PROSIDING PERUMAHAN PERMUKIMAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA
Konsep Perancangan Rumah Susun Bagi Pedagang Pasar Lokasi Studi : Pasar Oeba, Kelurahan Fatubesi, Kupang – NTT Hamidah Keke Abubakar1) Purwanita Setijanti 2) Sri Nastiti N. Ekasiwi 3) 1) Mahasiswa Jurusan Arsitektur, email :
[email protected] 2) Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111 3) Jurusan Arsitektur FTSP ITS Surabaya Indonesia 60111 Abstrak Keberadaan pasar Oeba memberikan karakter tersendiri bagi warga disekitarnya sebagai penggerak ekonomi. Semakin tingginya harga tanah di perkotaan, optimalisasi pemanfaatan lahan untuk pembangunan perumahan dan permukiman menjadi suatu hal yang tidak terelakkan. Salah satu upaya untuk menata lingkungan perumahan dan pasar agar menjadi lebih baik adalah melalui pembangunan rumah susun. Alasan rumah susun yang dipilih sebagai salah satu alternatif untuk memperbaiki lingkungan permukiman dan lingkungan pasar karena terbatasnya lahan yang ada di pasar Oeba, sebagian besar rumah yang dibangun diatas tanah legal milik Pemkot Kupang dengan sistim sewa, dan yang terpenting adalah rumah susun diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Penelitian ini menghasilkan konsep perancangan rumah susun bagi pedagang pasar. Analisis faktor digunakan untuk memperoleh faktor yang berpengaruh dalam perancangan rumah susun bagi pedagang pasar. Konsep perancangan rumah susun bagi pedagang Pasar Oeba menggunakan analisa trianggulasi. Rumah susun bagi pedagang Pasar Oeba terdiri atas 4 lantai dengan lantai 1 digunakan untuk komersial dan ruang bersama, lantai 2,3,4 dan 4 digunakan untuk hunian. Dalam tiap satuan rumah susun terdapat ruang tamu, kamar tidur, kamar mandi, dapur dan tempat jemuran Kata Kunci : Konsep, Pedagang Pasar, Rumah Susun LATAR BELAKANG Pasar Oeba merupakan salah satu pasar tradisional terbesar di Kota Kupang. Keberadaan pasar tersebut telah memberikan karakter tersendiri sebagai kawasan layanan jasa dan komersil dengan lingkup layanan bukan hanya lokal tapi juga regional sehingga pasar ini juga dikatakan sebagai penggerak perekonomian warga sekitar. Kondisi pasar selain sebagai layanan jasa dan komersil, juga merupakan kawasan permukiman penduduk. Kondisi pasar yang yang masih kurang tersentuh upaya penataan secara maksimal menyebabkan beberapa permasalahan antara lain : a) sampah pasar yang tidak diklola secara baik sehingga menyebabkan polusi bagi lingkungan disekitarnya, b) saluran drainase yang tidak terpelihara, dan dipenuhi sampah, c) kualitas pasar yang kurang baik dan keberadaan pedagang sektor informal menambah kesan kumuh pasar Oeba. Sehingga pasar ini dapat dikatakan sebagai kawasan kumuh karena lingkungan permukiman dan lingkungan pasar areanya tidak teratur, kualitas bangunan yang rendah (semi permanen), kotor dan kurang sehat, kepadatan bangunan yang lebih besar dari yang diijinkan, serta fungsi rumah yang bercampur tidak jelas(DPU, 2008). Dibandingkan dengan dua pasar tradisional yang ada di Kota Kupang, pasar Oeba mempunyai karakteristik dan keistimewaan antara lain : a) berada di tengah-tengah rumah pada daerah/kawasan hunian, b) letaknya dekat dengan laut, berdekatan dengan rumah potong hewan dan tempat pelelangan ikan. Sedangkan gambaran umum/eksisting pasar Oeba secara garis besarnya adalah : a) kawasan yang padat penduduk, kondisi lingkungan kumuh dan tidak sehat, b) mempunyai lahan yang terbatas, c) pola bermukim horisontal yang cenderung padat menjadi pola hidup pedagang, d) rumah tinggal berfungsi sebagai tempat menyimpan barang dagangan dan sekaligus sebagai tempat berdagang, dan dibangun diatas tanah legal milik pemerintah dengan sistim sewa tanah, e) sebagian besar masyarakatnya merupakan masyarakat berpenghasilan rendah.
Kamis,4 Maret 2010, Jurusan Arsitektur – FTSP – ITS Surabaya
I-1
PROSIDING PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA
Semakin pesatnya perkembangan perumahan di kota, maka akan berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan lahan sebagai salah satu sumber daya kota yang semakin langka untuk permukimannya. Demikian pula yang terjadi di pasar Oeba, sehingga salah satu upaya untuk menata lingkungan perumahan yang berada di pasar Oeba dan menata lingkungan pasar itu sendiri agar menjadi lebih baik, dengan cara memisahkan tempat kerja dan hunian dengan tetap memperhatikan jarak hunian dan tempat kerja . Seperti yang dikemukan oleh Budihardjo, 1994, bahwa masyarakat berpenghasilan rendah menempatkan pemilihan lokasi dekat dengan lapangan kerja sebagai preferensi utama, kemudian menyusul kejelasan kepemilikan, dan yang terakhir adalah penyediaan fasilitas sosial dan kenyamanan. Selanjutnya menurut Turner (1972), pada tingkat pertama yang menjadi prioritas tertinggi berkaitan dengan hunian adalah perumahan yang jaraknya dekat dengan lokasi kerja, sehingga dalam hal ini status kepemilikan dan standart kenikmatan sama sekali tidak diperhatikan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pedagang dalam menempati huniannya lebih memilih tempat tinggal yang terjangkau oleh kemampuan finansial dan dekat dengan tempat kerja. Untuk memilih tempat tinggal, masyarakat akan memilih hunian yang terjangkau oleh taraf ekonomi mereka, karena merupakan bentuk dari penghematan/efisiensi hidup mengingat sebagian besar penduduk di Pasar Oeba merupakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Sehingga salah satu program urban renewal (peremajaan kota) yang tepat untuk mengatasi permasalahan permukiman di Pasar Oeba adalah pembangunan rumah susun sederhana sewa bagi masyarakat Pasar Oeba. Tujuan penelitian adalah mendapatkan konsep perancangan rumah susun yang sesuai dengan pedagang pasar Oeba. Sedangkan sasaran penelitiannya adalah : 1. Mengeksplorasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam perancangan rumah susun, ditinjau dari segi hunian dan tempat kerja bagi pedagang pasar Oeba. 2. Menentukan faktor-faktor yang berpengaruh dalam perancangan rumah susun yang sesuai dengan pedagang pasar Oeba kelurafan Fatubesi.. 