian mereka, apakah para ekonom tersebut telah meminum ‘seteguk uang tunai’ sehingga mereka melakukan manipulasi dalam penelitian mereka, dengan membuat laporan-laporan menggembirakan tentang keajaiban ekonomi di Islandia. “Masyarakat umum tidak akan mengerti sebanyak apa hal tersebut dijelaskan, bagaimana seseorang yang pergi ke dalam pertempuran dengan meneriakan slogan tentang kegagalan kredit pertukaran. Para bankir tahu ketidaktahuan masyarakat adalah pada kartu truf mereka. Mungkin kasus ini akan menjadikan kita lebih mengerti atau lebih faham jika terjadi krisis di masa yang akan datang”, Phillip Inman. Tema utama dari kasus ini adalah tekanan dari sektor industri keuangan dalam proses politik untuk menghindari peraturan, caranya adalah dengan mendesak pihak atau lembaga terkait. Salah satu permasalahan yang dibahas adalah dalam istilah lain dikenal dengan ‘prevalensi pintu putar’, yakni dimana pengatur keuangan dapat disewakan atau dipekerjakan dalam sektor
keuangan itu sendiri agar mau meninggalkan jabatannya di pemerintahan dan dengan seperti itu ia dapat menjadi jutawan. Kasus ini juga menganjurkan bahwa pemberian cadangan pinjaman yang dialihkan dari satu investor kepada investor lain berisiko tinggi serta tingkat hak praktiknya pun diragukan, merupakan suatu kebohongan bahwa investasi seperti itu aman. Dengan demikian, pemberi pinjaman didorong untuk mendaftar atau menandatangani KPR tanpa memperhatikan risikonya, atau bahkan dapat menyokong suku bunga pinjaman yang lebih tinggi. Namun, karena pandangan hipotek ini dikemas bersama, maka risiko disamarkan. Kasus ini menunjukkan bahwa orang yang telah membeli rumah mereka tidak mampu membayar bunga yang sangat tinggi sehingga sekarang tinggal di tenda, mereka kehilangan pekerjaan mereka sedangkan bankir masih punya pekerjaan mereka. Para bankir investasi “Dalam kasus ini, mengabaikan besarnya tingkat konsumsi orang-orang biasa yang mengmpulkan utang begitu tinggi. kasus ini memberi kesan bahwa para bankir dan politisi yang mengendalikan keruntuhan atau kolaps ini. Dan cukup adil, ada beberapa mispenjualan hipotek Tapi bukan hanya KPR: itu adalah utang bank, utang kartu kredit, kredit mobil. Kesalahan bankir dalam memberikan kredit, namun konsumen juga harus mengambil tindakan sesuatu yang mengecam atau mengkritiknya. “Saya punya permasalahan dengan beberapa elemen yang dikejar-kejar di bagian kasus ini. Salah satunya adalah pemfitnahan orang-orang terhadap individu. Chuck Prince, CEO Citigroup pada saat krisis, mungkin dia telah membayar lebih banyak dari semestinya – tapi saya tidak berpikir ia sangat bersalah. Yang paling buruk adalah dia mungkin seharusnya lebih tahu banyak tentang apa yang sedang terjadi, tapi sungguh dia hanya seorang nenek tua yang baik yang berada di atas yang berjabat tangan dengan orang-orang di pesta koktail. Mungkin ada orang-orang di bawahnya dengan sengaja melakukan hal-hal kriminal, tapi itu adalah hal yang berbeda” Ian Hart (Wall St Derivative Trader). Ian Hart menambahkan “Sebuah titik kelemahan pasar bebas dan anti-nada konspirasi dari kasus. Ya, deregulasi memang pergi terlalu jauh – terutama dengan pencabutan Act Glass-Steagall tahun 1933, yang mungkin telah mencegah bank berjudi dengan uang deposan. Tapi untuk menyatakan bahwa semua deregulasi dalam 20 tahun terakhir adalah sebuah konspirasi yang
