KONSEP for academic use only
Prosedur Operasional Standar Observasi Koleksi di Museum
disusun oleh: Puji Yosep Subagiyo
MUSEUM NASIONAL
Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
POS
KONSEP for academic use only
Prosedur Operasional Standar Observasi Koleksi Museum A. PENGANTAR Bidang Pengkajian dan Pengumpulan di Museum Nasional yang melakukan kegiatan studi dan pengelolaan koleksi dapat bersinergi dengan Bidang Registrasi dan Dokumentasi dalam hal pengelolaan koleksi. Pengelolaan data koleksi ditangani Seksi Registrasi, pelengkapan data audio-visual (foto, video atau suara) dari Seksi Dokumentasi dan penyertaan bahan pustaka dari Seksi Perpustakaan. Data-data koleksi biasanya terangkum dalam ‘Lembar Data atau Inventaris Koleksi’, selanjutnya disebut sebagai LIK. Catatan kondisi (keterawatan) koleksi dari Bidang Registrasi dan Dokumentasi akan ditindak-lanjuti Bidang Perawatan dan Pengawetan (Bidang PP) guna pemeliharaan koleksi secara fisik. Tahapan pemeliharaan koleksi meliputi observasi, perawatan dan pengawetan. Pengamatan yang dilakukan Seksi Observasi diawali dengan serangkain proses identifikasi dan klasifikasi bahan baik secara visual atau dengan uji bahan, mengamati dan mempelajari (jenis dan proses) kerusakan, dan bersama-sama dengan Seksi Perawatan dan Seksi Pengawetan akan memutuskan metode perawatan dan pengawetan secara tepat. Seluruh rangkaian kegiatan yang dilakukan seksi-seksi pada Bidang Perawatan dan Pengawetan ini akan dikaji lebih lanjut dengan pendekatan empiris dan ilmiah. Dalam hal ini, identifikasi dan klasifikasi bahan dengan mempelajari data keterawatan koleksi, data kondisi iklim dan perangkat penunjang penyimpanan atau displai yang mengitarinya dalam rentang waktu tertentu lazim disebut sebagai studi konservasi secara empiris. Misalnya tentang pendapat bahwa lilin lebah memiliki sifat tidak merusak kain dengan menunjukkan bukti fragmen kain yang terbungkus lilin sudah berumur ribuan tahun dari Mesir. Sedangkan yang ilmiah adalah suatu kegiatan studi yang lebih mengedepankan pengetahuan teoritis dan pengamatan dengan menggunakan alat (modern). Contohnya pembuktian unsur logam sebagai garam logam yang berlebih dan bersifat merusak pada proses pewarnaan dengan Spektroskopi Fluoresensi Sinar-X pada fragmen kain. Lihat Lampiran 4 dan 14. 1
Hasil pengamataan dari proses observasi akan terekam dalam formulir isian ‘Lembar Pengamatan Koleksi’, selanjutnya disingkat LPK, lihat Lampiran 1. LPK ini akan memuat informasi berkaitan dengan nomor identitas dan nama koleksi, jenis bahan, jenis kerusakan (kondisi keterawatan), usulan perawatan (mencakup tindakan yang bersifat kuratif – restoratif atau penghentian proses kerusakan dan perbaikannya), serta usulan pengawetan (tindakan yang bersifat preventif atau penghambatan dari kemungkinan proses kerusakan). Kemudian hasil survai kondisi klimatalogi dicantumkan dalam ‘Lembar Data Klimatologi’, yang selanjutnya disebut LDK, lihat Lampiran 2 dan 3. LDK memuat keterangan yang berhubungan dengan suhu dan kelembaban udara (suhu permukaan dan kadar air benda), intesitas cahaya, radiasi ultra-violet (UV), dan polusi udara. Alat-alat yang digunakan untuk mengukur dan mengontrol kondisi iklim dapat dilihat pada Lampiran 11 sampai 13. Data atau dokumen tambahan juga diperlukan, dan bisa berupa data jenis bahan dan kontruksi lemari simpan atau displai, gambar atau desain (tiga dimensi dan berskala ukuran) ruang simpan atau pamer, berikut bahan (pustaka) rujukan atau (data pribadi) narasumber. Konservasi atau pemeliharaan koleksi menurut American Association of Museums (AAM 1984:11) dirujuk kedalam 4 tingkatan. Pertama adalah perlakuan secara menyeluruh untuk memelihara koleksi dari kemungkinan suatu kondisi yang tidak berubah; misalnya dengan kontrol lingkungan dan penyimpanan benda yang memadai, didalam fasilitas penyimpanan atau displai. Kedua adalah pengawetan benda, yang memiliki sasaran primer suatu pengawetan dan penghambatan suatu proses kerusakan pada benda. Ketiga adalah konservasi restorasi secara aktual, perlakuan yang diambil untuk mengembalikan artifak rusak mendekati bentuk, desain, warna dan fungsi aslinya. Tetapi proses ini mungkin merubah tampilan luar benda. Keempat adalah riset ilmiah secara mendalam dan pengamatan benda secara teknis. Kesimpulan dari keempat tingkatan konservasi tersebut adalah sebagai berikut: (1). Tingkat I dan II merentangkan pendanaan yang luar biasa besar tetapi menghasilkan jumlah koleksi terbanyak. Tenaga teknis konservasi yang terlatih dibawah supervisi konservator biasanya mampu melaksanakan tugas ini, dan (2). Tingkat III dan IV biasanya diperuntukkan pada pekerjaan-pekerjaan yang cukup penting, yang mana memerlukan cukup biaya dan waktu; serta memerlukan keahlian konservator yang terlatih secara profesional.
2
Lodewijks and Leene (1972: 138) menyimpulkan bahwa metode konservasi dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni: (1). Metode restorasi yang secara prinsip diarahkan pada pengembalian kekondisi aslinya, dan (2). Metode konservasi yang dimaksudkan untuk melestarikan the status quo (keadaan tetap pada suatu saat tertentu).
B. TUJUAN PENYUSUNAN POS OBSERVASI POS Observasi dibuat dan digunakan untuk : 1. memberikan arahan dan batasan kegiatan observasi koleksi di museum yang dilakukan Observator. Arahan dipresentasikan dalam kerangka berpikir dan alur/ tata kerja (lihat Lampiran 4.). Pengertian batasan dapat dilihat pada penjelasan Lembar Pengamatan Koleksi
(LPK) di halaman 4 dan 5 berikut ini, dan kenapa pengelompokkan bahan harus seperti itu.; 2. memberikan tolok ukur pada saat penyusunan Sasaran Kerja Pegawai (SKP Observator) sesuai dengan Uraian Jabatannya (UJ Observator) dan penilaian (evaluasi) kinerjanya; 3. mengetahui kebutuhan tenaga observasi untuk menunjang kegiatannya (seperti: kebutuhan ruang kerja, peralatan, dana operasional) dan hubungan kerja dalam unit seksi, bidang, museum dan di luar instansi.