3. Merumuskan konsep perancangan rumah susun yang sesuai dengan pedagang pasar Oeba. KAJIAN TEORI Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang berhubungan dengan rumah, perumahan, permukiman dan rumah susun. Menurut Maslow (1977) dalam Newmark (1977) , kebutuhan dasar manusia selalu berkaitan dengan perkembangan diri manusia itu sendiri, atau dikenal sebagai Human Basic Needs, yang dapat dibagi dalam tingkatan, antara lain : 1. Physiological needs, bahwa rumah sebagai tempat perlindungan dari lingkungan sekitarnya, 2. Securiy and safety needs, menjelaskan bahwa pemagaran dan tempat penyimpanan disediakan untuk persediaan makanan dan kebutuhan akan adat dan keagamaan. 3. Social Needs, bahwa rumah merupakan tempat untuk berinteraksi dengan keluarga dan teman. 4. Self-esterm or ego needs, rumah dapat mencerminkan identitas penghuninya. 5. Self-actualization needs, rumah selain berfungsi sebagi tempat tinggal, tetapi juga sebagi tempat untuk mengaktualisasikan diri. Teori di atas menggambarkan bahwa guna memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berinteraksi dengan sesama, maka perlu adanya suatu ruang hidup dalam mewujudkan kebersamaan kerja sama sehingga terbentuklah suatu ikatan kekeluargaan yang kompleks yang ditunjang dengan suatu wadah yang dapat menampung kegiatan aktivitas penghuni yang terdiri dari berbagai ragam budaya, sehingga melaksanakan aktivitas hidup mereka sebagai pedagang, seperti ruang bersama (dapur, KM/C, ruang cuci, dan wadah untuk kegiatan rutin sebagai pedagang) Konsep rumah menurut Roske (1983) yaitu: 1. Rumah sebagai sarana untuk menjalin keakraban : Terwujud rasa kebersamaan kekeluargaan perhatian, keakraban, keamanan, dan rumah merupakan pusat kasih sayang bagi keluarga dan rekan-rekannya. 2. Rumah sebagai identitas pribadi:
I-2
Kamis,4 Maret 2010, Jurusan Arsitektur – FTSP – ITS Surabaya
PROSIDING PERUMAHAN PERMUKIMAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA
Merupakan simbol yang mencerminkan begaimana kita memandang diri kita sendiri dan apa yang kita harapkan untuk dilihat oleh orang lain dari apa yang kita anut. 3. Rumah sebagai tempat untuk pribadi dan tempat untuk berlindung: Merupakan tempat berlindung dari dunia luar, tempat yang bebas dari tekanan, tempat untuk beristrirahat dan tempat untuk mendapatkan kedamaian, kenyamanan dan keamanan. 4. Rumah sebagi tempat kelangsungan hidup: Sebagai tempat dimana segala aktivitas hidup berlangsung di dalamnya dan memberi kelangsungan hidup selanjutnya. 5. Rumah sebagai ekspresi diri: Arti yang terkandung dalam pengertian ini yaitu kemampuan untuk menciptakan kenyamanan yang bersifat pribadi, antara lain pengaturan terhadap ruang, warna dan perlengkapan rumah yang merupakan perwujudan dari cita rasa pribadi yang menjadi aspek penting dalam pencapaian rumah. Berdasarkan pendapat Roske (1983) diatas, menggambarkan bahwa konsep rumah adalah merupakan suatu wujud kebersamaan kekeluargaan, keakraban dan kenyamanan bagi penghuninya dan merupakan simbol yang mencerminkan diri kita, sebagai tempat berlindung dari dunia luar dan sebagai tempat dimana penghuninya dapat mengekpresikan diri dalam melaksanakan segala aktivitas hidup didalamnya, sehingga dapat dikaitkan dengan permasalahan di pasar Oeba, bahwa masyarakat pedagang membutuhkan suatu bentuk rumah atau tempat dimana mereka dapat melaksanakan aktivitasnya sebagai pedagang. Dari beberapa hal tersebut maka untuk mendukung adanya keakraban, perlu diberikan ruang bersama atau sarana prasarana lain yang menunjang. Selain itu juga terdapat ruang pribadi untuk seperti ruang tidur, ruang tamu dan tempat penyimpanan barang. Selanjutnya menurut Rapoport (1969) menyatakan bahwa rumah yaitu suatu lembaga bukan struktur yang dibuat untuk berbagai tujuan yang kompleks, dan arena membangun rumah merupakan suatu gejala budaya, maka bentuk rumah dan pengaturannya sangat dipengaruhi oleh budaya lingkungan dimana bangunan itu berada. Teori di atas menyatakan bahwa bentuk rumah merupakan gambaran atau symbol dari budaya/suku/etnis yang dimiliki oleh sekelompok orang yang menghuni bangunan tersebut, dalam bentuk jumlah keluarga, kelas sosial dan pergaulan dengan tetangga. Pengembangan perumahan ke arah vertikal dianggap menjadi salah satu alternatif terbaik untuk saat ini, hal ini disebabkan karena meningkatnya nilai tanah di perkotaan, pesatnya pertumbuhan penduduk, dan langkanya perumahan di perkotaan (Nurdiani, 2009). Rumah susun sewa juga diharapkan berfungsi sebagai salah satu stimulus terbaik dalam menyelesaikan masalah perkembangan daerah slum di perkotaan, disamping menjadi bagian dari urban renewal itu sendiri (Hardiman, 2009). Adapun alasan utama pembangunan rumah susun adalah efisiensi pemanfaatan lahan untuk menghasilkan pola hunian yang lebih teratur dan lebih baik (Rika, 2009). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembangunan rumah susun menjadi salah satu alternatif untuk memperbaiki lingkungan seperti halnya di pasar Oeba, juga karena terbatasnya lahan yang ada. Pembangunan rumah susun di Indonesia sebagai suatu upaya/alternatif pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang hidup di kota. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya kebutuhan rumah di kota, sementara tanah di kota semakin sempit dan mahal karena meningkatnya jumlah penduduk di kota. Untuk mengantisipasi kebutuhan rumah murah di perkotaan, maka kiranya pengadaan rumah susun merupakan allternatif untuk masyarakat berpenghasilan rendah. METODE Rancangan penelitian diperlukan dalam melakukan suatu penelitian, dan merupakan usaha untuk merencanakan kemungkinan tertentu secara luas tanpa menunjukkan secara pasti apa yang nantinya akan dikerjakan dan hubungannya dengan unsur masing-masing (Moleong, 2000). Bentuk data yang akan dihasilkan dalam penelitian ini berupa data kualitatif tentang kondisi lingkungan
Kamis,4 Maret 2010, Jurusan Arsitektur – FTSP – ITS Surabaya
I-3
PROSIDING PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA
