ANALISIS SEKTOR POTENSIAL DAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN/KOTA (STUDI KASUS PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERIODE 2007-2012) JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Andreas Andy Permana 0710210057
JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
ANALISIS SEKTOR POTENSIAL DAN PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN/KOTA (Studi Kasus Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 2007 – 2012) Andreas Andy Permana, Drs. Abidin Lanting, MS. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email:
[email protected]
ABSTRACT National development in developing countries are generally more focused on economic development that prioritize development efforts and increased prosperity that touches all levels of society. The purpose of this study is to analyze the labor productivity of each sector to the regional economy in the province of Yogyakarta. This study uses the data in the year 2007-2012. Type of this research is descriptive quantitative data analysis methods used Location Quotient, Shift Share Analysis and Typology of The Region. Location Quotient analysis results obtained from this study indicate that the agricultural sector, mining and quarrying, manufacturing and services sector is the dominant sector in the DIY base. From the results of the analysis showed no shift share basis in all sectors of the district / city in the province of Yogyakarta has a competitive advantage or specialization. Similarly, not all of which possessed a competitive advantage and specialization is not necessarily a sector basis. Based Typology Klassen, Yogyakarta city is included in the Regional Typology Fast Forward and Fast Growing. While Bantul included in the Fast Evolving Regional Typology. Three other districts namely Kulon Progo, Gunung Kidul and Sleman included in the Typology of Relative Disadvantaged Regions.
Keywords: Potential Sector, Regional Development.
ABSTRAK Pembangunan nasional di negara-negara berkembang pada umumnya lebih terfokus pada pembangunan ekonomi yang memprioritaskan upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalis produktivitas kerja tiap sektor terhadap perekonomian daerah di Provinsi DIY. Penelitian ini menggunakan data pada tahun 2007-2012. Jenis penilitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan analisis data yang digunakan metode analisis Location Quotient, Analisis Shift Share dan Tipologi Wilayah. Hasil analisis Location Quotient yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan serta sektor jasa-jasa merupakan sektor basis yang dominan di DIY. Dari hasil analisis Shift Share menunjukkan tidak semua sektor basis di kabupaten/kota di Provinsi DIY mempunyai keunggulan kompetitif ataupun spesialisasi. Demikian sebaliknya tidak semua yang mempunya keunggulan kompetitif dan spesialisasi belum tentu sebagai sektor basis. Berdasarkan Tipologi Klassen, Kota Yogyakarta termasuk dalam Tipologi Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh. Sedangkan Kabupaten Bantul termasuk dalam Tipologi Daerah Berkembang Cepat. Tiga kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Kulon Progo, Gunung Kidul dan Sleman termasuk dalam Tipologi Daerah Relatif Tertinggal.
Kata Kunci: Sektor Potensial, Pengembangan Wilayah.
_________________________________________________________________
A. PENDAHULUAN
Pembangunan nasional di negara-negara berkembang pada umumnya lebih terfokus pada pembangunan ekonomi yang memprioritaskan upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat berkaitan erat dengan peningkatan kualitas dan standar hidup yang diukur melalui Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat daerah baik provinsi, kabupaten maupun kota. Sudah dua belas tahun Indonesia menghadapi perubahan kondisi pembangunan secara keseluruhan. Pembangunan di Indonesia sudah memasuki otonomi daerah yang dimana pengelolaan pembangunan diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Perubahan sistem pemerintahan dan pengelolaan pembangunan daerah serta terjadinya globalisasi kegiatan ekonomi tersebut tentunya akan menimbulkan perubahan yang cukup drastis dalam pengelolaan pembangunan