KONSEP FRANCHISE FEE DAN ROYALTY FEE PADA WARALABA BAKMI TEBET MENURUT PRINSIP SYARIAH
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE. Sy)
Oleh: ANNISA DYAH UTAMI NIM : 206046103806
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim
Puji syukur kehadirat Allah Swt. Penulis panjatkan atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan pada kita semua. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Sepenuhnya penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini yang berjudul
"KONSEP
FRANCHISE
FEE
DAN
ROYALTY
FEE
PADA
WARALABA BAKMI TEBET MENURUT PRINSIP SYARIAH " bukan sematamata atas usaha penulis sendiri namun juga karena bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH.,MA.,MM, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
2.
Ibu Dr Euis Amalia, M.Ag ,Ketua Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.
Bapak Ah Azharudin Latief, M.Ag.MH, Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Bapak
Drs. Djawahier Hejazziey,SH.,MA,Koordinator Teknis Program Non
regular dan Bapak Drs.H. Ahmad Yani,M.Ag, Sekretaris Teknis Program Non reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5.
Bapak A.M Hasan Ali, M.A dan Bapak Muzazin, SE.M.Ag, dosen pembimbing skripsi penulis, terima kasih atas dukungan dan motivasi bapak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6.
Terima kasih kepada owner Bakmi Tebet Bapak Dr. Ir. Wahyu Saidi, MSC, Pak Yusuf dan Pak Hafizh dari manajemen Bakmi Tebet
yang telah banyak
membantu dan meluangkan memberikan informasi,data,dalam menyelesaikan
ii
skripsi ini. 7.
Untuk Staf kordinator teknis program Non Reguler, Kak Syafii S.EI dan kak Vida S. Ag, terima kasih atas semua informasi yang diberikan selama penulisan skripsi ini berlangsung.
8.
Untuk Staf perpustakaan, terutama kepada bapak Zuhri.SH. dan Mas Farhan terima kasih atas kemudahan, arahan dan bantuannya kepada penulis dalam memperoleh data-data kepustakaan dalam penulisan skripsi ini.
9.
Untuk orang tuaku tercinta. Ibundaku HJ. Herlina Damayanti Noor dan ayahanda Bambang Edi Hermanto, kedua adikku, Ririn dan Afin serta seluruh keluarga besar penulis, khususnya Tante Reni dan keluarga, terima kasih atas curahan cinta dan kasih sayangnya, yang tiada henti mendoakan, menyemangati baik moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan tak lupa, ini untuk mu Ibu. Letihmu, Keringatmu masih tergambar jelas dalam benakku, semoga aku dapat mempersembahkan yang terbaik untukmu. Perjuangan yang tanpa lelah, pengorbanan yang tiada dapat diukur, doa yang tiada letih. Terima kasih Ibu.
10. Untuk Rivaldi Pragola, SE.Sy dan keluarga. Ini untuk mu… Ini buah dari doa, semangat, dorongan kamu. Terima kasih untuk semangat yang tidak pernah lelah diberikan ya abang.. 11. Untuk Teman-teman seperjuanganku, PS.C, sahabat-sahabatku, Sila, Mitra, Dita, Devi, 5 Star, dan semua teman-teman yang tidak saya bisa sebutkan satupersatu, terima kasih untuk semua dukungannya 12. Untuk Mas Aan dan Mas To’ terima kasih untuk bantuannya dalam pengeditan skripsiini, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
Ciledug, 12 Agustus 2010
Annisa Dyah Utami iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................
i
DAFTAR ISI
v
.....................................................................................................
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .....................................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................................
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................................
7
D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan............................................
8
E. Tinjauan Kajian Pustaka ..................................................................... 12 F. Sistematika Penulisan ......................................................................... 16
BAB II KONSEP WARALABA DAN KEADILAN DALAM ISLAM A. Konsep Waralaba 1.
Pengertian Waralaba, Franchisee Fee, dan Royalty fee ............. 18
2.
Manfaat Waralaba, Franchise fee dan Royalty Fee ..................... 25
3.
Mekanisme Pembayaran Franchisee fee ..................................... 27
4.
Mekanisme Pembagian Royalty Fee ............................................ 28
B. Konsep Keadilan Kerjasama Dalam Islam 1.
Pengertian Keadilan ..................................................................... 31
2.
Manfaat Keadilan......................................................................... 35
3.
Konsep Keadilan dalam Islam ..................................................... 36
4.
Konsep Kerjasama dalam Islam .................................................. 39
BAB III PENERAPAN ROYALTY FEE DAN FRANCHISE FEE PADA RESTAURAN BAKMI TEBET A. Sejarah dan Perkembangan Restauran Bakmi Tebet .......................... 46 B. Sistem Pembayaran Franchise Fee pada Restauran Bakmi Tebet .... 54 C. Sistem Pembayaran Royalty Fee pada Restauran Bakmi Tebet ......... 58
iv
BAB IV ROYALTY FEE DAN FRANCHISE FEE DALAM PERSPEKTIF KEADILAN KERJASAMA ISLAM A. Pelaksanaan Sistem Waralaba Bakmi Tebet ......................................... 60 B. Mekanisme pembayaran franchise fee ................................................. 62 C. Mekanisme pembagian royalty fee....................................................... 63 D. Respon Franchisee terhadap Penetapan Franchise Fee dan Pembayaran Royalty fee pada Restauran Bakmi Tebet.............................. 74 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................... 88 B. Saran ...................................................................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 91 LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL C1. Respon Franchisee Terhadap Franchise fee dan Royalty Fee yang Diterapkan Bakmi Tebet. Tabel 1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Cabang ............................................ 74 Tabel 1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................................. 75 Tabel 1.3 Gambaran Identitas dan Karateristik Pengetahuan Franchisee (Menurut Pengetahuan Adanya Waralaba Bakmi Tebet) ....................... 76 Table 1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bergabung dengan Bakmi Tebet........................................................................................................ 76 Table 1.5 Distribusi Responden Berdasarkan Franchise fee yang dibayarkan Kepada Manajemen Bakmi Tebet ........................................................... 77 Table 1.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sistem Pembayaran Franchise fee ............................................................................................................ 77 D.1 Tanggapan Responden Atas Gambaran Umum dan Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Waralaba dan Kerjasama dalam Islam Table 2.1 Distribusi
Responden
Berdasarkan
Pemahaman
Responden
Mengenai Waralaba ................................................................................ 78 Table 2.2 Distribusi
Responden
Berdasarkan
Pemahaman
Responden
Mengenai Konsep Franchise fee pada Waralaba .................................... 79 Table 2.3 Distribusi
Responden
Berdasarkan
Pemahaman
Responden
Mengenai Konsep Royalty fee pada Waralaba ....................................... 80 Table 2.4 Distribusi
Responden
Berdasarkan
Pemahaman
Responden
Mengenai Konsep Waralaba dalam Perspeeektif Islam .......................... 80 vi
Table 2.5 Distribusi Responden Berdasakan Konsep Keadilan Kerjasama Secara Umum .......................................................................................... 81 D.3 Respon Responden Terhadap Penerapan Franchise fee dan Pembagian Royalty fee yang Diterapkan Manajemen Bakmi Tebet Table 3.1 Pendapat
Responden
Mengenai
Besar
Franchise
fee
yang
Dibayarkan .............................................................................................. 82 Table 3.2 Pendapat Responden Mengenai Konsep Keadilan Terhadap Besar Franchise fee .......................................................................................... 83 Table 3.3 Pendapat Responden Mengenai Kepuasan Responden Terhadap Royalty fee yang harus dibayar ............................................................... 84 Table 3.5 Pendapat Responden Konsep Keadilan Terhadap Penetapan Royalty Fee ........................................................................................................... 84 Table 3.6 Pendapat Responden Mengenai Kepuasan Responden Terhadap Penetapan Royalty fee sebesar3,5%........................................................ 86 Table 3.7 Pendapat Responden Mengenai Kinerja Manajemen Bakmi Tebet ........ 87
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang paling sempurna dari semua agama di dunia. Islam mengatur semua hal, dari tata cara beribadah kepada Allah SWT, hingga urusan duniawi seperti bermuamalah. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, berdagang merupakan hal yang ladzim dilakukan. Begitupun yang dilakukan oleh Rasulullah, beliau sejak kecil berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam mempunyai konsep tersendiri dalam berbisnis, dalam hal ini berdagang. Dimana bahwa dalam berdagang seorang penjual harus mempunyai etika bisnis yang baik seperti tidak menipu terhadap pembeli,menjual barang yang jelas kuantitas dan kualitasnya, serta tidak mengambil keuntungan yang diluar batas kewajaran. Islam juga mengatur tentang konsep syirkah atau kerjasama dalam berdagang. Bagi seorang muslim, mu’amalah adalah persoalan duniawi yang bagi pelakunya diberi kebebasan untuk mengembangkan dan berkreasi menurut perkembangan zaman. Meskipun demikian, kebebasan dalam bermuamalah dan syirkah tidak boleh keluar dalam prinsip prinsip Islam seperti keduanya dilakukan atas dasar mendahulukan manfaat dan menghilangkan mudharat 1 . Seperti misalnya seorang muslim tidak boleh berdagang minuman keras yang tentu saja lebih banyak mudharatnya dibandingkan dengan 1
Darmawan Budi Suseno,Waralaba Syariah, (Jakarta,CAKRAWALA,2008,Cet pertama),
h. 105
1
2
manfaatnya. Selain itu dalam bersyirkah seorang muslim dituntut untuk selalu adil dengan rekan bisnisnya. Adil disini maksudnya adalah bahwa untung rugi dalam suatu usaha ditanggung bersama. Keadilan merupakan sifat yang selalu diterapkan oleh Rasulullah dalam berdagang, sehingga sudah selayaknya kita mengikuti sifat beliau yang mulia tersebut dalam kegiatan sehari-hari terutama dalam bersyirkah. Dunia bisnis Islam memberikan pelajaran agar selalu memegang asas keadilan dan keseimbangan. Selain itu juga telah dicontohkan aplikasi nilai-nilai Islam dalam mengelola bisnis oleh Nabi Muhammad SAW agar berhasil baik di dunia ataupun di akhirat. Nilai-nilai bisnis Islam telah menjadi tren baru dalam mengendalikan tujuan dan harapan ekonomi dalam jangka panjang, yang selalu mengedepankan kejujuran, kepercayaan, keadilan (profesional) dan komunikatif akan membawa spirit moral dalam bisnis sehingga melahirkan suatu bisnis ataupun usaha yang transparan 2 . Ilmu pengetahuan semakin berkembang seiring dengan berkembangnya zaman. Begitu pun dengan gagasan tentang bermua’malah. Pada zaman dahulu, berdagang hanya dilakukan dengan cara-cara sederhana seperti berdagang dipasar atau menjajakan barang dagangannya door to door. Namun, sekarang terdapat berbagai macam variasi yang dibuat oleh seorang wirausahawan dalam menjajakan produk dagangannya. Seorang penjual bahkan tidak harus bertemu dengan si pembeli. Ini adalah salah satu inovasi pemasaran dalam bermua’malah. hal ini dapat kita temukan pada 2
Naika “Etika Bisnis dalam Islam” artikel diakses pada 24 Maret 2010 dari http://naikapermata.blogspot.com/2009/12/etika-bisnis-dalam-islam.html
3
bisnis E commerce misalnya. Selain bisnis E commerce ada juga bisnis Multi Level Marketing yang pada konsepnya menjual barang secara langsung kepada pelanggan melalui jaringan. Selain E commerce dan Multi level Marketing terdapat juga bisnis yang semakin berkembang dewasa ini yaitu bisnis waralaba, atau lebih kita kenal dengan istilah franchise. Salah satu wirausahawan yang berhasil dalam menangkap peluang pasar dan mengembangkan cara bisnis dengan metode franchise ini adalah Isaac M. Singer. Isaac M Singer (1811-1875) menandai munculnya franchise di Amerika dengan bisnis mesin jahitnya. Dia menggunakan franchise untuk menambah jangkauan distribusi pasarnya dengan cepat. Format franchisenya adalah dengan memberikan hak penjualan mesin jahitnya dan tanggung jawab pelatihan kepada franchisee-nya. 3 Waralaba sesungguhnya mengandalkan pada kemampuan mitra usaha dalam mengembangkan dan menjalankan kegiatan usaha waralabanya melalui tata cara, proses serta suatu code of conduct dan sistem yang telah ditentukan oleh pengusaha pemberi waralaba. 4 Format bisnis waralaba
ini terdiri atas konsep bisnis yang
menyeluruh, sebuah proses permulaan dan pelatihan mengenai seluruh aspek pengelolaan bisnis sesuai dengan konsep franchise dan proses bantuan yang terus menerus. 5 3
Tri Wahyudi, All About Business, artikel diakses pada 24 maret 2010 dari http://yud71bisnis.blogspot.com/2009/10/sejarah-waralaba.html 4 5
Gunawan Widjaja, Waralaba,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2003) h.4
Martin Mendelsohn, Franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee, (Jakarta, PT Pustaka Binaman Press Indo 1993), h.4
4
Waralaba merupakan sistem keterkaitan usaha vertikal antara pemilik paten yang menciptakan paket teknologi bisnis pewaralaba (franchisor) dengan penerima hak pengelolaan operasional bisnis, terwaralaba (franchisee). Jadi sesungguhnya waralaba dapat dikatakan sebagai teknik menjual “Sukses” dari usaha yang sudah berhasil. Dalam bisnis waralaba seperti yang telah dibahas diatas, seorang terwaralaba harus membayar sejumlah royalty fee kepada pewaralaba sebagai timbal balik karena telah mengizinkan terwaralaba ini berusaha dengan merek dagangnya. Dan sebaliknya pihak terwaralaba atau licence franchisee dari pihak pewaralaba untuk menggunakan kekhasan usaha atau spesifikasi usaha pewaralaba tersebut. 6 Berbicara tentang waralaba tentu tak bisa lepas dari konsep franchise fee dan royalty fee yang ada pada waralaba tersebut. franchise fee adalah biaya investasi awal. Biaya ini termasuk biaya set up, biaya iklan, dan biaya pelatihan. 7 Sedangkan Royalty fee adalah Kontribusi bagi hasil dari pendapatan terwaralaba (biasanya dari penjualan) 8 . Lebih jelasnya. royalty fee adalah jumlah uang yang dibayarkan secara periodik oleh terwaralaba kepada pewaralaba sebagai imbalan dari pemakaian hak waralaba oleh yang merupakan persentase dari omzet penjualan 9 . Dengan masuknya waralaba asing seperti Mc’D, Texas, Pizza Hut, dan lainlain, menumbuhkan minat pengusaha lokal untuk mewaralabakan usahanya, salah 6
Ibid h. 9.
7
Peni.R.Pramono, Cara Memilih Waralaba yang Menjanjikan Profit, (Jakarta, PT.Elex Media Komputindo, 2007) h. 15. 8
Jaya Setiadi,”Yuk Bisnis” artikel http://yukbisnis.com/content/view/116/47/ 9
diakses
pada
27
Desember
Adrian Sutedi Hukum Waralaba, (Jakarta: Ghalia Indonesia 2008) h. 73
2009
dari
5
satu pengusaha lokal tersebut adalah Bapak Wahyu Saidi dengan usaha waralaba milikya yakni Bakmi Tebet. Bakmi Tebet didirikan beliau pada tahun 2001 dengan membuka Restauran Bakmi di Menara Kadin, yang merupakan usaha bersama beliau dengan rekan bisnisnya pada saat itu. Namun ternyata manajemen Bakmi Gajah Mada tidak mewaralabakan usahanya. Oleh karena itu, beliau berusaha membuka usaha bakmi yang cita rasanya tidak jauh berbeda dengan cita rasa Bakmi Gajah Mada, yakni Bakmi Langgara dan Bakmi Tebet. Pada awal berdirinya usaha bakmi ini, Beliau tidak menggunakan nama Bakmi Tebet, namun
menggunakan nama
Bakmi Langgara yang terkesan nuansa Islaminya. Untuk membedakan segmentasi target konsumen, maka pak Wahyu Saidi memutuskan untuk membagi dua usaha Bakminya. Nama Bakmi Langgara dipakai untuk waralaba yang berada di wilayah Jakarta, sedangkan nama Bakmi Tebet dipakai untuk waralaba yang berada diluar Jakarta.. dai awal pendiriannya sampai dengan saat ini terbukti Bakmi Tebet sudah mulai dikenal masyarakat dengan cabangnya yang sampai saat ini berjumlah 19. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji waralaba Bakmi Tebet ini dilihat dari penetapan Franchise fee dan Royalty fee dimana pada zaman Rasulullah bisnis waralaba ini belum ada, dan hal tersebut dikaitkan dengan prinsip keadilan dalam syirkah dimana waralaba merupakan salah satu bentuk variasi dalam syirkah. Untuk meneliti keadilan dalam pembagian royalty dan franchisee fee penulis juga menggunakan sudut pandang terwaralaba (franchisee) sebagai pihak yang menginvestasikan dananya pada usaha waralaba. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui lebih jauh mengenai penerapan Franchise fee
6
dan royalty fee pada waralaba yang diterapkan oleh Bakmi Tebet dalam sebuah skripsi dengan judul “Konsep Franchise Fee dan Royalti Fee Pada Waralaba Bakmi Tebet Menurut Prinsip Syariah”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya dan agar permasalahan tidak melebar dalam penulisan skripsi ini, maka penulis merasa perlu untuk memberikan batasan dan rumusan masalah terhadap objek yang dikaji. Penelitian ini akan dilaksanakan di Restaurant Bakmi Tebet yang merupakan Restaurant yang mengembangkan jaringannya dalam bentuk waralaba. Penulis merasa perlu untuk meneliti lebih jauh apakah waralaba Bakmi Tebet menerapkan sistem waralaba yang sesuai syariah di dalamnya. Adapun batasan masalah terhadap penulisan ini hanya mengenai penerapan royalty fee dan franchise fee yang diterapkan oleh Restaurant Bakmi Tebet dan mengkaji apakah hal tersebut sudah dilakukan sesuai dengan hukum ekonomi Islam, dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem pelaksanaan waralaba, pembayaran franchise fee dan pembagian royalty fee pada Bakmi Tebet? 2. Apakah penerapan pembayaran franchise fee dan pembagian royalty fee pada Restauran Bakmi Tebet sudah memenuhi prinsip keadilan kerjasama dalam Islam? 3. Bagaimana respon franchisee terhadap franchise fee dan royalty fee yang diterapkan bakmi Tebet?
