Journal of Business and Entrepreneurship
Komunikasi Interpersonal dan Fasilitas Kesehatan: Pengaruhnya Terhadap Kepercayaan, Loyalitas dan WOM Rumah Sakit M. Gunawan Alif Sampoerna School of Business Universitas Siswa Bangsa Internasional
Yuliana Duti Harahap RS ANTAM Medika / MMCom - Trisakti
This study investigates the influence of interpersonal communication of paramedics/nurses and doctors as well as health facilities in affecting the hospital trust, loyalty and intention to generate positive word-of-mouth (WOM). Three hospital patients in Jakarta were voluntarily participating in this study. An analysis using Structural Equation Model (SEM) showed that interpersonal communication of paramedics/nurses, doctors and hospital healthcare facilities positively affecting the trust and loyalty of patients to the hospital, and at the end generating positive WOM. Keywords: komunikasi interpersonal, dokter, paramedis/perawat, fasilitas kesehatan, trust, loyalty, dan word-of-mouth (WOM)
Komunikasi Interpersonal dan Fasilitas Kesehatan: Pengaruhnya Terhadap Kepercayaan, Loyalitas dan WOM Rumah Sakit
PENDAHULUAN Dengan tersedianya semakin banyak rumah sakit dengan beragam fasilitas dan layanan, maka pelayanan jasa kesehatan yang bermutu menjadi penting untuk memenangkan persaingan bagi rumah sakit. Hal ini semakin perlu diperhatikan oleh rumah sakit yang kini dapat dituntut oleh masyarakat sesuai dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Hafizurrachman, 2009a). ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Rumah sakit mengemban tugas dan fungsi pelayanan yang mengharuskan setiap personal yang terlibat pada penyelenggaraan rumah sakit untuk memenuhi standar dan kriteria minimum. Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit Depertemen Kesehatan berkerjasama dengan Departemen Pendidikan Nasional berusaha meningkatkan jumlah tenaga kesehatan terdidik (dokter, bidan, spesialis, laboran, dan teknisi). Selain itu pemerintah juga 1
Journal of Business and Entrepreneurship
melakukan akreditasi terhadap tingkat pelayanan rumah sakit kepada pasien. Hal ini semakin penting untuk diperhatikan karena konsumen kini semakin menuntut terhadap produk dan jasa yang mereka konsumsi karena daya beli yang semakin membaik, tersedianya alternatif dan informasi mengenai produk dan jasa di sejumlah media tradisional maupun daring (Alif, 2012). Hal yang sama tentunya juga berlaku berlaku bagi layanan rumah sakit. Sejumlah rumah sakit di Indonesia telah berupaya membenahi diri untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap kualitas jasa layanan kesehatan. Sebagian pengelola rumah sakit telah berusaha meningkatkan layanan mereka, baik dalam meningkatkan kualitas layanan medis, fasilitas medis rumah sakit, dokter dan paramedis, hingga fasilitas gedung dan bangunan rumah sakit. Meskipun demikian, tidak berarti tingkat kepuasan pasien dapat meningkat dengan cepat. Karena di rumah sakit kepuasan juga dipengaruhi oleh komponen proses dalam rumah sakit ketika layanan kesehatan diberikan. Studi longitudinal selama tahun 1948-2008 yang dilakukan oleh Zolnierek dan DiMatteo (2009) menemukan hasil yang dapat menjelaskan bahwa komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien akan ikut menentukan hasil kesehatan yang positif. Cooper (1994) yang melakukan penelitian tentang layanan kesehatan rumah sakit menemukan bahwa kualitas dokter, fasilitas perawatan dan teknologi, fasilitas diagnosis, kualitas perawatan secara keseluruhan, perhatian interpersonal, kesadaran staf terhadap kebutuhan personal pasien, kontrol pasien dari pengalaman rumah sakit, lokasi dan biaya, serta kemudahan lokasi rumah sakit memberikan pengaruh terhadap citra rumah sakit. 2
