TEMU ILMIAH IPLBI 2013
Komunitas Pintu Gerbang: Pengaruh Tipomorfologi Permukiman terhadap Pola Spasial Kota Bambang Heryanto Perancangan Kota, Prodi Pengembangan Wilayah dan Kota, Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
Abstrak Satu di antara tujuan hidup dari pada masyarakat secara hakiki dan universal adalah mengejar kebahagian. Apabila dikaitkan dengan preferensi masyarakat untuk tujuan memilih tempat tinggal, maka kriteria untuk memilih adalah suatu permukiman yang memberi kenyamanan, ketentraman, dan keamanan. Ketiga preferensi pemilihan tersebut secara langsung akan memberi dampak terhadap bentuk ruang dalam pengadaan tempat tinggal. Globalisasi telah mempengaruhi gaya hidup masyarakat kota didunia dalam memilih tempat tinggal berdasarkan preferensi mereka. Kotakota di Indonesia tidak luput dari pada bentuk-bentuk permukiman baru yang telah tiga dekade berkembang di kota-kota Barat. Permukiman baru berupa komunitas pintu gerbang (KPG) pada akhir-akhir ini muncul di sebagian besar kota-kota di Indonesia. Akhir-akhir ini KPG berkembang dengan pesat di wilayah pusat maupun di wilayah pinggiran kota. Pola permukiman karakteristik ini secara langsung memberi dampak terhadap kondisi pola sosial, ekonomi, dan spasial lingkungan di sekitarnya. Makalah ini membahas tentang pengaruh berkembangan tipomorfologi KPG di wilayah perkotaan di Beberapa faktor yang dibahas antara lain pengaruhnya terhadap kota ditinjau dari lokasi, tipe, bentuk, fasilitas, dan dampak terhadap pola sosial, ekonomi, dan spasial kota. Kata-kunci : komunitas, perilaku, identitas, kota, permukiman, tipomorfologi, spasial
Pengantar Satu di antara tujuan hidup dari pada masyarakat adalah mengejar kebahagian. Apabila dikaitkan dengan preferensi masyarakat untuk memilih tempat tinggal, tujuan ini dapat dijabarkan dalam bentuk suatu permukiman yang memberi kenyamanan, keindahan, dan keamanan. Ketiga preferensi untuk memilih tempat tinggal tersebut secara langsung akan memberi dampak terhadap bentuk atau pola spasial kota dimana mereka tinggal. Perancangan tempat tinggal untuk masyarakat yang memenuhi preferensi tersebut telah dijabarkan semenjak kota awal sampai dengan kota di abad dua puluh dari penjabaran buku “Kota Taman Masa Depan.” Pola permukiman modern ini untuk menjawab kondisi lingkungan perkotaan di Eropa pasca Revolusi Industri yang buruk.
Pada akhir abad ke 20, yaitu awal 1980an, timbul pola permukiman kota modern di Barat, khusunya di Amerika Serikat. Pola permukiman baru ini mengadaptasi pola permukiman kotakota awal dan kota abad pertengahan yaitu kota berdinding (walledcity). Permukiman baru tersebut merupakan turunan dari konsep Kota Taman yang pola bentuknya dibatasi oleh dinding pagar di sekelililingnya. Permukiman modern ini secara popular diberi nama walled community atau gated community atau komunitas pintu gerbang (KPG). Seperti halnya kota-kota lain di dunia, KPG pada akhir-akhir semarak berkembang di sebagian besar kota-kota di Indonesia. Sejarah Perkembangan KPG Tempat tinggal dan kota merupakan isu yang selalu menjadi perhatian para ilmuan di bidang pengkajian perkotaan (urban studies) untuk dipelajari (Low, 1999; Zukin, 1995; Lefebvre Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | B - 13
Komunitas Pintu Gerbang: Pengaruh Tipomorfologi Permukiman Terhadap Pola Spasial Kota
2000; Sasken, 1995). Konsep dari pada KPG adalah suatu permukiman dimana batas wilayahnya diberi pagar, merupakan wilayah privat, dan mempunyai pintu penjagaan untuk keluar masuk penghuni dan tamu. Bentuk dari pada permukiman tipe ini sebetulnya sudah dimiliki oleh kota-kota awal sampai dengan kota pada abad pertengahan didunia (Kostof, 1991, Moriss, 1994, Low, 2003). Kota-kota Mesopotamia, Mesir, Yunani, Romawi, Cina, dan Indonesia (Gambar 1).
dari anak tangga hirarki kebutuhan dijabarkan berlebih dalam pola spasial permukiman (Maslow, 1943).
