Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
KRITIK SALAMAT: MAQOSID AL-SYARIAH DALAM NILAI LOKAL (Urf ’) MASYARAKAT SAMAWA Khairy Juanda & Lahmuddin Zuhri Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN Mataram Direktur Pusat Studi Hukum & HAM Universitas Samawa Abstract Islamic values and laws have been tested and have delivered Tau to Tanasamawa towards high civilization namely civilization of SenapSemuNyamanNyawa. The arrival of Islam to Indonesia cannot be separated from dynamic history of Indonesian country because long time before arrival of colonist from Europe, Islamic development with emergence of religious educational institution such as mosque (surau), prayer-house (langgar), Islamic school (madrasah), and Islamic boarding school has given knowledge contribution and powerful religious culture in society. At that time, the centers of Islamic educations above are major source of information and public education, teaching a variety of sciences, especially religious science dominated by study of fiqh, the study which cannot be separated from problems of Islamic law, as educational institution touching all levels of under society and also developing a community which becomes cultural developing center. Islam has crystallized in Sumbawa culture since the period of empire, the arrival of Islam to TanaSamawa (Sumbawa land) started from 18th century (some state 16th century) which was brought by merchants and poet from Java, bugis, and Aceh, then they did marriage with native people of Sumbawa. The subsequent development, Islam became official religion in Sumbawa kingdom. Transformation of Islamic law (including instruction of MUI) into national legislation including the establishment of district regulation of Sumbawa is something that can be considered and studied, remembering of Sumbawa people basically are Islamic community reflected from philosophy of Tau Samawa “tradition is dependent upon syar’i and syar’i is dependent upon Al-qur’an and Hadits”. Islam as believe of all Sumbawa community, stated expressly and impliedly, many
98
Kritik Salamat: Maqosid Al-Syariah dalam Nilai Lokal (Urf’)...
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
principles of Islamic law are absorbed in all aspects of community life of Sumbawa in regime of sultanate. Social order of Tau Samawa occurs because application of Islamic values and laws. In local context of Sumbawa, value transformation method into positive law, namely value of KrikSalamat of Sumbawa community can be used as positive law in current contexts, by using bases of theories: first: law theory of nation soul is bear and grown law in Sumbawa culture, second: theory of Maqosid al-Syariah, the purposes of Islamic law, this point we have proved the benefit of KerikSalamat as means social conflict resolution by doing discussion, including the framework ofMaqosid al-Syariah (the objectives of Islamic law). Keywords: Kritik Salamat, Maqosid Al-Syariah, Local Value (Urf ’), Sumbawa Community. Abstrak Nilai dan hukum Islam telah teruji dan menghantarkan Tau ke Tana samawa menuju keadaban yang tinggi Peradaban Senap Semu Nyaman Nyawa. Kedatangan Islam ke nusantara (Indonesia) tidak lepas dari dinamika sejarah bangsa negara Indonesia, karena jauh sebelum kedatangan penjajah dari Eropa, perkembangan Islam dengan munculnya lembaga pendidikan agama seperti surau, langgar, madrasah dan pesantren telah memberikan kontribusi pengetahuan sekaligus kultur agamis yang kuat di masyarakat. Pada saat itu, pusat-pusat pendidikan Islam di atas, merupakan sumber utama informasi dan penyuluhan masyarakat, yang mengajarkan berbagai keilmuan, utamanya ilmu agama yang didominasi kajian fiqih, kajian yang tidak lepas dari permasalahan Hukum Islam, sebagai lembaga pendidikan yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat bawah, serta membangun sebuah komunitas yang menjadi sentral berkembang kebudayaan. Islam telah mengkristal dalam budaya Sumbawa sejak zaman kerajaan dulu, kedatangan Islam ke Tana Samawa (Tanah Sumbawa) dimulai dari dari abad ke 18 masehi (ada yang mengakan abad 16 masehi) yang dibawa oleh pedangan dan penyiar dari jawa, bugis serta aceh, kemudian melakukan perkawinan dengan penduduk asli Sumbawa, pada perkembangan selanjutnya Islam menjadi agama resmi dalam kerajaan Sumbawa. Transformasi Hukum Islam (termasuk fatwa MUI) ke dalam perundang-undangan nasional termasuk didalamnya
Khairy Juanda & Lahmuddin Zuhri
99
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
