Kreativitas Sebagai Sebuah Proses Sosial dalam Lingkungan Pekerja Mode Efendi Tobing, Ezra Mahresi Choesin Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, Jawa Barat 16424, Indonesia Departemen Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, Jawa Barat 16424, Indonesia
[email protected]
Abstrak Skripsi ini mengurai secara mendalam eksistensi kreativitas, dalam konteks mode, yang menjelma dalam sebuah proses interaksi sosial, baik di antara perancang busana maupun pekerja-pekerja butik. Perwujudan kreativitas tidak hanya direpresentasikan dalam sebuah kreasi atau produk mode semata tetapi diwujudkan pula dalam serangkaian proses yang melibatkan interaksi-interaksi sosial. Secara utuh, berjalan dan dinamisnya proses sosial tidak dapat terlepas dari keberadaan struktur sosial lingkungan pekerja mode. Rutinitas yang terus berjalan semakin mempertegas kemapanan struktur sosial pekerja mode. Keberadaan tampilan ruang fisik dalam lingkungan kerja memberikan pengaruh yang signifikan pula terhadap produktivitas para pekerja mode, baik dalam menjalani rutinitas maupun dalam berinteraksi sosial.
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
Rutinitas yang dijalani oleh pekerja mode nyatanya tidak selalu berjalan sesuai dengan prosedur yang telah ada. Hal tersebut disebabkan oleh adanya ‘pelanggaran/pertikaian’ baik di antara perancang busana dengan pekerja butik, sesama pekerja butik, maupun dengan klien. Dalam hal ini, ‘pelanggaran/pertikaian’ yang tengah terjadi, baik dalam diskusi maupun konflik antarpersonal, memunculkan beberapa simbol guna menyelesaikan ‘benturan/pelanggaran’ tersebut. Berbagai benturan yang dialami setiap pekerja mode dan simbol-simbol yang mereka gunakan sebagai bentuk penyelesaian memperlihatkan bahwa proses kreativitas dapat berlangsung dalam kondisi demikian. Oleh karena itu, saya menggunakan metode pengamatan terlibat dan wawancara mendalam terhadap serangkaian proses sosial dalam memahami eksistensi kreativitas.
Abstract This thesis explains the existence of creativity, in the context of fashion, which is transformed into a process of social interaction, both designers and workers of boutiques. The embodiment of creativity is not only represented in a fashion creations itself but also embodied in a series of processes which involving social interactions among workers. As a whole, running and dynamic social proccesses can not be separated from the social structure of surroundings fashion workers. The routines are held continuously emphasized the establishment of social structure of workers. The existence of view of physical space in the surrounding of workers indirectly has a significant influences of the productivity of workers, both routiens and in social interaction. However, the routines that is undertaken by workers, in fact, does not always work according to existing
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
procedures. This is caused by the presence of ‘violations/disputes’, both among fashion designers, workers, and clients. In this case, ‘violatons/disputes’ which is happening, either in discussion or interpersonal conflict,, raises some symbols for completing ‘clash/symbols’. Various offenses which is experienced by each worker and the symbols that they use as a form of completion shows that the crative process can take place in such conditions. Therefore, I use the method of participant observation and indepth interviews to series of social processes in understanding the existence of creativity.