Gambar 2. Konsep tata ruang permukiman “Kota Taman” dan adaptasinya di kota Indonesia pada masa kolonial (Menteng) dan awal kemerdekaan (Kebayoran Baru)
Gambar 1. Komunitas Pintu Gerbang pada kota-kota awal Mesopotamia (Babilon), Batavia, Somba Opu (Gowa), dan Makassar (Benteng Roterdam)
Revolusi industri di akhir abad ke 19 memberi dampak perubahan pada konsep pola permukiman. Kota-kota industri di Inggris memberi dampak bagi permukiman-permukiman yang berada disekitarnya. Asap tebal dari pabrikpabrik serta kepadatan permukiman yang tinggi memperburuk mempengaruhi kesehatan masyarakat. Kondisi ini memicu Ebenezer Howard merancang sebuah kota yang bebas dari pada asap tebal pabrik-pabrik. Konsep Kota Taman dicetuskan oleh Howard pada tahun 1898 dalam bukunya “Garden Cities of Tomorow” yang kemudian menjadi pola dasar spasial permukiman kota taman selanjutnya di berbagai kota di dunia (Gambar 2). Konsep permukiman kota taman yang semula serba terbuka sejalan dengan perkembangan waktu dan dengan perilaku sekelompok masyarakat yang semakin eksklusif berubah bentuknya menjadi pola permukiman tertutup. Prinsipprinsip kehidupan masyarakat untuk mengejar kehidupan penuh kebahagian yang bertumpu
B - 14 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
Di satu sisi, anak tangga keamanan yang dijabarkan dengan dinding pengamanan sekelilingi kawasan menjadi salah unsur utama dalam konsep perancangan permukiman masa kini. Di sisi lain, kurangnya peran pemerintah didalam penjagaan keamanan terhadap masyarakat memicu permukiman KPG. Aspek keamanan diselesaikan dengan perwujudan dinding pengamanan sekelililing kawasan, pintu keluar masuk yang selalu terjaga serta, dan keamanan kawasan yang dilakukan oleh pihak pengelola. Permukiman KPG muncul di kota-kota di Amerika Serikat pada awal 1980an. Permukiman KPG secara umum dapat diartikan sebagai suatu permukiman yang dikelilingi oleh dinding pagar (Low, 2004; Blakely dan Snyder, 1997, Sueca dan Fitriani, 2011). Fitur utama dari permukiman KPG adalah adanya dinding pagar keliling kawasan sehingga seseorang, baik penghuni atau tamu, tidak dapat leluasa keluar-masuk kawasan dengan bebas tanpa minta ijin atau memiliki kartu anggota di pintu penjagaan. Pemicu dari berkembangnya KPG satu diantaranya adalah faktor ketakutan dari pada penghuni KPG terhadap kejahatan yang kemungkinan timbul di sekitarnya (Ellin, 1997; Low, 2003). Di era pasca industri masyarakat
Bambang Heryanto
hanya menaruh perhatian pada keselamatan terhadap kecelakaan lalu-lintas dengan membuat, tanda dilarang masuk, “polisi tidur,” atau membuat portal untuk kendaraan bermotor di atas jalan di wilayah permukimannya. Kehidupan di era pasca modern, bebarapa permukiman meningkatkan perhatiannya terhadap keamanan dan lebih mempertahankan warganya dari kejahatan yang mungkin timbul terhadap warganya.
urban community, permukiman dijaga, dan perumahan cluster, permukiman pintu dan lainlainnya. Secara garis besar terdapat tiga tipomorfologi dari KPG, yaitu gaya hidup, prestise atau harga diri, dan zona keamanan (Blakely dan Snyder, 1997).
