EDISI 12 TAHUN 2016 PRODUK
A N A L ISIS S I T UA S I SEPTEMBER 2016
JARINGAN SURVEY INISIATIF
KINERJA PELAYANAN PUBLIK SEKTOR KESEHATAN
KOTA BANDA ACEH COPYRIGHT JARINGAN SURVEY INISIATIF 2016 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG UNDANG
DAFTAR ISI WRITERS RAHMAD FADHIL
Warga Kota Banda Aceh dan Staf Ahli Jaringan Survey Inisiatif E-mail:
[email protected]
EDITOR ARYOS NIVADA DESAIN LAYOUT Teuku Harist Muzani
LATAR BELAKANG
3
METODOLOGI
5
HASIL & PEMBAHASAN
7
SENIOR EXPERT
ANDI AHMAD YANI, AFFAN RAMLI, CAROLINE PASKARINA, ELLY SUFRIADI, CHAIRUL FAHMI, MONALISA, FAHRUL RIZA YUSUF
KESIMPULAN
11
REFERENSI
17
rJARINGAN SURVEY INISIATIF
Jln. Tgk. Di Haji, Lr. Ujong Blang, Np. 36, Gp. Lamdingin, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh, INDONESIA Telp. (0651) 6303 146 Web: www.jsithopi.org Email:
[email protected]
ANALISIS SITUASI • edisi 12
PENDAHULUAN Dalam berbagai studi politik, nilai kepercayaan Kinerja adalah suatu prestasi atas sejumlah kegiatan yang merupakan hasil dari pelaksanaan aktifitas. Penggunaan terminologi kinerja merujuk kepada kata yang dalam bahasa Inggris disebut dengan ‘performance’. Kinerja (performance) merupakan suatu hasil capaian (outcomes) yang diperoleh dari berbagai peran dan fungsi pekerjaan atau aktifitas tertentu dengan rentang waktu dan ukuran yang tertentu pula. Oleh karenanya suatu capaian kinerja memiliki batasan waktu pelaksanaan dan sekaligus menjadi poin dalam penentuan ukuran dari capaian yang akan dilakukan.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kinerja merupakan hasil yang didapatkan atau prestasi kerja oleh suatu organisasi yang telah merumuskan tujuan dan sasarannya sesuai dengan kesepakatan atau kebijakan dalam rentang waktu yang telah ditetapkan. Pada setiap tahapan atau rentang waktu tertentu, kinerja biasanya dilakukan evaluasi terhadap arah dan tujuan yang hendak dijalankan. Evaluasi kinerja ini disebut dengan pengukuran kinerja (performance measurement) yaitu merupakan alat atau metode untuk menilai sejauhmana atau seberapa besar tingkat capaian prestasi yang telah dilakukan dalam aktifitas kerja untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan sebelumnya. Para ahli sering menyebut pengukuran dengan beberapa istilah seperti penilaian kinerja, indeks kepuasan masyarakat, peta kinerja, indikasi kinerja produktif, tingkat kepuasan masyarakat dan lain sebagainya. Terminologi yang berbeda-beda terkadang dalam menerjemahkan pada bentuk varia-
JSI
bel penilaian atau pengukuran cenderung sama dan sering tidak terlihat beda yang signifikan. Termasuk dalam beberapa kebijakan atau aturan dari pemerintah sendiri yang juga menggunakan terminologi yang berbeda-beda. Hal ini menurut penulis bukan berarti terjadi distorsi makna dari bagaimana melakukan pengukuran suatu kinerja, melainkan sebuah dinamika pendekatan pengukuran yang beragam dalam perspekftif masing-masing ahli, peneliti maupun para pengambil kebijakan. Sejalan dengan hal ini, pemerintah Republik Indonesia telah merumuskan suatu metode untuk mengevaluasi atau mengukur kinerja pemerintahan, baik pusat, propinsi maupun kabupaten/kota dalam sutau regulasi. Sebut saja misalnya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undangundang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, Instruksi Presiden Republik Indonesia No.1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Kepada Masyarakat, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men. PAN & RB) Nomor 16 Tahun 2014 tentang Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Keputusan Men.PAN & RB No.63/KEP/M. PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, Surat Edaran Men. PAN & RB Nomor 4/M.PAN RB/03/2012 tentang Pelaksanaan Survei Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) pada seluruh Unit Penyelenggara Pelayanan Publik (BAPPEDA Banda Aceh 2015a). Semua kebijakan ini menjadi landasan hukum bagi evaluasi atau pengukuran capaian kinerja suatu pelayanan publik pemerintah terhadap masyarakat yang dilayaninya.