dalam pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa adalah sesuatu yang patut direnungkan dan dikaji mengingat masyarakat Sumbawa yang notabenenya adalah masyarakat Islam yang tercermin dari falsafat tau samawa, “adat barenti ko sara, sara barenti ko kitabullah”. Agama Islam sebagai keyakinan seluruh masyarakat Sumbawa, hal ini tersurat maupun tersirat, banyak asas-asas Hukum Islam yang terserap dalam seluruh sendi kehidupan masyarakat Sumbawa pada jaman kesultanan. Tertib sosial tau samawa terjadi karena penerapan nilai dan hukum islam. Dalam konteks lokal Sumbawa, metode transformasi nilai kedalam hukum positif, yakni nilai kerik salamat masyarakat Sumbawa dapat dijadikan sebagai hukum positif dalam konteks kekinian, dengan landasan teori: Pertama, teori hukum jiwa bangsa yaitu hukum lahir dan berkembang dalam budaya Sumbawa, Kedua teori Maqosid alSyariah, tujuan dari syariah/hukum Islam, hal ini sudah kami buktikan kemanfaatan kerik salamat sebagai sarana penyelesaian konflik sosial dengan mekanisme musyawarah, termasuk dalam bingkai Maqosid al-Syariah (tujuan dari hukum Islam). Kata Kunci: Krik Salamat, Maqosid al-Syariah, Nilai Lokal (Urf ’), Masyarakat Sumbawa. A. Pendahuluan Islam memperkenalkan tradisi hukum baru di Indonesia, yang menawarkan dasar-dasar perilaku sosial baru yang lebih egalitar dan kekeluargaan dibanding dengan sebelumnya, juga menyumbangkan konsepsi baru hukum untuk Indonesia dan telah mengubah ikatan kesukuan dan kedaerahan menjadi ikatan universal, bahwa seluruh anggota komunitas adalah saudara, dengan kata lain seluruh umat Islam adalah bersaudara. Hukum Islam bersifat elastis, memperhatikan berbagai segi kehidupan dan
100
tidak memiliki dogma yang kaku, keras, dan memaksa. Elastis di sini bukan berarti Hukum Islam bisa menjustifikasi apa saja tetapi keberadaan pranata ijtihad di dalam Hukum Islam merupakan suatu jaminan pasti bahwa Hukum Islam akan senantiasa bersikap antisipatif terhadap perkembangan sosial, dalam perkembangan berikutnya memberikan andil yang sangat besar bagi pembangunan Hukum Islam di nusantara (Indonesia) Perkembangan awal Islam yang mengiringi perjalanan berkembangnya agama Islam di
Kritik Salamat: Maqosid Al-Syariah dalam Nilai Lokal (Urf’)...
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
wilayah nusantara, peran sultan atau raja menjadikan Hukum Islam sebagai hukum resmi kerajaankerajaan Islam. Ibnu Batutah, pengembara asal Maroko yang pada tahun 1345 singgah di Samudra Pasai menyatakan bahwa Sultan Al Malik Al Zahir pandai dalam bidang Fiqh Mazhab Syafi’i. mazhab yang pada perkembangan berikutnya menjadi acuan pembahasan Hukum Islam di Indonesia. Pada masa penjajahan Belanda, Islam telah menyatu dalam kehidupan sehari-hari dan membudaya dalam lingkungan masyarakat indonesia. Sampaisampai intruksi Gubernur Jenderal kepada para Bupati di pantura Jawa agar memberi kesempatan kepada para ulama untuk menyelesaikan perselisihan perdata dengan Hukum Islam. Juga keputusan Raja Belanda (Koninkelijik Besluit) No. 19 tanggal 24 Januari 1882 yang diumumkan dalam Staatsblaad tahun 1882 No.12 tentang pembentukan Pristerraad (Pengadilan Agama) didasarkan atas teori Van Den Berg yang menganut paham reception in cemplexu, yaitu berarti bahwa yang berlaku bagi pribumi adalah hukum agama yang dipeluknya, dalam hal ini Hukum Islam bagi masyarakat Sumbawa.
Setelah kemerdekaan teori eksistensi1 dikembangkan, yang menjelaskan bahwa ada Hukum Islam dalam Hukum Nasional Indonesia, menurut teori ini keberadaan Hukum Islam dalam tata Hukum Nasional menjadi suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya, bahkan merupakan bahan utama Hukum Nasional. Teori ini merupakan kelanjutan dari teori Receptie Exit dan Receptio A Contario dengan melihat dari hubungan antara Hukum Islam dan Hukum Nasional Indonesia. Hazairin bertolak dari kenyataan bahwa sejak kemerdekaan bangsa, berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, dasar negara Pancasila dengan prinsip kekuasaan untuk mengamalkan ajaran agama dan hukum agama, dengan dibentuk Departemen Agama dan Peradilan Agama, pemerintah tampaknya telah mengakui teori receptie a contrario. Namun demikian, ditinjau dari sudut teori perundang-undangan 1
Hazairin mengembangkan peneltian Sayuthi Thalib, tentang “hubungan hukum adat dengan hukum islam”. Menurut teori ini, bagi umat Islam, yang berlaku adalah hukum Islam, hukum adat baru dinyatakan berlaku bila tidak bertentangan dengan agama Islam atau hukum Islam. Bagi orang Islam berlaku hukum Islam; Hal tersebut sesuai dengan keyakinan dan cita-cita hukum, cita-cita batin dan moralnya; Hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam. Lihat Dedi Supriadi, Sejarah Hukum Islam di Kawasan Jasirah Arab sampai Indonesia, (Bandung: Pustaka, 2010), 165.
