Korelasi Nilai N-SPT dengan Unit EndBearing dan Skin Friction untuk Fondasi Bored Pile pada Tanah Clay-Shale, Studi Kasus Jembatan Surabaya-Madura Masyhur Irsyam, Nugroho Aryawijaya, Atyanto Boesono, Soebagyo, Siska R.I., Eko Prastyo, Made Suangga
1. PENDAHULUAN Jembatan Surabaya – Madura yang dijadwalkan selesai pada tahun depan akan menjadi jembatan terpanjang di Indonesia dengan panjang total 5.438 m (Gambar 1). Jembatan ini terbagi atas tiga bagian pada kedua sisinya yaitu: causeway, approach bridge (jembatan pendekat), dan main bridge (jembatan utama). Sedangkan fondasi untuk jembatan utama dan jembatan pendekat terdiri atas bored pile dengan diameter 1,8 – 2.4 m dan panjang yang bervariasi dari 80 sampai 100 m. Pelaksanaan pemboran fondasi dilakukan dengan menggunakan sistim RCD (Reverse Circulation Drill) dengan menggunakan slurry mud. Salah satu masalah geoteknik yang dihadapi dalam perencanaan dan pelaksanaan fondasi adalah akibat keberadaan lapisan tanah clay-shale yang mengandung montmorillonite (Irsyam et. al, 2007). Jenis tanah clay-shale ini dikenal sangat sensitif terhadap proses weathering dan berkurangnya tegangan lateral karena proses pemboran yang berakibat kepada terjadinya penurunan kekuatan tanah. Penurunan kekuatan tanah pada clay-shale ini bisa sangat bervariasi bergantung kepada durasi pengeboran tanah, lamanya clay-shale terekspos terhadap cuaca, serta sensitifitas dari clay-shale sendiri. Akibat adanya perubahan kekuatan tanah ini, maka terdapat kesulitan untuk memperkirakan nilai daya dukung fondasi secara akurat. Untuk mengatasi dampak terjadinya penurunan kekuatan tersebut maka dilakukan soil improvement berupa grouting melalui dasar tiang guna meningkatkan daya dukung fondasi Jembatan Suramadu (Irsyam et. al, 2007). Mengingat lokasi fondasi yang berada di laut lepas dan beban fondasi yang besar, maka sulit untuk melaksanakan static loading test dengan metoda konservatif seperti kentledge dan reaction piles. Untuk itu dipilih metoda OC-Test (Osterberg dan Pepper, 1984) sebagai alternatif pelaksanaan static loading test karena sangat menghemat ruang kerja dan dapat digunakan untuk pengujian daya dukung fondasi dengan beban rencana yang besar. Pelaksanaan OC-Test dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan setelah grouting sebagai upaya untuk mengetahui besarnya nilai unit end bearing dan skin friction sepanjang tiang serta mengetahui pengaruh grouting terhadap peningkatan daya dukung fondasi. Selanjutnya tulisan ini menyajikan hasil pelaksanaan OC-Test dan korelasi nilai N-SPT dengan nilai unit end bearing, unit skin friction, dan perkiraan undrained shear strength, cu pada fondasi Jembatan Suramadu.
Gambar 1. Model rencana Jembatan Suramadu
2. KONDISI TANAH Secara umum profil lapisan tanah pada lokasi Jembatan Suramadu cukup bervariasi. Pada sisi Surabaya, lapisan tanah terdiri atas lapisan soft clay pada bagian atas diikuti dengan lapisan dense sand dan selanjutnya diikuti oleh lapisan clay-shale. Sedangkan pada sisi Madura, lapisan tanah terdiri atas lapisan soft clay pada bagian atas diikuti oleh lapisan clay-shale dibawahnya diselingi dengan keberadaan lensa pasir pada beberapa lokasi. Untuk lebih memperjelas, berikut disajikan kondisi tanah beserta nilai N-SPT dengan mengambil contoh pada lokasi BH45 (Gambar 2). Pada BH45, dasar laut terletak pada kedalaman 18 m dan lapisan clay-shale mulai dijumpai pada kedalaman 28 m di bawah lapisan pasir yang diselingi keberadaan lapisan lanau berpasir dan lempung. Sedangkan pungujian daya dukung tiang dilakukan pada tiang P45-12 dengan lokasi load cell berada pada kedalaman 32 m dan 59 m.
