Konsep Pengembangan Perpustakaan Umum Menuju Perpustakaan Digital 1 Prof. Dr. Sulistyo-Basuki 2 1. Pendahuluan Perpustakaan umum ialah perpustakaan yang memberikan akses tidak terbatas pada sumber dan jasa perpustakaan cuma-cuma bagi semua warga komunitas, tempat atau kawasan geografi tertentu, yang sebahagian dananya berasal dari masyarakat atau komunitas. Berdasakan definisi tersebut serta bila dikaitkan dengan jenis perpustakaan berdasarkan perundang-undangan di Indonesia, maka perpustakaan umum merupakan jenis perpustakan tersendiri. Disamping itu masih ada 4 jenis perpustakaan lainnya. Di Indonesia perpustakaan umum mencakup perpustakaan umum kabupaten, kota, kecamatan, desa serta perpustakaan yang didirikan oleh komunitas maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM). Berdasarkan koleksi, penganggaran serta jasa layanan, maka Badan Perpustakaan Provinsi ataupun nama lainnya, dapat dimasukkan ke kelompok perpustakaan umum. Sehubungan dengan batasan perpustakaan umum, maka bila kriteria koleksi, anggaran, pemakai diterapkan pada perpustakaan rumah ibadah, maka perpustakaan rumah ibadah cenderung masuk ke jenis perpustakaan khusus. Hal ini perlu dipahami mengingat selama ini ada pendapat yang mengatakan bahwa perpustakaan rumah ibadah masuk kelompok perpustakaan umum. Makalah ini membatasi uraian pada jenis perpustakan umum sebagaimana telah didefinisikan pada awal makalah. 2. Misi dan tujuan Menurut Manifesto Perpustakaan Umum Unesco (1994), misi utama perpustakaan umum yang dikaitkan dengan informasi, melek huruf, pendidikan dan kebudayaan ialah : 1) Menciptakan dan memperkuat kebiasaan membaca di kalangan anak-anak sejak usia dini; 2) Menciptakan individual dan pendidikan swatindak dan pendidikan formal pada semua tingkat; 3) Menyediakan kesempatan bagi pengembangan kreasi pribadi; 4) Merangsang imajinasi dan kreativitas anak-anak dan kawula muda; 5) Mempromosikan kesadaran akan warisan budaya, apresiasi seni, keberhasilan ilmiah dan inovasi; 6) menyediakan akses untuk ungkapan kultural dari semua seni pertunjukan; 7) Membina dialog antar-budaya dan menghormati keanekaragaman budaya; 8) Menunjang tradisi lisan; 9) menjamin akses bagi warganegara pada semua informasi komunitas; 10) Menyediakan jasa informasi yang cukup bagi perusahaan lokal, asosiasi dan kelompok yang berkepentingan; 11) Memfasilitasi pengembangan ketrampilan literasi informasi dan melek computer; 12) Membantu dan ikut serta dalam aktivitas dan program literasi bagi semua kelompok umur dan memulai aktivitas tersebut bilamana perlu 1 2
Makalah untuk Musyawarah nasional II forum perpustakaan Umum Indonesia, Jakarta 23 s.d. 25 Mei 2007 Guru besar Ilmu perpustakaan dan Informasi. Universitas Indonesia
2.1. Tujuan perpustakaan umum. Bila dari misi diwujudkan ke tujuan, maka perpustakaan umum mempunyai 4 tujuan utama, yaitu : Pertama memberikan kesempatan bagi umum untuk membaca materi perpustakaan yang dapat membantu meningkatkan mereka ke arah kehidupan yang lebih baik. Kedua menyediakan sumber informasi yang cepat, tepat dan murah bagi masyarakat, terutama informasi mengenai topik yang berguna bagi mereka dan yang sedang hangat dalam kalangan masyarakat. Ketiga, membantu warga untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, sehingga yang bersangkutan akan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya, sejauh kemampuan tersebut dapat dikembangkan dengan bantuan materi perpustakaan. Fungsi ini sering disebut sebagai fungsi pendidikan perpustakaan umum, lebih tepat disebut sebagai pendidikan berkesinambungan ataupun pendidikan seumur hidup. Pendidikan sejenis ini hanya dapat dilakukan oleh perpustakaan umum, karena perpustakaan umum merupakan satu-satunya pranata kepustakawanan yang terbuka bagi umum. Perpustakaan Nasional juga terbuka bgi umum, namum untuk memanfaatkannya tidak selalu terbuka langsung bagi perorangan, ada kalanya harus melalui agen perpustakaan lain. Ke empat, bertindak selaku agen kultural artinya perpustakaan umum merupakan pusat utama kehidupan budaya bagi masyarakat sekitarnya. Perpustakaan umum bertugas menumbuhkan apresiasi budaya masyarakat sekitarnya dengan cara menyelenggarakan pameran budaya, ceramah, pemutaran film, penyediaan informasi yang dapat meningkatkan keikutsertaan, kegemaran dan apresiasi masyarakat terhadap segala bentuk seni budaya. 