KPG diadopsi oleh kota-kota besar di Indonesia pada awal tahun 1990an. Berkembangnya KPG merupakan fitur baru pada perkembangan bentuk kota masa kini. Pola spasial dan bentuk fisikal berkembang secara kompetitif di wilayah pusat maupun di wilayah periferi atau pinggiran kota (Gambar 3).
Tipologi KPG gaya hidup adalah permukiman para pensiunan, permukiman padang golf, permukiman resort, dan bentuk lainnya. Tipologi prestise adalah permukiman mewah dengan fasilitas yang serba eksklusif bagi masyarakat ekonomi atas. Permukiman tipe ini menyediakan rumah besar, halaman luas, lingkungan hijau, jalan teratur, serta fasilitas bersama lengkap. Permukiman zona keamanan adalah permukiman yang diberi pagar keliling dengan berbgai bentuk. Pagar dapat berupa pagar kawat duri, portal, maupun tembok. Dari ketiga konsep dasar ini dapat dijabarkan lokasi, peruntukan, jenis penghuni, fasilitas tersedia, dan sistim pengamanan.
Gambar 3. Pola tata ruang permukiman Perumnas sampai dengan KPG di kawasan pinggiran dan pusat kota
Tipomorfologi permukiman KPG dapat diamati dari beberapa aspek, yaitu antara aspek spasial, aspek sosial, dan aspek fisikal. Tipomorfologi KPG juga dapat terbentuk dari tiga aspek dasar yang mempengaruhinya. Aspek-aspek tersebut antara lain 1). aspek sosial, ekonomi, etnis, dan simbolik; 2). aspek spasial; dam 3). Aspek fisikal. Ketiga aspek dasar tersebut memberikan keanekaragman bentuk KPG baik, di wilayah tepi kota maupun di wilayah pusat kota. Aspek aspek sosial, ekonomi, etnis, dan simbolik merupakan unsur-unsur yang sifatnya internal karena berasal dari diri penghuni. Sedangkan aspek spasial dan fisikal merupakan unsur-unsur eksternal yang membentuk tipomorfologi KPG. Gambar 4 memperlihatkan berbagai tipomorfologi KPG.
Di pusat kota tipologi KPG di wujudkan dalam bentuk apartemen dan town house mewah serta hunian multiguna (mix-use) berupa superblock yang dipagari oleh dinding tinggi. Di wilayah periferi KPG diwujudkan oleh permukiman dengan luas berskala kecil, sedang, maupun besar. Tipomorfologi KPG Motivasi seseorang untuk tinggal di KPG antara lain adalah keamanan, sesama status sosialekonomi, kwalitas lingkungan baik, fasilitas lengkap, eksklusif, investasi, kenyamanan, dan ketentraman, dan identitas diri. Berbagai sebutan dapat diberikan kepada bentuk KPG, antara kota dalam dinding, kota tertutup, proprietary
Pengaruh Tipomorfologi KPG Terhadap Pola Spasial Kota Keberadaan permukiman KPG selain memberikan dampak ketidakharmonisan terha-dap kehidupan masyarakat dan perkembangan pola ruang kota dan juga sebaliknya membe-rikan manfaat terhadap kehidupan masyarakat dan perkembangan pola spasial kota. Berbagai tipomorfologinya memberikan solusi untuk menProsiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | B - 15
Komunitas Pintu Gerbang: Pengaruh Tipomorfologi Permukiman Terhadap Pola Spasial Kota
dapatkan tempat tinggal yang nyaman, indah, dan aman bagi masyarakat. Ketiga preferensi untuk mendapatkan tempat tinggal dengan suasana ini menciptakan bagaimana permukiman harus direncanakan dan diatur.