Gambar 2. Profil tanah, nilai N-SPT, dan lokasi load cell pada tiang P45-12
3. END BEARING DAN SKIN FRICTION PADA TANAH KOHESIF End Bearing Tiang Bor Berdasarkan profil lapisan tanah, diketahui bahwa seluruh dasar tiang berada pada lapisan tanah kohesif (clay-shale) sehingga nilai end bearing pada tiang bor dapat diestimasi menggunakan persamaan berikut (Skempton 1951): Qp = 9 cu Ap
(1)
dengan cu adalah nilai undrained shear strength (kohesi) dan Ap adalah luas penampang tiang. Nilai cu dalam kaitannya dengan N-SPT umumnya digunakan sebesar 6.5 N (kPa) untuk tanah lempung seperti yang diusulkan oleh Terzaghi dan Peck (1967). Skin Friction Tiang Bor Profil tanah di lokasi Jembatan Suramadu terdiri atas lapisan tanah non-kohesif dan kohesif, namun untuk pembahasan nilai skin friction (tahanan selimut) pada makalah ini ditekankan pada lapisan tanah clay-shale (kohesif) saja. Nilai unit skin friction tiang pada tanah kohesif umumnya dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: (2)
τ = cu α
dengan α adalah faktor adhesi yang nilainya didasarkan atas usulan dari berbagai ahli fondasi. Salah satu faktor adhesi yang paling sering digunakan untuk tiang bor adalah yang diusulkan oleh Kulhawy (1984) dengan nilai α yang tergantung pada besarnya cu tanah (Gambar 3). (k N / m
2
)
S h a ft s in u p lift
T o m lin s o n , 1 9 5 7 ( c o n c r e t e p ile s )
D ata g ro u p 1 D ata g ro u p 2 D ata g ro u p 3
Adhesion factor (α )
S h a ft s in c o m p r e s s io n D ata g ro u p 1 D ata g ro u p 2 D ata g ro u p 3 6 5 U
α
=
8 4 1 C lo a d te s ts
0 .2 1 + 0 .2 6 p
U n d r a in e d S h e a r in g R e s is t a n c e u , s
a
/ su ( < 1 )
(tsf)
Gambar 3. Hubungan nilai α tehadap cu tanah untuk tiang bor (Kulhawy,1984)
Seperti halnya pada tahanan ujung, nilai cu untuk keperluan tahanan selimut untuk tanah lempung umumnya diambil sebesar 6.5 N (kPA). Namun pada tanah clay-shale yang mengalami penurunan kekuatan, untuk korelasi tahanan selimut Aurora et al (1977) mengusulkan nilai cu sebesar 2 N (kPa), sedangkan Irsyam dan Kartawiria (2005) berdasarkan hasil pengujian daya dukung fondasi Jembatan Ciujung yang juga berada pada lapisan clay-shale mendapatkan nilai cu sebesar 4 N (kPa). Nilai cu sebesar 4 N (kPa) ini sesuai dengan korelasi nilai cu dengan N-SPT terhadap indeks plastisitas tanah yang diusulkan oleh Stroud (1974) dimana tanah clay-shale secara umum memiliki nilai PI yang cukup tinggi.