Khairy Juanda & Lahmuddin Zuhri
101
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
hukum Islam di Indonesia masih tetap disamakan dengan hukum yang tidak tertulis (hukum adat). Hukum Islam dalam perpolitikan Indonesia mengalami perjalanan yang cukup panjang, bermula dari pembahasan yang panjang dan berliku, mulai dari pembahasan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia maupun dalam sidangsidang konstituante, baik Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945 merupakan sumber hukum, dari sini nampak jelas bahwa nilai-nilai Hukum Islam yang mengandung dasar-dasar dan norma-norma untuk mengatur kehidupan lahiriah maupun batiniah dapat diberlakukan sebagai pelaksanaan amanat UUD 1945, selanjutnya untuk mengakomodasi berbagai kepentingan dan kemajemukan tatanan hukum, pemerintah harus mempunyai political will, untuk mengakomodir nilai Islam, menjadi bahan baku pembentukan hukum nasional, maupun hukum lokal (Peraturan Daerah). B. Kajian sejarah perkembangan dan aktualisasi Maqosid alSyariah Islam sebagai sumber hukum nasional, menurut sejarahnya, sebelum penjajah Belanda datang ke Indonesia mereka mengira
102
Indonesia (Hindia Belanda) masih berupa hutan belantara, hanya di huni satwa dan tidak ada hukum didalamnya.2 Padahal kenyataannya, sudah ada masyarakat dan hukum yang berlaku, yaitu Hukum Islam.3 Islam telah diterima oleh bangsa Indonesia jauh sebelum penjajah datang ke Indonesia.4 Fakta sejarah menunjukkan pada pertengahan abad ke-14 Masehi telah muncul seorang ahli agama dan hukum Islam dari Samudra Pasai, yaitu Sultan Malikul Zahir. Bahkan pada zaman itu, para ahli hukum Kerajaan Malaka datang ke Samudra Pasai untuk memecahkan permasalahanpermasalahan hukum.5 Interaksi budaya masyarakat dengan Islam seiring dengan proses Islamisasi Nusantara atau masuknya Islam di kawasan Asia Tenggara, seperti pernyataan menarik Taufik Ichjanto, Prospek Peradilan Agama sebagai Peradilan Negara dalam Sistem Politik Hukum di Indonesia, dalam Amrullah Ahmad, Deimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, ( Jakarta: Gema Insani Press, 19960), 182-183. 3 Dedi Supriadi, Sejarah Hukum Islam di Kawasan Jasirah Arab sampai Indonesia, (Bandung: Pustaka, 2010), 160-166. 4 Ada penulis mengatakan Islam masuk ke Indonesia pada abad I Hijriah ada pula yang mengatakan pada abad ke-7 Hijriah atau abad ke-13 Masehi, Islam datang sekaligus hukum Islam telah diikuti dan dilaksanakan oleh pemeluknya di Indonesia, untuk lebih lengkap lihat Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta: Universitas Yarsi, 1999), 69. 5 Ibid., 2
Kritik Salamat: Maqosid Al-Syariah dalam Nilai Lokal (Urf’)...