Salah satu masalah yang sering menimbulkan ketidakpuasan pasien adalah komunikasi antara dokter dan/atau petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya. Lemahnya komunikasi antar petugas kesehatan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan kedokteran yang diberikan, yang pada gilirannya dapat menimbulkan kerugian pada pasien dan keluarganya. Selain itu pasien sering merasa tidak puas karena fasilitas kesehatan tidak selalu tersedia di rumah sakit, sehingga membuat treatment kesehatan mereka tertunda atau harus menunggu terlalu lama. Hal ini juga dapat mempengaruhi kualitas layanan yang diberikan oleh rumah sakit (Nordby 2004; Sharma & Chahal 1999). Semuanya ini tentu dapat mempengaruhi kepercayaan (trust) terhadap rumah sakit, yang selanjutnya dapat mempengaruhi loyalitas (Morgan dan Hunt 1994) dan keinginan untuk membangkitkan WOM positif mengenai rumah sakit tersebut (Rabin 2008). TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1a) pengaruh komunikasi interpersonal dokter terhadap kepercayaan kepada rumah sakit (RS); 1b) pengaruh komunikasi interpersonal staf dan paramedis terhadap kepercayaan kepada RS; 1c) pengaruh ketersediaan fasilitas medis terhadap kepercayaan kepada RS; dan 2) pengaruh kepercayaan terhadap RS kepada loyalitas pada RS; 3) pengaruh loyalitas untuk menciptakan word of mouth (WOM) positif bagi RS. TINJAUAN TEORI Dengan semakin banyaknya rumah sakit yang bersaing untuk memperoleh ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
pasien maka tuntutan terhadap rumah sakit menjadi semakin besar. Cleary dan McNeil (1988) menyebutkan kepuasan dengan perawatan kesehatan dan layanan dokter merupakan indikator kualitas perawatan yang terpenting. Kedua peneliti ini menyebutkan tiga jenis dasar penentu kepuasan: karakteristik pasien, struktur perawatan, dan proses perawatan. Membangun hubungan yang bersifat layanan antara karakteristik pasien yang berbeda-beda memerlukan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi di antara paramedis dan dokter dengan pasien mereka. Selain itu, struktur perawatan, seperti manajemen informasi dan desain organisasi, dapat pula berkontribusi untuk meningkatkan kepuasan pasien (Glickman et al. 2007). Proses perawatan itu sendiri meliputi perawatan teknis dan aspek interpersonal hubungan antara dokter dan pasiennya. Sehubungan dengan proses interpersonal ini, ada tiga dimensi yang harus diperhatikan: komunikasi, pengambilan keputusan yang berorientasi pada pasien, dan perilaku interpersonal (Stewart et al 1999). Studi-studi mengenai proses interpersonal dan kepuasan erat berhubungan dengan komunikasi. Cara bagaimana seseorang bersikap, bersuara dan memilih kata dan kalimat secara personal sangat mempengaruhi hasil dari upaya komunikasi. Watzlawick, Bavelas dan Jackson (2011) menjelaskan ketika orang berinteraksi satu dengan yang lain, mereka mengirim pesan tertentu, berdasarkan level konten. Pesan-pesan ini mungkin verbal atau nonverbal. Pada saat yang sama ketika mereka mengirim konten, mereka juga mengirimkan informasi tambahan. Tingkat hubungan dicirikan sebagai bagaimana konten harus dipahami, terutama dalam hal hubungan di antara komunikator. ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien merupakan inti dari keterampilan klinis (Beaulieu 2011). Karena melalui wawancara dengan pasien dokter dapat memperoleh informasi diagnostik dan memberikan saran terapi. Komunikasi dokter dan pasien yang efektif akan menciptakan kesehatan pasien yang lebih positif. Sejumlah studi memang memperlihatkan bahwa masalah komunikasi yang serius sangat umum terjadi dalam praktik klinis, bahkan kesalahan komunikasi sering memunculkan tuduhan terjadinya tindakan malpraktik (Simpson et al. 1991). Dalam konteks hubungan antara dokter dan pasien, beberapa artikel menyimpulkan bahwa pasien lebih puas ketika bertemu dengan dokter yang peka terhadap kebutuhan pasien, suportif, dan memiliki penampilan yang meyakinkan (DiMatteo et al, 1985;. Buller dan Buller 1987; Cleary dan McNeil 1988; Greene et al, 1994). Pasien akan merasa lebih dihargai jika diperlakukan dengan hormat dan bermartabat saat mereka berkunjung ke rumah sakit dan dirawat oleh dokter. Beberapa aspek dari keputusan medis yang berorientasi pada pasien akan ikut memberikan kepuasan kepada pasien. Dokter yang memberi peluang lebih besar untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, negosiasi, dan aspek lain dari pertemuan medis akan membuat pasien merasa lebih puas (Greene et al 1994;. Franciosi et al 2004). Beberapa studi telah memperlihatkan bahwa pasien akan merasa lebih puas ketika dokter tidak memiliki gaya komunikasi yang kaku (Buller, & Buller 1987; Greene et al, 1994). Masalah komunikasi interpersonal antar petugas kesehatan tak hanya terjadi dengan dokter namun juga dengan staf dan paramedis yang melayani pasien. Hal ini dapat terjadi pada proses pemberian 3