daerah. Tidak hanya itu, masalah lain yang harus diselesaikan adalah dengan mengidentifikasi sektor ekonomi yang memiliki potensi daya saing kompetitif dan spesialisasi. Ini menjadi penting, dikarenakan potensi yang belum diketahui keunggulannya sulit dikembangkan. Namun jika sudah diketahui sektor mana saja yang memiliki potensi masing-masing, maka pemerintah bisa mengambil sikap dan kebijakan terhadap sektor-sektor tersebut dengan lebih tepat. Masalah yang dihadapi di kabupaten/kota di Provinsi DIY berhubungan dengan potensi ekonomi yaitu belum diketahui daerah masing-masing kecamatan yang digunakan untuk mendorong pengembangan pembangunan. Dengan adanya otonomi daerah, semua kabupaten/kota berjalan sendiri-sendiri membangun daerahnya. Dalam hal ini perlu diketahui daerah mana yang bisa dijadikan contoh untuk memacu pengembangan pembangunan. Masalah yang terpenting yaitu belum adanya prioritas sektor basis dalam pengembangan pembangunan. Sembilan sektor yang dimiliki oleh kabupaten/kota memiliki program dalam kegiatan ekonominya. Namun tidak semua dapat dijalankan serentak. Hal ini terkendala oleh anggaran yang dialokasikan, kemudian RPJMD dan “urgensi” program tersebut. Untuk itu prioritas penentuan sektor basis harus dilaksanakan dengan harapan pemerintah dengan kebijakannya dan keterbatasan anggarannya memprioritaskan sektor-sektor basis. Pemda harus kreatif dan inovatif untuk memanfaatkan potensi ekonomi yang ada. Karena masih banyak potensi yang dimiliki belum dimanfaatkan secara optimal. Sehingga Provinsi DIY menemukan dan mengetahui sektor-sektor yang unggul di daerahnya. Dari uraian di atas maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui potensi serta identifikasi sektor-sektor ekonomi daerah di Provinsi DIY sebagai pedoman dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di era otonomi daerah. Sehingga di dalam skripsi ini Peneliti ingin mengambil judul “Analisis Sektor Potensial Dan Pengembangan Wilayah Kabupaten/Kota (Studi Kasus Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Periode 2007-2012)”. Berdasarkan latar belakang di atas terdapat permasalahan penting yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu sektor basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi DIY, seberapa besar produktivitas kerja tiap sektor terhadap perekonomian daerah di Provinsi DIY dan bagaimana pembagian tipologi daerah di Provinsi DIY. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengidentifikasi sektor basis ekonomi apa saja yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi DIY, menganalisis produktivitas kerja tiap sektor terhadap perekonomian daerah di Provinsi DIY dan menentukan pembagian tipologi daerah di Provinsi DIY.
B. TELAAH PUSTAKA Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory) Dalam teori basis ekonomi yang menjadi salah satu faktor penentu pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad, 2002:116). Teori basis ini digolongkan ke dalam dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Sektor basis merupakan sektor yang melakukan aktifitas berorientasi ekspor keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Sektor basis memiliki peran penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah semakin maju pertumbuhan wilayah. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis menimbulkan efek ganda dalam perekonomian regional. Sedangkan sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa untuk masyarakat di dalam batas wilayah perekonomian bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasaran bersifat lokal. Inti dari teori ini adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Strategi pembangunan daerah yang muncul berdasarkan teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. Implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut. Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah digunakan analisis Location Quotient (LQ). LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional (Emilia, 2006:24). LQ menggunakan rasio total nilai PDRB di suatu daerah (kabupaten/kota) dibandingkan dengan rasio PDRB pada sektor yang sama di wilayah referensi (provinsi/nasional). Analisis Shift Share Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Tujuan analisis ini sendiri adalah untuk menentukan kinerja atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (region/nasional). Analisis ini memberikan data tentang kinerja perekonomian dalam 3 bidang yang berhubungan satu sama lain yaitu (Arsyad, 2002:139-140): a. Pertumbuhan ekonomi daerah diukur dengan cara menganalisis perubahan agregat secara sektoral dibandingkan dengan perubahan pada sektor yang sama di perekonomian yang dijadikan acuan. b. Pergeseran proporsional (proportional shift) mengukur perubahan relatif pertumbuhan atau penurunan pada daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih besar untuk dijadikan acuan. Dengan demikian dapat diketahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada industri-industri yang tumbuh lebih cepat daripada perekonomian yang dijadikan acuan. c. Pergeseran diferensial (differential shift) digunakan untuk menentukan seberapa besar daya saing industri daerah dengan perekonomian yang dijadikan acuan. Tipologi Ekonomi Regional Menurut Mangkunegara (2000:113) partisipasi kerja yaitu: “Keterlibatan emosi dan mental Menurut Leo Klassen (1965) analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi daerah pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan eonomi daerah dan pendapatan perkapita daerah (Emilia, 2006:55). Kemudian daerah yang diamati dibagi menjadi empat klasifikasi yaitu: a. Daerah cepat maju dan cepat tumbuh b. Daerah maju tapi tertekan c. Daerah berkembang cepat d. Daerah relatif tertinggal
C. METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah daerah di Provinsi DIY yaitu seluruh kabupaten dan kota. Periode waktu yang digunakan pada penelitian ini meliputi tahun 2007-2012 dengan menggunakan data series (time series). Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder. Jenis data sekunder adalah data tidak langsung yang diperoleh dari hasil data yang sudah ada atau disediakan. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah library research, yang dimana penulis melakukan penelitian keputusan dengan mengumpulkan buku-buku, jurnaljurnal, artikel-artikel ilmiah, data-data dari internet, dan lainnya yang berhubungan dengan penelitian. Metode Analisa Metode analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Location Quotient mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi dalam suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan kegiatan ekonomi sejenis pada lingkup yang lebih luas (regional atau nasional). Secara matematis rumus LQ adalah sebagai berikut:
Keterangan: Vi Vt Yi Yt
= Jumlah PDRB suatu sektor i Kabupaten/Kota = Jumlah total PDRB suatu sektor Kabupaten/Kota = Jumlah PDRB suatu sektor I Provinsi = Jumlah total PDRB suatu sektor Provinsi
Analisis Shift Share merupakan teknik dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Analisis ini membagi pertumbuhan sebagai perubahan (D) suatu variabel daerah selama waktu tertentu menjadi pengaruh-pengaruh pertumbuhan nasional (N), bauran industri (M) dan keunggulan kompetitif (C). Pengaruh pertumbuhan dari wilayah yang lebih besar disebut pangsa (share), pengaruh bauran industri disebut proporsional shift dan pengaruh keunggulan kompetitif disebut differential shift atau regional share (Soepono, 1993 dalam Agus, 2009). Menurut Prasetyo Soepomo yang dikutip dalam Akrom (2010) bentuk umum persamaan dari Analisis Shift Share dan komponennya adalah sebagai berikut:
Keterangan: I = Sektor-sektor ekonomi yang diteliti (9 Sektor) j = Variabel wilayah yang diteliti (kabupaten/kota) n = Variabel wilayah provinsi/nasional (Provinsi) Dij = Perubahan sektor i di kabupaten/kota Nij = Pertumbuhan nasional sektor i di kabupaten/kota Mij = Bauran Industri sektor i di kabupaten/kota Cij = Keunggulan kompetitif sektor i di kabupaten/kota Tipologi wilayah (Tipologi Klassen) digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi daerah pada dasarnya membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan perkapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan perkapita sebagai sumbu horizontal. Kemudian terbagilah ke dalam 4 klasifikasi atau empat kuadran (Emilia dan Amilia, 2006) yaitu:
a.
b. c. d.