dilakukan oleh ekonom dari elit akademis yang di bayar bank adalah paranoid dan tak masuk akal”. Masih menurut Ian Hart Sebuah kekeliruan dalam kasus ini adalah mengabaikan bagaimana manajer di banyak bank mengambil resiko, dengan sengaja lupa menyuarakan kekhawatiran mereka tentang cara perusahaan mereka beroperasi. Seorang manajer yang mengambil risiko tersebut pernah mengatakan kepada saya bahwa untuk mengangkat masalah yang mengurangi keuntungan bank multi-miliar dollar akan sama seperti sedang “menandatangani surat kematiannya sendiri”. Ketidakmampuan ini menantang meja perdagangan menghasilkan keuntungan miliaran merupakan hantu endemik. Dalam kasus ini juga disampaikan bahwa produk-produk yang dihasilkan seringkali memiliki peringkat AAA, sama dengan obligasi pemerintah AS. Produk kemudian dengan mudah bisa digunakan bahkan oleh investor sama seperti dana pensiun. “Kasus ini juga menjelaskan kompleksitas krisis dan menempatkan keserakahan bankir ditempat yang tepat, mewawancarai orang-orang kelas berat, seperti Dominique Strauss-Kahn, Eliot Spitzer, Raghuram Rajan dan Glenn Hubbard” Direktur Bank. Ini pasti akan membuat banyak orang -khususnya mereka yang kehilangan pekerjaan dan tabungan- marah tidak hanya apa yang telah bank lakukan, tetapi juga banyak orang yang mestinya bertanggung jawab atas kasus ini masih tetap dalam pekerjaan/jabatan mereka, dan tidak ada yang diseret ke penjara. Orang-orang wajib pajak biasa harus membayar pajak yang lebih tinggi dan pemotongan belanja, sementara bankir dapat berjalan pergi atau melakukan apa saja secara leluasa bebas bea. Yang menarik adalah peran meragukan yang dimainkan oleh ekonom, terutama di Amerika Serikat. Banyak dibayar dengan jumlah yang sangat banyak, mereka dideklarasikan untuk menyimpulkan dan menghasilkan laporan palsu dengan mengatakan CDOs dan alasan derivative yang lain aman dan kondisi di Islandia sangat baik untuk ‘gamble’ dengan 10 kali PDB tahunannya. Korupsi ekonom AS dan kurang lengkapnya kesadaran mereka dari apa yang telah mereka lakukan, sungguh benar-benar memalukan.” Menikmati Konsumen membeli rumah yang pada akhirnya mereka tidak mampu, tetapi hipotek didorong sampai ke leher mereka tanpa peduli perannya merupakan bagian dari para bankir. Di masa lalu, bank akan berkata: “Kami tidak berpikir kalau anda mampu hipotek itu, jadi kami
tidak akan meminjamkan anda uang.” Kasus ini menunjukkan bagaimana nasihat semacam ini terlempar keluar jendela kehidupan. Sangat di sayangkan, ini jelas bahwa kebanyakan investasi bisnis bank terus berjalan sangat manis seperti suatu keadaan yang normal dan krisis hanya sebuah persoalan zaman. Tentu, ada penelitian dengan uang jasa yang lebih besar – tetapi banyak bankir berpikir bahwa mereka tidak bertanggung jawab secara pribadi atas krisis yang terjadi dan mereka layak setiap sennya mendapat bayaran. Saya piker kasus ini juga membawakan dengan baik, “menangkap” para regulator, politisi dan akademisi yang semuanya menjadi “cheerleader” untuk melanjutkan deregulasi keuangan yang dimulai di bawah kekuasaan Ronald Reagan dan memuncak pada krisis yang lebih besar. Reregulasi yang besar-besaran diperlukan untuk memastikan agar keuangan aman terkunci dalam ‘baju pengikat’ lagi. Seorang Broker Berkata “Aku salah satu dari sedikit perempuan di bidang perbankan dan benarbenar melihat dengan jelas kejadian itu. Kita melihat menteri keuangan Perancis [Christine Lagarde], adalah seorang wanita dari Securities and Exchange Commission. Seperti