Journal of Business and Entrepreneurship
layanan kesehatan bagi pasien di bangsal rawat atau di klinik rawat jalan. Penyampaian pesan yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien, akan lebih berhasil jika pasien dengan senang hati bersedia mengikuti beberapa informasi yang disampaikan oleh perawat sebagai komunikator (Wloszczak-Szubzda et al 2013; Nordby 2004). Untuk itu pesan yang disampaikan perawat harus dapat diterima dengan baik dan dapat dimengerti dengan mudah oleh pasien. Karena itu diperlukan suatu bentuk komunikasi yang bukan sekadar sebagai kegiatan memberikan informasi belaka, namun harus berupa pemberian informasi yang mengandung nilai motivasi bagi pasien untuk dapat mengubah sikap, opini atau perilaku pasien melalui pendekatan komunikasi interpersonal (WloszczakSzubzda et al 2013). Sedang Long & Green (1994) berpendapat bahwa perawat memiliki konstribusi yang unik terhadap kepuasan pasien dan keluarganya. Selain masalah komunikasi pasien dengan dokter dan paramedis suatu masalah yang sering muncul dan mengganggu kepuasan pasien terhadap rumah sakit adalah karena keterbatasan fasilitas kesehatan yang tersedia yang dapat mempengaruhi keamanan maupun kenyamanan pasien (Sharma & Chahal 1999). Fasilitas kesehatan ini menjadi hal yang sangat penting karena merupakan sumber pemasukan yang sangat penting bagi rumah sakit (Pavarini, Sanders dan Lindsay 2012). Garbarino & Johnson (1999) menjelaskan karena sifat jasa yang intangible maka konsumen akan menggunakan petunjuk lingkungan fisik untuk membantu mereka menentukan impresi secara umum. Berikutnya Shamdasani dan Balakrisnan (2000) juga menyatakan bahwa lingkungan fisik dan 4
kontak dengan karyawan berpengaruh terhadap kepercayaan pelanggan dan loyalitas pelanggan. Kepercayaan Kepercayaan (trust) dianggap sebagai hal yang sangat penting dalam terciptanya suatu hubungan yang baik. Kepercayaan didefinisikan sebagai “a willingness to rely on an exchange partner in whom one has confidence (Moorman et al 1993: 82). Moorman et al (1992) sebelumnya menyebutkan kepercayaan sebagai suatu keinginan dan keyakinan untuk bergantung pada mitra pertukaran. Rosseau et al. (1998) mendefinisikan kepercayaan sebagai keadaan psikologis yang terdiri dari maksud untuk menerima suatu ketidakpastian yang didasarkan pada perilaku harapan positif pada niat atau perilaku lain. Rousseau et al (1998) menyatakan kepercayaan (trust) adalah keadaan psikologis berisi keinginan untuk menerima kekurangan/kelemahan, berdasarkan perilaku yang positif terhadap intensi atau perilaku dalam keadaan berisiko dan saling tergantung. Bologlu (2002) menyebutkan dimensi kepercayaan didefinisikan sebagai dimensi hubungan bisnis yang menentukan tingkat dimana orang merasa dapat bergantung pada integritas janji yang ditawarkan oleh orang lain. Chaudhuri dan Holbrook (2002) mendefinisikan kepercayaan terhadap merek (brand trust) sebagai kemauan pelanggan untuk meyakini kemampuan merek dalam melakukan fungsi-fungsi yang dijanjikannya. Kepercayaan akan membangkitkan loyalitas karena mengurangi biaya untuk mempertimbangkan manfaat dari suatu merek (Berry 2007) dan dapat mengurangi ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
ketakutan pelanggan terhadap perilaku oportunistik yang dilakukan oleh penyedia layanan (Bendapudi & Berry, 1997). Dalam literatur pemasaran Morgan dan Hunt (1994) telah memperlihatkan bahwa kepercayaan terhadap merek menyebabkan loyalitas merek dan komitmen karena kepercayaan menciptakan hubungan pertukaran yang sangat dihargai. Kepercayaan memiliki kaitan erat dengan loyalitas pelanggan. Hal ini disebabkan karena dalam kegiatan pertukaran (exchange) harapan yang muncul didasari pada perilaku yang jujur, berdasarkan norma-norma umum yang berlaku. Kepercayaan merupakan suatu kesediaan untuk bergantung pada mitra pertukaran karena suatu keyakinan, sehingga kepercayaan merupakan anteseden dari komitmen (Taylor, 2004). Bahkan dalam sejumlah studi mengenai pertukaran daring, kepercayaan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menciptakan loyalitas (Kim et al. 2009). Loyalitas Secara umum loyalitas diartikan sebagai suatu perilaku konsumen untuk membeli suatu produk atau merek yang sama secara berulang-ulang. Oliver (1997) mendefinisikan loyalitas pelanggan sebagai komitmen yang dipegang teguh untuk membeli kembali atau menyarankan menggunakan produk atau layanan yang dipilih untuk digunakan secara konsisten di masa mendatang, sehingga merek atau suatu set merek yang sama digunakan berulang kali, tanpa terpengaruh oleh situasi tertentu atau upaya-upaya pemasaran yang mendorong konsumen untuk beralih. Pelanggan yang loyal tidak hanya menyerap informasi dari merek, tetapi ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