permukiman pasar Oeba. Proses penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan rasionalistis, dan jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif. Variabel penelitian yang akan dianalisis mencakup : 1. Ketersediaan sarana dan prasarana di pasar Oeba(kondisi perumahan, sampah dan air bersih) 2. Sosial, Budaya dan Ekonomi (Beragam budaya/etnis, mata pencaharian, dan kebiasaan masyarakat (Pedagang) 3. Ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendorong aktivitas di rumah susun 4. Kondisi/bentuk rumah susun Teknik pengumpulan data dengan cara : 1. Teknik observasi langsung, yakni meneliti gejala./subyek yang diteliti di pasar Oeba untuk memperoleh gambaran masalah dan tujuan penelitian. 2. Oservasi tak langsung /menggunakan alat, yakni pengamatan terhadap ketersediaan sarana dan prasarana di pasar Oeba. 3. Komunikasi langsung, yakni dengan interview /wawancara dengan pedagang pasar oeba. 4. Komunikasi tak langsung, yakni dengan menggunakan daftar pertanyaan/kuisioner dan ditujukan kepada pedagang pasar Oeba. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah simple random sampling (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata dalam populasi itu. Cara ini dilakukan karena anggota populasi dianggap homogen, yakni pedagang pasar dengan tipe huniannya adalah rumah tinggal yang juga berfungsi sebagai tempat jualan dan kios yang juga digunakan sebagai tempat tinggal.. Berdasarkan Mantra dan Kastro dalam Singarimbun, 1989, untuk menentukan jumlah sampel yang cukup representatif, maka jumlah sampel yang digunakan sekurang-kurangnya 30 sampel, karena nilai-nilai atau skor yang diperoleh dari sejumlah > 30 sampel, distribusinya akan mengikuti distribusi normal. Untuk penelitian ini peneliti menggunakan responden sebanyak 50. Penentuan 50 responden adalah semata asumsi peneliti agar sampel yang diambil adalah yang representatif, dan untuk meminimalisir diperolehnya data yang tidak akurat yang akan diambil dari responden. Teknik analisa yang digunakan terdiri dari: 1. Analisa deskrptif kualitatif : untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam perancangan rumah susun, ditinjau dari segi hunian dan tempat kerja bagi pedagang pasar Oeba. 2. Analisa faktor : untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh dalam perancangan rumah susun yang sesuai dengan pedagang pasar Oeba. 3. Analisa trianggulasi : merumuskan konsep perancangan rumah susun bagi pedagang pasar Oeba, dengan mengelaborasikan/mendialogkan sumber data berupa : data empirik (keberadaan masyarakat dan lokasi permukiman), kajian pustaka/teori yang berkaitan dengan perancangan rumah susun, hasil penelitian sebelumnya yang sejenis. ANALISIS 1. Eksplorasi Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Dalam Perancangan Rumah Susun Eksplorasi faktor perancangan rumah susun berdasarkan kondisi lingkungan perumahan serta karakteristik masyarakat diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan kuisioner. Kawasan studi yang termasuk dalam kelurahan Fatubesi yang terbagi atas 2 (dua) zona besar yakni zona jasa komersial dan zona jasa permukiman. Secara umum kondisi permukiman di pasar Oeba terlihat kumuh dan tidak layak huni, serta minimnya sarana dan prasarana di sekitar kawasan tersebut. Untuk menata lingkungan permukiman dan pasar yaitu memisahkan tempat kerja dengan hunian, dimana hal terpenting yang diinginkan pedagang adalah lokasi hunian mereka tetap dekat jaraknya dengan tempat usaha, dan tempat usaha yang lama tetap difungsikan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan maka pedagang menginginkan agar rusun difunsikan hanya sebagai hunian, sesuai dengan jawaban sampel responden sebanyak 81% , sedangkan tempat untuk usaha/jualan tetap pada posisi awal. Pedagang merasa nyaman untuk tetap berjualan di tempat lama karena sudah mempunyai langganan yang sering berbelanja di tempat jualan mereka. Pedagang merasa khawatir jika rumah susun juga difungsikan sebagai tempat usaha, mereka akan mengalami kesulitan mengatur tempat jualan di rumah susun. Keberadaan pasar Oeba tetap diinginkan oleh pedagang
I-4
Kamis,4 Maret 2010, Jurusan Arsitektur – FTSP – ITS Surabaya
PROSIDING PERUMAHAN PERMUKIMAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA
sebagai pasar tradisional. Kebiasaan pedagang memanfaatkan ruang di sekitar tempat jualan untuk bersosialisasi dengan sesama juga menjadi perhatian dalam penataan lingkungan pasar dan permukiman nantinya. Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan kuisioner, dilakukan eksplorasi faktor-faktor yang berpengaruh dalam perancangan rumah susun sebagai berikut: 1. Kondisi lingkungan Pasar Oeba Dilihat dari kepadatan hunian, luas bangunan 18-21 m² yang dihuni oleh sekitar 3-5 orang. Sehingga kepadatan hunian adalah sekitar ±2 m² per orang. Sesuai Matriks Identifikasi dan Indikator Permukiman Kumuh, Laboratorium Perumahan dan Permukiman ITS, sebuah hunian dikatakan kumuh jika kepadatan huniannya 3 m² - 5 m² . Karena itulah, area pasar Oeba termasuk memiliki kepadatan hunian yang cukup tinggi. Berdasarkan kondisi eksisting rumah pedagang, mayoritas luasan rumah ± 22 m². Rumah pedagang terdiri atas ruang keluarga, ruang tamu, gudang tempat penyimpanan barang dagangan dan KM/WC. Ruang tamu juga difungsikan sebagai kamar tidur, sekaligus sebagai tempat menyimpan barang dagangan jika gudang sudah penuh. Jenis barang dagangan yang disimpan dalam gudang berupa bawang, beras, gula, ikan asin, kelapa, kacang tanah, kacang tanah, kemiri, cabai, kerupuk, asam, dan bumbu dapur kering lainnya. Khusus para pedagang yang hanya menjual ikan basah, dalam rumah para pedagang ini juga dipakai sebagai tempat menyimpan boks ikan. Biasanya boks ikan digunakan untuk menyimpan ikan pada saat pedagang menjual ikan basah. Walaupun ikan basah yang dijual biasanya langsung terjual habis, tetapi untuk menjaga agar ikan tetap awet digunakan boks ikan tersebut untuk menyimpan ikan yang sedang dijual. Dengan demikian, dalam konsep perancangan ini pedagang yang menjual ikan basah menginginkan adanya suatu ruangan bersama sebagai tempat penyimpanan boks-boks ikan. Selain itu, meskipun kondisi sanitasi sudah cukup tersedia, seperti ketersediaan kamar mandi/WC, namun secara standar belum memenuhi kebutuhan masyarakat. Belum lagi kondisi drainase yang meskipun ada, namun sering tersumbat. Kondisi ini semakin diperparah dengan kebiasaan masyarakat yang kurang memperhatikan masalah sampah. Meskipun banyak yang mengakui memiliki tempat sampah, namun masih juga yang membuang sampah ke laut, atau tempat sekitar. Ketersediaan air bersih untuk makan dan minum, sebagian besar bersumber dari sumur dimana debit air pada sumur yang ada tergolong kurang. Sehingga untuk pemenuhan air bersih warga memperoleh dari bak penampung yang diisi dari tangki air yang sudah disediakan. Status bangunan di pasar Oeba, mayoritas bukan milik pribadi, namun merupakan bangunan sewa dan berdiri diatas tanah milik Pemda Kota Kupang. Besaran sewa rumah rata-rata per bulan adalah Rp. 250.000 perbulan. Dari kondisi lingkungan pasar Oeba, cukup memenuhi matrik identifikasi lingkungan yang dikategorikan sebagai lingkungan kumuh sehingga memungkinkan untuk dilakukan penataan lingkungan pasar dan lingkungan permukiman melalui pengaadaan rumah susun sebagai salah satu bagian dari urban renewal. 