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
Abdullah dan Sharon Siddique6 dalam buku Tradisi dan kebangkitan Islam di Asia Tenggara bahwa Islam di kawasan Asia Tenggara memiliki sejarah paling tidak tujuh abad, dan selama waktu itu Islam telah dipengaruhi oleh lingkungan Asia tenggara yang unik. Dengan kata lain, Islam telah menjadi suatu tradisi tersendiri yang secara kukuh tertanam dalam konteks sosialekonomi dan politik selama tujuh abad sejarah kawasan ini. Kedatangan Islam ke nusantara (Indonesia) tidak lepas dari dinamika sejarah bangsa negara Indonesia, karena jauh sebelum kedatangan penjajah dari Eropa, perkembangan Islam dengan munculnya lembaga pendidikan agama seperti surau, langgar, madrasah dan pesantren telah memberikan kontribusi pengetahuan sekaligus kultur agamis yang kuat di masyarakat. Pada saat itu, pusat-pusat pendidikan Islam diatas, merupakan sumber utama informasi dan penyuluhan masyarakat,7 yang mengajarkan berbagai keilmuan, utamanya ilmu agama yang didominasi kajian fikih, kajian yang tidak lepas dari permasalahan Hukum Islam, sebagai lembaga pendidikan yang menyentuh
seluruh lapisan masyarakat bawah, serta membangun sebuah komunitas yang menjadi sentral berkembang kebudayaan. Termasuk adat dan budaya sumbawa dengan Krik Salamatnya. Krik Salamat, nilai mengandung semangat kerja, semangat menjaga kelestarian lingkungan (alam), semangat kekeluargaankebersamaan, semangat kegotongroyongan, serta yang tidak kala penting semangat Ketauhidan. Masyarakat Sumbawa memaknai ”krik slamat” sebagai limpahan anugerah dan keselamatan. Istilah krik slamat merupakan gabungan dari dua istilah, yang tiap istilah mempunyai pengertian tersendiri, yaitu paduan dari istilah limpahan anugerah (krik) dan istilah 8 keselamatan (salamat). Anugerah (krik) di sini bukan hanya materi tetapi hak-hak yang inmateri juga termasuk di dalamnya, kerena masyarakakat Sumbawa memandang kebahagiaan tidak hanya datang dari materi, tetapi ketenangan jiwa yang juga bagian terbesar dari anugerah Tuhan tersebut, pangkat/ jabatan dan kehormatan juga disebut memperoleh anugerah.9 Sedangkan Sanapiah S Faisal, “Budaya Kerja Masyarakat Pertani Sumbawa; Kajian Strukturasionistik: Kasus Petani Sumbawa”, dalam Disertasi, (Surabaya: Pascasarjana Universitas Airlangga, 1999), 194. 9 Ibid., 195. 8
Muchsin, Hukum Islam Dalam Perspektif dan Prospektif, (Surabata: Al Ikhlas, 2003), 4143. 7 Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, (Universitas Yarsi Jakarta, 1999), 21. 6
Khairy Juanda & Lahmuddin Zuhri
103
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
keselamatan atau Salamat menunjuk pada nilai kebarokahan dari anugerah. Gabungan krik dan slamat inilah yang dalam budaya masyarakat Sumbawa kondisi yang cita-citakan. Nilai lokal dalam masyarakat Sumbawa merupakan cerminan dari Nilai Ilahi (ALLAH SWT) yang tercermin dalam pandangan hidup, adat dan budaya masyarakat Sumbawa. Wajar jika dalam diserasi Stefanus merekomendasikan agar negara berkewajiban melindungi nilai adat dan budaya yang hidup dalam masyarakat (nilai lokal)10 karena kekhasan dan daya guna dari nilai lokal tersebut. Begitu juga dengan nilai lokal (urf ’) masyarakat sumbawa, sehingga transformasi nilai Krik Salamat (Islam dalam budaya sumbawa) dalam perundang-undangan nasional termasuk didalamnya dalam pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Sumbawa adalah sesuatu yang patut direnungkan dan dikaji mengingat masyarakat Sumbawa yang notabenenya adalah masyarakat Islam yang tercermin dari falsafat tau samawa, “adat barenti ko sara, sara barenti ko kitabullah”. Hal ini merupakan hasil interaksi antara para ulama dengan elite politik atau penguasa saat itu jaman kesultanan,
kemudian membangun budaya dan hukum masyarakat Sumbawa yang bersumber dari hukum Islam. Agama Islam sebagai keyakinan seluruh masyarakat Sumbawa, hal ini tersurat maupun tersirat, banyak asas-asas Hukum Islam yang terserap dalam seluruh sendi kehidupan masyarakat Sumbawa pada jaman kesultanan. Tertib sosial tau samawa terjadi karena penerapan nilai dan hukum islam pada jaman itu, yang kemudian menghantarkan peradaban Sumbawa dalam peradaban Senap Semu Nyaman Nyawe.11 Nilai dan hukum islam telah teruji dapat menghantarkan Tau ke Tana samawa menuju keadaban yang tinggi, ini adalah suatu kenyataan yang akan memberikan prospek ke depan lebih baik, di mana Hukum Islam akan menjadi inspirasi utama dalam pembangunan Hukum Nasional termasuk juga hukum di daerah dalam bentuk Peraturan Daerah mengakomodir nilai Islam, dalam hal ini nilai kerik salamat masyarakat sumbawa, karena Islam, merupakan wujud dari aktualitas dinamika masyarakat Sumbawa. Kedepan, tentu saja 11
Stefanus Laksan Utomo, Budaya Hukum Masyarakat Samin, (Bandung: PT. Alumni, 2013), 3. 10
104
Lahmuddin Zuhri, “Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Atas SDA di Kabupaten Sumbawa”. Jurnal Hukum Prasada. (Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Marwadewa. Vol 3. No.1. Th. 2015), 1-21.
Kritik Salamat: Maqosid Al-Syariah dalam Nilai Lokal (Urf’)...