mereka juga berfungsi sebagai sumber informasi bagi pelanggan lain. Karena itu membangun dan menciptakan loyalitas pelanggan merupakan salah satu tantangan terbesar bagi merek. Seperti yang dinyatakan oleh Pavlou (2003) dalam studinya mengenai transaksi di internet bahwa kepuasan pelanggan dan kepercayaan merupakan prasyarat yang penting untuk perilaku loyalitas, serta berperan penting dalam pengembangan hubungan pelanggan jangka panjang. Karena itu loyalitas pelanggan menjadi penting dalam membangkitkan keunggulan kompetitif bagi perusahaan. Loyalitas pelanggan menjamin kelangsungan hidup perusahaan ketika terjadi persaingan yang semakin keras (hyper-competition). Loyalitas membantu perusahaan untuk memperkuat posisi mereka di masa depan dan bersaing secara efisien dengan perusahaan internasional raksasa yang telah menyebar di seluruh dunia. Dalam konteks kesehatan di Indonesia membangun loyalitas semakin penting karena pasien Indonesia yang berobat ke luar negeri terus meningkat, baik ke Singapura, maupun Malaysia. Menurut Menteri Kesehatan Dr. Nafsiah Mboi, rata-rata 600 ribu orang pasien Indonesia yang berobat di luar negeri setiap tahun (Liputan6.com). Word of Mouth Bloemer et al (2002) menyatakan kepercayaan akan mempengaruhi komitmen pelanggan yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap intensi pembelian, intensitas harga dan word of mouth (WOM). Dalam praktik kita sering mendengar sejumlah negatif WOM yang menceritakan kegagalan layanan di sejumlah rumah sakit. 5
Journal of Business and Entrepreneurship
Hal ini masih terjadi bahkan untuk sejumlah rumah sakit yang telah berupaya menciptakan kesan yang unik dalam sistem penyampaian jasa. Baik melalui berbagai fasilitas fisik yang mendukung (physical support), maupun kemampuan dari pada karyawan dan manajemen dalam menciptakan hubungan secara internal maupun eksternal. Gladwell (2000) menyebutkan ada tiga jenis kepribadian orang dalam menyebarkan pesan-pesan merek, yaitu mavens (merasa ahli tentang suatu produk), konektor (orang yang menghubungkan) dan salesmen (yang memang berperan untuk menjual). Allsop, Bassett dan Hoskins (2007) mendukung kenyataan ini dengan menyatakan tidak seluruh jaringan sosial sama, dan tidak setiap individu memiliki pengaruh yang sama. Sedang Balter dan Butman (2005) beranggapan bahwa setiap orang dapat menceritakan tentang produk dan layanan setiap saat karena WOM bukanlah semata menjadi identifikasi dari suatu kelompok kecil orang yang memberi pengaruh seperti mavens atau selebritis. Sebelumnya sejumlah studi juga telah memperlihatkan bahwa konsumen juga merasa terlibat untuk berpartisipasi dalam WOM dengan tujuan memenuhi kebutuhan informasi pribadi mereka (Bloch et al., 1986; Burnkrant and Cousineau, 1975; Cohen and Golden, 1972; Pincus and Waters, 1977). Menurut Silverman (2001), word of mouth (WOM) menjadi penting karena dapat membangkitkan kepercayaan yang bersifat mandiri karena memperolehnya dari pihak ketiga. Selain itu WOM dapat menyampaikan suatu pengalaman dan informasi ini dapat membantu mengurangi suatu risiko dalam mengkonsumsi suatu produk. 6
Dalam konteks WOM bagi rumah sakit mungkin apa yang dinyatakan Ammar, Moore, dan Wright (2008) merupakan suatu keniscayaan. “Most people would not buy a new car without checking consumer ratings, but patients still rely largely on word-of-mouth to select a physician” Model Penelitian dan Hipotesis Berdasarkan tinjauan literatur sebelumnya maka disusunlah model penelitian sebagai berikut:
Gambar 1. Model Penelitian Berdasarkan studi literatur dan dan model penelitian di atas maka disusunlah hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 1a: Semakin baik kemampuan komunikasi interpersonal paramedis (perawat) akan berpengaruh positif terhadap kepercayaan kepada rumah sakit. Hipotesis 1b: Semakin baik kemampuan komunikasi interpersonal dokter akan berpengaruh positif terhadap kepercayaan kepada rumah sakit. Hipotesis 1c: Semakin baik fasilitas kesehatan yang dimiliki rumah sakit akan berpengaruh positif terhadap kepercayaan kepada rumah sakit. Hipotesis 2: Semakin baik kepercayaan terhadap rumah sakit akan berpengaruh positif terhadap loyalitas kepada rumah sakit. ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
Hipotesis 3: Semakin baik loyalitas terhadap rumah sakit akan berpengaruh positif terhadap keinginan menciptakan word-of-mouth positif.
METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei di tiga rumah sakit masing-masing di Kebun Jeruk, Kuningan dan Kemayoran, dengan pendekatan cross sectional. Sampel dilakukan secara purposif terhadap pasien di ketiga rumah sakit tersebut. Untuk mengecek validitas dan reliabilitas alat ukur digunakan SPSS 19 serta menggunakan perangkat lunak Amos untuk menganalisis hasil penelitian yang berdasarkan Structural Equation Model (SEM). Variabel dan Pengukuran Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel bebas (independent variabel) yaitu komunikasi interpersonal paramedis/perawat, komunikasi interpersonal dokter dan fasilitas kesehatan; dua variabel perantara (intervening variable) yaitu variabel trust dan loyalitas, dengan word of mouth sebagai variabel dependen. Variabel komunikasi interpersonal paramedis/perawat dikembangkan dengan mengacu kepada Beaulieu et.al. (2011) dan Woszczak-Szubzda et al 2013, diukur dengan menggunakan empat pertanyaan menggunakan skala Likert (1-5). Pengujian validitas dan reliabilitas yang dilakukan mengharuskan satu pertanyaan dihilangkan agar diperoleh pengukuran yang valid (KMO=0,608; Anti-Image Matrices Correlation > 0,5 ) dan reliabel (Cronbach Alpha = 0,761). ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Pengukuran variabel komunikasi interpersonal dokter dikembangkan berdasarkan pada Beaulieu et.al. (2011) dan Buller, & Buller (1987), diukur dengan lima pertanyaan menggunakan skala Likert (1-5). Pengujian validitas dan reliabilitas yang dilakukan mengharuskan satu pertanyaan dihilangkan agar diperoleh measurement yang valid (KMO = 0,660; Anti-Image Matrices Correlation > 0,5) serta reliabel (Cronbach Alpha= 0,607). Sedang pengukuran variabel fasilitas alat-alat kesehatan mengacu pada Sharma & Chahal (1999) dengan menggunakan lima pernyataan dalam skala Likert (1-5), dan setelah dilakukan pengujian hanya tiga yang valid (KMO=0,637; Anti-Image Matrices Correlation > 0,5) dan reliabel (Cronbach Alfa= 0,627). Variabel trust diukur dikembangkan berdasarkan kajian Colquitt, Scott, & LePine (2007) menggunakan empat pernyataan dalam skala Likert (1-5). Setelah dilakukan pengujian satu pernyataan harus dihilangkan agar valid untuk digunakan (KMO=0,688, AntiImage Matrices Correlation > 0,5) dan reliabel (Cronbach Alfa=0,749). Sedang variabel loyalitas diukur mengacu pada Oliver (1997) dan Moorman et al (1993), dengan menggunakan lima pernyataan yang setelah diuji ternyata kelimanya valid (KMO=0,719; Anti-Image Matrices Correlation > 0,5) dan reliabel (Cronbach Alfa=0,824). Terakhir variabel word-of-mouth dikembangkan berdasarkan studi Mangold, Miller & Brockway (1999) dan Allsop, Bassett & Hoskins (2007) menggunakan empat pernyataan yang setelah diuji keempatnya memenuhi syarat validitas (KMO=0,621, Anti-Image Matrices Correlation > 0,5) dan reliabilitas (Cronbach Alfa=0,667). 7
Journal of Business and Entrepreneurship
Karakteristik Subyek Penelitian Dari 150 kuesioner yang disebarkan dalam survei diperoleh 136 kuesioner yang dijawab lengkap sehingga dapat dianalisis. Subyek penelitian terdiri 80 orang pria dan 56 wanita, dengan kelompok terbesar berusia antara 30-39 tahun (41,9%), diikuti dengan subyek di kelompok usia 40-49 tahun (37,5%), kelompok usia lebih dari 50 tahun (14,7%), dan yang paling sedikit subyek dengan usia 20-29 (5,9%). Dilihat dari tingkat pendidikan, mayoritas subyek penelitian adalah Sarjana (S1) sebanyak 47,1%, diikuti subyek yang memiliki pendidikan SLTA sebanyak 23,5%. Subyek yang memiliki pendidikan Akademi sebanyak 22,8% dan yang paling sedikit adalah subyek dengan pendidikan S2 dan SLTP yaitu masing-masing 5,9% dan 0,7%.