C. PROSEDUR OPERASIONAL STANDAR (POS) OBSERVASI 1. Mengamati benda koleksi secara menyeluruh (depan, belakang, samping kanan dan kiri, serta bagian atas dan bawah). Dengan sangat hati-hati, angkat benda dengan kaus tangan untuk melihat bagian bawah koleksi. dan mendetail. Gunakan pensil untuk mengisi formulir Lembar Pengamatan Koleksi (LPK), hindari penggunaan ballpoint dan alat tulis bertinta lain untuk menghindari resiko ternodanya koleksi dari alat tulis bertinta tersebut. Lepaskan jam tangan, gelang tangan, alat tulis atau benda apapun yang berada di kantong baju, name tag yang digantungkan di krah baju atau leher, dan hal-hal lain yang bisa beresiko terhadap koleksi yang akan kita amati (observasi).
3
Penjelasan Lembar Pengamatan Koleksi (LPK), lihat Lampiran 1. Semua isian data (data field) pada Lembar Pengamatan diberi nomor untuk kemudahan penjelasan dan pengkodean dalam hal untuk pembahasan (analisa data) berikut pelaporannya.
LEMBAR PENGAMATAN KOLEKSI Form. LPK/MNI/2014 No.
No. Inv.
Nama Benda
Lokasi Benda :
Keterangan Prioritas Tindakan :
KETERANGAN POKOK Ukuran
1. Segera
Kondisi
2. Sedang
3. Rendah
a. Keterangan Pokok: No. Urut, No. Inv., Nama Benda, Keterangan, Ukuran, Kondisi, Lokasi Benda dan (Skala) Prioritas Tindakan.
PENGELOMPOKAN BAHAN ANORGANIK A. Non Logam B. Logam 1. Batu 2. Kaca 3. Keramik 4. Terakota 5. Plester 6. Lain
ORGANIK C. Selulose D. Protein 1. Kayu 2. Kulit 3. Bambu 4. Rotan 5. Anyaman 6. Tekstil 7. Lain
1. Emas 2. Perak 3. Timah 4. Tembaga 5. Besi 6. Lain
1. Kulit 2. Bulu 3. Tekstil 4. Lain
E. Lain-lain 1. Tulang 2. Kerang 3. Pigmen/ Cat 4. Manik-manik 5. Resin 6. Lain
Catatan: 1. Kain terbuat dari kapas masuk kategori Selulose (C.6.) dan yang terbuat dari sutera masuk Protein (D.3.). 2. Tulang (E.1.) dan kerang (E.2.) bisa masuk kategori Anorganik dan Organik.
b. Bahan. Bahan pembentuk koleksi dikelompokkan menjadi : Logam, Non-Logam, Selulose, Protein dan Lain-lain. Logam dan Non Logam dapat masuk kategori Anorganik, sedang Selulose dan Protein masuk kategori Organik. Kalau kita perhatikan Tabel 2 di Lampiran 5, bahan-bahan organik dari binatang dimasukkan dalam kelompok Protein, sedangkan yang dari tumbuh-tumbuhan masuk ke dalam kelompok Selulose. Dilain kondisi, ada sementara bahan yang masuk kelompok Lain-lain karena bahan tersebut memiliki komponen organik dan anorganik, seperti tanduk rusa. Bahan tekstil tidak bisa dikelompokkan hanya di satu kelompok Organik, tetapi harus dipisahkan ke Protein (tekstil yang berbahan dasar sutera atau wol) atau ke Selulose (tekstil yang berbahan dasar kapas, rami, atau goni). Pengelompokkan yang tepat menjadi penting, sehingga saat konservator menggunakan bahan pembersih yang bersifat asam agak kuat bisa menghindari kerusakan kain yang terbuat dari kapas. Walaupun bahan yang sama (bahan bersifat asam) aman bagi kain yang terbuat dari sutera. Perhatikan Lampiran 6 sampai 10. 4
c. Kondisi Benda Pada Saat Pengamatan. Kondisi keterawatan koleksi dikelompokkan menjadi Fisik (1. Rapuh, 2. Kotor, 3. Lemak, 4. Kelupas, 5. Gores, 6. Retak, 7. Patah, 8. Hilang, 9. Basah, 10. Kering, 11. Lain), Kimiawi (1. Lapuk, 2. Pudar, 3. Korosi, 4. Oksidasi, 5. Bau, 6. Noda, 7. Kristal garam, 8. Lain) dan Biotis (1. Jamur, 2. Insek, 3. Ganggang, 4. Lumut, 5. Lichens, 6. Lain). Kondisi rapuh pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi. Catatan: Rapuh atau getas berarti brittle (easily broken because it is hard (stiff) & not flexible). Lapuk atau mubut berarti fragile (easily broken or damaged).
PENGELOMPOKAN KONDISI KETERAWATAN (CONDITION REPORT) A. Kerusakan Fisik 1. Rapuh 2. Kotor 3. Lemak 4. Kelupas 5. Gores 6. Retak
B. Kerusakan Kimiawi
7. Patah 8. Hilang 9. Basah 10. Kering 11. Lain
1. Lapuk 2. Pudar 3. Korosi 4. Oksidasi 5. Bau 6. Noda
7. Kristal
garam 8. Lain
C. Kerusakan Biotis 1. Jamur [ ....... cm2] 2. Insek [ ....... cm2] 3. Ganggang [ ....... cm2] 4. Lumut [ ....... cm2] 5. Lichens [ ....... cm2] 6. Lain
Catatan: 1. Kondisi rapuh (embrittlement) pada kelompok kerusakan fisik dibedakan dengan lapuk (decaying) pada kelompok kerusakan kimiawi, karena dalam pengertian ini rapuh bisa dimungkinkan menjadi agak kuat setelah proses kontrol kelembaban, sedangkan lapuk cenderung ke arah hancur dan tidak bisa direkondisi lagi.
d. Kondisi Iklim Pada Saat Pengamatan. Dengan mempertimbangkan Lembar Data Klimatologi (LDK) pada Lampiran 2 dan 3., serta memperhitungkan alat-alat ukur dan prosedur kalibrasi pada Lampiran 11 dan 12.
PENGELOMPOKAN KONDISI IKLIM A. Intensitas Cahaya (Lux) B. Radiasi UV (mW/Lmn) C. Suhu Udara (0C) -------D. Suhu Permukaan (0C) --
= ............. = ............. = ............. = .............