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
memerlukan perhatian yang lebih serius lagi dari semua pihak, baik itu masyarakat, akademisi, Pemerintah Daerah, DPRD untuk menggali nilai kerik salamat (Islam dalam Budaya Sumbawa) yang relevan dan kontekstual dengan masyarakat, untuk ditransformasikan menjadi peraturan perundang-undangan (peraturan daerah) dalam tata hukum negara Republik Indonesia. Model transformasi Krik Salamat ini dapat dijadikan rujukan metodologi dalam formulasi hukum nasional, Cik Hasan Bisri pengembangan Hukum Islam bisa ditempuh dengan sembilan dimensi: dimensi syariah (sumber hukum); dimensi ilmu (sesuai dengan standar ilmiah); dimensi fiqih (produk penalaran); dimensi fakta (putusan ulama); dimensi nizham (tatanan atau sistem hukum); dimensi qanun (perundang-undangan); dimensi idarah (proses administrasi pemerintahan); dimensi qadha (putusan pengadilan); dan dimensi Adat.12 12
Hazairin mengembangkan peneltian Sayuthi Thalib, tentang “hubungan hukum adat dengan hukum islam”. Menurut teori ini, bagi umat Islam, yang berlaku adalah hukum Islam, hukum adat baru dinyatakan berlaku bila tidak bertentangan dengan agama Islam atau hukum Islam. Bagi orang Islam berlaku hukum Islam; Hal tersebut sesuai dengan keyakinan dan cita-cita hukum, cita-cita batin dan moralnya; Hukum adat berlaku bagi orang Islam kalau tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam. Lihat Dedi Supriadi, Sejarah Hukum
Dalam konteks lokal Sumbawa, metode transformasi nilai kedalam hukum positif, yakni nilai kerik salamat masyarakat Sumbawa dapat dijadikan sebagai hukum positif dalam konteks kekinian, dengan landasan teori: Pertama, teori hukum jiwa bangsa yaitu hukum lahir dan berkembang dalam budaya Sumbawa, Kedua teori Maqosid alSyariah, tujuan dari syariah/hukum Islam, hal ini sudah kami buktikan kemanfaatan kerik salamat sebagai sarana penyelesaian konflik sosial dengan mekanisme musyawarah, termasuk dalam bingkai Maqosid alSyariah (tujuan dari hukum Islam). C. Kajian Sosial Empiris dan
Filosofis Penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian Sosial empiris atau lazim disebut Penelitian Socio Research yaitu penelitian yang dilakukan untuk menelaah nilai dan kaidah yang ada dalam masyarakat sebagai suatu kekuatan sosial yang empiris. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosio kultural, dilatar belakangi oleh pemikiran, bahwa penghargaan, kebahagiaan, pola pikir dan prilaku masyarakat tidak terlepas dari nilai yang diyakini oleh masyarakat. Krik Salamat merupakan Urf ’ nilai lokal Islam di Kawasan Jasirah Arab sampai Indonesia, (Bandung: Pustaka, 2010), 165.
Khairy Juanda & Lahmuddin Zuhri
105
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
Sumbawa, sehingga pengamatan adalah penting kepentingan untuk keperluan data dan analisis data.13 Pengamatan terkait dengan pola kehidupan masyarakat sumbawa dalam pola prilaku masyarakat sumbawa. Kemudian Analisa dan interpretasi dalam penelitian ini, berupa serangkaian proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar, sesuai sumber, fungsi dan klasifikasi, menjadi suatu uraian atau prase, guna menemukan ide atau tema yang dapat dijadikan hipotesis.14 Kemudian dalam melakukan interpretasi data guna menemukan pola hubungan dari ide atau praseprase yang ada, dalam bentuk pola prilaku dan nilai, kemudian disaji uraian-uraian diskriftif kualitatif.15 Pada tahapan formulasi nilai penulis akan membuktikan bahwa niali lokal masyarakat sumbawa layak untuk ditransformasikan menjadi hukum yang dicita-citakan oleh masyarakat Sumbawa, dengan tiga faktor pembuktian:
Sugioyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Cet.7, (Bandung: Alfa Beta, 2012), 54. 14 L. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rasdakarya, 2000), 103, Lihat juga Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi III, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), 104. . Ibid., 103. 13
106
Landasanfilosofis,substansinormatif nilai-nilai lokal dalam masyarakat dan budaya Sumbawa melahirkan sikap epistemologi yang mempunyai sumbangan besar bagi terbentuknya pandangan hidup, cita moral dan cita hukum dalam kehidupan sosio kultural masyarakat Sumbawa. Proses ini berjalan sesuai dengan tingkat pemahaman keagamaan masyarakat Sumbawa sehingga memantulkan korelasi antara nilai lokal dan realitas sosial masyarakat Sumbawa, yang pada akhinyamelahirkannormafundamental bagi masyarakat Sumbawa. Landasan sosiologis, sejarah masyarakatSumbawayangmelihatagama memiliki satuan yang utuh dan bulat dengan agama Islam, ini menunjukkan bahwa cita dan kesadaran hukum dalam kaitannya dengan kehidupan keislaman memiliki tingkat aktualitas yang berkesinambungan seperti adanya hukum masjid yang mengedepankan musakara (musyawarah) dan tokal barema (duduk bersama) serta memohon petunjuk kepada orang yang dituakan dan dihormati karena memiliki pemahaman yang mendalam tentang agama dan keilmuan yang lain, hal ini akhirnya terkristalisasi menjadi suatu tradisi. Akibatnya, saat ini, dimensi lain pengaruh epistemologi keislaman menyebar sampai aspek kehidupan sehingga tingkat religiusitas, karabat (kekeluaragan) dan saling satinggi (saling
Kritik Salamat: Maqosid Al-Syariah dalam Nilai Lokal (Urf’)...