interpersonal staf/paramedis rumah sakit tidak terbukti mempengaruhi trust (Estimate=0,028; SE=0,028; p=0,392). Dengan demikian Hipotesis 1a tidak terbukti. Sedang Hipotesis 1b, komunikasi interpersonal dokter terbukti mempengaruhi trust (Estimate=0,563; SE=0,171; p<0,1), begitu pula dengan Hipotesis 1c, fasilitas kesehatan rumah sakit ikut mempengaruhi trust (Estimate=0,508; SE=0,113; p<0,1). Selanjutnya Hipotesis 2, trust ternyata memang terbukti mempengaruhi loyalitas secara positif (Estimate=0,597; SE=1,518; p<0,05). Begitu pula dengan Hipotesis 3, loyalitas ternyata terbukti ikut mempengaruhi terciptanya word-of-mouth secara positif (Estimate=0,543; SE=0,129; p<0,01). KESIMPULAN DAN SARAN DISKUSI HASIL PENELITIAN
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Structural Equation Modelling (SEM) dengan menggunakan program AMOS untuk menguji pengaruh dari setiap variabel bedasarkan hipotesis. Hasil pengujian kesesuaian model (Goodness of Fit) dalam SEM memperlihatkan Goodness of Fit yang baik. RMSEA=0,042 < 0,05 (Goodness of Fit); GFI=0,860 (Marginal Fit); IFI = 0,934 (Goodness of Fit); TLI=0,920 (Goodness of Fit); CFI=0,931 (Goodness of Fit). Berdasarkan beberapa kriteria pengujian goodness of fit tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model yang dihasilkan memenuhi syarat goodness of fit sehingga dapat dilanjutkan dengan pengujian hipotesis teori. Dari hasil estimasi regresi model SEM terlihat bahwa komunikasi 8
Penelitian ini telah memenuhi persyaratan kesesuaian model (Goodness of Fit) yang cukup baik. Meskipun demikian hipotesis 1a, mengenai komunikasi interpersonal perawat ternyata tidak terbukti ikut mempengaruhi trust. Hal ini diduga terjadi karena pasien memiliki ekspektasi dan harapan yang lebih besar terhadap dokter dan fasilitas kesehatan, yang dalam penelitian ini keduanya memang terbukti mempengaruhi trust mereka. Hal ini menjelaskan bahwa ekspektasi terhadap paramedis/perawat tidaklah setinggi ekpektasi terhadap dokter, yang mungkin dapat disebabkan karena karena kualitas standar perawat di sejumlah rumah sakit memang masih belum terlalu baik (Hafizzurachman, 2009b). Dengan demikian hal ini sesungguhnya menegaskan kembali bahwa pasien datang untuk berobat di rumah sakit lebih ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
karena mereka memiliki kepercayaan terhadap dokter dan fasilitas kesehatan yang tersedia di rumah sakit. Dengan demikian menjadi sangat penting bagi dokter-dokter di rumah sakit untuk terus meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal mereka. Selain itu penelitian ini memperlihatkan bahwa fasilitas kesehatan rumah sakit merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Kelengkapan fasilitas kesehatan akan ikut memperbaiki kepercayaan pasien terhadap kualitas layanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit. Penelitian ini juga menegaskan kembali, untuk ranah kesehatan trust juga terbukti dapat membangkitkan loyalitas, dan selanjutnya membangkitkan word-ofmouth positif. Hal ini menjelaskan bahwa trust merupakan hal yang sangat penting dalam suatu aktivitas bisnis dan pemasaran, dan karena itu harus dikelola dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA
Keterbatasan Penelitian
Beaulieu, M.D., J. Haggerty, D. Santor, J.F. Lévesque, R. Pineault, F. Burge, D.Gass, F. Bouharaoui, C. Beaulieu (2011); Interpersonal Communication from the Patient Perspective: Comparison of Primary Healthcare Evaluation Instruments; Healthcare Policy Vol 7 (Special Issue): 108-123