4. PELAKSANAAN OC – TEST Peralatan utama pada pelaksanaan OC-Test Jembatan Suramadu terdiri atas load cell, tell tale yang terhubung dengan displacement tranducers, dan strain gauge. Load cell berfungsi untuk menghasilkan beban, sedangkan tell tale dengan displacement tranducers berfungsi sebagai alat pengukur displacement yang terjadi pada load cell, dan strain gauge berfungsi untuk mengukur distribusi regangan dan gaya aksial sepanjang tiang. Selain peralatan di atas, pelaksanaan OC-Test dilengkapi dengan pipa untuk keperluan sonic logging dan grouting pada dasar tiang. Pelaksanaan OC-Test dilakukan sebanyak dua kali pada kondisi sebelum dan setelah grouting. Jumlah load cell yang digunakan pada setiap tiang adalah dua (load cell atas dan load cell bawah) sehingga membagi tiang menjadi tiga buah segmen. Load cell atas digunakan untuk mengukur tahanan selimut tiang (segmen b dan segmen c) sedangkan load cell bawah digunakan untuk mengukur tahanan ujung tiang (segmen a). Pengujian dilakukan secara berurutan dimulai dengan load cell bawah baru kemudian dilanjutkan pada load cell atas secara bertahap. Pada setiap tahapan pembebanan yang dilakukan, besarnya gaya aksial dan displacement yang terjadi dicatat. Pembebanan maksimum telah tercapai apabila displacement yang terjadi nilainya sudah jauh lebih besar daripada pada tahap sebelumnya atau tingkat pembebanan telah mencapai batas maksimum yang ditentukan.
5. HASIL PELAKSANAAN OC-TEST Interpretasi Daya Dukung Hasil pelaksanaan OC-Test dapat diketahui berdasarkan pencatatan load–displacement pada load cell dan distribusi gaya aksial sepanjang tiang dari strain gauge. Setiap load cell akan menghasilkan dua buah grafik karena load cell bekerja secara bi-directional atau dua arah yaitu ke atas dan ke bawah sekaligus. Dari grafik tersebut dapat diketahui secara nilai daya dukung aksial tiang, namun untuk mengetahui hasil pada setiap lapisan tanah maka diperlukan hasil interpretasi strain-gauge. Dengan menggunakan interpretasi keduanya maka akan didapatkan distribusi nilai tahanan selimut tiap lapisan tanah serta tahanan ujung secara akurat pada setiap tiang uji. Contoh grafik interpretasi OC-Test dapat dilihat dalam Gambar 4.
Gambar 4. (a) Contoh grafik load-displacement pada P45-12 kondisi sebelum grouting,
Gambar 4. (b) Contoh grafik perbandingan distribusi skin friction tiap kedalaman kondisi sebelum dan setelah grouting pada P45-12
Korelasi Empiris Antara Unit End Bearing Dengan N-SPT Dari hasil interpretasi OC-Test dapat diketahui nilai end bearing (Qp) dari setiap tiang uji. Dengan melakukan perhitungan balik sesuai persamaan 1 sebelumnya, maka dapat ditentukan nilai unit end bearing terhadap nilai N-SPT (qp/N). Tabel 1. Korelasi empiris end bearing terhadap N-SPT sebelum dan sesudah grouting Sebelum Grouting No. Tiang
Setelah Grouting
N-SPT qp (kPa)
qp/N (kPa)
qp (kPa)
qp/N (kPa)
P45-12
27
661
24
2521
93
P46-19
35
2165
62
3137
90
P47-31
57
1990
35
2674
47
P55-13
24
1451
60
1672
70
Tabel 1 menunjukkan hasil korelasi unit end bearing terhadap N-SPT berdasarkan hasil OC-Test pada kondisi sebelum dan sesudah grouting. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai unit end bearing (qp) pada tanah clay-shale memiliki angka yang cukup bervariasi antara 24 N – 62 N (kPa). Adanya variasi nilai pada end bearing selain disebabkan oleh keberadaan lapisan clay-shale diperkirakan juga dipengaruhi oleh kondisi dan kebersihan dasar lubang bor. Tabel 1 juga menunjukkan hasil korelasi end bearing terhadap N-SPT berdasarkan hasil OC-Test pada kondisi setelah grouting. Akibat proses grouting dapat disimpulkan bahwa nilai qp meningkat dibandingkan nilai sebelum grouting yaitu antara 47 N – 93 N (kPa). Hal ini menunjukkan bahwa proses grouting meningkatkan nilai end bearing tiang secara signifikan dan mampu mengeliminasi permasalahan yang dapat timbul pada dasar lubang.