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
memuliakan) yang kuat dipertahankan secara berkesinambungan. Landasan yuridis, dalam Pancasila, sila pertama yang mengatur tentang nilai-nilai keTuhanan, hal ini selaras dengan nilai lokal adalah manifestasi dari nilai Islam dalam wajah budaya dan adat Sumbawa. Kemudian dalam Undang-undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun1945yangmenujukkan bahwa nilai-nilai lokal, nilai-nilai agama dan keyakinan dilindungi dan diakui keberadaannya. Memperhatikan ketiga faktor, di atas, pada dasarnya krik salamat masyarakat sumbawa dapat dijadikan lasan filosofis dan nilai sebagai sumber hukum yang mengatur pola prilaku masyarakat Sumbawa, sehingga untuk memberikan kekuatan hukum dan perlindungan terhadap nilainilai krik salamat sebagai sarana perlindungan hak masyarakat sumbawa terhadap nilai yang mereka yakini dalam sebuah peraturan perundang undang-undangan dalam bentuk Peraturan Daerah. D. Krik Salamat (urf ’) Nilai dan Pandangan Hidup Masyarakat Sumbawa Bertolak dari Teori Maqasid al-Syari’ah budaya Sumbawa dengan nilai Krik Slamat yang bertujuan menjaga eksistensi
komunitas, eksistensi kelestarian alam, yang kesemua itu adalah untuk kemanfaatan bersama, guna mendapat keberkahan dan bermanfaat bagi kebutuhan hidup masyarakat Sumbawa. Budaya dan agama dalam masyarakat Sumbawa memiliki makna yang sangat penting, yang oleh masyarakat Sumbawa digunakan sebagai pedoman hidup, dalam kontek adat dan budaya (’urf) juga merupakan sebagai salah satu sumber hukum masyarakat Sumbawa, dan hukum islam adalah Sumber utama, ‘urf 16 yang bersumber pada adat dan kebiasaan masyarakat sumbawa, ini mempunyai peran signifikan dalam proses penciptaan hukum, yang menurut pendapat para ahli hukum Islam dalam melihat ’urf (adat) sebagai sumber hukum, baik Maliki, Hanafi maupun Hambali, kemudian pada periode berikutnya para ahli hukum Islam memformulasikan adat dapat dijadikan sumber hukum dengan prasyarat adat tersebut tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Sunah, dengan syarat:17 a. Adat tersebut harus secara umun dipraktikkan oleh masyarakat
Rerno Lukito, Hukum Sakral dan Sekuler; Studi tentang Konflik dan Resolusi dalam sistem hukum Indonesia, (Tanggerang: Pustaka Alfabeta, 2008), 85. 17 Ibid., 86. 16
Khairy Juanda & Lahmuddin Zuhri
107
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
atau sebagian tertentu dari masyarakat. b. Adat harus menjadi kebiasaan pada saat ditetapkan sebagai rujukan hukum. c. Adat batal tatkala bertentangan dengan sumber utama hukum islam (Al-Qur’an dan Al-hadis). d. Jika terjadi perselisiahan, adat akan diterima sebagai sumber hukum jika tidak ada pihak yang menolak adat tersebut. Masyarakat Sumbawa dengan nilai kearifan lokal ”Krik Slamat, Tau ke Tana Samawa”,18 memadukan nilai budaya (adat) dengan hukum Islam dalam makna ada pertalian yang utuh antara adat Sumbawa dengan hukum Islam, sehingga kedua sistem hukum itu telah lama berlangsung dalam masyarakat dan budaya Sumbawa, dalam pernyataan resmi Lambaga Adat Tama Samawa (LATS)19 Adat tau samawa (masyarakat Sumbawa) adalah