KONSEP PENDIDIKAN KELUARGA MENURUT AL-QUR’AN DALAM KISAH NABI IBRAHIM AS. Imas Jihan Syah Fakultas Agama Islam Universitas Islam Lamongan E-mail :
[email protected]
Abstract: The principles emphasized by Prophet Ibrahim (PBUH) in family education for a child's success include: 1) Students must honor educators or parents and be humble or not arrogant. 2) The process of education is a matter that requires concentration. That is why, there must be a seriousness and intention of studying. 3) Learning is a process for moving towards an adulthood, in the process there are probably various kinds of trials. Therefore, all students must possess patience and various other admirable characteristics as owned by Prophet Ismail (PBUH). From the Prophet Ibrahim's series of stories, it could be concluded that Prophet Ibrahim (PBUH) is a democratic figure. The education applied by Prophet Ibrahim (PBUH) in his family is littered fully with strategies and communication. The democratic concept could be seen from a very harmonious dialogue within the family. Keywords: Family Education, The Story of Prophet Ibrahim Pendahuluan Dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara. Selanjutnya dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.1 Budaya dan peradaban penduduk akan sangat terpengaruh oleh aspek pendidikan. Sebagaimana sudah menjadi opini publik, bahwa pendidikan dan ilmu pengetahuan adalah dasar fundamental dan barometer bagi maju dan mundurnya suatu bangsa. Pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan potensi manusia untuk mampu mengembang tugas yang dibebankan padanya. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, moral serta keimanan dan ketakwaan manusia Pendidikan Islam adalah salah satu sarana untuk mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia yang berlangsung seumur hidup, dan pelaksanaannya dimulai sejak anak dilahirkan sampai akhir hayat, serta menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat. Dengan demikian, pelaksanaan pendidikan Islam tidak hanya formal tetapi juga informal dan non formal, sehingga pendidikan Islam dapat dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Keluarga merupakan lembaga sosial terkecil, yang menjadikan basis awal sebelum beranjak ke lingkungan lebih besar, masyarakat dan bangsa. Keluarga adalah tempat menempa kualitas perseorangan; suami istri dan anak. Keluarga juga merupakan basis 1
Undang-undang No. 20 tahun 2003
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
87
perjuangan untuk membangun kualitas pribadi atau sumber daya manusia. Akumulasi beberapa keluarga dengan warga yang berkualitas itulah yang pada gilirannya menunjukkan kualitas kehidupan bangsa.2 Ada hubungan linier yang tak terpisahkan antara kualitas keluarga dengan kualitas bangsa. Bangsa yang maju bermula dari keluarga yang maju pula. Bangsa yang cerdaspun terhimpun dari kumpulan keluarga yang juga cerdas. Tidak mungkin terwujud kesejahteraan bangsa jika tidak adanya kesejahteraan dalam keluarga. 3 Adapun yang akan penulis analisa secara khusus adalah konsep pendidikan keluarga menurut al-Qur’an dalam kisah Ibrahim As. Disini penulis merasa tertarik dengan kisah Ibrahim As, dalam mengkonsep pendidikan keluarganya karena dari sinilah hampir mayoritas Nabi berasal dari keturunan beliau tak terkecuali Nabi kita Muhammad SAW. Begitu berat ujian dan cobaan yang dialami oleh Nabi Ibrahim beserta keluarga. Tentu hal ini bukan suatu kebetulan. Disamping karena Kehendak Allah tentu juga karena keberhasilan beliau dalam mengkonsep pendidikan keluarga dengan baik. Konsep Pendidikan Secara Umum Secara alamiah, manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia dari aspek-aspek rohaniah dan jasmaniah juga harus berlangsung secara bertahap. Kematangan bertitik akhir pada optimalisasi, perkembangan baru dapat tercapai apabila berlangsung melalui proses kearah tujuan akhir perkembangan dan pertumbuhan. Berdasarkan pemikiran diatas, banyak ahli pendidikan memberikan batasan tentang pendidikan. Diantaranya pendidikan menurut Mortimer J.Adler seperti dikutip oleh Arifin, memberikan definisi sebagai berikut: Pendidikan sebagai sesuatu proses dengan semua kemampuan manusia (bakat dan kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang artistik dibuat dan dipakai oleh siapapun yang membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang di tetapkan yaitu kebiasaan yang baik.4 Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian muslim, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan negara5. Selanjutnya masih dalam buku yang sama pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa, “setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”6 Istilah pendidikan dari segi bahasa dapat diartikan perbuatan (hal, cara dan sebagainya) mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau memeliara (latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin dan sebagainya7. Dalam bahasa Jawa penggulawentah berarti mengolah. Jadi mengolah kejiwaannya berarti mematangkan perasaan,pikiran,kemauan dan watak sang anak8. Dalam bahasa Inggris, untuk menunjukkan kata tersebut dengan istilah: education9. 2
M. Kholil Nafis dan Abdullah Ubaid, Keluarga Maslahah, Terapan Fikih Sosial Kiai Sahal (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2009) 3 Ibid 4 H. M. Arifin, Filsafat pendidikan Islam (Jakarta : Bumi Aksara,1994), 12. 5 Departemen Pendidikan Nasional, Lembaran Negara Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, 2 6 Ibid, 6 7 WJ.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cet II (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), 150
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
88
Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa pendidikan adalah proses memanusiakan manusia secara manusiawi, yaitu interaksi antara pendidikan dengan peserta didik yang dapat mengembangkan manusa seutuhnya yang berorientasikan pada nilai-nilai dan pelestarian serta pengembangan kebudayaan berhubungan dengan usaha-usaha pengembanggan manusia tersebut dan pendidikan merupakan kegiatan yang betul-betul memiliki tujuan, sasaran dan target. Menurut Hasan Langgulung pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia pada dasarnya adalah usaha untuk untuk mengembangkan potensi yang dimiliki setiap individu sehingga dapat hidup secara optimal, baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat, serta memiliki nilai-nilai moral dan sosial sebagai pedoman hidupnya. Dengan demikian pendidikan dipandang sebagai usaha sadar yang bertujuan dan usaha mendewasakan anak10. Dari kesimpulan diatas, pendidikan dapat didefinisikan sebagai usaha secara sengaja dari orang dewasa dengan pengaruh meningkatkan si anak menuju arah kedewasaan yang selalu diartikan mampu memberikan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya, orang dewasa itu adalah orang tua si anak atau orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya mempunyai kewajiban untuk mendidik. Misalnya guru sekolah, pendeta atau kyai dalam lingkungan keagamaan, kepala-kepala asrama dan sebagainya. Dengan demikain berarti pendidikan merupakan asset besar dalam pembangunan ummat, ikut menetukan kwalitas “kepribadian muslim peradaban” manusia termasuk “hitam putihnya” dinamika ekonomi, politik, ekologi, sosial budaya, dan masalah-masalah hidup dan kehidupan manusia11. Konsep Pendidikan Islam Banyak pakar pendidikan Islam yang.membicarakan pemaknaan pendidikan Islam, termasuk pula ilmu pendidikan Islam. Sebagian dari pemaknaan tersebut akan di kemukakan dalam tulisan ini. Menurut An- Nahlawy, ada tiga akar kata dalam pemaknaan istilah pendidikan, yakni : Pertama yang artinya bertambah dan berkembang yang senada dengan Firman Allah dalam surat ar-Rum ayat 39, yaitu :
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.12 Kedua, yang diselaraskan dengan pemaknaan pengertian tumbuh, muncul dan berkembang. Ketiga, yang disetarakan dengan makna yang berarti memperbaiki, mengurusi kepentingan, mengatur, menjaga dan memperhatikan. An-Nahlawy juga menyitir pandapat Abdurrahman Al-Bany yang menyatakan bahwa ada tiga unsur yang tercakup dalam pendidikan, yakni: menjaga dan memelihara anak: mengembangkan bakat dan potensi anak
8
Tim MKDK, Ilmu Pendidikan (Surabaya: IKIP Surabaya, 1992), 3 John M. Echols, Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia,1990), 207 10 http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/120 11 Lihat Muhammad Yasin, Rekonstruksi Pendidikan Islam (Alternatif Solusi Dipentas Millenium III), dalam Jurnal “Madania” Edisi I No. 4 Juni 1999. STAIN Kediri, 41. 12 Al Qur’an, 30:39. 9
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
89