Korelasi Empiris Antara Unit Skin Friction Dengan N-SPT Pencatatan strain gauge menghasilkan nilai distribusi skin friction pada tiap kedalaman seperti yang telah diperlihatkan pada Gambar 4.b. Dengan menggunakan nilai N-SPT pada tiap kedalaman yang sama dapat diperoleh korelasi unit skin friction (τ/N) pada kondisi sebelum dan setelah grouting tiap kedalaman (Gambar 5).
(a)
(b)
Gambar 5. Distribusi nilai unit skin friction (τ/N) lapisan clay-shale tiap kedalaman pada kondisi : (a). sebelum grouting (b). setelah grouting
Berdasarkan kedua gambar di atas, maka nilai unit skin friction pada setiap tiang dapat diringkaskan dalam tabel berikut : Tabel 2. Korelasi empiris tahanan selimut terhadap N-SPT rata-rata τ /N (kPa) No. Tiang
Sebelum Grouting
Setelah Grouting (kedalaman 20 m terakhir)
P45-12
2.0
2.6
P46-19
1.1
1.9
P47-31
0.8
1.4
P55-13
2.2
2.8
Tabel 2. memperlihatkan pada kondisi sebelum grouting nilai τ bervariasi antara 0.8 – 2.2 N (kPa). Besarnya perbedaan nilai korelasi pada P46-19 dan P47-31 terhadap P4512 dan P55-13 menunjukkan bahwa pada tanah clay-shale penurunan kekuatan pada komponen skin friction bisa sangat bervariasi sebagai akibat proses pengeboran tanah dan eksposure terhadap cuaca. Sedangkan pada kondisi setelah grouting nilai τ pada tanah clay-shale meningkat antara 1.4 N hingga 2.8 N (kPa).
Korelasi Empiris Antara Nilai cu Dengan N-SPT Perhitungan lebih lanjut dengan mengasumsikan nilai unit end bearing (qp) sebesar 9 cu sesuai persamaan Skempton (1951) dan faktor adhesi pada unit skin friction (τ) mengikuti nilai yang dianjurkan oleh Kulhawy (1984), maka dapat diperkirakan besarnya nilai cu terhadap N-SPT (cu/N) pada kedua komponen daya dukung tiang tersebut. Tabel 3. Korelasi nilai cu terhadap N-SPT Rata-rata nilai cu/N (kPa) No. Tiang
Didasarkan pada perhitungan End Bearing
Didasarkan pada perhitungan Skin Friction
P45-12
2.7
5.4
P46-19
6.9
1.8
P47-31
3.9
1.3
P55-13
6.7
4.6
Hasil perhitungan (tabel 3) menunjukkan bahwa baik untuk komponen end bearing maupun skin friction menghasilkan nilai cu/N yang sangat bervariasi. Pada komponen end bearing korelasi nilai cu terhadap N-SPT berkisar antara 2.7 N – 6.9 N (kPa) sedangkan untuk komponen skin friction berada pada kisaran 1.3 – 5.4 N (kPa). Nilainilai ini menggambarkan bahwa penurunan kekuatan pada tanah clay-shale secara umum lebih besar pada komponen skin friction.