3. Teknologi Informasi Sejak dasawarsa 1980an awal, teknologi informasi atau teknologi informasi dan komunikasi 3 mulai digunakan di perpustakaan Indonesia. TI mula-mula digunakan di lingkungan perpustakaan khusus, kemudian perpustakaan perguruan tinggi baru menyusul perpustakaan sekolah, lalu kemudian perpustakaan umum. Aplikasi TI di perpustakaan sering dikaitkan dengan otomasi perpustakaan terutama ditujukan pada pekerjaan yang bersifat berulang-ulang seperti pengatalogan dan sirkulasi. Sejak Uni Soviet bubar pada tahun 1991 yang menandai berakhirnya Perang dingin, internet sebagai singkatan internetworking of computer networks yang semula digunakan untuk keperluan militer meruyak ke dunia sipil. Di sisi lain berkembang konsep hypertext artinya metode yang menyajikan informasi digital yang memungkinkan berkas, teks, elemen data berkaitan dapat dihubungkan satu dengan yang lain (Reitz, 2004). Cara 3
Merupakan terjemahan kata Information and Communication technology (ICT) digunakan dalam dokumen resmi Uni Eropa. Istilah TI dari kata Information Technology (IT) banyak diunakan dalam terbitan Amerika Utara.
mengaitkan menurut hyperteks ini tidak selalu linier. Melainkan meloncat-loncat. Misalnya seorang pengguna ingin mengetahui hal Ramayana, maka berkat teknologi hypertext, dia dapat menemukan kata Ramayana di banyak dokumen tanpa mengetahui dimana dokumen itu berada. Dengan demikian satu dokumen dapat dihubungkan dengan dokumen halaman 1 berurutan sampai dengan halaman terakhir. Hypertext dilakukan dengan fasilitas internter sehingga hypertext berbeda dengan internet. Bila aplikasi teknologi diterapkan di perpustakaan, maka nampak perkembangan bertahap (Tabel 1) Tabel. 1 Evolusi teknologi di perpustakaan Sebutan
Koleksi
Penggunaan Teknologi
Keterangan
Perpustakaan Konvensional
Berbasis kertas
Disebut pula perpustakaan tradisional
Perpustakaan Konvensional
Berbasis kertas serta bentuk nonbuku seperti DVD, film, peta Berbasis kertas serta bentuk nonbuku, seperti DVD, film , peta
Mula-mula menggunakan tangan (manual, hastawi), kemudian berkembang teknologi seperti mesin ketik, duplicator kartu. Teknologi seperti mesin ketik, duplicator kartu
Komputerisasi kegiatan perpustakaan yang bersifat berulang- ulang seperti pengatalogan, penelusuran. Otomasi data bibliografis materi berbasis kertas teknologi digital pada koleksi perpustakaan maupun yang diunduh dari internet Digitalisasi materi
Perpustakaan elektronik. Koleksinya berbasis kertas serta koleksi analog
Perpustakaan terotomasi
Perpustakaan Hibrida
Koleksi berbasis kertas serta digital
Perpustakaan digital
Koleksinya didominasi koleksi digital
Istilah ini banyak digunakan dalam literatur Inggris
Istilah ini banyak digunakan dalam literatur Amerika utara. Dalam praktek sedidikt saja perpustakaan yang benar-benar seluruhnya dalam format digital
4. Perpustakaan Digital 4.1. Pengantar Istilah perpustakaan digital atau digital library muncul dengan semakin maraknya aplikasi TI di perpustakaan. Perpustakaan Digital adalah perpustakaan yang sebahagian besar koleksinya dalam bentuk digital. Konsep koleksi digital tersebut berlawanan dengan koleksi perpustakaan sebelumnya, yang hanya mengenai materi tercetak kemudian menyusul materi dalam bentuk mikro, selanjutnya audio-visual. Istilah perpustakaan digital selalu dikaitkan dengan jaringan komputer dan jaringan computer lalu diasosiasikan dengan internet. Pendapat itu tidak salah namun tidak seluruhnya benar, karena ada perpustakaan yang koleksinya dalam bentuk digital namun tidak selalu dapat diakses oleh Internet. Hal tersebut memang ada namun lebih merupakan pengecualian. Maka tidaklah salah bila makna perpustakaan digital akan berlainan bagi orang yang berbeda-beda (Theng 2007). Pemahaman mengenai perpustakaan digital dapat dilakukan melalui ancangan definisi maupun karakteristik. 4.2. Pendekatan Definisi. Bila mengguakan ancangan definisi, maka berbagai banyak definisi yang telah dikemukakan. Arms (2000. 2) misalnya memberikan definisi perpustakaan digital sebagai berikut : A managed collection of information with associated services where the information is stored in digital formats and accessible over a network. A crucial part of this definition is that the information is managed. Digital library Federation dari AS mengatakan bahwa: “Digital libraries are organizations that provide the resources, including the specialized staff to select, structure offer intellectual access to interpret, distribute, preserve the integrity of and ensure the persistence over time of collections of digital works so that they are readly and economically available for use by a defined community or set of communities “http://www.clir.org/diglib/about/strategic.htm. [Akses Oktober 2002].
