J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2008, Vol. 14, No. 1, Hal.: 47 - 52 ISSN 1978-1873
KORESPONDENSI LINTASAN MATAHARI DAN BULAN SEBAGAI DASAR UNTUK MEMBANGUN MODEL DAN DATABASE KECERAHAN SINAR BULAN Febi Eka Febriansyah dan Tiryono Ruby* Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Lampung Jl. S. Brojonegoro No.1 Bandar Lampung 35145, Indonesia *Alamat untuk surat menyurat e-mail:
[email protected],
[email protected] Diterima 28 Agustus 2007, perbaikan 10 Desember 2007, disetujui untuk diterbitkan 27 Desember 2007
ABSTRACT This paper aims to map the orbit of sun and moon mathematically toward the cartersis coordinate of earth to get the brightness moon light and to develop a database. The model approach proposed is using the trigonometric function. The brightness model of the moon proposed we obtain y = f(x)*100% dengan f(x) = Sin 0.5 x, (00 x 3600) and the duration of this brighness data was used to develop the database of the moon brightness in the period infinite bounded. Keywords: Model, brightness, trigonometric, database, infinite
1. PENDAHULUAN Pemodelan merupakan bentuk ketrampilan/keahlian yang dapat digunakan di berbagai bidang terapan misalnya model rancang-bangun kontruksi, model tata busana, model kaligrafi, model photo, model grafis, model pertumbuhan, model aliran panas, model reaksi dan lain sebagainya. Pada dasarnya ketrampilan tersebut dapat menghasilkan, mengekspresikan atau menginformasikan gambaran bentuk suatu fenomena yang sedang dikaji. Pemodelan Matematika merupakan bidang ilmu yang menghasilkan informasi gambaran suatu fenomena di kehidupan sehari-hari dalam bentuk matematis; Oleh karena itu langkah awal untuk membangun model matematika terlebih dahulu melakukan observasi atau pengamatan terhadap fenomena tersebut. Observasi lapangan (laboratorium atau alam terbuka) dilakukan untuk mendapatkan informasi yang runut dari suatu fenomena, informasi hasil observasi tersebut disebut data hasil pengamatan. Data hasil pengamatan merupakan elemen utama untuk membangun model, gambaran bentuk atau model dapat diperoleh/dilihat setelah melalui proses pengeplotan/pemetaan data hasil pengamatan pada koordinat kartesius pada dimensi tertentu sesuai dengan keperluan (dimensi dua/pada bidang, dimensi tiga/pada ruang). Secara umum model yang dibangun dari data hasil pengamatan dikelompokkan pada dua jenis yaitu model probabilistik dan model deterministik. Model probablistik memiliki ciri bahwa data yang diperoleh dari hasil pengamatan munculnya tidak periodik (fluktuasi), sedangkan model deterministik bahwa kemunculan data hasil pengamatan memiliki ciri cenderung periodik. Pada pekerjaan ini data hasil pengamatan memilki kecenderungan periodik, sehingga mengarah pada model deterministik sebuah sistem yang dalam hal ini adalah sistem tata lintasan Matahari dan Bulan dilihat dari permukaan Bumi. Permasalahan yang akan muncul kedepan berkaitan dengan permukaan Bumi adalah geografis Bumi yang berbentuk bulat sehingga suatu tempat dapat melihat Bulan/Matahari bagi wilayah yang sedang terlintasi sementara daerah lainnya harus menunggu beberapa waktu untuk dapat giliran. Berikutnya adalah apa perlunya melihat kecerahan sinar Bulan? Bumi dengan permukaan berupa daratan dan lautan merupakan tempat tinggal kita manusia beserta flora, fauna, iklim dan kondisi-kondisi lain yang