Penelitian ini hanya menggunakan variabel komunikasi interpersonal perawat dan dokter serta ketersediaan fasilisitas kesehatan di rumah sakit tanpa memperhatikan faktor-faktor lain yang dapat ikut mempengaruhi kepercayaan, loyalitas dan kemauan untuk membangkitkan WOM positif bagi rumah sakit. Tentu masih ada sejumlah faktorfaktor lain yang dapat ikut mempengaruhi kepercayaan dan loyalitas yang dapat diteliti sehingga dapat lebih memperkuat pemahaman dan pengetahuan pengelola rumah sakit untuk menciptakan kepercayaan dan loyalitas terhadap suatu rumah sakit.
Alif (2012); Advertising Growth in Indonesia: An Effort to Build a Reputation. Media Scene, Vol. 23: 30-39. Allsop, Dee T., B.R. Bassett & J.A. Hoskins (2007); Word-of-Mouth Research: Principles and Applications; Journal of Advertising Research, December, 398-411. Ammar, S. More & R. Wright (2008); Analysing customer satisfaction surveys using a fuzzy rule-based decision support system: Enhancing customer management; Database Marketing & Customer Strategy Management, 15(2), 91105. Balter, D. & J. Butman (2005); Grapevine: The NewArt of Word-of-Mouth Marketing; New York:Portfolio,
Bendapudi, Neeli & Leonard L. Berry (1997); Customers ì Motivation for Maintaining Relationships with Service Providers; Journal of Retailing, 73(1), 15-37 Berry,
D. (2007); Healthcare Communication: Theory and Practice. London: Open University Press.
--==<>==--
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
9
Journal of Business and Entrepreneurship
Bloch, P.H., D.H. Sherrell & N.M. Ridgeway (1986); Consumer search: an extended framework; Journal of Consumer Research, 13, 119-126 Bologlu, Seyhmus (2002); Dimensions of Customer Loyalty: Separating Friends from Well Wishers; Cornell Hotel and Restaurant Administration Quarterly, pp 4759. Buller, M.K. & D.B. Buller (1987); Physicians’ Communication Style and Patient Satisfaction; Journal of Health and Social Behavior, Vol. 28: December, 375-388. Burnkrant, R.E. & A. Cousineau (1975); Informational and Normative Social Influence in Buyer Behavior; Journal of Consumer Research, 2, 206-215. Chaudhuri, Arjun & M.B. Hoolbrook (2002); Product-class effects on brand commitment and brand outcomes: the role of brand trust and brand affect; Brand Management, 10 (1), 33-58. Cleary, P.D. & B.J. McNeil (1988); Patient satisfaction as an indicator of quality care; Inquiry, 25 (1), 2536. Colquitt, J.A., B.A. Scott, & J.A. LePine (2007); Trust, Trustworthiness, and Trust Propensity: A MetaAnalytic Test of Their Unique Relationships With Risk Taking and Job Performance; Journal of Applied Psychology, Vol. 92, No. 4, 909–927 Cooper, C. (1994); The costs of healthy work organizations, in C. Cooper & S. Williams (Eds.); Creating
10
Healthy Work Organizations. Chichester: Wiley. Franciosi, M., F. Pellegrini, G. De Berardis, M. Belfiglio (2004); Correlates of satisfaction for the relationship with their physician in type 2 diabetic patients; Diabetes Research and Clinical Practice 66(3):277-286. Garbarino, E. & M.S. Johnson (1999); The Different Role of Satisfaction, Trust and Commitment in Customer Relationship; Journal of Marketing, April, 63, 70-87 Gladwell, Malcom (2000); Tipping Point; Little Brown. Glickman, SW, K.A. Baggett KA, C.G. Krubert (2007); Promoting quality; the health-care organization from a management perspective; International Journal of Quality Health Care. 19:341-8. Greene, MG, R.D. Adelman & E. Friedmann (1994); Older patient satisfaction with communication during an initial medical encounter; Social Science Med. 38(9):1279–88 Hafizurrachman (2009a); Sumberdaya Manusia Rumah Sakit di QHospital; Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 59, Nomor: 8, Agustus 2009 Hafizurrachman (2009b); Health status, ability, and motivation influenced district hospital nurse performance; Medical Journal Indonesia 18: 283-9. Kim, D.J., D.L. Ferrin & H.R. Rao (2009); Trust and Satisfaction, two steeping stone for successful ecommerce relationship: a