2. Karakteristik masyarakat penghuni pasar Mayoritas masyarakat berprofesi sebagai pedagang dengan tingkat pendapatan rata-rata berkisar antara Rp. 500.000 s/d Rp. 1.000.000. lama bermukim 11 s/d 15 tahun. Karakteristik masyarakat yang seperti ini, merupakan karakteristik masyarakat yang cukup homogen. Meskipun berasal dari berbagai macam suku/etnis, namun mereka telah lama bermukim di pasar Oeba ini. Dengan demikian rasa kesukuan/etnis sudah tidak seberapa menonjol disebabkan oleh kesamaan profesi sebagai pedagang. Dengan adanya perbaikan lingkungan permukiman dan penataan lingkungan pasar melalui pembangunan rumah susun, maka rumah susun hanya difungsikan sebagai hunian. Sedangkan untuk berjualan, tetap pada posisi awal/ di pasar Oeba). Karakteristik yang berkaitan dengan penghuni pasar dapat dijelaskan sebagai berikut : Bahwa barang-barang yang dijual di pasar Oeba merupakan barang kebutuhan sehari-hari seperti beras, minyak, sayur, ikan, bawang, gula, ikan asin, kelapa, kacang tanah, kemiri, cabai, kerupuk, asam, dan bumbu dapur kering lainnya, ayam potong dan lain-lain. Kamis,4 Maret 2010, Jurusan Arsitektur – FTSP – ITS Surabaya
I-5
PROSIDING PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA
Pedagang ikan basah langsung membeli l ikan dari para nelayan karena areanya yang dekat dengan laut, dan dilakukan pada dini hari karena nelayan baru saja pulang dari melaut. Untuk pedagang ayam potong langsung mengambil ayam potong dari rumah pemotongan ayam yang berada di luar pasar Oeba. Setelah itu, ayam dan ikan tadi dijual di pasar Oeba, dan biasanya ayam langsung terjual habis. Ikan basah yang sedang dijual disimpan dalam boks ikan agar ikan tidak rusak. Hal yang sama juga terjadi pada pedagang sayur. Transaksi pedagang sayur besar dilakukan dini hari ke pedagang sayur kecil. Sehingga ketika pagi hari semua pedagang pasar telah siap di tempat mereka jualan masing-masing. Setelah berakhirnya aktifitas jual beli di pasar Oeba, penyimpanan barang dagangan di lakukan sebagai berikut : a) Bagi pedagang yang menggunakan rumah sebagai tempat tinggal sekaligus sebagai tempat usaha, barang-barang dagangan dimasukkan lagi ke dalam rumah mereka, dan disimpan dalam gudang atau ruang tamu. b) Bagi pedagang yang berjualan di los pasar, barang dagangan ditutup dengan terpal, dan diikat dengan tali dan tetap disimpan di los pasar, ada juga yang menyimpan peti ikan mereka dalam rumah. c) Bagi pedagang yang menggunakan meja atau menggelar barang dagangan di atas tanah, sisa barang dagangan dibawa pulang karena barang yang dijual tidak banyak jumlahnya. Selain itu, mayoritas pedagang pasar Oeba beragama Kristen Protestan selalu mengadakan kebaktian/ibadah rumah tangga yang dilakukan secara rutin seminggu sekali dan dilaksanakan secara bergiliran dari rumah ke rumah. Demikian juga bagi yang beragama Islam, mengadakan pengajian rutin yang dilakukan secara rutin seminggu sekali dan dilaksanakan secara bergiliran dari rumah ke rumah. Jika ada salah satu warga yang meninggal yang beragama Kristen Protestan, pada hari ke tiga baru dilaksanakan penguburan. Sebelum penguburan, malam-malam sebelumnya diadakan ibadah kedukaan. Sedangkan bagi yang beragama Islam, tahlilan dilaksanakan tiga hari berturut turut. Berkaitan dengan hal tersebut dan dilihat dari luas rumah dan minimnya halaman rumah, maka pedagang lebih memilih untuk melaksanakan kegiatan tersebut di depan rumah dan dibuat tenda. Adapun besaran tenda duka tersebut menggunakan lahan atau ruang milik warga di sekitar rumah duka dengan radius beberapa meter. Kondisi seperti ini dilakukan karena rasa kekeluargaan dan kebersamaan yang besar diantara masyarakat pedagang. 3. Perbaikan lingkungan. Melihat kondisi lingkungan pasar Oeba yang tergolong kumuh, maka Pemda Kota Kupang dapat melakukan penataan lingkungan pasar dan lingkungan perumahan. Adapun konsep perbaikan hunian yang diinginkan oleh pedagang pasar adalah rumah susun. Dimana keinginan masyarakat terkait dengan rumah susun adalah jumlah lantai kurang dari 5, jenis ruangan meliputi ruang tamu, kamar tidur, kamar mandi, WC, dapur, dan gudang untuk penyimpanan barang dagangan. Jarak antara lokasi pembangunan rumah susun dengan pasar Oeba sekitar 200 m. Jarak ini mudah ditempuh oleh pedagang dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk bisa sampai ke tempat kerja, sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya lebih untuk transportasi. Dari kondisi ini, dapat dikatakan bahwa pengadaan rusun sejalan dengan beberapa referensi yang mengatakan bahwa preferensi utama untuk seseorang memilih rusun adalah kedekatannya dengan tempat kerja. 2. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Perancangan Rumah Susun Dalam analisis faktor ini, variabel-variabel yang digunakan adalah besarnya pendapatan, sewa rumah/tanah tiap bulan, luas bangunan, luas tanah, jumlah anggota keluarga dan jumlah anggota keluarga yang bekerja, jarak tempat kerja dengan hunian yang diinginkan serta sarana prasarana yang mendukung. Rata-rata pendapatan pedagang pasar Oeba adalah Rp.1.605.000 dengan nilai minimum sebesar Rp. 1.000.000. Sewa rumah rata-rata berkisar Rp. 274.000. Rata-rata jumlah keluarga ada sekitar 5 orang per keluarga dan jumlah anggota keluarga yang bekerja sekitar 2 orang.