Gambar 4. Tipomorfologi KPG berdasarkan berbagai aspek kehidupan masyarakat
Berkaitan hubungan antara aspek sosial dan bentuk kota, Dolores Hayden (1995) menyingkap bahwa produksi ekonomi dan produksi sosial keduanya membentuk ruang kota secara bersamaan. Keduanya berkaitan satu dengan lainnya secara serentak melalui kegiatan manusia didalam menyediakan kebutuhannya dan ambisinya. Aspek sosial masyarakat permukiman KPG, dengan demikian, dibentuk oleh keputusan komersial dan taktik pemasaran perusahaan. Satu bentuk dari bentuk komersial dan taktik pemasaran Permukiman KPG adalah konsep pola cluster. Konsep ini diterapkan untuk memenuhi prinsip pengelompokan berdasarkan tema, tipe hunian, dan keamanan. Wujud dari konsep rancangan berbentuk pagar besi yang mengelilingi tiap cluster. Pagar besi membagi dan membatasi hubungan antar cluster. Hubungan antar cluster dapat dilakukan melalui pintu-pintu gerbang yang disediakan di tiap cluster. Pola cluster yang terisolasi secara internal ini menimbulkan disharmonisasi kehidupan sosial antar penghuni di cluster.
B - 16 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
Dengan ramuan dan gaya yang menawan para pengembang memasarkan produknya kepada masyarakat pada hari dan jam yang sudah terjadwal dengan tetap setiap minggu di layar televisi. Konsep kehidupan modern ditawarkan dengan menarik dan menawan kepada masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang nyaman, indah, dan aman. Secara simbolis para pengembang mengeksplotasi produknya sebagai lingkungan yang ramah dan aman dari pada kehidupan tradisi lokal yang ada, termasuk konsep kehidupan bersama, rasa memiliki (sense of place), rasa aman (sense of secure) (Barnes, 2013). Satu di antara aspek spasial pada permukiman KPG terhadap struktur tata ruang kota adalah dalam memilih lokasi. Pemilihan lokasi bagi seseorang calon penghuni biasanya cenderung kearah lingkungan yang memiliki lingkungan strata sosial yang sama (Ghonimi, et al., 2011). Meskipun demikian, kondisi ini rupanya sudah tidak berlaku saat ini dengan berkembangnya permukiman ini di sekitar permukiman pedesaan di pinggiran kota serta di kawasan permukiman padat di pusat kota. Pembangunan permukiman KPG di wilayah tepi kota pada umumnya akan merubah pola spasial yang ada. Wilayah tepi kota yang semula adalah lahan pertanian dan merupakan ruang terbuka hijau berubah menjadi kawasan hunian yang dipenuhi oleh bangunan-bangunan mewah. Perkembangan permukiman KPG seperti halnya perkembangan koloni Romawi. Koloni Romawi merupakan kota perbentengan untuk pertahanan dan penyerangan. Dinding pagar didirikan untuk melindungi masyarakat di dalam koloni dari serangan kaum barbar, meskipun didirikan di wilayah mereka. Keadaan ini dapat diamati sebagai upaya konsolidasi untuk menaklukkan dari pada melindungi hidup masyarakat. Teori konsentrik pola struktur fisik kota menyatakan fisik kota berkembang dari pusat ke pinggir dengan bentuk invasi, dominasi, dan suksesi seperti yang dinyatakan oleh Ernest W. Burgess (Pacione, 2009). Permukiman KPG saat ini menyerbu wilayah pinggiran-pinggiran kota, selanjutnya mendominasi pola spasial, dan
Bambang Heryanto
akhirnya merubah pola spasial dalam tatanan spasial kota.
wilayahnya
Keberadaan permukiman KPG sangat mempengaruhi lingkungan disekitarnya. Lingkungan permukiman di luar pagar yang semula saling berhubungan dengan kehadirannya menjadi terpisah-pisah. Hubungan sosial masyarakat yang selama ini berjalan dengan baik menjadi hilang. Permukiman berpagar tidak hanya menghilangkan lingkungan kehidupan secara intangible, tetapi juga secara tangible dengan hilangnya ruang-ruang terbuka yang ada. Secara spasial, permukiman KPG juga merubah dan menghilangkan pergerakan masyarakat sehari-hari. Untuk mendapatkan akses ke jalan raya jarak tempuh masyarakat di luar dinding pagar bertambah panjang dengan adanya dinding pagar. Bentuk dari pada perembetan kota satu diantaranya adalah berkembangan leap frogging (“loncatan katak”). Perkembangan “loncatan katak” membentuk kantong-kantong permukiman (enclave) di wilayah periferi kota. Lokasi kantong-kantong permukiman dengan pagar di sekelilingnya membentuk kawasan hunian yang satu dengan lainnya tidak saling berhubungan. Pola perkembangan “loncatan katak” menimbulkan penggunakan ruang kota yang tidak efisien dan tidak teratur. Gambar 5 memperlihatkan pengaruh tipomorfologi KPG terhadap pola spasial wilayah perkotaan.