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
Journal of Business and Entrepreneurship
longitudinal exploration; Information Systems Research, Vol. 20, No. 2, June, pp 237-257. Mangold, W.G., F. Miller & G.R. Brockway (1999); Word-ofmouth communication in the service marketplace; Journal of Services Marketing, Vol. 13. No 1, pp 73-89 Moorman, C., R. Deshpande & G. Zaltman (1993); Factors Affecting Trust in Market Relationship; Journal of Marketing 57, (January), 81-101. Moorman, C., G. Zaltman & R. Deshpande (1992); Relationship Between providers and user of market research: the dynamic of trust within and between organizations; Journal of Marketing Research (24), August, 314-328. Morgan R.M. & S.D. Hunt (1994); The commitment-trust theory of relationship marketing; Journal of Marketing, 58 (July), Nordby, Halvor (2004); Communicative challenges for paramedics: language and interpretation; Scand J Trauma Resusc Emerg Med 12; 178-181 Oliver, Richard L (1997); Satisfaction: A Behavioral Perspective on the Consumer; New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Pavarini, Peter, S. Sanders & M. Lindsay (2012); Health Care Reform Going Forward: What’s the Impact on Providers? Becker’s Hospital Review, December. Pavlou, P.A. (2003); Consumer Acceptance of Electronic Commerce: Integrating Trust and Risk with the Technology Acceptance Model;
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013
International Journal of Electronic Commerce 69-103. Pincus, S. & L.K. Waters (1977); Informational social influence and product quality judgments; Journal of Applied Psychology, Vol 62(5), Oct, 615-619. Rabin, R (2008); You can find Dr, right, with some effort, New York Times, 29 September, 1-9. Rousseau, D. M., S.B. Sitkin, R.S. Burt & C. Camerer (1998); Not so different after all: A cross-discipline view of trust; Academy of Management Review, 23, 393–404. Shamdasani, P.N. & A.A. Balakrisnan (2000); Determinants of Relationship Quality and Loyalty in Personalized Services; Asia Pacific Journal of Management, 17 (3), 399-422. Sharma, R.D. & Hardeep Chahal (1999); A Study of Patient Satisfaction in Outdoor Services of Private Health Care Facilities; Vikalpa, Vol. 24, No. 4, OctoberDecember 59-76Singer et al (2009), xxxxxxx Silverman, G. (2001); The Secrets of Wordof-Mouth Marketing; New York: American Management Association. Simpson, M., R. Buckman, M. Stewart, P. Maguire, M. Lipkin, D. Novack & J. Till (1991); Doctor-patient commun ication: the Toronto Consensus Statement; BMJ. November; 303(6814): 1385– 1387. Stewart, AL, A. Nápoles-Springer, E.J. Pérez-Stable, S. Posner S, A.B. Bindman, H.L. Pinderhughes, AE
11
Journal of Business and Entrepreneurship
Washington (1999); Interpersonal processes of care in diverse populations; The Milbank Quarterly. 77:305-339, 1999 Taylor, S.A., K. Celuch & S. Goodwin (2004);The importance of brand equity to customer loyalty; Journal of Product & Brand Management,Vol.13, No.4, pp.217-227 Watzlawick, Paul, J.B. Bavelas & D.D. Jackson (2011); Pragmatics of Human Communication: A study of interactional patterns, pathologies, and paradoxes; W.W. Norton & Company
12
Wloszczak-Szubda, Anna, M.J. Jarost & M. Goniewicz (2013); Professional communication competences of paramedicspractical and educational perspectives; Annals of Agricultural and Environmental Medicine, Vol 20, No 2, 366–372 Zolnierek, K.B.H. & M.R. Dimatteo (2009); Physician Communication and Patient Adherence to Treatment: A Metaanalysis; Medical Care, August; 47 (8): 826-834.
ISSN: 2302 - 4119 Vol. 1, No. 3; Oktober 2013