Keywords: Clash; Social Interaction; Liminoid; Social Drama
Pendahuluan Latar Belakang Masalah Fesyen telah menjadi sebuah kebutuhan individu
maupun
kelompok
dalam
merepresentasikan identitas diri maupun kelas sosial. Bagi antropolog Amerika Serikat, Hansen (2004:372), pakaian (dress) yang merepresentasikan penjelmaan
fesyen
ternyata
secara
jelas
memperlihatkan bahwa fesyen telah menjadi sebuah
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
ruang dalam mempertemukan benturan nilai-nilai di antara kelas-kelas sosial, gender, dan antar generasi. Kreativitas diterjemahkan oleh mode dengan beragam interpretasi dari berbagai pihak, baik dalam aktivitas bisnis, kelas sosial, gaya hidup sehari-hari sehingga mode sendiri tidak memiliki batasan yang selalu bertumpang tindih (Arnold 2009:34). Produk fesyen dari seorang perancang busana yang memiliki karakteristik yang unik, memiliki kualitas dan nilai jual yang tinggi, serta mampu
mensejahterakan
kehidupan
sosial
masyarakat mencerminkan bahwa kreativitas fesyen tidak
hanya
berbicara
bagaimana
pengakuan
tersebut di terima dari lingkungan sosial yang lebih makro tetapi juga dari tim yang turut andil dalam menyukseskan produk fesyen sang perancang busana. Saya berasumsi bahwa tim di balik kesuksesan produk fesyen seorang perancang busana tentunya memiliki kerjasama dan kinerja yang sangat baik di samping dari kualitas keahlian
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
dan pengalaman yang mereka miliki. Saya berupaya menelusuri secara mendalam bagaimana proses kreativitas yang tengah berjalan di antara perancang busana dan para pekerjanya melalui interaksiinteraksi sosial yang dijalani. Rumusan Masalah Saya menyadari bahwa kreativitas seorang fashion designer dalam menghasilkan beragam produk fesyen bukanlah semata-mata didasarkan atas keahlian dan pengalamannya. Oleh karena itu, saya menelusuri lebih mendalam bagaimana proses kreativitas yang terbentuk dan berjalan antara para pekerja fesyen (fashion professionals) dengan seorang fashion designer. Dalam hal ini, saya mengangkat sebuah kasus mengenai keterlibatan para pekerja fesyen dalam membentuk proses kreativitas tersebut tetap berlangsung di dalam sebuah butik fashion designer (Lenny Agustin). Hal yang menarik untuk dikaji lebih mendalam adalah ketika proses kreativitas yang terbentuk dan bekerja
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
tidak lahir dari hubungan-hubungan profesional tetapi terbentuk dari problematika hubunganhubungan personal di antara para pekerja butik. Oleh karena itu, saya mengangkat dua pertanyaan untuk meneliti lebih lanjut mengenai hal ini: 1.Bagaimana perancang busana dan pekerja butik memahami definisi kreativitas itu sendiri? 2.Konteks lingkungan kerja yang seperti apa yang
mendukung
berjalannya
proses
kreativitas? Tujuan Penelitian Penelitian pemahaman
secara
ini
bertujuan
mendalam
memberikan
tentang
proses
kreativitas berjalan dan berlangsung dalam sebuah kebudayaan dunia kerja antara kelompok pekerja dengan seorang perancang busana.
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
Tinjauan Teoritis Liminoid, Work, dan Leisure Keadaan liminoid merupakan perpanjangan konsep dari keadaan liminality yang ditawarkan oleh Victor Turner dalam memahami aktivitas masyarakat
industri
seperti
pada
masyarakat
perkotaan pada umumnya. Agak berbeda dengan keadaan liminality, liminoid merupakan sebuah keadaan ketika konsep work dan leisure saling berinteraksi dan mengaburkan makna keduanya meskipun keduanya secara jelas dipisahkan oleh masyarakat perkotaan pada hakikatnya. Konsep work pada masyarakat industri lebih menekankan pada perjuangan mencapai sebuah status dan jabatan, kekuasaan, dan penghargaan. Berbeda dengan konsep work, Turner memandang bahwa konsep
leisure
keadaan ketika
merupakan
non-work,
sebuah
kebutuhan-kebutuhan personal
individu maupun kelompok dimunculkan seperti makan, tidur, bercengkrama dengan keluarga, dan
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
berhubungan sosial dengan rekan kerja. Keadaan liminoid biasanya terjadi ketika individu atau masyarakat menjalani sebuah rutinitas “pekerjaan” yang pada hakikatnya pekerjaan tersebut merupakan suatu aktivitas yang berada dalam ranah free-time. Kondisi