E. Kelembaban Udara (%) = ............. F. Kandungan Air (%) -- = ............. G. Keasaman (pH) ------ = ............. H. Polusi Udara ---------- = .............
I. Catatan: .............................................................................................................
e. Usulan Perawatan dan Pengawetan. Akan dibahas secara terpisah di SOP Perawatan dan Pengawetan. f. Usulan Uji Bahan. Melalui serangkaian proses observasi dari sekian banyak koleksi atau mempertimbangkan timbulnya kasus tertentu yang menyebabkan kerusakan koleksi, Observator bersama-sama dengan Pranata Lab Konservasi 5
dan Konservator akan mengusulkan uji bahan. Uji bahan dimaksudkan untuk mengetahui mekanisme terjadinya kerusakan dan atau penguatan data pendukung untuk keperluan studi konservasi dan koleksi tingkat lanjut. Studi tingkat lanjut ini bisa berupa pembuatan Alur Waktu (Timeline) bahan atau tehnik pembuatan suatu benda pada suatu masa atau periode tertentu, yang mana bahan atau tehnik ini sebagai bagian dari suatu koleksi yang tidak bisa digantikan (sebagai atribut teknologis). Lihat Lampiran 15. g. Tehnik Pengamatan. Tehnik pengamataan adalah penjelasan dengan cara dan alat bantu apa pada saat seseorang mengamati kondisi keterawatan koleksi di museum. VII. TANGGAL PENGAMATAN
VI. TEHNIK PENGAMATAN A. Mata biasa (tanpa-alat) B. Kaca Pembesar C. Mikroskop. ................ X D. ....................................... E. ....................................... F. ........................................
(DD/MM/YYYY) ............................................ Tandatangan Observator, Konservator, dll. Nama :
..............................................
2. Pembahasan Data Keterawatan Koleksi (Analisa Data). Pembahasan data pengamatan bisa dilakukan pada beberapa kemungkinan. Pertama adalah pembahasan berdasarkan dari pengumpulan data proses perawatan dan pengawetan, data iklim pada lingkungan benda yang menjalani proses perawatan dan pengawetan, data iklim dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, serta datadata pendukung lainnya. Kedua adalah pembahasan berdasarkan dari pengumpulan data hasil observasi dari hasil pengamatannya sendiri dari sejumlah koleksi. Ketiga adalah pembahasan berdasarkan dari gabungan dari langkah pertama dan kedua. Pokok bahasan utama adalah penyimpulan tentang kondisi keterawatan koleksi berkaitan dengan kondisi bahan, cara pembuatan dan kondisi iklim yang mengitarinya. Dengan landasan pengetahuan ilmiah dan empiris pula, evaluasi dan tinjauan proses kerja perawatan dan pengawetan pada masa lalu dan masa akan datang juga akan dilakukan. 3. Laporan. Pembuatan laporan dilakukan secara berkala setiap 6 bulan sekali, yang akan dilengkapi dengan Lembar-lembar Pengamatan Koleksi (LPK) dan Data Klimatologi (LDK). 6
Lampiran
No.
1
LEMBAR PENGAMATAN KOLEKSI
Form. LPK-Umum/MNI/2014 Nama Benda Keterangan
No. Inv.
Lokasi Benda :
Prioritas Tindakan :
I. BAHAN :
C. Selulose 1. Kayu 2. Kulit 3. Bambu 4. Rotan 5. Anyaman 6. Tekstil 7. Lain D. Protein 1. Kulit 2. Bulu 3. Tekstil 4. Lain
ANORGANIK
B. Logam 1. Emas 2. Perak 3. Timah 4. Tembaga 5. Besi 6. Lain
A. Fisik 1. Rapuh 2. Kotor 3. Lemak 4. Kelupas 5. Gores 6. Retak 7. Patah 8. Hilang 9. Basah 10. Kering 11. Lain
B. Kimiawi 1. Lapuk 2. Pudar 3. Korosi 4. Oksidasi
2. Sedang
Kondisi 3. Rendah
No. Foto:
5. Bau 6. Noda 7. Kristal
garam
8. Lain
C. Biotis 1. Jamur [ ......... %] 2. Insek [ ......... %] 3. Ganggang [ ......... %] 4. Lumut [ ......... %] 5. Lichens [ ......... %] 6. Lain
D. Catatan: ............................................................................................................
...............................................................................................................................
III. KONDISI IKLIM SAAT PENGAMATAN : A. Intensitas Cahaya (Lux) B. Radiasi UV (mW/Lmn) C. Suhu Udara (0C) -------D. Suhu Permukaan (0C) --
E. Lain-lain 1. Tulang 2. Kerang 3. Pigmen/ Cat 4. Manik-manik 5. Resin 6. Lain F. Catatan
1. Segera
II. KONDISI BENDA SAAT PENGAMATAN :
ORGANIK
A. Non Logam 1. Batu 2. Kaca 3. Keramik 4. Plester 5. Semen 6. Lain
Ukuran
.............................. .............................. ..............................
E. Kelembaban Udara (%) = ............. F. Kandungan Air (%) -- = ............. G. Keasaman (pH) ------ = ............. H. Polusi Udara ---------- = .............
= ............. = ............. = ............. = .............
I. Catatan: ............................................................................................................. IV. USULAN PERAWATAN DAN PENGAWETAN : A. Pembersihan C. Restorasi 1. Kotoran/ debu 1. Pengembalian bentuk/ warna 2. Karat, noda, dll. 2. Perbaikan fungsi benda 3. (Bekas) jamur dll. 3. Lain 4. (Bekas) lumut dll. D. Pengawetan 5. Lain 1. Stabilisasi karat B. Penguatan/ konsolidasi 2. Mematikan jamur dll. 1. Penguatan benda rapuh 3. Mematikan lumut dll. 2. Penguatan konstruksi 4. Coating/ laminasi 3. Lain 5. Lain E. Treatmen Tambahan dan Catatan
...................................................................................................................... ......................................................................................................................
V. USULAN UJI BAHAN DAN TAMBAHAN :
............................................................................................................................... ...............................................................................................................................
VI. TEHNIK PENGAMATAN A. Mata biasa (tanpa-alat) B. Kaca Pembesar C. Mikroskop. ................ X D. ....................................... E. ....................................... F. ........................................
VII. TANGGAL PENGAMATAN (DD/MM/YYYY) ............................................ Tandatangan Observator, Konservator, dll. Nama :
..............................................