www.jsithopi.org
3
JSI
4
ANALISIS SITUASI • edisi 12
Pelayanan Publik di Banda Aceh Pemerintahan Kota Banda Aceh yang merupakan salah satu kota yang ada di Indonesia, tepatnya di Propinsi Aceh, juga melaksanakan evaluasi ini. Pengukuran kinerja di Kota Banda Aceh tetap merujuk kepada semua aturan yang ada di atasnya, termasuk penggunaan capaian atau prestasi kinerja dengan metode dan alat pengukuran yang telah dirumuskan dari pemerintah pusat. Dalam melakukan implementasi pengukuran kinerja ini, Walikota Banda Aceh sebagai kepala pemeintahan kota memberikan tugas kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Banda Aceh sebagai penanggungjawab operasional. Inilah yang menjadi dasar sehingga setiap tahunnya sesuai dengan mandat Peraturan Men. PAN & RB No.16 tahun 2014, Pemerintah kota Banda Aceh selalu melakukan pengkuran kinerja pemerintahannya dengan memberikan nama program Evaluasi Indeks/Tingkat Kepuasan Masyarakat (TKM). Walaupun pemerintah Kota Banda Aceh sudah memperoleh beberapa prestasi dalam pelayanan publik seperti penghargaan sebagai pemerintahan dengan Citra Pelayanan Prima, Piala Citra Abdi Negara, Piagam Pelayanan Publik, Innovative Goverment Award, dan prestasi lainnya, namun tidak menyebabkan pemerintah Kota Banda www.jsithopi.org
Aceh berpuas diri dengan prestasi itu. Demikian halnya bukan pula berhenti untuk mengevaluasi prestasi kinerja dari tahun ke tahun. Tetapi juga sebagai upaya untuk menjaga konsistensi dan perwujudan atas kerja keras Pemerinta Kota Banda Aceh agar dapat terarah secara sistematis dengan evaluasi kinerja yang berkesinambungan. Pengukuran kinerja atau tingkat kepuasan masyarakat atas kinerja pemerintahan Kota Banda Aceh, tidaklah hanya diukur terhadap unit kinerja utama yang berada di ring terdekat degan walikota sebagai kepala pemerintahan, seperti kantor walikota. Melainkan kepada unit-unit kerja terdepan dalam pelayanan publik seperti kantor kecamatan, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Kota termasuk Puskesmas, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Kantor Pelayanan Terpadu dan Satu Pintu (KPTSP), Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Dinas Perhubungan dan lainnya. Kajian ini memfokuskan pada unit layanan publik kesehatan di Puskesmas yang ada di beberapa kecamatan dalam kota Banda Aceh, mengingat sektor ini merupakan salah satu sektor yang penting bagi warga kota untuk mendapatkan layanan kesehatan langsung, murah dan cepat pada unit terkecil secara harian. Adapun tujuan kajian ini adalah melakukan analisis sistem kinerja layanan publik pemerintahan Kota Banda Aceh pada sektor kesehatan melalui pendekatan ilmu sistem (system science) dengan metode soft system methodology (SSM).
ANALISIS SITUASI • edisi 12
JSI
Metodologi Kajian Kajian ini secara spesifik mengambil objek analisis sistem kinerja pelayanan publik pada sektor kesehatan di Kota Banda Aceh dengan unit yang dipilih adalah Puskesmas. Berdasarkan statistik fasilitas kesehatan di Kota Banda Aceh tercatat bahwa terdapat 11 Puskesmas (Tabel 1).