liminoid
sangat
berpotensi
dalam
memunculkan kreativitas dan membentuk proses kreativitas tetap berjalan. Social Drama Social drama merupakan sebuah konsep “di bawah permukaan” dalam sebuah struktur sosial yang ditawarkan oleh Victor Turner. Baginya, struktur sosial tidak selamanya berada dalam kondisi harmonis dan seimbang (equilibrium). Ia meyakini bahwa struktur sosial di dalamnya akan selalu mengalami kontradiksi di antara oposisioposisi kepentingan dan menciptakan sebuah konflik (Turner 1982:76). Perwujudan sebuah social drama terjadi ketika konflik hubungan antar anggota dari sebuah kelompok sosial tercipta. Bagi
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
Turner,
ada
empat
tahap
penting
dalam
mewujudkan sebuah social drama: breach, crisis, redress, dan reintegration/recognition of schism (Turner 1982:69). Kebudayaan, Sistem Sosial, dan Sistem Budaya Geertz
memperlihatkan
simbol
dalam
konteks kebudayaan yang mengacu pada konteks pemaknaan (fabrics of meaning) dalam sebuah dimensi religi. Geertz menegaskan bahwa setiap praktik sosial atau interaksi sosial yang dijalani oleh masyarakat selalu mengacu pada jaringan makna yang termuat dalam simbol-simbol. Berbicara mengenai
pola-pola
budaya,
sebagai
sumber
informasi, ia dianggap sebagai sebuah ‘model’ (Geertz 1973:93). Ia berisikan sekumpulan simbolsimbol yang menghubungkan/membentuk relasi dengan ‘model’ lainnya melalui penyamaan atau peniruan. Model ini terdiri dari dua bentuk, yaitu: model of dan model for. Sistem sosial dan sistem
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
budaya pada nyatanya merupakan dua sistem yang memiliki pemahaman berbeda dan terpisah. Geertz memandang bahwa sistem budaya sebagai logicomeaningful integration dan sistem sosial sebagai causal-functional integration (Geertz 1973:145). Sebagai
logico
meaningful-integration,
Geertz
memahami bahwa interaksi sosial yang terjadi di antara para individu merepresentasikan kehadiran makna dalam bagaimana mereka memahami dan memandang dunia mereka. Berbeda dengan sistem budaya, sistem sosial sebagai causal-functional integration memperlihatkan bahwa sistem sosial tidak bisa lepas dari fungsi dan peranan setiap individu yang terjalin dalam sebuah jaringan hubungan sosial. 1.6. Metode Penelitian Penelitian saya diarahkan pada metode penelitian
kualitatif
etnografis
yaitu
metode
penelitian pengamatan terlibat atau participant
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
observation. Menurut Kawulich (2005), metode penelitian pengamatan terlibat merupakan sebuah pengamatan yang menuntut adanya sebuah proses dalam memampukan peneliti untuk memahami lebih jauh mengenai beragam aktivitas yang dilakukan oleh informan dalam kondisi alamiah melalui pengamatan (observation) dan terlibat (participating). Pembahasan Perwujudan Kreativitas dalam Konteks Proses Interaksi di antara Pekerja Butik Sebagai item sosial, Ibu Lenny berkontribusi dalam memantapkan struktur sosial pekerja butik melalui penyerahan secara penuh solusi atau pencegahan masalah apapun kepada para pekerja butik (Radcliffe Brown 1940:10). Artinya bahwa Ibu Lenny memberikan ruang bagi munculnya potensi-potensi kreativitas para pekerja butik dalam menghadapi dan menyelesaikan suatu masalah. Selain itu, saya mengamati pula bahwa respon
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
Mbak Aida terhadap karakter mode Ibu Lenny mencerminkan bentuk ketidakpuasan Mbak Aida Kondisi emosional yang agak bertentangan dengan karakter
mode
ibu
Lenny
Agustin
tersebut
membuahkan kesulitannya untuk mengambil sebuah keputusan. Di satu sisi, Mbak Aida, secara personal, merasa cukup bimbang dengan karakter fesyen Ibu Lenny yang memang cenderung lebih menyukai warna-warna
yang
colorful
dan
‘saling
bertabrakan’. Akan tetapi, di sisi lain, Mbak Aida tidak cukup mudah untuk mengganti karakter fesyen Ibu Lenny secara keseluruhan sesuai keinginannya karena pada esensinya Mbak Aida harus tetap mempertahankan karakter mode Ibu Lenny. Kondisi tersebut, baginya, dialami secara berulang-ulang dan ia berusaha memodifikasi sedemikian rupa dalam rangka memperlihatkan karakter mode Ibu Lenny dalam sebuah ‘kemasan’ lain.
