1
KONSERVASI AIR SEBAGAI UPAYA MENGATASI KRISIS AIR TAWAR Oleh: Jeni Disampaikan pada matakuliah problemantika lingkungan hidup di Program Studi Biologi PPs UM – Malang 2014
1.1. Pendahuluan Sebagian besar planet bumi tertutupi oleh air. Air yang meliputi bumi, 2.5% diantaranya yang tergolong air tawar. Jumlah 2,5% tersebut sebagian besar tersimpan dalam bentuk es, air tanah dalam, dan hanya sebagian kecil yang dapat diakses dan digunakan oleh manusia (Oki & Kanae, 2006). Terus bertambahnya jumlah penduduk dunia berhubungan dengan kebutuhan air yang lebih banyak lagi, sementara ketersediaan air terus mengalami penurunan. Ketersediaan air tawar dengan persentase tersebut berpotensi menjadi sumberdaya yang diperebutkan selain minyak bumi dikemudian hari. Hal ini cukup beralasan, mengingat air adalah salah satu kebutuhan vital bagi mahluk hidup. Semua mahluk hidup termasuk manusia mempunyai ketergantungan erat dengan air. Air berperan dalam menyusun sel tubuh, proses metabolisme, senyawa penting dalam reaksi fotosintesis dan berbagai fungsi lainnya. Kebutuhan air mesti diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup setiap aspek biotik yang ada di bumi. Oleh karenanya penggunaan air memerlukan tindakan yang bijak agar pemanfaatannya terus berkelanjutan. Namun demikian, di Indonesia berbagai fenomena alam sehubungan dengan masalah air seakan telah menjadi siklus tahunan. Ketika musim kemarau tiba diikuti dengan kekeringan yang berkepanjangan dan memberikan dampak diberbagai aspek kehidupan masyarakat. Ketersediaan air bersih bagi masyarakat makin berkurang seiring dengan keringnya berbagai sumber air seperti sumur, waduk, ataupun sumber mata air lainnya. Demi memenuhi kebutuhan air, masyarakat mesti mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk membeli air atau tenaga ekstra untuk mencapai sumber air dengan jarak yang cukup jauh. Permasalahan lainnya akibat kurangnya pasokan air tawar adalah lahan pertanian mengalami kekeringan yang berpotensi pada gagal panen. Fenomena ini berpotensi pada implikasi lanjutan yaitu masalah kerawanan pangan. Memasuki musim penghujan permasalahan tidak jauh berbeda, walaupun dampak yang ditimbulkan merupakan dua hal yang berbeda ketika musim kemarau, tetapi secara substansi antara keduanya menimbulkan permasalahan. Banjir di berbagai wilayah di Indonesia adalah efek yang sering dimunculkan di media elektronik dan media masa. Banjir memberikan dampak berkelanjutan, mulai dari kerusakan infrastruktur, gagal panen dan kerugian ekonomi lainnya. Musim penghujan juga menyebabkan tanah longsor, memutuskan jalur transportasi bahkan sampai menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu manajemen pengelolaan lingkungan dan sumber daya lainnya sudah
menjadi tanggung jawab bersama dan tidak semata-mata dilimpahkan ke pemerintah, khususnya penanganan air baik saat menghadapi musim kemarau atau musim penghujan. Sehubungan dengan kebutuhan air tawar, Indonesia mempunyai sumber daya air 3,22 triliun meter kubik pertahun atau setara dengan ketersediaan air per kapita sebesar 16.800 meter kubik per tahun (Pkps Bappenas, 2011). Bahkan ketika musim penghujan tiba dapat melampauhi volume tersebut. Artinya bahwa dengan jumlah tersebut Indonesia semestinya tidak mengalami kekurangan air. Namun masyarakat belum sepenuhnya dapat mengakses sumber air bersih yang aman. Penyediaan air khususnya air bersih untuk masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan kesehatan dan meningkatkan standar kualitas hidup masyarakat. Saat ini penyediaan air bersih untuk masyarakat di Indonesia masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang cukup kompleks dan sampai saat ini belum teratasi sepenuhnya. Salah satunya adalah masih rendahnya tingkat pelayanan air bersih untuk masyarakat. Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) nomor 14 tahun 1987, maka pengelolaan sarana dan prasarana air bersih diserahkan kepada pemerintah daearah tingkat I sedangkan pengelolaannnya dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang berada dibawah kendali pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten/Kota. Kebijakan ini prinsipnya dapat membantu daerah untuk melakukan pengelolaan sumber daya air secara mandiri dengan melihat tingkat kebutuhan masyarakat. Kebijakan ini ternyata belum mampu menjawab kebutuhan air bersih di masyarakat. Sampai tahun 2006 proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap sistem perpipaan (PDAM) mencapai 18,38 persen dan akses terhadap sistem non-perpipaan terlindungi sebesar 43,57 persen (RPJMN 2010-2014) disitasi (Kementerian PU. 2010). Jika melihat data di atas, merupakan ironi bagi masyarakat Indonesia, dengan kekayaaan sumber daya air yang melimpah, tetapi masih sedikit yang mendapatkan akses air bersih yang aman, ataupun keperluan lain seperti pemanfaatan air untuk irigasi lahan pertanian. Pemenuhan air yang minim, maka diperlukan upaya serius dalam manajemen pengelolaan air baik oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk ikut serta menjaga dan melestarikan berbagai sumber air tawar sesuai dengan peran dan kewenangan masing-masing. 