Penulis seperti miller 92002) memberikan definisi berdasarkan 2 komponen perpustakaan digital : The commercially available produced databases, electronice journals, and books and other electronic resources that are routinely purchased or licensed by a library for delivery via the library’s finds are expended for their purchased or licenses. Those digital materials that are produced within the library or university and subsequently made available to users electronically.
Dari definisi tentang perpustakaan digital serta adanya berbagai pengertian tentang perpustakaan digital, maka borgman mengatakan definisi perpustakaan digital memiliki banyak makna dan gugusan definisi dimasukkan dalam 2 tema sebagai berikut: From a research perspective digital libraries are content collected and organized on behald of communities. From a library practice perspective, digital libraries are institutions or organizations that provide information services in digital forms. Dengan menyimak definisi ke dua yang diberikan Miller serta karakteristik sebuah perpustakaan digital, maka di Indonesia oun dewasa ini sudah terdapat perpustakaan digital karena mulai banyak perpustakaan, terutama perpustakaan perguruan tinggi, yang mulai mendigitalkan koleksinya serta tersedia secara elektronik bagi pemakainya. 4.3. Pendekatan karakteristik Dengan menggunakan pendekatan karakteristik, maka perpustakaan digital disingkat d-lib memiliki ciri sebagai berikut : a) Perpustakaan digital bukan merupakan entitas (maujud) tunggal; b) Perpustakaan digital mensyaratkan teknologi untuk mengaitkan sumber informasi yang banyak jenisnya; c) Kaitan antara banyak perpustakaan digital dengan jasa informasi bersifat transparan bagi pemakai; d) Akses universal ke perpustakaan digital serta jasa informasi merupakan tujuan; e) Koleksi perpustakaan digital tidak dibatasi pada surogat dokumen; koleksinya meluas hingga ke artefak digital yang tidak dapat serta tidak akan diwakili atau didistribusikan dalam format tercetak. 4.4. Pedekatan persepsi Karena itu disain perpustakaan digital tergantung pada persepsi tujuan atau fungsionalitas perpustakaan digital. Bagi komunitas ilmu perpustakaan dan informasi, peran perpustakaan tradisional ialah (a) menyediakan akses ke informasi dalam setiap format yang telah dinilai, diorganisasi, dan dilestarikan; (b) menyediakan professional informasi yang membuat pertimbangan, penilaian serta menafsirkan kebutuhan pengguna; dan (c) menyediakan jasa dan sumber kepada pengguna. Bagi komunitas ilmu computer, perpustakan digital mengacu pada sistem informasi berbasis teks terdistribusi; kumpulan jasa informasi yang tersebar, sebuah ruang terdistribusi yang saling terkait atau sistem informasi multimedia dalam jaringan (Theng, 2007). Karena perbedaan persepsi tersebut, maka uraian perpustakaan digital di bawah ini diarahkan ke komunitas ilmu perpustakaan dan informasi. 4.5. Sejarah perkembangan. Koleksi digital sebuah perpustakaan di awali dengan digitalisasi isi catalog sehingga catalog dapat diakses dari jarak jauh. Isinya dapat diunduh (download) oleh pemakai atau pengguna. Sesudah isi catalog menyusul ke indeks majalah, lalu jasa pengabstrakan. Tahap berikutnya digitalisasi berubah ke koleksi majalah sehingga meghasilkan majalah dalam bentuk digital, isiya lazim dijual oleh penjaja (vendor). Tahap berikutnya, menghingapi buku referens (i) sehingga banyak buku referens yang tersedia dalam bentuk digital serta dapat diakses pemakai melalui internet. Contoh popular ialah