Daerah cepat maju dan cepat tumbuh yang berarti memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita lebih tinggi dibanding rata-rata provinsi/nasional (dalam hal ini provinsi DIY). Daerah maju tapi tertekan yang berarti memiliki pendapatan perkapita lebih tinggi tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata provinsi. Daerah berkembang cepat yang berarti memiliki tingkat pertumbuhan tinggi tetapi tingkat pendapatan perkapita lebih rendah dibanding rata-rata provinsi. Daerah relatif tertinggal yang berarti memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita lebih rendah dibanding rata-rata provinsi.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari sembilan sektor yang ada dan 4 kabupaten serta 1 kota terdapat beberapa daerah yang mempunyai lebih dari 2 sektor basis konsisten sepanjang tahun analisis meskipun ada pula yang hanya memiliki 2 sektor basis saja. Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta merupakan daerah yang paling banyak memiliki sektor basis yaitu sebanyak 5 sektor. Sedangkan kabupaten yang memiliki sektor basis paling sedikit adalah Kabupaten Gunung Kidul yang hanya memiliki 2 sektor basis konsisten sepanjang tahun analisis yakni sektor pertanian serta sektor pertambangan. Urutan terbanyak lainnya adalah Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Bantul yang memiliki masing-masing 4 sektor basis. Di Provinsi DIY terdapat beberapa sektor basis diantaranya, sektor pertanian yang dimiliki oleh 3 kabupaten, sektor pertambangan menjadi sektor basis bagi 3 kabupaten, sektor industri pengolahan menjadi sektor basis bagi 3 kabupaten/ kota dan sektor jasajasa yang dimilki oleh 3 kabupaten/kota. Adapun satu-satunya sektor basis yang hanya dimiliki Kota Yogyakarta (kabupaten lain tidak memilikinya) yaitu sektor listrik, gas & air bersih serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Tentu ini dikarenakan sebagai ibukota provinsi, Kota Yogyakarta berkewajiban memaksimalkan keperluan listrik, gas dan air bersih serta pengangkutan dan komunikasi untuk mobilitas masyarakat. Berdasarkan hasil analisis shift share (S-S) tentang keunggulan kompetitif dan spesialisasi menurut sektor setiap kabupaten/kota di Provinsi DIY, terlihat bahwa setiap kabupaten/kota memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan spesialisasi. Ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita kabupaten/kota di Provinsi DIY bervariasi dan tentunya ditopang oleh sektor spesialis dan sektor kompetitif. Dari keunggulan kompetitif dan spesialisasi yang dimiliki masing-masing kabupaten/kota, ada yang dimiliki keduanya sekaligus. Artinya sektor tersebut memiliki kenggulan kompetitif sekaligus spesialisasi di daerah tersebut. Namun tidak semua seperti itu, hanya beberapa sektor tertentu dan daerah tertentu. Terlihat bahwa di sektor pertanian di tiga kabupaten yang ada yaitu Kulon Progo, Bantul, dan Gunung Kidul mereka mempunyai keunggulan kompetitif dan spesialisasi di sektor pertanian. Kemudian Kabupaten Gunung Kidul memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi di sektor pertambangan dan penggalian. Kabupaten Bantul memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi di sektor industri pengolahan. Kabupaten Sleman memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi disektor bangunan. Tak hanya itu Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta juga memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi di sektor perdagangan, hotel dan restoran. Kota Yogyakarta sendiri memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi di sektor pengangkutan dan komunikasi. Dan yang terakhir memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi di sektor jasa-jasa adalah Kabupaten Gunung Kidul. Untuk sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor keungan, persewaan dan jasa perusahaan selama tahun 2007-2012 masih belum ada kabupaten/kota yang memiliki keunggulan kompetitif dan spesialisasi. Hasil Analisis Tipologi Klassen untuk Provinsi DIY terlihat bahwa dari lima kabupaten/kota yang dimilikinya hanya satu yang masuk klasifikasi Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh yaitu Kota Yogyakarta. Sedangkan Kabupaten Sleman masuk dalam klasifikasi daerah berkembang cepat. Tiga kabupaten lainnya yaitu Kulon Progo, Bantul dan Gunung Kidul masuk dalam klasifikasi daerah relatif tertinggal.