1.2. Beberapa Potensi Terjadinya Krisis Air Bersih Ketersediaan sumber air untuk wilayah Indonesia sebenarnya cukup melimpah. Meskipun demikian, total curah hujan cukup tinggi di masing-masing pulau tersebut tidak seluruhnya diserap oleh tanah dan menjadi air tanah. Justru karena tidak terkontrolnya pertambahan lahan terbangun yang kedap air dan untuk menghindari banjir, upaya yang dilakukan adalah mengalihkan air hujan dibuang ke laut. Data yang ada menunjukkan, bahwa sebagian besar air hujan menjadi run off atau air permukaan. Secara ringkas masalah yang mengancam ketahanan air di Indonesia meliputi:
3
a.
Semakin bertambahnya luas lahan kritis 13,1 juta ha (1992) dan 18,5 juta ha (2009).
b.
Semakin berkurangnya daerah resapan air menjadi kawasan kota dan industri (alih fungsi lahan pertanian 35000 ha/th juga mengancam ketahanan pangan).
c.
Semakin tingginya pemakaian air tanah (di beberapa kota besar 73% penduduk menggunakan air tanah).
d.
Semakin bertambahnya pengguna air karena pertumbuhan penduduk meningkat.
e.
Semakin tingginya penggunaan air karena peningkatan kualitas kehidupan.
f.
Semakin tercemarnya sumber sumber air (sungai, danau, air tanah) karena tidak tersedia sarana pengolah air limbah di perkotaan.
g.
Pemanasan global/kenaikan muka air laut yang menimbulkan gangguan terhadap pertambakan, abrasi pantai dan memperberat masalah banjir kota-kota tepi pantai, (mengancam 450,000 ha tambak, 10.666 desa pantai dengan 16 juta penduduk yang tinggal di kawasan pantai).
h.
h) Belum terpadunya program, kewenangan dan tanggung jawab antar lembaga/kementerian Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral/Air Tanah, dan Kementerian Dalam Negeri).
(Direktorat pengkajian bidang Sosbud Lemhanas, 2013) 1.3. Manajemen Sumber Daya Air Ketersediaan air bersih tidak terlepas dari penyediaan air baku sebagai bahan dasar pengelolaan air bersih. Artinya bahwa ketika terjadi jumlah pasokan air bersih yang kurang, berkaitan erat dengan minimnya pasokan air baku. Karena air adalah salah satu kekayaan alam yang dikuasai oleh negara, maka permasalahan di atas berkaitan dengan tidak efektifnya pihak terkait dalam menyediakan pasokan air baku. Tidak dapat disangkal bahwa kondisi topografi Indonesia yang beragam, berdampak pula pada penyediaan pasokan air baku di berbagai daerah. Sungai-sungai besar di Kalimantan sampai Papua menyediakan sumber air baku yang melimpah, tetapi di sisi lain banyak daerah di Jawa kekurangan air. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2003, Kementerian PU pernah menghitung kebutuhan air di pulau Jawa mencapai 38 miliar meter kubik. Akan tetapi, ketersediaan air hanya ada 25 miliar meter kubik. Sementara tahun 2020, diperkirakan kebutuhannya mencapai 42 miliar meter kubik (IRSDP Bappenas, 2010). Tidak adanya jaminan tegas terhadap ketersediaan air baku, tergambar dari minimnya jumlah bendungan besar di Indonesia. sampai saat ini, tercatat ada 284 bendungan besar dengan total tampungan saat kondisi normal mencapai 12,4 miliar meter kubik. Kementerian PU mengelola 257 bendungan besar diantaranya, dengan total tampungan mencapai 6,1 miliar meter kubik (IRSDP Bappenas, 2011). Jika disandingkan dengan negara seperti China, India, Amerika dan Jepang, Indonesia masih jauh tertinggal dalam penyediaan infrastruktur ini. Secara berturut-turut, jumlah