sesuai dengan kekhasan masing-masing, dan mengarahkan potensi dan bakat mereka agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan13. Dari beberapa ide dasar di atas, An-Nahlawy menyimpulkan, bahwa: 1) Pendidikan merupakan kegiatan yang betul-betul memilikit ujuan, sasaran dan target. 2) Pendidikan sejati dan mutlak adalah Allah SWT. 3) Pendidikan menuntut terwujudnya program berjenjang melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan pengajaran selaras dengan urut dan sistematik semenanjak yang membawa anak dari satu perkembangan ke perkembangan lainnya. 4) Pendidikan harus mampu mengikuti Syari’at agama Allah SWT. Jadi, ada dua komponen pokok yang tidak bisa terpisahkan didalam pendidikan Islam, yaitu : Pendidikan sebagai proses internalisasi nilai moral religius. Dan pendidikan sebagai proses aktifitas formal yang tertuang dalam proses interaksional. Pada yang kedua ini sering pendidikan dikotori oleh kebutuhan pribadi yang profan-temporal. Sehingga, tidak sedikit para pelaku pendidikan yang berperilaku miring (negativ action) hingga mengakibatkan suasana pendidikan menjadi keruh dan gelap, tanpa ada sinar yang muncul dari pribadi suci. Pada kondisi demikian, sangat diperlukan penanganan serius mengenai pematangan dan pengembangan pribadi yang shalih. Selaras dengan pandangan an-Nahlawy, al-Abrasyi14 menyatakan, bahwa inti dari pendidikan Islam adalah pendidikan moral, dimana ia menempati tujuan haqiqi dan utama di dalamnya. Padakaryanya yang lain Al-Abrasyi menyebutkan, bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang ideal yang di dalamnya tercakup mendidik kebebasan berfikir dan demokrasi, konsistensi dialogis, pendidikan individu, esensi jadal (argumentasi) dan kelancaran lidah sebagai kreativitas berfikir ban banyak lagi lainnya yang intinya terletak pada pematangan jiwa, akal, ilmu dan amal.15 Dengan melakukan simplikasi pemaknaan, Ahmad Tafsir16 meyatakan bahwa ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang bedasarkan Islam.Isiilmu adalah seperangkat teori yang terkait dengan epistemologinya dengan berpijak pada menstream religiusitas. Islam berisi seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia, ajaran yang dirumuskan berbijak pada Al-Quran, Al-Hadits dan kemampuan rasiaonalitas. Selanjutnya Ahmad Tafsir mendifinisikan pendidikan sebagai bimbingan yang di berikan pada seorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.17 Berdasarkan beberapa teori di atas, teori-teori pendidikan Islam sekurang- kurangnya membahas permasalahan sebagai berikut : 1). Pendidikan dalam keluarga. 2). Pendidikan sekolah 3). Pendidikan dalam masyarakat, yang kesemuanya itu mengarah pada pendidikan jasmani, akal dan hati. Atau dengan kata lain, pelaksanaan pendidikan Islam tidak hanya formal tetapi juga informal dan non formal, sehingga pendidikan Islam dapat dilaksanakan di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dari pemahaman diatas, bisa kita ambil inti dari pemahaman terhadap ilmu pengetahuan Islam, yakni ilmu yang tetap pada garis-garis Islam dan mengarahkan nilai-nilainya kearah pemikiran yang kontekstual dengan secara kontinyu. Sebenarnya banyak sekali perangkat yang menyertai pemaknaan terhadap pendidikan Islam, antara lain sejarah dan filsafat pendidikan Islam, psikologi pendidikan Islam, dasardasar pendidikan Islam, teori pendidikan Islam, tujuan pendidikan Islam, kurikulum pendidikan Islam, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu sebenarnya menjadi peluang bagi umat Islam untuk menggali dan mencerna lebih lanjut khasanah intelektual klasik yang 13
Abdurrahman an-Nahlawy, Pendidikan Islam di rumah, sekolah dan masyarakat, Muhammad ‘Atiyyah al-Abrasyi , Al-Tarbiyah, al-Islamiyawa Falasifatuha, (Beirut : Dar al-Fikr, tt),22. 15 Muhammad ‘Atiyyah al-Abrasyi, Dasar-Dasarpokok Pendidikan Islam, Terjemahan Bustahmi A. Gani, et al. Dari buku aslinya al-Tarbiyah al-Islamiyyah (Jakarta : Bulan Bintang, 1993 ), 5-20 16 Ahmad Tafsir, ilmu pendidikan dalam perspektif islam (Bandung : Remaja rosdakarya, 1994 ), 12 17 Ibid. 14
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
90
sampai sekarang masih sarat dengan kejumudan dan keterbelakangan. 18 Pendidikan Islam, menurut al-Taumy diartikan sebagai usaha mengubah tingkahlaku individu dalam kehidupan pribadi atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dalam alam sekitar melalui proses kependidikan yang berlandaskan nilai-nilai keislaman.19 Pemilihan terhadap peristilahan pembimbing, mengarahkan, mengasuh dan mengajarkan atau melatih mengandung pengertian usaha mempengaruhi anak didik melalui proses setingkat demi setingkat menuju tujuan yang ditetapkan, yaitu menanamkan taqwa dan akhlaq serta menegakkan kebenaran sehingga terbentuklah pribadi dan budi luhur sesuai dengan ajaran islam.20 Menurut Moh. Fadlil al-Djamaly, pendidikan Islam adalah peroses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang lebih baik dan yang mengangkat derajat kemanusiaannya, sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah) dan kemampuan ajarannya (pengaruh dari luar).21 Ungkapan al-Djamaly di atas relefan dengan teori pendidikan barat yang menyebutkan, bahwa atara nature (dasar) dan nature (ajar) yang didalamnya mengisaratkan heriditas lingkungan sekolah, background ultural pembelajaran merupakan dua hal yang sanggat berpengaruh terhadap pengembanggan kognitif dan pendidikan moral, terutama sebelum dilakukan proses kependidikan.22 Dasar pijakan lain yang relevan dengan pemaknaan ini adalah tiga teori ilmuan barat, yaitu : Pertama, nativsisme yang menyatakan bahwa perkembangan manusia hanya ditentukan oleh pembawaan, dalam artian dalam perkembangan individu itu semata-mata hanya tergantung pada faktor dasar. Tokoh utama aliran ini adalah Schopenhuen. Kedua, sebagai sintesis dari teori pertama adalah teoeri empirsme yang menyatakan bahwa perkembanggan manusia hanya di tentukan oleh faktor lingkungannya. Tokoh dari aliran ini adalah Jhon Locke. Aliran ini banyak berkembang di Amerika Serikat yang pada akhirnya para ilmuan negeri ini melanjutkan teori yang terkenal dengan environmentalisme. Sebab mereka yakin bahwa sangat dominan dalam kehidupan manusia adalah lingkungannya. Ketiga, sebagai sitensis dari kedua teori diatas, yakni teori konverdensi yang menyatakan bahwa tidak hanya pembawaan atau lingkungan saja yang bisa mempengaruhi perkembangan kejiwaan manusia, melainkan gabungan dari kedua-duanya. Tokoh dari aliran ini adalah William Stern.23 Dan inilah yang sangat relevan dengan teori perkembangan kejiwaan Islam, di mana telah dinyatakan dalam hadis Nabi yang di riwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim24, yaitu: َّ ِ َي ُّ َع ِن،ب اَ النَّبِ ُّي ٍ َح َّدثَنَا ابْنُ أَبِي ِذ ْئ،َح َّدثَنَا آ َد ُم َ ََ :َا َ ََ ،َُُّللُ َع ْن ِ ََ ََ ع َْن أَبِي هُ َر ْْ َر، ع َْن أَبِي َسلَ َمةَ ْب ِن َعبْ ِد الرَّحْ َم ِن،ِّالز ْه ِري ْ ِ « ُكلُّ َموْ لُو ٍد ُْولَ ُد َعلَى الف:صلَّى َّللُ َعلَ ْي ُِ َو َسل َّ َم ،ُِ ِسان َ أَوْ ُْ َم ِّج،ُِ ِ أَوْ ُْنَصِّ َران،ُِ ِ فَأَبَ َواهُ ُْهَ ِّودَان،َِ ط َر َ “Tiap orang dilahirkan membawa fitrah, ayah dan ibunya lah yang menjadikan yahudi. Nasrani dan majusi.25 18
Untuk mengelaborasi dan pengayaan terhadap pengertian pendidikan islam, bisa di telaah lebih lanjut beberapa literatur pendidikan, antara lain buku yang ditulis oleh hasan langgulung, manusia dan pendidikan : sesuatu analisa pisikologi dan pendidikan (Jakarta : Pustaka al-husna, 1986 ), Omar Mohammad al-Toumy al sayibani, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1979) 19 Omar Mohammad al-Toumy al sayibani, FilsafatPendidikan, 399. 20 Keputusan seminar pendidikan islam seindonesia di cipayung, Bogor, tgl. 7-11 Mei 1960, seperti dikutip H. M. Arifin, Filsafat pendidikan Islam (Jakarta : Bumi Aksara, 1994), 15. 21 Moh. Fadlil al-Djamaly, nahwa tarbiyati al-mu’minah, dalam H. M. Arifin, Filsafat pendidikan Islam, 17. 22 Harvey F. Clarizio. Et. al., contemporary issuesin rducational psychology,2nd. Ed., (Buston : allyn and bacon, 1974 ), 91-100 23 Su’udy, Kumpulan Dasar Ilmu Pendidikan (Sebagai Pengantar Ilmu Pendidkan ) Perguruan Islam Mathali’ul Falah 24 Shohih Bukhory, Babu ma qiila fi aulaadil musyrikiin (Maktabah Syamilah) juz 2 hal 100 dan Shohih Muslim, Babu ma’na kullu mauludin yuladu ‘alal fithroh (Maktabah Syamilah) juz 4, 2047
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
91
Kalau kita telusuri lebih lanjut, statement di atas juga sesuai dengan Firman Allah SWT Surat Ar Rum ayat 30 sebagai berikut:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.26 Dan didalam Firman-Nya yang lain
“dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.27 Dari situ bisa dilihat bahwa faktor internal, yang merupakan potensi dasar manusia, dan faktor external, pengaruh yang masuk dari luar merupakan sesuatu yang esensi dan selalu melekat pada diri manusia. Olehkarena itu sebagai pelaku pendidikan, orang tua dan tenaga pengajaran memiliki peranan penting di dalam membina dan menumbuhkan jiwa (kepribadian) anak didik. Membina berarti menjadikan anak-anak agar memiliki kepribadian yang baik sedangkan menumbuhkan selalu mengarahkan anak-anak agar memiliki wawasan keilmuan yang memadai dan bisa mereka konsumsi dalam menghadapi kemajuan peradapan yang sangat global. Konsep Pendidikan Keluarga Dalam Prespektif Islam Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan keluarga diartikan dengan “ibu dan bapak berserta anak-anaknya: dan seisi rumah yang menjadi tanggungan. Kalau dikatakan keluarga artinya berumah tangga atau mempunyai keluarga.28Adapun kata “Keluarga” secara etimologi menurut K.H.Dewantara adalah: rangkaian perkataan-perkataan ‘kawul’ dan ‘warga’. Sebagaimana diketahui, maka ‘kawul’ itu tidak lain artinya dari pada ‘abdi’ yakni “hamba” sedangkan “warga” berarti “anggota”. Sebagai “abdi” didalam “keluarga” wajiblah seseorang di situ menyerahkan kepentingan-kepentingannya kepada keluarganya. Sebaliknya sebagai “warga” atau “anggota” ia berhak sepenuhnya pula untuk ikut mengurus segala kepentingan didalam keluarganya tadi.29 Kalau ditinjau dari ilmu sosiologi, keluarga adalah bentuk masyarakat kecil yang terdiri dari beberapa individu yang terikat oleh suatu keturunan, yakni kesatuan antara ayah ibu dan anak yang merupakan kesatuan kecil dari bentuk-bentuk kesatuan masyarakat.30 Dalam bahasa arab, keluarga dinyatakan dengan kata-kata usrob atau abl 31. Dalam Al-Quran,istilah keluarga diungkapkan dalam kata ahlun seperti dalam firman Allah SWTdalam surat At Tahrim ayat 6: 25