menyertainya. Pulau-pulau yang terbentang dipisahkan lautan menjadikan beranekaragam bangsa, budaya, adat istiadat, bahasa dan lain sebagainya. Oleh karena itu sejarah mencatat banyak aktifitas peringatan atau upacara adat/budaya dilakukan masyarakat disegala penjuru dunia, dikota-kota besar hingga dipeloksok desa merayakan upacara tersebut dari waktu ke waktu dan generasi ke generasi. Perkembangan teknologi dan kemajuan zaman tidak menutup kemungkinan adanya pergeseran kebiasaan merayakan peringatan atau upacara, bahkan mungkin ditinggalkan sebelum dikaji dan diketahui potensinya. Pada umumnya jenis peringatan atau upacara yang terus bertahan dan diwarisi dari generasi ke generasi adalah jenis upacara yang sakral atau spiritual. Aktifitas upacara atau peringatan sakral/spiritual tersebut dilakukan pada momen waktu tertentu baik hari, bulan, lamanya aktifitas serta persyaratan syahnya. Hampir semua perayaan upacara spiritual atau hari besar keagamaan yang terjadi dilakukan pada momen berdasar pada Kecerahan Sinar Bulan sebagai penentuan waktunya. Antara lain: Islam (dalam penentuan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha serta hari besar lainnya); Budha (menetukan Waisak saat Bulan cerah
2008 FMIPA Universitas Lampung
47
Febi Eka Febriansyah dan Tiryono Ruby Korespondensi Lintasan Matahari dan Bulan
100%/purnama); Hindu (menentukan Nyepi saat Bulan mati, 0%); Kristen/Katolik (menentukan Paskah adalah hari Minggu setelah purnama pada awal musim semi); Konghuchu (menentukan Imlek adalah setelah Bulan mati pada musim hujan Januari/Februari). Perkembangan sains dan teknologi memberikan harapan solusi terhadap permasalahan yang telah terjadi pada kehidupan sehari-hari dan mengantisipasi terulangnya masalah di masa mendatang. Upaya tersebut diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah dengan pijakan bidang ilmu sebagai pondasi, pada akhirnya usaha tersebut untuk kemasalahatan bersama khususnya yang berkaitan dengan fenomena alam korespondensi lintasan Matahari dan Bulan. Matematika dasar yang digunakan untuk memodelkan lintasan Bulan merupakan warisan ilmuwan Ibnu Shina yang tertuang dalam Ilmu Ukur Sudut yaitu mengukur sudut Bulan terhadap horizon dengan menggunakan busur derajat, Al Jabar membangun persamaan-persamaan sehingga korespondensi antara Matahari-Bulan menjadi sederhana, dan perkembangan sains mendatangkan kemudahan sehingga fenomena lintasan dapat dituangkan pada koordinat bidang kartesius. Fungsi trigonometri (Sinus) digunakan sebagai fungsi kecerahan sinar Bulan sekaligus memantau dimana posisi Bulan. Desain alat busur derajat mudah dirancang tanpa mengurangi output yang diharapkan jika dibandingkan dengan peralatan yang modern dan mahal harganya. Dalam jangka panjang, pemodelan matematika kecerahan sinar Bulan memberikan suatu harapan dalam menentukan kecerahan 1% (Bulan sabit muda), kecerahan 50% (Bulan setengah muda), kecerahan 80% (Bulan wungkuk muda), cerah 100% (Bulan purnama), 0% (Bulan mati) dan persentase kecerahan lainnya yang memiliki nilai sakral/spiritual untuk diperingati; Sebagai contoh, pada masyarakat Mekah memantau kecerahan sinar Bulan 80% pada bulan Dzulhijjah merupakan lintasan ke-9 adalah upacara spiritual melakukan Wukup, bahwa Bulan sedang pada lintasan ke-9 di wilayah tersebut 3, 4), dan dikenal secara luas sebagai Hari Raya Idul Adha.