Adat barenti ko Krik Slamat, Tau ke Tana Samawa”, yaitu kebailan dan keberkan bagi masyarakat dan alam sumbawa, yang merupakan kristalisasi nilai Islam dalam budaya sumbawa, untuk mewajibkan manusia memelihara dan memulnya alam sebagai ciptaan Allah SWT. 19 LATS (Lambaga Adat Tama Samawa) merukan kelembagaan adat komunitas Sumbawa, yang tersruktuktur dari 2 kabupaten yang merupakan etnik samawa (sumbawa) yaitu kabupatan Sumbawa Barat dan Kabupaten Sumbawa. Tersruktur dari Kabupaten (induk lembaga adat) sampai pada tingkat kecamatan dan desa. 18”
108
syara’ syara’ barenti ko Kitabullah, ini mengandung makna bahwa masyarakat Sumbawa, memelihara (memegang teguh) agama, maka secara otomatis juga memelihara (memengang teguh) adat, begitu pula sebaliknya, memilihara agama mengandung arti memlihara alam dan seisinya, dalam kontek keislaman bahwa manusia di takdirkan untuk menjadi khalifah, yang berkewajiban mengelola dan memakmurkan bumi (alam semastar) secara bertangung jawab. Setiap kegiatan dan aktivitas tau samawa (masyarakat/orang Sumbawa) atau siapapun yang berada pada tana samawa (wilayah Sumbawa) harus dilaksanakan dengan mengedepankan adatistiadat dan nilai agama tau samawa (agama Islam). Hukum Islam dengan hukum adat dan budaya Sumbawa tidak dapat dipisahkan, hal ini hampir sama dengan yang terdapat pada masyarakat Minangkabau, sehingga budaya atau adat oleh peneliti dijadikan teori maqasid al-syari’ah sebagai alat analisa terhadap talitemali antara adat dengan hukum Islam, karena adat dapat menjadi salah satu sumber di dalam hukum Islam, adat juga dapat dijadikan metode dalam penetapan hukum Islam.20 Urf/adat dapat dijadikan sumber hukum, hal ini berbangun dari perpaduan 20
Kritik Salamat: Maqosid Al-Syariah dalam Nilai Lokal (Urf’)...
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
Tradisi masyarakat Sumbawa dalam buntuk budaya dan hukum adat dalam bahasan kajian Islam disebut dengan ‘Urf haruslah yang sesuai dengan kaidah: dengan kaidah adat tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam (Al-Qur’an dan Hadits) dalam nilai lokal masyarakat Sumbawa yang meyakini adanya pertalian yang erat dan utuh antara budaya Sumbawa dengan agama Islam, misalnya budaya dan adat Sumbawa yang memuliakan: dalam lingkungan sosial masyarakat sumbawa selalu menjunjung tinggi semangat persaudaraan dan kekeluargaan, karena kebersanaan dan saling tolong menolong akan membuat masyarakat sumbawa aksis dalam aksisrensi diri (individu) dan eksistensi adat (sosial masyarakat), dalam bidang okologi masyarakat sumbawa selalu memuliakan lingkungan (tanah),karena yang dalam setiap aktivitas sehari-hari mereka selalu berintaraksi dengan tanah, karena tanah adalah aset dan sarana memenuhi kebutuhan mereka, baik untuk bertani maupun sarana tempat melepas (memelihara) ternak, untuk pemeliharaan lingkungan (tanah/ekologi) manjadi yang memberi pola dan warna dalam nilai krik slamat masyarakat Sumbawa, terlihat adanya pertalian yang erat antara adat/budaya dangan agama Islam dalam kehidupan masyarakat Sumbawa, termasuk dalam pola pentelesaian konflik pengelolaan Lar.