Terdapat perbedaan lafaz antara yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim, namun keduanya memiliki makna yang sama, Imam bukhori menetapkan diatas dalam kitab al-jana’iz, yakni ketika pembicarakan perihal posisi anak-anak non muslim yaitu hadiz nomor 1385. Hadiz ini, sejara pertalian sanad di ambil dari adam, adam menerima periwayatan dari ibnu dzi’by, ibnu dzi’by menerima dari as zuhry, as zuhry menerima dari abi salamah ibn ali ibn hajar al asqolani, fath al-bahry fi syarh sahih al imam ibn abdilah mohammad ibn ismail al bukhari, (ttp: al muktabah al salafiyah, tt ), jus 3, 773-852 26 Al Qur’an, 30:30 27 Al Qur’an, 16:78 28 Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ) 29 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), 162 30 ibid 31 Zaid bin Husein al-Hamid ( Qomus al muyassar ) Raja Murah, Pekalongan, 80
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
92
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.32 Pengertian keluarga memiliki dua dimensi. 1). Keluarga sebagai ikatan kekerabatan antar indifidu. Peryataan ini merujuk kepada mereka yang mempunyai hubungan darah dan pernikahan. 2). Sebagai sinonim ‘rumah tangga’ dalam makna ini ikatan kekerabatan amat penting, namun yang di tekankan adalah adanya kesatu-hunian dan ekonomi. Dalam undangundang no 10 tahun 1992 tentang kependudukan dan keluarga sejaterah, pada bab ketentuan umum, keluarga dinyatakan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dengan anaknya atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya. Sedangkan hidup berkeluarga adalah kehidupan bersama dua orang lawan jenis yang bukan muhrimnya yang telah mengikatkan diri dengan tali perkawinan beserta anak keturunannya yang dihasilkan dari akibat perkawinan tersebut. Adanya hidup berkeluarga harus didahului adanya perkawinan. Kalau ada dua orang lawan jenis yang bukan muhrim hidup bersama, tetapi tidak di ikat dengan akad perkawinan, maka keduanya tidak dapat dikatakan hidup berkeluarga, sungguhpun mungkin keduanya mempunyai anak. Adapun pengertian perkawinan (menurut UU No 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1), keluarga adalah “ikatan lahir batin antara seseorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.33 Jadi menurut pengertian tersebut diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa yang dimaksudkan keluarga disini adalah seluruh penghuni rumah yang diakibatkan adanya ikatan pernikahan. Persoalan keluarga merupakan persoalan yang tidak ada habisnya sepanjang sejarah kehidupan manusia. Sementara, untuk membangun keluarga selama ini tidak pernah ada sekolah formalnya. Kebanyakan orang memperoleh ilmu bagaimana membentuk/membangun keluarga yang baik dari sebuah trial dan error. Dinamika didalam keluarga sangat pula dipengaruhi oleh seberapa jauh kesenjangan persepsi di antara para anggota keluarga. Kesenjangan persepsi bisa dikurangi, apabila sebelum memasuki mahligai rumah tangga mereka mempunyai bekal yang cukup dan kemudian mampu merencanakannya dengan baik. Di samping itu, ada kemauan untuk menyamakan persepsi sehingga visi tentang apa itu keluarga, dan bagaimana cara membangunnya dapat satukan diantara dua orang yang akan membentuk keluarga. Keluarga pada hakikatnya merupakan satuan sistem sosial terkecil sebagai inti dari sistem sosial secara keseluruan. Kehidupan individu bermula dari dalam keluarga, sehingga keluarga merupakan sumber pertama dan utama bagi kehidupan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Dalam kaitan dengan kehidupan secara keseluruhan, keluarga mempunyai berbagai fungsi yaitu fungsi: agama, personal, sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, dan pengembangan keturunan. Dengan fungsi-fungsi itulah keluarga memainkan peranan yang amat fundamental bagi kesuksesan perjalanan hidup seseorang dan masyarakat secara keseluruhan. Kekuatan suatu masyarakat akan terletak dalam kekuatan kehidupan keluarga yang berada didalamnya 32
Al Qur’an, 66: 6 Cholil Nafis, Fikih Keluarga Menuju Sakinah, Mawaddah wa Rahmah, Keluarga Sehat, Sejahtera dan berkualitas ( Jakarta: Mitra Abadi Press,1999), 3-5 33
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
93
Keluarga bahagia merupakan idaman semua pihak karena dari situlah datang dan berkembangnya kebahagiaan secara keseluruan. Kebahagiaan itu sendiri sesungguhnya bersumber dari persepsi seseorang terhadap apa yang dihayati dalam kehidupannya. Kebahagiaan yang ada pada seseorang akan berupa suatu penghayatan yang sifatnya subyektif, bergantung pada nilai-nilai yang menjadi rujukannya. Mewujudkan keluarga bahagia merupakan tanggung jawab bersama dari seluruh anggota keluarga melalui suasana yang diciptakannya. Banyak faktor yang ikut mempengarui perwujudan kebahagiaan keluarga terutama faktor-faktor yang berbeda di dalam keluarga itu sendiri (faktor internal). Menurut Mohammad Surya, upaya mewujudkan keluarga bahagia dapat dikembangkan dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : Pertama landasan ketauhidan keluarga. Fundasi utama keluarga bahagia adalah ketauhidan yang diwujudkan dalam kualitas keimanan dan ketakwaan dari para anggotanya. Dengan landasan ini, maka keluarga dibanggun atas dasar ridho Allah Swt. Dan senantiasa dipupuk dengan ibadah dan doa. Kedua, penyesuaian pernikahan. Kehidupan berkeluarga merupakan suatu proses yang penuh transisi dari satu keadaan ke keadaan lainya. Proses ini akan dapat dilalui dengan sukses apabila akan membawa kebahagiaan, dan individu memiliki kemampuan menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang paling penting dalam keseluruhan proses kehidupan keluarga adalah penyesuaian pernikahan (marital adjustment). Ketiga, suasana hubungan inter dan antar keluarga. Hubungan inter keluarga adalah hubungan antara satu anggota dengan anggota keluarga lainnya. Sedangkan hubungan antar keluarga adalah suasana hubungan dengan keluarga lainnya yang ditandai dengan suasana hangat dan saling pengertian. Dalam keluarga bahagia hubungan itu terwujud dalam suasana hangat, penuh pengertian, dan kasih sayang satu dengan lainnya sehingga menimbulkan suasana yang akrab dan ceria. Setiap anggota keluarga merasa saling memiliki dan bersatu dalam wadah kehidupan keluarga. Keempat, kesejahteraan ekonomi. Keluarga bahagia adalah keluarga yang mampu mewujudkan kemandiriannya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Tanpa ada dukungan ekonomi yang memadai, keluarga akan mengalami gangguan dalam mencapai kebahagiaannya. Hal ini dibentuk dengan memiliki sumber pengasilan secara tetap dan halal, serta mampu mengelola ekonomi secara efektif. Di samping itu keluarga telah mempersiapkan diri untuk menghadapi hari esok melalui perencanaan yang matang. Kelima, pendidikan dalam keluarga. Keluarga bahagia adalah keluarga yang mampu mewejudkan keluarga sebagai lembaga pendidikan. Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan pertama dan utama serta menjadi landasan bagi proses pendidikan selanjutnya. Kualitas sumber daya manusia masa kini dan masa yang akan datang dipersiapkan melalui pendidikan dalam keluarga34. Pembentukan keluarga dalam Islam adalah ”bermula dengan terciptanya hubungan suci yang terjalin antara laki-laki dan perempuan melalui perkawinan yang halal. Dalam hal pendidikan Islam, keluarga mempunyai fungsi dan pengaruh yang besar terhadap kehidupan anak serta pendidikannya. Fungsi tersebut menurut Hasan Langgulung adalah “beberapa proses sosialisasi (socialization), nasehat bimbingan, pengembangan penumbuhan bakat-bakat, kesediaan-kesediaan, minat dan sifat-sifat anggotaanggotanya yang diingini dan merubah potensi–potensi ini menjadi kenyataan, dari kesediaan menjadi pelaksanaan dan ekspoloitasi”35. Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Keluarga Agama Islam memiliki ajaran yang komprehensif dan terinci dalam masalah keluarga. Ada puluhan ayat Al-Qur’an dan ratusan hadis Nabi SAW. yang memberikan petunjuk yang 34
Mohammad Surya, Bina Keluarga ( CV. Aneka Ilmu, anggota IKAPI ), 310 http://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/120
35
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
94
sangat jelas menyangkut persoalan keluarga, mulai dari awal pembentukan keluarga, hak dan kewajiban masing-masing unsur dalam keluarga hingga masalah kewarisan dan perwalian. Islam memang memberikan perhatian besar pada penataan keluarga. Ini terbukti dari seperempat sebagian dari fiqh (hukum islam) yang dikenal dengan rub’u al-munakahat (seperempat masalah fiqh nikah) berbicara tentang keluarga.36 Tidak ragu lagi, bahwa tujuan pokok perkawinan ialah demi kelangsungan hidup umat manusia dan memelihara martabat serta kemurninan silsilahnya. Sedang kelangsungan hidup manusia ini hanya mungkin dengan berlangsungnya keturunan. Kehadiran anak dalam keluarga merupakan qurratu a’yun (buah hati yang menyejukkan):
“Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteriisteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”.37 Disamping itu, anak juga menimbulkan potensi zinat al-hayat al-dunya (perhiasan kehidupan dunia).