6. KESIMPULAN Pelaksanaan pembangunan fondasi tiang bor Jembatan Suramadu terletak pada lapisan clay-shale yang mengandung montmorillonite. Material ini sensitif terhadap berkurangnya tegangan lateral akibat proses pemboran tanah dan proses weathering sehingga dapat menyebabkan penurunan kekuatan tanah yang akibatnya mempersulit prediksi daya dukung tiang secara akurat. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian daya dukung fondasi. Uji statik dilakukan dengan OC-Test guna memperkirakan besarnya nilai daya dukung tiang baik pada komponen end bearing maupun skin friction. Hasil OC-Test menunjukkan bahwa nilai unit end bearing (qp) pada tanah clay-shale bervariasi antara 24 N - 62 N (kPa) sebelum grouting dan meningkat menjadi menjadi 47 N - 93 N (kPa) setelah grouting. Sedangkan untuk nilai korelasi unit skin friction (τ) bervariasi antara 0.8 N - 2.2 N (kPa) sebelum grouting dan meningkat menjadi 1.4 N 2.8 N (kPa) setelah grouting. Perhitungan lain dalam bentuk korelasi nilai cu terhadap NSPT juga memberikan hasil yang bervariasi, yaitu untuk end bearing nilainya sebesar 2.7 N (kPa) - 6.9 N (kPa) sedangkan untuk komponen skin friction sebesar 1.3 N – 5.4 N (kPa). Hasil perhitungan di atas memberikan informasi bahwa nilai daya dukung tiang pada tanah clay-shale dapat sangat bervariasi, proses grouting terbukti dapat meningkatkan daya dukung tiang, dan pengaruh penurunan kekuatan pada clay-shale lebih dominan pada komponen skin friction daripada end bearing.
DAFTAR PUSTAKA Aurora, Ravi, dan Reese, L.C. (1977) "Field Test of Drilled Shafts in Clay-Shales," Ninth International Conference on Soil Mechanics and Foundation Engineering. Tokyo, Japan, July, 1977. Consortium of Chinesse Contractors (2006) "Suramadu Bridge, Main Bridge Pile Load Test (OC Test) Stage II Test Report". Consortium of Chinesse Contractors (2007) "Suramadu Bridge, Approach Bridge Pile Load Test (OC Test) P45-12 Test Report". Consortium of Chinesse Contractors (2008) "Suramadu Bridge, Approach Bridge Pile Load Test (OC Test) P52-06 & 55-13 Test Report". Irsyam, M dan Kartawiria, A. (2005) “Permasalahan Geoteknik dalam Desain dan Pelaksanaan Pekerjaan Pondasi, Jembatan Ciujung. Jalan Tol Cipularang Tahap II,” Seminar dan Pameran HAKI, Agustus 2005, pp. Z1-Z10. Irsyam, M., Sahadewa, A., Boesono, A., Soebagyo, dan Destiawan (2007) "Bearing Capacity of Grouted Bored Piles in Clay-Shales of the Suramadu Bridge,” The 13th Asian Regional Conference on Soil Mechanics and Geotechnical Engineering, Kolkata, India, December 10-14. Irsyam, M., Sahadewa, A., Boesono, A., dan Soebagyo (2007) "Pengaruh Strength Reduction Tanah Clay Shale Akibat Pelaksanaan Pemboran Terhadap Nilai Daya Dukung Pondasi Tiang di Jembatan Suramadu Berdasarkan Analisis Hasil Tes OC,” Jurnal Teknik Sipil ITB, Vol.14 No.2, Mei, 2007, pp. 69-82. Kulhawy, F.H. (1984) "Limiting Tip and Side Resistance-Fact or Fallacy,” Analysis and Design of Pile Foundation, ed. J.R. Meyer, ASCE, New York, pp 80-98. Osterberg, J.O dan Pepper, S.F. (1984) "A New Simplified Method for Load Testing Drilled Shaft,” Foundation Drilling, Association of Drilled Shaft Contractors, August, pp. 9-11. Skempton, A.W. (1951) “The Bearing Capacity of Clays,” Proceedings of Building Research Congress. London, 1, pp180-189. Stroud, M.A. (1974) "The Standard Penetration Test in Insensitive Clays and Soft Rocks,” Proceedings of The European Symposium on Penetration Testing, Vol 2.2 pp 367-375, Stockholm. Terzaghi, K. dan Peck, R.B. (1967) "Soil Mechanics in Engineering Practice,” 2nd ed. John Wiley. New York.