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui penerapan pembayaran franchise fee pada Restaurant Bakmi Tebet disesuaikan dengan prinsip keadilan kerjasama dalam Islam. 2. Untuk mengetahui penerapan pembagian royalty fee pada Restaurant Bakmi Tebet disesuaikan dengan prinsip keadilan kerjasama dalam Islam. 3. Untuk mengetahui respon franchisee terhadap franchise fee dan royalty fee yang diterapkan bakmi Tebet. Dengan tujuan yang disebutkan diatas, maka diharapkan dapat diambil manfaat antara lain: 1. Secara akademis untuk menambah khazanah pengetahuan dibidang ekonomi, khususnya ekonomi kontemporer seperti waralaba. 2. Bagi praktisi bisnis waralaba ini, diharapkan mendapatkan pengetahuan lebih mendalam mengenai aplikasi waralaba syariah dalam penerapannya. 3. Bagi masyarakat luas, diiharapkan skripsi ini dapat menjadi salah satu referensi bagi siapapun yang ingin mengetahui konsep berbisnis dalam waralaba syariah.
D. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian.
8
Jenis penelitian ini bersifat deskriftif yang terdiri dari kualitatif dan kuantitatif guna memperoleh data-data tersebut, penulis menggunakan penelitian lapangan (field research) dan penelitian kepustakaan (library research). 2. Populasi dan sampel. a. Populasi Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karateristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti 10 . Populasi dalam penelitian ini adalah franchisee atau terwaralaba waralaba Bakmi Tebet. Jumlah seluruh terwaralaba pada waralaba Bakmi Tebet adalah 19 orang.
b. Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memilki karateristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bisa melalui populasi. Sampel dari penelitian ini adalah sebanyak 4 orang, dikarenakan dari semua rerwaralaba Bakmi Tebet hanya 4 saja yang bersedia mengisi angket. Adapun 15 terwaralaba lainnya berhalangan untuk mengisi angket dikarenakan kesibukan masing-masing yang padat, sehingga dirasa cukup mewakili dengan responden sebanyak 4 orang ini. Adapun penarikan sampelnya dilakukan dengan cara random sampling (pengampilan sample 10
M Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi dan Aplikasinya, (Jakarta;Ghalianesia, 2002, Cet ke 1,) h. 58.
9
secara acak )atau probabilitas sampling artinya semua unit populasi mempunyai kesempatan untuk dijadikan sampel atau suatu sampel yang ditarik sedemikian rupa dimana suatu elemen (unsure) individu dari populasi, tidak didasarkan pada kepentingan pribadi, tetapi tergantung kepada aplikasi kemungkinan. 3. Teknik pengumpulan data. a. Penelitian kepustakaan. (library research). Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan, yaitu suatu teknik penelitian untuk memperoleh data dari buku, jurnal, artikel maupun majalah dan internet yang berhubungan dengan permasalahan diatas. b. Penelitian Lapangan (field research). Penelitian di lapangan dimaksudkan untuk mendapatkan data primer, yaitu dengan cara : 1. Kuisioner (angket) Kuisioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari respoden, dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui. 11 Pertanyaan kuisioner sebagian bersifat tertutup dimana pilihan atau alternatif jawaban tersedia dan sebagian lagi bersifat terbuka untuk menggali informasi yang mungkin muncul diluar pertanyaan yang tersedia. 2. Wawancara 11
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002 edisi Revisi cet. Ke 12) h.112.
10
Wawancara atau interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara dan jawaban-jawabannya dicatat atau direkam. 12 . wawancara dilakukan dengan responden yang representatif adalah terwawancara menduduki jabatan sebagai kepala bidang penelitian yang dianggap layak mewakili waralaba Bakmi Tebet. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan pemilik waralaba Bakmi Tebet dan asisten beliau. 4. Teknik Analisa Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode yaitu kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan mewawancarai langsung pemilik Bakmi Tebet dan Asisten beliau. Analisis dan pengolahan data dilakukan melalui metode deskriptif analitis, dimana data-data yang diperoleh dipaparkan lalu diinterpretasikan dan dianalisis. Dengan menggunakan metode deskriptif analitis, penulis berusaha untuk memecahkan permasalahan yang ada sekarang berdasarkan data data yang diperoleh secara langsung di lapangan. Permasalahan yang ada adalah mengenai konsep franchisee fee dan royalty fee yang menurut beberapa pakar ekonomi Islam kurang adil bagi terwaralaba dan hanya menguntungkan pihak pewaralaba,disinilah letak permasalahannya dan jalan untuk memecahkan masalah yang ada adalah dengan meneliti langsung bisnis waralaba syariah dan menganalisis konsep franchise fee dan royalty fee dan yang 12
Ibid.,h.132
11
digunakan dan melihat secara riil apakah franchise fee dan royalty fee ini memberatkkan pihak terwaralaba atau tidak. Sedangkan metode kuantitatif dijalankan dengan membagikan kuisioner kepada 4 pengusaha mitra waralaba Bakmi Tebet yang dikunjungi secara acak dari semua cabang Bakmi Tebet. Untuk cabang yang berada diluar Jakarta Penulis melakukan wawancara dengan media telpon dikarenakan keterbatasan biaya dan keterbatasan waktu. Seluruh data yang penulis peroleh dari wawancara, angket dan dan kepustakaan diseleksi dan disusun setelah itu penulis melakukan klasifikasi data yaitu usaha menggolongkan data berdasarkan katagori tertentu. Setelah data-data yang ada diklasifikasikan lalu diadakan analisis data dalam hal ini data yang dikumpulkan penulis adalah kualitatif kemudian diolah menjadi data kuantitatif, maka teknik yang digunakan adalah analisa statistic deskriptif yang akan disajikan dalam bentuk uraian dan tabel. Data-data yang telah terkumpul diperiksa kembali mengenai kelengkapan jawaban yang diterima, kejelasannya, konsistensi jawaban atau informasi yang biasa disebut editing. Kemudian data-data tersebut ditabulasi, yakni disusun kedalam bentuk tabel dengan menggunakan statistic persentasi sebagai berikut: P = F/N X 100% Keterangan: P : Besarnya persentase F : Frekuensi (jumlah jawaban responden) N : Jumlah responden
12
5. Pedoman Penulisan Laporan Pedoman penulisan laporan ini merujuk pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis,Disertasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta Press Tahun 2007
E. Tinjauan Kajian Pustaka Pembahasan mengenai waralaba
telah dilakukan penelitian sebelumnya.
Terdapat enam penelitian yang dapat dijadikan sebagai fokus tinjauan kepustakaan berkenaan dengan topik yang dipilih penulis dalam penelitian ini.
No
Nama dan Judul
Isi Skripsi
Perbedaan dengan Penulis
Skripsi 1
Siti Musrofah dengan Dari judul
“
Maslahah
penelitian
Konsep didapatkan Mursalah bahwa
dalam Dunia Bisnis franchise dengan Franchise Waralaba”, 2008
Sistem dengan Maslahah Jakarta karena
ini hasil
Penulis
lebih
untuk
fokus
membahas
sistem
waralaba dilihat dari
sesuai
aplikasi franchise fee
kaidah
dan
royalty
fee
Mursalah
didalamnya
memiliki
sesuai dengan prinsip
banyak kelebihan atau kemaslahatan walaupun
tidak
sempurna
secara
apakah
keadilan dalam Islam.
13
keseluruhan
namun
dapat meminimalisasi segala resiko usaha, mengambil
maslahah
dan dan menjauhkan mudharat. 2
Sisca
Novianti Dari
penelitian
dengan judul “Bisnis didapatkan Franchising
hasil
dalam bahwa kegiatan bisnis
Kajian
Hukum franchise
Ekonomi
Islam”. suatu
Jakarta 2005
ini
merupakan bentuk
Penulis
lebih
fokus
terhadap
konsep
franchise fee dan royalty fee
yang
diterapkan
didalamnya.
muamalah baru dalam Islam
yang
diperbolehkan sepanjang
tidak
bertentangan
dengan
syariat. 3
Syarah
Septiana Dari
penelitian
dengan judul “Konsep didapatkan dan Franchise Perspektif Ekonomi Islam”.(Studi
hasil
Aplikasi bahwa LKS Berkah dalam Madani Hukum usaha
Perbedaannya Syarah
adalah Septiana
menjadikan LKS Berkah
menjalankan
Madani sebagai objek
franchisenya
penelitiannya sedangkan
sesuai dengan syariah kasus Islam dan adil dalam
LKS Berkah Madani) menerapkan Jakarta 2008
ini
royalty
fee bagi terwaralaba
penulis
menjadikan
Restaurant Bakmi Tebet sebagai
objek
penelitiannya. Perbedaan yang kedua adalah
penulis
juga
tertarik untuk membahas franchise fee dimana hal ini belum diteliti oleh
14
Syarah Septiana dalam penelitiannya.
4
Dewi Irma Fitriana
dari
dengan judul
didapatkan
“Strategi
pengelolaan
aplikasi
franchise
fee
Pengembangan Bisnis
kelembagaan waralaba
serta
royalty
fee
Waralaba Lembaga
Primagama
didalamnya
Pendidikan
umum
PRIMAGAMA”
berdasarkan strategi 7
Jakarta 2009.
P
penelitian
ini
bahwa
secara disusun
yaitu:
people,
Penulis
lebih
untuk
fokus
membahas
apakah
sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam.
product, physical,
process, place, price, dan promotion. Dan dalam hal ini, waralaba PRIMAGAMA melanggar
tidak
ketentuan
syariah Islam dalam penerapannya. 5
Ulfa
Treni
dengan
Juliana Dari
judul
Analisis
penelitian
” didapatkan
Sistem bahwa
sistem
ini
Kendati
hasil
akan
yang
memiliki
skripsi
dibahas
yang penulis
persamaan
Waralaba dilihat Dari diterapkan oleh Bakmi
karena
Transaksi
Bisnis Langgara sudah sesuai
studi kasus bakmi Tebet
Syariah (Studi Kasus dengan prinsip Islam,
yang merupakan anak
Bakmi
perusahaan
Langgara dalam hal bahan baku,
menggunakan
dari
Cabang
sumber daya manusia,
waralaba
Bakmi
Rawamangun)”
manajemen,
Langgara,
namun
Jakarta 2009
kontrak kerjasama.
dan
terdapat
perbedaan
mendasar bahwa penulis lebih
fokus
pada
15
penerapan franchisee fee dan royalty fee yang diterapkan oleh Bakmi Tebet,
serta
respon
meneliti
Franchisee
terhadap
penerapan
franchise fee dan royalty fee
yang
diterapkan
manajemen
Bakmi
Tebet.
6
Muhammad dengan
Sadli Dari
judul
penelitian
” didapatkan
Perbandingan Kinerja bahwa Sistem
ini hasil
Perbedaan
skripsi penulis terletak
terdapat
pada
kinerja
kasus
Waralaba perbedaan
dengan
perbedaan dan
studi pokok
dengan Konsep Bagi sistem antara waralaba
penelitian.
Hasil
penulis mengambil studi
dan
Royalty Konvensional
Fee” Jakarta 2009.
dan
Waralaba Syariah.dimana
kasus pada
pada
Dimana
waralaba
Bakmi Tebet dan pokok
waralaba konvensional
penelitian
bisa jadi mengambil
untuk mencari keadilan
keuntungan sebanyak
pada
banyaknya
franchise fee dan royalty
terwaralaba
dari
bertujuan
penetapan
fee dilihat dari sudut pandang franchisor dan franchisee.
16
F. Sistematika Penulisan 1. BAB I Pendahuluan. Dalam bab ini dijelaskan latar belakang permasalahan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan, tinjauan kajian terdahulu, dan sistematika penulisan. 2. BAB II Konsep Waralaba dan keadilan dalam Islam Dalam bab ini akan dibahas tinjauan umum tentang pengertian waralaba, royalty fee, franchisee fee, manfaat waralaba, franchise fee, royalty fee, mekanisme pmbayaran franchise fee,mekanisme pembagian royalty fee
,konsep keadilan
kerjasama dalam Islam,pengertian keadilan, manfaat keadilan dalam Islam, dan konsep kerjasama dalam Islam. 3. BAB III Penerapan Franchise Fee dan Royalty Fee pada Restauran Bakmi Tebet Dalam bab ini akan dibahas mengenai kondisi internal Restaurant Bakmi Tebet yang meliputi sejarah pendirian, ,aplikasi Franchisee fee dan royalty fee. Pada Restauran Bakmi Tebet 4. BAB IV Hasil Penelitian Dalam bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai Franchise fee dan Royalty fee dalam perspektif keadilan kerjasama Islam, serta bagaimana respon franchisee tentang konsep franchise fee dan royalty fee pada manajemen bakmi Tebet. 5. BAB V Penutup.
17
Dalam bab ini penulis menyimpulkan seluruh permasalahan yang telah dibahas dan atas dasar hal tersebut diajukan pula beberapa saran sebagai pertimbangan.
BAB II KONSEP WARALABA DAN KEADILAN DALAM ISLAM
A. Konsep Waralaba 1. Waralaba Secara bebas dan sederhana, waralaba didefinisikan sebagai hak istimewa (privilege) yang terjalin dan atau diberikan oleh pemberi waralaba (franchisor) kepada penerima waralaba (franchisee) dengan sejumlah kewajiban atau pembayaran. Dalam format bisnis, pengertian waralaba adalah pengaturan bisnis dengan system pemberian hak pemakaian nama dagang oleh franchisor kepada pihak independen atau franchisee untuk menjual produk atau jasa sesuai dengan kesepakataan. 1 Franchise sendiri berasal dari bahasa latin yaitu francorum rex yang artinya “bebas dari ikatan”, yang mengacu pada kebebasan untuk memiliki hak usaha. Sedangkan pengertian franchise berasal dari bahasa perancis abad pertengahan, diambil dari kata “franc” (bebas) atau “francher” (membebaskan) yang secara umum diartikan sebagai pemberian hak istimewa. Oleh sebab itu pengertian franchise diinterpretasikan sebagai pembebasan dari pembatasan tertentu atau kemungkinan untuk melaksanakan tindakan tertentu, yang untukorang lain dilarang. 2 Menurut Dr Martin mendelsonh, pakar waralaba asal Amerika Serikat, format bisnis franchise adalah modal izin dari satu orang (franchisor) kepada orang 1 2
Adrian Sutedi, Hukum Waralaba,( Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), h. 6 Ibid.,h 6
18
19
lain (franchisee) yang memberikan haknya (dan bisanya mempersyaratkan). Franchisee mengadakan bisnis dibawah nama dagang franchisor, meliputi seluruh elemen yang dibutuhkan untuk membuat orang yang sebelumnya belum terlatih dalam berbisnis yang dikembangkan / dibangun oleh franchisor dibawah brand miliknya, dan setelah trainning untuk menjalankannya berdasarkan pada basis yang ditentukan sebelumnya dengan pendampingan yang berkelanjutan. Amir Karamoy mengatakan bahwa secara hukum waralaba berarti persetujuan legal atas pemberian hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk / jasa dari pemilik (waralaba) kepada pihak lain terwaralaba yang diatur daklam suatu pemainan tertentu. 3 Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba ialah Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu. 4 Waralaba di Indonesia saat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 16 tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 tentang WARALABA yang kemudian diganti dengan peraturan pemerintah no42 tahun 2007 tentang WARALABA, dan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 259/MPP/Kep/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba yang diperkuat dengan peraturan 3
Lukman Hakim, Info Lengkap Waralaba (Jakarta: PT.Buku Kita, 2008 cet 1). h.13-17
4
Wikipedia, Artikel diakses pada 9 April 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba
20
menteri perdaganganNomor 12/M-Dag/Per/3/2006. 5 Dalam PP tersebut ditegaskan bahwa “waralaba” (franchise) adalah perikatan antara pembeli waralaba dengan penerima waralaba, dimana penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pembeli waralaba dengan sejumlah kewajiban menggunakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba. Dalam peraturan ini juga dijelaskan bahwa pemberi waralaba ( franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas yang dimliki pemberi waralaba. Sedangkan penerima waralaba (franchisee) adalah badan usaha atau perseorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas yang dimiliki pemberi waralaba. 6
2. Franchise fee Terkait dengan biaya biaya yang timbul dalam bisnis waralaba, umumnya seorang terwaralaba berkewajiban menanggung berbagai macam biaya yang timbul dari pelaksanaan perjanjian waralaba seperti franchise fee. Franchise fee adalah 5 6
Gunawan Widjaja, Waralaba, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2003) h.147 Adrian Sutedi,ibid.,h.12
21
jumlah yang harus dibayar sebagai imbalan atas pemberian hak intelektual pemberi waralaba, yang dibayar untuk satu kali ( one time fee) , yaitu pada saat bisnis waralaba akan dimulai atau pada saat penandatanganan akta perjanjian waralaba. Nilai franchisee fee ini sangat bergantung pada jenis waralaba. Semakin terkenal suatu waralaba semakin mahal franchisee fee yang harus dibayarkan. 7 Menurut
International
Franchise
Association
Fee
untuk
memulai
sebuahwaralaba bisa serendah $ 8000 atau bahkan setinggi $5 juta. Sedangkan franchise fee waralaba lokal berkisar antara 10-400 juta rupiah. Biaya ini biasanya mencakup initial fee, renovasi, supply, dan inventory, deposit,biaya sebelum memulai bisnis, biaya pelatihan dan modal kerja. Biaya lain yang akan muncul adalah royalty fee yang besarnya antara 2-15% dari penjualan. 8 Pembayaran franchisee fee jumlah dan jangka waktunya dicantumkan di dalam perjanjian. Pembayaran yang telah diserahkan sepenuhnya menjadi milik pewaralaba
dan
tidak
dapat
dikembalikan
kecuali
disebutkan
dalam
perjanjian.franchisee fee diperlukan oleh pewaralaba untuk membantu terwaralaba untuk operasional usaha waralaba.Franchise fee diperlukan franchisor untuk membantu franchisee dan terdiri dari: a. Bantuan pra-operasi dan awal operasi bisnis terwaralaba. b. Pembuatan manual operasi untuk digunakan terwaralaba.