hari, juga menghilangkan akses visual yang berda di depan rumah mereka. Masyarakat pada umumnya dirugikan tidak hanya di kawasan pusat kota atau wilayah periferi, tetapi di kawasan tepian danau, sungai, maupun pantai. Manfaat KPG Terhadap Pola Spasial Kota Secara psikologis keberadaan pagar sekeliling permukiman KPG memberikan rasa kepemilikan dan kesadaran akan pemilikan lingkungan huniannya bagi para warga. Aspek ini sejalan dengan konsep “defensible space” dan “territorial reinforcement” (Newmann, 1972) yang menyatakan bahwa kesadaran akan ruang yang konkrit akan memberikan kesadaran pemilikan yang lebih tinggi akan ruang tersebut dan berusaha untuk mempertahankannya. Kawasan hijau di KPG memberikan komposisi cukup tinggi terhadap ruang terbuka hijau kota. Pada umumnya ruang terbuka hijau KPG, khususnya di wilayah periferi memenuhi komposisi perbandingan penggunaan tanah antara bangunan dan ruang terbuka yang telah di atur dalam peraturan pemerintah tentang pembangunan perumahan. Standar komposisi antara prosentase hunian dan ruang terbuka pada umumnya dapat dipenuhi oleh KPG. Berkembangnya KPG di wilayah pusat kota dalam bentuk town house, apartemen, superblok memberikan manfaat terhadap kehidupan kota. Keberadaan KPG di kawasan pusat kota mengundang masyarakat berpenghasilan menengah dan atas kembali bertempat tinggal di kawasan pusat kota. Kawasan pusat kota yang daya hidupnya menurun seperti kawasan terlantar, pergudangan, pelabuhan tua, dan perkantoran dikembalikan daya hidupnya dengan proyek revitalisasi. Kesimpulan
Gambar 5. Perkembangan pola spasial wilayah periferi dan pusat kota
KPG di
Keberadaan permukiman KPG, selain menciptakan hilangnya akses pergerakan bagi masyarakat dalam melakukan kegiatan sehari-
Preferensi sekelompok masyarakat dan gaya hidupnya menciptakan bentuk baru pola permukiman modern atau bentuk kehidupan baru di wilayah perkotaan. Perkembangan permukiman KPG di wilayah perkotaan memberikan dampak terhadap pola perkembangan kota. Konsep permukiman yang dikelilingi dinProsiding Temu Ilmiah IPLBI 2013 | B - 17
Komunitas Pintu Gerbang: Pengaruh Tipomorfologi Permukiman Terhadap Pola Spasial Kota
ding pagar ini mendapat kritikan dari berbagai pihak sebagai sumber segregasi, perbedaan sosial, dan disintergrasi sosial. Konsep permukiman KPG adalah untuk menciptakan keamanan di lingkungannya dari kejahatan justru memindahkan dan menciptakan pemusatan kejahatan ke wilayah lain. Selain menciptakan disharmonisasi terhadap kehidupan masyarakat dan pola spasial kota, keberadaannya memberikan dampak yang menguntungkan. KPG adalah suatu lingkungan permukiman yang direncanakan berdasarkan konsep perancangan yang memenuhi kriteria kwalitas lingkungan hidup manusia. Dengan adanya permukiman ini konsep besaran ruang terbuka hijau perkotaan yang diprogramkan pemerintah dapat dilaksanakan oleh salah satu sector kegiatan kota. Kawasan-kawasan di pusat kota yang keadaan ekonomi, kwalitas fisik, kwalitas sosialnya menurun dapat dikembalikan dan bahkan ditingkatkan dengan berdirinya apartemen, town house, dan superblok. Keberadaannya memberi dampak sampingan terhadap tumbuhnya sektor informal, seperti ojek, pedagang keliling, buruh bangunan, dan kegiatan lainnya, di wilayah sekitarnya. Tiap kota mempunyai lingkungan dan perilaku masyarakat yang