yang mereka katakan, perbankan adalah sebuah masyarakat yang alfa laki-laki dan itu sangat sulit bagi perempuan untuk berhasil di dalamnya dan namun tetap menjaga beberapa rasa kewanitaan”. Hal lain yang ditayangkan dalam kasus adalah pembayaran yang tinggi pada sektor industri keuangan, serta bagaimana industri keuangan tumbuh dalam beberapa dekade terakhir telah keluar dari proporsi terhentinya perekonomian. Bahkan pada bank-bank yang gagal, kasus ini menunjukkan bagaimana para eksekutif bank memperoleh ratusan juta dolar dalam periode sekarang sampai terjadinya krisis, semua dia disimpan, menunjukkan neraca risiko/kegunaan telah rusak atau bangkrut. Pada bagian akhir kasus, meskipun baru-baru ini peraturan keuangan dirubah, tapi tetap sistem yang mendasarinya tidak berubah; bank-bank yang tersisa menjadi lebih besar, sementara semua insentif atau pendorong tetap sama, dan tidak ada seorang pun dari eksekutif (pemerintah) yang mengusut peran mereka dalam kehancuran keuangan global.
Gugatan dan Peran Para Auditor Beserta Perusahaan Terkait Saat Krisis
MENTERI KEUANGAN US Ketika balon angin keuangan meledak, Henry Paulson sudah menjabat menteri keuangan AS. Dia melakukan tindakan-tindakan yang buat banyak orang membingungkan, tetapi buat beberapa orang, dia manusia yang hebat, tegas, dan menurutnya sendiri bersenjatakan bazooka. Di kala krisis 2008 terjadi, maka dialah yang ketiban beban berat menghadapi krisis yang maha dahsyat yang sedang berlangsung. Tindakan-tindakannya seperti semaunya sendiri atau bingung. Dia memfasilitasi JP Morgan untuk membeli Bear Sterns dengan harga hanya US$ 2 per saham, yang dalam waktu singkat direvisi menjadi US$ 10. Fannie Mae dan Freddie Mac, perusahaan quasi milik pemerintah telah memberikan jaminan kredit sebesar US$ 5,4 trilyun. Untuk menyelamatkannya dua perusahaan penjaminan kredit tersebut dibeli oleh pemerintah dengan jumlah uang US$ 80 milyar. Lehman Brothers disuruh bangkrut saja. Merril Lynch dijual kepada Bank of America. Akhirnya dia menyodorkan usulan supaya pemerintah AS menyediakan uang US$ 700 milyar untuk menanggulangi krisis. Kongres marah, karena alasan ideologi. Bagaimana mungkin bangsa yang kepercayaannya pada keajaiban mekanisme pasar bagaikan agama mendadak disuruh intervensi dengan uang yang begitu besar? Wall Street guncang luar biasa. Kongres rapat lagi dan “terpaksa” menyetujui usulan Hank Paulson dan Bernanke, Presiden Federal Reserve, supaya pemerintah AS menggunakan uang rakyat pembayar pajaknya sebesar Rp 700 milyar untuk mencoba menyelesaikan masalah keuangan yang maha dahsyat itu. Saya katakan mencoba, karena setelah disetujui, Wall Street tetap saja terpuruk.
BANK OF AMERICA Pada tahun 2007, Bank of America membeli Countrywide (the largest US mortgage lender) seharga USD 2.8 milyar. Pada Juni 2008, Countrywide terlibat dalam fraud dalam krisis 2008 atas dana pinjaman yang diberikannya. Countrywide memiliki banyak cabang di berbagai state di US. Hampir seluruh state pada saat itu menggugat Countrywide, dan pada akhirnya Bank of America harus membayar USD 108 juta kepada Federal Trade Commision untuk menyelesaikan masalah tersebut. Saat Merrill Lynch tidak sanggup lagi untuk membayar ganti rugi yang begitu besar, Bank of America dengan terpaksa harus mengambil alih Merrill dengan bayaran USD 50 milyar pada
Januari 2009. Bank America membayar seluruh ganti rugi Merrill Lynch sebesar USD 2.43 milyar.