Lampiran
2
LEMBAR DATA KLIMATOLOGI - KELEMBABAN & SUHU Form. LDK-KS/MNI/2014 Minggu :
Nama Alat :
Prosedur Kalibrasi : Tgl. Terakhir Kalibrasi:
Tanggal
Catatan :
Waktu
Gedung, Ruang, Lemari (Simpan/ Pajang)
Kelembaban
Tgl. Pelaporan : Tandatangan Nama Pelapor :
Suhu
Keterangan
Lampiran
3
LEMBAR DATA KLIMATOLOGI - CAHAYA & UV - KA, SP & pH Form. LDK-IC,RUV,SP,KA,pH/MNI/2014
INTENSITAS CAHAYA (IC) dan RADIASI ULTRA VIOLET (RUV) Tanggal : Gedung, Ruang, Lemari
Nama Alat : Waktu
Jenis Lampu [Merk, Watt, Pijar/Fluor.]
Intensitas
Keterangan
Radiasi
SUHU PERMUKAAN BENDA Nama Alat :
Tanggal : Gedung, Ruang, Lemari
Waktu
Nama, No. Inv dan Jenis Benda
Jenis Lampu
Jarak
Suhu
Keterangan
KANDUNGAN AIR dan KEASAMAN (pH) BENDA Nama Alat :
Tanggal : Gedung, Ruang, Lemari
Catatan:
Waktu
Nama, No. Inv dan Jenis Benda
Kandungan Air
Tgl. Pelaporan: Tandatangan Nama Pelapor :
pH
Keterangan
Lampiran
4
Gambar 1. GAMBARAN UNSUR INTI ILMU DAN TEKNOLOGI BAHAN
SIFAT-SIFAT (fisik & kimiawi)
STRUKTUR (mikro & makro) (atribut formal, atribut stilistik dan tipologi)
Pengetahuan Ilmiah
Tabel 1.
PERFORMANS (tatalaku) (distribusi, kegunaan, teknofungsi, sosio-fungsi, dsb.)
PROSES MANUFAKTURAL (seleksi bahan, sintesis bahan, prosesing bahan, desain, manufaktur)
Pengetahuan Empiris
METODE ANALISIS BENDA DAN BAHAN SUBJECTS
Orientation PROVENANCE
Ethnographic Features: origin, function, etc.
OBJECT STRUCTURE
MACRO STRUCTURE
MICRO STRUCTURE
Description
ANALYTICAL METHODS
(object and their attributes: formal, stylistic and technical)
COMPLETE OBJECT
Socio Cultural Anthropology, Ethnography, Art History, Semiotic - Iconography, etc.
COMPLETE STRUCTURE
Typology, Stylistic Analysis, etc.
STRUCTURAL OR TEXTURAL GREATER THAN 0.1 MM
Visual Examination (eye, glass,
(form, design/ layout, etc.)
(fabric construction, metal thread structure, etc.)
STRUCTURAL OR TEXTURAL SMALLER THAN 0.1 MM (fiber morphology, crosssection materials, etc.)
CRYSTAL STRUCTURE
METALLIC ELEMENTS AND OTHERS (weighting metal
ELEMENTAL STRUCTURE and COMPLEX COMPOUNDS
METALLIC ELEMENTS, DYES AND OTHERS. (pigments, dyes,
salts, mordant, corrossion products, etc.)
adhesives, polymers, etc.)
microscope) Ultra-Violet Light Examination
Optical Examination
(transmission, reflection) Electron Microscopy (SEM, TEM, STEM)
Electron Microbeam Analysis
Diffraction (x-ray, neutron, optical and electron)
Spectroscopic Examination
(neutron, infra-red, optical and x-ray) Chromatographic Analysis (paper, TLC, GC, PyGC and HPLC)
Lampiran
5
BAHAN (MATERIALS)
Tabel 2.
A. Organik: dari Mamalia, Burung, Ikan, Serangga dan Reptil
A. Organic: from Mamals, Birds, Fish, Insects and Reptils
perkamen/ kertas kulit kulit mentah kulit berpenyamak sebagian kulit berpenyamak kulit berbulu rambut rambut kaku/ kasar bulu ayam bulu burung halus (liur ulat) sutera wool lakan (wool, rambut) tulang angga/ tanduk bercabang tanduk gading/ taring ikan paus
parchment raw hide semi-tanned leather tanned leather pelts/ fur hair bristle quill feathers/ down silk wool felt (wool, fur, hair) bone* antler* horn whale ivory
gading beruang laut gading gajah tulang ikan paus tempurung/ kulit kura-kura kulit kasar/ bersisik (dari ikan pari, hiu, anjing laut) kulit ular (resin) laka/ shellac gelatin ancur 1/ fish glue ancur 2/ animal glue tempera/ kuning telur kasein (pospoprotein) lilin/ malam
B. Organik: dari Pohon, Perdu, Tumbuhan, Rumputan pelapis kayu bermotif belat/ eplat kayu kayu keras kayu lunak resin untuk varnis kayu merambat bambu goni rami rotan (serat) sisal
rami halus linen minyak biji rami kapas/ katun kertas bubur kertas getah perca tempurung (kelapa) resin fosil karet (perekat) kanji
C. Anorganik: Logam dan Campurannya emas perak tembaga besi (iron) aluminium timbal timah seng
perunggu kuningan timah+timbal timah+tembaga+antimony tembaga+timah/ emas tiruan lempengan emas lempengan perak lempengan tiruan (?) nikel (nickel)
walrus ivory* elephant ivory* baleen* tortoise shell shagreen (ray, seal, shark skin) snake skin shellac gelatin fish glue (isinglass) animal glue egg tempera casein waxes
B. Organic: from Trees, Shrubs, Plants, Grasses decorative wood veneers oak/ ash splints hard woods soft woods resin for varnish willow bambo jute (burlap) hemp rattan sisal
flax linen linsed oil cotton paper papier-mache guttapercha vegetable ivory (palm nut) amber rubber starch adhesive
C. Inorganic: Metals and Their Alloys gold silver cooper iron aluminum lead tin zinc
bronze brass pewter Britannia metal ormolu gold leaf silver leaf immitation leaf nickel
D. Anorganik: Buatan dan Yang Terjadi Secara Alami
D. Inorganic: Man-made and Naturally Occuring