I-6
Kamis,4 Maret 2010, Jurusan Arsitektur – FTSP – ITS Surabaya
PROSIDING PERUMAHAN PERMUKIMAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA
Variabel satu dengan yang lain dapat dijadikan satu faktor jika hubungan antar variabel tersebut dekat. Jumlah faktor ditetapkan dari seberapa besar variasi data yang dapat dijelaskan oleh analisis faktor. Jika 3 faktor yang dipilih, maka ada sekitar 71,876% data yang dapat dijelaskan oleh analisis faktor. Dalam hal ini peneliti memilih 4 faktor karena melihat plot kedekatan antar variabel pada Gambar 1. Pada Gambar 1 menunjukkan variabel – variabel yang ada mengelompok menjadi 4. Sehingga jumlah faktor yang diambil adalah 4 faktor dengan total variansi data adalah 82,706% artinya dengan menggunakan 4 faktor maka ada sebanyak 82,706% data yang dapat dijelaskan oleh analisis faktor ini. 0,75 Luas tanah (m²) Luas bangunan (m²) 0,50
Keluarga yang bekerja Jumlah anggota keluarga 0,25
Sarana prasarana
0,00
Jarak
-0,25 Sewa rumah & tanah/bulan Besarnya pendapatan
-0,50 -1,00
-0,50
0,00
0,50
1,00
Gambar 1. Loading Plot variabel-variabel Untuk Menentukan Faktor Terdapat 4 kelompok yang dapat dibedakan dari plot tersebut diatas. Kelompok pertama adalah besarnya pendapatan dan sewa rumah dan tanah yang menyatakan karakteristik masyarakat. Sedangkan kelompok kedua merupakan ketersediaan sarana prasarana. Kelompok ketiga menyatakan jenis rumah susun yang dapat dilihat dari data luas tanah dan bangunan. Kelompok yang terakhir menyatakan jumlah keluarga dan jumlah anggota keluarga yang bekerja yang dapat dilakukan perancangan rumah khusus untuk pedagang berdasarkan hal tersebut. Pemberian nama keempat faktor tersebut diatas berdasarkan pada kedekatan variabel – variabel yang mengumpul menjadi satu faktor. Variabel yang diambil merupakan variabel yang dapat diukur secara kuantitatif dan dapat dilakukan analisis faktor. Sedangkan untuk variabel lainnya, dilakukan dengan metode observasi karena tidak semua variabel dapat dilakukan analisis faktor. Dalam hal ini, variabel yang dapat diukur adalah besarnya pendapatan, sewa rumah/tanah tiap bulan, luas bangunan, luas tanah, jumlah anggota keluarga dan jumlah anggota keluarga yang bekerja, jarak tempat kerja dengan hunian yang diinginkan serta sarana prasarana yang mendukung. Sedangkan penjelasan terkait karakteristik sosial budaya seperti kebiasaan tinggal, kebiasaan berdagang dan kebiasaan bersosialisasi hanya dapat dilakukan dengan observasi. Sehingga Analisis faktor yang didapatkan, didukung dengan penjelasan dari metode observasi. Dari penjelasan hasil analisis faktor tersebut diatas maka faktor yang mempengaruhi perancangan rumah susun antara lain : 1. Karakteristik Sosial Budaya dan Ekonomi Karakteristik masyarakat berhubungan dengan ekonomi dapat dilihat dari besarnya pendapatan dan sewa rumah dan tanah. Dua variabel ini merupakan variabel yang masuk pada Kamis,4 Maret 2010, Jurusan Arsitektur – FTSP – ITS Surabaya
I-7
PROSIDING PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA
2.
3.
4.
faktor pertama. Sedangkan karakteristik lainnya yaitu berkenaan dengan sosial budaya, dapat dijelaskan dengan melakukan observasi. Karena itulah faktor pertama ini disebut dengan karakteristik sosial budaya dan ekonomi. Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang Pada faktor kedua dapat dilihat dari jumlah sarana dan prasarana yang ada. Karena itulah pada faktor kedua ini diberi nama faktor ketersediaan sarana dan prasarana. Variabel – variabel yang diukur antara lain jumlah sarana prasarana yang ada dan jarak antara hunian dan tempat kerja. Type Rumah Susun Data luas tanah dan bangunan merupakan variabel yang akan menentukan tipe rumah susun yang dibangun.Variabel ini dijadikan dalam satu faktor yang diberi nama tipe rumah susun. Perancangan rumah susun khusus pedagang Jumlah anggota keluarga dan jumlah anggota keluarga yang bekerja merupakan variabel yang dapat dikategorikan dalam satu faktor. Variabel ini akan menentukan bagaimana perancangan rumah susun khusus bagi pedagang yang juga merupakan nama dari faktor yang keempat.