Sebuah
‘kemasan’
lain
yang
ingin
dihasilkannya tersebut merepresentasikan breach terhadap karakteristik mode Lenny Agustin. Kesan
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
‘simpel’ sebagai cerminan dari breach memiliki potensi crisis di antara keduanya. Ia tetap memperlihatkan bahwa karakter mode Ibu Lenny memiliki prosedur tersendiri bahwa ibu Lenny tidak menginginkan
terlalu
banyak
motif
pada
pakaiannya. Meskipun Ibu Lenny tetap bersikukuh dengan karakter modenya, kondisi demikian tidak menimbulkan crisis yang berkepanjangan dan menyulut konflik antarpersonal. Hal ini tidak lepas dari diskusi yang dilakukan sebagai redress mechanism dalam menyepakati desain sebuah atau beberapa kreasi mode. Keberlangsungan Proses Kondisi ‘Pertikaian’
Kreativitas
dalam
Keinginan Mbak Aida untuk ‘melanggar’ kesan kebaya encim, yang dianggap kuno dan kurang
diminati
masyarakat
Indonesia,
pada
akhirnya ‘disepakati’ oleh Ibu Lenny. Akan tetapi, kesepakatan tersebut tidak lepas dari adanya pertentangan dari Ibu Lenny agar model kebaya
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
encim
yang
akan
dibuat
tersebut
justru
mengharuskan berkarakter mode khas Ibu Lenny. Proses kreativitas berlangsung pula ketika ia diberikan kesempatan secara penuh oleh Ibu Lenny untuk
menuangkan
ide-ide
kreatifnya
dalam
pencarian bahan pakaian hingga warna yang cocok untuk dipakai. Secara intrinsik, kebaya encim yang dimodifikasi memberikan sebuah pemaknaan baru dari simbol kebaya encim sebelumnya yang menyiratkan kesan kuno. Modifikasi yang ia lakukan bersama Ibu Lenny memberikan kesan bahwa kebaya encim dapat dinikmati dalam konsep baru yaitu memberi kesan ‘muda’ bagi kliennya. Selain itu, kebaya encim yang ia modifikasi juga memberikan informasi tersirat bahwa modifikasi yang ia lakukan tidak lepas dari teknik color blocking yang ia pelajari selama mengenyam di dunia pendidikan mode seperti yang telah saya singgung sebelumnya. ‘Pertikaian’ dalam Suasana Penuh Konflik
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
Pada awalnya, Mas Fakhri dan Mbak Aida telah melakukan diskusi dan negosiasi untuk menentukan ukuran pola lengan baju klien. Selama berdiskusi, Mbak Aida lebih menyukai pola lengan baju dengan ukuran 42 tetapi Mas Fakhri tetap bersikeras menggunakan ukuran 38 untuk pola lengan baju tersebut. Mbak Aida dan Mas Fakhri terlibat
diskusi
yang
tidak
berujung
hanya
membicarakan masalah pola lengan baju. Bagi Mbak Aida, pola lengan baju dengan berukuran 38 akan membuat kliennya merasa kesempitan dan ia tidak ingin muncul masalah secara lebih serius dengan klien. Akan tetapi, Mas Fakhri tetap tidak ingin mengalah dan bersikeras agar pola lengan baju klien tersebut di buat dengan ukuran 38. Mbak Aida akhirnya mengalah dengan sikap Mas Fakhri yang sangat sulit untuk diajak bernegosiasi. Tidak jauh berbeda dengan kasus di atas, Mbak Aida juga menceritakan konflik personal lainnya yang dialami dengan
Mas
Fakhri.