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”.38 Namun tentu saja seorang anak akan menjadi buah hati dan perhiasan dunia jika ia tumbuh menjadi manusia yang sehat, baik dan berkualitas. Al-qur’an juga mengingatkan bahwa anak selain merupakan kebanggaan dan hiasan keluarga, juga dapat menjadi musuh dan ujian (fitnah), dalam arti terkadang dapat menjerumuskan orang tua melakukan perbuatan yang dilarang agama akibat tidak mengerti cara melimpahkan kasih dan cintanya kepada anak. Allah SWT. Berfirman:
“Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu[1479] Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.39 Untuk itu, orang tua berkewajiban memberi nafkah dan memenuhi kebutuhan anak,baikmateriil maupun spiritual, dalam bentuk kasih sayang, perhatian, pemenuhan sandang, pangan, tempat tinggal, pendidikan dan kesehatan sampai anak itu mencapai usia dewasa (baligh). Menurut Hadari Namawi, yang bertanggung jawab atas maju dan mundurnya pendidikan-termasuk pendidikan Islam- ada pada pundak keluarga (orang tua), sekolah (guru), dan masyarakat.40 Ketiga-tiganya merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling melengkapi antara satu dengan yang lain, walaupun tingkat prosentase pengaruhnya 36
Sugiri Syarif, Pengantar Fikih Keluarga Menuju Keluarga sakinah,Mawaddah,Warahmah.Keluarga Sehat, Sejahtera dan Berkwalitas (Jakarta: Mitra Abadi Press), 1 37 Al Qur’an, 25: 74. 38 Al Qur’an, 18: 46 39 Al Qur’an, 64 : 14-15 40 Hadari Nawawi,Organisasi Sekolah Dan Pengelolaan Kelas,(Jakarta: CV Haji Mas Agung,1989), 7
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
95
terhadap perkembangan nilai pribadi dan nilai religi pada mereka jelas berbeda. Namun benar bahwa ketiganya memang merupakan kesatuan yang utuh. Sedangkan menurut Syamsul Nizar, selain keluarga, sekolah dan masyarakat yang bertanggung jawab atas terlaksananya pendidikan Islam adalah manusia itu sendiri, sebagai subjek dan objek langsung pendidikan. Tanpa kesadaran dan tumbuhnya nilai tanggung jawab pada dirinya, mustahil pendidikan Islam mampu memainkan perannya secara maksimal. Untuk itu di samping ketiga unsur di atas, diperlukan kesiapan dan tanggung jawab yang besar pada diri peserta didik sebagai hamba Allah yang siap melaksanakan amanat-Nya di muka bumi41. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan fitrah atau suci. Sebagaimana sebuah kertas kosong tanpa goresan. Begitupun juga manusia yang Diciptakan oleh Allah SWT. Selanjutnya tanggung jawab tersebut dibebankan pada setiap orang tua. Sebagaimana Sabda َّ ِ َي ُّ َع ِن،ب Nabi SAW : َُّلل ِّ الز ْه ِر ٍ َح َّدثَنَا ابْنُ أَبِي ِذ ْئ،َح َّدثَنَا آ َد ُم ِ ََ ََ ع َْن أَبِي ه َُر ْْ َر، ع َْن أَبِي َسلَ َمةَ ْب ِن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن،ي ْ َ َ َ َّ َّ ُ ُ َ َ َ ،ُِ ِ أوْ ُْ َمجِّ َسان،ُِ ِ أوْ ُْنَصِّ َران،ُِ ِ فَأبَ َواهُ ُْهَ ِّودَان،َِ «كلُّ َموْ لو ٍد ُْول ُد َعلى الفِط َر:صلى َّللُ َعليْ ُِ َو َسل َم َ ََا ََ النَّبِ ُّي:ََ ََا،َُُع ْن “tiap orang dilahirkan membawa fitrah, ayah dan ibunya lah yang menjadikan yahudi. Nasrani dan majusi”.42 Proses pendidikan nilai-nilai Islami mula-mula dibebankan pada lingkungan keluarga, karena keluarga adalah benteng utama tempat peserta didik diasuh dan dibesarkan serta merupakan lingkungan pertama bagi peserta didik untuk memperoleh pendidikan. Segala kelakuan dan tindakan orang-orang dewasa dalam keluarga (orang tua) sangat berpengaruh terhadap perkembangan pribadi anak/peserta didik itu sendiri. Pendidikan Islam selanjutnya diberikan di lingkungan sekolah dan masyarakat, sehingga nilai-nilai keagamaan Islam yang telah dibina dalam keluarga akan terus menerus berkesinambungan43 Jadi, salah satu tujuan berkeluarga dalam Islam adalah untuk membentuk keluarga abadi,bahagia,sejahtera, dan lahir keturunan-keturunan yang berkualitas baik secara agama maupun keahlian duniawi. Di samping itu, tujuan pernikahan dalam Islam adalah untuk memberikan ketenangan dan ketentraman dalam kehidupan manusia. Allah SWT. Berfirman dalam surat Ar Rum ayat 21: “Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.44 Berdasarkan ayat di atas jelas bahwa Islam menginginkan pasangan suami isteri yang telah membina suatu rumah tangga melalui akad nikah tersebut bersifat langgeng. Terjalin keharmonisan di antara suami istri yang saling mengasihi dan menyayangi itu sehingga masing-masing pihak merasa damai dalam rumah tangganya. Rumah tangga seperti inilah yang di inginkan Islam, yakni rumah tangga sakinah, sebagaimana diisyaratkan Allah SWT. 41
Syamsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), 125 42 Terdapat perbedaan lafaz antara yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim, namun keduanya memiliki makna yang sama, Imam bukhori menetapkan diatas dalam kitab al-jana’iz, yakni ketika pembicarakan perihal posisi anak-anak non muslim yaitu hadiz nomor1385. Hadiz ini, sejara pertalian sanad di ambil dari adam, adam menerima periwayatan dari ibnu dzi’by, ibnu dzi’by menerima dari as zuhry, as zuhry menerima dari abi salamah ibn ali ibn hajar al asqolani, fath al-bahry fi syarh sahih al imam ibn abdilah mohammad ibn ismail al bukhari, ( ttp: al muktabah al salafiyah, tt ), jus 3 h. 773-852 43 Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung:Penerbit Angkasa Bandung,2003) 209 44 Al Qur’an, 31:21
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
96
Dalam surat ar-Rum ayat 21 di atas. Ada tiga kunci yang disampaikan oleh Allah dalam ayat tersebut, dikaitkan dengan kehidupan rumah tangga yang ideal menurut Islam, yatu sakinah (as-sakinah), mawadah (al-mawaddah), dan rahmat (ar-rahmah). Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyatakan bahwa as-sakinah adalah suasana damai yang melingkupi rumah tangga yang bersangkutan;masing-masing pihak menjalankan perintah Allah SWT. Dengan tekun, saling menghormati, dan saling toleransi. Dari suasana as-sakinah tersebut akan muncul rasa saling mengasihi dan menyayangi (al-mawaddah), sehingga rasa tanggung jawab kedua belah pihak semakin tinggi. Selanjutnya, para ahli tafsir mengatakan bahwa dari as-sakinah dan al-mawaddah inilah nanti muncul ar-rahmah, yaitu keturunan yang sehat dan penuh berkat dari Allah SWT. sekaligus sebagai pencurahan rasa cinta dan kasih suami istri dan anak-anak mereka.45 Mendidik anak merupakan salah satu tugas kewajiban orang tua sebagai konsekuenansi dari komitmennya untuk membina rumah tangga melalui pernikahan. Anak yang lahir ke dunia pada hakikatnya merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Esa kepada orang tua untuk dididik dan disiapkan bagi peranannya di masa yang akan datang. Kondisi dan kualitas kehidupan seseorang dimasa yang akan datang sangat tergantung dari sejauh mana mereka telah menanamkan inventasinya melalui pendidikan bagi anak-anaknya. Mereka yang akan menikmati kebahagiaan di hari tuanya (dan di akhiratnya) adalah mereka sejak dini telah memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya melalui pendidikan yang baik dan bermakna. Anak lahir kedunia dalam keadaan tidak berdaya, meskipun sebenarnya sudah membawa sejumlah potensi sebagai bekal untuk kelangsungan hidupnya dimasa yang akan datang. Dalam ketidak berdayanya itulah orang tua diharapkan mampu memberikan pengaruh yang bermakna demi perkembangan selanjutnya. Kewajiban orang tua juga untuk mengembangkan potensi itu melalui pendidikan sehingga terwujud sebagai manusia yang utuh. Pada hakikatnya pendidikan itu merupakan satu usaha sadar untuk mempersiapkan anak bagi peranannya dimasa yang akan datang. Keberhasilan pendidikan akan terlihat dari perwujudan diri anak dalam peranan-peranannya setelah memasuki kehidupan dimasa dewasa dan seterusnya. Pendidikan dalam keluarga merupakan awal dan fondasi dari upaya pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan dalam keluarga yang baik akan menjadi fondasi yang kokoh bagi upaya-upaya pendidikan selanjutnya baik disekolah maupun di luar sekolah. Dalam hubungannya dengan upaya mencerdaskan anak ,pendidikandalam keluarga merupakan andalan pertama bagi upaya menyiapkan anak akan berkembang secara optimal dan bermakna. Agar pendidikan anak berlangsung dengan baik ,ada sejumla azaz yang harus diperhatikan yaitu pendidikan agama ,kasih sayang, perkembangan anak, situasi yang kondusif, pembentukan kebiasaan, keteladanan, motifasi, bimbingan dan komuikasi46. Konsep Pendidikan Keluarga Ibrahim AS Menurut Ibnu Kastir nama lengkapnya adalah Ibrahim bin tarikh (250) bin Nahur (148) bin Sarugh (230) bin Raghu (239) bin Faligh (439) bin Abir (464) nbin Syalih (433) bin Arfakhsyadz (438) bin saam (600) bin Nuh AS47. Ibrahim As. adalah salah seorang Nabi yang termasuk Ulul Azmi. Beliau dilahirkan dan di besarkan di negeri Babilon (Iraq). Nabi ibrahim as. mempunyai ayah bernama Azar yang kafir, sedangkan ibunya adalah orang yang beriman secara diam-diam. (Menurut riwayat lain Azar bukanlah ayah Ibrahim, melainkan seorang yang dianggap ayah oleh Ibrahim).Ibrahim dilahirkan dalam masa pemerintahan Raja Namrud
45
Imam al-Qurthubi, Tafsir Al-Quthubi, 16 - 17 Mohammad Surya, Bina Keluarga (CV. Aneka Ilmu), 30 47 قصص األنبياء تحقيق مصطفى عبد الواحد الجزء االول يطلب من دار الكتب الحديثة أبو الفداء إسماعيل بن عمر بن كثير القرشي الدمشقي م1968 – هـ1388 46
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
97