E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil analisis Location Quotient yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan serta sektor jasa-jasa merupakan sektor basis yang dominan di DIY. Dari hasil analisis Shift Share menunjukkan tidak semua sektor basis di kabupaten/kota di Provinsi DIY mempunyai keunggulan kompetitif ataupun spesialisasi. Demikian sebaliknya tidak semua yang mempunya keunggulan kompetitif dan spesialisasi belum tentu sebagai sektor basis. Berdasarkan Tipologi Klassen, Kota Yogyakarta termasuk dalam Tipologi Daerah Cepat Maju dan Cepat Tumbuh. Sedangkan Kabupaten Bantul termasuk dalam Tipologi Daerah Berkembang Cepat. Tiga kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Kulon Progo, Gunung Kidul dan Sleman termasuk dalam Tipologi Daerah Relatif Tertinggal.
Saran Berdasarkan hasil kesimpulan dari hasil penelitian, maka diajukan beberapa saran yaitu: bagi Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) perlu menetapkan kebijakan pembangunan dengan prioritas sektor unggulan/basis di masing-masing kabupaten/kota dengan tetap memperhatikan sektor non basis secara proporsional. Perlunya melakukan revitalisasi semua sektor dimulai sektor yang memiliki nilai LQ > 1 kemudian LQ < 1 serta memacu peningkatan produktifitas dalam mengelola sektor-sektor potensial agar mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif untuk meningkatkan pedapatan daerah baik kabupaten/kota maupun provinsi. Dan perlu mengenal secara baik daerah yang mempunyai potensi ekonomi spesialis dan potensi ekonomi rendah agar bijak dalam menentukan skala prioritas pembangunan, sehingga dapat merubah posisi kabupaten/kota masuk ke dalam tipologi daerah yang lebih baik atau meminimalisir keberadaan kabupaten pada tipologi daerah relatif tertinggal. Bagi investor yang ingin berinvestasi di Provinsi DIY diharapkan penelitian ini dapat dijadikan salah satu acuan dalam memperhatikan sektor-sektor yang menjadi sektor basis dan potensial seperti: sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa untuk dikembangkan serta diprioritaskan dalam pembangunan di kabupaten/kota. F. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolin. 2002. “Pengantar Perencanaan Ekonomi Daerah (edisi kedua)”. Yogyakarta: BPFE. Basuki, Agus Tri. 2010. “Analisis Potensi Unggulan Kabupaten Kepulauan Yapen dalam Menopang Pembangunan Provinsi Papua Tahun 2004-2008” dalam Unisia Vol XXXII No. 71, 2009. h. 5-19 BPS. 2007. “DIY Dalam Angka 2007”. Yogyakarta BPS. 2008. “DIY Dalam Angka 2008”. Yogyakarta BPS. 2009. “DIY Dalam Angka 2009”. Yogyakarta BPS. 2010. “DIY Dalam Angka 2010”. Yogyakarta BPS. 2011. “DIY Dalam Angka 2011”. Yogyakarta BPS. 2012. “DIY Dalam Angka 2012”. Yogyakarta BPS. 2013. “DIY Dalam Angka 2013”. Yogyakarta BPS. 2011. “Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2007-2011”. Yogyakarta. BPS. 2012. “Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2008-2012”. Yogyakarta. Emilia dan Amilia. 2006. “Modul Ekonomi Regional” Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Jambi. Hasani, Akrom. 2010. “Analisis Struktur Perekonomian Berdasarkan Pendekatan Shift-Share di Provinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2003-2008” Skripsi S-1 Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang. Kuncoro, Mudrajat. 2003. “Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi”. Jakarta: Erlangga.
Mangun, Nudiatulhuda. 2007. “Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tengah” Tesis S-2 Jurusan Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Sabana, Choliq. 2007. “Analisis Pengembangan Kota Pekalongan sebagai Salah Satu Kawasan Andalan di Jawa Timur” Tesis S-2 Jurusan Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Sjafrizal. 2008. “Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi”. Padang: Baduose Media. Sugiyono. 2005. “Metodologi Penelitian Kuantitatif”. Bandung: PT Alfa Beta. Tarigan, Robinson. 2007. “Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi (edisi revisi)”. Jakarta: Bumi Aksara. Tarigan, Robinson. 2005. “Perencanaan Pembangunan Wilayah (edisi revisi)”. Jakarta: Bumi Aksara.