2. METODE PENELITIAN 2.1. Observasi atau Pengamatan Beberapa langkah dan data yang diperlukan dari kegiatan observasi korespondensi lintasan Matahari dan Bulan antara lain: 1. Memetakan permukaan Bumi pada koordinat bidang kartesius (kesepakatan) 2. Durasi dan plot lintasan Matahari dan Bulan pada koordinat bidang kartesius Bumi 3. Durasi yang diperlukan ketika Matahari dan Bulan bersama-sama pada posisi satu garis proyeksi hingga pada periode bersama-sama satu garis proyeksi berikutnya (data utama) 4. Data kecerahan Bulan dan sudut Bulan terhadap Matahari 5. Mengembangkan data utama menjadi data lainnya (sudut/durasi tertinggal, usia bulan sabit) Alat dan bahan yang diperlukan untuk mendapatkan data adalah busur derajat untuk mengukur sudut Bulan terhadap Matahari (disarankan saat Matahari terbenam). Pendataan kecerahan Bulan dapat dilakukan dengan memphoto kecerahan Bulan (kamera) atau dengan perhitungan setelah model matematis diperoleh. 2.2. Analisis Data Pada tahap melakukan analisis data digunakan daftar log atau dapat menggunakan kalkulator yang memiliki fungsi sinus dan atau menggunakan perangkat komputer dengan perangkat lunak Excel. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah melakukan perhitungan pergeseran sudut Bulan terhadap Matahari setiap harinya dan kecerahan Bulan dikaitkan dengan besaran sudut tersebut.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN Kesepakatan ilmuwan terdahulu kaitannya dengan pemetaan Bumi pada koordinat bidang kartesius adalah kesepakatan bahwa satu hari memiliki durasi 24 jam, maka globe (bola dunia) dipartisi menjadi 24 bagian, dengan kata lain Bumi seluruhnya memiliki 24 wilayah waktu dan jika dipetakan pada koordinat bidang kartesius akan memiliki ukuran koordinat 24 interval absis/ sumbu X dan 12 interval ordinat/sumbu Y (Gambar 1). Dengan konsisten maka setiap partisi (= 1 jam) setara dengan 15 derajat sehingga satu derajat = empat menit. Konsekuensi selanjutnya wilayah Nusantara dari sabang (-48 menit terhadap wib) sampai merauke (+132 menit terhadap wib) memiliki interval sepanjang sumbu X = 45 derajat setara 180 menit (3 jam) sehingga Nusantara dibagi 3 wilayah waktu wib, wita dan wit 1,2,3). Lintasan Matahari dan Bulan jika dipetakan pada koordinat bidang kartesius diperoleh nilai ordinat (sb. Y) mengalami pergeseran dari waktu ke waktu, secara periodik bergeser dari gbu (garis balik utara 22,5 derajat), menuju pusat/sumbu X (khatulistiwa 0 derajat), menuju gbs (garis balik selatan -22,5 derajat), kembali lagi ke pusat/sumbu X dan menuju gbu demikian seterusnya sebagai suatu sistem tata lintasan. Proyeksi lintasan Matahari dari gbu-pusat-gbs-pusat-gbu ditempuh selama 365,25 hari (1 tahun masehi), untuk memudahkan dalam kehidupan sehari-hari disepakati 1 tahun = 365 hari dan setiap periode empat
48
2008 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2008, Vol. 14, No. 1
Gambar 1. Ukuran koordinat 24 interval absis/ sumbu X dan 12 interval ordinat/sumbu Y tahun ada penambahan 1 hari akibat akumulasi dari 0,25 hari/tahun (penambahan tersebut diletakkan pada bulan Februari yang biasa hanya 28 hari menjadi 29 hari / tahun kabisat). Sedangkan Proyeksi lintasan Bulan dari gbu-pusatgbs-pusat-gbu ditempuh selama 28 hari.