yang perkasa. Ia seorang penyembah berhala dan mengaku Tuhan, maka orang yang menyembahnya lantaran takut kepadanya48. Nabi Ibrahim As, dilahirkan pada tahun 2166 SM di Faddam, A’ram, yang terletak didalam kawasan kerajaan Babilonia atau sekarang di sebelah selatan Irak. Nama aslinya yang diberikan ketika ia dilahirkan adalah Abram (Bapak Mulia). Dimata dunia, Ibrahim adalah ,bapak dari tiga agama, yaitu Yahudi, Nasrani dan Islam, dan mempunyai banyak keturunan yang kemudian menjadi Nabi pula. Dari istri pertama dan kedua, Ibrahim As, memiliki masing-masing satu anak. Saat Ibrahim As berusia 86 tahun, Siti Sarah istri pertama Ibrahim As menganjurkan untuk memperistri Siti Hajar yang tak lain adalah sebagai khodamnya waktu itu karena Siti Sarah belum juga memberikan putra sampai usia 80 tahun. Namun atas kekuasaan Allah, Sarah melahirkan diusia 90 tahun, sedangkan Ibrahim 99 tahun49. Di dalam al-Qur’an Allah berulang kali memuji akan keshalihan beliau. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim As, adalah manusia pilihan. Sebagaimana Firman Allah SWT :ّلِل َحنِي ًفا َولَ ْم َيك م َِن ْالم ْش ِركِين ِ َّ ِ ان أم ًَّة َقا ِن ًتا َ “إِنَّ إِب َْراهِي َم َكSesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif50. dan sekali-kali bukanlah Dia Termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)”51 Kajian konsep pendidikan keluarga berdasarkan dari kisah Nabi Ibrahim pada pembahasan ini dititik beratkan pada komponen-komponen dalam konsep pendidikan pada umumnya. Diantaranya adalah: tujuan pendidikan, materi pendidikan, pendidik, peserta didik, metode pendidikan dan evaluasi pendidikan. Materi dan Tujuan Pendidikan Apabila pendidikan dipandang sebagai suatu proses, maka proses tersebut akan berakhir pada tercapainya suatu tujuan pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan,pada hakekatnya adalah perwujudan dari nilai-nilai ideal yang berbentuk pada pribadi manusia yang diinginkan Allah menciptakan manusia di muka bumi sebagai khalifah. Termasuk juga tujuan dalam penciptaan manusia di bumi adalah supaya beribadah dan menyembah-Nya. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Al Qur’an surat Adz-dzariyat ayat : 56 “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.52 Dari sini kita bisa menarik kesimpulan, jika tujuan penciptaan manusia adalah ibadah dalam artian pengembangan potensi-potensi, maka ditemukan pula tujuan pendidikan menurut Islam, yaitu untuk menciptakan manusia “abid” (penyembah Allah) yang didalam hidupnya selalu dinamis dan secara evolutiv bergerak menuju kesempurnaan Allah. Kedua komponen ini dikaji secara integral, karena keterkaitan antara keduanya sangat erat. Pesan-pesan yang disampaikan Nabi Ibrahim secara implisit mengandung harapan yang diinginkannya. Itulah tujuan pendidikan keluarga bagi Nabi Ibrahim. Ada dua aspek penting yang terkandung dalam pesan-pesan tersebut. Yatu perintah dan doa. Pertama, perintah. Perintah tersebut meliputi : perintah untuk tetap istiqamah dalam memegang teguh agama Islam, Kedua, doa. Doa merupakan perisai bagi orang yang beriman. Dengan berdoa berarti membuktikan akan kelemahan manusia sebagai hamba dan Kebesaran Bagi Allah sebagai Sang Pencipta. Bahkan 48
Ust. M. Hamid, Mutira Kisah 25 Nabi dan Rosul dalam al-Qur’an (Surabaya:CV. Karya Utama), 37 Retno Sasongkowati, Ensiklopedi Sejarah Duunia Termutakhir (Yogyakarta: Lamafa Publika, 2013) 50 Hanif Maksudnya: seorang yang selalu berpegang kepada kebenaran dan tak pernah meninggalkannya. 51 Al- Qur’anul Karim Terjemahan Tafsir Per Kata (Bandung,PT Syigma ExamediaArkanlema) QS. An – Nahl : 120 52 Al Qur’an, 51: 56. 49
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
98
dalam Islam, berdoa kepada Allah hukumnya wajib. Hal tersebut berlaku juga pada diri setiap Nabi. Doa sebagai harapan Ibrahim As. terhadap Allah SWT sebagai bukti keterbatasan kemampuannya sebagai manusia dan kepasrahan kepada Tuhannya. Karena Nabi adalah manusia yang tidak memiliki kekuatan selain kekuatan-Nya. Diantara doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim adalah : Agar Allah menjadikan dia beserta keturunan istiqamah menjalankan shalat, menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa, menjalani kehidupan berdasarkan ketauhidan dan bebas syirik, keseimbangan antara hablum minallah dan hablum minannas, keharmonisan anggota keluarga, mensyukuri atas segala Karunia-Nya, terwujudnya kesejahteraan ekonomi, dianugrahkan-Nya keturunan yang berkwalitas, mengharapkan ampunan bagi diri sendiri, orang tua dan seluruh orang mukmin, kebahagiaan dunia dan akhirat, sabar dan tabah juga menjadikan cinta terhadap Allah secara totalitas. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibutuhkannya materi yang relevan. Oleh karena itu tujuan dan materi tidak disajikan secara terpisah sebagaimana komponen yang lain dalam konsep pendidikan. Berdasarkan kedua aspek tersebut diatas, secara substansial materi dan tujuan pendidikan keluarga bagi Ibrahim itu terbagi menjadi tiga, yaitu : Akidah, ibadah dan akhlak. Adapun materi dan tujuan sebagaimana Allah mengabadikan kisah Ibrahim As. beserta keluarga dalam al-Qur’an adalah sebagai berikut : 1) Membimbing anak agar menjadi muslim sejati dan selalu istiqamah dijalan-Nya. Sebagaimana Firman Allah SWT Surat al-Baqarah ayat132-133: “Dan
Ibrahim telah Mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". Adakah kamu hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anakanaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan Kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".53 Inilah tujuan pendidikan dalam konsep nabi Ibrahim berikut juga anak-anak beliau yang juga menjadi nabi. Didorong juga karena suatu kekhawatiran yang selalu menghinggapi yang mendorong mereka untuk mendidik anak-anak dengan pendidikan Islam dan jangan sampai mereka lepas dari agama tercinta ini. Terungkap kekhwatiran mereka dengan sebuah pertanyaan orang tua terhadap anaknya yang sekarang sudah mulai dilupakan olah kebanyakan orang tua masa sekarang. Pertanyaan; “apa yang akan kausembah sepeninggalku?” Inilah yang semestinya menjadi tujuan pendidikan tiap orang tua sekarang, dan Tujuan pendidikan Islam adalah tujuan manusia itu sendiri diciptakan dimuka bumi ini yaitu untuk menyembah allah serta senantiasa berpegang teguh dijalanNya sebagaimana ayat diatas. Berbeda dengan realita yang ada pada mayoritas keluarga saat ini. Para orang tua sibuk mengejar materi karena pertanyaan yang ada pada benak mereka adalah “ Harta apa yang akan aku tinggalkan buat anak-anakku kelak bila aku mati?”. 2) Visi dan misi pendidikan lebih ditekankan pada kecerdasan spriritul. (Surat Ibrahim ayat 37). 53
Al Qur’an, 2: 132-133
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
99
Pendidikan dalam keluarga merupakan inti dari pendidikan secara keseluruhan. Selanjutnya yang menjadi inti pendidikan dalam keluarga adalah: pendidikan agama. Inti daripendidikan agama adalah pendidikan keimanan.Dan inti dari pendidikan keimanan adalah ketauhidan.Pendidikan agama yang dilakukan secara dini sebaik baiknya akan memberikan pondasi kepribadian yang kokoh terutama dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang dari luar dirinya. Keimanan yang kokoh dalam diri anak akan menjadi pondasi utama dalam mewujudkan pribadi yang cerdas dan mandiri. Justru yang beliau minta dalam doanya adalah:
“Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur”.54 Ini adalah permohonan yang berorientasi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sebuah permohonan yang tidak popular dan jarang dikumandangkan oleh para orang tua dan kaum pendidik pada masa sekarang.Visi dan misi dunia pendidikan kita sekarang lebih dominan pada material oriented. Lebih menitik beratkan pada kecrdasan interlektual dan mengabaikan kecerdasan spiritual.Sholat yang merupakan symbol keharmonisan hubungan degan Allah akan membuahkan kesuksesan, keberhasilan dan kebahagiaan dunia dan akhirat. 3). Menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 124.
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diujiTuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku. Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".55 Sejalan dengan firman Allah SWTdalam Al Qur’an Surat Al Furqan Ayat 74. “dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”56. Suatu tujuan yang luar biasa. Menjadi orang muttaqin sangatlah tidak mudah apalagi menjadi imam orang-orang muttaqin, ada beberapa tafsiran tentang kata imam diayat tersebut: Menurut Ibnu Abbas, Al Hasan, Qatadah, Asuddy, dan Ar robi’ bin anas berkata: maksud kata imam diayat tersebut adalah imam yang jadi panutan dan teladan dalam kebaikan. Sebagian yang lain memberikan makna: imam muttaqin adalah menjadi penunjuk jalan bagi orang orang yang dapat hidayah dan menjadi dai untuk menyeru 54
Al Qur’an, 14: 37. Al Qur’an, 2: 124 56 Al Qur’an, 25 : 74 55
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
100
kapada kebaikan, dengan harapan apa yang dilakukan, diserukan dan ibadah yang dipraktekkan diteruskan oleh anak anak mereka juga siapa saja, sehingga menjadi amal yang bersambung tak henti memmberikan pahala yang melimpah meski sudah meninggal dunia pemilik amalnya. 4) Berlandaskan ketauhidan dan bebas dari syirik Keluarga sakinah adalah keluarga yang dibangun di atas fondasi ketauhidan yaitu di bangun semata mata atas dasar keyakinan kepada allah swt.Dan bukan berhala. Hal ini sejalan dengan surat Ibrahim ayat 35