Dari tujuh bentuk lembaga pelayanan kesehatan di Kota Banda Aceh, dipilih Puskesmas karena merupakan unit layanan paling utama secara langsung dan harian dalam melayani kesehatan. Selain itu Puskesmas merupakan unit terlengkap penanganan kesehatan awal (dibandingkan dengan fasilitas kesehatan lainnya seperti klinik, posyandu atau puskesmas keliling) sebelum dirujuk ke Rumah Sakit. Berdasarkan jumlah puskesmas yang terdapat di Kota Banda Aceh diambil sampel pengamatan sebanyak tiga puskesmas dengan metode purposive sampling. Metode purposive sampling adalah pengambilan sampel berdasarkan tujuan tertentu sehingga diharapkan kriteria sample yang diperoleh benar-benar sesuai dengan kajian yang akan dilakukan. Adapun tiga Puskesmas yang dipilih sebagai objek dalam kajian ini adalah Puskesmas Jeulingke, Puskesmas Kuta Alam dan Puskesmas Baiturrahman. Metode Pendekatan Soft System Methodelogy (SSM) melalui survei pakar merupakan suatu metodelogi yang sangat produktif untuk mempelajari setiap aktivitas manusia yang terorganisir dalam mencapai tujuan-rujuan tertentu. SSM dikembangkan oleh Peter Checkland sekitar tahun 1970-an di University of Lancaster, UK. Pada awalnya SSM merupakan suatu metode permodelan, namun akhir-akhir ini banyak digunakan sebagai metode pembelajaran dan pengembangan dalam meningkatkan atau membangun suat u sistem. Pengunaan metode SSM telah banyak diterapkan oleh para pakar dan peneliti diberbagai bidang, seperti kesehatan, manajemen, pembangunan, pendidikan, bisnis, evaluasi kinerja, lingkungan, sistem informasi, transportasi, logistik, ekonomi, kemanan, industri, dan lain sebagainya (Liu et al. 2012, Novani et al. 2014, Sgourou et al. 2012, Checkland dan Polter 2010, Mingers et al. 2007, Por 2008, Mehregan et al. 2012, Hanafizadeh dan Aliehyaei 2012, Hindle 2010, Zarei et al. 2013, Staadt 2008, Hardman dan Paucar-Caceres 2010) www.jsithopi.org
5
JSI
6
ANALISIS SITUASI • edisi 12
SSM adalah sebuah pendekatan holistik didalam melihat aspek-aspek riil dan konseptual di masyarakat. SSM melihat setiap yang terjadi sebagai Human Activity System, karena serangkaian aktivitas manusia dapat disebut sebagai sebuah sistem, yaitu setiap aktivitasaktivitas tersebut saling berhubungan dan membentuk suatu ikatan (Patel 1995). SSM terdiri dari tujuh tahapan yang merepresentasikan dunia nyata dan dunia konseptual (system thinking) (Checkland 1999). Tahapan-tahapan SSM adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi Permasalahan. Mengeksplorasi dan mendefiniskan situasi dunia nyata dengan berbagai permasalahan yang menjadi tujuan akhir untuk diselesaikan. Jadi proses ini adalah menguraikan permasalahan dengan fokus pada tujuan yang hendak ditangani lebih lanjut. 2. Penggambaran Masalah. Menggambarkan permasalahan yang dipelajari menggunakan rich picture. Aktivitas ini bertujuan untuk merepresentasi keadaaan sekarang, mengidentifikasi struktur elemen-elemen, aliran komunikasi dan interpretasi lingkungan yang melingkupinya.
3. Mendefinisikan Akar Permasalahan. Memberikan pernyataan tentang elemen-elemen pembentuk sistem dengan fungsi dan tujuan dari sistem yang dikembangkan, disebut juga root definition. Root definition sering ditunjukkan dengan mnemonic CATWOE (Costumer, Actor, Transformation, World-view, Owner, dan Environment). 4. Model Konseptual. Mengembangkan model konseptual yang menggambarkan aliran dan saling ketergantungan antar aktivitas yang sebelumnya telah didefinikan dalam root definition. 5. Perbandingan Model dan Dunia Nyata. Merumuskan keadaan dunia nyata dengan model yang direkomendasikan untuk ditangani. 6. Perubahan. Perubahan yang sistem dijalankan.
diharapkan
ketika
7. Aktifitas Perbaikan dan Pengembangan. Memberikan sejumlah aktifitas yang memungkinkan untuk dilaksanakan sebagai solusi atas permasalahan.
Para Pakar Pakar yang dimintai pendapatnya dalam kajian ini adalah orang-oang yang memahami tentang pelayanan publik dan hak-hak warga negara untuk mendapatkan pelayan. Para pakar terdiri dari orang-orang yang dianggap kompeten untuk memberikan keputusan dengan pertimbangan meliputi; (1) kepakaran berdasarkan pendidikan formal (pendidikan tinggi), (2) pengalaman dan riwayat pekerjaan, (3) kepakaran yang merupakan pelaku langsung dalam keseharian dengan objek yang dikaji, serta (4) pernah mendapatkan layanan langsung pada unit pelayanan teknis di kota Banda Aceh, khususnya pada ketiga Puskesmas yang dikaji.