Gambar 2. Korespondensi lintasan Matahari dan Bulan diilustrasikan sebagai Surya dan Wulan lomba lari mengelilingi lapangan berbentuk lingkaran Kecerahan sinar Bulan yang dapat kita amati merupakan refleksi/pantulan cahaya Matahari oleh Bulan (seperti cermin memantulkan sinar patromak). Korespondensi lintasan Matahari dan Bulan dimana masing-masing memiliki durasi lintasan yang berbeda mengakibatkan kecerahan sinar Bulan berubah secara perlahan dari hari ke hari. Durasi yang diperlukan ketika Matahari dan Bulan bersama-sama satu garis proyeksi hingga pada periode bersama-sama satu garis proyeksi berikutnya adalah 29,5c hari (c 2). Korespondensi lintasan Matahari dan Bulan diilustrasikan sebagai Surya dan Wulan lomba lari mengelilingi lapangan berbentuk lingkaran seperti pada Gambar 2. Start lomba dimulai pada patok pukul 18. Wulan lebih lambat dari Surya, sehingga pada saat Surya selesai melakukan etape pertama Wulan tertinggal pada tanda dot-1. Demikian seterusnya setiap etape Wulan tertinggal secara konsisten, sehingga pada etape ke-28 Wulan terlihat berada di depan Surya dan akhirnya Wulan terkejar oleh Surya pada etape ke 29,52 (patok pukul 8: 10). Dari ilustrasi tersebut satu etape adalah waktu lintasan Matahari dari terbenam di ufuk barat pk 18-tengah malamterbit/ufuk timur-tengah hari dan terbenam bembali adalah 24 jam (satu hari). Oleh Almanak durasi 29,52 hari dijadikan sebagai lamanya hari dalam satu bulan kalender hijriyah oleh karena itu satu tahun kalender hijriyah adalah 29,52 x 12 = 354,24 hari. Kecerahan sinar Bulan dapat dilihat selama 28 hari (1% - 100 %), hari ke 29 Bulan mati (0%). Kecerahan sinar bulan sabit pertama (lintasan ke-1) 1- 3,5 %, lintasan ke-7 kecerahan 50-60%, lintasan ke 14-15 kecerahan 100%, lintasan ke-21 kecerahan 60-50% dan lintasan ke-28 kecerahan 3,5 1% serta lintasan ke-29 adalah bulan mati dengan kecerahan 0%. Model matematika untuk kecerahan lintasan Bulan tersebut dinyatakan dengan f(x) = Sin 0.5 x, (00 x 3600), x dikonversi ke h
f ( h)
Sin0,5(12,86)h, (1 h 0
, (h
29)
28)
,
h adalah hari/lintasan
Fungsi kecerahan Bulan y=f(h)*(100%); Contoh hari/lintasan ke-14 --> f(h) = Sin (0,5(12,86)14) diperoleh f(h) = Sin 90 = 1; Maka y =100%, jadi pada lintasan ke-14 Bulan cerah 100% (purnama). Berkaitan dengan periodik posisi satu garis
2008 FMIPA Universitas Lampung
49
Febi Eka Febriansyah dan Tiryono Ruby Korespondensi Lintasan Matahari dan Bulan
proyeksi memerlukan 29,52 hari maka sudut Bulan terhadap Matahari bergeser setiap harinya sebesar 3600/29,52 = 12,3 (Tabel 1-3). Tabel 1. Detik-Detik Bulan Sabit Muda Lahir Berdasar WIB (Tahun 2006) Tgl/Bln/Th Observasi 01_Jan2006 30_Jan 28_Feb 30_Mart 28_Aprl 28_Mei 26_Jun 26_Juli 24_Agus 23_Sep 23_Okt 21_Nov 21_Des
Cerah (1%) BulanSabit1 0:35 11:30 21:20 7:10 17:00 3:30 15:20 4:50 20:05 12:40 5:40 22:10 13:15