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, Jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhalaberhala”.57 Syarat utama ketauhidan adalah bebasnya dari syirik atau mempersekutukan Allah.Demikianlah suatu keluarga yang sakinah; harus bebas dari suaasana syirik yang hanya akan menyesatkan kehidupan keluarga. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Ibrahim ayat 36
“Ya Tuhanku, Sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada manusia, Maka Barangsiapa yang mengikutiku, Maka Sesungguhnya orang itu Termasuk golonganku, dan Barangsiapa yang mendurhakai Aku, Maka Sesungguhnya Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.58 Hal ini membuktikan bahwa dalam sebuah keluarga seharusnya dibentuk atas dasar nilai akidah yang sangat kuat. 5). Keluarga yang penuh dengan segala kegiatan ibadah. Ibadah merupakan kewajiban manusia sebagai hasil Ciptaan Tuhan.Oleh karena itu kegiatan ibadah baik dalam bentuk habluminnallah maupun hablumminannas merupakan ciri utama keluarga sakinah.Dalam keluarga sakinah segala aspek prilaku kehidupanya merupakan ibadah. Dan Surat Ibrahim ayat 40 yang menerangkan permohonan Nabi Ibrahim As. agar Allah berkenan menjadikan Ibrahim As beserta keturunannya tetap selalu istiqamah dalam menjalankan ibadah shalat
“Ya Tuhanku, Jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku”.59 Karena sebagai orang tua, hendaknya mengajar dan mendidik anak untuk tetap selalu rajin beribadah sejak dini. Hal ini dimaksudkan membangun sebuah kebiasaan yang nantinya akan menjadi karakter dan watak terhadap anak hingga usia dewasa. Rasulullah SAW bersabda:“Sinarillah rumahmu dengan sholat jamaah dan bacaan alquran dan seutama utama ibadah umat ku adalah membaca alquran.” 6). Keseimbangan antara hablum minallah dan hablum minannas Dari doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim As dalam surat Ibrahim ayat 37, Hal ini mengisyaratkan agar keturunan Nabi Ibrahim banyak dicintai oleh masyarakat. Karena sebagai syarat agar diterimanya dalam kehidupan bermasyarakat haruslah memiliki etika, norma dan berhubungan yang baik dengan sesama manusia. hal ini merupakan inti dari 57
Al Qur’an, 14: 35 Al Qur’an, 14: 36 59 Al Qur’an, 14: 40 58
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
101
agama untuk menjadi manusia sholih, yakni keseimbangan antara hablumminallah dan hablum minannas dalam menjalankan syariat ibadah dan bermuamalah. 7). Terjalin hubungan yang harmonis intern dan ekstern keluarga. Keharmonisan hubungan antara anggota keluarga merupakan landasan bagi terwujudnya keluarga yang bahagia dan sakinah.Demikian pula hubungan dengan pihak pihak di luar keluarga seperti dengan sanak famili dan tetangga.Dalam suasana yang harmonis penuh kasih sayang dan saling pengertian, setiap pribadiakan berkembang menjadi sosok insan yang berakhlaq mulia diantara sesamanya dan dihadapan Allah swt. Dalam ayat 38 surat Ibrahim Allah berfirman sebagai berikut:
“Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang Kami sembunyikan dan apa yang Kami lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit”.60 8). Segenap anggota keluarga pandai bersyukur kepada Allah SWT. Hal ini tersirat pada doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim As dalam Surat Ibrahim ayat 37. Banyak sekali kenikmatanbaik lahir maupun batin yang diperoleh dalam keluarga yang pada hakikatnya semua itu merupakan karunia Allah SWT.Keluarga sakinah akan selalu mensyukuri atas segala karunia tersebut kepada pemberinya yaitu Allah SWT.Dengan bersyukur itulah maka Allah akan melipat gandakan kenikmatanya dan sebaliknya Allah akan menimpakan azab yang pedih apabila mengingkarinya .Wujud syukur dapat dilakukan dalam berbagai bentuk perilaku baik ucapan maupun perbuatan. Sebagai penutup doa,Nabi Ibrahim memohon atas pemberian rizki material “Dan beri rizkilah mereka buah-buahan.”Logika kita akan mengatakan seharusnya doa ini lebih awal dipanjatkan mengingat keberadaan anak dan istrinya di lembah yang sangat tandus dantanpa kehidupan.Namun realitanya, justru Nabi Ibrahim As menempatkannya pada posisi yang paling akhir. Untuk aparizki material itu?Apakahhanya sekedar untuk dinikmati?Atau hanya untuk mencari kekayaan materi?Dalam konteks iniNabi beraharap dengan rizki materi, ia menjadi orang-orang yang bersyukur.Karena tidak semua orang yang kaya itu bersyukur, tetapi orang yang bersyukur pasti “ kaya”.Sebagaimana yang dijanjikan Allah SWT dalam Surat Ibrahim ayat 13 “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu Dan jka kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azabku amat pedih.” 9). Terwujudnya kesejahteraan ekonomi (Surat Ibrahim ayat 37 ) Tidak dapat diingkari bahwa kebutuhan dasar ekonomi (sandang, pangan, papan) merupakan sumber kebahagiaan dan keutuhan keluarga.Oleh karena itu keluarga sakinah adalah keluarga yang mampu mencari sumber-sumber ekonomi di jalan Ridho Allah,serta mengelolah dengan sebaik – baiknya sehingga dapat mencukupi kehidupan keluarga.Allah akan mengatur pemberian rizki kepada setiap manusia,dan manusia diwajibkan berusaha sesuai dengan kemampuannya.Terwujudnya kesejahteraan ekonomi merupakan salah satu permohonan yang dipanjatkan Nabi Ibrahim dalam doanya.sebagaimana firman Allah dalam surat Ibrahim ayat 37. 10).Rumah tangga yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang mewujudkan generasi penerus yang shaleh dan berkualitas (Surat Ibrahim ayat 39). Anak pada hakikatnya adalah karunia dan titipan dari Allah SWT untuk di didik sehingga menjadi penerus di masa-masa yang akan datang di samping sebagai penyambung ibadah hingga di akhirat .Oleh karena itu pendidikan dalam keluarga yang bersendikan pendidikan 60
Al Qur’an, 14: 38
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
102
agama yang berintikan pendidikan ke imanan atas dasar ketauhidan adalah fondasi utama bagi terwujudnya keluarga sakinah. Pendidikan dalam keluarga sekurang- kurangnya di wujudkan atas dasar lima tonggak pendidikan yaitu: aqidah ,ketaatan,kejujuran,amanah,dan qona’ah. Dari pendidikan yang baik inilah akan terwujud sumber daya manusia generasi penerus yang handal. Sebagaimana doa Nabi Ibrahim as , dalam ayat 39. 11). Saling pengertian,mendoakan serta memaafkan sesama anggota keluarga. (Surat Ibrahim ayat 41) Keluarga sakinah akan ditandai dengan ungkapan saling memafkan dan saling mendoakan antar sesama anggota keluarga.Suami mendoakan dan memaafkan istri dan sebaliknya, demikian pulaorang tua senantiasa mendoakan dan memaafkan anak-anaknya.Anak pun wajib berbuat baik terhadap kedua orang tuanya baik selagi hidup maupun setelah meninggal dunia.Suasana seperti itu akan membuat kondisi keluarga laksana surga yang membahagiakan semuanya. 12) Menjadikan Rumah tangga sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (Surat Ibrahim ayat 41). Setiap anggota keluarga harus senantiasa menyadari bahwa kehidupan di dunia pada dasarnya merupakan persiapan untuk mengumpulkan bekal bagi kehidupan di akhirat. Oleh karena itu setiap aspek kehidupan dalam keluarga pada dasarnya adalah untuk mencari kebahagiaan baik di dunia atau di akhirat. Setiap saat seluruh anggota keluarga hendaknya senantiasa berdoa untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, memperoleh keridhoan Allah agar memperoleh surga dan memperoleh perlindungan dari siksa neraka, Kalau kita kaji dengan cermat ,maka semua amanat Al-quran itu merupakan kunci bagi terwujudnya keluarga sakinah, dan sebaliknya dalam keluarga sakinah akan teramalkan semua amanat-amanat Al-quran. Sebagaimana yang telah dilakukan Nabi Ibrahim As. dalam mengarahkan dan memberikan pendidikan dalam rumah tangganya menuju keluarga sakinah, mawaddah war rahmah. 13). Mencintai Allah Dengan Totalitas (Surat Ibrahim ayat 37 dan as-Shaffat ayat102) Dalam kisah Nabi Ibrahim dengan Nabi Ismail menunjukkan sikap kasih sayang yang sangat luar biasa. Hal ini terlihat jelas ketika Nabi Ibrahim menanyakan pendapat Nabi Ismail tentang mimpi yang dialaminya. Termasuk juga posisi Nabi Ismail yang kala itu masih sebagai putra semata wayang setelah sekian lama menikah belum juga dikaruniai putra. Kasih sayang dan keteladanan orang tua merupakan landasan pokok pendidikan dalam keluarga. Kasih sayang pada hakikatnya merupakan kebutuhan asasi setiap anak. Oleh karena itu, sentuhan dan kasih sayang dari orang tua terhadap anak merupakan dasar bagi perkembangan anak dimasa depan kelak. Dengan perlakuan yang baik yang didasari dengan kasih sayang, maka besar harapan anak akan menjadi sumberd daya yang takwa dengan sendirinya produktif, kreatif sehingga menjadi manusia yang bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa, negara dan pembangunan umat secara keseluruhan. Dalam hal ini, meski kasih sayang yang diberikan oleh Nabi Ibrahim terhadap anaknya, Ismail sangat luar biasa, namun Nabi Ibrahim mampu meletakkan kasih sayang dan kepatuhannya terhadap Allah jauh diatas segala-galanya. Setiap orang tua pasti sangat menyayangi anak dan keluarganya. Termasuk Nabi Ibrahim As. Namun, apakah setiap orang tua juga akan melakukan tindakan hal yang serupa sebagaimana kepatuhan Nabi Ibrahim As terhadap Allah? Sangat berat rasanya untuk meninggalkan istri beserta anak dalam alam yang gersang dan tidak adanya kehidupan. Sangat berat rasanya jika harus mengorbankan anak semata wayang untuk dijadikan sembelihan.