hal yang sangat penting bagi masyarakat Sumbawa. Kesemua itu tujuananya adalah mengharap perkenaan atau ridho Allah SWT. Pentingnya permeliharaan lingkungan ditinjau berdasarkan instrumen maqasid al-syariah yaitu jaminan perlindungan terhadap lingkungan hidup atau yang disebut oleh Ali Yafie dengan istilah hifdzu al-bi’ah.21 Hifdzu al-bi’ah adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Islam mengajarkan bahwa manusia dan alam adalah sama-sama makhluk ciptaan Allah SWT, dalam kebersamaan sebagai makhluk ciptaan Allah SWT, maka manusia dan alam akan tunduk pada hukumhukum Allah SWT, sehingga hubungan manusia dan alam adalah relasi yang sama dan setingkat yaitu hubungan selaras, bukan penakluk dengan yang ditaklukkannya.22 Hal ini berbeda dengan perspektif barat yang memandang alam adalah objek yang diekploitasi untuk kepentingan manusia. Nilai krik salamat masyarakat sumbawa sbagai cerminan nilai Islam selalu menempatkan ridho Allah SWT sebagau jujuan dari setiap aktivitas mereka, sehingga penguatan nilai Ali Yafie, Merintis Fikih Lingkungan Hidup, ( Jakarta: UFUK Press, 2006), 223. 22 M. Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an: Fungsi dan Peranan Wahyu Bermasyarakat. (Bandung: Mizan, 2013), 461. 21
Khairy Juanda & Lahmuddin Zuhri
109
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
lokal (Urf ’) krik salamat menjadi penting untuk di tranformasi dalam sistem nilai dan hukum formal. E. Penutup
Krik salamat sebagai niali lokal (urf’) masyarakat sumbawa layak untuk ditransformasikan menjadi hukum yang dicita-citakan oleh masyarakat Sumbawa, dengan pembuktian Landasan filosofis, substansi normatif nilai-nilai lokal dalam masyarakat dan budaya Sumbawa melahirkan sikap epistemologi yang mempunyai sumbangan besar bagi terbentuknya pandangan hidup yang pada akhinya melahirkan norma fundamental bagi masyarakat Sumbawa. Landasan sosiologis, masyarakat Sumbawa yang melihat budaya (urf’) memiliki satuan yang utuh Islam, ini menunjukkan bahwa cita dan kesadaran religiusitas, karabat (kekeluaragan), pemuliaan alam (ekologi) yang kuat untuk dipertahankan secara berkesinambungan. Landasan yuridis, dalam Pancasila, nilai-nilai
keTuhanan, hal ini selaras dengan nilai lokal adalah manifestasi dari nilai Islam dalam wajah budaya dan adat Sumbawa. Memperhatikan ketiga faktor, di atas, pada dasarnya krik salamat masyarakat sumbawa dapat dijadikan lasan filosofis dan nilai sebagai sumber hukum yang mengatur pola prilaku masyarakat Sumbawa, sehingga untuk memberikan kekuatan hukum dan perlindungan terhadap nilainilai krik salamat sebagai sarana perlindungan hak masyarakat sumbawa terhadap nilai yang mereka yakini dalam sebuah peraturan perundang undang-undangan. Masyarakat Sumbawa dengan nilai kearifan lokal ”Krik Slamat, Tau ke Tana Samawa”,23 memadukan nilai budaya (adat) dengan hukum Islam dalam makna ada pertalian yang utuh antara adat Sumbawa dengan hukum Islam, sehingga kedua sistem hukum itu telah lama berlangsung dalam masyarakat dan budaya Sumbawa.
Krik Slamat, Tau ke Tana Samawa”, yaitu kebailan dan keberkan bagi masyarakat dan alam sumbawa, yang merupakan kristalisasi nilai Islam dalam budaya sumbawa, untuk mewajibkan manusia memelihara dan memulnya alam sebagai ciptaan Allah SWT. 23”
110
Kritik Salamat: Maqosid Al-Syariah dalam Nilai Lokal (Urf’)...
Komunike, Volume viii, No. 1, Juni 2016
Daftar Pustaka Faisal, S,. Sanapiah, “Budaya Kerja Masyarakat Pertani Sumbawa; Kajian Strukturasionistik: Kasus Petani Sumbawa”, (Surabaya: Disertasi Pascasarjana Universitas Airlangga, 1999)
Muhajir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi III, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998)
Ichjanto, Deimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, ( Jakarta: Gema Insani Press, 19960)
Sugioyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Cet.7, (Bandung: Alfa Beta, 2012)
Ka’bah, Rifyal, Hukum Islam di Indonesia, ( Jakarta: Universitas Yarsi, 1999) Laksan, Utomo, Stefanus, Budaya Hukum Masyarakat Samin, (Bandung: PT. Alumni, 2013) Lukito, Rerno, Hukum Sakral dan Sekuler; Studi tentang Konflik dan Resolusi dalam sistem hukum Indonesia, (Tanggerang: Pustaka Alfabeta, 2008) Moleong, L. J., Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rasdakarya, 2000) Muchsin, Hukum Islam Dalam Perspektif dan Prospektif, (Surabata: Al Ikhlas, 2003)
Shihab, Quraish, M., Membumikan Al Qur’an: Fungsi dan Peranan Wahyu Bermasyarakat. (Bandung: Mizan, 2013)
Supriadi, Dedi, Sejarah Hukum Islam di Kawasan Jasirah Arab sampai Indonesia, (Bandung: Pustaka, 2010) Supriadi, Dedi, Sejarah Hukum Islam di Kawasan Jasirah Arab sampai Indonesia, (Bandung: Pustaka, 2010) Yafie, Ali, Merintis Fikih Lingkungan Hidup, ( Jakarta: UFUK Press, 2006) Zuhri, Lahmuddin, “Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Atas SDA di Kabupaten Sumbawa”. Jurnal Hukum Prasada. (Program Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Marwadewa. Vol 3. No.1. Th. 2015)
Khairy Juanda & Lahmuddin Zuhri
111