www.jsithopi.org
ANALISIS SITUASI • edisi 12
JSI
Hasil, Analisis dan Pembahasan Peran dan fungsi pemerintah Kota Banda Aceh sebagai penyelenggara pelayanan publik yang prima merupakan kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat secara terpadu dan berkelanjutan. Kebutuhan dasar masyarakat sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik merupakan barang publik, jasa publik dan pelayanan administrasi. Oleh karenanya penyelengaraan pelayanan publik merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap rakyatnya dengan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dan kepuasan terhadap layanan yang diberikan. Kepuasan masyarakat merupakan tujuan akhir dari setiap proses aktivitas penyelengaraan pemerintahaan yang hendak dicapai. Profil Petugas Layanan Kesehatan Lokasi Puskesmas yang dipilih dalam kajian ini adalah Puskesmas Jeulingke di Kecamatan Syiah Kuala, Puskesmas Kuta Alam di Kecamatan Kuta Alam dan Puskesmas Baiturrahman di Kecamatan Baiturrahman. Data-data lengkap berkaitan dengan jumlah tenaga medis di setiap Puskemas tersebut dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3, Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6.
www.jsithopi.org
7
JSI
8
ANALISIS SITUASI • edisi 12
Identifikasi Permasalahan Amanat negara yang memerintahkan setiap penyelenggaraan pelayanan publik yang mengharuskan peningkatan layanan dari waktu ke waktu telah mendorong setiap pemerintahan di daerah untuk senantiasa memperbaiki kinerjanya. Untuk memastikan setiap proses dari bentuk-bentuk pelayanan publik itulah yang menjadikan pemerintah Kota Banda Aceh perlu secara berkesinambungan mengevaluasi berbagai jenis pelayanan publik yang disediakan bagi masyarakat. Jadi sesungguhnya dasar evaluasi terhadap bentuk kepuasan layanan tidaklah serta merta lahir atau dibuat karena adanya keluhan-keluhan secara langsung ataupun tidak dari masyarakat, melainkan memang sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memastikan bahwa layanan yang disediqkan selalu menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Dari tahun ke tahun berbagai bentuk layanan publik dapat dianalisis pada berbagai sektor yang tersedia. Mulai sektor pendidikan, transportasi, penyediaan air bersih, kesehatan dan lain sebagainya. Dalam suatu evaluasi pelayanan publik dapat digabung dengan beberapa sektor atau hanya terfokus pada satu sektor saja. Pada kajian ini penulis memilih untuk fokus pada satu sektor yaitu sektor layanan kesehatan. Kajian ini mencoba untuk mengeksplorasi bagaimana bentuk penyelenggaraan layanan kesehatan yang disediakan oleh pemerintah Kota Banda Aceh melalui unit Puskesmas yang tersedia disetiap kecamatan, bahkan ada beberapa kecamatan yang memiliki lebih dari satu Puskesmas. Puskesmas merupakan ujung tombak terdepan dalam layanan kesehatan di Kota Banda Aceh. Apalagi dengan kebijakan pemerintah seperti Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (dulunya bernama Jaminan Kesehatan Aceh), Badan Penyelenggara Jaminan (BPJS) Kesehatan dan lain sebagainya telah memberikan peluang jaminan bagi masyarakat untuk mendapatkan akses kesehatan seluas-luasnya. Evaluasi terhadap kepuasan layanan yang diberikan oleh Puskesmas-puskesmas di Kota Banda Aceh terutama sekali yang mesti mendapat perhatian adalah berkaitan dengan kualitas pelayanan, jangkaun akses kepada seluruh masyarakat, dan pengawasan di lapangan. Ketiga aspek ini menjadi krusial untuk diperhatikan dari sembilan aspek variabel yang disebutkan pada bagian metodelogi kajian.
www.jsithopi.org
ANALISIS SITUASI • edisi 12
JSI
Penggambaran Masalah Permasalahan yang dipelajari bekaitan dengan kinerja layanan publik sektor kesehatan di Kota Banda Aceh dapat dirangkai dengan menghubungkan antar elemen-elemen yang melingkupinya. Elemen ini juga sekaligus menjelaskan bagaimana aliran komunikasi dalam memahami realitas keadaan yang akan diselesaikan. Dengan menggunakan rich picture diharapkan dapat lebih memudahkan dalam mengembangkan peta permasalahan yang diuraikan.