Berikut pembahasan faktor- faktor yang berpengaruh dalam perancangan rumah susun untuk pedagang adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik Sosial Budaya dan Ekonomi : a. Keberadaan etnis/suku yang beragam dengan budaya masyarakat di lokasi tersebut, sehingga sangat memungkinkan untuk dapat hidup berkelompok dalam melaksanakan aktifitas mereka sebagai pedagang. Dengan demikian tergambar bahwa masyarakat tersebut saling bergantung satu sama lainnya dalam memenuhi kebutuan hidupnya. Mayoritas pedagang beragama Kristen Potestan, sehingga ada kebiasaan pedagang yang dikaitkan dengan agama yang dianut. Demikian juga bagi yang beragama Kristen Katholik dan Islam. Kebiasaan seperti hendaknya tetap bisa dilaksanakan walaupun sudah pindah ke rumah susun. b. Jenis mata pencaharian masyarakat adalah sebagai pedagang yang pendapatannya hanya bisa untuk memenuhi kebutuhan mereka, sehingga apabila lingkungan permukiman tersebut nantinya akan dibangun rusun, masyarakat dapat menempati rusun tersebut tentunya dengan biaya sewa yang murah. c. Kebiasaan masyarakat yang berada di lingkungan pasar Oeba adalah melaksanakan aktifitas jual-beli, sehingga tentunya sangat membutuhkan suatu tempat yang layak agar mereka dapat memenuhi kehidupan dalam hal berdagang. 2. Perancangan rumah susun khusus pedagang a. Ruangan bersama yang dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat di rumah susun dan ketersediaan ruangan bersama dalam menyimpan boks ikan/barang dagangan para pedagang pasar. b. Ruangan yang harus ada di masing-masing satuan rumah susun adalah kamar mandi, kamar tidur, dapur dan tempat jemuran. 3. Type rumah susun a. Type rumah susun berimbang dimana rumah susun sebagai hunian dan pasar sebagai area tempat kerja. b. Kejelasan fungsi rumah susun agar tidak terjadi pengalihan fungsi pembangunan rumah susun. 4. Perancangan rumah susun khusus pedagang a. Bangunan untuk sarana komersial juga merupakan salah satu bangunan yang diinginkan oleh pedagang. b. Ruangan yang dibutuhkan ada di masing-masing satuan rumah susun adalah ruang tamu, kamar tidur dan tempat jemuran.
I-8
Kamis,4 Maret 2010, Jurusan Arsitektur – FTSP – ITS Surabaya
PROSIDING PERUMAHAN PERMUKIMAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA
c. Ruangan yang digunakan secara komunal antara lain kamar mandi dan dapur yang berada di tiap lantai rumah susun. d. Ruangan bersama yang dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat di rumah susun dan ketersediaan ruangan bersama dalam menyimpan boks ikan/barang dagangan para pedagang pasar. 3. Analisa Trianggulasi Analisa trianggulasi yang dilakukan untuk menyusun konsep hunian rumah susun bagi pedagang pasar Oeba . Pada penelitian ini. analisa trianggulasi dilakukan untuk menyusun konsep perancangan rumah susun bagi pedagang pasar Oeba, yakni dengan menggabungkan substansi yang berkesesuaian antara fakta Empiris keberadaan lokasi penelitian yang membahas mengenai keinginan masyarakat terhadap perancangan rumah susun yang sesuai dengan karakteristik masyarakatnya, kajian pustaka / teori tentang perancangan rumah susun sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan studi penelitian lain yang berkaitan dengan perancangan rumah susun yang sesuai dengan karakteristik pedagang pasar. Analisis dilakukan berdasarkan faktor-faktor penelitian yaitu karakteristik sosial, budaya, ekonomi (suku, agama, pendidikan, pendapatan, mata pencaharian), dan perancangan rumah susun khusus bagi pedagang. Preferensi masyarakat diperoleh dari hasil survei kepada responden yang merupakan masyarakat penghuni pasar Oeba. Dalam survei tersebut ditanyakan preferensi masyarakat terhadap konsep pengembangan yang sesuai untuk kawasan pasar Oeba. Selain berdasarkan preferensi masyarakat kondisi di lapangan juga merupakan dasar dalam analisis ini. Tinjauan empiris dari hasil wawancara dan observasi di pasar Oeba antara lain: 1. Secara empirik, kepadatan bangunan di pasar Oeba termasuk tinggi. Jumlah masyarakat yang tinggal di pasar Oeba juga meningkat. Hal ini menyebabkan bangunan yang ada terkesan kumuh. Sebagian besar masyarakat pasar Oeba berusia produktif dan bermata pencaharian sebagai pedagang pasar. Mayoritas beragama Kristen Protestan, dimana kebiasaan mereka adalah melakukan kegiatan ibadah bersama rumah tangga yang dilakukan secara rutin seminggu sekali, dan dilaksanakan secara bergilir dari rumah ke rumah. Demikian juga dengan bagi yang beragama Islam, mengadakan pengajian rutin dari rumah kerumah secara bergiliran, kebiasaan saat terjadi kedukaan. Tingkat pendidikan terakhir sebagian penduduknya adalah usia SMA. 2. Sesuai dengan jawaban responden, 87 % menginginkan agar jarak rusun dari tempat usaha yang lama (pasar Oeba) terjauh sekitar 500 m. Sesuai dengan pengamatan peneliti, untuk mengakomodir keinginan pedagang, adalah di sekitar pasar Oeba terdapat lahan kosong milik Pemdan Kota Kupang, dan ternyata sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota diperuntukan untuk permukiman, yakni sekitar 200 meter jarak antara antara pasar Oeba dengan rencana rumah susun. Kondisi eksisting rumah pedagang dengan ± luas 22 meter, terdiri dari ruang tamu, ruang keluarga, gudang tempat menyimpan barang dagangan, KM/WC. 3. Rumah yang berada di pasar Oeba selain berfungsi untuk berjualan juga berfungsi sebagai tempat hunian, dan kondisi lingkungannya tergolong kumuh sehingga memerlukan rumah yang berfungsi hanya sebagai hunian, agar rumah susun yang akan dibangun memang memberikan fungsi yang semestinya. 4. Kondisi di pasar Oeba, sebagian besar mata pencaharian penghuninya adalah sebagai pedagang. Sehingga membuat kebutuhan akan suatu tempat yang berfungsi untuk untuk kios kecil dan juga hunian rumah secara umum. Fasilitas ruang bersama tetap diperlukan untuk menampung kegiatan keagamaan warga dan kebiasaan warga yang setiap harinya selalu bersosialisasi dengan warga lainnya. Demikian juga dengan ruang tempat ,menyimpan boks ikan. Letak pasar Oeba yang dekat dengan laut, menjadikan struktur bangunan di wilayah pasar Oeba didesain untuk angin laut yang kencang.