Wikipedia. Tahap berikutnya ialah penerbitan buku, sehinga timbullah kegiatan penerbitan buku elektronik, dikenal dengan nama e-book atau e-book publishing. Karena definisi yang diberikan sangat luas, maka hal tersebut memungkinkan munculnya ke anekaragaman definisi. Seperti The Digital library Federation (DLF) memberikan definisi perpustakaan digital sebagai organisasi yang menyediakan sumber, termasuk staf khusu untuk memilih, menstruktur, memberikan akses intelektual ke menafsirkan, mendistribusikan, melestarikan integritas dari serta menjamin persistence sepanjang waktu, menyagkut koleksi digital sehingga koleksi tersebut tersedia dan dapat digunakan secara ekonomis bagi komunitas tertentu. Dengan definisi yang diberikan oleh US National Science Foundation Digital Library Initiative, maka definisi perpustakaan digital yang dikemukakan itu merupaka lonceng kematian bagi definisi perpustakaan elektronik (elektronik library). Perpustakaan elektronik yang mencakup informasi yang tersedia dalam bentuk analog elektronik maupun digital seperti videodisc awal. Maka sejak sekitar tahun 1995 an, istilah perpustakaan elektronik sudah tidak ditemukan lagi dalam literature kepustakawanan AS, diganti sepenuhnya oleh istilah perpustakan digital. 4.6. Situasi di Indonesia Perpustakaan digital mulai muncul di Indonesia sekitar tahun 1992 dimulai di ITB yang melibatkan berbagai komponen. Usaha itu kemudian dilanjutkan oleh perpustakaan perguruan tinggi sehingga muncullah berbagai perpustakaan digital di Indonesia, terutama di lingkungan perpustakaan perguruan tinggi dan khusus (Sulistyo, 2002). 5. Perpustakaan Hibrida Dengan melihat kondisi perpustakaan umum yang ada di Indoneis, maka sebutan perpustakaan digital mungkin belum sesuai, karena belum memenuhi syarat sebuah perpustakaan digital Di sisi lain sudah mulai ada perpustakaan umum yang mendigitalisasikan materi perpustakaan yang dimilikinya walaupun sangat terbatas. Walaupun koleksi perpustakaan belum dapat di akses dari internet sebagai salah satu syarat perpustakaan digital, koleksi perpustakaan sudah ada yang dalam bentuk digital. Maka perpustakaan umum yang memiliki koleksi digital, namun belum dapat di akses dari jarak jauh dapat disebut perpustakaan hibrida. 6. Konsep Pengembangan ke arah Perpustakaan Digital Bila melihat sejarah perpustakaan, maka langkah perpustakaan umum ke arah perpustakaan digital meliputi langkah berikut : (1) pengorganisasian koleksi perpustakaan sebagaimana telah dilakukan berabad-abad seperti pengatalogan, klasifikasi, temu balik, jasa informasi bagi pengguna, (2) Persiapan ke arah otomasi perpustakaan mencakup perangkat keras, perangkat lunak, sumber daya manusia, pendidikan pemakai.
(3) Penerimaan materi digital yang dapat diunduh (download) dari Internet yang dibeli dari toko buku serta alih bentuk materi perpustakaan ke dalam bentuk digital. Pengalihan bentuk ini hendaknya memperhatikan aspek hokum, kesediaan pengguna disamping aspek teknologi informasi serta infrastruktur. (4) Pengembangan perpustakaan digital. Berkaitan dengan kondisi Indonesia, perpustakaan umum harus mencegah terjadinya kesenjangan digital serta ekskluisi sosial (social exclusion). (5) Upaya menjembatani kesenjangan digital. Kesenjangan digital ialah kesenjangan yang terdapat antara pemakai yang dapat mengakses informasi serta fasilitas TI dengan kelompok masyarakat yang tidak punya akses serta fasilitas TI.