Berdasarkan Gambar 1, memperlihatkan bagaimana amanat Undang-undang, Perpres, Inpres, Permen dan Kepmen diakomodasi dengan visi dan Misi kota Banda Aceh 2012-2017 yang merupakan upaya perwujudan sebagai model kota madani. Pemerintah Kota Badan Aceh sebagai penanggung jawab keseluruhan jalannya pelayanan publik dan dinas kesehatan sebagai bagian satuan perangkat kerja daerah pada sektor kesehatan, maka Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan pada garda terdepan yang merepresentasikan dari berbagai unsur pelayanan. Mendefinisikan Akar Permasalahan Sistem pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai suatu kesatuan yang utuh dari berbagai elemen dan sub elemen yang melingkupinya. Hal ini merliputi tenaga medis dan non-medis di Puskesmas yang mejadi objek kajian. Permasalahan diuraikan menggunakan Analsis CATWOE seperti pada Tabel 7. Model Konseptual Model konseptual adalah gagasan epistimologi dalam membangun cara mengeksplorasi permasalhan yanghendak diselesaikan menggunakan pendekatan system thingking (sistem berpikir). Sistem berpikir disini adalah mencari hubungan keterkaitan antar satu dengan yang lainnya melalui penguraian secara eksploratif berbagai hal yang memungkin memiliki sebab akibat dalam proses maupun hasil yang akan diuraikan. Melalui model konseptual memudhakan ahli sistem untuk membangun aliran keterkaitan antar berbagai elemen-elemen yang dipandang perlu dan penting, termasuk menjadi bahan bagi pengembangan model aktvitas yang akan direkomendasikan nantinya (Gambar 3).
www.jsithopi.org
9
JSI
10
ANALISIS SITUASI • edisi 12
Perbandingan Model dan Dunia Nyata. Berdasarkan model konseptual, maka kemudian dikembangkanlah berbagai hasil kondisi dunia nyata yang terjadi dan tindakan yang mesti diperbaiki (rekomendasi). Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 8, Tabel 9 dan Tabel 10. Perubahan Perubahan yang diharapkan ketika sistem dijalankan adalah terwujudnya pelayanan prima di kota Banda Aceh melalui sektor kesehatan dengan terpenuhinya berbagai unsur pelayanan yang direncanakan. Perubahan ini memerlukan proses yang terus menerus dan berkesinambungan. Setiap perubahan kebijakan dan impelemtasi program pengembangan tetap emmeperhatikan layanan publik sebagai perhatian yang utama. Dengan kata lain pelayanan publik menempati posisi strategis dari tujuan akhir seluruh pelaksaaan aktifitas kinerja yang diprogramkan. Dengan menjadikan rujukan pelayanan terdepan pada sektor kesehatan yang dievaluasi dalam kajian ini, yaitu Puskesmas Jeulingke, Puskesmas Kuta Alam dan Puskesmas Baiturrahman dapat menjadi feedback (umpan balik) bagi para pengambil kebijakan terhadaop berbagai strategi yang akan direncanakan kedepan, termasuk perencanaan peningkatan pelayanan maupun perbaikan berbagai pelayanan yang dirasakan masih terdapat kekurangan. Upaya perubahan ini tidaklah mungkin terjadi dengan serta merta, oleh karenanya perlu dipersipakan dalam sutau perencanaan yang baik secara kontinyue. Aktifitas Perbaikan dan Pengembangan. Setelah menemukan realita yang ada dan berbagai rencana perbaikan ataupun perubahan yang hendak dilakukan, serta memastikan keberlanjutan dari usaha yang terus menerus tersebut perlu dirumuskan suatu model sistem pengembangan pelayanan sektor kesehatan di Kota Banda Aceh. Berdasarkan pemikiran yang sudah dibahas sebelumnya kemudian dibuatlah bagan alir kebijakan peningkatan dan pelayanan sektor kesehatan yang akan diperbaiki dan dikembangkan seperti pada Gambar 4. www.jsithopi.org
ANALISIS SITUASI • edisi 12
JSI
KESIMPULAN Secara umum dengan pendekatan soft system methodology ini terlihat bahwa pelayanan kesehatan di kota Banda Aceh sudah sangat baik, terutama berkaitan dengan ketepatan layanan, persyaratan pelayanan, serta kenyamanan ruang pemeriksaan. Untuk memastikan terus berlanjut kualitas pelayanan yang sudah baik perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh langkah-langkah perbaikan dan pengembangan yang akan dilakukan kedepan. Beberapa kekurangan secara kasusistik dapat menjadi masukan bagi perbaikan dan evaluasi menyeluruh pada berebgai unit pelayanan yang ada di Kota Banda Aceh, terutama sekali pada unit layanan kesehatan seperti Puskesmas. Oleh, karenanya sebuah sistem kebijakan untuk mengevaluasi atau memperbaiki untuk menjadi lebih baik dari waktu ke waktu sudah seharusnya menjadi perhatian yang penting untuk ditangani.