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
103
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!"61 Namun itulah yang terkonsep dalam pendidikan keluarga Nabi Ibrahim As. Kasih sayang yang ia curahkan kepada Allah SWT melebihi kasih sayang yang ia curahkan terhadap istri dan putranya. Karena Nabi Ibrahim memahami bahwa keluarganya hanyalah titipan. Segala yang ia miliki saat ini pasti akan kembali kepada Sang Pemilik Alam. 14). Mengkondisikan dalam lingkungan pendidikan. (Surat Ibrahim ayat 37) Hal tersebut nampak jelas ketika Nabi Ibrahim As. memanjatkan doa pada saat meninggalkan Istri dan anaknya di lembah yang tandus dan gersang Pendidikan anak hanya dapat berlangsung dengan baik apabila berada dalam lingkungan yang kondusif. Lingkungan yang kondusif adalah lingkungan yang sedemikian rupa dapat menunjang terjadinya proses pendidikan. Lingkungan mempunyai pengaruh yang amat besar terhadap pembentukan dan perkembangan kepribadian individu. Dengandemikian, kualitas kepribadian seseorang akan banyak tergantung pada kondisi lingkungan tempat ia berada dan dibesarkan, disamping karena faktor pembawaan yang dibawa oleh sejak lahir. Dalam konteks kisah Nabi Ibrahim terhadap Sarah dan Ismail adalah lingkungan yang bersumber dari keyakinan dan kehidupan keagamaan. Sejak awal Nabi Ibrahim sengaja mengkondisikan keluarganya ( istri dan anaknya ) untuk selalu dekat dengan baitullah. Seakan beliau yakin betul, bahwa tidak mungkin anak dan keluarganya menjadi shalih dan taat tanpa mengenal dan dekat dengan baitullah, dalam konteks sekarang bisa juga berupa msjid. Sangat kontras dengan apa yang terjadi pada anak-anak jaman sekarang. Mereka lebih intens ke mall atau segala pusat perbelanjaan dari pada pergi ke masjid. Hal ini terjadi karena banyak orang tua yang tidak mempertautkan hati anakanaknya dengan keagamaan sehingga agama merupakan hal yang asing baginya. 15. Lebih mengutamakan pada penanaman akhlak. (Surat Ibrahim ayat 37) Dan seseorang itu dicintai karena kemuliaan akhlaknya. Inilah indikasi keberhsilan metode pendidikan, yaitu ketika mampu meluruskan anak-anak yang berakhlak mulia.Semakin lama seorng belajar seharusnya semakin baik akhlaknya.Senakin tinggi seseorang seharusnya semakin bermoral.Akhlak memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan,Karena akhlak merupakan kunci memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.Dalam lingkungan social pun akhlak jauh lebih diutamakan dari pada pengembangan ilmu dan pengetahuan. Hal ini pulalah yang ditekankan Nabi Ibrahim terhadap pendidikan dalam keluarganya. Dengan akhlak dan perilaku yang baik, masyarakat akan lebih mudah menerima bahkan dijadikan tokoh dan panutan.Terbukti,Nabi Ibrahim dan keluarganya banyak menjadi panutan manusia.Hingga beliau menberikan garis keturunan sebagai manusia pilihan, manusia yang berbudi pekerti luhur dengan berakhlak karimah. Pendidik Dalam proses pembelajaran, menurut, al-Ghazali, pendidik merupakan suatu keharusan. Eksistensi pendidik merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan suatu proses pendidikan anak. 62
Salah satu komponen dalam konsep pendidikan keluarga dalam kisah Nabi Ibrahim As adalah pendidik. Adapun yang berperan sebagai pendidik dalam kisah Nabi Ibrahim adalah Nabi Ibrahim sendiri baik sebagai orang tua sekaligus sebagai pendidik anaknya, Ibrahim As 61
. QS As-Shaffat : 102 Drs. Abidin ibnu Rusyn, Pemikiran Al-Ghozali Tentang Pendidikan, pustaka pelajar, celaban timur, UH III/548, Yogyakarta.54 62
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
104
memilki komitmen yang jelas, benar dan baik menurut ajaran allah SWT. Allah telah membekalinya sebagai seorang yang penyantun, penghiba dan suka kembali kepada Allah SWT. Sebagai pendidik, Ibrahim As bertanggung jawab atas masa depan anaknya. Anak yang dikaruniakan Allah kepada orang tua merupakan amanat dan sebagian bentuk ujian baginya. Oleh karena itu orang tua harus mempertanggung jawabkannya dihadapan Allah. Adalah tidak benar jika tindakan orang tua terhadap anaknya bersifat protektif. Orang tua harus memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk bersikap dan bertindak. tentunya kebebasan tersebut bukan mutlak, melainkan kebebasan yang tetap sesuai dengan norma dan berada dalam koridor islam. Orang tua sebagai pendidik anaknya, di satu sisi harus meberikan kebebasan kepada anaknya untuk melakukan sesuatu sesuai dengan pribadi anak, tetapi di sisi lain harus memberikan pedoman yang jelasdan sistematis kepada anak tersebut. Sebagai konsekuensi logis atas peoman yang jelas itu, orang tua harus mampu menjadi teladan yang baik bagi anak dalam bersikap,bertindak dan bertingkah laku.umumnya ,orang tua adalah sosok yang menjadi idola anak dalam berperilaku atau bersikap.oleh karena itu orang tua lebih lebih bapak harus memberikan contoh perbuatan yang baik kepada anaknya disebabkan anak akan meniru apa yang dia lihat dan apa yang dia dengar lebih-lebih dirumahnya .orang tua perlu memberi teladan yang nyata tanpa adanya teladan .maka semua ajaran dan dogma betapapun benar dan indahnya akan sia-sia belaka ,bahkan mungkin mengakibatkan sebaliknya dari yang di harapkan. Alqur’an menyebutkan bapak lebih menonjol daripada ibu dalam sebagaian besar ayatayat yang berkenan dengan keluarga menunjukan adanya fitrah pada anak yang telah allah tanamkan sejak zaman azali,yaitu anak cenderung lebih membanggakan bapaknya dari pada ibunya,dalam hal ini ada beberapa alasan logis yang berkaitan dengan fitrah ini,antara lain: (1). Laki-laki menjadi benih anak. (2) Pada umumnya bapak lebih memiliki kewibawaan lebih besar di mata anak. (3). Tuntutan tanggung jawab seorang Bapak sebagai kepala rumah tangga lebih besar dalam usaha kelangsungan keluarganya. (4). Allah telah menetapkan lakilaki sebagai pemimpin dan pengayom keluarga. Sebagaimana diketahui bahwa dikalangan lembaga pendidikan (dasar dan menengah), pendidik disebut dengan “guru”. Menurut Said, Guru itu memiliki pengertian orang yang patut digugu dan ditiru (orang yang patut dipercaya dan dijadikan teladan).63 Dengan kata lain, guru harus mampu bersikap dan bertingkah laku konsisten dan konsekwen. Termasuk salah satu faktor keberhasilan Ibrahim As dalam mengkonsep pendidikan keluarganya adalah karena Ibrahim memiliki sifat sabar dan tabah. Dalam setiap kehidupan pasti ada permasalahan. Namun, kapasitas permasalahan masing-masing berbeda begitu pula dengan solusi permasalahannya. Sebesar apapun permasalahanya hendaknya diselesaikan dengan kepala dingin, dan berfikir panjang. Termasuk sebagai perisai dalam mengatasi setiap permasalahan adalah dengan sabar dan tabah dalam menghadapinya. Adalah Nabi Ibrahim As, selalu bersikap sabar dan tabah dalam menghadapi berbagai cobaan. Belum juga dikaruniai putra meski telah lama menikah dan usia sudah udzur. Cobaan Keluarga Nabi Ibrahim sangat besar. Sebagai orang tua, ia harus merelakan putra semata wayangnya pada waktu itu untuk dikorbankan sebagai sembelihan. Sebagai orang tua dan istri ia harus meninggalkan keluarganya didaerah yang sangat tandus dan tanpa kehidupan. Disinilah kesabaran dan ketabahan Nabi Ibrahim teruji. Ia selalu pasrah dan yakin bahwa Allah akan selalu menjaganya dan keluarganya. Kesabaran dan ketabahan itu tidak hanya dimliki oleh Nabi Ibrahim semata. Hal serupa juga kita dapati pada Istrinya, Sarah dan Hajar. Pada putranya, Ismail dan Ishaq As. Keluarga 63
Muhammad Said Rrekso Hadi Projo, Masalah-masalah pendidikan Nasional (Jakarta, Haji Masagung,1989), 17.
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
105
Ibrahim As selalu sabar dan tabah dalam menghadapi cobaan dan ujian. Mereka juga sabar dalam menjalani perintah. Karena kita tahu apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim As adalah perintah dari Allah SWT yang berarti wahyu bagi Nabi Ibrahim As. Sikap sabar dan tabah yang ditunjukkan Nabi Ibrahim As juga nampak jelas dalam menjalankan ibadah. Segala sesuatu yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan keluarganya adalah berniatkan ibadah, sebagai manifestasi kepasrahan dan kepatuhannya terhadap Allah SWT. Jadi kesabaran dan ketabahan Nabi Ibrahim beserta keluarga diwujudkannya dalam setiap menjalankan ibadah, menjauhi larangan, dan menjalani ujian. Anak Didik Komponen pendidikan yang ketiga adalah anak didik.Adapun yang menjadi anak didik dalam proses pendidikan keluarga Ibrahim As adalah anak Ibrahim As sendiri. Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah, mengapa anak perlu mendapatkan pendidikan? Pertumbuhan dan perkembangan anak itu disamping di tentukan oleh pembawaan yang dibawa sejak lahir (nativisme) juga ditentukan oleh lingkungan (empirisme). Aliran ini dalam teori psikologi disebut dengan istilah konvergensi .yang berarti perpaduan antara nativisme dan empirisme.Bimbingan kepada anak senantiasa di perlukan dalam proses pendewasaan dirinya, agar ia dapat mengembangkan jiwa raganya secara paripurna.Untuk itu dalam proses pendewasaan anak itu tidak cukup hanya bertujuan untuk menjadikan anak memiliki badan sehat dan kuat, dan memiliki kemampuan bekerja secara efektif, efesien, pragmatis,dan rasional,tetapi yang juga harus diperhatikan adalah perkembangan anak dalam segi logika,etika, estetika, dan segi religi. Prinsip inilah yang sangat ditekankan oleh Ibahim As dalam pendidikan keluarganya. Syarat yang mendasar bagi keberhasilan peserta didik yang dalam hal ini anak Ibrahim As adalah antara lain: 1) Anak didik harus memuliakan pendidik atau orang tua dan bersikap rendah hati atau tidak takabur.Hal ini sejalan dengan pendapat al-Ghazali yang menyatakan bahwa menuntut ilmu merupakan perjuangan yang berat yang menuntut kesungguhan yang tinggi dan bimbingan dari pendidik. 2) Proses pendidikan merupakan hal yang membutuhkan konsentrasi. Untuk itu dibutuhkan kesungguhan dan niat belajar secara sungguh-sungguh. 3) Belajar merupakan sebuah proses untuk menuju kearah dewasa.Didalam proses tersebut tidak jarang terdapat berbagai macam cobaan. Maka dari itu, setiap anak didik harus memiliki sifat sabar dan berbagai macam sifat terpuji yang lainnya sebagaimana sifat-sifat yang dimiliki oleh Ismail As. Metode Pendidikan Dominasi metode ceramah dan dialog dalam pendidikan anak yang dilakukan Ibrahim As sangat tampak. Metode ini memang memiliki kelebihan dibanding dengan metode pendidikan yang lain bila diseuaikan dengan usia anak didik. Dalam hal ini, yang menjadi anak didik masih dalam taraf anak-anak secara umum membutuhkan bimbingan melalui nasihat dari orang tuanya dan disertai dengan teladan. Nasihat itu diberikan dengan menggunakan metode ceramah. Untuk bisa mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, maka ceramah dan dialog yang berisikan nasihat itu harus dilakukan oleh Ibrahim As dengan frekuensi yang tinggi. Menurut al-Suyuti,nasihat Ibrahim As kepada anaknya itu dilakukan berkali-kali. Dari sini dapat diketahui bahwa orang tua itu harus selalu menasehati anaknya dengan nasihat yang baik dan intensitas yang tinggi. Materi pokok yang disampaikan dalam ceramahnya itu adalah perintah dan larangan yang disertai dengan teladan. Sebagai orang tua dan pendidik, Ibrahim As telah melaksanakan perintah Allah dan menjahui laranganya. Metode ceramah yang digunakan Ibrahim As. itu disertai dengan teladan yang baik darinya. Keteladanan itu berpengaruh besar dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Memang, sebagaimana menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan itu hakikatnya adalah