7. Hal lain perlu diperhatikan Sebenarnya sebelum menuju perpustakaan digital, tidak ada salahnya bila perpustakaan umum memperhatikan hal lain sebagai berikut : 7.1. Muatan lokal Muatan lokal (local contents) ialah ungkapan pengetahuan milik lokal serta pengetahuan yang diadaptasi dari sebuah komunitas (Ballantyne, 2002). Contoh muatan local ialah informasi yang memiliki relevansi dengan komunitas yang berkaitan dengan bisnis, pendidikan, pekerjaan dan kesehatan. Di Afrika muatan lokal mencakup teknologi kedokteran tradisional, informasi mengenai seni pertunjukan, nyanyian, tarian rakyat serta praktik kultural setempat (Mutula 2004). Pengembangan muatan lokal terhambat karena bahasa pengajaran menggunakan bahasa Indonesia, sedangkan muatan lokal terekam dalam bahasa daerah. Kurikulum merupakan barang impor dengan sedikit muatan lokal yang tersedia da di beberapa tempat orang-orang terpaksa menelan isi yang diambil dari luar Afrika yang disajikan dalam format dan berisi nilai yang dirasakan aneh bagi mereka. Walaupun perpustakaan umum masih kekurangan buku, praktis tidak ada nyanyian rakyat yang dibukukan dan buku tersebut masuk ke perpustakaan. 7.2.Inklusi Sosial Perpustakaan umum memberikan jasa pada semua lapisan masyarakat. Dalam kenyataannya tidaklah demikian, bahkan juga di Negara maju. Maka anggota masyarakat yang tidak terliput oleh jasa perpustakaan umum sehingga menimbulkan ekslusi social. Upaya untuk menghilangkan eksklusi sosial disebut inklusi social (Pendit, 2004) Menyangkut pemakai perpustakaan umum, ternyata harapan bahwa perpustakaan umum yang digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat belum sesuai dengan harapan pustakawan. Sebagai contoh orang Amerika tidak menggunakan perpustakaan sebagaimana diharapkan pustakawan. Public Library Service (2000-2001) menunjukkan kenyataan bahwa : (a) Hanya sekelompok minoritas orang yang dewasa menggunakan perpustakaan secara tetap; (b) Mayoritas peminjaman terpusat pada sekelompok kecil pemakai; (c) Penggunaan perpustakaan berkaitan erat dengan tingkat pendidikan pemakai; (d) Pemakai perpustakaan membeli lebih banyaka buku daripada non-pemakai perpustakaan;
(e) Sebahagian besar orang menggunakan perpustakaan umum sebagai sumber informasi, melainkan untuk hiburan; (f) Pemakai perpustakaan mempunyai kesadaran sosial yang lebih besar daripada non pemakai perpustakaan; (g) Materi yang mutakhir cenderung lebih banyak dipinjam. Bila kita menyimak hasil survey tersebut kemudian membandingkan dengan survey sejenis yang dilakukan PNRI (2005), maka hasilnya tidak banyak berbeda. Perpustakaan umum di Indonesia hanya digunakan oleh sekelompok kecil masyarakat, mayoritas didominasi oleh anak-anak sekolah yang berada di sekitar perpustakaan umum. Orang dewasa masuk ke perpustakaan umum hanya untuk membaca Koran. Maka terjadilah eksklusi sosial artinya peminggiran anggota masyarakat yang tidak terlayani oleh perpustakaan. Pemarginalan terjadi karena klas sosial, status pendidikan, standar hidup maupun faktor geografis. Upaya pengubahan dari eksklusi sosial ke inklusi sosial diupayakan melalui perpanjangan jam buka perpustakaan, penggalakan perpustakaan keliling. Inklusi sosial dapat dilakukan dengan teknologi sederhana selama masyarakat menjunjung , asas demokrasi (Mc Cabe, 2001). 7.3. Kesenjangan Digital Perpustakaan digital mensyaratkan ketersediaan TI di perpustakaan pusat maupun cabang. Keterbatasan anggaran perpustakaan akan menimbulkan kesenjangan digital, yaitu kesenjangan anggota masyarakat yang punya akses ke computer dengan anggota masyarakat yang tidak memiliki akses. Kesenjangan ini akan bertambah bila perpustakaan umum berkembang menjadi perpustakaan digital bila tidak disertai perangkat untuk mencapai semua lapisan masyarakat. 7.4. Pemakai Perpustakaan Survey menunjukkan (Public Library Survei, 2000-2001; Perpustakaan Nasional 2005) menunjukkan bahwa pemakai perpustakaan umum hanya sekelompok kecil masyarakat. Digitalisasi koleksi diharapkan mampu menjangkau lebih banyak pemakai dengan syarat tersedia TI penunjang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Perpustakaan Nasional (2005) mengenai jasa perpustakaan umum, maka layanan perpustakaan umum baru mencakup murid sekolah yang berada di sekitar perpustakaan umum, orang-orang yang ingin membaca terutama surat kabar daripada buku. 8. Pengembangan ke arah perpustakaan digital Dengan melihat data perpustakaan umum dewasa ini yang tersimpan di Deputi Pembinaan, maka pengembangan kea rah perpustakaan digital mencakup 2 (dua) bidang, yaitu penyiapan ke arah digitalisasi serta pengupayaan agar tidak terjadi eksklusi sosial serta melihat hal yang ada. Persiapan ke arah perpustakaan digital mencakup ketersediaan anggaran, penyiapan SDM kemudian pemakai serta keputusan mengenai materi yang akan didigitalkan. Mengingat muatan lokal semakin banyak digunakan untuk kepentingan publik (pendidikan, kebudayaan, pariwisata) maka muatan lokal harus memperoleh prioritas dalam digitalisasi.