bendungan yang dimiliki oleh negara China, India, Amerika dan Jepang adalah 20.000, 1.500, 6.000, 3.000 buah bendungan. Jika melihat jumlah penduduk Indonesia hasil sensus 2010 yang mencapai 237.641.326 jiwa (BPS, 2010), maka diperlukan kerja keras dari pemerintah untuk menyediakan pasokan air baku dalam jumlah yang besar. Data Bappenas tahun 2012 menyebutkan daya tampung air di Indonesia hanya mencapai 54 meter kubik per kapita per tahun. Angka ini jauh lebih rendah dari kebutuhan air sebanyak 1.975 meter kubik per kapita per tahun. Jika dibandingkan dengan daya tampung air di Thailand yang mencapai 1.277 meter kubik per tahun per kapita, Meksiko 1.104 meter kubik per tahun per kapita, dan Amerika Serikat 5.991 meter kubik per tahun per kapita (IRSDP Bappenas, 2011). Maka dengan jumlah penduduk yang besar, Indonesia ditahun-tahun mendatang akan menghadapi krisis air bersih. Fakta di atas menunjukan bahwa pengelolaan air khususnya air baku di Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain yang disebutkan sebelumnya. Terlepas dari semua keterbatasan, dan berbagai persoalan baik ekonomi maupun politik, air sebagai kebutuhan vital yang melingkupi hajat hidup rakyat Indonesia, sudah semestinya pemerintah melalui dinas atau satuan kerja terkait, menjadikan penyediaan air sebagai salah satu program prioritas. 1.4. Upaya pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam memenuhi ketersediaan dan konservasi air berkelanjutan. a.
Peran Pemerintah Dalam Pemenuhan Air Bersih. Bentuk tanggung jawab pemerintah dalam menjamin ketersediaan dan pengelolaan sumber
daya air telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air merupakan salah satu Undang-Undang yang dibuat untuk mengaturnya. Secara umum Undang-Undang tersebut membahas tentang Wewenang dan Tanggung Jawab, Konservasi Sumber Daya Air, Pendayagunaan Sumber Daya Air, dan Pengendalian Daya Rusak Air. Salah satu implementasi dari pelaksanaan Undang-Undang ini adalah pemerintah melakukan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) baik di tingkat pemerintah atau pemerintah daerah. Pengembangan SPAM selain diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Badan Usaha Milik Negara dan atau Badan Usaha Milik Daerah merupa-kan penyelenggara pengembangan sistem penyediaan air minum. Namun dalam Undang-Undang yang sama pasal 45 ayat 3 disebutkan pula bahwa pengusahaan sumber daya air dapat dilakukan oleh perseorangan, badan usaha atau kerjasama antara badan usaha berdasarkan izin pengusahaan dari pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
5
Sistem birokrasi dan manajemen yang belum maksimal, pemberian wewenang pengelolaan air minum kepada daerah saat ini belum dapat maksimal memberikan pelayanan pemenuhan air bersih kepada masyarakat. Olehnya itu, pemberian wewenang kepada badan usaha atau investor di bawah pengawasan pemerintah, mungkin dapat ditempuh oleh pemerintah dalam rangka pelayanan secara profesional untuk menyediakan air bersih kepada masyarakat. Asumsinya bahwa saat ini pemerintah belum secara penuh memberikan pengelolaan air bersih kepada badan usaha atau swasta terkait dengan privatisasi atau profit oriented. Tetapi adanya regulasi dan pengawasan yang baik, maka hal ini dapat disinergikan dengan pihak yang bekerjasama. Secara konstitusional pemerintah telah memiliki payung hukum yang jelas berhubungan dengan pengelolaan sumber daya air. Undang-Undang nomor 7 tahun 2004 pasal 5 mengisyaratkan negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Hal ini tentu merupakan jaminan yang mesti diperhatikan oleh pemerintah untuk secara maksimal manfaatkan sumber daya air yang dimiliki. Political will dari pemerintah adalah harapan masyarakat untuk implementasinya secara teknis. Upaya menangani kasus tersebut tercermin dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Bab II pasal 21 tentang konservasi sumber daya air yang ditujukan untuk menjaga kelangsungan keberdayaan daya dukung, daya tampung dan fungsi sumber daya air. Kegiatan konservasi atau perlindungan dan pelestarian sumber daya air, sebagai berikut: Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air; Pengendalian pemanfaat sumber air; Pengisian air pada sumber; Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi; Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan dan pemanfaatan lahan pada sumber air; Pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu; Pengaturan daerah sempadan sumber air; Rehabilitasi hutan dan lahan, dan atau Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam. Salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap ketersediaan air baku adalah sinergi program antara Direktorat Jenderal Cipta Karya dengan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PU dalam bentuk komitmen tersedianya anggaran dalam lima tahun (20102014) sebesar Rp 7 triliun. Estimasi dana tersebut yang diimplementasi dalam bentuk pembangunan infra-struktur irigasi, maka Ditjen Cipta Karya mendapat bantuan air baku sebesar 11 meter kubik per detik (IRSDP Bappenas, 2011). b.