Kamis,4 Maret 2010, Jurusan Arsitektur – FTSP – ITS Surabaya
I-9
PROSIDING PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA
Tinjauan kajian pustaka yang dipakai dalam analisis ini adalah: 1. Pengembangan perumahan ke arah vertikal dianggap menjadi salah satu alternatif pengadaan perumahan bagi masyarakat, Hal ini disebabkan meningkatnya nilai tanah di perkotaan, pesatnya pertumbuhan penduduk, dan langkanya perumahan di perkotaan. (Nurdiani, 2009). 2. Rumah yaitu suatu lembaga bukan struktur yang dibuat untuk berbagai tujuan yang kompleks, dan arena membangun rumah merupakan suatu gejala budaya, maka bentuk rumah dan pengaturannya sangat dipengaruhi oleh budaya lingkungan dimana bangunan itu berada. Sehingga bentuk rumah merupakan gambaran atau symbol dari budaya/suku/etnis yang dimiliki oleh sekelompok orang yang menghuni bangunan tersebut, dalam bentuk jumlah keluarga, kelas sosial dan pergaulan dengan tetangga (Rapoport, 1969) 3. Prioritas utama pemilihan tempat tinggal adalah tempat tinggal dekat dengan sektor dan pelaku ekonomi. Pengadaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah di wilayah perkotaan perlu ditunjang dengan penyediaan sarana dan prasana lingkungan yang memadai agar masyarakat dapat menikmati kenyamanan hidup dalam huniannya. (Budihardjo, 1994) 4. Membangun rumah merupakan fenomena budaya dimana pola hidup dan perilaku menentukan bentuk dan organisasi ruang. Ada dua aspek yang sangat mempengaruhi pembentukan rumah, yaitu cara hidup penghuni dan lingkungan hidup dimana penghuni itu tinggal. (Rapoport, 1969). 5. Ruang bersama sangat dibutuhkan dalam rumah susun yang sempit untuk masyarakat berpenghasilan rendah, karena keberadaannya dapat menampung keinginan warga yang tidak memiliki ruang keluarga dalam unit hunian untuk melakukan kegiatan. Pengadaan perumahan harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada (Darmiwati, 1989). 6. Salah satu fungsi rumah adalah menjalin keakraban agar terwujudnya rasa kebersamaan, kekeluargaan, perhatian, keakraban bagi kelurga dan rekan-rekannya. (Roske, 1983) Kajian empirik pada kawasan lain yang sudah pernah dilaksanakan tentang studi/penelitian penanganan lingkungan permukiman yang akan dikompilasi untuk dirumuskan sebagai konsep hunian rumah susun bagi pedagang pasar, berdasarkan data sekunder yang merupakan hasil penelitian yaitu : 1. Mahmudah, 2007, Evaluasi fasilitas dan lokasi rumah susun di Surabaya, rekomendasi yang dihasilkan adalah kondisi eksisting fasilitas rumah susun banyak yang telah beralih fungsi atau tidak dimanfaatkan oleh penghuni. Fasilitas yang banyak mengalami perubahan fungsi adalah unit hunian, teras dan selasar. Hasil analisa deskriptif menggambarkan bahwa penghuni rumah susun didominasi oleh usia produktif kerja denga tingkat pendidikan SMU/sederajat. Para penghuni umumnya merupakan pekerja dengan pendapatan tetap. Motivasi penghuni untuk tinggal di rumah susun umumnya karena dekat dengan tempat kerja. Hal ini dapat dijadikan pertimbangan bahwa masyarakat membutuhkan adanya rumah susun pada daerah-daerah sentra industri, jasa perdagangan maupun pendidikan. Kepadatan penduduk di Surabaya membuat pemukiman penduduk di beberapa tempat seperti di daerah rungkut yang merupakan kawasan industri, melonjak drastis. Karena banyaknya arus urbanisasi karena mendekati lapangan pekerjaan di Kota Surabaya. Penghuni rumah susun juga didominasi oleh usia produktif kerja dengan tingkat pendidikan SMU/sederajat. Para penghuni umumnya merupakan pekerja dengan pendapatan tetap. Berdasarkan prioritas dan fasilitas rumah susun, maka fasilitas-fasilitas yang dikehendaki adalah kamar mandi/WC dan dapur dalam unit hunian, listrik minimal 900 watt, PDAM, tempat jemuran, persampahan, parkir (motor atau mobil), warung, toko, tempat ibadah, gedung serbaguna, tempat bermain, keamanan, kantor pengelola dan pemadam kebakaran. Luas hunian tetap yaitu tipe 18, tipe 21, ataupun 24 dengan syarat jumlah penghuni maksimal 3 atau 4 orang, dengan didukung peraturan pemerintah yang berlaku. 2. Penelitian Pembangunan Rumah Susun Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (contoh rumah susun Sombo) oleh Laboratorium Perkim ITS 10 Nopember, 2009. Konsep dari rumah susun Sombo adalah pemukiman terpadu dimana dalam komplek rumah susun ini
I-10
Kamis,4 Maret 2010, Jurusan Arsitektur – FTSP – ITS Surabaya
PROSIDING PERUMAHAN PERMUKIMAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA
terdapat berbagai macam fasilitas seperti pada kawasan permukiman pada umumnya, mulai dari fasilitas kesehatan seperti posyandu, tempat ibadah, lokasi untuk pasar. Pada konsep tata ruang rumah susun Sombo dititikberatkan pada kegiatan sosial masyarakat waga sebelum rumah susun ini dibangun. Kegiatan interaksi sosialnya dilakukan mulai dari pagi hingga sore yang terjadi di ruang-ruang terbuka yang memiliki pandangan bebas serta pencahayaan ruang yang cukup. Selain ruang terbuka, tempat interaksi sosial yang intim lainya adalah dapur dan tempat mencuci pakaian. Hal inilah yang melatarbelakangi pembangunan dapur dan kamar mandi komunal, selain itu interaksi yang terjadi diruang terbuka diganti menjadi selasar yang cukup luas dan lebar. 3. Penelitian Pembangunan Rumah Susun Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (contoh rumah susun Dupak Bangunredjo) oleh Laboratorium Perkim ITS 10 Nopember, 2009. Penelitian pada rumah susun Dupak Bangunrejo, awalnya daerah ini dilakukan KIP, ternyata setelah dilakukan evaluasi masih ada kantong-kantong perumahan kampung yang keadaannya tidak membaik sama sekali. Sehingga salah satu alternative adalah dengan membangun rumah susun terutama untuk disewakan pada warga berpenghasilan rendah dan tidak menentu. Adapun dasar pemilihan kampung Dupak Bangurejo sebagai lokasi proyek karena dekat dengan lokasi perindustrian dan pelabuhan Tanjung Perak sehingga sarat dengan kegiatan informal. b. Hasils Analisis Trianggulasi Berdasarkan ketiga komponen/tinjauan terhadap ketiga substansi dalam penelitian ini, maka akan dikompilasi untuk merumuskan konsep pembangunan rumah susun bagi pedagang pasar Oeba, sebagai berikut: 1. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu bagian dari urban renewal yang dapat mengatasi permukiman kumuh di daerah perkotaan. Karena lahan permukiman di perkotaan yang semakin sempit dan terbatasnya dana untuk menyewa rumah maka pengadaan rumah susun meriupakan alternatif yang bisa diterapkan. 2. Rumah susun yang dibangun, perlu memperhatikan aspek latar belakang penghuni. Karena sebagian besar pedagang, sehingga perlu dikembangkan sarana yang menunjang pekerjaan mereka, seperti aktivitas yang biasa dilakukan bersama, misalnya acara kegiatan keagamaan, sehingga memerlukan ruangan bersama. Adapun letak ruang bersama diletakkan di lantai dasar. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pencapaian terutama jika salah satu warga meninggal dunia. Jenasah bisa diletakan di ruang bersama selama belum dilakukan penguburan, sekaligus dilangsungkan ibadah bersama. Selain itu, ruang bersama juga ada di lantai 2 yang berfungsi untuk menampung kegiatan warga penghuni rumah susun, misalnya kegiatan ibadah, pertemuan warga, arisan dan kegiatan yang lain yang memerlukan ruang bersama. 3. Karena sebagian besar adalah pedagang, maka ruang komersial sangat diperlukan. Karena itu akan dibangun ruang komersial di lantai 1 yang disewakan bagi pedagang untuk juga berdagang selain yang ada di pasar Oeba. 4. Ruang bersama tetap akan dibangun di lantai dasar dan berada diluar blok. Ruang bersama terdiri dari dua lantai, ruang komunal dengan membaginya secara vertikal dimana ruang komunal lantai 1 berupa ruang yang tertutup merangkap ruang serbaguna (untuk pertemuan, arisan, sekedar duduk-duduk, parkir dan lain-lain), ruang tempat menyimpan boks ikan. Sedangkan ruang komunal di lantai 2 berupa ruang terbuka yang berbatasan langsung dengan unit-unit hunian sebagai tempat interaksi sosial sehari-hari. 5. Rumah susun didesain dengan bentuk atap yang bisa mengatasi angin kencang. Karena dekat dengan laut sehingga ventilasi udara dibuat agar angin kencang tetap membuat bangunan rumah susun kokoh. Menciptakan orientasi ruang bawah ke arah luar blok, berlawanan dengan orientasi unit hunian sehingga memungkinkan dua aktivitas tersebut berlangsung bersamaan tanpa saling merugikan. Hal ini sekaligus mengurangi potensi terjadinya ruang tak bertuan pada ruang antar blok akibat tak adanya orientasi.
Kamis,4 Maret 2010, Jurusan Arsitektur – FTSP – ITS Surabaya
I-11
PROSIDING PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA
KESIMPULAN Faktor-faktor yang mendukung perancangan rumah susun bagi pedagang pasar Oeba adalah Karakteristik Sosial, Budaya, Ekonomi dan Perancangan rumah susun khusus untuk pedagang pasar. Konsep perancangan rumah susun bagi pedagang pasar Oeba yang dihasilkan dari tahapan analisis dalam penelitian ini : Ruang bersama terdiri dari dua lantai, berupa ruang komunal dengan membaginya secara vertikal . Ruang komunal lantai 1 berupa ruang yang tertutup merangkap ruang serbaguna dan ruang tempat menyimpan boks ikan. Ruang komunal di lantai 2 berupa ruang terbuka yang berbatasan langsung dengan unit-unit hunian sebagai tempat interaksi sosial sehari-hari. Ruang bersama pada lantai 1 juga digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan keagamaan dan kegiatan pada saat ada warga yang meninggal dunia. Rumah susun terdiri atas 4 lantai. Pada lantai 1 terdapat ruang komersial (publik) yang disewakan bagi pedagang untuk berdagang, dan sebagai tempat untuk menyimpan boks ikan. Lantai 2,3 dan 4 lantai digunakan untuk hunian. Menciptakan orientasi ruang bawah ke arah luar blok, berlawanan dengan orientasi unit hunian sehingga memungkinkan dua aktivitas tersebut berlangsung bersamaan tanpa saling merugikan. Perancangan rumah susun merupakan sebuah proses berpikir yang kompleks sehingga penyempurnaan rancangan rumah susun yang berkualitas perlu menambahkan berbagai faktor penunjang lainnya seperti tipe rusun dan sarana prasarana di rumah susun. DAFTAR PUSTAKA Budihardjo, Eko , 1994, Sejumlah Masalah Permukiman Kota, Penerbit Bandung. Darmiwati Ratna, 1998, Studi Ruang Bersama Dalam Rumah Susun Bagi Penghuni Berpenghasilan Rendah, Tesis Program Pasca Sarjana, Program Studi Arsitektur, ITS Surabaya ; Hardiman, Gagoek, 2009, The Possitive Impact of Walkup Flat Building to Improve the Quality of Slum Area, International Conference and Meeteng on Informal Settlements and Affordable Housing (ISAH Network), eds. Happy Santosa, Winny Astuti, Dini W. Astuti, Universitas Sebelas Maret, Surakarta ; Mahmudah, Siti,2007, Evaluasi Fasilitas dan Lokasi Rumah Susun Di Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya ; Masri, Singarimbun, dkk 1989, Metoda Peneltitian Survey, LP3ES Jakarta ; Newmark, Norma L & Patricia J. Thomson, 1977, Self, Space and Shelter an Introduction to Housing, Canfield Press, San Fransisco ; Nurdiani Nina, 2009, The Influence of Displacement the Success of Sustainable Multy-Storey Housing Development for Low Income Society Housing in Jakarta. International Conference and Meeting on Informal Settlements and Affordable Housing (ISAH Network), eds Happy Santoso, Winny Astuti, Dini W. Astuti, Universitas 11 Maret 2009 ; Rapoport Amos (1969), House Form and Culture, Foundations of Cultural Geography series, Prentice-Hall, Inc. Roske, Mildred Denyo, 1983, Housing in Transition ; Turner, J.F.C, 1972, Freedom to Build ed. John F.C. Turner and Robert Ficher, New York ;
I-12
Kamis,4 Maret 2010, Jurusan Arsitektur – FTSP – ITS Surabaya