Perluasan jasa perpustakaan agar tercapai inklusi sosial artinya tindakan tegas untuk mengubah lingkungan serta kebiasaan yang mengarah ke eksklusi sosial. Digitalisasi koleksi perpustakaan diikuti dengan penyediaan fasilitas TI diharapkan mampu mencakup kelompok yang selama ini merupakan kelompok marginal. 9. Peran Perpustakaan Nasional RI Dengan melihat kondisi sekarang, maka digitalisasi materi dimulai dari dua arah, yaitu satu dari perpustakaan umum dan arah lain dari Perpustakaan Nasional RI (PNRI). Berdasarkan data yang tersedia di PNRI c.q. Deputi Pembinaan, maka sebahagian kecil perpustakaan umum sudah mengarah ke otomasi perpustakaan. Dari sini menuju ke perpustakaan digital masih menempuh satu tahap lagi. Dengan rasa hormat pada pengelola perpustakaan umum, maka hal itu diperkirakan berjalan pada tahun 2008 atau 2009. Di segi lain, PNRI yang merupakan Pembina perpustakaan, diharapkan sudah menginjak ke digitalisasi materi perpustakaan, terutama pada koleksi yang tercakup dalam Bibliografi Indonesiana. Tindakan yang mula-mula dapat dilakukan ilaha digitalisasi surat kabar yang dimiliki PNRI, kemudian mengupayakannya akses bagi pemakai seluruh Indonesia. Karena perkembangan bahasa, sejarah serta ejaan, maka digitalisasi dapat dilakukan pada koleksi surat kabar mulai tahun 1972 ke belakang. Tahun 1972 menandai mulainya Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), sehingga koleksi digital surat kabar dapat dibaca oleh pemakai generasi sekarang. Digitalisasi restrospektif mencakup mulai tahun 1945 sampai tahun 1972. Cakupan tahun tersebut memuat Sejarah Indonesia, yang banyak digunakan oleh pemakai, terutama dari bidang sejarah. Digitalisasi selanjutnya bersifat selektif, seperti surat kabar yang kondisinya rusak, terbit dalam Bahasa Melayu, Jawa dan Sunda. Bila melihat anggaran yang disediakan bagi perpustakaan umum, maka dapat dipastikan bahwa hampir tidak mungkin bagi mereka untuk membeli perangkat lunak sebagai langkah awal digitalisasi materi perpustakaan. Pembentukan koleksi elektronik dengan materi diunduh (download) dari Internet mensyaratkan ketersediaan fasilitas komputer dan telekomunikasi. Pengembangan ke arah perpustakaan digital berimplikasi terhadap anggaran yang besar dan anggaran ini dikaitkan dengan jasa berbasis teknologi di perpustakaan digital. Anggaran menjangkau biaya infrastruktur, perangkat keras dan perangkat lunak (termasuk penggantian siklus hidup peralatan dan peningkatan perangkat keras & lunak yang ada) sebagai penunjang teknologi pelatihan staf menyangkut penggunaan teknologi (Moyo, 2004). Semuanya itu masih ditambah dengan biaya berlangganan sumber elektronik serta penciptaan materi digital, penulisan bahan ajar bagi pemakai. Semuanya itu sulit terjangkau oleh perpustakaan umum yang ada dewasa ini. Maka dengan kondisi demikian harapan terletak pada PNRI untuk membantu perpustakaan umum menuju perpustakaan digital. 10. Penutup Perpustakaan umum merupakan perpustakaan yang terbuka bagi siapa saja dengan tidak memandang perbedaan warna kulit, usia, agama, status sosial, kepercayaan, jenis
kelamin, pekerjaan dengan anggaran yang berasal dari anggaran publik. Dengan sifat demikian maka persiapan perpustakaan umum ke arah perpustakaan digital diharapkan mampu melayani seluruh lapisan masyarakat sehingga tidak terjadi eksklusi sosial serta berkembang inklusi sosial. Upaya itu memerlukan persiapan dari pihak perpustakaan umum seperti anggaran, SDM, infrastruktur serta kesiapan pemakai. Di segi lain digitalisasi tidak menafikan muatan lokal, kesenjangan digital yang ada, eksklusi sosial yang perlu dihilangkan serta kenyataan bahwa pemakai perpustakaan umumm hanyalah segelintir anggota masyarakat. Dalam kondisi yang tidak menguntungkan, maka di pihak PNRI diperlukan upaya membantu perpustakaan umum dalam hal digitalisasi materi perpustakaan. Di samping itu PNRI sudah waktunya mendigitalisasi koleksi yang dimilikinya. Disarankan koleksi surat kabar sudah didigitalkan karena koleksi tersebut sudah dilindungi hak cipta, kondisinya semakin rusak serta berguna bagi masyarakat. Maka upaya pengembangan perpustakaan umum ke arah perpustakaan digital memerlukan sinergi antara perpustakaan umum dengan PNRI. Bibliografi Anderson, Bryon 2000. Public Libraries. Dalam Encyclopedia of popular culture P.: 133135. Detroit. MI: St. James Press. Arms, William Y. 2000. Digital libraries. Cambridge, Mass: The MIT Press. Audunsin, Ragnar. 