Peran Swata Perputaran industri tidak hanya ditopang oleh keberadaan sumber daya manusia, tetapi juga
sumber daya alam. Pabrik-pabrik memperoleh bahan baku untuk dapat membuat produknya. Seiring dengan berkembangan teknologi, berbagai sumber daya alam, seperti pohon dan tumbuhan, batu bara, minyak bumi, gas, air, tanah, beserta binatang-binatang yang mendiaminya, dalam waktu singkat
berubah menjadi produk jadi. Bahan bakar berbagai mesin, lahan perkebunan dan pertanian, maupun produk makanan serta minuman jadi yang diproduksi secara massal. Namun demikian alam tidak lagi seimbang akibat dieksploitasi dan pencemaran. Tatkala berbagai bencana alam kian sering terjadi dan perubahan cuaca serta pemanasan global menjadi isu yang mulai ditakuti, maka manusia mulai tersadar untuk memperhatikan lingkungan alam yang diterlantarkannya. Semua kalangan di belahan dunia mulai menyadari pentingnya melakukan tindakan untuk mencegah, menjaga, dan mengurangi kerusakan lingkungan, tak terkecuali kalangan pengusaha. Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan merupakan salah satu sarana bagi perusahaan-perusahaan, terutama yang usahanya terkait dengan sumber daya alam, untuk menyeimbangkan antara keuntungan ekonomi dengan kontribusinya bagi ekonomi masyarakat, sosial, dan lingkungan demi mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Di Indonesia, kewajiban bagi perusahaan untuk melakukan kegiatan-kegiatan CSR tercantum di dalam UU 40 Tahun 2007 pasal 74 tentang Perseroan Terbatas. Ayat 1 menyatakan perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ayat 2 berbunyi tanggung jawab sosial dan lingkungan itu merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran. Ayat 3 menggariskan perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana Pasal 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat 4 menyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah. Beragam kegiatan CSR yang dilakukan demi melestarikan keberlanjutan lingkungan alam secara langsung maupun melalui kerja sama dengan pemangku kebijakan lainnya. Kegiatan CSR lingkungan biasanya berupa kampanye, pemberian bantuan pendidikan maupun pelatihan, penanaman pohon, pembuatan ruang terbuka hijau maupun taman, penghematan sumber daya alam yang digunakan di pabrik ataupun toko, pengajaran hingga pengaplikasian daur ulang serta penggunaan kembali produk-produknya. Kegiatan CSR berwawasan lingkungan yang dilakukan PT. Astra Honda Motor (AHM) misalnya, lebih merujuk pada program penghijauan yang juga terintegrasi ke dalam produk-produk yang diproduksinya. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2009 AHM telah melakukan penanaman pohon lebih dari 6.600 pohon melalui Program Hijau Jakartaku yang merupakan bagian dari Program Penanaman Sejuta Pohon. Selain itu, AHM juga membangun 2 taman kota, yaitu di Jl. Galunggung, Jakarta Pusat, dan di Kompleks Perumahan Cirendeu Permai, Tangerang. AHM juga membangun Zona Teknologi Otomotif Roda Dua di Taman Pintar Yogyakarta, sebagai wahana edukasi tentang
7