kaca porselain terakota keramik plaster semen biru batu pualam putih batu granit batu marmer batu mutiara
glass porcelain unfired clay ceramics plaster portland cement alabaster granite marble mother-of-pearl
kerang laut permata tulen batu pasir cinnabar bahan komposisi (dekorasi bingkai) pigments mica talek/ gip
E. Bahan Buatan Lain cat varnis lak papan hardboard formica celluloid
marine shell gem stone sand stone cinnabar (red mercuric sulphide) composition (frame decoration) pigments mica soap stone
E. Other Man-made Materials (plastik) bakelit polyester vinyl epoksi nilon
paints varnishes lacquer Masonite Formica celluloid
Bakelite polyester vinyl epoxies nylon
* These materials also have an inorganic component; besides the organic protein collagen, the inorganic calcium phosphate (hydroxy apatite) is present. Ref.: Bachmann, K., Edit. (1992:131-133)
Lampiran
6 Tabel 3. Bahan Sensitif Terhadap Kelembaban Tinggi (Materials Sensitive to High Relative Humidity) Bahan (Materials)
Akibatnya (Result)
Kondisi yang direkomendasi (Recommended Condition)
logam (metal)
korosi/ karat (corrosion)
40% RH, or lower
kertas (paper)
jamuran, noda (mold, stains)
45 - 55% RH
tekstil (textile)
jamuran, noda (mold, stains)
45 - 55% RH
kayu (wood)
jamuran, bengkok (fungal attack, warping) cat mengelupas (flaking paint)
50 - 55% RH, constant/ stable
40% RH, or lower
tatakan, pelapis kayu (inlay, veneer) bahan penyempurna (finishes)
korosi, cat mengelupas (corrosion, flaking paint) lepas/ copot bagian-bagiannya (detachment) jamuran/ noda (mold, stains)
perkamen, gading (parchment, ivory) bubur kertas (papier-mache)
melengkung/ gelombang, jamur (warping, mold) jamuran/ noda (mold, stains)
50 - 55% RH, constant
bahan keranjang/ anyaman (basket materials) kolase kertas (decoupage surface)
jamuran (mold)
60 - 65% RH, constant
lepas/ copot, jamuran (detachment, mold)
50 - 55% RH, constant
kayu bercat (painted wood) logam bercat (painted metal)
50 - 55% RH, constant
50 - 55% RH, constant 50 - 55% RH, constant
45 - 55% RH, constant
Tabel 4. Bahan Sensitif Terhadap Kelembaban Rendah (Materials Sensitive to Low Relative Humidity) Bahan (Materials)
Akibatnya (Result)
Kondisi yang direkomendasi (Recommended Condition)
kayu (wood)
mengkerut (checks/ dries out)
50 - 55% RH, constant/ stable
kulit mentah, kulit olahan (rawhide, leather skins) perkamen (parchment)
45 - 55% RH
bulu ayam (quill)
pelapukan, lapuh, kering (embrittlement) mengkerut, rapuh (shrinkage, embrittlement) rapuh (embrittlement)
serat keranjang (basket fibers)
rapuh (embrittlement)
60 - 65% RH, constant
ancur, lem nabati (animal glue)
kering, merapuh (dries out, weakens) retak, melengkung (cracks, warps) retak, melengkung (splits, warps) lepas, melengkung (detachments, warps)
50 - 55% RH, constant
kulit kura-kura (tortoise shell) semua gading (all ivory) permukaan tatakan (inlaid surface)
50 - 55% RH, constant 45 - 55% RH, constant
45 - 55% RH, constant 50 - 55% RH, constant 50 - 55% RH, constant
Tabel 5. Bahan Yang Sering Dirusak Oleh Serangga dan Binatang Pengerat (Materials Commonly Damaged by Insects and Rodents) kulit (leather, skins) kulit berbulu (felts, furs) bulu ayam (feathers) sutera (silk) wol (wool)
beludru (velvet) tekstil (textile) serat alam (natural fibers) kayu (wood) kertas (paper)
perekat kanji (starch) gelatin (gelatin) tempera telor (egg tempera)
Lampiran
7 Tabel 6. Bahan Sensitif Terhadap Fluktuasi Kelembaban~Suhu (Materials Sensitive to Humidity & Temperature Fluctuation) Bahan (Materials) keramik, batu (ceramics, stone)
Akibatnya (Result) rekristalisasi garam yang kemudian mengakibatkan permukaan glasir mengelupas, retakretak, bahkan mungkin benda menjadi pecah. recrystallization of soluble salts resulted surface flaking and spalling can occur, causing sections of a ceramic/ stone to break off.
Kondisi yang direkomendasi (Recommended Condition) 45 - 55% RH, 10 - 30 C
Catatan: Beberapa lempung masakini yang banyak digunakan untuk membuat keramik dan berbagai pernikpernik untuk hiasan tekstil mengandung garam-garaman yang mudah menyerap air. Jika benda ini dimasukkan dalam ruang dingin secara mendadak, maka akan muncul deposit garam yang menempel pada permukaannya. Jika garam-garam yang mengkristal terdapat pada bagian dalam benda, maka akibatnya benda tersebut akan retak-retak, bahkan mungkin pecah. Notes: Some modern clays have a high salt content, and there have been instances where recently purchased objects have fallen to pieces with the absorption in the summer and subsequent drying in the winter. Ceramics with signs of salt deposit on the surface should should be maintained in a stable environment, and fluctuation relative humidity can lead to breakdown of the objects.