Usia (jam) BL_Sabit 11,5 6,5 - 3,3 10,7 1 14,5 2,3 13,1 -2 5,3 12,3 -4,1 4,6
Bulan Hijriyah Dzulhijjah_1426
Tanggal 1 Kalender Hijriyah Wib/Wita/Wit Waktu Makkah ok ok
Muharram_1427 Safar RabiulAwal RabiulAkhir JumadilUla JumadilTsaniah Rajab Syaban Romadlan Syawal Dunga Dzulhijjah
ok/no/no 1_Maret ok 29_April ok 27_Juni ok 25_Agustus 24_Septemb ok 22_Novemb 22_Desemb
ok idem ok idem ok idem ok idem 23_Septemb ok idem 21_Desemb
Tabel 2. Detik-Detik Bulan Sabit Muda Lahir Berdasar WIB (Tahun 2007) Tgl/Bln/Th Obs/Model 21_Jan2007 18_Feb 19_Mart 18_Apr 17_Mei 16_Jun 15_Juli 13_Agus 12_Sep 12_Okt 10_Nov 10_Des
Cerah (1%) BulanSabit1 2:25 13:40 23:15 8:00 16:15 0:50 10:40 22:30 12:50 5:35 23:55 18:30
Usia (jam) BL_Sabit 15,6 4,3 - 5,1 10 1,6 17,1 7,3 - 4,5 5,1 12,3 - 5,9 -0,5
Bulan Hijriyah
Tanggal 1 Kalender Hijriyah Wib/Wita/Wit Waktu Makkah
Muharram_1428 Safar RabiulAwal RabiulAkhir JumadilUla JumadilTsaniah Rajab Syaban Romadlan Syawal Dunga Dzulhijjah
ok 19_Feb 20_Mart ok 18_Mei ok ok 14_Agust 13_Agus ok 11_Nov 11_Des
ok 18_Feb idem ok idem ok ok idem Idem vs ok ok idem idem
Tabel 3. Detik-Detik Bulan Sabit Muda Lahir Berdasar WIB (Tahun 2008) Tgl/Bln/Th Obs/Model 9_Jan2008 8_Feb_Kbs 8_Mart 7_April 6_Mei 4_Jun 3_juli 2_Ags 31_agus 30_Sep 29_Okt 28_Nov 28_Des
50
Cerah (1%) BulanSabit1 11:55 2:45 14:55 0:50 8:55 16:10 23:35 7:45 18:15 7:15 23:25 17:55 13:40
Usia (jam) BL_Sabit 6 15,1 3 17,1 9 2 - 5,5 10,1 - 0,1 11 - 5,4 0 4,3
Bulan Hijriyah Muharram_1429 Safar RabiulAwal RabiulAkhir JumadilUla JumadilTsaniah Rajab Syaban Romadlan Syawal Dunga Dzulhijjah Muharram_1430
Tanggal 1 Kalender Hijriyah Wib/Wita/Wit Waktu Makkah 10_Jan 9_Jan ok ok 9_Mart idem ok ok ok ok 5_Jun idem 4_Juli idem ok ok 1_Sep 1_Sep ok ok 30_Okt idem 29_Nov idem 29_Des 28_Des
2008 FMIPA Universitas Lampung
J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2008, Vol. 14, No. 1
Tabel 4. Lintasan Bulan Hilal Pertama Syawal berdasar WIB vs Makkah Thn
OBS BS BS MKH INDO Hilal/BS WIB WM 1 Syawal 1 Syawal 623 Tanggal Lahir --------------------1998 Jan_29 05:00 01:00 Jan_29 Y 1999 Jan_18 15:00 11:00 Jan_18 N 2000 Jan_7 19:00 15:00 Jan_8 Y 2000 Des_26 18:00 14:00 Des_27 Y 2001 Des_15 20:00 16:00 Des_16 Y 2002 Des_5 05:00 01:00 Des_5 Y 2003 Nov_24 19:40 15:40 Nov_25 Y 2004 Nov_13 11:45 07:45 Nov_13 N 2005 Nov_3 00:05 -3:55 Nov_3 Y 2006 Okt_23 05:40 01:40 Okt_23 Y 2007 Okt_12 05:35 01:35 Okt_12 Y 2008 Sep_30 07:15 03:15 Sep_30 Y 2009 Sep_19 04:00 00:00 Sep_19 Y 2010 Sep_9 07:00 03:00 Sep_9 Y 2011 Agus_29 23:55 19:55 Agus_30 Y 2012 Agus_18 14:30 10:30 Agus_18 N 2013 Agus_7 22:10 18:10 Agus_8 Y 2014 Jul_27 23:30 19:30 Jul_28 Y 2015 Jul_17 01:10 -2:50 Jul_17 Y 2016 Jul_5 09:05 05:05 Jul_5 Y 2017 Juni_24 23:25 19:25 Juni_25 Y 2018 Juni_14 16:45 12:45 Juni_15 Y 2019 Juni_4 08:30 04:30 Juni_4 Y 2020 Mei_23 17:55 