Mas
Fakhri
bersikera
menyuruh Mbak Aida untuk memulangkan kain
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
untuk pembuatan desain pakaian karena kain tersebut memiliki bercak kotor. Akan tetapi, Mbak Aida menuturkan bahwa itu tidak menjadi persoalan karena bercak tersebut tidak mengotori seluruh kain karena kain yang dibelinya cukup
panjang dan
baginya bagian bercak tersebut bisa dipotong dan sisa kainnya tetap bisa dipakai. Mbak Aida sempat berdebat panjang dengan Mas Fakhri karena kasus tersebut tetapi pada akhirnya mbak Aida terpaksa mencari pengganti yang baru. Proses kreativitas yang terjadi di antara keduanya
tidak
memperlihatkan
adanya
kesepakatan seperti pada diskusi yang dilakukan oleh Mbak Aida dengan Ibu Lenny. Akan tetapi, sikap mengalah Mbak Aida terhadap keputusan Mas Fakhri
merepresentasikan
sebuah
bentuk
perlawanan terhadap sikap dan profesionalitas Mas Fakhri. Sikap tersebut dilakukan pula oleh beberapa pekerja butik terhadap perilaku Mas Fakhri yang selalu banyak melakukan ‘pelanggaran’, baik
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
terhadap prosedur kerja butik maupun etika dalam berkomunikasi. Dalam konteks model for, setiap pihak yang terlibat, baik perancang busana, asisten perancang busana, pembuat pola, tim penjahit, dan tim finishing
bekerja
secara
rutin
dalam
rangka
menghasilkan sebuah atau beberapa kreasi mode, baik untuk kebutuhan pagelaran mode maupun untuk klien. Rutinitas tersebut memperlihatkan pula sebuah model of bahwa rutinitas yang mereka jalani merepresentasikan seimbangnya peran dan status yang mereka jalani dalam sebuah struktur sosial lingkungan pekerja butik. Akan tetapi, kedua model tersebut jelas berbeda ketika diterapkan dalam sebuah kondisi struktur sosial yang mengalami benturan-benturan seperti ‘pertikaian’ yang telah saya jelaskan sebelumnya. Sikap yang diambil para pekerja butik dalam menghadapi ‘pertikaian’ atau ‘pelanggaran’ merepresentasikan proses kreativitas dalam konteks model for dan ‘pelanggaran’ yang dilakukan
oleh
pihak-pihak
tersebut
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
merepresentasikan kreativitas
muncul
‘pelanggaran’.
Hal
model
of
melalui ini
bahwa
proses
aktivitas-aktivitas
menandakan
bahwa
pemakaian model of dan model for dalam lingkungan kerja butik Ibu Lenny bervariasi tergantung dari situasi dan kondisi lingkungan kerja tersebut. Kesimpulan Rutinitas merepresentasikan sebuah struktur sosial bahwa setiap pekerja menjalani setiap tugasnya secara masing-masing menurut keahlian dan peran yang dimiliki. Artinya bahwa kondisi demikian memperlihatkan sebuah keteraturan atau kondisi lingkungan kerja yang ‘penuh damai’. Jika keadaan ini dijalankan secara terus menerus dan tidak ada perubahan di dalamnya, maka proses kreativitas tidak mungkin akan berjalan. Ketika struktur sosial ‘dilanggar’, baik dalam diskusi maupun dalam konflik, proses kreativitas muncul
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
ketika para pihak yang terlibat di dalamnya mulai menggunakan simbol-simbol dalam menyelesaikan ‘pelanggaran’
tersebut,
baik
secara
langsung
maupun tidak langsung. Proses kreativitas yang tengah berjalan dalam lingkungan kerja butik Ibu Lenny memperlihatkan bahwa proses kreativitas berjalan dari ‘pelanggaran-pelanggaran’ terhadap struktur sosial lingkungan kerja tersebut. Kreativitas sebagai sebuah proses sosial memperlihatkan kembali konsep liminoid yang telah ditawarkan oleh Victor Turner bahwa breach merupakan
sebuah
alasan
mendasar
bahwa
kreativitas mulai dan tengah berjalan baik di antara perancang busana maupun pekerja butik. Akan tetapi, ruang dan waktu yang telah terorganisir dalam keadaan work tersebut justru semakin renggang dan memunculkan kondisi leisure bahwa para pekerja mulai berpikir dan bertindak secara kreatif. Kreativitas tidak lagi menjadi sebuah produk fisik tetapi telah menjadi proses yang begitu dinamis.
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
Daftar Pustaka Arnold, R. (2009). Fashion: A Very Short Introduction. United States: Oxford University Inc. Geertz, C. (1973). The Interpretation of Cultures. New York: Basic Books, Inc. Hansen, K.T. (2004). The World in Dress: Anthropological Perspectives on Clothing, Fashion, and Culture, Annual Review of Anthropology, 33, 369-392 Kawulich, B.B. (2005). Participation Observation as a Data Collection Method, Forum: Qualitative Social Research Sozialforschung, 6, 1-28 Radcliffe-Brown, A.R.R. (1940). On Social Structure, The Journal of the Royal Anthropological Insititute of Great Britain and Ireland, 70, 1-12 Turner,V. (1982). From Ritual to Theatre: The Human Seriousness of Play. New York: PAJ Publications
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014
Universitas Indonesia
Kreativitas Sebagai..., Efendi Tobing, FISIP UI, 2014