Tabel 7. Rekomendasi untuk Penyinaran dan Suhu Udara (Recommendations for Light and Temperature) Bahan (Materials) kertas (paper) media cat (paint media) ancur/ lem nabati (animal glue) kulit berbulu, bulu, rambut (furs, feather, hair) kulit, kulit olahan (skins, leather) pigmen, bahan celup (pigment, dyes) sutera, beludru (silk, velvet) permukaan lak (lacquered surface) permukaan cat (painted surface) bahan dicelup warna (dyed materials) celluloid karet (rubber) serat alam (natural fibers) tanduk 1, tulang, tanduk 2 (horn, bone, antler) kayu (wood) kayu olahan (wood finishes)
Akibatnya (Result)
Kondisi yang direkomendasi (Recommended Condition)
rapuh, gelap (embrittlement, darkening) persenyawaan, gelap (crosslinking, darkening) mengeras, kering (hardening, drying) rapuh, pucat/ pudar (embrittlement, fading) rapuh, pucat (embrittlement, fading) pudar/ pucat (fading)
50 luxs, 18 C [1 foot. candle= 10 luxs] 50 luxs, 18 C
pucat, kerusakan struktural (fading, structural damage) buram, pucat (develops haze, fading) pucat/ pudar (fading)
50 luxs, 18 C
pucat/ pudar (fading)
50 luxs, 18 C
menguning, rapuh (yellowing, embrittlement) hancur (deterioration crumbles)
50 luxs, 18 C
rapuh, pucat (embrittlement, fading) rapuh/ lapuk (embrittlement)
50 luxs, 18 C
pucat (fading)
50 luxs, 18 C
retak, buram (cracks, hazing)
50 luxs, 18 C
50 luxs, 18 C 50 luxs, 18 C 50 luxs, 18 C 50 luxs, 18 C
50 luxs, 18 C 50 luxs, 18 C
50 luxs, 18 C
150 luxs, 18 C
Lampiran
8 Tabel 8. Bahan Sensitif Terhadap Bahan Fumigasi (Materials Sensitive to Fumigant) Nama Bahan Kimia (Chemical Names)
Bahan (Materials)
Methyl bromide
karet, bulu, rambut, wool, kulit olahan, dan bahan lain yang mengandung sulfur (rubber, fur, hair, wool, tanned leather, and other materials content of sulphur) kayu (wood)
Methyl bromide, ethylene oxide
perekat kanji (tapioca glue)
Ethylene oxide
Carbon disulfida
kulit olahan, kertas lembab, cat, varnis leather finishes, wet paper, paint, varnish kuningan, tembaga, emas, perak (brass, copper, gold, silver) logam, foto (metal/photo)
Carbon tetrachloride
logam, foto (metal/photo)
Paradichlorbenzene
logam, foto (metal/photo)
Paraformaldehide
logam, foto (metal/photo)
DDVP (dimethyl diethyl vinyl posfat) + ethanol Thymol Naphthaline
logam, foto (metal/photo)
Methyl bromide
Phosphine
Akibatnya (Result) rusak, bau merkuri yang sangat menyengat damage, strong smelt of mercury noda kecoklatan, tetapi tidak merusak (brown stained, but not destroy) susah dilarutkan lagi (difficult to dissolve) rusak/ larut (damage/ dissolve)
rusak/ tarnish/ korosi (damage, tarnish/corrotion) rusak (logam berkarat, foto menjadi buram/ gelap) damage (rusty metal, photo become blurly/dark) rusak (karat, gelap) damage (rust, dark) rusak (karat, gelap) damage (rust, dark) rusak (karat, gelap) damage (rust, dark) rusak (karat, gelap) damage (rust, dark)
Tabel 9. Bahan-bahan Reaktif (Reactive Materials) Kombinasi Bahan (Materials Combination) kayu/ kayu (wood/wood) kayu/ kertas (wood/paper) kayu/ tekstil (wood/textile) kayu/ logam (wood/metal) kayu/ serat alam (wood/natural fiber) kayu/ cat (wood/paint) logam/ logam (metal/metal) logam/ kain (metal/cloth) logam/ kertas (metal/paper) logam/ cat (metal/paint) logam/ kulit (metal/leather) logam/ plaster (metal/plaster) logam/ ancur (metals/animal glue)
Masalah Konservasi (Conservation Problems) perubahan ukuran, regang, patah (dimensonal changes, stress, breaks) kertas menjadi rapuh, gelap, noda (paper becames brittle, dark, stained) tekstil ternoda, rapuh (textile became stained, brittle) logam menjadi berkarat (metal corrodes in contact with wood) serat menjadi lemah, putus (fibers become weak, break) saat kayu mengembang, cat mengelupas (wood expand and contracts, paint flakes terjadi reaksi elektrokimia (efek galvanis, korosi) (possible electrochemical corrosion) logam berkarat, kain ternoda (metal corrodes, cloth becames stained) logam berkarat, kertas ternoda (metal corrodes, paper becames stained) logam berkarat, cat mengelupas (metal corrodes, paint flakes) tanin (bahan penyamak) pada kulit menyebabkan karat pada logam (tannins in leather can corrode leather) plaster yang bersifat basa/ alkaline menyebabkan karat pada logam (alkaline materials corrode metals) ancur (lem nabati) sedikit bersifat asam, higroskopis yang kemudian menyebabkan karat logam. (glue slightly acidic, hydroscopic, can corrode certain metals)
9
Lampiran
Tabel 10. Prosedur Pembasmian Serangga~Jamur Dengan Freezer (Freezing Method for Killing Insect & Fungus) Nama Serangga
No.
Suhu dan Waktu
01.
Sebagian besar larva
-20C, 2J.
02.
-20C, 1J
03.
Pupa & Kumbang 1. dewasa Telur Kumbang 1.
04.
Ngengat kain
05.
Telur Kumbang 7.
-20C, 2J
C= derajat celcius, M = menit, J = jam, H = hari.
-5C, 3H; 10C, 3H; -5C, 3H.
06.
(Semua fase) Kumbang 7.
-10C, 9 J. 2C, 16H dan -3C, 7H.
07.
(Semua fase) Kumbang 5.
-30C, 3J.
Catatan:
Tabel 11. Prosedur Pembasmian Serangga~Jamur Dengan Bahan Kimia (Fumigation Method for Killing Insect & Fungus) No.
Nama Bahan Kimia
Konsentrasi/ Meter Kubik
Waktu
Pembasmi
01.
Naphthaline
8 -10 gram
14 hari
serangga
02.
Phosphine
1 - 2 tablet
3 - 5 hari
serangga + jamur
03.
Thymol + ethanol
50 - 100 gram, 50-60 C
2 hari
jamur
04.
Paradichlorobenzene
40 gram
2 hari
jamur + serangga
05.
Paraformaldehide
4 - 13 gram
2 hari
jamur
06.
Carbon tetrachloride + Carbon disulfide (1:1)
1 liter
1 minggu
jamur + serangga
07.
Methyl bromide
15 - 30 gram
2 hari
serangga
08.
Methyl bromide + Ethylene Oxide (14:86)
35 - 50 gram
2 hari
serangga
09.
Methyl bromide + Ethylene Oxide (14:86)
100 gram
2 hari
serangga
10.
DDVP (dimethyl diethyl vinyl posfat) + ethanol
100 gram
2 hari
jamur + serangga
Lampiran 10
Tabel 12.
Tabel pH dalam Konservasi
BASA
14
Terlalu Basa Basa Kuat
13 12
Amonia (0,1%)
11
Sabun biasa (polyphosphate builders)
10
Basa Lemah
8
AIR
Wool, sutera dan bahan protein lain dapat rusak.
9
7
(air murni/ netral)
ASAM
Kondisi untuk pembersihan cat teroksidasi, minyak dan perekat nabati.
Asam Lemah
6 5 4
Asam Asetat
3
Asam Kuat
2 1
Terlalu Asam
0
Kondisi ini cukup aman untuk perlakuan hampir semua jenis tekstil.
Kondisi untuk pembersihan noda karat, lem, dan perekat berbahan dasar kanji lain.
Kapas, linen dan bahan selulosik lain dapat rusak.
Lampiran 11 Gambar 2.