7 8
Adrian Sutedi,ibid.,h.73 Adrian Sutedi,ibid.,h.63
22
c. Penyelenggaraan pelatihan awal (initial training ) dan biaya konsultasi, khususnya pada operasi bisnis waralaba. d. Biaya promosi/iklan, khususnya untuk promosi menjelang pembukaan perusahaan (grand opening terwaralaba). e. Survey pemilikan/seleksi lokasi. 9 Pemberian waralaba senantiasa dikaitkan dengan suatu bentuk imbalan tertentu. Secara umum dikenal dua macam kompensasi yang dapat diminta oleh franchisor dari franchisee yaitu sebagai berikut: 1) Kompensasi langsung dalam bentuk moneter (direct monetary compesansation). Berikut ini adalah kompensasi yang termasuk kompensasi langsung dalam bentuk moneter: a. Lump-sum payment. Suatu jumlah uang yang telah dihitung terlebih dahulu (precalculated amount) yang wajib dibayarkan oleh franchisee untuk diberikan kepada franchisor pada saat persetujuan waralaba disepakati. b. Royalty, pembayaran oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor sebagai imbalan, yang besarnya dihitung dari jumlah produksi dan/atau penjualan barang atau jasa berdasarkan perjanjian waralaba, baik yang disertai dengan jumlah minimum atau maksimum atau tidak. 2) Kompensasi tidak langsung dalam bentuk nilai moneter (indirect moneter compensation) yang meliputi sebagai berikut: 9
Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah , (Yogyakarta: CAKRAWALA, Cet pertama,2008), h. 56
23
a. Keuntungan dari penjualan barang modal atau bahan mentah setengah jadi, dan termasuk barang jadi yang merupakan satu paket dengan pemberian waralaba (exclusive purchase arrangement) b. Pembayaran dalam bentuk dividen atau bunga pinjaman dimana franchisor memberikan bantuan financial baik dalam bentuk ekuitas (equity participation) atau dalam bentuk pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang. c. Cost shifting atau pengalihan atas sebagian biaya yang harus dikeluarkan oleh franchisor. Pengalihan ini biasanya dilakukan dalam bentuk kewajiban franchisee untuk mengeluarkan semua biaya yang diperlukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran maupun untuk mempertahankan perlindungan atas hak kekayaan intelektual paket yang diwaralabakan kepadanya. Dari berbagai macam kompensasi yang telah dijelaskan, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 1997, kompensasi yang diizinkan dalam pemberian waralaba ialah dalam bentuk kompensasi langsung dalam bentuk moneter. 10
3.
Royalty Fee Adalah jumlah uang yang dibayarkan secara periodik oleh terwaralaba kepada
pewaralaba sebagai imbalan dari pemakaian hak waralaba oleh terwaralaba yang merupakan persentasi dari omset penjualan terwaralaba . sama seperti franchise fee, nilai royalty fee ini sangat bervariatif, tergantung pada jenis waralaba.Royalty fee yang ditarik oleh pewaralaba secara rutin diperlukan untuk membiayai pemberian 10
Adrian Suteja.,ibid hal 31-33.
24
bantuan teknik selama kedua belah pihak terikat dalam perjanjian.Biaya royalty dihitung dari porsentasi omset yang didapat setiap bulannya. 11 Selain Franchise fee dan Royalty fee ada beberapa biaya yang umumnya ada dalam bisnis waralaba, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Direct expenses Merupakan biaya langsung yang harus dikeluarkan oleh terwaralaba sehubungan dengan pengoperasian suatu usaha waralaba, misalnya terhadap biaya pelatihan manajemen dan keterampilan tertentu. b. Marketing dan advertising fees Sebagian pewaralaba juga memberlakukan advertising fee (biaya periklanan) untuk membiayai pos pengeluaran dan belanja iklan dari pewaralaba yang disebarluaskan secara nasional maupu internasional. Besarnya advertising fee maksimum 3% dari penjualan. Biaya ini dikenakan dengan alasan bahwa tujuan dari jaringan waralaba adalah membentuk suatu skala ekonomi yang demikian besar sehingga biaya-biaya per
outletnya
menjadi
sedemikian
efisien
untuk
bersaing
dengan
usaha
sejenis.Mengingat iklan dirasakan manfaatnya oleh seluruh jaringan maka setiap anggota jaringan diminta memberikan kontribusi dalam bentuk advertisisng fee. 12 c. Assignment fee
11
12
Adrian Sutedi,Ibid h. 73 Hakim, info lengkap waralaba. (Jakarta: Gema Insani Press, 2007) h. 46
25
Meupakan biaya yang harus dibayar oleh franchisee kepada franchisor jika pihak franchisee mengalihkan bisnisnya kepada pihak lain, termasuk bisnis yang merupakan objek franchisee. Oleh franchisor, biaya tersebut biasanya dimanfaatkan untuk kepentingan penetapan pembuatan perjanjian penyerahan, pelatihan, franchisee baru, dan sebagainya. 13
B. Manfaat Waralaba, Franchise fee dan Royalty Fee Martin Mendelson dalam Franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee merumuskan keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian pemberian waralaba. Menurut Mandelson keuntungan-keuntungan bagi pemberi waralaba adalah: 1. Pemberi waralaba akan lebih mudah untuk melakukan eksploitasi wilayah yang belum masuk lingkungan organisasinya. 2. Penerima waralaba akan mengkonsentrasikan diri secara lebih optimum pada bisnis yang diwaralabakan tersebut, oleh karena mereka adalah pemilik bisnis itu sendiri. Penerima waralaba yang berpikiran tajam, bermotivasi kuat dan tajam pengamatannya dalam meminimalkan biaya serta memaksimalkan penjualan memiliki nilai lebih yang jauh lebih banyak daripada yang harus dan dapat diselesaikan oleh seorang manajer yang harus dibayar pemberi waralaba.
13
Adrian Sutedi,Ibid h. 73-74.
26
3. Pemberi waralaba cenderung untuk tidak memiliki asset outlet dagang sendiri. Tanggung jawab bagi asset tersebut diserahkan pada penerima waralaba yang memilikinya. 14 Sedangkan hal-hal yang merugikan yang mungkin dapat dihadapi oleh pemberi waralaba meliputi antara lain: 1. Beberapa penerima waralaba menganggap dirinya cenderung independen. Seorang penerima waralaba yang memperoleh keberhasilan, usahanya berjalan dengan baik, dan memperoleh pendapatan sesuai yang diharapkannya, cenderung membuatnya berpikir bahwa ia tidak membutuhkan pemberi waralaba lagi. Akan timbul suatu keyakinan pada dirinya bahwa factor keberhasilannya berasal dari inisiatifnya sendiri dalam menjalankan usahanya dengan baik. Sikap seperti ini akan menjadi masalah dan tantangan bagi pemberi waralaba. 2. Pemberi waralaba harus memiliki keyakinan untuk menjamin bahwa standar kualitas barang dan jasa dijaga melalui rantai waralaba. Pemberi waralaba harus dapat menyediakan staf pendukung lapangan yang akan bertindak sebagai penyelia dari standar-standar tersebut serta untuk memberikan bantuan bagi penerima waralaba untuk mengatasi masalah yang mungkin akan dihadapi oleh penerima waralaba. 3. Hindari timbulnya kemungkinan kekuraangpercayaan diantara pemberi waralaba dengan penerima waralaba.
14
Gunawan Widjaja,Ibid, h. 26
27
4. Pemberi waralaba harus yakin bahwa orang yang telah diseleksi sebagai waralaba sesuai untuk tipe waralaba tertentu dan mempunyai kapasitas untuk menerima tanggung jawab dan tekanan untuk memiliki dan menjalankan bisnisnya sendiri. 15 Selain itu, Manfaat waralaba banyak sekali, terutama untuk terwaralaba. Karena terwaralaba tidak memerlukan pengetahuan dasar dan pengetahuan khusus. Karena dalam menjalankan usaha waralaba ini, terwaralaba menerima bantuan, seperti pelatihan bagi staf terwaralaba dari perwaralaba, diberikan bantuan pembelian peralatan, bahkan terwaralaba mendapatkan pengetahuan khusus serta pengalaman dari organisasi dan manajemen kantor pusat pewaralaba, walaupun ia tetap mandiri.
C. Mekanisme Pembayaran Franchise fee Setiap waralaba memilki mekanisme pembayaran yang berbeda. Ada pewaralaba yang mengharuskan terwaralaba untuk membayar penuh uang franchisee fee, namun ada juga pewaralaba yang mengizinkan terwaralaba untuk membayar franchisee fee secara berangsur.
Pembayaran franchisee fee biasanya dilakukan
didepan, dalam arti pembayaran dilakukan setelah penandatanganan perjanjian waralaba antara pewaralaba dan terwaralaba. Franchisee fee ini digunakan oleh pewaralaba sebagai biaya investasi awal, dimana digunakan untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk membuka usaha waralaba tersebut, seperti untuk membeli peralatan masak bagi waralaba yang terkait 15
Gunawan Widjaja, Ibid.,h.28-31.
28
dengan usaha food and beverages, untuk biaya iklan, bahkan untuk biaya pelatihan yang diberikan pewaralaba terkait dengan usaha yang dijalankannya.
D. Mekanisme Pembagian Royalty Fee Dalam franchise sebagai suatu format bisnis yang dituangkan dalam suatu perjanjian antara franchisor sebagai pemilik dari hak intelektual, brand, logo dan sistem operasi dan franchisee sebagai penerima (konsep, sistem, penemuan, proses, methode/cara (HAKI), logo, merk/nama) royalti fee wajib dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor sesuai yang diperjanjikan dan dalam hal ini wajib dibayarkan setiap bulan/triwulan, yang diambil dari penjualan dengan tingkat persentase tertentu. Besar royalty fee tergantung jenis usaha serta hitung-hitungan dari franchisor yang mencakup aspek feasibility atau kelayakannya suatu usaha franchise. 16 Selain itu, menurut Anang Sukandar, ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) besarnya royalti fee yang wajar adalah yang seperti di luar negeri, yakni antara 1%-12%. Kalau lebih dari itu sudah tidak wajar. Dan prosentase tersebut harus diambil dari omset kotor bukan profit. Bila dihitung dari profit akan menyusahkan karena profit itu sudah masuk dalam pembukuan sehingga perhitungan harus memperhatikan banyak aspek.Keberadaan royalti fee sudah seharusnya dijadikan sumber utama pendapatan franchisor demi kelangsungan usahanya, karena bagaimanapun juga franchisor membutuhkan dana tersebut untuk membiayai segala 16 Gunawan Widjaja., Ibid h.108-109
29
pengeluaran untuk men-support usahanya seperti: membayar biaya supervisi, biaya monitoring dan biaya on going asistensi secara terus menerus. 17 Jadi bisa disimpulkan franchisor harus bisa membuat untung bukan dari franchisor tetapi melalui franchisee. Maksudnya adalah Franchisee untung maka dia sebagai franchisor juga untung. Jadi hubungan franchisor dan franchisee harus winwin, tidak hanya memungut royalti fee kemudian dilepas begitu saja.Sebab itu, sudah sewajarnya dalam franchise ada royalti fee. Dan sebagai usaha franchise sudah selayaknya terbuka alias tidak menutup berapa keuntungan yang didapat. Kalau sampai ada yang menutup-nutupi keuntungan namanya bukan franchise. Meskipun royalti fee sewajarnya ada dan harus ada dalam franchise namun penetapannya harus sama untuk setiap franchisee. Jadi tidak boleh ada diskriminasi meskipun franchisor memiliki franchisee di beberapa daerah dan omsetnya berbeda-beda. Misalnya, kalau franchisor mematok royalti fee 5% maka semua franchisee harus membayar 5%. Karena itu, franchisee harus memiliki omset yang memadai. 18 Setiap waralaba memilki mekanisme pembagian royalty fee tersendiri. Pada umumnya dalam perjanjian waralaba menyebutkan bahwa terwaralaba membayar sejumlah biaya waralaba (royalty fee) kepada pewaralaba berdasarkan besarnya penjualan. Isinya antara lain mengenai: 1. Dasar pembayaran biasanya berdasarkan penjualan kotor
17
Anang Sukandar, Aspek Royalty fee pada franchise, artikel ini dikutip pada 16 Mei 2010, dari http://bisnis2121.com/2008/content/view/192/73/ 18 Anang sukandar.,ibid
30
2. Tingkat royalty seminimum mungkin, terutama ditempat terwaralaba memperoleh hak atas wilayah tertentu / exclusive territory tanpa persyaratan tingkat kuota terendah 3. Pembayaran secara periodic ( mingguan, bulanan, kuartalan, dan sebagainya). 4. Waktu pembayaran (misalnya setiap hari kamis, atau berdasarkan penjualan pada minggu sebelumnya, setiap tanggal sepuluh berdasarkan penjualan pada bulan sebelumnya dan sebagainya. 19 Sedangkan besarnya franchisee fee dan royalty fee masing masing memang berbeda. Tidak semua jenis fee atau royalty disyaratkan oleh pewaralaba. Setiap pewaralaba mempunyai kebijakan sendiri dalam menentukan jenis fee atau royalty fee. Sebagai perbandingan lihat tabel dari beberapa perusahaan:
Tabel 4.1 Joining fee perusahaan waralaba Nama
Joining fee
Royalty fee
Mc Donald’s
$42.500
8% dari penjualan
CFC
Rp 40-60 juta
7 % dari penjualan
Es Teler 77
Rp 50-100 juta
10 % dari penjualan
5 a Sec
Rp 400-500 /10 thn
Sumber: (republika 1996:9) 19
Darmawan Budi Suseno.,Ibid.,h. 57
31
1. Perlu dipikirkan pajak yang harus dibayar akibat pembayaran royalty fee dan franchise fee. 2. Perlu dipikirkan jika ada bunga atas keterlambatan pembayaran fee, apakah bunga tersebut cukup masuk akal (reasonabie). 3. Perlu dipikirkan jika ada ceiling berupa minimum monthly payment, apakah adil atau tidak. 20
B. Konsep Keadilan Kerjasama dalam Islam 1. Pengertian Keadilan Salah satu dari prinsip dalam bermuamalah yang harus menjadi akhlak dan harus tertanam dalam diri pengusaha adalah sikap adil (Al Adl). Cukuplah bagi alQu’ran telah menjadikan semua tujuan risalah langit adalah melaksanakan keadilan. Al-‘Adl (Yang Maha Adil) adalah termasuk diantara nama-nama Allah (Asma’ AlHusna). Lawan kata dari keadilan adalah kezaliman (al-dzulm), yaitu sesuatu yang diharamkan Allah atas diri-Nya sebagaimana telah diharamkan-Nya atas hambahamba-Nya. Allah mencintai orang-orang yang berbuat zalim, bahkan melaknat mereka. 21 Firman-Nya: ☺ 20
21
Andrian Sutedi, Ibid, h. 74 Hermawan Kartajaya,dkk, Syariah Marketing, (Bandung: PT .Mizan Pustaka,2006) h. 112
32
Artinya: “ dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat Dusta terhadap Allah?. mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan Para saksi akan berkata: "Orang-orang Inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim”(surat Al Huud: 8) Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan juga dapat berarti suatu tindakan yang tidak berat sebelah atau tidak memihak ke salah satu pihak, memberikan sesuatu kepada orang sesuai dengan hak yang harus diperolehnya. Bertindak secara adil berarti mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan yang salah, bertindak jujur dan tepat menurut peraturan dan hukum yang telah ditetapkan serta tidak bertindak sewenangwenang. 22 Keadilan pada dasarnya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara penuntutan hak dan menjalankan kewajiban. Berdasarkan segi etis, manusia diharapkan untuk tidak hanya menuntut hak dan melupakan atau tidak melaksanakan kewajibannya sama sekali. Sikap dan tindakan manusia yang semata-mata hanya menuntut haknya tanpa melaksanakan kewajibannya akan mengarah pada pemerasan atau perbudakan terhadap orang lain. 23
22
Gading Mahendrata, Keadilan Dalam Islam dan Bisnis, artikel ini diakses pada 1 Juni 2010 dari http://gadingmahendradata.wordpress.com/2009/11/27/keadilan-dalam-islam-dan-bisnis/ 23 Gading Mahendrata, Ibid
33
Keadilan dalam Islam bukanlah prinsip yang sekunder. Ia adalah dasar dan fondasi yang kokoh yang memasuki semua ajaran dan hukum Islam yang berupa aqidah, syariah, dan akhlak (moral).Ketika Allah memerintahkan tiga hal. Keadilan merupakan hal pertama yang disebutkan.
⌧
☺
⌧ ⌧
(90 : )اﻟﻨﺤﻞ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (surat An Nahl : 90) Ketika Allah memerintahkan dua hal, keadilan salah satu yang disebut. Firman Allah ⌧ ☺ ☺ (58 : )اﻟﻨﺴﺎﺋﻰ ☺ ⌧ ⌧ Artinya:” Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (An-nisa ayat 58) Ketika allah memerintahkan satu hal, keadilan merupakan hal yang diperintahkan tersebut. Allah berfirman
34
☺ ☺⌧ (29 : ) اﻻﻋﺮاف Artinya: Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)".(Al A’raaf ayat 29) Implementasi sikap adil dalam bisnis merupakan hal yang sangat berat baik dalam industri perbankan, asuransi, maupun dalam bentuk bentuk perdagangan dan bisnis lainnya. Mungkin karena itulah Allah SWT demikian sering menekankan sikap adil ini ketika berbicara muamalah (bisnis). Sikap adil misalnya, dibutuhkan ketika seorang praktisi dibutuhkan ketika seorang praktisi perbankan syariah menentukan nisbah mudharabah, musyarakah, wakalah, wadiah dan sebagainya. Sikap adil juga diperlukan ketika asuransi syariah menentukan bagi hasil dalam surplus underwriting,
penentuan bunga teknik( bunga teknik tidak ada dalam asuransi
syariah) dan bagi hasil investasi antara perusahaan dan peserta 24 . Pada dasarnya, berbisnis apapun asalkan halal harus selalu berlaku adil bagi orang lain yang ikut andil dalam bisnis tersebut. Begitu pula dengan bisnis waralaba. Keadilan sangat diperlukan dalam penentukan franchise fee dan royalty fee. Dalam penentuan franchisee fee, seorang pewaralaba harus adil untuk menentukan berapa besar biaya yang dibutuhkan dalam menjalankan bisnisnya tersebut. Tidak boleh ada biaya terselubung dalam hal 24
Hermawan Kartajaya,dkk., Ibid h. 114-115
35
tersebut. Dan hendaknya pemilik waralaba juga bijak dalam menentukan pengeluaran terwaralaba sehingga tidak membebankan rekan bisnisnya. Demikian pula dalam penentuan royalty fee.
2. Manfaat Keadilan dalam Konsep Bisnis Islam Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah SAW diutus Allah SWT untuk membangun keadilan.
Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu
orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al Quran memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, sebagai berikut :
⌧ (8 : )اﻟﻤﺎﺋﻴﺪة ☺ ☺ Artinya : Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S Al Maidah : 8)
36
Menegakkan keadilan dalam berbisnis tentu sangat disukai oleh Allah SWT. Dengan berlaku adil, tentu saja banyak manfaat yang kita dapatkan, seperti, bisnis kita InsyaAllah akan mendapatkan berkah dari Allah SWT, rekan bisnis akan selalu percaya dengan kuantitas dan kualitas barang yang akan kita perdagangkan, karena mereka yakin kita akan berlaku adil terhadap mereka. 3. Konsep Keadilan Bisnis dalam Islam Bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang. jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga dan Soegiastuti, bisnis memiliki makna dasar sebagai “the buying and selling of goods and service”. Sementara dalam pandangan Straub dan Attner, bisnis tak lain adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit. 25 Secara umum ajaran Islam menawarkan nilai-nilai dasar atau prinsip-prinsip umum yang penerapannya dalam bisnis disesuaikan dengan perkembangan zaman dan mempertimbangkan dimensi ruang dan waktu. Dalam Islam terdapat nilai-nilai 25
Gading Mahendradata,ibid
37
dasar etika bisnis, diantaranya adalah tauhid, khilafah, ibadah, tazkiyah dan ihsan. Dari nilai dasar ini dapat diangkat ke prinsip umum tentang keadilan, kejujuran, keterbukaan
(transparansi),
kebersamaan,
kebebasan,
tanggungjawab
dan
akuntabilitas. 26 Adil sangat diperlukan dalam kegiatan perniagaan supaya tidak merugikan salah satu pihak atau bisa mengeksploitasi orang lain. Berbuat adil akan lebih dekat pada takwa sehingga akan terhindar dari hal hal yang akan mengarah pada perbuatan dosa. Dalam Alquran kata adil disebut berkali kali. Artinya, Islam sangat menjunjung tinggi nilai keadilan, termasuk di dalamnya adil ketika melakukan perniagaan. Walaupun mungkin telah disebutkan dalam bab-bab sebelumnya, tetapi perlu digarisbawahi lagi bahwa ada satu hal mendasar dalam penataan hubungan antara manusia yang Islami, yaitu tidak ada yang dizalimi dan tidak ada yang menzalimi atau dalam perkataan lainditegakkan konsep ‘adil’. Al-Quran menegaskan bahwa keadilan adalah salah satu alasan Allah mengirim rasul-Nya pada manusia. Seperti pada firman Allah SWT sebagai beikut:
☺ ⌧
26
Gading Mahendradata,ibid
38
(25 : ⌦ )اﻟﺤﺪﻳﺪ Artinya : Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.(QS. Al-Hadid (57): 25).
Rasulullah Muhammad SAW pernah mengatakan bahwa sebagian besar rezeki manusia di peroleh dari aktifitas perdagangan. Hal ini disabdakan beliau dalam hadist yang diriwayatkan oleh Habsyi AL Harabi “berdaganglah kamu sebab dari sepuluh bagian penghidupan Sembilan diantaranya dihasilkan dari berdagang”. Dalam ilmu ekonomi, perdagangan secara konvensional dapat diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing masing pihak. Mereka yang terlibat dalam aktifitas perdagangan dapat menentukan keuntungan maupun kerugian dari kegiatan tukar menukar secara bebas itu. 27 Oleh karena itu, agar diperoleh suatu keharmonisan dalam system perdagangan, diperlukan suatu :perdagangan yang bermoral”. Rasulullah SAW secara jelas telah banyak memberi contoh tentang sistem perdagangan yang jujur dan adil serta tidak merugikan kedua belah pihak. Sabda Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id menegaskan: saudagar yang jujur dan dapat dipercaya 27
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, penerbit Bumi Aksara, Jakarta 2008 hal 45
39
akan dimasukan dalam golongan para nabi, golongan orang orang jujur dan golongan para syuhada. Hadist tersebut menyatakan bahwa dalam setiap transaksi perdagangan diperintahkan untuk lebih mengutamakan kejujuran dan memegang teguh kepercayaan yang dipegang oleh orang lain. 28 Berdasarkan hadist tersebut tampak jelas bahwa Muhammad SAW telah mengajarkan untuk bertindak jujur dan adil serta bersikap baik dalam setiap transaksi perdagangan.dalam hal ini kunci keberhasilan dan setiap transaksi perdagangan. Dalam hal ini kunci keberhasilan dan kesuksesan Nabi dalam perdagangan diantaranya adalah dimilikinya sifat sifat terpuji beliau yang sangat dikenal penduduk mekah kala itu, yaitu jujur siddiq), menyampaikan (tabligh), dapat dipercaya (amanah) dan bijaksana (fathanah). Sifat terpuji itulah merupakan kunci kesuksesan Nabi dalam berdagang (Afzalurrahman, 2000). Bersikap adil dan bertindak jujur merupakan prasyarat penting seseorang dalam melakukan perdagangan, disamping menjaga hubungan baik dan berlaku ramah tamah kepada mitra dagang serta para pelanggan. Pedagang yang tidak jujur meskipun mendapat keuntungan dagang yang besar, boleh jadi keuntungan tersebut sifatnya hanya sementara. Ini dikarenakan ketidakjujuran akan menghilangkan kepercayaan para pelanggan sehingga lama kelamaan akan memundurkan dan mematikan usahanya. 29
4. Konsep Kerjasama dalam Islam 28
Era Muslim, “Media Islam Rujukan” dikutip pada 11 Agustus www.eramuslim.com/.../hadist-hadist-tentang-keutamaan-dan-keadilan-sahabat.htm 29
Era Muslim,ibid
2010
dari
40
Kerjasama dalam Islam disebut dengan syirkah. Syirkah menurut bahasa berarti pencampuran. Secara terminologi definisi syirkah adalah akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan keuntungan.dengan adanya akad syirkah yang disepakati diantara kedua belah pihak, semua pihak yang mengikatkan diri berhak hukum terhadap harta syarikat itu dan berhak mendapatkan keuntungan terhadap harta yang disepakati.30 Akad syirkah diperbolehkan menurut para ulama fiqh, berdasarkan kepada firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 12 yang berbunyi:
⌧ Artinya: …Maka mereka berserikat dalam sepertiga harta…(Q.S An-Nisa ayat 12) Konsep kerjasama dalam Islam ada 2 macam: a. Syirkah AlMusyarakah. secara etimologi asy syirkah berarti percampuran yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya sehingga sulit dibedakan. 31 Sedangkan menurut terminology adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal /expertise) denggan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
30
31
48
A.H Azarudin Latif, Fiqh Muamalat, (Penerbit: UIN Jakarta Press, Jakarta, 2005) h. 129 Antonio syafii, Bank syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h.
41
b. Syirkah ada dua jenis syirkah al Amlak (kepemilikan) dan syirkah al uqud (akad / kontrak). Syirkah kepemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lain yang mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam syirkah ini kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset tersebut. Sedangkan syirkah akad tercipta dengan kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Syirkah akad menjadi: 1)
Syirkah al-‘Inan Para ulama fiqih sepakat bahwa syirkah al-‘inan hukumnya boleh. Dalam
syirkah ini modal yang digabungkan oleh masing-masing pihak tidak harus sama jumlahnya, demikian juga halnya dalam soal tanggung jawab, kerja, keuntungan serta kerugian yang terjadi jumlahnya tidak harus sama dan dilakukan berdasarkan kontrak atau perjanjian.Syirkah al-‘inan merupakan jenis syirkah yang paling banyak diterapkan dalam dunia bisnis, hal ini dikarenakan keluasan ruang lingkupnya dan sistem pelaksanaannya yang fleksibel. Berikut ini beberapa karakteristik dari syirkah al-‘inan : a.
Besar penyertaan modal dari masing-masing anggota tidak harus sama.
b.
Masing-masing anggota mempunyai hak penuh untuk aktif langsung dalam pengelolaan usaha, tetapi ia juga dapat menggugurkan hak tersebut dari dirinya.
42
c.
Pembagian keuntungan dapat didasarkan pada persentase modal masingmasing, tetapi dapat pula atas dasar negosiasi.
d.
Kerugian dan keuntungan bersama sesuai dengan besarnya penyertaan modal masing-masing.
2)
Syirkah al-Mufawadhah Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing
pihak menyerahkan bagian modal yang jumlahnya sama besar dan ikut berpartisipasi dalam pekerjaan. Demikian pula tanggung jawab dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak. Beberapa syarat dalam syirkah al-mufawadhah adalah sebagai berikut : a.
Nilai masing-masing pihak harus sama.
b.
Persamaan wewenang dalam bertindak. Dengan demikian tidak sah perserikatan anak kecil dengan orang dewasa.
c.
Persamaan agama. Maka tidak sah perserikatan antara orang muslim dengan non muslim.
d.
Setiap pihak atau mitra harus dapat penjamin atau wakil pihak yang lainnya dalam pembelian dan penjualan barang yang diperlukan.
3)
Syirkah al-Abdan (al-A’mal)
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih yang memiliki keahlian atau profesi yang sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dimana keuntungan dibagi bersama. Misalnya, kerjasama dua orang arsitek untuk menggarap proyek atau kerjasam dua orang penjahit untuk menerima order seragam kantor. Profesi dan
43
keahlian ini bisa sama dan juga bisa berbeda, misalnya tukang kayu dengan tukang besi, mereka menyewa tempat untuk perniagaannya dan bila mendapat keuntungan dibagi menurut kesepakatan bersama. Dalam syirkah ini para mitra hanya menyumbangkan keahlian dan tenaga untuk bisnis tanpa memberikan modal. Syirkah ini lazim disebut juga syirkah al-sanaa’i (syirkah para tukang) atau syirkah al-taqabbul (syirkah penerimaan). 4)
Syirkah al-Wujuh Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih yang masing-masing
memiliki reputasi dan kredibilitas (kepercayaan) dalam melakukan suatu usaha. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Sedangkan keuntungan yang diperoleh dibagi sama. Syirkah semacam ini mirip dengan makelar yang banyak dilakukan orang pada zaman modern sekarang ini. Dalam perserikatan ini pihak yang berserikat membeli suatu barang hanya didasarkan kepada kepercayaan yang kemudian barang tersebut mereka bayar dengan tunai. 1. Sama halnya dengan syirkah abdan, dimana para mitra hanya menyumbangkan keahlian dan tenaganya untuk mengelola bisnis tanpa memberikan modal, dalam syirkah wujuh para mitra juga hanya menyumbangkan goodwill, credit worthiness dan hubungan-hubungan (kontak-kontak) mereka untuk mempromosikan bisnis mereka tanpa menyetorkan modal. Oleh karena itu biasanya kedua bentuk kemitraan ini terbatas hanya digunakan untuk usaha kecil saja. Beberapa syarat pokok Musyarakah menurut Usmani (1998) antara lain:
44
1. Syarat Akad. Karena musyarakah merupakan hubungan yang dibentuk oleh para mitra melalui kontrak/akad yang disepakati bersama, maka otomatis empat syarat akad yaitu: 1) syarat berlakunya akad (In’Iqod), 2) syarat sahnya akad (Shihah) 3) syarat terealisasinya akad (Nafadz) dan 4) syarat lazim juga harus dipenuhi. Misalnya para mitra usaha harus memenuhi syarat pelaku akad (ahliyah dan wilayah), akad harus dilaksanakan atas persetujuan para pihak tanpa adanya tekanan, penipuan, atau penggambaran yang keliru dan sebagainya. 2. Pembagian proporsi keuntungan. Dalam pembagian proporsi keuntungan, harus dipenuhi hal-hal berikut: a. Proporsi keuntungan yang dibagikan kepada mitra usaha harus disepakati diawal kontrak/akad. Jika proporsi belum ditetapkan, akad tidak sah menurut syariah. b. Rasio / nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus ditetapkan sesuai dengan keuntungan nyata yang diperoleh dari usaha, dan tidak ditetapkan berdasarkan modal yang disertakan. Tidak diperbolehkan untuk menetapkan lumsum untuk mitra tertentu, atau tingkat keuntungan tertentu yang dikaitkan dengan modal investasinya. 3. Penentuan proporsi keuntungan. Dalam menentukan proporsi keuntungan terdapat beberapa pendapat para ahli hokum Islam sebagai berikut: a. Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa proporsi keuntungan dibagi diantara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad sesuai dengan proporsi modal yang disertakan.
45
b. Imam Ahmad berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat pula berbeda dari proporsi modal yang mereka sertakan. c. Imam Abu Hanifah yang dapat dikatakan sebagai pendapat tengah-tengah berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari proporsi modal pada kondisi normal. Namun demikian mitra yang memutuskan untuk menjadi sleeping partner, proporsi keuntungannya tidak boleh melebihi proporsi modalnya. 32
32
Ibid h. 172
BAB III
A. Sejarah dan perkembangan Restauran Bakmi Tebet Sebuah gagasan cemerlang kerap muncul disaat yang tepat. Awalnya Dr.Ir.H Wahyu Saidi, Msc adalah murni seorang pekerja mapan di sebuah perusahaan pembangunan jalan tol. Namun krisis moneter yang melanda Indonesia dua belas tahun lalu telah memaksanya untuk beralih profesi menjadi seorang pengusaha.Ketika perusahaan tempatnya bekerja gulung tikar, dengan jabatan manajer tentulah sulit baginya mencari pekerjaan diperusahaan lain dengan gaji dan jabatan yang setimpal. Maka pilihannya adalah berhenti, dan mencoba berusaha sendiri.
Mulailah ia
memasuki agribisnis dengan bertanam cabe, ternak ayam, pembesaran ikan, membuka bimbingan belajar, dan membuka usaha makanan Palembang. 1 Pada tahun 1996, Pak Wahyu saidi mengawali usahanya dengan membuka rumah makan ikan patin, menu khas Palembang tempat kelahirannya. Namun ternyata hasil yang diperoleh masih jauh dari ekspetasi awal. Hal ini dikarenakan karena menu ikan patin dirasa kurang fleksibel. Dalam artian bahwa penggemar hidangan ini hanya terbatas pada orang dewasa dan hanya nikmat bila dihidangkan di siang hari. Seharusnya yang diusahakan adalah makanan untuk semua umur dan semua waktu. Belajar dari pengalaman inilah Pak Wahyu Saidi kemudian mulai mencari alternatif menu lain yang lebih fleksibel dan populer. Tentunya hidangan 1
Bud’s, “Doktor Jualan Bakmi” ,artikel ini diakses pada 25 Juni 2010 pada http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?f=1&t=39630&start=0
46
47
tersebut harus dapat di nikmati oleh seluruh kalangan baik orang tua maupun anakanak dan dapat dinikmati kapan saja. Setelah melalui serangkaian pengamatan dibeberapa tempat makan, maka Pak Wahyu akhirnya memilih bakmi sebagai menu andalannya. 2 Walaupun demikian, pak wahyu berkeyakinan bahwa usaha makanan adalah usaha yang paling mudah dan beresiko relative kecil karena semua kebutuhan bahan bakunya dapat diperoleh sesuai dengan kebutuhan. Sepanjang jalan di Margonda, Depok ditelusuri untuk survey. Pilihan jatuh pada usaha Bakmi, karena menurutnya selain banyak yang menggemari makanan tersebut yang dapat dinikmati sepanjang hari. 3 Bapak Wahyu Saidi mulai belajar membuat bakmi yang lezat. Patokannya adalah Bakmi Gajah Mada (GM). Bapak Wahyu menyatakan kekagumannya pada restaurant yang sangat terkenal dan banyak penggemarnya itu. Sayangnya Bakmi GM tidak membuat waralaba. Tapi Pak Wahyu tak hilang akal, ia mengundang para pakar kuliner analis rasa juga pensiunan koki bakmi GM.. Segala cara dilakukan beliau untuk mendapatkan rahasia bumbu tersebut. Dan akhirnya berhasil didapatkan dengan mengeluarkan dana yang tidak sedikit yaitu sekitar Rp 200 juta rupiah hanya untuk bumbu bakmi saja. Pak Wahyu berhasil memperoleh bumbu penyedap bakmi dan 33 jenis hidangan lain, kendati cita rasanya tentu tak seratus persen menyamai bakmi GM. 2
Bud’s,ibid Sumber dari Brosur Bakmi Tebet
3
48
Pada bulan Januari tahun 2002 ia mulai membuka gerai bakmi di Menara Kadin. Lokasi itu diperoleh berkat pertemanannya dengan seorang pengusaha. Gerai pertama itu diberi nama “Langgara”. Omsetnya pada hari pertama sebanyak Rp 66.000. Tak lama kemudian dibukanya lagi satu warung dijalan Pemuda dengan omset hari pertama Rp 200.000.Kemudian menyusul gerai dikawasan Rawamangun Jakarta Timur, lalu dikawasan Setia Budi, Jakarta Selatan. Tapi gerai baru ini menggunakan nama “Bakmi Tebet” yang diambil dari sebuah nama kawasan yang berkonotasi Jakarta, untuk menciptakan kesan bagi orang yang berdomisili di luar Jakarta. Di bisnis bakminya pak Wahyu sengaja membidik kalangan menengah ke bawah. Hal ini berbeda dari beberapa rumah makan bakmi terkemuka yang lebih banyak menjadikan kalangan menengah ke atas sebagai target utama konsumen mereka. Pak wahyu mengambil peluang ini dengan menjual makanannya dengan harga yang relatif murah. 4 Untuk bisnis bakminya yang berada di luar Jakarta, bapak Wahyu menggunakan merek Bakmi Tebet dengan alasan bahwa biasanya segala sesuatu yang “berbau” Jakarta disukai oleh orang daerah, karena Tebet merupakan salah satu nama kawasan di Jakarta, maka Pak Wahyu memutuskan untuk menggunakan nama Bakmi Tebet bagi restaurannya diluar Jakarta.5 Walaupun Bakmi Tebet dan Bakmi Langgara merupakan satu produk yang sama, namun dalam pengelolaanya, tetap mempunyai manjemen dan strategi yang 4 5
Majalah sharing, bisnis waralaba Islami. Hasil wawancara langsung dengan Bapak Yusuf, Asisten Wahyu Saidi, 30 Juni 2010.
49
berbeda. Di karenakan target pasar yang berbeda pula. Meski bisnisnya terus berkembang pak wahyu mengaku masih menghadapi kendala terutama masalah keterbatasan sumber daya manusia. Saat ini banyak lulusan akademi pariwisata yang enggan masuk ke dapur mie miliknya. Sehingga ia memilih tenaga tamatan SMA yang bersedia menjadi karyawannya. Enam bulan pertama menggeluti bisnis ini, beliau masih ragu karena perekonomian mulai membaik, godaan kerja banyak, sementara penghasilan dibandingkan dengan tawaran hanya sekitar 30 %, sementara itu berjualan bakmi juga tifak mempunyai suatu kebanggaan. Setelah satu tahun berjalan, beliau mulai merasa senang dengan bisnis yang dijalaninya tetapi keraguan masih tinggi. Namun dibalik keraguan itu, beliau tetap berusaha terus untuk untuk mengembangkan bisnisnya dengan membuka cabang ke 5, penghsilan beliau setara dengan ataupun sebelum krisis moneter. Hal ini juga yang membuat semangat untuk terus ,membuka cabang lagi. Dan keyakinan berbisnis mulai dirasakan setelah membuka cabang yang ke 10. 6 Konsep waralaba mulai dikembangkan pada saat membuka cabang ke 11. Tapi sebenarnya lebih pada konsep Joint Operation, Partnership Waralaba
baru
dimulai ketika membuka cabang yang ke 12. Bagi mereka yang minat untuk berbisnis dimakanan ini cukup menyediakan dana sekitar kurang dari Rp 100 juta. Ia berkeyakinan modal akan kembali dalam waktu enam bulan sampai satu tahun apabila bisnis 6
Artikel KOMPAS, Wahyu dan “Virus” Wirausaha, 12 september 2005.