teknologi sepeda motor ramah lingkungan dan sosialisasi berkendara dengan aman. AHM juga mengklaim bahwa perusahaannya telah menerapkan green process, yaitu proses produksi pembuatan sepeda motor yang memakai prinsip reduce (pengurangan), reuse (pengunaan kembali), recycle (daur ulang), retrieve energy (pemulihan kembali energi), dan recover (pemulihan) sesuai dengan sistem manajemen lingkungan ISO 14001 pada seluruh lini produksi. Kegiatan CSR berbasis lingkungan yang dilakukan oleh AHM juga telah diikuti oleh perusahaan-perusahaan serupa, terutama dalam hal pengembangan mesin motor yang ramah lingkungan, pendidikan berwawasan lingkungan hidup, dan pembangunan taman kota. PT. Coca Cola Bottling Indonesia lebih mengarahkan kegiatan CSR lingkungannya pada konservasi sumber daya air. Selain terlibat dalam berbagai kampanye lingkungan, kegiatan Water for School, Program Cinta Air, dan penanaman pohon, produsen minuman ringan ini menerapkan konsep penghijauan melalui penggunaan biopori atau alat penyerapan air serta daur ulang sampah organik menjadi pupuk organik di pabrik-pabriknya dan lingkungan sekitarnya. Di Bandung PT. Coca Cola Bottling Indonesia bekerja sama dengan Universitas Padjadjaran dan Universitas Islam Bandung serta masyarakat sekitar membangun Green Organic Farm (Rumah hijau) yang merupakan sarana pembibitan tanaman untuk penghijauan dan pembelajaran bagi warga setempat. Sementara itu, PT. Coca Cola Amatil Indonesia (CCAI) di Bali telah mengganti kendaraan operasional karyawannya dengan E-Bike, yaitu sepeda motor bertenaga listrik. Sepeda motor ini mampu mereduksi kontribusi karbondioksida ke udara hingga 78% per unitnya, tidak menimbulkan polusi suara, serta memiliki kendali kecepatan sehingga aman dan efesien untuk dikendarai. Sasaran CSR lingkungan PT. Danone Indonesia juga banyak ditujukan bagi konservasi sumber daya air dan hutan. Melalui websitenya, PT. Danone Indonesia menyebutkan tidak hanya terlibat dalam kegiatan konservasi Daerah Aliran Sungai yang terletak di 12 lokasi pabriknya di seluruh Indonesia, namun juga aktif melakukan reboisasi dan konservasi hutan melalui kegiatan penanaman ratusan ribu pohon di kawasan hutan lindung, lahan kritis, dan pegunungan di pulau Jawa. Salah satu bagian kegiatan CSR PT. Danone untuk menyelesaikan masalah berkaitan dengan penyediaan air bersih adalah Program Satu untuk Sepuluh yang hingga saat ini masih terus dilakukan. Program ini bertujuan untuk dapat menyediakan bak-bak penampung air bersih bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur yang sering mengalami kekeringan. Kegiatan CSR Starbucks Coffee Indonesia (SCI) lebih banyak diterapkan secara langsung, baik melalui produk dan pelayanan yang dihasilkan, fasilitas toko, maupun kegiatan kampanye lingkungan bersama komunitasnya. Adapun strategi yang diambil SCI adalah renewable energy (energi terbarukan), energy conservation (konservasi energi), collaboration (kolaborasi), dan advocacy (advokasi). Dalam situsnya, SCI menyebutkan bahwa pihaknya berupaya untuk secara signifikan mengecilkan dampak lingkungan melalui menghemat energi dan air, mengurangi limbah yang
berhubungan dengan pemakaian tisu, cangkir, maupun pembungkus produknya, meningkatkan kegiatan daur ulang, serta memakai konsep green building (bangunan hijau) pada gerai-gerai tokonya di seluruh dunia. Komitmen SCI untuk memperjuangkan kebijakan perubahan iklim dilakukan advokasi melalui kemitraan dengan perusahaan maupun organisasi lainnya. SCI juga bekerja sama dengan Conservation International melakukan uji coba program insentif konservasi hutan di Sumatera, Indonesia, dan Chiapas, Mexico, yang menghubungkan para petani kopi dengan perdagangan karbon sebagai upaya mengurangi emisi karbon. c.