Lux Meter
(Measuring Instrument for Light Intensity)
Kuat penerangan (lux): Penerangan pada permukaan benda secara merata seluas 1 m2, berjarak 1 m dari titik sumber cahaya berkekuatan 1 kandela. Kuat cahaya (foot candle): Banyaknya (jumlah) sinar yang jatuh pada permukaan benda seluas 1 kaki persegi (=0,0029 m2) dari sumber cahaya yang berjarak 1 kaki (=0,3048 m = 12 inci). 1. Kuat Penerangan (Illumination, E) E=
F (Fluks) Lumen = = Lux. A (Luas) m2
2. Dosis Kuat Penerangan = Lux x jam = Joule. J
3. Fluks Cahaya (F) = T =
Energi (Joule/m2) Waktu (Jam)
E.R2
4. Kuat Cahaya (I) = Cos Q = Lumen.m = Candela Sensor/ cell penangkap sinar. Mode/ pengatur besarnya sinar yang terbaca. Displai/ monitor harga hasil pengamatan.
Gambar 3.
Elsec 764 UV meter (4 in 1]
(Measuring Instrument for Ultra Violet Radiation, Light Intensity, Temperature and Humidity) Panel monitor menunjukkan besaran angka dan satuan
Sensor suhu (oC) dan kelembaban udara (%).
Sensor radiasi UV (mW/Lmn) dan Intensitas cahaya (Lux). Tombol untuk suhu, kelembaban udara, kuat cahaya dan radiasi ultra violet.
KONVERSI ENERGI: 1 Joule = 107 erg. 1 kwh = 3,6 106 J. 1 Kalori = 4.186 J. KONVERSI DAYA: 1 watt = 1 Joule/ detik. 1 HP = 0,746 watt Energi = kekuatan untuk melakukan usaha. Daya = kekuatan tenaga. Lampu TL Ultra Violet, National, 100 volt/ 50 Hz., Type FL 205, Panjang gelombang = 263 nm. Energi = 2 mw/cm2.
Lampiran 12 Gambar 4.
Wet & Dry Psychrometer
(Measuring Instrument for Temperature and Relative Humidity) Wet & Dry Bulb Psychrometer
Banyak digunakan untuk kalibrasi alatalat pengukur RH & T jenis lain.
selisih harga
“Wet & Dry Psychrometer”
sangat cocok digunakan untuk k a l i b ra s i , s p o t r e a d i n g d a n pendataan data klimatologi harian. Kita dapat mengetahui besarnya suhu udara secara langsung pada bagian thermometer yang kering (kiri). Sedangkan RH-nya dapat dicari dengan merujuk selisih harga dengan thermometer yang basah (kanan). Selanjutnya besarnya RH dapat dicari pada Tabel RH yang biasa disertakan pada saat pembelian alat tersebut. Maintenans Alat: Ka i n ya n g d i g u n a k a n u n t u k melembabi (dengan air distilasi) thermometer merkuri diusahakan s e l a l u b e r s i h , d a n a i r ya n g digunakan selalu air distilasi.
Sling Psychrometer
Alat ini menyerupai Wet & Dry Psychrometer, tetapi badan yang ditempeli thermometer (baik yang dry ataupun wet) dapat diputar, guna melewatkan udara pada thermometer. Belakangan perangkat ini telah dimodifikasi dengan tenaga baterai untuk m e m u t a r k i p a s a n g i n ya n g melewatkan udara yang akan diukur suhu ataupun kelembabannya.
INAKURASI + 2%
Kain selalu bersih dan harus dengan air distilasi/ deionisasi
Gambar 5.
Thermohygrometer Hasil pengukuran dari alat ini dapat dilihat/ dibaca langsung. Besarmya RH merujuk pada “perubahan ukuran benda/ bahan higroskopis”, seperti: rambut, polymer atau garam kristal.
Picture 6.
Hygrothermograph Hasil pengukuran dari alat ini dapat dilihat/ dibaca langsung.
Catatan: Satu orang yang sedang istirahat selama satu jam setara dengan 60 ml air, dan menghasilkan panas setara dengan 100 watt lampu pijar. Referensi: Bachmann (1992:15-22)
INAKURASI: + 2 ~ 4% (sering dikalibrasi) + 30 ~ 60% (jarang/ tidak dikalibrasi)
Kertas grafis Tanganan pemegang pena pencatat
Pena pencatat RH dan T
Tabung berputar menurut waktu (1, 7 atau 31 hari)
Mengalami “shock” perubahan RH dan T yang sangat mencolok.
Besarnya RH dan T yang tertulis pada kertas grafis tidak sinkron dengan waktu yang tertera. Waktu sesungguhnya terlambat (dikurangi) sekitar 30 menit.
Lampiran 13 Gambar 7.
Dehumidifier
(Alat Penyerap Uap Air) GoldStar DH504EL Control Panel
Keterangan “Control Panel” (1) Tombol Operasi (Power) (2) Tombol pengoperasian (RH 60 ~ 65%) (3) Pengoperasian non-stop (4) Tombol “Humidity” (5) Tombol “Defrost” (6) Lampu indikator Humidity (7) Lampu indikator Defrost Tempat masuknya uap air
CATATAN: Kelembaban tidak dapat diturunkan dibawah 40%. Efektif untuk 40 ~ 50%. Efektif untuk luas ruangan = 10 ~ 16 meter kubik. Suhu ruangan berkisar antara 1 ~ 35 derajat celcius.
Bak Penampungan (Uap) Air
Gambar 8. Control Panel
Humidifier
(Alat Pelembab Udara) Essick Air 826
Tempat Keluarnya uap air
Bak Penampungan Air Distilasi
Lampiran 14
Gambar 9.
Gambaran Lain Peralatan Kerja & Analisa Konservasi
VACUUM HOT TABLE, HEATED SUCTION TABLE, AND CONVERTER
Scanning Electrone Microscope [SEM] with X-ray Energy Dispersive Spectrometer [EDS]
Handheld XRF Spectrometer
Digital Microscope
nd
Ha
d
l he
Fl
c
es
r uo
ce en
c Mi
pe
co
s ro
Handheld Raman Spectrometer
Lampiran 15
Timeline
Gambar 10.
Indonesian Periods and Historical Records PERIODS PRE HISTORY (NEOLITHIC) Pithecantropus erectus (manusia trinil). BRONZE AGE Aji Çaka The First Hinduism Kingdom HISTORY (Kutai Kingdom) (Kalimantan, Hindu) TARUMANEGARA (Jawa Barat, Hindu) MATARAM I (Jawa Tengah, Hindu) SRIWIJAYA (Sumatera Selatan, Hindu) MADJAPAHIT (Jawa Timur, Hindu) (13) * Borobudur and Prambanan * Kain Prada
King Hayam Wuruk who succeeded in reuniting the Indonesian Archipelago was among the re-owned rulers of that period of Hindu Kingdoms. The same period saw the building of the Borobudur Buddist sanctuary under the Çailendra dynasty in Central Java and Prambanan Hindu temple by King Daksa.
P o r t u e g e s e w a s t h e f i r s t (14) European to set foot in Indonesia. The Dutch settled in Bantam (Banten), West Java.