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
106
handayani atau memberi pengaruh. Untuk itu pendidikan itu harus dilakukan dengan cara yang bersifat Tutwuri Handayani (dengan penuh perhatian dan kasih sayang dalam memberikan pengaruh), Ing Madya Mangun Karso (melalui komunikasi dua arah antara bapak dan anak untuk memberikan semangat). Ing Ngarso Sung Tuladha (membimbing melalui contoh dan teladan yang nyata). Hal ini benar-benar memberikan pengaruh yang besar pada keberhasilan pendidikan yang dialami oleh Ibrahim As. Dari serangkaian kisah Nabi Ibrahim As menunjukkan bahwa Ibrahim As. merupakan sosok yang demokraris. Pendidikan yang beliau terapkan dalam keluarganya adalah dengan strategi dan komunikasi. Hal ini terlihat jelas ketika Allah mengutus Nabi brahim untuk menyembelih putra semata wayangnya waktu itu. Ibnu Katsir menegaskan : bahwa inilah kitab Allah yang menjadi saksi dan petunjuk bahwa yang akan disembelih oleh Ibrahim adalah putranya, Ismail. Sebab kitab ini menceritakan kabar gembira berupa kelahiran anak yang penyabar. Dan kitab itupun menyebutkan bahwa anak itulah yang akan disembelih. Ketegaran seorang ayah untuk menyembelih seorang anak dan kesabaran seorang anak untuk menjalani semua itu telah membuat mereka berhasil melewati cobaan yang sangat berat. Dan Allah pun menggantinya dengan seekor domba yang hingga kini peristiwa bersejarah tersebut terabadikan dalam ibadah qurban yang diperingati pada setiap tanggal 10 bulan Dzulhijjah.Sebelum Ibrahim As melaksanakan perintah penyembelihan itu, terjadi dialog yang sangat harmonis dan menyentuh hati antara Bapak dan anak. Tak disangka sebelumnya, sang anak dengan hati yang tegar siap menjalani kehendak Allah SWT. Meskipun sebenarnya hal merupakan sebuah keharusan yang wajib dilakukan oleh Nabi Ibrahim terhadap putranya. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu! Konsep demokratis dengan adanya dialog yang sangat harmonis dalam keluarga Ibrahim As sangat jauh dengan realita kehidupan yang ada saat ini. Dimana kita melihat posisi anak dalam keluarga cenderung diabaikan dan dipandang sebelah mata. Anak seolah hanya berkewajiban untuk sekedar menuruti segala perintah orang tua tanpa memiliki hak berbicara atau berpendapat sedikitpun. Akhirnya hubungan orang tua dengan anak ibarat hubungan atasan dengan bawahan. Apabila hubungan ini dilanjutkan secara terus menerus, maka tidak menutup kemungkinan akan menghambat karakter dan pribadi seorang anak. Kepatuhan dan ketaatan yang dihadirkan oleh seorang anak hanyalah kepatuhan semua belaka. Hal ini akan menimbulkan adanya jiwa pemberontak terhadap kepribadian anak. Termasuk juga dewasa ini banyak orang tua yang hanya menuruti kemauan anak. Orang tua tanpa bepikir panjang demi kemaslahatan bersama. Yang ada dalam pikiran orang tua hanyalah demi kebahagiaan anak. Tak jarang pula orang tua yang merasa kewalahan dan keberatan terhadap keinginan anaknya. Dari kisah ini juga kita melihat adanya kepatuhan seorang anak, Nabi Ismail terhadap perintah orang tuanya, Nabi Ibrhim As. meski sebenarnya cobaan yang dialaminya sangat berat. Komunikasi yang bersifat dialogis sangat membantu perkembangan anak. Melalui komunikasi yang baik antara anak dan orang tua, kedua belah pihak mendapatkan kesempatan untuk melakukan dialog. Melalui dialog yang baik, anak akan memperoleh berbagai informasi dan sentuhan-sentuhan pribadi yang sangat bermanfaat dalam perkmbangan pribadinya. Dalam dialog, anak akan mempelajari nilai-nilai yang diperlukan dalam memilih berbagai tindakan. Dengan nilai-nilai yang baik dalam diri anak, maka hal-hal yang diduga akan merusak dapat dicegah sedini mungkin. Orang tua perlu mengembangkan komunikasi yang efektif sehingga terjadi kesamaan persepsi mengenai berbagai aspek kehidupan anak. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang sedemikian rupa terjadi dimana pesan yang disampaikan oleh pemberi dapat diterima secara tepat oleh penerima pesan. Dalam kehidupan
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
107
rumah tangga,anak adalah komunikator dalam arti anak adalah sebagai pemberi dan penerim pesan dalam proses komunikasi. Evaluasi Pendidikan Setiap pendidikan pasti mempunyai tujuan. Keberhasilan sebuah tujuan pendidikan dapat diketahui melalui evaluasi pendidikan. Evaluasi pendidikan anak yang di lakukan Ibrahim As juga tidak disebutkan secara eksplisit. Jika ditinjau dari segi materi pendidikan dan tujuan pendidikan yang diharapkan Ibrahim As adalah bahwa agar anaknya dapat menjadi orang yang memiliki aqidah yang kuat untuk mendasari tingkah laku dan sikap dalam kehidupan sehari-hari yang pada akhirnya diharapkan dapat memperoleh kebahagiaan dunia akhirat. Ada dua substansi pokok dalam tujuan pendidikan tersebut. Pertama,bagaimana setelah melalui proses pendidikan itu anak Ibrahim As menjadi orang yang mampu mengabdikan diri kepada penciptanya, yaitu Allah SWT.Kedua,anak mampu bersosialisasi dengan masyarakat dan lingkunganya. Yang terpenting dalam proses sosialisasi dengan masyarakat adalah anak dapat mengajak kepada kebajikan terhadap masyarakat dan lingkungannya dan mencegah segala macam bentuk kemungkaran. Setidaknya Alqur’an, surat Ibrahim ayat 37 merupakan barometer bagi Ibrahim As dalam menilai keberhasilan pendidikan anaknya. Dari ayat tersebut dapat di ketahui bahwa seseorang itu hendaknya mendirikan shalat sebagai bentuk apresiasi ibadah dan pengabdianya kepada Allah. Ibadah dan pengabdian itu merupakan refleksi dan apresiasi kekuatan iman seorang. Yang menjadi sampel ibadah dalam ini adalah shalat. Jika shalat itu di laksanakan oleh seseorang dengan benar,maka orang tersebut akan terhindar dari segala perbuatan buruk dan perbuatan dosa. Jika seseorang itu mampu untuk menghindarkan diri dari perbuatan dan mungkar maka berpeluang besar untuk mempengaruhi masyarakat dan lingkungan sekitarnya.Realisasinya adalah dengan mengajak masyarkat sekitar menuju kepada kebaikan dan mencegah mereka dari segala bentuk kemungkaran. Dan yang paling akhir adalah bahwa setelah semua jika dilaksanakan maka seseorang itu hendaknya tawakal kepada Allah atas segala macam usaha yang dilaksanakannya. Ayat al Quran ini mengandung makna manusia paripurna yang sesungguhnya yaitu manusia yang mampu mengaktualisasikan diri didalam hubunganya dengan Allah dan hubungannya dengan sesama manusia (hablun min Allah wa hablun min alnas). Penutup Konsep pendidikan keluarga perpesktif al-Qur’an dalam kisah Nabi Ibrahim AS adalah sebagai berikut : {(1) Membimbing anak agar menjadi muslim sejati dan selalu istiqamah dijalan-Nya. (2) Visi dan misi pendidikan lebih ditekankan pada kecerdasan spriritul. (3) Menjadi pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa. (4) Berlandaskan ketauhidan dan bebas dari syirik. (5) Keluarga yang penuh dengan segala kegiatan ibadah. (6) Keseimbangan antara hablum minallah dan hablum minannas. (7) Terjalin hubungan yang harmonis intern dan ekstern keluarga. (8) Segenap anggota keluarga pandai bersyukur kepada Allah SWT. (9) Terwujudnya kesejahteraan ekonomi. (10) Rumah tangga yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan yang mewujudkan generasi penerus yang shaleh dan berkualitas. (11) Saling pengertian,mendoakan serta memaafkan sesama anggota keluarga. (12) Menjadikan Rumah tangga sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. (13) Mencintai Allah Dengan Totalitas. (14) Mengkondisikan dalam lingkungan pendidikan. (15) Lebih mengutamakan pada penanaman akhlak. Daftar Rujukan Ahmad Muhammad Syakir, Tafsir adz dzahabi
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013
108
Athiyyah Hasan Aly dan Muhammad Shawqil amin, al Mu’jam al Wasith, Messir, Dar al Ma’arif juz 2, tt Cholil Nafis, Fikih Keluarga Menuju Keluarga Sakinah, Mawaddah, Warrahmah, Keluarga Sehat, Sejahtera dan Berkwalitas, Jakarta: 2009 Departemen Pendidikan Nasional. Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ihktiyar Baru, 2002 Darwis, Psikologi Pernikahan Anak, Jakarta: Cendikia Sentra Muslim 2002. Fathchur Rahman, Ikhtishar Mushtholah al Hadits,Bandung : PT Maarif, 1981 Ibnu Katsir, al Bidayah wa an Nihayah, Bairut: Dar al Fikr, tt. Jalaluddin as- Suyuti, Tadribur rawi Jilid I, Kairo: Dar al kutub al haditsah, 1966. M. Khlolil Nafis dan Abdullah Ubaid, Keluarga Maslahah Terapan Fikih Sosil Kiai Sahal, Jakarta: Mitra Abadi Press, 2010 M. Hamid, Mutiara Kisah 25 Nabi Dan Rasul Dalam Al-Qur’an, Surabaya, Karya Utama 1997 Mohammad Surya, Bina Keluarga, Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2001) Moh. Ajjal al Khotib, Ushulul Hadits, Bairut : Dar al Fikr, 1409 Manna’ al Qath than, Mabahits fi ulumil Qur’an, Bairut: Mansyurat ashr al hadits, 1393 H Nur Faizin Maswan, Kajian Diskriptif Tafsir Ibnu Katsir Membedah Khazanah Klasik, Yogyakarta: Menara Kudud, 2002 Salim Bahreiy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat tafsir Ibnu Katsir, Surabaya, PT Bina Ilmu Umdat at tafsir an hafidz Ibn Katsir, Mesir, Dar al Ma’arif 1959 ) jilid 1 Umar Ridha Kahhalah, Mu’jam al Muallifin Tarojum Mushanif al Kutub al Arabiyyah, Jilid 2, Beirut: Dar at turats al-Arabi, tt. Zaid Bin Husein al Hamid, Kamus al Muyassar Indonesia-Arab, Pekalongan: Raja Murah, 1982
AKADEMIKA, Volume 7, Nomor 1, Juni 2013