Menabung Air Hujan Menabung air hujan hanya merupakan analogi dari cara menangkap air hujan untuk
diresapkan ke dalam tanah. Beberapa cara untuk air hujan diresapkan ke dalam tanah adalah melalui sumur resapan, resapan biopori, atau berbagai tempat penampungan air lainnya seperti danau, situ, waduk, ataupun sungai. Secara umum konsep ini diarahkan pada perubahan paradigma pemerintah dan masyarakat ketika menghadapi situasi musim penghujan. Saat ini pemerintah lebih meniti beratkan pada pembangunan infrastruktur saluran air untuk mempercepat limpasan air permukaan disaat turun hujan untuk dialirkan ke sungai yang pada akhirnya dibuang ke laut dan hal ini juga diikuti oleh masyarakat secara umum. Mengingat musim kemarau selalu diiringi dengan kekeringan dan musim hujan dibarengi dengan banjir, maka perlu adanya perubahan pola pikir untuk mengalihkan air hujan dengan cara menabung air hujan tersebut baik oleh pemerintah maupun peran serta masyarakat. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dengan menabung air adalah :
Mengurangi limpasan air permukaan saat terjadi hujan dan mengurai ancaman banjir.
Upaya mengatasi krisis air bersih dengan meningkatkan jumlah air tanah yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih. Jika dibuat simulasi di Kota Malang, berdasarkan data BPS kota Malang bahwa jumlah
penduduk tahun 2013 berjumlah 840.803 jiwa (BPS Kota Malang). Jika dibuat sebuah simulasi sederhana bahwa jika 30% dari jumlah penduduk atau sekitar 252.240 memiliki sumur resapan dengan volume tampung 4 m3 jika terjadi hujan, maka dalam sekali hujan terdapat 1.008.963 m3 yang dapat ditabung untuk diresapkan ke dalam tanah. hal ini adalah upaya-upaya penting yang dilakukan pada skala rumahan untuk meresapkan air ke bumi. Hal ini menunjukkan bahwa orientasi yang efektif upaya ini adalah pada peran serta masyarakat secara bersama-sama untuk menyadari pelestarian air tawar. Masyarakat dengan tingkat sebaran yang luas maka proses menangkap air hujan untuk diresapkan ke bumi akan semakin besar. Sehingga informasi seperti ini perlu disosialisasikan dalam rangka perubahan pola pikir masyarakat tentang air yang selama ini hanya mengambil, dapat ditambah dengan menyimpan air.
9
tersebut adalah Rumah tangga bahwa separuh dari jumlah tersebut. 1.5. Kesimpulan a. Air adalah sumber daya alam yang vital bagi kehidupan manusia, oleh karena itu paradigma mengkonservasi air selain oleh pemerintah, juga dibangun pada persepsi di masyarakat. b. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan konservasi air adalah pembuatan wadukwaduk baru, sumur resapan, dan biopori.
DAFTAR PUSTAKA Bappenas. 2011. Ironi Air Di Indonesia. Sustaining partnership edisi Desember:46.http://pkps.bappenas.go.id/attachments/article/956/DESEMBER%20Reguler_AIR%20BE RSIH_INDONESIA_L.pdf (diunduh 25 Nopember 2014). BPS. 2010. Jumlah dan disribusi Penduduk. http://sp2010.bps.go.id/ (diunduh 09/12/2014). BPS Kota Malang. 2014. Jumlah Penduduk Kota Malang menurut Jenis Kelamin Tahun 2005-2013. (http://malangkota.bps.go.id/index.php?hal=tabel&id=25 diunduh 02/12/2014). Direktorat Pengkajian Bidang Sosial dan Budaya Lemhanas. 2013. Pengelolaan Sumber Daya Air Guna Mendukung Pembangunan Nasional dalam Rangka Ketahanan Nasional. Jurnal Kajian Lemhannas RI. Edisi (15):50-60. IRSDP Bappenas. 2011. Ironi Air Di Indonesia. Sustaining Partnership-Media Informasi Kerjasama Pemerintah Swasta:1-6. Kementerian PU. 2010. Kajian Keterpaduan Pengembangan Air Baku, Air Bersih dan Sanitasi: Studi kasus (kota Pelembang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan Banjarmasin). PT. Polatex Rancang Bangun: Jakarta. Oki Taikan, Kanae Shinjiro. 2006. Global Hydrological Cycles and World Water Resources. Science Vol.313:1068-1072. Peraturan pemerintah RI Nomor 14 Tahun 1987 Tentang Penyerahan sebagian urusan pemerintah di bidang pekerjaan umum kepada daerah. Jakarta. Peraturan pemerintah RI Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Jakarta. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. http://www.bapepam.go.id/reksadana/files/regulasi/uu%2040%202007%20perseroan%20ter batas.pdf. (diunduh 11/12/2014). Endah. 2014. CSR Lingkungan : Kontribusi Swasta Menghijaukan Kota. http://pustaka.pu.go.id/new/artikel-detail.asp?id=296.