50
Bila ingin mencicipi pasar bakmi yang cukup besar, tawaran waralaba Bakmi tebet ini bisa menjadi pilihan. Modalnya relative terjangkau. Diharapkan usaha ini bias balik modal dalam waktun Sembilan bulan hingga 1,5 tahun. Dia memang bukan makanan asli Indonesia. Tapi panganan bernama bakmi ini sudah lekat dengan masyarakat Indonesia. Penggemarnya banyak dan tak kenal kasta. Abang becak maupun tukang ojek bisa menikmati bakmi pengkolan di gerobak. Ibu rumah tangga ataupun anak kos bias mencegat tukang bakmi keliling diperumahan mereka. Para bos pun biasa menyantapnya direstauran. 7 Tak heran ada banyak restaurant yang khusus menyajikan bakmi sebagai menu utama. Sebut saja bakmi GM yang sudah taka sing lagi ditelinga kita. Ada juga bakmi Gang Kelinci, Bakmi Japos, bakmi golek, hingga Bakmi Margonda. Diluar nama nama beken itu, diluar masih banyak rumah makan bakmi yang diam diam tumbuh membesar dikawasan jabotabek hingga ke berbagai daerah. Contohnya Bakmi langgara yang juga beken dengan nama Bakmi Tebet, dua merek dengan satu nama. 8 Sulur sulur bakmi tebet disekitar Jakarta sudah mencapai 32 cabang. Menu andalan Bakmi Tebet tak jauh beda denggan menu restaurant bakmi lain. Ada bakmi kuah, ada pula bakmi goreng dengan aneka varian. Tampilan dan rasanya mirip dengan bakmi GM namun dengan harga yang sedikit lebih murah. Wahyu Saidi 7
Wahyu saidi, asiknya berbisnis restaurant panduan untuk sukses, Penerbit: Enno Media
2007 h. 5 8
Nugroho Dewanto, Artikel “ Doktor Bakmi Waralaba “ Majalah Tempo no 40 /XXXIII/ 29 nov -5 des 2004
51
pemilik Bakmi Tebet mengakui bahwa bakmi GM masih menjadi patokan penggemar bakmi seluruh Indonesia.”bila tidak bisa menyamai bakmi GM, minimal kita bisa menyerupainya dengan racikan sendiri” kata bapak wahyu. Perkembangan cara waralaba Bakmi Langgara ini sangat cepat terutama diluar kota Jakarta khusus nya di pulau jawa dan luar pulau jawa. Hal ini dikarenakan bakmi ayam merupakan jenis makanan yang belum dikenal. Sehingga kompetitornya masih terbilang sedikit. Serta untuk pasar bakmi ayam ini diluar Jakarta dan diluar pulau Jawa terbuka lebar. Hal ini yang terlihat dari perkembangan cara waralaba ini adanya peningkatan permintaan bahan baku yang sangat signifikan serta dari royalty fee yang juga semakin meningkat. 9 Merek itu diciptakan agar mudah diingat orang karena berpengaruh pada persepsi yang akan terus diingat. Merk juga sebaiknya mengandung arti baik diciptakan sendiri maupun yang sudah diketahui umum. Karena arti itu berhubungan dengan produk yang ditawarkan pada konsumen. Wahyu mencontohkan nama bakmi langgara yang terkesan nuansa islamnya. Itu sengaja dilakukan karena selama ini makanan bakmi identik dengan makanan non-muslim pihaknya sendiri tidak bias mengklaim bakmi sebagai makanan umat muslim karena nantinya yang non-muslim tidak akan menyukai bakminya. 10
9
Skripsi Ulfa Treni Juliana, Analisis Sistem Waralaba Dilihat dari Transaksi Bisnis Syariah (Studi kasus Bakmi Langgara) hal 58 10
Koran harian Republika tgl 15 september 2004.
52
Pendirian restoran ini tidak pernah direncanakan secara akademis seperti: pemakaian grafik-grafik ROI dan planning tetapi pendirian restoran dimulai dari sebuah mimpi dan dibuat sesuatunya secar berbeda. Perkembangan restoran dipikirkan selama 24 jam sehingga bakmi berasal dari Jakarta bisa masuk ke Depok, Jabotabek, Bandung lalu Cirebon, Cilegon, Jateng, Pekanbaru serta Palembang. Tahapan-tahapan tersebut memerlukan pengetahuan managerial karena menyangkut SDM, distribusi, dan pengontrolan. 11 Untuk bisnis ini beliau memakai tenaga ahli di bidang managerial dan tenaga ahli untuk bumbu misalnya koki, tenaga untuk marketing dan pengembangan restaurant.Pemilihan lokasi restoran sebaiknya di jalan dan di dekat persimpangan ditengah keramaian, dekat sekolah favorit, dekat pasar, dekat pertokoan, tempat ibadah, dan bila perjalanan pulang berada di sebelah kiri jalan. Dalam mengembangkan bisnis bakmi langgara dan bakmi tebet bapak wahyu saidi melakukan beberapa cara yaitu: • Meningkatkan kemampuan karyawan antara lain dengan pelatihan • Memberi kompensasi yang memadai • Membuka cabang yang sebanyak-banyaknya • Memfokuskan pada masakan mie 12 Sampai dengan tahun 2005 bakmi Tebet dan Bakmi Langgara telah memilki 102 cabang, termasuk di 14 kota diluar Jakarta. Selain itu ekspansi Internasional juga 11 12
Majalah Sharing Bisnis waralaba Islami, grup langgara: intinya bagi hasil yang adil, h.112 Ibid hal. 61
53
dilakukan ditahun 2006 dengan membuka restauran baru di Kairo dan Mekah. Meski demikian, tidak hanya cerita sukses saja yang mengiringi perjalanan bisnisnya. Pada tahun 2007, bisnis Bakmi Tebet tidak berjalan baik. Namun hingga sekarang 19 cabang yang berada diluar Jakarta dan di Jakarta tetap beroperasi 13 . Menurut Pak Wahyu Saidi sebagai owner Bakmi Tebet, banyak cabang yang tutup dikarenakan salah pilih tempat yang strategis,masyarakat sudah jenuh dengan bakmi karena semakin banyak restaurant yang membuka bisnis dengan cirri khas bakmi, dan salah pilih partner merupakan kendala dalam pengembangan bisnisnya. Namun demikian bukan berarti bisnis Bakmi Tebet bangkrut, masa-masa sekarang adalah masa keterpurukan yang pasti suatu saat ada jalan keluar dan sukses seperti beberapa tahun lalu. Dengan banyaknya cabang yang tutup, manajemen Bakmi Tebet sekarang mulai lebih hati-hati dalam memilih franchisee sebagai rekan bisnis dalam mengelola waralaba Bakmi Tebet.
Pada tahun 2010, Pak Wahyu juga
mengembangkan sayap bisnisnya dengan membuka banyak usaha, seperti Taman Resto, Sari Bundo masakan Padang, My Way Steak, dan lain-lain.dari sini dapat kita lihat bahwa peluang bisnis selalu terbuka walaupun kita dalam keadaan terpuruk asalkan kita mau berusaha. Dari sisi Diferensiasi Pak Wahyu Saidi mampu menciptakan sesuatu yang berbeda dalam produknya. Dalam hal ini produk-produk atau menu makanan yang dijual Bakmi Tebet senantiasa mengikuti selera pasar dan selalu dilakukan inovasi. 13
Wawancara Pribadi dengan Bapak Yusuf Asisten Bapak Wahyu Saidi. 30 Juni 2010.
54
Walaupun pada mulanya Bakmi Tebet menyajikan menu makanan ala Bakmi GM, namun pada perjalanannya, Pak Wahyu Saidi pun melakukan berbagai inovasi baik dalam hal pelayanan, produksi dan bahkan dalam hal pemasaran. 14
B. Sistem pembayaran franchisee fee Sistem pembayaran franchisee fee pada waralaba bakmi Tebet tidak jauh berbeda dengan waralaba lainnya. Pak Saidi, selaku franchisor bakmi tebet menentukan jumlah franchisee fee yang harus dibayarkan oleh franchisee. Sistem pembayaran franchisee fee pada waralaba Bakmi Tebet adalah sebagai berikut: 1) Sebelum melakukan perjanjian waralaba, Pak Saidi menawarkan prospectus kepada franchisee, dimana prospectus tersebut adalah berkas penawaran yang diberikan oleh franchisor kepada calon franchisee. Dalam sebuah prospectus tersebut terdapat data-data yang berhubungan dengan usaha waralaba yang akan dijalankan. Data-data yang ada dalam perjanjian waralaba tersebut antara lain sebagai berikut: a. Unit bisnis yang ditawarkan, termasuk didalamnya target pasar yang akan dibidik b. Biaya-biaya yang akan dibutuhkan : termasuk didalamnya syarat lokasi untuk memulai usaha waralaba tersebut 14
Arwinto.P.Nugroho,dkk, Membedah Peta Persaingan Bisnis Bakmi Studi Kasus Bakmi Tebet, Penerbit: Enno Media, 2008. Hal 7-8.
55
c. Peruntukan dari franchisee fee, dimana franchisee fee tersebut termasuk pelatihan, termasuk pengadaan alat, dan perizinan untuk membuka usaha waralaba terebut kepada pihak-pihak yang terkait d. Jangka waktu kontrak, berapa lama seorang franchisee berhak memakai merek Bakmi Tebet 2) Langkah selanjutnya adalah meninjau langsung lokasi yang akan dijadikan tempat usaha Bakmi Tebet. Syarat dari lokasi waralaba tersebut haruslah lokasi yang strategis untuk memulai usaha dan berada ditengah keramaian masyarakat, mudah dijangkau dan tidak terletak di tempat terpencil. Mengenai lokasi yang akan dijadikan tempat usaha, manajemen Bakmi Tebet tidak ikut turun tangan didalamnya,franchisee sudah harus mempunyai lokasi dan tempat usaha sebelum bergabung dengan waralaba Bakmi Tebet. 3) Setelah melakukan penawaran prospectus dan calon franchisee setuju dengan prospectus yang ditawarkan, maka langkah selanjutnya adalah membuat perjanjian waralaba antara franchisor dengan franchisee. Dalam perjanjian waralaba tersebut, terdapat hak-hak dan kewajiban yang harus disepakati antara kedua belah pihak, antara lain: a. Franchisee wajib untuk membeli langsung bahan baku seperti bumbu-bumbu yang dibutuhkan, mie sebagai bahan utama, dari franchisor. Ini diharuskan untuk menyeragamkan rasa masakan yang tercipta di seluruh outlet bakmi Tebet. b. Franchisee wajib menjaga kualitas dan nama baik (brand image) franchisor
56
c. Franchisee wajib mengikuti standar operasi dan spesifikasi yang telah ditetapkan manajemen bakmi Tebet d. Manajemen bakmi Tebet berkewajiban melakukan pembinaan terhadap usaha yang dijalankan franchisee (operasional, manajemen, dan keuangan) serta memberikan pedoman operasi usaha yang dijalankan dan disepakati oleh para franchisee. 1. Langkah selanjutnya adalah meninjau langsung lokasi yang akan dijadikan tempat usaha Bakmi Tebet. Syarat dari lokasi waralaba tersebut haruslah lokasi yang strategis untuk memulai usaha dan berada ditengah keramaian masyarakat, mudah dijangkau dan tidak terletak di tempat terpencil. Mengenai lokasi yang akan dijadikan tempat usaha, manajemen Bakmi Tebet tidak ikut turun tangan didalamnya,franchisee sudah harus mempunyai lokasi dan tempat usaha sebelum bergabung dengan waralaba Bakmi Tebet. 2. Langkah terakhir sebelum usaha dijalankan adalah manajemen Bakmi Tebet mengadakan pelatihan (training) agar usaha yang dijalankan franchisee berjalan sesuai dengan standar operasi manajemen Bakmi Tebet.
Bakmi Tebet mulai beroperasi pada tahun 2001. Namun baru pada tahun 2003 Bakmi Tebet membuka kesempatan waralaba bagi masyarakat yang berminat untuk bergabung dengan manajemen Bakmi Tebet untuk mengelola restauran ini. Bagi calon franchisee yang berminat wajib membayarkan sejumlah franchisee fee kepada
57
manajemen Bakmi Tebet. Besarnya franchise fee waralaba Bakmi Tebet adalah sebagai berikut: 1. Pada tahun 2003 – 2007 besarnya franchise fee yang ditetapkan manajemen Bakmi Tebet adalah sebesar Rp 90.000.000 untuk masa kerjasama waralaba selama 5 tahun, dengan perincian sebagai berikut: a. Rp 50.000.000 sebagai kompensasi untuk Franchisor Bakmi Tebet atas pemanfaatan Hak atas Kekayaan Intelektual (Haki), dalam hal ini merek Bakmi Tebet yang dimanfaatkan franchisee Bakmi Tebet untuk menjalankan usahanya selama perjanjian kerjasama sebagai mitra waralaba berlangsung. b. Rp 40.000.000 sebagai uang pembelian barang sebagai modal awal usaha. Franchise fee ini tidak termasuk untuk sewa gedung atau bangunan untuk usaha bakmi Tebet ini, karena sudah menjadi kewajiban terwaralaba untuk menyediakan tempat untuk memulai usaha.Sebelum usaha berjalan, terwaralaba harus sudah membayar DP (Down Payment) sebesar 50% dari total franchise fee yang harus dibayarkan. Terwaralaba harus membayarkan sisa franchise fee tersebut setelah usaha berjalan. 2. Tahun 2008 hingga 2010 ini, Franchise Fee yang harus dibayarkan adalah sebesar minimal Rp 25.000.000. franchise fee ini masih bisa untuk dinegosiasikan kembali apabila dirasa cukup memberatkan calon terwaralaba.Aturan ini lebih bersifat fleksibel sehingga tidak membebankan franchisee. Dalam aturan pembayaran Franchise fee yang baru ini, francisee fee sepenuhnya dibayarkan kepada franchisor Bakmi Tebet sebagai kompensasi atas Hak atas Kekayaan
58
Intelektual (HaKI) dalam hal ini merek Bakmi Tebet yang dimanfaatkan franchisee Bakmi Tebet untuk menjalankan usahanya selama perjanjian kerjasama sebagai mitra waralaba berlangsung. Tidak diberlakukannya lagi uang Franchise fee untuk pembelian barang sebagai modal usaha yang diantaranya adalah bahan baku seperti mie, kwetiauw dan lain-lain yang merupakan bahan utama dalam usaha bakmi ini, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2007 yang digantikan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 yang pada intinya tidak mengizinkan kompensasi tidak langsung dalam bentuk moneter (indirect moneter compensation) yang salah satu isinya
adalah
dilarang mengambil keuntungan dari penjualan barang modal atau bahan mentah, bahan setengah jadi, yang merupakan satu paket dengan pemberian waralaba (exclusive purchase arrangement). Selain dari franchise fee, Manajemen Bakmi Tebet juga mengambil margin keuntungan dari penjualan bahan baku kepada terwaralaba. Pembelian bahan baku langsung dari manajemen bakmi Tebet dimaksudkan untuk menjaga kualitas bahan baku dan dimaksudkan agar tidak terjadi perbedaan rasa antara outlet-outlet Bakmi Tebet. Namun dalam pembelian bahan baku utama yang harus disuplay langsung dari Bakmi Tebet Pusat, Franchisor Bakmi Tebet memberi tahu margin yang diperoleh karena hal ini terkait dengan jual beli diantara dua mitra yang bekerjasama, apakah membeatkan atau tidak bagi satu sama lain.
59
Sistem Pembayaran Royalty Fee Sistem pembagian Royalty Fee pada waralaba Bakmi Tebet tidak jauh berbeda dengan usaha waralaba umumnya. Pak Wahyu Saidi selaku Owner brand Bakmi Tebet menetapkan royalty fee bagi rekan bisnisnya. Terwaralaba harus membayar Royalty fee yang besarnya 3,5% dari omset perbulan. Namun jika omset perbulan tidak mencapai 15 juta, maka terwaralaba tidak diharuskan membayar Royalty fee. Royalty fee yang ditetapkan manajemen Bakmi Tebet sebesar 3,5% diambil dari keuntungan kotor. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pak Wahyu Saidi, alasan yang mendasari royalty fee diambil dari keuntungan kotor adalah karena waralaba Bakmi Tebet mempunyai cabang dimana-mana, termasuk diluar kota, sehingga untuk memudahkan pak Wahyu Saidi dan rekan bisnisnya, maka royalty fee diambil dari keuntungan kotor dengan pertimbangan lebih mudah dihitung pembagian keuntungannya. Dan tentu saja, hal ini disetujui oleh semua franchisee Bakmi Tebet.