2005. The Public library as a meeting-place in a multicultural and digital context: the necessity of low-intensive meeting-places. Journal of Documentation 61 (31): 429411 Borgman.C.I. 2002 Challenges in building digital libraries for the 21st century. Dalam E.P. Lim et.al. (eds) Proceedings of the 5th International Conference on Asian Digital Libraries. P.1-3. Berlin: Springer Cullen, Michael P. 2005. Delivering digital services: a handbook for public libraries and learning center. Online Information Review, 29 (6): 684-686. Davis Donald G. Jr. 2000. Libraries. Dalam Berkrshire Encyclopedia of World History P.:1136-1145. Great Barrington, MA. : Berkshire, 2000 Falk Howard, 2003. Developing Digital Libraries. The Electronic Library, 21(3):258-261 Griffith, Jose-Maria. 2004. Digital Libraries. Dalam Encyclopedia of Human-Computer Action. P.:181-187. Great Barrington, MS: Berkshire Hanisch, Till. 2005. Metadata for Electronic document using the Dublin Core. Dalam Encyclopedia of Information Science and Technology: 4:1928-1930. Hershey, PA: Idea Group Reference Harris, Michael H. Libraries, function and types of. Dalam Encyclopedia of Communication and Information. 2:531-538. New York: Mc.Millan Reference USA IFLA/UNESCO Public Library Manifesto. 1994 Mc.Cabe. Ronald B. 2002. Civic Librarianship: renewing the social mission of the public library. Journal of Documentation. 58 (5): 595-597 Moyo, Lesley M. 2004. electronic libraries and the emergence of new service paradigms. The Library. 22 (3):220-230 Muddiman, Dave et.al. 2001. Open to all? The Public library and social exclusion: executive summary. New Library world. 102 (4/5): 154-157.
Mutula, Stephen. 2004. IT. Diffusion in Sub-sahara Africa: implications for developing and managing digital libraries. New Library Wolrd. 105 (7/8):281-288 Pendit, Putu Laxman. 2004. Modal Sosial, inklusi social dan perpustakaan umum. Jakarta: National Center for Education Statistics (NCES). 2001-2002. Public Library Survey. http://nces.ed.gov/surveys/libraries/public.asp Suadien, Emir Jose, 2003. The social impact of public libraries. Library Review. 52 (8/9):379-387. Sulistyo-Basuki. 2004. Library Digitalization in Indonesia. Program: electronic he library and information systems, 38 (3): 394-200 Theng Yin-Leng et.al. 2007. Understanding usability issues in a public digital library. Dalam Encyclopedia of Digital Government 3: 1577-1581. Hershey, PA. : Idea Library Reference. Train, Briony, Dalton. Pete and Elkin. Judith. 2000 Embracing inclusion: the critical role of the library. Library Management. 21 (9): 483-490. Wilson, Lisa. 2004. Bringing vision to practice: planning and provisioning the new library resource center. Teacher Librarian. 32 (1) Oct.: 23-27
Lampitran 1 Manifesto Perpustakaan Umum dari IFLA/UNESCO Manifesto Perpustakaan Umum UNESCO Terjemahan tidak resmi oleh Sulistyo-Basuki Gerbang Menuju Pengetahuan Kemerdekaan, kemakmuran dan pengembangan masyarakat serta perorangan merupakan nilai kemanusiaan yang mendasar. Nilai-nilai tersebut hanya dapat dicapai melalui kemampuan warganegara terinformasi dengan baik untuk melaksanakan hak demokrasinya serta memainkan peran aktif di masyarakat. artisipasi konstruktif dan pengembangan demokrasi tergantung pada pendidikan yang memuaskan juga akses yang bebas serta tidak terkekang pada pengetahuan, melalui kebudayaan dan informasi. Perpustakaan umum, pintu gerbang menuju pengetahuan, menyediakan kondisi dasar untuk pembelajaran sepanjang hayat, pengambilan keputusan yang independent dan pembangunan budaya perorangan dan kelompok sosial. Manifesto ini memproklamasikan keyakinan UNESCO terhadap perpustakaan umum sebagai tenaga hidup untuk pendidikan, kebudayaan dan informasi serta sebagai agen penting untuk mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan spiritual melalui pikiran laki dan perempuan. Karena itu UNESCO mendorong pemerintahan nasional dan daerah supaya menunjang dan secara aktif giat dalam pengembangan perpustakaan umum.