DELOITTE Saat krisis 2008 ini terjadi, Deloitte adalah auditor dari Bear Sterns, Fanny Mae, Morgan Stanley, dan Merrill Lynch. Setelah krisis ini terjadi, Deloitte selaku auditor digugat (di-sue) atas pekerjaan audit yang telah dilakukannya. Di kala itu, Deloitte telah menerima ratusan juta dolar atas opini-opini yang telah diberikannya kepada perusahaan-perusahaan terkait. Deloitte dinyatakan telah memberikan unqualified opinion kepada perusahaan-perusahaan terkait. Deloitte juga diharuskan membayar USD 23 juta.
ERNST and YOUNG Ernst and Young adalah auditor dari Lehman Brothers di saat krisis 2008 terjadi. Di kala itu, EY telah meraup bayaran sebesar USD 31 juta sebagai hasil audit Lehman selama 2007 dan ditunjuk kembali untuk mengaudit Lehman tahun 2008. Di saat krisis terjadi, Ernst and Young berkata bahwa mereka akan terus bekerja sama dengan baik dengan pemerintahan dalam investigasi kasus Lehman. Tahun 2009, The New York Attorney General menggugat EY atas dasar “engage in massive accounting fraud” setelah terbukti bahwa EY ternyata juga membantu Lehman Brothers untuk melakukan fraud. EY dilansir telah membantu Lehman dalam menyembunyikan milyaran utang-utang Lehman sebesar puluhan milyar dolar untuk membuat Lehman terlihat likuid. EY digugat untuk membayar USD 150 juta sebagai ganti rugi dari pekerjaan yang dilakukannya untuk Lehman dan juga ganti rugi kepada investor-investor terkait dengan Lehman.
KPMG Saat krisis 2008 terjadi, KPMG merupakan auditor dari Fannie Mae (the biggest US mortgage finance company). KPMG digugat oleh Fannie Mae sendiri atas accounting error sebesar USD 6.3 milyar. KPMG telah setuju untuk membayar sebesar USD 400 juta kepada SEC untuk
menyelesaikan masalah ini. Namun, mendadak KPMG berbalik menggugat Fanny Mae atas tuduhan “fraudulent deception”. KPMG mengatakan bahwa Fanny Mae mencegah KPMG untuk memperbaiki kesalahan USD 6.3 milyar tersebut. KPMG juga menggugat atas pencemaran nama baik. Di samping menjadi auditor Fanny Mae di saat krisis 2008, KPMG juga menjadi auditor dari Countrywide yang pada akhirnya KPMG diharuskan untuk membayar ganti rugi sebesar USD 24 juta sebagai klaim atas masalah standar peminjaman yang berisiko tinggi.
LEHMAN BROTHERS Saat krisis terjadi, Lehman Brothers menggugat JP morgan untuk mengembalikan kerugian keuangannya sebesar puluhan milyar dolar. Perkara hukum ini dilakukan di Manhattan, New York dimana JP Morgan digugat telah menipu Lehman Brothers dengan mengancam akan menlenyapkan Lehman jika tidak memberikan collateral-collateralnya kepada JP Morgan. Di saat Lehman banrkut, JP Morgan malah menyelamatkan hidupnya dengan menyedot aset-aset milik Lehman.
AIG AIG berakhir dengan memberikan ganti rugi dalam jumlah besar kepada US Bank. Sebagai pihak yang menggugat AIG, Goldman Sach mendapatkan USD 12.9 milyar, Bank of America mendapatkan USD 5.2 milyar, dan Citigroup mendapatkan USD 2.3 milyar.