BAB IV ANALISIS
A. Analisis Pelaksanaan Sistem Waralaba Bakmi Tebet Secara Umum. 1) Analisis dari Bentuk Kerjasama. Bentuk kerjasama waralaba bakmi Tebet ini termasuk Musyarakah Al Abdan dan musyarakah Al Inan. Bentuk kerjasama waralaba Bakmi Tebet termasuk syirkah Abdan. Adapun pengertian syirkah abdan itu sendiri adalah perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih yang memiliki keahlian atau profesi yang sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dimana keuntungan dibagi bersama. Misalnya, kerjasama dua orang arsitek untuk menggarap proyek atau kerjasama dua orang penjahit untuk menerima order seragam kantor. Kesimpulannya adalah waralaba trmasuk syirkah abdan karena baik franchisor dan franchisee keduanya bekerjasama dalam menjual produk yang sama, yakni Bakmi. Kerjasama tersebut dalam bentuk franchisor memperbolehkan franchisee menjual bakmi dengan menggunakan merek Bakmi Tebet yang merupakan usaha milik franchisor dengan kompensasi berupa royalty fee. Waralaba Bakmi Tebet termasuk juga syirkah Al Inan. Dalam syirkah inan modal yang digabungkan oleh masing-masing pihak tidak harus sama jumlahnya, demikian juga halnya dalam soal tanggung jawab, kerja, keuntungan serta kerugian yang terjadi jumlahnya tidak harus sama dan dilakukan berdasarkan kontrak atau perjanjian. Jika dilihat dari pengertian tersebut dapat di simpulkan bahwa waralaba termasuk syirkah
60
61
Inan dengan persamaan antara lain modal yang dikeluarkan franchisor dengan franchisee dalam waralaba tidak sama besarnya. Selain itu, yang membuat waralaba termasuk syirkah inan adalah adanya perbedaan tanggung jawab kerja antara franchisor
dengan
franchisee
dimana
franchisor
bertanggungjawab
untuk
membimbing franchisee dalam usahanya sedangkan franchisee bertanggung jawab untuk menjaga nama baik usaha dengan merek Bakmi Tebet yang digunakannya. Selain itu waralaba termasuk syirkah Inan dikarenakan adalah keuntungan tidak harus sama, dalam hal ini franchisor Bakmi Tebet hanya memperoleh royalty fee 3,5% dari usaha Bakmi Tebet yang dijalankan franchisee, sedangkan sisanya merupakan keuntungan franchisee. Pada waralaba Bakmi Tebet agar terjadi persamaan rasa bakmi dan kualitas makanan yang diperdagangkan, ada beberapa barang yang wajib diambil dari pusat, yaitu: bakmi, kulit pangsit, bihun, kwetiauw, bakso ikan, bakso sapi, daging sapi, otak-otak, baso tahu, nasi tim, pempek, tekwan, cendol, sambal meja hijau sambal cabe merah, saos tomat meja, saos pangsit, saos mentega, saus tiram, kecap ikan, kecap asin, bumbu goring halus, bumbu mie aduk, bumbu kuah halus, box bermerk besar, box bermerk kecil, kantung plastik bermerk. Dari hal diatas diatas dapat kita analisis bahwa manajemen Bakmi Tebet sangat menjaga kualitas dan mutu produk yang di jual sehingga untuk bahan baku utama wajib dibeli dari Bakmi Tebet Pusat dengan margin yang diambil oleh franchisor diketahui franchisee sebagai bentuk adanya transparansi dalam waralaba Bakmi Tebet ini.
62
2) Analisis dari pembayaran franchise fee Pada waralaba Bakmi Tebet, franchise fee yang sudah dibayarkan dikelola oleh Manajemen Bakmi Tebet untuk membuka satu outlet baru dimana outlet tersebut berdiri dilahan yang sudah disediakan oleh pihak terwaralaba. Franchise fee tersebut digunakan untuk membantu mengiklankan outlet Bakmi Tebet yang dikelola terwaralaba agar lebih dikenal masyarakat. Selain itu Franchise fee tersebut digunakan untuk modal terwaralaba dalam membeli peralatan- peralatan yang dibutuhkan dalam bisnis makanan ini. Syarat-syarat yang harus dipenuhi calon terwaralaba untuk pembukaan cabang Bakmi Tebet adalah sebagai berikut: 1. Calon terwaralaba harus memiliki lokasi yang strategis dan mudah dijangkau. Strategis dalam artian lokasi usaha dekat dengan sentra bisnis atau pusat aktivitas khalayak. 2. Ruang minimum 100 m2. Sebagai restaurant yang terkonsep untuk keluarga, manajemen menetapkan ruang minimum 100 m2 dengan pertimbangan agar pelanggan merasa nyaman dengan restaurant yang cukup luas. 3. Calon terwaralaba diharuskan membayar uang muka tanda jadi sebesar 50% dari total franchise fee yang ditetapkan Bakmi Tebet Dengan pembayaran uang muka tanda jadi ini, calon terwaralaba berhak mendapatkan hal-hal sebagai berikut: a. Merek dagang Bakmi Tebet b. Format / pola usaha Bakmi Tebet
63
c. Program Pelatihan khusus berupa pelatihan usaha yang diberikan oleh manajemen. Penetapan Franchise fee Pada Waralaba Bakmi Tebet dari Tahun ke Tahun TAHUN
PENETAPAN FRANCHISE FEE
2003-2007
Rp 90.000.000
2007- sekarang (2010)
Minimal Rp 25.000.000
3) Analisis dari Pembagian Royalty fee Mekanisme bagi hasil antara franchisor dengan franchisee dapat dilihat dari pembagian Royalty fee pada waralaba Bakmi Tebet. Bagi hasil ini diambil dari omset penjualan selama sebulan. Pembayaran Royalty Fee pada waralaba Bakmi Tebet dilakukan Tanggal 10 setiap bulannya., dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Jika omset dibawah 30 juta rupiah, maka terwaralaba tidak usah membayar royalty fee sebesar 3,5%. walaupun omset penjualan dibawah Rp 30 juta franchisee masih tetap mendapatkan untung,namun tidak terlalu besar, sehingga manajemen memberikan kelonggaran dengan penentuan batasan royalty fee tersebut
yang
didasari oleh asumsi perhitungan yang sudah dilakukan
manajemen Bakmi Tebet. 2. Jika omset diatas 30 juta rupiah, maka terwaralaba harus membayar royalty fee sebesar3,5% dari omset penjualan.
64
Penetapan Royalty fee dari Tahun ke Tahun TAHUN
PENETAPAN ROYALTY FEE
2003-2009
3,5% dari omset penjualan sebesar Rp 15 juta
2010
3,5% dari omset penjualan sebesar Rp 30 juta
Skema Pembayaran Royalty fee pada Bakmi Tebet
Tidak bayar Royalty Fee
Dibawah Rp 30 juta
Pembenahan Manajemen
Franchisee rugi
Penangguhan pembayaran bahan baku
Omset penjualan
Pindah Lokasi
Diatas 30 juta
Rp
Bayar Royalty fee 3,5%
Dari skema diatas dapat kita lihat bahwa royalty fee pada bakmi Tebet bersifat fleksibel dari tahun ke tahun. hal ini dilakukan dengan perhitungan matang agar tidak merugikan franchisee. Jika ternyata dalam perjalananya franchisee menderita
65
kerugian dalam operasionalnya, menurut Manajer Operasional Bakmi Tebet Pusat, Bapak Abdul Hafiz, ada langkah-langkah yang yang akan dilakukan manajemen pusat kepada franchisee yakni: 1. Manajemen pusat akan melakukan pembenahan manajemen franchisee, dengan melakukan pemeriksaan laporan keuangan secara menyeluruh. 2. Jika dalam keadaan normal pembayaran bahan baku dilakukan cash saat barang diterima, maka dalam keadaan franchisee tidak memilki modal lagi untuk membeli bahan baku, manajemen Bakmi Tebet pusat memberikan keringanan berupa pembayaran cicilan bahan baku utama yang harus dibeli di pusat. 3. Jika langkah-langkah diatas tetap tidak bisa merubah kerugian franchisee maka langkah terakhir adalah pindah lokasi usaha, dimana franchisor tidak dikenakan biaya franchise fee seperti pada awal perjanjian waralaba. 4. Sesuai dengan perjanjian yang dilakukan antara pihak franchisor dan franchisee sebelum melakukan usaha, bahwa jika terjadi kerugian pada salah satu pihak dikarenakan bukan kesalahan dari pihak satu (franchisor) maka kerugian ditanggung sendiri pihak kedua ( franchisee) sebagai bagian dari resiko usaha. 1 Dari hal diatas penulis berkesimpulan bahwa manajemen Bakmi Tebet pusat sudah berusaha sebaik mungkin untuk membantu franchisee untuk keluar dari lingkaran kerugian, namun jika ternyata hal tersebut tidak berhasil maka kerugian ditanggung pihak franchise sebagai bagian dari resiko usaha. 1
Wawancara pribadi penulis dengan bapak Abdul Hafizh selaku Manajer Operasional Bakmi Tebet pada tanggal 25 september 2010.
66
B. Analisis Pelaksanaan Waralaba terkait dengan Prinsip keadilan Kerjasama dalam Islam. 1) Analisis dari pembayaran franchise fee ditinjau dari prinsip syariah. a. Franchise fee yang ditetapkan Bakmi Tebet sepanjang tahun 2003-2007 belum memenuhi prinsip syariah karena didalamnya franchisor
sudah
mengambil keuntungan berupa keuntungan dari penjualan bahan baku utama yang merupakan satu paket dengan pemberian waralaba (exclusive purchase arrangement) hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No 16 tahun 1997 tentang Waralaba yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang waralaba bahwa kompensasi tidak langsung dalam bentuk nilai moneter (indirect moneter compesansation) , dalam hal ini pengambilan keuntungan dari penjualan bahan baku sebagai bagian dalam franchise fee tidak diperbolehkan. b. Selain itu, jika dilihat dari bentuk kerjasama dalam Islam, atau syirkah, franchisee fee yang didalamnya franchisor sudah mengambil keuntungan berupa keuntungan dari penjualan bahan baku utama yang merupakan satu paket dengan pemberian waralaba (exclusive purchase arrangement) hal ini bertentangan dengan kaidah syirkah Abdan dan Inan yang dalam akadnya berisi bahwa pengambilan keuntungan diantara dua mitra yang bekerjasama (dalam hal ini franchisor dan franchisee) diperbolehkan setelah usaha bejralan,
tidak boleh mengambil keuntungan jika usaha belum berjalan.
67
Berbeda dengan pengambilan keuntungan atas pemanfaatan Haki (Hak Atas Kekayaan Intelektual) dalam franchise fee hal ini diperbolehkan sebagai kompensasi atas dipergunakannya Haki milik franchisor oleh franchisee yang ditegaskan dalam keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 1/Munas VII/MUI/15/2005 tentang Perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual. Firman Allah SWT tentang larangan memakan harta orang lain secara batil (tanpa hak) dan larangan merugikan harta maupun hak orang lain, antara lain sebagai berikut:
☺ ⌧ Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (Q.S AnNisa ayat 29)
c. Franchise fee yang ditetapkan Bakmi Tebet sepanjang tahun 2008 hingga saat ini, sudah memenuhi prinsip syariah karena franchise fee yang dibebankan franchisor kepada franchisee tidak terdapat kompensasi tidak langsung dalam bentuk nilai moneter (indirect moneter compesansation). Franchise fee dibebankan kepada franchisee sebagai
kompensasi atas pemanfaatan dan
penghargaan atas Hak atas kekayaan Intelektual yang telah dimiliki oleh franchiso. Hak atas kekayaan intelektual seseorang harus dihargai, hal tersebut
68
diperkuat dengan keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang diperkuat dengan beberapa pendapat, yakni sebagai berikut: Keputusan Majma al-Fiqih al-Islami Nomor 43(5/5) Muktamar V Tahun 1409 H/1988 M tentang al-Huquq al-Ma’nawiyyah. Pertama: Nama dagang, alamat dan mereknya, serta hasil ciptaan (karang mengarang) dan hasil kreasi adalah hak-hak khusus yang dimiliki oleh pemiliknya, yang dalam abad modern hak-hak tersebut mempunyai nilai ekonomis yang diakui orang sebagai kekayaan. Oleh karena itu hak-hak tersebut tidak boleh dilanggar. Kedua: Pemilik hak-hak nonmaterial, seperti nama dagang, alamat dan mereknya, serta hak cipta mempunyai kewenangan dengan sejumlah uang untuk terhindar dari berbagai ketidakpastian dan tipuan, seperti halnya dengan kewenangan seseorang terhadap hak-hak yang bersifat material. Ketiga: Hak cipta, karang mengarang, dan hak cipta lainnya dilindungi oleh syara’. Pemiliknya mempunyai kewenangan terhadapnya dan tidak boleh dilanggar. 2 d.
Franchise fee yang ditetapkan Bakmi Tebet tahun 2008 hingga saat ini tidak bertentangan dengan syarat-syarat dari syirkah inan dan syirkah abdan dimana dalam keduanya terdapat syarat bahwa keuntungan diambil saat perjanjian sudah berlangsung, dengan kata lain prinsip musyarakah dalam Islam juga melarang adanya
2
Adrian Sutedja., ibid h. 44-45
69
terdapat kompensasi tidak langsung dalam bentuk nilai moneter (indirect moneter compesansation) karena hal tersebut mendzolimi franchise sebagai mitra kerja. Hal ini tidak diperbolehkan sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Al Quran sebagai berikut: ☺
⌧ ⌧ ☺
Artinya: .”Dan
siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat
Dusta terhadap Allah?. mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan Para saksi akan berkata: "Orang-orang Inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim,( Q.S Al Huud ayat 18) 2) Analisis dari Pembagian Royalty fee (bagi hasil) ditinjau dari prinsip syariah a) Pembagian royalty fee ditinjau dari prinsip syariah sudah sesuai dengan .Islam Hal ini dapat disimpulkan bagi hasil antara antara franchisor dengan franchisee dengan ketentuan jika dibawah Rp 30 juta franchisee tidak harus membayar royalty fee ( bagi hasil) sebesar 3,5% karena sudah diperhitungkan bahwa dalam hal tersebut keuntungan franchise tidak banyak sehingga franchisor memaklumi dengan tidak membebankan royalty fee. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT sebagai berikut:
70
⌧
☺
⌧
⌧
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.(Q.S An Nahl : 90) b) Dalam pembagian keuntungan dalam bisnis, biasanya didasarkan pada bagi hasil sebagai berikut gross profit ( keuntungan kotor yang belum di kurangi biaya-biaya yang dikeluarkan selama usaha)
dan net profit (keuntungan bersih yang sudah
dikurangi oleh biaya-biaya selama usaha) namun Bakmi Tebet tidak mempergunakan dua perhitungan tersebut. Yang digunakan bakmi Tebet adalah bagi hasil yang diambil dari omset penjualan. Jika dilihat dari sudut pandang bisnis, hal ini tentu bisa merugikan franchisee karena belum jelas untung yang didapatkan tetapi sudah harus bagi hasil 3,5% omset penjualan kepada franchisor. Oleh karena itu, walaupun menggunakan perhitungan bagi hasil berdasarkan omset penjualan tetapi manajemen Bakmi Tebet mempunyai solusi yang baik bagi kedua belah pihak dan saling menguntungkan, yakni dengan adanya pembatasan omset penjualan yang dikenakan royalty feenya. Dan ketentuan bagi hasil ini tertulis dalam perjanjian
waralaba,
sehngga jika dihubungkan dengan musyarakah dalam Islam, kedua belah pihak sudah
71
tahu dan sama-sama rela karena syarat sahnya akad adalah tidak saling memaksa dan tidak saling mendzolimi, seperti hadist larangan berbuat zalim sebagai berikut: “Rasulullah SAW menyampaikan kutbah kepada kami; sabdanya:’ketauhilah : tidak halal bagi seseorang sedikitpun harta saudaranya dengan kerelaan hatinya…” (hadist riwayat H.R Muslim) c) Dalam hal pembelian bahan baku utama seperti mie dan bumbu-bumbu yang wajib dibeli dari manajemen Bakmi Tebet pusat, hal ini tidak bertentangan dengan kaidah kerjasama dalam Islam. Hal ini didasari bahwa yang harus diperhatikan adalah bahwa tujuan utama yang mengharuskan pembelian bahan baku utama di Bakmi Tebet pusat adalah agar terjadi keseragaman rasa di semua outlet Bakmi Tebet. Hal ini sejalan dengan Qawa’id fiqh
dalam hal “ Menghindarkan mufsadat didahulukan atas
mendatangkan maslahat”. Jika bahan baku utama tidak dibeli di satu tempat yang sama, maka akan terjadi perbedaan rasa dan kualitas makanan yang disajikan disetiap outlet Bakmi Tebet dan tentu saja ini dapat merusak image Bakmi Tebet dimata masyarakat sehingga akan merugikan bisnis franchisee juga. Bapak Abdul Hafizh selaku manajer operasional Bakmi Tebet menjamin tidak terjadi perbedaan harga signifikan dengan bahan baku yang ada dipasaran. Pembelian di pusat ini sematamata untuk menjaga konsistensi rasa yang sama di setiap cabang Bakmi Tebet. d) Pada perjanjian waralaba terdapat klausal yang tertulis bahwa franchisee wajib membeli bahan baku utama dipusat, dapat disimpulkan bahwa ini tidak melanggar kaidah bermusyarakah, karena kedua belah pihak saling mengetahui dan sama-sama rela sehingga tidak melanggar etika bisnis yang berlaku.
72
e) Pajak usaha ditanggung oleh franchisee karena dalam operasionalnya franchisee yang menjalankan usaha, sedangkan franchisor hanya mengontrol usaha tersebut tidak kleuar dari SOP (Standard Operasional Manual. Disini dapat kita analisis bahwa Manajemen Bakmi Tebet sangat memikirkan keuntungan dan kerugian partner bisnisnya dan tidak serta merta memikirkan keuntungan pemilik waralaba saja.Islam secara jelas menjelaskan ketulusan dan transparansi dalam bermuamalah (berbisnis). Alquran dengan tegas menekankan perlunya hal ini dalam nilai semua ukuran. Allah berfirman: ⌧ ⌧ ⌧ ☺ ⌧ ⌧ ☺ (143 : )ﻟﺒﻘﺮة Artinya :” Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.( Al Baqarah: 143). Dr Mustaq Ahmad mengatakan para pelaku bisnis Muslim diharuskan berhatihati agar jangan sampai melakukan tindakan yang merugikan dan membahayakan
73
orang lain dan atau malah merugikan dirinya sendiri akibat tindakan-tindakannya dalam dunia bisnis. Al Qur’an memperingatkan para pelaku bisnis yang tidak memperhatikan kepentingan orang lain, sebagaimana Islam juga memperingatkan sesuatu yang akan menimbulkan kerugian pada orang lain, dan bahwa itu bukan hanya tidak disetujui, tapi lebih dari itu, perilaku demikian sangatlah
dikutuk. 3
Menghalalkan segala cara dalam rangka meraup keuntungan yang sebesar-besarnya, sekalipun mengorbankan hak-hak orang lain adalah manisfestasi sikap keserakahan yang muncul karena banyak mengikuti nafsu setan. Singkatnya, seorang pelaku bisnis hendaknya menghindari dan menahan diri dari bisnis yang tidak menguntungkan dan jangan sampai melakukan sebuah bentuk kedzaliman atau perampasan hak orang lain, sebab tindakan ini hanya akan menimbulkan kerugian yang pasti. Muamalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya dalam urusan untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik. Dari pengertian tersebut, bentuk kegiatan bisnis apapun termasuk dalam muamalat yang dalam prakteknya dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan manusia. Hal ini isebabkan persoalan muamalah dalam al-Qur’an dan asSunnah dijelaskan secara global dan umum saja. Dengan demikian Allah memberikan kesempatan pada matnya untuk melakukan inovasi terhadap berbagai bentuk muamalah, selama tidak keluar dari prinsip-prinsip usaha yang telah ditentukan dalam
3
Hermawan Kartajaya, dkk, Syariah Maketing,(Bandung: PT.Mizan Pustaka, 2006) h. 117-
118
74
Islam. 4 Dapat disimpulkan bahwa waralaba Bakmi Tebet sudah menjalankan usaha waralabanya sesuai dengan syariat Islam, yang pada dasarnya adalah untung dan rugi ditanggung bersama, dan tidak keluar dari prinsip-prinsip syariat Islam . C. Respon Franchisee terhadap Franchise fee dan Royalty fee Yang Diterapkan Bakmi Tebet. C1. Identitas Responden Dalam penelitian ini menggunakan tujuh (7) buah item pertanyaan sebagai data responden. Data responden tersebut adalah nama cabang, pimpinan cabang,jenis kelamin, alamat cabang, pengetahuan tentang waralaba Bakmi Tebet, lama bergabung dengan manajemen Bakmi Tebet, besar Franchise fee saat bergabung, dan sistem pembayaran Franchise fee pada saat bergabung.Gambaran identitas responden tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Nama Cabang Responden
Nama Cabang
1 2 3 4 Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner
Bakmi Tebet ITC Depok Bakmi Tebet Anyer Bakmi Tebet Blora Bakmi Tebet Depok
4
Muchlish Usman, Kaidah-Kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1997),h.119
75
Tabel 1.1 menunjukkan Responden berasal dari cabang yang berbeda-beda, yang tersebar di seluruh Indonesia. Satu cabang berada diluar kota Jakarta, yaitu cabang Blora. Sisanya, berada di dalama wilayah Jakarta.