Perpustakaan Umum. Perpustakaan umum merupakan pusat informasi lokal yang menyediakan semua jenis pengetahuan serta informasi untuk penggunanya. Jasa perpustakaan umum disediakan atas dasar persamaan akses bagi semuanya, tanpa memandang usia, ras, jenis kelamin, agama, kebangsaan, bahasa atau status sosial. Jasa dan materi khusus harus disediakan bagi mereka yang karena alas an tertentu tidak dapat menggunakan materi dan jasa regular, misalnya golongan minoritas bahasa, penyandang cacat atau mereka yang dirawat di rumah sakit atau penghuni lembaga pemasyarakatan. Semua kelompok umur perlu disediakan materi yang relevan dengan kebutuhan mereka. Koleksi dan jasa harus mencakup semua jenis media yang sesuai dan teknologi modern maupun materi tradisional. Adalah hal yang mendasar bahwa materi bermutu tinggi dan bertautan dengan kebutuhan dan kondisi local….materi harus mencerminkan arah gejala dan evolusi masyarakat, juga sebagai hasil ingatan dan imajinasi umat manusia. Koleksi dan jasa hendaknya tidak tunduk pada setiap bentuk sensor ideologi, politik maupun tekanan sosial. Misi Perpustakaan Umum. Misi berikut ini berkaitan dengan informasi, melek huruf, pendidikan dan kebudayaan hendaknya menjadi inti jasa perpustakaan umum, yaitu : (1) menciptakan dan memperkuat kebiasaan membaca di kalangan anak-anak sejak usia dini; (2) membantu individual dan pendidikan swatindak dan pendidikan formail pada semua tingkat; (3) menyediakan kesempatan bagi pengembangan kreasi pribadi; (4) merangsang imajinasi dan kreativitas anak-anak dan kawula muda; (5) mempromosikan kesadaran akan warisan budaya, apresiasi seni, keberhasilan ilmiah dan inovasi; (6) menyediakan akses untuk ungkapan kultural dari semua seni pertunjukan; (7) membina dialog-antar-budaya dan menghormati ke anekaragaman budaya; (8) menunjang tradisi lisan; (9) menjamin akses bagi warganegara pada semua informasi komunitas; (10) Menyediakan jasa informasi yang cukup bagi perusahaan lokal, asosiasi dan kelompok yang berkepentingan; (11) Memfasilitasi pengembangan ketrampilan literasi informasi dan melek komputer; (12) Membantu dan ikut serta dalam aktivitas dan program literasi bagi semua kelompok umur dan memulai aktivitas tersebut bilamana perlu. Pendanaan, perundang-undangan dan jaringan. Perpustakaan umum pada dasarnya bersifat cuma-cuma. Perpustakaan umum merupakan tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Perpustakaan harus dibantu melalui perundang-undangan spesifik dan dibiayai oleh
pemerintah pusat dan daerah. Perpustakaan harus merupakan komponen penting pada setiap strategi jangka panjang menyangkut kebudayaan, penyediaan informasi, literasi dan pendidikan. Untuk memastikan koordinasi dan kerjasama perpustakaan seluruh Negara, maka perundang-undangan dan rencana strategis harus juga menyatakan dan menggalakkan jaringan perpustakaan seluruh Negara berdasarkan standar jasa yang telah disepakati. Jaringan perpustakaan nasional harus didisain dalam kaitannya dengan perpustakaan nasional, regional, penelitian dan khusus serta juga perpustakaan sekolah, akademi dan universitas. Operasi dan manajemen Kebijakan yang jelas harus dirumuskan, menetapkan sasaran, prioritas dan jasa dalam kaitannya dengan kebutuhan komunitas lokal. Perpustakaan umum hendaknya di organisasikan secara efektif dan standar operasi professional harus dipertahankan. Kerjasama dengan mitra yang relevan, misalnya kelompok pemakai dan professional lain pada tingkat lokal, regional, nasional juga internasional harus diupayakan. Jasa yang disediakan harus dapat diakses oleh semua anggota komunitas. Hal ini mensyaratkan letak gedung perpustakaan yang sesuai, fasilitas membaca dan belajar yang baik, juga teknologi yang relevan dan jam buka yang cukup nyaman bagi pemakai. Hal itu juga berimplikasi untuk jasa jarak jauh bagi mereka yang tidak mampu mengunjungi perpustakaan. Jasa perpustakaan harus disesuaikan dengan berbagai kebutuhan komunitas di kawasan kota dan pedalaman. Pustakawan merupakan perantara yang aktif antara pengguna dengan sumber informasi. Pendidikan professional dan berkelanjutan bagi pustakawan merupakan hal yang tak terelakkan guna menjamin jasa yang memuaskan. Program jarak jauh dan pendidikan pengguna harus disediakan guna membantu pengguna memanfaatkan semua sumber daya yang terdapat di perpustakaan. Implementasi Manifesto Pengambil keputusan pada tingkat nasional dan lokal dan komunitas masyarakat pada umumnya, di seluruh dunia, dengan ini mendesak untuk mengimplementasikan prinsip yang diungkapkan dalam manifesto ini.