karakteristik. Perilaku, motivasi, semangat masyarakat dan kebijakankebijakan, dalam kegiatan politik, ekonomi, dan sosial, yang dilakukan penguasa kota telah memberikan wujud tipomorfologi spasial ruang kota yang karakteristik pula. Permukiman KPG adalah wujud karakteristik dari pada pengaruh globalisasi Barat yang dikloningkan di kota-kota Indonesia oleh masyarakat dan penguasa kota. Daftar Pustaka S. (2013). Gated communities: a discussisons of the reasons and consequences of housing choices towards increasingly secure or fortified spces in Western cities. Blakeley, E.J and Snyder, M.G. (1997a). Fortress America: Gating Communities in the United States. Barnes,
Washington DC.: Brookings Institute Press and Lincoln Institute of Land Policy. Blakeley, E.J and Snyder, M.G. (1997b). Divided We Fall. Dalam In Architecture of Fear diedit oleh Nan Ellin. Princeton: Princeton Architectural Press.
B - 18 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2013
A. (2011). Conflicts Around Gated Communities. ENHR Conference 5-8 July Toulouse. Elin N. (1997). Architecture of Fear. New York: Czismady,
Princeton Architectural Press. Gooblar, A. (2002). Outside the Walls: Urban gated
Communities and their Regulations within the British Planning System. European Planning Studies 10 (3) p. 321-334. Ghonimi, I., Zamly, H.E., dan Soilman M. (2011). The
Contribution of Gated Community to Urban Development in Greter Cairo Region, New Towns. Journal of Al Azhar University-Engineering Sector. Grant, J. (2004) Types of gated Communities. Environmental Planning B: Planning and Design, volume 31, pages 913-930. Helsey, R.W. and Strange, W.C. (1999). „Gated
communities and the economic geography of crime‟. Journal of Urban Economics, vol. 46, no. 1, pp. 80-105. Kostof, S. (1991). The City Shaped: Urban Patterns and Meanings through History. London: Bulfinch Press Book. Kostof, S. (1991). The City Assembled: The Elements of Urban Form through History. London: Bulfinch Press Book. Lefebvre, H. (2000). The Production of Space. Oxford: Blackwell. Low, S. M. (1999). Theorizing the City: The new urban anthropology reader. Piscataway, NJ.: Rutgers. Low, S. (2004). Behind The Gates: Life, Security, and the Pursuit of Happiness in Fortress America. New York: Routledge. Manurung, R. (2013). Dampak Perumahan Mewah Terhadap Persepsi Etnik Cina pada Diri dan Lingkungannya. Marcusse, P. (1997). Walls of Fear and Walls of Support in architecture of Fear edited by Nan Ellin. Princeton: Princeton Architectural Press. Maslow, A. H. (1943). A Theory of Human Motivation. Psychological Review, 50, 370-390 Moriss, AE, J. (1996). History of Urban Form Before The Industrial Revolutions. Harlow-Essex: Longman Scientific and Technical. Newman, O. (1995). Defensible space: A new physical planning tools for urban revitalization. Journal of the Planning Association 61 p. 149-155. Pacione. M. (2009). Urban Geography: A Global Perspective. New York: Routledge Taylor&Francis Group. Sasken, S. (1991). The Global City. Princeton: University Princeton Press. Sennet, R. (2000). Reflection on the public realm dalam A comparison to the city. Diedit oleh G. Brifge dan S. Watson. London dan New York: Spon Press. Sueca, K.P. dan Fitriani, L.R.D. (2012). Profil Gated Community di Denpasar. Prosiding Temu Ilmiah IPLB 2012.