Tabel 1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Pria 3 Wanita 1 Total 4 Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner
Persentase (%) 75 25 100
Dari tabel 1.2 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang berjenis kelamin pria sebanyak 3 orang (75%) dan jumlah responden yang berjenis wanita sebanyak 1 orang (25%). Tabel 1.3 Gambaran Identitas dan Karateristik Pengetahuan Franchisee (Menurut Pengetahuan tentang Adanya Waralaba Bakmi Tebet) Sumber Pengetahuan
Frekuensi
Persentase (%)
Teman Brosur/Majalah/Koran Media Televisi Media Internet
4 0 0 0
100 0 0 0
76
Total 4 Sumber: Hasil pengolahan kuesioner
100
Dari tabel 1.3 dapat dilihat bahwa semua responden (100%) mengetahui adanya waralaba Bakmi Tebet dari teman. Dari tabel ini pula dapat kita lihat bahwa manajemen Bakmi Tebet harus lebih banyak mempromosikan waralaba Bakmi Tebet melalui media brosur, majalah, televisi dan internet, agar lebih efektif untuk menjaring franchisee baru. Tabel 1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bergabung dengan Manajemen Bakmi Tebet Lama Bergabung
Frekuensi
Persentase (%)
3 1
75 25
4
100
Kurang dari 1 Tahun 1-5 Tahun 5-10 Tahun Lebih dari 10 Tahun Total Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner
Dari tabel 1.4 dapat dilihat bahwa distribusi responden berdasarkan lama bergabung dengan manajemen Bakmi Tebet sebanyak 3 orang responden (75%) mengaku bergabung dengan manajemen Bakmi Tebet dalam rentang waktu 1-5 tahun, diikuti dengan satu orang responden (25%) yang sudah bergabung dengan manajemen Bakmi Tebet dengan rentang waktu lebih dari 5 tahun. Tabel 1.5 Distribusi Responden Berdasarkan Franchise Fee
77
yang Dibayarkan kepada Manajemen Bakmi Tebet Besar Franchise Fee
Frekuensi
Persentase (%)
Rp 20-25 juta Rp 50-75 juta Rp 75-100 juta Lebih dari Rp 100 juta Total Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner
0 1 1 2 4
0 25 25 50 100
Dari tabel 1.4 dapat dilihat bahwa besarnya franchise fee yang responden bayarkan kepada manajemen Bakmi Tebet berbeda-beda antara satu responden dengan yang lain. Sebanyak 1 responden (25%)
membayar franchise fee
sebesar (Rp 50-75 juta), sedangkan 1 responden membayar franchise fee berkisar antara Rp75-100 juta, dan 2 responden (50%) mengaku membayar franchise fee lebih dari Rp 100 juta. Dapat kita simpulkan bahwa setiap cabang tidak sama dalam pengenaan Franchise fee, hal ini dikarenakan kebutuhan setiap cabang berbeda, walaupun pada dasarnya besar franchise fee diawal perjanjian ditetapkan sebesar Rp 25 juta sampai Rp 90 juta, tetapi hal ini masih bisa dinegosiasikan dengan franchisee. Manajemen Bakmi Tebet sangat terbuka dengan hal ini, dengan tujuan agar tidak memberatkan pihak franchisee. Tabel 1.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sistem Pembayaran Franchise Fee Sistem Pembayaran Franchise Fee Angsuran
Frekuensi
Persentase (%)
0
0
78
Tunai Total Sumber: Hasil Pengolahan kuisioner
4 4
100 100
Dari table 1.6 dapat kita lihat bahwa semua responden (100%) mengaku bahwa mereka membayar tunai franchise fee yang ditetapkan manajemen Bakmi Tebet, walaupun pada dasarnya manajemen Bakmi Tebet memperbolehkan franchisee membayar franchise fee secara angsuran jika sudah mendapatkan keuntungan dalam usaha waralaba ini. Tabel C.2. Tanggapan Responden atas Gambaran Umum dan Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Waralaba dan Kerjasama dalam Islam Untuk tanggapan responden ini, metode yang digunakan adalah dengan memberikan sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan konsep waralaba dan konsep kerjasama dalam Islam dengan empat alternatif jawaban, yaitu: a. Tidak Paham
c..Paham
b. Kurang Paham
d. Sangat Paham Tabel 2.1 Distribusi Responden Berdasarkan
Pemahaman Responden Mengenai Waralaba Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Paham Kurang Paham Paham Sangat Paham Total
0 0 4 0 4
0 0 100 0 100
79
Sumber: Hasil Pengolahan kuisioner Dari tabel 2.1 dapat kita lihat bahwa semua responden paham dengan istilah waralaba. Dari hasil wawancara didapatkan keterangan bahwa sebelum bergabung dengan usaha waralaba mereka mempelajari terlebih dahulu tentang waralaba dan berbagai aspek didalamnya, untuk membuat mereka lebih yakin sebelum bergabung dengan manajemen Bakmi Tebet. Tabel 2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Responden Mengenai Konsep Franchise Fee pada Waralaba Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Paham Kurang Paham Paham Sangat Paham Total Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner
0 2 2 0 4
0 50 50 0 100
Dari table 2.2 dapat kita simpulkan bahwa sebanyak 2 responden atau 50% dari total responden mengaku kurang paham dengan konsep Franchise fee. Kurang paham disini
maksudnya
adalah bahwa
meereka
kurang
menguasai
pengetahuan tentang diperuntukkan untuk apa saja franchise fee
itu
dialokasikan. Berdasarkan hasil wawancara sebagian responden mereka mengaku bahwa berdasarkan pengetahuan mereka, franchise fee ini hanya untuk membayar merek yang mereka gunakan dalam usaha mereka, dan membeli bahan-bahan penunjang usaha Bakmi Tebet ini. Padahal dengan membayar franchise fee ini, mereka juga mendapatkan pelatihan dari
80
manajemen Bakmi Tebet selain itu, manajemen Bakmi Tebet juga melakukan promosi bagi setiap cabang Bakmi Tebet yang baru buka dengan cara menyebar brosur dan iklan.
Tabel 2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Responden Mengenai Konsep Royalty Fee pada Waralaba Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Paham Kurang Paham Paham Sangat Paham Total Sumber: Hasil Pengolahan Quisioner
0 1 3 0 4
0 25 75 0 100
Dari Tabel 2.3 dapat kita lihat sebanyak 1 orang responden (25%) mengaku kurang paham dengan konsep royalty fee sedangkan sisanya sebanyak 3 responden (75%) mengaku paham dengan konsep royalty fee dalam usaha waralaba. Ini menandakan bahwa sebagian besar responden sebelum memutuskan untuk bergabung dengan usaha waralaba, dalam hal ini waralaba Bakmi Tebet, sudah mempelajari terlebih dahulu pengetahuan waralaba dan istilah-istilah yang ada didalamnya seperti royalty fee dan franchise fee. Tabel 2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman
81
Responden Mengenai Konsep Waralaba dalam Perspektif Islam Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Paham Kurang Paham Paham Sangat Paham Total Sumber: Hasil Pengolahan kuisioner
1 3 0 0 4
25 75 0 0 100
Dari Tabel 2.4 dapat kita simpulkan bahwa tingkat pemahaman responden mengenai konsep waralaba dalam perspektif Islam berbeda-beda antara satu sama lain. Sebanyak 1 orang responden (25%) mengaku tidak paham dengan konsep waralaba dalam perspektif Islam dikarenakan tidak pernah mendalami konsep waralaba dalam perspektif Islam.Islam.Sedangkan sisanya sebanyak 3 responden (75%) mengaku paham mengenai konsep waralaba dalam perspektif Islam, dimana konsep waralaba dalam perspektif Islam tersebut adalah sangat menjunjung tinggi konsep keadilan dalam berbagai usaha termasuk didalamnya usaha waralaba Tabel 2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Responden Mengenai Konsep Keadilan Kerjasama secara Umum
Alternatif Jawaban
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Paham Kurang Paham Paham Sangat Paham
0 0 4 0
0 0 100 0
82
Total Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner
4
100
Dari Tabel 2.5 mengenai seberapa besar pemahaman responden mengenai konsep keadilan kerjasama secara umum semua responden (100%) mengaku paham dengan konsep keadilan kerjasama secara umum.
Tabel D.3 Respon Responden terhadap Penetapan Franchise fee dan Pembagian Royalty Fee yang Diterapkan Manajemen Bakmi Tebet Untuk tanggapan responden ini, metode yang digunakan adalah dengan memberikan sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan kepuasan responden terhadap Penetapan Franchise fee dan Royalty Fee yang diterapkan oleh manajemen Bakmi Tebet, dengan beberapa alternatif jawaban yang disesuaikan dengan pertanyaan yang diajukan. Tabel 3.1 Pendapat Responden Mengenai Besarnya Franchise Fee yang Dibayarkan Pendapat Responden
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju Total Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner
0 1 3 0 4
0 25 75 0 100
83
Dari Tabel 3.1 dapat di simpulkan bahwa sebanyak 1 orang responden (25%) mengaku kurang setuju dengan besarnya franchise fee yang dibayarkan diawal perjanjian, alasan yang mendasarinya adalah belum diberlakukannya DP (Down Payment) ketika bergabung sehingga dirasa terlalu berat untuk membayar scara tunai.sedangkan sisanya 3 responden (75%) mengaku setuju dengan besarnya franchise fee yang harus dibayarkan kepada Manajemen Bakmi Tebet. Berdasarkan hasil wawancara, mayoritas responden setuju dengan besarnya franchise fee yang harus dibayarkan karena sesuai dengan yang didapatkan, seperti responden (dalam hal ini franchise) mendapatkan peralatan-peralatan masak untuk menunjang usahanya yang notabene restoran bakmi.
Tabel 3.2 Pendapat Responden Mengenai Konsep Keadilan Terhadap Besarnya Franchise Fee yang Harus Dibayarkan Pendapat Responden Frekuensi Persentase (%) Tidak Adil Kurang Adil Adil Sangat Adil Total Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner
0 1 3 0 4
0 25 75 0 100
Dari Tabel 3.2 menunjukkan bahwa 1 orang responden (25%) mengaku bahwa penetapan franchise fee kurang adil, dengan alasan tidak sesuai ekspetasi dengan apa yang didapatkan ketika bergabung.Sedangkan mayoritas responden (75%) mengaku bahwa penetapan franchise fee yang ditetapkan oleh
84
manajemen Bakmi Tebet adil bagi mereka. Mayoritas responden setuju dengan besarnya franchise fee yang dibayarkan dan merasa adil karena dengan membayar franchise fee yang jumlahnya cukup besar tersebut, responden juga mendapatkan lisensi atau merek Bakmi Tebet yang sudah dikenal masyarakat, sehingga memudahkan mereka untuk memulai usahanya.
Tabel 3.3 Pendapat Responden Mengenai Kepuasan Responden Terhadap Besarnya Franchise Fee yang Harus Dibayarkan Pendapat Responden
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Puas Kurang Puas Puas Sangat Puas Total Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner
0 1 3 0 4
0 25 75 0 100
Dari Tabel 3.3 dapat kita lihat bahwa mayoritas responden (75%) mengaku puas dengan besarnya franchise fee yang harus dibayarkan kepada manajemen Bakmi Tebet. Hanya satu responden (25%) yang kurang puas dengan besarnya franchise fee yang harus dibayarkan, terkait dengan ekspetasi yang terlalu tinggi bahwa dengan membayar franchise fee yang sudah ditetapkan franchisee akan mendapakan terus-menerus pelatihan dari manajemen. Tabel 3.4 Pendapat Responden Mengenai Besarnya Royalty Fee
85
yang Ditetapkan Manajemen Bakmi Tebet Pendapat Responden
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Setuju Kurang Setuju Setuju Sangat Setuju Total Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner
0 0 4 0 4
0 0 100 0 100
Dari Tabel 3.4 Mengenai pendapat responden terhadap besarnya royalty fee yang ditetapkan manajemen Bakmi Tebet, dapat diambil kesimpulan bahwa semua responden (100%)
setuju dengan besarnya royalty fee yang harus
dibayarkan kepada manajemen Bakmi Tebet. Berdasarkan hasil wawancara, responden mengaku setuju karena royalty fee merupakan hak franchisor sebagai pemilik waralaba dan sudah seharusnya franchisee membayar hak tersebut dari hasil usahanya. Tabel 3.5 Pendapat Responden Mengenai Konsep Keadilan Terhadap Besarnya Royalty Fee yang Harus Dibayarkan Pendapat Responden
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Adil Kurang Adil Adil Sangat Adil Total Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner
0 1 3 0 4
0 25 75 0 100
86
Dari Tabel 3.5 mengenai pendapat responden terhadap konsep keadilan terhadap besarnya royalty fee yang harus dibayarkan, mayoritas responden (75%) mengaku bahwa besarnya royalty fee yang harus dibayarkan adil bagi mereka. Adil disini maksudnya adalah bahwa royaty fee yang ditetapkan tidak memberatkan responden. Dengan besarnya royalty fee sebesar 3,5% dari omset kotor perbulan yang harus dibayarkan kepada manajemen Bakmi Tebet, responden tetap mendapatkan keuntungan yang lumayan.sedangkan satu orang responden merasa kurang adil dengan royalty fee yang harus dibayarkan setiap bulannya, karena keuntungan yang didapatkan masih sedikit sehingga terasa berat untuk membayar kewajiban royalty fee tersebut. Tabel 3.6 Pendapat Responden Mengenai Kepuasan Responden Terhadap Penetapan Royalty Fee sebesar 3,5%
Pendapat Responden
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Puas Kurang Puas Puas Sangat Puas Total Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner
0 0 4 0 4
0 0 100 0 100
Dari Tabel 3.5 dapat disimpulkan bahwa semua responden (100%) mengaku puas dengan penetapan royalty fee sebesar 3,5% dari omset kotor. Walaupun pada Tabel 3.4 terdapat satu responden yang berpendapat kurang adil dengan
87
penetapan royalty fee, namun jika berbicara tentang kepuasan, semua responden berpendapat sama, yaitu puas dengan penetapan royalty fee karena royalty fee sebesar 3,5% bersifat fleksibel, yaitu jika omset dibawah Rp 15 juta perbulan maka franchisee tidak diharuskan membayar royalty fee kepada manajemen Bakmi Tebet. Inilah yang membedakan antara waralaba Islami dengan waralaba pada umumnya. Pada konsep waralaba yang umum, untung ataupun rugi, franchisee tetap harus membayar royalty fee, berbeda dengan waralaba Islami yang lebih adil dalam penetapan franchise fee dan royalty fee. Tabel 3.7 Pendapat Responden Mengenai Kinerja Manajemen Bakmi Tebet Pendapat Responden
Frekuensi
Persentase (%)
Tidak Bagus Kurang Bagus Bagus Sangat Bagus Total Sumber: Hasil Pengolahan Kuisioner
0 0 4 0 4
0 0 100 0 100
Dari Tabel 3.6 Mengenai pendapat responden mengenai kinerja manajemen Bakmi Tebet,semua responden berpendapat (100%) berpendapat bahwa kinerja manajemen Bakmi Tebet bagus. Berdasarkan hasil wawancara di dapatkan kesimpulan bahwa responden sangat terbantu dengan adanya pelatihanpelatihan yang diberikan kepada manajemen Bakmi Tebet, seperti pelatihanpelatihan untuk mempromosikan cabang-cabang yang baru buka, pelatihan-
88
pelatihan untuk melatih koki baru yang dipekerjakan di cabang-cabang yang dikelola franchisee, dan banyak lainnya.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Sistem waralaba Bakmi Tebet tidak bertentangan dengan konsep musyarakah secara Islami, sistem waralaba Bakmi Tebet ini sejalan dengan konsep musyarakah Al Abdan dan Al Inan dimana pada kedua konsep tersebut terdapat unsur keadilan dan kerelaan diantara dua pelaku bisnis yang saling bekerjasama, dalam hal ini antara franchisor sebagai pemilik waralaba Bakmi Tebet dan franchisee sebagai mitra usaha. 2. Franchise fee yang di tetapkan Bakmi Tebet sepanjang tahubn 2003-2007 belum memenuhi prinsip syariah, karena didalamnya franchisor Bakmi Tebet sudah mengambil keuntungan dari penjualan bahan baku utama yang merupakan satu paket dengan pemberian waralaba (exlusive purchase arrangement), hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No 16 tahun 1997 tentang waralaba bahwa kompensasi tidak langsung dalam bentuk moneter tidak diperbolehkan, karena kerjasama belum berjalan. Namun sejak tahun 2008 hingga kini dalam waralaba Bakmi Tebet tidak terdapat unsur eksploitasi antara franchisor terhadap franchisee, yang terjadi adalah kesetaraan yang saling menolong dan membutuhkan. Hal ini dapat dilihat dalam penetapan franchise fee. Waralaba Bakmi Tebet menetapkan franchise fee yang bersifat fleksibel yang memudahkan calon franchisor untuk bergabung. Fleksibel disini adalah
pihak waralaba Bakmi Tebet tidak
menetapkan aturan yang baku mengenai franchise fee yang harus dibayarkan
88
89
kepada franchisor. Besar franchise fee disesuaikan dengan kemampuan franchisor namun disesuaikan pula dengan standar yang dibutuhkan.hal ini juga sejalan dengan prinsip keadilan dan kerelaan dalam bertransaksi secara Islami. Dalam penetapan franchise fee, franchisor berusaha bersikap seadil mungkin dan bersikap transparan kepada franchisee terhadap franchise fee yang telah dibayarkan. Dalam hal pembagian royalty fee, waralaba Bakmi Tebet pun sudah sejalan dengan prinsip keadilan kerjasama dalam islam. Dimana dalam waralaba terdapat unsure penghargaan atas karya cipta orang lain, penghargaan tersebut tidak sebatas jargon belaka, akan tetapi dalam bentuk riil yaitu membayar royalty fee yang dalam hal ini merupakan hak dari franchisor waralaba Bakmi Tebet. Dan besar royalty fee yang harus dibayarkan franchisee pun disesuaikan dengan prinsip keadilan. Prinsip keadilan disini makasudnya adalah bahwa manajemen waralaba Bakmi Tebet tidak menetapkan royalty fee yang besar agar tidak membebani franchisee, besar royalty fee pun hanya sebesar 3,5 % dari omset kotor franchisee. Bahkan jika omset franchisee kurang dari Rp 30 juta sebulan, franchisee tidak harus membayar royalty fee kepada franchisor. 3. Berdasarkan angket yang penulis sebarkan kepada beberapa franchisee Bakmi Tebet dapat diambil kesimpulan bahwa
besarnya franchise fee yang
ditetapkan manajemen Bakmi Tebet pada setiap cabangnya tidak sama satu sama lain bergantung pada biaya yang dibutuhkan untuk membuka suatu cabang. Dan dalam penetapan Franchise fee ini
75% responden yang
merupakan franchisee waralaba Bakmi Tebet mengaku puas dengan besar
90
franchisee fee yang dibayarkan karena bersifat fleksibel. Mengenai royalty fee yang dibebankan yaitu sebesar 3,5 % dari omset kotor, 75% responden mengaku puas dan tidak berkeberatan dengan penetapan royalty fee tersebut dengan alasan bahwa royalty fee adalah hak franchisor dan itu merupakan kewajiban mereka untuk membayarnya. Mengenai kinerja manajemen Bakmi Tebet, 100% responden mengaku puas dengan kinerja manajemen Bakmi Tebet karena secara berkala selalu memberikan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan franchisee dalam mengelola cabang Bakmi Tebet.