13:55 Mei_24 Y 2021 Mei_12 20:05 16:05 Mei_13 Y 2022 Mei_1 20:35 16:35 Mei_2 Y 2023 April_21 02:30 -1:30 April_21 Y 2024 April_9 15:20 11:20 April_10 Y 2025 Maret_30 07:45 03:45 Maret_30 Y 2026 Maret_19 23:10 19:10 Maret_20 Y 2027 Maret_9 09:15 05:15 Maret_9 Y 2028 Febr_26 11:25 07:25 Febr_26 N 2029 Febr_14 10:35 06:35 Febr_14 Y 2030 Febr_3 14:20 10:20 Febr_3 N 2031 Jan_24 01:30 -2:30 Jan_24 Y 2032 Jan_13 16:45 2033 Jan_2 08:20 18:35, 21:20 2033 Des_22 Hilal-Explorer Dept.Mat.Fmipa.Unila 2034 Des_11 2036 Nov_30 2037 Nov_19 BS=BulnSabit,Wib=Wakt Indo-Barat 2038 Nov_8 WM= waktu Mekah, S=Syawal, -----------------XX Kapan terjadinya tahun M = tahun H = XX ? ---- - - - - - - - - - - -
IDUL FITRI MAKKAH INDO wib/wita/wit ---------
M
2008 FMIPA Universitas Lampung
-
-
18_Agust
19_Agust
26_Agus
27_Agus
3_Feb
4_Feb
-----
--------
Thn
H 1 ---1418 1419 1420 1421 1422 1423 1424 1425 1426 1427 1428 1429 1430 1431 1432 1433 1434 1435 1436 1437 1438 1439 1440 1441 1442 1443 1444 1445 1446 1447 1448 1449 1450 1451 1452 1453 1454 1455 1456 1457 1458 1459 ------XX ----
51
Febi Eka Febriansyah dan Tiryono Ruby Korespondensi Lintasan Matahari dan Bulan
Momen 1 Syawal terjadi dua kali pada tahun M: 2000, 2033, 2066, 2099, 2132, 2168, 2201, 2234, 2267, 2300, 2333, 2366, 2399, 2432, 2465, 2498, 2531, , XX, , .
4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulkan sebagai berikut : Satu bulan kalender hijriyah lamanya 29,52 hari; Lintasan Bulan terlambat 49 menit terhadap lintasan Matahari setiap harinya. Fungsi kecerahan Bulan y=f(h)*(100%), dengan f(x) = Sin 0.5 x, (00 x 3600), x dikonversi ke h diperoleh:
f ( h)
Sin0,5(12,86)h, (1 h 0
, (h
29)
28)
, h adalah hari/lintasan ke-
Sudut Bulan terhadap Matahari bergeser setiap harinya sebesar 3600/29,52 = 12,30. 4.2. Saran Perlu dilakukan penelitian mengenai syarat perlu dan cukup usia hilal pertama sebagai tanggal 1
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan di Jurusan Matematika FMIPA Unila yang konsen diskusi penanggalan khususnya momen 1 Syawal.
DAFTAR PUSTAKA 1.
Edwin j. Purcell dan Dale Varberg, 1996. KALKULUS dan Geometri Analitis ( alih bahasa I Nyoman Susila, Bana Kartasasmita, Rawuh), Penerbit Erlanga.
2.
Erwin Kreyszig, 1988. Advanced Engineering mathematics, John Wiley & Sons Inc.
3.
Tiryono R. 2006a. Model Lokal-Global Radiasi Matahari Sebagai Sumber Energi Terbarukan Menggunakan Hibrid Panel Surya-Baterai. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat. Lembaga Penelitian-Universitas Lampung, ISBN: 979-15535-0-5, Buku Dua, Hal. 444-451.
4.
Tiryono R. 2007. Model Lintasan Bulan 10 Dzulhijjah Sebagai Momen Pasar Ternak Potensial Untuk Tingkatkan Ekonomi Kerakyatan Di Lampung. Prosiding Seminar Nasional Ekonomi dan Metode Kuantitatif. Universitas Malahayati, ISSN: 1978-5925, hal. 234-241.
52
2008 FMIPA Universitas Lampung