(16)
The Dutch established the Netherlands East Indies Company (VOC).
(17)
Kolonialisasi, Jatuhnya Kekuasaan, JAYAKARTA (18)
Governor General Jan Peterzon Coen succeeded in gaining the authority over Jayakarta, which was renamed ‘Batavia’. That time was beginning of the colonialism by the Dutch.
MATARAM II (Jawa Tengah, Islam)
Secang-wood and mengkudu were (21) in common use by using mineral alum (Javanese called it as tawas) and plant alum (probably Jirek). However, the plant alum was considered the older mordant than the mineral alum. [The raw materials were treated with oil (castor) and lye (ash from burning rice stalks, or trunks of various trees of banana) that dyes from Morinda mixed with Jirek, Symplocos fasciculata Zoll.] Sugar, indigo, and coffee from Java and Sumatera were exported to Europe. T h e n e w m u s e u m b u i l d i n g (25) (presently National Museum) was opened in Jalan Merdeka Barat 12, Jakarta. Artificial Indigo and Alizarin were firstly used by Javanese. (27)
REPUBLIC OF INDONESIA, (Negara Merdeka, Modern)
The Institute was presented to the (33) Indonesian Government which then is administered under Ministry of Education and Culture. The institution was also changed its name into Central Museum that become the National Museum to the present time. Conservation Lab for the National Museum of Indonesia.
YEAR BCE 3000 - 2000 800 - 200
CE 78 400 450 500 518 600 670 700 732 900 960 1000 1279 1292 1370 1400 1453 1500 1509 1516 1528 1596 1602 1613 1619 1632 1645 1660 1695 1778 1815 1825-30 1868 1883 1900 1908 1928 1933 1945 1950 1962 1973
HISTORICAL RECORDS The fragment recontruction on terracota with straight and waved lines is an evidence for the earliest textiles. lungsi (warp) is considered present in the time. The textile with geometrized (1) Ikat stylization of human, bird, reptilian, and floral forms. Those like textile producing regions are Kalimantan (jackets and breechclouts from Dayak Iban, D.Bahau and D.Kenyah), Sumatera (ulos from Batak, Palepai and Tampan from Lampung), Sulawesi (Toraja), Nusatenggara (Timor and Sumbawa) and Bali. Songket or supplementary warp was also present in that time (?). on the bronze-wares from that era is similar to the textile design and pattern (2) Motifs of No.1. Bronze-wares from that era, for example kettle drums and axes which were influenced by the Dongson’s culture (Tongkin, Vietnam).
(3) The stone inscription found is as foundation of Indonesian Historic period. (4) Chinese chronicles mention that certain King of North Sumatera wore silk cloth. source of the Ling and T’ang dynasties: the people of Java and North Coast (5) Chinese of Sumatera wore cotton in use in Sumatera as early as the 6th century. There are 3 species of Gossypium, i.e. G. herbaceum (the most common), G. obtusifolium (in Southern Sumatera, cultivated by the Dutch), and G. brasiliense (Malay Peninsula, cultivated by the British).
sappan-wood (secang) already was one of the outstanding export stuffs to (6) IntheAceh, Arab. The secang dye work was considered as the oldest native red dye work.
(7) (8)
Mangosteen flower motifs in Prambanan temple reliefs (also similar to in Palembang) or in Design Javanese Batik, jelamprang, attesting to origin in the Hindu-Indonesian Period. There was a barter trade which were Indonesian cotton cloth and Chinese silk. Silk patola cloth (may from India) also present in the era (Javanese and Sumatrans called as ‘cindai’). The Sung dynasty mentions that cotton goods from Java were used as princely presents.
(9) pakan (weft) together with import silks were brought by Indians and Islamic (10) Ikat traders to Java and Sumatera (possibly, also applications of beads, sequins, glass/
mirrors, and gaining of the knowledge of technique for mixing color/dye). The regions of the two islands that were contacted by the mentioned traders were as indication of silk and songket clothes, and probably silver and gold threads. Other regions: Palembang (South Sumatera), Donggala (Central Sulawesi), Bugis (South Sulawesi) and Bali. In old Javanese written source suggest that ‘kain prada’ enjoyed very great popularity in aristocratic circles in East Javanese Kingdom of Madjapahit. (In Bali, gold leaf was an important article of commerce imported from China and Thailand via the port of Singaraja in the latter half of the 19th century). the fall of Constantinople in 1453, the European merchants (11) Because sought to purchase spices, which at that time were very rare and quite expensive, directly the producing country, i.e. Indonesia. Palembang, was cultivated the mulberry trees for Bombix mori foods (silk (12) In coccon), it was also in Sulawesi. Typical silk cloth colors are red, green, blue and other bright colors. Silver and gold threads was utilized throught the supplementary weft technique, which raises the metallic threads to the surface of the cloth with design of geometric and stylized floral meanders. were mineral alum and madder imported from Mecca and Aden (15) There (Medinah), included coral and copper. Agung introduced the Islamic-Javanese calendar and was patron (19) Sultan of the Arts and Crafts. Merapi (a volcano name in Central Java) eruption sent a plenty (20) Gunung of minerals, i.e. mineral alum. Batavian (presently Jakarta) Society for the Arts and Sciences was (22) The founded in Jakarta on April 24, 1778.
(23) Indian cotton (from Madapolam and Calicut) have been supplanted by European fabrics.
the colonialism era the Fierce battles broke out everywhere led by (24) In brave patriots, like as Prince Diponegoro (1825-1830) in Central Java. krakatau (a volcano name in the Java Sea, close to Banten (26) Gunung District) eruption also sent a plenty of minerals. in this period of national awakening was heralded by ‘Boedi (28) Because Oetomo’, the organization founded on May 20. Its ultimate aim was the establishment of an Independent Indonesian State.
Indonesian youth, in the 2nd congress on October 1928, called for (29) The unity among the Indonesian youth and pledged allegiance to ‘One Nation,
Indonesia, One Motherland, Indonesia, One Language, Bahasa Indonesia’. Board Commerce and Industry of the Dutch East Indies published the (30) The Native Batik Industry. Some German synthetic dyestuffs first produced in the years 1920 to 1928 come into use in Jakarta and Pekalongan. e.g. for red color (aniline of Beta-hydroxy naphthoic acid, which applicable in cold water), for basic yellow (Auramine-O, Ciba Ltd., Basle), form brown (a benzidine dyestuffs, called soga-soga which developed with diazo compounds). proclaimed the Independence and established Unity State of the Republic (31) Indonesia of Indonesia covering the territory of the former Netherlands East Indies. February 29, 1950, the Batavian Society was changed into the name (32) On ‘the Institute of Indonesian Culture’.