B. Saran 1. Saran untuk manajemen Bakmi Tebet agar lebih banyak mempromosikan waralaba Bakmi Tebet lewat berbagai media seperti televisi dan internet agar semakin banyak orang tertarik untuk menjadi Franchisee Bakmi Tebet sehingga membangkitkan kembali waralaba Bakmi Tebet yang pernah berjaya pada tahun 2005 silam. 2. Saran untuk manajemen Bakmi Tebet mengenai penetapan franchise fee dan royalty fee agar selalu mengedepankan nila-nilai keadilan dan transparansi didalamnya, sehingga dapat menjalin hubungan bisnis yang harmonis antara franchisor dan franchisee serta untuk mendapat ridho Allah SWT. 3. Saran untuk manajemen bakmi Tebet jika dimungkinkan dalam bagi hasil keuntungan di ambil dari net profit ataupun gross profit yang berlaku umum dan lebih adil bagi franchisor dan franchisee.
DAFTAR PUSTAKA Al Qur’anul al Karim Arikunto,Suharsimi Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2002
PT
Artikel KOMPAS, Wahyu dan “Virus” Wirausaha 12 September 2005 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Budi, Darmawan Suseno,Waralaba Syariah, Jakarta: Cakrawala,2008, Brosur Bakmi Tebet Dewanto, Nugroho, “ Doktor Bakmi Waralaba” Des 2004.
Tempo No 40/XXX/III/29Nov-5
Hakim, Lukman Info Lengkap Waralaba, Jakarta: PT.Buku Kita, 2008 Iqbal, M Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi dan Aplikasinya, Jakarta: Ghalianesia, 2002 Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, Jakarta: Bumi Aksara, 2008 Majalah Sharing Bisnis waralaba Islami, grup langgara: intinya bagi hasil yang adil. Mendelshon, Martin, Franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee, Jakarta: PT Pustaka Binaman Press Indo 1993. Muslim, Era“Media Islam Rujukan” dikutip pada 11 Agustus 2010 dari www.eramuslim.com/.../hadist-hadist-tentang-keutamaan-dan-keadilansahabat.htm Naika “Etika Bisnis dalam Islam” artikel diakses pada 24 Maret 2010 dari http://naika-permata.blogspot.com/2009/12/etika-bisnis-dalam-islam.html Pramono, Peni Cara Memilih Waralaba yang Menjanjikan Profit, Jakarta: PT.Elex Media Komputindo, 2007. P.Arwinto Nugroho,dkk, Membedah Peta Persaingan Bisnis Bakmi Studi Kasus Bakmi Tebet, Jakarta : Enno Media, 2008 Setiadi,Jaya ”Yuk Bisnis” artikel diakses pada 27 Desember 2009 http://yukbisnis.com/content/view/116/47/ .
91
dari
92
Sutedi, Andrian Hukum Waralaba, Jakarta: Ghalia Indonesia 2008. Syafii,Antonio Bank syariah dari teori ke praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2005 Treni, Ulfa Juliana” Analisis Sistem Waralaba Dilihat dari Transaksi Bisnis Syariah (Studi Kasus Bakmi Langgara)” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009. Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum, Buku Pedoman Penulisan Skripsi Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum 2007 Wikipedia, diakses pada 9 April 2010 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Waralaba
LAMPIRAN 1 HASIL WAWANCARA Nama
: Dr.Ir.H.Wahyu Saidi,Msc
Jabatan
: Pemilik Waralaba Bakmi Tebet
Tempat
: Kampus A Universitas Negeri Jakarta
Tanggal
: 5 Mei 2010
Pukul
: 17.00-17.35
1. P: Bagaimana sistem pembayaran franchisee fee pada waralaba Bakmi Tebet? J : pembayaran franchise fee pada waralaba bakmi Tebet sama pada waralaba umumnya. Awal berdirinya Bakmi Tebet ini, kami menetapkan franchise fee sebesar Rp 90 juta dengan rincian untuk uang muka tanda jadi Rp 50 juta dan untuk uang pembelian barang Rp 40 juta. Namun sejak tahun 2008, kami akhirnya menetapkan besar franchise fee tidak mengikuti standar baku, maksudnya lebih bersifat fleksibel tergantung kondisi keuangan calon franchisee. Namun besaran franchise fee pada setiap cabang yang akan dibuka berbeda-beda, tergantung tingkat kesulitan dan kemampuan dari pihak franchisee itu sendiri. 2. P : Bagaimana sistem pembagian royalty fee pada waralaba Bakmi Tebet? J : Besar royalty fee yang kami tetapkan adalah sebesar 3,5% dari omset bruto, dengan ketentuan omset dibawah Rp 15 juta sebulan tidak harus membayar royalty fee karena menurut perhitungan omset pada kisaran tersebut sudah pasti untungnya kecil seehingga tidak dibebankan royalty fee 3. P: Bagaimana tata cara pembayaran royalty fee? J : Royalty fee pada waralaba Bakmi Tebet dibayar setiap tanggal 10 setiap bulannya. Hal ini berlaku sama bagi setiap cabang Bakmi Tebet.
4. P : Apakah selama usaha berjalan ada franchisee yang kurang lancar dalam pembayaran royalty feenya? J : Alhamdulillah sejauh ini masih lancar-lancar saja pembayaran royalty feenya walaupun sejak tahun 2007 banyak cabang kami yang tutup, bahkan hampir dikatakan setengah dari cabang kami tutup, namun cabang-cabang yang masih bertahan tidak bermasalah dalam pembayaran royalty fee nya, kalaupun ada yang bermasalah persentasinya hanya 1% dari keseluruhan cabang. 5. P : Adakah persentase Return on Investment dari pak saidi selaku franchisor kepada franchisee? J : untuk bergabung dengan waralaba Bakmi Tebet kami tidak memberikan analisis ataupun presentasi Return on Investment (ROI) karena tidak sesuai dengan nilai Islami. Jika kami memberikan analisis ROI maka kami memberikan imingiming dan kepastian untung yang dalam Islam kita tidak diperbolehkan karena usaha saja belum berjalan sehingga sama saja memberikan janji kosong. 6. P : Apakah menurut bapak, selaku pemilik waralaba bakmi Tebet, usaha bapak ini sudah menanamkan nilai-nilai Islami didalamnya? J : Jika kita berbicara tentang usaha waralaba, pada dasanya waralaba itu sendiri tidak bernilai Islami, karena waralaba itu berasal dari barat, dalam sistem waralaba sebenarnya, franchisee sebagai pembeli hak merek suatu waralaba tertentu, tetap harus membayar royalty fee dalam keadaan apapun baik untung maupun rugi. Saya berusaha memodifikasi prinsip-prinsip waralaba dengan prinsip-prinsip Islami. Salah satunya dengan cara penetapan royalty fee yang tidak terlalu besar dan ada batasal minimal keuntungan yang tidak dikenakan royalty fee yaitu sebesar Rp 15 juta sebulan. 7. P : Apakah bapak tetap untung dengan penetapan royalty fee yang menurut saya terlalu kecil untuk standar waralaba? J : Saya mengambil untung tidak hanya dari royalty fee saja, tetapi juga dari bahan baku utama yang dibeli franchisee langsung dari manajemen Bakmi Tebet, seperti misalnya bakmi, kulit pangsit, bihun, kwetiauw dan lain-lain. Saya mengambil
untung dari bahan-bahan tersebut karena saya mengelola sendiri pembuatan mie misalnya, agar terjadi keseragaman rasa mie dari semua cabang Bakmi Tebet. Jadi sejauh ini, hasilnya boleh dikatakan baik. 8. P : Bagaimana bapak, menyikapi banyak cabang –cabang yang tutup semenjak tahun 2007 silam? J : Pada dasanya usaha ini tidak selamanya berjalan lancar. Banyak cabang yang tutup dikarenakan sebagian besar franchisee tidak ulet dalam menjalankan bisnisnya. Ada yang mempunyai modal besar namun tidak bisa menjalankannya, selain itu salah pilih lokasi dan kontrak tempat sudah habis ikut andil didalamnya. Namun, sekarang saya juga tidak hanya berfokus terhadap waralaba Bakmi Tebet saja, melainkan usaha lain seperti rumah makan padang, my way steak, soto lamongan dan lain-lain, yang pada intinya waralaba Bakmi Tebet tetap berjalan dan saya lebih selektif lagi dalam memilih rekan bisnis agar tidak terulang kejadian yang sama pada 2007 silam dimana banyak cabang tutup.
LAMPIRAN 2 HASIL WAWANCARA Nama
: Bapak Yusuf
Jabatan
: Asisten Bapak Wahyu Saidi ( pemilik waralaba Bakmi Tebet)
Tempat
: Kantin Bakmi Langgara Kuningan
Tanggal
: 2 Juni 2010
Pukul
: 11.00-11.30
1) P : Bagaimana sejarah berdirinya Bakmi Tebet? J : Pada mulanya, pada tahun 2001 Pak Wahyu memulai bisnis bakmi, dengan mengusung nama Bakmi Langgara. Langgara berasal dari kata Langgar yang artinya tempat ibadah, yang tentunya bernuansa Islami. Pak Wahyu awalnya ingin menjadi franchisee Bakmi Gadjah Mada yang sangat terkenal itu, namun, karena ternyata Bakmi Gadjah Mada (GM) tidak membuka waralaba, maka beliau dengan modal awal Rp 200 juta mencoba memformulasikan resep rahasia dari para mantan koki bakmi GM. Tujuannya adalah untuk mempertegas sebagai Follower bakmi GM, dan usaha itu pun terbukti berhasil. Untuk lebih memajukan usahanya, Pak Wahyu kemudian mewaralabakan bisnis bakmi Langgara ini. Terobosan yang dilakukan yakni membuka restaurant bakmi baru untuk diluar kota yakni bakmi Tebet 2) P: Mengapa dinamakan Bakmi Tebet, tidak Bakmi Langgara seperti pada awal berdirinya usaha bakmi ini? J : Dinamakan Bakmi Tebet karena biasanya orang dari luar Jakarta tertarik dengan hal-hal yang “berbau” Jakarta, nama Tebet ini diambil dari nama jalan di Jakarta yang sudah dikenal banyak orang yaitu jalan Tebet. Bakmi Tebet ini
merupakan usaha walaba Pak Wahyu yang cabangnya mayoritas di luar Jakarta. Pembagian nama ini pun juga mempunyai tujuan untuk membagi segmentasi pasar, yakni untuk cabang
diseputar wilayah Jakarta kita beri nama Bakmi
Langgara, sementara untuk cabang diluar Jakarta kita beri nama Bakmi Tebet. 3) P : Kapan tepatnya Pak Wahyu mewaralabakan usahanya? J : Pak Wahyu mulai mewaralabakan usahanya mulai tahun 2002, dengan cabang sebanyak 4 restauran, seiring dengan suksesnya nama Bakmi Langgara, maka dibukalah cabang dengan Nama Bakmi Tebet untuk daerah luar kota Jakarta, hingga mencapai 102 cabang di berbagai kota di Indonesia. Bahkan Pak Wahyu berhasil membuka cabang di Mekkah dan Kairo Mesir pada tahun 2006. 4) P: Apakah semua cabang tersebut berjalan sukses? J: Sampai tahun 2007 awal semua berjalan sukses, namun pertengahan 2007 banyak cabang yang tutup, dikarenakan banyak faktor, seperti kontrak waralaba sudah habis dan franchisee tidak meneruskan usaha waralabanya, salah pilih tempat lokasi, dan banyak faktor lainnya. 5) P: Apakah Pak Wahyu memiliki usaha lain yang diwaralabakan seperti Bakmi Langgara dan Bakmi Tebet? J : Selain waralaba Bakmi Langgara dan Bakmi Tebet, Pak Wahyu memiliki beberapa usaha yang juga diwaralabakan, seperti misalnya Soto Suroboyoan, Cendol Gading,My Way Steak, Bebek Tunjungan yang semuanya merupakan usaha yang diwaralabakan. Selain itu, Pak Wahyu juga sedang berekspansi dengan membuka Taman Resto, yang meruapakan kawasan wisata kuliner yang saat ini baru berada di Bekasi
LAMPIRAN 3 DAFTAR PERTANYAAN (Questionaire) Pada kesempatan ini penulis ingin meneliti Bakmi Tebet dari segi manajemen waralaba Bakmi Tebet. Penulis juga ingin melakukan penelitian dari segi kepuasan franchisee terhadap penetapan franchisee fee dan royalty fee yang harus dibayarkan kepada franchisor (Bakmi Tebet). Tujuan dari pengedaran kuisioner ini adalah untuk membantu penulis dalam pengumpulan data yang ditujukan untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis dan aplikasi Royalty Fee dan Franchise Fee pada Waralaba Islami (Studi Kasus Bakmi Tebet)” Sebelumnya penulis ingin menjelaskan terlebih dahulu tentang waralaba. Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.Dalam hal ini, ciri khas usaha yang dimanfaatkan oleh pihak franchisee adalah brand Bakmi Tebet yang didirikan oleh Dr.Ir.H.Wahyu Saidi, Msc. Kuisioner ini ditunjukkan kepada franchisee yang menjadi rekan bisnis manajemen Bakmi Tebet. Daftar pertanyaan ini ditujukan untuk diisi sesuai dengan keadaan dan pendapat anda. Anda cukup melingkari pada pilihan yang tersedia sesuai dengan pendapat anda. Terima kasih atas kerjasama anda karena telah bersedia untuk mengisi angket ini.
Bagian I. Gambaran Umum dan Pengetahuan Franchisee terhadap Waralaba Bakmi Tebet 1. 2. 3. 4.
Nama Cabang: Pimpinan cabang: Alamat cabang: Darimana anda tahu tentang waralaba Bakmi Tebet? a. Teman b. Brosur/Majalah/Koran c. Media Televisi d. Media Internet
5. Sudah berapa lama anda bergabung dengan manajemen Bakmi Tebet? a. Kurang dari 1 tahun b. 1-5 tahun c. 5-10 tahun d. > 10 tahun 6. Berapa besar franchise fee yang anda bayarkan untuk bergabung dengan waralaba Bakmi Tebet? a. 25-50 juta b. 50-75 juta c. 75-100 juta d. > 100 juta 7. Bagaimana sistem pembayaran franchise fee yang anda bayarkan kepada franchisor? a. angsuran b. tunai
Bagian II. Gambaran Umum dan Pengetahuan Franchisee terhadap Konsep Waralaba dan Kerjasama dalam Islam
1. Seberapa besar pemahaman anda tentang waralaba? a. tidak paham b. kurang paham
c. paham d. sangat paham 2. Seberapa besar pemahaman anda tentang konsep franchise fee pada waralaba? a. Tidak paham b. Kurang paham c. Paham d. Sangat paham 3. Seberapa besar pemahaman anda tentang konsep Royalty fee pada waralaba? a. Tidak paham b. Kurang paham c. Paham d. Sangat paham 4. Seberapa besar pemahaman anda tentang waralaba dalam perspektif Islam? a. Tidak paham b. Kurang paham c. Paham d. Sangat paham 5. Seberapa besar pemahaman anda tentang keadilan dalam kerjasama secara umum? a. Tidak paham b. Kurang paham c. Paham d. Sangat paham
Bagian III. Respon Frachisee Terhadap Penetapan Franchisee Fee dan Pembagian Royalty Fee yang Diterapkan Manajemen Bakmi Tebet 1. Apakah anda setuju dengan besarnya franchise fee yang harus dibayarkan diawal perjanjian waralaba? a. Tidak setuju b. Kurang setuju c. Setuju d. Sangat setuju
2. Bagaimana pendapat anda tentang besarnya pembayaran franchise fee yang ditetapkan manajemen Bakmi Tebet? a.Tidak adil b. Kurang adil c. Adil d. Sangat adil 3. Apakah anda merasa puas dengan penetapan franchise fee yang ditetapkan manajemen Bakmi Tebet? a. Tidak puas b. Kurang puas c. Puas d. Sangat puas 4.Apakah anda setuju dengan besarnya Royalty Fee yang harus dibayarkan kepada manajemen Bakmi Tebet setiap bulannya? a. Tidak setuju b.Kurang setuju c. Setuju d.Sangat setuju 5. Bagaimana pendapat anda tentang besarnya pembayaran royalty fee yang ditetapkan manajemen Bakmi Tebet? a. Tidak adil b. Kurang adil c. Adil d. Sangat adil.
6. Apakah anda merasa puas dengan penetapan royalty fee (3,5% /perbulan) yang ditetapkan manajemen Bakmi Tebet? a. Tidak puas b. Kurang puas
c. Puas d. Sangat puas 7.
Bagaimana menurut anda kinerja manajemen Bakmi Tebet ? a. Tidak bagus b. Kurang bagus c. Bagus d. Sangat bagus