www.jsithopi.org
11
JSI
12
ANALISIS SITUASI • edisi 12
www.jsithopi.org
ANALISIS SITUASI • edisi 12
JSI
www.jsithopi.org
13
JSI
14
ANALISIS SITUASI • edisi 12
DAFTAR PUSTAKA [BAPPEDA Banda Aceh] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Banda Aceh. 2015a. Evaluasi Indeks/Tingkat Kepuasan Masyarakat (TKM) Terhadap Pelayanan Pemerintah Kota Banda Aceh. BAPPEDA Pemerintah Kota Banda Aceh. [BAPPEDA Banda Aceh] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Banda Aceh. 2015b. Statistik Banda Aceh 2015. BAPPEDA Pemerintah Kota Banda Aceh. Checkland dan Polter 2010, Soft Systems Methodology. In Systems Approaches to Man
www.jsithopi.org
ANALISIS SITUASI • edisi 12
JSI
www.jsithopi.org
15
JSI
16
ANALISIS SITUASI • edisi 12
www.jsithopi.org
ANALISIS SITUASI • edisi 12
JSI
DAFTAR PUSTAKA • BAPPEDA Banda Aceh] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Banda Aceh. 2015a. Evaluasi Indeks/Tingkat Kepuasan Masyarakat (TKM) Terhadap Pelayanan Pemerintah Kota Banda Aceh. BAPPEDA Pemerintah Kota Banda Aceh. • [BAPPEDA Banda Aceh] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Banda Aceh. 2015b. Statistik Banda Aceh 2015. BAPPEDA Pemerintah Kota Banda Aceh. • Checkland dan Polter 2010, Soft Systems Methodology. In Systems Approaches to Managing Change: A Practical Guide. Editors: Martin Reynolds and Sue Holwell. Springer-Verlag London. • Chekland P. 1999. Soft System Methodology in Action. John Wiley & Sons Ltd, London. • Hanafizadeh P, dan Aliehyaei R. 2012. The Application of Fuzzy Cognitive Map in Soft System Methodology. Systemic Practice and Action Research 24 (4), 325–354. • Hardman J dan Paucar-Caceres A. 2010. A Soft Systems Methodology (SSM) Based Framework for Evaluating Managed Learning Environments. Systemic Practice and Action Research 24 (2), 165-185. • Hindle GA. 2010. Teaching Soft Systems Methodology and a Blueprint for a Module. INFORMS Transactions on Education 12 (1), 31-40. • Liu WB, Meng W, Mingers J, Tang N, dan Wang W. 2012, Developing a performance management system using soft systems methodology: A Chinese case study. European Journal of Operational Research 223 (2), 529-540. • Mehregan MR, Hosseinzadeh M, dan Kazemi A. 2012, An application of Soft System Methodology. Procedia-Social and Behavioral Sciences 41, 426-433. • Mingers J, Liu W dan Meng W. 2007. Studies on a framework for science-technology evaluation using soft system methodology. Journal of Science Research Management 28 (2), 1-8 • Novani S, Putro US dan Hermawan P. 2014. An Application of Soft System Methodology in Batik Industrial Cluster Solo by Using Service System Science Perspective. Procedia-Social and Behavioral Sciences 115, 324-331. • Patel NV. 1995. Application of soft systems methodology to the real world process of teaching and learning. International Journal of Educational Management 9 (1), 13-23. • Por J. 2008. The use of soft system methodology (SSM) in a serviced-focussed study on the personal tutor’s role. Nurse Education in Practice 8 (5), 33-342. • Sgourou E, Katsakiori P, Papaioannou I, Goutsos S, dan Adamides E. 2012, Using Soft Systems Methodology as a Systemic Approach to Safety Performance Evaluation. Procedia Engineering 45, 185-193. • Staadt J. 2012. Redesigning a projectoriented organization in a complex system: A soft systems methodology approach. International Journal of Managing Projects in Business 5 (1), 51-66. • Zarei B, Azizian S, dan Ghapanchi AH. 2013. Road freight information systems: a soft system methodology approach. International Journal of Logistics Systems and Management 14 (2), 161-178.
***
www.jsithopi.org
17